Upload
lynhan
View
278
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI KERTAS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
OLEH RUSLI RAMLI
H14101122
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
RUSLI RAMLI. Analisis Input-Output Peranan Industri Kertas dalam Perekonomian Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO). Proses industrialisasi di Indonesia telah yang dimulai dari sejak pelita I telah mengakibatkan transformasi struktural dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin menurunnya kontribusi sektor primer (pertanian) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sementara sektor sekunder dan tersier seperti industri pengolahan kontribusinya terhadap PDB terus mengalami peningkatan. Salah satu sektor industri pengolahan yang berkembang pesat adalah sektor industri kertas. Hal yang menyebabkan industri ini terus berkembang pesat di Indonesia antara lain adalah kemudahan mendapatkan baku dan tenaga kerja yang murah. Pada akhir tahun 2000 kapasitas terpasang industri kertas nasional telah mencapai sekitar 9,1 juta ton per tahun, produksi sebesar 6,8 juta ton, ekspor sebesar 2,8 juta ton, dan konsumsinya yang telah mencapai 4,2 juta ton. Data-data tersebut di atas menunjukkan bahwa industri kertas sangat potensial untuk terus dikembangkan khususnya untuk meningkatkan penerimaan devisa negara. Selain perkembangannya yang pesat tersebut, industri kertas juga mempunyai pengaruh dan hubungan timbal balik terhadap industri atau sektor lainnya karena komoditi kertas yang dihasilkan oleh industri ini dapat sebagai input sektor industri lain dan sebaliknya industri kertas juga membutuhkan input dari sektor lain tersebut. Berdasarkan kondisi di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peran sektor industri kertas bagi perekonomian Indonesia
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari BPS Pusat Jakarta dan instansi terkait lainnya. Analisis yang digunakan yaitu Analisis Input-Output (I-O) dari Tabel I-O Indonesia Tahun 2000 transaksi domestik atas dasar harga produsen klasifikasi 175 sektor melalui program Microsoft Excel 2003. Pendekatan model I-O yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sisi permintaan (demand-side model), hal ini dikarenakan faktor permintaan merupakan faktor eksogen yang mempengaruhi perekonomian.
Berdasarkan analisis deskriptif dari Tabel I-O Indonesia tahun 2000 transaksi domestik atas dasar harga produsen yang diagregasi menjadi 22 sektor, industri kertas memiliki peran yang tidak begitu besar terhadap struktur perekonomian Indonesia seperti struktur permintaan, nilai tambah bruto, struktur ketenagakerjaan, ekspor-impor dan pembentukan output sektoral. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya nilai industri kertas pada masing-masing struktur tersebut bila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Dilihat dari sisi permintaan antara dan permintaan akhir, industri kertas memiliki permintaan akhir (Rp 10.800.775 juta) yang lebih besar daripada permintaan antaranya (Rp 13.970.847 juta) yang menandakan bahwa output industri kertas lebih banyak digunakan untuk konsumsi langsung (masyarakat, pemerintah, dan ekspor) daripada sebagai input untuk sektor lainnya.
Dilihat dari rasio upah gaji terhadap surplus usaha (0,43) dalam struktur nilai tambah bruto, dapat identifikasi bahwa pada industri kertas terjadi ketimpangan distribusi pendapatan antara pihak perusahaan dengan tenaga kerjanya. Kemudian dari struktur ketenagakerjaan dapat diketahui bahwa industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 118.454 jiwa. Berdasarkan analisis struktur ekspor-impor dapat diketahui bahwa industri kertas mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 4.617.531 juta sedangkan dari pembentukan output sektoral industri kertas menyumbang sebesar Rp 24.771.662 juta atau sekitar 0,92 persen dari total output sektoral perekonomian. Dari hasil analisis keterkaitan per sektornya (keterkaitan industri kertas terhadap berbagai sektor perekonomian Indonesia), industri ini memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor hulu dan hilirnya. Pada keterkaitan ke depan industri kertas memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor industri barang dari kertas (0,3183) dan industri percetakan (0,2448), sedangkan pada keterkaitan ke belakangnya, industri kertas memiliki keterkaitan kuat terhadap industri pulp (0,0944) yang merupakan sektor penghasil input bahan bakunya. Berdasarkan hasil analisis koefisien penyebaran dapat diketahui bahwa industri kertas kurang memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan dari hasil analisis kepekaan penyebaran industri kertas merupakan industri yang memiliki kemampuan yang kuat dalam mendorong sektor hilirnya. Pada analisis elastisitas input-output dapat diketahui bahwa industri kertas cukup responsif terhadap perubahan permintaan akhir sektor lainnya dalam hal output dengan nilai elastisitas output sebesar 1,0023. Sementara dari hasil elastisitas pendapatannya (0,0522) industri ini kurang responsif terhadap perubahan permintaan akhir sektor lain dalam hal pendapatan dan jika dilihat dari hasil elastisitas tenaga kerjanya (0,6093), perubahan permintaan akhir sektor lain kurang berpengaruh terhadap perubahan tenaga kerja dalam sektor industri kertas tersebut. Berdasarkan ranking elastisitas, industri kertas termasuk dalam salah satu dari sepuluh sektor kunci perekonomian Indonesia (peringkat keenam). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri ini memiliki respon yang tinggi terhadap perubahan permintaan akhir sektor lain dalam hal peningkatan output, pendapatan, maupun tenaga kerjanya, sehingga sektor ini mempunyai kemampuan yang cukup besar dalam berkontribusi untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan. Bersama dengan sektor kunci lainnya, industri kertas merupakan sektor prioritas yang harus dikembangkan oleh pemerintah sebagai policy makers karena kontribusinya terhadap perekonomian tersebut
ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI KERTAS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh
RUSLI RAMLI H14101I22
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rusli Ramli
Nomor Registrasi Pokok : H14101122
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Input-Output Peranan Industri Kertas
dalam Perekonomian Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. NIP. 131 644 945
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Rusli Ramli H14101122
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rusli Ramli lahir pada tanggal 20 Juli 1983 di Karawang,
Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari satu bersaudara, dari
pasangan Apun Sanusi dan Yoyoh. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan
lancar, penulis menamatkan Sekolah Dasar pada SDN Ciwaringin 1, kemudian
melanjutkan ke SLTPN 1 Telagasari dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang
sama penulis diterima di SMUN 1 Karawang dan lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi
untuk meraih gelar sarjana. Penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Program
Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi intra dan ekstra
kampus seperti BEM-H, Formasi, dan HMI Komisariat FEM.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini
adalah “Analisis Input-Output Peranan Industri Kertas dalam Perekonomian
Indonesia“. Judul ini dipilih penulis karena merupakan topik yang menarik dalam
perkembangan industri nasional dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Penulis mengharapkan adanya hasil positif sebagai masukan dalam pembangunan
industri kertas nasional selanjutnya. Selain itu, skripsi ini juga merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Bapak Dr.1r. Arief Daryanto, M.Ec. yang telah memberi masukan, saran
serta bimbingan dalam pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada seluruh pihak lainnya yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini baik dari instansi maupun perorangan yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Semoga karya ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan
kalangan pendidikan umumnya.
Bogor, Juni 2006
Rusli Ramli
H14101122
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xii
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.4. Ruang Lingkup............................................................................. 5
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .............. 7
2.1. Definisi dan Sejarah Kertas........................................................... 7
2.2. Konsep Pembangunan Industri Kertas .......................................... 8
2.3. Integrasi Vertikal Pada Industri Kertas ......................................... 11
2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu .................................................... 13
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 16
2.5.1. Model Input-Output ........................................................... 16
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output............................................... 19
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................. 22
III. METODE PENELITIAN..................................................................... 25
3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 25
3.2. Metode Analisis ............................................................................ 25
3.2.1. Koefisien Input................................................................ 26
3.2.2. Analisis Keterkaitan ........................................................ 27
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran ......................................... 29
3.2.3. Elastisitas Input-Output................................................... 31
V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI...................................................... 33
4.1. Profil Industri Kertas..................................................................... 33
4.2. Perkembangan Industri Kertas ...................................................... 34
4.3. Integrasi Vertikal dan Pasar Industri Kertas Indonesia................. 36
4.3. Profil Beberapa Perusahaan Kertas Indonesia .............................. 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 47
5.1. Peranan Industri Kertas Dalam Perekonomian Indonesia............. 47
5.1.1. Struktur Permintaan Industri Kertas .............................. 47
5.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto ........................................ 49
5.1.3. Struktur Ketenagakerjaan............................................... 51
5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor............................................. 53
5.1.5. Struktur Output Sektoral ................................................ 55
5.2. Analisis Keterkaitan ...................................................................... 56
5.2.1. Keterkaitan Langsung Sektor-Sektor Perekonomian ..... 56
5.2.2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ................. 58
5.2.3. Keterkaitan ke Depan Industri Kertas ........................... 59
5.2.4. Keterkaitan ke Belakang Industri kertas ....................... 61
5.3. Analisis Koefisien dan Kepekaan Penyebaran.............................. 62
5.3.1. Koefisien Penyebaran..................................................... 63
5.3.2. Kepekaan Penyebaran .................................................... 65
5.4. Elastisitas Input-Output................................................................. 67
5.4.2. Elastisitas Output ........................................................... 67
5.4.2. Elastisitas Pendapatan .................................................... 68
5.4.2. Elastisitas Tenaga Kerja................................................. 70
5.5. Sektor-Sektor Kunci dalam Perekonomian Indonesia .................. 71
5.6. Implikasi Kebijakan ...................................................................... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 75
6.1. Kesimpulan ................................................................................... 75
6.2. Saran.............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 78
LAMPIRAN............................................................................................... 80
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. Komposisi Sektoral PDB 1960-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 ................................................................................. 2 1.2. Kapasitas Produksi, Impor, Ekspor dan Konsumsi Industri
Kertas Indonesia Tahun 1994-2003............................................ 3
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan ........................ 13 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran.......... 14 2.3. Struktur Tabel Input-Output........................................................ 19 4.1. Profil Industri Pulp dan Kertas Indonesia Tahun 2003 .............. 34 4.2. Konsumsi Kertas Per Kapita Penduduk Indonesia 1993-2002.... 35 4.3. Kapasitas Terpasang Perusahaan Industri Kertas 2003... ........... 38 4.4. Boards PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
per 30 September 2004 ............................................................... 40
4.5. Boards PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills per 30 September 2004 ............................................................... 42
4.6. Boards PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk per 30 September 2004 .............................................................. 43
4.7. Boards PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry per 30 Desember 2004 ................................................................ 46
5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor
Perekonomian di Indonesia Tahun 2000..................................... 48 5.2. Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia
Indonesia Tahun 2000................................................................ 50 5.3. Rasio Upah Terhadap Surplus Usaha.......................................... 51
5.4. Jumlah Tenaga kerja, Produktifitas dan Nilai Upah Sektoral
Indonesia Tahun 2000................................................................ 52
5.5. Struktur Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2000..................... 54 5.6. Struktur Pembentukan Output Sektoral Terhadap Perekonomian Indonesia ..................................................................................... 56 5.7. Nilai Keterkaitan Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia .. 57 5.8. Keterkaitan ke Depan Industri Kertas terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia ............................................................. 60 5.9. Keterkaitan ke Belakang Industri Kertas terhadap Berbagai
Sektor Perekonomian Di Indonesia ............................................. 61 5.10. Koefisien Penyebaran Industri Kertas terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia............................................. 64 5.11. Kepekaan Penyebaran Industri Kertas terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia............................................. 66 5.12. Elastisitas Input-Output Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2000................................................................. 69 5.13. Sektor Kunci Perekonomian Menurut Ranking Elastisititas Input-Output Indonesia Tahun 2000 ........................................... 71
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Alur Pendekatan Studi ........................................................ 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2000 ................. 81
2. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2000 Klasifikasi 22 Sektor ............ 82
3. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 22 Sektor ....................................... 86
4. Matriks Kebalikan Leontief Klasifikasi 22 Sektor................................... 88
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses industrialisasi di Indonesia yang dimulai sejak Pelita I telah
mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan ekonomi
secara sektoral di Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses
transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara di dunia, dimana terjadi
penurunan kontribusi sektor pertanian (sektor primer) terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB), sementara kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung
meningkat. Perubahan struktural mengandung arti peralihan dari masyarakat
pertanian tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup peralihan
lembaga, sikap sosial, dan motivasi yang secara radikal. Perubahan struktur
semacam ini menyebabkan kesempatan kerja semakin banyak, produktifitas
buruh, stok modal, dan pendayagunaan sumber-sumber baru serta perbaikan
teknologi akan semakin tinggi (Jhingan, 2002).
Pada tahun 1960, sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar
terhadap PDB (53,9 persen), sementara sektor industri khususnya industri
pengolahan baru menyumbang 8,4 persen dari PDB (Tabel 1.1). Kemudian pada
tahun 1967 industri pengolahan telah menyumbang 51,8 persen terhadap PDB
sedangkan sektor pertanian mempunyai kontribusi terhadap PDB sebesar 8,4
persen. Pada tahun-tahun berikutnya dapat dilihat bahwa sektor industri
pengolahan terus mengalami kenaikan dalam hal kontribusinya terhadap PDB
sedangkan sektor pertanian sebaliknya terus mengalami penurunan kontribusi
terhadap PDB. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa sektor industri
2
pengolahan telah menggeser peranan sektor pertanian dalam pembangunan
nasional berkaitan dengan peralihan struktur perekonomian masyarakat Indonesia
dari orientasi pada sektor primer (pertanian) kepada orientasi sektor industri.
Salah satu dari sektor industri pengolahan tersebut yang berkembang pesat sampai
saat ini adalah industri pulp dan kertas.
Tabel 1.1. Komposisi Sektoral PDB 1960-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (persen)
Lapangan Usaha 1960 1967 1973 1983 1989 1993 1998 2003
Pertanian 53.9 51.8 40.1 22.8 20.6 17.6 17.2 16.6 Pertambangan dan penggalian 3.7 3.7 12.3 20.7 15.6 13.9 1.84 10.7
Industri Pengolahan 8.4 8.4 9.6 12.7 18.5 21.1 25.3 24.7 Listrik dan air minum 0.3 0.5 0.5 0.4 0.6 0.7 1.52 2.2 Bangunan/konstruksi 2.0 1.6 3.9 5.9 5.5 6.6 5.64 6.0 Perdagangan, hotel dan restoran 14.3 15.8 16.6 14.9 16.1 16.4 15.9 16.3
Pengangkutan dan komunikasi 3.7 3.5 3.8 5.3 5.3 5.9 7.49 6,3
Keuangan, sewa dan jasa perusahaan 1.0 0.8 1.2 3.0 4,0 5.1 7.57 6.9
Jasa-jasa 6.2 6.4 3.9 3.9 3.5 3.5 9.57 10.4 Sumber : BPS, 2003.
Industri pulp dan kertas adalah industri yang berkembang dengan tingkat
pertumbuhan 20 persen per tahun pada beberapa dekade terakhir. Pasar bagi hasil
industri pulp dan kertas masih terbuka luas karena konsumsi kertas per kapita
terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari sisi kontribusi terhadap penerimaan
negara, sektor industri pulp dan kertas telah menyumbang 90 persen dari total
penerimaan ekspor kehutanan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir
3
pemimpin dalam bidang kehutanan di dunia sejak 1987 (Karseno dan
Mulyaningsih, 2002).
Tabel 1.2. Kapasitas, Produksi, Impor, Ekspor, dan Konsumsi Industri Kertas Indonesia Tahun 1994-2003 (ton)
Tahun Kapasitas Produksi Impor Ekspor Konsumsi
1994 3.882.350 3.054.000 171.300 826.200 2.399.1001995 4.472.500 3.425.800 140.110 924.520 2.641.3901996 5.595.280 4.120.490 197.700 1.198.220 3.119.9701997 7.168.290 4.821.600 261.000 1.800.000 3.282.6001998 7.479.530 5.487.260 130.130 2.833.960 2.783.4301999 9.097.180 6.720.560 143.800 2.950.800 3.913.5602000 9.116.180 6.849.000 212.630 2.837.210 4.224.4202001 9.904.080 6.951.240 199.840 2.345.135 4.805.9452002 10.065.580 7.212.970 249.695 2.446.730 5.015.9352003 10.300.000 8.200.000 250.000 2.600.000 5.800.000
Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas, 2003.
Sementara itu fokus khusus pada sektor industri kertas (diluar dari industri
pulp), industri ini merupakan salah satu industri yang mempunyai peranan penting
dalam perekonomian Indonesia. Ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi
pentingnya sumbangan industri ini, pertama, adalah bahwa produk kertas
harganya banyak ditentukan dalam nilai dolar, alasan kedua, yaitu komponen
impor yang digunakan dalam proses produksi nilainya tidak lebih dari 30 persen,
dan ketiga, ialah bahwa produk kertas cenderung banyak yang ditujukan untuk
pasar luar negeri, sehingga dalam masa krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia,
industri ini masih dapat diandalkan dalam membantu penerimaaan devisa negara
(Rosadi dan Vidyatmoko, 2002). Hal itu ditambah apabila melihat dalam sekitar
satu dekade terakhir ini, baik kapasitas, jumlah produksi, ekspor maupun
4
konsumsi dalam industri kertas terus mengalami kenaikan setiap tahunnya (Tabel
1.2). Berdasarkan kondisi inilah dirasakan penting untuk melakukan analisis lebih
lanjut tentang peranan industri kertas terhadap perekonomian Indonesia.
I.2. Perumusan Masalah
Pentingnya industri kertas yang besar tidak terlepas dari kondisi yang
dimilikinya. Sampai saat ini industri kertas Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dibandingkan dengan negara lain. Keunggulan yang lebih banyak
mengandalkan sumber bahan baku yang berlimpah dengan harga yang relatif
murah serta tenaga kerja dengan upah buruh yang relatif rendah. Dalam hal bahan
baku, misalnya, Indonesia termasuk negara penyedia bahan baku pulp terbesar
karena mempunyai hutan terluas kedua di dunia, sehingga bahan baku untuk
pembuatan kertas tersedia banyak di Indonesia. Begitu juga dalam hal tenaga
kerja, angkatan kerja produktif di Indonesia mencapai puluhan juta orang. Namun
pentingnya industri kertas ini tidak semata-mata hanya karena keunggulan
komparatifnya saja tapi juga karena peranannya dalam hubungannya terhadap
sektor-sektor lain dalam perekonomian Indonesia baik sektor industri maupun
non-industri dan bagaimana sektor-sektor lain tersebut mempengaruhi industri
kertas sehingga terjadinya hubungan timbal balik yang mengarah pada
peningkatan pertumbuhan sektor-sektor dalam perekonomian secara keseluruhan.
Peran industri kertas dalam hubungannya dengan sektor-sektor perekonomian
tersebut dapat dilihat dari bagaimana struktur perekonomiannya bila dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lainnya
5
tersebut, bagaimana kemampuan industri kertas dalam mendorong sektor hulu dan
hilirnya dan bagaimana peran industri kertas dalam sektor kunci perekonomian
Indonesia.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Berapa besar peranan sektor industri kertas terhadap perekonomian Indonesia
dalam struktur permintaan, nilai tambah, ketenagakerjaan, ekspor-impor dan
output sektoral?
2. Bagaimana keterkaitan sektor industri kertas dengan sektor-sektor lainnya di
Indonesia?
3. Bagaimana peran sektor industri kertas dalam mendorong dan menarik
pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya?
