Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENENTUAN ARAH GEOELECTRIC STRIKE DAN
DIMENSIONALITAS BAWAH PERMUKAAN WILAYAH
KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NTT DENGAN
METODE AUDIO MAGNETOTELLURIK (AMT)
SKRIPSI
NOVI MASHILA
11160970000028
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
v
ABSTRAK
Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui
struktur bawah permukaan bumi adalah metode Audio Magnetotellurik (AMT).
Metode Audio Magnetotellurik (AMT) adalah sebuah metode geofisika pasif yang
memanfaatkan penetrasi gelombang Elektromagnetik (EM) ke bawah permukaan
bumi untuk mengetahui nilai impedansi suatu materi dengan cara mengukur
variasi medan magnet dan medan listrik dari gelombang EM di bawah permukaan
yang berubah terhadap waktu. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan, NTT. Struktur geologi yang ada Di wilayah penelitian
meliputi lipatan, sesar naik, sesar mendatar mengiri, dan sesar mendatar
menganan.
Dalam penelitian ini terdapat 21 titik stasiun pengukuran dengan dua buah
lintasan (line) yang membentang dari arah barat laut ke tenggara. Lintasan
pertama terdiri dari data AMT01 hingga AMT15 dengan panjang lintasan sebesar
30,9 km. Sedangkan lintasan kedua terdiri dari data AMT16 hingga AMT21
dengan panjang lintasan sebesar 23,1 km. Untuk menentukan dimensionalitas
wilayah penelitian dan memberikan informasi arah geoelectric strike wilayah
penelitian, perlu dilakukan analisis phase tensor dengan bantuan Software Octave.
Berdasarkan hasil analisis phase tensor didapatkan bahwa wilayah penelitian
memiliki arah dominan geoelectric strike sebesar N E dan N E, berarah
timur laut- barat daya. Hasil yang didapatkan pada lintasan pertama dan lintasan
kedua didominasi nilai skew angle dengan bentuk elips
cenderung bulat, sehingga dimensionalitas yang sesuai adalah menggunakan
pemodelan 2 dimensi untuk rentang frekuensi 1-10 khz.
Kata kunci : Metode Audio Magnetotellurik (AMT), Analisis phase tensor,
geoelectric strike,dimensionalitas, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
vi
ABSTRACT
One of the geophysical methods that can be used to determine the
subsurface structure of the earth is the Magnetotellurik Audio (AMT) method.
The Magnetotellurik Audio Method (AMT) is a passive geophysical method that
utilizes electromagnetic wave penetration (EM) to subform the earth to determine
the impedance value of a material by measuring the variation of magnetic field
and electric field of EM waves below the surface that change against time. This
research was conducted in South Central Timor Regency, NTT. Geological
structures in the research area include folds, rising faults, slicing flat faults, and
horizontal faults.
In this study, there were 21 measurement stations with two lines stretching
from northwest to southeast. The first track consists of AMT01 to AMT15 data
with a track length of 30.9 km. While the second track consists of AMT16 to
AMT21 data with a track length of 23.1 km. To determine the dimensionality of
the research area and provide information on the direction of geoelectric strike
research area, it is necessary to analyze phase tensor with the help of Octave
Software. Based on the results of phase tensor analysis, it was found that the
research area has a dominant geoelectric strike direction of N18° E and N118° E,
in the direction of northeast-southwest. The results obtained on the first track and
the second trajectory are dominated by the skew angle (β) -3 ≤ β ≤ 3 with the
ellipses tend to be round, so the appropriate dimensionality is to use a 2-
dimensional modeling for a frequency range of 1-10 khz.
Keywords: Magnetotelluric Audio Method (AMT), Phase tensor analysis,
geoelectric strike, dimensionality, South Central Timor Regency.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah wa syukurillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir di
masa pandemi ini. Penelitian Tugas akhir ini telah dilaksanakan di Pusat
Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F-LIPI), di kawasan
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK), Serpong dengan
judul “Analisis Penentuan Arah Geoelectric strike dan Dimensionalitas Bawah
Permukaan Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT Dengan
Metode Audio Magnetotellurik (AMT)”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains pada
program studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan, bimbingan dan motivasi dari banyak pihak, penulisan tugas akhir ini
tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
persetujuan pelaksanaan tugas akhir skripsi ini.
2. Tati Zera, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta serta seluruh dosen dan staff pengajar yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan
dapat bermanfaat dan mendapat keberkahan dari Allah SWT.
viii
3. Dr. Sutrisno, Dipl. Seis., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan nasihat dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr. Rike Yudianti selaku kepala P2F-LIPI yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tugas akhir di
P2F-LIPI.
5. Febty Febriani, PhD., selaku dosen pembimbing II penulis dalam
melaksanakan penelitian di P2F-LIPI yang dengan kesabarannya
membimbing, memberikan banyak ilmu, dan masukan kepada penulis
hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.
6. Keluarga besar tercinta, kedua orang tua dan saudara penulis penulis Alm.
Bapak Drs. H. Sulhan bin Supeno dan Ibu Sami Solehah yang semasa
hidupnya tidak pernah lelah selalu mendoakan, mendidik, memotivasi dan
memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis. Kakak
penulis, Aisah yang senantiasa memberikan bantuan dan semangat kepada
penulis.
7. Teman-teman seperjuangan tugas akhir di P2F-LIPI yaitu Indah Nadiiya
dan Farhan yang telah berjuang bersama-sama, menjadi teman diskusi
yang baik serta saling membantu dan memotivasi satu sama lain.
8. Orang terpenting bagi penulis Thobit, Merry, Tika, Tari, Lia, Haris,
Nanda, Maurin, Puji, Farah, Inge, Dian, I‟ah, Rusydah, Qowi dan Tami
yang telah memberikan saran, semangat dan bantuan kepada penulis
selama berkuliah hingga sekarang.
9. Kepada keluarga besar ibu rini yang selalu memberikan bantuan dan
semangat kepada penulis.
10. Kepada Maulana, Kak Andri, Kak Amel, Kak Lina yang telah membantu
penulis dalam melaksanakan penelitian.
11. Seluruh teman-teman Fisika baik kakak tingkat maupun adik tingkat,
khususnya Fisika angkatan 2016 yang selalu memberikan semangat dan
doa kepada penulis.
ix
12. Kepada Afgan, Budi doremi, Mahen, Justin Bieber, EXO, BTS, BP dan
Drama Korea yang telah menemani penulis lewat karyanya selama
melakukan penyusunan laporan.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan kalian dengan
sebaik-baiknya kebaikan. penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulis di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.
Jakarta, 04 Maret 2021
Penulis,
Novi Mashila
x
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ....................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
2.1 Metode Audio Magnetotellurik ................................................................ 5
xi
2.2 Prinsip Dasar Metode Audio Magnetotellurik ......................................... 7
2.3 Persamaan Dasar Metode Magnetotellurik .............................................. 9
2.4 Asumsi-asumsi pada Metode Magnetotellurik ....................................... 11
2.5 Skin Depth ....................................................................................... 12
2.6 Mode Pengukuran Magnetotellurik ........................................................ 13
2.7 Analisis Phase Tensor (Φ) ..................................................................... 14
2.8 Impedansi Tensor (Z) ............................................................................. 16
2.9 Struktur Bumi 1-D .................................................................................. 17
2.10 Struktur Bumi 2-D .................................................................................. 18
2.11 Struktur Bumi 3-D .................................................................................. 19
2.12 Distorsi Elektromagnetik ........................................................................ 20
2.13 Geoelectric Strike ................................................................................... 21
2.14 Patahan atau Sesar .................................................................................. 21
2.15 Ciri-Ciri Sesar ......................................................................................... 23
2.16 Kondisi Regional .................................................................................... 24
2.16.1 Letak Geografis Wilayah ................................................................ 24
2.16.2 Stratigrafi Wilayah Penelitian ......................................................... 24
2.16.3 Struktur Geologi Wilayah Penelitian .............................................. 25
BAB III ................................................................................................................. 27
3.1 Tempat Pelaksanaan ............................................................................... 27
3.2 Data ........................................................................................................ 27
3.2.1 Tahapan Pengolahan Data AMT ..................................................... 27
3.3 Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) ................. 30
3.4 Peralatan dan Perlengkapan Pengolahan Data ....................................... 31
3.4.1 Peralatan Pengolahan Data .............................................................. 31
3.4.2 Perlengkapan Pengolahan Data ....................................................... 32
3.5 Tahapan Pengolahan Data ...................................................................... 32
3.6 Diagram Alir ........................................................................................... 33
BAB IV ................................................................................................................. 35
xii
4.1 Wilayah Penelitian ................................................................................. 35
4.2 Data Penelitian ....................................................................................... 36
4.3 Koreksi Data Penelitian .......................................................................... 38
4.4 Analisis Phase Tensor ............................................................................ 40
4.4.1 Diagram Rose .................................................................................. 40
4.4.2 Diagram Ellips ................................................................................ 43
BAB V ................................................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 45
5.2 Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 51
Lampiran 1 Koordinat dan Elevasi Titik Pengukuran ...................................... 51
Lampiran 2 Data Penelitian Pada Titik Pengukuran AMT19 .......................... 52
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Koordinat dan Elevasi Titik Pengukuran ............................................. 30
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Interaksi gelombang EM dengan medium di bawah permukaan
(Pertiwi, 2020). ....................................................................................................... 8
Gambar 2. 2 Konfigurasi TE dan TM (K.Bahr, 2005) ........................................ 13
Gambar 2. 3 Representasi Phase Tensor Elips dari keempat invariant (Caldwell
et al., 2004) ............................................................................................................ 16
Gambar 2. 4 Phase tensor elips 1-D .................................................................... 18
Gambar 2. 5 Phase tensor elips 2-D .................................................................... 19
Gambar 2. 6 Phase tensor elips 3-D .................................................................... 20
Gambar 2. 7 Klasifikasi sesar (Anderson, 1951) ................................................. 22
Gambar 2. 8 Peta Geologi dan Struktur Geologi Pulau Timor (Charlton, 2001) 26
Gambar 3. 1 Gedung P2F-LIPI Serpong ............................................................. 27
Gambar 3. 2 Tangkapan layar Data AMT_01_01.edi ......................................... 29
Gambar 3. 3 Tangkapan layar Data AMT01.pt1 ................................................. 30
Gambar 3. 4 Diagram Alir Penelitian .................................................................. 34
Gambar 4. 1 Plot Line Lintasan Wilayah Penelitian ........................................... 35
Gambar 4. 2 Plot data koherensi AMT19 ............................................................ 36
Gambar 4. 3 Plot data phase AMT19 .................................................................. 37
Gambar 4. 4 Plot data resistivitas AMT19 .......................................................... 37
Gambar 4. 5 Plot koreksi data koherensi AMT19 ............................................... 39
Gambar 4. 6 Plot koreksi data phase AMT19 ..................................................... 39
Gambar 4. 7 Plot koreksi data resistivitas AMT19 ............................................. 40
Gambar 4. 8 Plot diagram rose (a) Frekuensi 0.1-1 Hz, (b) Frekuensi 1-10 Hz, (c)
Frekuensi 10-100 Hz, (d) Frekuensi 100-1000 Hz, (e) Frekuensi 1.000-10.000 Hz
(f) Semua Frekuensi .............................................................................................. 42
Gambar 4. 9 Diagram elips dari hasil plot nilai skew angle (a) lintasan 1 dan (b)
lintasan 2 ............................................................................................................... 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Koordinat dan Elevasi Titik Pengukuran ........................................ 51
Lampiran 2 Data Penelitian Pada Titik Pengukuran AMT19 ............................ 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi adalah tempat tinggal manusia yang tersusun atas beberapa lapisan
dan memiliki struktur batuan yang berbeda-beda tergantung dari ketinggiannya.
