Upload
others
View
29
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KESYARIAHAN AKAD MURABAHAH BIL
WAKALAH
( Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI
Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga
Syariah, Cabang Malang)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Aulia Hanum
115020500111012
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
2
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
ANALISIS KESYARIAHAN AKAD MURABAHAH BIL WAKALAH ( Studi
Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, Bank CIMB Niaga Syariah, Cabang Malang)
Yang disusun oleh :
Nama : Aulia Hanum
NIM : 115020500111012
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 9 April 2015.
Malang, 9 April 2015
Dosen Pembimbing,
Arif Hoetoro, SE;MT;Ph.D
NIP. 19700920 199512 1 001
1
ANALISIS KESYARIAHAN AKAD MURABAHAH BIL WAKALAH (Studi Kasus pada Bank
Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga,
Cabang Malang)
Aulia Hanum
Arif Hoetoro Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang dikelola dengan nilai-nilai alamiah dan
berdasarkan pada dasar-dasar syariah, baik berupa prinsip maupun aplikasinya, karena itulah bank
syariah terus tumbuh sepanjang hari sampai saat ini. Sejatinya sistem yang digunakan bank syariah
dan menjadi keunggulannya dibandingkan dengan bank konvensional adalah sistem kemitraan dengan
berprinsip pada profit and loss sharing pada setiap pembiayaannya, yang mana disini bank dan calon
nasabah membagi keuntungan dan resiko berdasarkan porsi dana yang diberikan untuk sesuatu dan
berdasarkan pada kesepakatan. Sistem ini biasanya digunakan dalam akad mudharabah dan
musyarakah. Namun praktek nya sistem profit and loss sharing ini dianggap memiliki tingkat resiko
yang tinggi dan tidak pasti untuk pihak bank, sehingga pihak bank mencari alternatif pembiayaan
yang lain yang memiliki tingkat resiko yang lebih rendah yakni dengan memakai akad murabahah.
Namun dalam praktek akad murabahah ini disinyarlir terdapat ketidaksesuaian antara penerapan
murabahah di perbank syariah dengan ketentuan syariah yang ada.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana praktik penerapan akad murabahah yang ada pada Bank Umum Syariah, selain itu
penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan antara praktek dan teori pada akad
murabahah yang ada di Bank umum syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis
untuk memperoleh pemahaman terhadap pesan yang dipersentasikan. Dalam penelitian ini content
analysis digunakan untuk mengetahui dan menganalisis kesyariahan penerapan murabahah pada
keempat yang diteliti yaitu pada Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank CIMB Niaga Syariah, Cabang Malang.
Hasil dari pendekatan Content Analysis didapatkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara
penerapan murabahah dengan prinsip syariah yang ada. Bahwa dalam penerapannya melanggar
beberapa prinsip murabahah dari segi jaminan,dan mekanismenya di keempat bank yang diteliti, dan
dari segi akad ada dua bank yang masih tidak sesuai dengan prinsip syariah murabahah. Selain itu
penelitian ini juga mendapatkan bahwa murabahah KPP (Hybrid Contract murabahah wal wakalah),
bisa dikatakan tidak sah karena tidak memenuhi syarat dari jual beli murabahah.
Kata kunci: Kesyariahan, Pembiayaan, Murabahah
A. PENDAHULUAN
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang dikelola dengan nilai-nilai alamiah dan
berdasarkan pada dasar-dasar syariah, baik berupa prinsip maupun aplikasinya,karena itulah bank
syariah terus tumbuh sepanjang hari sampai saat ini. Pertumbuhan dan perkembangan lembaga
perbankan syariah mengalami kemajuan yang sangat cepat, di dunia internasional maupun di
Indonesia. Sejatinya sistem yang digunakan bank syariah dan menjadi keunggulannya dibandingkan
2
dengan bank konvensional adalah sistem kemitraan dengan berprinsip pada profit and loss sharing
pada setiap pembiayaannya, yang mana disini bank dan calon nasabah membagi keuntungan dan
resiko berdasarkan porsi dana yang diberikan untuk sesuatu dan berdasarkan pada kesepakatan. Sistem
ini biasanya digunakan dalam akad mudharabah dan musyarakah. Namun praktek nya sistem profit
and loss sharing ini dianggap memiliki tingkat resiko yang tinggi dan tidak pasti untuk pihak bank,
sehingga pihak bank mencari alternatif pembiayaan yang lain yang memiliki tingkat resiko yang lebih
rendah yakni dengan memakai akad murabahah (Saeed,2004).
Saeed (2004) juga mengatakan bahwa akad murabahah merupakan mekanisme investasi
jangka pendek jika dibandingkan dengan sistem profit and loss sharing yang digunakan dalam
mudharabah dan musyarakah. Namun mark-up yang bisa ditetapkan sedemikian rupa di akad
murabahah, nantinya dapat membuat bank Islam memiliki keuntungan yang sebanding dengan bank
yang berbasis bunga yang menjadi saingan dari bank Islam. Dengan alasan tersebut banyak bank Islam
yang pada akhirnya menerapkan akad murabahah ini sebagai salah satu pembiayaan. Pada umumnya
akad murabahah digunakan bank Islam sebagai pembiayaan invesatsi jangka panjang padahal secara
teori akad murabahah digunakan untuk invesatsi jangka pendek saja. Selain itu dalam penerapan akad
murabahah di perbankan islam disinyalir terdapat ketidaksesuaian antara penerapan murabahah di
perbankan syariah dengan ketentuan syariah yang ada. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Rachmawaty (2007), dalam penelitiannya ia mengatakan bahwa tetap
saja bank islam mempertahankan praktek pembebanan bunga namun disini dengan menggunakan label
“islam”. Di kalangan para ulama fiqh pun akad murabahah masih mengalami perdebatan mengenai
keabsahannya.
Adapun lokasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah di keempat Bank Umum Syariah
yaitu di Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga
Syariah, yang kesemua bank tersebut berlokasi di Cabang Malang. Alasan diambilnya keempat bank
umum syariah ini ialah, Bank Muamalat Indonesia dipilih dikarenakan merupakan bank syariah
pertama dan merupakan pelopor munculnya perbankan syariah di Indonesia, Bank BRI Syariah dipilih
dikarenakan sebagi bank syariah yang memiliki segmen pasar menengah kebawah dan bank syariah
ketiga terbesar secara aset di kalangan bank syariah, Bank Syariah Mandiri dipilih dikarenakan bank
syariah yang paling banyak memiliki kantor cabang di kalangan perbankan syariah, dan Bank CIMB
Niaga Syariah dipilih dikarenakan bank ini memiliki performa yang cukup bagus dan sudah mulai
banyak dikenal oleh masyarakat. Karena penerapan murabahah disinyalir terdapat ketidaksesuaian
antara penerapan murabahah di perbank syariah dengan ketentuan syariah yang ada, oleh karena itu
penulis mengambil judul Analisis Kesyariah Akad Murabahah Bil Wakalah (Studi kasus Pada Bank
Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga Syariah,
Cabang Malang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan akad
murabahah dan kesesuaiannya dengan ketentuan syariah yang ada pada keempat bank yang diteliti
tersebut.
B. KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Bisnis Bank Syariah
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang dikelola dengan nilai-nilai alamiah dan
berdasarkan pada dasar-dasar syariah yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, baik berupa
prinsip maupun aplikasinya, jadi otomatis dalam kegiatan operasionalnya bank syariah tidak
menerapkan sistem bunga karena seperti yang sudah diketahui sistem bunga sendiri diharamkan oleh
Allah SWT. Dengan kata lain menurut Machmud dan Rukmana (2010) menyatakan bahwa bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan
prinsip syariat Islam dan menerapkan sistem bagi hasil dalam penetapan keuntungannya. Sebelum
membahas lebih jauh, sebelumnya disini akan menjelaskan perbedaan mendasar yang membedakan
3
bank konvensional dengan bank syariah. Berikut adalah tabel perbedaan antara bank konvensional dan
bank syariah tersebut:
Tabel 1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Karakteristik Bank Konvensional Bank Syariah
Aspek legalitas Hukum positif Hukum syariah dan hukum positif
Dasar hukum produk dan akad Hukum positif Hukum syariah dan hukum positif
Pengawasan Bank Indonesia Dewan Pengawas Syariah
Nasional,Dewan Pengawas Syariah,
Bank Indonesia
Fungsi Ekonomi Ekonomi dan sosial
Orientasi usaha Profit oriented Profit dan falah oriented
Prinsip operasional Berdasarkan pada prinsip
konvensional dan berbasis bunga
Berdasarkan prinsip syariah
(bagi hasil, jual beli, sewa menyewa)
Investasi
Investasi halal dan haram Investasi yang halal saja
Hubungan bank dengan nasabah Debitur dan kreditur Kemitraan dan sejajar
Penentuan keuntungan Sepihak oleh bank saja
Kesepakatan bersama
Penggunaan dana Creator of money supply
Riil
Lembaga penyelesaian sengketa Pengadilan negeri Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia
Sumber : Antonio,2001(*data diolah)
Setelah mengetahui perbedaan apa saja antara bank konvensional dan bank syariah maka
selanjutnya disini akan membahas mengenai prinsip-prinsip apa saja yang diterapkan di perbank
syariah, hal tersebut dapat ditunjukkan dari tabel berikut :
Tabel 2. Prinsip- Prinsip yang Dipakai Bank Syariah
Sumber : *data diolah dari berbagai sumber (2015)
Setelah mengetahui prinsip-prinisip dan kegiatan operasional bank syariah, diharapkan
dengan adanya bank syariah ini bisa mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
Prinsip – prinsip Implementasi prinsip dalam kegiatan operasional
perbankan syariah
Prinsip keadilan Prinsip ini diterapkan terhadap pengaturan bagi hasil
atas kegiatan usaha dan penentuan margin keuntungan
yang telah disepakati bersama antara bank dan nasabah
Prinsip kehalalan Produk dan akad yang di tawarkan oleh bank syariah
telah didasarkan atas rekomendasi dari pihak Dewan
Pengawas Syariah
Prinsip kebersamaan Penerapan prinsip ini terlihat dalam hal pengaturan hak
dan kewajiban dalam melakukan akad yang terjadi
diantara dua belah pihak yaitu pihak bank dan antara
nasabah.
4
jasa perbankan mengingat secara prinsip bank syariah mengedepankan prinsip keadilan, kebersamaan,
dan kehalalan dalam pelaksanaanya.
Jual Beli Menurut Islam dan Praktek Di Perbankan Syariah
Seperti hadits yang berbunyi “Al ashlu fi al muamalat al ibadah” yang berarti hukum asal
dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya,
maka dalam setiap transaksi pada dasarnya boleh seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, kerja sama
(mudharabah atau musyarakah), dan perwakilan, kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti
mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi dan riba.
Menurut Karim (2004), Didalam Islam penyebab dilarangnya suatu transaksi dalam bidang
muamalah jika disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:
1) Haram zatnya
Dimana yang dimaksud haram zatnya adalah karena dalam transaksi tersebut barang
yang diperjualbelikan adalah merupakan barang yang juga dilarang.Misalnya saja minuman
keras, bangkai, daging babi.Demikian pula yang terjadi apabila nasabah mengajukan
pembiayan murabahah untuk pembelian minuman keras, walaupun akadnya sah tetapi
transaksi ini haram, karena barang yang ditransaksikan tergolong barang yang haram.
2) Haram Selain Zatnya
a. Melanggar Prinsip “An Taraddin Minkum,”
Tadlis
Transaksi yang terjadi didalam Islam harus didasarkan pada kerelaan antara kedua belah
pihak (rela sama rela). Dalam hal ini kedua belah pihak harus memiliki informasi yang
sama, sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi dan tidak ada assymetric information
(tadlis). Didalam fiqih tadlis bisa terjadi dalam hal yakni Kualitas,kuantitas, harga dan
waktu penyerahan.
b. Melanggar Prinsip “La Tahzhlimuna wa la tuzhlamun”
Prinsip La Tahzhlimuna wa la tuzhlamunadalah prinsip yang melarang tindakan
menzalimi dan larangan untuk dizalimi, terdapat praktik-praktik yang melanggar prinsip ini
diantaranya adalah rekayasa pasar dalam supply (ikhtikar), rekayasa pasar dalam demand
(Bai’ Najasy), Taghrir, dan Riba. Rekayasa pasar dalam supply adalah keadaan dimana
penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply
agar harga produk yang dijual naik. Sedangkan rekayasa pasar dalam demand terjadi ketika
seorang produsen menciptakan permintaan palsu, seolah-olah permintaan akan barang
tersebut banyak sehingga harga jualnya naik.
3) Tidak Sah/Lengkap Akadnya
Terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadikan transaksi tersebut tidak sah atau tidak
lengkap akadnya yaitu yang pertama adalah rukun syarat tidak terpenuhi; terjadi Ta’alluq;
terjadi two in one.
a. Rukun dan Syarat
Rukun merupakan sesuatu yang hukumnya wajib untuk dipenuhi dalam suatu transaksi,
rukun dari muamalah adalah adanya pelaku muamalah, adanya objek yang
diperdagangkan,serta adanya ijab kabul yang terjadi saat transaksi. Bila ketiga rukun
terpenuhi maka transaksi dikatakan sah, dan tidak kalah pentingnya dengan rukun, syarat
merupakan faktor yang juga harus dipenuhi agar menjadi sah.Syarat merupakan pelengkap
dari rukun. Menurut Mahzab Hanafi bila rukun terpenuhi sedangkan syarat tidak terpenuhi
maka akad akan menjadi rusak.
b. Ta’alluq
5
Terjadi pada Ba’i al –Inah dimana dua akad yang saling dikaitkan satu sama lain,
dimana berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2, misalnya terjadi perdagangan antara si A
dan si B, si A menjual barang X seharga Rp 70 juta secara angsuran kepada B, bahwa B
harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 50 juta.