4. Bagaimana peran sektor industri kertas dalam sektor kunci perekonomian
Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah:
1. Menganalisis peranan sektor industri kertas terhadap perekonomian Indonesia
dalam struktur permintaan, nilai tambah, ketenagakerjaan, ekspor-impor dan
output sektoral
2. Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor
perekonomian lainnya di Indonesia
6
3. Menganalisis peran sektor industri kertas dalam mendorong dan menarik
pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya
4. Menganalisis peran sektor industri kertas dalam sektor kunci perekonomian
Indonesia
1.4. Ruang Lingkup
Industri kertas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan baku kertas menjadi
produk kertas yang merupakan barang jadi yang dapat di langsung dikonsumsi
ataupun barang setengah jadi yang akan digunakan sebagai input oleh industri
lain. Kertas yang dimaksud adalah jenis kertas seperti kertas tulis cetak (writing-
printing paper), kertas lapis dan non lapis (coated and uncoated paper), kertas
tissue (tissue paper), kertas rokok (cigarette paper) dan sebagainya. Dengan kata
lain industri kertas dalam penelitian ini bukan industri pulp, industri barang-
barang dari kertas yang tidak memproduksi kertasnya terlebih dahulu dan bukan
pula industri percetakan atau penerbitan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat berkontribusi secara positif
terhadap perencanaan kebijakan pembangunan industri kertas nasional pada
khususnya maupun industri lain pada umumnya oleh pihak-pihak yang terkait
didalamnya maupun bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan
penelitian tentang industri kertas Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1. Definisi dan Sejarah Kertas
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi
serat. Serat yang digunakan biasanya adalah alami dan mengandung selulosa
(Wikipedia 2005).
Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak serta
melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat dilakukan dengan kertas misalnya
sebagai kertas pembersih (tissue) yang dapat digunakan untuk hidangan maupun
kebersihan. Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis
yang menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan
kertas, bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah liat yang dibakar.
Hal ini dapat ditemui dari pennggalan peradaban bangsa Sumeria, prasasti dari
batu, kayu, bambu, kulit atau tulang binatang, sutera, bahkan daun lontar yang
dirangkai seperti yang telah ditemukan pada naskah-naskah kuno nusantara
beberapa abad yang lalu.
Peradaban Mesir kuno menyumbangkan papirus sebagai media tulis
menulis. Penggunaan papirus sebagai media tulis menulis ini digunakan pada
peradaban Mesir kuno pada masa bangsa Fir’aun kemudian menyebar keseluruh
Timur Tengah sampai Romawi di Laut Tengah dan ke seluruh Eropa, meskipun
pengunaan papirus masih dirasakan sangat mahal. Dari kata papirus (papyrus)
itulah dikenal sebagai paper dalam bahasa Inggris, papier dalam bahasa Belanda,
Jerman, Perancis misalnya atau papel dalam bahasa Spanyol yang berarti kertas
(Wikipedia, 2005).
8
Tercatat dalam sejarah adalah peradaban Cina yang menyumbangkan
kertas bagi dunia. Tsai Lun menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah
didapat di seluruh Cina pada tahun 101 Masehi. Penemuan ini akhirnya menyebar
ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa Cina ke timur dan
berkembangnya peradaban di kawasan itu meskipun pada awalnya cara
pembuatan kertas merupakan hal yang sangat rahasia. Pada akhirnya, teknik
pembuatan kertas tersebut jatuk ke tangan orang-orang Arab pada masa
Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam pertempuran
sungai Talas pada tahun 751 Masehi dimana para tawanan-tawanan perang
mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang arab sehingga dizaman
Abbasiyah, munculah pusat-pusat industri kertas baik di Baghdad maupun
Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian meyebar ke Italia dan India
lalu Eropa khususnya setelah perang Salib dan jatuhnya Grenada dari bangsa
Moor ke tangan orang-orang Spanyol serta ke seluruh dunia (Wikipedia, 2005).
2.2. Konsep Pembangunan Industri Kertas
Ada beberapa pengertian industri secara definisi yang sekurang-kurangnya
akan disampaikan dua definisi. Bintaro (1968) dalam Muchtar (1997)
mengemukakan industri pengolahan ialah setiap usaha yang merupakan unit
produksi yang membuat barang untuk kebutuhan masyarakat di suatu tempat
tertentu. Menurut Puspitawati (2000) industri pengolahan merupakan suatu
kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara
mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah
9
jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
Berdasar pada dua pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
industri kertas merupakan suatu kegiatan atau usaha mengolah barang dasar atau
bahan baku kertas agar memiliki nilai yang lebih baik untuk keperluan masyarakat
di suatu tempat tertentu. Pada hakekatnya pembangunan industri ditujukan untuk
menciptakan struktur ekonomi yang kokoh dan seimbang, yakni struktur ekonomi
dengan titik berat pada industri yang maju dan didukung oleh pertanian yang
tangguh. Oleh karenanya, pembangunan industri secara nyata harus menjadi
penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat
menjadi penyedia lapangan kerja yang sudah mulai tidak tertampung pada sektor
pertanian (Muchtar, 1997).
Kendati perkembangan sektor industri kertas mengalami kemajuan yang
pesat salah satunya terlihat dari perkembangan produksi, konsumsi, kapasitas
maupun ekspornya, akan tetapi banyak masalah dan tantangan yang dihadapi
dalam perjalanannya untuk memiliki keunggulan daya saing yang tinggi,
khususnya pada era ekolabelling dan otonomi daerah pada saat ini.
Menurut Saragih dalam Sipayung dan Pambudy (2000), ada 3 fase
pembangunan industri pulp dan kertas agar memiliki keunggulan daya saing,
sebagai berikut :
1. Sumber pertumbuhan agribisnis pulp dan kertas terutama bersumber dari
pemanfaatan sumber daya alam dan tenaga kerja tidak terampil (fase factor-
driven). Karakteristik dari industri ini adalah sumber bahan baku kayu
10
mengandalkan kayu hutan (forest based) misalnya Hak Penguasaan Hutan
(HPH). Sehingga dampak penurunan mutu lingkungan akibat aktivitas industri
tersebut biasanya cukup besar. Selain itu keterkaitan kegiatan perusahaan
masih dengan masyarakat juga masih sedikit. Dengan demikian, meskipun
biaya produksi relatif rendah, bila diboboti dengan atribut global value dan
national/local value, nilai produk kertas dapat dipersepsikan masyarakat
(perceive value) sebagai barang inferior.
2. Fase kedua adalah agribisnis (industri) pulp dan kertas yang digerakkan oleh
modal (capital-driven) yakni modal dan tenaga kerja semi terampil (capital
and smi-skill labor). Industri pulp dan kertas pada fase ini dicirikan dengan
pengembangan perkebunan kayu (timber plantation) sebagai sumber bahan
baku, sehingga telah terjadi pemutusan hubungan dengan hutan alam. Artinya,
penyediaan bahan baku kayu tidak lagi bersumber dari penebangan kayu hutan
alam, melainkan telah bergeser pada kayu hasil budidaya. Dengan demikian
dampak penurunan mutu lingkungan akibat penebangan kayu hutan alam
dapat diminimumkan atau lebih rendah dari fase pertama.
3. Fase ketiga adalah industri pulp dan kertas yang digerakkan oleh inovasi
(innovation-driven) yakni penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
tenaga kerja terampil (knowledge based and skill labor based). Karakteristik
industri pulp dan kertas pada fase ini adalah pertumbuhan output terutama
bersumber dari kemajuan teknologi baik pada penyediaan bahan baku maupun
dalam pengolahan. Efisiensi pengolahan makin meningkat melalui perbaikan
teknologi yang terus menerus sehingga selain menurunkan biaya produksi juga
11
mengurangai polutan ke lingkungan. Oleh karena itu, kemampuan Riset and
Development (R&D) menjadi tulang punggung dalam fase ini.
Pada saat ini industri pulp dan kertas indonesia sebagian besar sedang
bergeser dari factor-driven kepada capital-driven. Bahkan beberapa diantaranya
sudah mulai memasuki innovation–driven. Mentransformasi industri pulp dan
kertas dari factor-driven kepada innovation-driven akan memberi manfaat ganda,
yakni meningkatkan daya saing dan meminimumkan dampak negatif kegiatan
industri pulp dan kertas pada lingkungan hidup.
2.3. Integrasi Vertikal Pada Industri Kertas
Hasibuan (1994) mendefinisikan integrasi vertikal adalah pengabungan
perusahaan-perusahaan yang mempunyai kelanjutan proses produksi. Jenis
integrasi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu integrasi ke hulu (upstream) dan
integrasi ke hilir (downstream). Perusahaan yang menerapkan strategi integrasi
vertikal ke hulu (upstream) adalah perusahaan yang memperoduksi sendiri input
yang dibutuhkannya. Sedangkan integrasi vertikal ke hilir (downstream) adalah
perusahaan yang memutuskan untuk menyalurkan output yang dihasilkan kepada
konsumen melalui perusahaan yang terintegrasi dengannya.
Integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan
dilakukan dengan dua cara, antara lain:
1. Full Integration
Perusahaan melakukan full integration bila perusahaan tersebut
memproduksi semua input yang dibutuhkannya atau ketika perusahaan tersebut
12
menyalurkan semua output yang dihasilkan melalui anak perusahaan yang
terintegrasi dengannya.
2. Taper Integration
Perusahaan melakukan taper integration bila perusahaan tersebut membeli
input yang dibutuhkannya dari perusahaan lain selain input yang dihasilkan
sendiri atau menyalurkan hasil produksinya melalui perusahaan terintegrasi
dengannya dan juga perusahaan lain yang tidak terintegrasi
Perusahaan-perusahaan seperti PT. Indah Kiat Pulp & Paper, PT. Lontar
Papyrus dan PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia merupakan perusahaan-perusahaan
besar dalam industri kertas yang terintegrasi vertikal dengan industri pulpnya.
Jenis integrasi vertikal perusahaan-perusahaan tersebut adalah full integration,
mereka mempunyai pabrik pulp sendiri sebagai sumber bahan baku produksi
kertasnya. Menurut Karseno dan Mulyaningsih (2002) integrasi vertikal oleh
perusahaan kertas akan meningkatkan efisiensi perusahaan dalam industri kertas
tersebut karena dapat mengamankan pasokan bahan baku dan meminimumkan
biaya transaksi dalam rangka untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan
terhadap produk kertasnya.
2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang peran dan keterkaitan dengan menggunakan alat analisis
Input-Output telah banyak dilakukan. Penelitian yang sudah dilakukan selama ini
antara lain meliputi, yaitu: (1) penelitian terhadap keseluruhan sektor
perekonomian, (2) penelitian terhadap sektor agroindustri dan non agroindustri
13
(sektor industri pengolahan), (3) penelitian terhadap sektor pertanian dan industri
pengolahan, dan (4) penelitian terhadap salah satu sektor perekonomian misalnya
pariwisata, transportasi dan sebagainya (Setyawan, 2005).
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang sama yaitu
mempelajari keterkaitan (linkages), baik keterkaitan langsung ke belakang (direct
backward linkages) dan ke depan (direct forward linkages) maupun keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke belakang dan ke depan (Tabel 2.1). Disamping
mempelajari keterkaitan tersebut penelitian-penelitian tersebut juga mempelajari
dampak penyebaran (Tabel 2.2).
Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Keterkaitan Penelitian Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan Ke Belakang
Wilayah
Tahun Input-Output
Langsung Langsung &
Tdk Langsung
Langsung
Langsung & Tdk
Langsung 1. Indonesia* Agroindustri Non Agroindustri 2. DKI Jakarta** Pertanian Ind. Pengolahan 3. Jawa Barat*** Pertanian
Agroindustri 4. Jepara**** Ind. Pengolahan
1990
1993
1988
2001
0.54759 1.27222
0.00619 0.48518
0.59448 0.62204
0.4432
1.75861 2.95855
1.00802 1.64866
2.13908 2.11877
1.6293
0.58216 0.45022
0.05931 0.29125
0.17604 0.76281
0.4267
1.81150 1.63396
1.07819 1.38949
1.31431 2.34572
1.6028
Sumber: *Tjandrawan (1994) ; **Sahara (1998) ; ***Setiyaji (1995); ****Setyawan (2005).
Ada beberapa informasi yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 yaitu; (1)
keterkaitan langsung ke depan sektor industri pengolahan lebih kecil di
bandingkan keterkaitan ke belakangnya. Gambaran ini memberikan indikasi
bahwa sektor/subsektor industri pengolahan secara langsung lebih mempunyai
14
kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input bagi
keperluan proses produksi dibandingkan dengan kepekaannya dalam menciptakan
kenaikan output apabila terjadi peningkatan satu-satuan permintaan akhir terhadap
sektor industri, dan (2) Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor
industri pengolahan lebih kecil dibandingkan dengan keterkaitan langsung dan
tidak langsung ke belakangnya. Hal ini berarti sektor/sub sektor industri
pengolahan secara langsung dan tidak langsung lebih kuat mendorong
pertumbuhan sektor yang menyediakan input untuk keperluan proses produksinya
dibandingkan dengan kemampuannya untuk mendorong peningkatan produksi
terhadap sektor yang membutuhkan input dari sektor ini.
Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran Penelitian
Wilayah Tahun Input-Output
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
1. Indonesia* Agroindustri Non Agroindustri 2. DKI Jakarta** Pertanian Ind. Pengolahan 3. Jawa Barat*** Pertanian
Agroindustri 4. Jepara**** Ind. Pengolahan
1990
1993
1988
2001
1.1719 1.0570
-
1.38525
0.74816 1.33528
1.2908
1.1376 1.9139
-
1.48422
1.21765 1.20609
1.2698
Sumber: *Tjandrawan (1994) ; **Sahara (1998) ; ***Setiyaji (1995); ****Setyawan (2005).
Selanjutnya pada Tabel 2.3 menyajikan informasi mengenai koefisien dan
kepekaan penyebaran. Ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dalam
penelitian-penelitian tersebut yaitu: (1) Koefisien penyebaran menunjukkan
15
kemampuan suatu sektor dalam perekonomian untuk mendorong sektor hilirnya
sedangkan kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk
menarik sektor hulunya, dan (2) Kepekaan penyebaran industri pengolahan DKI
Jakarta lebih besar dibandingkan kabupaten Jepara. Besarnya kepekaan
penyebaran industri pengolahan di DKI Jakarta tersebut menunjukkan bahwa
sektor industri pengolahan di wilayah tersebut bersifat ekspansif yaitu mampu
melakukan perluasan pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah
dibandingkan dengan Jepara dan apabila dilihat dari koefisien penyebaran,
industri pengolahan DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk menarik industri
hulunya dibandingkan dengan kabupaten Jepara.
Secara umum keempat penelitian mengenai koefisien penyebaran dan
kepekaan penyebaran tersebut mempunyai peranan penting dalam pembangunan
wilayah, hal ini terbukti dari nilai koefisien dan kepekaan penyebaran yang
mempunyai nilai lebih besar dari satu (kecuali pertanian di Jawa Barat).
Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis I-O telah
banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian. Peneliti juga melihat bahwa
penelitian tentang industri kertas di Indonesia berdasarkan Analisis Input-Output
belum pernah dilakukan.
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis
2.5.1. Model Input-Output
Menurut BPS (2000) pengertian Tabel Input-Output (Tabel I-O) adalah
suatu tabel yang yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa
16
yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Isian
sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan
oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, dan
pada baris nilai tambah yang menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah
sektoral, sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur penciptaan
input yang digunakan oleh setiap sektor dalam proses produksi, baik yang berupa
input antara maupun input primer.
Sejak dirilis oleh Leontief pada tahun 1930-an, Tabel I-O telah
berkembang menjadi salah satu metode paling luas diterima, tidak hanya untuk
mendeskripsikan struktur suatu perekonomian tetapi juga mencakup cara untuk
memprediksi perubahan-perubahan struktur tersebut. Leontief mengemukakan
bahwa Tabel I-O termasuk dalam model General Equilibrium. Sifat
keseimbangan inilah yang merupakan salah satu kelebihan Tabel I-O yang
dibandingkan dengan alat analisa lainnya dalam ilmu ekonomi perencanaan dan
pembangunan (BPS, 2000)
Data yang disajikan dalam Tabel I-O merupakan informasi rinci tentang
input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor
dalam kegiatan perekonomian. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam
proses penyusunannya. Tabel I-O bersifat statis dan terbuka. Adapun asumsi dasar
penyusunan Tabel I-O adalah :
1. Keseragaman (homogenity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi hanya
memproduksi satu jenis barang atau jasa dengan susunan input tunggal
17
(seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dan output sektor
yang berbeda
2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antar input
dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linear, artinya
kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan
dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut.
3. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa total efek dan kegiatan produksi
di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing
kegiatan.
Berdasarkan asumsi tersebut maka Tabel I-O sebagai model kuantitatif
memiliki keterbatasan, yaitu koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan
tetap (konstan) selama periode analisa atau proyeksi. Karena koefisien teknis
dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi
dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan
harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.
Namun demikian, Tabel I-O masih merupakan alat analisis yang lengkap dan
komprehensif. Beberapa kegunaan Tabel I-O antara lain adalah :
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah
impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di sektor industri.
2. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa
terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan
substitusinya.
18
3. Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara
langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
4. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan
perekonomian.
5. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan
karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
Sebagai metode kuantitatif Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh
tentang:
1. Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah
masing-masing sektor.
2. Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-
sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai
sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output
Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matrik berukuran n x n
dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendiskripsikan
suatu hubungan tertentu. Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap, maka
disajikan format Tabel I-O pada Tabel 2.4 di bawah ini.
19
Tabel 2.3. Struktur Tabel Input-Output
Permintaan Antara
Sektor Produksi
Alokasi Output
Susunan Input 1 2 … n
Permintaan
Akhir
Jumlah
Output
Input
Antara
Sektor
produksi
1
2
3
.
N
x11
x21
x31
.
.xn1
x12
x22
x32
.
xn2
…
…
…
.
…
x1n
x2n
x3n
.
xnn
F1
F2
F3
.
Fn
X1
X2
X3
.
Xn
Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn
Jumlah Input X1 X2 … Xn
Sumber : Tabel I-O Indonesia, BPS, 2000.
Isian sepanjang baris pada ilustrasi Tabel I-O tersebut memperlihatkan
bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi
permintaan antara dan sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir.
Sedangkan isian sepanjang kolomnya menujukkan pemakaian input antara dan
input primer oleh suatu sektor.
Apabila Tabel 2.4 di atas dilihat secara baris (bagian horisontal) maka
alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
aljabar sebagai berikut:
X11 + X12 + … X1n + F1 = X1
X21 + X22 + … X2n + F2 = X2
: : : : :
Xn1 + Xn2 + … Xnn + Fn = Xn
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
20
∑ Xij + Fi = Xi ; untuk semua i = 1, 2, 3, dst (2.1)
Dimana : Xij = output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Fi = permintaan akhir terhadap sektor i Xi = jumlah output sektor i
Apabila angka-angka dibaca menurut kolom, khususnya pada transaksi
antara, maka angka pada kolom (sektor) itu menunjukkan berbagai input yang
diperlukan dalam proses produksi pada sektor tersebut. Berdasarkan ilustrasi
Tabel Input-Output, maka persamaan aljabar untuk input yang digunakan oleh
masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai berikut :
X11 + X21 + … + Xn1 + V1 = X1
X12 + X22 + … + Xn2 + V2 = X2
: : : : :
X1n + X2n + … + Xnn + Vn = Xn
atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
∑ Xij + Vj = Xj ; untuk semua j = 1, 2, 3, dst (2.2)
Dalam analisis I-O sistem persamaan di atas memiliki peran penting, yaitu
sebagai dasar analisa ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah.
Secara umum matrik dalam Tabel I-O dapat dibagi menjadi 4 kuadran, sebagai
berikut :
1. Kuadran I (intermediate quadrant)
Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang
dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Dalam Analisa I-O kuadran
ini memiliki peran yang sangat penting karena kuadran inilah yang
21
menunjukkan keterkaitan antara sektor ekonomi dalam melakukan proses
produksinya.
2. Kuadran II (final demand quadrant)
Menunjukan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor
perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah
output suaru sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah,
pembentuk modal tetap, perubahan stok dan ekspor.
3. Kuadran III (primary input quadrant)
Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh
sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah
tangga (upah/gaji), pajak tak langsung, surplus usaha dan penyusutan. Jumlah
keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang
dihasilkan oleh wilayah tersebut.
4. Kuadran IV (primary input-final demand quadrant)
Merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan
transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa
melalui sistem produksi atau kuadran antara. Informasi di Kuadran IV ini
bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan Tabel I-O sering
diabaikan.
