Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS LITERASI SAINS SISWA MENGENAI SOCIO
SCIENTIFIC ISSUES PADA MATERI MINYAK BUMI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
MULYAWATI
NIM. 11140162000043
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
iii
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Januari 2017
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertandatangan di bawah ini,
Nama : Mulyawati
Tempat/Tgl. Lahir : Tangerang/16 Februari 1996
NIM : 11140162000043
Jurusan : Pendidikan Kimia
Judul Skripsi : Analisis Literasi Sains Siswa Mengenai Socio
Scientific Issues Pada Materi Minyak Bumi
DosenPembimbing : 1. Dedi Irwandi, M.Si
: 2. Dewi Murniati, M.Si
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, 12 November 2019
Mahasiswa Ybs,
Mulyawati
NIM. 11140162000043
iv
ABSTRAK
Mulyawati, “Analisis Literasi Sains Siswa Mengenai Socio Scientific Issues
Pada Meteri Minyak Bumi”. Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019.
Salah satu konteks yang sangat mendukung untuk pengembangan literasi sains
siswa adalah dengan menyajikan masalah-masalah yang terkait dengan socio
scientific issues (SSI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kriteria
kemampuan literasi sains siswa mengenai socio scientific issues pada materi
minyak bumi dan untuk mengetahui kriteria sikap siswa terhadap sains. Sesuai
dengan tujuan penelitian maka metode penelitian yang digunakan yaitu metode
penelitian deskriptif dengan desain penelitian survei. Penelitian dilakukan
kepada 150 siswa kelas XII di empat sekolah yang mewakili SMA Negeri se-
Tangerang Selatan menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik
pengumpulan data diperoleh melalui instrumen tes uraian dan kuisioner yang
kemudian dianalisis dengan penskoran dan diubah menjadi persentase.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai literasi sains siswa secara keseluruhan
berkriteria sangat kurang dengan nilai rata-rata sebesar 14,43%, artinya siswa
belum memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan sains untuk
memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan sosial. Dan sikap siswa
terhadap pelajaran kimia di sekolah pun berkriteria rendah dengan persentase
sebesar 62,27%, artinya sebagian besar siswa tidak tertarik terhadap pelajaran
kimia. Dari hasil penelitian ini diharapkan siswa termotivasi meningkatkan
literasi sains dengan cara membangkitkan minat dan semangat dalam
memecahkan permasalahan terkait pengetahuan sains.
Kata Kunci : Literasi sains, Socio scientific issues, Minyak bumi.
v
ABSTRACT
Mulyawati, “The Strudent’s Science Literacy Analysus of Socio Scientific
Issues to the Petroleum Material”. Chemistry Education Department, Faculty
of Tarbiya and Teacher Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019.
One of the most supportive context to develop the students science literacy is
with presenting the problems related to socio scientific issues (SSI). The aims
of the research is to determine the criteria of the students science literacy
ability about socio scientific issues to the petroleum material and to determine
criteria of the students attitudes to the science. Based on th research objective,
the method of the research uses descriptive method by surveying research
design. This research is done to 150 students from the twelfth grade (XII) at
four senior high schools in south Tangerang by using cluster random
sampling. The data collection technique were obtained through essay test
instrument and questionnaire, than analyzed with scoring and converted into
percentage. Based on the research findings, the score of students science
literacy overall is less with the mean about 14,43%, meaning that the students
do not have the competence to apply the science to solve complex problem in
social life. The students attitudes to the chemistry subject at school are also
still low with the percentage about 62,27%, meaning that most students are not
interested to chemistry subject. The result of this research that students are
expected to increase the scientific literacy motivation through interest and
enthusiasm in problems solving related to science knowledge.
Keywords : Science literacy, Socio scientific issues, Petroleum.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Literasi Sains Siswa Mengenai Socio Scientific Issues Pada
Materi Minyak Bumi”. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarganya serta para sahabatnya. Semoga kita sebagai
umatnya mendapat syafaatnya di yaumil akhir nanti. Aamiin.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak yang tidak dapat dilupakan begitu
saja. Maka dari itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran staffnya.
2. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Burhanudin Milama, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
dan Penasehat Akademik.
4. Dedi Irwandi, M.Si selaku Pembimbing I dan Dewi Murniati, M.Si selaku
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak
masukan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.
5. Tonih Feronika, M.Pd dan Dila Fairusi, M.Si selaku validator instrumen
penelitian yang telah memberikan masukan dan saran dalam membuat soal
tes literasi sains untuk penelitian skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan jajaran jurusan pendidikan kimia, FITK UIN Syarif
Hidayatulah Jakarta yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu. Terima
kasih banyak atas segala ilmu dan kebaikan bapak serta ibu sekalian selama
peneliti menuntut ilmu di jurusan pendidikan kimia UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Keluarga besar, Ayah dan Ibu serta saudara/i yang selalu memberikan
semangat, motivasi, serta doa dengan caranya masing-masing.
vii
8. Teman-teman Pendidikan Kimia 2014 yang sama-sama sedang berjuang
untuk menyelesaikan skripsi dan tetap saling menyemangati satu sama lain.
9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga hasil dari penelitian skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak serta dapat menjadi motivasi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jakarta, 03 November 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 7
A. Kajian Teori ................................................................................................ 7
1. Literasi Sains ......................................................................................... 7
2. Struktur Aspek Literasi Sains .............................................................. 19
3. Socio Scientific Issues ......................................................................... 20
4. Minyak Bumi ...................................................................................... 22
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 36
C. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 41
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 41
B. Metode dan Desain Penelitian ................................................................... 41
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 41
D. Prosedur Penelitian .................................................................................... 42
ix
E. Teknik dan Pengumpulan Data ................................................................. 45
F. Instrumen Penelitian .................................................................................. 45
G. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ....................................................... 49
1. Uji Validitas Butir Soal ....................................................................... 49
2. Uji Reliabilitas Butir Soal ................................................................... 49
3. Daya Pembeda Soal ............................................................................. 50
4. Tingkat Kesukaran Soal ...................................................................... 50
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 51
1. Penilaian untuk Tes Tertulis ................................................................ 51
2. Penilaian untuk Kuisioner ................................................................... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ................................... 54
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 54
1. Nilai Literasi Sains Secara Keseluruhan ............................................. 54
2. Nilai Berdasarkan Aspek Literasi Sains .............................................. 54
a. Aspek Kompetensi Literasi Sains ................................................. 54
b. Aspek Pengetahuan Literasi Sains ................................................ 55
c. Aspek Konteks Literasi Sains ....................................................... 56
d. Data Hasil Kuisioner Sikap Siswa Terhadap Sains ...................... 57
B. Pembahasan ............................................................................................... 62
1. Aspek Kompetensi Literasi Sains ....................................................... 64
2. Aspek Pengetahuan Literasi Sains ...................................................... 66
3. Aspek Konteks Literasi Sains ............................................................. 68
4. Aspek Sikap Siswa terhadap Sains ..................................................... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 76
A. Kesimpulan ............................................................................................... 76
B. Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN ......................................................................................................... 85
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komponen Kompetensi Literasi Sains PISA 2012 .......................... 12
Tabel 2.2 Unsur-unsur Penyusun Minyak Bumi .............................................. 26
Tabel 2.3 Senyawa Kimia Penyusun Minyak Bumi ........................................ 26
Tabel 3.1 Sampel Penelitian di Empat SMAN Tangerang Selatan ................. 42
Tabel 3.2 Aspek Kompetensi Literasi Sains dalam Soal Tes .......................... 45
Tabel 3.3 Aspek Pengetahuan Literasi Sains dalam Soal Tes ......................... 46
Tabel 3.4 Aspek Konteks Literasi Sains dalam Soal Tes ................................ 46
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuisioner Personal ............................................................ 46
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuisioner Pelajaran Kimia dan Tentang Guru Kimia ....... 47
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Kuisioner Tentang Informasi Lingkungan ....................... 47
Tabel 3.8 Skala Pernyataan Positif dan Negatif ............................................... 48
Tabel 3.9 Kriteria Validitas Butir Soal ............................................................ 49
Tabel 3.10 Kriteria Reliabilitas Butir Soal ........................................................ 50
Tabel 3.11 Kriteria Daya Pembeda .................................................................... 50
Tabel 3.12 Kriteria Tingkat Kesukaran ............................................................. 51
Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Literasi Sains Siswa ............................................ 52
Tabel 3.14 Kriteria Interpretasi Kuisioner ......................................................... 53
Tabel 4.1 Nilai Literasi Sains ........................................................................... 54
Tabel 4.2 Nilai Pada Aspek Kompetensi Literasi Sains .................................. 55
Tabel 4.3 Nilai Pada Aspek Pengetahuan Literasi Sains ................................. 55
Tabel 4.4 Nilai Pada Aspek Konteks Literasi Sains ........................................ 56
Tabel 4.5 Persentase Kuisioner Siswa Tentang Pelajaran Kimia .................... 59
Tabel 4.6 Persentase Kuisioner Siswa Tentang Guru Kimia ........................... 60
Tabel 4.7 Persentase Kuisioner Siswa Tentang Informasi Lingkungan dan
Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan .......................................... 61
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Aspek Literasi Sains PISA 2015 .................................. 10
Gambar 2.2 Kerangka untuk Membuat dan Menganalisis Item Penilaian ........ 19
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ......................................................................... 40
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 44
Gambar 4.1 Nilai Rata-rata Tiap Aspek Literasi Sains ..................................... 56
Gambar 4.2 Diagram Persentase Siswa yang Mengikuti Les IPA .................... 57
Gambar 4.3 Diagram Persentase Siswa yang Berpartisipasi dalam Kegiatan
Sains .............................................................................................. 58
Gambar 4.4 Diagram Persentase Ketidakhadiran Siswa .................................... 58
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Validasi dan Surat Telah Melakukan Penelitian ........... 85
Lampiran 2 Lembar Validasi Instrumen ........................................................... 95
Lampiran 3 Instrumen Tes Penelitian dan Kuisioner ...................................... 120
Lampiran 4 Analisis Butir Soal Hasil Validasi ............................................... 134
Lampiran 5 Data Hasil Penelitian Kemampuan Literasi Sains Siswa ............ 139
Lampiran 6 Data Hasil Penelitian Kuisioner Sikap Siswa Terhadap Sains .... 197
Lampiran 7 Contoh Lembar Jawaban Siswa ................................................... 219
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 231
Lampiran 9 Lembar Uji Referensi .................................................................. 234
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian-penelitian di bidang pendidikan sains yang berkaitan dengan
literasi sains sangat menarik perhatian. Literasi sains sebenarnya bukanlah hal
baru dalam dunia pendidikan. Namun, literasi sains menjadi topik utama dalam
pembicaraan tentang tujuan pendidikan sains di sekolah. Pendidik, ilmuwan,
dan pembuat kebijakan pun telah sepakat bahwa pengembangan literasi sains
merupakan tujuan utama pendidikan sains, karena literasi sains berpengaruh
terhadap kemampuan siswa untuk memanfaatkan pengetahuan ilmiah dalam
kehidupan nyata (Gormally, Brickman, & Lutz, 2012). Oleh karena itu, literasi
sains sangat penting bagi kesiapan seseorang untuk hidup dalam masyarakat
modern, untuk berpartisipasi dalam memahami kebijakan masyarakat terhadap
isu-isu sains yang berdampak bagi kehidupan mereka, dan berkontribusi
terhadap kehidupan pribadi, sosial, profesional, dan budaya setiap orang.
Generasi muda Indonesia harus memiliki literasi sains, agar dapat hidup
mandiri dalam masyarakat.
Pada penilaian internasional, Program for International Student
Assessment (PISA) Indonesia telah berpartisipasi sejak tahun 1999
(Mendikbud, 2013). Berdasarkan hasil pemetaan PISA tahun 2015 yang
dipublikasi Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) menunjukkan posisi Indonesia yang berada pada peringkat 62 dari 70
negara (OECD Result, 2015). Hasil penilaian PISA ini diakui sebagai
gambaran efektivitas penerapan kurikulum dan tolak ukur keberhasilan
pendidikan suatu negara. Dari hasil studi yang dikeluarkan PISA tersebut
menurut Ardiansyah, Irwandi, dan Murniati (2016) berdasarkan Mendikbud
(2013) menunjukan bahwa pencapaian siswa Indonesia masih berliterasi sains
rendah, pemahaman terhadap pelajaran sains masih di bawah rata-rata standar
internasional dan cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan antara
2
lain sebagian besar materi uji yang ditanyakan di PISA tidak terdapat dalam
kurikulum Indonesia. Kurikulum, pembelajaran, dan penilaian di Indonesia
masih mengedepankan dimensi konten dan melupakan dimensi konteks serta
proses sebagaimana yang dituntut dalam PISA. Pemahaman mendalam tentang
sains yang dimiliki siswa Indonesia secara umum belum menunjukan
kemampuan literasi sains yang menunjang untuk kehidupan mereka dimasa
depan.
Program for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan
literasi sains dalam individu sebagai “pengetahuan ilmiah dan menggunakan
pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh
pengetahuan, untuk menjelaskan fenomena ilmiah dan menggunakan bukti-
bukti ilmiah dalam menguraikan peristiwa terkait sains. Mereka yang
memahami tentang ciri khas sains sebagai bentuk pengetahuan dan
penyelidikan ilmiah. Mereka yang menyadari tentang bagaimana sains
membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya kita, dan bersedia
untuk berkontribusi dalam isu-isu terkait sains menggunakan gagasan atau
konsep sains sebagai warga negara yang reflektif (reflective citizen)”
(Thomson, Hillman, & Bortoli, 2013). Berdasarkan pengertian mengenai
literasi sains dalam PISA, kemampuan literasi sains harus dilatihkan dengan
pembelajaran yang berkaitan dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian fenomena tersebut ditelaah dan dianalisis melalui suatu kegiatan
ilmiah yang nantinya akan menimbulkan kesimpulan dengan konsep yang utuh.
Saat ini pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritis dan tidak terkait
dengan permasalahan lingkungan atau fenomena dalam kehidupan sehari-hari.
Akibatnya siswa tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
(Wicaksana, Fitrihidajati, & Kuntjoro, 2015).
