Upload
putu-aria-singsingan
View
22
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ulasan tentang peran pemimpin informal yang ada di india dalam area "slump" atau daerah kumuh. di jelaskan di dalamnya pola dan bagaimana relasi kepemimpinan itu terbentuk.tugas kuliah Politik Representasi
Citation preview
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
Analisis Jurnal Governanace in the Gullies : Democratic Responsiveness and Leadership in Delhi Slums
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati menggunakan metode etnografi dan
penelitian kualitatif. Cakupan penelitian meliputi daerah-daerah lingkungan kumuh yang
berada di Delhi, salah satu wilayah India. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini
adalah tentang bagaimana pengelolaan sebuah kawasan yang dalam konteks masyarakat
secara lokal termarginalkan. Selain pengelolaan daerah yang dilakukan oleh para pemimpin
lokal ini, permasalahan yang coba diangkat adalah tidak lain tentang ketidak mampuan
pemerintah setempat untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan kawasan lingkungan
kumuh yang banyak merebak di beberapa wilayah India. Penataan kota serta minimnya
ketersediaan akan hunian yang layak tinggal serta terjangkau bagi masyakat yang berada
dalam lingkungan kumuh menjadi masalah yang cukup pelik dan sulit terselesaikan oleh
pemerintah setempat. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah peran para local big men atau
penguasa koloni stempat mengkordinir serta mempertahankan eksistensi komunitasnya dan
menggunakannya sebagai alat politik untuk mendapatkan akses-akses tertentu. Penjelasan
dibawah akan memberikan gambaran awal tentang kondisi serta permasalahan yang diangkat
serta menjadi concern penelitian.
a. Adaptasi stuktur tradisional
Pengelolaan lingkungan Slum Area tidak lepas dari komunitas tradisional dan
struktur lokalitas yang dibuat pada suatu lingkup tertentu. Seperti yang dipaparkan
dalam tulisan ketika terjadi permasalahan sengketa tanah dan permasalahan
perkawilan ada beberapa individu atau kelompok tertentu yang mengorganisir
permaslaahan tersebut.
Rajiv Colony(nama koloni tempat tinggal di Slum Area)
(bagan diasumsikan dari pembacaan artikel)
Dholakwalas Rajasthanis Bengalis
Pradhan
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
Jika melihat dari rujukan bagan serta bacaan pada jurnal dapat didapat suatu kesimpulan.
Bahwa dalam suatu pemukiman lokalitas yang terdapat dikawasan kumuh memiliki model
pemerintahan sendiri yang terbangun atas sinergi dari beberapa suku/etnis yang ada, seperti :
Dholakwalas, Rajasthanis dan Bengalis. Pola relasi yang terbangun pada dasarnya melibatkan
semua etnis yang ada, hanya saja etnis Bengalis yang diwakili kaum muslim tidak terlalu
berpartisipasi aktif dalam pengorganisasian komunal di tempat mereka tinggal. Sehingga
yang terbangun adalah kepemimpinan dari 2 etnis besar, yang masing-masing memiliki
wakilnya dalam suatu pemerintahan komunitas yang disebut “Pradhan”.
Keterwakilan masing-masing individu tidak hanya berbasis pada senioritas, tetapi juga
meliputi struktur sosial yang meliputi masing-masing individu atau keterwakilan ini juga
melibatkan sistem kasta dalam pemilihannya. Jadi secara sosial pemilihan dan keterwakilan
tesebut dapat dinilai legitimate oleh semua kalangan. Pradhan ini berfungsi sebagai
pemimpin lokal yang terdiri dari para tetua dan senior etnis Dholakwalas dan Rajasthanis.
