12
49 Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa Gunung Api Merapi Reynaratri Wijayanti 1 , Dr. Tedi Yudistira 2 , Erlangga Ibrahim Fattah 1 1 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera 2 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung Abstract: Merapi Volcano is one of the most active volcanoes in Indonesia. The existence of the Merapi magma chamber which is near to the active seismic zone causes the fluid in the magma chamber to continuously get pressure from the earthquake. The increase of volcanic activity can be predicted from the number of volcanic earthquakes and the depth of the hypocenter, so it is necessary to monitor volcanic earthquake events regularly. Determination of the hypocenter distribution can be done using the Geiger's Adaptive Damping (GAD) method, then relocation using the Coupled Hypocenter Velocity method. The first step of data processing is picking the arrival time of the waves in the seismogram data from 10 observation stations of the DOMERAPI seismic network for the period October 2013 - May 2014. The process of picking produce Vp / Vs values of 1.7505 km / s as commonly used as a reference for analyzing. Relocation results show that the source of the volcanic earthquake is mostly between 10 km below the lava dome of Merapi Volcano and the distribution is more concentrated towards Northwest-Southeast (NW-SE) than before the relocation. Based on the results of the research, there are 5 layers from a depth range 0 to 16 km with Vp values being at a range of 2.284 km/s up to 5.63 km/s and a Vs value ranging between 1.375 km/s to 3.521 km/s. Keywords: Merapi Volcano, Hypocenter Relocation, GAD, Coupled Hypocenter Velocity, Update Velocity Models. Abstrak: Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia. Keberadaan dapur magma Gunung Merapi yang berdekatan dengan zona seismik aktif, menyebabkan fluida di dapur magma terus menerus mendapatkan tekanan dari getaran gempa bumi yang seringkali terjadi. Kenaikan aktivitas gunung api dapat dianalisis dari banyaknya kejadian gempa vulkanik dan kedalaman pusat gempanya, sehingga diperlukan pemantauan kejadian gempa vulkanik secara berkala. Penentuan distribusi hiposenter dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Geiger’s Adaptive Damping (GAD) kemudian dilakukan relokasi menggunakan metode Coupled Hypocenter Velocity. Tahap awal pengolahan data adalah dengan picking waktu tiba gelombang pada data seismogram yang berasal dari 10 stasiun pengamatan jaringan seismik DOMERAPI untuk periode Oktober 2013 – Mei 2014. Proses picking menghasilkan nilai Vp/Vs 1,7505 km/s seperti yang umum dijadikan referensi untuk menganalisis hasil penentuan waktu tiba gelombang. Hasil relokasi mengindikasikan bahwa sumber gempa vulkanik sebagian besar berada di antara kedalaman 10 km di bawah kubah lava Gunung Api Merapi dan sebarannya semakin terkonsentrasi menuju ke arah Barat Laut-Tenggara (NW-SE) dibandingkan sebelum relokasi. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 5 lapisan dengan rentang kedalaman 0 sampai 16 km dengan nilai Vp berada pada rentang 2,284 km/s hingga 5,63 km/s dan nilai Vs berkisar antara 1,375 km/s hingga 3,521 km/s. Kata Kunci : Gunung Api Merapi, Relokasi hiposenter, GAD, Coupled Hypocenter Velocity, Pembaharuan Model Kecepatan.

Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

49

Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa Gunung Api Merapi

Reynaratri Wijayanti 1, Dr. Tedi Yudistira 2, Erlangga Ibrahim Fattah 1

1 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera

2 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung

Abstract: Merapi Volcano is one of the most active volcanoes in Indonesia. The existence of the Merapi magma chamber which is near to the active seismic zone causes the fluid in the magma chamber to continuously get pressure from the earthquake. The increase of volcanic activity can be predicted from the number of volcanic earthquakes and the depth of the hypocenter, so it is necessary to monitor volcanic earthquake events regularly. Determination of the hypocenter distribution can be done using the Geiger's Adaptive Damping (GAD) method, then relocation using the Coupled Hypocenter Velocity method. The first step of data processing is picking the arrival time of the waves in the seismogram data from 10 observation stations of the DOMERAPI seismic network for the period October 2013 - May 2014. The process of picking produce Vp / Vs values of 1.7505 km / s as commonly used as a reference for analyzing. Relocation results show that the source of the volcanic earthquake is mostly between 10 km below the lava dome of Merapi Volcano and the distribution is more concentrated towards Northwest-Southeast (NW-SE) than before the relocation. Based on the results of the research, there are 5 layers from a depth range 0 to 16 km with Vp values being at a range of 2.284 km/s up to 5.63 km/s and a Vs value ranging between 1.375 km/s to 3.521 km/s.