Berkaitan dengan pengembangan literasi sains siswa, menurut Hendri
dan Defianti (2015) pendidikan sains harus dapat menghubungkan konsep
sains (ilmiah) dengan isu sosial yang berkembang di masyarakat. Isu semacam
3
ini dikenal dengan Socio Scientific Issues (isu-isu sosial-ilmiah). Socio
Scientific Issues (SSI) didefinisikan sebagai suatu isu atau masalah yang
kompleks yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam dan dapat
menimbulkan perdebatan (Sadler, 2004 dalam Rostikawati & Permanasari,
2016). Penggunaan SSI dipilih sebagai konteks yang tepat untuk mencapai
tujuan pendidikan sains karena digunakan untuk membuat pembelajaran sains
menjadi lebih relevan bagi kehidupan siswa, mengarahkan hasil belajar seperti
apresiasi siswa terhadap hakikat sains, meningkatkan keterampilan argumentasi
siswa, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengevaluasi data dan
informasi ilmiah, dan merupakan komponen penting dalam literasi sains
(Sadler & Zeidler, 2004 dalam Pratiwi, Rahayu, & Fajaroh, 2016). Oleh karena
itu, pendidikan sains berkonteks SSI memiliki peran penting dalam
meningkatkan literasi sains, dan memungkinkan siswa tidak hanya
menyampaikan pengetahuan ilmiah tetapi juga menggunakan pengetahuan
ilmiah tersebut dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab sebagai
warga sosial.
Pendidikan sains dianggap memiliki peran sentral dalam pendidikan,
khususnya ilmu kimia karena lingkungan kita sangat terpengaruh dengan ilmu
kimia dan terisi dengan produk kimia (Gilbert & Treagust, 2009 dalam Celik,
2014). Oleh karena itu, pada pendidikan kimia harus menekankan pemahaman
peserta didik tentang peran kimia dalam masyarakat dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk mengevaluasi permasalahan yang berhubungan
dengan kimia (Jegstad & Sinnes, 2015). Memahami ilmu kimia sangat penting
untuk setiap orang, karena setiap konsep ilmu kimia memiliki aplikasi praktis
dalam kehidupan sehari-hari. Memahami ilmu kimia diharapkan dapat
membantu masyarakat untuk turut serta dalam diskusi publik, dan lebih
menyadari pentingnya lingkungan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Pengertian kimia dan kemampuan untuk menerapkan pemahaman ilmu kimia
itulah yang disebut literasi dalam ilmu kimia (Tsaparlis, 2000 dalam Celik,
2014).
4
Peran ilmu kimia dalam lingkungan sehari-hari salah satunya adalah
penggunaan minyak bumi. Sebagai isu global, minyak bumi menempati posisi
krusial dalam peraturan ekonomi politik internasional karena minyak bumi
masih menjadi sumber utama energi. Namun, sebagai jenis bahan bakar fosil
terdapat permasalahan lingkungan yaitu pada emisi yang dihasilkannya dapat
menyebabkan pemanasan global (Koyama, 2017). Secara umum, minyak bumi
dapat didefinisikan sebagai sumber daya alam natural, terdiri dari campuran
senyawa kompleks hidrokarbon serta senyawa organik lainnya yang berada
dalam formasi geologi di bawah permukaan bumi. Minyak bumi termasuk
barang tambang, artinya setelah diambil dari dalam tanah harus diolah terlebih
dahulu sebelum dapat digunakan. Penggunaan minyak bumi sebagai bahan
bakar yang menggulirkan roda perekonomian dunia merupakan suatu kemajuan
tersendiri bagi perkembangan peradaban umat manusia. Manfaat dari minyak
bumi dan semua produk turunannya telah dirasakan oleh masyarakat luas
diseluruh dunia. Pabrik-pabrik, alat pertanian, alat rumah tangga, kendaraan
bermotor dan apapun yang bermesin nyaris menggunakan minyak bumi
sebagai bahan bakar utamanya. Ternyata dibalik manfaat yang besar itu juga
tersimpan bahaya yang besar pula yang perlahan-lahan mengintai
keberlangsungan makhluk hidup. Pada pembakaran minyak bumi
menghasilkan gas karbondioksida (CO2). Gas karbondioksida (CO2)
merupakan salah satu gas jahat penyebab efek rumah kaca. Akibatnya radiasi
matahari terpantul kembali ke bumi sehingga suhu bumi semakin lama semakin
hangat (Subekti, 2013). Hangatnya suhu bumi ini bukannya tidak membawa
persoalan pelik, suhu bumi meningkat secara merata di seluruh dunia, inilah
yang sering kita dengar sebagai global warming atau pemanasan global.
Berdasarkan uraian tersebut maka akan dilakukan penelitian mengenai
“Analisis Literasi Sains Siswa Mengenai Sosio Scientific Issues Pada Materi
Minyak Bumi”
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Rendahnya literasi sains siswa di Indonesia yang dilihat dari hasil PISA
2015.
2. Tes yang dikembangkan di Indonesia hanya menyajikan aspek konten
sains saja, sehingga kurang tepat dalam mengukur literasi sains siswa.
3. Pendidikan sains di sekolah tidak dihubungkan dengan permasalahan di
kehidupan sosial siswa yang terkait dengan pengetahuan sains.
C. Pembatasan Masalah
Hal-hal yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis literasi sains siswa mengenai socio scientific issues pada
materi minyak bumi menggunakan tes dan kuisioner yang berdasarkan
aspek literasi sains PISA.
2. Menyimpulkan kriteria kemampuan literasi sains siswa dan
menyimpulkan kriteria sikap siswa terhadap sains.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana kriteria
kemampuan literasi sains siswa mengenai socio scientific issues pada materi
minyak bumi dan bagaimana kriteria sikap siswa terhadap sains?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui kriteria kemampuan
literasi sains siswa mengenai socio scientific issues pada materi minyak bumi
dan untuk mengetahui kriteria sikap siswa terhadap sains.
6
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan memberikan motivasi belajar
yang tinggi, meningkatkan apresiasi siswa terhadap pengetahuan sains dan
dapat menggunakan pengetahuan sains dalam mengambil keputusan.
2. Bagi pendidik, penelitian ini dapat memberikan gambaran literasi sains
siswa saat ini dan diharapkan bisa menjadi acuan untuk menerapkan
pengajaran atau pembelajaran serta instrumen tes yang meningkatkan
literasi sains siswa.
3. Bagi peneliti lain, penelitian ini bisa menjadi bahan referensi untuk
memudahkan peneliti selanjutnya yang ingin membahas mengenai literasi
sains.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Literasi Sains
Literasi sains berasal dari gabungan dua kata Latin yaitu Literatus,
artinya ditandai dengan huruf, melek huruf atau berpendidikan dan Scientia
yang artinya memiliki pengetahuan (Toharudin, Hendrawati, & Rustaman,
2011: 1). Menurut DeBoer (1991) dalam Turiman, Omar, Daud, dan Osman
(2012) istilah literasi sains pertama kali dikemukakan oleh Paul De Hart Hurd,
anggota pendidikan sains terkenal, pada tahun 1958 dalam sebuah artikel
berjudul "Literasi Ilmu Pengetahuan: Makna untuk Sekolah Amerika". Dalam
artikel tersebut, Hurd menggunakan istilah literasi sains untuk mengklarifikasi
pemahaman sains dan penerapannya terhadap pengalaman sosial.
Definisi literasi sains yang diungkap oleh Aikenhead, Ausubel, dan Berry
(2007) dalam penelitian Fives, Huebner, Birnbaum, dan Nicolich (2014) adalah
kemampuan untuk memahami proses ilmiah dan terlibat secara bermakna
dengan informasi ilmiah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
yang bermakna dipahami sebagai penghubung informasi baru dengan
pengetahuan sebelumnya secara relevan. Dengan demikian, menurut Fives et
al. (2014) kita dapat melihat literasi sains sebagai pemahaman sains dalam
pengetahuan yang luas dan fungsional untuk tujuan pendidikan dan persiapan
untuk perkembangan sains. Menurut Bybee dan McCrae (2011) ada asumsi
penting dan sering tidak diragukan lagi, untuk mencapai tingkat literasi sains
yang lebih tinggi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan ilmiah
dalam kehidupan. Asumsi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: “Jika
seseorang mengetahui cukup sains, dia akan menerapkan pengetahuan itu
dalam berbagai situasi kehidupan.” Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan ilmiah secara langsung mempengaruhi keputusan dan perilaku
8
pribadi. Literasi sains berarti tindakan memahami sains dan
mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Pada abad kedua puluh satu, fokus literasi sains telah beralih ke peserta
didik untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah kompleks yang nyata dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Pekerjaan masa depan membutuhkan pemahaman konten ilmiah
selain kemampuan untuk menggunakan pemahaman ini terhadap alasan,
pembelajaran, dan pemecahan masalah secara kreatif. Namun, pandangan
literasi ilmiah saat ini masih terbatas sehubungan dengan perspektif global dan
kompetensi yang diperlukan oleh warga negara. Aspek literasi sains akan
mencakup nilai, moral, dan pandangan dunia yang dapat mengarahkan
seseorang membuat pilihan dan keputusan yang tepat. Aspek literasi sains
memperluas pandangan kontemporer dan dengan demikian memberikan visi
baru tentang keaksaraan ilmiah. Konstruksi literasi sains juga harus
menggambarkan kompetensi siswa yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat
global (Mun, Shin, Lee, & Kim, 2015). Banyak karakterisasi literasi ilmiah
yang dibahas dalam literatur mencakup kompetensi dalam penyelidikan sains,
pengetahuan konten, dan sikap terhadap sains.
Literasi sains merupakan salah satu ranah dalam PISA (Program
International Student Assesment). Program Penilaian Siswa Internasional
(PISA) adalah penilaian internasional terhadap keterampilan dan pengetahuan
anak-anak berusia 15 tahun. Sebuah program kerja dari negara anggota
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang
telah berlangsung dalam interval tiga tahun sejak tahun 2000. PISA berusaha
mengukur seberapa baik generasi muda pada usia 15 tahun. Oleh karena itu,
yang berpartisipasi sebagian besar adalah yang mendekati akhir wajib belajar
yang telah memperoleh dan dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan
di bidang tertentu untuk memenuhi tantangan kehidupan yang akan datang.
Siswa mengikuti penilaian yang menguji kemampuan membaca, literasi
matematika dan literasi sains (Thomson, Hillman, & Bortoli, 2013).
9
PISA 2012 literasi sains yang mengacu pada individu adalah seseorang
yang menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mengidentifikasi pertanyaan,
memperoleh pengetahuan baru, untuk menjelaskan fenomena ilmiah dan
menggunakan bukti-bukti ilmiah dalam menguraikan peristiwa terkait sains.
Mereka yang memahami tentang ciri khas sains sebagai bentuk pengetahuan
dan penyelidikan ilmiah. Mereka yang menyadari tentang bagaimana sains
membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya kita, dan besedia
untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains menggunakan gagasan atau konsep
sains sebagai warga negara yang reflektif (reflective citizen) (OECD, 2013).
Pada (PISA) 2015 menambahkan definisi literasi sains sebagai kemampuan
untuk terlibat dengan isu-isu yang berkaitan dengan sains, dan dengan ide-ide
sains, sebagai warga negara yang reflektif. Seorang yang terpelajar secara
ilmiah bersedia terlibat dalam wacana beralasan tentang sains dan teknologi,
yang menuntut kompetensi untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan menginterpretasikan
data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2016).
Aspek literasi sains terdiri dari empat aspek yang saling terkait
berdasarkan literasi sains dalam PISA, yaitu: konteks, kompetensi yang harus
diterapkan oleh siswa, Aspek pengetahuan yang terlibat, dan sikap siswa
terhadap sains. PISA menilai kinerja siswa dalam sains melalui pertanyaan
yang terkait dengan empat aspek tersebut. Aspek tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Konteks : Masalah pribadi, lokal / nasional dan global, baik saat ini
maupun historis, yang menuntut pemahaman tentang sains dan teknologi
b. Pengetahuan : Pemahaman tentang fakta-fakta utama, konsep dan teori
penjelasan yang membentuk dasar pengetahuan ilmiah. Pengetahuan
tersebut mencakup pengetahuan tentang dunia alam dan artefak teknologi
(pengetahuan konten), pengetahuan tentang bagaimana ide-ide semacam
itu dihasilkan (pengetahuan prosedural), dan pemahaman tentang dasar
10
pemikiran yang mendasari untuk prosedur ini dan pembenaran untuk
penggunaannya (pengetahuan epistemik).
c. Kompetensi : Kemampuan untuk menjelaskan fenomena secara ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan
menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah.
d. Sikap : Seperangkat sikap terhadap sains yang ditunjukkan oleh minat
dalam sains dan teknologi, menilai pendekatan ilmiah untuk penyelidikan
jika diperlukan, dan persepsi serta kesadaran akan masalah lingkungan.
(OECD, 2016)
Hubungan antar empat aspek literasi sains siswa dapat terlihat pada
gambar 2.1 berikut:
Empat aspek literasi sains akan di jelaskan sebagai berikut:
a. Konteks
Orientasi literasi sains pada aspek konteks PISA berfokus pada
mempersiapkan siswa untuk kehidupan masa depan mereka, sehingga item
untuk penilaian sains PISA terletak pada kehidupan umum, bukan hanya
kehidupan di kelas. Dalam penilaian literasi sains PISA 2015, fokus
pokoknya pada situasi yang berkaitan dengan diri, keluarga dan kelompok
sebaya (pribadi), masyarakat (lokal dan nasional), dan untuk kehidupan di
seluruh dunia (global). Topik berbasis teknologi dapat digunakan sebagai
Gambar 2.1 Hubungan Aspek Literasi Sains PISA 2015
11
konteks umum. Beberapa topik dapat diatur dalam konteks historis, yang
digunakan untuk menilai pemahaman siswa tentang proses dan praktik yang
terlibat dalam memajukan pengetahuan ilmiah. Penilaian ilmu PISA
bukanlah penilaian konteks. Sebaliknya, itu menilai kompetensi dan
pengetahuan dalam konteks tertentu (OECD, 2016).
b. Kompetensi
Item penilaian literasi sains PISA 2012 mewajibkan siswa untuk
mengidentifikasi masalah yang berorientasi ilmiah, menjelaskan fenomena
secara ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah dengan penjelasan sebagai
berikut:
1) Mengidentifikasi isu-isu ilmiah
Kompetensi yang mengidentifikasi isu-isu ilmiah termasuk
mengenali pertanyaan-pertanyaan yang memungkinkan untuk
menyelidiki secara ilmiah dalam situasi tertentu dan mengidentifikasi
kata kunci untuk mencari informasi ilmiah tentang suatu topik
tertentu. Ini juga termasuk mengenali fitur kunci dari penyelidikan
ilmiah: misalnya, hal apa yang harus dibandingkan, variabel apa yang
harus diubah atau dikendalikan, informasi tambahan apa yang
diperlukan, atau tindakan apa yang harus diambil sehingga data yang
relevan dapat dikumpulkan.
2) Menjelaskan fenomena ilmiah
Mendemonstrasikan kompetensi menjelaskan fenomena secara
ilmiah melibatkan penerapan pengetahuan sains yang tepat dalam
situasi tertentu. Kompetensi ini termasuk menggambarkan atau
menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan, dan mungkin
melibatkan untuk mengenali atau mengidentifikasi deskripsi,
penjelasan, dan prediksi yang tepat.