Dari hasil para peneliti geofisika dapat diketahui batuan-batuan yang dihasilkan
memiliki variasi yang berbeda dari satu wilayah ke bagian wilayah yang lainnya
baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaannya. Dari berbagai
macam teori proses pembentukannya, bumi memiliki beberapa lapisan penyusun
yang terdiri dari kerak bumi, mantel bumi, inti luar bumi dan inti dalam bumi.
Dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan tentang lapisan-lapisan bumi pada surat Al-
Anbiya‟ ayat 31 :
سى أن تميد بهم وجعلنا فيها فجاجا سبل لعلهم يهتدون ) (۳۱وجعلنا فى ٱلرض رو
“Dan kami telah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh
supaya bumi tidak guncang bersama mereka. Dan telah kami jadikan di bumi itu
jalan-jalan yang luas agar mereka mendapat petunjuk”.
Dalam surat Al-Anbiya‟ ayat 31 dapat ditafsirkan bahwa Allah menjadikan
gunung-gunung itu sebagai rawasy, yang memiliki arti sangat kokoh (Shihab,
2006). Kokoh disini karena akar-akarnya melekat jauh kedalam lapisan kulit
bumi. Maknanya, gunung-gunung tersebut menggenggam lempengan-lempengan
kerak bumi dengan cara memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada
titik pertemuan lempengan-lempengan ini.
Gunung dengan akar-akarnya memiliki kerapatan jarak tidak lebih dari
kerapatan kulit bumi yang mengelilinginya. Sehingga tekanan pada kulit bumi
dapat terbagi secara merata ke semua arah. Agar tidak terjadi pergeseran atau
peregangan dalam kulit bumi dan mencegahnya terombang-ambing di atas lapisan
magma atau di antara lempengan-lempengannya (Shihab, 2006). Berdasarkan
tafsir tersebut dapat diketahui bahwa bumi memiliki lapisan di bawah
2
permukaannya. Untuk mengetahui kebenaran lapisan apa saja yang terkandung di
bawah permukaan bumi dilakukanlah penelitian dan eksplorasi lebih jauh
mengenai lapisan bawah permukaan bumi.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak kekayaan alam
di dalamnya. Lautan yang membentang luas dan garis pantai yang panjang, serta
tanah yang subur membuat Indonesia dikelilingi oleh lautan dan hutan yang
menjadi paru-paru dunia. Selain itu, negara ini juga berada di antara dua benua
dan dua samudra. Keadaan seperti ini yang membuat Indonesia dilewati oleh tiga
jalur lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia (Eropa-Asia) dari arah Utara,
lempeng Indo-Australia dari Selatan, dan lempeng Pasifik dari Timur.
Pergeseran ataupun tumbukan antar lempeng yang bisa terjadi dapat
menjadi penyebab terjadinya gempa bumi. Lempeng-lempeng yang ada di
wilayah Indonesia ini masih relatif aktif bergerak. Dampak adanya pergerakan
lempeng tektonik tersebut adalah banyak menimbulkan sesar-sesar lokal yang
dapat menjadi pemicu aktivitas seismik. Pergerakan antar lempeng yang saling
bergesekan dan saling mendekat satu sama lain dapat menimbulkan tumbukan dan
akan membentuk suatu wilayah penunjaman atau zona subduksi (Puturuhu, 2015).
Salah satu wilayah di Indonesia yang sering terdapat aktivitas seismik yang
cukup tinggi adalah Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut disebabkan karena adanya
tumbukan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang mengakibatkan
terbentuknya zona subduksi (penunjaman) di wilayah tersebut. Zona Subduksi ini
memanjang dari bagian barat pulau Sumatra hingga bagian selatan Papua. Dari
aktivitas kedua lempeng tersebut terbentuklah sesar busur belakang atau “back arc
thrust”. Adanya zona subduksi dan sesar busur belakang menjadikannya sebagai
pembangkit utama terjadinya gempa tektonik di wilayah tersebut termasuk
wilayah yang akan menjadi tempat dilakukannya penelitian yaitu wilayah
Kabupaten Timor Tengah Selatan (Natawidjaja, 2007).
Selain terdapat aktivitas seismik, banyak potensi sumber daya alam yang
terkandung di bawah permukaan bumi yang ada di wilayah penelitian. Sehingga
perlu dilakukannya pengamatan guna mengungkap struktur bawah permukaan dan
penyusun lapisan tersebut. Agar dapat diketahui lebih lanjut potensi alam yang
3
terkandung di dalamnya serta untuk mengetahui adanya fenomena alam yang
terjadi di bawah permukaan tersebut.
Dalam melakukan penelitian, banyak metode geofisika yang bisa
diaplikasikan untuk mengetahui struktur bawah permukaan bumi. Salah satu
metode yang dipilih adalah magnetotellurik (MT). Metode ini memiliki beberapa
variasi yaitu, Telluric-Magnetotellurics (T-MT), Audio Magnetotellurics (AMT),
dan Controlled Source Audio Magnetotellurics (CSAMT) (Sumotarto, 2015).
Metode Magnetotellurik yang akan dipilih dan diterapkan dalam penelitian ini
adalah metode Audio Magnetotellurik (AMT).
Berdasarkan latar belakang kejadian tersebut maka perlu dilakukan
penelitian dengan metode AMT. Metode ini akan memberikan hasil berupa
informasi geoelectric strike dan dimensionalitas. Hasil inilah yang nantinya akan
digunakan untuk menentukan arah geoelectric strike dan menentukan pemodelan
yang cocok dalam menganalisis struktur bawah permukaan wilayah penelitian
yaitu di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan arah geoelectric strike pada bawah permukaan
wilayah penelitian berdasarkan analisis phase tensor?
2. Bagaimana menentukan dimensionalitas pada bawah permukaan wilayah
penelitian berdasarkan analisis phase tensor?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui arah geoelectric strike wilayah penelitian berdasarkan
analisis phase tensor
2. Dapat mengetahui dimensionalitas wilayah penelitian berdasarkan analisis
phase tensor
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keberadaan
sesar beserta arahnya di wilayah penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk proses
mitigasi bencana di wilayah yang diteliti khususnya di Kabupaten Timor Tengah
4
Selatan, NTT agar lebih akurat dan tepat sasaran. Selain itu diharapkan dengan
adanya penelitian ini dapat mempermudah peneliti lain yang akan meneliti lebih
lanjut dalam memilih pemodelan dimensi dalam menginterpretasikan struktur
bawah permukaan Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan tepat.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.
Dengan fokus yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi hingga penggunaan
analisis phase tensor pada data AMT yang diaplikasikan dengan Software Octave
dan software GMT Hawaii.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi dua tahapan. Tahap
pertama terdiri dari kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar tabel.
Sedangkan tahap kedua berisi laporan penelitian yang terdiri dari 5 bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab I memuat tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II berisi ringkasan dari teori-teori yang bersumber dari berbagai literatur yang
yang akan diterapkan dalam tugas akhir ini, yang kemudian akan menjadi rujukan
dalam menganalisis data penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab III menampilkan waktu dan tempat penelitian, bahan dan peralatan
penelitian, teknik pengolahan data serta langkah kerja penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini meliputi hasil yang didapatkan berikut dengan analisis data penelitian
dan pembahasanya.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini mencakup tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan serta pemberian saran penulis untuk para peneliti yang akan melakukan
penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Audio Magnetotellurik
Teori Magnetotelurik dikembangkan secara independen pada tahun 1950
oleh Tikhonov di Uni Soviet dan Cagniard di Prancis pada tahun 1953.
Magnetotellurik (MT) adalah sebuah metode geofisika pasif yang memanfaatkan
penetrasi gelombang elektromagnetik (EM) ke bawah permukaan bumi untuk
mengetahui nilai impedansi suatu materi (Umbara et al., 2014). Menurut (Bahr &
Simpson, 2005) nilai impedansi didapatkan dengan cara mengukur variasi medan
magnet dan medan listrik dari gelombang EM di bawah permukaan yang berubah
terhadap waktu. Selain itu metode ini juga dapat menentukan nilai tahanan jenis
permukaan untuk mempelajari struktur geologi dengan cara memanfaatkan
gelombang elektromagnetik.
Secara umum metode MT dapat didefinisikan sebagai variasi medan magnet
bumi yang menginduksi aliran arus listrik terhadap waktu. Medan magnet yang
bervariasi dihasilkan oleh dua jenis sumber yang memiliki perbedaan dalam
amplitudo dan waktu pengukuran (Pertiwi, 2020). Metode MT ini memiliki
variasi gelombang EM dengan amplitudo kecil yang dapat menimbulkan eddy
current dan medan magnetik sekunder yang diakibatkan oleh proses induksi EM.
Frekuensi medan EM berkisar antara Hz – Hz tergantung dari sumber
gelombang EM (Haerudin et al., 2020). Gelombang EM dapat dihasilkan dari
aktivitas meteorologi seperti terjadinya petir dan interaksi antara solar wind dan
ionosfer bumi (Haerudin et al., 2020).
Berdasarkan (Grandis et al., 2002) sumber sinyal medan elektromagnetik
alamiah yang digunakan dibagi menjadi dua berdasarkan besar frekuensi, yaitu :
a) Sinyal EM frekuensi rendah ( < 1 Hz) bersumber dari fenomena solar
wind atau interaksi antara angin matahari dengan magnet bumi. Solar wind adalah
pergerakan plasma ion H dan He dari matahari yang selanjutnya berinteraksi
dengan medan magnet bumi. Solar wind kemudian terdefleksi akibat adanya
6
interaksi antara plasma ion H dan He dengan medan magnet bumi sehingga
membentuk lapisan magnetosfer. Proses induksi arus listrik yang besar di bagian
ionosfer dapat membuat nilai medan magnet di bagian magnetosfer berubah.
Sehingga, perubahan arus di ionosfer dan medan magnet yang terukur di
permukaan bumi tergantung aktivitas.
b) Sinyal EM frekuensi tinggi ( > 1 Hz) bersumber dari aktivitas meteorologi
seperti petir. Ketika petir menyambar dan merambat pada permukaan bumi,
medan magnet di permukaan bumi mengalami perubahan. Bumi akan terus
mengalami perubahan yang dapat mengubah fluks magnet jika petir berulang kali
menyambar permukaan bumi. Kemudian fluks magnet tersebut menginduksi arus
listrik di bawah permukaan bumi dan menghasilkan medan magnet sekunder.
Perbandingan besarnya medan listrik dan magnetik menyajikan informasi
sederhana tentang konduktivitas bawah permukaan (Vozoff, 1991), karena
fenomena efek kulit (skin effect) memengaruhi medan EM. Rasio kisaran
frekuensi yang besar memberikan informasi kedalaman bumi yang dangkal.
