Upload
others
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KESEJAHTERAAN CLEANING SERVICE
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) CUT NYAK DHIEN
MEULABOH KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATENACEH BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan
Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial
Oleh :
MUKRIANI
NIM: 09C20201064
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
TAHUN 2016
vi
ABSTRAK
Mukriani Nim: 09C20201064 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service Di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Di bawah bimbingan Bapak Drs.
Moenawar Iha, MM dan Bapak Triyanto, MA
Kesejahteraan adalah harapan setiap pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Setiap pekerja berhak memperolehnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana hambatan dan tingkat kesejahteraan yang diperoleh para pekerja di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Metode yang digunakan adalah metode
pendekatan kualitatif, dengan tipe deskriptif. Adapun populasi dalam penelitian
adalah koordinator yang membidangi cleaning service 1 orang, pekerja 8 orang
dan semuanya berjumlah 9 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah cara observasi, wawancara, serta kajian perpustakaan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, memberikan hasil kompensasi/gaji dan insentif sangat
berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan seorang pekerja, semakin tinggi
kebutuhan rumah tangga, makin tinggi pula gaji yang diharapkan, tingkat
kedisiplinan seorang pekerja sangat mempengaruhi terhadap kinerja pekerja yang
lain. Tingkat kepuasan kerja dan kepercayaan diri pekerja juga bisa dipengaruhi
oleh faktor perlindungan diri/keselamatan kerja, tidak tersedianya alat pelindung
seperti pakaian seragam dan safety lainnya. Mengacu pada Undang-Undang
Ketenagakerjaan Republik Indonesia, upah yang diperoleh tenaga cleaning service
juga masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Sesuai dengan teori, faktor
yang mempengaruhi atau hambatan kenaikan kompensasi pekerja diakibatkan
oleh kemampuan pengelola untuk membayar masih kurang dan serikat buruhnya
tidak kuat, maka kompensasi yang dibayar tetap masih dibawah standar. Para
pekerja cleaning service, sebagian besar berkesimpulan belum memperoleh
tingkat kesejahteraan yang memadai.
Kata Kunci : Cleaning Service, Kesejahteraan, Upah.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan pelayanan kebersihan (Cleaning Service) pada suatu instansi
pemerintah atau swasta merupakan suatu keharusan. Jasa Cleaning Service sangat
penting dalam mencapai tujuannya. Indikator keberhasilan pada suatu organisasi
dapat dilihat pada kebersihan lingkungan, sehingga terciptanya kenyamanan bagi para
karyawan/pekerja.
Dalam menjalankan tugasnya, para Cleaning Service bekerja penuh resiko
terutama di instansi atau gedung bertingkat yang mengharuskan membersihkan kaca
jendela dan dinding-dinding di bagian luarnya. Cleaning Service juga sering kali
harus bekerja ekstra saat acara-acara tertentu yang diadakan oleh kantor. Tuntutan
loyalitas dan penuh tanggung jawab sangat ditekankan pada pekerja Cleaning
Service, terutama di tempat pelayanan umum seperti rumah sakit.
Pada rumah sakit, baik Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara (RS BUMN)
atau Rumah Sakit milik swasta, beban pekerjaan Cleaning Service lebih berat. Ini
disebabkan karena pasien datang dan keluar silih berganti. Tentunya pasien-pasien
memiliki sampah di dalam ruangan, baik sampah makanan maupun yang lain.
Kebiasaan masyarakat di Indonesia, terutama di Kabupaten Aceh Barat,
masyarakat akan datang menjenguk kerabat yang sakit ke rumah sakit. Secara
otomatis akan meninggalkan sampah sisa makanan atau yang lainnya. Pekerjaan
cleaning service sangat diperlukan untuk mewujudkan kondisi rumah sakit yang
2
bersih dan sehat yang berdampak secara langsung terhadap peningkatan kualitas
pelayanan di rumah sakit. Setiap sudut ruangan dan lantai rumah sakit harus selalu
dalam keadaan bersih, terutama di Instalasi Gawat Darurat dan Ruang Bedah.
Kegiatan cleaning service termasuk sistem kegiatan di rumah sakit yang harus
mendapat perhatian yang spesifik. Untuk itu pekerja dituntut kedisiplinan yang tinggi.
Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan dalam bentuk
peningkatan produktivitas kerja, disiplin yang baik memungkinkan terciptanya
kerjasama yang harmonis dalam membangun kebanggaan kelompok pekerja.
Penerapan peraturan yang adil sebagai dasar untuk perlindungan baik individu
maupun kelompok, karena tanpa peraturan yang jelas dapat dipastikan kerjasama
dalam organisasi akan kacau.
Dalam kegiatannya yang dituntut loyal, para cleaning service di rumah sakit
dihadapkan pada tingkat kesejahteraannya. Dalam hal ini, peneliti memilih Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh sebagai objek penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pada kesempatan ini peneliti
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pokok masalah dalam
pembahasan ini adalah:
3
1. Bagaimana Cleaning Service melakukan pekerjaan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh?
2. Bagaimana kesejahteraan karyawan para cleaning service di RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara para Cleaning Service melakukan pekerjaan di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
2. Untuk mengetahui kesejahteraan para cleaning service di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
mengenai kesejahteraan pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
b. Sebagai salah satu sumber referensi bagi kepentingan ilmu dalam mengatasi
masalah yang berhubungan atau sama di masa mendatang.
2. Bagi Praktisi
a. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai tambahan sumber
referensi bagi pihak manajemen pengelolaan atau penyedia jasa Cleaning
Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
4
b. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi penting tentang
upaya kesejahteraan pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka
sistematika skripsi ini ditulis dengan struktur sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini berisi teori-teori yang mendasari masalah dan teori-teori yang
mendukung.
Bab III : Metodelogi Penelitian
Bab ini berisi tentang metodelogi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa data dan pengujian
kredibilitas data.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Bab ini memuat uraian hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan dan menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Terdahulu
Kajian pustaka tentang penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara penelitian yang akan dilakukan sebelumnya dengan yang akan
dilakukan. Di bawah ini peneliti akan memberikan kesimpulan hasil penelitian yang
pernah dilakukan.
Penelitian tentang kesejahteraan karyawan sudah pernah diteliti oleh Ayu Mega
Yesica Sukirman (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Kesejahteraan
Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan (Survey Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta”. Menurut penelitian Mega Yesica Sukirman, hasil yang diperoleh dari
penelitiannya menyatakan bahwa variabel kesejahteraan (pendapatan atau gaji,
pemberian intensif, lingkungan kerja, dan promosi jabatan) berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan.
Penelitian tentang kesejahteraan karyawan juga pernah diteliti oleh Putra Adri
Ananda P (2010) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh gaji, intensif, bonus, dan layanan kesehatan terhadap kesejahteraan
karyawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaji, insentif, dan bonus
berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan layanan kesehatan berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap kesejahteraan karyawan disebabkan kurangnya saranan
dan prasarana layanan kesehatan yang didapatkan.
6
Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan peneliti yang dilakukan
oleh Ayu Mega Yesica Sukirman dan Putra Adri Ananda P terletak pada pengaruh
kinerja karyawan. Sedangkan perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan
penelitian Ayu Mega Yesica Sukirman dan Putra Adri Ananda P adalah terletak pada
fokus yang menjadi masalah penelitian terhadap kesejahteraan karyawan secara
umum, maka kali ini peneliti lebih spesifik tinjauannya pada pekerja Cleaning
Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
2.2 Kesejahteraan
Pada hakekatnya suatu perusahan dan karyawan saling membutuhkan.
Karyawan adalah aset perusahaan karena tanpa adanya sumber daya manusia maka
perusahaan tidak akan bisa berjalan, begitu juga karyawan tidak dapat menunjang
kesejahteraan hidupnya tanpa adanya perusahaan sebagai tempat mencari nafkah
sekaligus implementasi dari disiplin ilmu yang mereka miliki sendiri. Maka
kesejahteraan karyawan harus diperhatikan oleh pihak perusahaan.
2.2.1 Definisi Kesejahteraan
Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja. Jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Penyediaan
fasilitas kesejahteraan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran
kemampuan perusahaan.
7
Setiap orang yang hidup selalu menginginkan kesejahteraan dalam hidup sebab
dengan kesejahteraan hidupnya akan menjadi tenang dan tentram. Menurut Hasibuan
(2005: h.186), kesejahteraan adalah balas jasa lengkap (materi dan non materi yang
diberikan oleh pihak perusahaan berdasarkan kebijaksanaan). Tujuannya untuk
mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar
produktifitas meningkat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka diasumsikan bahwa kesejahteraan
karyawan merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan,
baik yang berbentuk uang, barang maupun jasa layanan lainnya yang dapat
memberikan kepuasan kepada karyawan dalam bekerja. Kesejahteraan karyawan
merupakan suatu program yang menitik beratkan terhadap pekerjaan dan lingkungan
kerja. Kesejahteraan adalah asal kata dari sejahtera, bahwa sejahtera adalah aman
sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan
sebagainya) (Dessy Anwar, 2001: h.412).
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Program Kesejahteraan
Program kesejahteraan karyawan adalah tunjangan-tunjangan dan peningkatan
kesejahteraan yang pemberiannya tidak berdasarkan pada kinerja pegawai tetapi
didasarkan kepada keanggotanya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai
seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan
kehidupannya secara normal dan bekerja lebih baik (Mariot, 2005: h.279). Tujuannya
untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan, agar
produktivitas kerjanya meningkat.
8
Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga atau
organisasi kepada pegawai hendaknya bermanfaat, sehingga dapat mendorong
tercapainya tujuan perusahaan yang efektif. Program kesejahteraan karyawan
sebaiknya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak
melanggar peraturan pemerintah. Adapun tujuan program kesejahteraan pada pegawai
menurut Malayu S.P. Hasibuan (2000: h.187) adalah :
1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan pegawai dengan perusahaan.
2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi pegawai beserta
keluarganya.
3. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktivitas pegawai.
4. Menurunkan tingkat absensi, dan labour turnover (perputaran tenaga kerja).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk ke dalam
kesejahteraan karyawan dapat berupa uang bantuan seperti bantuan untuk
keperawatan karyawan yang sakit, bantuan uang untuk tabungan, pembagian saham,
asuransi dan pensiun. Kesejahteraan buruh/pekerja adalah suatu pemenuhan
kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat (UU
RI tentang Ketenagakerjaan Tahun 2003).
Program kesejahteraan karyawan adalah tunjangan-tunjangan dan peningkatan
kesejahteraan yang pemberiannya tidak berdasarkan pada kinerja pegawai tetapi
didasarkan pada keanggotaannya sebagai bagian dari organisasi serta pegawai sebagai
9
seorang manusia yang memiliki banyak kebutuhan agar dapat menjalankan
kehidupannya secara normal dan bekerja lebih baik (Efendi Hariandja, 2002: h.76).
Adapun persamaan dan perbedaan antara kompensasi langsung (gaji/upah)
dengan kesejahteraan karyawan (kompensasi tidak langsung) yaitu.
a) Persamaannya :
1. Gaji/upah dan kesejahteraan karyawan adalah sama-sama merupakan
pendapatan bagi karyawan.
2. Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan bertujuan sama yakni untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan keterkaitan karyawan.
3. Gaji/upah dan kesejahteraan adalah biaya bagi perusahaan.
4. Pemberian gaji/upah dan kesejahteraan dibenarkan oleh peraturan legal, jadi
bisa dimasukkan dalam neraca finansial perusahaan tersebut (Hasibuan,
2005:h.45).
b). Perbedaannya :
1. Gaji/upah adalah hak karyawan untuk menerimanya dan menjadi kewajiban
perusahaan untuk membayarnya.
2. Gaji/upah wajib dibayar perusahaan sedangkan kesejahteraan diberikan hanya
atas kebijaksanaan saja, jadi bukan kewajiban perusahaan atau sewaktu-waktu
dapat ditiadakan.
3. Gaji/upah harus dibayar dengan financial (uang/barang), sedangkan
kesejahteraan diberikan dengan financial dan non financial (fasilitas).
4. Gaji/upah waktu dan besarnya tertentu, sedangkan kesejahteraan waktu dan
besarnya tidak tentu (Malayu S.P. Hasibuan, 2005: h.32).
10
Hal-hal tersebut mendorong manajer yang kreatif memberikan balas jasa secara
langsung dan tidak langsung untuk tindakan berjaga-jaga, jika sewaktu-waktu
perusahaan mengalami kesulitan karyawan tetap bersikap loyal. Kesejahteraan yang
diberikan hendaknya bermanfaat dan mendorong untuk tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat serta tidak melanggar peraturan legal
pemerintah. Salah satu indikator perusahaan memperhatikan karyawannya adalah
membayar upah pekerja sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP), serta jaminan sosial
dan hal lain yang diatur dalam UU Republik Indonesia tentang Ketenagakerjaan.
Tujuan pemberian kesejahteraan antara lain sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan keterikatan karyawan kepada karyawan.
2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta
keluarganya.
3. Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktivitas kerja bagi karyawan.
4. Menurunkan tingkat absensi dan trun over karyawan.
5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik dan nyaman.
6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan
8. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas
manusia.
10. Mengurangi kecelakaan kerja dan kerusakan peralatan perusahaan.
11. Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarganya (Hasibuan, 2005:
h.54).
11
2.2.3 Kompensasi
Program kesejahteraan terdiri dari dua komponen utama yaitu : kompensasi
yang berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan serta kompensasi yang tidak
berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan serta kompensasi yang tidak
berkaitan langsung dengan prestasi kerja karyawan tetapi diberikan oleh pihak
perusahaan kepada karyawan yang dipandang sebagai penghasilan tambahan.
Kompensasi adalah faktor pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung
atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan
kepada perusahaan (Hasibuan, 2005: h.118). Imbalan atau kompensasi adalah faktor
penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu
organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya.
Menurut Suryo (2007, h.28), kompensasi dapat diberikan kepada karyawan
dalam empat macam, yaitu:
1. Upah dan gaji, merupakan bentuk pembayaran yang biasanya diberikan
berdasarkan jumlah jam kerja, semakin banyak jam kerja semakin besar upah
yang diterima. Sedangkan gaji besarnya tetap tanpa mempertimbangkan jam
kerja
2. Program insentif, imbalan yang diterima karyawan selain gaji dan upah antara
lain dalam bentuk insentif, yang biasanya diberikan berdasarkan tingkat
keberhasilan perusahaan baik dalam mencapai tingkat penjualan, tingkat
keuntungan atau tingkat produktivitas.
12
3. Employee benefit program/ tunjangan, merupakan imbalan tidak langsung yang
diberikan perusahaan kepada karyawan seperti program asuransi jiwa dan
kesehatan, program pensiun, biaya liburan dan sebagainya.
4. Perquisites, umumnya hanya diberikan kepada karyawan yang menduduki level
cukup tinggi dalm bentuk fasilitas yang diberikan perusahaan seperti kendaraan
dinas, perumahan, keanggotaan klub olahraga, biaya perjalanan dinas dan
bentuk-bentuk fasilitas lainnya.
Adapun tujuan pemberian kompensasi menurut Hasibuan (2005, h.121) antara
lain:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara
majikan dengan karyawan.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan fisik, status
sosial, dan egoistik sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan efektif
Jika pengadaan kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah
memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
13
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif
kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan akan
lebih baik.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
berlaku, maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
Menurut Hasibuan (2005: h.127), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
kompensasi antara lain sebagai berikut:
1. Penawaran dan permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan, maka
kompensasi relatif lebih kecil. Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit dari
pada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik,
maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya, jika kemampuan
perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan
14
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi
semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik maka kompensasi akan semakin besar.
Sebaliknya jika produktivitas kerja buruk maka kompensasinya relatif kecil.
5. Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppres
Pemerintah dengan Undang-Undang menetapkan besarnya batas upah
minimum. Peraturan ini sangat penting untuk melindungi masyarakat dari
tindakan sewenang-wenang perusahaan.