3) Menggunakan bukti ilmiah
Kompetensi menggunakan bukti ilmiah termasuk mengakses
informasi ilmiah dan menghasilkan argumen dan kesimpulan
12
berdasarkan bukti ilmiah. Kompetensi juga meliputi: memilih dari
kesimpulan alternatif terkait bukti; memberikan alasan untuk atau
menentang kesimpulan yang diberikan dalam hal proses dimana
kesimpulan itu berasal dari data yang diberikan; dan mengidentifikasi
asumsi yang dibuat dalam mencapai suatu kesimpulan (OECD, 2013).
Tabel 2.1 berikut adalah komponen penilaian kompetensi literasi
sains berdasarkan PISA 2012:
Tabel 2.1 Komponen Kompetensi Literasi Sains PISA 2012
Kompetensi
Literasi Sains Komponen/Indikator
Mengidentifikasi
masalah ilmiah
1. Mengetahui isu-isu yang mungkin untuk
diselidiki secara ilmiah
2. Mengidentifikasi kata kunci untuk mencari
informasi ilmiah
3. Mengakui fitur kunci dari penyelidikan
ilmiah
Menjelaskan
fenomena ilmiah
1. Menerapkan pengetahuan sains dalam
situasi tertentu
2. Menggambarkan atau menafsirkan
fenomena secara ilmiah dan memprediksi
perubahan
3. Mengidentifikasi deskripsi, penjelasan, dan
prediksi yang sesuai
Menggunakan
bukti ilmiah
1. Menggunakan bukti ilmiah, membuat dan
mengkomunikasikan kesimpulan
2. Mengidentifikasi bukti dan penalaran di
balik kesimpulan
3. Merefleksikan implikasi sosial
perkembangan sains dan teknologi
13
Terdapat perubahan item penilaian literasi sains pada PISA 2015 yaitu
item penilaian literasi sains pada Aspek kompetensi dapat memberikan
penjelasan rinci tentang bagaimana siswa dapat menampilkan tiga
kompetensi yang diperlukan untuk keaksaraan ilmiah atau literasi sains.
Diantaranya siswa harus menjelaskan fenomena secara ilmiah,
mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan menafsirkan data
dan bukti secara ilmiah.
1) Menjelaskan fenomena secara ilmiah
Mengenali, menawarkan, dan mengevaluasi penjelasan untuk
berbagai fenomena alam dan teknologi yang menunjukkan
kemampuan untuk:
a) Mengulang/recall dan terapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.
b) Mengidentifikasi, menggunakan dan menghasilkan model dan
representasi yang jelas.
c) Buat dan membenarkan prediksi yang tepat.
d) Tawarkan hipotesis penjelasan.
e) Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah untuk
masyarakat.
Mendemonstrasikan kompetensi menjelaskan fenomena secara
ilmiah mengharuskan siswa untuk mengingat pengetahuan konten
yang sesuai dalam situasi tertentu dan menggunakannya untuk
menafsirkan dan menjelaskan fenomena yang menarik. Kompetensi
ini termasuk kemampuan untuk menggambarkan atau menafsirkan
fenomena dan memprediksi kemungkinan perubahan. Selain itu,
mungkin melibatkan mengenali atau mengidentifikasi deskripsi,
penjelasan dan prediksi yang tepat.
2) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
Menjelaskan dan menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan
cara-cara menjawab pertanyaan yang secara ilmiah menunjukkan
kemampuan untuk:
14
a) Identifikasi pertanyaan yang dieksplorasi dalam studi ilmiah
tertentu.
b) Membedakan pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah.
c) Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan
secara ilmiah.
d) Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan
secara ilmiah.
e) Menjelaskan dan mengevaluasi bagaimana para ilmuwan
memastikan keandalan data, dan objektivitas dan generalisasi
penjelasan.
Kompetensi mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
diperlukan untuk mengevaluasi laporan temuan ilmiah dan
penyelidikan secara kritis. Itu bergantung pada kemampuan untuk
membedakan pertanyaan ilmiah dari bentuk-bentuk penyelidikan lain
atau mengenali pertanyaan yang dapat diselidiki secara ilmiah dalam
konteks tertentu. Kompetensi ini membutuhkan pengetahuan tentang
fitur kunci dari penyelidikan ilmiah-misalnya, hal-hal apa yang harus
diukur, variabel apa yang harus diubah atau dikendalikan, atau
tindakan apa yang harus diambil sehingga data yang akurat dan tepat
dapat dikumpulkan. Seorang yang terpelajar secara ilmiah juga harus
dapat mengenali signifikansi penelitian sebelumnya ketika menilai
nilai setiap penyelidikan ilmiah yang diberikan. Pengetahuan seperti
itu diperlukan untuk menempatkan pekerjaan dan menilai pentingnya
hasil yang mungkin. Selain itu, siswa perlu memahami pentingnya
mengembangkan sikap skeptis terhadap semua laporan media dalam
sains. Mereka perlu mengakui bahwa semua penelitian dibangun di
atas pekerjaan sebelumnya, bahwa temuan dari satu studi selalu
tunduk pada ketidakpastian, dan bahwa penelitian ini mungkin bias
oleh sumber pendanaan. Kompetensi ini mengharuskan siswa untuk
memiliki pengetahuan prosedural dan epistemik tetapi juga dapat
15
memanfaatkan pengetahuan konten mereka tentang sains, hingga
berbagai tingkatan.
3) Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah
Menganalisis dan mengevaluasi data ilmiah, klaim dan argumen
dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan yang tepat,
menunjukkan kemampuan untuk:
a) Transform data dari satu representasi ke yang lain.
b) Menganalisis dan menginterpretasikan data dan menarik
kesimpulan yang tepat.
c) Identifikasi asumsi, bukti dan penalaran dalam teks yang
berhubungan dengan sains.
d) Bedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti dan teori
ilmiah dan yang didasarkan pada pertimbangan lain.
e) Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari berbagai sumber
(mis. surat kabar, internet, jurnal).
Seorang yang terpelajar secara ilmiah harus mampu menafsirkan
dan memahami bentuk dasar dari data ilmiah dan bukti yang
digunakan untuk membuat klaim dan menarik kesimpulan. Mereka
yang memiliki kompetensi ini harus mampu menginterpretasi makna
dari bukti ilmiah dan implikasinya terhadap audiens yang ditentukan
dengan kata-kata mereka sendiri, menggunakan diagram atau
representasi lain yang sesuai (OECD, 2016).
c. Pengetahuan
Pada PISA 2012 terdapat pengetahuan ilmiah yang mengacu pada
pengetahuan sains dan pengetahuan tentang sains itu sendiri. Sampel
pengetahuan siswa tentang sains yang dapat dinilai dalam penilaian PISA
dan penilaiannya adalah sejauh mana siswa dapat menerapkan pengetahuan
mereka dalam konteks relevansinya dengan kehidupan mereka. Pengetahuan
yang dinilai dipilih dari bidang utama fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan
ruang angkasa, dan teknologi sesuai dengan kriteria berikut:
16
1) Relevan dengan situasi kehidupan nyata, pengetahuan ilmiah berbeda
dalam hal manfaatnya bagi kehidupan individu;
2) Mewakili konsep ilmiah penting dan memiliki utilitas abadi; dan
3) Sesuai dengan perkembangan siswa kelas 15 tahun.
PISA menilai pengetahuan tentang sains dengan dua kategori. Pertama
adalah "penyelidikan ilmiah", yang berpusat pada penyelidikan sebagai
proses utama sains dan berbagai komponen proses itu. Yang kedua adalah
"penjelasan ilmiah", yang merupakan hasil penyelidikan ilmiah.
Penyelidikan dapat dianggap sebagai alat sains, bagaimana ilmuwan
memperoleh bukti dan penjelasan sebagai tujuan sains dan bagaimana
ilmuwan menggunakan data (OECD, 2013).
Perubahan utama pada PISA 2015 adalah bahwa gagasan
"pengetahuan tentang sains" telah ditetapkan lebih jelas dan dibagi menjadi
dua komponen: pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemik. Pada
PISA 2015 penilaian pengetahuan siswa mencakup pengetahuan konten,
prosedural, dan epistemik. Pada pengetahuan konten, pengetahuan yang
dinilai dan dipilih dari berbagai bidang dalam konteks yang relevansinya
dengan kehidupan mereka masih sesuai dengan pengetahuan sains pada
PISA 2012. Pada pengetahuan prosedural, pengetahuan tentang konsep dan
prosedur inilah yang penting untuk penyelidikan ilmiah yang mendukung
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data ilmiah. Ide-ide semacam itu
membentuk suatu kumpulan pengetahuan prosedural yang juga disebut
“konsep bukti”. Seseorang dapat berpikir tentang pengetahuan prosedural
sebagai pengetahuan tentang prosedur standar yang digunakan para ilmuwan
untuk mendapatkan data yang dapat diandalkan dan valid. Pengetahuan
seperti itu diperlukan baik untuk melakukan penyelidikan ilmiah dan terlibat
dalam tinjauan kritis terhadap bukti yang mungkin digunakan untuk
mendukung klaim tertentu. Pada pengetahuan epistemik, yang memiliki
pengetahuan tersebut dapat menjelaskan dengan contoh perbedaan antara
teori ilmiah dan hipotesis atau fakta ilmiah dan observasi. Pengetahuan
epistemik kemungkinan besar akan diuji secara pragmatis dalam konteks di
17
mana seorang siswa diminta untuk menafsirkan dan menjawab pertanyaan.
Sebagai contoh, siswa dapat diminta untuk mengidentifikasi apakah
kesimpulan dibenarkan oleh data, atau bukti apa yang paling mendukung
hipotesis yang diajukan dalam suatu item dan menjelaskan mengapa
(OECD, 2016).
d. Sikap
Sikap orang-orang terhadap sains memainkan peran penting dalam
minat, perhatian, dan tanggapan mereka terhadap sains dan teknologi, serta
masalah-masalah yang memengaruhi mereka secara khusus. Salah satu
tujuan dari pendidikan sains adalah mengembangkan sikap yang
mengarahkan siswa untuk terlibat dengan isu-isu ilmiah. Sikap seperti itu
juga mendukung akuisisi dan penerapan pengetahuan ilmiah dan teknologi
untuk keuntungan pribadi, lokal/nasional dan global, dan mengarah pada
pengembangan self-efficacy (Bandura, 1997 dalam OECD, 2016).
Penilaian PISA 2015 mengevaluasi sikap siswa terhadap sains di tiga
bidang: minat dalam sains dan teknologi, kesadaran lingkungan, dan menilai
pendekatan ilmiah untuk penyelidikan yang dianggap inti untuk
membangun literasi sains. Ketiga bidang ini dipilih untuk pengukuran
karena sikap positif terhadap sains, kepedulian terhadap lingkungan dan cara
hidup yang berkelanjutan secara lingkungan, dan disposisi untuk menilai
pendekatan ilmiah untuk penyelidikan adalah karakteristik dari individu
yang terpelajar secara ilmiah. Ketika berkorelasi dengan kumpulan besar
informasi lain yang dikumpulkan oleh PISA melalui kuesioner siswa, guru
dan sekolah, dapat memberikan wawasan tentang penyebab setiap
penurunan minat atau sikap. Dengan demikian, sejauh mana siswa individu
tidak tertarik pada sains dan mengakui nilai dan implikasinya dianggap
sebagai ukuran penting dari hasil wajib belajar (OECD, 2016).
Pengembangan literasi sains bagi siswa perlu dipupuk dari tingkat dasar
untuk membangun landasan untuk dapat mengembangkan kompetensi di
pendidikan yang lebih tinggi. Pendidik harus memahami informasi dasar
18
tentang siswa di dalam kelas, dan juga mampu mendiagnosis siswa secara
individu untuk mengembangkan siswa berliterasi sains secara efektif.
Diagnosis seperti itu akan melibatkan penilaian untuk memberikan informasi
pembelajaran siswa sehubungan dengan pencapaian pengetahuan dan
keterampilan siswa, atau kesalahpahaman siswa tentang konsep atau isi yang
diajarkan oleh guru. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan oleh para
guru untuk memperbaiki pengajaran mereka dalam meningkatkan literasi sains
siswa (Sucheewa, 2007 dalam Udompong & Wongwanich, 2014), karena
tujuan besar pendidikan sains adalah untuk megembangkan literasi sains siswa
mengenai hal-hal yang secara langsung mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat sehingga mereka dapat mengambil keputusan berdasarkan
informasi dan pemahaman yang tepat (Edeleke & Joshua, 2015). Tujuan
pendidikan sains ditentukan sebagai pembinaan literasi ilmiah melalui:
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penalaran dan keterampilan
berpikir kreatif. Dan peran pendidikan sains dalam mengembangkan literasi
sains dengan memberikan dukungan bahwa literasi sains memainkan peran
sentral dalam kesuksesan nasional. Dalam mendorong inovasi tersebut
memerlukan lingkungan sosial yang mendukung (Laius, Post, & Rannikmae,
2016).
Terdapat sejumlah alasan mengapa literasi sains dianggap penting.
Negara yang kita tinggali bergantung pada tingkat teknologi dan pengetahuan
ilmiah yang semakin meningkat. Kita hidup di negara dengan persediaan
sumber daya alam yang kaya, dan tidak habis-habisnya. Seiring kita hidup di
dunia dengan populasi yang berkembang pesat, keputusan yang kita buat setiap
hari memiliki kapasitas untuk mempengaruhi konsumsi energi, kesehatan
pribadi, sumber daya alam, dan lingkungan kita dan pada akhirnya
mempengaruhi kesejahteraan diri kita sendiri, masyarakat kita, dan dunia.
Miller (2002) dalam Turiman et al. (2012) yang telah terlibat dalam menilai
literasi sains selama lebih dari tiga dekade, menekankan pentingnya "literasi
sains kewarganegaraan" dalam masyarakat modern yang sangat bergantung
19
Konteks
• Pribadi
• Lokal / nasional
• Global
Pengetahuan
• Konten
• Prosedural
• Epistemik
Kompetensi PISA 2015
• Mengidentifikasi masalah ilmiah
• Menjelaskan fenomena secara ilmiah
• Mengevaluasi dan merancang
penyelidikan ilmiah
• Menafsirkan data dan bukti secara
ilmiah
Tingkat Kognitif
• Rendah
• Medium
• Tinggi
pada teknologi. Dia percaya bahwa masyarakat abad ke-21 membutuhkan
penduduk yang mengetahui tentang masalah ilmiah dan teknologi agar proses
demokrasi dapat berfungsi dengan baik. Literasi sains telah diakui sebagai
karakteristik penting yang harus dimiliki setiap warga negara modern. Dalam
hal ini, pendidikan sains yang mencakup keterampilan abad ke-21 sangat
penting untuk mengembangkan literasi sains siswa, yang kemudian berubah
menjadi warga negara yang terpelajar secara ilmiah.
