Upload
others
View
11
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS EFISIENSI TINGKAT PERSEDIAAN BAHAN BAKU KOPI
BUBUK CR1 MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY
(EOQ) PADA CV. LS DI GRESIK
Oleh :
ANDIKA FIRMANUL YAQIN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
i
PERNYATAAN
Saya Andika Firmanul Yaqin selaku penulis dalam skripsi ini menyatakan
bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian saya
sendiri, dengan melakukan konsultasi penyusunan dengan pembimbing skripsi
Bapak Wisynu Ari Gutama, SP. M.MA. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk
mendapat gelar di perguruan tinggi manapun dan sepanjang sepengetahuan saya
juga tidak ada karya atau pendapat yang pernah diterbitkan oleh orang lain,
kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini serta saya sebutkan
sumber jelas pada bagian daftar pustaka.
Malang, September 2017
Andika Firmanul Yaqin
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. 1998 – 2000 : TK Dharma Wanita Persatuan Banjaragung,
Balongpanggang, Gresik
2. 2000 – 2006 : SDN Karangcangkring, Dukun, Gresik
3. 2006 – 2009 : SMP N 1 Karanggeneng, Lamongan
4. 2009 – 2012 : SMAN 1 Lamongan
5. 2013 – 2017 : S-1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang
ii
RINGKASAN
ANDIKA FIRMANU YAQIN. 135040100111124. Analisis Efisiensi Tingkat
Persediaan Bahan Baku Kopi Bubuk CR1 Menggunakan Metode Economic
Order Quantitiy (EOQ) pada CV. LS di Gresik. Dibawah bimbingan Wisynu
Ari Gutama, SP.M.MA.
CV. LS merupakan salah satu perusahaan agroindustri yang bergerak di
bidang pengolahan dan produksi kopi bubuk dengan bahan baku kopi robusta.
Penerapan sistem pengendalian persediaan yang kurang tepat oleh CV. LS
membuat proses produksi juga ikut terganggu sehingga perlu dilakukan analisis
pengendalian tingkat persediaan bahan baku yang tepat, salah satunya
menggunakan menggunakan metode EOQ. Penelitian yang dilakukan ini
bertujuan (1) Menganalisis manajemen pengendalian persediaan yang telah
dilakukan oleh CV. LS (2) Menganalisis jumlah pembelian bahan baku
menggunakan metode EOQ, persediaan pengaman (safety stock), pemesanan
kembali (reorder point) titik maksimum dan minimum tingkat persediaan bahan
baku pada CV. LS (3) Menganalisis perbedaan biaya total persediaan bahan baku
biji kopi robusta kopi bubuk CR1 antara sistem pengendalian persediaan yang
dilakukan oleh CV. LS dengan pengendalian persediaan menggunakan metode
EOQ. Penentuan responden dilakukan dengan cara kesengajaan (purposive)
dengan melakukan pertimbangan tertentu (key informent) dimana kriteria
responden yaitu pihak yang berkaitan tentang proses dilakukannya pengendalian
persediaan mulai dari pemesanan bahan baku, pembelian bahan baku hingga
proses penyimpanan yang dilakukan di perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan (1)
Penerapan manajemen pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh
CV. LS masih belum optimal. Penerapan sistem just in time yang belum sesuai
membuat pembelian bahan baku tidak terjadwal dan membuat biaya pengendalian
persediaan bahan baku menjadi sangat tinggi. Biaya yang dikeluarkan rata-rata
perbulan sebesar Rp 1.977.000 dengan frekuensi pembelian rata-rata sebanyak 9
kali per bulan. Penyebanya adalah kuantitas pembelian yang rendah sehingga
tidak tersedinya persediaan pengaman pada gudang bahan baku (2) dari hasil
analisis pengendalian persediaan bahan baku biji kopi dengan menggunakan
metode EOQ diketahui bahwa tingkat pemesanan bahan baku biji kopi yang
paling ekonomis sebanyak 3.370 kg dengan frekuensi pembelian bahan baku
dilakukan 2 kali dalam sebulan (3) pada pengendalian persediaan didapatkan hasil
perhitungan untuk persediaan pengaman sebesar 351,29 kg, titik pemesanan
kembali sebesar 389,100 kg, kapasitas maksimum sebesar 3721,27 kg dan
kapasitas minimum sebesar 37,81 kg. (4) Efisiensi yang didapatkan dari
penggunaan metode EOQ dibandingkan dengan CV. LS sebesar Rp 1.190.595
atau mencapai 60%, sehingga mampu untuk mengoptimalkan keuntungan
perusahaan.
iii
SUMMARY
ANDIKA FIRMANU YAQIN. 135040100111124. Efficiency Analysis of Raw
Material Inventory Level CR1 Ground Coffee Through Economic Order
Quantity (EOQ) Method in CV. LS Gresik. Under guidance Wisynu Ari
Gutama, SP.M.MA.
