44
PENGARUH PERAWATAN LUKA DENGAN PENGGUNAAN MADU TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD ULIN BANJARMASIN Oleh: Hammad ABSTRAK Diabetes Melitus merupakan gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada pembuluh darah dan persyarafan yang salah satunya akan menyebabkan luka Diabetik. Luka Diabetik ini sangat sulit sembuh karena pada pasien Diabetes Melitus mengalami ketidakseimbangan fungsi organ tubuhnya yanitu gangguan vaskularisasi. Perawatan luka diabetik ini cukup mahal dan memerlukan waktu yang lama dalam penyembuhannya . penelitian ini bertujuan menggambarkan keadaan luka diabetik pada pasien Diabetes Melitus yang dirawat di rumah sakit sebelum dan sesudah perawatan luka dengan penggunaan madu. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan pre- post design dengan pengambilan sampel pasien di RSUD Ulin Banjarmasin di ruang Penyakit Dalam menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Data diambil melalui instrumen observasi (checklist) tentang keadaan luka sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu kemudian data diolah dan dianalisa dengan statistic Non parametric (Wilcoxon Sign Rank Test) dengan SPSS 11,5 Windows. Hasil penelitian didapatkan gambaran keadaan luka diabetik sebelum dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu dan sesudah dilakukan perawatan luka dengan madu, nilai exact significant sebesar 0,002 menunjukkan adanya perbedaan hasil pada pre dan post treatment, karena nilai tersebut berada dibawah tingkat kesalahan (p= 0,002<=0,05). Dengan demikian terdapat perbedaan keadaan luka diabetik sebelum dilakukan perawatan luka dengan madu dan sesudah menggunakan madu. Sehingga disimpulkan bahwa madu dapat digunakan untuk penyembuhan luka diabetik pada pasien Diabetes Mellitus. 1

Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

PENGARUH PERAWATAN LUKA DENGAN PENGGUNAAN MADU TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA DIABETIK PADA PASIEN

DIABETES MELLITUS DI RSUD ULIN BANJARMASIN

Oleh: Hammad

ABSTRAK

Diabetes Melitus merupakan gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada pembuluh darah dan persyarafan yang salah satunya akan menyebabkan luka Diabetik. Luka Diabetik ini sangat sulit sembuh karena pada pasien Diabetes Melitus mengalami ketidakseimbangan fungsi organ tubuhnya yanitu gangguan vaskularisasi. Perawatan luka diabetik ini cukup mahal dan memerlukan waktu yang lama dalam penyembuhannya . penelitian ini bertujuan menggambarkan keadaan luka diabetik pada pasien Diabetes Melitus yang dirawat di rumah sakit sebelum dan sesudah perawatan luka dengan penggunaan madu.

Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan pre-post design dengan pengambilan sampel pasien di RSUD Ulin Banjarmasin di ruang Penyakit Dalam menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Data diambil melalui instrumen observasi (checklist) tentang keadaan luka sebelum dan sesudah dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu kemudian data diolah dan dianalisa dengan statistic Non parametric (Wilcoxon Sign Rank Test) dengan SPSS 11,5 Windows.

Hasil penelitian didapatkan gambaran keadaan luka diabetik sebelum dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu dan sesudah dilakukan perawatan luka dengan madu, nilai exact significant sebesar 0,002 menunjukkan adanya perbedaan hasil pada pre dan post treatment, karena nilai tersebut berada dibawah tingkat kesalahan (p= 0,002<=0,05). Dengan demikian terdapat perbedaan keadaan luka diabetik sebelum dilakukan perawatan luka dengan madu dan sesudah menggunakan madu.

Sehingga disimpulkan bahwa madu dapat digunakan untuk penyembuhan luka diabetik pada pasien Diabetes Mellitus.

Kata kunci: luka diabetik, perawatan, madu.

1

Page 2: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

EFFECTS OF WOUND TREATMENT USING HONEY TO HEAL DIABETIC WOUND IN PATIENT WITH DIABETES MELLITUS IN RSUD BANJARMASIN

By Hammad

ABSTRACTDiabetes mellitus is a hormonal disorder that causes complications in vascular

and neurological that one of them will lead to diabetic wounds . Diabetic wounds are very difficult to heal because of diabetes mellitus in patients experiencing an imbalance of body organ function yanitu vascularization disorders . Diabetic wound care is quite expensive and requires a long time in healing . This study aims to describe the state of diabetic wounds in patients with diabetes mellitus who were treated at the hospital before and after the use of honey in wound care .

The method used was experimental pre - post design with a sample of patients in hospitals in the space Ulin Banjarmasin Disease In using purposive sampling technique with a sample of 15 people . Data retrieved through observation instrument ( checklist ) about the state of the wound before and after wound care with the use of honey and then the data is processed and analyzed with non parametric statistics ( Wilcoxon Sign Rank test ) with SPSS 11.5 Windows .

Results, the picture of the state of diabetic wounds prior to wound care with the use of honey and after treatment wound with honey, exact value of 0.002 indicates a significant difference in the results of the pre and post treatment, because the value is below error level (p = 0.002 <= 0,05). Thus there are different circumstances prior to the treatment of diabetic wounds wound with honey and after using the honey.

