Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL URDO-URDO
PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN DI DESA BAHAPAL RAYA
KECAMATAN PEMATANG RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : KRISTINA SAMOSIR
NIM : 140707023
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam
daftar pustaka.
Medan, November 2018
Kristina Samosir
NIM. 140707023
ii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Analisis Musikal dan Tekstual Urdo-Urdo Pada
Masyarakat Simalungun di Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun. Urdo-urdo adalah nyanyian menidurkan anak (lullaby song)
yang di sajikan oleh orang tua atau saudara si anak. Sebutan kepada orang yang
menimang dengan urdo-urdo adalah pangurdo. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis makna tekstual serta menganalisis musikal urdo-urdo. Untuk menjawab
permasalahan di atas penulis menggunakan dua teori utama yaitu teori makna tekstual
(Alan P. Merriam) dan teori weighted scale (William P. Malm). Metode yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan observasi, wawancara, dan
perekaman. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
urdo-urdo yang dinyanyikan oleh ketiga pangurdo memiliki makna teks yang sama
agar si anak menjadi seseorang yang pekerja keras, tidak sombong. Pada bagian
analisis musikal bahwa urdo-urdo memiliki unsur-unsur komposisi musikal yang
hampir sama dan terdapat inggou dari ketiga pangurdo.
Kata Kunci: Urdo-urdo, inggou, Analisis Musikal, Analisis Tekstual, teks, melodi
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus
Kristus yang Mahakuasa atas kasih dan kemurahan-Nya yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Musikal dan Tekstual Urdo-urdo Pada
Masyarakat Simalungun Di Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun adalah sebuah syarat ujian akhir sarjana seni untuk
menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
Dalam skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk
mencapai hasil yang terbaik. Besar kemungkian terdapat berbagai kekurangan disana
sini dalam penulisan skripsi ini, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penulis dan
pengalaman penulis yang masih kurang. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sangat membangun dari semua pihak terutama dari dosen
pembimbing penulis.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., sebagai rektor Universitas Sumatera
Utara, Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
iv
Sumatera Utara, Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A., selaku ketua Program Studi
Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs.
Bebas Sembiring, M.Si., selaku sekretaris Program Studi Etnomusikologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan nasehat selama penulis dalam masa perkuliahan, sangat
banyak nasehat yang penulis peroleh dari beliau.
Bapak Drs. Fadlin M.A., selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan arahan kepada penulis, dan saran-saran yang sangat bermanfaat dalam
penyelesaian skripsi ini.
Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Bapak Drs.
Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd.,
Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, Drs. Perikuten Tarigan, M. Si., Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D, dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Drs.
Kumalo Tarigan, M.A. Ph.D., serta dosen-dosen lainnya yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Penulis
mengucapkan terimakasih atas ilmu yang diberikan. Begitu juga untuk Ibu Siti
Nurhawani yang telah banyak membantu penulis dalam hal surat menyurat.
Secara khusus, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya buat kedua orang tua yang sangat terhormat
dan saya sayangi yaitu Alm. Bapak Edward Samosir dan ibu Sapna Br. Sitopu.
v
Terima kasih atas segala doa, kasih sayang, kerja keras, dukungan moril dan material
yang penulis terima selama ini sampai dapat menyelesaikan perkuliahan di Fakultas
Ilmu Budaya program studi Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara. Terima
kasih semoga Tuhan selalu menyertai Bapak dan Ibu. Begitu juga kepada Oppung
penulis Bapak Maruli Samosir dan Alm. Ibu Elfryta Hutabarat yang sudah merawat
penulis sejak kecil.
Oppung Lina Br. Damanik, Oppung Nuryana Br. Siboro, Atturang Sutini
Saragih, Kian Riati Purba, dan Tulang Jayaman Purba selaku informan penulis.
Terima kasih buat segala informasi yang sudah penulis terima sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Terima kasih juga di ucapkan kepada saudara kandung saya Josua Samosir,
Rosalina Samosir, dan Erwin Samosir yang selalu mendukung dan memberi
semangat penulis mulai dari awal masuk kuliah hingga di penghujung penulisan
skripsi ini, biarlah Tuhan yang membalas semua kebaikannya.
Terimakasih untuk teman-teman SMP penulis Mawar Sembiring, Aderia
Simamora, Romas Sirait, dan Friska Tumanggor, tidak lupa penulis ucapkan kepada
sahabat-sahabat penulis semasa SMA Lasmi Sihombing, Tri Pertiwi, dan Gokma
Sitanggang yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis selama
mengerjakan skripsi ini. Demikian juga kepada teman-teman Ikatan Mahasiswa
Etnomusikologi (IME) yang penulis sayangi, semoga kebersamaan dan kehangatan
ini bisa selalu terjaga.
vi
Terimakasih untuk teman terkasih penulis Sintong Pasaribu yang selalu
mendukung, mendoakan dan memberi semangat penulis selama mengerjakan skripsi
ini. Begitu juga untuk abang dan kakak saya Tian Tobing, Salomo Sianturi, Mindo
Sianturi dan Engel Panjaitan yang selalu menghibur dan memberi semangat penulis.
Terimakasih untuk Bestari Purba, Sefti Andayani, Lestari Hutabarat, Gaditri
Sagala, Wita Sinaga, Sri Rezeki, Lisa Sitorus, Dolok Purba, Hendra Siregar,
Yohannes Simorangkir, Kasri Situmeang, dan kepada Teman-teman stambuk 2014
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang sudah mendukung dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk empat tahun yang kita lewati baik suka
maupun duka. Semoga kebersamaan kita dan ilmu yang telah kita dapatkan kelak
berguna bagi nusa dan bangsa.
Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu
pendidikan dan kebudayaan di era globalisasi ini, dan menjadi suatu bahan penelitian
selanjutnya yang relevan.
Medan, November 2018
Penulis,
Kristina Samosir
NIM. 140707023
vii
DAFTAR ISI PERNYATAAN...................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xi
BAB I : PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................................1
1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................................4
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................................4
1.3.1 Tujuan .....................................................................................................................4
1.3.2 Manfaat ...................................................................................................................4
1.4 Konsep dan teori ......................................................................................................5
1.4.1 Konsep ....................................................................................................................5
1.4.2 Teori ........................................................................................................................7
1.5 Metode Penelitian ................................................................................................... 10
1.5.1 Wawancara ............................................................................................................ 11
1.5.2 Studi Kepustakaan ................................................................................................. 13
1.5.3 Kerja Laboratorium ............................................................................................... 13
1.6 Lokasi Penelitian .................................................................................................... 14
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KEHIDUPAN
MASYARAKAT SIMALUNGUN DI DESA BAHAPAL RAYA ..................................... 15
2.1 Gambaran Umum Masyarakat Simalungun ............................................................ 15
2.2 Deskripsi Desa Bahapal Raya................................................................................. 17
2.2.1 Letak dan Wilayah Desa Bahapal Raya .......................................................... 17
2.3 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya .............................................................. 18
2.3.1 Menurut Umur dan Jenis Kelamin .................................................................. 18
2.3.2 Menurut Agama .............................................................................................. 19
2.3.3 Menurut Pendidikan ....................................................................................... 20
2.3.4 Sistem Mata Pencaharian................................................................................ 21
2.3.5 Sarana dan Prasarana Sosial ........................................................................... 22
2.4 Sistem Kekerabatan ................................................................................................ 23
viii
2.5 Bahasa .................................................................................................................... 27
2.6 Sistem Religi .......................................................................................................... 29
2.7 Kesenian Tradisional Masyarakat Simalungun....................................................... 31
2.7.1 Seni Musik ..................................................................................................... 32
2.7.2 Seni Tari ......................................................................................................... 33
2.7.3 Seni Rupa dan Sastra ...................................................................................... 34
BAB III : ANALISIS TEKSTUAL URDO-URDO ............................................................. 35
3.1 Bentuk urdo-urdo ................................................................................................... 35
3.2 Analisis Tekstual Urdo-Urdo ................................................................................. 36
3.2.1 Teks dan Arti Kata Urdo-Urdo ............................................................................. 36
3.2.2 Makna Teks Urdo-Urdo ................................................................................. 46
BAB IV : TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL URDO-URDO .......................... 48
4.1 Analisis Urdo-Urdo Oleh Lina Br. Damanik ............................................................... 50
4.1.1 Perbendaharaan Nada ............................................................................................ 51
4.1.2 Tangga Nada (Modus) ........................................................................................... 52
4.1.3 Nada Dasar ............................................................................................................ 53
4.1.4 Interval .................................................................................................................. 54
4.1.5 Kontur Melodi ....................................................................................................... 55
4.1.6 Durasi Not ............................................................................................................. 57
5.1.7 Tempo ................................................................................................................... 58
4.1.8 Pola Kadens .......................................................................................................... 59
4.1.9 Formula Melodi ..................................................................................................... 59
4.2 Analisis Urdo-Urdo Oleh Jayaman Purba .................................................................... 63
4.2.1 Perbendaharaan Nada ............................................................................................ 64
4.2.2 Tangga Nada (Modus) ........................................................................................... 64
4.2.3 Nada Dasar ............................................................................................................ 65
4.2.4 Interval .................................................................................................................. 66
4.2.5 Kontur Melodi ....................................................................................................... 67
4.2.6 Durasi Not ............................................................................................................. 69
4.2.7 Tempo ................................................................................................................... 70
4.2.8 Pola Kadens .......................................................................................................... 71
4.2.9 Formula Melodi ..................................................................................................... 71
ix
4.3 Analisis Urdo-Urdo Oleh Nuryana Br. Siboro ............................................................. 74
4.3.1 Perbendaharaan Nada ............................................................................................ 75
4.3.2 Tangga Nada (Modus) ........................................................................................... 75
4.3.3 Nada Dasar ............................................................................................................ 76
4.3.4 Interval .................................................................................................................. 77
4.3.5 Kontur Melodi ....................................................................................................... 79
4.3.6 Durasi Not ............................................................................................................. 81
4.3.7 Tempo ................................................................................................................... 82
4.3.8 Pola Kadens .......................................................................................................... 82
4.3.9 Formula Melodi ..................................................................................................... 83
BAB V : PENUTUP ............................................................................................................. 86
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 86
5.2 Saran ............................................................................................................................ 87
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 91
DAFTAR INFORMAN ........................................................................................................ 92
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Ibu Lina Br. Damanik Sedang mangurdo ........................................................... 40
Gambar 3.2 Ibu Nuryana Br. Siboro Sedang Mangurdo......................................................... 43
Gambar 3.3 Pak Jayaman Purba Sedang Mangurdo ............................................................... 45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.0.1 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin........................19
Tabel 2.0.2 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Agama ................................20
Tabel 2.0.3 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Pendidikan ..........................20
Tabel 2.0.4 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Mata ...................................21
Tabel 2.0.5 Sarana dan Prasarana Sosial Desa Bahapal Raya ................................................22
Tabel 4.1 Nada dasar urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik ........................................................53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumatera Utara adalah salah satu propinsi di Indonesia, yang memiliki
banyak suku, baik suku asli maupun suku pendatang dimana masing-masing
menghadirkan beraneka ragam bentuk kesenian yang mencerminkan jati diri
suku-suku tersebut. Suku Simalungun merupakan bagian dari suku Batak
diantara lima kelompok etnis lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola,
Mandailing yang berada di Sumatera utara, dimana masing-masing suku
tersebut memiliki warisan kebudayaan dari generasi sebelumnya yang
memiliki ciri khas yang berbeda, baik dibidang musik, tari, adat istiadat,
bahasa dan agama. Sama halnya seperti suku lainnya, suku Simalungun juga
memiliki warisan kebudayaan dimana berkewajiban untuk mempertahankan
dan melestarikan kebudayaan leluhur tersebut, sehingga dapat menjadi
pedoman bagi setiap warganya.
Masyarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu musik
instrumental dan nyanyian, adapun beberapa instrument yang dimiliki suku
Simalungun yaitu saligung, ole-ole, sordam, suling, sarune buluh, sarune
bolon, tulila, arbab, husapi, hodong-hodong, gondrang bolon, garantung,
ogong, dan tengtung. Pada masyarakat Simalungun juga terdapat dua buah
2
ensambel musik yang paling besar yaitu gondrang sipitu-pitu dan yang paling
kecil adalah gondrang sidua-dua. Kedua ansambel musik ini dapat dimainkan
dalam upacara adat masyarakat Simalungun, baik upacara sukacita (malas ni
uhur) maupun upacara dukacita (pusok ni uhur). Selain itu kedua ansambel ini
juga dapat digunakan untuk mengiringi tarian (tortor) dalam konteks hiburan
seperti tortor huda-huda atau disebut juga toping-toping.
Selain musik instrumen, Simalungun juga memiliki nyanyian yang
dikenal sebagai doding. Nyanyian Simalungun memiliki ciri khas tersendiri
yaitu memiliki inggou (teknik atau cara bernyanyi suku Simalungun). Adapun
beberapa jenis nyanyian Simalungun yaitu taur-taur dan simange, tangis-
tangis, urdo-urdo, tihtah, ilah, doding-doding, orlei dan mardogei, mandilo
tonduy, manalunda/mangmang, dan inggou turi-turian. Dimana setiap
aktivitas ataupun setiap peristiwa penting dalam siklus kehidupan masyarakat.