CV. LS is one of the companies agroindustry that field of processing and
production of ground coffee with the robusta coffee raw material. Inventory
control system has a bad by CV. LS make production process also involved
disturbed so that needs to be done analysis control level supplies the raw materials
that right, one of them use uses the method EOQ. Research conducted aims (1)
analyze control inventory management that has been carried by CV. LS (2)
analyze the quantity of buying raw materials uses the EOQ method, supplies
safety (safety stock), reservations return (reorder point) the point of maximum and
minimum level supplies raw materials in CV. LS (3) analyze difference in total
cost of raw materials inventory coffee beans robusta ground coffee CR1 between
inventory control system was done by CV. LS to bending supplies uses the EOQ
method. The determination of respondents done by means of were (purposive) by
certain consideration (key informent) respondents that is where the parties
concerned about the process he did inventory control from reservations raw
materials, buy raw materials to the process of saving has applied the company.
Based on the research done by Efficiency Analysis of Raw Material
Inventory Level CR1 Ground Coffee Through Economic Order Quantity (EOQ)
Method in CV. LS Gresik obtained (1) the application of inventory control
management the raw materials that was done by CV. LS is not optimum.
Applicating of the just in time system that does not appropriate make buy raw
materials unscheduled and reduce the cost of inventory control raw materials
becomes very high. Average cost monthly Rp 1.977.000 with the frequency of
average buying 9 times per month. The cause was low quantity buying that the
safety stock in raw materials warehouse not available (2) The results of analysis
inventory control of raw materials coffee beans by using the EOQ method known
that the ordering raw materials coffee beans the most economical as many as 3370
kg with frequency of the buy raw materials carried out twice in a month (3) On
containing inventory the safety stock, the reservations back, capacity maximum
and minimum had a very important role as able to face the prospect of delivery to
delay or uncertainty the availability of raw materials coffee beans from the
distributor, so as to maintain production process that undisturbed. The company
should set safety stock is 351,29 kg, reorder point is 389,10 kg, maximum
capacity is 3721,27 kg and minimum capacity isf 37,81 kg (4) Efficiency obtained
from the use of EOQ method compared with CV. LS is Rp 1.190.595 or reach
60%, so that it can to optimize any advantage gained by the company.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang
berjudul “Analisis Efisiensi Tingkat Persediaan Bahan Baku Kopi Bubuk CR1
Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada CV. LS di Gresik”.
Skripsi yang merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ini
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa terutama pada
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dalam rangka
menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjan (S-1).
Penelitian yang dilakukan oleh penulis yang tercantum pada skripsi ini
bertujuan untuk menganalisis bagaimana tingkat persediaan yang terdapat pada
CV. LS dan kemudian dilakukan perhitungan menggunakan metode Economic
Order Quantity (EOQ) yang selanjutnya didapatkan perhitungan tentang kuantitas
pembelian bahan baku yang ekonomis, frekuensi pembelian bahan baku,
persedian pengaman, titik pemesanan kembali serta kapasitas maksimum dan
minimum. Dari perhitungan tersebut dibandingkan untuk melihat berapa besar
tingkat efisiensi yang didapatkan dari biaya pengendalian persediaan bahan baku
yang dilakukan oleh perusahan dengan biaya yang didapatkan berdasarkan
perhitungan EOQ.
