8

Click here to load reader

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-96848-2-7

LAB-ANE FISIP Untirta

[207]

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN PEMERINTAH DAERAH

DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN BENCANA DI KABUPATEN SERANG

PROVINSI BANTEN

Riny Handayani

Prodi Ilmu Administrasi negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Jl. Raya Jakarta Km. 4 Serang, Banten

E Mail: [email protected]

Abstrak

Peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar baik di

Indonesia, telah membuka mata kita bersama bahwa manajemen bencana di negara kita masih sangat jauh dari

yang kita harapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktu-

waktu saja, padahal kita hidup di wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman

tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan, baik pemerintah,

masyarakat, maupun swasta. Pemerintah cenderung menerapkan pendekatan ”atas ke bawah(top down)” dalam

perencanaan manajemen bencana dimana kelompok sasaran diberi solusi-solusi yang dirancang untuk mereka

oleh para perencana dan bukannya dipilih oleh masyarakat sendiri. Pendekatan seperti jarang mencapai tujuan

masyarakat karena pemerintah bertindak atas gejala-gejala dan bukan atas penyebabnya, dan gagal merespon

kebutuhan riil dan tuntutan dari masyarakat. Kabupaten Serang, selain di wilayah ini terletak ibukota Propinsi

Banten, berdasarkan data yang didapat dari POKJA AMPL Kabupaten Serang, seiring pertambahan tahun

kawasan budidaya yang didominasi areal persawahan telah banyak berubah fungsi menjadi lahan pemukiman

dan industri yang tentunya akan menjadi daerah potensial banjir. Selain hal tersebut, saat ini terbentuk pola

banyak perbukitan dan hutan yang ditebang secara liar sehingga menyebabkan tanah tak bisa terlalu banyak

menyerap air sehingga menimbulkan banjir dan longsor. Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis

partisipasi masyarakat dan peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan manajemen bencana di Kabupaten

Serang.

Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Peran Pemerintah Daerah, Manajemen Bencana

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia, termasuk daerah rawan

terjadinya bencana, terutama bencana alam geologi,

yang disebabkan karena posisi Indonesia yang

terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik di

dunia yaitu: Lempeng Australia di Selatan, Lempeng

Euro-Asia di bagian Barat dan Lempeng Samudra

Pasifik di bagian Timur, yang dapat menunjang

terjadinya sejumlah bencana. Berdasarkan posisinya

tersebut, maka hampir di seluruh Indonesia kecuali

daerah Kalimantan yang relatif stabil, kejadian

bencana akan sangat mungkin terjadi setiap saat dan

sangat sukar diperkirakan kapan dan dimana

persisnya bencana tersebut akan terjadi. Jawa Barat

termasuk termasuk daerah rawan terjadinya bencana

seperti hal nya daerah lain di Indonesia, karena di

wilayah ini selain kondisi geologinya menunjang

terjadinya sejumlah bencana, juga banyak terdapat

gunung berapi yang masih aktif

Perlu disadari penuh oleh masyarakat serta

pemerintah daerah di Kabupaten Serang bahwa kita

hidup di daerah yang rawan bencana, sehingga

bencana dapat datang secara tiba-tiba. Dengan

demikian masyarakat Kabupaten Serang harus

pandai menyiasati cara-cara hidup berdampingan

dengan kondisi alam yang rawan bencana tersebut.

Pada telaah kepustakaan ini, secara khusus

manajemen bencana yang akan dianalisis adalah

tentang banjir dan tsunami dengan wilayah

penelitian adalah Kabupaten Serang. Karena selain

di wilayah ini terletak ibukota Propinsi Banten,

berdasarkan data yang didapat dari POKJA AMPL

Kabupaten Serang, pola penggunaan lahan pada

kawasan budidaya, yang penggunaan lahannya

terdiri atas persawahan yaitu sawah tadah hujan dan

irigasi, tegalan, kebun campuran, dan

perkampungan, seiring pertambahan tahun telah

banyak berubah fungsi menjadi lahan pemukiman

dan industri yang tentunya akan menjadi daerah

potensial banjir. Selain hal tersebut, saat ini

terbentuk pola banyak perbukitan dan hutan yang

ditebang secara liar sehingga menyebabkan tanah

tak bisa terlalu banyak menyerap air sehingga

menimbulkan banjir dan longsor

Di Banten ada 87 titik daerah rawan banjir

yang tersebar hampir merata. Cakupan bencana

banjir di wilayah Provinsi Banten meliputi 4

kabupaten dan 1 kota yang terdiri dari 43

Kecamatan, 133 Desa/Kelurahan dengan jumlah

korban 30.851 KK, 80.804 Jiwa. Dari enam Daerah

Page 2: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[208]