Therefore concluded that honey can be used for wound healing in diabetic patients with Diabetes Mellitus.

Keywords: diabetic wounds, care, honey.

2

Page 3: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

1. LATAR BELAKANG PEMILIHAN JURNAL

Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang

melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya

komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus

digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau

penggunaan insulin. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks

disertai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai

komplikasi pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane

basalis dalam pemeriksaan dengan membrane electron (Nasrul Effendi,1998).

Berdasarkan konsep endokrinologi bahwa Diabetes Mellitus adalah gangguan

metabolisme yang ditandai dengan menurunnya kemampuan atau hilangnya sama

sekali kesanggupan tubuh untuk memanfaatkan karbohidrat. Karbohidrat biasanya

diproses dalam sel tubuh menjadi glukosa, sumber energi tubuh yang utama. Insulin,

hormon yang dihasilkan oleh pankreas dibutuhkan untuk memasukkan glukosa dari

darah ke dalam sel.

Pada pasien Diabetes Mellitus, insuin yang dihasilkan tidak memadai, itu

sebabnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terkumpul dalam darah

menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang semakin berat dari kekacauan mental sampai

koma. Berbagai macam komplikasi akibat penyakit Diabetes Mellitus ini, ada yang

memerlukan tindakan khusus, tetapi juga ada yang hanya memerlukan pengawasan

kadar glukosa secara ketat. Komplikasi menahun yang sering terjadi antara lain gangguan

mikrosirkulasi dan makrosirkulasi; ulkus, gangrene. Pada pasien Diabetes Mellitus, luka

atau jaringan tubuh yang rusak akan lebih sulit sembuh karena

ketidakseimbangan fungsi organ tubuhnya, yaitu vaskularisasi (gangguan saraf tepi)

dan sistem peredaran darah. Luka di tubuh pasien menjadi membusuk karena tidak

mendapatkan asupan darah yang cukup. Perawatan luka diabetik ini cukup

mahal. Di klinik perawatan luka dan stoma rumah sakit kanker ”Dharmais” sekurangnya

3

Page 4: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

perawatan luka tersebut menghabiskan rata-rata dua atau tiga juta rupiah dengan

lama penyembuhan berkisar dua setengah bulan (2003).

Berdasarkan apa yang praktikkan lihat di bangsal rawat inap Dahlia RSST

Klaten selama 1 minggu bahwa bangsal Dahlia merupakan salah satu ruangan kelas 2

yang menampung pasien bedah maupun pasien interna (penyakit dalam). Di bangsal

Dahlia kadang-kadang didapatkan data bahwa hampir 25% pasien yang dirawat

merupakan pasien dengan tindakan bedah seperti luka pasien Diabetes Mellitus, Hernia,

Trauma karena kecelakaan maupun pasien post operasi. Maka sangat diharapkan bahwa

perawat yang berada di ruang Dahlia maupun diruang lain yang mempunyai pasien

bedah agar dapat mengimplementasikan manfaat madu dalam perawatan luka Diabetes

Mellitus, penggunaan madu tidak hanya dapat dimanfaatkan pada pasien dengan ulkus

diabetikum saja, tetapi pasien lain dengan luka cedera karena kecelakaan atau post

operasi dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya infeksi.

Penggunaan madu dalam dunia medis adalah sebagai antibakteri karena dengan

madu memiliki tekanan osmotik yang tinggi, madu memiliki effect

terhadap Hydrogen Peroxide, dan madu memiliki Ph antara 3.2-4.5 yang dapat

mencegah pertumbuhan bakteri yang dapat menimbulkan infeksi.

Madu juga dipergunakan dalam penanganan atau perawatan gangrene pada daerah

perineum atau daerah genetalia (Tahmaz L,et al). Pada pasien postoperasi sectio

caesarea dan hysterectomi juga digunakan antara lain untuk mencegah infeksi

bakteri, meminimalkan pembentukan scar (Al-Waili NS. Saloom KY).

4

Page 5: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

2. ANALISIS JURNAL

A. RANGKUMAN JURNAL

1) Judul Jurnal

“Pengaruh Perawatan Luka dengan Penggunaan Madu Terhadap Penyembuhan

Luka Diabetik pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Ulin Banjarmasin”

2) Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen pre post

design yang menggambarkan kondisi luka diabetik pada pasien Diabetes Mellitus

sebelum dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu dan sesudah

dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu.

3) Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan lembar observasi dalam bentuk

chekslist.

4) Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus yang

sedang dan selama menjalani perawatan luka diabetik di RSUD Ulin

Banjarmasin. Sampelnya adalah pasien Diabetes Mellitus yang sedang dan

selama menjalani perawatan luka Diabetik di ruang Penyakit dalam Wanita

(PDW) dan di ruang Penyakit Dalam Pria (PDP).