6. Biaya Hidup/ Cost of Living
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi, maka tingkat kompensasi semakin
besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah rendah maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
7. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima
kompensasi/gaji lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki jabatan
lebih rendah akan memperoleh kompensasi lebih kecil. Ini disebabkan
wewenang karyawan yang menduduki jabatan tinggi lebih berat secara
tanggung jawabnya.
8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
15
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji/balas
jasa akan semakin besar. Sebaliknya karyawan yang berpendidikan lebih rendah
dan minimnya pengalaman kerja maka tingkat kompensasinya relatif kecil.
9. Kondisi Perekonomian Nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat
kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang
maju (depresi) maka tingkat upah akan rendah, karena terdapat banyak
pengangguran (disqueshed unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Apabila jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan penuh resiko (finansial,
keselamatan) maka tingkat kompensasi semakin besar karena membutuhkan
kecakapan dan keahlian untuk mengerjakannya. Sebaliknya bila jenis dan sifat
pekerjaannya mudah resiko (finansial, kecelakaannya) kecil, maka tingkat
kompensasinya relatif rendah.
2.2.4 Insentif
Menurut Rivai (2004: h.384) insentif dapat diartikan sebagai bentuk
pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian
keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya.
Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah
yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan
kinerja (pay for performance plan).
16
Tujuan utama insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan
kepada karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya.
Sedangkan bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam mengahadapi persaingan yang semakin
kuat, dimana produktivitas menjadi satu hal yang sangat penting.
Insentif dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Insentif Individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji
pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Insentif
individu bisa berupa upah per output (misalkan menggunakan per potong) dan
upah per waktu (misalkan menggunakan jam).
2. Insentif Kelompok
Insentif kelompok akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja
melebihi standar yang ditetapkan. Para anggota kerja dapat dibayar dengan tiga
cara, yaitu (a) seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang
diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerja, (b) semua anggota
kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima
oleh mereka yang paling rendah prestasi kerjanya, (c) seluruh anggota
menerima pembayaran yang sama rata dengan rata-rata pembayaran yang
diterima kelompok.
Program insentif adalah salah satu cara untuk memungkinkan seluruh pekerja
merasakan bersama kemakmuran perusahaan. Maka pembayaran perlu dihubungkan
dengan kinerja sedemikian rupa sehingga pembayaran itu mengikuti tujuan karyawan
dan perusahaan.
17
2.2.5 Kinerja
Menurut Moh.Pabundu Tika (2010: h.121) kinerja didefiniskan sebagai hasil-
hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai suatu tujuan organisasi dalam
periode waktu tertentu.
Kinerja sering disebut juga dengan prestasi kerja, unjuk kerja atau
performance. Kata kinerja merupakan kata yang sering mendapat perhatian khusus
oleh setiap individu, kelompok maupun perusahaan. Hal ini berarti kata kinerja
menunjukkan suatu hasil perilaku kualitatif dan kuantitatif yang terpilih. Kinerja
adalah perangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta
pelaksanaan suatu pekerjaan yang ada pada diri pekerja yang diminta. Kinerja
dinyatakan baik dan jika tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik.
Keberhasilan sistem penilaian kinerja yang mempengaruhi kinerja dapat
sepenuhnya dikendalikan oleh manajemen seperti desain kerja (tugas atau aktivitas
yang dijalankan, isi pekerjaan, kondisi-kondisi fisik pekerjaan, komputerisasi, jam
kerja, dan sebagainya), dan tujuan-tujuan kinerja (yang seharusnya terkait dengan
tujuan-tujuan pekerjaan). Itu semua memiliki efek langsung pada tingkat dan sifat
usaha individual yang ditujukan kepada suatu pekerjaan.
Kinerja menghasilkan outcomes produktivitas bagi oraganisasi dan ganjaran
bagi personil dalam bentuk gaji, tunjangan, jaminan pekerjaan, pengakuan dari teman
kerja dan atasan, serta kesempatan promosi bagi karyawan. Para karyawan umumnya
sering mengukur kepuasan kerja dari sudut pandang ini.
18
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009: h.67), faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation).
a. Faktor kemampuan. Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya
pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan
yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh sebab itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan
keahliannya (the right man in the righ place, the right man on the right job).
b. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
2.2.6 Kepuasan Kerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009: h.117), kepuasan kerja adalah
suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya. Perasaaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang
diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya,
penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan.
Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi
19
kesehatan, kemampuan, pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja bila
aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika
aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.
Teori-teori tentang kepuasan kerja, yaitu:
a. Teori keseimbangan (Equity Theory)
Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-
outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan tersebut
dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi,
apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,
yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan
dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (keseimbangan yang
menguntungkan pegawai lain menjadi pembanding atau comparison).
b. Teori perbedaan (Discrepancy theory)
Menurut teori ini mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung
selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.
c. Teori pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapat
apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin
puas pula pegawai tersebut.
d. Teori pandangan kelompok (Social reference group theory)
20
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada
pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan.
e. Teori Dua faktor dari Herzberg
Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas
menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor
pemotivasian (motivational factors).
f. Teori pengharapan (Exceptancy theory)
Pengharapan merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti
dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang
memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya.
Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari range
0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkan hasil maka harapannya
adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka harapannya
bernilai 1. Harapan pegawai secara normal adalah diantara 0-1.
Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti:
a. Turnover
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai yang
rendah. Sedangkan pegawai-pegawai yang kurang puas biasanya turnover-nya
lebih tinggi.
b. Tingkat absen kerja
21
Pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tingkat ketidakhadirannya
(absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja dengan alasan yang tidak logis
dan subjektif.
c. Umur
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada pegawai
yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa pegawai yang tua lebih
berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Sedangkan
pegawai usia muda biasanya mempunyai harapan ideal tentang dunia kerjanya,
sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat kesenjangan
atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka menjadi tidak puas.
d. Tingkat pekerjaan
Pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih puas dari pada pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan
yang lebih rendah. Pegawai-pegawai yang tingkat pekerjaannya lebih tinggi
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam mengemukakan ide-
ide serta kreatif dalam bekerja.
e. Ukuran organisasi perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Hal ini
karena besar kecil suatu perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi,
komunikasi, dan partisipasi pegawai.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Edi Sutrisno
(2009: h.80) adalah:
22
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan, yang meliputi minat, ketenteraman dalam kerja, bakat dan
keterampilan.
b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar
karyawan dengan atasan.
c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhungan dengan kondisi fisik karyawan
meliputi jenis pekerjaan,pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan
kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan
karyawan, umur, dan sebagainya.
d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan
sebagainya.
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja akan berdampak, antara lain:
a. Dampak terhadap produktivitas
Produktivitas adalah sikap mental yang selalu disertai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini.
Patokannya adalah sikap mental dan upaya peningkatan (Boy S Sabarguna,
2008: h.13). Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan
eksintrik berasosiasi dengan prestasi kerja, maka kenaikan dalam prestasi tak
akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
b. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja
23
Motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam kombinasi dengan
tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan. Misalnya
karyawan selalu mengeluh, membangkang, menghindari sebagian tanggung
jawab pekerjaan.
c. Dampak terhadap kesehatan
Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan
sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan
sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.
2.3 Cleaning Service
2.3.1 Definisi Cleaning Service
Cleaning Service adalah pekerjaan yang memberikan jasa kebersihan untuk
mendapatkan penghasilan (Hutauruk, 2010: h.23). Secara umum definisi Cleaning
Service adalah memberikan pelayanan kebersihan, kerapihan dan hygenisasi
dari sebuah gedung atau bangunan baik di dalam (indoor) atau pun di luar
(outdoor) sehingga terciptanya suasana yang nyaman (comfortable) dalam menunjang
dalam aktifitas sehari-hari sebagai tujuan jangka pendeknya, dan sebagai tujuan
jangka panjangnya adalah untuk mempertahankan (life of time) semua benda yang
termasuk dalam lingkup kerja cleaning service tersebut.
2.3.2 Cleaning Service Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1988 No. 159b/Men-
Kes/Kes/II/1988 Bab II pasal 3 dinyatakan:
24
a. Rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta
b. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:
a) Departemen Kesehatan
b) Pemerintah Daerah
c) ABRI
d) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
c. Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh:
a). Yayasan
b). Badan hukum lain yang bersifat sosial.
Keuangan rumah sakit BUMN dan rumah sakit pemerintah prosedurnya hampir
sama yaitu income akan disetor ke induk BUMN bersangkutan. Semuanya ditunjang
oleh BUMN bersangkutan, mulai dari bangunan rumah sakitnya sampai fasilitas
kesehatan serta keuangannya. Maka dalam mengelola asetnya harus mengikuti aturan
pemerintah melalui Keppres. Disamping itu juga harus dianggarkan paling sedikit
satu tahun sebelumnya dan minta persetujuan dari pihak-pihak terkait lainnya. Bila
disetujui baru bisa diadakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan.
Menurut Pasal 7 UU NO 44/2009, rumah sakit harus memenuhi persyaratan
lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah harus berbentuk
unit Pelaksana Teknis dari instansi yang bertugas di bidang kesehatan, instansi
tertentu, atau lembaga daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau
25
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan ketentuan peratuan
perundang-undangan.
Jika rumah sakit berubah menjadi BLUD, maka dapat menggunakan
pendapatan fungsional sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ia boleh menggunakan
pendapatan itu untuk membelanjakan pengeluaran yang bahkan tidak terdapat dalam
anggaran. Bisa melakukan pengadaan barang tanpa harus mengacu pada regulasi
pemerintah tentang pengadaan barang/jasa. Bebas melakukan perikatan dengan pihak
ketiga dalam bentuk utang untuk membiayai investasi atau hanya sekedar menutup
belanja barang/jasanya. Ia berhak menentukan sendiri besaran remunerasi bagi
karyawan rumah sakit dan sederet fleksibilitas lainnya yang hanya ia peroleh tatkala
berubah menjadi BLUD.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri dari :
1. Kelas A
Izin rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negara diberikan oleh menteri setelah mendapatkan
rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada pemerintah
daerah provinsi
2. Kelas B
Izin rumah sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah
mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
Pemerintah Daerah kabupaten/ kota
3. Kelas C
4. Kelas D
26
Izin rumah sakit kelas C dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di
bidang kesehatan Pemerintah Daerah/Kota.
Pekerja Cleaning Service di rumah sakit adalah orang yang dibayar pihak
rumah sakit atau pihak ketiga (perusahaan) untuk selalu menjaga situasi rumah sakit
dalam keadaan bersih. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Menurut Suparto Adikoesoemo (2003: h.22), ada tiga jenis tenaga kerja di
rumah sakit yaitu:
a. Tenaga full timer (purna waktu)
Karyawan full timer adalah karyawan yang termasuk di dalam core business
(bisnis inti) misalnya: perawat, analis, pinata rontgen, dokter dan sebagainya.
b. Tenaga part timer (paruh waktu)
Tenaga part timer (paruh waktu) biasanya dokter ahli yang tidak banyak atau
tidak mudah untuk di dapat.
c. Tenaga contract (kontrak)
Kontrak adalah karyawan yang tidak begitu penting dalam usaha ini dan
sewaktu-waktu mudah dilepas/diganti, misalnya tenaga untuk renovasi
gedung/kamar serta tenaga cleaner (petugas kebersihan dan sebagainya)
Adapun tugas-tugas yang harus dilakukan oleh setiap Cleaning Service adalah
sebagai berikut :
27
1. Kamar Mandi
Kebersihan kamar mandi rumah sakit harus sangat dijaga sebagai salah satu
tujuan untuk sanitasi lingkungan. Sangat perlu diperhatikan disini adalah mangkuk
toilet dan tuas menyiram urine yang merupakan tempat yang sangat potensial bagi
kuman dan bakteri yang berbahaya, gagang pintu kamar mandi dan daun pintu kamar
mandi juga harus sering dibersihkan mengingat adanya bakteri dari sentuhan tangan
dari seorang pasien yang dapat menular ke pasien lainnya. Kemudian kamar mandi
umum dan kamar mandi karyawan.
2. Kamar Pasien
Kebersihan kamar pasien harus sangat signifikan dengan penggunaan
disinfektan. Disini ditujukan pada pasien yang dapat membawa kuman menular dan
kemudian dipindahkan ke seluruh daerah ruangan baik berupa sentuhan dan lain-lain.
Sisi dan depan tempat tidur harus selalu didisinfeksi. Terutama tempat tidur pasien
membutuhkan sanitasi dan benda-benda lainnya seperti remote televisi, tombol
bantuan, meja, laci, dan gagang pintu. Pembersihan barang-barang tersebut bertujuan
untuk menghindari resiko baik itu virus dan bakteri yang dapat menginfeksi pasien
lainnya dan pengunjung pasien.
3. Mengangkut sampah
Menurut Yoga dkk, (2007: h.19) pengangkutan sampah dalam gedung dimulai
dengan pengosongan bak sampah di pengangkutan biasanya dengan kereta,
sedangkan untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong
sampah atau lift pada setiap sudut bangunan. Dalam strategi pembuangan limbah
rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal maupun
28
eksternal. Pengangkutan internal biasanya berasal dari titik penampungan awal ke
tempat pembuangan atau incinerator di dalam rumah sakit (onsite insinerator)
dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan pengangkutan harus terpisah dengan
peralatan pengangkutan limbah klinis. Peralatan pengangkutan harus jelas dan diberi
label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk mengangkut sesuai
jenisnya.
2.3.3 Perlengkapan Perlindungan Diri Cleaning Service di Rumah Sakit
Agar tidak tertular penyakit di rumah sakit, petugas cleaning service harus
menggunakan alat pelindung diri. Perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh
petugas cleaning service harus menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari
kepala hingga telapak kaki. Alat atau perlengkapan pelindung diri yang dipakai oleh
petugas cleaning service adalah sebagai berikut :
a) Sarung tangan
Terbuat dari bahan lateks atau nitril, dengan tujuan :
Mencegah penularan flora/penyakit dari penderita di Rumah Sakit lewat
tangan petugas.
Mencegah resiko kepada petugas terhadap kemungkinan transmisi
mikroba pathogen dari penderita di Rumah Sakit.
Agar sarung tangan dapat dimanfaatkan dengan baik, maka sarung tangan
sebaiknya steril, atau tidak robek dan berlubang, serta ukurannya sesuai dengan
ukuran tangan petugas agar gerakan tangan atau jari selama melaksanakan
pekerjaan dapat bergerak bebas.
29
b) Masker
Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah harus
cukup lebar karena harus menutup hidung, mulut, hingga rahang bawah.
c) Alas kaki
Alas kaki digunakan untuk melindungi kaki petugas dari perlukaan,
bersentuhan dengan cairan yang menetes atau benda tajam yang terjatuh. Alas
kaki tersebut dapat berupa sepatu bot terbuat dari bahan kulit atau karet.
d) Tudung kepala (penutup kepala)
Termasuk di dalamnya pengikat rambut, penutup kepala, topi dan berbagai
material. Berfungsi untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh, terbang,
korosit, debu, iklim yang buruk serta menjaga kebersihan kepala dan rambut.
e) Pakaian
Pakaian yang baik adalah yang melindungi pekerja dan sangat baik bila
memiliki pakaian seragam.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan
kualitatif secara deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial. Pada pendekatan ini, peneliti menekankan pada sifat realitas yang terbangun
secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.
Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana
adanya pada saat penelitian berlangsung di lapangan. Pada metode penelitian
kualitatif, peneliti adalah kunci. Oleh sebab itu, peneliti harus memiliki pemahaman
teori dan referensi yang kuat, serta wawasan yang luas. Sehingga menguasai bahan
saat wawancara, mampu menganalisa dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi
lebih jelas dan terarah.
Penelitian metode ini memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya,
dimulai dengan adanya masalah, menentukan jenis informasi yang dibutuhkan,
menentukan prosedur pengumpulan data melalui observasi atau pengamatan,
pengolahan data, dan mengambil kesimpulan penelitian.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini diharapkan mampu
menggambarkan tentang kesejahteraan cleaning service di Rumah Sakit Umum
(RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
31
3.2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis data,
yaitu:
1. Data Primer
Data Primer merupakan sumber data yang diperoleh di lapangan. Pada
penelitian ini, dikumpulkan data melalui observasi langsung ke objek yang
diperlukan yaitu para pekerja cleaning service di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien
Meulaboh. Wawancara dan dokumentasi, khususnya menyangkut kesejahteraan para
karyawan/pekerja cleaning service.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan,
internet dan sumber lainnya yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti
penulis. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari dokumen yang ada pada
bidang Instalasi Pengelolaan Sanitasi Lingkungan (IPSL) di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan berhadapan secara langsung pada sumber informasi dengan menyiapkan
daftar pertanyaan terlebih dahulu. Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian
kualitatif adalah dalam bentuk wawancara mendalam.