Sedangkan frekuensi yang rendah memberikan informasi kedalaman bumi yang
dalam. Rasio ini biasanya ditampilkan baik dengan resistivitas semu sebagai
fungsi frekuensi dan fasa sebagai fungsi frekuensi (Haerudin et al., 2020).
Pengukuran menggunakan metode MT dapat menyelidiki kedalaman kira-kira
dari 300 m hingga ratusan kilometer di bawah permukaan bumi (Sumotarto,
2015). Sehingga ketika melakukan penelitian dengan kedalaman yang lebih besar
membutuhkan pengukuran frekuensi lebih rendah yang pada akhirnya
membutuhkan estimasi waktu pengukuran yang lebih panjang.
Dengan adanya perkembangan teknologi dalam pemanfaatan metode MT
ditemukan beberapa variasi dalam metode ini, yaitu Telluric-Magnetotellurics
(TMT), Audio Magnetotelluric (AMT), dan Controlled Source
Audiomagnetotelluric (CSAMT). Audio magnetotellurik (AMT) sama dengan MT
yaitu sebuah metode pasif yang mengukur arus listrik alami dalam bumi, yang
dihasilkan induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer. Kelebihan metode AMT
dengan metode geofisika yang lainnya adalah dapat melakukan penetrasi pada
kedalaman yang relatif besar di dalam bumi sehingga dapat memberikan
7
informasi pada daerah seismik dan non seismik tanpa memberikan dampak buruk
bagi lingkungan karena memanfaatkan sumber gelombang EM alami dan tidak
memerlukan transmitter dalam proses pengambilan data.
Implikasi dari fenomena listrik dan magnet terhadap sifat kelistrikan
medium (bumi) terutama pada konduktivitas dapat digunakan untuk eksplorasi
menggunakan metode MT. Percobaan ini dilakukan dengan mengukur secara
serentak variasi medan listrik (E) dan medan magnet (B) sebagai fungsi waktu.
Sehingga perbedaan pada sinyal tercatat yang digunakan untuk memperkirakan
distribusi resistivitas listrik bawah permukaan. Adanya resistivitas yang
terkandung dalam data MT didapat dari penyelesaian persamaan Maxwell.
Dekade 50-an adalah awal metode MT ini dibahas oleh para peneliti lain secara
terpisah seperti Rikitake (1946), Tikhonov (1950), Price (1950), Kato dan Kikuchi
(1950), Cagniard (1953) dan Wait (1954), yang kemudian menjadi dasar metoda
MT (Grandis, 2010).
2.2 Prinsip Dasar Metode Audio Magnetotellurik
Prinsip dasar antara metode pengukuran MT dan AMT umumnya adalah
sama. Perbedaannya terletak pada cakupan frekuensi yang ditangkap. Metode MT
memiliki rentang frekuensi sekitar 0.0000129 Hz - 400 Hz (perioda sekitar 21.5
jam). Sedangkan metode AMT memiliki rentang frekuensi 0.1 Hz- 10 kHz
(Triyana, 2018). Sehingga metode AMT ini termasuk kedalam metode yang dapat
memberikan informasi kedalaman bawah permukaan yang dangkal.
Medan listrik yang terekam pada metode magnetotellurik muncul karena
induksi medan magnet bumi terhadap lapisan bumi. Medan magnet bumi besarnya
fluktuatif seiring berjalannya waktu. Fluktuasi medan magnet akan masuk ke
permukaan bumi, kemudian merambat ke dalamnya. Medan magnet yang berasal
dari kedua sumber sinyal MT (frekuensi tinggi dan rendah) sampai ke permukaan
bumi dan menginduksi arus dalam permukaan bumi. Arus tersebut dikenal dengan
arus telurik (telluric current) (Haerudin et al., 2020).
Medan magnet yang berasal dari kedua sumber sinyal MT (Tx) ini
dinamakan medan magnet primer (primary magnetic field). Dari arus telurik
tersebut, menghasilkan medan magnet sekunder (secondary magnetic field),
8
keduanya akan direkam oleh receiver (Rx) gambar 2.1. Pada lapisan yang
konduktif (contoh : ore body) di bawah permukaan bumi. Induksi medan magnet
menyebabkan timbulnya arus eddy (eddy current), yang selanjutnya juga akan
menghasilkan medan magnet sekunder (Pertiwi, 2020).
Gambar 2. 1 Interaksi gelombang EM dengan medium di bawah permukaan
(Pertiwi, 2020).
Adanya gelombang elektromagnetik yang tertransmisi kedalam bumi akan
berinteraksi dengan medium yang memiliki nilai tahanan jenis tertentu. Hasil dari
interaksi tersebut menyebabkan terjadinya induksi sehingga terbentuk arus tellurik
dan medan magnet sekunder. Arus listrik sekunder dan medan magnet sekunder
ini bergantung pada kuat arus yang menjalar serta adanya aliran resistansi dan
induktansi pada material. Selanjutnya interaksi tersebut akan terekam pada alat
MT di permukaan (Grandis et al., 2002).
Alat Magnetotellurik menangkap sinyal yang berasal dari medan
elektromagnetik total yaitu medan elektromagnetik yang berasal dari gelombang
primer dan sekunder yang terjadi di permukaan bumi yang bergantung pada
variasi waktu. Sama halnya dengan sifat gelombang elektromagnetik pada suatu
medium, penetrasi dari gelombang tersebut akan bergantung pada frekuensi dari
9
gelombang tersebut dan resistivitas dari medium yang dilaluinya (Grandis et al.,
2002).
2.3 Persamaan Dasar Metode Magnetotellurik
Persamaan Maxwell merupakan persamaan dasar dalam metode
Magnetotellurik yang memvisualisasikan interaksi antara medan listrik dan medan
magnet (Yulianti et al., 2017). Persamaan ini adalah perpaduan dari hasil
eksperimen (empiris) mengenai fenomena listrik - magnet yang didapatkan oleh
Faraday, Ampere, Gauss, Coulomb disamping yang dilakukan oleh Maxwell
sendiri.
Persamaan umum sifat gelombang elektromagnetik menggunakan
persamaan Maxwell terdiri atas :
Hukum Faraday (2.1)
Hukum Ampere (2.2)
Hukum Coulomb (2.3)
Hukum Fluks Magnet (2.4)
Di mana :
E : medan listrik (Volt/m)
B : fluks atau induksi magnetik (Weber/m2 atau Tesla)
H : medan magnet (Ampere/m)
j : rapat arus (Ampere/m2)
D : perpindahan listrik (Coulomb/m2)
: rapat muatan listrik (Coulomb/m3)
Persamaan (2.1) merupakan turunan dari Hukum Faraday yang menyatakan
bahwa perubahan medan magnet terhadap waktu menginduksi adanya medan
listrik. Dalam Hukum Ampere (2.2) dinyatakan bahwa terjadinya medan magnet
tidak hanya karena adanya sumber berupa arus listrik, namun dapat juga
disebabkan karena adanya medan listrik yang berubah terhadap waktu sehingga
menginduksi medan magnet. Hukum Coulomb (2.3) menjelaskan bahwa
penyebab terjadinya medan listrik karena adanya muatan listrik sebagai
10
sumbernya. Hukum fluks magnet (2.4) juga menjelaskan bahwa tidak ada medan
listrik monopol. Besar kecilnya nilai medan magnet dan induksi medan listrik
bergantung pada sifat dari medium itu sendiri (Perdana, 2011).
Korelasi antara intensitas medan dengan fluks yang terjadi pada medium
dinyatakan melalui persamaan berikut :
(2.5)
(2.6)
(2.7)
Di mana :
μ : permeabilitas magnetik (Henry/m)
ε : permitivitas listrik (Farad/m)
: Konduktivitas
: Tahanan Jenis (
Penyederhanaan masalah, sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi
terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Sehingga penumpukan muatan
seperti dinyatakan pada persamaan (2.3) tidak terjadi dan persamaan Maxwell
dapat dituliskan kembali sebagai berikut :
(2.8)
(2.9)
Dengan dilakukannya operasi curl terhadap variabel medan listrik (E) dan
medan magnet (H) dalam persamaan (2.8) dan (2.9) dan dilanjutkan dengan
mensubstitusikan besaran-besaran yang telah diketahui maka akan diperoleh
Persamaan Gelombang Helmholtz :
(2.10)
(2.11)
Pada persamaan di atas variabel E dan H adalah fungsi posisi dan waktu.
Apabila variasi terhadap waktu dapat ditunjukkan oleh fungsi periodik sinusoidal
maka
11
(2.12)
(2.13)
Di mana Eo adalah amplitudo medan listrik, Ho adalah amplitudo medan
magnet dan adalah frekuensi gelombang EM.
Dengan demikian persamaan (2.10) dan (2.11) menjadi,
(2.14)
(2.15)
Dalam eksplorasi geofisika hal sering ditemukan frekuensi lebih rendah dari
Hz medium bumi, suku yang mengandung (perpindahan listrik) boleh
diabaikan terhadap suku yang mengandung (konduksi listrik) karena harga
untuk . Pendekatan tersebut adalah
aproksimasi keadaan kuasi-stasioner di mana waktu tempuh gelombang diabaikan
(Telford et al., 1990).
Adanya eliminasi medan terhadap waktu seperti dilakukan untuk
memperoleh persamaan (2.14) dan (2.15) juga dilakukan untuk menyederhanakan
persamaan agar lebih mengeksplisitkan aproksimasi keadaan kuasi-stasioner
tersebut. Sehingga persamaan (2.10) dan (2.11) menjadi persamaan difusi.
(2.16)
(2.17)
Di mana √ adalah bilangan gelombang yang dapat dinyatakan
dalam bentuk (2.18)
Dengan √
2.4 Asumsi-asumsi pada Metode Magnetotellurik
Ada beberapa asumsi penyederhanaan untuk menurunkan persamaan yang
mendeskripsikan perambatan gelombang EM yang digunakan dalam metode MT
(Cagniard, 1953) :
1. Persamaan Maxwell berlaku.
2. Bumi tidak membangkitkan gelombang EM. Bumi hanya mendisipasikan dan
menyerap gelombang EM.
12
3. Medan dianggap konservatif (hukum kekekalan 20 ertic berlaku) dan jauh dari
sumber.
4. Medan yang dibangkitkan dianggap seragam (uniform), terpolarisasi bidang,
dan merambat dalam arah vertikal.
5. Hukum ohm berlaku.
6. Medan listrik dianggap quasi-static. Arus pergeseran diabaikan, hanya
memperhitungkan arus konduksi.
7. Permitivitas dan permeabilitas batuan dianggap konstan.
2.5 Skin Depth
Skin depth adalah seberapa dalam gelombang EM dengan frekuensi tertentu
dapat terpenetrasi dan menembus suatu medium yang memiliki resistivitas
tertentu(Bahr & Simpson, 2005). Apabila suatu medan elektromagnetik melewati
lapisan konduktif maka energi dari medan elektromagnetiknya akan teratuenasi
karena mendapat pengaruh dari frekuensi gelombang dan resistivitas mediumnya.
Atenuasi sendiri adalah melemahnya suatu gelombang ketika merambat. Besarnya
skin depth pada medium konduktif bergantung dari permeabilitas medium,
tahanan jenis, dan frekuensi gelombang elektromagnetik yang melalui medium.