2. Struktur Aspek Literasi Sains
Sesuai dengan definisi PISA literasi sains, pertanyaan tes (item)
membutuhkan penggunaan kompetensi ilmiah dalam konteks. Ini melibatkan
penerapan pengetahuan ilmiah dan tingkat kognitif. Berikut kerangka untuk
membuat dan menganalisis item penilaian literasi sains (OECD, 2016):
Sebuah unit tes terdiri dari sekelompok pertanyaan yang dicetak secara
independen (item) dari berbagai jenis, disertai dengan bahan stimulus yang
menetapkan konteks untuk item. Jenis stimulus yang digunakan berbeda-beda
untuk menetapkan konteks, termasuk bagian teks, foto, tabel, grafik, diagram,
dan sering dalam kombinasi (OECD, 2013).
Gambar 2.2 Kerangka untuk Membuat dan Menganalisis Item Penilaian
literasi sains
20
3. Socio-scientific Issues
Socio Scientific Issues (SSI) adalah isu-isu yang kontroversial dengan
konsep yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam (Sadler, 2011). Menurut
Kolstø (2001) dalam Sadler, Romine, dan Topcu (2016) isu-isu sosial ilmiah
(SSI) adalah masalah sosial yang kompleks dengan asosiasi konseptual,
prosedural, dan teknologi yang terkait dengan ilmu pengetahuan. Isu-isu yang
menantang ini kemungkinan akan dihadapi dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Beberapa tahun terakhir, para peneliti ilmu pengetahuan telah
menyadari pentingnya SSI sebagai sarana untuk melibatkan siswa dalam
penyelidikan yang berkaitan dengan sains dan juga pengalaman hidup mereka
sendiri. Pengembangan kemampuan peserta didik untuk memahami,
bernegosiasi, dan akhirnya membuat keputusan mengenai SSI sangat penting
untuk literasi sains. Pentingnya mengintegrasikan praktik siswa relatif terhadap
negosiasi, diskusi, dan analisis SSI yang kompleks diakui secara internasional
(Sadler et al., 2016).
Osborne et al. (2012) dalam penelitian Espejaa dan Lagaróna (2015),
menyatakan SSI adalah topik atau isu sosial yang kontroversial (atau sosial)
yang memiliki komponen ilmiah namun juga memasukkan disiplin dan minat
lain (politik, ekonomi, etika, dll.) dan yang melibatkan evaluasi aspek moral
dan etika. Masyarakat saat ini terus-menerus menghadapi masalah sosio-ilmiah
yang menimbulkan dilema politik dan moral, seperti teknologi nano atau
perubahan iklim. Pendidikan sains harus memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengalami sains dalam konteks yang serupa atau serupa dengan konteks
yang akan mereka temukan di luar sekolah, dengan tujuan mencapai literasi
sains bagi semua warga negara (Albe, 2007 dalam Espejaa dan Lagaróna,
2015). Dapat disimpulkan bahwa menggunakan SSI dalam pembelajaran dan
memahami isu-isu sosial ilmiah memiliki peran penting dalam meningkatkan
literasi sains, dan memungkinkan siswa tidak hanya menyampaikan
pengetahuan ilmiah tapi juga menggunakan pengetahuan ini dalam
pengambilan keputusan dan bertanggung jawab sebagai warga sosial.
21
Ratcliffe dan Grace (2003) dalam Marie et al., (2011) menggambarkan
karakteristik umum dari isu-isu sosial ilmiah seperti:
a. Berdasarkan sains
b. Melibatkan pembentukan pendapat dan pembetukan keputusan pribadi
ataupun kelompok
c. Sering dilberitakan di media
d. Ruang lingkup permasalahannya bersifat lokal, nasional ataupun global,
e. Melibatkan pertimbangan nilai dan etika
f. dan Cenderung memerlukan beberapa pemahaman tentang probabilitas
dan risiko, dan tidak ada jawaban "benar".
Socio Scientific Issues dikatakan sebagai penghubung pembelajaran sains
yang tidak hanya untuk meningkatkan minat siswa terhadap sains, tapi juga
untuk memperkuat keterampilan sebagai kerja tim, pemecahan masalah dan
melek media. Ada lima langkah yang dapat dilakukan pada pembelajaran
berbasis SSI, yaitu:
a. Problem Analysis, pada langkah ini siswa disajikan dengan isu sosial-
ilmiah yang akan dibahas melalui laporan media atau strategi lain yang
relevan untuk menggambarkan isu tersebut.
b. Clarification of the Science, guru membantu siswa memahami isu dari
sudut pandang sains sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari.
c. Refocus on the Socio Scientific Dilemma, siswa memfokuskan perhatian
pada isu dan masalah sosial yang terkait dengan isu tersebut yang dapat
menimbulkan kontroversi.
d. Role Playing Task, siswa mengambil peran untuk terlibat dalam diskusi
SSI. Peran dapat berupa diskusi, unjuk kerja, presentasi ataupun debat
mengenai isu yang dibahas.
e. Meta-reflective Activity, siswa didorong untuk merefleksikan
(mengkonstruk) pengalaman secara keseluruhan dan dikaitkan dengan isu
yang dibahas serta mengaitkannya dengan sains (Sadler, 2011).
22
Siswa ditantang melalui pembelajaran SSI untuk mempertimbangkan
prinsip-prinsip ilmiah yang mendasari isu dan menganalisis data ilmiah yang
dapat menginformasikan negosiasi isu (Zeidler et al., 2009 dalam Sadler et al.,
2016). Pembelajaran berbasis SSI dapat mendukung beberapa hasil belajar
siswa yang diinginkan termasuk perkembangan minat dan motivasi siswa
dalam sains, pemahaman tentang sifat sains (NOS), dan keterampilan
penalaran (Sadler et al., 2016). Umumnya, kasus SSI menghasilkan banyak
perdebatan sehingga tidak akan memiliki solusi yang mudah. Sadler (2011)
dalam Morris (2014) juga berpendapat bahwa solusi untuk SSI dapat
diinformasikan oleh prinsip, teori, dan data ilmiah, namun solusinya tidak
dapat sepenuhnya ditentukan oleh pertimbangan ilmiah. Potensi tindakan yang
terkait dengan isu dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial termasuk politik,
ekonomi, dan etika. Jadi, SSI tidak hanya terpaku pada konsep sains, namun
melibatkan implikasi moral dan etika.
4. Minyak Bumi
Minyak bumi atau petroleum dalam bahasa latin berasal dari dua kata
yaitu petra (Yunani: karang/batuan) dan oleum (Latin: minyak). Secara umum
minyak bumi dapat didefinisikan sebagai sumber daya alam natural yang terdiri
dari campuran senyawa kompleks hidrokarbon serta senyawa organik lainnya
yang berada dalam formasi geologi di bawah permukaan bumi. Campuran itu
dapat berwujud padat, cair, dan gas. Campuran padat disebut juga bitumen atau
aspal sedangkan campuran berwujud cair adalah apa yang kita kenal sebagai
minyak bumi. Campuran dalam wujud gas sering disebut gas alam. Ketiga-
tiganya memiliki peranan yang penting dalam pemenuhan energi bagi
kehidupan manusia.
Minyak bumi termasuk barang tambang, artinya setelah diambil dari
dalam tanah harus diolah terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. Tetapi jika
keperluannya hanya untuk bakar membakar semata, sepertinya tidak perlu
repot-repot diolah. Secara teknis, istilah petroleum mengacu pada semua jenis
23
campuran hidrokarbon, baik padat, cair, ataupun gas. Istilah petroleum sendiri
baru dipergunakan pada tahun 1556 oleh ahli mineralogi asal Jerman Georg
Bauer, yang dikenal juga dengan nama Georgius Agricola. Dialah yang
disebut-sebut sebagai Bapak Mineralogi.
a. Proses Pembentukan Minyak Bumi
Proses pembentukan minyak mentah terdapat tiga fase antara lain fase
pembentukan, migrasi dan akumulasi.
1) Fase Pembentukan
Fase ini meliputi pungumpulan dan pengawetan zat organik di
dalam sedimen, serta transformasi zat organik menjadi minyak
mentah. Atom-atom karbon dan hidrogen yang merupakan komponen
utama penyusun senyawa hidrokarbon banyak ditemukan dalam
organisme baik yang telah mati maupun yang masih hidup
membentuk senyawa hidrokarbon dari zat organik. Zat organik berasal
dari hewan dan tumbuhan, baik di darat maupun di laut. Di laut, dua
jenis organisme yang memiliki peranan penting dalam penyediaan zat
organik minyak mentah adalah ganggang dan diatome. Jenis
tumbuhan dan hewan bersel satu, plankton dan foraminifera
diperkirakan juga sebagai penyusun petroleum. Salah satu hal yang
menguatkan hipotesis tersebut adalah bahwa organisme tersebut
memiliki jumlah kandungan lipid yang besar.
Organisme bersel satu mengalami dekomposisi menjadi material
organik yang disebut proto-petroleum, setelah mengalami penimbunan
di dalam lapisan sedimentasi dalam jangka waktu yang lama dari
kondisi geologis yang sesuai. Proses ini berlangsung sangat lama,
disertai dengan meningkatnya tekanan dan suhu secara perlahan-
lahan. Selanjutnya proto-petroleum akan mengalami diagenesis yaitu
rangkaian proses yang melibatkan perubahan biologis, fisika, dan
kimia menjadi petroleum siap olah. Proses sedimentasi berlangsung
24
secara terus-menerus dan konsisten, kondisi semacam ini sangat cocok
bagi zat organik mengalami akumulasi dan pengawetan.
Bergantung pada jumlah dan tipe zat organik yang tersedia,
proses pembentukan petroleum tahap akhir berlangsung pada
kedalaman 760 m hingga 4.880 m dengan temperatur antara 65º C
hingga 150º C. Biasanya pembentukan petroleum dalam jumlah yang
paling besar berada pada kedalaman antara 2.000 m hingga 2.900 m.
Pada daerah yang lebih dalam dari 2.900 m, petroleum yang terbentuk
didominasi dengan camputan minyak cair dan gas yang kita kenal
sebagai gas alam air (Liquid Natural Gas, LNG).
2) Fase Migrasi
a) Migrasi Primer
Minyak bumi yang telah terbentuk mengalami
persebaran/perpindahan di dalam batuan sedimen ke perangkat
tempat petroleum itu sekarang ditemukan. Yang tersisa di dalam
lapisan batuan sedimen hanya komponen kerogen padat dan
beberapa senyawa kimia tak larut. Terpisah dan berpindahnya
minyak dari partikel-partikel padat kerogen melalui pori-pori
sempit dan lubang kapiler disebut migrasi primer. Bagaimana
migrasi primer minyak ini terjadi? Sedimentasi menghasilkan
tumpukan lapisan-lapisan batuan yang semakin lama semakin
banyak. Akumulasi sedimentasi inilah yang akan dihipotesiskan
memberikan energi yang cukup untuk terjadinya migrasi primer
minyak bumi. Dengan semakin meningkatnya temperatur, senyawa
hidrokarbon baru yang terbentuk bergabung dengan molekul air
dan bermigrasi dalam bentuk campuran, suspensi, atau emulsi.
b) Migrasi Sekunder
Senyawa hidrokarbon terus bermigrasi melalui poros-poros
yang semakin lebar setelah mengalami migrasi primer. Perbedaan
utama migrasi primer dan skunder adalah dalam hal ukuran pori
25
dan jenis batuan yang dilaluinya. Biasanya minyak akan bermigrasi
melalui membran-membran permeabel yang pada akhirnya akan
terakumulasi pada daerah yang disebut trap. Minyak akan terus
bermigrasi hingga mencapai permukaan bumi. Ada dua jenis trap
yaitu structural trap dan stratigraphic trap. Structural trap
terbentuk oleh proses tektonik. Stratigraphic trap adalah jenis trap
yang dihasilkan dari proses deposisi sedimen atau erosi. Keduanya
sangat dipengaruhi oleh aktivitas tektonik.
3) Fase Akumulasi
Tetes minyak yang tersebar di dalam lapisan sedimen
terakumulasi menjadi satu kluster minyak yang jumlahnya sangat
besar. Minyak yang terakumulasi inilah yang nantinya akan kita
gunakan. Seperti halnya migrasi, akumulasi minyak bumi juga sangat
dipengaruhi oleh porositas dan permeabilitas dari carrier beds.
Reservoar klasik biasanya mengandung akumulasi minyak bumi
paling banyak, diikuti oleh reservoar karbonan dan resservoar batuan
beku.
c. Penyusunan Minyak Bumi
Secara umum, petroleum terdiri atas senyawa hidrokarbon cair dan
gas. Dalam kondisi tekanan dan suhu normal, senyawa hidrokarbon
penyusun petroleum dapat berwujud padat (misalnya parafin), cair
(misalnya pentana), atau gas (senyawa hidrokarbon ringan misalnya metana,
etana, propana, dan butana). Secara umum, komponen penyusun petroleum
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu komponen hidrokarbon dan non-
hidrokarbon.
1) Komponen Hidrokarbon
Pada dasarnya minyak hanya tersusun dari dua atom yaitu karbon
dan hidrogen. Namun dua atom itu dapat membentuk molekul dan
senyawa kimia yang sangat banyak dan kompleks, berikut sifat fisika
26
dan kimia yang bervariasi pula. Minyak mentah yang ditambang dari
sumur mengandung lebih banyak lagi unsur. Selain karbon dan
hidrogen dijumpai pula nitrogen, oksigen, belerang, dan unsur logam.
Semuanya dalam persentase yang sangat kecil.
Tabel 2.2 Unsur-Unsur Penyusun Minyak Mentah.