32
Saat mewawancarai responden, peneliti harus memperhatikan intonasi bicara,
kecepatan bicara, sensitivitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan non verbal.
2. Observasi
Informasi diperoleh dari hasil observasi antara lain: tempat, pelaku, kegiatan,
objek, perbuatan, kejadian, waktu dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi
adalah untuk menyajikan gambaran realitas perilaku.
3. Dokumentasi
Secara detail, bahan dokumentasi terbagi beberapa macam, yaitu foto, daftar
pekerja atau absensi, kontrak kerja, dan file penting lainnya.
3.3 Instrumen Penelitian
Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena peneliti yang menentukan
keseluruhan penelitian yang secara langsung turun ke lapangan untuk melakukan
pengamatan dan wawancara. Untuk kelancaran penelitian, peneliti membuat panduan
wawancara terlebih dahulu berupa catatan, dokumen laporan dan dokumen lainnya.
Menurut Suyanto dan Sutinah, (2006: h.59) mengemukan bahwa instrumen
penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai
sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survey. Instrumen penelitian ilmu
sosial umumnya berbentuk kuesioner dan pedoman pertanyaan (interview guide).
Semua jenis instrumen penelitian ini berisi rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal
atau suatu masalah yang menjadi tema pokok penelitian.
33
3.4 Teknik Analisa Data
Analis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2002: h. 103).
Pada penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa
deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menjabarkan hasil penelitian
sebagaimana adanya. Pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan
dokumentasi yang diperoleh dari penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan
mendeskripsikan dan memberikan komentar berdasarkan hasil di lapangan.
Menurut Miles Huberman, (2007: h.17) analisis data dalam penelitian
kualitatif berlangsung secara interaktif, dimana pada setiap penelitian dilakukan
sesuai dengan kegiatan yang direncanakan. Ada tiga komponen analisis yang harus
dilakukan sebagai proses siklus, yaitu reduksi data, penyajian data, serta verifikasi
atau penarikan suatu kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif
dapat digambarkan pada skema berikut:
Gambar: 3.1 Proses Analisis Interaktif
Pengumpulan data
Reduksi data
Kesimpulan
Penyajian data
34
Pada Gambar 3.1 Proses analisis interaktif dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang
tertulis di lapangan (Miles Huberman, 2007: h.17). Reduksi data ini bertujuan untuk
menganalisis data yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data agar diperoleh kesimpulan atau mengumpulkan data dari
hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dipilih dan
dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.
2. Penyajian Data
Menurut Miles Huberman (2007: h.19) penyajian data adalah pengumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Data yang telah dikategorikan tersebut, diorganisasikan
sebagai bahan penyajian data.
3. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan
Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-
makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya, kekokohannya,
dan kecocokannya (Miles Huberman, 2007: h.19). Penarikan kesimpulan berdasarkan
pada pemahaman terhadap data yang disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat
dan mudah dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.
3.5 Pengujian Kredibilitas Data
Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:
35
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.
Menurut Moleong (2007: h.327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal di
lapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
2. Peningkatan ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih mendalam
untuk memperoleh keakuratan data. Peningkatan ketekunan dilakukan dengan cara
membaca berbagai sumber referensi yang mempunyai keterkaitan dengan objek
penelitian untuk memeriksa kebenaran data.
3. Triangulasi
Triangulasi dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa pihak
secara terpisah namun karakteristiknya tetap sama. Hasilnya kemudian dilakukan
cross check antara yang satu dengan lainnya. Jawaban dari beberapa pihak tersebut
dilihat persamaan dan perbedaan antara keduanya, sehingga dapat dijadikan acuan
dalam mengambil kesimpulan.
4. Pemeriksaan teman sejawat
Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil
penelitian lapangan dengan rekan mahasiswa maupun teman lainnya. Melalui hasil
diskusi dan sharing ini diharapkan diperoleh saran dan memperkaya masukan yang
berguna.
36
5. Member Check
Member check atau pengujian anggota dilakukan dengan cara mendiskusikan
hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan data untuk mengecek
kebenaran data.
Menurut Moleong, (2007.h.336) pengecekan dilakukan dengan jalan :
1. Penilaian dilakukan oleh informan
2. Mengoreksi kekeliruan
3. Menyediakan tambahan informasi secara suka rela
4. Memasukkan informan dalam lingkup penelitian, menciptakan kesempatan untuk
mengikhtiarkan sebagai langkah awal analisa data.
Pengujian kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari
temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan
mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai
pengalaman dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah
ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan.
3.6 Pemilihan Informan Penelitian
Pada penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (key-informan) yang dibutuhkan pada penelitian. Cara yang
digunakan untuk menentukan informasi adalah purposive sampling, yaitu teknik
sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Noor, 2009: h.155).
37
Berdasarkan purposive sampling, maka yang menjadi informan bagi penulis
dalam penelitian ini adalah 1 orang koordinator cleaning service dan 8 orang pekerja
cleaning service. Jadi, jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang.
Alasan pemilihan informan tersebut karena subjek yang telah ditetapkan ini dianggap
mengetahui dan memahami masalah penelitian.
Penentuan informan ini juga sesuai dengan metode purposive sampling, yaitu
teknik penarikan dengan sengaja atau menunjuk langsung kepada orang yang
dianggap dapat mewakili populasi dan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah
rumah sakit memiliki pemerintah yang berada dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat.
Dibangun pada tahun 1968 di atas tanah seluas 2,8 Ha dengan status tipe D yang
mulai berfungsi sejak tahun 1971. Kemudian berdasarkan SK Menkes RI No
233/Menkes/VI/1985 tangal 11 juni 1985 menjadi tipe C. Saat ini, di tahun 2016
Rumah Sakit Cut Nyak Dhien naik kelas menjadi Kelas B setelah keluarnya
sertifikasi kenaikan kelas dari Pemerintah Aceh dengan nomor
445.1/BP2T/593/2016.
Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah serta
diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit mengharuskan Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Aceh Barat supaya
manajemen Rumah Sakit menganut Pola PPK-BLUD dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Sehingga Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh
juga sudah menganut pola Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit
kerja pada satuan kerja perangkat daerah dilingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
39
barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.
Adapun tujuan dibentuknya BLUD adalah sebagaimana untuk meningkatkan
kualitas pelayanan masyarakat untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dalam memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, ada 3 syarat
utama yang harus di tempuh daerah dalam rangka mewujudkan rumah sakit menuju
BLUD yaitu:
1. Syarat teknis
Persyaratan terpenuhi apabila (1) kinerja pelayanan dibidang tugas dan fungsinya
layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya atas rekomendasi sekretaris daerah
untuk SKPD atau Kepala SKPD untuk unit kerja. (2) Kinerja keuangan SKPD sehat.
(3) memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif,
efesien dan produktif. (4) memiliki spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan
layanan umum kepada masyarakat. (5) tingkat kemampuan pendapatan dari layanan
yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluaran.
2. Syarat substantif
Persyaratan ini terpenuhi apabila, (1) tugas dan fungsi SKPD atau unit kerja
bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan
semi barang/jasa publik, (2) penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat, (3) pengelolaan
wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau
40
layanan umum, (4) pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
dan/atau pelayanan masyarakat.
3. Syarat administrasi
Persyaratan ini meliputi; (1) surat pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat, (2) pola
tata kelola, (3) rencana strategis bisnis, (4) standar pelayanan minimal, (5) laporan
keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan dan (6) laporan audit
terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Ketika berubah menjadi pola BLUD, kualitas pelayanan Rumah Sakit akan
sangat tergantung pada manajemen pengelolaan Rumah sakit tersebut, yang terdiri
dari manajemen strategik dan operasional, manajemen keuangan, manajemen barang
dan sarana rumah sakit, dan manajemen sumber daya manusia. Manajemennya
diperbolehkan meminjam uang kepada pihak ketiga untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan rumah sakit, bahkan juga untuk menutup biaya
operasional jika kondisi keuangan sebuah rumah sakit benar-benar mengkhawatirkan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh yang telah
menjadi BLUD juga dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan
tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per
unit layanan atau hasil per investasi dana. Begitu pula dalam hal pengelolaan tenaga
kerja cleaning service, pihak rumah sakit tidak lagi di bawah kendali Pemerintah
Kabupaten. Akan tetapi langsung dikelola oleh pihak rumah sakit melalu jasa
pengelolanya.
41
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh menyediakan fasilitas pelayanan rawat
jalan (Poliklinik Umum, Poliklinik Spesialis dan Poliklinik Gigi) dan Rawat Inap
(Ruang Rawat bedah, Ruang Rawat anak, Ruang Rawat Penyakit Dalam, Ruang
Rawat Kebidanan, Ruang Rawat VIP dan Ruang Rawat kelas Utama). Disamping itu
juga tersedia pelayanan IGD 24 Jam, Pelayanan tindakan operasi dan persalinan dan
fasilitas penunjang lainnya.
Adapun batas-batas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien
Meulaboh adalah :
a. Sebelah timur berbatasan dengan Sekolah MAN 1 Meulaboh
b. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Lorong Banteng/komplek perumahan dokter
d. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Gajah Mada
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh memiliki
visi yaitu “Menjadi Rumah Sakit yang Modern, Bernuansa Islami dan Berbudaya
Aceh Sebagai Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan di Pantai Barat Selatan.” Untuk
mencapai visi tersebut disusun beberapa misi yaitu :
a. Meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
b. Menciptakan tata kelola rumah sakit yang baik, berorientasi norma agama dan
budaya aceh.
c. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana, sumber daya manusia serta
kesejahteraan pegawai secara kesinambungan.
42
Untuk mewujudkan kesiapan melaksanakan misi tersebut maka Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh menerapkan sebuah motto yaitu
“Kami Peduli dan Profesional”. Struktur organisasinya terdiri dari:
a. Direktur
b. Kepala bagian tata usaha, dengan dibantu oleh 3 kepala sub bagian yaitu sub
bagian umum, sub bagian kepegawaian, dan tata laksana dan sub bagian
keuangan.
c. Kepala bidang pelayanan medis, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu seksi
rawat jalan dan seksi rawat inap dan seksi rawat darurat, intersif dan bedah
sentral.
d. Kepala bidang keperawatan, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu seksi
asuhan keperawatan dan seksi etika profesi dan logistik keperawatan.
e. Kepala penunjang medis, dengan dibantu oleh 2 kepala seksi yaitu kepala seksi
penelitian dan pengembangan, dan seksi informasi permasalahan sosial dan
upaya rujukan.
f. Kelompok jabatan fungsional.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai analisis kesejahteraan
Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, bahwa upaya peningkatan
43
kesejahteraan para pekerja Cleaning Service sudah diberikan insentif sesuai kontrak
kerja dengan pihak pengelola/penyedia jasa yaitu CV. Kontruksi Usaha Maju.
Adapun komposisi pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Komposisi pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
Kriteria
Jumlah
1. Pekerja Laki-laki
2. Pekerja Perempuan
3. Koordinator/Pengawas
6 orang
20 orang
1 orang
Hasil wawancara dengan Ibu Holiana selaku Pengawas Cleaning Service, ia
menjelaskan bahwa pekerja bekerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Hal
ini sesuai kesepakatan diantara mereka saat penandatanganan perjanjian kerja.
Pekerja dibagi menjadi dua shift. Shift pertama bekerja pada pagi dimulai dari jam
06.30 WIB sampai jam 12.00 WIB. Sementara pekerja yang shift kedua bekerja pada
siang hari, mulai dari jam 14.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Jumlah pekerja
Cleaning Service ada 26 orang petugas yang terdiri dari 20 orang pekerja perempuan
dan 6 orang pekerja laki-laki.
Pertanyaan, sejauh ini bagaimana sistem pengupahan/gaji cleaning service di
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh?
44
“Pemberian gaji dilakukan setiap bulan sekali dengan jumlah Rp.1.000.000,-
dan ada penambahan jasa setiap bulannya, namun jasa yang diberikan
jumlahnya tidak menentu. Hal ini dikarenakan jumlah setiap pasien datang
tidak menentu untuk berobat, Pembayaran gaji untuk Cleaning Service di
RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ditanggung oleh
pengelola Cleaning Service yaitu CV. Kontruksi Usaha Maju”
(Wawancara 14 Agustus 2016)
Dari keterangan wawancara di atas, Ibu Holiana selaku mandor menjelaskan
bahwa para Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh mendapatkan
kompensasi langsung sebesar Rp. 1000.000,- tiap bulannya dari pengelolanya. Para
pekerja Cleaning Service juga mendapatkan insentif, yaitu imbalan yang diterima
selain gaji yang biasanya didapatkan berdasarkan tingkat keberhasilan perusahaan.
Dalam hal ini pihak pengelola menyebutnya sebagai uang jasa. Bila jumlah pasien
yang datang tidak menentu, tentunya insentif yang diterima para Cleaning Service ini
juga tidak menentu. Hal senada juga dikemukakan oleh Nurhayati, salah seorang
cleaning service.
“Jumlah upah yang diperoleh tiap bulan sebesar Rp. 1000.000,- cukup untuk
membiayai kebutuhan sehari-hari karena saya tidak ada tanggung jawab
pemenuhan kebutuhan di rumah tangga. Anak-anak semua sudah menikah”.
(Wawancara 14 Agustus 2016)
Hasil wawancara dengan Nurhayati menjelaskan bahwa upah atau kompensasi
yang diterimanya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini karena
ia tidak perlu membiayai kebutuhan keluarganya. Secara teori kepuasan kerja, ia
sudah merasa sejahtera dengan gaji yang diterimanya. Menurut teori pemenuhan
kebutuhan, pekerja akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang dibutuhkan.
Tanggapan serupa juga didapatkan dari Romi, salah seorang tenaga kerja
cleaning service laki-laki.
45
“Mungkin karena belum berkeluarga, untuk saat ini masih sejahtera dengan
gaji yang saya terima sebagai cleaning service. Cukup lah untuk biaya kuliah
saya”.
(Wawancara dengan Romi, 14 Agustus 2016)
Menurut Romi, gaji yang diterimanya sebagai cleaning service cukup untuk
memenuhi biaya hidup. Menurutnya kebutuhannya masih seimbang dengan gaji yang
diperoleh, ia bisa membiayai kuliahnya sendiri dari hasil bekerja sebagai cleaning
service. Ini menunjukkan bahwa ia sejahtera dan nyaman dengan pekerjaan.
Eeng, salah satu pekerja cleaning service yang lain mengatakan:
“Selain gaji Rp. 1000.000,- kami mendapatkan uang jasa sebesar Rp.
200.000,- tetapi tidak menentu kami terima. Kadang terlambat diberikan,
tetapi saya bisa mengatakan bahwa saya sejahtera saat ini”.
(Wawancara Eeng, 14 Agustus 2016)
Dari keterangan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
karyawan dapat dirasakan bila kebutuhan mereka terpenuhi. Tingkat kebutuhan
rumah tangga sangat berkaitan dengan gaji yang diperoleh. Hal ini berbeda halnya
dengan beberapa pekerja cleaning service lainnya.
Berikut petikan wawancaranya
“Gaji yang kami terima sebagai cleaning service bila dibandingkan dengan
besarnya kebutuhan sehari-hari di rumah tangga tentu belum bisa dikatakan
cukup, mengingat harga sembako semuanya naik sekarang ini. Apalagi anak-
anak harus mencukupi kebutuhannya. Selain itu, ruangan saya bekerja sangat
banyak pasien dan jadwal pulang ke rumah pun terkadang sering tidak sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Terkadang saya tidak sempat memasak
nasi di rumah karena keterlambatan pulang. Terpaksa uang gaji yang
seharusnya untuk kebutuhan utama, kadang harus rela untuk membeli nasi
bungkus. Jadi, saya merasa upah atau gaji yang saya terima saat ini sangat
46
kurang dan tidak memadai. Walaupun jasa dari BPJS sudah diberikan”.