Transaksi tersebut haram karena ada persyaratan yang diberikan ke B.
c. “Two in one”
Two in one adalah keadaan dimana dalam suatu transaksi terdapat dua akad sekaligus
yang mengakibatkan ketidakpastian tentang akad mana yang harus dipergunakan.Two in one
terjadi bila objek sama, pelaku sama, jangka waktu sama. Misalnya saja terjadi pada
transaksi sewa-beli, pada transaksi ini yang terjadi adalah ketidakjelasan karena akad mana
yang akan dipergunakan sewa atau beli, hal inilah yang menyebabkan transaksi diharamkan
karena adanya ketidakjelasan.
Murabahah sejatinya bukan lah akad pembiayaan yang utama di perbankan islam melainkan
akad mudharabah dan musyarakah lah yang merupakan akad yang utama di perbankan, namun akad
mudharabah dan musyarakah ini dianggap riskan oleh beberapa bankir sehingga akad murabahah lah yang banyak dipergunakan. Ba’i murabahah menurut (Antonio,2001) merupakan kegiatan jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual
harus terlebih dahulu memberitahukan harga pokok yang dibeli di tambah keuntungan yang
diinginkan.Menurut Karim (2004) murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad
murabahah yang ada di perbankan kegiatannya berbeda dengan akad jual beli seperti biasanya,
berikut adalah penjelasannya :
Tabel 3. Perbedaan Praktik Murabahah Klasik dan Terapan di Bank Syariah
Karakteristik Praktik Murabahah
Klasik
Praktik Murabahah di
Bank Syariah
Tujuan transaksi Kegiatan Jual Beli. Pembiayaan dalam rangka
penyedian barang/ fasilitas.
Tahapan transaksi Dua tahapan Satu Tahapan
Proses transaksi -Penjual membeli barang
dari produsen
-Penjual menjual barang
kepada konsumen
Lembaga keuangan dalam
hal ini bank selaku penjual
dapat mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli
barang dari produsen untuk
kemudian dijual kembali
kepada nasabah tersebut.
Status kepemilikan
barang pada saat akad
Barang telah dimiliki
penjual pada saat akad
penjualan dengan pembeli
dilakukan
Barang belum jelas dimiliki
oleh penjual pada saat akad
penjualan dengan pembeli
dilakukan
Sifat pemesanan barang
oleh nasabah
Tidak tertulis, Mengikat
dan tidak mengikat
Tertulis dan mengikat
Perhitungan margin -Perhitungan laba dihitung
menggunakan biaya
-Perhitungan laba
menggunakan benchmark
atas rate yang berlaku di
6
Karakteristik Praktik Murabahah
Klasik
Praktik Murabahah di
Bank Syariah
transaksi rill
-Perhitungan keuntungan
merupakan lumpsum dan
wholesale
pasar uang
-Perhitungan laba dihitung
menggunakan persentase
annum dan dihitung
berdasarkan
outstandingpembiayaan
Pengungkapan harga
pokok dan margin
Harus transparan Harus transparan
Tempo Sangat pendek Jangka panjang
Cara pembayaran Cash and carry Jatuh tempo dan angsuran
Jaminan Tidak ada jaminan Ada jaminan
Sumber : Ascarya, 2007 (* data diolah)
Saat ini bank syariah bukan lagi menggunakan akad murabahah saja namun juga
menggunakan akad wakalah didalamnya, akad wakalah sendiri ialah akad pendelegasian. Jadi
kebanyakan bank syariah saat ini pasti lah menggunakan akad wakalah, hal ini karena untuk
mendelegasikan pembelian barang kepada nasabah jadi nasabah langsung memebli sendiri barang
yang diinginkannya langsung kepada supplier.
Landasan Hukum dan Syariah Akad Murabahah
Landasan hukum dan syari’ah tentang pembiayaan murabahah antara lain (Asro dan Kholid,
2011) :
A. Al – Qur’an
1) Qs. Al- Baqarah : 275
“ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
2) Qs. Al-Baqarah : 280
“Dan Jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
ia berkelapangan”.
3) Qs. An-Nisa‟ : 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela diantara kamu”.
7
B. Al- Hadits
1) Hadist Nabi dari Abu Said Al-khurdi bahwa Rasulullah Saw bersabda
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka” (HR. Al Baihaqi
dan Ibnu Majah, dan dinilai Shahih oleh Ibnu Hibban).
2) Hadist Nabi riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda, “ada tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqadarah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.
3) Hadist Nabi riwayat Nisa‟i, Abu dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad bersabda,
“menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu
menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya”.
4) Hadist Nabi riwayat Abd Al-Raziq dari Zaid bin Aslam, Rasulullah Saw
ditanya tentang Urbun (uang muka) dalam jual beli, maka beliau
menghalalkannya.
C. Fatwa DSN Tentang Murabahah
Fatwa merupakan merupakan penjelasan tentang hukum Islam yang diberikan
oleh seorang faqih atau lembaga fatwa umat, yang muncul baik karena adanya
pertanyaan maupun tidak. Hukum dari mematuhi Fatwa sendiri ialah mengikat,
karena Fatwa dari seorang faqih atau lembaga fatwa umat merupakan sebuah ijma,
sehingga kekuataan dari Fatwa sendiri cukup kuat, karena ijma sendiri bisa menjadi
sumber hukum dari suatu hal seperti hal nya Al-Qur’an dan Al-hadits namun ijma
kekuataan pengikatnya dibawah kedua sumber tersebut.
Di Indonesia, fatwa dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Fatwa Dewan
Syariah Nasional No :04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah menyebutkan
berbagai ketentuan yang mengatur pelaksanaan pembiayaan dengan akad
murabahah. Ketentuan- ketentuan tersebut ialah sebagai berikut :
Ketentuan bagi nasabah
Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau
asset kepada bank.
Jika bank menerima permohonan tersebut, bank harus membeli terlebih
dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima sesuai dengan jani yang telah disepakatinya.
Ketentuan bagi bank
Bank membeli barang yang di perlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah(pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungan.
Ketentuan lainnya :
Jaminan bukanlah suatu yang bersifat mutlak yang harus dipenuhi dalam
pembiayaan murabahah, jaminan hanyalah dimaksudkan untuk menjaga agar
si pemesan serius dengan barang yang dipesan
Transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan
akad yang terpisah dengan akad murabahah yang dilakukan antara bank dan
produsen, sehingga pembiayaan haruslah tetap dilunasi oleh nasabah
Dalam akad murabahah seorang nasabah yang memiliki kemampuan
ekonomis dilarang menunda penyelesaian hutangnya
Namun jika memang nasabah gagal bayar bukan karena disengaja tetapi
karena benar-benar tidak mampu secara ekonomis maka tagihan harus di
8
tangguhkan atau ditunda sampai nasabah mampu membayar kembali
hutangnya.
Syarat Murabahah Bil Wakalah
Dalam jurnal tersebut Monzer Khaft (Ramadhani, 2014) juga menjelaskan bahwa hybrid
contract murabahah di katakan sesuai syariah apabila di tandai dengan beberapa faktor antara lain:
Bank memiliki barang tersebut secara fisik walaupun dalam jangka waktu yang sangat pendek
Bank dikenakan kewajiban atas barang selama barang tersebut masih menjadi milik bank. Bank
tidak hanya pemodal tetapi juga pemilik dari barang tersebut.