No Unsur Persentase
1 Karbon 83% - 87%
2 Hidrogen 10% - 14%
3 Nitrogen 0,1% - 2%
4 Belerang 1% - 3%
5 Oksigen 0,05% -1,5 %
6 Unsur Logam < 0,1%
Empat jenis senyawa hidrokarbon yang biasa dijumpai dalam
minyak bumi mentah antara lain parafin, naphthene(sikloalkana),
aromatik, dan aspal yang merupakan residu pengolahan senyawa
naphthene. Contoh jenis senyawa parafin adalah CH4 (metana), C2H6
(etana), C3H8 (propana). Berikut tabel senyawa penyusun minyak
mentah:
Tabel 2.3 Senyawa Kimia Penyusun Minyak Mentah
No Unsur Persentase
1 Metana 30% (15% -60%)
2 Naphthene 49% (30% - 60%)
3 Aromatik 15% (3% - 30%)
4 Aspal Sisanya
2) Komponen Non-hidrokarbon
Selain komponen hidrokarbon, minyak mentah dapat
mengandung banyak unsur lain seperti sulfur, oksigen, nitrogen, dan
beberapa unsur logam lainnya. Unsur karbon dan hidrogen sangat
dominan dijumpai dalam minyak mentah, sedangkan tidak lebih dari
27
6,5% sisanya berupa unsur lain. Walaupun jumlahnya relatif kecil,
namun kadang unsur-unsur tersebut dapat mempengaruhi produk hasil
pengolahan minyak mentah. Sebagai contoh, sulfur. Sulfur sering
dijumpai pada minyak mentah medium dan berat. Sulfur berikatan
dengan karbon dan hidrogen. Sedangkan pada minyak mentah berat
sulfur tidak hanya berikatan dengan karbon dan hidrogen melainkan
juga nitrogen dan oksigen. Minyak hasil pengolahan harus bebas
sulfur karena jika sampai produk minyak mengandung sulfur maka
ketika minyak dibakar akan menghasilkan gas polutan berbahaya bagi
lingkungan.
Oksigen dan nitrogen muncul dalam minyak mentah berat dalam
persentase yang cukup kecil. Keduanya tidak terlalu berbahaya seperti
sulfur namun senyawa sodium klorida dapat berpotensi menghasilkan
polusi yang berbahaya juga sehingga perlu untuk dihilangkan selama
proses pengolahan. Dua unsur logam yang sering dijumpai adalah
vanadium dan nikel.
d. Fraksi-fraksi Minyak Bumi
Minyak mentah yang telah diambil dari daerah pertambangan
selanjutnya diolah menjadi produk-produk sesuai kebutuhan pasar/
konsumen. Minyak mentah itu diproses secara kimia dan dipanaskan untuk
menghilangkan kandungan air dan partikel-partikel padat. Selain itu
kandungan gas alam dipisahkan dan diolah secara terpisah. Minyak mentah
ini kemudian dipindahkan ke pabrik pengolahan minyak menggunakan truk,
kereta, kapal, atau pipa. Secara umum ada tiga tahap pengolahan minyak
yang dilakukan industri-industri petrokimia antara lain separasi, konversi,
dan purifikasi. Separasi adalah tahap pemisahan komponen hidrokarbon
minyak mentah ke dalam fraksi-fraksi dengan kriteria tertentu. Biasanya
separasi ini didasarkan pada kemiripan sifat fisika dan kimia senyawa
hidrokarbon. Tahap berikutnya adalah konversi yaitu pengubahan fraksi-
fraksi hidrokarbon menjadi produk akhir misalnya menjadi bensin dan
28
minyak tanah. Pada tahap konversi, kemungkinan adanya unsur pencampur
yang tidak diinginkan dan dapat mengganggu kualitas produk kadang
ditemukan. Oleh karena itulah maka tahap ketiga perlu dilakukan untuk
membersihkan produk konversi dari bahan-bahan impuriti (bahan
pencampur). Tahap inilah yang disebut purifikasi.
1) Separasi
Hidrokarbon di dalam minyak mentah terdiri dari ratusan jenis
hidrokarbon yang memiliki panjang rantai molekul yang berbeda-beda.
Setiap molekul dengan panjang rantai berbeda memiliki titik didih yang
berbeda pula. Untuk menseparasi hidrokarbon-hidrokarbon itu maka
dapat digunakan teknik fractional distillation atau atmospheric
distillation. Minyak mentah dipompa dari tempat penyimpanan ke
serangkaian pemanas untuk mendapatkan minyak mentah dengan suhu
sekitar 1200º C. Minyak mentah kemudian dicampur dengan air dengan
jumlah dan kadar tertentu. Pencampuran ini bertujuan untuk
memisahkan komponen air garam yang mungkin ada di dalam minyak
mentah. Minyak mentah bebas garam lalu dialirkan ke pipa pemanas
sebelum memasuki tungku pembakaran. Minyak mentah dipanaskan
pada rentang suhu 315º C hingga 600º C, sesuai jenis minyak mentah
dan kebutuhan produk jenis apa yang dikehendaki. Pada suhu tersebut
sebagian besar minyak mentah berada dalam wujud uap. Uap-uap itu
kemudian dialirkan kebagian bawah kolom fraksi yang tingginya
mencapai 45 meter. Kolom fraksi terdiri dari 20 hingga 40 saringan
bertingkat yang masing-masing terhubung ke pipa pemisah fraksi yang
akan menampung hidrokarbon hasil separasi. Hasil dari pemisahan
kemudian diolah lebih lanjut menjadi produk yang siap digunakan.
2) Konversi
Produk minyak mentah hasil separasi belumlah optimal untuk
langsung digunakan. Sebagai contoh dari proses separasi tersebut hanya
40% bagian saja yang berupa bahan bakar kendaraan bermotor. Sisanya
29
perlu pengolahan lebih lanjut. Ada tiga cara yang biasa digunakan
untuk mengolah produk minyak mentah hasil separasi antara lain:
a) Cracking
Cracking adalah pemecahan rantai molekul hidrokarbon panjang
menjadi rantai yang lebih pendek. Ada dua metode cracking yaitu
Thermal Cracking dan Catalystic Cracking. Pada Thermal Cracking,
hidrokarbon dipanaskan pada suhu tinggi. Biasanya tekanan yang
cukup tinggi juga diberikan pada hidrokarbon. Proses pemanasan
dilakukan hingga rantai karbon panjang pecah menjadi rantai kecil-
kecil. Pada Catalytic Cracking memanfaatkan zat katalis untuk
mempercepat proses pemecahan senyawa hidrokarbon. Katalis yang
biasa digunakan antara lain zaolite, aluminium hidrosilikat, bauksit,
dan silika alumina.
b) Unifikasi
Berkebalikan dengan cracking, unifikasi adalah metode yang
digunakan untuk membuat senyawa hidrokarbon berat dengan cara
mereaksikan senyawa-senyawa hidrokarbon ringan. Proses utama
unifikasi disebut catalytic reforming yang menggunakan katalis
platinum dan campuran antara platinum dan renium. Beberapa
produk yang dihasilkan dari unifikasi adalah senyawa aromatik yang
digunakan untuk membuat bahan-bahan kimia dan campuran bahan
bakar. Senyawa aromatik dihasilkan dari unifikasi nafta ringan.
c) Alterasi
Produk-produk tertentu kadang tidak dapat langsung diperoleh dari
proses separasi, cracking atau unifikasi. Kadang struktur molekul
hidrokarbon harus dimodifikasi atau disusun ulang untuk
memperoleh senyawa dengan sifat dan fungsi yang dikehendaki.
Proses semacam itu disebut alkilasi, molekul ringan dikombinasikan
untuk memperoleh molekul yang lebih berat. Sebagai contoh
propilen, butilen, dan katalis untuk memperoleh hidrokarbon yang
digunakan untuk bahan bakar berkualitas tinggi.
30
3) Purifikasi
Sebelum produk hasil pengolahan minyak siap dipasarkan perlu
kiranya untuk dilakukan purifikasi. Minyak hasil olahan kadang masih
mengandung unsur-unsur yang mengganggu baik kinerja bahan bakar
maupun residu yang bersifat polutan. Purifikasi berusaha untuk
menghilangkan zat pengotor tersebut atau mengurangi kadarnya sampai
pada konsentrasi yang tidak mengganggu unjuk kerja bahan bakar atau
tidak mengganggu mesin dan lingkungan. Setelah fase purifikasi,
diperolehlah minyak bumi dengan berbagai fungsi. Produk-produk
tersebut dapat di klasifikasikan menjadi:
a) Gas Petroleum
Digunakan untuk pemanasan, memasak, dan pembuatan plastik.
Senyawa hidrokarbon terdiri deret senyawa alkana ringan (jumlah
atom karbon 1 hingga 4). Memiliki titik didih kurang dari 40º C. Gas
petroleum kadang dicairkan pada tekanan tinggi menjadi liquid
petroleum gas atau LPG.
b) Nafta atau Ligroin
Merupakan produk intermediet atau produk antara yang akan
diolah lebih lanjut menjadi bahan bakar kendaraan bermotor.
Merupakan campuran senyawa hidrokarbon dari deret senyawa
alkana dengan jumlah atom karbon antara 5 hingga 9 atom. Memiliki
titik didih 60º C hingga 100º C.
c) Bensin/Gasolin
Digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Bensin
berada dalam wujud cair dalam suhu dan tekanan normal namun
mudah sekali menguap. Merupakan campuran senyawa hidrokarbon
alkana dan sikloalkana yang terdiri dari 5 hingga 12 atom karbon.
Memiliki titik didih antara 40 º C hingga 250 º C.
d) Kerosin
Kerosin merupakan produk yang dapat diolah menjadi produk
lainnya. Kerosin dapat pula digunakan sebagai bahan bakar utama
31
mesin jet. Merupakan campuran senyawa hidrokarbon dari deret
senyawa alkana dan aromatik dengan jumlah atom karbon antara 10
hingga 18 atom. Titik didih kerosin cukup tinggi yaitu antara 175 º C
hingga 325º C.
e) Minyak Gas
Berwujud cair dengan titik didih yang sangat tinggi yaitu antara
250º C hingga 350º C. Minyak gas banyak digunakan untuk bahan
bakar mesin diesel dan pemanasan minyak. Minyak gas juga dapat
diolah kembali menjadi produk lainnya. Merupakan senyawa alkana
yang terdiri dari 12 atau lebih atom karbon.
f) Pelumas
Senyawa hidrokarbon penyusun pelumas adalah alkana,
sikloalkana, dan aromatik yang memiliki rantai karbon panjang
antara 20 hingga 50 atom. Memiliki titik didih sangat tinggi yaitu
antara 300º C hingga 370º C. Pelumas berwujud cair pada suhu dan
tekanan standar.
g) Gas Berat atau Bahan Bakar Minyak
Merupakan bahan bakar baku industri-industri besar. Dengan
cracking, produk ini dapat dipecah dan diolah menjadi prosuk-
produk lainnya yang kebih ringan. Memiliki wujud cair dan titik
didih yang tinggi taitu antara 370º C hingga 600º C. Senyawa
hidrokarbon yang menyusunnya termasuk senyawa dengan rantai
atom C yang sangat panjang antara 20 hingga 70 atom. Tiga
senyawa utama penyusun bahan bakar minyak adalah alkana,
sikloalkana, dan aromatik.
h) Residu
Residu minyak mentah meliputi aspal, lilin, dan coke. Bahan-
bahan ini merupakan senyawa hidrokarbon berat dengan rantai atom
C yang panjang sehingga wujudnya padat. Tidak mudah terbakar.
Dalam wujudnya yang padat, residu ini dapat diolah lagi menjadi
banyak sekali produk. Memiliki titik didih lebih dari 600º C.
32
Senyawa hidrokarbon yang menyusunnya terdiri dari campuran
banyak sekali deret senyawa kimia yang memiliki atom C lebih dari
70 buah.
e. Bensin dan Penyimpanan Bensin
Bensin dikenal juga dengan nama hidrokarbon alifatik yaitu senyawa
hidrokarbon yang hanya terdiri dari atom hidrogen dan karbon yang
membentuk rantai linier bukan siklik/cincin. Bensin merupakan campuran
senyawa hidrokarbon cair mudah terbakar dan mudah menguap, diturunkan
dari petroleum (minyak mentah) dan merupakan bahan bakar kendaraan
bermotor untuk melakukan pembakaran internal mesin.
1) Octane Rating
Asal istilah Octane Rating atau nilai oktan berasal dari senyawa
asalnya yaitu oktana. Bahan bakar dengan nilai oktan 87 berarti bahan
bakar tersebut terdiri dari 87% oktana sedangkan 13% sisanya berupa
senyawa campuran lainnya, misalnya heptana. Bahan bakar dengan
nilai oktan 87 dapat terbakar secara spontan jika dikompresi dengan
kekuatan tertentu. Dengan demikian bahan bakar dengan nilai oktan 87
sebaiknya digunakan oleh mesin yang memiliki rasio kompresi di
bawah nilai kompresi maksimum yang diijinkan. Pada perang dunia I,
untuk meningkatkan nilai oktan bahan bakar digunakan senyawa kimia
tambahan antara lain tetraetil-timah. Namun ternyata penambahan
senyawa aditif itu menyebabkan penyumbatan katalitik konverter oleh
timah sehingga mesin tidak dapat bekerja selama beberapa menit.
Selain itu timah merupakan zat racun yang berbahaya bagi makhluk
hidup sehingga penggunaan zat tersebut dihentikan.
Sebagai alternatif digunakan senyawa lainnya yaitu methyl tertiery
butyl ether (MTBE) dan etanol. MTBE juga mengurangi jumlah
karbonmonoksida yang merupakan residu pembakaran bahan bakar.
Namun MTBE ini juga bersifat racun, dan MTBE mudah bereaksi
33
dengan air. Senyawa aditif lain yang digunakan untuk meningkatkan
nilai oktan bahan bakar adalah methylcyclopenthadienyl manganase
tricarbonyl (MMT).
2) Tingkat Penguapan
Di negara-negara empat musim untuk menghasilkan bahan bakar
yang dapat memulai pengapian mesin dengan segera pada cuaca dingin,
bahan bakar biasanya ditambahkan butana. Penambahan butana
menurunkan koefisien penguapan bahan bakar sehingga walaupun pada
cuaca dingin, pembakaran dapat berlangsung dengan segera.
3) Campuran Bahan Bakar
Pencampuran bahan bakar tidak menjadi mudah kerena harus
memenuhi banyak sekali kriteria mulai dari sifat-sifat senyawa
hidrokarbon hingga isu lingkungan. Beberapa hal yang diperhatikan
dalam pencampuran bahan bakar antara lain tekanan uap dalam ruang
pembakaran, rasio kompresi mesin, proses pembakaran, kadar belerang,
stabilitas bahan bakar, kadar senyawa aromatik, kadar deret senyawa
alkena, nilai oktan, dan peraturan pemerintah setempat.
f. Dampak Pembakaran Bahan Bakar terhadap Lingkungan
Pembakaran minyak bumi menghasilkan gas karbondioksida (CO2).
Gas karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas jahat penyebab efek
rumah kaca. Gas CO2 sisa pembakaran bersama-sama dengan gas rumah
kaca lainnya, yaitu uap air, metana dan nitrogen oksida, bertengger
diatmosfer bumi. Semakin hari semakin tebal lapisan gas rumah kaca itu.