(Wawancara dengan Rasma, 14 Agustus 2016).
Apa yang dialami oleh Ibu Rasma menunjukkan bahwa kesejahteraan belum
dirasakannya. Ini dipengaruhi oleh faktor pengaturan waktu dan istirahat, dimana ia
terkadang sering terlambat pulang ke rumah. Sehingga banyak waktunya habis di
tempat bekerja. Secara teori pemenuhan kebutuhan, ia belum merasa puas karena
kebutuhannya tidak sesuai dengan gaji yang diterima.
Cut Maheram, salah seorang pekerja cleaning service yang sudah beberapa
tahun bekerja di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh juga berkomentar sama, berikut
wawancaranya.
“Saya bekerja disini sudah lebih kurang 10 tahun namun gaji masih tetap Rp.
1000.000, -, belum naik-naik. Kadang-kadang ada diberikan jasa selain gaji
sebesar Rp. 200.000,-. Saya juga kecewa karena sudah lama tidak pernah
diperhatikan keselamatan kerja kami, seperti tidak adanya seragam cleaning
service dan kurangnya disiplin beberapa pekerja lainnya. Pengalaman ketika
saya bekerja cleaning service di Rumah Sakit lainnya di Kota Medan dan
Banda Aceh, atribut cleaning service sangat diperhatikan. Mulai dari sepatu,
pakaian, hingga masker. Kita jadi percaya diri dalam bekerja. Pasien pun bisa
membedakan yang mana pekerja cleaning service. Pernah saya dimarahi
keluarga pasien karena masuk ruangan, mereka tidak mengenal saya sebagai
cleaning service. Sudah beberapa tahun terakhir ini kami tidak memiliki tanda
pengenal sebagai cleaning service. Ini sangat mengkhawatirkan dan
memalukan bagi saya.”
(Wawancara, 14 Agustus 2016).
Berdasarkan wawancara di atas, Ibu Cut Maheram merasa belum sejahtera
dalam bekerja. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi ia merasa kurang puas dan
tidak sejahtera. Pertama, secara teori kebutuhan. Ia merasakan tidak adanya
keseimbangan gaji dengan kebutuhan hidup yang makin bertambah, tetapi gaji masih
belum bertambah. Kedua, akibat dari adanya beberapa pekerja yang kurang disiplin
membuat ia kurang termotivasi. Ketiga, perlengkapan keselamatan diri/ safety tidak
47
diberikan oleh pengelola membuat kenyamanannya terusik. Keempat, secara teori,
kepuasan pekerja juga bergantung pada pandangan kelompok yang oleh para pegawai
dianggap sebagai kelompok acuan. Ia merasa puas bila para cleaning service
dianggap keberadaannya oleh pasien atau masyarakat lain.
Masalah gaji yang tidak pernah naik juga dirasakan oleh Asdiana Abubakar.
Sebagaimana hasil wawancaranya:
“Saya merasa kecewa dengan kebijakan pengelola rumah sakit yang tidak
pernah menaikkan gaji sudah hampir sepuluh tahun bekerja sebagai cleaning
service, sementara kebutuhan kita di rumah semakin meningkat. Terkadang
untuk memenuhi kebutuhan, saya terpaksa mencari pinjaman.”
(Wawancara, 15 Agustus 2016)
Kepuasan kerja dan kesejahteraan menurut Ibu Asdiana Abubakar didasarkan
pada kebutuhan yang ia butuhkan. Biaya pemenuhan kebutuhan semakin meningkat,
sementara gaji tak kunjung naik. Hal yang tak jauh berbeda juga dirasakan oleh Cut
Ainidar. Berikut wawancaranya:
“Saya sudah 12 tahun bekerja disini, belum ada tanda-tanda kenaikan gaji.
Padahal biaya kebutuhan sehari-hari untuk keluarga dan anak-anak sekolah
makin tinggi. Belum lagi pembayaran gaji sering terlambat”.
(Wawancara dengan Cut Ainidar, 15 Agustus 2016)
Hasil wawancara di atas dapat menggambarkan bahwa gaji/insentif sangat
berpengaruh dengan tingkat kebutuhan seorang pekerja. Semakin tinggi kebutuhan
rumah tangga, makin tinggi pula gaji yang diharapkan karena tingkat kesejahteraan
makin terasa.
48
4.2.2 Hambatan Kesejehteraan Cleaning Service di Rumah Sakit Cut Nyak
Dhien Meulaboh
Secara kontrak kerja, para pekerja Cleaning Service sudah dibayar insentif
sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati kedua belah pihak. Apa saja hambatan
kesejahteraan para pekerja Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
Berikut wawancara penulis dengan Ibu Holiana selaku koordinator bagian yang
menangani IPSL (Instalasi Pengelola Sanitasi Lingkungan) di lapangan:
“Pembayaran gaji untuk Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten
sebagai pihak pertama dan RSUD Cut Nyak Dhien sebagai pihak kedua serta
pengelola Cleaning Service sebagai pihak ketiga”.
(Wawancara 14 Agustus 2016)
Dari wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa gaji atau insentif yang
menjadi salah satu indikator kesejahteraan pekerja sangat menentukan tingkat
kesejahteraan pekerja. Dalam hal ini, tenaga Cleaning Service dibayar oleh pihak
ketiga/pengelola di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
Pihak ketiga inilah yang menentukan gaji pekerja. Maka otomatis, pekerja Cleaning
Service yang sudah sepakat dibayar gaji sesuai perjanjian harus menerima gajinya
sesuai kesepakatan. Lalu bagaimana hambatan menurut pekerja Cleaning Service,
berikut hasil wawancara dengan Cut Maheram:
“Semenjak Cleaning Service, tidak lagi dikelola langsung oleh Pemda kami
tidak pernah mendapatkan baju seragam lagi. Padahal kalau ada seragam, kami bisa
49
bekerja lebih nyaman karena pasien atau keluarga pasien yang kesini bisa
membedakan yang mana Cleaning Service”. (Wawancara, 15 Agustus 2016)
Dari wawancara di atas penulis menyimpulkan bahwa semenjak
diberlakukannya sistem BLUD di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak
Dhien Meulaboh, pengelola Cleaning Service mengabaikan hal mendasar tentang
perlindungan diri pekerjanya. Ini suatu hambatan yang menjadi salah satu masalah
bagi pekerja, mereka tidak berani untuk meminta penjelasan atau kritikan kepada
pengelola.
Jika Cut Maheram merasakan hambatannya pada keselamatan kerja. Hal
mendasar tentang upah diutarakan oleh Cut Ainidar. Berikut wawancaranya:
“Kita menginginkan adanya kenaikan gaji. Pengelola hanya bersedia
membayar sesuai yang mereka tawarkan, sebesar Rp. 1000.000,- mau
bagaimana lagi dari pada tidak ada sama sekali.
(Wawancara dengan Cut Ainidar, 15 Agustus 2016)
Kasus yang dialami oleh Cut Ainidar merupakan persoalan klasik dalam
sebuah organisasi kerja. Keinginan setiap pekerja adalah kesejahteraan melalui
kompensasi dan insentif yang layak dan mampu mencukupi kebutuhan dasar.
Sementara di pihak perusahaan atau pengelola tidak mau ambil resiko membayar
lebih karena kemampuan perusahaan yang tidak begitu kuat.
Hal senada diungkapakan oleh Asdiana Abubakar. Sebagaimana hasil
wawancaranya berikut:
50
“Sebagai pekerja kelas bawah, kita tidak berani bersuara lantang minta
kebijakan kenaikan gaji jerih payah pada pengelola. Kita sadar diri buruh
kasar, bila tidak dibutuhkan kita bisa diganti dengan pekerja lain dari luar”.
(Wawancara, 15 Agustus 2016)
Berdasarkan hasil wawancara di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa
pekerja cleaning service merasa diri sebagai pekerja umum yang mudah didapatkan
oleh perusahaan bila dibutuhkan. Sebagaimana diungkapkan dalam teori faktor yang
mempengaruhi besarnya kompensasi, jika pencari kerja pada bidang lowongan
pekerjaan lebih banyak, maka kompensasi yang ditawarkan akan semakin relatif
kecil. Ini menjadi salah hambatan bagi pekerja cleaning service untuk berharap lebih
terhadap perbaikan kompensasi. Hambatan kesejahteraan pekerja cleaning service
juga dikemukan oleh Rasma, sebagai hasil wawancaranya:
“Kendala kami sering tidak menentu dibayar jasa. Kita tidak berani
menanyakan langsung pada pihak pengelola. Kita tidak mau hilang pekerjaan dengan
pertanyaan-pertanyan yang bisa dianggap tidak mau bekerja, karena kita sadar
sebagai pekerja yang tidak berpendidikan tinggi dan mudah dilakukan banyak orang,
jadi terima saja seadanya”. (Wawancara, 15 Agustus 2016)
Wawancara di atas menunjukkan bahwa faktor pendidikan pengalaman kerja
masih menjadi pengaruh besar terhadap nilai kompensasi pekerja. Jika pendidikan
lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama dan langka maka kompensasi yang
diterima akan semakin besar. Sebaliknya bila pekerja yang berpendidikan lebih
rendah dan minimnya pengalaman kerja maka otomatis tingkat kompensasinya relatif
kecil dan akan berdampak pada kesejahteraan.
51
4.3 Pembahasan
4.3.1 Analisis Kesejahteraan Cleaning Service di RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa setiap orang yang hidup selalu
menginginkan kesejahteraan dalam hidup sebab dengan kesejahteraan hidupnya akan
menjadi tenang dan tenteram. Maksudnya kesejahteraan pekerja merupakan balas jasa
yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik yang berbentuk uang, barang
maupun jasa layanan lainnya yang dapat memberikan kepuasan kepada karyawan
dalam bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian pada pekerja cleaning service di Rumah Sakit
Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh tingkat kesejahteraannya dipengaruhi
oleh kompensasi dan insentif. Akibat dari dua hal ini yang tidak ada perbaikan, maka
kinerja pekerja menjadi menurun dan berdampak pada kepuasan kerja. Terutama pada
teori kepuasan kerja pada teori pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment theory).
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya
kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapat apa yang
dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai
tersebut.
Selain itu, faktor utama yang menjadi tolak ukur tingkat kepuasan atau
kesejahteraan yang dirasakan oleh pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum
Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah faktor psikologis dan faktor finansial. Faktor
psikologis yaitu yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi minat,
52
ketenteraman dalam kerja, bakat dan keterampilan. Kenyataan di lapangan sebagian
besar dari mereka merasa tidak tentram sebagaimana yang dirasakan beberapa
pekerja karena tidak adanya alat keselamatan kerja seperti pakaian seragam untuk
memudahkan pengenalan mereka dalam bekerja.
Selanjutnya faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan
jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan
sebagainya. Ini sebagaimana yang dirasakan oleh pekerja cleaning service yang sudah
bekerja dalam jangka waktu lama namun belum ada perbaikan kenaikan gaji, padahal
kebutuhan rumah tangga semakin meningkat.
Biasanya ketika kepuasan dan ketidakpuasan kerja dirasakan oleh pekerja
akan berdampak, antara lain: dampak terhadap produktivitas, dampak terhadap
ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja, dan dampak terhadap kesehatan. Ketiga
hal tersebut selama melakukan penelitian tidak terlihat pada dampak yang signifikan.
Sebagain besar dari pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum daerah (RSUD)
Cut Nyak Dhien Meulaboh tetap melaksanakan tugas sebagaimana adanya, tidak ada
faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja. Baik faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation).
Hal tersebut disebabkan oleh faktor psikologis pekerja yang memang sudah
berpengalaman keahliannya di bidang cleaning service (the right man in the righ
place, the right man on the right job). Selain itu, motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri mereka untuk mengharapkan mencapai tujuan bekerja.
53
4.3.2 Hambatan Kesejehteraan Cleaning Service di Rumah Sakit Cut Nyak
Dhien Meulaboh
Hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa hambatan peningkatan tingkat
kesejahteraan tenaga cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak
Dhien terletak pada kebijakan pihak rumah sakit. Jika sebelumnya rumah sakit ini
masih di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, sekarang pengelolaan
keuanganya sudah otonom ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Sehingga
berdampak pada sistem kerja cleaning service yang diserahkan ke pihak ketiga untuk
pengelolaannya.
Dalam hal ini pekerja cleaning service tidak bisa menuntut lebih sesuai
perjanjian karena antara pekerja dan pemberi kerja sudah setuju dengan gaji atau
kompensasi yang ditetapkan. Pada dasarnya salah satu tujuan kompensasi adalah
kepuasan kerja, akan tetapi bila dalam kenyataannya kebutuhan hidup tidak sesuai
dengan kompensasi yang diterima tentunya berdampak pada kepuasan dan
kesejahteraan pekerja. Ini disebabkan oleh faktor pengelola yang tidak bersedia
menaikkan kompensasi. Selain itu tingkat pendidikan yang rendah dan pengalaman
pekerja yang tidak membutuhkan suatu keahlian khusus dan khusus, sehingga
kompensasi yang ditawarkan juga relatif kecil.
Secara Undang-Undang Ketenagakerjaan pun salah satu indikator perusahaan
memperhatikan karyawannya adalah membayar upah pekerja sesuai Upah Minimun
Provinsi (UMP) serta jaminan sosial dan hal lain yang diatur di dalamnya. Maka gaji
pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh
dan tunjangan lain adalah masih dibawah tingkat kesejahteraan sebagaimana UMP
54
yang berlaku. Akan tetapi menjadi kendala adalah para pekerja tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan tuntutan sesuai rujukan UU Ketenagakerjaan yang
berlaku.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum (RSUD) Cut Nyak Dhien
Meulaboh bekerja dari pukul 06.30 hingga pukul 16.00 WIB. Pekerja dibagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama mulai pukul 06.30 WIB sampai pukul
12.00 WIB. Sementara pekerja yang bagian kedua bekerja pada siang hari,
mulai dari jam 14.00 WIB sampai jam 16.00 WIB. Pekerja dalam melaksanakan
tugasnya tidak memiliki alat perlindungan diri/ safety.
2. Gaji yang diterima oleh pekerja cleaning service di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh sudah sesuai dengan perjanjian
kontrak kerja dengan pengelolanya CV. Kontruksi Usaha Maju. Akan tetapi
masih di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Kompensasi dan insentif
yang diterima oleh pekerja cleaning service masih belum berpihak pada
kesejahteraan pekerja. Ini disebabkan karena semakin tingginya kebutuhan,
tetapi tidak seimbang dengan kompensasi yang diterima Hambatan
kesejahteraan yang dialami oleh cleaning service disebabkan faktor pendidikan
yang rendah, serikat buruhnya yang tidak kuat dan pengelola tidak bersedia
memberikan kompensasi yang layak. Secara umum, pekerja cleaning service
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh relatif
56
belum merasakan kesejahteraan.
5.2 Saran
Setelah mengevaluasi hasil penelitian yang telah dilakukan, diungkapkan
saran-saran sebagai berikut:
1. Hasil akhir penelitian analisis kesejahteraan agar dapat lebih mendalam dan
detail lagi data-data dokumentasi perjanjian kontrak kerja, sistem perekrutan
tenaga kerja dan proses penunjukan penyedia jasa cleaning service (pihak ketiga)
sehingga memudahkan penelitian yang lebih baik lagi.
2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kinerja cleaning service dan
pengelola sehingga didapatkan titik temu, sehingga pekerja dan pemberi kerja
sama-sama mendapatkan kepuasan kerja dan kesejahteraan. Hal ini bertujuan
agar ke depannya dapat menciptakan dan meningkatkan kondisi yang lebih
profesional.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adi Koesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit: Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta
Anwar, Desy. 2001. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap: Karya Abditarna. Surabaya
Effendi, Marihot Tua Hariandja. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan
Produktivitas Pegawai. Grasindo. Jakarta
Hasibuan, H Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia: Bumi Aksara.