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual
Strategi pengembangan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi
menganggap bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cepat
22
melalui peningkatan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci. Peningkatan output
sektor kunci tersebut akan ikut meningkatkan output sektor-sektor lainnya melalui
proses keterkaitan (linkages) dan dampak penyebaran antar sektor. Peningkatan
output berbagai sektor ekonomi, kemudian, melalui suatu proses yang disebut
sebagai penetesan ke bawah (trickle down effect) akan menyebabkan peningkatan
pendapatan berbagai golongan masyarakat di negara (wilayah) bersangkutan.
Peningkatan pendapatan ini sekaligus mencerminkan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (Setyawan, 2005).
Kebijakan prioritas pembangunan sektor industri pengolahan khususnya
industri kertas merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan
perekonomian yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat. Sektor industri ini
dijadikan unggulan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian mengingat
dalam kondisi sekarang ini, sektor industri pengolahan lebih banyak dapat
menyediakan lapangan kerja dan mempunyai aktifitas ekonomi yang lebih intensif
untuk satuan unit usaha bila dibandingkan dengan unit usaha sektor lainnya.
Selain itu sektor ini juga dianggap sebagai sektor yang mampu meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat pada tingkat yang layak dari
sebelumnya.
Sehubungan dengan itu, pada penelitian ini akan dilihat tentang peranan
sektor industri kertas terhadap perekonomian nasional, karena tentunya kebijakan
yang ditetapkan tersebut mengharapkan hasil pada perkembangan ekonomi yang
lebih baik dari sebelumnya. Dalam menganalisis peranan sektor industri kertas
teradap perekonomian Indonesia ini digunakan analisis I-O dengan berbagai
23
keterbatasan analisis yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Adapun alur
konsep pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.
Dengan teridentifikasinya peranan sektor industri kertas melalui proses
keterkaitan dengan sektor-sektor lain baik sebagai pengguna input maupun
penghasil output, kemampuan mendorong dan menarik sektor hulu-hilirnya, dan
perannya dalam sektor kunci perekonomian seperti yang terlihat pada gambar 1,
maka diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas bagi pemerintah
Indonesia tentang perkembangan sektor yang menjadi prioritas ini dalam
mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengannya. Pada akhirnya dapat
dijadikan acuan pemerintah Indonesia sendiri dalam menentukan kebijakan
pembangunan ekonomi Indonesia ke depan sehingga permasalahan pembangunan
seperti kemiskinan dan pengengguran dapat diturunkan.
24
Keterangan : Ruang lingkup penelitian ( ) Analisis yang digunakan
Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran Konseptual
Perekonomian Indonesia
Perubahan Struktur Perekonomian
Kemampuan mendorong dan menarik pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya (Analisis Dampak Penyebaran)
Kebijakan Pembangunan Industri
Peran Industri Kertas
Sektor Kunci Perekonomian (Elastisitas Input-Output)
Keterkaitan dengan sektor lain dalam hubungannya sebagai pengguna input dan penghasil output
(Analisis Keterkaitan)
Industri Kertas
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang
digunakan antara lain berasal dari Tabel Input-Output (I-O) transaksi domestik
atas dasar harga produsen tahun 2000 klasifikasi 175 sektor dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Pusat yang kemudian diagregasi oleh penulis menjadi 22 sektor
dan beberapa data sekunder lainnya dari instansi dan dinas terkait lainnya.
Penggunaan tabel I-O Indonesia tahun 2000 tersebut dikarenakan tabel I-O
tersebut merupakan tabel terbaru selama penelitian ini berlangsung.
3.2. Metode Analisis
Untuk mengetahui peranan sektor industri kertas terhadap perekonomian
Indonesia ini sebagai sektor penyedia input maupun sebagai sektor pemakai input,
kemampuan untuk mendorong atau menarik sektor hulu dan hilirnya serta
perannya dalam sektor kunci perekonomian dapat di kaji berdasarkam analisis
keterkaitan, dampak penyebaran dan elastisitas input-output. Pada analisis
keterkaitan, dampak penyebaran dan elastisitas ini alat yang digunakan adalah
Microsoft Excel 2003.
Pendekatan model I-O yang digunakan adalah model sisi permintaan
(demand-side model), hal ini dikarenakan faktor permintaan merupakan faktor
eksogen yang mempengaruhi perekonomian. Pada analisisnya nanti dapat terlihat
bahwa perekonomian dapat tumbuh apabila terdapat dorongan atau peningkatan
pada permintaan akhir yang eksogen tersebut. Oleh karenanya, model analisis ini
26
sering pula disebut dengan dengan model yang dikendalikan oleh sisi permintaan
(demand-driven model).
3.2.1. Koefisien Input
Pada Tabel I-O, koefisien input atau koefisien teknologi merupakan
perbandingan antara jumlah output sektor i yang digunakan dalam sektor j (Xij)
dengan input total sektor j (Xj). Koefisien ini dapat diterjemahkan sebagai jumlah
input dari sektor i yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor j.
Secara matematik dapat dituliskan :
Xij aij = (3.1)
Xj
Dimana : aij adalah koefisisen input.
Dengan demikian dapat disusun matriks sebagai berikut :
a11 X1 + a12 X2 +………+ a1n Xn + F1 = X1
a21 X1 + a22 X2 +………+ a2n Xn + F2 = X2 (3.2)
: : : : :
an1 X1 + an2 X2 +………+ ann Xn + Fn = Xn
Atau persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :
a11 ……. a1n X1 F1 X1
a21 ……. a2n X2 F2 = X2 (3.3)
: : : + : :
a31 ……..… ann X3 Fn Xn
A X F X
AX + F = X Atau F = X - AX
27
Jika terdapat perubahan pada permintaan akhir, maka akan ada perubahan
pola pendapatan nasional. Jika ditulis dalam bentuk persamaan, maka dapat
dituliskan sebagai berikut :
AX + F = X Atau F = X - AX X = ( I - A )-1F (3.5)
Dimana : I = Matriks identitas berukuran nxn yang elemennya memuat angka satu
pada diagonalnya dan nol pada selainnya, F = Permintaan akhir, X = Output, ( I – A ) = Matriks Leontief, ( I – A )-1 = Matriks kebalikan Leontief.
Dalam analisis input-output matriks kebalikan Leontief memiliki peranan
yang sangat penting sebagai alat analisis ekonomi yang mencerminkan efek
langsung dan tidak langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap output
sektor-sektor di dalam perekonomian.
3.2.2. Analisis Keterkaitan (linkages)
Koefisien keterkaitan sangat berguna dalam penyusunan prioritas sektor
perekonomian untuk mencapai tujuan pembangunan. Beberapa jenis koefisien
keterkaitan yang sering digunakan dalam analisis ekonomi wilayah sektoral antara
lain adalah keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang serta keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang.
1. Keterkaitan Langsung ke Depan
Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu
terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara
28
langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya
keterkaitan langsung ke depan, dengan rumus sebagai berikut:
n KDi = ∑ aij (3.6)
j=1 Dimana: KDi = Keterkaitan langsung ke depan aij = Unsur matrik koefisien teknis
2. Keterkaitan Langsung ke Belakang
Keterkaitan langsung ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor
tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor
tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total.
n KBj = ∑ aij (3.7)
i=1 Dimana: KBj = Keterkaitan langsung ke belakang aij = Unsur matrik koefisien teknis 3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan
Analisa keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan mengukur
akibat dari adanya suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan
output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit
kenaikan permintaan total.
KDLTi =∑=
n
jij
1α (3.8)
Dimana: KDLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i ij = unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka
29
4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang
Analisa keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menyatakan
akibat suatu sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut
baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
KBLTj = ∑=
n
iij
1α (3.10)
Dimana: BLTLj = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang αij = Unsur matrik kebalikan Leontief terbuka
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran
Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke
belakang di atas belumlah memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor
kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antar sektor
karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua
indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata
dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh
sektor. Analisis ini disebut dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan
penyebaran dan koefisien penyebaran.
1. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion)
Koefisien penyebaran tersebut juga indeks daya penyebaran ke belakang.
Analisa ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang
pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor
didalam suatu sistem perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan sektor dan
30
jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief. Secara matematis dituliskan
dalam bentuk rumus sebagai berikut:
Pdj = ∑∑
∑
= =
=n
i
n
jij
n
iijn
1 1
1
α
α (3.10)
Dimana: Pdj = Koefisien penyebaran sektor j ij = Unsur matrik kebalikan Leontief
2. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion)
Kepekaan penyebaran disebut juga indeks daya penyebaran ke depan.
Kepekaan penyebaran ini memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul
oleh suatu unit permintaan akhir terhadap semua sektor di dalam perekonomian.
Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dam jumlah seluruh koefisien
matrik kebalikan Leontief. Secara matematis analisis ini dapat dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Sdi = ∑∑
∑
= =
=n
i
n
jij
n
jijn
1 1
1
α
α (3.11)
Dimana: Sdi = Kepekaan penyebaran sektor i ij = Unsur matrik kebalikan Leontief
31
3.2.4. Elastisitas Input-Output
Elastisitas input-output menyediakan pandangan baru untuk penentuan
sektor prioritas. Pendekatan ini dianggap lebih baik daripada analisis keterkaitan
dan analisis multiplier karena memperhitungkan share suatu sektor dalam output.
Pendekatan ini mempermudah policy makers untuk berkonsentrasi tidak hanya
pada nilai-nilai keterkaitan dan multiplier tertinggi tetapi juga pada share suatu
sektor ekonomi.
1. Elastisitas Output
Elastisitas Output adalah perubahan persentase dalam total output suatu
sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor lainnya.
Secara matematis analisis ini dapat dapat dinyatakan sebagai berikut:
EOxyj
= )/( xyb ji
ij∑ (3.12)
Dimana: EO
xyj = Elastisitas output
x = ∑ jx b ij = Elemen matriks Leontief y j = Permintaan akhir sektor j 2. Elastisitas Tenaga Kerja
Elastisitas tenaga kerja adalah perubahan persentase tenaga kerja suatu
sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor lainnya.
Secara matematis analisis ini dapat dapat dinyatakan sebagai berikut:
ET xyj = ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∑i
jjijji xlbxl )//()/ (y j )/ x (3.13)
Dimana: ET xyj = Elastisitas tenaga kerja
32
il = Jumlah tenaga kerja
ji xl / = Koefisien tenaga kerja 3. Elastisitas Pendapatan
Elastisitas pendapatan adalah perubahan persentase dalam pendapatan
suatu sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor
lainnya. Secara matematis analisis ini dapat dapat dinyatakan sebagai berikut:
EP xyj = )/()//()/ xyxhbxh ji
jjijji ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∑ (3.14)
Dimana: EP xyj = Elastisitas Pendapatan
jh = Upah dan gaji
ji xh / = Koefisien pendapatan
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI
4.1. Profil Industri Kertas
Saat ini, jumlah perusahaan di Indonesia yang memproduksi pulp dan
kertas adalah tiga kelompok perusahaan besar. Ketiga produsen besar industri
pulp dan kertas tersebut adalah; Group Sinar Mas, Group Raja Garuda Mas dan
Barito Pasifik. Jumlah perusahaan tersebut belum mampu mencukupi konsumsi
domestik. Untuk memenuhi kebutuhan kertas tersebut, minimal harus ada
tambahan beberapa perusahaan lagi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Oleh karena itu, sektor industri ini membutuhkan investasi baru atau industri ini
harus meningkatkan efisiensi agar dapat bersaing dengan industri asing, dan dapat
memenuhi kebutuhan kertas dalam negeri yang terancam kekurangan pasokan
dalam sepuluh tahun mendatang (Mansur, 2005).
Menurut Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), sampai dengan tahun
2003, Indonesia mempunyai 77 perusahaan produsen kertas dan 10 diantaranya
terintegrasi dengan pabrik pulp. Perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari 65
perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), 12 perusahaan Penanaman
Modal Asing (PMA) dan 3 perusahaan negara. Sekitar 64 perusahaan berlokasi di
pulau Jawa, 14 perusahaan di Sumatera dan dua perusahan berlokasi di
Kalimantan. Industri kertas memiliki kapasitas total sebesar 10,045,580 ton yang
terdiri dari kapasitas terpasang perusahaan swasta-negara sebesar 337.900 ton,
investasi dalam negeri swasta sebesar 5.041.180 ton, dan investasi luar negeri
sebesar 4.666.500 ton (Tabel 4.1).
34
Tabel 4.1. Profil Industri Pulp dan Kertas Indonesia Tahun 2003
Status/Lokasi Jumlah Perusahaan
Kapasitas Terpasang Pulp
(Ton)
Pulp %
Kapasitas Terpasang Kertas
(Ton)
Kertas %
Perusahaan Negara Swasta 3 240.000 3,8 337.900 3,4
Investasi Dalam Negeri Swasta 65 3.322.100 52,8 5.041.180 50,2
Investasi Luar Negeri 12 2.725.000 43,3 4.666.500 46,5
Total 80 6.287.100 100 10.045.580 100 Integrated (Pulp dan Kertas)
10
5.072.100
80,7
2.517.000
25,1
Non Integrated Pulp 3 1.215.000 19,3 Kertas 67 7.528,580 74,9 Total 80 6.287.100 100 10.045.580 100 Jawa 64 340.500 5,4 8.554.440 85,2 Sumatera 14 5.382.000 85,6 1.491.140 14,8 Kalimantan 2 564.600 9,0 Total 80 6.287.100 100 10.045.580 100 Sumber : Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2003.
4.2. Perkembangan Industri Kertas
Industri kertas tumbuh dan berkembang lebih baik bila dibandingkan
dengan kebanyakan industri lain di Indonesia, hal ini terjadi didasarkan pada
ketersediaan bahan baku dan upah tenaga kerja yang murah di dalam negeri.
Industri-industri yang mengandalkan bahan baku impor tetap mengalami
kemerosotan pertumbuhan, tetapi industri kertas tetap melanjutkan
perkembangannya dengan pertumbuhan sekitar 9,8 persen pada periode 1997-
2001. Pada periode yang sama ekspor kertas juga meningkat sekitar 19,1 persen
per tahun. Sementara konsumsi kertas juga meningkat 4,7 persen per tahun
(Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2003).
35
Tabel 4.2. Konsumsi Kertas Per Kapita Penduduk Indonesia Tahun 1993-2003
Tahun Konsumsi Kertas / Kapita 1993 11,1 kg 1994 13,0 kg 1995 14,0 kg 1996 16,3 kg 1997 16,9 kg 1998 14,1 kg 1999 19,6 kg 2000 20,8 kg 2001 23,3 kg 2002 24,0 kg 2003 25.0 kg
Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2003.
Disamping kinerja yang menggembirakan dalam industri kertas ini, para
investor telah menunjukkan ketertarikan yang kecil pada sektor ini karena industri
ini telah menjadi capital intensive dan birokrasi yang rumit pasca otonomi daerah.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) mengkhawatirkan Indonesia akan
mengalami kekurangan pasokan kertas, bila dalam 10 tahun mendatang kapasitas
industri kertas tidak bertambah. Masalahnya setiap tahun konsumsi kertas dalam
negeri terus meningkat dengan angka rata-rata sekitar 6 persen per tahun. Pada
tahun 2003 kapasitas produksi yang dimiliki industri kertas baru sekitar mencapai
10,3 juta ton pertahun sedangkan konsumsi per kapitanya pada akhir 2003 telah
mencapai 25 Kg (Tabel 4.2). Nilai konsumsi per kapita ini memang lebih kecil
bila dibandingkan dengan negara lain contohnya Malaysia yang sudah mencapai
ratusan kilogram per kapita, namun jika kebutuhan kertas di dalam negeri naik
hingga mencapai 50 Kg per kapita, industri kertas harus mengimpor kertas senilai
US$ 7 miliar/tahun. Untuk mengatasi kebutuhan konsumsi kertas yang terus
36
meningkat maka harus ada investasi baru atau industri yang ada harus
meningkatkan efisiensi.
4.3. Integrasi Vertikal dan Pasar Industri Kertas Indonesia
Di Indonesia industri kertas mempunyai karakteristik sebagai industri
skala besar. Dari 77 perusahaan kertas pada tahun 2003, tujuh diantaranya adalah
perusahaan kertas yang terintegrasi (tabel 4.1). Kapasitas terpasang industri pulp
yang terintegrasi dengan perusahaan kertas mencapai 66,08 persen dari total
kapasitas terpasang seluruh industri pulp. Sedangkan kapasitas terpasang industri
kertas pada perusahaan pulp dan kertas yang terintegrasi mencapai 21,32 persen
dari keseluruhan kapasitas terpasang industri kertas.
Industri kertas yaitu khususnya perusahaan-perusahaan besar dalam
industri ini mempunyai kecenderungan untuk berintegrasi dengan perusahaan
penyedia bahan baku yaitu industri pulp. Dengan kecenderungan ini hampir
seluruh output industri pulp disalurkan pada industri kertas didalam negeri
sedangkan ekspor hanya merupakan pasar kedua. Integrasi vertikal ini dianggap
penting karena integrasi vertikal oleh perusahaan kertas akan meningkatkan
efisiensi perusahaan dalam industri kertas tersebut karena dapat mengamankan
pasokan bahan baku dan meminimumkan biaya transaksi dalam rangka untuk
mengantisipasi pertumbuhan permintaan terhadap produk kertasnya (Karseno dan
Mulyaningsih, 2002)
Dilihat dari pangsa produksi dan ekspor penguasaan jaringan pasar luar
negeri, masih menjadi kelemahan bagi sebagian besar produsen kertas Indonesia.
37
Meskipun demikian beberapa (grup) perusahaan telah mencoba menembus pasar
luar negeri, terutama pasar Asia, dengan melakukan ekspansi ke negara-negara di
kawasan ini. Kelompok Sinar Mas memasuki pasar Asia dengan mendirikan
kelompok perusahaan melalui bendera APP (Asia Pulp and Paper) di negara
Singapura, Cina, Malaysia, dan India. Begitu juga dengan Tanoto dan Tanjung
Enim Lestari (TEL) yang mengibarkan bendera APRIL (Asia Pacific Resources
International Holding Ltd.). Kedua kelompok ini memilih Singapura sebagai
kantor pusat perusahaan mereka.
Pentingnya jaringan pemasaran lebih dipicu terutama menjelang
diberlakukan pasar bebas di kawasan Asia Tenggara (AFTA) tahun 2003 dan
kawasan Asia Pasifik (APEC) tahun 2010. Pasar bebas tersebut akan memaksa
para produsen pulp dan kertas Indonesia untuk mampu bersaing memperebutkan
pasar Asia Pasifik yang terbuka. Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan
dengan pasar pulp terbesar di dunia. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
mengenai kondisi pasar luar negeri terutama pasar Asia dan bagaimana strategi
untuk memasuki dan mengembangkan pasar di kawasan tersebut. Selain itu pasar
dalam negeri juga perlu dikaji karena merupakan basis untuk memperkuat daya
saing secara nasional (Rosadi dan Vidyatmoko, 2002).
4.4. Profil Beberapa Perusahaan Kertas Indonesia
Sampai dengan tahun 2003 dalam industri kertas terdapat tiga perusahaan
yang memiliki proporsi kapasitas pabrik terhadap kapasitas total industri yang
melebihi 10 persen. Pertama, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Corp. yang menguasai
38
20,5 persen dari total kapasitas industri, kemudian disusul oleh PT. Pindo Deli &
Paper Mills sebesar 14.2 persen, dan perusahaan ketiga adalah PT. Pabrik Kertas
Tjiwi Kimia dengan proporsi sebesar 10,1 persen (Tabel 4.3). Tiga perusahaan
pemilik kapasitas terbesar tersebut dimiliki oleh group yang sama yaitu Sinar Mas
Group. Selain ketiga perusahaan itu group Sinar Mas masih mempunyai
perusahaan kertas lainnya yaitu PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry yang
berlokasi di Langsa, NAD. Keempat perusahaan yang tergabung dalam group
Sinar Mas ini memiliki karaktristik yang sama yaitu semuanya merupakan
perusahaan kertas yang terintegrasi vertikal dengan pabrik kertasnya.