Pada transaksi ini terdapat beberapa hal yaitu perintah untuk membeli, janji untuk
membeli,kontrak agen, dan dua kontrak penjualan.
Harus ada barang riil beredar dari satu tangan ke tangan lain
Besarnya pembiayaan harus kurang dari biaya ditambah keuntungan.
Penjadwalan ulang pembayaran untuk kenaikan dan diskon tidak diperbolehkan, sehingga tidak
akan ada akumulasi atau penciptaan lapisan utang.
Untuk pihak bank transaksi dimulai dengan uang tunai dan berakhir dengan uang masuk.
Murabahah menciptakan utang pada nasabah mirip dengan pinjaman di bank konvensional.
Utang murabahah tunduk pada jaminan, hipotek, dan juga langkah-langkah mitigasi resiko
gagal bayar lainnya.
Hal ini sederhana, mudah di mengerti dan rapi.
Skema akad murabahah bil wakalah secara teori yang benar adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Akad Murabahah Bil Wakalah
Sumber : Zaky (2014)
Penentuan Margin Keuntungan Pembiayaan Murabahah
Bank Syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang
berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu (Karim, 2011) sedangkan menurut (Asro M dan
9
Kholid M, 2011) dalam NCC kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya. Oleh
karena itu, objek pertukarannya baik barang maupun jasa harus ditatapkan diawal akad dengan pasti
baik jumlah Quantity, Quality, Price maupun waktu penyerahannya. Jadi kontrak-kontrak ini secara
sunnatullah menawarkan return yang tetap dan pasti seperti pembiayaan murabahah, ijarah, ijarah
muntahia bit tamlik, salam, dan isthisna’. Margin keuntungan secara teknis diartikan persentase
tertentu yang ditetapkan per tahun perhitungan margin keuntungan secara harian.Margin adalah
sejumlah keuntungan yang di peroleh oleh pihak bank dari akad jual beli murabahah,salam dan
istisna. Sedangkan harga jual adalah harga beli ditambah margin keuntungan yang disepakati dalam
pembiayaan murabahah.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Data kualitatif merupakan sumber dari
deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang
terjadi dalam lingkup setempat (Miles dan Huberman, 1992). Penelitian memilih menggunakan metode
kualitatif, untuk memahami lebih mendalam mengenai kesyariahan praktik pembiayaan murabahah
pada keempat Bank Umum Syariah Cabang Malang.
Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu untuk mengetahui
penerapan murabahah pada keempat Bank Umum Syariah dan mengetahui adakah perbedaan antara
praktek dan teori pada akad murabahah yang ada di keempat bank umum syariah Cabang Malang
tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis. Analisis isi (content
analysis) digunakan untuk membaca data untuk lebih memahami data bukan sebagai serangkaian
peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkadang dalam sebuah
teks, dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang dipresentasikan. Content analysis selalu
menampilkan tiga syarat yaitu obyektivitas, pendekatan sistematis dan generalisasi (Bungin, 2007).
Pendekatan content analisis ini untuk mengetahui dan menganalisis kesyariahan penerapan murabahah
pada salah keempat bank umum syariah yang diteliti yaitu Bank Muamalat Indonesia, bank BRI
Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga Syariah, yang kesemua bank tersebut berlokasi
di Cabang Malang.
Unit Analisis
Penelitian ini menggunakan unit analisis yang terpusat pada pesoalan penelitian yaitu analisis
praktik murabahah (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia, bank BRI Syariah, Bank syariah Mandiri,
dan Bank CIMB Niaga Syariah, Cabang Malang).
Penentuan Informan
Berdasarkan unit analisis yang telah dinyatakan diatas, maka pihak-pihak yang akan dijadikan
informan dalam penelitian ini ialah pihak bagian marketing financing di keempat bank yang diteliti.
Jenis Data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian yang digunakan dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu data primer dan data sekunder.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang menunjang untuk penelitian ini, maka digunakan beberapa
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Wawancara
2. Observasi
10
Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data dalam penelitian kualitatif, menurut Miles dan Huberman (1992) proses
menganalisis data dalam penelitian kualitatif adalah:
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data
3. Penarikan Kesimpulan
Teknik Pengujian Keabsahan Data
Dalam sebuah penelitian perlu dilakukan pengujian keabsahaan data agar data yang telah didapat
dapat dipertanggungjawabkan. Untuk melakukan teknik pengujian kebsahan data digunakan teknik
trianggulasi. Uji keabsahan melalui trianggulasi ini dilakukan karena keabsahan informasi tidak dapat
dilakukan dengan alat-alat uji statistik (Bungin, 2008). Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi
sumber dan trianggulasi teknik.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Akad
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Secara teori akad murabahah bil wakalah dapat dikatakan syariah apabila melakukan akad
wakalah terlebih dahulu baru melakukan akad murabahah, setelah barang yang dimaksudkan sudah
menjadi milik bank. Namun dari hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa penerapan pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia ialah menggunakan akad murabahah bil
wakalah, walaupun disini untuk akad wakalahnya sendiri dilakukan secara internal saja, yaitu antara
pihak bank dan nasabah atau biasa disebut dengan akad dibawah tangan, artinya untuk akad wakalah
ini tidak dinotariilkan.
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Secara teori akad murabahah bil wakalah dapat dikatakan syariah apabila melakukan akad
wakalah terlebih dahulu baru melakukan akad murabahah setelah barang yang dimaksud sudah
menjadi milik bank. Namun dari hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa penerapan pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank BRI Syariah ialah menggunakan akad murabahah bil wakalah,
walaupun disini untuk akad wakalahnya sendiri dilakukan secara internal saja, yaitu antara pihak
bank dan nasabah atau biasa disebut dengan akad dibawah tangan, artinya untuk akad wakalah ini
tidak dinotariilkan.
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Secara teori akad murabahah bil wakalah dapat dikatakan syariah apabila melakukan akad wakalah
terlebih dahulu baru melakukan akad murabahah setelah barang yang dimaksud sudah menjadi milik
bank. Namun dari hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa penerapan pembiayaan murabahah yang
dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri ialah menggunakan akad murabahah bil wakalah secara teori,
walaupun untuk akad wakalahnya sendiri dalam penerapannya tidak dilakukan, artinya dalam hal ini
bank membebaskan penggunaan dana yang telah diberikan sepenuhnya kepada nasabah.
11
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Secara teori akad murabahah bil wakalah dapat dikatakan syariah apabila melakukan akad
wakalah terlebih dahulu baru melakukan akad murabahah setelah barang yang dimaksud sudah
menjadi milik bank. Namun dari hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa penerapan pembiayaan
murabahah yang dilakukan oleh Bank CIMB Niaga syariah ialah masih menggunakan sistem
konvensional, walaupun bank CIMB Niaga Syariah sendiri sudah berbentuk Unit Usaha Syariah.