Keywords: Merapi Volcano, Hypocenter Relocation, GAD, Coupled Hypocenter Velocity, Update Velocity Models.

Abstrak: Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia. Keberadaan dapur magma Gunung Merapi yang berdekatan dengan zona seismik aktif, menyebabkan fluida di dapur magma terus menerus mendapatkan tekanan dari getaran gempa bumi yang seringkali terjadi. Kenaikan aktivitas gunung api dapat dianalisis dari banyaknya kejadian gempa vulkanik dan kedalaman pusat gempanya, sehingga diperlukan pemantauan kejadian gempa vulkanik secara berkala. Penentuan distribusi hiposenter dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Geiger’s Adaptive Damping (GAD) kemudian dilakukan relokasi menggunakan metode Coupled Hypocenter Velocity. Tahap awal pengolahan data adalah dengan picking waktu tiba gelombang pada data seismogram yang berasal dari 10 stasiun pengamatan jaringan seismik DOMERAPI untuk periode Oktober 2013 – Mei 2014. Proses picking menghasilkan nilai Vp/Vs 1,7505 km/s seperti yang umum dijadikan referensi untuk menganalisis hasil penentuan waktu tiba gelombang. Hasil relokasi mengindikasikan bahwa sumber gempa vulkanik sebagian besar berada di antara kedalaman 10 km di bawah kubah lava Gunung Api Merapi dan sebarannya semakin terkonsentrasi menuju ke arah Barat Laut-Tenggara (NW-SE) dibandingkan sebelum relokasi. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 5 lapisan dengan rentang kedalaman 0 sampai 16 km dengan nilai Vp berada pada rentang 2,284 km/s hingga 5,63 km/s dan nilai Vs berkisar antara 1,375 km/s hingga 3,521 km/s.

Kata Kunci : Gunung Api Merapi, Relokasi hiposenter, GAD, Coupled Hypocenter Velocity, Pembaharuan Model Kecepatan.

Page 2: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

50

Pendahuluan

Gunung Api Merapi ialah salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia dimana erupsi yang sering terjadi adalah erupsi letusan. Biasanya letusan-letusan kecil terjadi 2-3 tahun sekali sedangkan letusan yang lebih besar terjadi sekitar 10-15 tahun sekali [7]. Selain itu juga Gunung Api Merapi menjadi salah satu gunung api yang paling aktif karena segmen busur Jawa di bawah Merapi lebih aktif dibanding segmen di busur Jawa lainnya [4]. Aktivitas gunung api memberi pengaruh pada lingkungan sekitar gunung api, sehingga pemantauan aktivitas vulkanik sangat diperlukan, seperti informasi mengenai hiposenter, magnitudo, energi kumulatif, tipe gempa, mekanisme fokus, dan lain-lainnya. Sebelumnya telah dilakukan penelitian untuk penentuan distribusi hiposenter dari aktivitas seismik Gunung Api Merapi sebelum letusan Merapi tahun 2010 yang menunjukkan bahwa distribusi hiposenter terletak di antara kedalaman 5 km dari permukaan [1]. Penentuan distribusi hiposenter dilakukan dengan Metode Geiger’s Adaptive Damping (GAD). Metode ini memiliki anggapan bahwa bumi terdiri dari lapisan datar yang homogen isotropik, sehingga waktu tiba gelombang gempa yang karena pemantulan dan pembiasan untuk setiap lapisan dapat dihitung. Metode Geiger adalah suatu langkah pengerjaan iterasi dengan menggunakan optimasi least square dalam penentuan lokasi hiposenter. Metode Geiger menggunakan model awal hiposentrum sehingga didapatkan solusi terbaik [9]. Selanjutnya dilakukan proses metode relokasi hiposenter yang merupakan koreksi dari lintang, bujur, dan kedalaman dari gempa bumi. Proses pengolahan relokasi dengan menggunakan metode Coupled Velocity Hypocenter. Lokasi hiposenter yang sudah diketahui kemudian dipetakan menggunakan GMT (Generic Mapping Tools) yang bertujuan Untuk mengetahui sebaran hiposenter sebelum dan sesudah dilakukan relokasi hiposenter di Gunung Api Merapi dengan

menggunakan data rekaman seismik pada Oktober 2013 - Mei 2014. Kemudian mengetahui adanya kaitan antara aktivitas tektonik dengan vulkanisme. Manfaat dari penelitian ini adalah pemetaan distribusi hiposenter gempa bumi pada Gunung Api Merapi serta mengetahui hubungan antara aktivitas vulkanik dengan kejadian gempa tektonik di sekitar Gunung Api Merapi yang dapat dijadikan sebagai informasi yang penting dalam kajian resiko bencana gempa bumi.

