109
ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA FANYA TAMARA KARINA H14104104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA … · KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat ... Septi, Yeli, Tika, Mamieh, Iyo, Uunk,

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN

FANYA TAMARA KARINA. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI)

Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) telah memunculkan isu baru yaitu kaitan antara perdagangan dan lingkungan. Green Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan. Seiring terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Kebijakan lingkungan suatu negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara akan menjadi penghambat negara eksportir. Contohnya pada penerapan standarisasi ekolabel dan ISO14000 pada produk berbasis kehutanan yang dikhawatirkan dapat memicu deforestasi besar-besaran. Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan bahwa penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan permasalahan lingkungan yang paling utama dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia, sehingga produk-produk yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar dapat lebih meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007). Faktanya PDB dari sektor kehutanan relatif besar, sektor industri kayu terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006 ekspor produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia, pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 1 juta orang (APKINDO, 2006). Namun bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena terkadang tidak sesuai dengan kondisi produk yang dihasilkan. Semenjak diberlakukannya kebijakan ekolabel, rata-rata produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas), Coniferous of Wood (kayu serabut), dan Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) mengalami fluktuasi pada volume ekspornya dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah (1) bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia? dan (2) faktor apakah yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share (CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia. Berdasarkan analisis daya saing komparatif dan kompetitif, dari empat produk yang dianalisis, hanya satu produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, yaitu produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit). Dua diantaranya lebih memiliki keunggulan komparatif, produk tersebut adalah Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) dan Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas. Sedangkan produk Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun kompetitif. Hasil analisis CMS berdasarkan studi ini menunjukan bahwa daya saing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) yang paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja. Bagi para pelaku eksportir disarankan dalam jangka panjang agar mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor dengan cara mulai memperhatikan dan menerapkan secara nyata berbagai persyaratan perdagangan yang diajukan oleh pihak importir, baik dari segi kualitas maupun peningkatan penerapan standarisasi terhadap keselamatan lingkungan hidup jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing.

ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA

FANYA TAMARA KARINA H14104104

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Fanya Tamara Karina

Nomor Registrasi Pokok : H14104104

Program studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang

Sensitif terhadap Lingkungan dan Faktor-

faktor yang Mempengaruhinya

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc

NIP. 131 967 243

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D

NIP. 131 846 872

Tanggal kelulusan :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fanya Tamara Karina lahir pada tanggal 6 April 1986 di

Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari

pasangan Dedy Achwandi dan Yulia Risdiani. Jenjang pendidikan penulis dilalui

seluruhnya di Kota Bogor. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Pengadilan V

Bogor pada tahun 1993. Kemudian melanjutkan SLTP Negeri V Bogor dan lulus

pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri II Bogor

dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi

dan Institut Pertanian Bogor merupakan pilihan yang utama. Penulis masuk IPB

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru dan diterima sebagai

mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di berbagai kepanitiaan seperti

Economics Contest dan Hipotex-R. Penulis juga pernah menjadi pengurus pada

organisasi Himpunan Profesi dan Peminat Ekonomi Studi Pembangunan

(Hipotesa).

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat

dan karunia - Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“ Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan

dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ”. Masalah daya saing produk

Indonesia di pasar dunia merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam upaya

peningkatan ekspor produk Indonesia khususnya produk yang sensitif terhadap

lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya pun sangat penting diketahui

untuk membantu membuat kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing.

Keterkaitan itulah yang ingin diteliti. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

sabar dalam memberikan bimbingan, baik secara teknis maupun teoritis.

2. Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritik yang membangun bagi kesempurnaan karya ini.

3. Jaenal Effendi, MA sebagai dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah

memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang baik dan benar.

4. Rina Oktaviani, Ph.D dan M. Firdaus, Ph.D atas ilmu yang telah banyak

diberikan selama ini.

5. Staf Departemen Ilmu Ekonomi dan staf Fakultas Ekonomi dan

Manajemen atas kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu di

Departemen Ilmu Ekonomi.

6. Keluarga tercinta, HM. Dedy Achwandi dan Hj. Yulia Risdiani, atas

segala kasih sayang dan doa’nya untuk keberhasilan penulis dan selalu

memberikan dukungan sehingga karya ini bisa terselesaikan juga adik-adik

Arsya dan Adli.

7. Teh Lea, Heri dan Indah yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan

dan kebersamaan selama ini.

8. Teman-teman IE 41, Della, Dilla, Hana, Heni, Rani, Mair, Chai, Dora,

Baba, Nisa, Septi, Yeli, Tika, Mamieh, Iyo, Uunk, Abi, Dani, Dado, Islam,

Siera, Sigit, Soli, Dewi, Maxy dan IE lainnya yang bukan dilupakan tapi

tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Sahabat-sahabatku Rini, Yeni, Asri, Diana, Rere, Minceu, Abs, Tatang.

Thank you for our never ending friendship.

10. Untuk semua pihak yang telah membantu dan mengisi hidupku. You may

not be written but you’re not forgotten.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Januari 2009

Fanya Tamara Karina

H14104104

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

DAFTAR TABEL............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 8

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12

1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................. 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................... 14

2.1. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 14

2.1.1. Ekonomi Versus Lingkungan.............................................. 14

2.1.2. Internalisasi Aspek Lingkungan Hidup dalam Perdagangan 16

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional......................................... 18

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor ...... 22

2.1.5. Konsep Daya Saing............................................................. 24

2.2. Studi Penelitian Terdahulu............................................................. 28

2.2.1. Penelitian Mengenai Daya Saing........................................ 28

2.2.2. Penelitian Mengenai Ekonomi dan Lingkungan ................ 32

2.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 34

III. METODE PENELITIAN.......................................................................... 39

3.1. Jenis dan Sumber Data... ................................................................ 39

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data... ....................................... 40

3.2.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) .......................... 41 3.2.2. Constant Market Share Analysis (CMS)............................. 41 3.2.3. Export Product Dynamic (EPD) ......................................... 42

IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 45

4.1. Pertumbuhan Ekspor Indonesia di Pasar Dunia ............................ 45

4.2. Pertumbuhan Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ................................................................................... 46

4.2.1. Pertumbuhan Ekspor Wood and Articles of Wood (Kayu dan Artikel Kayu)................................................. 46

4.2.2. Pertumbuhan Ekspor Pulp (Bubur Kertas) ..................... 50

4.2.3. Pertumbuhan Ekspor Vegetable Fats and Oils (Minyak Nabati) .............................................................. 53

4.3. Perkembangan Impor Dunia ......................................................... 56

4.3.1. Perkembangan Impor Plywood Consisting Solely of Sheets (Kayu Lapis) Dunia ............................................ 56

4.3.2. Perkembangan Impor Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Dunia ...................................................... 57

4.3.3. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp Of Paper (Bubur Kertas) Dunia....................................... 59

4.3.4. Perkembangan Impor Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) Dunia ............................................ 61

V. ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ......................................................................... 63

5.1. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ................................................................................... 63

5.1.1. Analisis Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage) ......................................................................... 64

5.1.1.1. Analisis Produk Plywood Consisting Solely of Sheets (Kayu Lapis) ........................................... 64

5.1.1.2. Analisis Produk Semi-Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) ............................ 68

5.1.1.3. Analisis Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) .................................................. 70

5.1.1.4. Analisis Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit)................................... 73

5.1.2. Analisis Keunggulan Kompetitif Produk Ekspor Dinamis (Export Product Dynamic)................................................ 75

5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan ............................ 77

5.2.1. Analisis Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share) 77

5.2.1.1. Analisis CMS Produk Plywood Consisting Solely of Sheets (Kayu Lapis) ........................... 77

5.2.1.2. Analisis CMS Produk Semi-Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) ........... 79

5.2.1.3. Analisis CMS Produk Coniferous of Wood

(Kayu Serabut) .................................................. 81

5.2.1.4. Analisis CMS Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) ........................... 84

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 86

6.1. Kesimpulan .................................................................................... 86

6.2. Saran .............................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 89

LAMPIRAN ..................................................................................................... 92

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Kehutanan Tahun 2000-2006 ................................................................................................ 2

2. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Perikanan dan Perkebunan Tahun 2000-2006 ..................................................................................... 3

3. Volume Ekspor Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan di Pasar Dunia ($ ‘000)........................................................ 11

4. Matriks Posisi Pasar ................................................................................. 44

5. Estimasi RCA Produk Plywood Consisting solely of sheets (Kayu Lapis) ............................................................................................ 65

6. Estimasi RCA Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas).......................................................................................... 68

7. Estimasi RCA Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) ................... 71

8. Estimasi RCA Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) ........................................................................................ 74

9. Hasil Estimasi Export Product Dynamic (EPD) ...................................... 77

10. Estimasi CMS Produk Plywood Consisting solely of sheets (Kayu Lapis) ............................................................................................ 78

11. Estimasi CMS Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas).......................................................................................... 80

12. Estimasi CMS Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) ................... 82

13. Estimasi CMS Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) ........................................................................................ 84

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional ................... 22

2. Kerangka Pemikiran................................................................................ 37

3. Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2000-2006...................... 46

4. Perkembangan Nilai Ekspor Wood and articles of wood (Kayu dan Artikel Kayu) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006.. 47

5. Perkembangan Ekspor Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ........................................... 48

6. Perkembangan Ekspor Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ........................................... 50

7. Perkembangan Ekspor Pulp Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 .................................................................................... 51

8. Perkembangan Ekspor Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 .................. 52

9. Ekspor Vegetable Fats and Oils Indonesia ke Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ................................................................................... 54

10. Perkembangan Ekspor Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006................. 55

11. Perkembangan Impor Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) Dunia Tahun 2000-2006 ......................................................................... 56

12. Perkembangan Impor Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Dunia Tahun 2000-2006 .................................................................................... 58

13. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) Dunia Tahun 2000-2006 ................................................ 60

14. Perkembangan Impor Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) Dunia Tahun 2000-2006 ............................................... 61

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Estimasi Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) 93

2. Hasil Estimasi Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas)........................................................................................... 93

3. Hasil Estimasi Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) .................... 94

4. Hasil Estimasi Produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit) ......................................................................................... 94

5. Kompilasi Data Ekspor Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ...... 94

6. Kompilasi Data Ekspor Dunia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006 ........... 95

7. Kompilasi Data Impor Dunia Tahun 2000-2006 ..................................... 95

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengembangan hasil bumi dan sumber daya alam demi peningkatan

ekonomi bukan lagi merupakan suatu sistem pembangunan yang hanya

mementingkan keuntungan semata, namun melalui konsep pembangunan yang

berkelanjutan, kehidupan di masa yang akan dating pun turut diperhatikan.

Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) adalah

pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan dalam jangka panjang

dimana implementasinya sangat erat terkait dengan kesadaran lingkungan. Era

globalisasi yang baru dimulai, telah memunculkan isu baru yang berkaitan dengan

pembangunan yang berkelanjutan, yaitu isu tentang perdagangan dan lingkungan,

dimana tema Green Economics sedang di galakan di dunia internasional. Green

Economics adalah konsep baru dari ekonomi yang mengedepankan keseimbangan

ekonomi dan ekologi melalui kesinambungan sumber daya alam dan kelestarian

lingkungan.

Sektor pertanian sebagai sektor yang berbasis sumber daya alam,

merupakan salah satu diantara ketiga sektor utama yang menyumbang

perekonomian Indonesia, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan

perdagangan. Bila digabungkan ketiganya mempunyai peran lebih dari separuh

dari total perekonomian yaitu sebesar 58.5 persen pada tahun 2004, 56.1 persen

(2005), 55.5 persen (2006) dan 55.7 (2007) dengan sektor pertanian memberikan

kontribusi terhadap total perekonomian sebesar 13.8 persen pada tahun (2007).

Subsektor kehutanan khususnya, menyumbang perekonomian relatif besar.

Terlihat pada Tabel 1 bahwa PDB sektor kehutanan terus meningkat dari tahun

2000-2006 dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 33

persen dari tahun sebelumnya dan mampu menyumbang devisa lebih dari 30

trilyun rupiah dengan kontribusi terhadap PDB rata-rata sebesar 4 persen per

tahun.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Kehutanan Tahun 2000-2006

Produk Domestik Bruto (PDB) No Tahun Kehutanan (Milyar Rupiah) Persentase Perubahan (%)

1 2000 16,343.0 - 2 2001 16,962.1 3.78 3 2002 17,602.4 3.77 4 2003 18,414.6 4.61 5 2004 20,290.0 10.18 6 2005 22,561.8 11.20 7 2006 30,017.0 33.04

Sumber : Departemen Kehutanan, 2006 Faktanya PDB dari sektor kehutanan sangat besar, sektor industri kayu

terutama menyumbangkan devisa yang relatif tinggi. Pada tahun 2006, ekspor

produk kayu Indonesia mencapai lebih dari US$ 3 milyar. Sektor ini juga sangat

berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Menurut APKINDO (Asosiasi Panel

Kayu Indonesia), pada tahun 2006 industri sektor kehutanan mampu menyerap

tenaga kerja sebanyak lebih dari 5 juta orang (APKINDO, 2006), bila

dibandingkan dengan subsektor lainnya seperti sektor perikanan dan perdagangan.

Sektor perikanan mampu hanya mampu menyumbang rata-rata 2.5 persen per

tahunnya terhadap total PDB, sedangkan sektor perkebunan menyumbang rata-

rata 3.5 persen terhadap PDB per tahunnya.

Tabel 2. Produk Domestik Bruto (PDB ) Sektor Perikanan dan Perkebunan

Tahun 2000-2006 Perikanan Perkebunan No Tahun

PDB (MilyarRupiah)

Kontribusi PDB (%)

PDB (Milyar Rupiah)

Kontribusi PDB (%)

1 2003 20,283.8 2.6 30,968.3 3.2 2 2004 25,764.6 2.1 32,321.1 3.8 3 2005 28,498.1 2.4 42,675.9 3.7 4 2006 29,298.9 2.9 47,736.8 3.9

Sumber : BPS, 2006

Terkait dengan tema Green Economics dan Sustainable Development yang

sebelumnya dipaparkan, beberapa produk seperti produk hasil hutan, dan

eksplorasi sumber daya alam lainnya, sangat dikhawatirkan kelangsungannya

karena kecenderungannya yang sangat tinggi dalam kerusakan lingkungan.

Perkebunan kelapa sawit pun mulai dikhawatirkan keberadaannya karena adanya

kebijakan pengambilan lahan hutan untuk dialihkan menjadi lahan sawit Di satu

sisi, produktifitas dari industri yang berbasis sumber daya alam ini sangat

berperan penting dalam peningkatan perekonomian.

Di sisi lain, produktifitas dari industri yang berbasis sumber daya alam ini

menimbulkan beberapa eksternalitas yang negatif. Kebijakan-kebijakan yang

diambil untuk kepentingan dan atas nama perdagangan sering kali berbenturan

dengan kepentingan lingkungan. Contohnya, perdagangan untuk produk-produk

yang terkait dengan Multilateral Environmental Agreements (MEAs) seperti

perpindahan limbah bahan berbahaya dan beracun lintas batas, perdagangan

makhluk hidup yang dilindungi, perdagangan bahan perusak lapisan ozon dan

sebagainya. Selain itu untuk memacu peningkatan volume perdagangan, sering

kali terjadi pengurasan sumber daya alam yang melebihi kapasitas ekosistemnya

sehingga terjadi pembangunan yang tidak berkelanjutan (Unsustainable).

Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menyatakan bahwa masalah

Lingkungan hidup di Indonesia saat ini adalah penebangan hutan secara

liar/pembalakan hutan, polusi air dari limbah industri dan pertambangan, polusi

udara di daerah perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke

3 di dunia), asap dan kabut dari kebakaran hutan, kebakaran hutan permanen/tidak

dapat dipadamkan dan perambahan suaka alam/suaka margasatwa, penghancuran

terumbu kerang, pembuangan sampah. Beberapa data mengenai kondisi

lingkungan di Indonesia menunjukan tingginya tingkat pemanfaatan sumber daya

alam yang menimbulkan peningkatan kerusakan serta pencemaran lingkungan

hidup adalah sebagai berikut (Rachmawati et. al., 2004):

a. Menurut statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980

s/d 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk Indonesia berjumlah

146,935,000 jiwa bertambah sebesar 1.97 persen menjadi 178,500,000

jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000 jumlahnya menjadi 205,845,000

jiwa atau naik 1.49 persen dengan kepadatan mencapai 109 jiwa per

kilometer persegi. Hal itu telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan

pangan dan lapangan kerja serta telah mendorong peningkatan eksploitasi

sumber daya alam secara besar-besaran yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan lingkungan.

b. Selain masalah ketersediaan air yang semakin terbatas dari segi volume,

pencemaran terhadap air juga menyebabkan semakin berkurangnya

kualitas air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Terutama

disebabkan oleh kegiatan industri, pertambangan, pembukaan lahan dan

pertanian.

c. Pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia menduduki ranking lima

terbesar di dunia (WHO, 2001) yang diakibatkan oleh kegiatan

transportasi, industri dan kebakaran hutan.

d. Lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 15.11 juta hektar dan di

dalam kawasan hutan sebanyak 8.14 juta hektar. Hutan rusak dalam areal

HPH sudah mencapai 11.66 juta hektar dan lahan eks-HPH yang

diserahkan kepada BUMN sebesar 2.59 juta hektar. Areal bekas tebangan

dalam areal HPH mencapai 11.09 juta hektar dan eks-HPH yang

diserahkan ke BUMN sebesar 2.5 juta hektar. Total hutan yang rusak

sudah mendekati angka 57 juta hektar akibat dari illegal logging yang

meliputi pencurian, penebangan liar, peredaran serta perdagangan kayu

secara illegal.

e. Terumbu karang di laut Indonesia kondisinya semakin mencemaskan,

sekitar 14 persen dalam kondisi kritis dan 46 persen telah mengalami

kerusakan. Hutan mangrove Indonesia diperkirakan tinggal sekitar 3.24

juta hektar dari 4.25 juta hektar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh

pertambangan dan eksplorasi minyak di lepas pantai.

f. Pengalihan pemanfaatan lahan untuk pembangunan terus berlanjut yang

mengakibatkan berkurang atau hilangnya lahan-lahan yang berfungsi

sebagai penopang keseimbangan lingkungan. Areal air tawar dari 11.5 juta

Ha telah berkurang menjadi 5.1 juta Ha. Danau telah berkurang sekitar

774.000 Ha menjadi 308.000 Ha.

Penebangan hutan secara liar/deforestasi merupakan masalah paling utama

dan paling memprihatinkan yang terjadi di Indonesia. Dengan laju deforestasi 3.4

juta hektar per tahun yang mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir,

kekeringan dan tanah longsor akibat penggundulan hutan. Produk-produk industri

dan perdagangan yang berkaitan langsung dengan permasalahan lingkungan

tersebut diklasifikasikan sebagai produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi

terhadap lingkungan yang dalam pengelolaannya diperlukan perhatian lebih agar

dapat meminimalisir efek negatifnya terhadap lingkungan (KLH, 2007).