Sinar matahari yang sampai ke bumi mula-mula melewati atmosfer. Semua
panjang gelombang sinar matahari hampir seluruhnya terlewatkan dan
menyentuh permukaan bumi memberikan energi panas yang penting untuk
keberlangsungan kehidupan di bumi. Panas yang diserap bumi ini tidaklah
hilang begitu saja akan tetapi sebagian dipantulkan kembali ke angkasa luar
dalam bentuk radiasi inframerah. Untuk mencapai angkasa luar, radiasi
34
pantulan ini harus melewati atmosfer. Di sana telah menunggu
segerombolan gas rumah kaca jahat yang tidak membiarkan radiasi ini terus
terpancar keluar. Gas rumah kaca itu memerangkap radiasi pentulan dari
bumi. Akibatnya radiasi itu terpantul kembali ke bumi. Demikian
seterusnya, sehingga suhu bumi semakin lama semakin hangat. Hangatnya
suhu bumi ini bukannya tidak membawa persoalan pelik, suhu bumi
meningkat secara merata diseluruh belahan, inilah yang serig kita dengar
sebagai global warming atau pemanasan global. Efek langsung dari
pembakaran bahan bakar minyak adalah polusi udara yang dapat
menyebabkan iritasi mata, gangguan pernapasan, dan udara yang tidak
bersih. Dalam skala global, efek pembakaran bahan bakar minyak antara
lain:
1) Perubahan Cuaca yang Tidak Menentu
Emisi gas rumah kaca memicu pemanasan global membuat belahan
bumi utara mengalami peningkatan suhu paling tinggi diantara daerah-
daerah yang lain. Daerah-daerah sub tropis yang memliki empat musim
akan mengalami banyak sekali perubahan-perubahan drastis. Daerah
yang semula bersalju lama kelamaan semakin menipis atau bahkan
tidak ada salju sama sekali. Semakin hangat suhu bumi semakin banyak
penguapan air (terutama dari lautan) yang terjadi. Penguapan ini
menyebabkan di beberapa wilayah mengalami kekeringan. Dahulu yang
hidup di daerah tropis memiliki jatah musim hujan dan kemarau sama
panjangnya setiap tahun. Sekarang, hujan dapat terjadi kapan saja.
Kadang hujan sangat lebat, kadang siang terik yang sangat panas. Cuaca
jadi tidak menentu dan sukar diprediksi.
2) Mencairnya Es di Kutub-kutub Bumi
Es dikutub utara dan selatan juga tidak ketinggalan, gletser di
beberapa benua seperti Afrika, Asia, dan Eropa mencair dengan
kecepatan yang menakjubkan dibanding keadaan normalnya.
Mencairnya es di kutub utara dan selatan memberikan pengaruh yang
35
signifikan terhadap spesies yang hidup didalamnya. Terlalu banyak es
yang mencair menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu.
Beruang kutub misalnya telah mengalami penurunan jumlah populasi
selama kurun beberapa dekade terakhir mencairnya es menyebabkan
jumlah air laut menjadi melimpah dan meningkatkan ketinggian
permukaan air laut.
3) Menurunkan Hasil Pertanian
Negara-negara agraris seperti Indonesia, sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Para petani tentu
lebih tahu mengenai iklim, musim, kadair air, suhu, hama, dan lain
sebagainya yang berpengaruh terhadap hasil panen. Musim sangat
mempengaruhi tanaman pertanian jika sawah atau ladang terlalu basah
karena sering hujan, tentu tidak baik untuk tanaman. Apalagi jika terlalu
lama kering. Kondisi iklim yang tidak menentu ini telah merugikan
petani, karena hasil panen menurun. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia
tetapi di beberapa negara lain.
4) Keberlangsungan Hidup Flora dan Fauna Terancam
Bagi flora dan fauna, perubahan drastis akibat pemanasan global
membawa kesulitan tersendiri bagi mereka. Bukan hanya masalah
kenyamanan akan tetapi keberlangsungan hidup spesiesnya bentuk
adaptasi beberapa jenis tumbuhan terhadap suhu bumi yang semakin
tinggi adalah berbunga lebih awal. Beberapa spesies hewan bermigrasi
dari habitat lama ke habitat baru. Namun tidak demikian halnya dengan
tumbuhan, mereka tidak bisa berpindah. Bagi beberapa jenis hewan dan
tumbuhan yang tidak dapat menemukan tempat sesuai habitat asalnya
kemungkinan besar kan mengalami kepunahan baik secara lokal
maupun global jika tindakan dan pencegahan dan perawatan terhadap
alam dan beserta isinya tidak segera dilakukan oleh manusia.
Bagaimana dengan kehidupan di dalam laut? Para ilmuwan telah
mengadakan penelitian bahwa peningkatan suhu sebesar 1º C saja dapat
36
memberangus terumbu karang di laut. Semakin meningkatnya kadar
CO2 di atmosfer yang dapat terbawa oleh air hujan di laut menyebabkan
keasaman air laut naik. Tentu ini sangat berbahaya bagi para ikan dan
tumbuhan laut.
5) Penyebaran Wabah Penyakit
Meningkatnya suhu terutama di daerah tropis menyebabkan
penyebaran wabah penyakit menjadi semakin garang. Penyebaran
penyakit malaria yang difasilitasi oleh nyamuk dan binatang lainnya
menjangkau daerah yang semakin luas. Semula daerah operasi nyamuk-
nyamuk jahat itu adalah daerah dengan suhu yang cukup tinggi seperti
daerah tropis. Kini daerah-daerah yang semula terlalu dingin bagi
nyamuk-nyamuk itu, berkat emisi CO2 daerah itu menjadi lebih hangat
dan nyamuk bisa berkunjung dan menyebarkan penyakit disana. Selain
itu, wabah lainnya yang tidak kalah mengerikan adalah demam
berdarah, radang otak dan demam kuning. Penyakit-penyakit itu semula
hanya terjangkit di daerah tropis namun karena adanya peningkatan
suhu di berbagai belahan bumi maka penyakit tersebut dapat menyebar
kemana-mana.
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh L.D. Purwani, F. Sudargo dan W.
Surakusumah, Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2018 yang berjudul
“Analysis of student’s scientific literacy skills through socioscientific
issue’s test on biodiversity topics”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keterampilan literasi sains siswa untuk dimensi kompetensi sains rendah
(15,84% untuk kelas A dan 19,50% untuk kelas B) dan juga untuk sikap
terhadap dimensi sains (31,15% untuk kelas A dan 37,05%).
37
2. Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Ikhwan Mat Saad, Sadiah
Baharom, dan Siti Eshah Mokhsein, Universitas Pendidikan Sultan Idris,
Tanjung Malim, Perak, Malaysia tahun 2017 yang berjudul “Scientific
Reasoning Skills Based on Socio-Scientific Issues in The Biology Subject”.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa literasi sains siswa masih
rendah, sebanyak 78% (351 siswa) menjawab dalam tingkat rendah;
sementara 19% (85 siswa) berada di tingkat sedang dan hanya 3% (14
siswa) berada di tingkat tinggi. Selain itu, siswa tidak kompeten untuk
menghubungkan konsep sains dan isu sosio-ilmiah.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Gustia Angraini, Universitas Pendidikan
Indonesia tahun 2014 yang berjudul “Analisis Kemampuan Literasi Sains
Siswa SMA Kelas X di Kota Solok”. Penelitian dilakukan pada siswa
kelas X di 3 sekolah di kota Solok yaitu pada sekolah akreditasi A, B dan
C, sampel berjumlah 63 orang siswa. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa kelas X di kota Solok
masih “kurang sekali”, karena persentase yang didapatkan adalah 27,94%
(kurang sekali ≤54% ).
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Kirana Aryani, Hadi Suwono, dan
Parno, Universitas Negeri Malang tahun 2016 yang berjudul “Profil
Kemampuan Literasi Sains Siswa SMPN 3 Batu”. Penelitian dilakukan
pada siswa kelas VII. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa memiliki
kemampuan literasi sains Aspek kompetensi sebesar 22% dan Aspek
pengetahuan sebesar 34%. Persentasi kedua Aspek tersebut masih di
bawah 50% dari jumlah siswa keseluruhan sehingga menunjukkan
kemampuan literasi sains siswa SMPN 3 Batu tergolong rendah.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Nisa Wulandari dan Hayat Solihin,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia pada tahun 2016
yang berjudul “Analisis Kemampuan Literasi Sains Pada Aspek
Pengetahuan Dan Kompetensi Sains Siswa Smp Pada Materi Kalor”.
Sampel penelitian adalah 31 orang siswa kelas VIII di salah satu SMP
Negeri di Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
38
ketercapaian kemampuan literasi sains pada aspek pengetahuan sebesar
66,45% dengan kategori ketercapaian baik.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Lutfi Rizkita, Hadi Suwono, dan Herawati
Susilo, Universitas Negeri Malang tahun 2016 yang berjudul “Analisis
Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa SMA Kota Malang”. Penelitian
dilakukan pada siswa SMAN 4 Malang kelas X tahun ajaran 2015-2016
yang berjumlah 68 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan awal literasi sains siswa tergolong masih rendah dengan rata-
rata persentase sebesar 52%.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Evi Sapinatul Bahriah, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2015 yang berjudul “Peningkatan
Literasi Sains Calon Guru Kimia Pada Aspek Konteks Aplikasi dan Proses
Sains”. Penelitian dilakukan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan
Kimia Semester 2 Tahun Ajar 2013/2014 FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek konteks aplikasi
sains memperoleh nilai sebesar 42,49% (kategori sedang) dan pada aspek
proses sains memperoleh nilai sebesar 50,29% (kategori sedang).
C. Kerangka Berpikir
Sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan
Gerakan Literasi Nasional (GLN) untuk membangun budaya literasi pada
seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) sebagai bagian
dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Pelibatan lembaga pendidikan
sejak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, sampai
pada kampanye literasi sangat penting agar kebijakan yang dilaksanakan sesuai
dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. GLN diharapkan menjadi
pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan sampai ke
wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi
(Kemendikbud, 2017).
39
Pada abad 21, dunia industri berkembang pesat akibat dari kemajuan
sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pesatnya
perkembangan industri pada abad 21 ini juga menimbulkan banyak
permasalahan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Permasalahan
tersebut terjadi akibat kurangnya kesadarpahaman akan sains. Manusia sering
kali memanfaatkan sains dan teknologi dengan mengeksploitasi alam tanpa
memahami akibatnya bagi lingkungan dan masa depan bumi. Contohnya,
pemanfaatan bahan-bahan kimia dan produk-produk teknologi dalam
kehidupan sehari-hari tanpa diimbangi dengan pemahaman dampak-dampak
pemakaiannya terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.
Pembelajaran ilmu kimia di sekolah tidak hanya untuk menghasilkan
siswa yang memiliki kemampuan kognitif pada ilmu kimia namun juga
menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan literasi sains yang baik.
Literasi sains dapat diartikan sebagai kemampuan siswa untuk
mengaplikasikan ilmu sains yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari dan
ke dalam kehidupan masyarakat modern. Tes berbasis Socio-Scientific Issues
dalam meningkatkan literasi sains penting untuk diterapkan dan ditingkatkan
pada siswa, untuk melatih siswa supaya mampu memahami dan memecahkan
berbagai fenomena atau isu-isu sosial yang terkait dengan pengetahuan ilmiah.
Pentingnya literasi sains sudah diakui oleh masyarakat di seluruh dunia
dengan dibentuknya lembaga yang menyelenggarakan tes kemampuan literasi
siswa dalam skala internasional. Tes tersebut menggunakan kerangka PISA
yang diselenggarakan oleh OECD. Indonesia sudah mengikuti tes ini sejak
tahun 2000 dan dilaksanakan kembali setiap 3 tahun berikutnya, yaitu tahun
2003, 2006, 2009, 2012 dan 2015. Hasil yang diperoleh Indonesia masih
rendah, rendahnya hasil perolehan tes tersebut mencerminkan rendahnya
kemampuan literasi sains siswa indonesia. Rendahnya kemampuan literasi
sains siswa dikarenakan siswa tidak dihadapkan pada pembelajaran dan
latihan-latihan soal yang mengaitkan ilmu kimia dengan konteks mengenai isu-
isu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa belum terlatih menyelesaikan
40
permasalahan-permasalahan sosial yang terkait dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk mengetahui kriteria kemampuan literasi sains siswa saat ini perlu
diadakannya analisis literasi sains siswa mengenai socio scientific issues.
Setelah adanya data hasil analisis ini, maka dapat melihat bagaimana kriteria
kemampuan literasi sains siswa mengenai socio scientific issues yang beredar
di lingkungan sosial siswa tersebut dalam konteks nasional maupun global.
Pada gambar 2.3 berikut ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian:
Literasi sains sebagai tujuan
utama Pendidikan Sains
Kurikulum 2013 Edisi Revisi Gerakan Meningkatkan
Literasi Sains dalam Pendidikan Sains
Pendidikan sains harus dapat
menghubungkan konsep sains dengan
isu sosial
Socio Scientific Issues (SSI) adalah
suatu isu atau masalah yang kompleks
yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan alam
Materi Kimia sebagai SSI: Minyak
Bumi
Menganalisis Kemampuan Literasi Sains
Siswa Mengenai SSI Minyak Bumi
Persentase dan Kriteria Kemampuan
Literasi Sains Siswa
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 di
empat SMA Negeri Kota Tangerang Selatan.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
penelitian deskriptif. Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan penelitian
yang ingin dicapai yaitu untuk menggambarkan kriteria kemampuan literasi
sains siswa, karena penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan suatu
peristiwa yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan secara
khusus terhadap peristiwa tersebut (Arifin, 2011: 54). Untuk memperoleh data
hasil penelitian digunakan instrumen penelitian yang diolah secara statistik dan
di analisis. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu desain
penelitian survey. Penelitian survey digunakan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang
relatif kecil (Arifin, 2011:55).
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan jumlah subjek yang akan diteliti. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII di SMA Negeri se-Kota Tangerang
Selatan pada tahun ajaran 2019/2020. Pengambilan sampel pada penelitian ini
yaitu peserta didik kelas XII di beberapa SMA Negeri se-Kota Tangerang
Selatan dengan menggunakan teknik cluster random sampling yaitu dengan
memilih secara acak yang didasarkan pada klaster (gugus) (Eriyanto, 2007:
116). Dalam penarikan sampel klaster, SMA Negeri ditempatkan sebagai
satuan penarikan sampel (Primary Sampling Unit/PSU). Peneliti menarik
terlebih dahulu SMA Negeri Tangerang Selatan, terpilih 4 SMA Negeri dari
42
total 12 SMA Negeri yang ada di Kota Tangerang Selatan berdasarkan klaster
pada kecamatan yang berbeda setiap sekolah yang terpilih. Dari SMA Negeri
yang terpilih tersebut selanjutnya menentukan kelas yang sudah mempelajari
materi minyak bumi. Berdasarkan proses tersebut akhirnya didapatkan
kesimpulan total siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah sebanyak 150
siswa yang dapat mewakili siswa kelas XII SMA Negeri se-Kota Tangerang
Selatan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Sampel penelitian di empat SMAN Tangerang Selatan
No. SMAN Kota Tangerang Selatan Alamat Kelas Jumlah
Siswa
1. SMAN 5 Kota Tangerang Selatan Pondok Aren XII IPA 2 42
2. SMAN 6 Kota Tangerang Selatan Pamulang XII IPA 2 35
3. SMAN 11 Kota Tangerang Selatan Ciputat XII IPA 3 33
4. SMAN 12 Kota Tangerang Selatan Serpong XII IPA 1 40
Total 150
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Analisis kebutuhan: Studi pustaka, untuk memperoleh landasan teoritis
yang relevan dengan studi literatur PISA, jurnal-jurnal dan laporan
penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan diteliti. Studi
lapangan, untuk mengetahui tes yang dikembangkan dan diujikan
disekolah.
b. Analisis topik permasalahan dari keunggulan dan kelemahan temuan.
c. Konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai proposal berdasarkan
permasalah yang telah ditentukan, mengajukan sebuah judul penelitian,
metode dan desain penelitian.
d. Seminar proposal untuk mendapatkan persetujuan dan bimbingan dari
Dosen Bimbingan Skripsi.