Sampel diambil dengan tehnik purposive sampling yang memenuhi

kriteria pasien mau bekerjasama, pasien yang mengalami luka diabetik di daerah

kaki, luka diabetic yang dilakukan perawatan luka tapi belum diberikan madu, tidak

mendapatkan antibiotik atau obat-obatan yang langsung dengan perawatan luka.

Jumlah sampel adalah sebanyak 15 sampel, pemilihan sampel dilakukan selama 2

bulan dari bulan Juli s/d Agustus 2007.

5

Page 6: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

5) Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data awal (pre-test) dilakukan terhadap setiap pasien dengan

luka diabetik sebelum dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu melalui

instrumen observasi (checklist) meliputi warna luka, kebersihan luka, nyeri, bau dan

ukuran luka kemudian pasien dengan luka diabetik tersebut dilakukan perawatan luka

dengan penggunaan madu selama 10 hari sebanyak 2 x sehari. Postest

dilakukan pada hari terakhir menjelang pulang atau maksimal 10 hari selama

pasien dirawat.

6) Analisa Data

Data yang telah didapatkan selama 2 bulan kemudian dilakukan editing,

coding dan dianalisa dengan statistik nonparametrik yaitu Wilcoxon Sign Rank

Test dengan menggunakan program SPSS 11.5 windows.

7) Hipotesis

Ho = Tidak ada perbedaan antara perawatan luka diabetik

dengan madu dengan yang tidak menggunakan madu.

H1 = Ada perbedaan antara perawatan luka diabetik dengan

madu dengan yang tidak menggunakan madu.

8) Lokasi dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan April sampai dengan

September 2007 di RSUD Ulin Banjarmasin.

B. ANALISIS JURNALDisini kelompok akan menampilkan beberapa hal yang telah kami

diskusikan bersama terkait dengan jurnal yang kami ambil:

1. Judul “Pengaruh Perawatan Luka Dengan Penggunaan Terhadap Penyembuhan

Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD Ulin Banjarmasin”

Judul yang dituliskan diatas menurut pendapat kelompok belum terlalu spesifik,

karena tidak disebutkan di ruang mana penelitian tersebut dilaksanakan dan

6

Page 7: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

tahun berapa, karena peneliti lain barangkali ingin menganalisa jurnal untuk

dijadikan referensi penelitian mereka.

2. Jurnal ini merupakan jurnal trending topic masalah keperawatan dimana

perawatan luka seringkali dilakukan dirumah sakit yang menampung pasien

interna maupun bedah yang membutuhkan perawatan luka seperti, ulkus

diabetic, luka cedera karena kecelakaan, luka post operasi dan lain-lain.

3. Penelitian jurnal ini menunjukkan bahwa pasien yang diberikan perawatan luka

dengan madu memberikan hasil yang efektif dalam meminimalisirkan

terjadinya infeksi.

4. Metode penelitian dari jurnal ini menurut kami sudah sesuai karena penelitian

ini bersifat penelitian nyata yaitu eksperimen pre post design yang

menggambarkan kondisi luka diabetic pada pasien Diabetes Mellitus sebelum

dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu dan sesudah dilakukan

perawatan luka dengan penggunaan madu.

5. Di dalam latar belakang hanya menjelaskan pengertian dari diabetes mellitus,

namun tidak menjelaskan pengertian dari luka diabetik dan madu itu sendiri,

sehingga membuat pembaca baru yang membaca jurnal belum paham terkait

dengan manfaat madu dalam penyembuhan luka diabetik secara ilmiah.

6. Peneliti tidak memasukkan saran setelah kesimpulan pada jurnal tersebut,

sehingga peneliti lanjutan atau pembaca jurnal tidak mempunyai arah bahwa

apa yang seharusnya peneliti lanjut lakukan dalam penelitian manfaat madu

perawatan luka pada kasus lain selain kasus luka diabetik. Seharusnya saran

yang dimasukkan adalah saran untuk peneliti selanjutnya, untuk instansi

kesehatan atau rumah sakit yang menampung pasien bedah, atau instansi

pendidikan untuk lebih mempelajari dan memahami fungsi madu untuk

kebutuhan penyakit lainnya.

7

Page 8: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

TINJAUAN TEORI

1. Diabetes Mellitus

1.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul padaseseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa dara hakibat kekurangan

insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 1995).

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemia dan

berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Istilah

diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I (insulin dependen

diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan diabetes mellitus yang

berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang

abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa dan diabetes

mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip dari Waspadji, 1988).

Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes

mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus

tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atautipe apel). Kebiasaan diet

dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II keterbatasan respon sel beta pankreas yang

memproduksi insulin terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama

berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami

penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar

glukosa tinggi. Keadaan inidisertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak

untuk meningkatkan ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya

resistensi insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes

mellitus adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar

hiperglikemia (SKNH), dan hipoglikemia.

8

Page 9: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit

mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus

antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan pembuluh

darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering terjadi adalah perubahan

patologis pada anggota gerak yang bias menyebabkan luka ulkus, atau luka gangren yang bila

tidak ditangani dengan tepatakan menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi

(Iqbal,2008).