Seiring dengan terbukanya akses globalisasi, perdagangan internasional

telah menjadi ajang persaingan yang besar diantara negara-negara. Salah satu

ukuran terpercaya untuk menghadapi tantangan ini adalah daya saing. Krugman

(1996) terkenal menyebut daya saing sebagai obsesi berbahaya pada kritiknya

yang ditujukan terhadap kebijakan industri. Sebaliknya, Porter (1990) berpendapat

bahwa keunggulan kompetitif sebagai kunci daya saing, baik itu dalam

perusahaan, industri, maupun ekonomi secara keseluruhan.

Perdagangan secara umum sendiri didefinisikan sebagai proses jual beli

atau perpindahan arus barang dan jasa antara penjual dan pembeli. Dalam konteks

ini, keterkaitan aspek lingkungan di dalam perdagangan adalah bahwa lingkungan

dan sumber daya alam merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan.

Contohnya sumber daya alam yang merupakan bahan baku dan komoditi prioritas

pada sektor-sektor pertanian, kehutanan, manufaktur, pertambangan dan

sebagainya, yang juga merupakan primadona ekspor Indonesia selama ini.

Daya saing merupakan suatu konsep dinamis yang berhubungan dengan

kebijakan dan lembaga ekonomi yang dibutuhkan oleh suatu negara untuk

mempercepat perdagangan dan pertumbuhan ekonominya. Hal tersebut itulah

yang memacu terbentuknya pola perdagangan yang sekarang berkembang, yaitu

pola perdagangan bebas. Dengan perkembangan perdagangan bebas, aspek

lingkungan tidak lagi terisolasi sebagai komoditi, tetapi lebih meluas dan

kompleks terkait dengan penyediaan jasa, perjanjian internasional tentang

lingkungan maupun kebijakan lingkungan pada tingkat nasional maupun regional.

Sesuai dengan sifatnya, lingkungan hidup akan berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan suatu praktek perdagangan. Kebijakan lingkungan suatu

negara akan berdampak pada akses pasar dan daya saing internasional khususnya

pada negara berkembang. Beberapa persyaratan lingkungan yang ditujukan untuk

melindungi kepentingan konsumen domestik suatu negara sering kali menjadi

penghambat negara eksportir.

Ekolabel mulai berperan secara penuh di industri dan perdagangan

Indonesia semenjak tahun 2000. Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) juga berperan

sebagai lembaga akreditasi mulai tahun 2000. Setelah sistem sertifikasi selesai

dikembangkan, langkah yang dilakukan LEI untuk memperoleh pengakuan di

pasar internasional adalah mengembangkan dan mempertahankan hubungan,

diantaranya dengan Forest Stewardship Council (FSC), asosiasi-asosiasi

perdagangan dan industri di negara-negara pengimpor dan kelompok pembeli

produk kayu bersertifikasi (Buyers Group of Certified Wood Products) yang

disponsori oleh WWF di berbagai negara (LEI, 2005)

Bagi negara eksportir khususnya negara-negara berkembang seperti

Indonesia, ketentuan tersebut akan menyulitkan karena tidak sesuai dengan

kondisi produk yang dihasilkan. Walaupun untuk mengatasi hal ini negara

eksportir dapat meningkatkan daya saing produknya dengan mengadopsi

kebijakan dan tindakan-tindakan lingkungan yang tepat yang berlaku secara

nasional maupun internasional, misalnya dengan segera menerapkan standar

ekolabel untuk produk tertentu, sehingga akan mendorong peningkatan kualitas

produk ekspornya.

1.2. Perumusan Masalah

Kekhawatiran munculnya perekonomian bebas yang merugikan, melahirkan

isu-isu baru yang dihembuskan melalui kampanye-kampanye lingkungan. Kini,

pembatasan perdagangan dilakukan dengan penghalang yang lebih beralasan

ilmiah seperti dampak kesehatan maupun kelestarian alam. Satu hal yang pasti

dalam era perdagangan bebas sekarang ini dan dikemudian hari adalah bahwa, di

satu sisi semua hambatan perdagangan dalam bentuk tarif atau bea masuk impor

(BMM) akan hilang, namun di sisi lain, hambatan non tarif (NTB) akan semakin

banyak. NTB ini secara eksplisit tersirat dalam isu-isu seperti standar lingkungan

atau kelestarian (alam maupun binatang).

Dalam masalah lingkungan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa isu

ini menjadi salah satu bagian penting dalam setiap kesepakatan perdagangan, baik

dalam bentuk bilateral atau multilateral, pada tingkat regional maupun global.

Sudah banyak kasus khususnya untuk ekspor komoditas-komoditas pertanian dan

kehutanan yang menunjukan kesulitan yang dihadapi oleh Indonesia untuk

memenuhi standar yang diminta oleh pihak pembeli. Indonesia juga sering

mengalami kesulitan dalam mengekspor produk-produk industri karena isu

lingkungan. Misalnya dalam hal industri kayu dan pulp. Sebagai negara tropis,

Indonesia seharusnya memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi

bahan baku kertas (pulp). Namun tidak mudah bagi Indonesia untuk

megekspornya. Praktik pembalakan liar sering kali dipakai oleh negara-negara

maju untuk menekan industri pulp dan kayu nasional. Hal itu pun terjadi pada

industri lainnya.

Dalam masalah standar kualitas, disadari bahwa kualitas sangat penting

untuk mendorong daya saing produk Indonesia agar bisa unggul di pasar dunia,

sedangkan, di sisi lain, Indonesia sampai saat ini masih mempunyai masalah

serius untuk memenuhi persyaratan tersebut. Hingga Agustus 2007, pemerintah

Indonesia telah menetapkan 3.200 standar nasional industri (SNI), tetapi baru 215

SNI produk yang diwajibkan. SNI yang diwajibkan itu pun sebagian besar masih

berlaku sukarela karena baru 34 SNI produk yang dinotifikasi ke Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO). Tanpa notifikasi, tidak ada mekanisme pengawasan

dan sanksi yang dapat diterapkan (www.menlh.go.id).

Produk-produk yang sering kali dipermasalahkan dalam perdagangan

internasional adalah produk-produk yang sensitif terhadap isu lingkungan, apalagi

semenjak kebijakan ekolabel mulai diperhatikan secara penuh di dunia

internasional dan khususnya di Indonesia sejak tahun 2000, Produk tersebut

adalah (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), (2) Semi-bleached or

bleached pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous of Wood (kayu serabut) ,

dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit). Dimana produk-

produk tersebut mempunyai kecenderungan yang tinggi terhadap hubungannya

antara peningkatan volume perdagangan dan kerusakan lingkungan (deforestasi)

serta besarnya volume ekspor produk-produk tersebut ke dunia. Terlihat dari

Tabel 3, rata-rata keempat produk tersebut mengalami volume ekspor yang sangat

berfluktuasi dari tahun ke tahun dan sebagian besar mengalami penurunan.

Penurunan volume ekspor terjadi khususnya pada komoditi Plywood

consisting solely of sheets (kayu lapis), Semi-bleached or bleached pulp of paper

(bubur kertas) dan Coniferous of Wood (kayu serabut), ketiga produk tersebut

rata-rata sempat mengalami penurunan ekspor yang sangat signifikan pada

rentang waktu 2000-2006. Penurunan tertinggi volume ekspor produk Plywood

consisting solely of sheets (kayu lapis) terjadi pada tahun 2004, adalah sebesar

US$ 1,178,467,834 di tahun 2004 dan pada tahun berikutnya menjadi US$

974,424,627 atau turun 17.31 persen. Pada produk Semi-bleached or bleached

pulp of paper (bubur kertas), penurunan tertinggi terjadi pada periode 2003-2004

dimana terjadi penurunan volume ekspor sebesar 25.78 persen dari semula US$

789,079,873 menjadi hanya US$ 585,659,163. Sedangkan untuk komoditi

Coniferous of Wood (kayu serabut), penurunan tertinggi terjadi pada periode

2004-2005 dimana penurunan produk tersebut mencapai 97.22 persen dari semula

US$ 2,204,895 menjadi US$ 61,235.

Tabel 3. Volume Ekspor Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap

Lingkungan di Pasar Dunia ($ ‘000)

Tahun

Plywood consisting solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper Coniferous of

Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

2000 1,501,021.458 706,910.619 7,382.051 169,550.221

2001 1,330,285.568 561,062.592 10,333.129 111,937.376

2002 1,289,258.255 705,383.847 6,260.231 200,997.230

2003 1,235,127.450 789,079.873 13,126.892 206,241.794

2004 1,178,467.834 585,659.163 2,204.895 385,997.314

2005 974,424.627 886,026.319 61,235 448,954.959

2006 1,011,491.745 1,054,148.869 466.209 506,001.876 Sumber : Comtrade, 2007 Persoalan menyangkut lingkungan memang hal yang rumit. Hal ini terkait

salah satunya dengan masalah daya saing. Permintaan eksportir/konsumen negara-

negara maju terhadap komoditas ekspor Indonesia terutama yang berbasis sumber

daya alam, tidak lagi hanya didasarkan pada kualitas, harga, desain, dan delivery.

Bahkan kini perlu diwaspadai adanya hambatan yang mempersoalkan asal-usul

bahan baku. Daya saing produk-produk yang sensitif terhadap lingkungan

merupakan suatu hal yang sangat krusial bagi keberlanjutan perdagangan produk

Indonesia di pasar dunia. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa hambatan non tarif

atau NTB seperti isu lingkungan saat ini merupakan isu penting bagi negara-

negara maju untuk meng-impor produk-produk tersebut dari negara peng-ekspor.

Mengidentifikasi faktor/determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspornya

juga merupakan satu hal penting untuk membantu para pembuat kebijakan dalam

merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong agar produk-produk

Indonesia tersebut dapat bersaing di pasar global dan volume ekspor serta

kegiatan produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga mendorong

pertumbuhan sektor riil. Maka diperlukan perhatian yang kontinu dalam

peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup untuk memenuhi persyaratan

yang ditetapkan.

Berdasarkan pemaparan yang dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap

lingkungan di pasar dunia ?

2. Faktor apakah yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk

Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, ada beberapa hal yang

menjadi fokus dalam penelitian ini:

1. Menganalisis posisi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap

lingkungan di pasar dunia,

2. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor

produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia

1.4. Manfaat

Hasil penelitian selain berguna untuk kepentingan peneliti juga diharapkan

dapat menjadi rekomendasi kebijakan agar Indonesia dapat turut serta dalam

perdagangan dunia secara kompetitif dengan negara lain, dengan tetap

mempertahankan kelestarian lingkungan. Selain itu juga diharapkan penelitian ini

dapat berguna untuk mengantisipasi tuntutan eksportir/konsumen luar negeri dan

meningkatkan daya kristis masyarakat (pelaku bisnis, dan pemerintah) terhadap

pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sehingga ke depan dapat

meningkatkan pangsa pasar dan daya saing komoditas ekspor Indonesia.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya membahas tentang daya saing produk Indonesia yang

sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia dan faktor yang mempengaruhinya

pada tahun 2000-2006 dan tidak membahas secara khusus dampak langsungnya

terhadap lingkungan. Produk-produk yang akan dianalisis dibatasi hanya empat

produk (HS 6 Digits) yaitu (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis),

(2) Semi-bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous of

Wood (kayu serabut) dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit),

berdasarkan besarnya nilai ekspor keempat produk tersebut ke dunia serta

klasifikasi produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi terhadap lingkungan

khususnya deforestasi (KLH, 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ekonomi Versus lingkungan

Pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan sering

bertentangan dengan prinsip pelestarian lingkungan, sehingga sering dikatakan

bahwa antara pembangunan ekonomi dan lingkungan terkesan kontradiktif. Tapi

hal ini tidaklah selalu benar karena antara dua kepentingan ini bisa saling

berinteraksi atau diintegrasikan sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan

bisa sama-sama tercapai. Kuatnya saling interaksi dan ketergantungan antara dua

faktor tersebut memerlukan pendekatan yang tepat bagi kepentingan

pembangunan berkelanjutaan atau pembangunan berwawasan lingkungan, yang

kita kenal dengan sebutan Sustainable Development.

Secara teoritis dan praktis, penilaian ekonomi sumber daya alam dengan

berdasarkan biaya moneter dari kegiatan ekstraksi dan distribusi sumber daya saja

seringkali mengakibatkan kurangnya insentif bagi penggunaan sumberdaya yang

sustainable. Selanjutnya kegiatan konsumsi yang berlebihan terhadap sumber

daya untuk kegiatan produksi dapat mengakibatkan terjadinya degradasi

lingkungan yang menjadi beban dan biaya lingkungan serta masyarakat. Untuk

mendukung pengembangan sumber daya yang sustainable maka biaya lingkungan

akibat degradasi itu harus diintegrasikan dalam seluruh aspek kegiatan ekonomi,

tidak hanya pada pola konsumsi perdagangan, tetapi juga terhadap sumber daya

lainnya. Menurut Lonergan dalam Yakin (1997), untuk menjamin terlaksananya

pembangunan yang berwawasan lingkungan, ada tiga dimensi penting yang harus

dipertimbangkan. Pertama adalah dimensi ekonomi yang menghubungkan antara

pengaruh unsur makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan

bagaimana sumber daya alam diberlakukan dalam analisis ekonomi. Kedua adalah

dimensi politik yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan dan

sosok pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkungan pada

semua negara. Dimensi ini juga termasuk peranan agen masyarakat, struktur sosial

dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Ketiga adalah dimensi sosial dan budaya

yang mengkaitkan antara tradisi atau sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat

serta pola pemikiran dan tradisi agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama

lain untuk mendorong terciptanya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan, suatu pembangunan di

wilayah tertentu dapat berlangsung secara berkelanjutan jika permintaan total

manusia terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui

kemampuan suatu ekosistem untuk menyediakannya dalam kurun waktu tertentu.

Permasalahan lingkungan akan muncul jika permintaan manusia terhadap sumber

daya alam dan jasa-jasa lingkungan, melebihi kemampuan ekosistem wilayah

untuk menyediakan sumber daya alam dan jasa lingkungan tersebut (Yakin,

1997).

Perlindungan lingkungan hidup yang bertujuan untuk memperoleh

kualitas lingkungan yang baik, sekarang maupun masa yang akan datang,

memerlukan usaha yang sungguh-sungguh terutama dalam hal : (1) Inventarisasi

situasi lingkungan saat ini, (2) Lembaga serta organisasi yang khusus menangani

masalah lingkungan baik di pusat maupun daerah, terutama menentukan

penyimpangan, (3) Penyelesaian permasalahan secara ilmiah, terencana dan

politis, serta (4) Evaluasi terus menerus terhadap program-program lingkungan

serta persyaratan pembangunan proyek yang harus dipenuhi. Selain dampak

ekonomi, dampak lingkungan pada proyek juga harus diperhatikan (Suparmoko,

1998).

2.1.2. Internalisasi Aspek Lingkungan Hidup dalam Perdagangan

Ditinjau dari kepentingan sektor perdagangan global, aspek lingkungan

hidup merupakan bagian yang penting bagi daya saing barang dan jasa

(competitiveness dan comparativeness) dan akses pasar. Beberapa contoh dari

makin ketatnya persyaratan perdagangan antar negara, antara lain adalah

persyaratan lingkungan seperti ISO seri 14001 dan ecolabeling. Agar barang-

barang dan jasa dapat bersaing di pasar global dan volume ekspor serta kegiatan

produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga mendorong pertumbuhan

sektor rill, maka diperlukan perhatian yang kotinu dalam peningkatan kinerja

pengelolaan lingkungan hidup untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Untuk mengantisipasi dan merespon perkembangan aspek lingkungan hidup

dalam kaitannya dengan perdagangan global, perlu dilakukan (Dewanthi dalam

Rachmawati. et. al., 2004) :

1. Liberalisasi di bidang perdagangan dan lingkungan hidup

dilaksanakan secara bertahap (progressive liberalization).

2. Liberalisasi, khususnya perundingan di bidang perdagangan dan

lingkungan, dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan kebijaksanaan

nasional antara lain dengan memperhatikan tingkat pembangunan

(level of development) Indonesia serta harus diupayakan untuk

mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

3. Penerapan standar lingkungan tidak boleh dijadikan hambatan dalam

perdagangan bebas, tidak diskriminatif, transparan dan tidak

mempunyai konflik dengan alat perdagangan yang diperlukan untuk

perlindungan lingkungan.