Dan kemudian Pradhan lah yang mengelola segala aktifitas lingkungan seperti urusan
perkawinan sampai pemasalahan tempat tinggal.
b. Kepemimpinan Modern dan Afiliasi Politik
Kepemimpinan Pradhan dalam sebuah lingkup wilayah telah banyak membuat
catatan tersendiri dalam perjalanannya. Sesuai fungsinya sebagai fasilitator warga
yang berada dalam lingkup permukiman kumuh, para Pradhan sadar akan
kewajibannya untuk membangun kredibilitas dan legitimasi. Hal ini ditunjukan
dengan keterlibatan mereka dalam mengelola black market, identitas
kewarganegaraan (KTP), dan jaminan akan hak-hak sosial (terutama tentang bahan
pangan). Namun yang menjadi menarik pada pembahasan kepemimpinan kali ini ada
2 sudut pandang legimasi kekuasaan itu dapat diakui dalam lingkup sebuah Slum
Area. Pertama, dengan mengidentifikasikan kekuasaan dengan paksaan. Dan kedua,
seseorang yang memiliki pengetahuan dan dapat mewakilkan atas daerahnya,
biasanya bersifat politis sebagai penyambung aspirasi dengan pemimpin formal di
daerah.
Pemaparan contoh dikutip dari 2 pemimpin Pradhan (Radha dan Ganeshan) yang
berada di wilayah Lakhsmi koloni. Contoh yang diambil menjelaskan bagaimana
aturan main serta mekanisme seorang Pradhan itu bermain dalam kebijakan politis
yang mewakili Slum Area. Pertama, Radhan dengan afiliasi politiknya dengan
pemerintahan yang berkuasa. Radhan yang nota bene-nya sebagai aktivis salah satu
gerakan nasional menerima jaminan dari para anggota partai. Dengan ketekatannya
pada ranah-ranah kekuasaan memungkinkan terbukanya unit-unit fasilitas publik
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
yang dapat diakses bagi penduduk di wilayah Slum Area, seperti akses air bersih,
sekolah, listrik dan sebagainya.
Kedua, Ganeshan dengan afiliasi pejabat listrik setempat. Ganeshan sebagai salah
seorang Pradha mengafiliasikan dirinya sebagai aktor intermediary, sedikit berbeda
dengan Radha yang mengedepankan akuisisi dengan kekuasaan formal untuk
mengakses fasilitas publik, Ganeshan mengkordinir keinginan masyarakat akan
tersedianya listrik melalui koneksi pejabat listrik setempat.
Dari upaya-upaya yang dilakuakan para Pradhan diatas setidaknya telah
membuka ruang bagi masyarakat permukiman kumuh yang termarjinalkan dan
terasing dari wilayahnya sendiri untuk dapat berkomunikasi dengan pemerintah atau
otoritas setempat yang berwenang serta memberikan cara-cara untuk mengakses
kepentingan-kepentingan publik.
Bagi para penghuni permukiman kumuh yang terpenting adalah bagaimana
efektifitas pengelolaan collective goods itu berjalan dan berkesinambungan sesuai
kontekstasi kebutuhan masyarkat sekitar. Juga dapat disimpulkan peranan dan
kekuatan legitimasi pada Pradhan ditentukan dari kekuatan mereka untuk
mewujudkan “mimpi berasama” di suatu wilayah Slum Area.
c. Kepemimpinan Lingkungan Kumuh yang Terrbaru
Berbeda dengan lingkungan kumuh lainnya. Mandanpuri koloni punya masalah
yang lebih kompleks dari segi pengelolaan wilayah serta kepemimpinan. Tidak
adanya upaya asosiasi formal maupun informal yang dilakukan dari dalam (di lingkup
mandanpuri) maupun dari luar(pemerintah setempat) tempat penampungan massa
tersebut menimbulkan krisis tersendiri. Minimnya sanitasi, ancaman akan
penggusuran oleh pemerintah setempat, serta lokalitas kepemimpinan yang tidak
timbul secara sukarela menyebabkan wilayah ini lebih bermasalah dibanding kawasan
kumuh lainnya. Namun sekali lagi aktor representasi kembali timbul, meskupun
dengan proses yang tidak disengaja. Adalah Manoj Kumar yang telah mendapatkan
legitimasi secara tidak langsung atau tidak melalui mekanisme pemilu seperti pada
Pradhan lainnya.