Tingkat II, hanya Kota Cilegon yang terbebas dari

bencana yang sangat parah. .(Kesbanglinmas

Provinsi Banten, 2008)

Bencana banjir yang terjadi akibat derasnya

curah hujan baru-baru ini telah menimbulkan

kerusakan paling parah di Kabupaten Tangerang

yang menggenangi 21 Kecamatan, 63

Kelurahan/Desa, dengan korban berjumlah 14.578

KK/ 45.380 Jiwa, dan korban meninggal mencapai 7

orang. Di Kota Tangerang, banjir menggenangi 13

Kecamatan yang terdiri dari 69 Kelurahan/Desa

dengan jumlah korban mencapai 15.530 KK/32.333

Jiwa, dan korban meninggal mencapai 5 orang. Di

Kabupaten Serang banjir menggenangi 5 Kecamatan

terdiri dari 16 Kelurahan/Desa dengan jumlah

korban mencapai 621 KK/2.481 Jiwa, dan tidak ada

korban meninggal.(Kesbanglinmas Provinsi Banten,

2008)

Untuk Kabupaten dan Kota Serang, daerah

rawan banjir terletak di Kecamatan Pontang, Tanara,

Tirtayasa, dan Kasemen. (Kepala Dinas Sumber

Daya Air dan Permukiman Banten Winardjono.)

Dua sungai, Ciujung dan Cidurian, di Kabupaten

Serang, setiap kali musim penghujan selalu menjadi

penyebab banjir bagi wilayah di sekitarnya. sungai

itu, yaitu Ciujung yang membawa air dari daerah

Lebak, dan Cidurian yang membawa kiriman air dari

daerah Bogor. Selain itu, terdapat beberapa daerah

lain di Kabupaten Serang yang menjadi langganan

banjir, seperti Kec. Tunjungteja, Kasemen, Kragilan,

dan Kec. Cikande yang menimbulkan kerugian

cukup besar.

Manajemen bencana dan tindakan-tindakan

antisipasinya adalah syarat mutlak untuk dapat hidup

berdampingan dengan bencana alam. Perlu political

will pemerintah untuk segera memprioritaskan

program manajemen bencana dengan melaksanakan

penilaian bahaya, peringatan dan persiapan

menghadapi bencana serta kegiatan sosialisasinya

kepada masyarakat.

Manajemen bencana merupakan seluruh

kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan

penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan

sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus

Manajemen Bencana (seperti terlihat dalam Gambar

Siklus Manajemen Bencana), yang bertujuan untuk

(1) mencegah kehilangan jiwa; (2) mengurangi

penderitaan manusia; (3) memberi informasi

masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko,

serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama,

harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.(Dr,

Ir, Agus Rahmat, 2007)

Siklus Manajemen Bencana

Selain gempa bumi, sejak tahun 1987

sampai sekarang telah terjadi lebih dari 800 kejadian

bencana tanah longsor yang menimbulkan korban

lebih dari 700 jiwa, dimana setengah dari kejadian

tanah longsor tersebut terjadi di Propinsi Jawa Barat

dan Banten. Hal ini dapat dipahami mengingat

kondisi daerah Jawa Barat dan Banten merupakan

daerah perbukitan yang padat penghuninya dan

memiliki curah hujan yang tinggi.

Dari beberapa fakta dan data yang ada,

Indonesia telah mengalami berbagai bencana yang

menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar.

Bencana banjir Jakarta di awal tahun 2002

menunjukkan betapa besarnya kerugaian yang

ditimbulkan. Untuk pemulihan kondisi perkotaan

setelah kejadian banjir di Jakarta, diperkirakan akan

menghabiskan dana lebih dari 15 trilyun rupiah.