4. Peningkatan akses pasar bagi produk-produk Indonesia harus lebih

mengarah kepada pengalokasian sumber daya alam yang lebih baik

guna membantu perlindungan lingkungan hidup.

5. Penerapan label lingkungan dalam perdagangan bebas dilaksanakan

dengan tujuan efisiensi di dalam pemanfaatan maupun penggunaan

sumber daya alam. Penerapan tersebut bersifat secara sukarela dan

bertahap dengan mengutamakan kepentingan pengelolaan lingkungan

hidup.

6. Pendekatan pemanfaatan teknologi didasarkan pada pemilihan

teknologi yang tepat guna, yaitu teknologi yang menggunakan metode

best applicable technology serta didasarkan pada pertimbangan upaya

pencegahan dini (eco-technology).

2.1.3. Teori Perdagangan Internasional

Pasal 1 Undang-undang NO. 32 Tahun 1964 tentang peraturan lalu lintas

devisa menyebutkan bahwa ekspor adalah pengiriman barang ke luar Indonesia.

Dari segi perspektif permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan sebagai fungsi dari

permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh

suatu negara, sedangkan kegiatan impor diasumsikan sebagai fungsi permintaan

suatu negara terhadap suatu komoditi pasar internasional.

Ekspor merupakan penjualan barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke

negara lain. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkan ke

negara lain yang tidak dapat menghasilkan sendiri barang-barang yang dihasilkan

oleh negara pengekspor. Dalam perdagangan internasional khususnya, ekspor

mempunyai peranan penting yaitu sebagai motor penggerak perekonomian

nasional. Sebab ekspor dapat menghasilkan devisa, yang selanjutnya dapat

digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan pembangunan sektor-sektor

di dalam negeri. Sedangkan impor merupakan pembelian barang yang dilakukan

oleh suatu negara ke negara lain yang menghasilkan barang tersebut. Impor terjadi

karena suatu negara tidak bisa menghasilkan barang-barang modal dan berbagai

jenis barang untuk keperluan negaranya. Jika impor lebih besar daripada ekspor,

maka cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan akan defisit

(Amir, 1995).

Ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan

internasional (ekspor impor) suatu negara dengan negara lain, yaitu keinginan

untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi

kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran permintaan antar negara

dan tidak semua negara mampu menyediakan kebutuhan masyarakatnya akibat

adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu.

Teori mengenai perdagangan diantara dua negara yang dikenal luas

dengan teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Asumsi yang

menjadi dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat

terjadi pada negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih

efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam

memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain

dalam memproduksi komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi

dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan komiditi lain yang tidak

memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional

(Salvatore, 1997).

Kenyataannya dalam forum perdagangan global, fakta menunjukan bahwa

tidak semua negara di dunia mempunyai keunggulan absolut dalam perdagangan.

Kelemahan teori keunggulan absolut ini dikoreksi oleh David Ricardo melalui

buku yang berjudul Principal of Political Economy and Taxation. Teori tersebut

dalam perkembangannya disebut sebagai teori keunggulan komparatif. Menurut

hukum keunggulan komparatif, meskipun suatu negara kurang efisien (memiliki

kerugian absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas,

namun masih terdapat asumsi keunggulan komparatif yang dapat mendasari

dalam perdagangan internasional. Asumsi ini diaplikasikan melalui spesialisasi

dalam kegiatan produksi produk ekspor dengan kerugian absolut lebih kecil

(keunggulan komparatif) dan sebaliknya melakukan impor terhadap komoditas

yang memiliki kerugian absolut (kerugian komparatif) yang lebih besar.

Beberapa asumsi lain yang dikemukakan oleh Ricardo adalah (1) hanya

terdapat dua negara dengan dua komoditas, (2) perdagangan bersifat bebas, (3)

Terdapat mobilitas antar dua negara tersebut, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak

terdapat biaya transportasi, (6) teknologi konstan, (7) menggunakan teori nilai

tenaga kerja.

Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya

dikemukakan oleh Heckscher-Ohlin (H-O). Menurut Hecksher-Ohlin, terdapat

perbedaan opportunity cost suatu produk antar suatu negara dengan negara lain

yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki

masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif

banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor

barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif

langka dan mahal dalam produksinya (Salvatore, 1997).

Analisis penawaran ekspor dan permintaan impor pada pasar

internasional dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan konsep

dasar fungsi penawaran dan permintaan domestik untuk kasus dua negara dengan

suatu komoditi perdagangan tertentu. Misalnya adalah penawaran dan permintaan

komoditi i di pasar domestik (Gambar 1), masing-masing adalah SA dan DA di

Negara A serta SB dan DB di negara B.

Tanpa perdagangan terbuka, keseimbangan I negara A di capai pada

kondisi EA dengan volume transaksi QA dan harga PA. Di Negara B keseimbangan

dicapai pada kondisi EB dengan volume transaksi QB dan harga PB, dengan asumsi

bahwa harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan harga

domestik yang terjadi di Negara B.

Harga diatas PA, produsen di negara A akan menghasilkan lebih banyak

daripada yang bersedia di beli konsumen di negara tersebut, jadi penawaran SA di

titik EA dapat excess supply function (OEA), di negara A. Sementara untuk harga

dibawah harga PB, konsumen di negara B akan meminta lebih banyak daripada

yang ingin dihasilkan produsen di negara tersebut. Jadi fungsi permintaan DB

dibawah titik EB dapat mencerminkan excess demand function (OEB).

Perdagangan internasional dalam hal ini menyeimbangkan antara excess demand

dan excess supply, karena besarnya segitiga OAE = segitiga OEB.

Selanjutnya, dimisalkan ada perdagangan antara negara A dan negara B,

dengan asumsi biaya transportasi adalah nol. Penawaran ekspor pada pasar

internasional digambarkan oleh SW yang merupakan excess supply function dari

negara A, dan permintaan impor digambarkan oleh DW yang merupakan excess

demand function dari negara B, keseimbangan di pasar dunia terjadi pada titik EW

yang menghasilkan harga dunia sebesar PW, dimana negara A mengekspor (QA1-

QA2) yang sama dengan jumlah yang diimpor negara B (QB1-QB2). Jumlah

ekspor dan impor tersebut ditunjukan oleh volume perdagangan sebesar QW pada

pasar internasional.

P P P SA Sw SB ’ PB o EA EW EB

PW o PA o Dw DB DA QA1 QA QA2 Q QW Q QB1 Q QB2 Q Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor

Penawaran suatu komoditi merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan

oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu

tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah

harga komoditi yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak

dan subsidi.

Ekspor suatu komoditi selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri,

penawaran suatu komoditas juga dimaksudkan untuk memenuhi permintaan

masyarakat luar negeri. Penawaran ekspor suatu komoditi dari suatu negara

merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik. Di

lain pihak, negara lain membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat dari

kelebihan permintaan di negara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka teori

penawaran ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor suatu negara.

Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

SXt = Qt – Ct + St-1 ...............................................

(2.1.5.1)

Dimana : SXt = Jumlah ekspor komoditi periode waktu t

Qt = Jumlah produksi domestik periode waktu t

Ct = Jumlah konsumsi domestik periode waktu t

St-1 = Stok periode waktu sebelumnya (t-1)

Dari persamaan 2.1.5.1 dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi penawaran ekspor pada dasarnya terdiri dari faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi, konsumsi dan stok (Lipsey et, al,. 1995).

Permintaan ekspor suatu komoditi merupakan hubungan yang menyeluruh

antara kuantitas komoditi yang akan dibeli konsumen selama periode tertentu

pada suatu tingkat harga. Permintaan pasar suatu komoditi merupakan

penjumlahan secara horizontal dari permintaan-permintaan individu suatu

komoditi. Namun jika dilihat dari segi permintaan, kegiatan ekspor diasumsikan

sebagai fungsi permintaan pasar internasional terhadap suatu komoditi yang

dihasilkan oleh suatu negara. Permintan ekspor adalah permintaan pasar

internasional atau suatu negara tertentu terhadap suatu komoditi. Teori permintaan

ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

ekspor suatu negara. Sebagai sebuah permintaan, ekspor suatu negara dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya harga domestik negara tujuan ekspor (HDIt),

harga impor negara tujuan (HIt), pendapatan perkapita penduduk negara tujuan

ekspor (YPIt) dan selera masyarakat negara tujuan (CPIt). Secara keseluruhan

fungsi permintaan ekspor suatu komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut

(Lipsey et, al,. 1995) :

PXt = f (HDIt , HIt , YPIt , CPIt) ..........................

(2.1.6.1)

2.1.5. Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar

luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam

artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang

banyak diminati konsumen. Dilihat dari keberadaannya mengenai keunggulan

dalam daya saing, maka keunggulan daya saing dari suatu komoditi

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (natural advantage) keunggulan

alamiah/keunggulan absolut dan (acquired advantage) keunggulan yang

dikembangkan

Pada saat ini keunggulan alamiah atau keunggulan absolut yang dimiliki

oleh suatu negara untuk salah satu komoditinya tidak secara langsung

menyebabkan komoditi tersebut akan menguasai pangsa pasar dunia, ini

dikarenakan jumlah produsen tidak hanya satu negara, akan tetapi ada beberapa

negara yang sama-sama menghasilkan komoditi tersebut dengan kondisi

keunggulan alamiah yang sama. Daya saing suatu komoditas dapat

diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif.

Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David

Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam

sistem ekonomi yang terbuka. Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo

menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut

dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingan negara lain, namun

perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio

harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan

(Lindert dan Kindleberger, 1993)

Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (Labor

theory of value) yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting

menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Nilai suatu

komoditas adalah proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja

yang diperlukan untuk menghasilkannya. Teori keunggulan komparatif Ricardo

disempurnakan oleh teori biaya imbangan (opportunity cost theory). Argumentasi

dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh

perbedaan biaya. Biaya disini menunjukan produksi komoditas alternatif yang

harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan.

Selanjutnya teori Heckscher Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan

bahwa komoditi-komoditi yang dalam produksinya memerlukan faktor produksi

(yang melimpah) dan faktor produksi (yang langka) diekspor untuk ditukar

dengan barang-barang yang membutuhkan faktor produksi dalam produksi yang

sebaliknya. Jadi secara tidak langsung faktor produksi yang melimpah diekspor

dan faktor produksi yang langka diimpor (Ohlin dalam Lindert dan Kindleberger,

1993).

Konsep keunggulan komparatif menurut Sudaryanto dan Simatupang

(1993) merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya

saing yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali.

Keunggulan komparatif tidak stabil dan cenderung berubah seiring berjalannya

waktu dan perubahan produksi. Menurut Wilcox, Cochrane dan Hardt dalam Dahl

dan Hammond (1977), ada beberapa alasan dalam perubahan keunggulan

komparatif, yaitu (1) perubahan sumber daya alam seperti erosi tanah (2)

perubahan dalam faktor-faktor biologis seperti peningkatan hama dan penyakit (3)

perubahan harga input (4) peningkatan mekanisasi tanah dan (5) peningkatan

transportasi yang lebih efisien dan lebih murah yang memberikan lebih banyak

kemudahan bagi area jauh dari pasar.

Aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah

kelayakan ekonomi, dan yang terkait dengan keunggulan kompetitif adalah

kelayakan finansial dari suatu aktifitas. Sudaryanto dan simatupang (1993)

mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan

finansial adalah keunggulan kompetitif atau Revealed Competitive Advantage

yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian

aktual. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia maka suatu komoditi harus

memiliki keunggulan lain selain keunggulan alamiah, yaitu keunggulan

kompetitif.

Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif (comparative advantage)

yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk

apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan lebih baik,

unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah sebuah

konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk dijadikan

penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan

ditandingkan (dikompetisikan) dengan berbagai perjuangan/usaha. Dan

keunggulan suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di

dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat

bersaing di pasar (Porter, 1990).

Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentifikasikan

dengan produktifitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang

digunakan. Peningkatan produktifitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan

jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang

digunakan dan peningkatan teknologi. Daya saing suatu industri dari suatu bangsa

atau negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang

terkenal dengan sebutan Porter’s Diamond, yang terdiri dari (1) kondisi faktor;

(2) Kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; (4) strategi, struktur

dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan

ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk

mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan

mempengaruhi kemampuan bersaing suatu industri di suatu negara.

Menurut Sahin, et.al (2006), daya saing sebuah negara didefinisikan

sebagai suatu kemampuan bertahan dalam rangka mendapatkan keunggulan

komparatif dalam perdagangan dan investasi. Efisiensi institusi publik, basis

pendidikan yang kuat sebagai dasar untuk investasi sumber daya manusia jangka

panjang dan pembangunan keterampilan, merupakan faktor-faktor pendukung dan

penunjang daya saing. Sedangkan menurut National Competitiveness

Council (2006), daya saing didefinisikan sebagai kemampuan untuk menerima

keberhasilan sebagai pemimpin pasar untuk memberikan standar kehidupan yang

lebih baik untuk setiap orang. Definisi ini kemudian diterangkan melalui sebelas

kriteria yang harus dipenuhi dalam membangun daya saing, yaitu performa

ekonomi, internasionalisasi, modal, pendidikan, produktivitas, kompensasi tenaga

kerja dan biaya tenaga kerja per unit, biaya perusahaan non tenaga kerja,

perpajakan, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi kemasyarakatan,

infrastruktur transportasi, serta pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

Kesebelas kriteria tersebut kemudian dilengkapi dengan dua kriteria krusial

lainnya yaitu kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan.

Tambahan kedua kriteria tersebut merupakan hal yang tidak mungkin dipisahkan

dalam membangun daya saing, karena apalah arti dari sebelas kriteria lainnya jika

kondisi regulasi dalam suatu negara dan kualitas kehidupan di dalamnya tidak

saling berkesinambungan dengan yang lainnya.

2.1. Studi Penelitian Terdahulu

2.2.1. Penelitian Mengenai Daya Saing

Telah banyak dilakukan penelitian-penelitan tentang daya saing, beberapa

diantaranya adalah penelitian Meryana (2007) tentang daya saing kopi robusta

Indonesia di pasar internasional. Jenis data yang digunakan adalah berupa data

sekunder. Dari hasil analisis struktur pasar dengan menggunakan nilai Herfindhal

Index dan Concentration Ratio diperoleh hasil bahwa struktur pasar kopi robusta

di pasar kopi internasional menunjukan kecenderungan ke arah pasar persaingan

dengan dengan bentuk pasar oligopoly. Hasil ini ditunjukan dengan skor

Herfindhal Index sebesar 0.2 dan nilai Concentration Ratio dari empat produsen

terbesar sejumlah 70 persen. Industri kopi nasional memiliki keunggulan

komparatif yang ditunjukan dengan nilai RCA yang lebih besar dari 1 yaitu

sebesar 9.70. Akan tetapi, daya saingnya masih rendah dibandingkan dengan

negara Pantai Gading dan Uganda yang merupakan negara produsen dan eksportir

utama kopi robusta di dunia. Hasil analisis keunggulan kompetitif industri kopi

robusta Indonesia adalah bahwa secara keseluruhan atribut seperti faktor sumber

daya, kondisi permintaan domestik dan struktur industri kopi dalam negeri

mendukung industri ini untuk berkembang..

Penelitian tentang daya saing juga telah dilakukan oleh Koerdianto (2008).

Penelitiannya tentang analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah

terhadap komoditas sayuran unggulan, kasus Kecamatan Ciwidey, kabupaten

Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Menggunakan

data primer dan sekunder dengan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM).

Hasil analisisnya menunjukan bahwa Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan

Lembang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif untuk

menghasilkan komoditas sayuran unggulan tomat dan cabai merah. Berdasarkan

kriteria keunggulan komparatif, Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki

keunggulan komparatif untuk tomat dan cabai merah dibandingkan Kecamatan

Lembang. Sementara berdasarkan kriteria keunggulan kompetitif, kecamatan

Lembang relatif memiliki keunggulan kompetitif untuk komoditas tomat

dibanding Kecamatan Lembang. Sedangkan untuk cabai merah, walaupun

perbedaannyya tidak signifikan, Kecamatan Ciwidey relatif lebih memiliki

keunggulan kompetitif dibanding Kecamatan Lembang.

Penelitian Kartikasari (2008) dalam analisis daya saing komoditi tanaman

hias dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional

mengungkapkan bahwa dengan metode RCA, perkembangan industri tanaman

hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai kompetitor

utama di pasar tanaman hias dunia untuk kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut

dilihat dari perolehan nilai ekspor tanaman hias Indonesia selama periode 1996-

2006 jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand. Selain itu pangsa

ekspor tanaman hias Indonesia di negara tujuan secara umum lebih rendah

dibandingkan dengan Thailand. Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk

komoditi tanaman hias di pasar Korea, sementara di pasar jepang, Amerika

Serikat dan Belanda, Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif. Hal ini

berarti tanaman hias Indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar Korea.

Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi tanaman hias di pasar

Singapura pada tahun 1996 dan 1999 selanjutnya sampai dengan akhir periode

daya saing tanaman hias Indonesia di keunggulan komparatif untuk komoditi

tanaman hias pada periode 2004-2006. Sedangkan di pasar Amerika Serikat pada

periode 2005-2006.

Firdaus (2007) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan

faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di

Pasar Amerika Serikat. Untuk menentukan aspek-aspek yang paling signifikan

dalam mempengaruhi pertumbuhan ekspor digunakan analisa Constant Market

Share. Berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain

lembaran dan benang Indonesia ke Amerika Serikat periode 1999-2005 lebih

dipengaruhi oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan impor atau efek pangsa

makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau efek

pangsa mikro kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekspor pakaian jadi, kain lembaran dan benang Indonesia.