Legitimasi ini didapat ketika terjadi beberapa kali insiden yang menjadikan
namanya sebagai titik sentral dari perhatian Koloni Mandanputri. Adapun beberapa
langkah yang dia ambil sebagai berikut : Pertama, dia membuat kuil untuk tempat
berkumpulnya para warga. Sebagai public sphere keberadaan kuil sangat vital karena
selain digunakan sebagai media komunikasi antar individu disebuah lingkup
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
komunitas, keberadanya penting untuk menegaskan eksistensi jati diri sang pemilik,
yang tidak lain adalah Manoj Kumar itu sendiri. Dan yang menjadi nilai tambah
selanjutnya adalah kuil tersebut selamat dari upaya penggusuran pemerintah. Secara
tidak langsung masyarakat kemungkinan akan melihat betapa kuatnya pengaruh
Manoj Kumar melawan pemerintah lokal dan mempertegas kans positif dimasyarakat,
terlebih lagi dia juga masyarakat asli lingkungan Mandanpuri. Kedua, menyambung
silaturahmi dua kebudayaan. Dengan menikahi etnis Bengali, Kumar yang berasal
dari seorang Hindi telah membangun jembatan komunikasi antar kebudayan, antara
Islam dan Hindu. Yang dimana pada tulisan diatas sebelumnya etnis Bengali kurang
berpartisipasi aktif dalam pengorganisasia masa dalam komunitas, citra etnis sedikit
terangkat karena akan mensejajarkan pola kehidupan dengan etnis-etnis lain dalam
komunitas. Ketiga, sebagai penguhubung antara masyarakat dengan pemerintah.
Sekali lagi ditunujukan para aktor lokal leader ini selalu mengupayakan dirinya
sebagai jembatan komunikasi antara masyarkat dan pemerintah. Pengajuan
komunikasi ini terkait dengan masalah pendidikan.
Berdasar tinjauan kasus diatas, legimiasi datang bukan dari cara-cara paksaan
ataupun dari keterwakilan yang dapat direpresentasikan oleh aktor tertentu.
Legitimasi hadir dengan sendirinya ketika tidak adanya supporting system dan
minimnya kepemimpinan lokalitas untuk mengurus urusan-urusan publik.
Representasi yang hadir adalah bentuk dari kulminasi keadaan yang memaksa suatu
komunitas untuk menunjuk “represent” seseorang secara tidak langsung, suka
ataupun tidak suka, untuk mewakilinya dalam misi tertentu.
Penegasan akan bentuk bentuk informal leader kemuadian dijabarkan secara kualitatif
dan mengambil poin-poin penting didalamnya. Pradhan sebagai fasilitator dan jembatan
penghubung anatara penghuni Slum Area dengan otoriatas pemerintah setempat memiliki
mekanisme peran yang berbeda tergantung konteks kewilayahannya. Pada Koloni Laksmi
misalanya, kondisi wilayah yang cukup mapan dan kemudahan untuk mengakses fasilitas
publik di kondisikan oleh Pradhan sebagai arena kekuasaan yang dimilikinya. Sehingga
fungsi yang kemudian timbul adalah sebagai fasilitator akan akses-akses publik service serta
menghubungkan keinginan para penduduk area pemukiman kumuh akan kebutuhan tertentu
melalui orang-orang dalam birokrat maupun partai politik. Namun lain halnya lagi jika
konteks kewilayahan pemukiman tersebut minim akan akses dan sumberdaya, kondisi yang
kemudian lahir dari seorang Pradhan adalah wujud legitimasi secara tidak langsung yang
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
mempercayakan Manoj Kumar sebagai tokoh yang di segani di Mandanpuri untuk mewakili
mereka utuk berkomunikasi dengan otoritas setempat.
Penerapan model kepemimpinan memiliki klasifikasi berdasarkan kondisi suatu
lingkungan Slum Area, apakah lingkungan tersebut memiliki komunitas yang heterogen?