Kerugian ini belum termasuk kerugian yang diderita

oleh masyarakat secara langsung. Hal ini tentunya

akan sangat mempengaruhi percepatan program

pembangunan kota serta menurunkan tingkat

kesejahteraan masyarakat.

Dibandingkan provinsi lain, Jawa Barat-

Banten merupakan wilayah paling rawan gempa

bumi. Penyebab dari gempa bumi ini adalah

terjadinya pergeseran patahan (sesar) di dalam tanah.

Patahan ini mengalami pergeseran sebagai akibat

akumulasi tekanan yang merupakan fenomena alam.

Semakin tinggi tekanan maka patahan ini akan

bergeser lebih keras sehingga terjadilah bencana

gempa bumi yang besar dengan radius kerusakan

bisa mencapai belasan kilometer dari pusat gempa

bumi. (Direktorat Vulkanologi dan Manajemen

bencana Geologi, 2007)

Potensi bencana alam di Indonesia,

diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang

memicu peningkatan kerentanan. Laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi, sebagai salahsatu contoh akan

banyak membutuhkan kawasan hunian baru yang

pada akhirnya kawasan tersebut akan terus

berkembang dan menyebar hingga mencapai

wilayah-wilayah marginal yang tidak aman (Pusat

Manajemen bencana, ITB, 2008). Tidak tertib dan

tidak tepatnya penggunaan lahan, merupakan

salahsatu faktor yang menyebabkan adanya

Page 3: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[209]

peningkatan kerentanan akan bencana alam tersebut.

Peningkatan kerentanan ini akan diperparah bila

aparat pemerintahan maupun masyarakatnya tidak

menyadari dan tanggap adanya potensi bencana

alam di daerahnya.

PEMBAHASAN

Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah keterlibatan yang bersifat

spontan yang disertai kesadaran dan tanggungjawab

terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai

tujuan bersama (Sastropoetro, 1986). Sedangkan

Terry berpandangan bahwa partisipasi secara formal

dapat didefinisikan baik secara mental maupun

emosional untuk memberikan sumbangsih-

sumbangsih kepada proses pembuatan keputusan

terutama mengenai darpersoalan-persoalan bagi

keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan

melaksanakan tanggungjawabnya untuk melakukan

hal tersebut. (Winardi, 1985). Partisipasi

masyarakat merupakan suatu proses kegiatan yang

dilakukan oleh perorangan maupun secara

berkelompok dalam masyarakat, untuk menyatakan

kepentingan atau keterikatan mereka terhadap

organisasi atau masyarakat dimana mereka

bergabung dalam rangka mencapai tujuan

masyarakat tersebut.

Bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan

atas beberapa cara dan bentuk. In (Young Wang,

1981) membedakan tiga cara dalam berpartisipasi

yaitu (1) voluntary participation, (2) introduced

participatio, (3) forced participation. Samuel

Huntington dan Joan Nelson (Budiarjo, 1982)

membedakan bentuk partisipasi dalam dua bentuk

yaitu (1) partisipasi otonom, (20 partisipasi

mobilisasi. Di samping itu (Cohen dan Uphoff ,

1977) membedakan partisipasi atas 3 jenis : (1)

voluntary participation, (2) coersion participation,

(3) combination voluntary-coercion. Partisipasi

meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan termasuk

pengawasan dan pemanfaatan hasil kegiatan yang

terdapat aspek pemeliharaan hasil kegiatan. Dalam

kaitan dengan tahap partisipasi, (Ndraha, 1990 :

102-104) mengemukakan bentuk yang dapat juga

disebut tahap partisipasi, meliputi :

1. Partisipasi dalam/melalui kontraknya dengan

pihak lain (contact change) sebagai salah satu

titik awal perubahan sosial.

2. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan

memberi tanggapan terhadap informasi, baik

dalam arti menerima (mentaati, memenuhi,

melaksanakan), menginginkan, menerima

dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya.