Adapun penelitian tentang daya saing lainnya dilakukan oleh Suprihatini

(2000). Dalam penelitiannya tentang analisis daya saing ekspor teh Indonesia di

pasar teh dunia melalui pendekatan Constant Market Share (CMS). Hasil

penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah

pertumbuhan ekspor teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi

tersebut disebabkan karena (1) Komposisi produk teh yang diekspor Indonesia

kurang mengikuti kebutuhan pasar yang tercermin dari angka komposisi

komoditas teh Indonesia yang bertanda negatif (-0.032); (2) negara-negara tujuan

ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang

memiliki pertumbuhan import teh tinggi yang tercermin dari angka distribusi yang

bertanda negatif (-0.045); dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang

cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang bertanda negatif (-

0.211)

2.2.2. Penelitian Mengenai Ekonomi dan Lingkungan

Penelitian tentang ekonomi dan dampak lingkungan juga telah dilakukan

oleh beberapa peneliti, di antaranya adalah Ansahar (2005). Dalam penelitiannya

tentang valuasi ekonomi dan dampak lingkungan pada penambangan pasir darat

kota Tarakan propinsi Kalimantan Timur, terdapat beberapa dampak yang terjadi

akibat penambangan pasir darat di kota Tarakan, yaitu: (1) Penurunan dan

kehilangan jumlah pasir darat, (2) Penurunan jumlah dan kualitas air, (3) Erosi

pasir, (4) Sedimentasi dan (5) Kerusakan lahan. Menggunakan teknik korelasi

Spearmen, didapatkan sejumlah fakta bahwa sebagian besar dari responden

memiliki keinginan untuk membayar Rp 2,000/bulan untuk komponen-komponen

lingkungan yang terkena dampak penambangan pasir. Keuntungan secara

langsung dari penambangan pasir ini adalah sebesar Rp 691,375,000/tahun.

Sementara biaya kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir adalah sebesar

Rp 80,945,000/ tahun. Rasio antara keuntungan secara langsung dan tak langsung

dari penambangan pasir darat di kota Tarakan dengan biaya pengganti (B/C ratio)

akibat penambangannya adalah 8.5 (>1). Nilai tersebut berarti penambangan pasir

darat di kota Tarakan, masih layak untuk dilakukan secara ekonomi, namun secara

dampak lingkungan beresiko negatif untuk dilanjutkan. Hal ini terlihat dari level

bahaya erosi yang saat ini masuk kategori sedang, akan berubah menjadi tinggi

atau sangat tinggi di tahun-tahun mendatang.

Ridwan (2008) dalam penelitiannya tentang analisis usaha tani padi ramah

lingkungan dan padi anorganik (Kasus kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor

Barat, Kota Bogor), diketahui bahwa penerimaan total untuk usahatani padi

anorganik lebih besar dibandingkan peneriman total usahatani padi ramah

lingkungan. Hal ini disebabkan oleh produktivitas padi anorganik lebih tinggi.

Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani pemilik padi

anorganik lebih besar dibandingkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan

atas biaya total usaha tani organik. Sedangkan untuk petani penggarap,

pendapatan usaha tani padi ramah lingkungan lebih besar daripada pendapatan

usahatani anorganik. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang dikeluarkan

oleh petani penggarap.

Berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi

anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan

karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk

petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2.392 sedangkan nilai

R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani anorganik hanya

sebesar 2.275. Artinya dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani pemilik

usahatani padi ramah lingkungan dapat menghasilkan tambahan penerimaan yang

lebih besar daripada penerimaan oleh petani pemilik usahatani anorganik. Untuk

Petani penggarap nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai dan nilai R/C rasio atas

biaya total usahatani padi ramah lingkungan lebih besar daripada nilai R/C rasio

atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya tota usahatani anorganik. Artinya

usahatani padi ramah lingkungan lebih layak daripada usahatani anorganik.

Perbedaan mendasar penelitian mengenai analisis daya saing produk

Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan penelitian-penelitian lainnya adalah pada jenis

produk/komoditi yang diteliti. Dimana dalam penelitian ini, produk/komoditi yang

diteliti merupakan produk berbasis kehutanan yang berkaitan langsung dengan

permasalahan lingkungan (deforestasi), namun tidak membahas dampak

langsungnya terhadap lingkungan. Juga pada penggunaan metode analisis

penelitian yang menggunakan RCA dan EPD sebagai alat analisis daya saing

komparatif dan kompetitif, serta pendekatan pangsa pasar konstan (CMS) untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.2. Kerangka Pemikiran

Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai kekayaan sumber daya

alam yang berlimpah. Tidak mengherankan jika pemerintah Indonesia

mengandalkan kekayaan alamnya sebagai salah satu aspek krusial dalam

mendorong laju perekonomian. Dependensi performa ekspor Indonesia terhadap

produk ekspor berbasis sumber daya alam sangatlah tinggi, terlihat dari volume

perdagangan produk eksport tersebut ke pasar dunia yang tidak sedikit.

Menjadikan perdagangan produk berbasis sumber daya alam ini sebagai idola bagi

pendapatan negara. Munculnya era baru perdagangan bebas, lebih mendorong

Indonesia untuk meningkatkan performa ekspor produk Resources based ini.

Terlebih lagi karena Indonesia unggul di bidangnya. Dengan munculnya era baru

perdagangan yaitu era perdagangan bebas, muncul pula suatu fenomena baru dari

hal tersebut, yaitu suatu konsep mengenai pembangunan yang berkelanjutan

(Sustainable Development), yang mengusung tema Green Economics di

dalamnya.

Green Economics merupakan konsep terapan dalam pembangunan yang

tidak hanya memikirkan keuntungan jangka pendek namun juga sangat

memperhatikan keuntungan jangka panjang, dimana dalam hal ini

mengedepankan prinsip keseimbangan ekonomi dan ekologi melalui

kesinambungan dan kelestarian lingkungan. Konsep ini terbangun akibat dari

semakin memprihatinkannya efek dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung

berbasiskan sumber daya alam dengan cara eksploitasi besar-besaran, yang

berujung kepada ketidakpedulian para pelaku ekonomi terhadap kelestarian

lingkungan karena hanya mengutamakan keuntungan semata. Konsep tersebut

diperkuat dengan diimplementasikannya aspek standarisasi internasional

lingkunganan hidup seperti ISO 14000 dan ekolabel, untuk mengurangi dampak

negatif dari hasil eksplorasi sumber daya untuk kebutuhan manusia yang pada

akhirnya mengarahkan pada produksi yang lebih bersih/Cleaner Production.

Penerapan standarisasi tersebut sendiri mulai diberlakukan di Indonesia semenjak

tahun 2000.

Mengacu kepada permasalahan lingkungan dan kaitannya antara

pertumbuhan ekonomi (ekspor) dan kelestarian lingkungan, analisis terhadap daya

saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya dirasa perlu untuk mengetahui arah kebijakannya serta

mendukung implikasi Green Economics di Indonesia. Produk-produk tersebut

mencakup, (1) Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis), (2) Semi-

bleached or bleached pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous of Wood (kayu

serabut) dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit).

Cakupan keempat produk tersebut berdasarkan besarnya volume ekspor ke

pasar dunia dan klasifikasi produk yang mempunyai kadar sensitifitas tinggi

terhadap lingkungan khususnya deforestasi karena keempat produk tersebut

merupakan produk yang berbasis kehutanan maupun perkebunan dengan

pengambil alihan lahan kehutanan (KLH, 2007). Walaupun pemerintah telah

menerapkan standarisasi internasional tentang keamanan lingkungan hidup dalam

kegiatan eksplorasi ekonomi berbasis sumber daya alam, namun terdapat

kecenderungan bahwa standarisasi keamanan lingkungan tersebut tidak

diaplikasikan dengan semestinya yang mengakibatkan produk-produk Indonesia

yang sensitif terhadap lingkungan tersebut pada tahun-tahun terakhir mengalami

fluktuasi pada volume ekspornya dan sebagian besar mengalami penurunan.

Penelitian ini mencakup dua kegiatan utama, yaitu menganalisis daya saing

produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dari segi komparatif dan

kompetitif dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Identifikasi daya saing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dari

segi keunggulan komparatif adalah dengan menggunakan metode Reaveled

Comparative Advantage (RCA). Metode Export Product Dynamic (EPD)

digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing produk Indonesia

yang sensitif terhadap lingkungan dari segi keunggulan kompetitif di pasar dunia.

Sedangkan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya

dilakukan dengan menggunakan pendekatan pangsa pasar konstan atau Constant

Market Share Analaysis (CMS).

Sustainable Development dan Tren Green Economics Memunculkan Standarisasi Lingkungan Hidup

(Ekolabel, ISO 14000)

Produk yang berkaitan dengan masalah lingkungan (deforestasi) mempunyai

kadar sensitfitas tinggi terhadap lingkungan (KLH, 2007).

Implikasi Kebijakan Penelitian

Analisis posisi daya saing secara komparatif dan kompetitif produk

ekspor sensitif lingkungan Indonesia di d i

Identifikasi faktor/determinan yang mempengaruhi daya saing produk sensitif

lingkungan Indonesia di pasar dunia.

Constant Market Share Analysis (CMS)

Revealed Comparative Advantage (RCA)

Export Product Dynamic (EPD)

Daya Saing Produk Sensitif Lingkungan Indonesia, mencakup: (1) Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) (2) Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) (3) Coniferous of Wood (Kayu Serabut) dan (4) Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit)

Terjadi Fluktuasi dan penurunan volume ekspor semenjak diberlakukannya

standarisasi lingkungan hidup.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Pendekatan CMS digunakan untuk mengukur dinamika tingkat daya saing

suatu industri dari suatu negara. Penggunaan pendekatan ini didasarkan pada

pemahaman bahwa laju pertumbuhan ekspor suatu negara bisa lebih kecil, sama,

atau lebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor rata-rata dunia.

Sehingga bisa diketahui secara lebih dalam faktor apa yang paling mempengaruhi

laju ekspor Indonesia yang dalam hal ini laju ekspor merupakan benchmark daya

saing produk tersebut.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat terlihat performa daya saing produk

Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan juga faktor/determinan yang

mempengaruhinya. Hasil dari estimasinya bisa dituangkan dalam satu bentuk

implikasi kebijakan yang diharapkan lebih mengarahkan pada kebijakan yang

menerapkan secara penuh konsep Sustainable Development of Green Economics,

atau pembangunan berkelanjutan yang menerapkan konsep pertumbuhan ekonomi

tanpa mengesampingkan aspek kesadaran dan kelestarian lingkungan hidup di

dalamnya. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat

terlihat pada Gambar 2.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri

dari data Time Series tahunan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) dan UN Commodity and Trade Database. Juga dilakukan pencarian data

yang diperoleh dari berbagai macam literatur dan jurnal baik dari media cetak

maupun elektronik. Alat analisis yang digunakan untuk melakukan pengolahan

data menggunakan bantuan software XAMP, D-Batic, WITS Ver. 6 (World

Integrated Trade Solutions) dan Microsoft Excel.

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif. Metode kuantitatif Revealed Comparative Advantage (RCA) dan

Export Product Dynamic (EPD), digunakan untuk menganalisis posisi daya saing

dan keunggulan komparatif serta kompetitif produk Indonesia yang sensitif

terhadap lingkungan. Untuk mengetahui faktor/determinan yang mempengaruhi

pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan,

digunakan metode pangsa pasar konstan atau Constant Market Share Analysis

(CMS).

Pengolahan data dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah

pengelompokan data. Tahap kedua adalah pengolahan data dalam model analisis.

Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft

Excel 2003, D-Batic dan XAMP.

3.2.1. Revealed Comparative Advantage (RCA)

Revealed Comparative Advantage digunakan dengan obyektif untuk

menganalisis keunggulan komparatif atau daya saing suatu komoditi dalam suatu

negara, yang cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh

Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu

negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam

Pramudito, 2004).

Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar

wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh

suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap

total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai

produk dalam perdagangan dunia.

Dengan metode RCA, posisi daya saing dan ekspor produk Indonesia

yang sensitif terhadap lingkungan di pasar dunia dapat diketahui. Variabel yang

diukur adalah kinerja ekspor (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis),

(2) Semi-bleached or bleached non-c pulp of paper (bubur kertas), (3) Coniferous

of Wood (kayu serabut) , (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit),

di pasar dunia, dengan menghitung nilai pangsa produk ekspor Indonesia terhadap

total ekspor ke luar negeri yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai

ekspor lima produk tersebut di dunia.:

Xij / Xit

RCA = 1(3.2.1.1)

Wj / Wt

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke dunia

Xit = Nilai total ekspor Indonesia ke dunia

Wj = Nilai ekspor komoditi i dunia ke dunia

Wt = Nilai total ekspor dunia ke dunia

Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut

mempunyai keunggulan komparatif dalam produknya.

Keunggulan metode Revealed Comparative Advantage adalah mengurangi

dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat

keunggulan komparatif yang jelas suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan

kelemahannya yaitu :

1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi.

2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang

sedang berlangsung tersebut sudah optimal.

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk - produk yang

berpotensi di masa yang akan datang.

3.2.2. Constant Market Share Analysis (CMS)

Penelitian ini menggunakan metode pangsa pasar konstan (Constant

Market Share) untuk mengetahui faktor/ determinan yang mempengaruhi

pertumbuhan ekspor (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), (2)

Semi-bleached or bleached non-c pulp of papern (bubur kertas), (3) Coniferous

of Wood (kayu serabut) , (4) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit),.

Pendekatan Constant Market Share (CMS) didasarkan pada pemahaman bahwa

laju pertumbuhan ekspor suatu negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi

daripada laju pertumbuhan ekspor rata-rata dunia.

Variabel yang diukur yaitu efek ekspansi (sisi permintaan) yang terbagi

menjadi dua yaitu efek pangsa makro (pertumbuhan impor) dan pangsa mikro

(efek komposisi komoditi) kemudian efek persaingan atau efek daya saing (sisi

penawaran). Rumusnya adalah sebagai berikut :

Xij2 – Xij

1 = mXij1 + {(mi - m)Xij

1} + {Xij2 – Xij

1 – mi Xij1} (3.2.2.1)

(1) (2) (3) Dimana: Xij

1 = Ekspor komoditi i Indonesia ke dunia tahun ke-(t-1)

Xij2 = Ekspor komoditi i Indonesia ke dunia tahun ke-(t)

m = Persentase peningkatan impor umum di dunia

mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di dunia

(1) = Efek pertumbuhan impor; (2) = Efek komposisi; (3) = Efek daya saing

3.2.3. Export Product Dynamics (EPD)

Pendekatan Export Product Dynamic digunakan untuk mengidentifikasi

daya saing/keunggulan kompetitif suatu produk, juga mengetahui apakah suatu

produk tersebut merupakan produk dengan performa yang dinamis atau tidak.

Walaupun beberapa produk mungkin bukan merupakan bagian yang besar pada

ekspor suatu negara, namun terdapat beberapa alasan untuk mengidentifikasi

produk yang dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam ekspor suatu negara. Jika

pertumbuhannya di atas rata-rata secara kontinu selama waktu yang panjang,

maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi

negara tersebut. Selanjutnya, jika produk dinamis tersebut mempunyai

karakteristik produksi yang spesifik, maka hal ini juga menjadi informasi yang

penting dalam kesempatan ekspor, dalam hubungannya dengan produk yang

serupa. Terdapat ketertarikan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis

sehingga negosiasi multilateral atau bilateral untuk mengatasi berbagai hambatan

perdagangan beberapa produk di pasar ekspor bisa terfokuskan. Metode yang

paling sering digunakan untuk mengidentifikasi produk-produk dinamis adalah

dengan memilih produk-produk berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama

periode yang ditetapkan.

Penambahan fungsional indikator pangsa pasar adalah posisi pangsa pasar

(Estherhuizen, 2006). Perusahaan-perusahaan dan industri-industri suatu negara

dianggap bersaing dalam produk ketika pangsa pasar mereka meningkat. Sebuah

produk ekspor dianggap dinamis dalam perdagangan dunia jika pangsa pasarnya

meningkat lebih cepat daripada rata-rata pangsa pasar dunia.

Posisi pasar ideal bertujuan untuk memperoleh pangsa ekspor tertinggi

sebagai “Rising Star”, ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar

untuk produk-produk yang berkembang cepat. “Lost Opportunity” dihubungkan

dengan penurunan pangsa pasar pada produk dinamis. “Falling Star” juga tidak

diinginkan, terjadi ketika ada peningkatan, tetapi bukan pada produk-produk

dinamis. Sementara itu, “Retreat” tidak diinginkan lagi di pasar. Hal ini adalah hal

yang paling tidak diinginkan. “Retreat” bisa diinginkan kembali jika

pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan

pada produk dinamis. Tabel 5 menggambarkan empat dekomposisi umum ekspor

(berdasarkan posisi pangsa pasar). Empat dekomposisi indikator daya saing

perdagangan tersebut diterapkan pada banyak penyusunan indikator kuantitatif.