Skin depth di bumi homogen didefinisikan sebagai berikut :
(
| |)
(
)
(2.19)
Di mana adalah elektromagnetik skin depth, k adalah bilangan gelombang
spasial, adalah frekuensi sudut, adalah konduktivitas listrik, dan adalah
permeabilitas magnetik batuan. Penggunaan frekuensi yang tinggi pada alat yang
digunakan maka penetrasi yang terjadi akan dangkal. Sebaliknya, penggunaan
frekuensi yang rendah pada alat yang digunakan, maka penetrasi yang dihasilkan
juga semakin dalam. Dalam penelitian AMT Medan EM yang digunakan untuk
menginduksi Bumi secara alami memiliki rentang periode dari detik.
Resistivitas rata-rata batuan di kerak dan mantel bumi adalah 100 Ωm, sehingga
dari persamaan di atas didapatkan penetrasi gelombang elektromagnetik mampu
mencapai ±160 m hingga >500 km (Setyani, 2017).
13
2.6 Mode Pengukuran Magnetotellurik
Pengukuran metode magnetotellurik memiliki dua mode pengukuran. Hal
ini didasarkan dari (Unsworth, 2008) konfigurasi pengukuran metode
Magnetotellurik, yang mana peletakan sensor magnetik dan sensor elektrik
menghasilkan 2 mode pengukuran yaitu :Transverse Electric (TE) dan Transverse
Magnetic (TM).
1. TE (Transverse Electric) Mode atau Polarisasi E, terjadi ketika medan listrik E
sejajar dengan struktur tersebut, sedangkan medan magnet B tegak lurus.
Komponen medan menjadi , yaitu :
(2.20)
(2.21)
(2.22)
2. TM (Transverse Magnetik) atau polarisasi H, terjadi ketika medan
magnet sejajar dengan geoelectric strike sedangkan medan listriknya tegak
lurus. Komponen medan menjadi yaitu :
(2.23)
(2.24)
(2.25)
Gambar 2. 2 Konfigurasi TE dan TM (K.Bahr, 2005)
14
2.7 Analisis Phase Tensor (Φ)
Phase tensor (Φ) adalah sebuah fase bilangan kompleks yang digambarkan
dari bagian real dan imajinernya (Caldwell et al., 2004). Dan juga bisa diartikan
sebagai rasio bilangan real X dan bilangan imajiner Y dari impedansi kompleks Z
= X + i Y, yaitu:
(2.26)
Phase tensor pada sistem koordinat Kartesian (x1,x2) juga dapat ditulis
dalam bentuk bilangan real dan imajiner dari tensor impedansi Z sebagai sebuah
matriks seperti di bawah ini :
*
+
[
] (2.27)
Di mana det(X) = . Turunan sederhana dari invariant phase
tensor dapat ditulis sebagai berikut :
(trace) (2.28)
(skew) (2.29)
(determinan) (2.30)
Dari persamaan tersebut dapat diturunkan ke persamaan fungsi berikut :
(2.31)
[ ] (2.32)
(2.33)
Untuk persamaan berdasarkan nilai jumlah maksimum, minimum dan sudut
kemiringan (skew angle) dapat dilihat persamaan berikut :
(2.34)
(2.35)
(
) (2.36)
Invarian koordinat yang digunakan adalah nilai tensor maksimum (max) dan
minimum (min), maka fungsi sederhana dari skew angle/sudut kemiringan dapat
ditulis sebagai berikut :
(
) (2.37)
15
Sudut ini dianggap sebagai rotasi dan merupakan ukuran asimetri tensor.
Perhatikan bahwa bergantung pada kemiringan tensor , yang invarian
di bawah rotasi tetapi tanda akan berubah jika sistem koordinat direfleksikan.
Selain itu phase tensor dapat ditulis sebagai berikut :
[
] (2.38)
Di mana merupakan transpos atau invers dari matriks rotasi, yaitu
. Dan matriks rotasi diberikan oleh :
[
] (2.39)
(
) (2.40)
Dari sudut ini menjelaskan bahwa tensor bergantung pada sistem koordinat
dengan invarian tiga koordinat. Invarian nilai-nilai utama dan sudut kemiringan
dapat ditunjukkan oleh berputarnya sistem koordinat kartesian yang digunakan
untuk menggambarkan tensor. Rotasi sudut dapat ditulis sebagai berikut :
[
] (2.41)
[
]
[
]
Di mana . Efek dari rotasi adalah mengubah sudut menjadi
sudut . Parameter lainnya yang tidak berubah yaitu koordinat invarian
(Caldwell et al., 2004). Apabila struktur 1-D, maka dan akan bernilai
sama sehingga akan membentuk lingkaran dengan nilai Untuk struktur 2D
nilai mempunyai bentuk elips dengan nilai . Dan semua
komponen dalam tensor impedansi yang masing-masing memiliki nilai,
mempunyai bentuk elips yang pipih dikarenakan terdapat data yang terdistorsi
adalah struktur untuk 3D. Untuk kasus 3D nilai skew angle (Triyana,
2018). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi rotasi sumbu utama dari phase tensor
sebesar nilai .
Phase tensor dapat dipresentasikan secara grafis sebagai elips. Dengan
16
dan adalah sumbu mayor dan sumbu minor. Perbedaan fase
maksimum dan minimum antara medan magnet dan medan listrik ditunjukan oleh
sumbu mayor dan sumbu minor (Akbar et al., 2020). Sedangkan adalah
azimut dari sumbu mayor.
Gambar 2. 3 Representasi Phase Tensor Elips dari keempat invariant (Caldwell
et al., 2004)
2.8 Impedansi Tensor (Z)
Impedansi tensor Z merupakan salah satu variabel penting yang
berhubungan dengan metode AMT (Wachisbu, 2015). Impedansi Tensor
berfungsi sebagai yang menghubungkan medan listrik (E) dan medan magnetik
(H) pada frekuensi tertentu . Pada media homogen, perbandingan komponen
ortogonal adalah di mana k adalah bilangan gelombang dan adalah frekuensi
sudut (Setyani, 2017).
Dalam penggunaan metode MT, komponen horizontal dipakai untuk medan
listrik dan medan magnet karena gelombang EM dianggap merambat vertikal.
Apabila vektor mengarah vertikal, maka vektor E dan B akan berada pada bidang
horizontal tegak lurus vektor. Sehingga hubungan di atas dapat dinyatakan dengan
persamaan matriks dalam koordinat kartesian (x, y horizontal, dan z positif ke
bawah) :
(2.42)
[
] [
] [
] (2.43)
17
Berdasarkan persamaan tersebut dapat disederhanakan bahwa impedansi
merupakan perbandingan dari medan listrik dan medan magnet yang terukur.
Pengukuran di lapangan menunjukkan impedansi tidak hanya bergantung pada
variasi spasial dari resistivitas bawah permukaan, tetapi juga terhadap polarisasi
bidang atau orientasi sumbu penjalaran gelombang EM.
2.9 Struktur Bumi 1-D
Untuk kasus Bumi 1-D, distribusi konduktivitasnya hanya bergantung pada
kedalaman dan bervariasi sepanjang dua arah, yaitu satu arah horizontal (x) dan
satu arah yang lain sepanjang arah vertikal (z) (Laksono, 2018). Sepanjang arah
horizontal lainnya (y) resistivitas tidak berubah dan arah ini disebut arah
pemogokan geoelektrik. Pada tensor impedansi yang berkaitan dengan medan
listrik dan medan magnet paralel memiliki nilai dan
, dimana Z adalah impedansi yang berasal dari komponen horizontal
medan magnet dan medan listrik yang tegak lurus (Nuraini, 2017). sehingga,
tensor impedansi untuk Bumi 1-D dapat ditunjukkan oleh :
[
] (2.44)
Di mana
Untuk bumi-1D hasil dari nilai resistivitas semu (apparent resistivity)
tersebut dapat dirumuskan menjadi :
| | (2.45)
Kemudian untuk fase dari gelombang tersebut dirumuskan sebagai berikut:
arg Z (2.46)
Dalam phase tensor struktur bumi 1-D, struktur resistivitas hanya berubah
dengan kedalaman 1-D, phase tensor berbentuk diagonal, dan sumbu komponen
maksimum dan maksimum bernilai sama, sehingga elips phase tensor berbentuk
lingkaran (Ramdhani et al., 2017). Phase tensor sudut kemiringan/ skew angle
bernilai 0 (β = 0), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.
18
Gambar 2. 4 Phase tensor elips 1-D
2.10 Struktur Bumi 2-D
Pada kasus 2-D nilai resistivitasnya bervariasi dengan kedalaman dan dalam
satu arah horizontal. Sumbu x atau y searah dengan strike . Sehingga
tetapi Tensor impedansinya menjadi :
Z=[
] (2.47)
Arah yang digunakan dalam melakukan pengukuran ini bebas menggunakan
arah koordinat manapun yang dipakai (Nuraini, 2017). Setelah dilakukan
pengukuran, hasilnya adalah data sudah terkumpul dan nilai impedansi telah
dihitung (Laksono, 2018). Kemudian matriks impedansi tersebut bisa dirotasikan
secara numerik seolah pengukuran dilakukan dengan menggunakan koordinat
yang sejajar atau strike yang tegak lurus. Dalam kasus 2-D keadaanya akan lebih
rumit, namun jika (pengukuran dilakukan tegak lurus atau sejajar
strike), hanya akan ada dua komponen impedansi yang independen yaitu dan
(Wachisbu, 2015).
Konsep tensor impedansi yaitu :
[
] [
] [
] (2.48)
(2.49)
(2.50)
19
ini yang disebut sebagai mode TE dan dinamakan mode TM. Dari
kedua komponen impedansi tersebut, didefinisikan resistivitas semu ( :
| |
(2.51)
| |
(2.52)
Dalam struktur bumi 2-D phase tensor mempunyai komponen diagonal,
dengan nilai skew angle (β = ) Oleh karena itu, arah sumbu utama
phase bergantung pada sudut , tetapi komponen sumbu maksimum dan
minimum memiliki nilai yang berbeda, sehingga elips phase tensor berbentuk
elips seperti yang ditunjukkan pada Gambar
Gambar 2. 5 Phase tensor elips 2-D
Jika medium bawah tanah hampir dapat dimodelkan dengan model 2
dimensi, maka pengukuran dapat dilakukan dengan arah koordinat maupun yang
dipilih (Murdani, 2017). Baru setelah data terkumpul dan nilai impedansi
dihitung. Matriks impedansi tersebut dapat diputar atau dirotasikan secara
numerik. Sehingga seolah pengukuran dilakukan dengan menggunakan koordinat
yang sejajar atau tegak lurus arah strike.
2.11 Struktur Bumi 3-D
Dalam kasus bumi 3-D variasi resistivitas terjadi di ketiga arah. Sehingga
tensor impedansinya adalah :
[
] (2.53)
Di mana
20
dan (2.54)
Tidak ada cara untuk memutar impedansi tensor sedemikian rupa sehingga
elemen-elemen diagonal Z menjadi nol (Laksono, 2018).
Pada kasus 3D, phase tensor menunjukkan bentuk elips. Ini disebabkan
karena sumbu maksimum dan minimum memiliki nilai yang berbeda. Namun,
nilai phase tensor miring (β ≠ 0) biasanya bernilai lebih besar dari (β >3 )
(Ramdhani et al., 2017). Oleh karena itu, sudut αp tidak dapat dikenali sebagai
arah pukulan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar .2.6.