3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan,

termasuk pengambilan keputusan (penetapan

rencana),…. Termasuk keputusan politik yang

menyangkut nasib mereka, dan partisipasi

dalam hal yang bersifat teknis (desain proyek).

4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional

pembangunan.

5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan

mengembangkan hasil pembangunan Cohen dan

Uphoff menamakan ini participation in benefits.

6. Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu

keterlibatan masyarakat dalam menilai

sejauhmana pelaksanaan pembangunan sesuai

dengan rencana dan sejauhmana hasilnya dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk mendapatkan tingkat partisipasi yang

diharapkan dalam pelaksanaan keputusan, maka

tujuan dan pelaksanaan keputusan itu diarahkan

pada perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat

(peningkatan kesejahteraan). Dalam hal ini,

(Ndraha, 1990 : 104) mengemukakan usaha-usaha

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat itu, adalah :

1. Sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang

nyata (felt need)

2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang

berfungsi mendorong timbulnya jawaban

(respon yang dikehendaki).

3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat yang

berfungsi membangkitkan tingkah laku

(behavior) yang dikehendaki secara berlanjut.

Keadaan dan unsur penting penting timbulnya

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan

pembangunan atau kebijaksanaan daerah, maka

paling tidak terdapat beberapa faktor dasar yang

mempengaruhi tingkat partisipasi itu, antara lain :

a. Proses penentuan rencana (pembuatan

keputusan) yang akomodatif terhadap aspirasi

masyarakat. Unsur akomodatif ini juga

diwujudkan pada kemanfaatan yang akan

diterima masyarakat dari pelaksanaan kegiatan

itu.

b. Adanya kesadaran, yaitu sejumlah sikap,

perilaku dan pola sikap yang didasarkan pada

pengetahuan akan manfaat atau juga oleh

sejumlah nilai yang menuntut seseorang

melaksanakan kegiatan yang ditetapkan. Hal ini

berkaitan dengan kebudayaan ataupun

kebudayaan politik, yaitu kebudayaan yang

berhubungan dengan perumusan rencana

(keputusan) dan pelaksanaan keputusan-

keputusan yang mengikat bersama

(masyarakat).

c. Adanya upaya motivasi pengarahan dan

penggerakan dari pemimpin dalam masyarakat

untuk menimbulkan partisipasi itu. Dalam hal

ini, kepemimpinan daerah yang dapat

menimbulkan kesadaran anggota masyarakat

dalam berpartisipasi, sangat dibutuhkan. Gaya

kepemimpinan yang mampu

mengakomodasikan terhadap aspirasi

masyarakat, merupakan sesuatu yang penting.

Page 4: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[210]

d. Untuk mewujudkan komponen-komponen di

atas juga perlu didukung oleh pola komunikasi

yang efektif dari para elit dalam organisasi

pemerintahan daerah, guna dapat mewujudkan

penerimaan kebijaksanaan yang dibuat. Adanya

kesamaan pengertian dan pandangan

pelaksanaan kegiatan melalui pola komunikasi

yang efektif, maka partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan kebijaksanaan itu akan dapat

diwujudkan.

Manajemen Bencana

Secara umum kegiatan manajemen bencana

dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama,

yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup

kegiatan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, serta peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang

mencakup kegiatan tanggap darurat untuk

meringankan penderitaan sementara, seperti

kegiatan search and rescue (SAR), bantuan

darurat dan pengungsian;

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup

kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan

rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini

banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada

tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa

yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan

modal dalam menghadapi bencana dan pasca

bencana.

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam

rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan

terjadinya bencana, baik berupa korban jiwa dan

atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh

pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk

mendefinisikan rencana atau strategi mitigasi yang

tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko (risk

assesment).

Pendekatan proaktif dalam mengurangi

resiko bencana, merupakan salah satu bagian

terpenting dalam kegiatan mitigasi yang pada

akhirnya sebenarnya lebih ditujukan untuk

mengurangi tingkat resiko bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang

dilakukan segera pada saat kejadian bencana,

untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,

terutama berupa penyelamatan korban dan harta

benda, evakuasi dan pengungsian, akan

mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah

bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat

terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak

yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan

memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.

Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya

merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola

dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat

tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi

efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi

proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena

bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana

dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini

yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi

dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus

memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak

hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga

perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang

terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik

lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah

pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal

inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk

menghindari atau meminimalisasi dampak bencana

yang terjadi.

Page 5: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[211]

Mitigasi Bencana

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana

erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang

merupakan upaya untuk meminimalkan dampak

yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana

mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan

tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko

dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum

bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-

tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam

bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat

bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena

bencana, seperti membuat kode bangunan, desain

rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta

memperkokoh struktur ataupun membangun struktur

bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai,

dan lain-lain.

Selain itu upaya mitigasi juga dapat

dilakukan dalam bentuk non struktural,

diantaranya seperti menghindari wilayah bencana

dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana

yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang

dan wilayah serta dengan memberdayakan

masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi Bencana yang Efektif

Mitigasi bencana yang efektif harus

memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,

peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assestment);

diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset

yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini

memerlukan pengetahuan tentang karakteristik

sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta

data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini

menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat

penting untuk merancang kedua unsur mitigasi

lainnya;

2. Peringatan (warning); diperlukan untuk

memberi peringatan kepada masyarakat tentang

bencana yang akan mengancam (seperti bahaya

tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran

lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem

peringatan didasarkan pada data bencana yang

terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan

berbagai saluran komunikasi untuk memberikan

pesan kepada pihak yang berwenang maupun

masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan

mengancam harus dapat dilakukan secara cepat,

tepat dan dipercaya.

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori

ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya

(penilaian bahaya dan peringatan), yang

membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang

kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan

tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan

harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya

kembali ketika situasi telah aman.

Penguatan kelembagaan, baik pemerintah,

masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci

dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan

kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan,

sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat,

manajemen barak dan evakuasi bencana bertujuan

mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga

dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh

bencana.

Sementara itu upaya untuk memperkuat

pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra

bencana dapat dilakukan melalui perkuatan

unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada

aparatnya serta melakukan koordinasi dengan

lembaga antar daerah maupun dengan tingkat

nasional, mengingat bencana tidak mengenal

wilayah administrasi, sehingga setiap daerah

memiliki rencana penanggulangan bencana yang

potensial di wilayahnya. Hal yang perlu

dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-

sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat

dalam mitigasi bencana, antara lain:

1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan

kebencanaan atau mendukung usaha preventif

kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah

agar tidak membangun di lokasi yang rawan

bencana;

2. Kelembagaan pemerintah yang menangani

kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari

identifikasi daerah rawan bencana,

penghitungan perkiraan dampak yang

ditimbulkan oleh bencana, perencanaan

penanggulangan bencana, hingga

penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang

sifatnya preventif kebencanaan;

3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul

dari inisiatif masyarakat yang sifatnya

menangani kebencanaan, agar dapat terwujud

koordinasi kerja yang baik;

4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari

pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari

kebijakan yang ada, yang bersifat preventif

kebencanaan;

5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat

tentang ciri-ciri alam setempat yang

memberikan indikasi akan adanya ancaman

bencana.

Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat

Pemerintah cenderung menerapkan

pendekatan ”atas ke bawah(top down)” dalam

perencanaan manajemen bencana dimana kelompok

sasaran diberi solusi-solusi yang dirancang untuk

mereka oleh para perencana dan bukannya dipilih

oleh masyarakat sendiri. Pendekatan seperti itu

cenderung mendekatkan tindakan-tindakan

manajemen bencana fisik dibandingkan perubahan-

perubahan sosial untuk membangun sumberdaya

dari kelompok yang rentan. Jarang tercapai tujuan

Page 6: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[212]

masyarakat karena pemerintah bertindak atas gejala-

gejala dan bukan atas penyebabnya, dan gagal

merespon kebutuhan riil dan tuntutan dari

masyarakat.

Satu pendekatan alternatif adalah

mengembangkan kebijakan manajemen bencana

lewat konsultasi dengan kelompok-kelompok

setempat dan menggunakan tehnik serta tindakan

dimana masyarakat dapat mengorganisir sendiri dan

mandiri dengan bantuan tehnis terbatas dari luar.