Gambar 1. Peta Topografi Gunung Api Merapi Gunung Api Merapi terletak di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan posisi geografis 7°32,5' LS dan 110°26,5' BT. Gunung Api Merapi tersebut dibatasi oleh Gunung Merbabu di bagian utara, di sebelah selatan terletak dataran Yogyakarta. Gunung Api Merapi terletak mencakup 4 kabupaten, yakni Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten (Jawa Tengah) [12]. Gunung Api Merapi merupakan salah satu Gunung Api andesit dan bagian dari busur Sunda, yang memanjang 3000 km dari Sumatera Utara hingga kepulauan Sunda dari Indonesia Timur. Busur subduksi ini dihasilkan dari konvergensi antaraLempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia [10].

Page 3: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

51

Gambar 2. Penampang lintang seting tektonik zona

subduksi Jawa (Wagner et al., 2007) Daerah Yogyakarta berdekatan dengan zona subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia [14].Aktifnya dinamika penyusupan lempeng yang didukung oleh aktivitas sesar di daratan menyebabkan Daerah Yogyakarta menjadi salah satu daerah dengan tingkat aktivitas kegempaan yang tinggi di Indonesia [4]. Berdasarkan catatan sejarah kegempaan, Daerah Yogyakarta sering mengalami gempa bumi merusak. Dari seluruh gempa bumi ini, seluruhnya memiliki episentrum yang relatif dekat dengan Merapi. Jika menilik waktu terjadinya gempa bumi, diantaranya bersamaan dengan saat erupsi Merapi. Penampang lintang seting tektonik zona subduksi Jawa. Gunung Api Merapi termasuk gunungapi yang sering meletus. Sampai tahun 2010, erupsi yang tercatat sudah mencapai 83 kali kejadian. Secara rata-rata selang waktu erupsi Merapi terjadi antara 2–5 tahun (periode pendek), sedangkan selang waktu periode menengah setiap 5–7 tahun.

Gambar 3. Gambar Histogram aktivitas Merapi

periode tahun 1700 - 2000

Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjid lama dengan diameter antara 480-600m. Pada saat itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (bandingkan dengan saat ini puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Adapula rekaman aktivitas gempa vulkanik pada Gunung Api Merapi yang dikumpulkan sejak bulan Januari - pertengahan November 2013 dengan menggunakan stasiun pengamatan yang dimiliki BPPTKG .

Gambar 4. Histogram aktivitas Merapi bulan Januari -

pertengahan November 2013

Metodologi

Gambar 5. Posisi 10 stasiun perekam yang digunakan

(Google earth, 2020) Lokasi penelitian yaitu Gunung Api Merapi yang terletak di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan posisi geografis

Page 4: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

52

Gunung Api Merapi pada 7°32,5' LS dan 110°26,5' BT. Data yang digunakan ialah data seismogram yang direkam dari stasiun-stasiun seismik yang dipasang pada tubuh atau sekitar Gunung Api Merapi yang berasal dari jaringan seismik DOMERAPI [10]. Data rekaman seismik terdiri dari 10 stasiun perekam mulai dari bulan Oktober 2013 sampai bulan Mei 2014 dengan format *.miniseed. Stasiun perekam yang digunakan terletak di daerah Plalangan, Kajor, Pusung, Lendong, Babadan, Gemer, Candi, Wonorejo, Kaliurang, dan Balerante. Dan nama stasiun serta keberadaan lokasi dari ke-10 stasiun tersebut dengan data koordinat 10 stasiun yang digunakan pada penelitian kali ini yang mengelilingi Gunung Api Merapi sebagai berikut.

Tabel 1. Data Stasiun

No Nama

Stasiun Keterangan Bujur Lintang Elevasi

1 ME24 Plalangan 110.4550E 7.5069S -1628

2 ME25 Kajor 110.4270E 7.4976S -1321

3 ME28 Pusung 110.5070E 7.5360S -1062

4 ME29 Lendong 110.4790E 7.5335S -1567

5 ME30 Babadan 110.4110E 7.5261S -1295

6 ME32 Gemer 110.4090E 7.5437S -1266

7 ME34 Candi 110.4930E 7.5624S -1132

8 ME35 Wonorejo 110.5100E 7.5860S -788

9 ME36 Kaliurang 110.4060E 7.5729S -1034

10 ME37 Balerante 110.4660E 7.6029S -887

Tahap pengolahan data dimulai dengan Picking Data Seismogram yang didapatkan dari ke-10 stasiun. Melakukan picking gelombang P dan gelombang S. Kemudian Penentuan hiposenter awal dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak GAD. Untuk memperoleh data hiposenter maka harus dilakukan running program GAD dengan parameter yang harus dimasukan yaitu arrival.dat, station.dat, velocity.dat dan output yang diperoleh berupa result.dat yang didalamnya terdiri dari X (lintang), Y (bujur) dan Z (kedalaman).