Jakarta
Hasibuan, H Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: Cetakan Kelima.
Bumi Aksara. Jakarta
Hutauruk. 2010. Gambaran Kecemasan Pada Cleaning Service Fakultas Kedokteran
Kristen Maranatha Tahun 2009: Bandung
L, Rukiyah dan Syahrizal, Darda. 2013. UU Ketenagakerjaan dan Aplikasinya (UURI
No. 13 tentang Ketenagakerjaan): Dunia Cerdas. Jakarta Timur
Mariot, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: Gramedia. Jakarta
Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode –Metode Baru: Terjemahan Tjetjep Rohendi. Rohisi.
Jakarta
Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif: Remaja Rosy Dakarya. Bandung
Noor. 2009. Metode Penelitian : Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Pabundu, Tika Moh. 2010. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan:
Bumi Aksara. Jakarta
Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah
Prabu Mangkunegara, A.A Anwar. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Rosda.
Bandung
Putra Adri, Ananda P. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejehateraan
Karyawan di PTPN IV Kebun Air Batu: Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara. Medan
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: PT.
Raja Grafindo. Jakarta
Sabarguna, Boy S. 2008. Aspek Bisnis dan Wirausaha di Rumah Sakit: Sagung Seto.
Jakarta
Suryo P.R. 2007. Analisis Dampak Imbalan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur : Tesis S2 Magister Ilmu
Administrasi Negara, Universitas Samarinda
Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Kencana. Jakarta
Suyanto, Bagong dan Sutinah Edi. 2006. Metode Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan: Kencana. Jakarta
UU NO 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Yesica Sukirman, Ayu Mega,. 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Kesejahteraan
Terhadap Kinerja Karyawan (Survey di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta):
Yogyakarta
Yoga dkk. 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Universitas Indonesia. Jakarta
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
MENURUT METODE AASHTO 1986 DAN BINA MARGA 1987
PADA JALAN TEUKU ISKANDAR DAOD AREA KAMPUS
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Yang Diperlukan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh;
AZMIL UMUR
NIM : 09C10203049
Bidang : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ALUE PEUNYARENG - ACEH BARAT
2016
ii
PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR
MENURUT METODE AASHTO 1986 DAN BINA MARGA 1987 PADA
JALAN TEUKU ISKANDAR DAOD AREA KAMPUS UNIVERSITAS
TEUKU UMAR
AZMIL UMUR
NIM. 09C10203049
Komisi Pembimbing
1. Irfan, S.T., M.T
2. Meidia Refiyanni, S.T., M.T
ABSTRAK
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi perhubungan darat yang
mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan berbagai bidang. Adapun bidang
pertumbuhannya antara lain perekonomian, sosial budaya, pengembangan
kepariwisataan, dan pertahanan keamanan dalam menunjang pembangunan
nasional. Faktor penunjang kriteria-kriteria jalan, maka dibutuhkan perencanaan-
perencanaan yang matang guna mendapatkan jalan yang lebih baik. Penelitian
perencanaan perkerasan lentur ini dilakukan pada jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus UTU (Universitas Teuku Umar). Dengan panjang jalan 1400 m
atau 1,4 km (sta 0+000 – 1+400) serta pelebaran lajur 3,50 m (sisi kanan) dan 3,50
m (sisi kiri). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahannya adalah seberapa
ketebalan perkerasan lentur menurut metode AASHTO 1986 dan metode Bina
Marga 1987 serta hasil perhitungan ketebalan perkerasan lentur yang efisien dan
ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan tebal
lapis perkerasan jalan dengan menggunakan metode AASHTO 1986 dan metode
Bina Marga 1987 pada jalan Teuku Iskandar Daod. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa ketebalan dengan metode AASHTO 1986
secara keseluruhan adalah 48 cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface
course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm, dan lapis pondasi bawah
(sub base course) 20 cm. Sedangkan Bina Marga 1987, ketebalan keseluruhan
adalah 42 cm dengan masing-masing ketebalan lapis permukaan (surface course)
5 cm, lapis pondasi atas (base course) 15 cm, serta lapis pondasi bawah (subbase
course) 22 cm. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor koefisien yang digunakan
pada metode Bina Marga 1987 lebih kecil.
Kata Kunci : perkerasan lentur, efisien.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan merupakan prasarana perhubungan transportasi darat yang
mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan di berbagai
sektor di tanah air. Adapun sektor tersebut meliputi sektor perekonomian,sosial
budaya, pengembangan wilayah pariwisata, dan pertahanan keamanan untuk
menunjang pembangunan nasional.
Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan
berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-
kesimpulan yang akan dikembangkan dari hasil penetapan ini, harus juga
memperhitungkan penerapannya secara ekonomis, sesuai dengan kondisi
setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya,
sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal
(Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen,
(Bina Marga 1987)).
Tanah merupakan komponen utama subgrade yang memiliki karakteristik,
macam, dan keadaan yang berbeda-beda, sehingga setiap tanah memiliki kekhasan
perilaku. Sifat tanah dasar mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya (Silvia
Sukirman, 1999) Bentang jalan raya yang panjang menunjukkan hamparan
karakteristik tanah yang berbeda pula, apabila suatu tanah yang terdapat di
lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan. Salah satu test tanah
yang dibutuhkan untuk perencanaan jalan adalah test CBR (California Bearing
Ratio). Apabila persyaratan CBR yang dibutuhkan untuk subgrade pada jalan raya
tidak memenuhi tanah tersebut harus diperbaiki diantaranya distabilitasi dengan
menambah material sehingga meningkatkan kohesi © atau tahanan geser ϕ yang
2
timbul, merendahkan muka air dengan membuat drainase tanah hingga mengganti
tanah yang kurang baik.
Jalan Teuku Iskandar Daod merupakan jalan area lingkar kampus
Universitas Teuku Umar Meulaboh yang menghubungkan antar fakultas di
Universitas tersebut. Di sekitar jalan tersebut, terdapat perkebunan masyarakat
dan rawa-rawa. Jalan ini sangat mendesak seiring meningkatnya jumlah
mahasiswa/i yang studi pada perguruan tinggi ini.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah bagaimana merencanakan tebal perkerasan
lentur yang ekonomis serta perbandingan ketebalan perkerasan lentur pada ruas
jalan Teuku Iskandar Daod dengan menggunakan metode AASHTO 1986 dan
Bina Marga 1987.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan perbandingan perencanaan
perkerasan lentur menurut metode AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987 pada
jalan Teuku Iskandar Daod area kampus Universitas Teuku Umar, diantaranya:
1. Mengetahui nilai tebal perkerasan lentur pada jalan tersebut dengan
nilai CBR(California Bearing Ratio) yang menggunakan metode
AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987.
2. Untuk menganalisis perbandingan tebal lapis perkerasan dengan metode
AASHTO 1986 dengan metode Bina Marga 1987 pada jalan Teuku
Iskandar Daod di lapangan.
3
1.4 Batasan Masalah
Penyusunan Tugas Akhir ini akan menjadi lebih jelas dan terarah, maka
dibutuhkan batasan dalam pembahasan dengan ketentuan-ketentuan antara lain
sebagai berikut:
1. Pengambilan data yang digunakan adalah data volume lalu lintas pada jalan
Nasional Meulaboh – Tapak Tuan Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat ;
2. Lokasi pengambilan sampel tanah untuk mendapatkan nilai CBR pada jalan
Teuku Iskandar Daod Area Kampus Universitas Teuku Umar.
1.5 Hasil Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini antara lain:
1. Ketebalan pada metode AASHTO 1986 menunjukkan bahwa tebal masing-
masing perkerasan secara keseluruhan 48 cm yang terdiri dari lapis
permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course) 20 cm,
lapis pondasi atas (subbase course) 20 cm.
2. Ketebalan pada metode Bina Marga 1987 dengan masing-masing perkerasan
secara keseluruhan 42 cm yang terdiri dari lapis permukaan (surface course)
5 cm, lapis pondasi atas (base course) 15 cm, serta lapis pondasi bawah
(subbase course) 22 cm.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Umum
Dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat di indonesia dewasa ini
banyak di bangun proyek yang berhubungan dengan teknologi tinggi. Pada
dasarnya hal ini dapat dicapai apabila pelaksanaan proyek tersebut didasari
dengan perencanaan yang matang dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pada perencanaan jalan raya, tebal perkerasan harus ditentukan sedemikian
rupa sehingga jalan tersebut dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin
terhadap lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Tujuan akhir dari
perencanaan ini adalah terwujudnya konstruksi jalan yang mempunyai standar
tinggi sesuai dengan fungsi jalan dan peranannya (Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen, 1987).
Perencanaan konstruksi jalan khususnya konstruksi perkerasan memiliki
beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaanya,
antara lain :
Faktor lalu lintas
Umur rencana jalan
Faktor lingkungan (keadaan fisik dan topografi)
Penggunaan ekonomis dan material yang tersedia
2.2 Faktor Lalu lintas
Faktor lalu lintas merupakan landasan dalam perencanaan geometrik
(geometric design) dan perencanaan perkerasan (pavement design) yang meliputi
volume lalu lintas, kecepatan rencana dan komposisi lalu lintas. Untuk dapat
melayani lalu lintas yang melewatinya pada tingkat pelayanan yang memadai
diperlukan suatu analisa lalu lintas, (Sukirman. S, 1999) berdasarkan :
5
a. Hasil perhitungan volume lalu lintas dan komposisi beban sumbu
berdasarkan data terakhir (2 tahun) dari pos-pos resmi setempat.
b. Kemungkinan pengembangan lalu lintas sesuai dengan kondisi potensi
sosial ekonomi daerah yang bersangkutan terhadap jalan yang
direncanakan.
2.3 Kriteria Konstruksi Perkerasan
Jalan harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan,
untuk itu konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu
yang dapat dikelompokkan menjadi dua (Sukirman. S, 1999) yaitu :
1) Dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja diatasnya
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban
dengan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mudah mengkilap, tidak silau jika terkena sinar
matahari.
2) Dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus memenuhi
syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu lintas ketanah dasar
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah merembes ke lapisan
dibawahnya
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh
diatasnya dapat dengan cepat dialirkan
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
6
2.4 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan
ditanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan kelapisan dibawahnya (Pedoman
Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa beban kendaraan
dilimpahkan perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi
rata Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ketanah
menjadi Pi yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
2.5 Perencanaan Tebal Perkerasan Dengan Metode AASHTO 1986
Metode AASHTO 1986 merupakan perubahan dari metode AASHTO
1972. Kedua metode ini memiliki perbedaan-perbedaan parameter diantaranya
DDT yang pada AASHTO 1972 merupakan konversi dari CBR, sedangkan pada
AASHTO 1986 dinyatakan dalam Modulus Resilien yang merupakan korelasi dari
nilai CBR. Faktor regional tidak dipergunakan lagi pada metode AASHTO 1986
tetapi diganti dengan nilai simpangan reabilitas, simpangan baku keseluruhan dan
koefisien drainase.
Dalam perencanaan ini parameter-parameter yang digunakan antara lain sebagai
berikut:
2.5.1 Persamaan dasar
Untuk memenuhi persyaratan tersebut AASHTO memberikan persamaan
dasar berikut ini:
Log W18 = Zr(So)+ 9.36log(SN+1)- 0,2 +
+2,3log Mr – 8,07.............................................................................( 2.1)
SN =(a1D1+ a2D2m2 +a3D3M3) .......................................................................... ( 2.2 )
PSI / (4,2 – 1,5)
0,4 + 1094 / (SN +1)5,19
7
ΔPSI = IPo – IPt ................................................................................................ ( 2.3 )
Dengan : W18 = Lintas ekivalen selama umur rencana (18 Kips ESAL)
SN = Structure Number/ Indeks tebal perkerasan (ITP)
ΔPSI = Present Serviceability Indeks/ Nilai Indeks Permukaan
Zr = Simpangan Baku Normal
So = Simpangan Baku Keseluruhan
Mr = Resilient Modulus (psi)
a = Koefisien Kekuatan Relatif bahan
D = Tebal masing-masing lapisan lapis keras
Mm = Koefisien drainase masing-masing lapisan lapis keras
IPo = Indeks permukaan pada awal umur rencana
IPt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana
Adapun kriteria perencanaan dalam metode AASHTO 1986 antara lain adalah
sebagai berikut:
2.5.2 Batasan waktu
Batasan waktu adalah masa pelayanan diperlukan perbaikan atau
penambahan. Batasan waktu mengizinkan perencana untuk memilih strategi
konstruksi untuk pembangunan sekali jadi, pembangunan bertahap dan
perencanaan peningkatan.
2.5.3 Beban lalu lintas dan tingkat pertumbuhan
Parameter ini digunakan agar lintas ekivalen kumulatif selama umur
kinerja jalan dapat terpenuhi. Prosedur perencanaan didasarkan pada jumlah
kumulatif 18 KIP Eqivalent Single Axle Load (ESAL) yang diharapkan selama
periode analisa (W18). AASHTO memberikan persamaan sebagai berikut:
.................................................................................................... ....................... (2.4)
AE18KAL = 365 x Ai x E1C1 x (1+a)ʼn x [{(1+a)
ʼn -1}/ i]
8
Dengan :
AE18KAL = Lintas ekivalen pada lajur rencana
Ai =Jumlah kenderaan untuk jenis kenderaan, dinyatakan dalam
kenderaan/ hari/ 2 arah pada tahun volume lalu lintas.
E1 = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis kenderaan
C1 = Koefisien distribusi kenderaan pada jalur rencana
a = Faktor pertumbuhan lalulintas tahunan dari perhitungan volume
lalulintas dilakukan sampai saat jalan tersebut dibuka
n’ = Jumlah tahun dari saat diadakan perhitungan volume lalu lintas dari
jalan tersebut dibuka
i = Faktor pertumbuhan lalu-lintas dari jalan tersebut dibuka sampai
pada umur pengamatan
n = Jumlah tahun pengamatan
W18 = DD .DL .W18
Wt18 = W18’ │{(1 + g)t – 1} / g │..................................................................... (2.5)
Dengan :
W18’ = Kumulatif 18 Kips ESAL
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
W18 = Lintas ekivalen 18 Kips ESAL
g = Angka pertumbuhan lalulintas
Wt18 = Kumulatif pengulangan 18 Kips ESAL
Jumlah beban sumbu ekivalen 18 Kips ESAL menunjukkan jumlah beban
untuk semua lajur dan kedua arah. Untuk perencannaan, jumlah beban ini harus
didistribusikan menurut arah dan lajur rencana. Faktor distribusi arah biasanya
505 atau tetapkan dengan cara lain, sedangkan faktor distribusi lajur dapat dilihat
pada tabel 2.1 sebagai berikut.
9
Tabel 2.1 Faktor distribusi lajur (DL)
2.5.4 Realibilitas dan simpangan baku keseluruhan
Parameter ini adalah jaminan bahwa lalu lintas yang akan memakai jalan
tersebut dapat terpenuhi. Tingkat reabilitas (level of reability) atau R menurut
AASHTO 1986 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tingkat reliabilitas (R)
Fungsi Jalan Tingkat Keandalan (R) %
Urban Rural
Jalan Tol
Arteri
Kolektor
Lokal
85 – 99.9
80 – 88
80 – 95
50 - 80
80 – 99.9
75 – 95
75 – 95
50 - 80
Jumlah lajur kedua
arahPersen Wt18 (18 Kips ESAL) pada lajur rencana
1
2
3
100
80 - 100
60 - 80
50 - 75≥ 4
Sumber : AASHTO, 1986
Sumber : AASHTO, 1986
10
Tabel 2.3 Simpangan baku normal (ZR)
Reliabilitas % Standar Normal Deviasi
50 0.00
60 -0.256
70 -0.524
75 -0.574
80 -0.841
85 -1.037
90 -1.282
91 -1.340
92 -1.405
93 -1.476
94 -1.555
95 -1.645
96 -1.751
97 -1.881
98 -2.054
99 -2.327
99.9 -3.090
99.99 -3.750
2.5.5 Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi masa pelayanan jalan seperti
perubahan kadar air, tingkat pengembangan juga dipengaruhi oleh perubahan
musim, perbedaan temperatur san kelelahan bahan.