Alan P. Merriam (1964:219) mengatakan dalam bukunya “The Antropology of
Music” salah satu kegunaan dan fungsi musik yaitu fungsi pengungkapan
emosional yang artinya musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana
untuk mengungkapkan rasa/emosi para penyanyi dan pemain yang dapat
menimbulkan rasa/emosi pada para pendengarnya.
Menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat Simalungun menidurkan
anak dengan menyanyikan suatu nyanyian pengantar tidur oleh orangtua atau
saudara kepada adiknya yang disebut dengan urdo-urdo. Arti urdo adalah
menimang, oleh karena itu urdo-urdo memiliki arti menimang-nimang. Pada
3
umumnya penyajian urdo-urdo dilakukan secara spontanitas, berisi pesan
yang mendidik dan harapan yang baik untuk anaknya. Urdo-urdo
dinyanyikan dengan lembut dan mengayun sehingga membawa kenyamanan
dan ketenangan bagi anak tersebut. Sebutan kepada orang yang menimang
anak dengan nyanyian disebut pangurdo.
Nyanyian urdo-urdo berkembang dari segi syair sedangkan melodinya
dapat dinyatakan hanyalah perulangan. Nyanyian ini lebih mengutamakan
syair daripada melodinya, menyangkut hubungan teks (syair) dengan melodi
dalam penyajian nyanyian urdo-urdo, Malm (1977:9) mengatakan bahwa
“terdapat dua gaya yaitu melismatis dan sillabis pada musik vokal, melimatis
adalah suatu bentuk penyajian musik vokal dimana satu suku kata
dinyanyikan untuk beberapa nada sedangkan sillabis merupakan suatu bentuk
penyajian musik vokal dimana satu suku kata dinyanyikan untuk setiap nada.”
Ketiadaan informasi yang akurat menyebabkan praktek urdo-urdo
lebih pada rasa subjektif yang dimiliki oleh orang yang mampu menyanyikan
nyanyian tersebut. Hal itu menyebabkan terjadinya variasi pembawaan pada
nyanyian yang sama sehingga diperlukan beberapa contoh praktek urdo-urdo
tersebut agar dapat ditelusuri secara akurat.
4
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana makna tekstual yang terkandung dalam nyanyian urdo-
urdo pada masyarakat Simalungun ?
2. Bagaimana struktur musikal yang terkandung di dalam nyanyian
urdo-urdo pada masyarakat Simalungun ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan makna tekstual yang terkandung dalam
nyanyian urdo-urdo pada masyarakat Simalungun.
2. Untuk mendeskripsikan
analisis musikal yang terkandung di dalam
nyanyian urdo-urdo pada masyarakat Simalungun.
1.3.2 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana
di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
5
2. Menambah dokumentasi mengenai Simalungun di Program Studi
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
3. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang
di peroleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi
Etnomusikologi.
4. Sebagai refrensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai topik
keterkaitan dengan judul penelitian.
5. Sebagai sumber referensi dalam menggali dan memahami tradisi
musik vokal Simalungun yang dikemudian hari nanti dapat
dipergunakan dalam dunia pendidikan formal maupun informal
sehingga memberikan pemahaman yang benar terhadap
kebudayaan Simalungun.
6. Sebagai bahan pendokumentasian terhadap kesenian tradisional
Simalungun.
1.4 Konsep dan teori
1.4.1 Konsep
Dalam pembahasan suatu topik haruslah ada sebuah konsep yang
digunakan sebagai pembatas pemahaman, dengan tujuan agar pembahasan
tidak keluar dari topik yang sudah ditentukan. Konsep merupakan suatu
6
definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Mely G. Tan dalam
Koentjaraningrat, 1991:21).
Analisis musikal adalah menguraikan suatu masalah dalam sebuah
pembahasan dengan tujuan menemukan pemecahan dari permasalahan dan
dapat membantu penulis untuk menyelesaikan pembahasan mengenai analisis
musikal urdo-urdo pada masyarakat Simalungun. Dalam tulisan ini yang
menjadi aspek musikalnya adalah rangkaian nada dan melodi nyanyian urdo-
urdo, keras lembut suara sipangurdo (intonasi), ritem, dan durasi nada.
Analisis tekstual adalah hal-hal yang berkaitan dengan teks atau
tulisan atau isi dari suatu karangan. Dalam musik vokal, teks disebut dengan
lirik/syair. Lirik merupakan susunan kata dalam suatu nyanyian yang berisi
curahan perasaan. Lirik tersebut akan menghasilkan makna yang tersirat
(KBBI edisi kedua tahun 1995). Makna yang dimaksud dalam tulisan ini
merupakan curahan hati dan pesan moral pangurdo yang disajikan dalam
bentuk teks nyanyian.
Konsep urdo-urdo disini merupakan sebuah nyanyian yang berisi
harapan dan pesan moral dari pangurdo. Konsep pangurdo disini adalah
orang yang menimang anak baik itu ibu/ayahnya, nenek/kakeknya, atau
saudaranya. Pangurdo menginginkan anaknya menjadi anak yang tumbuh
dengan baik dan menjadi anak yang baik budi.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu
7
rasa identitas sama (Koentjaraningrat 2002: 146-147). Masyarakat yang
penulis maksud adalah masyarakat Simalungun.
1.4.2 Teori
Teori digunakan sebagai penuntun dan pedoman dalam membahas
permasalahan yang akan dijabarkan. Dalam tulisan ini, unsur utama yang
menjadi pokok permasalahan yang akan di bahas adalah kajian musikal dan
tekstual dari urdo-urdo, sehingga penulis menggunakan teori-teori yang
berhubungan dengan pokok permasalahan.
Sebuah nyanyian dalam pembahasan ini disebut doding merupakan
suatu perwujudan yang dapat menjelaskan tentang perasaan pangurdo. Hal
ini dibenarkan oleh Palmer dalam tulisan yang mengatakan bahwa perkataan
lisan atau nyanyian juga termasuk dalam sebuah interpetasi (Palmer,
2003:23). Nyanyian memiliki sesuatu untuk diekspresikan dan melalui
nyanyian (teks lisan) ada pesan-pesan yang disampaikan untuk
menggambarkan sesuatu hal, baik itu menggambarkan tentang dirinya
sendiri, maupun tentang orang lain yang berperan dalam hidupnya. Begitu
juga dalam urdo-urdo memiliki sebuah cerita makna dalam teksnya. Hal
tersebut semakin mempertegas bahwa tujuan penulis adalah untuk
menjelaskan setiap makna yang terkandung dalam teks urdo-urdo. Malm
(1977:9) mengatakan bahwa musik juga mempunyai hubungan dengan
tekstual. Hal ini juga terlihat dari nyanyian pangurdo yang menyesuaikan
8
cara bernyanyinya dengan makna dalam teks yang saat ini sedang
dinyanyikannya.
Alan P. Merriam (1964:188,190) menjelaskan mengenai makna
tekstual sebagai berikut :
Language clearly affects music in that speech melody
sets up certain patterns of sound which must be followed at
least to some extent in music, if the music-text fusion is to be
understood by the listener. Bright comments that “ languages
display regular patterns of high-piched and low-pitched
syllables and different languages give different emphases to
these factors. Since patterns involving these elements of music,
it is at least a reasonable hypothesis that there may be some
cultures in which feature of spoken languages have played a
part in conditioning the musical patterns of song” (1963:27).
We can say then, that not only arc music and languages
interrelated in the formation of song texts tends to take special
forms. Therefore we should expect that the language of texts
would have special significance and would functiom in special
ways.
Bahasa dengan jelas mempengaruhi musik dalam pengeturan melodi
yang mana pola suara harus diikuti setidaknya sampai batas tertentu dalam
musik, jika perpaduan musik ingin di pahami oleh pendengar. Pendapat jelas
yang menyatakan bahwa “ Bahasa menampilkan pola teratur dari nada tinggi
dan nada rendah, silabel yang keras dan lembut, silabel panjang dan pendek,
dan bahasa yang berbeda akan memberikan penekanan yang berbeda pada
factor-faktor tersebut. Karena pola yang melibatkan unsur-unsur nada,
dinamika dan durasi ini juga adalah bagian elemen dasar musik, setidaknya
ada hipotesis masuk akan yang mungkin pada beberapa budaya fitur bahasa
9
lisan tersebut telah memainkan bagian dalam mengkondisikan pola musik
lagu” (1963:27).
Jadi, kita dapat mengatakan bahwa tidak hanya musik dan bahasa yang
saling terkait dalam pembuatan teks lagu, tetapi juga bahwa bahasa teks
tenderung mengambil bentuk khusus. Karena itu kita harus mengharapkan
bahasa teks akan memiliki arti khusus dan akan berfungsi dengan cara khusus.
(Diterjemahkan oleh Engel Panjaitan).
Curt Sach (1937) juga mengatakan ada dua pembagian teks yaitu
logogenic dan melogenic. Logogenic lebih mengutamakan lirik atau syair
daripada melodi sedangkan melogenic lebih mengutamakan melodi daripada
lirik atau syair. Sebelum pekerjaan analisis musik dilaksanakan, terlebih
dahulu penulis mentranskripsikan urdo-urdo ke dalam notasi balok. Bruno
Nettle (1975:35) mengatakan bahwa mentranskripsi musik kedalam bentuk
notasi adalah satu-satunya cara yang digunakan peneliti untuk dapat
menganalisis suatu musik. Dalam mengerjakan transkripsi penulis
menggunakan notasi musik yang dinyatakan Seeger yaitu notasi preskriptif
dan deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai
alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik
yang belum diketahui oleh pembaca.
Dalam menganalisis melodi urdo-urdo, penulis berpedoman kepada
teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yaitu weighted scale (bobot
tangga nada) bahwa untuk mendeskripsikan komposisi musikal harus
10
memperhatikan unsur-unsur berikut (1) perbendaharaan nada, (2) tangga
nada, (3) tonalitas, (4) interval, (5) kontur melodi, (6) ritme, (7) tempo, dan
(8) bentuk.
Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik
dunia adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral
tradition) (Nettl 1973:3). Dengan demikian, pewarisan kebudayaan dari
mulut ke mulut dapat menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda
dari setiap generasi. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik
untuk di teliti dan harus diketahui tentang materi-materi lisan dan variasi
ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal suatu kebudayaan
musik itu sendiri.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
mendapatkan data-data yang sesuai dengan fakta dan kebenaran yang ada
dilapangan. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).
Penulis memilih metode kualitatif karena menganggap bahwa metode ini akan
memberikan hasil yang sesuai dengan yang penulis harapkan karena hasil
informasi dan data yang diperlukan dapat terkumpul dengan maksimal.
11
Untuk itu penulis berpedoman kepada pendapat yang dikemukakan
Curt Sachs dalam Nettl (1962:16) yang mengatakan bahwa penelitian dalam
etnomusikologi dapat dibagi menjadi dua yaitu : kerja lapangan (field work)
dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan
dan perekaman data dari aktivitas musikal dalam sebuah kebudayaan
manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi pentranskripsian,
menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data yang
diperoleh.
Selanjutnya untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, penulis
mulai melakukan kerja lapangan. Penulis yang merupakan pemilik
kebudayaan (insider) sebenarnya memiliki sedikit kemudahan untuk mencari
tokoh masyarakat yang benar-benar cocok untuk dijadikan informan, karena
Ibu dari penulis adalah Simalungun. Pendekatan emik dan etik dipilih juga
karena selain memang penting, pendekatan ini memberikan kemudahan bagi
penulis untuk mendapatkan informasi dan data yang objektif.
Setelah dilapangan, kemudian penulis menetapkan lima orang
sebagai informan yaitu (4) orang sebagai pangurdo dan (1) orang sebagai
seniman yang sekaligus pangurdo.
1.5.1 Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan
data yang dibutuhkan oleh penulis. Koentjaraningrat (1993:138-139)
12
menyatakan pada umumnya ada beberapa macam wawancara yang dikenal
oleh para peneliti. Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua
golongan besar : (1) wawancara berencana dan (2) wawancara tak
berencana. Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan
yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya, wawancara
tak berencana tidak memiliki suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar
pertanyaan dengan susunan kata dan tata urut tetap harus dipatuhi oleh
peneliti secara kuat. Jenis-jenis metode wawancara tak berencana secara
lebih khusus ialah : (a) metode wawancara berstruktur (sctructured
interview) dan (b) metode wawancara tak berstruktur (unstructured
interview). Wawancara tak berstruktur jugs dapat dibedakan secara lebih
khusus lagi yaitu : (1) wawancara berfokus (focused interview) dan
(2) wawancara bebas (free interview).