Gambar 2. 6 Phase tensor elips 3-D
2.12 Distorsi Elektromagnetik
Terjadinya distorsi dalam pengukuran data MT karena adanya
inhomogenitas dekat permukaan dan topografi. Berdichevsky dkk (2008) proses
distorsi MT dan membagikannya menjadi dua efek utama yaitu efek galvanik dan
efek induktif. Efek galvanik terjadi apabila medium (2D atau 3D) yang relatif
konduktif atau resistif dalam medium yang homogen. Sehingga medan elektrik
primer akan mengakumulasi muatan di kontras resistivitas(Berdichevsky &
Dmitriev, 2008).
Adanya beda topografi dalam suatu permukaan juga dapat menyebabkan
terjadinya efek galvanik. Dalam medium 2D, efek topografi galvanik utamanya
akan mempengaruhi mode TM dan konsentrasi muatan maksimum akan terjadi
pada topografi yang curam. Sedangkan efek induktif mengikuti aturan Hukum
Faraday, yaitu medan magnetik yang bervariasi terhadap waktu menginduksi arus
di batuan. Arus yang terinduksi kemudian menghasilkan medan magnetik
sekunder yang akan mendistorsi medan magnetik primer (Febrika et al., 2017).
21
2.13 Geoelectric Strike
Arah yang mempresentasikan aliran arus listrik di bawah permukaan yang
disebabkan oleh adanya inhomogenitas lateral dari konduktivitas listrik di bumi
merupakan pengertian dari geoelectric strike (Pertiwi, 2020). Geoelectric strike
dapat digambarkan dalam bentuk diagram rose. Diagram rose adalah sebuah plot
lingkaran yang di dalamnya menunjukkan arah frekuensi data dan arah strike
berdasarkan tensor impedansi (Ramdhani et al., 2017).
2.14 Patahan atau Sesar
Sesar atau patahan secara geologi adalah satu bentuk rekahan pada batuan
yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap
blok batuan lainnya (Suharjo et al., 2017). Terbentuknya sesar diakibatkan adanya
gaya tekan (komposisi) titik atau torsi. Bagian blok yang mengalami pergeseran
dapat dibedakan menjadi dua yaitu hanging wall dan foot wall. Pergerakan yang
terjadi bisa relatif naik, relatif turun maupun relatif mendatar. Jarak yang
dihasilkan dari pergeseran tersebut bisa berjarak beberapa milimeter hingga
puluhan kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai bisa berjarak dari yang
berukuran beberapa sentimeter hingga puluhan kilometer (Billings, 1959).
Sesar yang lebih besar terjadi karena gaya tektonik yang dihasilkan selama
pergerakan lempeng, seperti zona subduksi di persimpangan dua lempeng. hal
itu terjadi karena adanya gaya pada batuan. Gaya yang terjadi bisa berupa
tekanan, tarikan, atau kombinasi keduanya yang membuat sesar atau pecah.
Akibatnya, batuan tidak dapat lagi menahan gaya tersebut. Wilayah di mana
sesar masih aktif merupakan wilayah yang rawan gempa. Sesar bersifat regional,
biasanya disebut zona sesar / bidang sesar.
Dari perspektif tingkat aktivitas, sesar dibagi menjadi sesar aktif, sesar
potensi aktif dan sesar tidak aktif. sesar aktif adalah sesar yang pernah
pergerakan dalam kurun waktu 10.000 tahun yang lalu. Sesar berpotensi yaitu
aktif yaitu sesar yang pernah terjadi pergerakan dalam kurun 2 juta tahun
terakhir. Sedangkan, sesar tidak aktif merupakan sesar yang tidak pernah terjadi
selama 2 juta tahun terakhir (Keller & Pinter, 1996).
22
Sesar dibagi menjadi tiga jenis yaitu sesar naik, sesar mendatar dan sesar
normal (Anderson, 1951):
1. Sesar normal terjadi jika kondisi hanging wall yang bergerak relatif turun dari
foot wall. Hal ini diakibatkan adanya gaya yang saling menjauh sehingga
hanging wall bergerak relatif turun karena gaya gravitasi bumi
2. Sesar naik/thrust fault, terjadi jika hanging wall yang bergerak relatif naik dari
foot wall. Hal ini diakibatkan adanya gaya yang saling tekan sehingga salah
satu blok yaitu hanging wall terpatahkan relatif bergerak naik.
3. Sesar mendatar atau strike slip/wrench fault terbentuk jika pergerakan antara
dua blok bergerak secara horizontal. Pergerakan relatifnya sejajar jurus sesar.
Sesar mendatar memiliki dua tipe sesar, yaitu sesar mendatar menganan (right
lateral-strike slip fault) dan sesar mendatar mengiri (left lateral-strike slip
fault ).
Berkat adanya hubungan antara pola kedudukan tegasan utama dengan
bidang patah yang terbentuk (Franto, 2020). Sehingga dibuat suatu pemodelan
yang menjelaskan hubungan antara pola tegasan dan bidang patah yang terbentuk
(Gambar 2.6), dengan kesimpulan :
1. Sesar normal terbentuk bila tegasan utama maksimum (σ1) vertikal.
2. Sesar mendatar terbentuk bila tegasan utama menengah (σ2) vertikal.
3. Sesar naik terbentuk bila tegasan utama minimum (σ3 ) vertikal.
Gambar 2. 7 Klasifikasi sesar (Anderson, 1951)
23
Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengetahui dan mengenal unsur
– unsur struktur sebagai berikut:
1. Bidang sesar (slicken side), yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan
yang mengalami pergeseran.
2. Dip sesar, yaitu sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur
tegak lurus dari jurus (strike) kekar. Jurus dan dip sesar ini menunjukkan
kedudukan dari bidang sesar.
3. Hanging wall, yaitu blok batuan yang berada relatif di atas bidang sesar.
4. Foot wall, yaitu blok batuan yang berada relatif di bawah bidang sesar.
5. Slicken line, yaitu garis gerusan yang terbentuk akibat pergeseran di bidang
sesar.
6. Pitch, yaitu sudut yang dibentuk dari perpotongan garis gerus (slicken line)
dengan garis horizontal.
7. Hade, sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan penyiku
dari dip sesar.
8. Throw, komponen vertikal dari slip diukur pada vertikal yang tegak lurus
terhadap jurus sesar.
9. Heave, komponen horizontal yang tegak lurus dari slip diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus terhadap jurus sesar.
2.15 Ciri-Ciri Sesar
Secara garis besar, sesar dibagi menjadi dua, yaitu sesar tampak dan sesar
buta (blind fault). Sesar yang tampak adalah sesar yang mencapai permukaan
bumi sedangkan sesar buta adalah sesar yang terjadi di bawah permukaan bumi
dan tertutupi oleh lapisan seperti lapisan deposisi sedimen. Pengenalan sesar di
lapangan biasanya cukup sulit. Beberapa kenampakan yang dapat digunakan
sebagai petunjuk adanya sesar antara lain (Suroyo, 2019):
1. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan terpotong dengan tiba-tiba.
2. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
3. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores garis.
4. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar, horses
atau lices, milonit, silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.
24
5. Perbedaan fasies sedimen.
6. Petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont scarp),
triangular facet, dan terpotongnya bagian depan rangkaian pegunungan
struktural.
7. Adanya boundins : lapisan batuan yang terpotong-potong akibat sesar.
2.16 Kondisi Regional
2.16.1 Letak Geografis Wilayah
Berdasarkan website resmi pemerintah Kab. Timor Tengah Selatan
(http://ttskab.go.id/profil-wilayah/topografi/) secara administratif, Kabupaten Timor
Tengah Selatan dengan ibukota SoE, terletak di sebelah timur laut dari ibukota
provinsi Kupang. Secara geografis wilayah ini terletak di antara garis-garis 124°
1‟ 58,08” – 124° 49‟ 1,92” Bujur Timur dan 9° 29‟ 4,09” – 10° 10‟ 14,80”
Lintang Selatan, dengan luas daratan sekitar 3.947 . Di sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kupang, di sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu, di sebelah utara dengan
Kabupaten Timor Tengah Utara, dan di sebelah selatan dengan Laut Timor
(Sayekti, 2011).
2.16.2 Stratigrafi Wilayah Penelitian
Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan ini seluruhnya termasuk ke
dalam Liputan Peta Geologi Bersistem Indonesia skala 1 : 250.000 Lembar
Kupang-Atambua, Timor (Rosidi et al., 1996). Stratigrafi wilayah penelitian
Kabupaten Timor Tengah Selatan sudah terbentuk sejak umur Jura Awal hingga
Resen dan memiliki jenis batuan sedimen, beku, vulkanik dan batuan malihan
sebagai berikut:
1. Batuan sedimen terdiri dari batuan gamping, kalsilutit, batu pasir, lanau,
serpih dan lempung. Batuan ini banyak ditemukan di Kecamatan Mollo Utara,
Kecamatan Amanuban Barat, Kecamatan Amanuban Timur, Kecamatan
Amanuban Selatan.
2. Batuan beku terdiri dari batuan Ultra basa dan diorit. Batuan ini banyak
ditemukan di desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara.
25
3. Batuan malihan berderajat rendah sampai tinggi yang terdiri dari batu sabak,
filit, sekis, amfibolit dan granolit.
2.16.3 Struktur Geologi Wilayah Penelitian
Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan bagian dari Pulau Timor
yang terletak pada Busur Banda luar tak bergunung api yang merupakan hasil dari
tumbukan antara Benua Australia dengan kompleks Busur Banda. Berdasarkan
peta geologi Kabupaten Timor Tengah Selatan, struktur geologi yang terbentuk
adalah lipatan, sesar naik,sesar mendatar mengiri, dan sesar mendatar menganan
yang dibentuk oleh tegasan-tegasan utama yang berarah timur laut-barat daya
(NE-SW). Hasil dari penelitian sebelumnya di daerah Oetuke Kabupaten Timor
Tengah Selatan memaparkan terdapat lipatan berupa antiklin dan sinklin yang
memiliki bidang sumbu berarah sama dengan arah sesar naik N 260°E dan berarah
timur laut-barat daya (NE-SW). Sesar mendatar mengiri memiliki N 15°E berarah
timur laut-barat daya (NE-SW). Sesar mendatar menganan N 160°E berarah barat
laut–tenggara (NW-SE) (Iko, 2008).
Dari geodinamika yang telah dijelaskan sebelumnya, wilayah penelitian
merupakan wilayah dengan aktivitas seismik yang cukup tinggi. Faktor
utamanya adalah aktivitas lempeng di wilayah ini yang mengarah pada banyak
struktur geologi seperti antiklin, sinklin, sesar naik, sesar horizontal, dan sesar
normal (Sadjab, 2017). Di Pulau Timor sendiri memiliki tiga sesar utama yaitu :
Sesar Semau, Sesar Mena-mena dan Sesar Belu, di mana ketiganya merupakan
sesar mendatar mengiri dengan arah kelurusan yang berarah Timur laut-Barat
daya (NE-SW) (Toruan, 2018).