Barang Yang Diperjual Belikan
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, Allah mengatakan bahwa setiap transaksi
murabahah harus bebas dari riba, termasuk pula barang yang diperjualbelikan dalam murabahah pun
juga harus barang yang halal. Selain ayat Al-Qur’an diatas syarat mengenai barang yang
diperjualbelikan juga dapat dilihat dari ketentuan berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000
yang berbunyi barang yang diperjualbelikan bukan termasuk barang yang diharamkan. Hal tadi
merupakan teori syariah yang harusnya dipatuhi oleh Bank Umum Syariah. Dan ternyata dalam
prakteknya Bank Muamalat Indonesia menerapkan seperti apa yang diperintahkan oleh Al-Qur’an dan
Fatwa DSN tersebut, karena dalam prakteknya Bank Muamalat Indonesia hanya membiayai
pembiayaan yang halal saja baik itu zat maupun non zat nya.
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, Allah mengatakan bahwa setiap transaksi
murabahah harus bebas dari riba, termasuk pula barang yang diperjualbelikan dalam murabahah pun
juga harus barang yang halal. Selain ayat Al-Qur’an diatas syarat mengenai barang yang
diperjualbelikan juga dapat dilihat dari ketentuan berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000
yang berbunyi barang yang diperjualbelikan bukan termasuk barang yang diharamkan. Hal tadi
merupakan teori syariah yang harusnya dipatuhi oleh Bank Umum Syariah. Dan ternyata dalam
prakteknya Bank BRI Syariah menerapkan seperti apa yang diperintahkan oleh Al-Qur’an dan Fatwa
DSN tersebut, karena dalam prakteknya Bank BRI Syariah ini hanya membiayai pembiayaan yang
halal saja baik itu zat maupun non zat nya.
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, Allah mengatakan bahwa setiap transaksi
murabahah harus bebas dari riba, termasuk pula barang yang diperjualbelikan dalam murabahah pun
juga harus barang yang halal. Selain ayat Al-Qur’an diatas syarat mengenai barang yang
diperjualbelikan juga dapat dilihat dari ketentuan berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000
yang berbunyi barang yang diperjualbelikan bukan termasuk barang yang diharamkan. Hal tadi
merupakan teori syariah yang harusnya dipatuhi oleh Bank Umum Syariah. Dan ternyata dalam
prakteknya Bank Syariah Mandiri menerapkan seperti apa yang diperintahkan oleh Al-Qur’an dan
Fatwa DSN tersebut, karena dalam prakteknya Bank Syariah Mandiri ini hanya membiayai
pembiayaan yang halal saja baik itu zat maupun non zat nya.
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Berdasarkan dari ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275, Allah mengatakan bahwa setiap
transaksi murabahah harus bebas dari riba, termasuk pula barang yang diperjualbelikan dalam
murabahah pun juga harus barang yang halal. Selain ayat Al-Qur’an diatas syarat mengenai barang
12
yang diperjualbelikan juga dapat dilihat dari ketentuan berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-
MUI/IV/2000 yang berbunyi barang yang diperjualbelikan bukan termasuk barang yang diharamkan.
Hal tadi merupakan teori syariah yang harusnya dipatuhi oleh Bank Umum Syariah. Namun ternyata
dalam prakteknya Bank CIMB Niaga Syariah karena masih tercampur dengan bank induknya ,maka
aturan mengenai hanya pembiayaan yang halal saja baik dari zat maupun non zat saja yang akan
dibiayai masih diragukan adanya.
Jaminan
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, Allah mengatakan bahwa setiap jaminan
itu diperbolehkan adanya. Selain dari ayat Al-Qur’an diatas, mengenai hukum tentang jaminan juga
terdapat di Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000, seperti yang telah kita ketahui bahwa Fatwa DSN
merupakan kumpulan aturan yang buat oleh para ahli ibadah, alim ulama yang juga hukumnya
mengikat dan harus dipenuhi. Oleh karenanya Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai
murabahah pun juga harus dipenuhi dan ditaati oleh para bankir. Bunyi Fatwa DSN No.04/DSN-
MUI/IV/2000 mengenai jaminan ialah sebagai berikut : Jaminan bukanlah suatu yang bersifat mutlak
yang harus dipenuhi dalam pembiayaan murabahah, jaminan hanyalah dimaksudkan untuk menjaga
agar si pemesan serius dengan barang yang dipesan. Hal tadi tersebut merupakan teori-teori syariah
yang seharusnya dilakukan oleh Bank Umum Syariah.
Dan ternyata pelaksanaan di Bank Muamalat Indonesia terkait hal jaminan, pihak Bank Muamalat
Indonesia menganggap bahwa jaminan itu penting karena bukan hanya sebagai tanda keseriusan saja
tapi juga digunakan pertama kali untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan yang akan diberikan.
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, Allah mengatakan bahwa setiap jaminan
itu diperbolehkan adanya. Selain dari ayat Al-Qur’an diatas, mengenai hukum tentang jaminan juga
terdapat di Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000, seperti yang telah kita ketahui bahwa Fatwa DSN
merupakan kumpulan aturan yang buat oleh para ahli ibadah, alim ulama yang juga hukumnya
mengikat dan harus dipenuhi. Oleh karenanya Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai
murabahah pun juga harus dipenuhi dan ditaati oleh para bankir. Bunyi Fatwa DSN No.04/DSN-
MUI/IV/2000 mengenai jaminan ialah sebagai berikut : Jaminan bukanlah suatu yang bersifat mutlak
yang harus dipenuhi dalam pembiayaan murabahah, jaminan hanyalah dimaksudkan untuk menjaga
agar si pemesan serius dengan barang yang dipesan. Hal tadi tersebut merupakan teori-teori syariah
yang seharusnya dilakukan oleh Bank Umum Syariah.
Dan ternyata pelaksanaan di Bank BRI Syariah terkait hal jaminan, pihak Bank BRI Syariah
menganggap bahwa jaminan itu penting karena bukan hanya sebagai tanda keseriusan saja tapi juga
digunakan pertama kali untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan yang akan diberikan.
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, Allah mengatakan bahwa setiap jaminan
itu diperbolehkan adanya. Selain dari ayat Al-Qur’an diatas, mengenai hukum tentang jaminan juga
terdapat di Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000, seperti yang telah kita ketahui bahwa Fatwa DSN
merupakan kumpulan aturan yang buat oleh para ahli ibadah, alim ulama yang juga hukumnya
mengikat dan harus dipenuhi. Oleh karenanya Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai
murabahah pun juga harus dipenuhi dan ditaati oleh para bankir. Bunyi Fatwa DSN No.04/DSN-
MUI/IV/2000 mengenai jaminan ialah sebagai berikut : Jaminan bukanlah suatu yang bersifat mutlak
yang harus dipenuhi dalam pembiayaan murabahah, jaminan hanyalah dimaksudkan untuk menjaga
13
agar si pemesan serius dengan barang yang dipesan. Hal tadi tersebut merupakan teori-teori syariah
yang seharusnya dilakukan oleh Bank Umum Syariah.
Dan ternyata pelaksanaan di Bank Syariah Mandiri terkait hal jaminan, pihak Bank Syariah
Mandiri menganggap bahwa jaminan itu penting karena bukan hanya sebagai tanda keseriusan saja
tapi juga digunakan pertama kali untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan yang akan diberikan.