Tabel 4.3. Kapasitas Terpasang Perusahaan Industri Kertas Tahun 2003
Nama Perusahaan Kapasitas Terpasang (Ton)
Persentase(%)
PT. Indah Kiat Pulp& Paper Corp 2.111.000 20,5 PT. Pakerin 700.000 6,8 PT. Aspex Kumbong 430.000 4,2 PT. Ekamas Fortuna 150.000 1,4 PT. Fajar Surya Wisesa 500,000 4,8 PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills 1.465.000 14,2 PT. Riau Andalan Kertas 350.000 3,4 PT. Surabaya Agung 486.800 4,7 PT. Tanjungenim Lestari Pulp & Paper 450.000 4,4 PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia 1.044.000 10,1 PT. Pelita Cengkareng Paper Co. 157.800 1,5 PT. Kertas Leces (Persero) 195.000 1,9 PT. Papyrus Sakti 150.500 1,4 PT. Pura Barutama 93.000 0,9 PT. Suparma 150.000 1,4 PT. Surabaya Mekabox Ltd. 85.200 0,8 PT. Adiprima Suraprinta 150.000 1,4 PT. Gede Karang 50.400 0,5 PT. Papertech Indonesia 60.000 0,6 Lain-lain 2.986.000 28,9 Sumber : Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2003.
39
1) PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
Perusahaan ini didirikan di Jakarta dengan Akta Notaris Ridwan Suselo
No.68 tanggal 7 Desember 1976 yang disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dengan Keputusan No.Y.A.5/50/2 tanggal 9 Februari 1978,
dan didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta No. 525 Tanggal 14 Februari
1978 (Bank Niaga, 2005). PT. Indah Kiat Pulp & Paper dijalankan dengan sistem
kepemimpinan perusahaan double boards yang terdiri dari dewan komisaris
dengan presiden komisarisnya yaitu Indra Widjaja dan dewan direksi dengan
direktur utamanya yaitu Teguh Ganda Widjaja. Pada susunan pemegang saham,
masyarakat menguasai 38,78 persen dari total keseluruhan saham yang diterbitkan
perusahaan ini (Tabel 4.4).
PT. Indah Kiat Pulp & Paper melakukan usahanya secara komersil dengan
memproduksi pulp, kertas budaya, kertas industri dan corrugated carton boxes
(sejenis dus karton, dengan kertas bergelombang sebagai peredam benturan).
Dengan semakin meningkatnya permintaan atas produksi kertas, perusahaan
kertas ini mengantisipasinya dengan meningkatkan kapasitas produksinya
sehingga saat ini menjadi 1.631.000 ton pulp per tahun, 744.000 ton kertas budaya
per tahun, 980.000 ton kertas industri per tahun dan 100.000 ton corrugated boxes
per tahun.
Pada saat ini, perusahaan tersebut memiliki dan menguasai beberapa
sarana dan prasarana yang digunakan untuk menjalankan berbagai kegiatan
usahanya, terutama pabrik kertas budaya di Tangerang, yang menempati lahan
seluas 28 Ha, pabrik pulp dan kertas budaya di Perawang, Riau seluas 1.722 Ha
40
dan pabrik kertas industri di Serang Jawa Barat seluas 308,9 Ha. Fasilitas
produksi perusahaan juga didukung dengan berbagai fasilitas dan prasana seperti
jalan, mess karyawan dan lain-lain.
Tabel 4.4. Boards PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk per 30 September 2004
Dewan Komisaris Presiden Komisaris : Indra Widjaja Wakil Presiden Komisaris : Ir. Gandi Sulistiyanto Soeherman Komisaris : Show Chung Ho Komisaris : Kuo Cheng Shyong Komisaris : Raymond Liu, Phd. Komisaris : Lo Shang Shung Independen Komisaris : Hj. Ryani Soedirman Independen Komisaris : Mas Achmad Daniri Independen Komisaris : Prof. Dr. Teddy Pawitra Independen Komisaris : Kamardy Arief Independen Komisaris : Let Jend (Purn) Soetedjo
Dewan Direksi Presiden Direktur : Teguh Ganda Widjaja Wakil Presiden Direktur : Muktar Widjaja Wakil Presiden Direktur : Hendra Jaya Kosasih Wakil Presiden Direktur : Chen Wang Chi Wakil Presiden Direktur : Yudi Setiawan Lin Direktur : Suresh Kilam Direktur : Didi Harsa Direktur : Agustian Rachmansjah Partawidjaja
Susunan Pemegang Saham PT Purinusa Ekapersada : 52,72% CHP International (BVI) Corp. British Virgin Island
: 5,88%
YFY Global Investment (BVI) Corp. British Virgin Island
: 2,56%
Yuen Foong Yu H.K., Co. Ltd, Hong Kong
: 0,05%
Masyarakat : 38,78% Sumber: Bank Niaga, 2005.
41
2) PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills
PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills didirikan di Jakarta dalam rangka
Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang PMDN, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No.12 tahun1970, dengan Akta No.75 tanggal 31 Januari
1975, Akta Perubahan No.5 tanggal 3 April 1975, Akta Perubahan No.59 tanggal
26 April 1975, Akta Perubahan No.6 tanggal 4 Juli 1975 dan Akta Perubahan
No.69 tanggal 25 Februari 1976 (Bank Niaga, 2005). Perusahaan kertas ini
dijalankan dengan sistem kepemimpinan perusahaan double boards (dua dewan
perusahaan) dan kepemilikan saham terbesar perusahaan ini dikuasai oleh PT
Purinusa Ekapersada sebesar 97,57 persen dari total saham yang dikeluarkan PT
Pindo Deli Pulp & Paper Mills tersebut (Tabel 4.5).
Saat ini perusahaan kertas ini memiliki sebuah pabrik kertas yang
berlokasi di Adiarsa, Karawang (Pindo 1). Total kapasitas produksi terpasang
pabrik kertas milik perusahaan ini adalah sebesar 210.000 ton per tahun. Pada
Oktober 1995, PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills ini memulai konstruksi pabrik
kertasnya yang kedua (Pindo 2) yang berlokasi di Kuta Mekar, Karawang dengan
menambah tiga Paper Machine serta sebuah Corrugated Machine, dengan jumlah
kapasitas produksi terpasang sebesar 652.000 ton per tahun. Selain itu perusahaan
ini juga mempunyai fasilitas pabrik pembuatan bahan kimia calcium carbonate,
salah satu bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi kertas, berlokasi di
lokasi Pindo 1 dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 48.000 ton per tahun
dan telah berproduksi sejak bulan Maret 1996 (Bank Niaga, 2005).
42
Tabel 4.5. Boards PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills per 30 September 2004. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Indra Widjaja Komisaris : Drs. Jhon Ferdinand Pandelaki Komisaris : Yudi Setiawan Lin Komisaris : Let Jend (Purn) Soetedjo Komisaris : Hajjah Ryani Soedirman Komisaris : Arthur Tahya
Dewan Direksi Direktur Utama : Teguh Ganda Wijaja Wakil Direktur Utama : Muktar Widjaja Wakil Direktur Utama : Hendra Jaya Kosasih Wakil Direktur Utama : Suresh Kilam Wakil Direktur Utama : Tsai Huan Chi Direktur : Huang Wen Hai Direktur : Tri Ramadi
Susunan Pemegang Saham PT Purinusa Ekapersada : 97,57% PT Mega Kleenindo : 0,91% PT Unitama Sartindo : 0,61% Sumber: Bank Niaga, 2005.
3) PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk didirikan dalam rangka Undang-
undang Negara Republik Indonesia No.6 Tahun 1968 juncto Undang-undang
No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri berdasarkan Akta
No.9 tanggal 2 Oktober 1972 (Bank Niaga, 2005). PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
Tbk dijalankan dengan sistem kepemimpinan perusahaan double boards (dua
dewan direksi) dan pada susunan pemegang saham, masyarakat menguasai 36,60
persen dari total keseluruhan saham yang diterbitkan perusahaan ini (Tabel 4.6).
Perusahaan ini merupakan bagian kelompok usaha Sinar Mas. Kelompok
Sinar Mas adalah salah satu dari kelompok industri terbesar di Indonesia dengan
kurang lebih 200 perusahaannya yang bergerak di berbagai usaha yang besar
43
termasuk industri kertas dan pulp, real estate, minyak goreng, produksi bahan
makanan, hotel dan perumahan, bidang kimia, perbankan dan jasa keuangan.
Tabel 4.6. Boards PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk per 30 September 2004
Dewan Komisaris Presiden Komisaris : Indra Widjaja Wakil Presiden Komisaris : Ir. Gandi Sulistiyanto Soeherman Komisaris : Show Chung Ho Komisaris : Kuo Cheng Shyong Komisaris : Raymond Liu, Phd. Komisaris : Lo Shang Shung Independen Komisaris : Hj. Ryani Soedirman Independen Komisaris : Mas Achmad Daniri Independen Komisaris : Prof DR. Teddy Pawitra Independen Komisaris : Kamardy Arief Independen Komisaris : Let Jend (Purn) Soetedjo
Dewan Direksi Presiden Direktur : Teguh Ganda Widjaja Wakil Presiden Direktur : Muktar Widjaja Wakil Presiden Direktur : Hendra Jaya Kosasih Wakil Presiden Direktur : Chen Wang Chi Wakil Presiden Direktur : Yudi Setiawan Lin Direktur : Suresh Kilam Direktur : Didi Harsa Direktur : Agustian Rachmansjah Partawidjaja
Susunan Pemegang Saham PT Purinusa Ekapersada : 63,30% Koperasi : 0,10% Masyarakat : 36,60% Sumber: Bank Niaga, 2005.
Lokasi pabrik dan pusat perusahaan yang terletak di Jawa Timur, yang
berdekatan dengan pelabuhan Tanjung Perak merupakan hal yang sangat
menguntungkan kelancaran pengapalan untuk ekspor. Dari seluruh tanah yang
dikuasai perusahaan 64 persen merupakan tanah dengan Hak Guna Bangunan,
sedangkan sisanya merupakan tanah yang telah dibebaskan untuk kepentingan
44
perusahaan yang berasal dari petani di sekitarnya dengan status Hak Milik atau
Girik.
Pabrik kertas merupakan suatu jenis industri dengan sifat padat modal.
Namun demikian melihat kebutuhan penyediaan kesempatan kerja di Indonesia,
Perusahaan ini menyesuaikan pemakaian teknologi sedemikian rupa untuk tetap
dapat menyediakan kesempatan kerja seluas-luasnya. Hal ini jelas dapat terlihat
pada bagian produksi barang-barang hasil produksi kertas dimana perusahaan ini
telah memutuskan untuk tidak menambah mesin-mesin pembungkus otomatis. Hal
ini juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan mutu disamping
meningkatkan kesempatan kerja.
Pada tahun 1994, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia telah menerima sertifikat
ISO 9002 dari Det Norske Veritas Industry B.V, Rotterdam, Belanda, yang
merupakan pengakuan bertaraf internasional terhadap sistem dalam proses
produksi yang telah berhasil dilaksanakan oleh perusahaan. Bidang usaha utama
perusahaan ini adalah menghasilkan kertas tulis dan cetak bermutu tinggi, kertas
HVS mengkilap, dan kertas HVS biasa untuk kebutuhan sekolah dan perkantoran.
Selain kertas tulis dan cetak serta hasil-hasil produksi kertas, perusahaan kertas ini
juga memproduksi produk-produk kemasan, diantaranya dus (boxboard) yang
dipergunakan untuk kemasan rokok, minyak wangi, kertas tissue, dan sereal. Saat
ini PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia mempunyai kapasitas produksi sebanyak
30.000 ton boxboard pertahun. Perusahaan ini juga memproduksi pulp dari daur
ulang kertas bekas dan soda kaustik sebagai bahan baku utama industri kertas.
45
4) PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
Perusahaan kertas ini didirikan di Langsa, Aceh Timur dengan nama awal
PT Sumber Indra Jaya Paper Manufacture Co.Ltd., dalam rangka Undang-Undang
No.6 Tahun 1968 tentang PMDN dengan Akta No. 44 tanggal 13 Februari 1974
(Bank Niaga, 2005). Perusahaan kertas ini dijalankan dengan sistem
kepemimpinan perusahaan double boards yang terdiri dari dewan komisaris
dengan presiden komisarisnya yaitu Indra Widjaja dan dewan direksi dengan
direkturnya adalah Teguh Ganda Widjaja. Kepemilikan saham dikuasai oleh tiga
perusahaan yaitu PT. Pindo Deli Pulp & Paper Mills (80 persen), PT Satria
Perkasa Agung (19,75 persen), dan PT. Arthadana Mulia Makmur yang memiliki
0,25 persen dari total keseluruhan saham yang diterbitkan (Tabel 4.7).
PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry bergerak dalam bidang usaha
industri pulp dan kertas, dengan produksi utama pulp jenis LBKP, kertas budaya
dan tissue. Saat ini perusahaan ini merupakan salah satu produsen pulp yang
cukup besar di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 545.000 ton pulp per
tahun dan 7.500 ton kertas per tahun. Pada tahun 1999 perusahaan ini telah
melakukan modifikasi terhadap mesin-mesin dan fasilitas produksi di pabrik pulp
Jambi, modifikasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi mesin
pembuatan pulp dan fasilitas pendukung lainnya.
Disamping pulp dan kertas, pada kuartal keempat tahun 1998 perusahaan
kertas ini memulai produksi komersial tissue dalam bentuk gulungan besar yang
dijual kepada pihak lain untuk kemudian diubah menjadi berbagai jenis tissue siap
pakai, dengan kapasitas produksi 60.000 ton per tahun. PT. Lontar Papyrus Pulp
46
& Paper Industry saat memiliki sebuah pabrik yang memproduksi pulp dan tissue
yang berlokasi di Sumatera yaitu di Tanjung Jabung, Jambi dan sebuah pabrik
kertas di Langsa, NAD.
Tabel 4.7. Boards PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry per 30 Desember 2003
Dewan Komisaris Komisaris Utama : Indra Widjaja Wakil Komisaris Utama : Drs. John Ferdinand Pandelaki Komisaris : Sukirta Mangku Djaja Komisaris : Let Jend (Purn) Soetedjo Komisaris : Hj. Ryani Soedirman
Dewan Direksi Direktur Utama : Teguh Ganda Widjaja Wakil Direktur Utama : Hendra Jaya Kosasih Direktur : Muktar Widjaja Direktur : Suresh Kilam Direktur : Lin Shun Keng Direktur : Tri Ramadi Direktur : Arthur Tahya
Susunan Pemegang Saham PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills : 80,00% PT Satria Perkasa Agung : 19,75% PT Arthadana Mulia Makmur : 0,25% Sumber: Bank Niaga, 2005.
Dalam menjalankan usahanya, PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
telah memperoleh sertifikasi ISO 9002 sehubungan dengan telah sesuainya sistem
kualitas manajemen (Quality management systems) dengan ketentuan yang
dipersyaratkan dalam ISO 9002. Di samping itu, perseroan ini juga telah
memperoleh sertifikat ISO 14001 pada tanggal 19 Agustus1997 yang dikeluarkan
SGS Yarsley International Certification Services Limited dengan sertifikat
No.E10683 sebagai bukti bahwa perusahaan kertas ini telah memenuhi ketentuan
standar lingkungan hidup yang dipersyaratkan (Bank Niaga, 2005).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Peranan Industri Kertas Dalam Perekonomian Indonesia
5.1.1. Struktur Permintaan Industri Kertas
Total permintaan barang dan jasa domestik yang dihasilkan oleh Indonesia
tahun 2000 mencapai Rp 2.701.099.870 juta. Jumlah tersebut terdiri atas
permintaan antara sebesar Rp 1.048.073.019 juta dan permintaan akhir sebesar Rp
1.656.068.629 juta. Dari data tersebut diperoleh bahwa jumlah permintaan akhir
lebih besar dibandingkan jumlah permintaan antaranya, hal ini berarti bahwa
output di Indonesia cenderung digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung
masyarakatnya.
Berdasarkan Tabel 5.1, dilihat dari sisi permintaan antara tampak bahwa
sektor perdagangan menghasilkan output tertinggi yang digunakan sebagai input
oleh seluruh sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 197.767.626 juta atau
18,71 persen dari total permintaan antara. Selanjutnya diikuti oleh sektor
pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, pada urutan kedua dan ketiga
dengan nilai Rp 144.977.415 juta atau 13,83 persen dan Rp 117.460.730 juta atau
11,21 persen dari total permintaan antaranya. Sedangkan untuk industri kertas
mempunyai permintaan antara sebesar Rp 10.800.775 juta atau sekitar 1,03 persen
dari total permintaan antara dan berada pada urutan ke-18 diantara sektor-sektor
lainnya. Angka-angka tersebut di atas menunjukkan seberapa pentingnya peranan
output yang dihasilkan oleh sektor-sektor di atas untuk digunakan sebagai input
oleh sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia.
48
Tabel 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2000
Permintaan Antara Permintaan Akhir Total permintaan
Sektor Jumlah (Juta Rp) % Jumlah
(Juta Rp) % Jumlah (Juta Rp) %
Pertanian 144.977.415 13,83 115.695.160 6,99 260.672.575 9,65 Kayu 15.442.961 1,47 1.897.067 0,11 17.340.028 0,64 Hasil hutan lainnya 1.441.926 0,14 1.257.018 0,08 2.698.944 0,10 Pertambangan dan penggalian 117.460.730 11,21 79.416.034 4,80 196.815.151 7,29
Industri makanan dan minuman 90.564.649 8,64 238.760.605 14,42 329.325.254 12,19
Industri tekstil dan pakaian 36.817.065 3,51 94.595.034 5,71 131.412.099 4,87
Industri kayu dan furniture 15.685.700 1,50 41.848.724 2,53 57.534.424 2,13
Industri pulp 3.153.741 0,30 5.586.108 0,34 8.739.849 0,32 Industri kertas 10.800.775 1,03 13.970.847 0,84 24.771.622 0,92 Industri barang dari kertas 5.076.020 0,48 3.774.599 0,23 8.850.620 0,33
Industri percetakan 7.726.372 0,74 5.901.036 0,36 13.627.408 0,50 Industri kimia 88.476.035 8,44 155.329.670 9,38 243.805.705 9,03 Industri semen dan non logam 16.045.498 1,53 7.775.881 0,47 23.821.379 0,88
Industri logam dasar 19.844.128 1,89 13.885.485 0,84 33.729.613 1,25 Industri barang jadi dari logam 23.748.215 2,27 39.276.356 2,37 64.119.165 2,37
Industri lainnya 35.036.568 3,34 105.496.620 6,37 139.438.593 5,16 Listrik, gas dan air 21.948.074 2,09 8.689.621 0,52 30.637.695 1,13 Bangunan 19.287.176 1,84 208.389.887 12,58 227.677.063 8,43 Perdagangan 197.767.626 18,87 201.426.849 12,16 396.214.278 14,67 Pengangkutan dan komunikasi 70.529.113 6,73 80.743.056 4,88 151.272.169 5,60
Keuangan dan persewaan 94.228.657 8,99 67.125.259 4,05 161,353,916 5,97
Jasa-jasa 12.014.574 1,15 165.227.713 9,98 177.242.287 6,56 Total (domestik) 1.048.073.019 100 1.656.068.629 100 2.701.099.870 100 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Dilihat dari permintaan akhir pada Tabel 5.1 sektor industri kertas
menempati posisi ke-14 diantara sektor yang lain sebesar Rp 13.970.847 juta atau
0,84 persen dari total permintaan akhir. Nilai tersebut lebih besar dibanding
permintaan antaranya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat secara
keseluruhan lebih banyak menggunakan output industri kertas untuk konsumsi
49
langsung (masyarakat, pemerintah dan ekspor) dibanding untuk keperluan
produksi sebagai input bagi sektor lain.