Pada penelitian ini, diperlunya model kecepatan 1-D gelombang P dan S, data yang digunakan di Gunung Api Merapi berikut menggunakan model kecepatan gelombang P dan S Haslinger-Santosa (H_S) di Jawa [3].

Tabel 2. Model Kecepatan 1-D

Selanjutnya tahap relokasi hiposenter gempa dengan menggunakan software VELEST 3.3. dalam pengolahannya perlu melakukan input data berupa file dengan format *.cnv yang merupakan data sebaran hiposenter hasil pengolahan GAD, data koordinat stasiun dengan format *.sta, dan data model awal kecepatan gelombang seismik Vp dan Vs dengan format file *mod. Dari pengolahan data tersebut dilakukan proses validasi. Validasi yang dengan cara membuat histogram kemudian membandingkan jumlah data residual time sebelum dan sesudah relokasi. Output yang dihasilkan adalah model kecepatan gelombang seismik Vp dan Vs baru,koordinat hiposenter baru hasil relokasi, koreksi stasiun, azimuth GAP, RMS, dan hasil data di setiap iterasi.

No. Kedalaman (Km) Vp(km/s) Vs(km/s)

1 0.0 2.31 1.30

2 1.0 4.27 2.40

3 2.0 5.52 3.10

4 5.0 6.23 3.50

5 16.0 6.41 3.60

6 33.0 6.70 4.70

7 40.0 8.00 4.76

8 100.0 8.00 4.57

9 225.0 8.40 4.80

10 325.0 8.60 4.91

11 425.0 9.30 5.31

Page 5: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

53

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

Hasil dan Pembahasan Bentuk Gelombang Gempa Vulkanik Pengolahan data gempa vulkanik Pada Gunung Api Merapi menggunakan data seismogram dari stasiun yang ada di sekitar

Page 6: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

54

dan tubuh Gunung Api. Dari proses picking yang telah dilakukan didapatkan beberapa jenis gempa vulkanik yaitu gempa Vulkano-Tektonik A, Vulkano-Tektonik B, Gempa fase banyak (Multiphase), Gempa frekuensi rendah (LF), dan gempa tremor vulkanik. Berikut ini beberapa contoh bentuk sinyal dari gempa-gempa vulkanik Gunung Merapi.

Gambar 7. Contoh Gempa Vulkanik Diagram Wadati Waktu terjadinya gempa (origin time) dapat ditentukan melalui diagram Wadati. Data yang dibutuhkan untuk metode Wadati adalah waktu tiba gelombang P (𝑡𝑝) dan selisih antara waktu tiba gelombang S dan waktu tiba gelombang P (𝑡𝑠 − 𝑡𝑝)

𝑡0 = 𝑡𝑝 − (𝑡𝑠 − 𝑡𝑝)1

𝑉𝑝

𝑉𝑠−1

(1)

Origin time adalah waktu terjadinya gempa di fokus. Slope garis tersebut adalah 1/Vp , sehingga jarak hiposenter gempa bumi (𝐷) dapat dicari dengan persamaan: D = Vp ( tp - t0 ) (2)

Data rekaman seismik yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 10 stasiun perekam yang dipasang di tubuh atau

sekitar Gunung Api Merapi pada bulan Oktober 2013 – Mei 2014. Data rekaman seismik tersebut diolah dengan cara picking waktu tiba gelombang P dan S. Berdasarkan hasil picking, diperoleh diagram Wadati .

Gambar 8. Diagram Wadati seluruh event Berdasarkan Diagram Wadati diatas, dapat diketahui hubungan antara Ts-Tp dan Tp-T0 yaitu 0,7505(Tp-T0) sebanding dengan -0.1063 (Ts-Tp), atau besar selisih waktu tiba gelombang P dan S rata-rata dari seluruh event gempa akan sama dengan -7,06 waktu tempuh gelombang gempa dari hiposenter menuju stasiun. Dengan nilai slope sebesar 0.7505 maka nilai perbandingan Vp/Vs adalah 1.7505. Hal ini menunjukkan bahwa waktu tiba gelombang dari hasil dari picking sudah sesuai dan kualitas data waktu tiba P-S dapat digunakan untuk menentukan lokasi hiposenter gempa pada aktivitas vulkanik Gunung Api Merapi. Persebaran Hiposenter Gempa Sebelum Relokasi Penentuan persebaran hiposenter sebelum direlokasi menggunakan metode Geiger yang menggunakan data waktu tiba gelombang P dan atau gelombang S. Anggapan yang digunakan adalah bahwa bumi terdiri dari lapisan datar yang homogen isotropik. Penentuan hiposenter dengan Metode Geiger dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Geiger Adaptive Damping memerlukan nilai waktu tiba gelombang P