Atau sebaliknya. Kontekstasi jumlah lingkup komunitas yang ada didalam suatu koloni
menentukan arah serta kepemimpinan Pradhan yang berbeda-beda di tiap wilayahnya. Pada
daerah seperti Rajastani dan Dholakwalas misalnya, kondisi lingkungan yang homogen
memiliki budaya yang sama yaitu Hindu, sepakat menggadaptasi sistem panchayat atau
mungkin dapat diartikan sistem ini merujuk seperti mekanisme kasta yang ada di tatanan
struktur kebudayaan Hindu. Lain halnya dengan struktrur koloni yang memiliki basis
heterogenitas didalamnya, struktur seperti ini menuntut pola dan gaya kepemimpinan baru
dalam mengorganisir komunitasnya. Seperti yang telah ditunjukan dari beberapa penjabaran
diatas. Mekanisme kepemimpinan yang mungkin hadir dalam konteks komunitas berbasis
heterogenitas adalah seperti contoh kasus Manoj Kumar dan Radha. Yang masing-masing
memiliki cara mengafiliasikan dirinya melalui ranah politik dan perkawinan silang yang
menjembatani hubungan sosial horizontal antara individu dalam suatu koloni. Juga tidak
luput dari perhatian adalah berapa lama koloni tersbut terbangun sehingga menghasilkan
proses-proses yang mendorong terciptanya sinergisitas masing-masing individu.
Analisis lebih lanjut kemudian difokuskan tentang fungsi Pradhan secara umum.
Adapun dari hasil temuan yang didapat sebagai berikut :
Pradhan sebagai jembatan komunikasi antara para penghuni Slum Area dengan
politisi, memiliki peran sentral dalam pemilu. Peran ini kemudian diakuisisi dengan
kepentingan lokalitas. Sehingga yang terjadi kemudian adalah barter kepentingan
antara politisi dan Pradhan. Bargaining politics ini diwujudkan dalam bentuk jaminan
sosial akan pelayanan publik, yang ditukar dengan suara untuk pemilihan elektoral
yang melibatkan blok atau kawasan yang dihuni para pemukim di Slum Area.
Mekanisme yang lebih umum adalah memproteksi komunitas melalui Pradhan.
Proteksi yang di tunjukan oleh Pradhan meliputi akan jaminan hak dan tempat
tinggal seorang individu yang terlingkup didalam suatu koloni. Pradhan biasanya
menjadi garda terdepan bagi para penguhi apabila keberadannya mulai diusik oleh
polisi lokal setempat dan birokrat yang mengancam eksistensi hak tinggal mereka.
Pradhan sebagai mekanisme untuk melayani dan memimpin area lingkungan kumuh
tercipta dari relasi yang terbangun antara kepentingan-kepentingan sejumlah pihak. Analisis
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
dapat dikaji lebih jauh tentang bagaimana pola interaksi yang dibangun Pradhan sebagai
informal institution untuk mengkooptasi nilai-nilai yang dapat mereka gunakan memereas
pejabat publik dengan cara yang lebih halus. Negara yang diwakilkan pejabat-pejabat publik
didalamnya terpaksa harus mengkoordinir kepentingan-kepentingan para kelompok yang
termarjinalkan ini karena masih merupakan bagian dari tanggung jawab negara.
Rujukan akan relasi yang terbangun ini dapat kita lihat dari kriteria serta Tipologi
sebuah institusi non formal dalam mengelola tujuannya. Gretchen Helmke dan Steven
Levitsky telah mengkategorisasikan beberapa tipologi umum yang tercipta dari sebuah
institusi non formal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
TYPOLOGY OF INFORMAL INSTITUTIONS1
Effective Formal Institutions Ineffective Formal
Institutions
Compabile Goals Complementary Subtitutive
Conflicting Goals Accomodating Competing
Perubahan dalam institusi informal sangat mungkin terjadi. Perubahan tersebut ada
yang mudah dilakukan dan ada yang sulit untuk dilakukan, tergantung dari karakter institusi
informal. Institusi informal bisa mengalami collapse, digantikan dengan institusi informal
lainnya atau disubstitusi oleh institusi formal. Perubahan dalam institusi formal dapat terjadi
melalui perubahan desain dan kekuatan atau efektifitas. Pola relasi juga mempengaruhi
perubahan institusi formal. Bentuk relasi komplementer dan akomodasi akan mengubah
desain dari institusi formal. Bentuk relasi substitusi akan mengubah kekuatan suatu institusi
formal. Namun, bentuk substitusi dari institusi informal memunculkan sebuah pertanyaan,
apakah hal ini merupakan produk atau penyebab dari lemahnya institusi formal yang telah
ada. Sedangkan bentuk relasi yang bersifat kompetisi akan mengakibatkan perubahan baik
desain maupun kekuatan dari institusi formal. Perubahan pada institusi informal tidak hanya
disebabkan oleh institusi formal seperti yang telah dijelaskan. Terdapat berbagai sumber
perubahan lain dalam institusi informal seperti evolusi kultural, adanya perubahan dari
kondisi status quo dan perubahan dalam mekanisme koordinasi.