5.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang
tercipta karena adanya kegiatan produksi. Dalam Tabel I-O Indonesia tahun 2000
nilai tambah meliputi penerimaan upah gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak
tak langsung netto. Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa total nilai
tambah bruto negara Indonesia adalah Rp 1.331.860.350 juta dengan perincian Rp
400.843.770 juta berasal dari upah dan gaji, Rp 755.048.498 juta berasal dari
surplus usaha, Rp 110.079.928 juta berasal dari penyusutan dan Rp 69.278.732
milyar berasal dari pajak tak langsung netto.
Pada tahun yang sama sektor industri kertas menyumbang nilai tambah
bruto sebesar Rp 7.895.327 juta yang terdiri atas upah dan gaji sebesar Rp
1.952.762 juta, surplus usaha sebesar Rp 458.849 juta, penyusutan sebesar Rp
865.958 juta dan pajak tak langsung netto sebesar Rp 487.967 juta (Tabel 5.2).
Jika diperbandingkan antara nilai upah dan gaji terhadap surplus usaha
(U/G) maka akan diperoleh nilai rasio upah gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio
tersebut menunjukkan perbandingan antara besarnya upah dan gaji yang diterima
produsen. Rasio upah dan gaji dan surplus usaha termasuk kategori baik jika
rasionya mendekati keseimbangan (mendekati 1) yang berarti bahwa proporsi
penerimaan dalam bentuk upah dan gaji bagi pekerja dan surplus usaha bagi
produsen berimbang.
50
Tabel 5.2. Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2000
Sektor Upah /gaji (Juta Rp)
Surplus Usaha
(Juta Rp)
Penyusutan (Juta Rp)
Indirect Tax
(Juta Rp)
Nilai tambah bruto
(Juta Rp) Pertanian 40.004.914 121.484.311 2.772.542 1.946.396 166.208.164 Kayu 2.577.985 9.864.358 933.072 325.240 13.700.655 Hasil hutan lainnya 565.245 1.623.946 64.560 28.902 2.282.652 Pertambangan dan penggalian 25.590.708 127.536.530 8.010.781 6.554.176 167.692.195
Industri makanan dan minuman 30.567.459 53.550.990 8.229.567 19.714.933 112.062.949
Industri tekstil dan pakaian 16.143.177 21.778.114 5.414.886 2.103.875 45.440.052
Industri kayu dan furniture 5.797.569 11.365.129 2.664.443 429.764 20.256.905
Industri pulp 940.504 1.182.701 301.975 83.524 2.508.705 Industri kertas 1.952.762 4.588.639 865.958 487.968 7.895.327 Industri barang dari kertas 1.212.512 1.605.479 83.898 115.718 3.017.607
Industri percetakan 1.664.063 4.625.725 138.774 147.670 6.576.232 Industri kimia 21.585.418 59.758.947 11.731.919 4.343.702 97.169.759 Industri semen dan barang non logam 3.296.212 3.901.063 1.996.046 926.591 10.119.912
Industri logam dasar 2.333.616 5.015.430 1.229.081 564.511 9.142.638
Industri barang jadi dari logam 3.477.803 4.393.576 834.116 770.326 9.475.821
Industri lainnya 19.372.182 30.383.451 7.147.952 5.028.378 61.931.963 Listrik, gas dan air 2.279.382 4.703.542 4.044.105 476.948 8.393.727 Bangunan 37.132.511 29.228.340 6.723.107 3.489.434 76.573.392 Perdagangan 61.084.802 134.564.418 14.562.257 15.458.757 225.670.233 Pengangkutan dan komunikasi 16.877.567 26.793.354 19.093.237 2.278.073 65.012.131
Keuangan dan persewaan 21.352.623 84.127.070 6.756.704 3.226.690 115.463.088
Jasa-jasa 85.034.756 12.973.385 6.480.946 777.156 105.266.243 Total 400.843.770 755.048.498 110.079.928 69.278.732 1.331.860.350 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Berdasarkan hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha pada
Tabel 5.3. diperoleh bahwa ternyata pada sektor industri kertas mempunyai nilai
surplus usaha lebih besar dibandingkan upah dan gaji. Hal ini terlihat dari nilai
rasio yang lebih kecil dari satu (0.43). Kondisi ini menunjukan bahwa distribusi
pendapatan antara pemilik modal (perusahaan) dan pekerja tidak merata atau
51
terjadi ketimpangan yang sangat besar yang disebabkan oleh adanya eksploitasi
tenaga kerja oleh pemilik modal terhadap tenaga kerja dengan share yang lebih
besar pada produsen (pemilik modal).
Tabel 5.3. Rasio Upah Terhadap Surplus Usaha
Sektor Rasio Upah Gaji terhadap Surplus Usaha (U/G)
Pertanian 0,33 Kayu 0,26 Hasil hutan lainnya 0,35 Pertambangan dan penggalian 0,20 Industri makanan dan minuman 0,57 Industri tekstil dan pakaian 0,74 Industri kayu dan furniture 0,51 Industri pulp 0,43 Industri kertas 0,43 Industri barang dari kertas 0,76 Industri percetakan 0,36 Industri kimia 0,36 Industri semen dan barang non logam 0,84 Industri logam dasar 0,47 Industri barang jadi dari logam 0,79 Industri lainnya 0,64 Listrik, gas dan air 0,48 Bangunan 1,27 Perdagangan 0,45 Pengangkutan dan komunikasi 0,04 Keuangan dan persewaan 0,25 Jasa-jasa 6,55 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
5.1.3. Struktur Ketenagakerjaan
Banyaknya tenaga kerja yang terserap pada tahun 2000 sebanyak
93.320.948 jiwa. Jumlah tenaga kerja yang terserap di setiap sektor ekonomi
merupakan indikator kemampuan sektor tersebut dalam menciptakan kesempatan
52
kerja bagi masyarakat di wilayah tersebut. Gambaran tentang jumlah tenaga kerja,
produktifitas dan nilai upah sektoral dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Jumlah Tenaga kerja, Produktifitas dan Nilai Upah Sektoral Indonesia Tahun 2000
Sektor Jumlah TK
Nilai tambah bruto
(Juta Rp)
Produktivitas (Juta/Tk)
Total Upah (Juta)
Upah/TK
Pertanian 40.328.519 166,208.164 4,12 40.004,914 0,99 Kayu 555.824 13.700.655 24,65 2.577.985 4,64 Hasil Hutan Lainnya 86.513 2.282.652 26,39 565.245 6,53 Pertambangan dan Penggalian 825.943 167.692.195 203,03 25.590.708 30,98
Industri makanan dan minuman 3.012.592 112.062.949 37,20 30.567.459 10,15
Industri tekstil dan pakaian 2.480.225 45.440.052 18,32 16.143.177 0,15 Industri kayu dan furniture 2.450.134 20.256.905 8,27 5.797.569 0,42 Industri pulp 57.051 2.508.705 43,97 940.504 0,06 Industri kertas 118.454 7.895.327 66,65 1.952.762 0,06 Industri barang dari kertas 73.551 3.017.607 41,03 1.212.512 0,06 Industri percetakan 100.942 6.576.232 65,15 1.664.063 0,06 Industri kimia 705.030 97.169.759 137,82 21.585.418 0,03 Industri semen dan barang non logam 648.911 10.119.912 15,60 3.296.212 0,20
Industri logam dasar 357.938 9.142.638 25,54 2.333.616 0,15 Industri barang jadi dari logam 259.161 9.475.821 36,56 3.477.803 0,07
Industri lainnya 1,041.218 61.931.963 59,48 19.372.182 18,61 Listrik, Gas dan Air 225.664 8.393.727 37,20 2.279.382 10,10 Bangunan 4.183.255 76.573.392 18,30 37.132.511 8,88 Perdagangan 17.569.515 225.670.233 12,84 61.084.802 3,48 Pengangkutan dan Komunikasi 4.870.912 65.012.131 13,35 16.877.567 3,46
Keuangan dan Persewaan 1,448.034 115.463.088 79,74 21.352.623 14.75 Jasa-jasa 11.921,562 105.266.243 8,83 85.034.756 7,13 Total (domestik) 93.320.948 1.331.860.350 14,27 400.843.770 4,30 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.4, terlihat sektor industri kertas menyerap 118.454
jiwa sedangkan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor
pertanian dengan kemampuan menyerap tenaga kerja sebesar 40.328.519 jiwa.
Dalam hal produktifitas tenaga kerja industri kertas menduduki peringkat keempat
53
sekitar 66,65 yang berarti satu orang tenaga kerja yang bekerja di sektor
manufaktur mampu menghasilkan sekitar 66,65 juta nilai tambah dari sektor
tersebut dalam tahun 2000.
5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor
Ekspor Indonesia pada tahun 2000 sebesar Rp 520.831.623 juta.
Berdasarkan nilai total ekspor tersebut, nilai ekspor keseluruhan sektor industri
kertas adalah Rp 13.125.385 juta atau 2,52 persen dari total ekspor Indonesia
(Tabel 5.5), sedangkan nilai ekspor terbesar ditempati oleh sektor industri kimia
atau 18,84 persen dari total ekspor indonesia. Nilai ekspor industri kertas yang
masih kecil tersebut dapat menandakan bahwa sektor industri ini masih
berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Ditinjau dari sisi impor terhadap barang-barang dan jasa ternyata nilai
impor secara keseluruhan sebesar 287.930.757 juta. Nilai impor industri kertas
sebesar Rp 8.507.854 juta atau 2,95 persen dari total impor Indonesia (Tabel 5.5).
Nilai impor tersebut dapat menunjukkan bahwa kebutuhan kertas dalam negeri
masih lebih besar dari produksi kertas dalam negeri sehingga harus melakukan
impor.
Dari Tabel 5.5, dengan melihat besarnya selisih antara total ekspor dan
impor, terlihat bahwa sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan serta
sektor pengangkutan dan telekomunikasi mengalami selisih yang positif ini
menunjukan bahwa secara umum dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang-
barang yang dihasilkan oleh sektor tersebut tidak lagi tergantung pada impor.
54
Sedangkan yang mengalami selisih negatif dialami oleh sektor kayu, sektor listrik,
gas dan air, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor
jasa-jasa. Ini menunjukan bahwa secara umum dalam memenuhi kebutuhan
terhadap barang-barang yang dihasilkan oleh sektor tersebut masih tergantung
pada impor.
Tabel 5.5. Struktur Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2000
Ekspor Impor
Sektor Jumlah (Juta Rp) % Jumlah
(Juta Rp) %
Jumlah Input
(Juta Rp)
X-M (Juta Rp)
Pertanian 6.943.933 1,22 4.540.845 1,58 224.395.262 2.403.088 Kayu 124.016 0,02 528.881 0,18 17.340.028 -404.865 Hasil hutan lainnya 394.247 0,07 40.433 0,01 2,698,944 353.814 Pertambangan dan penggalian 77.225.466 13,56 5.735.602 1,99 196.815.151 71.489.864
Industri makanan dan minuman 29.525.337 5,18 19.554.319 6,79 332.305.451 9.971.018
Industri tekstil dan pakaian 73.883.620 12,97 24.566.298 8,53 131.412.099 49.317.322
Industri kayu dan furniture 37.162.305 6,53 4.558.979 1,58 57.534.424 32.603.326
Industri pulp 5.473.550 0,96 2.772.489 0,96 8.739.849 2.701.061 Industri kertas 13.125.385 2,30 8.507.854 2,95 24.771.622 4.617.531 Industri barang dari kertas 1.634.413 0,29 1.093.040 0,38 8.850.620 541.373
Industri percetakan 3.485.110 0,61 1.493.947 0,52 13.627.408 1,991,163 Industri kimia 107.268.814 18,84 43.824.694 15,22 243.805.705 63.444.120 Industri semen dan barang non logam 6.048.326 1,06 2.167.427 0,75 23.821.379 3.880.899
Industri logam dasar 12.942.842 2,27 5.580.177 1,94 33.729.613 7.362.665 Industri barang jadi dari logam 31.857.365 5,59 6.598.332 2,29 27.529.413 25.259.033
Industri lainnya 58.163.775 10,21 49.444.297 17,17 176.089.959 8.719.478 Listrik, gas dan air 0 0,00 2.238.722 0,78 30.637.695 -2.238.722 Bangunan 0 0,00 39.900.641 13,86 227.677.063 -39.900.641 Perdagangan 57.094.908 10,03 19.136.855 6,65 396.214.278 37.958.053 Pengangkutan dan komunikasi 26.567.809 4,67 26.588.859 9,23 177.242.287 -21.050
Keuangan dan persewaan 11.957.617 2,10 7.161.218 2,49 161.353.916 4.796.399
Jasa-jasa 8.611.336 1,51 11.896.848 4,13 177.242.287 -3.285.512 Total (domestik) 569.490.175 100 287.930.757 100 2.667.864.126 281.559.418 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
55
Jika dilihat dari total selisih antara ekspor dan impor maka perekonomian
Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 232.900.866 juta. Surplus
perdagangan terbesar diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar
Rp 71.489.864 juta, sedangkan industri kertas mengalami surplus perdagangan
sebesar Rp 4.617.531 juta. Angka tersebut menunjukan bahwa secara umum
dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang-barang yang dihasilkan oleh sektor
industri kertas di Indonesia tidak lagi tergantung pada impor.
5.1.5. Struktur Output Sektoral
Output merupakan nilai produksi (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh
suatu sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia tahun
2000 dapat diketahui besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor.
Berdasarkan Tabel 5.6 terlihat bahwa output sektoral perekonomian
Indonesia sebesar Rp 270.099.837 juta. Sektor yang paling besar menyumbang
dalam pembentukan output domestik adalah sektor perdagangan yakni sebesar
14,67 persen dengan nilai output sebesar Rp 396.214.278 juta, kemudian disusul
oleh sektor industri makanan dan minuman dengan nilai sebesar Rp 329.325.254
juta dalam persentase sebesar 12,19 persen dari total output keseluruhan.
Sementara industri kertas sendiri menyumbang sebesar Rp 24.771.622 dalam
pembentukan output atau sebesar 0,92 persen dari seluruh total output sektoral
perekonomian.
56
Tabel 5.6. Struktur Pembentukan Output Sektoral terhadap Perekonomian
Indonesia Tahun 2000 Output Sektor Jumlah (Juta) Persentase (%)
Pertanian 260,672,575 9.65 Kayu 17,340,028 0.64 Hasil hutan lainnya 2,698,944 0.10 Pertambangan dan penggalian 196,815,151 7.29 Industri makanan dan minuman 329,325,254 12.19 Industri tekstil dan pakaian 131,412,099 4.87 Industri kayu dan furniture 57,534,424 2.13 Industri pulp 8,739,849 0.32 Industri kertas 24,771,622 0.92 Industri barang dari kertas 8,850,620 0.33 Industri percetakan 13,627,408 0.50 Industri kimia 243,805,705 9.03 Industri semen dan barang non logam 23,821,379 0.88 Industri logam dasar 33,729,613 1.25 Industri barang jadi dari logam 64,119,165 2.37 Industri lainnya 139,438,593 5.16 Listrik, gas dan air 30,637,695 8.43 Bangunan 227,677,063 8.43 Perdagangan 396,214,278 14.67 Pengangkutan dan komunikasi 151,272,169 5.60 Keuangan dan persewaan 161,353,916 5.97 Jasa-jasa 177,242,287 6.56 Total (domestik) 2,701,099,837 100 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah). 5.2. Analisis Keterkaitan
5.2.1. Keterkaitan Langsung Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Keterkaitan langsung beberapa sektor perekonomian Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 5.7. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor perdagangan
mempunyai nilai keterkaitan langsung kedepan yang paling besar yaitu sebesar
1,4070. Selanjutnya urutan kedua terbesar ditempati oleh sektor pertambangan
dan penggalian dengan nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 1,3580
kemudian secara berturut-turut diikuti oleh sektor industri kimia dan minyak dan
57
sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai 0,7964 dan 0,7020 pada posisi
ketiga dan keempat.
Untuk keterkaitan langsung ke belakang sektor listrik, gas dan air
merupakan sektor yang memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang yang
paling tinggi dengan nilai 0,3103. hal ini dikarenakan sektor listrik, gas dan air
merupakan salah satu sektor yang paling vital dalam kehidupan manusia dan
tanpa sektor tersebut sektor yang lain tidak akan dapat berjalan, kemudian urutan
kedua dan ketiga di tempati oleh industri makanan dan minuman dan sektor
industri kayu dan furniture dengan nilai keterkaitan sebesar 0,3319 dan 0,1790.
Tabel. 5.7. Nilai Keterkaitan Berbagai Sektor Perekonomian di Indonesia
Langsung Langsung dan Tidak Langsung Sektor
Depan Belakang Depan Belakang Pertanian 0,5495 0,2391 1,9552 1,3950 Kayu 0,2619 0,1794 1,3283 1,2751 Hasil hutan lainnya 0,0236 0,1393 1,0291 1,2287 Pertambangan dan penggalian 1,3580 0,1188 3,1272 1,1567 Industri makanan dan minuman 0,3319 0,6039 1,6422 1,9484 Industri tekstil dan pakaian 0,2764 0,4673 1,3855 1,7956 Industri kayu dan furniture 0,1790 0,5687 1,2191 1,8775 Industri pulp 0,1877 0,3957 1,2750 1,6059 Industri kertas 0,5997 0,3378 1,6529 1,5409 Industri barang dari kertas 0.0485 0,5356 1,0734 1,8431 Industri percetakan 0,0431 0,4078 1,0653 1,6424 Industri kimia 0,7964 0,4217 2,1857 1,5577 Industri semen dan barang non logam 0,0900 0,4842 1,1150 1,6858 Industri logam dasar 0,3072 0,5635 1,2955 1,7978 Industri barang jadi dari logam 0,1737 0,4161 1,2689 1,5005 Industri lainnya 0,1631 0,3675 1,3310 1,6501 Listrik, gas dan air 0,3103 0,6530 1,4368 1,8552 Bangunan 0,1919 0,4884 1,3066 1,7539 Perdagangan 1,4070 0,3821 3,2051 1,6138 Pengangkutan dan komunikasi 0,7027 0,3945 2,0874 1,6346 Keuangan dan persewaan 0,6438 0,2400 2,1306 1,3643 Jasa-jasa 0,0980 0,3390 1,1575 1,5500 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
58
Untuk industri kertas, dalam nilai keterkaitan langsung ke depan
menempati urutan keeenam dengan nilai 0,5997. Nilai ini berarti setiap kenaikan
permintaan akhir sebesar satu juta, maka output industri kertas secara langsung
akan meningkat sebesar 0,5997 juta rupiah. Sedangkan untuk keterkaitan langsung
ke belakang industri kertas memiliki nilai sebesar 0,3378 yang berada pada posisi
ke-17 diantara sektor-sektor yang lain. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa jika
terjadi kenaikan permintaan akhir satu juta, maka sektor industri kertas akan
meningkatkan permintaan inputnya secara langsung sebesar 0,3378 juta rupiah.
5.2.2. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Pada Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa sektor yang mempunyai nilai
keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan tertinggi adalah sektor
pertambangan dan penggalian dengan nilai sebesar 3,1272. Selanjutnya di posisi
kedua dan ketiga ditempati oleh sektor perdagangan dan sektor industri kimia
dengan nilai masing-masing sebesar 3,2051 dan 2,1857.
Untuk nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, sektor
industri makanan dan minuman memiliki nilai keterkaitan tertinggi diantara
sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 1,9484. Urutan kedua tertinggi ditempati oleh
sektor industri kayu dan furniture dengan nilai keterkaitan sebesar 1,8775.
Selanjutnya berturut-turut untuk posisi ketiga dan keempat ditempati oleh sektor
listik, gas dan air dan sektor industri barang-barang dari kertas dengan nilai
keterkaitan sebesar 1,8552 dan 1,8431.
59
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 5.7), industri kertas memiliki nilai
keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan sebesar 1,6529 yang berada
pada peringkat ketujuh diantara sektor-sektor yang berada dalam perekonomian
Indonesia. Nilai keterkaitan tersebut mengindikasikan bahwa setiap satu juta
output yang dihasilkan industri kertas secara langsung maupun tidak langsung
akan dialokasikan kepada sektor-sektor lain dan kepada industri kertas itu sendiri
sebesar 1,6529 juta rupiah.
Sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung kebelakang,
industri kertas memiliki nilai keterkaitan sebesar 1,5409 yang berada pada
peringkat ke-16 diantara sektor-sektor lainnya. Nilai keterkaitan sebesar 1,5409
berarti apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta pada industri
kertas maka permintaan input dari sektor-sektor lainnya maupun dari industri
kertas itu sendiri secara langsung dan tidak langsung akan menigkat sebesar
1,5409 juta rupiah.
5.2.3. Keterkaitan ke Depan Industri Kertas terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Industri kertas merupakan sektor antara yang berada diantara sektor-sektor
yang lain, industri ini tidak dapat dipisahkan dari industri atau sektor-sektor
hulunya yang menyediakan input bagi keperluan proses produksinya, sebaliknya
industri ini juga berfungsi sebagai penghasil output yang digunakan sebagai input
bagi industri lainnya (hilir). Sektor-sektor hilir yang terkait dengan industri kertas
antara lain industri barang-barang dari kertas, industri percetakan (penerbitan),
dan sektor jasa-jasa.
60
Tabel 5.8. Keterkaitan ke Depan Industri Kertas terhadap Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia
Sektor Koefisien Peringkat
Pertanian 0.0005 17 Kayu 0.0008 14 Hasil hutan lainnya 0.0025 6 Pertambangan dan penggalian 0.0000 22 Industri makanan dan minuman 0.0022 7 Industri tekstil dan pakaian 0.0013 10 Industri kayu dan furniture 0.0004 18 Industri pulp 0.0057 4 Industri kertas 0.0015 9 Industri barang dari kertas 0.3183 1 Industri percetakan 0.2448 2 Industri kimia 0.0003 19 Industri semen dan barang non logam 0.0047 5 Industri logam dasar 0.0001 21 Industri barang jadi dari logam 0.0006 16 Industri lainnya 0.0010 12 Listrik, gas dan air 0.0007 15 Bangunan 0.0002 20 Perdagangan 0.0020 8 Pengangkutan dan komunikasi 0.0009 13 Keuangan dan persewaan 0.0012 11 Jasa-jasa 0.0128 3 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Dari hasil analisis keterkaitan ke depan industri kertas terhadap berbagai
sektor perekonomian Indonesia (Tabel 5.8) dapat dilihat bahwa industri barang
dari kertas menduduki peringkat pertama dengan nilai sebesar 0,3183. Selanjutnya
disusul oleh industri percetakan dengan nilai keterkaitan sebesar 0,2248 pada
urutan kedua. Industri barang dari kertas dan industri percetakan menempati
peringkat teratas karena kedua industri ini menggunakan bahan baku utama yang
dihasilkan dari industri kertas.
61
5.2.4. Keterkaitan ke Belakang Industri Kertas terhadap Sektor-sektor Perekonomian Indonesia
Industri kertas merupakan industri yang terus berkembang pesat di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan konsumsinya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan industri ini juga ditandai dengan
peningkatan kapasitas produksi perusahaan-perusahaan industri kertas dalam satu
dekade terakhir ini. Salah satu indikator penyebab perkembangan dan
pertumbuhan yang cukup tinggi itu adalah kedekatan industri kertas dengan bahan
baku industrinya dalam hal kemudahan memperolehnya. Kedekatan inilah yang
menandai bahwa keterkaitan ke belakang industri kertas dengan sektor-sektor
penyedia inputnya (hulu) cukup besar.
Dari hasil analisis keterkaitan ke belakang industri kertas terhadap
berbagai sektor perekonomian indonesia (Tabel 5.9) dapat dilihat bahwa industri
pulp menduduki peringkat pertama dengan nilai sebesar 0,0944. Industri pulp
menduduki peringkat pertama karena pulp merupakan bahan baku utama yang
digunakan oleh industri kertas. Selanjutnya disusul oleh sektor pengangkutan dan
komunikasi pada urutan kedua. Masuknya sektor pengangkutan dan komunikasi
dalam peringkat yang cukup tinggi bila di bandingkan dengan sektor-sektor lain
dalam perekonomian dikarenakan pentingnya faktor pengangkutan dan
komunikasi dalam memperlancar rantai distribusi bahan baku dari tempat bahan
baku ke perusahaan tempat proses produksi dilaksanakan
62
Tabel 5.9. Keterkaitan ke Belakang Industri Kertas terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia
Sektor Koefisien Peringkat
Pertanian 0.0031 11 Kayu 0.0071 7 Hasil hutan lainnya 0.0007 17 Pertambangan dan penggalian 0.0023 12 Industri makanan dan minuman 0.0045 9 Industri tekstil dan pakaian 0.0004 20 Industri kayu dan furniture 0.0012 15 Industri pulp 0.0944 1 Industri kertas 0.0015 14 Industri barang dari kertas 0.0037 10 Industri percetakan 0.0010 16 Industri kimia 0.0401 4 Industri semen dan barang non logam 0.0001 21 Industri logam dasar 0.0000 22 Industri barang jadi dari logam 0.0017 13 Industri lainnya 0.0005 19 Listrik, gas dan air 0.0181 6 Bangunan 0.0006 18 Perdagangan 0.0621 3 Pengangkutan dan komunikasi 0.0731 2 Keuangan dan persewaan 0.0199 5 Jasa-jasa 0.0050 8 Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
5.3. Analisis Koefisien Penyebaran dan Kepekaan Penyebaran
Untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor
terhadap perkembangan sektor lainnya baik melalui mekanisme transaksi pasar
input dan pasar output dapat dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan
kepekaan penyebaran. Analisis koefisien penyebaran dianggap penting karena
menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu
sisitem perekonomian. Sedangkan analisis kepekaan penyebaran berguna untuk
63
memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul oleh suatu unit permintaan
akhir terhadap semua sektor di dalam perekonomian.
5.3.1. Koefisien Penyebaran
Koefisien penyebaran menunjukan efek relatif yang ditimbulkan oleh
keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara satu sektor
dengan semua sektor yang ada. Dengan kata lain merupakan efek yang
ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output suatu sektor yang
bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input
oleh sektor-sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Koefisien penyebaran ini diperoleh dari nilai keterkaitan output langsung dan
tidak langsung ke belakang yang dikalikan dengan jumlah sektor kemudian dibagi
dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Koefisien
penyebaran sering disebut sebagai daya penyebaran ke belakang. Nilai koefisien
yang lebih besar dari suatu sektor menunjukkan kemampuan sektor tersebut dalam
menarik perkembangan sektor hulunya.
Pada Tabel 5.10 dapat dilihat beberapa sektor yang mempunyai indeks
koefisien penyebaran yang tinggi antara lain sektor industri makanan dan
minuman, industri kayu dan furniture, listrik, gas dan air, industri barang dari
kertas juga industri tekstil dan pakaian. Berdasarkan nilai indeks koefisien
penyebaran yang lebih dari satu, hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor
tersebut memiliki kemampuan yang kuat untuk menarik pertumbuhan sektor
hulunya.
64
Tabel 5.10. Koefisien Penyebaran Industri Kertas Terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia
Sektor Koefisien Penyebaran
Pertanian 0,8701 Kayu 0,7953 Hasil hutan lainnya 0,7664 Pertambangan dan penggalian 0,7215 Industri makanan dan minuman 1,2152 Industri tekstil dan pakaian 1,1199 Industri kayu dan furniture 1,1710 Industri pulp 1,0016 Industri kertas 0,9611 Industri barang dari kertas 1,1495 Industri percetakan 1,0244 Industri kimia 0,9715 Industri semen dan barang non logam 1,0514 Industri logam dasar 1,1213 Industri barang jadi dari logam 0,9359 Industri lainnya 1.,0292 Listrik, gas dan air 1,1571 Bangunan 1,0939 Perdagangan 1,0066 Pengangkutan dan komunikasi 1,0195 Keuangan dan persewaan 0,8509 Jasa-jasa 0,9668
Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Untuk industri kertas, sektor ini mempunyai indeks koefisien penyebaran
sebesar 0,9611. Hal mengindikasikan bahwa industri kertas mempunyai
kemampuan yang kurang kuat dalam menarik perkembangan sektor hulunya.
Salah satu penyebab terjadi hal tersebut adalah adanya integrasi vertikal dalam
industri kertas sendiri, khususnya yaitu dengan sektor hulu yang paling besar
keterkaitannya dengan industri kertas yaitu industri pulp. Perusahaan-perusahaan
besar yang memiliki kapasitas produksi yang besar pula ternyata juga memiliki
pabrik pulp sebagai sumber bahan bakunya. Hal ini mengakibatkan kemampuan
industri kertas secara keseluruhan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya
65
terutama pulp menjadi semakin berkurang. Namun jika di tinjau dari sisi efisiensi,
menurut Karseno dan Mulyaningsih (2002) integrasi vertikal pada industri kertas
justru akan lebih meningkatkan efisiensi produksi perusahaan dalam industri
5.3.2. Kepekaan Penyebaran
Kepekaan penyebaran merupakan efek relatif yang disebabkan oleh
perubahan output suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan perubahan output
sektor ekonomi lainnya yang menggunakan output sektor tersebut sebagai input
baik langsung maupun tidak langsung. Kepekaan penyebaran ini sering disebut
indeks daya penyebaran ke depan yang diperoleh dari keterkaitan langsung dan
tidak langsung ke depan yang dikalikan dengan jumlah sektor kemudian dibagi
dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung dari semua sektor. Nilai
indeks kepekaan penyebaran lebih dari satu mengindikasikan suatu sektor
memiliki kemampuan yang kuat untuk mendorong sektor hilirnya.
Pada Tabel 5.11 dapat dilihat bahwa sektor pertambangan dan penggalian
memiliki indeks kepekaan penyebaran yang paling tinggi yaitu sebesar 1,9504.
Hal ini di karenakan sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu
sektor yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Barang tambang
seperti minyak bumi dengan produk hasil olahannya yaitu bahan bakar minyak
(BBM) merupakan pilar utama proses produksi output sektor-sektor industri
dalam perekonomian, sehingga sektor pertambangan dan penggalian mempunyai
kemempuan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya
terutama dalam hal penyedian kebutuhan bahan bakar untuk proses produksi.
66
Tabel 5.11. Kepekaan Penyebaran Industri Kertas terhadap Berbagai Sektor Perekonomian Di Indonesia
Sektor Kepekaan Penyebaran
Pertanian 1,2195 Kayu 0,8285 Hasil hutan lainnya 0,6419 Pertambangan dan penggalian 1,9504 Industri makanan dan minuman 1,0242 Industri tekstil dan pakaian 0,8641 Industri kayu dan furniture 0,7603 Industri pulp 0,7952 Industri kertas 1,0309 Industri barang dari kertas 0,6695 Industri percetakan 0,6644 Industri kimia 1,3632 Industri semen dan barang non logam 0,6954 Industri logam dasar 0,8080 Industri barang jadi dari logam 0,7914 Industri lainnya 0,8302 Listrik, gas dan air 0,8961 Bangunan 0,8149 Perdagangan 1,9990 Pengangkutan dan komunikasi 1,3019 Keuangan dan persewaan 1,3288 Jasa-jasa 0,7219
Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah).
Sedangkan untuk industri kertas, sektor industri ini mempunyai indeks kepekaan
penyebaran sebesar 1,309. Dengan nilai indeks yang lebih besar dari satu, hal ini
berarti bahwa industri kertas mempunyai kemampuan yang kuat untuk mendorong
perkembangan sektor hilirnya. Bila di bandingkan dengan beberapa sektor lainnya
yang tergolong sektor manufaktur seperti industri makanan dan minuman
(1,0242), industri tekstil dan pakaian (0,8641), dan industri kayu dan furniture
(0,7603), industri kertas lebih unggul dalam kemampuannya dalam menstimulir
perkembangan sektor-sektor hilirnya dan termasuk ke dalam delapan besar sektor
yang mempunyai indeks kepekaan penyebaran kuat dalam perekonomian.
67
Semuanya itu menandakan bahwa sektor industri kertas layak untuk terus
dikembangkan dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
5.4. Elastisitas Input-Output
Elastisitas input-output menyediakan pandangan baru untuk penentuan
sektor prioritas. Menurut Mattas dan Shresta (1991) dalam Imansyah (2000)
pendekatan ini lebih baik daripada analisis keterkaitan dan analisis multiplier
karena memperhitungkan share suatu sektor dalam output. Pendekatan ini
mempermudah policy makers untuk berkonsentrasi tidak hanya pada nilai-nilai
keterkaitan dan multiplier tertinggi tetapi juga pada share suatu sektor ekonomi.
Pendekatan elastisitas input-output dibagi kedalam tiga kategori yaitu elastisitas
output, pendapatan dan tenaga kerja.
5.4.1. Elastisitas Output
Elastisitas Output adalah perubahan persentase dalam total output suatu
sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor lainnya.
Pada perekonomian Indonesia, elastisitas output tertinggi ditempati oleh sektor
perdagangan dengan nilai elastisitas sebesar 1,2610 (Tabel 5.12). Nilai ini berarti
setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1 persen akan meningkatkan
output sektor perdagangan sebesar 1,2610 persen. Urutan kedua ditempati oleh
sektor industri makanan dan minuman dengan nilai elastisitas output sebesar
1,1253. Hal ini bermakna bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain
sebesar 1 persen maka akan meningkatkan total output sektor industri makanan
dan minuman sebesar 1,1253 persen. Nilai elastisitas output yang tinggi dari
68
kedua sektor tersebut mencerminkan bahwa outputnya mempunyai respon yang
besar terhadap perubahan permintaan akhir sektor lainnya atau lebih sensitif
terhadap perubahan yang terjadi pada sektor lainnya dalam hal permintaan akhir.
Untuk industri kertas, sektor ini memiliki elastisitas output sebesar
1,0023, yang berarti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1
persen akan meningkatkan total output industri kertas sebesar 1,0023 persen.
Dengan nilai elastisitas output yang lebih besar dari satu, industri kertas dapat
disebut cukup responsif terhadap perubahan permintaan akhir pada sektor lain.
5.4.2. Elastisitas Pendapatan
Elastisitas pendapatan adalah perubahan persentase dalam pendapatan
suatu sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor
lainnya. Pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa elastisitas pendapatan tertinggi
ditempati oleh sektor perdagangan dengan nilai elastisitas sebesar 1,1650. Nilai
ini berarti setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1 persen akan
meningkatkan pendapatan sektor perdagangan sebesar 1,1650 persen. Urutan
kedua ditempati oleh sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai elastisitas
pendapatan sebesar 1,0759. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan permintaan
akhir sektor lain sebesar 1 persen maka akan meningkatkan total output sektor
industri pertambangan dan penggalian sebesar 1,0759 persen. Nilai elastisitas
output yang tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam
perekonomian pada sektor perdagangan dan sektor pertambangan dan penggalian
69
menunjukkan bahwa pendapatan pada kedua sektor tersebut mempunyai respon
yang besar terhadap perubahan permintaan akhir sektor lainnya.
Sementara pada industri kertas, sektor ini memiliki elastisitas pendapatan
sebesar 0,5022, yang berarti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain
sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan dalam industri kertas sebesar
0,5022 persen. Dengan nilai elastisitas pendapatan yang kurang dari satu, industri
kertas dapat disebut kurang responsif terhadap perubahan permintaan akhir pada
sektor lain.
Tabel 5.12. Elastisitas Input-Output Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2000
Elastisitas Sektor Output Pendapatan Tenaga Kerja
Pertanian 0,3921 (15) 0,6449 ( 5 ) 0,5495 ( 9 ) Kayu 0,0955 (18) 0,3284 ( 9 ) 0,2619 (14) Hasil hutan lainnya 0,4050 (13) 0,2772 (12) 0,3319 (10) Pertambangan dan penggalian 1,1008 ( 3 ) 1,0759 ( 2 ) 0,9779 ( 3 ) Industri makanan dan minuman 1,1253 ( 2 ) 1,0009 ( 3 ) 1,0441 ( 2 ) Industri tekstil dan pakaian 0,5241 (11) 0,1790 (17) 0,2764 (13) Industri kayu dan furniture 0,2591 (16) 0,1877 (16) 0,1790 (16) Industri pulp 0,8697 ( 8 ) 0,6005 ( 6 ) 0,8877 ( 4 ) Industri kertas 1,0023 ( 5 ) 0,5022 ( 7 ) 0,6093 ( 8 ) Industri barang dari kertas 0,7100 ( 9 ) 0,0443 (21) 0,0485 (21) Industri percetakan 0,6084 (10) 0,0247 (22) 0,0431 (22) Industri kimia 0,9831 ( 6 ) 0,0901 (20) 0,7964 ( 5 ) Industri semen dan barang non logam 0,4048 (14) 0,3072 (11) 0,0900 (20) Industri logam dasar 0,0047 (21) 0,1659 (18) 0,3072 (12) Industri barang jadi dari logam 0,0139 (20) 0,2240 (14) 0,1737 (17) Industri lainnya 0,0548 (19) 0,3127 (10) 0,1631 (18) Listrik, gas dan air 0,9020 ( 7 ) 0,2778 (13) 0,3103 (11) Bangunan 0,1253 (17) 0,4772 ( 8 ) 0,1919 (15) Perdagangan 1,2610 ( 1 ) 1,1650 ( 1 ) 1,0768 ( 1 ) Pengangkutan dan komunikasi 1,0274 ( 4 ) 0,6903 ( 4 ) 0,7027 ( 6 ) Keuangan dan persewaan 0,0040 (22) 0,0994 (19) 0,6438 ( 7 ) Jasa-jasa 0,5179 (12) 0,2133 (15) 0,0980 (19) Sumber: Tabel I-O Indonesia, 2000 (diolah). Keterangan: ( ) merupakan peringkat
70
5.4.3. Elastisitas Tenaga Kerja
Elastisitas tenaga kerja adalah perubahan persentase tenaga kerja suatu
sektor akibat adanya perubahan persentase pada permintaan akhir sektor lainnya.
Diantara sektor lainnya dalam perekonomian elastisitas tenaga kerja tertinggi
ditempati oleh sektor perdagangan dengan nilai elastisitas sebesar 1,0768 (Tabel
5.12). Nilai ini berarti setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1
persen akan meningkatkan tenaga kerja sektor perdagangan sebesar 1,0768
persen. Peringkat kedua ditempati oleh sektor industri makanan dan minuman
dengan nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 1,0441. Nilai ini bermakna bahwa
setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan tenaga kerja sektor industri makanan dan minuman sebesar 1,0441
persen. Nilai elastisitas tenaga kerja yang tinggi dari kedua sektor tersebut
mengindikasikan bahwa jumlah tenaga kerjanya mempunyai respon yang besar
terhadap perubahan permintaan akhir sektor lainnya atau lebih sensitif terhadap
perubahan yang terjadi pada sektor lainnya dalam hal permintaan akhir.
Pada industri kertas, sektor ini memiliki elastisitas tenaga kerja sebesar
0,6093, yang berarti bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sektor lain sebesar 1
persen akan meningkatkan total output industri kertas sebesar 0,6093 persen.
Dengan nilai elastisitas yang kurang dari satu, tenaga kerja industri kertas dapat
disebut kurang responsif terhadap perubahan permintaan akhir pada sektor lain.
Namun demikian nilai elastisitas tenaga kerjanya masih bernilai positif, hal ini
terjadi dikarenakan industri kertas selain merupakan industri padat modal juga
merupakan industri yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.
71
5.5. Sektor-Sektor Kunci dalam Perekonomian Indonesia
Penentuan suatu sektor menjadi sektor kunci dalam perekonomian
Indonesia dapat didasarkan pada kategori-kategori analisis input-output seperti
analisis keterkaitan, dampak penyebaran atau elastisitas input-output. Pada
penentuan sektor kunci berdasarkan elastisitas input-output, sektor yang menjadi
kunci dalam perekonomian ditentukan berdasarkan ranking atau peringkat dari
keseluruhan sektor dalam perekonomian baik dilihat dari elastisitas output,
pendapatan maupun tenaga kerjanya (ranking elastisitas), sepuluh peringkat
tertinggi dari hasil perankingan tersebut merupakan sektor-sektor kunci dalam
perekonomian.