Wilayah penelitian terdapat patahan/sesar, yaitu sesar Antiklin, kelurusan,
Kontak, Sesar, Sesar Geser/mendatar jurus, dan Sesar Naik. Sesar Geser/mendatar
terdapat di bagian utara Kabupaten Timor Tengah Selatan yaitu, Kecamatan
Fatumnasi dan Mollo Selatan. Sedangkan untuk Sesar Naik melintasi bagian
Kecamatan Oenlasi, Kecamatan Kuanfatu, Kecamatan Noebeba, Kecamatan
Kot‟olin, sebagian Kecamatan Kolbano dan sebagian Kecamatan Nunkolo,
sedangkan sesar lainnya, yaitu sesar garis jurus mulai dari Batu Putih sampai Kota
Soe. Struktur jenis batuan dan kondisi tanah yang rumit serta terdapatnya sesar
26
turun, wilayah ini sangat rentan terhadap gerakan tanah yang mengakibatkan
sering terjadi bencana longsor dan juga gempa bumi.
Gambar 2. 8 Peta Geologi dan Struktur Geologi Pulau Timor (Rosidi et al.,
1996)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Pelaksanaan
Tempat Pelaksanaan : Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (P2F-LIPI). Kawasan Kompleks PUSPITEK
Serpong, Tangerang Selatan.
Tanggal Pelaksanaan : 04 maret 2020 – 10 Desember 2020
Waktu : 09.00-16.00
Gambar 3. 1 Gedung P2F-LIPI Serpong
3.2 Data
Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan data
sekunder AMT dari instansi terkait.
3.2.1 Tahapan Pengolahan Data AMT
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari hasil survei lapangan para geosciences. Pengukuran dilakukan
dalam sebuah lintasan yang terdiri dari 21 titik stasiun pengukuran yang dibagi
menjadi dua lintasan. Panjang lintasan pertama 30,9 km dan panjang lintasan
28
kedua 23,1 km. Pengukuran dilakukan selama empat hari pada tanggal 29
September 2015, 01 Oktober 2015, 07 November 2015 dan 08 November 2015
oleh Peneliti Geosciences di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan Nusa
Tenggara Timur.
Hasil data AMT pada saat akuisisi data di lapangan tidak lepas dari
gangguan noise sehingga perlu dilakukan pengolahan data. Hasil dari data AMT
yang diperoleh tersebut masih berupa deret waktu (time series). Dalam
pengolahannya, data deret waktu (time series) diubah menjadi data dalam domain
frekuensi (frequency domain) dengan menggunakan program SSMT2000. Data
input awal yang diperlukan adalah data kalibrasi alat (.CLB), data kalibrasi sensor
(.CLC), data lapangan (.TS) dan data parameter tempat Pengukuran (.TBL).
Setelah itu dilanjutkan dengan penentuan parameter pengolahan data (edit
PRM) dan penentuan parameter yang akan digunakan dalam proses mengubah
deret waktu (time series) menjadi deret frekuensi (make PFT). Setelah parameter-
parameter pengolahan data ditentukan, dilanjutkan dengan proses perubahan deret
waktu menjadi deret frekuensi (T S to FT). Kemudian pada tahap (process) akan
menghasilkan apparent resistivity dan apparent phase. Selanjutnya dilakukan
proses pengurangan bising (reducing noise) dengan menggunakan teknik robust
processing.
Robust processing adalah teknik pemrosesan data berbasis statistika yang
memanfaatkan pembobotan ulang (iterative weighting of residual). Teknik ini
dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghapus pencilan luar (outliers) data
yang terbias oleh non-Gaussian noise. Pengolahan data yang dilakukan dengan
menggunakan SSMT2000 menghasilkan data output pada frekuensi tinggi
(.MTH) dan data output pada frekuensi rendah (.MTL). Data output ini
selanjutnya yang akan digunakan sebagai input pada program MT editor.
Program MT editor bertujuan untuk memperbaiki kualitas data dengan cara
smoothing pada data apparent resistivity magnitude dan data apparent resistivity
phase. Proses smoothing dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan
mengeliminasi titik-titik yang terdapat di kurva partial apparent resistivity
magnitude dan partial apparent resistivity phase.
29
Setelah data berubah menjadi lebih halus, file hasil dari MT editor ini akan
disimpan dalam bentuk file yang berekstensi .mpk dan di export ke file dengan
ekstensi .edi. Selanjutnya, file dengan ekstensi .edi di export ke file dengan
ekstensi .ptl sebagai data input untuk pemodelan. Kemudian, untuk pemodelan
analisis phase tensor, file dengan ekstensi .pt1 di export ke file dengan ekstensi
.dat. Contoh data dengan ekstensi .edi dan data dengan ekstensi .ptl dapat dilihat
seperti pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 di bawah ini.
Gambar 3. 2 Tangkapan layar Data AMT_01_01.edi
30
Gambar 3. 3 Tangkapan layar Data AMT01.pt1
3.3 Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)
Pengukuran magnetotellurik dilakukan dalam sebuah lintasan yang memiliki
21 titik stasiun. Stasiun pengukuran pertama diberi nama AMT01 sedangkan titik
pengukuran stasiun terakhir diberi nama AMT21. Informasi mengenai koordinat
dan elevasi titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3 l
Tabel 3. 1 Koordinat dan Elevasi Titik Pengukuran
Titik Pengukuran Latitude (Degree) Longitude (Degree) Elevation (m)
AMT01 -9.69650000 124.20277778 962
AMT02 -9.71197222 124.21805556 1260
AMT03 -9.72830556 124.23333333 988
AMT04 -9.74369444 124.24888889 847
AMT05 -9.76111111 124.26611111 984
AMT06 -9.77816667 124.27972222 1023
AMT07 -9.79233333 124.29500000 853
31
AMT08 -9.81016667 124.30972222 666
AMT09 -9.82116667 124.32083333 599
AMT10 -9.83391667 124.33277778 636
AMT11 -9.84800000 124.34416667 671
AMT12 -9.86108333 124.35750000 657
AMT13 -9.87397222 124.37000000 531
AMT14 -9.88727778 124.38388889 449
AMT15 -9.89980556 124.39583333 393
AMT16 -9.53675000 124.30416667 1252
AMT17 -9.57138889 124.33472222 970
AMT18 -9.60619444 124.36777778 637
AMT19 -9.63586111 124.39527778 547
AMT20 -9.66944444 124.42944444 534
AMT21 -9.68994444 124.44750000 562
3.4 Peralatan dan Perlengkapan Pengolahan Data
3.4.1 Peralatan Pengolahan Data
Peralatan pengolahan data yang digunakan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan penelitian terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak (software) yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari
Software Octave, software GMT Hawaii, dan software Microsoft Office.
a. Software Octave (https://www.gnu.org/software/octave/). Octave adalah
open source dari MATLAB sehingga pengguna dapat menggunakannya
secara gratis. pertama kali dikembangkan oleh John W. Eaton dari
Universitas Texas. Software Octave merupakan suatu perangkat lunak
gratis (freeware) dan bahasa tingkat tinggi untuk komputasi numerik dan
visualisasi data.
b. Software GMT Hawaii (http://gmt.soest.hawaii.edu/projects/gmt/). GMT
adalah software open source yang mempunyai sekitar 80 tool untuk
32
menggambarkan peta geografis dan kartesian, gambar, grafik atau
diagram, kontur, trend, proyeksi, filtering, dan aplikasi data lainnya.
Software ini mulai dikembangkan pada tahun 1988 oleh Paul Wessel dan
Walter H. F. Smith dengan bantuan beberapa relawan yang didukung oleh
National Science Fondation. Umumnya sistem penggambaran di
seismologi (gempa bumi) dan meteorologi menggunakan gambar peta
GMT. Pengaplikasian GMT juga digunakan untuk membuat peta distribusi
sebaran episenter, pemodelan tsunami, arah mata angin, dll.
c. Software Microsoft Office merupakan perangkat lunak paket aplikasi
perkantoran buatan Microsoft. Pada penelitian ini software Microsoft
office yang digunakan adalah Microsoft Word dan Microsoft Excel yang
digunakan untuk pembuatan laporan.
d. Google Earth merupakan salah satu fasilitas milik Google untuk melihat
gambaran bumi secara 3D. Dalam penelitian ini digunakan untuk
menentukan lokasi latitude dan longitude serta panjang lintasan penelitian.
2. Perangkat Keras (Hardware)
Perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk penelitian ini berupa
satu buah Laptop Asus X200ma dengan RAM 2 GB yang menggunakan sistem
operasi Linux Ubuntu 18.04 LTS sebagai sarana untuk mengaplikasikan
perangkat lunak Software Octave untuk pengolahan data. Dan untuk pembuatan
laporan tugas akhir menggunakan sistem operasi Windows 8.1.
3.4.2 Perlengkapan Pengolahan Data
Perlengkapan pengolahan data yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri
atas handphone, buku, jurnal, ballpoint, flashdisk, dan alat pendukung lainnya.
3.5 Tahapan Pengolahan Data
Ada beberapa tahapan dalam pengolahan data, di antaranya :
1. Data
Untuk menemukan letak masing-masing stasiun dengan menggunakan
koordinat longitude dan latitude yang kemudian di plot pada peta topografi
wilayah penelitian dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk file .edi dan
33
dengan bantuan software GMT Hawaii. Selanjutnya untuk data sekunder dalam
bentuk file .ptl akan dilakukan plot data berdasarkan 3 klasifikasi, yaitu koherensi,
phase, dan resistivitas terhadap fungsi frekuensi dengan bantuan Software Octave.
Apabila dari hasil plot data terdapat data yang noise (terdapat gangguan)
maka dilakukan koreksi data. Dalam koreksi data tidak hanya data yang noise
saja, melainkan data yang memiliki nilai di bawah 0.5. Hal tersebut dilakukan
karena nilai koherensi yang baik dan dianggap bagus adalah data dengan nilai
koherensi ≥ 0.5. setelah selesai melakukan koreksi data akan dilakukan plot data
ulang seperti sebelumnya dengan menggunakan Software Octave.
2. Analisis Phase Tensor
Analisis phase tensor dipilih dalam melakukan penelitian sehingga dapat
menentukan dimensionalitas wilayah penelitian dan memberikan informasi arah
geoelectric strike wilayah penelitian. Sebelum dilakukan analisis phase tensor,
data sekunder dalam bentuk file dengan ekstensi .pt1 di export ke file dengan
ekstensi .dat. Kemudian data tersebut diolah menggunakan bantuan Software
Octave. Untuk mengetahui arah geoelectric strike wilayah penelitian dilakukan
dengan membuat diagram rose. Selanjutnya, untuk mendapatkan hasil
dimensionalitas pada suatu wilayah penelitian yaitu dengan melakukan plot skew
angle/sudut kemiringan beta yang juga akan dibuat dengan bantuan Software
Octave.