Wawancara adalah teknik mengumpulkan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-
cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan
keterangan pada si peneliti (Mardalis: 2000:64). Dalam wawancara ini
penulis menetapkan 5 narasumber yaitu ibu Lina Br Damanik, Ibu Sutini
Saragih, Ibu Nuryana Br. Siboro, Ibu Riati Purba, dan Bapak Jayaman
Purba.
13
1.5.2 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan
sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan sumber bacaan untuk
mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber
bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedia, jurnal, bulletin, artikel, laporan
penelitian dan lain-lain. Dengan studi kepustakaan, penulis akan mendapat
cara yang lebih efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan
penyusunan tulisan ini.
Hal pertama yang dilakukan penulis dalam studi kepustakaan adalah
dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek
pembahasan. Dalam hal ini penulis mempelajari skripsi yang sudah pernah
ditulis sebelumnya. Untuk melengkapi data-data tersebut dengan
menggunakan teknologi utama internet seperti dari www.google.com.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Pelaksanaan kerja laboratorium penulis akan mengumpukan data
mulai dari wawancara, dokumentasi dan perekaman yang di urai secara rinci,
detail sehingga dilakukan dengan pendekatan emik dan etik. Data perekaman
audiovisual menjadi objek yang diteliti oleh penulis dengan cara
ditranskripsikan apa yang didengar dan menuliskannya kedalam notasi
balok.
14
Selanjutnya data tersebut diklarifikasikan dan dibentuk sebagai data.
Data tersebut diperbaiki dan diperbaharui agar tidak rancu sesuai objek
penelitian dalam menulis skripsi. Pengelolaan data ini dilakukan bertahap,
karena data-data tersebut tidak dapat diperoleh sekaligus. Data-data tersebut
juga merupakan data yang diperlukan sesuai dengan kriteria Etnomusikologi.
1.6 Lokasi Penelitian
Menurut Harsja W. Bachtiar (1985:108), bahwa pengumpulan data
dilakukan kerja lapangan (fied work) dengan menggunakan teknik observasi
untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan.
Dalam hal ini, penulis juga melakukan observasi langsung ke lokasi
penelitian yaitu di Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun dan langsung melakukan wawancara antara penulis
dengan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan saat penulis menjumpai
informan dirumahnya.
15
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KEHIDUPAN
MASYARAKAT SIMALUNGUN DI DESA BAHAPAL RAYA
2.1 Gambaran Umum Masyarakat Simalungun
Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama
sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun terletak antara 02o36
o’
– 03o1’ LU dan berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu : Kabupaten
Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, dan
Kabupaten Asahan. Wilayah Kabupaten Simalungun mempunyai luas 4.386 km2
atau 6,12% dari luas wilayah propinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduknya 3348
jiwa (Sumber: Kantor Kelurahan Kecamatan Pematang Raya).
Awal adanya suku Simalungun adalah pada waktu perpindahan gelombang
“protomelayu”, ada sekelompok penduduk yang hijrah (pindah) dari India selatan
secara estafet. Awalnya kelompok ini berangkat dari India Selatan menuju Champa
(sekarang Thailand). Setelah beberapa puluh tahun tinggal di Champa, komunitas
ini diserang oleh suku Mongolia dari Utara. Kaum pria banyak yang dibunuh dan
wanitanya dikawini para pria Mongolia. Dari hasil perkawinan campuran ini
terlahirlah suatu turunan ras baru berkulit sawo matang. Setelah peristiwa serangan
tersebut sebagian dari kelompok ini berpindah lagi dan berpencar menuju pulau-
pulau di sekitarnya (yakni Indonesia dan Philipina).
16
Di Nusantara ada kelompok yang menuju Sulawesi dan ada yang menuju
Sumatera. Mereka yang mendarat di Sulawesi tersebut, beranak pinak menjadi suku
Toraja. Sementara kelompok yang pindah menuju Sumatera mendarat di Batubhara
(sekarang Batubara) dan dari sana mulai menyebar ke seluruh pelosok Sumatera
bagian Utara. Kelompok inilah yang akhirnya menjadi leluhur orang Simalungun.
Di sekitar pantai Batubhara mereka mulai menciptakan perkampungan dan tercatat
pada tahun 500-an (sesudah Masehi) sampai dengan tahun 1367, mereka sudah
membentuk tatanan masyarakat beserta sistem pemerintahannya. Pemerintahannya
berbentuk kerajaan, yang diberi nama Kerajaan Nagur (Kerajaan Batak tertua). Kata
Nagur banyak dipakai sebagai nama daerah atau kampong di daerah Simalungun
misalnya Nagur Usang, Nagur Panei, Mariah Nagur, dan lain-lain. Kemudian
muncul Kerajaan Batak Timur Raya sejak tahun 1367 sampai dengan tahun 1833.
Penggunaan nama Simalungun sejak tahun 1833 yaitu karena sebutan nama
kumpulan Batak Timur Raya tidak sesuai lagi karena bekas kerajaan Harou (Karo)
sudah tidak termasuk lagi dalam “Raja Na Opat” fase ke II yang terdiri dari
Kerajaan Dolok Silou, Kerajaan Tanoh Jawa, Kerajaan Siantar, Kerajaan Panei (D.
Kenan Purba, 1995: 5-6).
Melihat perjalanan adanya daerah dan suku Simalungun ini dapat dilihat
beberapa pendapat mengenai makna nama tersebut yaitu sebagai berikut: Kata
“Simalungun” menggambarkan karakter masyarakat Simalungun itu sendiri, namun
arti sebenarnya secara tepat sukar untuk dipahami. Kata “Simalungun” dapat dibagi
ke dalam tiga suku kata yaitu : Si berarti “orang”, ma sebagai kata sambung berarti
17
“yang”, dan lungun berarti “sunyi, sepi, jarang di kunjungi”. Dengan demikian,
Simalungun berarti “ia yang sedih hati, sunyi atau kesepian” (A.D. Jansen,
2003:10).
D. Kenan Purba dan M.D. Purba memberikan peringatan yang sama
mengenai asal nama Simalungun. Mereka menyebutkan bahwa istilah Simalungun
berasal dari kata sima dan lungun. Sima atau sima- sima artinya ”peninggalan atau
sisa”, lungun artinya “sepia tau sedih”. Sehingga dengan penggabungan dua kata
tersebut menjadikan Simalungun yang artinya “peninggalan orang yang sepia tau
sedih” (Setia Dermawan Purba, 1994:31). Pengertian lain adalah berawal dari si dan
malungun. Si artinya “yang” malungun artinya “rindu”, jadi Simalungun artinya
“yang dirindukan”.
Berdasarkan pendapat di atas terdapat tiga jenis yang mempunyai pendapat
yang berbeda-beda. Pertama yaitu si, ma, dan lungun. Kedua yaitu sima dan lungun.
Ketiga yaitu si dan malungun. Dari ketiga pendapat tersebut maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa Simalungun itu menggambarkan karakter dari masyarakat itu
sendiri dan mengungkapkan kesepian dan kesedihan.
2.2 Deskripsi Desa Bahapal Raya
2.2.1 Letak dan Wilayah Desa Bahapal Raya
Desa Bahapal Raya merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan
Pematang Raya. Desa ini terletak di atas permukaan laut 369 meter dengan luas
wilayah 5100 Ha atau 5 km2. Jumlah penduduk desa Bahapal Raya 3348 jiwa.
18
Kecamatan Pematang Raya mencakup 17 Nagori, yaitu: Dolok Huluan, Raya
Usang, Raya Bayu, Dalig Raya, Merek Raya, Bahapal Raya, Sondi Raya, Bah
Bolon, Raya Huluan, Siporkas, Silou Huluan, Silou Buttu, Bongguron Kariahan,
Sihubu Raya, Raya Bosi, Simbo Baru, Bintang Maria (Sumber: Kantor Kelurahan
Kecamatan Pematang Raya).
Batas-batas Desa/Nagori Bahapal Raya adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara Desa Bahapal Raya berbatasan dengan Nagori Sondi Raya.
2. Sebelah selatan Desa Bahapal Raya berbatasan dengan Nagori Pasusang.
3. Sebelah barat Desa Bahapal Raya berbatasan dengan Nagori Dame Raya.
4. Sebelah timur Desa Bahapal Raya berbatasan dengan Nagori Damak.
2.3 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya
2.3.1 Umur dan Jenis Kelamin
Desa Bahapal Raya memiliki penduduk dengan jumlah 3348 jiwa yang terdiri
dari 635 kepala keluarga. Mayoritas penduduk Desa Bahapal Raya adalah Suku
Simalungun, namun terdapat juga suku bangsa yang lain seperti Toba, Karo, Jawa,
Cina, dll.
Tabel berikut akan memaparkan secara terperinci tentang jumlah dan
komposisi penduduk yang terdapat di Desa Bahapal Raya berdasarkan umur dan
jenis kelamin :
19
Tabel 2.1 Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
No. Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0-4 322 472 794
2 5-9 253 378 631
3 10-14 223 264 487
4 15-24 139 127 266
5 25-54 340 420 760
6 55- seterusnya 155 205 360
Jumlah 1432 1866 3298
(Sumber: Kantor Kepala Desa Bahapal Raya, 2018)
Desa Bahapal Raya paling banyak berusia 0-4 tahun sebanyak 794
jiwa/perempuan atau 23,72%, sedangkan jumlah terkecil pada usia 15-24 tahun
sebanyak 139 jiwa/laki-laki atau 4,2%. Mayoritas penduduknya adalah perempuan
berjumlah 1866 jiwa atau 57,25% sementara perbedaan antara jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan secara keseluruhan adalah 434 jiwa atau 14,5%. Dari tabel
di atas dapat dilihat jumlah anak berusia 0-4 tahun menjadi dominan, maka dari itu
urdo-urdo masih digunakan masyarakat di desa Bahapal Raya untuk menimang
anaknya.
2.3.2 Agama
Desa Bahapal Raya mayoritas memeluk agama Kristen Protestan sebanyak
2777 jiwa atau 83%.
20
Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Agama
No. Agama Jumlah/jiwa
1. Kristen Protestan 2777
2. Islam 300
3. Kristen Katolik 202
4. Hindu -
5. Budha -
6. Kong Hu Chu -
7. Lain-lain 32
Jumlah 3311
(Sumber: Kantor Kepala Desa Bahapal Raya, 2018)
Dari tabel di atas kita ketahui agama yang lebih dominan adalah Kristen
Protestan. tidak hanya yang beragama Kristen Protestan saja yang menimang anak
dengan urdo-urdo tetapi dari berbagai agama dapat menyanyikannya.
2.3.3 Pendidikan
Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah/ Jiwa
1. Tamat perguruan tinggi 15
2. Tamat SMA/SMK 253
3. Tamat SMP 1163
4. Tamat SD 1080
5. Tidak tamat SD 73
Jumlah 2584
(Sumber: Kantor Kepala Desa Bahapal Raya, 2018)
Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya menurut pendidikan dapat di lihat
dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa penduduk Desa Bahapal Raya sudah
mendapat pendidikan sekitar 2584 jiwa atau 77,2%. Menurut tingkat pendidikan
mayoritas tamatan SMP sebanyak 1163 jiwa atau 34,8%. Sedangkan penduduk yang
sampai ke tingkat perguruan tinggi sekitar 15 jiwa atau 0,5%.
21
Dengan melihat tingkat pendidikan tersebut, maka secara umum tingkat
pendidikan di desa ini masih tergolong rendah. Dalam hal ini tidak hanya yang tidak
bersekolah saja yang mau menyanyikan urdo-urdo tetapi masyarakat yang
berpendidikan tinggi juga mau menerapkan urdo-urdo kepada anaknya.
2.3.4 Sistem Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani,
namun ada juga sebagai pedagang, pegawai, dan sebagainya. Secara terperinci
tentang mata pencaharian penduduk desa ini akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Desa Bahapal Raya Menurut Mata No. Mata Pencaharian Jumlah
1. Pertanian, perkebunan 1239
2. Buruh tani 7
3. Pengusaha industry 4
4. Buruh industry 10
5. Pedagang 5
6. Supir angkutan 6
7. PNS 36
8. Pensiunan 4
Jumlah 1311
(Sumber: Kantor Kepala Desa Bahapal Raya, 2018)
Tabel di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Bahapal
Raya yang terbesar adalah petani sebanyak 1239 jiwa atau 37%. Desa ini merupakan
daerah pertanian, beberapa jenis tanaman yang terdapat di desa ini antara lain : kopi,
padi, jagung, pisang, sayur-sayuran, dan tanaman lainnya.
22
Hasil dari pertanian ini sebagian dijual kepada konsumen dan sebagian lagi
dipergunakan untuk keperluan sendiri. Setiap satu kali dalam seminggu, mereka
menjual hasil pertanian mereka ke pecan yang selalu ada tiap hari sabtu ataupun ke
daerah lain yang juga sedang mengadakan pecan tapi yang bukan hari sabtu dan
terkadang mereka membawanya ke kota terdekat seperti Siantar untuk di jual ke
pasar.