Program-program manajemen bencana berbasis

masyarakat tersebut dianggap lebih mungkin

menghasilkan tindakan-tindakan yang merespon

kebutuhan riil penduduk, dan untuk mengambil

bagian dalam pembangunan masyarakat. Pendekatan

ini juga cenderung memaksimalkan penggunaan

sumber-sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja,

material dan organisasi.

Menerapkan kebijakan berbasis masyarakat

tersebut tergantung pada beberapa faktor

diantaranya, adanya lembaga-lembaga dan

kelompok masyarakat setempat yang aktif dan

berkepentingan yang dapat menyediakan bantuan

dan dukungan tehnis pada tingkat yang memadai.

Praktek-praktek manajemen bencana yang

berhasil harus melibatkan kerjasama antara

komunitas lokal dengan instansi yang terkait.

Komunitas lokal harus sadar akan resiko dan peduli

untuk melakukan tindakan untuk menghadapi

resikonya. Masyarakat mungkin memerlukan

bantuan tehnis, bantuan materi dan bantuan dalam

membangun kapabilitas-kapabilitas mereka sendiri.

Pemberdayaan masyarakat yang diciptakan

untuk mencapai tujuannya dan memperoleh bantuan

dari instansi pemerintah akan memberikan manfaat

pembangunan yang berlangsung terus menerus dan

berkelanjutan.

Kampung Siaga Bencana di Provinsi Banten

Provinsi Banten terletak di antara 5º7'50"-

7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12"

Bujur Timur dengan luas wilayah 9.160,70 Km2.

Kondisi topografi dengan wilayah datar (kemiringan

0 - 2 %) seluas 574.090 hektare, wilayah

bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320

hektare, dan wilayah curam (kemiringan 15 - 40%)

seluas 118.470,50 hektare. Secara umum, Provinsi

Banten memiliki kondisi geografis, geologis,

hidrologis, klimatologis dan demografis yang rawan

terhadap ancaman bencana.

Beberapa potensi bencana yang terindikasi,

pernah terjadi dan mungkin akan terjadi di Propinsi

Banten antara lain adalah : gempa bumi, gunung

meletus, rawan longsor, banjir, tsunami, gelombang

badai, tumpahan minyak/zat kimia di laut, dan

ledakan/kebocoran industri zat kimia. Adaptasi

potensi rawan bencana ke dalam desain struktur dan

perencanaan pengembangan wilayah Banten

diharapkan akan dapat mengurangi dampak buruk

yang mungkin terjadi dan meningkatkan manfaat

pada keberlangsungan pembangunan di wilayah

Banten.

Sebanyak 14 wilayah pesisir Banten rawan

terhadap gempa dan tsunami. Ke-14 wilayah

tersebut berada di Kabupaten Serang, Kota Cilegon,

Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak.

Untuk wilayah pesisir Kabupaten Serang yang

rawan gempa dan tsunami terletak di Kecamatan

Cinangka dan Kecamatan Anyer. Sementara Kota

Cilegon terletak di Kecamatan Pulo Merak,

Kecamatan Ciwandan, dan Kecamatan Grogol.

Kabupaten Pandeglang terletak di Kecamatan

Sumur, Kecamatan Cikeusik, Kecamatan Pagelaran,

dan Kecamatan Panimbang. Kabupaten Lebak

terletak di Kecamatan Bayah, Kecamatan

Panggarangan, dan Kecamatan Malingping. (Sumber

: Deputi Analisis Kebutuhan Ilmu Pengetahuan dan

Tekhnologi Kementerian Riset dan Tekhnologi 17

Des 2007).

Kampung Siaga Bencana di provinsi ini

adalah representasi dari program penanggulangan

bencana berbasis masyarakat ( Community base

disarter manageman ) yaitu sebagai bentuk upaya

pelembagaan penanggulangan bencana pada daerah

rawan bencana yang tumbuh dari, oleh dan untuk

masyarakat dalam rangka menanamkan sikap

kesiapsiagaan penanggulangan bencana yang juga

perlu dukungan dari Pemerintah Daerah Provinsi

Banten.