1.2 Patofisiologi

Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak.

Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik.

Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri

dari karbohidrat, protein, dan lemak.

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan

selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan dasar dari

makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak

menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam

pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di

dalam tubuh sebagai sumber energi.Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat

makanan itu harus masuk terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel,

zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah

timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin

memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk

selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon

yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai

anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian di dalam

sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada,maka glukosa

9

Page 10: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya didalam darah meningkat.

Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel

(Suyono, 2004).

Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis

initimbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yangdisebut ICA

(Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang

ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan macam-

macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain.

Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta

tetap utuh (Suyono, 2004).

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu

jelas,tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah

karbohidrat,kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang

sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah

adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada DM

tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal,

maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).

1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus

1.3.1 Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjadinya diabetes mellitus. Diit

dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap timbulnya diabetes

mellitus yang dihubungkan dengan minimnya aktivitas sehingga meningkatkan

jumlah kalori dalam tubuh.

1.3.2 Usia

Peningkatan usia juga merupakan salah satu faktor risiko yang

penting. Di bandingkan wanita pada usia 20-an, wanita yang berusia diatas 40

tahunberisiko enam kali lipat mengalami kehamilan dengan diabetes. Kadar

10

Page 11: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

gula darahyang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif

setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

1.3.3 Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika Afrika, Amerika Meksiko, Indian Amerika,

Hawai, dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit

jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh tingginya angka

tekanan darah tinggi,obesitas, dan diabetes pada populasi tersebut.

  1.3.4 Riwayat Keluarga

Meskipun penyakit ini terjadi dalam keluarga, cara pewarisan

tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai diabetes pada usia muda dengan

dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka

kesempatan untuk menyandang diabetes maupun meningkat. Ada empat bukti yang

menunjukkan transmisi penyakit sebagai ciri dominal autosomal. Pertama

transmisi langsung tiga generasi terlihat pada lebih dari 20 keluarga. Kedua

didapatkan perbandingan anak diabetes dan tidak diabetes

1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat kuat, kare

naangka konkordansi diabetes tipe 2 pada kembar monozigot mencapai 100

persen.Resiko keturunan dan saudara kandung pasien penderita NIIDM lebih

tinggi dibanding diabetes tipe 1. Hampir empat persepuluh saudara kandung

dan sepertiga keturunan akhirnya mengalami toleransi glukosa abnormal

atau diabetes yang jelas.

1.3.5 Kegemukan (Obesitas)

Overweight dan obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko

sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan.

Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa

hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe

11

Page 12: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis

kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah

diabetes tipe II, hipertensi,dan hiperkolesterolemia. NHANES III menyebutkan bahwa

kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita dibetes tipe 2. Obesitas merupakan

faktor resikoutama pada penderita diabetes tipe 2.

1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi yang paling banyak. Hal ini

berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya

pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari

gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan

mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang

menuju aliran saraf dan kulit. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung

menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya

aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini

2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk melalui

pembuluh darah besar bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),

sedangkan pembuluh darah kecil bisamelukai mata, saraf, dan kulit serta memperlambat

penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang

jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan

mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah

mata bias menyebabkan gangguan penglihatan, akibat kerusakan pada retina mata (retinopati

diabetikum).

Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus

menjalani cuci darah. Gangguan saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk, misalnya jika

satu saraf mengalami kelainan fungsi, maka sebuah lengan atau tungkai bisa secara tiba-tiba menjadi

lemah. Jika saraf yang menuju ketangan, dan tungkai mengalami kerusakan, makapada lengan

dan tungkai bisa merasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar atau kelemahan.

12

Page 13: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit sering mengalami cedera karena penderita tidak

dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah kekulit juga

bisa menyebabkan ulkus atau borok diamana proses penyembuhannya akan berjalan secara

lambat hingga menyebabkan amputasi (Soegondo, 2007).

2. Luka Diabetik

2.1 Definisi

Luka diabetik adalah : luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan

gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik adalah

luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainanpembuluh darah dan

kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu akan berlanjut

menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007).

Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa

darahpenyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangkawaktu

yang lama dapat menimbulkan masalah ada kaki penyandang diabetes (nita-

edicastore.com).

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan system

pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan

sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral vascular

disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada arteriosklerosis

adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada aterosklerosis adanya akumulasi

”plaques” pada dinding arteri berupa ; kolesterol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit,

dan kalsium (Suriadi, 2004). Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah

amputasi adalah rendah, diperkirakan hanya sekitar 25%.