Besarnya indeks permukaan ditentukan dengan persamaan:
IPswell = 0.00335 x Vr x Ps x (1-eΦt
) ........................................................... ( 2.6 )
Sumber : AASHTO, 1986
11
IPswell = Perubahan indeks permukaan akibat pengembangan tanah dasar.
Vr = Besarnya potensi merembes keatas, (Inchi).
PS = Probabilitas pengembangan (%).
Φ = Tingkat pengembangan tetap.
t = jumlah tahun yang ditinjau, dihitung dari saat jalan itu dibuka.
2.5.6 Kriteria kinerja jalan
Kriteria kinerja jalan dinyatan dalam Po awal umur rencana dan Pt akhir
umur rencana. Tingkat pelayanan suatu perkerasan didefinisikan sebagai
kemampuan untuk melayani kendaraan yang melewati jalan tersebut. Present
Servicibility Index (PSI) yang bervariasi dari angka yang berarti jalan putus,
sampai angka 5 yang berarti jalan sempurna. Pemilihan PSI izin terendah/ tingkat
pelayanan akhir (Pt) didasarkan pada indeks terendah yang dapat diterima
sebelum perbaikan, pelapisan ulang dan rekontruksi diperlukan. Menurut
penelitian uji jalan AASTHO, nilai 2,5 lebih disarankan untuk kebanyakkan
perencana jalan. Tingkat pelayanan awal menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan, karena waktu dari suatu perkerasan untuk mencapai suatu nilai
tingkat pelayanan akhir tergantung dari volume kendaraan dan tingkat pelayanan
awalnya (Po). Jika nilai Po dan Pt sudah ditetapkan, maka persamaan PSI = Po-Pt,
dapat digunakan untuk menentukan perubahan total tingkat pelayanan.
2.5.7 Resilient Modulus (Mr) tanah dasar/ sifat bahan lapisan perkerasan
Sifat bahan yang dimaksud adalah modulus elastisitas atau resilien yang
merupakan sifat teknis utama untuk bahan perkerasan. Modulus resilien
berpegangan pada sifat tegangan bahan dibawah kondisi pembebanan normal
(MR). Notasi lain untuk menyatakan modulus lapis pondasi bawah (Esb), untuk
pondasi atas (Ebs) dan untuk aspal beton (Eac). Perhitungan Modulus Resilien
tergantung kepada jenisnya. Untuk pengukuran elastisitas tanah dasar dinyatakan
dengan Modulus Resilien (Mr) yang dapat diperoleh dari korelasi dengan nilai
CBR dengan persamaan berikut ini:
12
Mr = 1500 x CBR (Psi) ................................................................................... (2.7)
Besarnya kerusakan relatif setiap kondisi tanah dasar dihitung dengan persamaan:
U = 1.18 x 108 x Mr
-2.32 ................................................................................................................ (2.8)
Dengan : U = Kerusakan relatif, dan
Mr = Modulus Resilien (Resilient Modulus), dinyatakan dengan PSI
2.5.8 Penentuan Strucktural Number (SN)
Strucktural Number (SN) disebut juga sebagai Indeks tebal perkerasan
(ITP) yang merupakan suatu besaran untuk menentukan tebal lapis keras lentur.
SN dipengaruhi kekuatan bahan penyusun (a), untuk bahan perkerasan
dengan aspal, nilainya ditetapkan dengan Marshall Stability, bahan perkerasan
dengan semen atau kapur dengan pengujian alat uji kuat tekan (Triaxial Test) dan
lapis pondasi dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).
Tabel 2.4 Koefisien kekuatan relatif bahan AASHTO
Layer Coeficient
0.20
0.44
0.40
0.07
0.14
Cement Treated (No. Soil 0.23
0.20
0.15
0.34
0.30
0.16-0.30
0.05-0.10
Pavement Component
Surface
Course
Sub Base
Course
Base Course
Road Mix (Low Stability)
Plant Mix (Hight Stability)
Sand Asphalt
Sand Gravels
Crushed Stone
Sand or Sandy Clay
650 Psi or more (4.48 Mpa)
400 to 650 Psi (2.76-4.48 Mpa)
400 Psi or less (0.76 Mpa)Strenght @ 7 day
Sand Gravel
Bituminous treated
Cement), Conpresive
Lime treated
Course graded
Sand Asphalt
Sumber : AASHTO, 1986
13
Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi atas (a2),ditentukan dengan
persamaan:
a2 = 0.249 x LogEBS – 0.977 ............................................................................ (2.9)
EBS = Modulus Resilien lapis pondasi atas.
Koefisien kekuatan relatif bahan pondasi bawah (a3),ditentukan dengan
persamaan:
a3 = 0.277 x LogESB – 0.839 ............................................................................. (2.10)
ESB = Modulus Resilien lapis pondasi bawah.
Penentuan SN untuk tahap awal dalam perencanaan tebal lapis perkerasan
lentur jalan adalah menggunakan nomogram AASHTO 1986.
Untuk lapis aspal beton ini dapat digunakan untuk menghitung koefisien
lapisan permukaan aspal beton bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas
(Eas) pada temperatur 68 F.
2.5.9 Faktor drainase
Sistem drainase jalan sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan tersebut.
Tingkat kecepatan pengeringan air yang jatuh pada konstruksi jalan raya bersama-
sama dengan beban lalu lintas dan kondisi permukaan jalan sangat mempengaruhi
umur pelayanan jalan.
Penanganan drainase untuk perkerasan lentur adalah dengan menggunakan
koefisien lapisan yang disebut nilai (m) yang kemudian dimasukkan kedalam
persamaan angka struktur (Structure Number).
Tabel 2.5 Kualitas drainase jalan AASHTO 1986
Kualitas Drainase Waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan air
Baik sekali 2 Jam
Baik 1 Hari
Cukup 1 Minggu
Buruk 1 Bulan
Buruk sekali Air tidak mungkin kering
Sumber : AASHTO, 1986
14
Dengan berdasarkan kualitas drainase dapat ditentukan koefisien drainase
dari lapis keras lentur.
AASHTO memberikan daftar koefisien drainase seperti tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6 Koefisien drainase (m)
Kualitas drainase Persen waktu dalam keadaan lembab jenuh
( <1 ) ( 1-5 ) ( 5-25 ) ( >25 )
Baik sekali 1.40 - 1.35 1.35 - 1.30 1.30 - 1.20 1.20
Baik sekali 1.35 - 1.25 1.25 - 1.15 1.20 - 100 1.00
Cukup 1.25 - 1.15 1.15 - 1.05 1.00 - 0.80 0.80
Buruk 1.15 - 1.05 1.05 - 0.80 0.80 - 0.75 0.60
Buruk sekali 1.05 - 0.95 0.80 - 0.75 0.75 - 0.40 0.40
2.5.10 Batas minimum tebal lapis keras
AASHTO memberikan batas-batas minimum tebal lapis keras lentur
seperti Tabel 2.7 dibawah ini.
Tabel 2.7 Batas-batas minimum tebal lapis perkerasan lentur
2.5.11 Pemilihan Jenis lapisan lapis keras
Pada pemilihan jenis lapisan lapis keras ini digunakan besarnya asumsi
koefisien relatif dan modulus resilient dari setiap lapisan yang akan digunakan
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
Sumber : AASHTO, 1986
Agregate Base
1.0" (Or Surface treatment)
2.0"
2.5"
3.0"
3.5"
4.0"
< 0.000
50.000 - 150.000
150.000 - 500.000
6"
6"
6"
Traffic (ESAL)
Kenderaan/ Tahun
500.000 - 2.000.000
2.000.000 - 7.000.000
> 7.000.000
1 2 3
4"
4"
4"
(Inchi) (Inchi)
Asphalt Concrete
Sumber : AASHTO, 1986
15
Penentuan lapisan tebal keras lentur menggunakan persamaan sebagai
berikut:
D1 ≥ SN1 / a1 ...................................................................................................................................... (2.11)
SN1* + a1.D1* SN1
D2 ≥ (SN2 – SN1*) / (a2.m2) ........................................................................... (2.12)
SN1*+ SN2*≥SN2
D3*≥(SN3* - (SN1* + SN2*)) / (a3.m3) .......................................................... (2.13)
Dengan :
a = Koefisien kekuatan relatif bahan masing-masing lapisan
D = Tebal masing-masing lapisan
M = Koefisien drainase masing-masing lapisan, dan
D* dan SN* = Nilai yang sebenarnya digunakan dapat sama lebih besar dari nilai
yang diperlukan.
Lapis Tanah Dasar (Subgrade)
Lapis Pondasi bawah (sub base course), a3, m3
Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2
Lapis Permukaan (Surface Course), a1
D3
D1
SN1
D2
SN2
SN3
Gambar 2.1 Struktur lapis perkerasan lentur
Sumber : AASHTO, 1986
16
2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Menurut Metode Bina Marga (1987)
Pada perencanaan perkerasan menurut metode Bina Marga (1987) adalah
perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai lapisan
permukaan dan juga bahan berbutir sebagai bahan pelapis dibawahnya.
2.6.1 Penggunaan
Petunjuk perencanaan jalan ini dapat digunakan untuk:
- Perencanaan perkerasan jalan baru (New Construction/ Full depth
Pavement)
- Perkuatan perkerasan jalan lama (Overlay)
- Konstruksi bertahap (Stage Construction)
2.6.2 Perkerasan jalan
Perkerasan jalan adalah bagian dari lapisan konstruksi jalan yang meliputi
lapisan tanah dasar (subgrade), lapis pondasi bawah (sub base course), lapis
pondasi atas (base course), dan lapis permukaan (surface course).
Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumunya persoalan menyangkut tanah
dasar adalah sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari berbagai macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas.
b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
17
d) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas
dari macam tanha tertentu.
e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah bebutir kasar (granuar soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Lapis pondasi bawah (sub base course)
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a) Sebagai bagian konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
b) Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif lebih murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi ketebalan (penghematan biaya
konstruksi).
c) Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di indonesia (Sukirman. S,1999)
antara lain :
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtu / pitrun kelas A
b. Sirtu / pitrun kelas B
c. Sirtu / pitrun kelas C
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated subbase)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treated subbase)
c. Stabilisasi tanah dengan semen (soil cement stabilization)
d. Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)
Lapis pondasi atas (base course)
Fungsi lapis pondasi atas antara lain:
a) Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda;
b) Sebagai perletakkan terhadap lapis permukaan.
18
Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan permukaan dan lapisan
pondasi bawah dengan CBR ≥50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987).
Lapis permukaan (surface course)
Berfungsi antara lain:
a) Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi, penahan beban roda
selama masa pelayanan;
b) Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan
akibat cuaca;
c) Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).
Bahan unuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan lapis pondasi,
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspaldiperlukan agar
lapisan dapat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang bearti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban
roda lalu lintas.
1. Lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi, penahan beban roda selama
masa pelayanan
2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca
3. Sebagai Lapisan Aus (Wearing Course).
Menurut Sukirman. S (1999), lapisan permukaan terbagi dua yaitu :
1) Lapisan nonstruktural / lapisan yang tidak mempunyai nilai konstruksi tetap
berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air, terdiri atas :
Burtu (laburan aspal satu lapis), terdiri dari aspal yang taburi dengan satu
lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
Burda (Laburan aspal dua lapis), terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat
yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum
3,5 cm.
Latasir (lapisan tipis aspal pasir), terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam
bergradasi meneris dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu
dengan tebal padat 1 - 2 cm.
19
Buras (laburan aspal), terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan
ukuran butir maksimum 3/8 inchi.
Latasbun (lapis tipis asbuton murni), terdiri dari campuran asbuton dan
bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam
keadaan dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm
Lataston (Lapis tipis aspal beton), terdiri dari campuran agrergat
bergradasi timpang, mineral pengisi (filter) dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur, dihampar dan dioadatkan dalam
keadaan panas dengan tebal maksimum 2,5 - 3 cm.
2) Lapisan struktural / lapisan yang mempunyai nilai konstruksi, yang berfungsi
dan sebagai lapisan aus, lapisan kedap air dan lapisan yang menahan serta
menyebarkan beban roda, yang terdiri dari :
Lapen (penetrasi Macadam), terdiri dari agregat pokok dan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan
cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis yang tebal
satu lapisnya antara 4 -10 cm.
Lasbutag (Lapisan asbuton agregat), terdiri dari campuran antar agregat,
asbuton, dan bahan pelunak yang dicampur,dihampar dan dipadatkan
secara dingin dengan ketebalan tiap lapisan antara 3-5 cm.
Laston (lapisan aspal beton), terdiri dari campuran aspal keras dengan
agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar, dan
dipadatkan pada suhu tertentu.
2.6.3 Lapis pondasi atas (base course)
Lapisan pondasi atas terletak diantara lapisan permukaan dan lapisan
pondasi bawah dengan CBR ≥ 50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4% (pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) yang mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan pondasi bawah.
2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
20
3) Bantalan untuk lapisan permukaan.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia (Sukirman.S
1999) antara lain :
1) Agregat bergradasi baik dapat dibagi atas :
a. Batu pecah kelas A
b. Batu pecah kelas B
c. Batu pecah kelas C
2) Pondasi macadam
3) Pondasi telfrod
4) Lapen
5) Aspal beton pondasi (asphalt treated base)
6) Stabilisasi yang terdiri dari :
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated base)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treade base)
c. Stabilisasai agregat dengan aspal (asphalt treated base)
2.6.4 Lapis pondasi bawah (sub base course)
Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar
dengan nilai CBR dan plastisitas indeks (PI) (Pedoman Perencanaan Perkerasan
Lentur Jalan Raya,1987) yang mempunyai fungsi , antar lain :
1. Sebagai konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda ketanah dasar.
2. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi.
3. Mencapai efisiensi penggunnaan material yang relatif murah agar lapisan di
atasnya dapat dikurangi ketebalannya.
4. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di indonesia (Sukirman.
S,1999) antara lain :
21
1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas :
a. Sirtu / pitrun kelas A
b. Sirtu / pitrun kelas B
c. Sirtu / pitrun kelas C
2. Stabilisasi
a. Stabilisasi agregat dengan semen (cement treated subbase)
b. Stabilisasi agregat dengan kapur (lime treated subbase)
c. Stabilisasi tanah dengan semen (soil cement stabilization)
d. Stabilisasi tanah dengan kapur (soil lime stabilization)
2.6.5 Lapisan tanah dasar (subgrade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 5 -10 cm yang diatasnya
akan diletakkan lapisan pondasi bawah yang berfungsi sebagai penyalur semua
gaya yang ditimbulkan oleh semua beban di atasnya (Sukirman. S, 1999). Lapisan
tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah
yang didatangkan dari tempat lain lalu dipadatkan dan tanah distabilisasikan
dengan kapur atau bahan lainnya.
Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar (Pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1987) adalah :
1. Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah dasar tertentu akibat beban lalu lintas
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan air
3. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah
yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya
4. Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik
5. Lendutan-lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macamtanah tertentu
6. Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-
lapisan lunak dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk tetap.
22
Menurut Sukirman. S (1999) jenis dasar dilihat dari muka tanah aslinya
dibedakan atas :
1. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
2. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan.
3. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
2.6.6 Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar
tabel 2.8 di bawah ini:
Tabel 2.8 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur
(n)
L < 5,50 m 5,50 m ≤ L < 8,25 m
8,25 m ≤ L < 11,25 m
11,25 m ≤ L < 15,00 m
15,00 m ≤ L < 18,75 m
18,75 m ≤ L < 22,00 m
1 jalur 2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
6 jalur
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
melewati pada jalur rencana ditentukan menurut daftar tabel 2.9 di bawah ini:
Sumber: Bina Marga, 1987
23
Tabel 2.9 Koefisien distribusi kendaraan (C) Jumlah Lajur
Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 2 lajur 3 lajur 4 lajur 5 lajur 6 lajur
1,00 0,60 0,40
- - -
1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20
1,00 0,70 0,50
- - -
1,000 0,500 0,475 0,450 0,425 0,400
2.6.7 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka ekivalen (E) dari suatu kendaraan adalah angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban
sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
lintasan beban standar sumbu tunggal sebesar 8,16 ton (Standar Bina Marga,
1987). Angka Ekivalen (E) beban sumbu kenderaan seperti terlihat dalam tabel
2.10 dibawah ini.