3.6 Diagram Alir
Diagram alir merupakan sebuah diagram yang menampilkan urutan
pengerjaan penelitian yang dilakukan. Dengan adanya diagram ini dapat
memberikan gambaran tentang proses pengerjaan pada tugas akhir ini. Penelitian
ini dilakukan mulai dari pengolahan data sekunder hingga didapatkan hasil dari
pengolahan data tersebut. Diagram alir proses pengerjaan tugas akhir ini dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
34
Gambar 3. 4 Diagram Alir Penelitian
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian terdapat di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Nusa Tenggara Timur. Letak geografis wilayah penelitian terletak antara
LS sampai LS dan BT sampai BT
dengan kedalaman di bawah 1000 meter. Dalam penelitian ini terdapat 21 titik
stasiun pengukuran dengan dua buah lintasan (line) yang membentang dari arah
barat laut ke tenggara. Lintasan pertama terdiri dari data AMT01 hingga AMT15
dengan panjang lintasan sebesar 30,9 km. Sedangkan lintasan kedua terdiri dari
data AMT16 hingga AMT21 dengan panjang lintasan sebesar 23,1 km. Kemudian
dari data tersebut dilakukan plot line wilayah penelitian dengan menggunakan
software GMT Hawaii sehingga diperoleh hasil seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Plot Line Lintasan Wilayah Penelitian
36
4.2 Data Penelitian
Dalam data sekunder terdapat file dengan ekstensi .pt1, kemudian data
tersebut di plot dengan bantuan Software Octave dengan tiga klasifikasi yang
berbeda yaitu koherensi, phase, dan resistivitas. Dalam laporan tugas akhir ini
salah satu data yang akan ditampilkan adalah data titik pengukuran AMT19.
1. Koherensi
Data koherensi yang ideal adalah saat hubungan antara medan listrik E dan
total magnetik H pada arah yang saling tegak lurus akan bernilai ≥0.5. Dari plot
data koherensi dapat diketahui bahwa nilai frekuensi berbanding lurus dengan
nilai koherensi. Berdasarkan hasil plot koherensi data AMT19 pada Gambar 4.2
masih ditemukan beberapa data yang memiliki nilai koherensi ≤0.5, yang
disebabkan adanya noise yang berasal saat pengambilan data berlangsung.
Sehingga data yang didapatkan masih kurang bagus.
Gambar 4. 2 Plot data koherensi AMT19
2. Phase
Dari plot data phase pada gambar 4.3 ini frekuensi tidak mempengaruhi
nilai phase. Pada plot data phase ini dapat diketahui bahwa masih ditemukan data
yang memiliki nilai error bar yang besar. Hal ini disebabkan adanya noise yang
berasal dari faktor alam ataupun kegiatan saat dilakukan pengambilan data
berlangsung.
37
Gambar 4. 3 Plot data phase AMT19
3. Resistivitas
Dari hasil plot data resistivitas AMT19 dapat diketahui bahwa nilai
frekuensi tidak mempengaruhi nilai resistivitas. Pada Gambar 4.4 plot resistivitas
data AMT19 ini masih ditemukan beberapa data yang memiliki nilai resistivitas ≥
0.5 sehingga memiliki nilai error bar yang besar. Hal ini disebabkan adanya noise
yang terjadi dikarenakan faktor alam ataupun kegiatan saat melakukan
pengambilan data di lapangan.
Gambar 4. 4 Plot data resistivitas AMT19
38
4.3 Koreksi Data Penelitian
Dari pengolahan data sekunder didapatkan hasil plot data koherensi, data
phase dan data resistivitas yang masih ditemukan beberapa data yang kurang
bagus dan memiliki noise (error bar) yang cukup besar. Oleh karena itu agar
didapatkan hasil yang maksimal maka dilakukan pengkoreksian data. Koreksi data
ini dilakukan untuk menghilangkan data-data yang dianggap noise atau tidak
sesuai dengan standar deviasinya dan hanya menampilkan data dengan nilai yang
bagus.
Cara melakukan koreksi data yaitu dengan menghilangkan titik stack
pengukuran yang dianggap memiliki data yang tidak sesuai atau kurang bagus.
Untuk mengetahui titik stack mana yang tidak bagus dapat dilihat dari hasil
gambar plot data lalu koreksi titik tersebut dalam file AMT .pt1. setelah koreksi
data selesai, maka dilanjutkan dengan melakukan plot ulang data dengan tiga
klasifikasi data seperti yang dilakukan sebelumnya dengan menggunakan bantuan
Software Octave. Koreksi data ini harus dilakukan dengan teliti dan cermat agar
tidak terjadi kesalahan dalam pengoreksian data. Hasil koreksi data pada titik
pengukuran AMT19 dapat ditunjukkan sebagai berikut :
1. Koherensi
Setelah dilakukan koreksi data dapat terlihat dari Gambar 4.5 bahwa titik-
titik (stack) yang memiliki nilai koherensi ≤ 0.5 sudah di hilangkan dan
menghasilkan data-data bagus yang memiliki nilai koherensi ≥ 0.5.
39
Gambar 4. 5 Plot koreksi data koherensi AMT19
2. Phase
Setelah dilakukan koreksi data phase yang ditunjukkan dengan Gambar 4.6,
dapat diketahui bahwa sudah tidak terdapat data yang dianggap memiliki nilai
error bar (noise) yang cukup besar, sehingga data yang dihasilkan sudah bagus.
Gambar 4. 6 Plot koreksi data phase AMT19
3. Resistivitas
40
Selanjutnya pada Gambar 4.7 menunjukkan hasil dari koreksi data
resistivitas. Di mana setelah dilakukannya koreksi data, titik-titik data yang
dianggap noise yang memiliki nilai error bar besar sudah hilang. Sehingga data
yang didapatkan bisa dikatakan sudah bagus.
Gambar 4. 7 Plot koreksi data resistivitas AMT19
4.4 Analisis Phase Tensor
Analisis phase tensor dipakai untuk menentukan arah geoelectric strike
dan dimensionalitas wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Software Octave
akan digunakan untuk menentukan arah geoelectric strike dilakukan dengan plot
diagram rose dan untuk menentukan dimensionalitas dilakukan dengan plot
diagram ellips (skew angle).
4.4.1 Diagram Rose
Diagram rose digunakan untuk mengetahui gambaran arah geoelectrical
strike yang dominan di semua titik pengukuran dengan menggunakan frekuensi
tertentu. Hasil diagram rose pada gambar 4.8 memiliki rentang frekuensi yang
berbeda-beda. Gambar (a) hasil plot diagram rose dengan rentang frekuensi 0.1-1
Hz, memiliki arah geoelectric strike sekitar N E dan N E. Gambar (b)
hasil plot diagram rose dengan rentang frekuensi 1-10 Hz, memiliki arah
41
geoelectric strike sekitar N E dan N E. Gambar (c) hasil plot diagram
rose dengan rentang frekuensi 10-100 Hz, memiliki arah geoelectric strike sekitar
N55 E dan N E. Gambar (d) hasil plot diagram rose dengan rentang
frekuensi 100-1.000 Hz, memiliki arah geoelectric strike sekitar N E dan
N E. Gambar (e) hasil plot diagram rose dengan rentang frekuensi 1.000-
10.000 Hz, memiliki arah geoelectric strike sekitar N E dan N E. Gambar
(f) adalah hasil plot diagram rose semua frekuensi, yang memiliki arah geoelectric
strike sekitar N E dan N E.
(a) (b)
(c) (d)
42
(e) (f)
Gambar 4. 8 Plot diagram rose (a) Frekuensi 0.1-1 Hz, (b) Frekuensi 1-10 Hz,
(c) Frekuensi 10-100 Hz, (d) Frekuensi 100-1000 Hz, (e) Frekuensi 1.000-10.000 Hz (f)
Semua Frekuensi
Pada proses penentuan arah dilakukan dengan menggunakan frekuensi yang
berbeda-beda, dimulai dari frekuensi 0,1 Hz-10 kHz dan frekuensi secara
keseluruhan. Hal ini ditujukan agar lebih mudah dalam mengetahui dominan arah
strike. Dalam metode AMT menggunakan mode TE dan TM, dimana titik
penelitian atau lintasan harus tegak lurus dengan arah strike nya. Dari hasil yang
di dapatkan untuk lintasan penelitiannya tegak lurus dengan arah strikenya, yang
memiliki arah lintasan yg berarah barat laut – tenggara (NW-SE), sedangkan arah
strikenya tegak lurus yaitu berarah timur laut-barat daya (NE-SW).
Berdasarkan hasil analisis phase tensor dan informasi struktur geologi
tersebut, wilayah penelitian memiliki arah geoelectric strike yang dominan
sebesar N E dan N E, berarah timur laut- barat daya (NE-SW). Hal ini
sesuai dengan informasi struktur geologi wilayah Kabupaten Timor Tengah
Selatan yang memiliki arah sesar mendatar mengiri berarah timur laut - barat
daya. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui wilayah penelitian sejajar dengan
sesar utama yang ada di Pulau Timor yaitu Sesar Semau, Sesar Mena-mena dan
Sesar Belu, di mana ketiganya merupakan sesar mendatar mengiri dengan arah
kelurusan yang berarah timur laut-barat daya (NE-SW).
43
Selanjutnya hasil arah geoelectrical strike ini akan digunakan untuk
merotasi data (.pt1). Hasil dari rotasi data tersebut nantinya akan menghasilkan
nilai resistivitas sebagai fungsi kedalaman permukaan. Setelah dilakukannya
rotasi data baru bisa dilakukan permodelan data yang sesuai dengan hasil dari
permodelan diagram ellips yang akan di dapatkan.
4.4.2 Diagram Ellips
Data phase tensor juga digunakan untuk menganalisis dimensionalitas data
dari perubahan nilai skew angle atau sudut kemiringan melalui diagram elips
seperti pada gambar 4.9. Gambar 4.9 merupakan diagram elips dari hasil plot nilai
skew angle atau sudut kemiringan di semua titik pengukuran yang dibagi menjadi
dua lintasan. Gambar (a) merupakan lintasan 1 yang terdiri dari 15 titik
pengukuran dan gambar (b) merupakan lintasan 2 yang terdiri dari 6 titik
pengukuran. Hasil yang di dapatkan pada lintasan pertama yang terdiri dari
AMT01 hingga AMT15 didominasi nilai skew angle dengan
bentuk elips cenderung bulat. Sama halnya dengan hasil yang didapatkan pada
lintasan kedua. Nilai skew angle pada AMT16 sampai AMT21 didominasi dengan
nilai dengan bentuk elips cenderung bulat.
Seperti yang telah diketahui, untuk pemodelan 1 dimensi memiliki nilai
skew angle sama dengan nol . Untuk pemodelan 2 dimensi memiliki nilai
skew angle . Dan untuk pemodelan 3 dimensi memiliki nilai
skew angle . Berdasarkan hasil yang didapatkan dari kedua lintasan
tersebut, maka dapat diketahui bahwa pada wilayah penelitian dominan memiliki
nilai skew angle . Dengan demikian, pemodelan bawah
permukaan yang tepat untuk wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah 2
dimensi, dengan dominan nilai skew angle untuk frekuensi 1 Hz
sampai 10 kHz.
44
(a)
(b)
Gambar 4. 9 Diagram elips dari hasil plot nilai skew angle (a) lintasan 1 dan (b) lintasan
2
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil Geoelectric strike pada lintasan 1 dan lintasan 2 memiliki
arah yang dominan sebesar N E dan N E, dan memiliki
kelurusan berarah timur laut- barat daya, arah ini sesuai dengan
informasi geologi Kabupaten Timor Tengah Selatan.
2. Hasil dimensionalitas di wilayah penelitian dominan memiliki nilai
skew angle sehingga pemodelan bawah
permukaan yang tepat untuk wilayah Kabupaten Timor Tengah
Selatan adalah pemodelan 2 dimensi.
5.2 Saran
Saran-saran penulis untuk memaksimalkan hasil penelitian selanjutnya
adalah :
1. Perlu adanya pengolahan data lebih lanjut untuk mengetahui
struktur resistivitas bawah permukaan di wilayah penelitian.