43
e. Menyusun instrumen penelitian berupa tes tertulis sesuai dengan bidang
yang akan diteliti.
f. Melakukan validasi dan analisis instrumen penelitian kepada dosen ahli
dan selanjutnya merevisi instrumen penelitian.
g. Melakukan validasi dan analisis instrumen penelitian kepada siswa
sebagai uji coba instrumen dan selanjutnya merevisi instrumen
penelitian.
h. Mengurus surat perizinan penelitian.
i. Perizinan pelaksanan survey dengan sekolah yang bersangkutan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini melakukan penelitian dengan
menggunakan instrumen tes tervalidasi kepada sampel yang telah di
tentukan untuk mengumpulkan data penelitian.
3. Tahap Analisis, Refleksi dan Evaluasi
a. Pengumpulan data, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
b. Menyimpulkan hasil penelitian
44
Pada gambar 3.1 berikut ini diagram alir dalam penelitian ini:
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Analisis Kebutuhan
Studi Pustaka Studi Lapangan
Membaca Literatur Tentang Literasi Sains:
Buku
Jurnal hasil penelitian
Wawancara Guru:
Tes yang dikembangkan dan diujikan
Kemampuan literasi sains siswa
Menganalisis Keunggulan dan Kelemahan Temuan
Pengajuan Judul, Proposal Penelitian, dan Seminar Proposal
Revisi Proposal Penelitian
Merancang Soal dan Pembuatan Soal Literasi Sains
Mengenai SSI:
Mengumpulkan informasi mengenai issues minyak bumi
Mengelompokkan berdasarkan domain literasi sains PISA
Validasi Instrumen
Validasi Dosen Ahli
Uji Lapangan Terbatas.
Melakukan Analisis:
Tingkat kesukaran
Daya pembeda
Validitas butir soal
Reliabilitas butir soal
Revisi
Instrumen yang Valid dan
Reliabel untuk Mengukur
Kemampuan Literasi Sains
Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Data, Analisis
Data dan Pembahasan
Kesimpulan
45
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu
teknik tes dan nontes. Teknik tes berupa tes tertulis yang diberikan kepada
siswa untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa SMA Negeri kelas XII
dengan menggunakan kriteria penskoran. Teknik nontes berupa kuisioner yang
diberikan kepada siswa untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap
sains dan ada tidaknya keterkaitan antara kegiatan sains di luar sekolah, proses
belajar kimia, mengenai guru kimia dalam proses pembelajaran dan informasi
lingkungan mengenai isu-isu sosial sains dengan kemampuan literasi sains
siswa, kemudian dideskripsikan berdasarkan persentase yang didapat dari hasil
kuisioner tersebut.
F. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa tes tertulis
dan kuisioner. Tes tertulis dibuat berdasarkan kerangka literasi sains PISA
2012 dan PISA 2015 untuk mengukur literasi sains siswa berdasarkan aspek
kompetensi, aspek pengetahuan dan aspek konteks yang mengenai socio
scientific issues pada materi minyak bumi. Tes tertulis berjumlah 20 butir soal
dalam bentuk uraian berdasarkan kompetensi literasi sains pada Tabel 3.2,
berdasarkan pengetahuan literasi sains pada Tabel 3.3 dan berdasarkan konteks
literasi sains pada Tabel 3.4:
Tabel 3.2 Aspek Kompetensi Literasi Sains dalam Soal Tes
No. Kompetensi Literasi Sains No. Soal Jumlah
Soal
1. Mengidentifikasi isu-isu ilmiah 2, 7, 11, 13, 16, 17,
19, 20 8
2. Menjelaskan fenomena secara ilmiah 3, 6, 8, 10 4
3. Menggunakan bukti ilmiah 4, 5, 9, 14, 15, 18 6
4. Menafsirkan data dan bukti secara
ilmiah 1, 12 2
46
Tabel 3.3 Aspek Pengetahuan Literasi Sains dalam Soal Tes
No. Pengetahuan Literasi
Sains No. Soal
Jumlah
Soal
1. Pengetahuan Konten 1, 2, 4, 5, 8, 9, 14, 16, 18 9
2. Pengetahuan Prosedural 3, 11, 20 3
3. Pengetahuan Epistemik 6, 7, 10, 12, 13, 15, 17, 19 8
Tabel 3.4 Aspek Konteks Literasi Sains dalam Soal Tes
No. Konteks Litasi
Sains No. Soal
Jumlah
Soal
1. Global 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 16 8
2. Lokal/Nasional 1, 2, 3, 4, 12, 14, 15, 17, 18, 19, 20 11
3. Pribadi 8 1
Kuisioner diambil dari kuisioner PISA 2015 yang telah diterjemahkan
pada bagian kuisioner tentang pelajaran kimia saja. Terdiri dari 5 pertanyaan
tentang personal, 30 pernyataan tentang sikap siswa terhadap pelajaran kimia
di sekolah, tentang guru kimia dan tentang isu sosial di lingkungan. Kisi-kisi
kuisioner yang diambil dari PISA 2015 sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuisioner Personal
Aspek Sub Pertanyaan Nomor
Pertanyaan
Personal
Jenis kelamin 1
Tanggal lahir 2
Mengikuti les/privat 3
Berpartisipasi dalam kegiatan sains 4a, 4b, 4c
Absensi sekolah 5
47
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuisioner Pelajaran Kimia dan Tentang Guru Kimia
Aspek Sub Pernyataan Nomor Pernyataan
Positif Negatif
Pelajaran
Kimia
Senang ketika belajar kimia 6
Kimia adalah mata pelajaran favorit 7
Suka membaca buku tentang pelajaran kimia 8
Pelajaran kimia mengajarkan berbagai hal tentang
kehidupan sehari-hari 9
Memahami konsep kimia dengan sangat baik 10
Menerapkan konsep kimia dalam kehidupan sehari-hari 11
Mampu mendapatkan nilai besar dalam bidang kimia 12
Kimia lebih sulit daripada pelajaran sains lainnya 13
Pandai mengatasi masalah atau mengerjakan soal-soal
kimia yang sulit 14
Berharap tidak harus belajar kimia 15
Belajar kimia itu penting untuk kemajuan di dunia 16
Guru
Kimia
Guru kimia mampu menjelaskan pelajaran kimia dengan
baik 17
Guru kimia mampu menjawab pertanyaan setiap siswa
dengan jelas 18
Guru kimia melakukan berbagai hal untuk membantu
siswa belajar 19
Guru kimia mampu menjelaskan konsep kimia dapat
diterapkan pada sejumlah fenomena 20
Guru kimia mampu menjelaskan relevansi konsep kimia
dengan kehidupan siswa 21
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Kuisioner Tentang Informasi Lingkungan
Aspek Sub Pernyataan Nomor
Pernyataan
Lingkungan
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang
pemanasan global 22
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang
meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer 23
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang hujan
asam 24
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang limbah
nuklir 25
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang
konsekuensi dari penebangan hutan untuk penggunaan lahan
lainnya
26
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang polusi
udara 27
48
Lanjutan Tabel 3.7 kisi-kisi kuisioner tentang informasi lingkungan
sebagai berikut:
Aspek Sub Pernyataan Nomor
Pernyataan
Lingkungan
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang
kekurangan energi alam seperti minyak bumi 28
Seberapa banyak informasi yang siswa ketahui tentang
kepunahan tanaman dan hewan 29
Penting untuk melakukan pemeriksaan berkala terhadap emisi
dari kendaraan 30
Mendukung undang-undang yang mengatur emisi pabrik 31
Penggunaan kemasan plastik harus dijaga seminimal mungkin 32
Industri harus membuktikan bahwa mereka dengan aman
membuang bahan limbah berbahaya 33
Mendukung memiliki undang-undang yang melindungi habitat
spesies yang terancam punah 34
Listrik harus diproduksi dari sumber yang terbarukan 35
Skala penilaian yang digunakan dalam kuisioner ini adalah skala guttman
dan skala likert. Skala guttman adalah skala yang digunakan untuk
memberikan jawaban jelas dan konsisten, sementara skala likert adalah skala
yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, serta persepsi seseorang atau
kelompok terhadap kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2015: 87 dan 91).
Peneliti menggunakan skala 0-1 pada pertanyaan personal, skala empat untuk
alternatif jawaban setiap butir pernyataan. Penggunaan skala empat
dikarenakan untuk menghilangkan pilihan keragu-raguan pada responden.
Berikut akan ditampilkan skala empat dalam setiap butir pernyataan:
Tabel 3.8 Skala Pernyataan Positif dan Negatif
Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
Sangat Tidak setuju 1 4
49
G. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Teknik analisis instrumen berbentuk tes tertulis yang diujicobakan
melalui beberapa analisis sebelum melakukan penelitian, sebagai berikut:
1. Uji Validitas Butir Soal
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur (Arikunto, 2016: 80). Oleh karena itu, instrumen yang valid
dapat menghasilkan data yang valid karena dapat mengukur aspek secara
tepat. Uji validitas dalam penelitian ini akan menggunakan software Anates
versi 4.0.9. Untuk menginterpretasikan tingkat validitasnya, kriteria yang
digunakan berdasarkan yang dikemukakan Arikunto (2016: 89) pada tabel
3.9 berikut:
Tabel 3.9 Kriteria Validitas Butir Soal
Rentang Kriteria
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
0,60 – 0,80 Tinggi
0,40 – 0,60 Sedang
0,20 – 0,40 Rendah
0 – 0,20 Sangat Rendah
< 0 Tidak Valid
2. Reliabilitas Butir Soal
Uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji tingkat
keajegan suatu tes yang akan digunakan dalam penelitian. Menurut
Arikunto (2016: 100) reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepecayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Instrumen yang baik adalah
instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan
kenyataan. Pengujian reliabilitas pada penelitian ini akan menggunakan
50
software Anates versi 4.0.9. Kriteria-kriteria yang digunakan berdasarkan
yang dikemukakan Arikunto pada tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10 Kriteria Reliabilitas Butir Soal
Rentang Kriteria
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
0,60 – 0,80 Tinggi
0,40 – 0,60 Sedang
0,20 – 0,40 Rendah
0 – 0,20 Sangat Rendah
< 0 Tidak Valid
3. Daya Pembeda Soal
Menurut Arikunto (2016: 226) daya pembeda soal adalah kemampuan
sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan
tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Pengujian daya
pembeda soal dilakukan dengan menggunakan software Anates versi 4.0.9.
Kriteria-kriteria yang digunakan berdasarkan yang dikemukakan Arikunto
(2016: 232) pada tabel 3.11 berikut:
Tabel 3.11 Kriteria Daya Pembeda
Rentang Kriteria
< 0 Hubungan Negatif
0 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik Sekali
4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran diuji untuk mengetahui sukar atau tidaknya butir
soal berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan. Menurut Arikunto
(2016: 222) soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
51
terlalu sukar. Pengujian tingkat kesukaran ini menggunakan software Anates
versi 4.0.9. Kriteria-kriteria yang digunakan berdasarkan yang dikemukakan
Arikunto (2016: 225) pada tabel 3.12 berikut:
Tabel 3.12 Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal
Rentang Kriteria
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
H. Teknik Analisis Data
1. Penilaian untuk Tes Tertulis
Tes tertulis dibuat untuk untuk mengukur literasi sains siswa
berdasarkan aspek kompetensi, aspek pengetahuan dan aspek konteks yang
mengenai socio scientific issues pada materi minyak bumi berbentuk 20 soal
uraian. Jika siswa menjawab dengan benar maka mendapatkan skor sesuai
pedoman penskoran yang telah dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
melakukan analisis statistik menggunakan microsoft excel. Berikut langkah-
langkah pengolahan data:
a. Menghitung jumlah skor benar yang diperoleh siswa pada setiap butir
soal uraian berdasarkan pendoman penskoran dengan rentang skor 0-4
pada masing-masing soal:
Keterangan: S = Skor total siswa yang benar
R = Jawaban siswa yang benar
b. Skor yang diperoleh dihitung menjadi nilai persentase dengan skala 0-
100. Skor maksimum (SM) dari 20 soal uraian adalah 80 dan bobot
untuk soal soal uraian adalah 100% jika benar semua. Rumus nilai
persen yang dicari adalah sebagai berikut:
52
Keterangan: Np = Nilai persen yang dicari
S = Skor total yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum dari tes yang digunakan
c. Menghitung rata-rata nilai (mean) keseluruhan dengan menggunakan
rumus : x =
Keterangan: x = Rata-rata nilai
= Jumlah nilai seluruhnya
= Banyak siswa
d. Kemudian untuk melihat kriteria literasi sains siswa/i dikriteriakan
menjadi kriteria sangat kurang sampai sangat baik mengikuti aturan
Purwanto (2009: 103) seperti pada tabel 3.13 berikut:
Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Literasi Sains Siswa
Rentang Kriteria
86 % - 100 % Sangat Baik
76 % - 85 % Baik
60 % - 75 % Cukup
55 % - 59 % Kurang
Nilai ≤ 54 % Sangat Kurang
2. Penilaian untuk Kuisioner
Kuisioner dibuat untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap
sains mengenai kegiatan sains di luar sekolah, proses belajar kimia,
mengenai guru kimia dalam proses pembelajaran dan informasi lingkungan
mengenai isu-isu sosial sains. Langkah-langkah pengolahan datanya yaitu
mengubah skor kuisioner yang diperoleh menjadi persentase menggunakan
rumus:
Persentase =
x 100 %
Untuk menginterpretasi data yang diperoleh dari kuisioner, peneliti
melakukan analisis data menggunakan skala likert. Skala likert digunakan
dengan tujuan hasil kuisioner dapat memiliki tingkatan dalam mengukur
53
sikap siswa terhadap pelajaran kimia dan tentang guru kimia dari tingkat
yang sangat tinggi ke tingkat yang sangat rendah. Interpretasi data dibentuk
berdasarkan persentase nilai maksimal dan persentase nilai minimal dari
jawaban responden. Berikut ini cara menentukan kategori hasil kuisioner:
a. Menentukan persentase nilai maksimal
=
=
= 100%
b. Menentukan persentase nilai minimal
=
=
= 25%
c. Menentukan Range dengan rumus :
= Persentase nilai maksimal – Persentase nilai minimal
= 100% - 25%
= 75%
d. Menentukan lebar interval dengan skala 4:
=
=
= 18,75%
e. Membuat tabel interval pada Tabel 3.14 sebagai berikut:
Tabel 3.14 Kriteria Interpretasi Kuisioner
Rentang Kriteria
81,25% – 100% Sangat Tinggi
62,50% – 81,25% Tinggi
43,75% – 62,50% Rendah
25,00% – 43,75% Sangat Rendah
(Abidin & Purbawanto, 2015)
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
kemampuan literasi sains siswa berdasarkan aspek kompetensi, pengetahuan
dan konteks mengenai SSI pada materi minyak bumi sangat kurang dengan
nilai rata-rata keseluruhan sebesar 14,43%. Dan sikap siswa terhadap sains pun
rendah, sebagian besar siswa tidak tertarik pada kegiatan sains di dalam atau di
luar sekolah dan tidak tertarik terhadap pelajaran kimia walaupun guru kimia
dalam proses pembelajaran telah mendukung perkembangan kemampuan
literasi sains siswa.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Penyediaan fasilitas yang mendukung untuk pengembangan literasi sains
siswa seperti bahan ajar atau sumber bacaan siswa.