Tabel 4. Matriks Posisi Pasar Share of Product in World Trade

Share of country’s export in world trade

Rising (Dynamic)

Falling (Stagnant)

Rising (Competitiveness)

Rising Stars Falling Stars

Falling (non-competitiveness)

Lost Opportunity Retreat

Sumber: Estherhuizen, 2006

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Pertumbuhan Ekspor Indonesia di Pasar Dunia

Ekspor merupakan kegiatan transaksi barang dan jasa antara penduduk

Indonesia dengan penduduk negara lain, yang meliputi ekspor barang, jasa

pengangkutan, jasa asuransi, komunikasi, pariwisata, dan jasa lainnya. Termasuk

juga dalam ekspor adalah pembelian langsung atas barang dan jasa di wilayah

domestik oleh penduduk negara lain. Ekspor barang dinilai menurut harga free on

board (fob), dan kurs dolar Amerika Serikat untuk ekspor dibedakan

penggunannya terhadap rupiah. Untuk ekspor, digunakan rata-rata kurs beli dolar

AS (dari Bank Indonesia) yang ditimbang dengan nilai nominal transaksi ekspor

bulanan (BPS, 2008).

Secara kuantitatif dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2006, data

menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia mencapai 8.92

persen. Dari nilai tersebut, pertumbuhan nilai ekspor yang signifkan terjadi pada

tahun 2004 hingga 2006, yaitu masing-masing 17,24 persen, 19,66 persen dan

17,67 persen dengan total nilai ekspor untuk masing- masing tahun adalah sebesar

US$ 71.584.608.796 pada tahun 2004, US$ 85.659.952.615 pada tahun 2005 dan

US$ 100.798.624.280 pada tahun 2006 (Gambar 3).

Pertumbuhan nilai ekspor Indonesia pada kurun waktu 3 tahun terakhir dapat

disebabkan oleh volume ekspor Indonesia yang meningkat, namun peningkatan

tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh harga komoditi, terutama komoditi-

komoditi primer, di tingkat internasional yang mengalami peningkatan. Hal

tersebut tentu saja menguntungkan Indonesia mengingat sebagian besar ekspor

Indonesia merupakan komoditi primer.

Nilai Ekspor (dalam US$)

0

2E+10

4E+10

6E+10

8E+10

1E+11

1,2E+11

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Sumber: Comtrade, 2007

Gambar 3. Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2000-2006

4.2. Pertumbuhan Ekspor Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap

Lingkungan

4.2.1. Pertumbuhan Ekspor Wood and articles of wood (Kayu dan Artikel

Kayu)

Komoditi hasil hutan terutama jenis kayu, merupakan salah satu ekspor

penting bagi Indonesia karena nilainya yang besar. Namun perlu diperhatikan juga

eksplorasinya, karena komoditi ini mempunyai kecenderungan tinggi dalam

kerusakan lingkungan jika tidak ada pengawasan dan tindakan tegas dari

pemerintah. Berdasarkan Gambar 4, tampak bahwa terjadi kecenderungan

penurunan nilai ekspor Wood and articles of wood selama periode 2000-2006, hal

ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh semakin merebaknya isu lingkungan dan

diterapkannya ecolabeling semenjak tahun 2000, sehingga berdampak pada

fluktuasi nilai ekspornya di pasar dunia. Kenyataannya menunjukan bahwa

industri kayu sedang menghadapi berbagai permasalahan, yakni disamping

langkanya bahan baku berkualitas tinggi, juga hambatan perdagangan, terutama

dengan hadirnya negara-negara produsen kayu lapis baru seperti Malaysia. Pada

kondisi tersebut dikhawatirkan komoditi Ekspor Wood and articles of wood yang

akan datang akan menghadapi persaingan pasar yang lebih berat lagi, baik harga,

kualitas maupun jumlah yang dapat diekspor.

Nilai Ekspor (dalam US$)

0

500.000.000

1.000.000.000

1.500.000.000

2.000.000.000

2.500.000.000

3.000.000.000

3.500.000.000

4.000.000.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Sumber: Comtrade, 2007

Gambar 4. Perkembangan Nilai Ekspor Wood and articles of wood (Kayu

danArtikel Kayu) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

Dalam rentang waktu 2000-2006, pertumbuhan ekspor kayu Indonesia

cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif dari tahun ke tahun. Penurunan

volume ekspor kayu Indonesia yang terbesar terjadi pada tahun 2001, dengan

penurunan sebesar 7.80 persen, jumlah ekspor menjadi hanya US$ 3,353,568,000.

Di tahun 2004, ekspor kayu Indonesia sempat mengalami pertumbuhan yang

positif. Pertumbuhan sebesar 2.86 persen memang bisa dibilang pertumbuhan

yang tidak terlalu besar, namun angka positif pada pertumbuhannya mampu

membuat ekspor kayu Indonesia kembali melaju dengan total ekspor pada tahun

tersebut sebesar US$ 3,271,420,594. Pertumbuhan yang positif tersebut tidak

bertahan lama karena di tahun berikutnya yaitu pada tahun 2005, ekspor kayu

Indonesia ke pasar dunia kembali mengalami penurunan sebesar 4.89 persen.

Sumber : Comtrade, 2007

Gambar 5. Perkembangan Ekspor Plywood consisting solely of sheets

(Kayu Lapis) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

Salah satu ekspor kayu terbesar Indonesia ke pasar dunia adalah jenis kayu

lapis atau Plywood consisting solely of sheets. Namun dalam kurun waktu 2000-

2006, ekspor produk kayu jenis kayu lapis cenderung mengalami penurunan. Hal

ini dapat dilihat pada Gambar 5. Penurunan volume ekspor kayu lapis Indonesia

yang sangat signifikan dialami pada tahun 2001 dan 2005. Pada tahun 2001 terjadi

penurunan volume ekspor ke pasar dunia sebesar 11.37 persen dengan jumlah

total ekspor pada tahun tersebut adalah US$ 1,330,285.568 dari sebelumnya US$

1,501,021.458 pada tahun 2000. Penurunan tersebut karena Indonesia baru

menerapkan dan mengikuti persyaratan standarisasi perlindungan lingkungan

hidup internasional yaitu ecolabelling yang mana baru diterapkan pada tahun

2000. Penurunan tersebut terus terjadi, penurunan terbesar terjadi pada tahun

2005, dimana ekspor Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia

mengalami penurunan sebesar 17.31 persen menjadi hanya US$ 974,424.627 pada

tahun tersebut. Walaupun pada tahun berikutnya yaitu tahun 2006, ekspor

Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia ke pasar dunia

mengalami peningkatan sebesar 3.80 persen.

Jenis kayu serabut atau Coniferous of Wood juga merupakan salah satu

jenis kayu Indonesia dengan nilai ekspor terbesar. Perkembangan ekspor produk

kayu jenis ini sangat fluktuatif dari tahun-tahun. Seperti terlihat pada Gambar 6.

dimana pada tahun 2000-2001 terjadi peningkatan ekspor sebesar 39.98 persen

yang diikuti penurunan ekspor sebesar 39.42 persen pada tahun berikutnya.

Peningkatan ekspor terbesar terjadi pada tahun 2003, dimana peningkatan volume

ekspor Coniferous of Wood (kayu serabut) adalah sebesar 109.69 persen menjadi

US$ 13,126.892 dibandingkan tahun sebelumnya (US$ 6,260.231). Penurunan

terbesar terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 97.22 persen yang pada tahun

sebelumnya juga mengalami penurunan cukup besar yaitu 83.20 persen.

Penurunan tersebut mengakibatkan volume ekspor Coniferous of Wood (kayu

serabut) Indonesia ke pasar dunia pada tahun 2005 menjadi US$ 61.235.

Penurunan yang signifikan tersebut diperkirakan terjadi karena Indonesia masih

belum bisa menerapkan standarisasi lingkungan hidup secara penuh. Pada tahun

berikutnya yaitu tahun 2006, volume ekspor produk ini mengalami peningkatan

sebesar 661.34 persen.

Sumber : Comtrade, 2007

Gambar 6. Perkembangan Ekspor Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

4.2.2. Pertumbuhan Ekspor Pulp (Bubur Kertas)

Tidak dapat dipungkiri bahwa peran ekspor Pulp bagi perekonomian

Indonesia sangat strategis. Dengan tidak mengimpor pulp dan kertas, yang telah

dilakukan sejak tahun 1995 tentu akan menghemat cadangan devisa. Selain itu,

industri pulp mampu menciptakan lapangan kerja baru. Namun hal tersebut tentu

saja harus turut juga memperhitungkan dampak terhadap lingkungan.

Diperkirakan adanya isu-isu lingkungan seperti penerapan ecolabeling dan

standarisasi lingkungan hidup lainnya kembali menyebabkan fluktuasi nilai

eksport Pulp di pasar dunia (Gambar 7).

Nilai Ekspor (dalam US$)

0

200.000.000

400.000.000

600.000.000

800.000.000

1.000.000.000

1.200.000.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Sumber: Comtrade, 2007 Gambar 7. Perkembangan Ekspor Pulp Indonesia ke Pasar Dunia Tahun

2000-2006

Pertumbuhan ekspor Pulp Indonesia di pasar dunia dalam kurun waktu

2000-2006 terbilang sangat fluktuatif. Pada tahun 2001 terjadi penurunan ekspor

produk tersebut ke pasar dunia sebesar 17.69 persen, dari sebelumnya total nilai

ekspor Pulp Indonesia ke pasar dunia sebesar US$ 714,024,082 di tahun 2000,

menjadi US$ 566,732,288 di tahun 2001. Penurunan tersebut tidak berlanjut di

dua tahun berikutnya. Di tahun 2004, ekspor Pulp kembali mengalami penurunan

yang cukup signifikan yaitu sebesar 25.53 persen, dan nilai ekspor pada tahun

tersebut menjadi US$ 591,032,262. Terjadi peningkatan yang sangat besar pada

ekspor Pulp Indonesia di tahun 2005 dan 2006 yaitu sebesar 58.06 persen dan

20.58 persen.

Sumber : Comtrade, 2007 Gambar 8. Perkembangan Ekspor Semi Bleached or Bleached Pulp of paper

(Bubur Kertas) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

Salah satu jenis pulp dengan nilai ekspor yang terbesar adalah ekspor pulp

jenis Semi Bleached or Bleached Pulp of paper. Seperti terlihat pada Gambar 8.

nilai ekspor produk ini cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun selama periode

2000-2006. Penurunan volume ekspor sempat terjadi pada tahun 2001 dan 2004

dimana penurunan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 25.78 persen.

Pada tahun tersebut volume ekspor produk Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper hanya mencapai US$ 585,659.163. Volume ekspor tersebut mengalami

penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan volume ekspor pada tahun

sebelumnya yang mencapai US$ 789,079.873.

4.2.3. Pertumbuhan Ekspor Vegetable Fats and Oils (Minyak Nabati)

Pada komoditi Vegetable Fats and Oils (minyak nabati), Indonesia

mengalami trend pertumbuhan yang sangat terus meningkat secara signifikan dari

tahun ke tahun. Rata-rata nilai pertumbuhan ekspor komoditi ini ke pasar dunia

yaitu sebesar 26.68 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata ekspor

Indonesia secara keseluruhan yang hanya 14.28 persen. Terlihat pada grafik di

Gambar 9, ekspor Vegetable fats and oils Indonesia ke pasar dunia secara umum

dalam kurun waktu 2000-2006 terus mengalami pertumbuhan yang cukup positif,

walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun 2001.

Terjadi penurunan sebesar 17.69 persen pada tahun 2001, dari yang semula

nilai total ekspor Vegetable fats and oils Indonesia adalah sebesar US$

1,763,577,012 di tahun 2000, menjadi sebesar US$ 1,451,684,096 di tahun 2001

akibat penurunan tersebut. Disinyalir penurunan tersebut diakibatkan karena

mulai diberlakukannya standarisasi internasional tentang lingkungan yang secara

tegas diterapkan oleh pasar internasional sejak awal tahun 2000, sedangkan

produsen Indonesia belum terlalu siap dalam memenuhi persyaratan tersebut.

Nilai Ekspor (dalam US$)

0 1.000.000.000

2.000.000.000

3.000.000.000

4.000.000.000

5.000.000.000

6.000.000.000

7.000.000.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Sumber: Comtrade, 2007

Gambar 9. Ekspor Vegetable fats and Oils Indonesia ke Pasar Dunia Tahun

2000-2006

Produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia

merupakan jenis produk atau sub produk Vegetable fats and oils (minyak nabati)

yang merupakan komoditi unggulan Indonesia dengan volume ekspor yang sangat

besar. Di pasar dunia sendiri, Indonesia merupakan pemasok utama komoditi ini

yang bersaing ketat dengan Malaysia. Perkembangan ekspor produk Palm kernel

or babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia selama periode 2000-2006

cukup fluktuatif.

Terlihat pada Gambar 10. penurunan volume ekspor Palm kernel or

babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia sempat terjadi di tahun 2001

sebesar 33.98 persen dengan nilai volume ekspor sebesar US$ 111,937.376 yang

semula sebesar US$ 169,550.221 pada tahun 2000. Penurunan ini diduga terjadi

akibat peningkatan pajak ekspor dan penerapan standarisasi perlindungan

lingkungan hidup yang merupakan isu penting bagi negara-negara maju yang

merupakan negara peng-impor utama komoditi Palm kernel or babassu oil and

frac (minyak sawit) karena seperti yang diketahui, kebanyakan lahan perkebunan

kelapa sawit untuk produksi Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit)

di Indonesia merupakan lahan alih fungsi dari yang semula hutan menjadi

perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan sebenarnya bisa berlangsung dengan

tertib tanpa mengakibatkan eksternalitas negatif jika pada pengalihan fungsinya,

hutan yng dijadkan subjek merupakan hutan yang benar-benar difungsikan untuk

hutan industri dan bukan merupakan hutan lindung yang dijadikan sebagai

kawasan suaka margasatwa.

Sumber : Comtrade, 2007

Gambar 10. Perkembangan Ekspor Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

4.3. Perkembangan Impor Dunia

4.3.1. Perkembangan Impor Plywood Consisting Solely of Sheets (Kayu Lapis)

Dunia

Perkembangan impor dunia atas produk hasil hutan terutama impor kayu

jenis kayu lapis atau Plywood Consisting Solely of Sheets selama periode 2000-

2006 relatif mengalami peningkatan.

Sumber : Comtrade, 2007 Gambar 11. Perkembangan Impor Plywood consisting solely of sheets (Kayu

Lapis) Dunia Tahun 2000-2006 Berdasarkan Gambar 11, dari tahun ke tahun impor dunia akan produk

Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) relatif meningkat. Walaupun

pernah terjadi beberapa kali penurunan pertumbuhan impor produk tersebut oleh

pasar dunia. Penurunan terjadi pada tahun 2001, dimana terjadi penurunan impor

dunia sebesar 9.33 persen dari yang sebelumnya volume impor dunia akan produk

Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) mencapai US$ 2,551,931,382

pada tahun 2000 menjadi US$ 2,334,076,770 di tahun berikutnya, namun

penurunan yang terjadi terbilang relatif kecil. Pada periode 2002, 2003 dan 2004,

impor dunia produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) terus

mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 15 persen.

Peningkatan pertumbuhan impor tertinggi terjadi pada tahun 2004 dimana terjadi

peningkatan pertumbuhan impor sebesar 17 persen. Hal ini dikarenakan adanya

peningkatan permintaan dunia akan produk kayu lapis. Namun di tahun

berikutnya terjadi penurunan pertumbuhan impor dunia akan kayu lapis sebesar

5.21 persen, walaupun penurunannya tidak sebesar penurunan pertumbuha impor

Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) pada tahun 2001. Pada tahun

2006, impor dunia akan produk ini mencapai US$ 4,016,581,698 atau mengalami

pertumbuhan sebesar 11.24 persen.

4.3.2. Perkembangan Impor Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Dunia

Jenis kayu serabut atau Coniferous of Wood merupakan jenis kayu dengan

nilai impor yang relatif tinggi terkait dengan jenisnya yang digunakan sebagai

bahan baku industri kertas. Namun volume impor dunia akan produk Coniferous

of Wood (Kayu Serabut) cenderung berfluktuasi, seperti yang terlihat pada

Gambar 12.

Selama periode 2000-2006, terjadi peningkatan dan pertumbuhan impor

dunia atas produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) secara signifikan.

Penurunan pertumbuhan impor terjadi pada tahun 2001 dan 2004, dimana pada

tahun 2001 penurunan pertumbuhan impor terjadi sebesar 9.52 persen. Dari total

volume impor dunia produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) pada tahun

sebelumnya yang mencapai US$ 17,162,695,809 menjadi US$ 15,670,658,961.

Sumber : Comtrade, 2007 Gambar 12. Perkembangan Impor Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Dunia Tahun 2000-2006

Penurunan pertumbuhan impor tertinggi selama periode 2000-2006 terjadi

pada tahun 2004, dimana penurunan impor dunia atas produk Coniferous of Wood

(Kayu Serabut) mencapai 7014.52 persen. Dari volume impor dunia yang pada

tahun sebelumnya mencapai US$ 17,372,269,788 menjadi hanya US$

243,547,878 di tahun 2004. Penurunan yang sangat besar tersebut dikarenakan

terjadi penurunan nilai ekspor produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) dari

negara-negara eksportir ke pasar dunia, yang diakibatkan oleh kenaikan pajak

ekspor dan persyaratan perdagangan khususnya standarisasi lingkungan yang

diperketat. Penurunan impor dunia akan produk ini tidak berlangsung lama,

karena di tahun berikutnya terjadi peningkatan pertumbuhan impor dunia atas

produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut) sebesar 98.9 persen. Hal ini

dikarenakan oleh permintaan pasar dunia atas produk tersebut yang masih besar

terkait dengan kepentingan impor produk tersebut sebagi bahan baku industri

kertas yang besar pula. Hingga tahun 2006, impor dunia produk Coniferous of

Wood (Kayu Serabut) masih terus meningkat hingga mencapai US$

22,903,112,610.