Sumber: Bina Marga, 1987
*) berat total < 5 ton, misalnya mobil penumpang, pick up, mobil hantaran
**) berat total > 5 ton, misalnya, bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.
24
Tabel 2.10 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kenderaan Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 8160 9000
10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000
2205 4409 6614 8818
11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 26455 28660 30864 33069 35276
0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6647
11,4184 14,7815
- 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712
Dari ketentuan perbedaan pembebanan didapat angka ekivalen (E) atau
Damage Faktor.
2.6.8 Lalu Lintas harian rata-rata dan rumus-rumus lintas ekivalen
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)
Lalu lintas Harian rata-rata adalah jumlah rata-rata kendaraan bermotor yang
dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Lintas ekivalen permulaan ditentukan dari jumlah lalu lintas harian rata-rata
dari sumbu tunggal pada jalur rencana yang diperkirakan terjadi pada awal umur
rencana.
Sumber: Bina Marga, 1987
25
Dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LEP = ∑LHR x C j x E j . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2 .14)
Cj = Koefisien Distribusi kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan
c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
Lintas ekivalen ditentukan dari jumlah lalu lintas harian rata-rata dari sumbu
tunggal yang diperkirakan terjadi pada akhir umur rencana.
Dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LEA = ∑LHRi (1+i)UR
C j x E j . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2 .15)
i= perkembangan la lu lintas
j= jenis kenderaan
UR= Umur Rencana
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LET = ½ x (LEP + LEA) ................................................................... (2.16)
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LER = LET x FP ............................................................................... (2.17)
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan Rumus :
FP = UR/10 ......................................................................................... (2.18)
f. Persentase perkembangan lalu lintas (i)
Persentase perkembangan lalu lintas menyatakan tingkat pertumbuhan lalu lintas
setiap tahunnya. Data yang diambil adalah Lalulintas Harian Rata-rata (LHR).
2.6.9 Daya dukung tanah dasar (DDT) dan CBR
Menurut Sukirman, S (1999) daya dukung tanah adalah kekuatan dari
tanah dasar untuk menahan beban yang biasannya dinyatakan sebagai
perbandingan dari kekuatan standar (CBR). Daya dukung tanah dasar (DDT)
ditetapkan berdasarkan nilai korelasi dengan nilai CBR dengan menggunakan
grafik korelasi.
26
DDT bisa juga dicari dengan menggunakan rumus:
DDT = 4,3*Log (CBR)+ 1,7 .......................................................................... (2.19)
2.6.10 Faktor Regional (FR)
Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda.
Bina Marga memberikan angka yang bervariasi antara 0,5- 4. Faktor-faktor yang
di cakup adalah :
- Keadaan medan
- Persentase kendaraan berat
- Kondisi geometrik jalan (kelandaian maksimum, tikungan tajam)
- Data curah hujan tahunan
- Pertimbangan teknis lainnya seperti ketinggian muka air tanah, kondisi
drainase yang ada dan lainnya.
Adapun nilai/ faktor regional yang diisyaratkan untuk metode analisa komponen
adalah seperti pada tabel 2.11 di bawah ini :
Gambar 2.2 Korelasi DDT dan CBR Sumber : Bina Marga, 1987
27
Tabel 2.11 Faktor Regional (FR)
Curah
Hujan
Kelandaian I (<
6%)
Kelandaian II (6-
10%)
Kelandaian III (>
10%)
% Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30% > 30 % ≤ 30 % > 30 %
Iklim I 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
< 900 mm/th
Iklim II 1,5 2,0 – 25 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5 ≥ 900 mm/th
2.6.11 Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan digunakan untuk menyatakan kerataan dan kekokohan
permukaan jalan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Salah satu ciri khas
dari metode perencanaan perkerasan lentur jalan raya adalah dipergunakannya
indeks permukaan atau Serviceability Index sebagai ukuran dasar dalam
nmenentukan nilai perkerasan ditinjau dari kepentingan lalu lintas. Indeks
permukaan ini menyatakan nilai permukaan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat (Standar Bina Marga, 1987).
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (Ipt),
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas
Ekivalen Rencana (LER), menurut tabel 2.12 berikut ini :
Sumber: Bina Marga, 1987
Catatan: Pada bagian-bagian tertentu seperti persimpangan, pemberhentian
tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah 0,5 dan untuk daerah
rawa-rawa FR ditambah 1,0.
28
Tabel 2.12 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
LER = Lintas Klasifikasi Jalan
Ekivalen Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 - 1,5 1,5
1,5 -
2,0 -
10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -
100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0
2,0 -
2,5 -
> 1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo)
perlu diperhatikan jenis lapisan permukaan jalan (kerataan, kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana menurut tabel 2.13 berikut ini :
Tabel 2.13 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)
Jenis lapis permukaan IP0 Roughness (mm/ km)
Laston ≥ 4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5 > 2000
Burtu 3,4 – 3,0 > 2000
Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 – 2,5
Buras 2,9 – 2,5
Latasir 2,9 – 2,5
Jalan tanah ≤ 2,4
Jalan kerikil ≤ 2,4
Sumber : Bina Marga, 1987
Sumber: Bina Marga, 1987
29
2.6.12 Koefisien kekuatan relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif ditentukan secara korelasi sesuai dengan nilai
marshal test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang
distabilisasi) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Tabel 2.14 Koefisien kekuatan relatif (a)
Koefisien
Kekuatan
bahan
Kekuatan
Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS
(kg)
Kt
(kg/
cm)
CBR
%
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,35 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
0,28 - - - -
- 0,26 Laston Atas
- 0,24
- 0,23 Lapen (mekanis)
- 0,29 Lapen (manual)
- 0,15 - 22 Stab. Tanah dengan
semen
- 0,13 - 18
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/ pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/ pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/ pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah lempung/
kepasiran
Sumber : Bina Marga, 1987
30
2.6.13 Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan
Batas-batas minimum ini tergantung dari bahan yang dipakai pada setiap
lapisan perkerasan.
a. Lapisan permukaan
b. Lapis pondasi atas
c. Lapis pondasi bawah
Adapun batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dapat dilihat pada
tabel 2.15 di bawah ini.
Tabel 2.15 Batas-batas minimum tebal lapisan permukaan.
Lapisan Permukaan
ITP Tebal Minimum
(cm) Bahan
< 3,00 5
Lapis pelindung : (Buras/
Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5
Lapen/ Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5
Lapen/ Aspal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
Sumber : Bina Marga, 1987
31
Lapisan Pondasi
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
Tebal Minimum
(cm)ITP Bahan
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur
Laston atas
15
20*)
10
20
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
Lapen, Laston atas
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Laston atas
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Lapen, Laston atas
20
25
< 3,00
3,00 - 7,49
7,50 - 9,99
10 - 12,14
≥ 12,25
2.6.14 Pelapisan tambahan
Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan
lama (existing pavement) dinilai sesuai dengan daftar di bawah ini:
Tabel 2.16 Lapisan tambahan
Lapisan Permukaan
Umum nya tidak retak hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90 – 100%
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
masih tetap stabil. 70 - 90%
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya
masih menunjukkan kestabilan. 50 – 70 %
Retak banyak, demikian juga menunjukkan deformasi pada jalur
roda, menunjukkan adanya ketidakstabilan. 30 – 50%
Sumber : Bina Marga, 1987
32
Lapisan Pondasi atas
Pondasi aspal beton atau penetrasi macadam umumnya tidak
retak 90 – 100%
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70 – 90 %
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan 50 – 70 %
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan 30 – 70 %
Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur dengan Indek
Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10
70 – 90 %
Pondasi Macadam atau batu pecah dengan Indek Plastisitas
(Plasticity Index = IP) ≤ 6
80 – 100 %
Lapis Pondasi Bawah
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 90 – 100 %
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70 – 90 %
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum
adalah 10 cm
Menentukan Nilai ITP perlu dengan menggunakan Nomogram
Berdasarkan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya (1987)
nomogram yang ada digunakann untuk umur rencana 10 tahun. Jika penggunaan
nomogram bukan untuk umur rencana 10 tahun maka digunakan Faktor
Penyesuaian (FP). Ada 9 nomogram yang penggunaanya tergantung kepada nilai
IPt dan IPo. Dari nomogram yan didapatkan, selanjutnya disiapkan data-data
DDT, LER dan FR. Dengan data-data tersebut didapatkan nilai ITP perlu.
Menentukan Nilai ITP perlu dengan Menggunakan Rumus
Dengan cara coba-coba (Trial and Error), masukkan data-data IPo, IPt,
FR, DDT, dan ESA pada akhir umur rencana.
Sumber : Bina Marga, 1987
33
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah dan rencana dari
proses berfikir dan memecahkan masalah yang dimulai dari penelitian
pendahuluan, penemuan masalah, pengamatan, pengumpulan data baik dari
referensi tertulis maupun observasi langsung di lapangan. Melakukan pengolahan
dan interprestasi data sampai penarikan kesimpulan atas permasalahan yang
diteliti.
Pada tahapan metode penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data-
data yang ada di studi kasus, selanjutnya dilakukan persiapan untuk mendapatkan
tahapan informasi dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dari pengamatan langsung di lapangan, dan data sekunder terdiri
gambar potongan melintang, dan literatur dari internet dan kepustakaan. Setelah
data-data terkumpul maka dilakukan tahapan pengolahan data, setiap data yang
telah dihitung kembali maka dilanjutkan dengan menganalisa studi kasus yang
ada. Setelah analisa selesai, maka dilakukan perhitungan hasil yang menggunakan
beberapa alternatif, sehingga nilai perbandingan antara kedua metode perkerasan
lentur tersebut diperoleh lebih efektif dan efisien. Untuk mengetahui rencana
bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar A.3.1.
Objek penelitian akan dilakukan pada jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus Universitas Teuku Umar Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh
Barat. Adapun subjek penelitian ini adalah untuk menghitung dan
membandingkan penggunaan menurut metode AASHTO 1986 dan Bina Marga
1987 sebagai bahan evaluasi serta referensi untuk perencanaan jalan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
34
3.1 Subjek dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian yaitu pada jalan Teuku Iskandar Daod area lingkar
kampus Universitas Teuku Umar Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
Untuk meningkatkan aksebilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung
bertambahnya jumlah mahasiswa yang sedang melakukan studi atau kegiatan
belajar mengajar pada Universitas Teuku Umar diperlukan kesediaan jaringan
jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan, dimana salah satu sasaran yang ingin
dicapai adalah meningkatnya kuantitas dan kualitas penggunaan jalan melalui
preservasi dan peningkatan kapasitas pengguna jalan Teuku Iskandar Daod area
lingkar kampus Universitas Teuku Umar Kabupaten Aceh Barat. Waktu penelitian
dan penyusunan tugas akhir ini dimulai dari bulan Agustus 2015 dengan
mengumpulkan data-data yang mendukung penelitian. Untuk mengetahui peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar lampiran A.3.2 dan lampiran A.3.3.
3.2 Pengumpulan Data
3.2.1 Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan ataupun diperoleh langsung di
lapangan. Tujuan dari pengambilan data primer adalah untuk mencari data yang
sifatnya realitatif pelaksanaan pekerjaan lapangan. Pada penulisan tugas akhir ini
yang merupakan data primer meliputi :
- Pengujian alat DCP (Dynamic Cone Penetration ) untuk mendapatkan data
CBR (California Bearing Ratio) di lapangan,
- Volume lalu lintas.
3.2.2 Data sekunder
Data sekunder adalah berupa data penunjang yang dikumpulkan melalui
studi kepustakaan yang diambil dari literatur-literatur, hasil penulisan terdahulu,
35
data dari internet dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mendapatkan data
instansional yang selanjutnya akan diolah dan dianalisa. Adapun data sekunder
adalah:
- Gambar potongan melintang,(Long and Cross Sections);
- Peta lokasi jalan.
3.3 Metode Analisis Data
Dari keseluruhan data yang diperoleh maka metode analisis data meliputi
data lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) yang diperoleh dilapangan dari
kedua metode tersebut.
3.3.1 Perhitungan tebal lapisan perkerasan lentur (flexible pavement)
metode AASHTO 1986
Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Data volume lalulintas (LHR) diperoleh dilapangan selama 24 jam dalam
waktu 3 hari.Untuk mendapatkan nilai dari volume lalulintas, maka nilai yang
digunakan adalah nilai ∑total jenis kenderaan.
2. Untuk mendapatkan nilai LEF (Load Equevalent Faktor),maka dilakukan
pembagian tipe sumbu as kenderaan yang disesuaikan dengan jenis kenderaan
berdasarkan sumbu as depan(%) dan as belakang(%) dengan menggunakan
rumus:
As kend depan = ( ∑ berat kend x persentase as depan )
As kend belakang = ( ∑ berat kend x persentase as belakang )
3. Perhitungan beban sumbu selama umur rencana ( W18 ) adalah dengan
menggunakan rumus : W18 = ∑ LHR x DA x DL x 365 x N
4. Untuk mendapatkan indeks tebal perkerasan maka digunakan penentuan
Struktural Number (SN) maksimum dengan rumus :
SN* = (a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3)
36
3.3.2 Perhitungan tebal lapisan perkerasan lentur (flexible pavement)
metode Bina Marga 1987
Adapun langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Data volume lalulintas (LHR)
Data volume laulintas (LHR) ini diambil selama 3 hari dalam waktu 24 jam
yang dimulai pada pukul 07.00 wib. Data yang digunakan untuk nilai LHR
pada tahun 2016 (awal umur rencana) dan nilai LHR pada tahun ke-20 (akhir
tahun rencana) adalah nilai jenis kenderaan yang sama dengan memakai
rumus: (1+i)n
2. Untuk menghitung nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) maka diperlukan data-
data seperti nilai CBR, DDT, koefisien relatif bahan (a), Faktor Regional
(FR), indeks permukaan (IP) serta batas-batas minimum tebal perkerasan.
37
BAB IV
RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam perbandingan perencanaan perkerasan lentur dengan menggunakan
metode AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987, sangat diperlukan perencanaan
yang matang dalam mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
target yang telah ditentukan serta cara menggunakan dan menganalisis dari kedua
metode tersebut secara efektif dan efisien. Tinjauan pada lokasi penelitian ini
adalah merencanakan atau membandingkan perkerasan lentur dari metode
AASHTO 1986 dan Bina Marga 1987 pada jalan Teuku Iskandar Daod area
kampus Universitas Teuku Umar yang di mulai dari Sta 0+000 – Sta 1+400
dengan panjang jalan 1400 m, dengan pelebaran jalan 3,50 m (sisi kiri) dan 3,50
m (sisi kanan). Pada pekerjaan pelebaran jalan sangat membutuhkan keahlian
yang matang sehingga kualitas yang diperoleh sesuai persyaratan yang telah
ditentukan.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti atau
akan dibahas, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data, seperti data
primer yang didapat dari pengamatan langsung dilapangan serta data sekunder
terdiri dari shop drawing, dan literatur yang diperoleh dari internet dan
kepustakaan. Dari hasil suatu pemeriksaan lapangan (survey) yang cermat dan
menggunakan metode analisis yang baik akan menghasilkan suatu nilai
produktivitas yang diinginkan.