2.2 Klasifikasi Luka Diabetik 

Wagner (1983) berdasarkan luas dan kedalaman luka membagi gangrene

diabetik menjadi 6 bagian yaitu, (1) kulit utuh tapi ada kelainan pada kaki akibat neuropati, (2)

draft I : terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit, (3) draft II: ulkus dalam,

13

Page 14: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

menembus tendon/tulang, (4) draft III : Ulkus dengan atau tanpa osteomilitis, (5)

draft IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi

jaringan), (6) draft V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

(Misnadiarly, 2008). Sedangkan Brand dan Ward (1987) membagi gangren

berdasarkan faktor pencetusnya menjadi 2 golongan yaitu : (1) kaki diabetik akibat

iskemia (KDI), disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya

makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama

daerah betis. Gambaran klinis KDI adalah penederita mengeluh nyeri saat istirahat,

pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurangkuat, didapatkan ulkus

sampai gangren. (2) Kaki diabetik akibat neuropati (KDN), terjadi kerusakan saraf

somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Pada klinis ini di jumpai

kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, edemkaki, dengan pulsasi pembuluh darah

kaki teraba baik.

2.3 Gangren Diabetik 

Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bias melebar, ditandai

dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan

oleh bakteri (Ismayanti, 2007). Beberapa factor secara bersama-sama berperan pada

terjadinya ulkus atau gangren diabetes. Banyak faktor yang mempengaruhi luka diabetes, dimulai

dari faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita diabetes, adanya neuropati ,

faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk aliran darah ke kaki tempat luka, faktor

kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak

terkendali, serta kemudian faktor ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah

gangren diabetik (Rinne, 2006).

Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropatiperifer,

(2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tinggi

mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun,

usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayatmerokok, penurunan denyut nadi perifer,

14

Page 15: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau

kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).

Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki

dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki

atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula

berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan

akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan

oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal,

cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan

(akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang

menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).

Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah (1) evaluasi keadaan kaki

dengan cermat, keadaan klinis luka, gambaran luka radiologi (adakah benda asing, osteomielitis,

gas subkutis), lokasi luka, vaskularisasi luka, (2)pengendalian keadaan metabolik sebaik-

baiknya, (3) debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup, (4) biakan

kuman baik aerob maupun anaerob, (5) antibiotik yang adekuat, (6) perawatan luka yang

baik,balutan yang memadai sesuai dengan keadaaan luka, (7) mengurangi edem, (8) non weight

bearing: tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact

casting, (9) perbaikan sirkulasi-vakuler, (10) tindakan bedah atau rehabilitatif untuk

mencegah perluasan luka dan kecepatan penyembuhan,(11) rehabilitasi.

2.4 Patofisiologi

Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkontribusi

terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya

pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai neuropati

perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi.

Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan“ pheripheral vasculal diseases”.

Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan

15

Page 16: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

diabetik neuropati yang berdampak pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot-

otot halus, kelenjar dan organ visceral.

Dengan adanya gangguan pada saraf autonom pengaruhnya adalah terjadinya

perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian

kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian anti biotik tidak mencukupi atau

tidak dapat mencapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada

lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi

kering, anti hidrosis; yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi

untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang

mempengaruhi kapadatan saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi

nyeri, tekanan dan perubahan temparatur (Suryadi, 2004).

2.5 Perawatan luka diabetik 

Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan perawatan luka diabetik adalah

mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat proses pemulihan luka. Ulkus yang

tidak dirawat dengan baik dapat mengakibatkan timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang

sudah membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan

membau disertai pembusukan oleh bakteri. Gangren diabetik diklasifikasikan menjadi lima

tingkatan yaitu (1) Tingkat 0, Resiko tinggi untuk megalami luka pada kaki, tidak ada

luka. (2) Tingkat 1, luka ringan tanpa adanya infeksi, biasanya luka taerjadi akibat kerusakan

saraf, kadang timbul kalus. (3) Tingkat 2 luka yang lebih dalam, sering kali dikaitkan

dengan peradangan jaringan sekitarnya. Tidak ada infeksi pada tulang dan

pembentukan abses. (4) Tingkat 3 luka yang lebih dalam hingga ketulang dan berbentuk abses.

(5) Tingkat 4 gangren yang teralokasi, seperti pada jari kaki, bagian depan kaki atau

tumit. (6) Tingkat 5, gangren pada seluruh kaki (Rinne,2006).

Pasien dapat diberikan antiagregasi trombosit, hipolipidemik dan hipotensif

bila membutuhkan. Antibiotik pun diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik

berupa golongan penisilin spektrum luas, kloksasilin/diklosasilin dan golongan aktif

seperti klindamisin atau metronidazol untuk kuman anaerob. Prinsip terapi bedah

16

Page 17: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan

nekrotik dan mengeliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindakan operatif

pada luka diabetes dapat berupa tindakan bedah kecil seperti insisi dan pengaliran

abses, debridement dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi

yang tepat. Prioritas tinggi harus diberikan untuk mencegah tejadinya luka baru, jangan

membiarkan luka kecil, sekecil apapun luka tersebut dapat menjadi besar dan akhirnya mengarah

pada luka gangren yang proses penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama (Yumizone,

2008).

Penyembuhan luka terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai

prosesinflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan

debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka

diabetik yang memuaskan dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami

pasien dalam keadaan kotor atau tidak, ada pusa atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak.

Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya

menggunakan antiseptik dan kassa steril. Jika ada jaringan nekrotik sebaiknya dibuang daengan

cara digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang

mulai tumbuh). Lihat kedalam luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapatsinus

(luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, sebaiknya disemprot

(irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus terdapat banyak

kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi dan sore), setelah dilakukan

perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan

dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl). Setelah luka dibersihkan lalu tutup

dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka, dalam penutupan dengan

kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika jaringan luar ikut tertutup akan

menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur

NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut

(Ismayati, 2007).Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan

ada penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab

17

Page 18: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati,

2007).

2.6 Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena proses penyembuhan

luka adalah kegiatan bio-seluler, bio-kimia yang terjadi berkesinambungan.

Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai

substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses

penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme

penyembuhan luka dan aplikasi klinis saat ini telah dapat diperkecil dengan

pemahaman dan penelitian yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan

pemakaiaan bahanpengobatan yang berhasil memberikan kesembuhan.

Peran fibroblast sangat besar dalam proses perbaikan, yaitu

bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan

digunakan selama proses konstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal tanpa perlukan,

pemaparan sel fibroblast sangat jarang dan biasanya tersembunyi di matriks jaringan penunjang.

Sesudah terjadi luka fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam

daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa

substansi (Kolagen, elastin, Inyalruounc acid, fibronectin dan profeoglycans) yang

berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah

membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan

dikeluarkannya substrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh

darah baru dan juga fibroblast sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.

Sejumlah sel pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru

tersebut berfungsi sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas

dengan aktivitas sintetiknya di sebut fibroblasia, migrasi, deposit jaringan matriks,

kontraksi luka.

Angiogenesis suatu pembentukan pembuluh kapiler baru di dalam luka,

mempunyai peran penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka.

18

Page 19: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Vaskularisai yang tidak lancar, penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat

(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus

yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakan suatu respon untuk

memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup didaerah luka karena oksigen. Pada fase ini fibroplasia

dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan di pengaruhi oleh substansi yang di

keluarkan oleh plateletdan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelasi, dimana fibroblas mengeluarkan

“karatinocyle growth factor” (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis selepitel.

Keratinasasi akan di mulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barier yang

menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis

ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka,

fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas

melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan leibh menonjol pada luka dengan defek

luas dibandingkan dengan defek luka. Minimal Fase proliferasi akan berakhir jika epitel

dermis dan lapisan kolagen terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan di percepat

oleh berbagai growth factor yang dibentuk makrofag dan platelet.

Fase maturasi fase ini terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali

jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan gravitasi, pada minggu ke 3 setelah

perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah

penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan

granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai

regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan

parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah

perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan di dilanjutkan

pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen muda (gelatinious collagen) yang terbentuk

pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat

danstruktur yang lebih baik (proses re-modelling).

19

Page 20: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal di perlukan keseimbangan antara

kolagen yang diproduksi dengan yang di pecahkan. Kolagen yang berlebihan akan

mengakibatkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya

produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka di katakan sembuh apabila telah terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan

jaringan kulit sehingga mampu melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses

penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari

kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda

dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan yang kurang gizi, dan yang

disertai oleh penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Tawi,2004).

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi luka gangren diabetes mellitus

Faktor-faktor yang mempengaurhi penyembuhan luka gangren diabetes

mellitus secara umum adalah faktor intrinsika yaitu; (1) usia, semakin tua akan

semakin lama proses penyembuhan luka berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan

elastisitas dalam kulit dan perbedaan penggantian kolagen yang mempengaurhi penyembuhan

luka, (2) status penyakit dan pengobatan, penderita yang mengalami penyakit seperti DM,

yang dapat menyebabkan terjadinya mikroangiopai, neuropati dan masalah khusus yang terjadi pada

penderita akan mempersulit penyembuhan, (3) status nutrisi, zat makanan yang masuk

kedalam tubuh seperti protein sangat dibutuhkan dalam proses neo-vaskularisasi,

proliferasi fibroblast, sintesa kolagen dan remodeling luka. Asam amino adalah

komponen struktural protein dan merupakan bagian penting dari

deoxyribonucleicacid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Ini memberikan pola untuk

mitosis seldan enzim yuang dibutuhkan dalam pembentukan jaringan, (4) oksigenasi dan perfusi

jaringan, oksigen berpengaruh dalam angiogenesis, fungsi fibroblast, epitelisasi dan

resistensi terhadap infeksi.