4.3.3. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp of paper

(Bubur Kertas) Dunia

Selama periode 2000-2006 perkembangan impor dunia atas produk Semi

Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) cenderung mengalami

peningkatan (Gambar 13), walaupun sempat terjadi penurunan yang relatif besar

pada tahun 2001. Terjadi penurunan pertumbuhan impor dunia atas produk Semi

Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) sebesar 30 persen. Penurunan

pertumbuhan produk tersebut disebabkan oleh kecenderungan antisipasi pasar

akibat baru diberlakukannya persyaratan standarisasi perdagangan terkait

lingkungan seperti ecolabelling dan ISO. Penurunan pertumbuhan impor dunia

pada tahun 2001 tersebut merupakan penurunan yang relatif besar dengan nilai

impor dunia atas produk Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur

Kertas) yang hanya sebesar US$ 5,855,162,746 dari nilai impor dunia yang

mencapai US$ 7,636,873,112 pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2000.

Sumber : Comtrade, 2007 Gambar 13. Perkembangan Impor Semi Bleached or Bleached Pulp of paper

(Bubur Kertas) Dunia Tahun 2000-2006

Selama periode selanjutnya yaitu 2002-2006, rata-rata pertumbuhan impor

dunia atas produk Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) terus

mengalami pertumbuhan sebesar 10 persen dengan pertumbuhan impor yang

tertinggi terjadi pada tahun 2004. Pada tahun tersebut impor dunia atas produk

Semi Bleached or Bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas) mengalami

pertumbuhan sebesar 15.20 persen dengan total nilai mimpor dunia mencapai US$

8,034,214,755. Peningkatan pertumbuhan impor dunia ini lebih disebabkan oleh

peningkatan permintaan dunia akan produk ini yang sangat pesat, disamping juga

adanya peningkatan kualitas standarisasi lingkungan yang sudah diterapkan para

produsen yang lebih memudahkan para eksportir untuk memasarkan produknya di

pasar dunia.

4.3.4. Perkembangan Impor Palm kernel or Babassu oil and Frac (minyak

sawit) Dunia

Selama periode 2000-2006 perkembangan impor dunia atas produk Palm

Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) relatif mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Walaupun sempat terjadi penurunan pertumbuhan impor

dunia pada tahun 2001 sebesar 24 persen, namun penurunan tersebut tidak

berlangsung lama dan diikuti oleh peningkatan pertumbuhan di tahun-tahun

berikutnya.

Sumber : Comtrade, 2007 Gambar 14. Perkembangan Impor Palm kernel or babassu oil and frac

(minyak sawit) Dunia Tahun 2000-2006

Peningkatan pertumbuhan impor dunia tertinggi atas produk Palm Kernel

or Babassu Oil and Frac (Minyak Sawit) terjadi pada tahun 2002. Setelah sempat

terjadi penurunan pertumbuhan di tahun sebelumnya, peningkatan impor dunia

atas produk tersebut kembali terjadi sebesar 31.80 persen dan mencapai nilai

impor sebesar US$ 343,148,244. Peningkatan pertumbuhan terus terjadi selama

periode 2002-2006, dengan total nilai impor produk Palm Kernel or Babassu Oil

and Frac (Minyak Sawit) yang mencapai US$ 766,807,103 pada tahun 2006.

V. ANALISIS DAYA SAING PRODUK INDONESIA YANG

SENSITIF TERHADAP LINGKUNGAN DAN FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

5.1. Analisis Daya Saing Produk Indonesia yang Sensitif Terhadap

Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa produk (1) Plywood consisting

solely of sheets (kayu lapis) dan (2) Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(bubur kertas), lebih memiliki keunggulan komparatif daripada keunggulan

kompetitif. Sedangkan Produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak

sawit) merupakan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif dengan daya saing paling tinggi, terlihat dari nilai RCA (Revealed

Comparative Advantage) produk tersebut yang relatif lebih tinggi dibandingkan

produk lainnya. Namun hasil estimasi untuk produk Coniferous of Wood (kayu

serabut) memperlihatkan bahwa produk tersebut tidak mempunyai keunggulan

komparatif maupun kompetitif.

Analisis CMS (Constant Market Share) mengindikasikan bahwa faktor

pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi merupakan faktor yang paling

mempengaruhi pertumbuhan ekspor (1) Plywood consisting solely of sheets (kayu

lapis), (2) Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas) dan (3)

Coniferous of Wood (kayu serabut). Sedangkan untuk produk Palm kernel or

babassu oil and frac (minyak sawit), faktor yang paling mempengaruhi

pertumbuhan ekspornya adalah faktor pertumbuhan impor saja.

5.1.1. Analisis Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage)

Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi

melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis

keunggulan komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA (Revealed

Comparative Advantage). Nilai RCA merupakan gambaran dari kinerja ekspor

suatu komoditi. Nilai RCA yang lebih besar dari satu dianggap memiliki kinerja

ekspor yang baik. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu tersebut dapat

dikatakan memiliki keunggulan komparatif sehingga disarankan untuk terus

dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.

Berdasarkan hasil estimasi RCA dapat diketahui bahwa Indonesia

mempunyai keunggulan komparatif pada komoditi (1) Plywood consisting solely

of sheets (kayu lapis), (2) Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur

kertas), dan (3) Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit), terlihat dari

nilai RCA yang selalu lebih dari satu selama periode 2000-2006. Namun produk

Coniferous of Wood (kayu serabut) tidak mempunyai keunggulan komparatif,

karena hasil estimasi RCA memperlihatkan bahwa produk ini mempunyai nilai

estimasi yang selalu kurang dari satu selama periode 2000-2006.

5.1.1.1. Analisis Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis)

Selama periode 2000-2006, hasil estimasi RCA memperlihatkan bahwa

produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) yang merupakan sub

produk dari wood and article of wood (kayu dan artikel kayu) memiliki

keunggulan komparatif, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu selama

periode 2000-2006 dengan rentang nilai RCA 49.74-70.25 (Tabel 5).

Tabel 5. Estimasi RCA Produk Plywood consisting solely of sheets

(Kayu Lapis)

Year

Trade Value in World

Trade Value Growth (%)

RCA Value

RCA

Growth (%)

2000 1,501,021,458 - 66.37 - 2001 1,330,285,568 -11.37 70.24 5.50 2002 1,289,258,255 -3.08 68.02 -3.25 2003 1,235,127,450 -4.20 70.25 3.16 2004 1,178,467,834 -4.59 63.15 -11.24 2005 974,424,627 -17.31 53.89 -17.19 2006 1,011,491,745 3.80 49.74 -8.32

Pada tahun 2000, nilai RCA produk Plywood consisting solely of sheets

(kayu lapis) adalah 66.37 dengan total ekspor ke pasar dunia sebesar US$ 1,

501,021,458. Selama periode 2001-2006, ekspor produk kayu lapis Indonesia di

pasar dunia terus mengalami penurunan kecuali di tahun 2006. Nilai RCA produk

ini pun cenderung mengalami penurunan, karena terjadi kenaikan volume ekspor

produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) negara-negara pesaing

lainnya di pasar dunia disertai kenaikan total ekspor Indonesia di pasar dunia

dilihat dari rasio nilai ekspor komoditi I Indonesia ke dunia per nilai total ekspor

Indonesia ke dunia (Lampiran 6). Nilai RCA mengalami penurunan yang cukup

signifikan pada tahun 2004 dan 2005. Nilai RCA pada tahun 2004 adalah 63.15

atau mengalami penurunan pertumbuhan RCA sebesar 11.24 persen dengan

jumlah ekspor Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia di tahun

tersebut sebesar US$ 1,178,467,834 yang juga mengalami penurunan

pertumbuhan sebesar 4.59 persen.

Pada tahun 2005, nilai RCA produk Plywood consisting solely of sheets

(kayu lapis) Indonesia adalah 53.89 atau turun sebesar 17.19 persen. Hal ini

terjadi karena volume ekspor total Indonesia ke pasar dunia mengalami

peningkatan yang sangat signifikan, yaitu US$ 85,659,952,615 dari total ekspor

tahun sebelumnya yang hanya US$ 71,584,608,796. Hal ini bisa diartikan bahwa

di tahun tersebut, produk-produk Indonesia lainnya lebih mendominasi pangsa

ekspor Indonesia di pasar dunia, karena ekspor produk Plywood consisting solely

of sheets (kayu lapis) Indonesia sendiri mengalami penurunan sebesar 17.31

persen. Walaupun tergolong masih mempunyai keunggulan komparatif namun

penurunannya adalah yang tertinggi selama periode 2000-2006. Namun sempat

juga terjadi kenaikan nilai RCA pada tahun 2001 dan 2003.

Pada tahun 2001 terjadi penurunan ekspor produk Plywood consisting

solely of sheets Indonesia yang cukup besar yaitu 11.37 persen dari total tahun

sebelumnya, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi keunggulan komparatif dari

produk ini karena hasil estimasi RCA memperlihatkan bahwa Plywood consisting

solely of sheets masih mempunyai daya saing yang cukup bagus dengan nilai

RCA yang tumbuh sebesar 5.50 persen menjadi 70.24. Hal tersebut disinyalir

terjadi karena adanya penurunan volume ekspor komoditi kayu lapis negara-

negara pesaing lainya. Sedangkan penurunan ekspor total negara-negara pesaing

di pasar dunia masih lebih kecil dibandingkan penurunan volume ekspor total

Indonesia (Lampiran 6), sehingga pada tahun tersebut nilai RCA/daya saing

produk kayu lapis Indonesia bisa mengalami peningkatan.

Pertumbuhan nilai RCA yang positif juga terjadi pada tahun 2003 dengan

nilai 70.25 atau tumbuh sebesar 3.16 persen. Pada tahun 2006, terjadi peningkatan

volume ekspor produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia

sebesar 3.80 persen menjadi US$ 1,011,491,745 dari yang sebelumnnya hanya

US$ 974,424,627. Namun peningkatan volume ekspor tersebut tidak disertai

dengan peningkatan nilai RCA, nyatanya nilai RCA di tahun 2006 mengalami

penurunan sebesar 8.32 persen atau menjadi 49.74.

Penurunan pada tahun 2006 tersebut disebabkan oleh adanya rasio

kenaikan total ekspor produk Indonesia di pasar dunia disertai peningkatan ekspor

produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) dan ekspor total negara-

negara pesaing lainnya yang proporsinya lebih besar dari pada tahun sebelumnya.

Dari hasil deskripsi di atas, terlihat bahwa performa daya saing produk Plywood

consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia di pasar dunia cenderung

mengalami penurunan di tahun-tahun terakhir. Hal ini yang seharusnya menjadi

bahan pertimbangan pemerintah, seharusnya produk ini mempunyai potensi tinggi

untuk terus dikembangkan sebagai produk ekspor jika peningkatan dari segi

kualitas terus dipertahankan, karena nyatanya performa daya saing produk ini

cenderung mengalami penurunan. Apalagi ditambah bahwa pengembangan

produk ini mempunyai kecenderungan yang tinggi untuk kerusakan lingkungan.

5.1.1.2. Analisis Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur

Kertas)

Hasil estimasi RCA pada produk Semi-bleached or bleached Pulp of

Paper (bubur kertas) selama periode 2000-2006 menunjukan bahwa produk ini

mempunyai keunggulan komparatif, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari

satu selama periode 2000-2006 dengan rentang nilai RCA 10.60-15.79 (Tabel 6).

Tabel 6. Estimasi RCA Produk Semi-bleached or bleached Pulp

of Paper (Bubur Kertas)

Year

Trade Value in World

Trade Value Growth (%)

RCA Value

RCA

Growth (%)

2000 706,910,619 - 10.60 - 2001 561,062,592 -20.63 11.73 9.67 2002 705,383,847 25.72 14.76 20.52 2003 789,079,873 11.87 15.18 2.73 2004 585,659,163 -25.78 11.60 -30.90 2005 886,026,319 51.29 15.79 26.55 2006 1,054,148,869 18.97 14.85 -6.34

Pada tahun 2000 total ekspor produk Semi-bleached or bleached Pulp of

Paper Indonesia di pasar dunia mencapai US$ 706,910,619 dengan nilai RCA

sebesar 10.60. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2001, ekspor produk ini ke pasar

dunia mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 20.63 persen menjadi

hanya US$ 561,062,592. Namun nilai RCA pada tahun tersebut memperlihatkan

bahwa produk ini masih mempunyai keunggulan komparatif, terlihat dengan

adanya peningkatan sebesar 9.67 persen pada nilai RCA menjadi 11.73. Hal ini

dikarenakan adanya penurunan pada volume ekspor total Indonesia dengan

proporsi yang cukup besar (Lampiran 6). Penurunan juga diikuti oleh ekspor

produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper dan total ekspor negara-negara

pesaing lainnya, namun relatif kecil.

Pada tahun 2002-2003 nilai RCA produk Semi-bleached or bleached

Pulp of Paper Indonesia terus mengalami pertumbuhan seiring dengan

pertumbuhan volume ekspor produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

Indonesia di pasar dunia, dengan nilai RCA sebesar 14.76 dan 15.18 masing-

masing pada tahun 2002 dan 2003. Pada tahun 2004 penurunan ekspor produk

Semi-bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia yang sangat signifikan

kembali terjadi sebesar 25.78 persen menjadi US$ 585,659,163.

Nilai RCA tahun 2004 juga mengalami penurunan sebesar 30.90 persen

menjadi 11.60. Walaupun masih tergolong mempunyai keunggulan komparatif

karena nilainya masih lebih dari satu, namun tahun 2004 merupakan tahun dengan

persentase penurunan nilai RCA terbesar yang diakibatkan oleh penurunan

volume ekspor Semi-bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia yang begitu

besar. Penurunan ekspor tersebut tidak berlangsung lama karena terjadi

peningkatan pertumbuhan ekspor Semi-bleached or bleached Pulp of Paper tahun

berikutnya, yaitu tahun 2005.

Pada tahun 2005 ekspor produk ini tumbuh secara signifikan sebesar

51.29 persen, yang diikuti pula dengan peningkatan nilai RCA sebesar 26.55

persen menjadi 15.79. Pada tahun 2006 Ekspor produk Semi-bleached or bleached

Pulp of Paper Indonesia ke pasar dunia mengalami pertumbuhan sebesar 18.97

persen menjadi sebesar US$ 1,054,148,869 namun nilai RCA produk ini

mengalami penurunan sebesar 6.34 persen menjadi 14.85. Hal ini diakibatkan

oleh volume ekspor total Indonesia ke pasar dunia mengalami peningkatan yang

sangat signifikan menjadi US$ 100,798,624,280 dari total ekspor tahun

sebelumnya yang hanya US$ 85,659,952,615. Hal ini bisa diartikan bahwa di

tahun 2006, produk-produk Indonesia lainnya lebih mendominasi pangsa ekspor

Indonesia di pasar dunia.

5.1.1.3. Analisis Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Hasil estimasi RCA untuk produk Coniferous of wood (kayu serabut)

selama periode 2000-2006 memperlihatkan bahwa produk ini tidak mempunyai

keunggulan komparatif terlihat dari nilai RCA yang selalu kurang dari satu

dengan rentang nilai 0.0003-0.11. Hal ini disinyalir diakibatkan oleh volume

ekspor produk Coniferous of wood (kayu serabut) Indonesia yang relatif masih

sangat kecil dibandingkan negara pesaing lainnya (Tabel 7).

Pada tahun 2000 hasil estimasi RCA menyatakan bahwa nilai RCA

adalah sebesar 0.04 dengan volume ekspor produk Coniferous of wood (kayu

serabut) Indonesia di pasar dunia mencapai US$ 7,382.051. Angka 0.04 disini

menunjukan bahwa produk tersebut tidak mempunyai keunggulan komparatif

karena nilainya yang kurang dari satu.

Tabel 7. Hasil Estimasi RCA Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Year Trade Value

in World Trade Value Growth (%)

RCA Value

RCA

Growth (%)

2000 7,382,051 - 0.04 - 2001 10,333,129 39.98 0.07 59.66 2002 6,260,231 -39.42 0.04 -40.00

2003 13,126,892 109.69 0.11 157.69 2004 2,204,895 -83.20 0.01 -88.55 2005 61,235 -97.22 0.00 -97.41 2006 466,209 661.34 0.00 593.33

Pada tahun 2000 hasil estimasi RCA menyatakan bahwa nilai RCA

adalah sebesar 0.04 dengan volume ekspor produk Coniferous of wood (kayu

serabut) Indonesia di pasar dunia mencapai US$ 7,382.051. Di tahun berikutnya

yaitu tahun 2001 total ekspor produk ini ke pasar dunia mengalami peningkatan

yang signifikan sebesar 39.98 persen menjadi US$ 10,333,129 yang diikuti pula

oleh peningkatan nilai RCA sebesar 59.66 persen menjadi 0.07. Walaupun terjadi

peningkatan nilai RCA namun nilai tersebut masih kurang dari satu yang berarti

produk Coniferous of wood (kayu serabut) Indonesia masih belum mempunyai

keunggulan komparatif.

Penurunan volume ekspor produk Coniferous of wood (kayu serabut)

Indonesia yang cukup besar terjadi pada tahun 2002, dimana volume ekspor

mengalami penurunan sebesar 39.42 persen yang diikuti oleh penurunan nilai

RCA sebesar 40.00 persen menjadi 0.04. Setelah mengalami penurunan ekspor

yang cukup besar pada tahun 2002, ekspor produk Coniferous of wood Indonesia

ke pasar dunia kembali mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun

2003 yaitu menjadi US$ 13,126,892 atau meningkat sebesar 109.69 persen

dengan nilai RCA yang kembali menguat namun tetap saja masih kurang dari satu

yaitu 0.11.