1 Dapat dilihat dalam jurnal Grethen Helmke and Steven Levitsky : INFORMAL ISTITUTIONS AND COMPARATIVE POLITICS : A RESEARCH AGENDA.
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
Analisa institusi informal juga terkait dengan pola interaksi yang terjadi. Relasi tersebut
berakar pada fungsi institusi informal yaitu sebagai problem-solving dan problem-creating.
Hans-Joachim Lauth mengembangkan empat tipologi relasi informal institusi berdasarkan
dua dimensi. Pertama, melihat pada efektivitas dari institusi formal yang terkait. Kedua,
terkait dengan derajat kompatibilitas atau jauh-dekatnya tujuan antar aktor. Kedua dimensi
tersebut menghasilkan empat tipologi yang terdiri dari komplementari, substitusi, akomodasi
dan kompetisi. Tipe komplementari terjadi apabila relasinya konvergen dan instusi formal
efektif. Tipe ini merujuk pada adanya mekanisme saling melengkapi antara institusi formal
dan informal. Tipe substitusi, pola hubungan konvergen, namun institusi formal tidak efektif,
maka institusi informal akan menggantikan institusi formal. Tipe akomodasi, apabila
kapasitas institusi formal efektif, namun pola relasinya divergen. Tipe kompetisi, apabila
kapasitas institusi formal tidak efektif dan pola relasinya divergen. Tipologi di atas
menafikan adanya kemungkinan bahwa institusi informal secara partikular akan
menghasilkan relasi lebih dari apa yang telah dipaparkan2.
Pradhan sebagai bentuk institusi formal dalam tipologi diatas termasuk kedalam tipe
subtitusi. Minimnya peran institusi formal akan perlindungan hak-hak dasar penghuni Slum
Area dimanfaatkan Pradhan sebagai pengganti fungsi yang seharusnya dilakukan oleh
otoritas pemerintahan setempat.
Dari keseluruhan pembahasan tentang mekanisme serta penjelasan fungsi-fungsi
seorang Pradahan. Dapat diidentifikasikan bahwa seorang Pradhan memiliki pola hubungan
serta gaya kepemimpinan tertentu yang berbeda dari aktor-aktor formal pada umumnya.
Gaya kepemimpinan Kriteria penjelasan Penilaian
Pola Pengambilan
Keputusan
Mekanisme
Sumber
kekuasaan/legitimasi
Pengambilan
keputusan sepihak
mengatasnamakan
kepentingan koloni.
Berdasar dari
perwakilan dari tiap
suku/etnis
Cenderung otoriter,
karena mendapat
mandat penuh dari
koloni. Dan tidak ada
mekanisme kontrol
atas kekuasaan
Pradhan.
Pola Hubungan Dengan entitas luar Sebagai aktor Sebagai penyambung
2 Catatan Ratna Dwipa, Kuliah Pemerintahan Komunitas. AAGN Ari Dwipayana, Relasi Komunitas dengan entitas di Luarnya. Tanggal 24 September 2008.
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
koloni.
Dengan entitas intern
koloni.
intermediary antar
koloni dengan
struktur legalitas
formal. (Birokrasi,
pemerintah, partai
politik)
Sebagai perwakilan
kelompok dan
pemimpin koloni.
aspirasi dan bentuk
keterwakilan
kelompok.