Page 7: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

55

dan gelombang S, nilai koordinat stasiun serta model kecepatan lapisan. Metode Geiger berprinsip bahwa nilai residual dari waktu tiba pengamatan akan linier dengan waktu tiba teoritis yang terjadi selama penjalaran gelombang dari sumber gempa bumi menuju ke stasiun yang dituliskan berikut:

𝑇𝑔,𝑤𝑜𝑏𝑠 ≅ 𝑇𝑔,𝑤

𝑡𝑒𝑜(𝑥𝑔 , 𝑦𝑔, 𝑧𝑔, 𝑋, 𝑌, 𝑍, 𝑇) (3)

Geiger’s Adaptive Damping (GAD) [8], merupakan salah satu software yang umum digunakan untuk penentuan posisi hiposenter terutama dalam penentuan lokasi hiposenter gempa di daerah Gunung Api atau pada daerah yang mempunyai jarak yang relatif dekat antara sumber gempa dan penerima (receiver). Pada Penelitian ini, hasil pengolahan data pada software GAD selanjutnya diplot menjadi peta sebaran hiposenter gempa pada aktivitas vulkanik Gunung Api Merapi untuk periode Oktober 2013-Mei 2014. Lokasi sumber gempa bervariasi dan berada di tubuh atau sekitar Gunung Api Merapi.

Gambar 9. Sebaran hiposenter gempa vulkanik pada Gunung Api Merapi periode

Oktober 2013 – Mei 2014 sebelum dilakukan relokasi

Pada peta sebaran tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lokasi terjadinya gempa berada di bawah kubah lava Gunung Api Merapi. yang didominan di sebelah selatan dan tenggara yang menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik pada Gunung Api Merapi lebih aktif pada arah selatan dan barat. Persebaran sumber gempa di daerah selatan sebagian besar berada pada kedalaman kurang dari 10 km dari permukaan. Sebelum proses relokasi, posisi

hiposenter masih menyebar baik secara horizontal maupun vertikalnya. Persebaran Hiposenter Gempa Setelah Relokasi Penentuan persebaran hiposenter setelah direlokasi menggunakan metode Coupled Velocity-Hypocenter. Diperlukan model kecepatan gelombang seismik 1-D yang biasa digunakan sebagai prosedur dalam penentuan lokasi gempa dan sebagai inisial model untuk seismik tomografi [5]. Model 1-D mengadopsi nilai kecepatan a priori tetapi termasuk koreksi stasiun optimal dan hiposenter, seperti yang dilakukan dengan model 1-D minimum [6]. Metode Coupled Velocity Hypocenter merupakan metode relokasi gempa, penentuan model kecepatan gelombang seismik bawah permukaan 1-D, dan koreksi stasiun secara bersamaan menggunakan prinsip metode Geiger. Untuk mengerjakan proses Metode Coupled Velocity Hypocenter menggunakan program VELEST. Perolehan model kecepatan yang telah diperbaharui menggunakan persamaan [6]:

𝑟 = 𝑡𝑜𝑏𝑠 − 𝑡𝑐𝑎𝑙 = ∑𝜕𝑓

𝜕ℎ𝑘∆ℎ𝑘 +

4𝑘=1

∑𝜕𝑓

𝜕𝑚𝑖∆𝑚𝑖 + 𝑒𝑛

𝑖=1 (4)

Nilai error (e) diperoleh dari proses pengamatan dan perhitungan juga dapat dihitung dengan menggunakan least squares dan untuk menentukan jumlah residual RMS dengan mengakarkan error (e) dari waktu tiba terhadap banyaknya data (n), dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑒 = ∑ 𝑟𝑖2𝑛

𝑖 = ∑ (𝑡𝑜𝑏𝑠 − 𝑡𝑐𝑎𝑙)2𝑛𝑖 (5)

Inverse modeling dilakukan dengan

menyelesaikan Matriks Damped Least Square

[ 𝐴𝑇𝐴 + 𝐿 ] (A=Matriks Jacobian,

[A^T=Transpose Matriks Jacobian; L=Matriks

damping). Hasil dari inverse modeling adalah

vektor perbaikan parameter model (∆m) yang

selanjutnya diperoleh nilai parameter

hiposenter, model kecepatan gelombang

seismik 1-D, dan koreksi stasiun.

Penyelesaian permasalahan dengan program

VELEST menggunakan ray tracing dari sumber

Page 8: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

56

ke penerima yaitu, perhitungan gelombang

langsung (direct wave), gelombang dibiaskan

(refracted wave), dan gelombang dipantulkan

(reflected wave) melewati model 1-D. Program

VELEST melakukan perhitungan secara iteratif

yaitu non-linier.