Pada tahun 2004 ekspor produk ini kembali mengalami penurunan yang

sangat signifikan, ekspor produk Coniferous of wood (kayu serabut) Indonesia ke

pasar dunia menurun sebesar 83.20 persen dari tahun sebelumnya menjadi US$

2,204,895 yang juga diikuti oleh penurunan nilai RCA sebesar 88.55 persen

menjadi hanya 0.01. Penurunan ekspor produk ini terus dialami di tahun 2005,

dengan penurunan yang terbesar selama periode 2000-2006 yaitu sebesar 97.22

persen dari tahun sebelumnya menjadi hanya US$ 61,235 pada tahun 2005. Hal

ini mengakibatkan nilai RCA yang semakin jauh dari angka satu yaitu di nilai

0.0003.

Tahun 2006 terjadi peningkatan ekspor Coniferous of wood (kayu

serabut) Indonesia yang cukup signifikan setelah mengalami penurunan yang

cukup besar di tahun-tahun sebelumnya. Ekspor produk Coniferous of wood (kayu

serabut) Indonesia di pasar dunia pada tahun tersebut meningkat menjadi US$

466,209 atau naik sebesar 661.34 persen. Peningkatan nilai ekspor tersebut juga

disertai peningkatan pada nilai RCA sebesar 593.33 persen, sehingga nilai RCA di

tahun 2006 menjadi 0.002. Namun hal tersebut belum mampu merubah keadaan

produk Coniferous of wood (kayu serabut) Indonesia, karena nilainya masih

dibawah satu yang berarti produk ini masih belum mempunyai keunggulan

komparatif.

Dari hasil estimasi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa selama

kurun waktu 2000-2006, produk Coniferous of wood (Kayu serabut) Indonesia

tidak mempunyai keunggulan komparatif di pasar dunia, sehingga seharusnya

produk tersebut lebih ditinjau kembali jika masih tetap diekspor ke pasar dunia.

5.1.1.4. Analisis Produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (Minyak

Sawit)

Terlihat dari hasil estimasi RCA, produk Palm Kernel or Babassu Oil

and Frac yang merupakan sub produk dari Palm Oil atau minyak sawit

mempunyai kaunggulan komparatif selama periode 2000-2006. Hal tersebut bisa

disimpulkan dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu dengan rentang nilai 71.99-

89.61 (Tabel 8). Nilai RCA produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

(minyak sawit) Indonesia adalah nilai RCA yang tertinggi dibandingkan dengan

ketiga produk sensitif lingkungan lainnya dalam penelitian ini. Hal ini

dikarenakan Indonesia adalah pemasok utama minyak sawit dunia, sehingga

volume ekspornya lebih besar dibandingkan negara pesaing lainnya.

Selama periode 2000-2006, volume ekspor produk Palm Kernel or

Babassu Oil and Frac (minyak sawit) Indonesia di pasar dunia terus tumbuh dan

mengalami peningkatan walaupun persentase peningkatannya tidak begitu besar

bahkan cenderung menurun, namun volume ekspor tetap bertambah dari tahun ke

tahun, kecuali di tahun 2001 yang sempat mengalami penurunan yang diduga

karena adanya peningkatan pajak ekspor untuk komoditi Palm Kernel or Babassu

Oil and Frac (minyak sawit).

Tabel 8. Hasil Estimasi RCA Produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit)

Year

Trade Value in World

Trade Value Growth (%)

RCA Value

RCA

Growth (%)

2000 169,550,221 - 82.31 - 2001 111,937,376 -33.98 71.99 -12.54 2002 200,997,230 79.56 83.12 15.45 2003 206,241,794 2.61 84.30 1.42 2004 385,997,314 87.16 83.59 -0.84 2005 448,954,959 16.31 81.25 -2.80 2006 506,001,876 12.71 89.61 10.29

Pada tahun 2000, ekspor produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

Indonesia di pasar dunia adalah sebesar US$ 169,550,221 dengan nilai RCA

sebesar 82.31. Tahun berikutnya yaitu tahun 2001, terjadi penurunan ekspor

sebesar 33.98 persen menjadi US$ 111,937,376 yang disertai oleh penurunan nilai

RCA sebesar 12.54 persen yaitu menjadi 71.99. Penurunan nilai ekspor tersebut

tidak bertahan lama, karena pada tahun 2002-2005 ekspor Palm Kernel or

Babassu Oil and Frac Indonesia ke pasar dunia terus tumbuh tumbuh dengan

kenaikan nilai RCA. Namun kenaikan volume ekspor Palm Kernel or Babassu Oil

and Frac (minyak sawit) Indonesia tidak selalu disertai oleh kenaikan nilai RCA.

Pada tahun 2004, ekspor produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

(minyak sawit) Indonesia tumbuh sebesar 87.16 persen menjadi US$ 385,997,314

dari sebelumnya US$ 206,241,794, namun nilai RCA di tahun tersebut mengalami

penurunan sebesar 0.84 persen menjadi 83.59 dari yang sebelumnya 84.30. Hal ini

terjadi karena proporsi peningkatan volume total ekspor produk Indonesia dan

dunia (negara pesaing lainnya) lebih besar daripada proporsi peningkatan ekspor

produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (minyak sawit) Indonesia di tahun

tersebut yang mengakibatkan nilai RCA melemah (Lampiran 6).

Demikian pula yang terjadi pada tahun 2005, dimana terjadi peningkatan

ekspor produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac (minyak sawit) Indonesia di

pasar dunia sebesar 16.31 persen namun terjadi penurunan nilai RCA sebesar 2.80

menjadi 81.25. Nilai RCA kembali mengalami peningkatan di tahun 2006 seiring

dengan peningkatan ekspor produk Palm Kernel or Babassu Oil and Frac

(minyak sawit) Indonesia di pasar dunia. Nilai RCA di tahun ini mengalami

peningkatan sebesar 10.29 persen, dari yang sebelumnya 81.25 menjadi 89.61.

5.1.2. Analisis Keunggulan Kompetitif Produk Ekspor Dinamis (Export

Product Dynamic)

Export Product Dynamic (EPD) digunakan untuk mengidentifikasi produk

yang kompetitif dan dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam ekspor suatu negara.

Jika pertumbuhannya di atas rata-rata secara kontinu selama waktu yang panjang,

maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi

negara tersebut. Selanjutnya, jika produk dinamis tersebut mempunyai

karakteristik produksi yang spesifik, maka hal ini juga menjadi informasi yang

penting dalam kesempatan ekspor, dalam hubungannya dengan produk yang

serupa.

Terlihat pada Tabel 9, hasil estimasi EPD mengungkapkan bahwa produk

(1) Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis), (2) Semi-bleached or

bleached Pulp of Paper (bubur kertas) dan (3) Coniferous of Wood (kayu

serabut), berada di posisi “Retreat”. Hal ini berarti ketiga produk tersebut tidak

diinginkan lagi di pasar dunia. Ini terjadi karena selama periode waktu tertentu,

pangsa ekspor ketiga produk tersebut di pasar dunia terus mengalami penurunan.

Sehingga bisa dikatakan bahwa produk (1) Plywood consisting solely of sheets

(kayu lapis), (2) Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas) dan (3)

Coniferous of Wood (kayu serabut), sudah tidak begitu kompetitif untuk

dipasarkan kembali di pasar dunia dan diperlukan peninjauan kembali oleh

pemerintah jika ketiga produk tersebut masih tetap dipasarkan di pasar dunia.

Apalagi ditambah bahwa ketiga produk tersebut merupakan produk berbasis

sumber daya alam yaitu kehutanan. Sehingga dikhawatirkan memiliki

kecenderungan yang tinggi dalam kerusakan lingkungan jika dalam

pengolahannya mengabaikan aspek keselamatan lingkungan.

Sedangkan untuk produk Palm Kernel or babbasu oil and frac (minyak

sawit), hasil estimasi EPD memperlihatkan bahwa produk tersebut berada di

posisi “Rising Star”. Hal ini berarti bahwa produk tersebut mempunyai

keunggulan kompetitif di pasar dunia selama periode 2000-2006 dan berada pada

pangsa pasar yang ideal dimana terjadi peningkatan yang pesat dan kontinu pada

pangsa ekspornya. Sehingga bisa dikatakan bahwa produk Palm Kernel or

babbasu oil and frac (minyak sawit) mempunyai daya saing atau keunggulan

kompetitif di pasar dunia. Maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan

ekspor yang penting bagi Indonesia. Hal yang terpenting adalah mencegah adanya

opportunity cost yang tinggi bagi lingkungan jika Indonesia melakukan eksplorasi

pada kedua produk tersebut, dan peran pemerintah untuk memenuhi standarisasi

lingkungan hidup internasional sangat bergantung di dalamnya.

Tabel 9. Hasil Estimasi Export Product Dynamic (EPD) Produk Posisi Daya Saing

Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis) Retreat

Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas)

Retreat

Coniferous of Wood (Kayu Serabut) Retreat

Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit) Rising Star

5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Produk

Indonesia yang Sensitif Terhadap Lingkungan 5.2.1. Analisis Pangsa Pasar Konstan (Constant Market Share)

Untuk menentukan faktor yang paling signifikan dalam mempengaruhi

daya saing produk Indonesia yang sensitif terhahadap lingkungan yang dalam

penelitian ini, pertumbuhan ekspor produk-produk Indonesia yang sensitif

terhadap lingkungan merupakan tolak ukur dari daya saing. Analisis Constant

Market Share atau analisis pangsa pasar konstan digunakan dalam pendekatannya

untuk mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri dari suatu negara dan

efek apa saja yang paling mempengaruhinya.

5.2.1.1. Analisis CMS Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu

Lapis)

Berdasarkan hasil estimasi CMS pada produk Plywood consisting solely

of sheet (kayu lapis), pada tahun 2001 (Tabel 10) faktor yang paling signifikan

mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk tersebut adalah faktor pertumbuhan

impor di pasar dunia sebesar 2,184.41 persen. Sebaliknya, faktor permintaan

produk Plywood consisting solely of sheet Indonesia di pasar dunia atau faktor

komposisi produk menekan pertumbuhan ekspor (-2,109.26 persen). Hal ini

berarti pada tahun tersebut, Indonesia sebagai negara eksportir Plywood consisting

solely of sheet (kayu lapis) mendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan

permintaan Plywood consisting solely of sheet (kayu lapis) yang tertinggi,

diindikasikan dengan nilai faktor pertumbuhan impor yang positif. Sedangkan

untuk faktor daya saing tidak memberikan pengaruh yang cukup berarti dilihat

dari kecilnya persentase faktor daya saing yaitu sebesar 24.85 persen.

Pada tahun 2002-2005, faktor permintaan produk dari pasar dunia atau

faktor komposisi komoditi merupakan faktor yang mendominasi dalam

pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekspor produk Plywood consisting solely of

sheet Indonesia di pasar dunia. Dengan jumlah persentase sebesar 17,442.93

persen untuk tahun 2002, tahun 2003 sebesar 39,981.48 persen, 47,267.95 persen

di tahun 2004 dan 8,338.36 persen di tahun 2005.

Tabel 10. Estimasi CMS Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis)

CMS Year

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

World Import

Value ($)

2000 - - - 2,551,931,382 2001 2,184.41 -2,109.26 24.85 2,334,076,770 2002 -18,020.58 17,442.93 677.65 2,749,727,817 2003 -40,308.74 39,981.48 427.26 3,112,309,068 2004 -47,702.31 47,267.95 534.35 3,750,742,368 2005 -8,309.77 8,338.36 71.41 3,565,095,697 2006 34,025.10 -33,693.62 -231.48 4,016,581,698

Faktor daya saing mungkin tidak memberikan kontribusi yang cukup

signifikan pada tahun 2002-2005, namun persentasenya jauh lebih besar

dibanding tahun sebelumnya, walaupun juga terdapat kecenderungan penurunan

pada persentase faktor daya saingnya. Hal tersebut berarti Indonesia sebagai

eksportir Plywood consisting solely of sheet (kayu lapis) mengekspor produk

tersebut ke negara yang mempunyai pertumbuhan impor Plywood consisting

solely of sheet (kayu lapis) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor produk

lainnya. Sehingga bisa dikatakan dalam periode 2002-2005 terjadi peralihan

permintaan ekspor ke negara-negara tujuan untuk produk Plywood consisting

solely of sheet (kayu lapis) Indonesia.

Pada tahun 2006, faktor permintaan produk di pasar dunia (komposisi

komoditi) dan faktor daya saing menekan pertumbuhan ekspor Indonesia dengan

persentase sebesar -13,021.98 persen untuk faktor komposisi komoditi dan -

231.48 persen untuk faktor daya saing. Namun hal tersebut masih bisa

terselamatkan oleh faktor pertumbuhan impor yang merupakan faktor yang paling

signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Plywood consisting solely

of sheet Indonesia di pasar dunia dengan persentase sebesar 34,025.10 persen.

5.2.1.2. Analisis CMS Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

(Bubur Kertas)

Faktor pertumbuhan impor dunia merupakan faktor yang mendominasi

pertumbuhan ekspor Semi-bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia di pasar

dunia pada tahun 2001. Sedangkan faktor komposisi komoditi dan faktor daya

saing ternyata menekan pertumbuhan ekspor dengan persentase sebesar -

11,091.16 persen dan -13.11 persen (Tabel 11). Hal ini mengindikasikan bahwa

Indonesia mendistribusikan pasarnya untuk produk Semi-bleached or bleached

Pulp of Paper ke pusat pertumbuhan permintaan produk tersebut. Untuk periode

2002-2003, faktor pertumbuhan impor masih mendominasi dalam pertumbuhan

ekspornya. Ketergantungan terhadap kebutuhan impor dunia akan produk Semi-

bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia sangat jelas terlihat di periode ini.

Tabel 11. Hasil Estimasi CMS Produk Semi - bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas)

CMS Year

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

World Import

Value ($)

2000 - - - 7,636,873,112 2001 1,204.27 -1,091.16 -13.11 5,855,162,746 2002 2,160.76 -2,149.81 89.05 6,019,529,197 2003 14,263.22 -14,152.17 -11.05 6,813,055,958 2004 -2,630.04 2,600.66 129.38 8,034,214,755 2005 2,805.36 -2,789.55 84.19 8,685,577,467 2006 6,820.74 -6,746.46 25.72 9,909,850,302

Di tahun 2004, faktor pertumbuhan impor dunia menekan laju

pertumbuhan ekspor Semi-bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia di pasar

dunia. Namun hal tersebut tidak begitu berarti karena di tahun yang sama faktor

permintaan produk atau komposisi komoditi di pasar dunia memberikan pengaruh

besar terhadap laju pertumbuhan ekspor yaitu sebesar 2,600.66 persen. Berarti

pada tahun ini, peralihan permintaan ekspor ke negara-negara tujuan untuk

komoditi Semi-bleached or bleached Pulp of Paper daripada kelompok produk

pulp lainnya merupakan faktor yang paling mempengaruhi, disertai dengan

persentase faktor daya saing yang cukup besar pula yaitu sebesar 129.38 persen.

Pada tahun 2005 dan 2006, faktor komposisi komoditi produk Semi-

bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia di pasar dunia mengalami

penurunan bahkan cenderung negatif terhadap laju pertumbuhan ekspornya.

Penurunan permintaan produk oleh pasar dunia juga diikuti oleh proporsi faktor

daya saing yang semakin menurun di dua tahun terakhir yaitu 84.19 persen pada

tahu 2005 dan 25.72 persen pada tahun 2006. Hal tersebut tentunya

berpengaruh buruk terhadap laju pertumbuhan ekspor Semi-bleached or bleached

Pulp of Paper Indonesia di pasar dunia walaupun faktor pertumbuhan impor

paling mempengaruhi laju ekspor pada tahun 2005 dan 2006. Hal ini berarti

permintaan dunia akan produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper

Indonesia mulai mengalami penurunan. Namun Indonesia masih terselamatkan

oleh adanya negara yang menjadi pusat pertumbuhan impor produk Semi-

bleached or bleached Pulp of Paper Indonesia tertinggi yaitu Jepang.

5.2.1.3. Analisis CMS Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

Berdasarkan hasil estimasi CMS pada produk Coniferous of Wood (kayu

serabut) Indonesia (Tabel 12), faktor komposisi produk merupakan faktor yang

paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk tersebut di pasar dunia selama

periode 2000-2005, kecuali pada tahun 2006 dimana faktor pertumbuhan impor

adalah faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor Coniferous of

Wood Indonesia di pasar dunia.

Tabel 12. Hasil Estimasi CMS Produk Coniferous of Wood

(Kayu Serabut) CMS

Year

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

World Import

Value ($)

2000 - - - 17,162,695,809 2001 -621.52 599.7 121.82 15,670,658,961 2002 -1,410.11 1,402.40 107.71 16,145,554,260 2003 -40,308.74 39,981.48 427.26 17,372,269,788 2004 -8,488.45 8,418.94 169.52 243,547,878 2005 -1,479.88 1,477.37 102.51 22,157,317,265 2006 195.68 -195.18 99.49 22,903,112,610

Pada tahun 2001, faktor komposisi produk paling mempengaruhi

pertumbuhan ekspor produk tersebut dengan persentase sebesar 599.7 persen,

sedangkan faktor pertumbuhan impor dunia cenderung menekan pertumbuhan

ekspor sebesar -621.52 persen, dan faktor daya saing yang memberikan sedikit

pengaruh terhadap pertumbuhan ekspor sebesar 121.82 persen.