Dari hasil analisis sektor kunci perekonomian Indonesia tahun 2000
berdasarkan ranking elastisitas (Tabel 5.13), dapat diketahui sepuluh sektor kunci
perekonomian, yaitu: (1) perdagangan, (2) industri makanan dan minuman, (3)
pertambangan dan penggalian, (4) pengangkutan dan komunikasi, (5) industri
pulp, (6) industri kertas, (7) pertanian, (8) industri kimia, (9) listrik, gas dan air,
dan (10) hasil hutan lainnya. Hal ini berarti kesepuluh sektor tersebut menjadi
prioritas pemerintah untuk dikembangkan karena setiap sektor tersebut secara
simultan mempunyai respon yang tinggi terhadap perubahan permintaan akhir
sektor-sektor lainnya, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian
secara keseluruhan. Industri kertas termasuk dalam sektor kunci perekonomian
Indonesia (peringkat keenam), hal ini menunjukkan bahwa industri ini, bersama
dengan sembilan sektor kunci lainnya, merupakan sektor unggulan dalam
meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerjanya untuk lebih berperan
72
dalam perekonomian Indonesia dan pemerintah sebagai policy makers harus lebih
biak lagi dalam menjalankan fungsinya berkaitan dengan penetapan kebijakan
terhadap industri ini karena perannya dalam meningkatkan perekonomian
tersebut.
Tabel 5.13. Sektor Kunci Perekonomian menurut Ranking Elastisitas Input- Output Indonesia Tahun 2000
Elastisitas Input-Output
(peringkat) Sektor Output Pendapatan Tenaga
Kerja
Total Peringkat
Ranking Elastisitas
Pertanian 15 5 9 29 7 Kayu 18 9 14 41 12,5 Hasil hutan lainnya 13 12 10 35 10 Pertambangan dan penggalian 3 2 3 8 3
Industri makanan dan minuman 2 3 2 7 2
Industri tekstil dan pakaian 11 17 13 41 12,5 Industri kayu dan furniture 16 16 16 48 17,5 Industri pulp 8 6 4 18 5 Industri kertas 5 7 8 20 6 Industri barang dari kertas 9 21 21 51 20 Industri percetakan 10 22 22 54 22 Industri kimia 6 20 5 31 8,5 Industri semen dan barang non logam 14 11 20 45 14
Industri logam dasar 21 18 12 51 20 Industri barang jadi dari logam 20 14 17 51 20
Industri lainnya 19 10 18 47 16 Listrik, gas dan air 7 13 11 31 8,5 Bangunan 17 8 15 40 11 Perdagangan 1 1 1 3 1 Pengangkutan dan komunikasi 4 4 6 14 4
Keuangan dan persewaan 22 19 7 48 17,5 Jasa-jasa 12 15 19 46 15 Sumber: Tabel Input-Output Indonesia, 2000 (diolah)
73
5.6. Implikasi Kebijakan
Dari hasil penelitian ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai
implikasi kebijakan, antara lain yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis rasio upah dan gaji dengan surplus usaha pada
struktur nilai tambah bruto dapat diketahui bahwa sektor industri kertas
mempunyai nilai surplus usaha lebih besar dibandingkan upah dan gaji, hal ini
berarti bahwa distribusi pendapatan antara pemilik modal (perusahaan) dan
pekerja tidak merata atau terjadi ketimpangan yang besar yang dapat
disebabkan oleh adanya eksploitasi tenaga kerja oleh pemilik modal terhadap
tenaga kerja dengan share yang lebih besar terhadap perusahaan (pemilik
modal). Untuk mengurangi kesenjangan pendapatan ini diperlukan campur
tangan pemerintah yang lebih adil sebagai regulator ketenagakerjaan baik
melalui penetapan kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan tenaga kerja
maupun sebagai mediator antara perusahaan dan tenaga kerjanya dalam
penenganan berbagai masalah ketenagakerjaan terutama dalam persoalan
upah.
2. Pada sub-bab sebelummya, berdasarkan analisis keterkaitan industri kertas
tahun 2000 terhadap berbagai sektor perekonomian (keterkaitan per sektor)
dapat diketahui bahwa industri kertas memiliki nilai keterkaitan yang tinggi
baik ke depan maupun ke belakang terhadap sektor hulu dan hilirnya dan juga
dengan sektor pendukungnya. Hal ini menandakan bahwa dalam industri
kertas sangat potensial untuk dibentuk dan dikembangkannya klaster industri
kertas, kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam Peraturan
74
Presiden No.7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional. Dalam peraturan tersebut dijabarkan mengenai rencana pemerintah
untuk membangun daya saing industri manufaktur nasional lima tahun
kedepan dengan fokus pengembangan industri melalui penguatan dan
penumbuhan klaster-klaster industri inti yang termasuk industri kertas
didalamnya. Namun demikian dapat dinilai adanya keterlambatan pemerintah
karena baru tahun 2005 mengeluarkan kebijakan pengembangan klaster
industri tersebut, padahal dari tahun 2000 berdasarkan penelitian ini
pentingnya kebijakan klaster sudah dapat diidentifikasi.
Dengan adanya klaster ini maka bukan saja dapat saling menumbuh
kembangkan industri terkait dan industri pendukung dalam klaster tersebut,
tetapi juga mengingat dalam setiap sektor terdapat juga pelaku ekonomi yang
tergolong Industri Kecil dan Menengah (IKM), maka klaster tersebut akan
menarik IKM untuk memenuhi Permintaan barang dan jasa. Pada saat yang
sama jaringan yang terpadu dari IKM terkait akan terus berkembang,
menawarkan jasa dan produk-produk untuk mendukung klaster industrinya.
Oleh karena itu IKM memerankan peranan secara integral dan konstruktif
dalam suatu klaster industri, sementara klaster industri memberikan
kesempatan pada IKM untuk membuat keterkaitan pasokan antara perusahaan
besar dan menengah (Deprin, 2005).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis peranan industri kertas terhadap perekonomian
Indonesia, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1. Pada struktur permintaaan, industri kertas berkontribusi terhadap
permintaan antara sebesar Rp 10.800.775 juta dan permintaan akhir
sebesar Rp 13.970.847 juta, kemudian kontribusinya dalam struktur nilai
tambah bruto adalah sebesar Rp 7.895.327 juta dan jika dilihat dari
struktur ketenagakerjaan, industri ini mampu meyerap tenaga kerja sebesar
118.454 jiwa. Pada struktur ekspor dan impor, industri kertas melakukan
ekspor sebesar Rp 13.125.385 juta dan mengimpor sebesar Rp 8.507.854
juta dan jika dilihat dari struktur output sektoral, industri ini berkontribusi
sebesar Rp 24,771,622 juta.
2. Industri kertas memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap sektor hulu dan
hilirnya (keterkaitan industri kertas terhadap sektor-sektor perekonomian).
Pada keterkaitan ke depan industri kertas mempunyai keterkaitan yang
paling tinggi terhadap sektor industri barang dari kertas (0,3183) dan pada
peringkat kedua yaitu terhadap industri percetakan (0,2448) sementara
pada keterkaitan ke belakangnya, industri kertas memiliki keterkaitan yang
paling tinggi terhadap industri pulp (0,0944) yang merupakan sektor
penghasil bahan baku industri kertas dan pada sektor pengangkutan dan
komunikasi (0,0731) yang merupakan salah satu sektor pendukung
industri kertas.
76
3. Industri kertas kurang memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan
sektor hulunya karena jika dilihat dari hasil analisis koefisien penyebaran,
sektor industri ini memiliki indeks koefisien penyebaran yang kurang dari
satu (0,9611). Salah satu penyebab lemahnya industri ini dalam menarik
pertumbuhan sektor hulunya adalah adanya integrasi vertikal yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahan besar dalam industri ini dengan
sektor penghasil bahan bakunya, terutama pulp. Namun di sisi lain,
industri ini merupakan sektor industri yang memiliki kemampuan yang
kuat dalam mendorong pertumbuhan sektor hilirnya seperti industri barang
dari kertas dan industri percetakan karena memiliki indeks kepekaan lebih
dari satu (1,0309).
4. Industri kertas termasuk dalam salah satu dari sepuluh sektor kunci
perekonomian Indonesia (peringkat keenam) berdasarkan ranking
elastisitas. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri ini memiliki
respon yang tinggi terhadap perubahan permintaan akhir sektor lain dalam
hal peningkatan output, pendapatan, maupun tenaga kerjanya, sehingga
sektor ini mempunyai kemampuan yang cukup besar dalam berkontribusi
untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.
Bersama dengan sektor kunci lainnya, industri kertas merupakan sektor
prioritas yang harus dikembangkan oleh pemerintah sebagai policy makers
karena kontribusinya terhadap perekonomian tersebut.
77
6.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis, dapat disampaikan saran berikut ini.
1. Pemerintah harus campur tangan yang lebih intensif melalui penetapan
Upah Minimum Regional (UMR) yang benar-benar sesuai dengan standar
kehidupan di Indonesia, pemberian fasilitas karyawan yang lebih baik serta
jaminan sosial untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antara perusahaan
dan tenaga kerjanya pada industri kertas.
2. Pada industri kertas harus dibangun klaster industri yang kuat secara
berkelanjutan sehingga industri kertas dan sektor yang terkait di dalam
klaster tersebut seperti industri pulp, industri barang dari kertas dan industri
percetakan juga dapat saling menunjang untuk meningkatkan
perkembangannya dan peranannya terhadap perekonomian Indonesia.
3. Untuk meningkatkan efisiensi industri kertas tanpa mengurangi
kemampuan industri tersebut menarik pertumbuhan sektor hulunya antara
lain adalah dengan mempercepat transformasi pembangunan industri kertas
menuju fase innovation driven melalui peningkatan teknologi produksi dan
pelatihan tenaga kerja terampil yang intensif sehingga dapat meningkatkan
outputnya dan disisi lain sektor hulu tetap dapat memasok input bagi
industri kertas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia. 2003. Direktori Industri Pulp dan Kertas Indonesia 2003. APKI. Jakarta.
BPS. 2000. Tabel Input-Output Indonesia 2000. BPS. Jakarta.
Deprin. 2005. ”Kebijakan Pembangunan Industri Nasional” [Deprin Online].
http://www.deprin.go.id/ publikasi. [30 September 2005] Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES. Jakarta. Imansyah, M. H. 2000. “An Application of the FES Approach to A Small Region
in Indonesia: Banjarmasin Input-Output Model 1”. Paper for 13th
International Conference on Input-Output Techniques. Macerata, Italy. Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Karseno, A. R. dan Mulyaningsih, T. 2002. “Integrasi Vertikal dan Efisiensi
Industri: Industri Kertas Tahun 1979-1997 Dengan Pendekatan Error Correction Model”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 17. No. 2. Hal. 136-149.
Mansur, M. 2005. “Industri Kertas Butuh Investasi Baru” [Harian Terbit Online].
http://www.harianterbit.com [18 Februari 2005]. Miller, R. E. dan Blair, P.D. 1985. Input-Output Analysis: Foundation And
Extensions. Prentice Hall. New Jersey. USA. Muchtar. 1997. Dampak Keterkaitan Sektor Industri Terhadap Perekonomian
Wilayah Kabupaten Sidoarjo [Tesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Niaga, B. 2005. ”Profil Perusahaan” [Bank Niaga Online]. http://www.
bankniaga.com/content/content.asp?id=NNA [30 September 2005]. Puspitawati, E. 2000. Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan
Terhadap Perekonomian Propinsi Kalimantan Timur (Berdasarkan Analisis Input-Output) [Skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
79
Rosadi, H. Y. dan Vidyatmoko, D. 2002. “Analisis Pasar Pulp dan Kertas Indonesia”. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 4. No. 5. Hal. 194-203.
Ruhmaniyati. 2004. Analisis Peran Sektor Industri Pengolahan dan Dampaknya
terhadap Pembangunan Ekonomi Di Kota Cilegon [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sahara. 1998. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap
Perekonomian Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiyaji, A. 1995. Analisis Peranan dan Keterkaitan Sektor Pertanian dan
Industri di Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setyawan, S. A. 2005. Analisis peranan Sektor Industri Pengolahan Dan
Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Jepara [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sipayung, T. dan Pambudy, R. 2000. “Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah”. Prosiding Seminar. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tjandrawan, I. 1994. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap
Perekonomian Nasional [Skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wikipedia. 2005. ”Kertas” [Wikipedia Online]. http:// www.wikipedia.org /wiki/
Kertas [17 September 2005].
L A M P I R A N
81
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2000 Kode I-O 22 Sektor Sektor Kode I-O
175 Sektor 1 Pertanian 001-028, 031-034 2 Kayu 029 3 Hasil hutan lainnya 030 4 Pertambangan dan penggalian 035-048 5 Industri makanan dan minuman 049-073 6 Industri tekstil dan pakaian 074-083 7 Industri kayu dan furniture 084-089 8 Industri pulp 090 9 Industri kertas 091 10 Industri barang dari kertas 092 11 Industri percetakan 093 12 Industri kimia 094-109 13 Industri semen dan barang non logam 110-114 14 Industri logam dasar 115-118 15 Industri barang jadi dari logam 119-122 16 Industri lainnya 123-141 17 Listrik, gas dan air 142-143 18 Bangunan 144-148 19 Perdagangan 149-152 20 Pengangkutan dan komunikasi 153-159 21 Keuangan dan persewaan 160-164 22 Jasa-jasa 165-175 180 Jumlah permintaan antara 180 190 Jumlah input antara 190 200 Impor 200 201 Upah dan gaji 201 202 Surplus usaha 202 203 Penyusutan 203 204 Pajak tak langsung 204 205 Subsidi 205 209 Nilai tambah bruto 209 210 Jumlah input 210 301 Pengeluaran konsumsi rumah tangga 301 302 Pengeluaran konsumsi pemerintah 302 303 Pembentukan modal tetap bruto 303 304 Perubahan stok 304 305 Ekspor barang dagangan 305 306 Ekspor jasa 306 309 Jumlah permintaan akhir 309 310 Jumlah permintaan 310 401 Impor barang dagangan 401 402 Pajak penjualan 402 403 Bea masuk 403 404 Impor jasa 404 409 Jumlah impor 409 501 Margin perdagangan besar 501 502 Margin perdagangan eceran 502 503 Biaya pengangkutan 503 509 Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan 509 600 Jumlah output 600 700 Jumlah penyediaan 700 1000 Jumlah Tenaga Kerja -
82
Lampiran 2. Tabel Input-Output Indonesia 2000 Klasifikasi 22 Sektor (dalam Juta Rupiah) SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 16,479,462 628,277 2,370 - 101,407,069 2,895,693 45,192 203,441 77,460 0 0 8,663,098 20,670 2 55,777 246,938 110 19,908 6,371 181 10,238,634 370,183 175,170 3,091 271 7,089 7,553 3 7,319 6,452 84 - 1,577 11,792 1,290,130 - 904 - - 47,489 108 4 504 - - 14,359,514 159,780 116,418 77,417 17,750 57,853 - 122 59,606,352 5,073,703 5 17,991,824 - - - 41,437,228 1,525,403 121,930 - 110,443 20,333 11,114 975,596 4,867 6 40,064 5,926 1,563 33,355 69,770 32,813,755 129,957 0 4,800 4,834 8,826 643,371 3,597 7 55,453 - - 8,036 35,526 17,618 7,679,775 13,306 17,905 1,322 927 22,429 18,049 8 - - - - 0 - - 815,890 2,337,851 - - 0 - 9 11,738 10,569 6,720 8,393 737,160 174,394 19,955 49,560 37,824 2,817,323 3,335,755 64,069 112,666
10 25,237 34 2,241 13,086 823,486 141,206 23,895 5,539 90,876 82,941 162,333 338,430 65,190 11 4,024 8,600 1,837 5,592 100,293 15,588 2,606 77 348 1,884 29,097 55,203 18,467 12 5,453,568 181,513 15,056 916,890 2,411,849 6,094,626 1,785,241 186,560 994,190 378,574 590,218 19,509,059 1,991,003 13 1,404 798 33 - 23,850 3,171 75,903 - - 1,855 1,040 106,034 363,628 14 - - - - - 1,333 7,250 - - - - 1,338 22 15 151,973 315,543 4,258 1,427,867 337,083 287,405 478,590 21,441 41,364 76,099 29,494 627,644 85,442 16 369,478 5,385 4,010 6,796 7,343 6,871 5,297 967 2,391 1,870 1,989 45,308 3,043 17 63,399 20,441 7,442 55,857 332,210 2,638,908 479,858 8,817 448,292 210,867 146,426 853,459 1,037,798 18 1,648,155 610,459 120,362 1,918,899 51,590 141,643 26,894 378 5,244 4,809 874 131,486 105,732 19 7,860,001 553,349 161,541 1,530,809 44,982,939 8,484,877 6,292,473 627,958 1,537,320 448,116 728,617 5,281,570 1,235,550 20 2,014,838 206,330 16,515 1,306,524 5,575,839 3,145,427 2,217,561 683,187 1,811,506 490,913 382,227 3,782,725 754,117 21 1,327,026 296,553 25,799 1,711,213 1,963,083 2,777,613 1,660,931 416,936 493,628 151,302 72,579 1,785,080 594,346 22 84,800 13,325 5,917 64,615 224,135 111,828 59,048 36,667 123,073 43,839 55,321 264,426 38,491
190 53,646,043 3,110,492 375,858 23,387,354 200,688,183 61,405,749 32,718,539 3,458,656 8,368,441 4,739,973 5,557,229 102,811,252 11,534,040 200 4,540,845 528,881 40,433 5,735,602 19,554,319 24,566,298 4,558,979 2,772,489 8,507,854 1,093,040 1,493,947 43,824,694 2,167,427 201 40,004,914 2,577,985 565,245 25,590,708 30,567,459 16,143,177 5,797,569 940,504 1,952,762 1,212,512 1,664,063 21,585,418 3,296,212 202 121,484,311 9,864,358 1,623,946 127,536,530 53,550,990 21,778,114 11,365,129 1,182,701 4,588,639 1,605,479 4,625,725 59,758,947 3,901,063 203 2,772,542 933,072 64,560 8,010,781 8,229,567 5,414,886 2,664,443 301,975 865,958 83,898 138,774 11,731,919 1,996,046 204 1,946,396 325,240 28,902 6,554,176 19,714,933 2,103,875 429,764 83,524 487,968 115,718 147,670 4,343,702 926,591 205 - - - - - - - - - - - (250,228) - 209 166,208,164 13,700,655 2,282,652 167,692,195 112,062,949 45,440,052 20,256,905 2,508,705 7,895,327 3,017,607 6,576,232 97,169,759 10,119,912 210 224,395,262 17,340,028 2,698,944 196,815,151 332,305,451 131,412,099 57,534,424 8,739,849 24,771,622 8,850,620 13,627,408 243,805,705 23,821,379 1000 40,328,519 555,824 86,513 825,943 3,012,592 2,480,225 2,450,134 57,051 118,454 73,551 100,942 705,030 648,911
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2000 (diolah).