2. Peninjauan lebih detail terhadap informasi geologi di wilayah
penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
46
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S., Setyawan, A., Yulianto, T., & Baroek, M. C. (2020). Data
Magnetotelurik Lapangan Panas Bumi “Sa” Berdasarkan Metode Tensor.
23(2), 49–55.
Anderson, E. M. (1951). The Dynamics of Faulting and Dyke Formation
withApplications to Brittan, Edinburgh, Oliver and Boyd. Standford
University.
Bahr, K., & Simpson, F. (2005). Practical Magnetotellurics. Cambridge
University Press.
Berdichevsky, M. N., & Dmitriev, V. I. (2008). Models and Methods of
Magnetotellurics. Springer Science & Business Media.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=IH6s3Jz7x1AC&oi=fnd&pg
=PA1&dq=Berdichevsky,+M.+N.,+%26+Dmitriev,+V.+I.+(2008).+Models+
and+Method+of+Magnetotellurics.+Berlin:+Springer.&ots=gzb9f2LRc0&si
g=hiA-9I7xDI0kD6s06XdjZGYHyhk&redir_esc=y#v=onepage&q&f=
Billings, M. P. (1959). Structural Geology, Prentice Hall. Englewood Cliffs.
Cagniard, L. (1953). Basic theory of the magnetotelluric method of
geophysicalprospecting. Vol 18, 605–634.
Caldwell, T. G., Bibby, H. M., & Brown, C. (2004). The Magnetotelluric Phase
Tensor. Gheophysical Journal International, Vol. 158(2), 457–469.
Febrika, G., Setyawan, A., Nurwidiyanto, M., & Raharjo, I. (2017). Identifikasi
Geological Strike dan Dimensionalitas Berdasarkan Analisis Phase Tensor
untuk Pemodelan 2D Magnetotelurik di Lapangan Panas Bumi GYF.
Youngster Physics Journal, 6(2), 115–122.
Franto. (2020). Metode Pemetaan Potensi Mineralisasi Timah Primer Dengan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (I). Scopindo.
47
https://books.google.co.id/books?id=5KQBEAAAQBAJ&pg=PA3&lpg=PA
3&dq=Metode+Pemetaan+Potensi+Mineralisasi+Timah+Primer+Dengan+Pe
nginderaan+Jauh+dan+Sistem+Informasi+Geografis&source=bl&ots=6zQL
H3odGr&sig=ACfU3U3HoBUZ9BFYWHVMNz9FWKjNdWUqMQ&hl=id
&sa=X&ved=2ah
Grandis, H. (2010). Metoda Magnetotellurik (MT). Institute Teknologi Bandung.
https://hendragrandis.files.wordpress.com/2010/01/mt_teks1.pdf
Grandis, H., Sudarman, S., Hendro, A., Geofisika, P. S., & Geofisika, D. (2002).
Aplikasi Metoda Magnetotellurik ( MT ) dalam Eksplorasi Geotermal.
Geoforum HAGI Bandung, 1.
Haerudin, N., Despa, D., & Suharno. (2020). Penentuan Patahan dan Saluran
Fluida Panas Bumi Rajabasa Bagian Selatan dengan Kombinasi Metode
Second Horizontal Derivatif (SHD) dan Audio Magnetotelluric (AMT).
Jurnal Profesi Insinyur Universitas Lampung, 1(1), 11–19.
https://doi.org/10.23960/jpi.v1n1.12
Iko, A. J. (2008). Geologi dan Analisis Struktur Geologi Daerah Oetuke dan
Sekitarnya, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Skripsi. Institute
Technology Bandung. Tidak diterbitkan.
Keller, E. A., & Pinter, N. (1996). Active Tectonics : Earthquakes, Uplift and
Landscape (2nd ed.). Prentice Hall.
Laksono, A. B. (2018). Pemodelan 2D Data Magnetotellurik Dengan
Menggunakan Rotasi Geoelectrical Strike dan Dimensionalitas Berdasarkan
Hasil Analisis Phase Tensor Di Lapangan Panas Bumi ABL. Skripsi.
Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.
Murdani. (2017). Pemodelan 2 Dimensi Data Magnetotellurik Daerah Prospek
Panasbumi Lapangan “Jgt". Skripsi [Universitas Lampung. Tidak
diterbitkan]. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
48
Natawidjaja, D. H. (2007). Tectonic Settting Indonesia dan Permodelan Sumber
Gempa dan Tsunami. PELATIHAN PEMODELAN RUN-UP TSUNAMI,
RISTEK-LIPI.
Nuraini, F. (2017). Analisis Resistivitas Terhadap Pengaruh Mode Pada
Pengolahan Data Magnetotellurik [Skripsi. Universitas Hasanuddin
Makasar. Tidak diterbitkan]. http://www.albayan.ae
Perdana, A. W. (2011). Metode Controlled Source Audio Frequency
Magnetotelluric (Csamt) Untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah „„A„„
Dengan Data Pendukung Metode Magnetik Dan Geolistrik. In Skripsi.
Universitas Indonesia. Tidak diterbitkan.
Pertiwi, T. B. (2020). PENGARUH ANALISIS PARAMETER DAN KOREKSI
STATIK PADA DATA. Skripsi. Universitas Pertamina. Tidak diterbitkan.
Puturuhu, F. (2015). Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh. Graha Ilmu.
Ramdhani, F., Setyawan, A., Raharjo, I. B., & Lendriadi, A. (2017). Pemodelan 2
Dimensi Data Magnetotellurik Berdasarkan Analisis Phase Tensor Dalam
Penentuan Geoelectrical Strike Dan Dimensionalitas Data Di Lapangan
Panas Bumi X. Youngster Physics Journal, 6(3), 205–212.
Rosidi, H. M. D., Tjokrosapoetro, S., Gafoer, S., & Suwitodirdjo, K. (1996). Peta
Geologi Lembar Kupang, Atambua, Timor, skala 1 : 250.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sadjab, B. A. (2017). Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan
Analisis Anomali Gravitasi dan Didukung Oleh Data Focal Mechanism
Provinsi Nusa Tenggara Timur Lembar Kupang-Atambua. Skripsi.
Universitas Gadjah Mada. Tidak diterbitkan.
Sayekti, B. (2011). Prospeksi endapan fosfat di kabupaten timor tengah selatan,
provinsi nusa tenggara timur.
Setyani, A. R. I. (2017). Investigasi bawah permukaan segmen cibeber zona sesar
49
cimandiri, jawa barat dengan metode audio magnetotelurik (amt).
Shihab, M. Q. (2006). Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an) Vol. 8. Lentera hati.
Suharjo, Arozaq, M., & Sunarhadi, M. A. (2017). Geomorfologi Dasar.
Muhammadiyah University Press.
Sumotarto, U. (2015). Eksplorasi Panas Bumi. Ombak.
Suroyo, H. (2019). Modul 2 geologi dasar. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Sumber Daya Air Dan Konstruksi.
https://simantu.pu.go.id/epel/edok/face0_2._Modul_Geologi_Dasar.pdf
Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. (1990). Applied Geophysics (2nd
ed.). Cambridge University Press.
Toruan, M. J. (2018). Geologi dan Analisis Struktur Geologi Berdasarkan Metoda
Penampang Seimbang Daerah Kekneno dan Sekitarnya, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, NTT. Skripsi. Institute Technology Bandung. Tidak
diterbitkan.
Triyana, A. (2018). Investigasi Dimensionality dan Strike Regional Daerah
Penelitian Majalengka , Jawa Barat Dengan Metode Audio Frekuensi
Daerah Penelitian Majalengka , Jawa Barat Dengan Metode Audio
Frekuensi Manetotellurik (AMT). Sripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tidak diterbitkan.
Umbara, I. G. A. H. J., Utami, P., & Raharjo, I. B. (2014). Penerapan Metode
Magnetotellurik Dalam Penyelidikan Sistem Panas Bumi. Pertamina
Geothermal Energy, 406–419.
Unsworth, M. (2008). Electromagnetic Exploration Methods. University of
Alberta.
Vozoff, K. (1991). The Magnetotelluric Method, Electromagnetic Method in
50
Applied Geophysics- Application. Vol 2.
Wachisbu, M. I. M. (2015). Pemodelan Data Magnetotelurik dengan Remote
Reference untuk Eksplorasi Cekungan Migas Studi Kasus : Lapangan Em-4
(Vol. 4, Issue 1). Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Tidak diterbitkan.
Yulianti, R., Rasimeng, S., Karyanto, K., Hidayat, H., & Indragiri, N. M. (2017).
Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan Metode
Magnetotellurik 2D Di Daerah Cekungan Bintuni Sebagai Potensi
Hidrokarbon [Skripsi. Universitas Lampung. Tidak diterbitkan].
https://doi.org/10.23960/jge.v4i2.18
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 Koordinat dan Elevasi Titik Pengukuran
Reference
Station Data Latitude
Latitude
(Degree) Longitude
Longitude
(Degree)
Elevation
(m)
AMT0101A AMT01 -09:41:47.40 -9.69650000 124:12:10.20 124.20277778 962
AMT1401A AMT02 -09:42:43.10 -9.71197222 124:13:05.50 124.21805556 1260
AMT0102A AMT03 -09:43:41.90 -9.72830556 124:13:59.90 124.23333333 988
AMT1402A AMT04 -09:44:37.30 -9.74369444 124:14:55.90 124.24888889 847
AMT0103A AMT05 -09:45:40.00 -9.76111111 124:15:57.70 124.26611111 984
AMT1403A AMT06 -09:46:41.40 -9.77816667 124:16:46.70 124.27972222 1023
AMT0104A AMT07 -09:47:32.40 -9.79233333 124:17:42.00 124.29500000 853
AMT0105A AMT08 -09:48:36.60 -9.81016667 124:18:34.70 124.30972222 666
AMT0106A AMT09 -09:49:16.20 -9.82116667 124:19:15.60 124.32083333 599
AMT0107A AMT10 -09:50:02.10 -9.83391667 124:19:58.30 124.33277778 636
AMT0108A AMT11 -09:50:52.80 -9.84800000 124:20:39.60 124.34416667 671
AMT0109A AMT12 -09:51:39.90 -9.86108333 124:21:27.00 124.35750000 657
AMT0110A AMT13 -09:52:26.30 -9.87397222 124:22:12.50 124.37000000 531
AMT0111A AMT14 -09:53:14.20 -9.88727778 124:23:02.20 124.38388889 449
AMT0112A AMT15 -09:53:59.30 -9.89980556 124:23:45.20 124.39583333 393
AMT0201A AMT16 -09:32:12.30 -9.53675000 124:18:15.30 124.30416667 1252
AMT0202A AMT17 -09:34:17.00 -9.57138889 124:20:05.00 124.33472222 970
AMT0203A AMT18 -09:36:22.30 -9.60619444 124:22:03.70 124.36777778 637
AMT0204A AMT19 -09:38:09.10 -9.63586111 124:23:46.30 124.39527778 547
AMT0205A AMT20 -09:25:45.90 -9.66944444 124:25:45.90 124.42944444 534
AMT0206A AMT21 -09:41:23.80 -9.68994444 124:26:51.50 124.44750000 562
52
Lampiran 2 Data Penelitian Pada Titik Pengukuran AMT19
53
54
55
56