Persentase faktor komposisi produk yang paling mempengaruhi laju

pertumbuhan Coniferous of Wood Indonesia di pasar dunia terus mengalami

peningkatan selama periode 2002-2003, dengan persentase terbesar yang terjadi

pada tahun 2003 yaitu sebesar 39,981.48 persen yang diikuti dengan peningkatan

faktor daya saing pada tahun yang sama (427.26 persen). Tahun 2004-2005, faktor

komposisi produk masih menjadi faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan

ekspor Coniferous of Wood Indonesia di pasar dunia walaupun terjadi penurunan

persentase pada faktor komposisi produk, dengan persentase sebesar 8,418.94

persen pada tahun 2004 dan 1,477.37 persen pada tahun 2005. Penurunan

persentase pada faktor komposisi komoditi atau produk tersebut diikuti pula oleh

faktor daya saing yang juga mengalami penurunan, yaitu 169.52 persen pada

tahun 2004 dan 102.51 persen pada tahun 2005.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa selama periode 2000-2005, terjadi

peralihan permintaan ekspor ke negara-negara tujuan untuk produk Coniferous of

Wood (kayu serabut) Indonesia, dimana dengan kata lain Indonesia mengekspor

produk Coniferous of Wood (kayu serabut) ke negara yang mempunyai

pertumbuhan impor produk tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

impor kelompok produk tersebut lainnya. Sehingga pada periode 2000-2005

faktor yang mempengaruhi daya saingnya adalah faktor komposisi komoditi.

Faktor daya saing yang terus mengalami penurunan pada tahun 2006

menjadi hanya 99.49 persen rupanya secara langsung mempengaruhi laju

pertumbuhan ekspor Coniferous of Wood (kayu serabut) Indonesia di pasar dunia,

walaupun pada tahun 2006 faktor yang paling mempengaruhi adalah faktor

pertumbuhan impor sebesar 195.68 persen, yang berarti pada tahun tersebut,

faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor Coniferous of Wood

(kayu serabut) Indonesia adalah masih dibutuhkannya impor produk tersebut oleh

negara tujuan yang merupakan pusat pertumbuhan impor Coniferous of Wood

(kayu serabut) Indonesia.

5.2.1.4. Analisis CMS Produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak

Sawit)

Selama periode 2000-2006, faktor pertumbuhan impor dunia adalah

faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Palm kernel or

babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia di pasar dunia. Terlihat dari hasil

estimasi CMS (Tabel 13) dimana faktor pertumbuhan impor selalu menjadi faktor

dengan proporsi persentase yang paling besar selama kurun waktu 2000-2006.

Sebaliknya, faktor komposisi produk malah menekan laju pertumbuhan ekspor

produk ini, namun masih terselamatkan oleh proporsi faktor pertumbuhan impor

dunia yang lebih besar.

Tabel 13. Hasil Estimasi CMS Produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit)

CMS Year

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

World Import

Value ($)

2000 - - - 290,188,602

2001 731.20 -674.23 43.03 234,027,320

2002 698.58 -639.97 41.39 343,148,244

2003 64,854.61 -63,528.13 -1,226.47 461,558,548

2004 2,510.73 -2,451.21 40.48 701,573,953

2005 8,821.24 -8,818.97 97.73 704,189,512

2006 10,185.56 -10,115.58 30.02 766,807,103

Faktor Daya saing pun tidak terlalu memberikan pengaruh yang begitu

berarti, karena bila dibandingkan dengan proporsi persentase dari faktor

pertumbuhan impor, proporsi persentase faktor daya saing tidak terlalu besar

(hanya sedikit berpengaruh), sehingga bisa dikatakan bahwa produk Palm kernel

or babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia akan selalu dibutuhkan selama

ketergantungan impor dunia akan produk ini terus berlangsung.

Persentase faktor pertumbuhan impor terus tumbuh selama periode 2000-

2006, dengan persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 2003, dimana faktor

pertumbuhan impor paling mempengaruhi laju pertumbuhan ekspor Palm kernel

or babassu oil and frac (minyak sawit) Indonesia di pasar dunia sebesar 64,854.61

persen yang berarti masih dibutuhkannya impor produk tersebut oleh negara

tujuan yang merupakan pusat pertumbuhan impor Palm kernel or babassu oil and

frac (minyak sawit) Indonesia (Cina, Belanda, India). Walaupun pada tahun yang

sama, efek daya saing malah menekan laju pertumbuhan ekspor produk Palm

kernel or babassu oil and frac (minyak sawit), terlihat dari nilainya yang negatif

yang berarti Indonesia lemah dalam persaingan minyak sawit dunia. Namun laju

ekspor masih terselamatkan oleh kebutuhan dunia yang sangat tinggi akan produk

tersebut.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) lebih memiliki

keunggulan komparatif, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu

selama periode 2000-2006. Sedangkan dari hasil analisis CMS terlihat

bahwa faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi adalah

faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Plywood

consisting solely of sheets (kayu lapis) Indonesia di pasar dunia.

2. Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas) lebih

memiliki keunggulan komparatif, yang terlihat dari nilai RCA yang selalu

lebih dari satu selama periode 2000-2006, namun daya saing produk ini di

pasar dunia masih lebih rendah dibandingkan produk-produk lainnya yang

terlihat dari nilai RCA yang relatif paling kecil diantara keempat produk

yang dianalisis. Analisis CMS memperlihatkan bahwa pertumbuhan

ekspor produk ini paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan

faktor komposisi komoditi.

3. Analis untuk produk Coniferous of Wood (kayu serabut) mengindikasikan

bahwa produk ini tidak mempunyai keunggulan komparatif maupun

kompetitif, terlihat dari nilai RCA yang selalu kurang dari satu selama

periode 2000-2006 dan estimasi EPD menunjukan bahwa produk

Coniferous of Wood (kayu serabut) berada di posisi “Retreat” yang berarti

produk tersebut sudah tidak diinginkan lagi di pasar. Sedangkan dari hasil

analisis CMS, terlihat bahwa faktor pertumbuhan impor dan faktor

komposisi komoditi.adalah faktor yang paling mempengaruhi

pertumbuhan ekspor produk Coniferous of Wood (kayu serabut) Indonesia

di pasar dunia.

4. Estimasi pada produk Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit)

memperlihatkan bahwa produk ini mempunyai keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif. Terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu

selama periode 2000-2006 dan estimasi EPD yang berada di posisi

“Raising Star” yang berarti terjadi peningkatan yang pesat dan kontinu

pada pangsa ekspornya. Daya saingnya pun paling tinggi dibandingkan

dengan ketiga produk yang diteliti lainnya, terlihat dari nilai RCA yang

lebih tinggi dibandingkan ketiga produk lainnya. Analisis CMS

memperlihatkan bahwa faktor pertumbuhan impor merupakan faktor yang

paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk Palm kernel or babassu

oil and frac (minyak sawit) Indonesia di pasar dunia.

6.2. Saran

Bagi para pelaku eksportir Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis),

Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas), Coniferous of Wood

(kayu serabut) dan Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) di

Indonesia, dalam jangka panjang harus mampu meningkatkan daya saing produk

yang akan diekspor jika tidak ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara

pesaing. Peningkatan daya saing harus dilakukan dari segi peningkatan kualitas

dan peningkatan penerapan standarisasi terhadap keselamatan lingkungan hidup

untuk memenuhi persyaratan dari negara importir, agar produk-produk tersebut

tidak lagi mengalami kesulitan dalam pemasarannya.

Berdasarkan implikasi eksplorasi komoditi dan kerusakan lingkungan

melalui hasil estimasi, sebaiknya komoditi-komoditi yang dinilai mempunyai

performa dan daya saing yang kurang baik harus ditinjau ulang dan dipikirkan

kembali apakah memang yang didapatkan dari ekspor komoditi tersebut sesuai

dengan apa yang dikorbankan untuk lingkungan. Untuk komoditi-komoditi yang

dinilai mempunyai performa dan daya saing yang cukup bagus, diharapkan

pemerintah untuk memberikan perhatian lebih karena potensi yang cukup besar

bagi perekonomian Indonesia. Namun aspek peningkatan standarisasi kesadaran

lingkungan harus tetap diperhatikan dan ditingkatkan agar produk-produk

Indonesia dapat lebih bersaing di pasar global.

DAFTAR PUSTAKA Amir. 1995. Pengetahuan Bisnis Ekspor Impor. PT Pustaka Binaman Pressindo.

Jakarta Ansahar. 2005. Valuasi Ekonomi dan Dampak Lingkungan pada Penambangan

Pasir Darat di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Appleyard, D.R. and A.J. Field. 1995. International Economics: Trade Theory

and Policy. Irwin Inc, Chicago. Asosiasi Panel Kayu Indonesia. 2006. Tropical Forest and Articles of Woods.

http://www.fortunecity.com/oasis/brighton/136/JAVA2000/APKINDO.html. Diakses tanggal 5 Agustus 2008.

Aswicahyono, H. and M. Pangestu. 2000. Indonesia’s Recovery: Exports and Regaining the Competitiveness. The Developing Economies. Vol.38 (1): 454-489.

Dahl, D.C. and J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. The Agriculture Industries. McGraw-Hill Inc. USA.

Estherhuizen, D. 2006. Measuring and Analyzing Competitiveness in the Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework. University of Pretoria.

Firdaus, A.H. 2007. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia di Pasar Amerika Serikat. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kartikasari, M.A. 2008. Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias dan Aliran Perdagangan Anggrek Indonesia di Pasar internasional. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Status Lingkungan Hidup Indonesia. http://www.menlh.go.id/archive.php?action=info&id=25. Diakses tanggal 5 Agustus 2008.

Koerdianto, E.Z. 2008. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Sayuran Unggulan (Kasus Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat) [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Krugman, P.R. 1996. Making Sense of the Competitiveness Debate. Oxford Review of Economic Policy. Vol 12(3): 17-25.

Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2003. International Economics: Theory and Policy. Addison Wesley, Boston.

Lindert, P. H. dan Ch. P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional (Alih Bahasa Burhanuddin Abdullah) Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. J.Wasana dan Kirbrandoko. [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.

Lembaga Ekolabel Indonesia. 2005. Certification Review Council. http://www.lei.or.id/english/index.php. Diakses tanggal 4 Agustus 2008.

Meryana, E. 2007. Analisis Daya Saing Kopi Robusta Indonesia di Pasar Kopi Internasional. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

National Competitiveness Council. 2006. Annual Competitiveness Report 2006. http://www.forfas.ie/ncc/reports/ncc_annual_06/index.html. Diakses tanggal 20 Juli 2008.

Ningrum, A.W.P. 2006. Analisis Permintaan Ekspor Pulp dan Kertas Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New York.

Rachmawati, et, al,. 2004. Bunga Rampai Perdagangan dan Lingkungan. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Ridwan. 2008. Analisis Usaha Tani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor). [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rudianto, Doni. 2003. Analisis Daya Saing dan Efesiensi Pemasaran Komoditas Lidah Buaya (Studi Kasus Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat). [Skripsi]. Departemem Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sahin, et. al,. 2006. A New Perspective in Competitiveness on Nations. Department of Industrial Engineering, Dogus University Istanbul. Turkey.

Salvatore, D. 1997. International Economics. John Wiley and Sons, New Jersey.

Sudaryanto, T dan Simatupang. 1993. Arah Pengembangan Agribisnis : Suatu Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Suparmoko. 1998. Ekonomi Lingkungan. BPFE – Yogyakarta. Yogyakarta.

Suprihatini, R. 2000. Daya Saing Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia. Tinjauan Komoditas Perkebunan. Kelapa Sawit, Karet, Gula, Kopi dan Teh VO.1. September-November 2000. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) dan Direktorat Jendral Perkebunan.

World Economic Forum. 2007. The Global Competitiveness Report 2007-2008. WEF, Geneva.

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Presindo. Jakarta

LAMPIRAN

Lampiran 1, Hasil Estimasi Produk Plywood consisting solely of sheets (Kayu Lapis)

CMS Year

Trade Value ($ '000) in World

Growth (%)

RCA

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

EPD

2000 1,501,021,458 - 66.37 - - - 2001 1,330,285.568 -11.37 70.24 2,184.41 -2,109.26 24.85 2002 1,289,258.255 -3.08 68.02 -18,020.58 17,442.93 677.65 2003 1,235,127.450 -4.20 70.25 -40,308.74 39,981.48 427.26 2004 1,178,467.834 -4.59 63.15 -47,702.31 47,267.95 534.35 2005 974,424.627 -17.31 53.89 -8,309.77 8,338.36 71.41

2006 1,011,491.745 3.80 49.74 34,025.10 -33,693.62 -231.48 Retreat

Lampiran 2. Hasil Estimasi Produk Semi-bleached or bleached Pulp of Paper (Bubur Kertas)

CMS Year

Trade Value ($ '000) in

World

Growth (%)

RCA

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

EPD 2000 706,910.619 - 10.60 - - - 2001 561,062.592 -20.63 11.73 1,204.27 -1,091.16 -13.11 2002 705,383.847 25.72 14.76 2,160.76 -2,149.81 89.05 2003 789,079.873 11.87 15.18 14,263.22 -14,152.17 -11.05 2004 585,659.163 -25.78 11.60 -2,630.04 2,600.66 129.38

2005 886,026.319 51.29 15.79 2,805.36 -2,789.55 84.19

2006 1,054,148.869 18.97 14.85 6,820.74 -6,746.46 25.72 Retreat Lampiran 3. Hasil Estimasi Produk Coniferous of Wood (Kayu Serabut)

CMS Year

Trade Value ($ '000) in

World

Growth (%)

RCA

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%)

EPD 2000 7,382.051 - 0.04 - - - 2001 10,333.129 39.98 0.07 -621.52 599.7 121.82 2002 6,260.231 -39.42 0.04 -1,410.11 1,402.40 107.71 2003 13,126.892 109.69 0.11 -40,308.74 39,981.48 427.26 2004 2,204.895 -83.20 0.01 -8,488.45 8,418.94 169.52

2005 61.235 -97.22 0.00 -1,479.88 1,477.37 102.51

2006 466.209 661.34 0.00 195.68 -195.18 99.49 Retreat

Lampiran 4. Hasil Estimasi Produk Palm kernel or babassu oil and frac (Minyak Sawit)

CMS

Year

Trade Value ($ '000) in World

Growth (%)

RCA

Import Growth (%)

Commodity Composition

(%) Competitiveness

(%) EPD

2000 169,550.221 - 82.31 - - - 2001 111,937.376 -33.98 71.99 731.20 -674.23 43.03 2002 200,997.230 79.56 83.12 698.58 -639.97 41.39 2003 206,241.794 2.61 84.30 64,854.61 -63,528.13 -1,226.47 2004 385,997.314 87.16 83.59 2,510.73 -2,451.21 40.48 2005 448,954.959 16.31 81.25 8,821.24 -8,818.97 97.73

2006 506,001.876 12.71 89.61 10,185.56 -10,115.58 30.02 Rising Star

Lampiran 5. Kompilasi Data Ekspor Indonesia di Pasar Dunia Tahun 2000-

2006 (US$)

Tahun

Plywood consisting

solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper Coniferous of

Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000 1,501,021,458 706,910,619 7,382,051 169,550,221 62,124,016,182 2001 1,330,285,568 561,062,592 10,333,129 111,937,376 56,320,904,904 2002 1,289,258,255 705,383,847 6,260,231 200,997,230 57,158,771,616 2003 1,235,127,450 789,079,873 13,126,892 206,241,794 61,058,246,995 2004 1,178,467,834 585,659,163 2,204,895 385,997,314 71,584,608,796 2005 974,424,627 886,026,319 61,235 448,954,959 85,659,952,615 2006 1,011,491,745 1,054,148,869 466,209 506,001,876 100,798,624,280

Sumber : Comtrade, 2007 Lampiran 6. Kompilasi Data Ekspor Dunia di Pasar Dunia Tahun 2000-2006

(US$)

Tahun

Plywood consisting

solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper Coniferous of

Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000 2,265,009,228

6,679,318,866

16,956,143,708

206,304,227

6,222,069,973,732

2001 2,010,386,779

5,075,109,677

15,754,725,990

165,033,354

5,978,059,367,371

2002 2,061,193,746

5,195,949,127

16,299,376,660

262,991,724

6,216,214,042,022

2003 2,088,937,367

6,176,693,008

17,534,461,814

290,674,962

7,254,185,096,343

2004 2,288,625,408

6,194,190,296

21,944,021,285

566,290,813

8,778,885,827,442

2005 2,122,275,553

6,586,700,055

22,486,478,129

619,069,257

10,053,089,185,035

2006 2,316,101,681

8,088,318,809

23,965,408,085

643,176,043

11,481,505,973,544

Sumber : Comtrade, 2007 Lampiran 7. Kompilasi Data Impor Dunia Tahun 2000-2006 (US$)

Tahun

Plywood consisting

solely of sheets

Semi Bleached or Bleached Pulp of

paper Coniferous of

Wood

Palm kernel or babassu oil and

frac

Total

2000 2,551,931,382

7,636,873,112

17,162,695,809

290,188,602

6,326,360,627,893

2001 2,334,076,770

5,855,162,746

15,670,658,961

234,027,320

6,144,750,827,131

2002 2,749,727,817

6,019,529,197

16,145,554,260

343,148,244

6,419,753,693,007

2003 3,112,309,068

6,813,055,958

17,372,269,788

461,558,548

7,505,994,699,351

2004 3,750,742,368

8,034,214,755

243,547,878

701,573,953

9,142,008,511,185

2005 3,565,095,697

8,685,577,467

22,157,317,265

704,189,512

10,373,222,913,227

2006 4,016,581,698

9,909,850,302

22,903,112,610

766,807,103

11,939,593,097,548

Sumber : Comtrade, 2007