Pada Penelitian ini, hasil pengolahan data pada software VELEST hiposenter gempa dilakukan untuk memperbaiki hiposenter (latitude, longitude, dan origin time) gempa yang telah diolah sebelumnya.

Gambar 10. Sebaran hiposenter gempa vulkanik pada Gunung Api Merapi periode

Oktober 2013 – Mei 2014 setelah dilakukan relokasi

Dari hasil relokasi gempa yang diolah dengan menggunakan software VELEST. Dari hasil relokasi yang sudah dilakukan, sebaran hiposenter lebih rapat dibandingkan sebelumnya. Posisi hiposenter dominan berada di bawah puncak gunungapi Merapi dengan kedalaman yang lebih dangkal. Lokasi hiposenter dominan di arah selatan Puncak gunung Merapi dengan kedalaman maksimum berada pada 25 km dari puncak. Untuk perubahan hiposenter sebelum dan setelah relokasi menunjukkan adanya perubahan posisi antara hiposenter awal dengan hiposenter akhir karena melakukan koreksi hiposenter gempa berdasarkan model kecepatan yang dibuat secara lateral. Hal ini dilakukan karena stasiun perekam gempa memiliki karakteristik wilayah yang berbeda-beda. Terutama dalam hal litologi bawah permukaannya,setiap stasiun memiliki jenis litologi batuan yang berbeda-beda. Dimana besar kecepatan rambat

gelombang bergantung pada kondisi medium perambatannya.

Gambar 11. Sebaran hiposenter gempa vulkanik pada Gunung Api Merapi sebelum

dan setelah dilakukan relokasi

Hubungan Antara Aktivitas Vulkanik Merapi dengan Subduksi Selatan Jawa Terdapat beberapa gempa yang berasal dari subduksi lempeng yang menyebabkan adanya aktivitas vulkanik pada Gunung Api Merapi yang terjadi pada periode Oktober 2013- Mei 2014 yang diperoleh dari katalog gempa USGS [13]. Terdapat dua gempa pada zona subduksi yang bersamaan dengan terjadinya gempa vulkanik pada Gunung Merapi, yaitu pada 14 November 2013 dan 25 Januari 2014. Pada tanggal 14 November 2013, magnitudo gempa sebesar 4.6M dengan kedalaman pusat gempa pada 30 km. Pada hari yang sama juga Merapi mengalami beberapa gempa VT-A dengan variasi kedalaman pada 10-20 km dari puncak gunung.

Gambar 12. Aktivitas Gempa Tektonik dan Vulkanik Gunung Merapi pada 14

November 2013 Pada tanggal 25 Januari 2014 terjadi 2 gempa tektonik dengan magnitudo 5M dan 6.1 M, dan terjadi juga gempa-gempa

Page 9: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

57

vulkanik di Merapi diantaranya gempa Vulkano-Tektonik, tremor, dan gempa fase banyak dari tanggal 25 Januari – 28 Januari 2014

Gambar 13. Aktivitas Gempa Tektonik dan Vulkanik Gunung Merapi pada 25 Januari

2014 Pada gempa-gempa yang terjadi pada tanggal 14 November 2013 dan 25 Januari 2014, lokasinya berada di bagian selatan Gunung Api Merapi, tepatnya di zona subduksi Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Kemungkinan gempa pada periode ini, memiliki keterkaitan antara peningkatan aktivitas vulkanik di Merapi. Hal ini, dikarenakan lokasi Merapi yang berdekatan dengan zona subduksi.

Gambar 14. Interpretasi dari bawah Gunung Api Merapi yang dilakukan penelitian tomografi Jawa Tengah

Interpretasi dari bawah Gunung Merapi yang dilakukan penelitian tomografi Jawa Tengah[2]. Pada gambar tersebut menunjukan suplai magma Merapi dari kedalaman terkait sistem tektonik yaitu subduksi oleh tumbukan antara Lempeng Samudera Indo-Australia Dan Lempeng Eurasia. Hal inilah yang memungkinkan terjadi kenaikan stress pada zona subduksi dapat menekan cebakan reservoir magma.