Perfusi jaringan saling terkait dengan oksigenasi jaringan.Perfusi jaringan yang baik

merupakan hal yang essensial untuk oksigenasi. Volume darah beredar yang adekuat membawa

hemoglobin yang kaya 02

20

Page 21: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

ke jaringan. Masalah yang berkaitan dengan perfusi jaringan dan oksigenasi dapat

diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler, paru dan hipovolemia, (5) merokok, hal ini

juga mengurangi perfusi dan oksitgenasi jaringan dan menimbulkan efek merugikan

pada proses penyembuhan luka. Kemudian faktor Ekstrinsika yaitu, (1) adanya teknik pembedahan

yang buruk, jika jaringan di tangani secara kasarselama pembedahan, maka jaringan mengalami

kerusakan yang luas, mengakibatkan hematom. Hal ini dapat meningkatkan resiko infeksi akibat

hematom yang pecah. Ruang mati (dead space) mungkin juga terjadi jika jaringan tidak diperbaiki

secara tepat selama pembedahan dan memberi peluang untuk berkembangnya infeksi

luka, (2) drug treatment , obat juga mempengaruhi penyembuhan luka seperti steroid,

obat anti inflamasi, obat antimitotik dan terapira diasi. Steroid menghambat seluruh

fase penyembuhan luka, menghambat fagositosis, sintesa kolagen dan angiogenesis,

(3) manajemen luka yang tidak tepat, penggunaan teknik pembalutan yang tidak

tepat, pemilihan dan penggunaan bahan balutan yang kurang tepat atau penggunaan antiseptik

solution yang semestinya tidak diperlukan dapat menghambat proses penyembuhan

luka, (4) psikososial yang merugikan, berbagai jenis faktor psikososial dapat memberikan efek

merugikan pada penyembuhan luka seperti: buruknya pemahaman dan penerimaan

terhadap program pengobatan atau kecemasan yang berkaitan dengan perubahan pada pekerjaan,

penghasilan, hubungan pribadi dan body image  (Morison, 1992), (5) infeksi, dari semua

faktor yang memperlambat penyembuhanluka, infeksi adalah yang paling penting. Infeksi

dapat terjadi jika selamapersiapan pembedahan, selama pembedahan dan setelah pembedahan

tidak dilakukan dengan prinsip aseptik dan antiseptik yang baik. Jenis luka dan lokasi

pembedahan juga mempengaurhi resiko infeksi pada luka insisi.

2.8 Kriteria Luka Sembuh

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap

cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada cedera

jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis,

misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah.

21

Page 22: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

Push Score (length x widht, tissue type, exudate amount) adalah salah satu acuan

dalam identifikasi proses penyembuhan luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika

mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase

proliferatif, dan fase maturasi (Morison,2004). Kemudian disertai dengan berkurangnya

luasnya luka, jumlah exudates berkurang, jaringan luka semakin membaik (NPUAP, 1997).

3. Madu

3.1 Definisi

Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu. Oleh lebah

nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan

oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) termasuk dalam superfamili apoidea. Madu

adalah obat alami karena tidak perlu diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan

tinggal diolah dari sarangnya (Susan, 2008).

3.2 Kandungan Madu

Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifatdapat membunuh

mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin (1997), peneliti

dari fakultas kedokteran Universitas Malaysia, di Kuala Lumpur adanya senyawa organik

yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol, dan glikosida. Selain itu dalam madu

terdapat banyak sekali kandungan vitamin, asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi

tubuh sebagai pengobatan secara tradisional, antibod, dan penghambat pertumbuhan

sel kanker, atau tumor. Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non

essensial.

3.3 Pemanfaatan Madu

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai anti septik dan

antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar proses sirkulasi yang

berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith,2003). Madu juga merangsang pertumbuhan

22

Page 23: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

jaringan baru sehinga selain mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau

bekas luka pada kulit. Madu memiliki efek osmotik dengan tinginya kadar gula dalam madu

terutama fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki efek osmotik

yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam tubuh

sukar tumbuh dan berkembang. Madu memiliki kadar asam yang tingi dengan pH sekitar

antara 3.2 - 4.5 (sangat asam). Dengan adanya kadar asam yang tingi inilah mikroorganisme

yang tidak tahanasam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah

atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut. Madu

menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan dapat

mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi sebagai antioksidan karena

adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara tidak langsung madu mengeliminasi

zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita (Abdillah, 2008). Dari beberapa penelitian yang

dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal Burhan dari universitas Iskandariyah Mesir pada

tahun 1991 menyebutkan madu sangat efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan

eksperimen pengobatan terhadap luka bakar dengan menggunakan madu dan setelah dilakukan

perbandingan dengan pengobatan modern yaitu SS, hasilnya setelah 7 hari, kelompok

yang diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan SS hanya

7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15 hari, 87% pasien yang diobati

madu sembuh sedangkan yang diobati dengan SS hanya 10%yang sembuh. Penelitian pada tahun

1992 dan 1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu, hanya 20%

yang menyisakan luka luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern dengan obat

farmakologis menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas luka (Suryadhine,

2007).

Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah paradokter di

Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Walitelah berhasil

mencapai tingkat penyembuhan tertingi 86% untuk penyakit infeksi kulit karena

jamur (Iqbal, 2008). Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan

madu efektif dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnnya rendah, juga

pH madu yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan

23

Page 24: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh kita (Iqbal, 2008). Dalam perawatan luka diabetes

madu dapat digunakan dengan cara madu ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka di

balut terlebih dahulu luka haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai

merata menutup seluruh permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah

diolesi madu terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini

tidak dianjurkan (Iqbal, 2008). Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut

madu yang kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung rembesan

cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka

yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah dibersihkan.