Pola Komunikasi Mekanisme Meski tidak
diceritakan secara
rinci kemungkinan
interaksi yang terjadi
adalah ketika ada
permasalahan yang
menyangkut
kepentingan koloni.
Tertutup dan terbatas
Gaya kepemimpinan Pradhan secara umum dapat dilihat dari tiga hal yakni dari pola
pengambilan keputusan, pola interaksi internal dan hubungan dengan entitas luar.
Pada tahap pengambilan keputusan, Pradhan sebagai perwakilan atas koloni cenderung
otoriter dalam menggunakan kekuasaannya. Penggunaan kekuasan secara sepihak bahkan
menggunakan aksi-aksi kekerasan untuk menertibkan lingkungan yang diwakilinya
merupakan sikap negatif dari pemberian otoritas tanpa kontrol yang melekat pada Pradhan.
Sayangnya data yang ditunjukan dalam jurnal kurang spesifik tentang bagaimana proses
sebuah keputusan itu terjadi dan dinamika-dinamika apa saja yang terjadi. Jadi untuk
sementara penulis mengasumsikan pengambilan kekuasaan bersifat sepihak dengan mengatas
namakan kepentingan kelompok.
Kemudian jika dipandang dari segi pola hubungan, Pradhan mengafiliasikan
kepentingannya dengan struktur pemerintah yang berwenang melalui mekanisme barter atau
Putu Aria Singsingan/21487Tugas Politik Representasi
timbal balik. Sehingga memfungsikan dirinya sebagai mulut komunitas dalam menyuarakan
kepentingan-kepentingan tertentu.
Pada level komunikasi secara umum dalam organisasi formal, komunikasi memiliki
peran atau fungsi sebagai mekanisme kontrol, motivasi, dan informasi serta pengambilan
keputusan. Kondisi tersebut sama halnya seperti yang terjadi dalam institusi informal. Sekali
lagi tidak dijelaskan dalam tulisan bagaimana mekanisme komunikasi akan pengajuan
tuntutan atau penyelesaian masalah dalam lingkup internal kelompok. Hanya saja ada
beberapa catatan dalam jurnal tersebut yang mengindikasikan pola komunikasi tertentu.
Interaksi terjadi ketika para penguhi mengalami gangguan dari luar entitas. Atau tentang
pengakomodiran kepentingan elit melaui mekanisme timbal balik yang telah dipaparkan
diatas. Secara umum komunikasi cenderung terkesan tertutup dan terbatas.
Gaya kepemimpinan informal Pradhan ini yang diidentifikasikan pada poin-poin diatas
jika dikontekstualkan dengan tipe kekuasaan tertentu maka ciri kepemimpinan yang
ditunjukan Local Big Men India termasuk kedalam gaya kepemimpinan Autoraic leader3,
atau tipe pemimpin yang menggantungkan terutama pada kekuasaan formalnya, organisasi
dipandang sebagai milik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi,
hak dan wewenang adalah milik pribadi. Leadership adalah hak pribadi, bawahan adalah alat,
ia harus mengikuti saja, tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk ikut mengambil
bagian dalam pengambilan keputusan, tidak mau menerima kritik, saran atau pendapat, tidak
mau berunding dengan bawahan, keputusan diambil sendiri, memusatkan kekuasaan untuk
mengambil keputusan, mempergunakan intimidasi, paksaan atau kekuatan dan
mengagungkan diri.
Kesimpulan keseluruhan dari pembacaan artikel ini menjelaskan kepada kita bahwa
pola representasi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk formal seperti yang
ditunjukan negara pada alat-alat pemerintahannya. Representasi hadir ditiap tempat yang
menuntut keterwakilan akan sesuatu kepentingan. Dan representasi adalah masalah cita rasa,
dimana cita yang diartikan sebagai tujuan serta rasa yang diartikan sebagai kenyamanan akan
keterwakilan. Yang diharapkan cita rasa tersebut menjadi sebuah bennefit bagi individu
maupun kelompok yang terwakili oleh aktor representasi tersebut.
3 http://www.ideelok.com/opini-dan-ulasan/tipe-tipe-tipologi-pemimpin-leader, diunduh 22 Oktober 2011 pkl.21.26