Gempa tektonik yang terjadi di dekat gunung berapi aktif dapat menciptakan stress-strain yang memicu perubahan tekanan gas di dalam kantung magma [4]. Aktifnya gunung api dimulai ketika berlangsungnya induksi perambatan stress-strain dari aktivitas seismik akibat gempa tektonik. Juga dipengaruhi kondisi gunung api sedang aktif, magma cair dan kandungan gas yang tinggi untuk dapat menyebabkan naiknya aktivitas vulkanik. Sehingga ketika magma dan gas pada kantung magma di dalamnya sedang terisi maka jika terjadi gempa tektonik di sekitarnya akan meningkatkan aktivitasnya. Untuk dapat mengetahui keterkaitan aktivitas vulkanik di Merapi dengan gempa tektonik di zona subduksi perlu dilakukan penelitian lanjutan seperti coulomb stress dan pemodelan tomografi untuk mengetahui distribusi stress dan dapat lebih menggambarkan kondisi bawah permukaan pada daerah penelitian. Beberapa kejadian kenaikan aktivitas Merapi diawali dengan kejadian gempa bumi tektoniknya. Jika aktivitas vulkanik merupakan bagian dari rangkaian kegiatan tektonik, maka tingginya aktivitas Merapi tidak lepas dari pengaruh tingginya aktivitas seismik di Yogyakarta dan sekitarnya. Keberadaan dapur magma Merapi yang berdekatan dengan zona seismik aktif, menyebabkan fluida di dapur magma menjadi labil karena terus menerus mendapat pukulan dan tekanan dari getaran gempabumi yang seringkali terjadi [4]. Model Kecepatan Lapisan 1-D Perbandingan antara model awal dengan hasil inversi Dimanas pada gelombang P dan gelombang S menunjukkan besar perambatan gelombang yang berbeda. Hal ini terjadi karena gelombang tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Sedangkan model kecepatan awal merupakan model kecepatan hasil observasi Haslinger-Santosa (H_S) untuk wilayah regional Jawa [11].

Page 10: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

58

Pembaharuan model kecepatan lapisan pada lokasi penelitian menghasilkan 5 lapisan dari kedalaman 0 km sampai 16 km. Lapisan pertama berada di permukaan dengan besar Vp = 2,284 km/s dan Vs=1,375 km/s. Lapisan kedua berada di kedalaman 1 km dengan Vp=4,318 km/s dan Vs=2,242 km/s. Lapisan ketiga berada di kedalaman 2 km dengan Vp sebesar 5,397 km/s dan Vs=2,944k m/s. Lapisan keempat merupakan lapisan yang berada di kedalaman 5 km dengan Vp=5,63 km/s dan Vs=3,164 km/s. Dan untuk lapisan paling bawah ada dikedalaman 16 km memiliki Vp sebesar 6,437 km/s dan Vs=3,521 km/s.

Gambar 15. Model kecepatan 1-D Gelombang P

Gambar 16. Model kecepatan 1-D Gelombang S

Berdasarkan model kecepatan awal (model 0), didapat 3 model kecepatan dari hasil iterasi. Model akhir yang dihasilkan , nilainya tidak jauh berbeda dengan model referensi yang digunakan. Hal ini dapat disebabkan adanya kesamaan karakteristik litologi bawah permukaan pada kedalaman

tersebut antara model awal dengan model di daerah penelitian. Namun pada kedalaman 5-15 km terdapat variasi nilai kecepatan gelombang tiap iterasi, terutama pada gelombang S. yang menunjukkan adanya perlambatan kecepatan pada tiap iterasinya. Hal ini dapat disebabkan batuan pada daerah tersebut lunak, kurang kompak dan berpori. Aktivitas magma yang mencair pada kedalaman 5-15 km berada di saluran magma dari kantong magma yang paling dalam [2]. Hasil pemodelan kecepatan 1-D penelitian ini dan model awal yang digunakan mengalami sedikit perbedaan karena wilayah cakupan dari model awal yang digunakan merupakan regional Jawa , sedangkan pada penelitian ini menggunakan data Gunung api Merapi. Sehingga, model kecepatan seismik yang dihasilkan pada penelitian ini lebih menggambarkan kondisi lapisan dari Gunung Merapi. Dalam pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan VELEST, digunakan proses iterasi sebanyak 9 kali hingga mendapatkan nilai RMS yang konvergen. Berikut ini grafik RMS residual dari pengolahan dengan VELEST

Gambar 17. RMS Residual pada tiap iterasi

Dari pengolahan data diperoleh besaran RMS tiap event gempa. Nilai RMS ini berguna sebagai validasi apakah data yang diperoleh sudah baik atau belum. Validasi dibuat dengan cara membuat histogram kemudian membandingkan jumlah data residual time sebelum dan sesudah relokasi.