Lampiran 2. (Lanjutan) SEKTOR 14 15 16 17 18 19 20 21 22 180
1 - 7 620,945 - - 10,995,084 299,595 34,761 2,604,292 144,977,415 2 - 6,385 37,085 - 4,247,158 15,142 1,797 137 3,980 15,442,961 3 - 1,032 15,981 4 5,398 10,593 - 85 42,979 1,441,926 4 9,412,111 448,097 156,852 14,194,344 13,411,727 2,108 15,875 - 350,202 117,460,730 5 - 1,870 121,600 - - 19,876,791 3,420,000 121,891 4,823,760 90,564,649 6 382 126,951 441,445 3,509 27,697 866,919 213,038 123,713 1,253,594 36,817,065 7 16 232,727 412,172 - 6,705,354 398,437 13,601 2,383 50,666 15,685,700 8 - - 0 - - - - - - 3,153,741 9 1,866 9,966 141,661 2,503 37,472 791,078 21,723 143,563 2,264,817 10,800,775
10 1,331 18,360 524,963 7,223 105,350 1,876,778 41,668 510,749 215,106 5,076,020 11 1,117 3,676 62,349 22,499 130,134 1,741,063 341,577 609,875 4,570,465 7,726,372 12 1,713,139 1,463,727 8,192,544 1,138,155 11,271,180 8,700,397 8,652,990 1,186,127 5,649,428 88,476,035 13 2,584 100,579 967,056 1,843 14,125,130 114,887 18,113 19,810 117,781 16,045,498 14 3,167,649 4,260,652 3,169,663 - 9,107,915 124,643 3,664 - - 19,844,128 15 157,310 411,642 1,739,019 149,860 13,744,715 1,060,553 156,597 2,106,401 337,915 23,748,215 16 6,825 36,858 14,164,525 2,805 373,808 13,775,405 5,076,505 110,705 1,028,382 35,036,568 17 1,117,997 495,995 1,767,713 2,360,872 158,812 6,242,983 723,786 859,944 1,916,197 21,948,074 18 34,844 65,630 197,678 278,248 173,327 3,100,861 3,377,213 3,221,672 4,071,179 19,287,176 19 882,015 1,724,228 19,310,973 966,559 19,742,292 35,206,332 16,368,525 6,011,084 17,830,502 197,767,626 20 1,244,738 1,002,892 6,200,999 322,950 6,275,139 12,575,746 11,966,678 3,649,923 4,902,338 70,529,113 21 824,206 1,016,559 6,344,842 527,567 10,802,361 32,383,780 7,731,525 16,451,399 4,870,332 94,228,657 22 438,670 27,429 123,635 26,305 758,063 1,547,609 1,226,708 3,565,388 3,175,281 12,014,574
190 19,006,798 11,455,261 64,713,698 20,005,246 111,203,030 151,407,189 59,671,179 38,729,610 60,079,196 1,048,073,019 200 5,580,177 6,598,332 49,444,297 2,238,722 39,900,641 19,136,855 26,588,859 7,161,218 11,896,848 287,930,757 201 2,333,616 3,477,803 19,372,182 2,279,382 37,132,511 61,084,802 16,877,567 21,352,623 85,034,756 400,843,770 202 5,015,430 4,393,576 30,383,451 4,703,542 29,228,340 134,564,418 26,793,354 84,127,070 12,973,385 755,048,498 203 1,229,081 834,116 7,147,952 4,044,105 6,723,107 14,562,257 19,093,237 6,756,704 6,480,946 110,079,928 204 564,511 770,326 5,028,378 476,948 3,489,434 15,458,757 2,278,073 3,226,690 777,156 69,278,732 205 - - - (3,110,250) - - (30,100) - - (3,390,578) 209 9,142,638 9,475,821 61,931,963 8,393,727 76,573,392 225,670,233 65,012,131 115,463,088 105,266,243 1,331,860,350 210 33,729,613 27,529,413 176,089,959 30,637,695 227,677,063 396,214,278 151,272,169 161,353,916 177,242,287 2,667,864,126 1000 357,938 259,161 1,041,218 225,664 4,183,255 17,569,515 4,870,912 1,448,034 11,921,562 93,320,948
Lampiran 2. (Lanjutan) SEKTOR 301 302 303 304 305 306 309 310 401 402 403
1 107,161,321 - 189,210 1,400,697 6,943,933 - 115,695,160 260,672,575 - - - 2 835,614 - - 937,437 124,016 - 1,897,067 17,340,028 - - - 3 794,582 - - 68,188 394,247 - 1,257,018 2,698,944 - - - 4 2,730 - - 2,187,837 77,225,466 - 79,416,034 196,815,151 - - - 5 209,202,573 - - 32,696 29,525,337 - 238,760,605 329,325,254 - - - 6 20,013,435 - 29,581 668,398 73,883,620 - 94,595,034 131,412,099 - - - 7 4,008,568 - 64,766 613,086 37,162,305 - 41,848,724 57,534,424 - - - 8 - - - 112,559 5,473,550 - 5,586,108 8,739,849 - - - 9 646,416 - - 199,045 13,125,385 - 13,970,847 24,771,622 - - - 10 2,114,513 - - 25,673 1,634,413 - 3,774,599 8,850,620 - - - 11 2,483,96 - - (68,033) 3,485,110 - 5,901,036 13,627,408 - - - 12 42,949,071 - - 5,111,785 107,268,814 - 155,329,670 243,805,705 - - - 13 1,553,327 - 15,480 158,747 6,048,326 - 7,775,881 23,821,379 - - - 14 - - - 942,643 12,942,842 - 13,885,485 33,729,613 - - - 15 1,267,471 - 6,036,239 115,281 31,857,365 - 39,276,356 64,119,165 - - - 16 38,479,294 - 8,561,393 292,158 57,162,042 1,001,733 105,496,620 139,438,593 - - - 17 8,689,621 - - - - - 8,689,621 30,637,695 - - - 18 - - 208,389,887 - - - 208,389,887 227,677,063 - - - 19 133,927,374 - 9,211,076 1,193,491 41,707,413 15,387,495 201,426,849 396,214,278 - - - 20 51,457,373 - 2,243,592 474,282 14,790,238 11,777,571 80,743,056 151,272,169 - - - 21 55,167,642 - - - - 11,957,617 67,125,259 161,353,916 - - - 22 67,539,933 88,965,935 110,209 301 77,200 8,534,136 165,227,713 177,242,287 - - -
190 748,294,818 88,965,935 234,851,433 14,466,269 520,831,623 48,658,552 1,656,068,629 2,701,099,837 200 108,503,497 1,813,665 37,786,438 4,316,514 - - 152,420,114 441,988,447 314,865,480 15,241,044 8,028,454 201 202 203 204 205 209 - - - - - - - - 210 856,798,315 90,779,600 272,637,871 18,782,783 520,831,623 48,658,552 1,808,488,743 3,143,088,284 314,865,480 15,241,044 8,028,454 1000
Lampiran 2. (Lanjutan) SEKTOR 404 501 502 503 509 600 700
1 - - - - - 260,672,575 260,672,575 2 - - - - - 17,340,028 17,340,028 3 - - - - - 2,698,944 2,698,944 4 - - - - - 196,815,151 196,815,151 5 - - - - - 329,325,254 329,325,254 6 - - - - - 131,412,099 131,412,099 7 - - - - - 57,534,424 57,534,424 8 - - - - - 8,739,849 8,739,849 9 - - - - - 24,771,622 24,771,622
10 - - - - - 8,850,620 8,850,620 11 - - - - - 13,627,408 13,627,408 12 - - - - - 243,805,705 243,805,705 13 - - - - - 23,821,379 23,821,379 14 - - - - - 33,729,613 33,729,613 15 - - - - - 64,119,165 64,119,165 16 - - - - - 139,438,593 139,438,593 17 - - - - - 30,637,695 30,637,695 18 - - - - - 227,677,063 227,677,063 19 - - - - - 396,214,278 396,214,278 20 - - - - - 151,272,169 151,272,169 21 - - - - - 161,353,916 161,353,916 22 - - - - - 177,242,287 177,242,287 190 - - - - 2,701,099,837 2,701,099,837 200 103,853,469 - - - - - 441,988,447 201 202 203 204 205 209 - - - - - - - 210 103,853,469 - - - - 2,701,099,837 3,143,088,284
1000
Lampiran 3. Matriks Koefisien Teknis Klasifikasi 22 Sektor SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 0.0734 0.0362 0.0009 0.0000 0.3052 0.0220 0.0008 0.0233 0.0031 0.0000 0.0000 0.0355 0.0009
2 0.0002 0.0142 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.1780 0.0424 0.0071 0.0003 0.0000 0.0000 0.0003
3 0.0000 0.0004 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0224 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0000
4 0.0000 0.0000 0.0000 0.0730 0.0005 0.0009 0.0013 0.0020 0.0023 0.0000 0.0000 0.2445 0.2130
5 0.0802 0.0000 0.0000 0.0000 0.1247 0.0116 0.0021 0.0000 0.0045 0.0023 0.0008 0.0040 0.0002
6 0.0002 0.0003 0.0006 0.0002 0.0002 0.2497 0.0023 0.0000 0.0002 0.0005 0.0006 0.0026 0.0002
7 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.1335 0.0015 0.0007 0.0001 0.0001 0.0001 0.0008
8 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0934 0.0944 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
9 0.0001 0.0006 0.0025 0.0000 0.0022 0.0013 0.0003 0.0057 0.0015 0.3183 0.2448 0.0003 0.0047
10 0.0001 0.0000 0.0008 0.0001 0.0025 0.0011 0.0004 0.0006 0.0037 0.0094 0.0119 0.0014 0.0027
11 0.0000 0.0005 0.0007 0.0000 0.0003 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0021 0.0002 0.0008
12 0.0243 0.0105 0.0056 0.0047 0.0073 0.0464 0.0310 0.0213 0.0401 0.0428 0.0433 0.0800 0.0836
13 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0013 0.0000 0.0000 0.0002 0.0001 0.0004 0.0153
14 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
15 0.0007 0.0182 0.0016 0.0073 0.0010 0.0022 0.0083 0.0025 0.0017 0.0086 0.0022 0.0026 0.0036
16 0.0016 0.0003 0.0015 0.0000 0.0000 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0001 0.0002 0.0001
17 0.0003 0.0012 0.0028 0.0003 0.0010 0.0201 0.0083 0.0010 0.0181 0.0238 0.0107 0.0035 0.0436
18 0.0073 0.0352 0.0446 0.0097 0.0002 0.0011 0.0005 0.0000 0.0002 0.0005 0.0001 0.0005 0.0044
19 0.0350 0.0319 0.0599 0.0078 0.1354 0.0646 0.1094 0.0718 0.0621 0.0506 0.0535 0.0217 0.0519
20 0.0090 0.0119 0.0061 0.0066 0.0168 0.0239 0.0385 0.0782 0.0731 0.0555 0.0280 0.0155 0.0317
21 0.0059 0.0171 0.0096 0.0087 0.0059 0.0211 0.0289 0.0477 0.0199 0.0171 0.0053 0.0073 0.0250
22 0.0004 0.0008 0.0022 0.0003 0.0007 0.0009 0.0010 0.0042 0.0050 0.0050 0.0041 0.0011 0.0016
Total 0.2391 0.1794 0.1393 0.1188 0.6039 0.4673 0.5687 0.3957 0.3378 0.5356 0.4078 0.4217 0.4842
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2000 (diolah).
Lampiran 3. (Lanjutan) SEKTOR 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Total
1 0.0000 0.0000 0.0035 0.0000 0.0000 0.0278 0.0020 0.0002 0.0147 0.5495 2 0.0000 0.0002 0.0002 0.0000 0.0187 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.2619 3 0.0000 0.0000 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0002 0.0236 4 0.2790 0.0163 0.0009 0.4633 0.0589 0.0000 0.0001 0.0000 0.0020 1.3580 5 0.0000 0.0001 0.0007 0.0000 0.0000 0.0502 0.0226 0.0008 0.0272 0.3319 6 0.0000 0.0046 0.0025 0.0001 0.0001 0.0022 0.0014 0.0008 0.0071 0.2764 7 0.0000 0.0085 0.0023 0.0000 0.0295 0.0010 0.0001 0.0000 0.0003 0.1790 8 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1877 9 0.0001 0.0004 0.0008 0.0001 0.0002 0.0020 0.0001 0.0009 0.0128 0.5997 10 0.0000 0.0007 0.0030 0.0002 0.0005 0.0047 0.0003 0.0032 0.0012 0.0485 11 0.0000 0.0001 0.0004 0.0007 0.0006 0.0044 0.0023 0.0038 0.0258 0.0431 12 0.0508 0.0532 0.0465 0.0371 0.0495 0.0220 0.0572 0.0074 0.0319 0.7964 13 0.0001 0.0037 0.0055 0.0001 0.0620 0.0003 0.0001 0.0001 0.0007 0.0900 14 0.0939 0.1548 0.0180 0.0000 0.0400 0.0003 0.0000 0.0000 0.0000 0.3072 15 0.0047 0.0150 0.0099 0.0049 0.0604 0.0027 0.0010 0.0131 0.0019 0.1737 16 0.0002 0.0013 0.0804 0.0001 0.0016 0.0348 0.0336 0.0007 0.0058 0.1631 17 0.0331 0.0180 0.0100 0.0771 0.0007 0.0158 0.0048 0.0053 0.0108 0.3103 18 0.0010 0.0024 0.0011 0.0091 0.0008 0.0078 0.0223 0.0200 0.0230 0.1919 19 0.0261 0.0626 0.1097 0.0315 0.0867 0.0889 0.1082 0.0373 0.1006 1.4070 20 0.0369 0.0364 0.0352 0.0105 0.0276 0.0317 0.0791 0.0226 0.0277 0.7027 21 0.0244 0.0369 0.0360 0.0172 0.0474 0.0817 0.0511 0.1020 0.0275 0.6438 22 0.0130 0.0010 0.0007 0.0009 0.0033 0.0039 0.0081 0.0221 0.0179 0.0980
Total 0.5635 0.4161 0.3675 0.6530 0.4884 0.3821 0.3945 0.2400 0.3390 8.7433
Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontief Klasifikasi 22 Sektor SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 1.1178 0.0446 0.0058 0.0012 0.4000 0.0483 0.0221 0.0394 0.0172 0.0134 0.0109 0.0474 0.0100
2 0.0006 1.0155 0.0013 0.0004 0.0005 0.0003 0.2088 0.0481 0.0121 0.0044 0.0031 0.0003 0.0009
3 0.0001 0.0004 1.0001 0.0000 0.0000 0.0002 0.0260 0.0001 0.0001 0.0001 0.0000 0.0002 0.0001
4 0.0112 0.0109 0.0106 1.0826 0.0122 0.0386 0.0260 0.0163 0.0304 0.0397 0.0291 0.2921 0.2872
5 0.1068 0.0076 0.0055 0.0012 1.1920 0.0303 0.0166 0.0133 0.0155 0.0148 0.0108 0.0123 0.0074
6 0.0007 0.0009 0.0012 0.0004 0.0013 1.3337 0.0046 0.0009 0.0011 0.0018 0.0017 0.0042 0.0011
7 0.0008 0.0015 0.0017 0.0005 0.0008 0.0006 1.1548 0.0024 0.0014 0.0009 0.0006 0.0004 0.0014
8 0.0001 0.0001 0.0004 0.0000 0.0005 0.0003 0.0002 1.1038 0.1045 0.0337 0.0261 0.0001 0.0007
9 0.0009 0.0012 0.0035 0.0002 0.0049 0.0032 0.0021 0.0076 1.0043 0.3235 0.2508 0.0012 0.0067
10 0.0008 0.0005 0.0014 0.0002 0.0042 0.0024 0.0017 0.0017 0.0046 1.0116 0.0137 0.0019 0.0036
11 0.0005 0.0010 0.0013 0.0002 0.0016 0.0011 0.0015 0.0013 0.0011 0.0014 1.0030 0.0006 0.0016
12 0.0345 0.0192 0.0133 0.0078 0.0294 0.0775 0.0542 0.0394 0.0584 0.0749 0.0681 1.0938 0.1031
13 0.0007 0.0025 0.0030 0.0007 0.0007 0.0005 0.0026 0.0006 0.0005 0.0008 0.0004 0.0009 1.0163
14 0.0007 0.0036 0.0026 0.0013 0.0008 0.0009 0.0024 0.0010 0.0008 0.0014 0.0007 0.0008 0.0013
15 0.0022 0.0220 0.0053 0.0090 0.0034 0.0052 0.0166 0.0061 0.0042 0.0118 0.0044 0.0059 0.0080
16 0.0052 0.0034 0.0052 0.0011 0.0099 0.0063 0.0093 0.0086 0.0077 0.0082 0.0062 0.0028 0.0050
17 0.0021 0.0032 0.0052 0.0010 0.0059 0.0322 0.0153 0.0050 0.0230 0.0359 0.0196 0.0055 0.0508
18 0.0097 0.0378 0.0463 0.0112 0.0065 0.0054 0.0138 0.0072 0.0054 0.0058 0.0036 0.0051 0.0105
19 0.0648 0.0494 0.0767 0.0137 0.2025 0.1140 0.1683 0.1133 0.0991 0.1048 0.0943 0.0382 0.0770
20 0.0170 0.0193 0.0130 0.0097 0.0357 0.0440 0.0626 0.1036 0.0965 0.0981 0.0602 0.0240 0.0452
21 0.0164 0.0287 0.0221 0.0134 0.0327 0.0474 0.0636 0.0782 0.0452 0.0467 0.0275 0.0180 0.0441
22 0.0014 0.0021 0.0034 0.0009 0.0030 0.0033 0.0043 0.0080 0.0079 0.0094 0.0072 0.0021 0.0037
Total 1.3950 1.2751 1.2287 1.1567 1.9484 1.7956 1.8775 1.6059 1.5409 1.8431 1.6424 1.5577 1.6858
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2000 (diolah).
Lampiran 4. (Lanjutan) SEKTOR 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Total
1 0.0067 0.0084 0.0182 0.0051 0.0116 0.0599 0.0239 0.0056 0.0377 1.9552
2 0.0003 0.0013 0.0012 0.0005 0.0254 0.0008 0.0009 0.0007 0.0011 1.3283
3 0.0000 0.0001 0.0002 0.0000 0.0008 0.0001 0.0001 0.0000 0.0003 1.0291
4 0.3732 0.0558 0.0416 0.5581 0.1194 0.0235 0.0298 0.0120 0.0267 3.1272
5 0.0059 0.0090 0.0139 0.0044 0.0105 0.0724 0.0404 0.0068 0.0449 1.6422
6 0.0009 0.0038 0.0056 0.0008 0.0014 0.0040 0.0032 0.0018 0.0105 1.3855
7 0.0004 0.0050 0.0041 0.0007 0.0348 0.0020 0.0015 0.0010 0.0016 1.2191
8 0.0001 0.0001 0.0004 0.0001 0.0002 0.0006 0.0003 0.0004 0.0022 1.2750
9 0.0010 0.0013 0.0038 0.0009 0.0020 0.0062 0.0024 0.0041 0.0212 1.6529
10 0.0007 0.0013 0.0054 0.0008 0.0018 0.0063 0.0018 0.0041 0.0028 1.0734
11 0.0010 0.0010 0.0017 0.0013 0.0018 0.0058 0.0039 0.0053 0.0274 1.0653
12 0.0715 0.0450 0.0816 0.0516 0.0755 0.0395 0.0802 0.0173 0.0498 2.1857
13 0.0007 0.0025 0.0082 0.0012 0.0638 0.0016 0.0024 0.0018 0.0026 1.1150
14 1.1049 0.0856 0.0247 0.0018 0.0502 0.0025 0.0028 0.0026 0.0020 1.2955
15 0.0098 1.0237 0.0184 0.0115 0.0661 0.0068 0.0058 0.0171 0.0057 1.2689
16 0.0045 0.0183 1.1062 0.0031 0.0095 0.0454 0.0468 0.0048 0.0137 1.3310
17 0.0420 0.0170 0.0198 1.0855 0.0102 0.0219 0.0104 0.0088 0.0166 1.4368
18 0.0082 0.0054 0.0063 0.0171 1.0073 0.0134 0.0284 0.0246 0.0274 1.3066
19 0.0517 0.1095 0.1589 0.0522 0.1284 1.1331 0.1550 0.0607 0.1395 3.2051
20 0.0532 0.0544 0.0537 0.0216 0.0487 0.0488 1.0999 0.0338 0.0441 2.0874
21 0.0444 0.0481 0.0718 0.0343 0.0772 0.1116 0.0828 1.1247 0.0515 2.1306
22 0.0166 0.0038 0.0042 0.0025 0.0071 0.0078 0.0119 0.0261 1.0208 1.1575
Total 1.7978 1.5005 1.6501 1.8552 1.7539 1.6138 1.6346 1.3643 1.5500 35.2733