2. Peneliti selanjutnya agar melakukan pengembangan bahan ajar kimia
yang terkait isu sosial sebagai upaya meningkatkan literasi sains.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z., & Purbawanto, S. (2015). Pemahaman Siswa Terhadap Pemanfaatan
Media Pembelajaran Berbasis Livewire Pada Mata Pelajaran Teknik Listrik
Kelas X Jurusan Audio Video Di SMK Negeri 4 Semarang. Edu Elektrika
Journal, 4(1), 38–49. ISSN: 2252-6811.
Adeleke, A. A., & Joshua, E. O. (2015). Development and Validation of Scientific
Literacy Achievement Test to Assess Senior Secondary School Students’
Literacy Acquisition in Physics. Journal of Education and Practice, 6(7),
28–43. p-ISSN: 2222-1735, e-ISSN: 2222-288X.
Andriani, N., Saparini, & Akhsan, H. (2018). Kemampuan Literasi Sains Fisika
Siswa SMP Kelas VII Di Sumatera Selatan Menggunakan Kerangka PISA
(Program for International Student Assesment). Jurnal Berkala Ilmiah
Pendidikan Fisika, 6(3), 278–291. p-ISSN: 2337-604, e-ISSN: 2549-2764.
https://doi.org/10.20527/bipf.v6i3.5288.
Angraini, G. (2014). Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Sma Kelas X Di
Kota Solok. Prosiding Mathematics and Sciences Forum, 161–170. ISBN:
9786020960005.
Ardiansyah, A. A. I., Irwandi, D., & Murniati, D. (2016). Pada Materi Hukum
Dasar Kimia Di Jakarta Selatan. Jurnal Kimia dan Pendidikan
(EduChemia), 1(2), 149–161. e-ISSN: 2502-4787.
Ardianto, D., & Rubini, B. (2016). Literasi Sains Dan Aktivitas Siswa Pada
Pembelajaran Ipa Terpadu Tipe Shared. Unnes Science Education Journal,
5(1), 1167–1174. p-ISSN: 2252-6617, e-ISSN: 2502-6232.
Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2016). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
78
Aryani, A. K., Suwono, H., & Parno. (2016). Profil Kemampuan Literasi Sains
Siswa SMPN 3 Batu. Prosiding Semnas Pend.Ipa Pascasarjana UM, 1,
847–855. ISBN: 9786029286212.
Basam, F., Rusilowati, A., & Ridlo, S. (2018). Profil Kompetensi Sains Siswa
dalam Pembelajaran Literasi Sains Berpendekatan Inkuiri Saintifik.
Pancasakti Science Education Journal, 3(1), 1–8. p-ISSN: 2528–6714, e-
ISSN: 2541–0628.
Bybee, R., & Mccrae, B. (2011). Scientific Literacy and Student Attitudes :
Perspectives from PISA 2006 science. International Journal of Science
Education, 33(1), 7–26. p-ISSN: 0950-0693, e-ISSN: 1464-5289.
https://doi.org/10.1080/09500693.2011.518644.
Celik, S. (2014). Chemical Literacy Levels of Science and Mathematics Teacher
Candidates. Australian Journal of Teacher Education, 39(1), 1-15.
http://dx.doi.org/10.14221/ajte.2014v39n1.5.
Dasrita, Y., Saam, Z., Amin, B., & Siregar, Y. I. (2015). Kesadaran Lingkungan
Siswa Sekolah Adiwiyata. Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia, 2(1),
61–64. ISSN: 2356-2226.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara.
Espejaa, A. G., & Lagaróna, D. C. (2015). Socio-Scientific Issues (SSI) In Initial
Training of Primary School Teachers: Pre-Service Teachers’
Conceptualization of SSI and Appreciation of The Value of Teaching SSI.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 196, 80–88. ISBN:
0034935813206. https://doi.org/10.1016/ j.sbspro.2015.07.015.
Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A. S., & Nicolich, M. (2014). Developing a
Measure of Scientific Literacy for Middle School Students. Journal Science
Education, 98(4), 549-580. https://doi.org/10.1002/sce.21115.
79
Gormally, C., Brickman, P., & Lut, M. (2012). Developing a test of scientific
literacy skills (TOSLS): Measuring undergraduates’ evaluation of scientific
information and arguments. Journal of CBE Life Sciences Education, 11(4),
364–377. ISSN: 19317913. https://doi.org/10.1187/cbe.12-03-0026.
Hendri, S., & Defianti, A. (2015). Membentuk Keterampilan Argumentasi Siswa
Melalui Isu Sosial Ilmiah dalam Pembelajaran Sains. Prosiding Simposium
Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015), 545–548.
ISBN: 9786021965580.
Imaningtyas, C. D., Karyanto, P., Nurmiyati, & Asriani, L. (2016). Penerapan E-
Module Berbasis Problem Based Learning untuk Meningkatkan Literasi
Sains dan Mengurangi Miskonsepsi pada Materi Ekologi Siswa Kelas X
MIA 6 SMAN 1 Karanganom Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal
BIOEDUKASI, 9(1), 4–10. ISSN: 1693-265X.
Jegstad, K. M., & Sinnes, A. T. (2015). Chemistry Teaching for the Future: A
Model for Secondary Chemistry Education for Sustainable Development.
International Journal of Science Education, 37(4), 655–683. ISSN: 0950-
0693. https://doi.org/10.1080/09500693.2014.1003988.
Kastberg, D., Chan, J.Y., and Murray, G. (2016). Performance of U.S. 15-Year-
Old Students in Science, Reading, and Mathematics Literacy in an
International Context: First Look at PISA 2015. U.S. Department of
Education, Washington: National Center for Education Statistics. Diakses
pada tanggal 19-07-2017 dari http://nces.ed.gov/pubsearch.
Koyama, K. (2017). The Role and Future of Fossil Fuel. IEEJ Energy Journal
Special Issue, 80-84. Diakses pada tanggal 15-12-2019 dari
https://eneken.ieej.or.jp/data/7647.pdf.
Kemendikbud. (2017). Gerakan Literasi Nasional: Materi Pendukung Literasi
Sains. Jakarta: TIM GLN Kemendikbud.
80
Laius, A., Post, A., & Rannikmäe, M. (2016). Assessment of Scientific Literacy
of Estonian Gymnasium Students during the Operation of a Competence-
based Science Curriculum. Universal Journal of Educational Research.
4(5), 1142–1147. https://doi.org/10.13189/ujer.2016.040525.
Latip, A., & Permanasari, A. (2015). Pengembangan Multimedia Pembelajaran
Berbasis Literasi Sains Untuk Siswa Smp Pada Tema Teknologi. Center for
Science Education: EDUSAINS, 7(2), 160–171. p-ISSN: 1979-7281, e-
ISSN: 2443-1281. https://doi.org/ 10.15408/es.v7i2.1761.
Lestari, I. D. (2017). Pengaruh literasi sains terhadap kemampuan kognitif siswa
pada konsep ekosistem. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP
UNTIRTA 2017, 103–106. ISBN: 9786021941126.
Marie, R., Britt, L., Margareta, E., Malin, I., Claes, M., Agneta, R., ... Mikael, W.
(2011). Socio-scientific Issues: A Way to Improve Students’ Interest and
Learning. US-China Education Review, 3, 342-347. ISSN: 1548-6613.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan
Pendidikan dan Kebudayaan No. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta:
Mendikbud.
Morris, H. (2014). Socioscientific Issues and Multidisciplinarity in School
Science Textbooks. International Journal of Science Education, 36(7),
1137-1158. p-ISSN: 0950-0693, e-ISSN: 1464-5289.
https://doi.org/10.1080/09500693.2013.848493.
Mun, K., Shin, N., Lee, H., & Kim, S. (2015). Korean Secondary Students’
Perception of Scientific Literacy as Global Citizens: Using Global Scientific
Literacy Questionnaire. International Journal of Science Education, 37(11),
1739-1766. https://doi.org/10.1080/09500693.2015.1045956.
81
Nofiana, M., & Julianto, T. (2018). Upaya Peningkatan Literasi Sains Siswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Keunggulan Lokal. Jurnal Tadris
Pendidikan Biologi, 9(1), 24-35. ISSN: 2086-5945, e-ISSN: 2580-4960.
Nugraheni, N. C., Dr. Paidi, M.Si, & Triatmanto, M.Si. (2017). Kemampuan
Literasi Sains Kelas X Sma Negeri Mata Pelajaran. Jurnal Prodi Pendidikan
Biologi, 6(5), 261–271.
OECD. (2013), PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics,
Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECD
Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264190511-en.
OECD. (2016), PISA 2015 Assessment and Analytical Framework: Science,
Reading, Mathematic and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264255425-en.
Pratiwi, Y. N., Rahayu, S., & Fajaroh, F. (2016). Socioscientific issues (SSI) in
reaction rates topic and its effect on the critical thinking skills of high school
students. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 5(2), 164–170. ISSN:
20894392. https://doi.org/10.15294/jpii.v5i2.7676.
Pujiati, A., & Retariandalas. (2019). Literasi Sains Dan Kecerdasan Adversity
Siswa Sekolah Menengah Di Cilodong, Kota Depok. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Kaluni, 2, 28–34. http://dx.doi.org/10.30998/-
prokaluni.v2i0.6.
Purwani, L. D., Sudargo, F., & Surakusumah, W. (2018). Analysis of Student’s
Scientific Literacy Skills Through Socioscientific Issue’s Test On
Biodiversity Topics. Journal of Physics: Conference Series, 1–4.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1013/1/012019.
Purwanto, N. (2012). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
82
Puspitasari, A. D. (2015). Efektifitas Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry untuk
Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Jurnal Fisika Dan Pendidikan Fisika,
1(2), 1–5. ISSN: 2443-2911.
Rahayuni, G. (2016). Hubungan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Literasi Sains
Pada Pembelajaran IPA Terpadu Dengan Model PBM Dan STM. Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran IPA, 2(2), 131–146. e-ISSN: 2477-2038.
Riduwan. (2015). Belajar Mudah Penelitian: untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Rizkita, L., Suwono, H., & Herawati, S. (2016). Analisis Kemampuan Awal
Literasi Sains Siswa Sma Kota Malang. Prosiding Seminar Nasional II,
771–781.
Rostikawati, D. A., & Permanasari, A. (2016). Rekonstruksi Bahan Ajar dengan
Konteks Socio-Scientific Issues pada Materi Zat Aditif Makanan untuk
Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2(2),
156–164. ISSN: 2406-9205, e-ISSN: 2477-4820.
http://dx.doi.org/10.21831/jipi.v2i2.8814.
Rusdi, A., Sipahutar, H., & Syarifuddin. (2017). Hubungan Kemampuan
Membaca Dan Sikap Terhadap Sains Dengan Literasi Sains Pada Siswa
Kelas XI IPA MAN. Prosiding Seminar Nasional III Biologi Dan
Pembelajarannya, 314–325. ISBN: 9786025097614.
Saad, M. I. M., Baharom, S., & Mokhsein, S. E. (2017). Scientific Reasoning
Skills Based On Socio-Scientific Issues In The Biology Subject.
International Journal of Advanced and Applied Sciences, 4(3), 13–18.
https://doi.org/10.21833/ijaas.2017.03.003.
Sadler, T. D. (2011). Socio-Scientific Issues in The Classroom: Teaching,
Learning and Research. New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-
94-007-1159-4.
83
Sadler, T. D., Romine, W. L., & Topçu, M. S. (2016). Learning Science Content
Through Socio-Scientific Issues-Based Instruction: A Multi-Level
Assessment Study. International Journal of Science Education, 1-14. ISSN:
0950-0693, e-ISSN: 1464-5289.
https://doi.org/10.1080/09500693.2016.1204481.
Septian, Y., Ruhimat, M., & Somantri, L. (2016). Perilaku Ramah Lingkungan
Peserta Didik SMA Di Kota Bandung. Jurnal Pendidikan Geografi: GEA,
16(2), 71–81.
Srikandi, M. M., Sujana, A., & Nuraeni, A. (2017). Pengaruh Pembelajaran
Kontekstual Terhadap Kemampuan Literasi Sains Berbasis Gender Pada
Materi Sistem Pencernaan. Jurnal Pena Ilmiah, 2(1), 661–670.
Subekti, A. (2013). Ensiklopedia Kimia 4. Jakarta: PT. Lentera Abadi. ISBN:
9786209083873.
Subiantoro, A. W., Ariyanti, N. A., & Sulistyo. (2013). Pembelajaran Materi
Ekosistem dengan Socio-Scientific Issues dan Pengaruhnya Terhadap
Reflective Judgment Siswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2(1), 41–47.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii.
Thomson, S., Hillman, K., & De Bortoli, L. (2013). A teacher’s guide to PISA
scientific literacy. Australian Council for Educational Research: ACER
Press. ISBN: 9781742862279.
Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi
Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.
Turiman, P., Omar, J., Daud, A. M., & Osman, K. (2012). Fostering the 21st
Century Skills through Scientific Literacy and Science Process Skills.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 59, 110–116. ISSN: 1877-0428.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.09.253.