Page 11: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

59

Gambar 18. RMS tiap event

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Sebaran hiposenter pada Gunung Api

Merapi untuk periode bulan Oktober 2013 – Mei 2014 menunjukkan bahwa sumber gempa vulkanik sebagian besar berada di antara kedalaman kurang dari 10 km di bawah kubah lava Gunung Api Merapi dan sebarannya semakin terkonsentrasi menuju ke arah Barat Laut-Tenggara (NW-SE).

b. Hasil relokasi menunjukkan adanya perpindahan posisi hiposenter gempa bumi. Pergeseran posisi hiposenter yang baru lebih rapat dibandingkan sebelumnya. Relokasi juga menunjukkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya karena nilai RMS yang dihasilkan nilainya lebih kecil dari sebelum relokasi. Sebagian besar hasil relokasi berada <2 s dan terkonsentrasi pada 0.6-1.5 s.

c. Model kecepatan gelombang P dan S 1-D Gunung Merapi diperoleh 5 lapisan dari kedalaman 0 km sampai 16 km dengan menggunakan model awal Haslinger-Santosa. Lapisan pertama berada di permukaan dengan besar Vp = 2,284 km/s dan Vs=1,375 km/s. Lapisan kedua berada di kedalaman 1 km dengan Vp=4,318 km/s dan Vs=2,242 km/s. Lapisan ketiga berada di kedalaman 2 km dengan Vp sebesar 5,397 km/s dan Vs=2,944 km/s. Lapisan keempat merupakan lapisan yang berada di kedalaman 5 km dengan Vp=5,63 km/s

dan Vs=3,164 km/s. Dan untuk lapisan paling bawah ada dikedalaman 16 km memiliki Vp sebesar 6,437 km/s dan Vs=3,521 km/s.

d. Kegiatan vulkanik di Gunung Api Merapi dapat dipengaruhi oleh adanya subduksi di bagian selatan Jawa yang merupakan subduksi dari Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pada penelitian yang dilakukan pada Periode Oktober 2013 – Mei 2014 menunjukkan adanya 2 gempa tektonik di Selatan Jawa yang waktu terjadinya berdekatan dengan gempa vulkanik di Gunung Api Merapi yaitu pada tanggal 14 November 2013 dan 25 Januari 2014.

Acknowledgements Mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Dr. Tedi Yudistira, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing I dan Erlangga Ibrahim Fattah, S.Si., M.T. sebagai dosen pembimbing II,kemudian Ibu Rizka, S.T., M.T. sebagai dosen wali, serta dosen - dosen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang telah memberikan ilmu serta mendidik penulis selama perkuliaan.

References

[1] A. Budi Santoso, “Source locations,” The seismic activity associated with the large 2010 eruption of Merapi volcano, Java:source location, velocity variation, and forecasting, pp. 43-65, 2014.

[2] A. W. Sari dan G. B. Suparta, “Imaging Of 3-D Seismic Tomography For Internal Structure Under The Mountain Merapi Using The Lotos-10 Software.,” Spektra:Jurnal Fisika dan Aplikasinya, vol. 3, no. 2, pp. 105-116, 2018.

[3] B. Santosa, “Analyzing the seismogram of earthquakes on Sumatra-Java Subduction plane at CHTO observation station,” Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung, vol. 6(1), 2012.

Page 12: Analisis Model Kecepatan Seismik 1-D Dan Relokasi Gempa

60

[4] Daryono, “Aktivitas Gempa bumi Tektonik di Yogyakarta Menjelang Erupsi Merapi 2010,” BMKG , Jakarta, 2014.

[5] E. Kissling, U. Kradover dan H. Maurer, Program VELEST user’s guide-Short Introduction, ETH Zurich: Institute of Geophysics, 1995.

[6] E. Kissling, W. Ellsworth, D. Eberhart-Phillips dan U. Kradolfer, “Initial reference models in local earthquake tomography,” Journal of Geophysical Research, vol. 99, no. B10, pp. 19635-19646, 1994.

[7] F. M. Sholihah, “Analisis Energi Kumulatif Gempa Gunung Api Merapi Berdasarkan Data Real-Time Seismic Amplitude Measurement (RSAM) dan Perbandingannya terhadap Data Seismik Periode Mei-Juni 2006,” UNS, 2010.

[8] K. Nishi, “Hypocenter Calculation Software GAD (Geiger’s method with Adaptive Damping),” Silver Expert JICA Indonesia, 2001.

[9] M. Sambridge dan K. Gallagher, “Earthquake hypocenter location using genetic algorithms,” Bulletin of Seismological Society of America, vol. 83, no. 5, pp. 1467-1491, 1993.

[10] RESIF, “Request data Seismogram Jaringan YR:DOMERAPI,” the French Ministry of Ecology, Sustainable Development and Energy.

[11] S. Siswowidjoyo, “Seismologi Gunung Api, Analisa Gempa dan Hubungannya dengan Tingkat Kegiatan Gunung Api,” Jurnal Direktorat Vulkanologi, 1995.

[12] Sumarti, “Aktivitas Gunung Api Merapi Periode Mei–Agustus.,” Bulletin Berkala Merapi, vol. 12/2, pp. 1-16, Agustus 2013.

[13] USGS, “Request Data Katalog Gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah”.

[14] W. Hammilton, Tectonics of the Indonesian region, U.S. Government Printing Office, 1979.