Program KSB ini, merupakan salahsatu dari

beberapa program yang dibuat untuk mengantisipasi

bahaya bencana alam yang terjadi di wilayah ini.

Program lainnya adalah pembentukan Tim Reaksi

Cepat (TRC), Sekolah Siaga Bencana (SSB),

Seminar dan Diskusi Kebencanaan, Gladi/Drill

Penanggulangan Bencana dengan Jurnalis,

Penguatan konseptual, Managerial, tehnikal dan

Social Skill serta Fasilitasi Operasional

Kepengurusan.

Tujuan dari KSB khususnya di wilayah ini,

adalah :

- Melembagakan proses kegiatan

penanggulangan bencana berbasis

masyarakat

- Mengurangi dampak bencana

- Mengorganisir potensi masyarakat terlatih

siaga bencana

- Membentuk unit khusus siaga bencana

berbasis masyarakat disetiap kecamatan

sebagai front liner

- Menjamin kesinambungan proses

kesiapsiagaan penanggulangan bencana

berbasis masyarakat

- Memperkuat integrasi sosial melalui

peningkatan intensitas dan kualitas

interaksi sosial masyarakat

Page 7: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[213]

- Masyarakat agar mampu mengelola

sumberdaya manusia, wilayah, potensi

dalam penanggulangan bencana

- KSB berkedudukan di kecamatan atau

komunitas adat sederajat dalam wilayah

Republik Indonesia.

Pemerintah Provinsi Banten pada tahun

2011 ini akan menbentuk sebanyak 154 kecamatan

yang berlabel Kampung Siaga Bencana Se-Provinsi

Banten, Dinas Sosial dan Tagana Banten

bertanggungjawab untuk penyelenggaraan

pembinaan dan pemantapan program KSB ini.

Kriteria Lokasi Kampung Siaga Bencana

(KSB) adalah, pernah mengalami kejadian bencana

dan merupakan daerah yang sangat rawan bencana,

Dukungan dari Pemda setempat (Pos/Gardu Sosial

KSB, lapangan untuk lokasi simulasi KSB, dunia

usaha, LSM/NGO). Masyarakat mempunyai

kompetensi melakukan penanggulangan bencana

yang terjadi di wilayahnya secara mandiri,

Partisipasi masyarakat setempat dalam pembentukan

KSB, Belum pernah ada program sejenis dan Tidak

bertentangan dengan budaya lokal (Kearifan Lokal).

PENUTUP

Provinsi Banten termasuk wilayah yang

rawan akan bencana seperti gempa bumi, pergerakan

tanah/longsor dan juga banjir. Penyebabnya adalah

terjadinya pergeseran patahan (sesar) di dalam tanah.

Patahan ini mengalami pergeseran sebagai akibat

akumulasi tekanan yang merupakan fenomena alam.

Semakin tinggi tekanan maka patahan ini akan

bergeser lebih keras sehingga terjadilah bencana

gempa bumi yang besar dengan radius kerusakan

bisa mencapai belasan kilometer dari pusat gempa

bumi.

Mitigasi merupakan usaha untuk

melunakkan akibat bencana. Usaha ini memang

paling murah untuk dilakukan. Mitigasi dan

perlindungan dapat dilakukan secara serempak. Jika

konsep mitigasi ternyata dapat dikerjakan dengan

teknologi, dapat ditingkatkan menjadi perlindungan.

Sebagai contoh ialah identifikasi daerah banjir dan

langsung tindakan teknologi. Mitigasi dapat dibagi

dua yaitu aktif dan pasif. Pasif artinya tindakan

untuk menghindari bencana. Sebagai contoh ialah

pembuatan zonasi daerah rawan bencana, aturan

bangunan, tataguna lahan, perencanaan tata ruang,

dst. Tujuannya jelas yaitu mengurangi / menghindari

akibat bencana. Mitigasi aktif adalah usaha agar

mitigasi pasif dapat terlaksana yaitu melibatkan

masyarakat. Dengan demikian kegiatannya meliputi

diantaranya pendidikan masyarakat dan birokrasi

akan bencana, penyesuaian infrastruktur sesuai

aturan, relokasi penduduk, diversifikasi kegiatan

ekonomi, penyesuaian tatguna lahan.