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 283, Allah mengatakan bahwa setiap jaminan
itu diperbolehkan adanya. Selain dari ayat Al-Qur’an diatas, mengenai hukum tentang jaminan juga
terdapat di Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000, seperti yang telah kita ketahui bahwa Fatwa DSN
merupakan kumpulan aturan yang buat oleh para ahli ibadah, alim ulama yang juga hukumnya
mengikat dan harus dipenuhi. Oleh karenanya Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 mengenai
murabahah pun juga harus dipenuhi dan ditaati oleh para bankir. Bunyi Fatwa DSN No.04/DSN-
MUI/IV/2000 mengenai jaminan ialah sebagai berikut : Jaminan bukanlah suatu yang bersifat mutlak
yang harus dipenuhi dalam pembiayaan murabahah, jaminan hanyalah dimaksudkan untuk menjaga
agar si pemesan serius dengan barang yang dipesan. Hal tadi tersebut merupakan teori-teori syariah
yang seharusnya dilakukan oleh Bank Umum Syariah.
Dan ternyata pelaksanaan di Bank CIMB Niaga Syariah terkait hal jaminan, pihak Bank CIMB
Niaga Syariah menganggap bahwa jaminan itu penting karena bukan hanya sebagai tanda keseriusan
saja tapi juga digunakan pertama kali untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan yang akan
diberikan.
Mekanisme
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Sejatinya secara teori mekanisme akad murabahah bil wakalah yang diatur oleh Fatwa Dewan
Syariah Nasional No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah,fatwa tersebut menyebutkan berbagai
ketentuan yang mengatur pelaksanaan pembiayaan dengan akad murabahah. Ketentuan- ketentuan
tersebut ialah sebagai berikut :
Ketentuan bagi nasabah
Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau asset kepada bank.
Jika bank menerima permohonan tersebut, bank harus membeli terlebih dahulu asset yang
dipesannya secara sah dengan pedagang.
Bank kemudian menawarkan asset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima
sesuai dengan janji yang telah disepakatinya.
Ketentuan bagi bank
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas riba.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungan.
Dalam Fatwa DSN No.10/DSN-MUI/IV/2000 Tentang wakalah pun menetapkan ketentuan –
ketentuan sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan tentang wakalah
Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan akad.
Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Kedua : Rukun dan syarat wakalah :
1. Syarat - syarat muwakkil (yang mewakilkan)
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan
14
b. Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas tertentu, yakni dalam hal yang
bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan
sebagainya.
2. Syarat - syarat wakil ( yang mewakili)
a. Cakap hukum
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
3. Hal - hal yang diwakilkan
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b. Tidak bertentangan dengan syari’ah islam
c. Dapat diwakilkan menurut syari’ah islam.
Ketiga : jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Selain kedua Fatwa DSN tersebut, dalam jurnal nya Monzer Khaft (Ramadhani,2014) juga
menjelaskan bahwa hybrid contract murabahah di katakan sesuai syariah apabila ditandai dengan
beberapa faktor antara lain:
Bank memiliki barang tersebut secara fisik walaupun dalam jangka waktu yang sangat
pendek
Bank dikenakan kewajiban atas barang selama barang tersebut masih menjadi milik bank.
Bank tidak hanya pemodal tetapi juga pemilik dari barang tersebut.
Pada transaksi ini terdapat beberapa hal yaitu perintah untuk membeli, janji untuk
membeli,kontrak agen, dan dua kontrak penjualan.
Harus ada barang riil beredar dari satu tangan ke tangan lain
Besarnya pembiayaan harus kurang dari biaya ditambah keuntungan.
Penjadwalan ulang pembayaran untuk kenaikan dan diskon tidak diperbolehkan, sehingga
tidak akan ada akumulasi atau penciptaan lapisan utang.
Untuk pihak bank transaksi dimulai dengan uang tunai dan berakhir dengan uang masuk.
Murabahah menciptakan utang pada nasabah mirip dengan pinjaman di bank konvensional.
Utang murabahah tunduk pada jaminan, hipotek, dan juga langkah-langkah mitigasi resiko
gagal bayar lainnya.
Hal ini sederhana, mudah di mengerti dan rapi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa secara syariah mekanisme pembiayaan dengan akad murabahah
bil wakalah yang diatur oleh DSN ialah bank harus membeli barang yang dipesan, bank bukan hanya
sebagai pemberi dana saja. Tetapi jika hendak diwakilkan maka harus ada perjanjian wakalah yang
dinyatakan dalam akad.
Namun dalam kenyataan, praktik mekanisme akad murabahah bil wakalah di Bank Muamalat
Indonesia ialah bank hanya sebagai pemberi dana saja, namun pada pelaksanaan akad pihak bank dan
calon nasabah akan menandatangani dua akad yaitu untuk akad murabahah dan akad wakalah. Akad
wakalah ini lah yang akan menjadi surat pendelegasian pembelian barang kepada nasabah.Walaupun
akad wakalah disini dilakukan secara dibawah tangan artinya tidak dinotariilkan.
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Praktik mekanisme akad murabahah bil wakalah di Bank BRI Syariah ialah bank hanya sebagai
pemberi dana saja, namun pada pelaksanaan akad pihak bank dan calon nasabah akan menandatangani
dua akad yaitu untuk akad murabahah dan akad wakalah. Akad wakalah ini lah yang akan menjadi
surat pendelegasian pembelian barang kepada nasabah. Padahal secara teorinya seperti yang telah
disebutkan sebelumnya seharusnya bank bukan hanya sebagai pemberi dana saja, namun juga sebagai
pemilik dari barang tersebut walaupun dalam jangka waktu yang sangat pendek.
15
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Praktik mekanisme akad murabahah bil wakalah di Bank Syariah Mandiri ialah bank hanya
sebagai pemberi dana saja. Namun pada saat akad terjadi ada penandatanganan untuk dua akad yaitu
akad murabahah dan akad wakalah, dan akad wakalah ini lah yang menjadi surat pendelegasian
pembelian barang nanti. Namun pada kenyataannya terjadi perbedaan antara sistem yang harusnya
digunakan dengan praktiknya, karena pada prakteknya akad wakalah tidak diterapkan. Padahal secara
teorinya seperti yang telah disebutkan sebelumnya seharusnya bank bukan hanya sebagai pemberi dana
saja, namun juga sebagai pemilik dari barang tersebut walaupun dalam jangka waktu yang sangat
pendek
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Walaupun sudah merupakan Unit Usaha Syariah namun Bank CIMB Niaga Syariah masih
menerapkan sistem syariah sebatas untuk produk penghimpunan dana saja, namun dalam hal produk
pembiayaannya masih memakai sistem konvensional. Padahal secara teorinya seperti yang telah
disebutkan sebelumnya seharusnya bank bukan hanya sebagai pemberi dana saja, namun juga sebagai
pemilik dari barang tersebut walaupun dalam jangka waktu yang sangat pendek dan tentunya tidak
menggunakan sistem bunga.