2.3.5 Sarana dan Prasarana Sosial
Tabel 2.5 Sarana dan Prasarana Sosial Desa Bahapal Raya No. Sarana Prasarana Jumlah
1. Sarana
Sekolah/Pendidikan
TK 2
SD 4
SMP 3
SMA 2
2. Tempat beribadah
Mesjid 3
Gereja 9
3. Sarana Sosial
Balai Pertemuan 1
Kantor desa 1
4. Sarana Kesehatan
Posyandu 1
Dukun bayi 14
Puskesmas 1
Dukun kampong 14
5. Sarana rekreasi
Pemandian alam 1
Tempat olahraga 7
6. Prasarana jalan
Aspal,batu,tanah 50
Batu dan tanah 30
Tanah saja 10
7. Prasarana irigrasi
Bendungan,DAM & salurannya 25
DAM & salurannya 15
Saluran air saja 5
23
Seperti yang diketahui pada tebel di atas, sarana dan prasarana sudah cukup
memadai. Setiap tingkat sekolah sudah ada di desa Bahapal Raya sehingga
masyarakat yang ingin bersekolah tidak harus pergi ke kota untuk bersekolah. Begitu
juga dengan tempat beribadah dan sarana kesehatan sudah lumayan banyak tersedia
di desa Bahapal Raya.
2.3.6 Transportasi
Sarana transportasi yang terdapat di Desa Bahapal Raya sudah cukup
memadai. Seperti sepeda motor, becak mesin, bus umum ataupun angkutan umum.
Jalan yang dilewati masyarakat untuk menuju kota maupun ke desa lain terdiri dari
jalanan aspal dan juga tanah.
Jika penduduk desa ingin bepergian atau menghadiri suatu pesta atau upacara-
upacara adat seperti perkawinan, maka mereka datang dengan berjalan kaki atau ada
juga yang menggunakan sarana transportasi yang ada di desa tersebut.
2.4 Sistem Kekerabatan
Kenan Purba dalam bukunya “Adat Istiadat Simalungun” menyatakan bahwa
kekerabatan timbul akibat 2 hal, yaitu disebabkan adanya hubungan darah dan
akibat adanya perkawinan. Oleh karena kekerabatan menyangkut jauh dekatnya
hubungan seseorang dengan sekelompok orang (keluarga) demikian pula
sebaliknya.
24
Golongan marga induk yang ada di Simalungun adalah Purba, Saragih,
Sinaga, dan Damanik. Masing-masing marga mempunyai cabang sendiri. Dari
setiap marga nantinya juga mempunyai peran masing-masing dalam setiap
pelaksanaan upacara adat misalnya upacara perkawinan. Adapun marga-marga di
Simalungun beserta cabang-cabangnya adalah sebagai berikut :
1. Purba, cabang-cabangnya adalah Purba Tambak, Purba Sidasuha,
Purba Sidagambir, Purba Pakpak, Purba Tondang, Purba Siboro, Purba
Raya, Purba Girsang, Purba Tanung, Purba Tambunsari, Purba
Sigumondrong, dan Purba Silangit.
2. Saragih, cabang-cabangnya adalah Saragih Sumbayak, Saragih
Garingging, Saragih Sidauruk, Saragih Turnip, Saragih Simarmata,
Saragih Munthe, Saragih Simanihuruk, Saragih Sitio, Saragih
Daawak, dan Saragih Sitanggang.
3. Damanik, cabang-cabangnya adalah Damanik Malau, Damanik
Bariba, Damanik Limbong, Damanik Tomok, Damanik Ambarita,
Damanik Rampogos, Damanik Gurning, Damanik Soula, Damanik
Sarasan, Damanik Usang, Damanik Bayu.
4. Sinaga, cabang-cabangnya adalah Sinaga Sidahapitu, Sinaga
Simaibun, Sinaga Sidasuhut, Sinaga Simanorang, Sinaga Simandalahi,
Sinaga Dadihoyong Hataran, dan Sinaga Dadihoyong Bodat.
25
Menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang di dalam kekerabatan
menurut adat istiadat Simalungun, kriteria yang digunakan ialah menurut garis
keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari pihak
perempuan). Namun yang menentukan ialah menurut garis keturunan ayah karena
etnik Simalungun menganut faham patrilineal discent bahwa garis keturunan laki-
laki yang membawa marga. Dari pihak ibu juga menduduki posisi yang penting
yaitu sebagai tempat meminta berkat (pasu-pasu). Dilihat dari sini, maka terdapat
hubungan kekerabatan yang erat antara pihak laki-laki dengan kelompok keluarga
dari pihak perempuan.
Dengan sistem kekerabatan yang demikian, maka kelompok kekerabatan
menurut budaya Simalungun terdiri dari tiga jenis yaitu kelompok keluarga inti,
kelompok di luar keluarga inti (keluarga besar), dan kelompok keluarga luas.
Keluarga inti adalah ayah/suami, ibu/istri, anak-anak (laki-laki dan
perempuan). Anak-anak yang sudah menikah (berumah tangga) tidak lagi masuk
dalam kelompok inti sebab sudah mempunyai keluarga inti sendiri. Keluraga di luar
inti (keluarga besar) adalah kerabat ayah/suami dan kerabat ibu/istri. Kelompok
keluarga ini juga keluarga dekat atau sering disebut namartondong maranak boru
atau juga sering disebut tolu sahundulan.
Kelompok keluarga luas adalah suatu hubungan kekerabatan akibat adanya
perkawinan dari kerabat suami dan adanya perkawinan dari kerabat istri yang
26
akhirnya menjadi kelompok keluarga yang lebih besar, dalam hal ini sering disebut
lima saodoran.
Sistem kekerabatan yang di miliki masyarakat Simalungun adalah
berdasarkan kepada prinsip tolu sahundulan dan lima saodaran. Tolu sahundulan
terdiri dari tondong (kelompok kerabat istri), sanina (sanak saudara satu keturunan
marga), anak boru (pihak ipar). Dalam pengaturan tempat duduk (parhundulan)
pihak dari sanina di “jabu bona “ (sebelah kanan rumah), pihak kelompok tondong
disebelah kanan pihak sanina, dan pihak anak boru disebelah kanan pihak tondong,
itulah sebebnya dikatakan tolu sahundulan (pengeturan tempat duduk dalam tiga
kelompok).
Lima saodoran ialah kerabat keluarga luas yang merupakan gabungan dari
seluruh lembaga adat. Hal ini terjadi pada upacara besar dan luas. Jadi pengertian
lima di sini adalah yang di hadiri oleh lima kelompok kerabat yang terdiri dari
tondong (kelompok istri), sanina (sanak saudara satu keturunan marga), anak boru
(pihak ipar), tondong ni tondong (kelompok pemberu istri kepada tondong), anak
boru mintori (kelompok boru dari ipar). Dalam setiap upacara adat, kaum kerabat
tersebut membawa rombongan masing-masing dengan bawaannya (buah tangan)
masing-masing. Tetapi karena mereka terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah
tangannya dibuat menjadi satu. Sebagai contoh misalnya pada saat upacara
perkawinan, rombongan dari tiap kaum kerabat membuat acaranya secara bergiliran.
27
Adanya sistem kekerabatan tersebut maka semua orang baik individu maupun
kelompok di luar keluarga inti dan kelompok keluarga luas masing-masing memiliki
posisi atau kedudukan dan hak serta kewajiban dalam pelaksanaan setiap upacara
adat serta sebagai dasar musyawarah dalam pembicaraan untuk pelaksanaan upacara
adat. Susunan kekerabatan tolu sahundulan,lima saodaran, juga kita jumpai di Desa
Bahapal Raya. Hal ini dapat di lihat dalam setiap acara, baik yang bersifat sukacita
seperti upacara perkawinan maupun yang bersifat dukacita seperti upacara
kematian. Pada setiap pelaksanaan upacara, semua akan saling bekerja sama. Dalam
urdo-urdo, sistem kekerabatan juga terkait yaitu ibu/ayah kepada anaknya,
nenek/kakek kepada cucunya, kakak/abang kepada adiknya.
2.5 Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh manusia untuk
mengungkapkan dan mengemukakan apa yang ada di pikirannya terhadap orang
lain. Bahasa Simalungun adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Simalungun
dalam kehidupannya sehari-hari. Bahasa Simalungun mempunyai beberapa etnis
dalam pemakaiannya dan biasa juga disebut dengan tingkatan-tingkatan bahasa.
Tingkatan ini ada berdasarkan status kerajaan sebelum kemerdekaan. Etnis
tingkatan tersebut yaitu bahasa tingkatan, bahasa ratap tangis, bahasa guru-guru atau
datu-datu, bahasa symbol, bahasa biasa dan memperluas, dan bahasa upacara.
Bahasa tingkatan adalah bahasa yang dipakai untuk berbicara kepada orang
lain berdasarkan status sosial atau pun juga umur. Bahasa tingkatan ini dibagi atas
28
dua bagian yaitu : bahasa yang dipakai terhadap raja-raja, pemakaian bahasa ini
harus dengan sopan dan ramah. Dan bahasa tingkatan yang kedua adalah
berdasarkan tingkat usia, yang muda harus lebih sopan dalam bertutur kepada yang
lebih tua.
Bahasa ratap tangis adalah bahasa yang digunakan dalam kata-kata sehari-hari
dan juga ditunjukkan dalam memprediksikan kesedihan akibat kemalangan. Bahasa
guru-guru atau datu-datu adalah bahasa yang dipakai seolah-olah rahasia dan hanya
orang tertentu yang mengetahui bahasa tersebut.
Bahasa simbol adalah bahasa yang dipakai dalam mengungkapkan sesuatu
dengan cara memakai perantaraan. Misalnya benang, daun-daunan atau benda lain.
Contoh pemakaiannya adalah missal seorang pria hendak menyatakan cinta kepada
seorang wanita dengan cara memberikan benang tiga warna yang masing-masing
warna memiliki arti. Seperti warna hitam artinya menolak pria tersebut, benang
merah menandakan bahwa dia akan tetap mencintai wanita itu sampai mati, benang
putih menyatakan bahwa wanita menerima cinta pria tersebut.
Bahasa biasa dan memperluas adalah bahasa yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa ini terdiri dari tiga bagian yaitu : bahasa halus, kasar dan biasa.
Bahasa halus biasanya dipakai dengan sangat sopan dan hormat. Biasanya dipakai
kepada orang yang lebih tua atau yang disegani. Bahasa kasar biasanya dipakai
kepada hewan/binatang. Bahasa biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari/interaksi
dengan sesama. Bahasa upacara adalah bahasa yang dipakai dalam upacara-upacara
29
adat, misalnya upacara perkawinan. Pemakaian bahasa disini haruslah dengan sopan
dan saling menghormati.
Tingkatan-tingkatan bahasa diatas sudah jarang dipakai karena sudah tidak
ada lagi perbedaan status sosial dalam masyarakat Simalungun. Hanya saja
pemakaian bahasa Simalungun masih tetap digunakan dengan baik dan sopan. Desa
Bahapal Raya dalam kesehariannya masih menggunakan bahasa Simalungun,
walaupun juga terkadang menggunakan bahasa Indonesia.
2.6 Sistem Religi
Manusia memecahkan persoalan hidupnya dengan akal dan sistem
pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuannya itu ada batasnya. Makin
terbelakang kebudayaan manusia maka makin sempit lingkaran batasnya. Persoalan
yang tidak dapat dipecahkan dengan akal, dipecahkan dengan ilmu gaib (magic).
Pada waktu itu religi belum ada dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti
tidak ada hasil dari kekuatan gaib tersebut. Maka mulailah manusia mencari
kekuatan lain yaitu dengan melihat bahwa roh pemilik alamlah yang lebih
berkuasa. Maka beralihlah pandangan manusia dengan mencoba menjalin hubungan
dengan roh pemilik alam itu. Dengan demikian timbullah religi. Religi adalah segala
sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara
menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-makhluk halus, dewa-
dewa, kekuatan alam semesta, dan sebagainya (Koentjaranigrat,1980 : 54).
30
Kekuatan yang ada dalam alam semesta terdiri dari tonduy, begu, simagot,
dan sahala. Tonduy adalah jiwa atau roh seseorang sekaligus merupakan kekuatan
bagi diri sendiri. Begu adalah roh dari orang yang telah meninggal dan mengembara
di alam semesta dan mengganggu manusia. Simagot adalah roh nenek moyang yang
telah meninggal yang hidup di alam semesta yang dapat membantu
keturunannyajika di puja dengan baik. Sahala adalah semangat atau roh yang
dimiliki oleh manusia selama masih hidup (Tesis Dermawan Purba, 1994 : 63).
Dalam rangka menjaga hubungan dengan roh nenek moyang dan roh halus
lainnya maka diadakan ritus-ritus seperti : (1) manumbah yaitu mengadakan
penyembahan kepada dewanya dengan membawa benda-benda sesembahan.