Tingkat kepedulian masyarakat dan

pemerintah daerah, dalam hal ini Provinsi Banten

dan khususnya Kabupaten Serang tentang

pemahaman pada tahapan ini sangat penting untuk

dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan

untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu

jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata

ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan

fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi

non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk

membangun struktur yang aman terhadap bencana

dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi

struktur).

Penguatan kelembagaan, baik pemerintah,

masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci

dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan

kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan,

sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat,

manajemen barak dan evakuasi bencana bertujuan

mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga

dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh

bencana.

Sementara itu upaya untuk memperkuat

pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra

bencana dapat dilakukan melalui perkuatan

unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada

aparatnya serta melakukan koordinasi dengan

lembaga antar daerah maupun dengan tingkat

nasional, mengingat bencana tidak mengenal

wilayah administrasi, sehingga setiap daerah

memiliki rencana penanggulangan bencana yang

potensial di wilayahnya.

Sebagai upaya dan inisiasi aktif, mengenali

pentingnya penguatan kapasitas komunitas dalam

pengelolaan bencana maka Pemerintah Daerah

Provinsi Banten dalam hal ini Dinas Sosial dan Tim

Penganggulangan Bencana Alam (TAGANA)

Banten merancang dan coba menerapkan program

penanggulangan bencana dengan menggunakan

pendekatan Community Based Disaster Management

(CBDM), TAGANA mengimplementasikan

program tersebut melalui serangkaian kegiatan

sebagai berikut:

1. Pembentukan Tim Reaksi Cepat (TRC)

2. Kampung Siaga Bencana (KSB)

3. Sekolah Siaga Bencana (SSB)

4. Seminar dan Diskusi Kebencanaan

5. Gladi/Drill Penanggulangan Bencana

dengan Jurnalis

6. Penguatan Konseptual, Managerial,

Tehnikal dan Keterampilan Sosial

7. Fasilitasi Operasional Kepengurusan

Pendekatan dari bawah ke atas ini akan

melengkapi pendekatan atas ke bawah yang dimiliki

pemerintah, ini memungkinkan khususnya

komunitas-komunitas yang mempunyai kerentanan

tinggi untuk mengaktifkan partisipasi dalam

merespon resiko atas ancaman yang datang.

Page 8: ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN …lab-ane.fisip-untirta.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/33 riny... · Telaah kepustakaan ini bertujuan menganalisis partisipasi masyarakat

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 ISBN: 978-602-97365-X-X

LAB-ANE FISIP Untirta

[214]

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri , dkk 2004. Pengelolaan

Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan

Secara Terpadu. Jakarta; PT. Pradnya Paramita

Faisal, Sanafiah. 2004. Format-format Penelitian

Sosial. Grafindo Persada, Jakarta

Drs. Kusnadi, M.A. Nelayan; Strategi Adaptasi dan

Jaringan Sosial (2002). Bandung. Humaniora

Utama Press

Arah Kebijakan Mitigasi Bencana di Indonesia,

Sekretariat Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Penanganan

Pengungsi, Jakarta 2002

Soetrisno, L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif.

Kanisius, Yogyakarta

Budiarjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan Partai

Politik. Bunga Rampai. Gramedia, Jakarta

www.geo.ugm.ac.id : Manajemen Bencana, April

2009

www.banten.go.id : Profil Kabupaten Serang. 3

Maret 2009

www.belajarbencana.wordpress.com : Belajar

Mengenali Bencana Alam, 22 April 2009

www.bapeda-jabar.go.id: Manajemen dan Mitigasi

Bencana, 2 Juni 2008

www. Tempointeraktif.com : Propinsi Banten

Rawan Banjir. 17 Juli 2008

www.radarbanten.co.id : Banjir Melanda Kota

Serang. 28 November 2008

Biodata Penulis

Riny Handayani adalah dosen Program Studi

Administrasi Negara FISIP Untirta. Aktif di

Laboratorium Administrasi Negara FISIP Untirta.

Fokus bidang penelitian pada Manajemen Bencana

dan Sistem Informasi Geografi