Penulis menyadari bila dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Sehingga, kritik dan saran yang membangun serta sumbangan
pemikiran sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap dengan selesainya
skripsi ini akan mendapatkan tanggapan positif para pembaca serta dapat
membantu berbagai pihak yang tentunya membutuhkan informasi yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Malang, September 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................... i
SUMMARY .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitianan ................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................. 7
2.2 Landasan Teori ........................................................................... 8
2.2.1 Definisi Persediaan............................................................ 8
2.2.2 Pentingnya Persediaan ..................................................... 9
2.2.3 Jenis-jenis Persediaan ....................................................... 10
2.2.4 Fungsi Persediaan ............................................................ 10
2.2.5 Bentuk Sistem Persediaan ................................................ 11
2.2.6 Komponen dasar Biaya Persediaan .................................. 12
2.2.7 Metode Pengendalian Persediaan ..................................... 15
2.3 Metode Pengendalian Bahan Baku menggunakan EOQ ............. 16
2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ) .................................... 16
2.3.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock) ................................ 16
2.3.3 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point/ROP) ............. 17
2.3.4 Persediaan Maksimum dan Minimum ............................. 17
III. KERANGKA TEORITIS
3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................. 18
3.2 Hipotesis .................................................................................... 21
3.3 Definisi Operasional .................................................................. 22
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Metode Pendekatan Penelitian .................................................... 24
4.2 Metode Penentuan Lokasi ........................................................... 24
4.3 Metode Penentuan Responden .................................................... 24
4.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 25
4.5 Metode Analisi Data ................................................................... 25
4.5.1 Analisis Kualitatif ............................................................ 25
4.5.2 Analisis Kuantitatif .......................................................... 26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 29
vi
5.1.1 Sejarah Perusahaan ........................................................... 29
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ................................................. 30
5.1.3 Lokasi Penelitian .............................................................. 31
5.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kelola CV. LS ................... 32
5.1.5 Proses Produksi Kopi Bubuk CR1 ................................... 33
5.2 Manajemen Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada CV. LS 35
5.2.1 Kebutuhan Biji sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk CR1 ... 35
5.2.2 Data Produksi Kopi Bubuk CR1 CV. LS ......................... 36
5.2.3 Biaya Proses Pembelian Bahan Baku .............................. 37
5.2.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada CV. LS ....... 38
5.3 Pengendalian Persediaan Menggunakan Metode EOQ .............. 39
5.4 Perbandingan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Antara
Perusahaan Dengan Metode EOQ .............................................. 41
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 45
6.2 Saran ........................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 47
LAMPIRAN .............................................................................................. 49
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks
Halaman
1
2
3
4
5
Kepentingan Antarfungsi Terhadap Persediaan ............................
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...........................
Frekuensi pembelian Bahan Baku .................................................
Rincian Perhitungan Biaya Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Di CV. LS dan Metode EOQ ............................................
Perbandingan Perhitungan Pengendalian Persediaan Biji Kopi
Robusta di CV. LS dengan Perhitungan Metode EOQ ...............
9
22
39
42
43
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sistem Persediaan Berdasarkan Input dan Output ......................
Mekanisme Sistem Persediaan Di Perusahaan ............................
Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................
Logo Perusahaan .........................................................................
Struktur Organisasi Perusahaan ..................................................
Grafik Pembelian Bahan Baku Kopi Bubuk CR1 ......................
Grafik Jumlah Produksi Kopi Bubuk CR1 2017 ........................
Grafik Frekensi Pembelian Bahan Baku pada CV. LS ...............
Kurva Tingkat Persediaan Bahan Baku Biji Kopi
menggunakan Metode EOQ ......................................................
Kurva Perbandingan Biaya Pengendalian Bahan Baku Di
CV. LS dengan Metode EOQ ........................................................
11
12
20
30
32
36
37
38
40
42
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Panduan Wawancara Penelitian...................................................
Data Pembelian Bahan Baku CV. LS dalam Satuan Kilogram
(Kg) .............................................................................................
Data Produksi Kopi Bubuk CR1 pada CV. LS dalam satuan
kilogram (Kg) ..............................................................................
Biaya Pengendalian Persediaan pada CV. LS .........................
Perhitungan Standar Deviasi Bahan Baku Biji Kopi ..................
Perhitungan Metode Economic Order Quantity (EOQ) .............
Perhitungan Persediaan Pengaman (Safety Stock) Bahan Baku
Biji kopi .......................................................................................
Perhitungan Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Bahan Baku Biji Kopi ...........................................................
Perhitungan Persediaan Maksimum dan Minimum Bahan
Baku Biji Kopi .....................................................................
Total Biaya Persediaan Ekonomis (EOQ) Bahan Baku Biji
Kopi .....................................................................................
Total Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi yang Telah
Diterapkan oleh CV. LS ........................................................