Tempat yang biasa dibuat adalah tempat yang khusus karena ssifatnya sakral; (2)
maranggir yaitu mengadakan suatu ritus membersikhan diri/badan dengan cara
membersihkan rambut dan badan dengan jeruk purut. Hal ini biasanya dilakukan
sebelum mengadakan acara-acara seperti perkawinan. Maksudnya ini adalah supaya
tidak ada penghalang atau gangguan dari roh yang jahat; (3) manabari/manulak
bala yaitu suatu acara mengusir roh jahat yang mengganggu kesehatan penduduk
desa. Hal ini dilakukan dengan cara memukul atau melempari rumah dengan pasir
yang di pimpin oleh seorang guru/datu; (4) marbahbah yaitu suatu acara ritual yang
dilakukan kepada seorang bayi yang beru lahir dengan tujuan agar si anak sehat dan
tidak sakit-sakitan.
Kepercayaan/ritual yang terdapat diatas dahulunya juga ada di Desa Bahapal
Raya. Namun dengan majunya jaman yang semakin modern dan datangnya para
31
missionaris dari luar maka semuanya itu mulai berkurang. Agama yang masuk dan
akhirnya tetap di yakini mereka sampai saat ini adalah Kristen Protestan, Kristen
Katholik, dan Muslim. Hal ini terdiri dari penduduknya yang selalu beribadah dan
melakukan kegiatan keagamaan.
2.7 Kesenian Tradisional Masyarakat Simalungun
Kesenian adalah suatu hasil ciptaan manusia yang menunjukkan rasa
keindahan. Setiap etnis pasti mempunyai karakteristik masing-masing. Demikian
juga halnya dengan masyarakat Simalungun. Kesenian tersebut yaitu : seni musik,
seni tari, dan seni rupa.
Sama halnya dengan Desa Bahapal Raya, Desa ini juga mempunyai kesenian-
kesenian yang sudah ada sejak dahulu hanya saja sudah sangat jarang dipergunakan
saat ini. Dalam hal mengadakan acara kesenian tradisional juga. Mereka biasanya
mengadakan acara kesenian sekali dalam setahun yaitu setiap akhir bulan desember.
Acara ini mereka sebut dengan acara marsombuh sihol. Kegiatan yang dilakukan
hanyalah sesuatu yang berbentuk hiburan saja yaitu bernyanyi dan menari yang
diiringi oleh keyboard. Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan adalah lagu-lagu daerah
baik lagu lama dan juga lagu baru yang pada saat itu sedang musimnya. Mereka
mengadakan ini untuk menyambut tahun baru sekalian menyambut warga yang
sudah lama merantau karena biasanya setiap tahun selalu ada saja warga yang
pulang untuk berlibur. Pelaksana dari acara kesenian ini adalah para pemuda yang
tinggal di daerah setempat.
32
2.7.1 Seni Musik
Masyarakat Simalungun memiliki dua jenis musik yaitu musik vokal/seni
suara (inggou) dan musik instrumental (gual). Musik vokal (inggou) ada dua jenis
yaitu musik vokal solo dan musik vokal grup (nyanyian kelompok). Musik vokal
solo disebut doding sedangkan musik vokal kelompok disebut ilah. Seperti yang di
ungkapkan dalam tesis Setia Dermawan Purba ada berbagai jenis nyanyian
Simalungun diantaranya taur-taur dan simanggei, ilah, doding-doding, urdo-urdo
dan tihtah, tangis dan tangis-tangis, manalunda, orlei dan mandogei. Musik
instrumental (gual) yang terdapat di Simalungun juga terbagi atas dua yaitu bentuk
yang ensambel (gondrang) dan bentuk tunggal atau solo instrumental.
Gondrang Simalungun terbagi tiga yaitu gondrang bolon adalah tujuh buah
gendang masing-masing memiliki ukuran yang berbeda, satu buah sarune sebagai
membawa lagu, dua buah ogung yang terdiri dari ogung sibanggalan (besar) dan
ogung sietekan (kecil), dan dua buah mongmongan yang terdiri dari mongmongan
sibanggalan (besar) dan mongmongan sietekan (kecil). Gondrang sipitu-pitu yaitu
ensambel yang menggunakan alat musik dalam jumlah yang besar yaitu sebanyak
tujuh buah. Gondrang sidua-dua adalah sebuah ensambel yang terdiri dari dua alat
tabuh. Sidua-dua berarti sepasang alat tabuh. Secara umum gondrang sidua-dua
dipakai untuk acara-acara seperti pernikahan, selamatan memasuki rumah baru, dan
perayaan-perayaan sejenisnya (A. D. Jansen, 2003 : 38).
Alat musik berbentuk tunggal seperti sordam, saligung, sulim, tulila, sarunei
buluh, sarunei bolon, arbab, hodong-hodong, garantung, sitalasayak. Alat musik
33
ini ada yang digunakan untuk upacara-upacara adat atau pun juga sebagai darana
hiburan.
Pada masa sekarang ini pelaksanaan upacara perkawinan musik gondrang
sudah sangat jarang dipergunakan bahkan hampir tidak pernah ada. Saat ini yang
selalu dipergunakan adalah keyboard dan musik terompet. Ini terbukti dari setiap
upacara pernikahan yang penulis lihat. Semua upacara sudah tidak lagi memakai
gondrang tetapi sudah menggunakan keyboard.
2.7.2 Seni Tari
Seni tari yaitu segala gerakan yang berirama yang bertujuan untuk
menyatakan keindahan dan untuk mencurahkan rasa suka dan duka. Demikian
halnya dengan masyarakat Simalungun yang juga memiliki seni tari yang mereka
sebut dengan tor-tor. Tor-tor Simalungun memiliki gaya dasar yaitu ondok-ondok
dan serser (Skripsi Rosevlin, 2005 : 42).
Sebagian nama-nama tarian Simalungun yang sudah ada sejak dahulu hingga
sekarang yaitu tortor somba, tortor dihar, dan tortor mardogei. Tortor somba yaitu
tarian untuk menyambut tamu ataupun penghormatan kepada tamu atau rombongan
yang baru datang. Bila tarian ini selesai di tampilkan kepada para tamu barulah yang
lain dapat menarikan sesuatu tarian yang di ingini dengan gual yang diminta. Gual
untuk mengiringi tarian ini disebut gual rambing-rambing.
Tortor dihar yaitu lanjutan dari tortor somba tetapi dengan cara yang berbeda.
Para panortor (penari) menari dengan cara memegang sebilah pedang yang terhunus
34
yang diayunkan ke kanan dan ke kiri. Maksudnya ini adalah untuk menghalau hal-
hal yang tidak baik terhadap apa yang akan dikerjakan atau pun menghalau yang
akan mengganggu para tamu. Gual untuk mengiringi tarian ini disebut dengan gual
porang.
Tortor mardogei yaitu tortor yang berbentuk hiburan. Tarian ini biasa dipakai
saat panen bersama atau pun juga biasa dipakai oleh muda-mudi yang dilakukan
sekali dalam setahun saat bulan purnama. Acara ini biasa disebut dengan rondang
bittang.
2.7.3 Seni Rupa dan Sastra
Seni rupa (gorga) yaitu lukisan, ukiran, ragam hias yang dibuat untuk
menunjukkan keindahan atau menyatakan maksud-maksud tertentu. Ragam-ragam
hias Simalungun ini dibagi berdasarkan tempatnya misalnya ragam hias yang
terdapat pada jenis hiou (kain adat), ragam hias yang terdapat pada rumah adat,
ragam hias yang terdapat pada peralatan-peralatan dan ragam hias yang terdapat
pada mistik (skripsi Rosevlin, 2005 : 43).
Sastra yaitu kata-kata yang di utarakan dalam nasihat-nasihat yang berbentuk
umpama (perumpamaan), umpasa (pantun/puisi), limbaga (pepatah), hata bura-
bura (kata cacian), dan hata sindiran (kata sindiran). Dalam urdo-urdo sering
digunakan pantun (umpasa) yang berisi nasihat-nasihat.
35
BAB III
ANALISIS TEKSTUAL URDO-URDO
3.1 Bentuk urdo-urdo
Urdo-urdo merupakan salah satu dari beberapa jenis nyanyian masyarakat
Simalungun yang mengandung unsur musikal. Selain itu, urdo-urdo juga
mengandung teks yang menjadikannya fungsional dalam kebudayaan Simalungun.
Teks urdo-urdo berupa kalimat yang mendidik dan harapan yang baik untuk
si anak. Teks urdo-urdo disampaikan menggunakan kata-kata berupa ungkapan
yang memiliki makna. Urdo-urdo dibawakan atau dinyanyikan secara spontanitas
dan dengan irama lembut oleh ibu/ayah, saudara, nenek/kakek, dan kerabat lainnya
yang disebut pangurdo.
Teks urdo-urdo digolongkan sebagai teks yang bersifat melismatik.
Melismatik berarti satu suku kata dapat dinyanyikan dengan beberapa nada. Dalam
teks urdo-urdo ditemukan berbagai suku kata dan dinyanyikan dengan beberapa
nada.
Dalam Bab III ini, penulis mengkaji teks urdo-urdo yang disajikan oleh tiga
pangurdo, yang pertama adalah narasumber utama penulis yaitu Lina Br. Damanik,
yang kedua nenek kepada cucunya yaitu Nuryana Br. Siboro , dan yang ketiga ayah
kepada anaknya yaitu Jayaman Purba.
36
3.2 Analisis Tekstual Urdo-Urdo
Menganalisis teks urdo-urdo berarti penulis mencari tahu dan menemukan
makna-makna dari teks urdo-urdo tersebut. Dengan makna-makna tersebut Alan P.
Merriam mengemukakan bahwa musik juga mempengaruhi bahasa, dimana
keperluan musikal meminta perubahan dalam bentuk-bentuk percakapan yang
normal. Ciri-ciri bahasa dalam lagu adalah jenis terjemahan yang istimewa yang
mana kadang kala memerlukan pengetahuan bahasa yang istimewa pula.
3.2.1 Teks dan Arti Kata Urdo-Urdo
Berikut ini adalah teks yang disajikan oleh ketiga narasumber yang kemudian
di terjemahkan oleh penulis di bantu oleh narasumber penulis yaitu Lina Br.
Damanik ke dalam bahasa Indonesia.
Urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik
1. Urmalo dayok, urmalo dayok
Ulang tangis ringisan
Si anggi ta ee
Namodom ham na modom
Si anakku ee
Modom ma ham na modom
Si boruku ee
Ase podas marbakgal
Si anakku ee
Artinya:
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Jangan menangis merengek-rengek
Oh anakku
Cepatlah tidur
Oh anakku
Tidur lah tidur
37
Oh anakku
Supaya cepat besar
Oh anakku
2. Urmalo dayok, urmalo dayok
Podas-podas marganjang
Si boru ku ee
Marganjang nasa hotang
Si anakku ee
Marganjang pe gan nikku
Si anggita ee
Ulang sundol hu langit
Si boru ku ee
Artinya :
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Cepat cepat lah tinggi
Oh anakku
Tinggi seperti rotan
Oh anakku
Tinggi pun ku katakan
Oh anakku
Jangan sampai ke langit
Oh anakku
3. Podas-podas marbakgal
Si anakku ee
Marbakgal nasa hobon
Si anggiku ee
Ulang sundol hu labah
Si anakku ee
Urmalo dauok, urmalo dayok
Artinya:
Cepat-cepat lah besar
Oh anakku
Besar seperti lumbung padi
Oh anakku
Besar pun ku katakan
Oh anakku
Jangan sampai tidak muat di pintu
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
38
Berikut ini, penulis menguraikan arti kosakata teks urdo-urdo yang di sajikan
oleh Lina Br. Damanik pada wawancara 5 September 2018. Lirik pertama : urmalo
dayok, urmalo dayok, ulang tangis ringisan, si anggi ta ee, namodom ham na
modom si anakku ee, modom ma ham na modom si boru ku ee, ase podas
maebakgal si anakku ee.
Arti kosakata :
- Urmalo : kemarilah (cara memanggil ayam)
- Dayok : ayam
- Ulang : jangan
- Tangis : menangis
- Ringisan : merengek-rengek
- Anggi : adik
- Namodom : tidurlah
- Ham : kamu
- Anak : anak
- Boru : anak perempuan
- Ase : agar, supaya
- Podas : cepat
- Marbakgal : besar
Arti kalimat ini dalam bahasa Indonesia yaitu : kemarilah ayam, kemarilah
ayam, jangan menangis merengek-rengek anakku, tidur lah tidur anakku.
39
Selanjutnya, lirik kedua berbunyi sebagai berikut : podas-podas marganjang
si boru ku ee, marganjang nasa hotang si anakku ee, marganjang pe gan ham nikku
sianggiku ee, ulang sundol hu langit si boru ku ee.
- Podas : cepat
- Marganjang : tinggi
- Nasa : seperti
- Hotang : rotan
- Anak : anak
- Pe gan : pun
- Nikku : ku katakan
- Anggi : adik
- Ulang : jangan
Sundol : melewati
Langit : langit
Boru : anak perempuan
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut : cepat-cepat lah tinggi oh
anakku, tinggi seperti rotan oh anakku, tinggi pun ku katakan oh anakku, jangan
sampai ke langit oh anakku.