3.4 Terapi Madu pada luka Gangren

Penggunaan madu pada luka gangren tergantung dari jumlah cairan yang

keluar dari luka. Frekuensi penggantian pembalut madu tergantung dari beberapa

cepat madu tercampur dengan cairan yang keluar dari luka. Luka yang tidak  mengeluarkan

cairan, penggantian pembalut dapat dilakukan 3 kali semingu. Cara pemberian madu

yang baik adalah madu ditaruh dahulu pada pembalut yang dapat menyerap madu, karena apabila

dituangkan langsung, madu akan menyebar kemana-mana dan tidak mengenai sasaran. Balutan

yang digunakan harus yang berpori agar madu dapat mencapai bagian tubuh yang luka.

Pembalut alginate yang diisi madu dapat juga di pakai sebagai pengganti pembalut

dari selulosa karena alginate akan berubah menjadi gel yang lunak yang mengandung madu.

Madu aman untuk dioleskan langsung ke daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam

air dan mudah dibersihkan. Dianjurkan selama penggunaan madu ini, pasien tetap dalam

pengawasan dokter (Iqbal, 2008) penerapan terapi madu pada luka gangren

diabetes dapat dilihat pada protokol penelitian efektivitas madu terhadap penyembuhan

luka DM.

24

Page 25: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL

A. Kelebihan Jurnal

Jurnal yang berjudul “Pengaruh Perawatan Luka Dengan Penggunaan Madu Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Rsud Ulin Banjarmasin” ini memiliki beberapa kelebihan sehingga menurut kami sangat sesuai untuk kami angkat, berikut beberapa rangkuman kelebihan jurnal ini:

1. Jurnal ini merupakan jurnal trending topic masalah keperawatan dimana

perawatan luka seringkali dilakukan dirumah sakit yang menampung pasien

interna maupun bedah yang membutuhkan perawatan luka seperti, ulkus

diabetic, luka cedera karena kecelakaan, luka post operasi dan lain-lain. Madu

juga dipergunakan dalam penanganan atau perawatan gangrene pada daerah

perineum atau daerah genetalia (Tahmaz L,et al). Pada pasien postoperasi

sectio caesarea dan hysterectomi juga digunakan antara lain untuk mencegah

infeksi bakteri, meminimalkan pembentukan scar (Al-

Waili NS. Saloom KY).

2. Penelitian jurnal ini menunjukkan bahwa pasien yang diberikan perawatan

luka dengan madu memberikan hasil yang efektif dalam meminimalisirkan

terjadinya infeksi.

3. Metode penelitian ini adalah eksperimen pre post design yang

menggambarkan kondisi luka diabetic pada pasien Diabetes Mellitus sebelum

dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu dan sesudah

dilakukan perawatan luka dengan penggunaan madu.

B. Kekurangan Jurnal

1. Judul “Pengaruh Perawatan Luka Dengan Penggunaan Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD Ulin Banjarmasin”. Judul yang dituliskan diatas menurut pendapat kelompok belum terlalu spesifik, karena tidak disebutkan di ruang mana penelitian tersebut dilaksanakan dan tahun berapa, karena peneliti lain barangkali ingin menganalisa jurnal untuk dijadikan referensi penelitian mereka.

25

Page 26: Analisis Jurnal Prwtn Luka Dg Madu

2. Di dalam latar belakang hanya menjelaskan pengertian dari diabetes mellitus, namun tidak menjelaskan pengertian dari luka diabetik dan madu itu sendiri, sehingga membuat pembaca baru yang membaca jurnal belum paham terkait dengan manfaat madu dalam penyembuhan luka diabetik secara ilmiah.

3. Peneliti tidak memasukkan saran setelah kesimpulan pada jurnal tersebut, sehingga peneliti lanjutan atau pembaca jurnal tidak mempunyai arah bahwa apa yang seharusnya peneliti lanjut lakukan dalam penelitian manfaat madu perawatan luka pada kasus lain selain kasus luka diabetik. Seharusnya saran yang dimasukkan adalah saran untuk peneliti selanjutnya, untuk instansi kesehatan atau rumah sakit yang menampung pasien bedah, atau instansi pendidikan untuk lebih mempelajari dan memahami fungsi madu untuk kebutuhan penyakit lainnya.

4. SARAN

1. Setiap ruangan yang memiliki pasien dengan kasus bedah diharapkan

dapat memberikan program terapi madu dalam perawatan luka pada

pasien dengan luka diabetik untuk mempercepat penyembuhan luka serta

meminimalisir terjadinya infeksi pada luka tersebut. Melibatkan keluarga

dan berikan penyuluhan kesehatan mengenai kateter yang terpasang pada

tubuh pasien bagaimana untuk perawatannya.

2. Selain penggunaan madu pada pasien dengan kasus luka diabetik, perawat

juga diharapkan dapat mengaplikasikan penggunaan madu pada pasien

dengan luka terbuka lainnya, seperti cedera karena kecelakaan serta pasien

dengan post operasi.

26