4.1 Perhitungan Perkerasan Lentur Dengan Metode AASHTO 1986
Perhitungan tebal lapis perkerasan lentur pada jalan Teuku Iskandar Daod
Area Kampus Universitas Teuku Umar dengan metode AASHTO dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
38
4.1.1 Data perhitungan
Data perhitungan yang digunakan dalam perhitungan ini antara lain:
a) Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Lalu Lintas Harian Rata-rata yang digunakan adalah LHR yang diperoleh
dari pengamatan dilapangan dengan menggunakan asumsi pada jalan Nasional
Meulaboh – Tapak Tuan yang di mulai pukul 07.00 Wib. LHR yang digunakan
adalah LHR yang dalam istilah metode ini disebut Avarage Daily Traffic (ADT)
seperti pada table berikut ini:
Tabel 4.1 Data Lalulintas Harian Rata-rata (LHR)
Hari/Waktu SM MP Bus Bus
Besar
Truk 2
As kecil
Truk 2
As besar
Truk 3
As
Selasa/ 31 Mei 2016 7600 2028 33 6 163 72 11
Rabu/ 01 Juni 2016 7222 2153 33 1 118 57 8
Kamis/ 02 Juni 2016 6736 2209 20 3 77 32 5
LHR Rata-Rata 7186 2130 29 3 119 54 8
Tabel 4.2 Data LHR/ADT Analisis dengan metode AASHTO
Jenis Kendaraan Tipe Sumbu ESAL
(Ton)
Jumlah
Kendaraan
Tahun 2016
Jumlah
Kenderaan
Tahun 2036 Depan Belakang
MP 1 1 2 2130 4260
Bus 3 5 8 29 58
Truck 2 as kecil 2 8 10 119 238
Truck 2 as besar 5 8 13 54 108
Truck 3 as 6 14 20 8 16
b) Data pendukung
Data pendukung dalam perhitungan ini adalah:
o Umur Rencana : 20 Tahun
39
o Pertumbuhan Lalulintas : 5%
o Klasifikasi jalan : Arteri
o Fungsi jalan : Urban
o Asumsi Awal : 1. SN =3
2. Pt = 2,0
3. IPo = 4,2
c) Nilai LEF (Load Equivalent Factor)
LEF merupakan angka ekivalen beban sumbu kendaraan yang
menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal sebesar 18.000 Lbs (18 Kips)
dapat menyebabkan kerusakan sama atau penurunan Indeks permukaan yang sama
jika kendaraan melintas satu kali.
1. Jenis Kendaraan Mobil Pribadi
Berat kendaraan total adalah 2 Ton, dengan distribusi beban kendaraan
50% - 50%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan Tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084
b. As belakang tunggal = 2 Ton . 50% = 1 Ton = 2,205 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,00084
Total nilai LEF = 0,00084 + 0,00084 = 0,000768
2. Jenis Kendaraan Bus
Berat kendaraan total kendaraan adalah 8 Ton, dengan distribusi beban
kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 8 Ton . 34% = 2,72 Ton = 6,00 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,465
b. As belakang ganda = 8 Ton . 66% = 5,28 Ton = 13,00 Kips
40
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,268
Total nilai LEF = 0,465 + 0,268 = 0,733
3. Jenis Kendaraan Truk 2 As kecil
Berat kendaraan total kendaraan adalah 6 Ton, dengan distribusi beban
kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 6 Ton . 34% = 2,04 Ton = 5,85 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,440
b. As belakang ganda = 6 Ton . 66% = 3,96 Ton = 11,08 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1864
Total nilai LEF = 0,440 + 0,1864 = 0,6264
4. Jenis Kendaraan Truk 2 As besar
Berat kendaraan total kendaraan adalah 13 Ton, dengan distribusi beban
kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 13 Ton . 34% = 4,42 Ton = 10,11 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,1075
b. As belakang ganda = 13 Ton . 66% = 8,58 Ton = 17,62 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,070
Total nilai LEF = 0,1075 + 0,070 = 0,1775
5. Jenis Kendaraan Truk 3 As
Berat kendaraan total kendaraan adalah 20 Ton, dengan distribusi beban
kendaraan 34% - 66%. Penentuan LEF dilakukan sebagai berikut:
a. As depan tunggal = 20 Ton . 34% = 6,8 Ton = 16,00 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,051
b. As belakang ganda = 20 Ton . 66% = 13,2 Ton = 25,78 Kips
Berdasarkan lampiran didapat nilai LEF = 0,458
Total nilai LEF = 0,051 + 0,458 = 0,509
41
d) Menghitung beban sumbu selama umur rencana (W20)
Diketahui :
Faktor Distribusi Arah = 0,5
Faktor Distribusi Lajur = 1,0
Umur Rencana (UR) = 20 tahun
Faktor Pertumbuhan L.Lintas (i) = 5 % pertahun
Dengan UR =20 th, dan i = 5 % pertahun, Didapat Faktor Umur
Rencana (N) = 26,15
W20 = ƩLHR x DA x DL x 365 x N
Tabel 4.3 Perhitungan beban sumbu selama umur rencana (W20)
Jenis Kendaraan Beban Sumbu
(Ton) ESAL
LHR
Awal Faktor UR W20
Kendaraan Mobil
Pribadi ( 2+2 ) 0,000768 2130 26,15 7806,84
Kendaraan Bus ( 3+5 ) 0,737 29 26,15 101999,97
Kendaraan Truk 2 As
kecil ( 2+4 ) 0,6264 119 26,15 355740,46
Kendaraan Truk 2 As
Besar ( 5 +8 ) 0,1775 54 26,15 45743,21
Kendaraan Truk 3As ( 6 +14 ) 0,509 8 26,15 19433,11
Jumlah 530723,59
e) Penentuan SN maksimum
Penentuan SN maksimum selama periode perencanaan dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
a. R (tingkat realibilitas) = 80% - 99%, dalam hal ini digunakan nilai R
sebesar 99%.
42
b. ZR (simpangan baku normal), untuk R 99% digunakan Zr = -2,327
c. So (simpangan baku keseluruhan) sebesar 0,35-0,45 maka So diambil
(0,44).
d. Mr (modulus resilien tanah dasar) sebesar 1500. CBR, maka: (1500 . 12,4
= 18.600 Psi)
e. PSI (nilai indeks permukaan) sebesar Ipo – Ipt, maka PSI = 4,2 – 2,0 = 2,2
f. Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh Wt18 = 530723,59, didapat SN = 3.
f) Data komponen lapis keras lentur
Asumsi komponen lapisan perkerasan lentur pada ruas jalan Teuku Iskandar
Daod adalah sebagai berikut:
1. Lapisan Permukaan (Surface course)
a. Material Laston AC (Asphalt Concrete/High Stability)
1. Koefisien kekuatan relatif (aAC) = 0,44
2. Tebal lapisan (DAC) = 3 cm
b. Material Laston ATB (Asphalt Concrete/Low Stability).
1. Koefisien kekuatan relative (aAC) = 0,20
2. Tebal lapisan (DATB) = 5 cm
c. Lapisan Laston AC dan ATB dijadikan satu lapis dengan penjabaran
sebagai berikut:
Gambar Lapis Laston AC dan ATB
SN AC (aAC = 0,44 DAC = 3cm)
ATB (aAC = 0,20 DATB = 5 cm )
a1 . D1 . SN1
43
SN = aAC . DAC + aATB . DATB SN1 = a1 . D1
SN = SN1, maka aAC . DAC + aATB . DATB = a1 . D1
a1 = (aAC . DAC + aATB . DATB)/D1
a1 = (0,44 . 3 + 0,2 x 5)/8 = 0,29 ≈ 0,3
sehingga:
1. Material yang digunakan adalah laston / Asphalt Concrete
2. Tebal lapisan (D1) = 8 cm
2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
a. Koefisien kekuatan relatif bahan (a2) = 0,14
b. Koefisien drainase (m2)
1. Kualitas drainase cukup
2. Tingkat kelembapan 25%
3. Berdasarkan tabel 2.6 diperoleh m2 = 0,8
c. Modulus resilien bahan ditentukan sebagai berikut :
a2 = (0,249 . Log EBS) – 0,977 → a2 = 0,14
EBS = Mr = 30619,634 → 30.000 Psi
SN= (a1D1) + (a2D2m2)
3,0 = (0,3 . 8) + (0,14 . D2 . 0,8)
D2 = 20 cm
3. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
a. Koefisien kekuatan relative bahan (a3) = 0,12
b. Tebal lapisan D3 = 20 cm
c. Koefisien drainase (m3)
1. Kualitas drainase cukup
2. Tingkat kelembapan 25%
3. Berdasarkan tabel 2.6 diperoleh m3 = 0,8
d. Modulus resilien bahan ditentukan sebagai berikut:
e. a3 = (0,227 . Log EBS) – 0,839 → a3 = 0,12
44
EBS = Mr = 16775,27 → 16.000 Psi
SN= (a1D1) + (a2D2m2) + (a3D3m3)
3,0 = (0,3 . 8) + (0,14 . 20 . 0,8) + (0,12 . D3 . 0,8)
D3 = 20 cm
Gambar 4.1
Lapis Tanah Dasar (Subgrade)
Lapis Pondasi bawah (sub base course), a3, m3
Lapis Pondasi atas (Base Course), a2, m2
Lapis Permukaan (Surface Course), a1
SN1
SN2
SN3
D1 = 8 cm
D2 = 20 cm
D3 = 20 cm
Gambar 4.2 Susunan lapisan perkerasan lentur AASHTO
Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Pondasi
Atas (base course)
Lapis Pondasi Bawah
(sub base course)
Tanah Dasar (subgrade)
45
4.2 Perhitungan Perkerasan Lentur dengan Metode Bina Marga 1987
4.2.1 Data perhitungan
Di rencanakan Tebal Perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun
2016 seperti di bawah ini, umur rencana 20 tahun. Pertumbuhan Lalu Lintas 5 %
per tahun, FR : 1,0 dan CBR tanah 12,4 %.
Tabel 4.4 Data LHR Rata-rata
Jenis Kendaraan Jumlah
Kendaraan
MP 2130
Bus 29
Truk 2 as kecil 119
Truk 2 as besar 54
Truk 3 as 8
LHR 2016 2340
Perkembangan Lalu Lintas (i) untuk 20 tahun: 12%
LHR pada tahun 2016 (awal umur rencana), dengan rumus : (1+i)n
(1+i)n , maka (1+0,05)
5 x LHR
Tabel 4.5 Perhitungan awal umur rencana LHR
Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan
(1+i)n
MP 2149,4
Bus 48,4
Truk 2 as kecil 138,4
Truk 2 as besar 73,4
Truk 3 as 27,4
46
LHR pada tahun ke-20 (akhir umur rencana)
(1+i)n , maka (1+0,05)
20 x LHR
Tabel 4.6 Perhitungan akhir umur rencana LHR
Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan
(1+i)n
MP 2200.7
Bus 99.7
Truk 2 as kecil 189.7
Truk 2 as besar 124.7
Truk 3 as 78.7
1) Menghitung angka Ekivalen (E) masing-masing kendaraan (tabel 2.10 Hal.
14) adalah sebagai berikut:
Mobil Pribadi : 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
Bus : 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
Truck 2 as kecil : 0,0577 + 0,2923 = 0,3500
Truck 2 as besar : 0,1410 + 0,0121 = 0,1531
Truck 3 as : 0,2923 + 0,0251 = 0,3174
Menghitung LEP
Mobil Pribadi : 0,50 x 2149,4 x 0,0004 = 0,429
Bus : 0,50 x 48,4 x 0,1593 = 3,855
Truck 2 as kecil : 0,50 x 138,4 x 0,3500 = 24,22
Truck 2 as besar : 0,50 x 73,4 x 0,1531 = 5,618
Truck 3 as : 0,50 x 27,4 x 0,3174 = 4,348
2) Menghitung LEA 20 tahun
Mobil Pribadi : 0,50 x 2200,7 x 0,0004 = 0,440
Bus : 0,50 x 99,7 x 0,1593 = 7,941
LEP = 39,911
47
Truck 2 as kecil : 0,50 x 189,7 x 0,3500 = 33,197
Truck 2 as besar : 0,50 x 124,7 x 0,1531 = 9,545
Truck 3 as : 0,50 x 78,7 x 0,3174 = 12,489
3) Menghitung LET
LET20 = ½ (LEP + LEA20) = ½ (39,911 + 76,826) = 54,373
4) Menghitung LER
LER20 = LET20 x UR/10 = 54,373 x 20/10 = 108,746
5) Mencari Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
CBR tanah dasar = 12,4% ; DDT = 4 ; IP = 1,5 ; FR = 1,0
LER5 = 0,45 ITP20 = 2,8 (IPo = 2,9 – 2,5)
Menetapkan tebal perkerasan:
Koefisien kekuatan relatif (Tabel 2.14 Halaman. 29)
o Lapen (Mekanis) = 0,20 = a1
o Lapis pondasi atas = 0,12 = a2
o Lapis pondasi bawah = 0,10 = a3
ITP = (a1D1 ) + ( a2D2 ) + (a3D3 )
Umur Rencana (UR) = 20 tahun
o Lapis permukaan (surface course)
Batas minimum tebal lapisan perkerasan untuk ITP = 2,8
2,8 = (a1.D1)
2,8 = (0,20D1)
D1 = 5 cm
o Lapis pondasi atas (base course)
ITP = (a1 D2 + a2 D2 )
Batas minimum tebal lapisan untuk ITP = 2,8
LEA20 = 76,826
48
2,8 = (0,20.5) + (0,12D2)
2,8 = ( 1 ) + ( 0,12D2)
D2 = 15 cm
o Lapis pondasi bawah (sub base course)
Dari tabel 2.15 untuk batas-batas minimum tebal lapis perkerasan
untuk ITP = 4,95
ITP = 4,95 = (a1D1 ) + ( a2D2 ) + (a3D3 )
4,95 = (0,20 . 5 ) + (0,12 . 15) + ( 0,10D3)
4,95 = ( 1 ) + (1,8) + (0,10D3) = (2,8) + (0,10D3)
D3 = 21,5 ≈ 22 cm
Susunan perkerasan:
a) Lapen mekanis = D1 = 5 cm
b) Lapis pondasi atas (base course) D2 = 15 cm
c) Lapis pondasi bawah (subbase course) D3 = 22 cm
Gambar 4.3 Susunan lapisan perkerasan lentur Bina Marga 1987
Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Pondasi
Atas (base course)
Lapis Pondasi Bawah
(sub base course)
Tanah Dasar (subgrade)
D1 = 5 cm
D2 = 15 cm
D3 = 22 cm
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan pada jalan Teuku Iskandar Daod
area kampus Universitas Teuku Umar, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketebalan pada metode AASHTO 1986 adalah 48 cm, yang terdiri dari
lapis permukaan (surface course) 8 cm, lapis pondasi atas (base course)
20 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 20 cm.
2. Ketebalan pada metode Bina Marga 1987 adalah sebesar 42 cm, yang
terdiri dari lapis permukaan (surface course) 5 cm, lapis pondasi atas
(base course) 15 cm, dan lapis pondasi bawah (sub base course) 22 cm.
3. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada
metode Bina Marga 1987 lebih baik dari metode AASHTO 1986 karena
dipengaruhi oleh faktor koefisien yang digunakan pada Bina Marga 1987
lebih kecil.
5.2 SARAN
Adapun dalam penyusunan penelitian ini penulis dapat memaparkan
beberapa saran adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan dalam menentukan perencanaan perkerasan yang baik dapat
melakukan dan menganalisa dari metode-metode yang sudah ada.
2. Untuk menganalisis efisiensi dan ekonomis, maka diharapkan akan
dilakukan penelitian lanjutan.
3. Untuk mendapatkan kualitas jalan yang baik,diharapkan juga drainase atau
saluran lebih di tingkatkan agar kualitas jalan yang baik dapat bertahan
selama umur yang direncanakan.
50
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonim, 1986. AASHTO Guide For Design of Pavement Structures
1986, American Association of State Highway and Transportation
Officials, Washington, DC, USA.
Ditjen P.U Bina Marga 1987. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen (Bina Marga
1987), Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Fahrurrozi, 2008. Pengaruh Nilai CBR Tanah Dasar Terhadap Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Kaliurang Dengan Metode Bina
Marga 1987 dan AASHTO-86, Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, D.I Jogjakarta.
Fajri, Arif, 2009. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya, Documents-Tips.com.
Irwan, lie Keng Wong, Oktober 2013. Studi Perkerasan Jalan Metode
Bina Marga dan AASHTO dengan Menggunakan Uji Dynamic
Cone Penetration (Ruas Jalan Bungku – Funuasingko
kabupaten Morowali), Konferensi Teknik Sipil 7 (Konteks 7)
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hendarsin, Shirley L, 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya, Politeknik
Bandung, Bandung.
Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova,
Bandung.
Sukoto, Imam, 1984. Mempersiapkan Lapisan Dasar Konstruksi, Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sudarsono, 1979. Konstruksi Jalan Raya, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Suprapto, 1994. Bahan dan Struktur Jalan Raya, Biro Penerbit Teknik
Sipil UGM, Yogyakarta.