Selanjutnya lirik terakhir berbunyi sebagai berikut : podas-podas marbakgal
si anakku ee, marbakgal nasa hobon si anggi ku ee, marbakgal peg an nikku si
anakku ee, ulang sundol hu labah si anakku ee.
- Podas : cepat
- Marbakgal : besar
40
- Anak : anak
- Nasa : seperti
- Hobon : lumbung padi
- Anggi : adik
- Pe gan : pun
- Nikku : ku katakan
- Ulang : jangan
- Sundol : melewati, tidak muat
- Hu : di
- Labah : pintu
Dalam bahasa Indonesia di artikan sebagai berikut : cepat-cepat lah besar oh
anakku, besar seperti lumbung padi oh anakku, besar pun ku katakan oh anakku,
jangan sampai tidak muat di pintu.
Gambar 3.1 Ibu Lina Br. Damanik Sedang mangurdo (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro
1. Urmalo dayok, urmalo dayok
Ulang ma ham
Na tangis anggi ku
Ulang ma ham
Na tangis lo bapa
41
Artinya :
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Jangan lah kau menangis anakku
Jangan lah kau menangis anakku
Urmalo dayok, urmalo dayok
Podas ma ham
Na modom lo bapa
Podas ma ham
Na modom lo bapa
artinya:
kemarilah ayam, kemarilah ayam
cepatlah kau tidur anakku
cepatlah kau tidur anakku
Urmalo dayok, urmalo dayok
Podas ma ham marbakgal anak ku
Podas ma ham marbakgal anakku
Urmalo dayok, urmalo dayok
Artinya :
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Cepat lah kau besar anakku
Cepat lah kau besar anakku
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Berikut ini, penulis menguraikan arti kosakata teks urdo-urdo yang di sajikan
oleh Nuryana Br. Siboro pada wawancara 5 September 2018. Lirik pertama: urmalo
dayok, urmalo dayok, ulang ma ham na tangis anggiku, ulang ma ham na tangis lo
bapa, urmalo dayok, urmalo dayok.
42
Arti kosa kata :
- Urmalo : kemarilah
- Dayok : ayam
- Ulang : jangan
- Ma : lah
- Ham : kamu
- Na : kata kerja (yang)
- Tangis : nangis
- Anggi : adik
- Lo : kata bantu (oh)
- Bapa : sebutan untuk anak laki-laki
Arti kalimat ini dalam bahasa Indonesia adalah kemarilah ayam, kemarilah
ayam, jangan lah kau menangis adikku, jangan lah kau menangis oh sayang,
kemarilah ayam, kemarilah ayam.
Selanjutnya lirik ke dua berbunyi sebagai berikut: podas ma ham na modom lo
bapa, podas ma ham na modom lo bapa, urmalo dayok, urmalo dayok, podas ma
ham marbakgal anakku, podas ma ham marbakgal anakku, urmalo dayok.
- Podas : cepat
- Ma : lah
- Ham : kamu
- Na : kata bantu (yang)
- Modom : tidur
- Lo : kata bantu (oh)
- Bapa : sebutan untuk anak laki-laki
- Urmalo : kemarilah
- Dayok : ayam
- Marbakgal : besar
- Anak : anak
43
Dalam bahasa Indonesia artinya adalah cepat lah kau tidur oh sayang, cepatlah
kau tidur oh sayang, kemarilah ayam, kemarilah ayam, cepatlah kau besar anakku,
cepatlah kau besar anakku, kemarilah ayam.
Gambar 3.2 Ibu Nuryana Br. Siboro Sedang Mangurdo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Urdo-urdo oleh Jayaman Purba
1. Urmalo dayok,urmalo dayok
Podas podas na modom anakku
Ulang be na tangis
Ulang tangis ringisan anakku
Modom ma ho na modom
artinya:
kemarilah ayam, kemarilah ayam
cepat cepat lah tidur anakku
jangan menangis lagi
jangan menangis merengek-merengek anakku
tidur lah tidur
44
2. Podas podas marbakgal anakku
Marbakgal nasa hobon
Age ningun marbakgal anggi
Ulang sundol I labah
Urmalo dayok, urmalo dayok
Artinya:
Cepat cepat besar anakku
Besar seperti lumbung padi
Biarpun ku katakana besar adik
Jangan sampai tidak muat di pintu
Kemarilah ayam, kemarilah ayam
Berikut ini, penulis menguraikan arti kosakata teks urdo-urdo yang di sajikan
oleh Jayaman Purba pada wawancara 5 September 2018. Lirik pertama : urmalo
dayok, urmalo dayok, podas podas na modom anakku, ulang be na tangis, ulang
tangis ringisan anakku, modom ma ho na modom.
Arti kosa kata :
- Urmalo : kemarilah
- Dayok : ayam
- Podas : cepat
- Na : lah
- Modom : tidur
- Anak : anak
- Ulang : jangan
- Be : lagi
- Tangis : menangis
- Ringisan : merengek-rengek
- Ma : lah
- Ho : kamu
45
Arti kalimat ini dalam bahasa Indonesia adalah kemarilah ayam, kemarilah
ayam, cepat cepat lah tidur anakku, jangan lagi menangis, jangan menangis
merengek-rengek anakku, tidur lah tidur.
Selanjutnya, lirik kedua berbunyi sebagai berikut: Podas podas marbakgal
anakku marbakgal nasa hobon age ningun marbakgal anggi ulang sundol i labah
urmalo dayok urmalo dayok.
Arti kosakata: Podas : cepat Marbakgal : besar Anak : anak Nasa : seperti Hobon : lumbung padi Age : walaupun Ningun : ku katakana Anggi : adik Ulang : jangan Sundol : kelewatan I : di Labah : pintu Urmalo : kemarilah Dayok : ayam Dalam bahasa Indonesia artinya adalah Cepat cepat besar anakku besar seperti
lumbung padi biarpun ku katakan besar adik jangan sampai tidak muat di pintu
kemarilah ayam kemarilah ayam.
Gambar 3.3 Pak Jayaman Purba Sedang Mangurdo (Sumber: dokumentasi pribadi)
46
3.2.2 Makna Teks Urdo-Urdo
Dalam teks urdo-urdo yang di bawakan oleh ketiga pangurdo menggunakan
kata-kata kiasan untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya
hal yang disampaikan. Berikut ini merupakan makna harfiah dari teks urdo-urdo :
1. Marganjang nasa hotang, yang berarti tinggi seperti rotan karena rotan
panjangnya tidak terbatas. Maka demikian sang anak diharapkan
memiliki cita-cita yang tidak terbatas dan menjadi seseorang yang
sukses.
2. Ulang sundol hu langit, yang berarti walaupun sudah menjadi seseorang
yang sukses jangan menjadi orang yang sombong dan lupa diri apalagi
sampai lupa kampung halaman.
3. Marbakgal nasa hobon, yang artinya besar seperti lumbung padi karena
padi merupakan makanan pokok bagi manusia. Sehingga harus di
kerjakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Maka dari itu sang
anak di harapkan menjadi seseorang yang pekerja keras,
bertanggungjawab, dan sungguh-sungguh mengerjakan segala sesuatu
yang di berikan kepadanya.
4. Ulang sundol hu labah, yang artinya walaupun sudah bekerja keras dan
mendapatkan hasil yang memuaskan, jangan sampai menghamburkan
hasil kerjanya. Pergunakanlah hasil kerja keras untuk sesuatu yang
penting dan berguna.
47
5. Urmalo dayok, yaitu kemarilah ayam. Bagi masyarakat Simalungun,
ayam merupakan simbol keteraturan. Sehingga diharapkan sang anak
memiliki kehidupan yang teratur, tetap teguh dalam pekerjaan tetap ingat
keluarga dan sehat-sehat dimanapun berada.
48
BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL URDO-URDO
Sebelum menganalisis, langkah pertama yang dikerjakan ialah mengubah
bunyi musik ke dalam lambang visual melalui sebuah proses kerja yang disebut
transkripsi. Nettl mengatakan bahwa transkripsi ialah proses menotasikan bunyi,
mengalihkan bunyi menjadi simbol visual, atau kegiatan memvisualisasikan bunyi
musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas. Pada
umumnya dalam budaya oral, notasi yang digunakan ialah notasi konvensional Barat,
hal ini menjadi alternatif pilihan yang paling besar kemungkinannya digunakan,
terutama jika dalam budaya musikal yang diteliti tidak tersedia sistem penulisan
notasi musik.
Dalam menganalisis musikal urdo-urdo penulis menggunakan beberapa
simbol yaitu :
1. Interval
- , simbol panah kebawah untuk mengetahui posisi interval dari atas ke
bawah.
- , simbol panah ke atas untuk mengetahui posisi interval dari bawah ke
atas.
- , simbol panah sejajar untuk mengetahui posisi interval yang sejajar/
tidak memiliki laras.
49
2. Kontur melodi
- , ascending yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada
rendah ke nada yang lebih tinggi.
- , descending yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada
tinggi ke nada rendah.
- , pendulous yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari
nada yang rendah atau dari nada yang tinggi ke nada yang rendah
kemudian kemnali ke nada yang tinggi.
- , teracced yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti
anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian sejajar.
- , statis yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila
gerakan-gerakan intervalnya terbatas.
3. Penulis menggunakan simbol (kotak) pada nada-nada tertentu untuk
menandakan bahwa pada bagian nada tersebut terdapat inggou.
50
4.1 Transkripsi Urdo-Urdo Di Nyanyikan Oleh Lina Br. Damanik
51
Dalam menganalisis urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik, penulis berpedoman
kepada teori weighted scale yang dikemukakan oleh William P. Malm yaitu bahwa
untuk mendeskripsikan komposisi musikal harus memperhatikan unsur-unsur berikut
(1) perbendaharaan nada, (2) tangga nada, (3) tonalitas, (4) interval, (5) kontur
melodi, (6) ritme, (7) tempo, dan (8) bentuk.
4.1.1 Perbendaharaan Nada
Nada-nada yang terdapat dalam urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik berjumlah
enam nada, diantaranya terdapat empat nada rendah dan dua nada oktaf. Nada nada
tersebut penulis susun dari nada yang paling rendah ke nada yang paling tinggi. Maka
akan terlihat seperti berikut ini: G#1 – A#1 – C#1 - D#1 - F# - G#.
52
4.1.2 Tangga Nada (Modus)
Netll (1964:145 ), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada
dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam
lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not yang
diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga memberikan
karakter tertentu.
Tangga nada digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada
yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat),
pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Serta
menurut interval antara nada-nada yang disusun dari nada terendah sampai nada
tertinggi seperti mayor dan minor dua nada, dengan jarak satu oktaf biasanya
dianggap satu nada saja (Bruno Nettl terj. Nathalian 2012: 142). Berdasarkan
pendapat tersebut, tangga nada urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik disebut pentatinic
(lima nada). Nada-nada diatas jika digambarkan dalam notasi balok, maka hasilnya
seperti berikut:
G# A# C# D# F#
53
4.1.3 Nada Dasar
Tonalitas merupakan nada yang menjadi dasar sebuah lagu. Menentukan nada
dasar sebuah lagu merupakan hal yang terkadang sulit. Beberapa cara yang
dikemukakan oleh Bruno nettl dalam menentukan nada dasar yakni:
1. Nada yang paling sering dipakai.
2. Nada yang harga ritmisnya paling besar.
3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi.
4. Nada paling rendah.
5. Nada yang berada pada posisi oktaf.
6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan
diatas. Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya
adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik
tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Tabel 4.1 Nada dasar urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik
Metode 1 2 3 4 5 6 7
Nada dasar G# C# G#F#G# G# G# C# E
Berdasarkan tabel di atas penulis menjadikan nada G# sebagai nada dasar
karena dapat dilihat kecenderungan nada dasar ada pada nada G#.
54
4.1.4 Interval
Interval merupakan jarak (range) antara nada satu dengan nada lainnya yang
diukur berdasarkan sistem laras dari masing-masing nada. Interval terdiri atas dua
yaitu; (1) interval harmonis, yaitu nada-nada dibunyikan secara bersamaan (2)
interval melodis, yaitu nada-nada yang dibunyikan secara tidak bersamaan.
Penentuan sebuah interval nada berdasarkan jarak nada nada tersebut. Jika
dari nada dasar C maka nada C-C disebut prime, C-D disebut sebagai sekunda, C-E
disebut terts, C-F disebut kwart, C-G disebut kwint, C-A disebut sekta, C-B disebut
septime, dan C-c' disebut oktaf. Penamaan interval juga ditambahi dengan mayor,
minor, agumentik, dan diminis. Penentuan tersebut berdasarkan jika laras sebuah
nada diturunkan atau dinaikkan dari ketepan laras yang sudah ditentukan. Untuk lebih
jelasnya penulis menggambarkannya dalam bentuk tabel dibawah ini.