Perhitungan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Biji
Kopi ...................................................................................
Dokumentasi ..........................................................................
51
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kontribusi yang diberikan oleh sektor perkebunan kopi di Indonesia
dengan penyerapan sekitar 220 ribu ton (32%) dari total produksi kopi Indonesia
dan sisanya 470 ribu ton (68%) diekspor dalam bentuk bahan baku tetapi struktur
industri pengolahan kopi nasional belum seimbang. Namun hanya 20% dari hasil
penyerapan kopi di Indonesia yang diolah menjadi kopi olahan (kopi bubuk, kopi
instan, kopi mix), dan 80% dalam bentuk kopi biji kering (coffee beans)
(Sudjarmoko, 2013). Berdasarkan data yang didapatkan dari Asosiasi Eksportir
dan Indusri Kopi Indonesia (AEKI) terjadi peningkatan jumlah kebutuhan kopi
dalam 7 tahun terakhir ini, jumlah kebutuhan kopi pada tahun 2016 yang telah
mencapai sekitar 300 juta kilogram atau sekitar 1,15 kg/kapita/tahun (AEKI,
2017). Hal ini membuat kopi dianggap berpotensi untuk dijadikan sebuah sektor
usaha sehingga untuk mengantisipasi persaingan dalam mendapatkan bahan baku
dari distributor. Perusahaan dituntut untuk mampu menyediakan kopi bagi
konsumen dengan cara menjaga kelancaran proses produksi.
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan bentuk dari usaha untuk
menjaga kelancaran produksi pada suatu perusahaan. Pengendalian persediaan
juga sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan tingkat keuntungan yang
didapatkan oleh perusahaan. Pembelian dalam jumlah yang rendah dibandingkan
kapasitas produksi akan membuat pemesanan akan sering dilakukan dan membuat
biaya pembelian bahan baku mejadi semkin besar. Sedangkan ketika perusahaan
melakukan pembelian dalam jumlah besar, maka akan membuat biaya
penyimpanan menjadi lebih besar dan tingkat kerusakan bahan baku akan juga
lebih tinggi karena sifat dari produk pertanian yang cenderung mudah rusak.
Besarnya tingkat persediaan merupakan hal penting yang harus diperhatikan
perusahaan karena berhubungan langsung dengan tingkat keuntungan yang
diperoleh perusahaan (Sofyan, 2013).
Terjadinya kesalahan dalam menghitung dan menentukan tingkat
persediaan akan berimbas pada keuntungan perusahaan yang semakin ditekan.
Selain itu, ketika perusahaan melakukan persediaan bahan baku yang lebih besar
2
daripada kebutuhan produksi, maka akan terjadi penambahan biaya pada
persediaan, seperti pemesanan (ordering cost), biaya penyimpanan (carriying
cost), dan juga penurunan kualitas bahan baku bahkan kerusakan yang
mengakibatkan keuntungan perusahan juga menurun. Sedangkan ketika tingkat
persediaan bahan baku yang terlalu kecil dapat mengakibatkan gangguan bahkan
proses produksi dapat berhenti sehingga perusahaan juga akan mengalami
kerugian karena adanya hal tersebut. Mengatasi hal tersebut penerapan metode
pengendalian persediaan yang tepat merupakan hal yang penting sebagai bentuk
dari efisiensi biaya yang harus dikeluarkkan oleh perusahaan yang selanjutnya
mampu meningkatkan keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan.
CV. LS merupakan salah satu perusahaan agroindustri di Jawa Timur,
lebih tepatnya berlokasi di Desa Kedungrukem RT 07 RW 03, Kecamatan
Benjeng Kabupaten Gresik, yang bergerak dibidang pengolahan dan produksi
kopi bubuk dengan bahan baku kopi robusta. Dirintis sejak tahun 1990 yang
berawal dari sebuah warung kopi sederhana dan hingga pada tanggal 7 April 2015
CV. LS telah mendaftarkan perusahaannya sebagai perusahaan yang bergerak
dalam kegiatan usaha pokok perdagangan biji kopi dan bubuk kopi dalam
kemasan, makanan dan minuman berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Selain itu
CV. LS termasuk dalam jenis usaha pedagang skala menengah menurut Surat Izin
Usaha Menengah NOMOR: 65-15-P.I/437.56/SIUP/IV/2015 yang dikeluarkan
oleh Dinas Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan dengan nama
merek dagang CR1.