Penentuan Margin
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa dalam melakukan jual beli harus lah didasarkan
pada kerelaan dari masing-masing pihak, adil dan diputuskan secara bersama. Firman Allah tersebut
dapat dilihat dari ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut :
1) Qs. An-Nisa‟ : 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara
kamu”..
2) Dalam perjanjian murabahah tidak terdapat riba, tetapi menggunakan margin dalam
menentukan keuntungan yang didapat, serta akad yang terjadi tersebut berdasarkan pada
kesepakatan bersama sehingga kedua belah pihak sama sama rela. Dan sampai akad
berakhir nilai dari pembiayaan akad murabahah tersebut tidak boleh berubah-ubah ( Q.S Al-
Luqman : 34).
Selain kedua ayat Al-Qur’an tersebut, sebuah hadits juga mengatakan bahwa : “ .. Hadist
Nabi dari Abu Said Al-khurdi bahwa Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai Shahih oleh
Ibnu Hibban).
Jadi dapat disimpulkan secara teori syariah yang diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
diatas ialah bahwa setiap kegiatan jual beli harus lah dilakukan suka sama suka dan
diputuskan secara bersama.
Biasanya dalam penentuan margin bank syariah akan memperhitungan juga mengenai resiko
yang akan terjadi,jenis nasabahnya dan lain sebagainya. Di Bank Muamalat Indonesia sendiri dalam
hal penentuan syarat-syarat dan penetapan margin untuk setiap akad pembiayaan yang diberikan, Bank
Muamalat Indonesia menerapkan berdasarkan pada kesepakatan dari satu sisi saja yaitu dari pihak
bank sendiri.Walaupun ada negosiasi namun tetap saja keputusan akhir ditentukan oleh pihak bank.
16
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Sama seperti hal nya Bank Muamalat Indonesia, Dalam hal penentuan syarat-syarat dan
penetapan margin untuk setiap akad pembiayaan yang diberikan, Bank BRI Syariah juga menerapkan
hal yang sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan bank yaitu berdasarkan pada kesepakatan dari
satu sisi saja yaitu dari pihak bank sendiri. Walaupun ada negosiasi namun tetap saja keputusan akhir
ditentukan oleh pihak bank
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Sama seperti hal nya Bank Muamalat Indonesia, Dalam hal penentuan syarat-syarat dan
penetapan margin untuk setiap akad pembiayaan yang diberikan, Bank Syariah Mandiri juga
menerapkan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan bank yaitu berdasarkan pada
kesepakatan dari satu sisi saja yaitu dari pihak bank sendiri. Walaupun ada negosiasi namun tetap saja
keputusan akhir ditentukan oleh pihak bank
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Sama seperti hal nya Bank Muamalat Indonesia, Dalam hal penentuan syarat-syarat dan
penetapan margin untuk setiap akad pembiayaan yang diberikan, Bank CIMB Niaga Syariah juga
menerapkan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan bank yaitu berdasarkan pada
kesepakatan dari satu sisi saja yaitu dari pihak bank sendiri. Walaupun ada negosiasi namun tetap saja
keputusan akhir ditentukan oleh pihak bank
Penalti Dan Diskon
1. Penerapan Di Bank Muamalat Indonesia
Pada umumnya, di bank konvensional biasa jika nasabah ingin melunasi sisa pokok sebelum
masa pinjaman selesai maka akan dikenai penalti atau denda sekitar 1%-2%. Namun apabila hal
tersebut terjadi di bank syariah, maka penalti atau denda tersebut tidak akan dikenakan kepada
nasabah yang ingin melunasi sisa pokok sebelum masa pinjaman selesai. Hal itu dikarenakan, di bank
syariah apabila suatu akad pembiayaan murabahah sudah ditetapkan dan dilaksanakan maka harga
jual, margin yang ditetapkan, dan besarnya angsuran per bulannya harus lah tetap sama terus sampai
masa akad murabahah tersebut berakhir.
Selain mengatur hal mengenai penalti, syariah pun juga menetapkan beberapa ketentuan khusus
mengenai diberlakukannya potongan pelunasan dalam murabahah. Secara teori dari Fatwa DSN
No.23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam murabahah, DSN memutuskan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
atau lebih cepat dari waktu yang telah sepakati, LKS boleh memberikan potongan dari
kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
2. Besarnya potongan sebagaimana dimaksudkan di atas diserahkan pada kebijakan dan
pertimbangan LKS.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep syariah, bank syariah tidak menerapkan sistem
penalti atau denda, jika nantinya ada nasabah yang ingin melunasi sisa pokok pinjaman sebelum masa
pinjaman selesai.Selain itu sesuai dengan Fatwa DSN No.23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan
pelunasan dalam murabahah, maka bank syariah diperbolehkan memberikan potongan asalkan tidak
diperjanjikan dalam akad, dan besarnya potongan tersebut diserahkan pada kebijakan dan
pertimbanagn pihak bank.
17
Hal tadi merupakan teori syariah yang seharusnya dilakukan oleh pihak bank, sedangkan dalam
kenyataan di Bank Muamalat Indonesia dalam hal penalti dan diskon, penerapannya ialah pihak bank
tidak menerapkan adanya penalti namun dalam hal diskon penerapannya ada walapun hanya sebatas
dibicarakan saja karena Bank Muamalat Indonesia berprinsip bahwa potongan harga itu diperbolehkan,
tapi tidak boleh diperjanjikan berapa nominalnya dan tidak boleh diakadkan, hal itu dikarenakan islam
sendiri pun mengajarkannya seperti itu
2. Penerapan Di Bank Bri Syariah
Sama seperti hal nya di Bank Muamalat Indonesia dalam hal penalti dan diskon, Bank BRI
Syariah menerapkan yaitu pihak bank tidak menerapkan adanya penalti namun dalam hal diskon
penerapannya ada walaupun hanya sebatas usulan saja karena Bank BRI Syariah berprinsip bahwa
potongan harga itu diperbolehkan, tapi tidak boleh diperjanjikan berapa nominalnya dan tidak boleh
diakadkan, hal itu dikarenakan islam sendiri pun mengajarkannya seperti itu.
3. Penerapan Di Bank Syariah Mandiri
Di Bank syariah Mandiri dalam hal penalti dan diskon, penerapannya ialah pihak bank tidak
menerapkan adanya penalti namun dalam hal diskon penerapannya ada dan diperjanjikan di awal.
Jadi dapat dikatakan bahwa pada Bank Syariah Mandiri terjadi ketidaksesuaian antara teori yang ada
dan praktek di lapangan.