Berdasarkan penjabaran diatas, urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik memiliki
interval prime, sekunda, terts, kwart, kwint,dan septime. Untuk lebih jelasnya dan
masing masing jumlah intervalnya terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Interval Urdo-urdo Oleh Lina Br. Damanik Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval
1P 92
2M 66
2M 53
3m 36
3m 45
4P - 5
55
4P 3
5P 2
7P 2
Total : 304
Dari hasil analisis, dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan
dalam penyajian urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik adalah interval prime perfect (1P)
dengan jumlah 92 kali, interval sekunda mayor turun (2M) 66 kali, sekunda mayor
naik (2M) 53 kali. Sedangkan jumlah interval paling sedikit adalah kwint perfect (5P)
2 kali dan septime perfect (7P) 2 kali.
4.1.5 Kontur Melodi
Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang
dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui
grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kontur
didasarkan pada bentuk melodi musiknya.
bila gerak melodinya naik disebut ascending;
bila menurun disebut descending;
bila melengkung bergelombang disebut pendulous;
bila berjenjang disebut terraced;
dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.
Dengan mengacu pada identifikasi kontur di atas, maka kontur urdo-urdo oleh
Lina Br. Damanik dapat di lihat sebagai berikut.
56
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari
(b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang
tinggi.
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar.
57
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
Namun secara umum, kontur (contour) yang terdapat dalam melodi Urdo-
urdo oleh Lina Damanik adalah kontur Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya
melengkung dari (a) nada yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke
nada yang rendah atau dari (b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian
kembali ke nada yang tinggi.
4.1.6 Durasi Not
Durasi not dalam lagu ini diturunkan dari ritme atau irama, yang merupakan
gerak nada yang teratur karena adanya aksen yang tetap. Berdasarkan penggunaan
durasi pada hasil transkripsi urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Not setengah
Sebuah not dengan nilai dua ketuk.
2. Single
Sebuah not dengan nilai seperempat.
58
3. Duple
Dua buah not yang masing masing bernilai seperdelapan.
4. Triple
Dua buah nada 1/16 dan satu buah nada 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
5. Quardruplet
Satu ketukan dasar yang terdiri dari empat nada masing-masing nada bernilai
seperenambelas.
4.1.7 Tempo
Tempo merupakan ukuran kecepatan dalam birama sebuah lagu. Sering juga
disebut sebagai pulsa/ketukan dasar. Tempo diukur berdasarkan konsep waktu
permenit, jika sebuah lagu ketukan dasarnya 60 maka setiap ketukan berdurasi satu
detik. Tempo dilaksifikasikan berdasarkan kecepatannya terbagi atas grave (15-39),
large (40-59), larghetto (60-65), adagio (66-75) andante (76-89), moderato (90-104),
allegretto (105-114), alegro (115-129), vivace (130-167), presto (168-199),
prestissimo (200-500). Urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik memiliki tempo 90
(moderato).
59
4.1.8 Pola Kadens
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir lagu
atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu tersebut.
Dalam lagu Urdo-urdo oleh Lina Damanik penulis memilih melodi awal dan melodi
akhir dan tengah sebagai pola kadensa.
Pola A
Pola B
4.1.9 Formula Melodi
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar
pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis bentuk, yang
dikemukakan oleh William P. Malm :
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan nyanyian.
60
3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi pengulangan
pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada lagu Dainang, penulis menyimpulkan dari kutipan diatas bahwa bentuk
melodi urdo-urdo oleh Lina Br. Damanik adalah bentuk Repetitif dan dimana dalam
nyanyian tersebut dinyanyikan dengan melodi yang cenderung pengulangan dan
memakai formula kecil.
61
62
Dari notasi di atas dapat di lihat terdapat empat frasa dalam urdo-urdo oleh
Lina Br. Damanik sebagai berikut :
1. Frasa A terdiri dari bar 1 – 4, dan 46 – 48.
2. Frasa B terdiri dari bar 5 – 7, dan 49 – 51.
3. Frasa C terdiri dari bar 8 – 11, 17 – 20, 26 – 30, dan 36 – 39.
4. Frasa D terdiri dari bar 12 – 16, 21- 25, 31 – 35, 40 – 44.
Dari notasi di atas, penulis juga memberi tanda kotak yang berarti terdapat
inggou pada nada tersebut.
63
4.2 Transkripsi Urdo-Urdo Yang Di Nyanyikan Oleh Jayaman Purba
Dalam menganalisis urdo-urdo oleh Jayaman Purba, penulis berpedoman
kepada teori weighted scale yang dikemukakan oleh William P. Malm yaitu bahwa
untuk mendeskripsikan komposisi musikal harus memperhatikan unsur-unsur berikut
(1) perbendaharaan nada, (2) tangga nada, (3) tonalitas, (4) interval, (5) kontur
melodi, (6) ritme, (7) tempo, dan (8) bentuk.
64
4.2.1 Perbendaharaan Nada
Nada-nada yang terdapat dalam urdo-urdo oleh Jayaman Purba berjumlah
delapan nada, diantaranya terdapat satu nada rendah lima nada netral dan dua nada
oktaf. Nada nada tersebut penulis susun dari nada yang paling rendah ke nada yang
paling tinggi. Maka akan terlihat seperti berikut ini: C#1–E–F#-G#-B–C#-E1–
F#1 .
4.2.2 Tangga Nada (Modus)
Netll (1964:145 ), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada
dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam
lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not yang
diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga memberikan
karakter tertentu.
Tangga nada digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada
yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat),
pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Serta
menurut interval antara nada-nada yang disusun dari nada terendah sampai nada
tertinggi seperti mayor dan minor dua nada, dengan jarak satu oktaf biasanya
dianggap satu nada saja (Bruno Nettl terj. Nathalian 2012: 142). Berdasarkan
pendapat tersebut, tangga nada urdo-urdo oleh Jayaman Purba disebut pentatonic
(lima nada). Nada-nada diatas jika digambarkan dalam notasi balok, maka hasilnya
seperti berikut:
65
E F# G# B C#
4.2.3 Nada Dasar
Tonalitas merupakan nada yang menjadi dasar sebuah lagu. Menentukan nada
dasar sebuah lagu merupakan hal yang terkadang sulit. Beberapa cara yang
dikemukakan oleh Bruno nettl dalam menentukan nada dasar yakni:
1. Nada yang paling sering dipakai .
2. Nada yang harga ritmisnya paling besar.
3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi.
4. Nada paling rendah.
5. Nada yang berada pada posisi oktaf.
6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat.
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan
diatas. Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik
tampaknya adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab
dengan gaya musik tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik
yang diteliti.
Tabel 4.3 Nada dasar urdo-urdo oleh Jayaman Purba
Metode 1 2 3 4 5 6 7
Nada dasar F# F# F#EB E F# F# D
66
Berdasarkan tabel di atas penulis menjadikan nada F# sebagai nada dasar
karena dapat dilihat kecenderungan nada dasar ada pada nada F#.
4.2.4 Interval
Interval merupakan jarak (range) antara nada satu dengan nada lainnya yang
diukur berdasarkan sistem laras dari masing-masing nada. Interval terdiri atas dua
yaitu; (1) interval harmonis, yaitu nada-nada dibunyikan secara bersamaan (2)
interval melodis, yaitu nada-nada yang dibunyikan secara tidak bersamaan.
Penentuan sebuah interval nada berdasarkan jarak nada nada tersebut. Jika
dari nada dasar C maka nada C-C disebut prime, C-D disebut sebagai sekunda, C-E
disebut terts, C-F disebut kwart, C-G disebut kwint, C-A disebut sekta, C-B disebut
septime, dan C-c' disebut oktaf. Penamaan interval juga ditambahi dengan mayor,
minor, agumentik, dan diminis. Penentuan tersebut berdasarkan jika laras sebuah
nada diturunkan atau dinaikkan dari ketepan laras yang sudah ditentukan. Untuk lebih
jelasnya penulis menggambarkannya dalam bentuk tabel dibawah ini.
Berdasarkan penjabaran diatas, urdo-urdo oleh Jayaman Purba memiliki
interval prime, sekunda, terts, kwart, kwint,dan oktav. Untuk lebih jelasnya dan
masing masing jumlah intervalnya terdapat pada tabel dibawah ini.
67
Tabel 4.4 Interval Urdo-urdo Oleh Jayaman Purba Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval
1P 57
2M 20
2M 18
3m 16
3m 18
4P - 10
4P 7
5P 1
8P 1
8P 1
Total : 149
Dari hasil analisis, dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan
dalam penyajian urdo-urdo oleh Jayaman Purba adalah interval prime perfect (1P)
dengan jumlah 57 kali, dan interval sekunda mayor turun (2M) 20 kali. Sedangkan
jumlah interval paling sedikit adalah kwint perfect (5P) 1 kali.
4.2.5 Kontur Melodi
Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang
dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui
grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kontur
didasarkan pada bentuk melodi musiknya.
68
bila gerak melodinya naik disebut ascending;
bila menurun disebut descending;
bila melengkung bergelombang disebut pendulous;
bila berjenjang disebut terraced;
dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.
Dengan mengacu pada identifikasi kontur di atas, maka kontur urdo-urdo oleh
Jayaman Purba dapat di lihat sebagai berikut.
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari
(b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang
tinggi.
69
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar.
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
Namun secara umum, kontur (contour) yang terdapat dalam melodi Urdo-
urdo oleh Jayaman Purba adalah kontur Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya
melengkung dari (a) nada yang rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke
nada yang rendah atau dari (b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian
kembali ke nada yang tinggi.
4.2.6 Durasi Not
Durasi not dalam lagu ini diturunkan dari ritme atau irama, yang merupakan
gerak nada yang teratur karena adanya aksen yang tetap. Berdasarkan penggunaan
durasi pada hasil transkripsi urdo-urdo oleh Jayaman Purba dapat dilihat sebagai berikut.
1. Single
Sebuah not dengan nilai seperempat.
70
2. Duple
Dua buah not yang masing masing bernilai seperdelapan.
3. Triple
Dua buah nada 1/16 dan satu buah nada 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
5. Quardruplet
Satu ketukan dasar yang terdiri dari empat nada masing-masing nada
bernilai seperenambelas.
4.2.7 Tempo
Tempo merupakan ukuran kecepatan dalam birama sebuah lagu. Sering juga
disebut sebagai pulsa/ketukan dasar. Tempo diukur berdasarkan konsep waktu
permenit, jika sebuah lagu ketukan dasarnya 60 maka setiap ketukan berdurasi satu
detik. Tempo dilaksifikasikan berdasarkan kecepatannya terbagi atas grave (15-39),
large (40-59), larghetto (60-65), adagio (66-75) andante (76-89), moderato (90-104),
allegretto (105-114), alegro (115-129), vivace (130-167), presto (168-199),
prestissimo (200-500). Urdo-urdo oleh Jayaman Purba memiliki tempo 90
(moderato).
71
4.2.8 Pola Kadens
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir lagu
atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu tersebut.
Dalam lagu Urdo-urdo oleh Jayaman Purba penulis memilih melodi awal dan melodi
akhir dan tengah sebagai pola kadensa.
Pola A
Pola B
4.2.9 Formula Melodi
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar
pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis bentuk, yang
dikemukakan oleh William P. Malm :
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan nyanyian.
72
3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-
penyimpangan melodi.
5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada urdo-urdo oleh Jayaman Purba, penulis menyimpulkan dari kutipan diatas
bahwa bentuk melodi nyanyian tersebut adalah bentuk Repetitif dan dimana dalam
nyanyian tersebut dinyanyikan dengan melodi yang cenderung pengulangan dan
memakai formula kecil.
73
Dari notasi di atas dapat di lihat terdapat empat frasa dalam urdo-urdo oleh
Lina Br. Damanik sebagai berikut :
1. Frasa A terdiri dari bar 1 – 4, dan 24 – 28.
2. Frasa B terdiri dari bar 5 – 7, dan 29 – 31.
3. Frasa C terdiri dari bar 8 – 11, dan 16 – 19.
4. Frasa D terdiri dari bar 12 – 15, dan 20 – 23.
74
Dari notasi di atas, penulis juga memberi tanda kotak yang berarti terdapat
inggou pada nada tersebut.
4.3 Transkripsi Urdo-Urdo Yang Di Nyanyikan Oleh Nuryana Br. Siboro
75
Dalam menganalisis urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro, penulis berpedoman
kepada teori weighted scale yang dikemukakan oleh William P. Malm yaitu bahwa
untuk mendeskripsikan komposisi musikal harus memperhatikan unsur-unsur berikut
(1) perbendaharaan nada, (2) tangga nada, (3) tonalitas, (4) interval, (5) kontur
melodi, (6) ritme, (7) tempo, dan (8) bentuk.
4.3.1 Perbendaharaan Nada
Nada-nada yang terdapat dalam urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro berjumlah
enam nada, diantaranya terdapat empat nada rendah dan dua nada oktaf. Nada nada
tersebut penulis susun dari nada yang paling rendah ke nada yang paling tinggi. Maka
akan terlihat seperti berikut ini: F#1 - G#1 – B1 – C#1 - E – F#.
4.3.2 Tangga Nada (Modus)
Netll (1964:145 ), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada
dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam
lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not yang
diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga memberikan
karakter tertentu.
Tangga nada digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada
yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat),
pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Serta
76
menurut interval antara nada-nada yang disusun dari nada terendah sampai nada
tertinggi seperti mayor dan minor dua nada, dengan jarak satu oktaf biasanya
dianggap satu nada saja (Bruno Nettl terj. Nathalian 2012: 142). Berdasarkan
pendapat tersebut, tangga nada urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro disebut pentatonic
(lima nada). Nada-nada diatas jika digambarkan dalam notasi balok, maka hasilnya
seperti berikut:
F# G# B C# E
4.3.3 Nada Dasar
Tonalitas merupakan nada yang menjadi dasar sebuah lagu. Menentukan nada
dasar sebuah lagu merupakan hal yang terkadang sulit. Beberapa cara yang
dikemukakan oleh Bruno nettl dalam menentukan nada dasar yakni:
1. Nada yang paling sering dipakai
2. Nada yang harga ritmisnya paling besar
3. Nada akhir, tengah, atau awal komposisi
4. Nada paling rendah
5. Nada yang berada pada posisi oktaf
6. Nada dengan tekanan ritmis paling kuat
7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan
77
diatas. Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya
adalah berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik
tersebut akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.
Tabel 4.5 Nada dasar urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro
Metode 1 2 3 4 5 6 7
Nada dasar E E F#EB F# F# E D
Berdasarkan tabel di atas penulis menjadikan nada F# sebagai nada dasar
karena dapat dilihat kecenderungan nada dasar ada pada nada F#.
4.3.4 Interval
Interval merupakan jarak (range) antara nada satu dengan nada lainnya yang
diukur berdasarkan sistem laras dari masing-masing nada. Interval terdiri atas dua
yaitu; (1) interval harmonis, yaitu nada-nada dibunyikan secara bersamaan (2)
interval melodis, yaitu nada-nada yang dibunyikan secara tidak bersamaan.
Penentuan sebuah interval nada berdasarkan jarak nada nada tersebut. Jika
dari nada dasar C maka nada C-C disebut prime, C-D disebut sebagai sekunda, C-E
disebut terts, C-F disebut kwart, C-G disebut kwint, C-A disebut sekta, C-B disebut
septime, dan C-c' disebut oktaf. Penamaan interval juga ditambahi dengan mayor,
minor, agumentik, dan diminis. Penentuan tersebut berdasarkan jika laras sebuah
78
nada diturunkan atau dinaikkan dari ketepan laras yang sudah ditentukan. Untuk lebih
jelasnya penulis menggambarkannya dalam bentuk tabel dibawah ini.
Berdasarkan penjabaran diatas, urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro memiliki
interval prime, sekunda, terts, kwart, kwint,dan septime. Untuk lebih jelasnya dan
masing masing jumlah intervalnya terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Interval Urdo-urdo Oleh Nuryana Br. Siboro Nama Interval Posisi Interval Jumlah Interval
1P 51
2M 22
2M 23
3M 6
3M 1
3m 27
3m 29
4P 8
7P 1
Total : 168
Dari hasil analisis, dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan
dalam penyajian urdo-urdo oleh nuryana Br. Siboro adalah interval prime perfect
(1P) dengan jumlah 51 kali, interval terts minor naik (3m) 29 kali, terts minor turun
(3m) 27 kali. Sedangkan jumlah interval paling sedikit adalah terts mayor naik (3M)
1 kali dan septime perfect (7P) 1 kali.
79
4.3.5 Kontur Melodi
Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang
dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui
grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kontur
didasarkan pada bentuk melodi musiknya.
bila gerak melodinya naik disebut ascending;
bila menurun disebut descending;
bila melengkung bergelombang disebut pendulous;
bila berjenjang disebut terraced;
dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.
Dengan mengacu pada identifikasi kontur di atas, maka kontur urdo-urdo oleh
Nuryana Br. Siboro dapat di lihat sebagai berikut.
1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada
yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:
2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke
nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:
80
3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang
rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari
(b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kembali ke nada yang
tinggi.
4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari
nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar.
5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn
intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:
Namun secara umum, kontur (contour) yang terdapat dalam melodi Urdo-
urdo oleh Nuryana Br.Siboro adalah kontur Pendulous, yaitu garis melodi
yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang rendah ke nada yang tinggi,
kemudian kembali ke nada yang rendah atau dari (b) nada yang tinggi ke nada
yang rendah, kemudian kembali ke nada yang tinggi.
81
4.3.6 Durasi Not
Durasi not dalam lagu ini diturunkan dari ritme atau irama, yang merupakan
gerak nada yang teratur karena adanya aksen yang tetap. Berdasarkan penggunaan
durasi pada hasil transkripsi urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro dapat dilihat sebagai
berikut.
1. Single
Sebuah not dengan nilai seperempat.
2. Duple
Dua buah not yang masing masing bernilai seperdelapan.
3. Triple
Dua buah nada 1/16 dan satu buah nada 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
5. Quardruplet
Satu ketukan dasar yang terdiri dari empat nada masing-masing nada
bernilai seperenambelas.
82
4.3.7 Tempo
Tempo merupakan ukuran kecepatan dalam birama sebuah lagu. Sering juga
disebut sebagai pulsa/ketukan dasar. Tempo diukur berdasarkan konsep waktu
permenit, jika sebuah lagu ketukan dasarnya 60 maka setiap ketukan berdurasi satu
detik. Tempo dilaksifikasikan berdasarkan kecepatannya terbagi atas grave (15-39),
large (40-59), larghetto (60-65), adagio (66-75) andante (76-89), moderato (90-104),
allegretto (105-114), alegro (115-129), vivace (130-167), presto (168-199),
prestissimo (200-500). Urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro memiliki tempo 90
(moderato).
4.3.8 Pola Kadens
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi penutup pada akhir lagu
atau di tengah kalimat, sehingga dapat dengan sempurna menutup lagu tersebut.
Dalam lagu Urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro penulis memilih melodi awal dan
melodi akhir dan tengah sebagai pola kadensa.
Pola A
Pola B
83
4.3.9 Formula Melodi
Formula melodi dalam hal ini terdiri atas bentuk, frasa, dan motif. Bentuk
adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa
adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar
pembentukan melodi. Berikut beberapa istilah untuk menganalisis bentuk, yang
dikemukakan oleh William P. Malm :
1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang diulang-ulang.
2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian/melodi yang memakai formula melodi yang
kecil
dengan kecenderungan pengulang-pengulang di dalam keseluruhan nyanyian.
3. Strofic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian/melodi yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian/melodi terjadi
pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan
melodi.
5. Progressive yaitu bentuk nyanyian/melodi yang terus berubah dengan
menggunakan materi melodi yang selalu baru.
Pada urdo-urdo oleh Nuryana Br. Siboro, penulis menyimpulkan dari kutipan
diatas bahwa bentuk melodi nyanyian tersebut adalah bentuk Repetitif dan dimana
dalam nyanyian tersebut dinyanyikan dengan melodi yang cenderung pengulangan
dan memakai formula kecil.
84
Dari notasi di atas dapat di lihat terdapat dua frasa dalam urdo-urdo oleh
Nuryana Br. Siboro sebagai berikut :
1. Frasa A terdiri dari bar 1-4, 5-8, 15-18, 25-28, 29-32, dan 39-42.
2. Frasa B terdiri dari bar 9-11, 12-14, 19-21, 22-24, 33-35, dan 36-38.
85
Dari notasi di atas, penulis juga memberi tanda kotak yang berarti terdapat
inggou pada nada tersebut.
86
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat Simalungun menidurkan anak dengan
menyanyikan suatu nyanyian pengantar tidur oleh orangtua atau saudara kepada
adiknya yang disebut dengan urdo-urdo. Disajikan dengan lembut dan berisi harapan
baik kepada si anak. Sebutan kepada orang yang menimang anak dengan nyanyian
disebut pangurdo.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil tiga orang pangurdo yaitu Lina Br.
Damanik, Jayaman Purba, dan Nuryana Br. Siboro. Dari urdo-urdo yang
dinyanyikan oleh ketiga narasumber, penulis menyimpulkan bahwa teks yang
dinyanyikan memiliki makna yang sama yaitu berisi tentang harapan agar si anak
kelak menjadi seseorang yang sukses, pekerja keras, dan rajin menabung, walaupun
demikian jangan sampai si anak menjadi seseorang yang boros dan sombong apalagi
lupa kampung halaman. Kata “urmalo dayok” yang artinya kemarilah ayam, sering
kali digunakan dalam teks urdo-urdo. Ayam dalam budaya Simalungun merupakan
simbol keteraturan hidup. Maka masyarakat Simalungun mengharapkan kelak
anaknya mempunyai kehidupan yang teratur.
Pada bagian analisis musikal bahwa urdo-urdo memiliki unsur-unsur komposisi
musikal yang hampir sama dan terdapat inggou dari ketiga pangurdo. Notasi
87
prespektif dan notasi deskriptif dalam menganalisis urdo-urdo yang di maksud
dengan prespektif adalah notasi yang melukiskan secara garis besar nada dari suatu
lagu, tanpa ada yang menunjukkan secara lengkap apa-apa saja yang ditampilkan
dalam analisis Urdo-urdo. Sedangkan desriptif adalah laporan yang di sertai notasi
secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan
yang ditampilkan.
5.2 Saran
Dari pembahasan dan beberapa kesimpulan yang telah diuraikan, ada saran
yang perlu dikemukakan, mengingat semakin berkembangnya zaman penulis
menyarankan kepada masyarakat khususnya pemuda/pemudi untuk tetap mencintai
budaya dan tradisi yang ada serta memberikan perhatian baik terhadap seni musik,
tari, vokal terkhusus nyanyian penghantar tidur urdo-urdo agar tetap dilakukan pada
masyarakat Simalungun. Diperlukan juga peran seniman/musisi, pemerhati budaya,
akademisi, dan pemerintah Kabupaten Simalungun untuk mensosialisasikannya
melalui pertunjukan kesenian tradisi yang diadakan secara rutin untuk membiasakan
masyarakat mengenal budaya dan keseniannya.
Penelitian ini merupakan tahap awal dan masih banyak terdapat kekurangan
serta perlu mendapatkan penyempurnaan. Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil
permasalahan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan dan
mengharapakan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini
88
untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan
Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan musikal yang
berkaitan dengan masyarakat Simalungun.
Nyanyian urdo-urdo ini perlu dilestarikan dan dibina serta dikembangkan
sehingga generasi berikutnya dapat mempertahankan keberadaannya di tengah
masyarakat dan dapat menangkal pengaruh asing yang mungkin tidak sesuai dengan
norma norma ketimuran khususnya pada masyarakat Simalungun. Penulisan tentang
urdo-urdo merupakan salah satu upaya pelestarian serta kesenian terhadapat etnik
Simalungun dan masih diperlukan usaha yang lain sebagai penunjang kreatifitas,
sehingga pelestarian kesenian ini tetap terjaga dan tidak hilang.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu
pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
89
LAMPIRAN
Penulis Bersama Ibu Lina Br. Damanik
Penulis Bersama Ibu Lina Br. Damanik dan Ibu Nuryana Br. Siboro
90
Penulis Bersama Ibu Lina Br. Damanik dan Ibu Riati Purba
Penulis Bersama Ibu Lina Br. Damanik dan Gio Purba
91
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa.
Purba. Kezia Ulimarina. 2014. Analisis Musikal dan Tekstual Marsialopari Karya
Taralamsyah Saragih. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas
Ilmu Budaya, Sumatera Utara.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Merriam. Alan P. The Atropology Of Music. Nortwestern: Univercity Press.
Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi
Aksara.
Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia
(terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara (terjemahan Takari).
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method of Ethnomusicology. New York: The Free
Press.
Purba, Dermawan. 2005. Nilai Filosofi Dan Seni Budaya dalam Nyanyian Anak Pada
Masyarakat Simalungun. Medan.
Purba, D. Kenan. 1995. Sejaran Simalungun. Jakarta: Bina Budaya Simalungun.
Purba, Elkando. 2015. Analisis Tekstual dan Musikal Ende Marhaminjon pada
Masyarakat Batak Toba Di Desa Pandumaan Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan. Skripsi Sarjana Depatemen Etnomusikologi, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
92
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Lina Br. Damanik
Umur : 68 Tahun
Pekerjaan : Seniman / bertani
Alamat : Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun
2. Nama : Sutini Saragih
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Alamat : Desa Sondi Raya Kecamatan Raya Kabupaten
Simalungun
3. Nama : Jayaman Purba
Umur : 42 Tahun
Pekerjaan : Pegawai honor
Alamat : Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun
4. Nama : Riati Purba
Umur :46 Tahun
Pekerjaan : Guru (PNS)
Alamat : Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun
5. Nama : Nuryana Br. Siboro
Umur : 57 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Bahapal Raya Kecamatan Pematang Raya
Kabupaten Simalungun.