4. Penerapan Di Bank Cimb Niaga Syariah
Di Bank CIMB Niaga Syariah dalam hal penalti dan diskon, secara teori tidak dikenakan penalti
apabila melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo, namun karena masih tercampur dengan bank
induk maka penerapannya ialah pihak bank tidak menerapkan adanya penalti untuk 1 tahun keatas
namun untuk pelunasan sebelum setahun akan dikenakan penalti. Jadi dapat dikatakan bahwa pada
Bank CIMB Niaga Syariah terjadi ketidaksesuaian antara teori yang ada dan praktek di lapangan.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dari keempat bank syariah yang diteliti untuk hal penerapan akad
murabahah bil wakalah sendiri beragam. Namun ada dua bank yaitu Bank Muamalat Indonesia dan
Bank BRI Syariah, Cabang Malang yang dalam prakteknya lebih banyak mendekati aturan yang
diwajibkan secara syariah, misalkan dalam hal diwajibkan adanya akad wakalah, di kedua bank
tersebut menerapkannya walaupun dilakukan secara dibawah tangan artinya tidak dinotariilkan, selain
itu dalam hal penalti dan diskon pun di kedua bank tersebut melakukan hal yang diajarkan secara teori
yaitu kedua bank tersebut tidak menerapkan penalti dan menerapkan diskon yang tapinya besarannya
tidak diakadkan .
Sedangkan untuk dua bank yang lain yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank CIMB Niaga
Syariah,Cabang Malang, masih banyak aturan syariah yang tidak diterapkan dalam mekanisme akad
murabahah bil wakalah yang dilakukannya, seperti misalnya pada Bank Syariah Mandiri walaupun
secara teori dikatakan terdapat akad wakalah namun dalam prakteknya akad wakalah tersebut tidak
dijalankan. Dan bahkan untuk Bank CIMB Niaga Syariah sendiri, walaupun sudah berbentuk Unit
Usaha Syariah namun untuk penerapan produk pembiayaan syariah masih tidak terlaksana sama sekali.
Dan dalam hal jaminan sendiri,untuk keempat bank yang diteliti dapat dikatakan masih
menyalahkan aturan syariah yang ada, karena untuk keempat bank yang diteliti masih menganggap
bahwa jaminan merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu pemberian pembiayaan,jaminan
digunakan sebagai penentu awal besarnya plafond yang akan disetujui. Padahal secara syariah dapat
18
dikatakan bahwa jaminan diperbolehkan namun hanya sebagai tanda keseriusan saja bukan sebagai
kompensasi dari pembiayaan itu sendiri. selain kesimpulan seperti diatas dapat disimpulkan juga
bahwa akad murabahah bil wakalah yang diterapkan di perbank syariah yang dalam hal ini
dikhususkan pada keempat bank yang diteliti dapat dikatakan tidak sesuai dengan teori KPP (Hybrid
Contract murabahah wal wakalah), karena tidak memenuhi syarat dari jual beli murabahah.
Saran
Saran yang didapatkan dari hasil kesimpulan penelitian mengenai analisis kesyariahan akad
murabahah bil wakalah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia, Bank BRI Syariah, Bank
Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga Syariah, Cabang Malang) adalah adanya sinergitas antar
berbagai pihak yaitu pihak Bank Indonesia, pihak Dirjen Pajak, pihak bankir, dan pihak calon
nasabahnya sendiri.berikut adalah penjelasan saran untuk masing-masing pihak :
1. Untuk pihak BI, diharapkan karena saat ini di Indonesia sudah memakai dual banking sistem,
maka dalam menentukan BI rates juga harus memikirkan dan menentukan bagaimana dan
berapa standar yang mesti dipakai oleh para bankir syariah dalam menentukan margin
layaknya pihak BI menentukan BI rates.
2. Untuk pihak Dirjen Pajak, dikarenakan adanya Surat Edaran mengenai pengenaan PPN atas
produk murabahah maka mau tidak mau bank syariah menerapkan hal yang sama dengan
penerapan di konvensional, karena jika tidak maka hal itu nantinya akan membuat para calon
nasabah lebih tertarik untuk membeli barang atau bertransaksi di bank konvensional. Resiko
lain yang akan ditanggung oleh bank syariah ialah bank syariah akan mengahadapi resiko
reputasi karena jika bank syariah melakukan hal yang sama seperti layaknya bank
konvensional, maka reputasi bank syariah sebagai bank yang berprinsip pada syariah patut
dipertanyakan oleh masyarakat, masyarakat akan berpikir dan menanyakan kesyariahan dari
bank syariah itu sendiri, serta bisa jadi masyarakat menganggap bahwa bank syariah yang ada
sama saja dengan bank konvensional. Oleh karena itu Surat Edaran mengenai pengenaan PPN
atas produk murabahah tersebut perlu dikaji ulang agar nantinya bank syariah mampu
menerapkan aturan syariah yang diharuskan oleh Al-Qur’an dan fatwa DSN, selain itu agar
bank syariah nantinya bisa kompetitif bersaing dengan bank konvensional.
3. Untuk para bankir, jika dalam hal jaminan para bankir sangat mengetatkan aturannya seperti
misalnya jaminan harus SHM atau jika tidak SHM maka besarnya plafond yang disetujui
lebih rendah maka nantinya bisa jadi akan menyebabkan para calon nasabah akan lebih
memilih untuk bertransaksi di bank konvensional. Karena seperti yang telah kita ketahui
bahwa hampir setiap masyarakat yang ingin mengajukan permohonan pembiayaan pasti lah
ingin yang mekanisme dan syarat yang mudah. Oleh karena itu para bankir harus memikirkan
cara agar setiap calon nasabah tidak terlalu merasa ditekan dengan adanya syarat seperti itu
namun tetap bisa menguntungkan di sisi pihak bank.
4. untuk calon nasabah sendiri, diharapkan calon nasabah juga harus diberikan edukasi
mengenai prinsip-prinsip syariah di dunia perbankan syariah, agar nantinya bisa mengetahui
mekanisme terkait prosedur pembiayaan yang sesuai syariah, sebelum para calon nasabah
tersebut melakukan permohonan pembiayaan di perbankan syariah, yang nanti nya hal itu
juga bermanfaat jika ada para bankir yang lupa atau tidak menjalankan apa yang seharusnya
dilakukan menurut aturan syariah bisa mereka tegur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan
ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu
19
Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani Press
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Asro, M dan Kholid M. 2011.Fiqh Perbankan..Bandung : CV Pustaka Setia.
Bungin, Burhan. 2007.Analisis Data Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT.RajaGrafindo.
Holsti, R. 1969. Content Analysis for The Social Sciences and Humanities.Masschussets
:AddisonWesley Publishing Company
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan.Jakarta : Raja Grafindo
Machmud, Amir dan Rukmana. 2010. Bank syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia.
Jakarta: Erlangga
Miles, Matthew dan Huberman.1992.Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
MUI.2000.Fatwa Dewan Syariah Nasional No:04/DSN-MUI/IV/2000.www.mui.or.id. Diakses tanggal
20 Desember 2014
Rahmawaty, Anita.2007. Ekonomi Syari’ah: Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam Perbankan
Syari’ah di Indonesia.http://journal.uii.ac.id/ Diakses 20 Oktober 2014.
Ramadhani, Kiki Priscilia. 2014. Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan Murabahah
Rivai, Veithzal. 2010. Islamic Financial Management; Teori, Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis
Untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Saeed, Abdullah. 2004. Menyoal Bank Syariah : Kritik atas Interprestasi Bunga Bank Kaum Neo
Revivalis, Terj. Arif Maftuhin.Jakarta : Paramadina.
Sugiyono, 2009.Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan kualitatif, kuantitatif dan R& D).Bandung :
Alfabeta.
20