Proses produksi yang diterapkan oleh perusahaan selama ini yaitu sistem
just in time dimana jumlah bahan baku yang dibeli dan produk yang dihasilkan
diatur oleh banyaknya permintaan konsumen. Padahal perusahaan juga melakukan
produksi tanpa ada pesanan tetapi dalam jumlah tertentu saja. Pembelian bahan
baku juga tidak terjadwal baik dalam hal kuantitas maupun waktu pembelian,
sedangkan biaya yang dikeluarkan dalam setiap proses pembelian bahan baku
tetap. Disisi lain, ketika terjadi penaikan pesanan, perusahaan harus melakukan
peningkatan produksi dengan melakukan lembur. Sedangkan jumlah bahan baku
yang dibeli dan interval pembelian bahan baku tidak menentu membuat biaya
3
produksi menjadi semakin tinggi. Belum adanya sistem pengendalian persediaan
bahan baku yang baik inilah yang membuat perusahaan tidak mampu melakukan
proses produksi secara kontinyu, bahkan dapat mengakibatkan perusahaan
mengalami kerugian karena terjadinya beban yang besar pada waktu tertentu serta
adanya waktu yang terbuang karena tidak dilakukannya proses produksi.
Pada dasarnya konsep jus in time merupakan kosep yang diterpakan pada
perusahaan yang memiliki fluktuasi permintaan yang tinggi dengan penggunaan
tenaga kerja yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan. Penerapannya harus dibantu
dengan promosi sehingga peningkatan permintaan dapat terjadi, salah satunya
dengan menggunakan internet (Xu dan Chen, 2016). CV. LS sendiri dengan
produk yang dihasilkan berupa kopi bubuk telah memiliki pasar yang luas hingga
luar provinsi. Terbatasnya kapasitas produksi dan jumlah pegawai membuat
perusahaan harus melakukan penjadwalan untuk memenuhi permintaan.
Ketersediaan bahan baku yang tidak menentu membuat penjadwalan produksi
menjadi bermasalah dan mengganggu proses produksi.
Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitaan dengan judul
“Analisis Efisiensi Tingkat Persediaan Bahan Baku Kopi Bubuk CR1
Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada CV. LS di Gresik”,
untuk memperhitungkan tingkat kuantitas pembelian bahan baku yang optimal,
waktu pembelian bahan baku, frekuensi pembelian bahan baku serta persediaan
maksimum dan minimum yang dilakukan oleh CV. LS. Metode analisis yang
dilakukan dalam penelitian kemudian akan dibandingkan dengan metode yang
telah diterapkan oleh perusahaan untuk mengetahui biaya total paling minimum
yang terjadi pada dilakukan proses persediaan sebelum ditentukannya proses
produksi yang optimal dan efisiensi yang yang diperoleh dengan menggunakan
metode EOQ.
1.2 Rumusan Masalah
Proses produksi yang dilakukan di suatu perusahaan memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap tingkat persediaan bahan baku yang
dimiliki oleh perusahaan. Apabila dalam ketersediaan bahan baku dilakukan
pengendalian yang baik, maka produksi akan terus berlangsung secara lancar.
Apabila terjadi masalah dalam pengendalian persediaan, maka proses produksi
4
akan sangat terganggu, bahkan perusahaan juga dapat mengalami kerugian. Pada
proses pengendalian persediaan, ketika terjadi kelebihan bahan baku maka akan
muncul biaya-biaya baru yang harus dikeluarkan untuk melakukan penanganan
terhadap barang tersebut. Selain itu juga akan muncul resiko penurunan kualitas
bahkan kerusakan jika penyimpanan bahan baku dilakukan dalam jangka waktu
yang panjang. Sedangkan saat proses persediaan terjadi kekurangan bahkan
kehabisan bahan baku, maka akan mengakibatkan munculnya biaya-biaya
tambahan yang dikeluarkan perusahaan untuk pengendalian persediaan demi
kelancaran proses produksi meskipun hal tersebut dapat mengurangi keuntungan
perusahaan.
Permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya juga terjadi pada CV. LS,
sebagai salah satu agroindustri yang bergerak di bidang pengolahan biji kopi
menjadi kopi bubuk. Pengendalian persediaan yang kurang optimal membuat
perusahaan sering melakukan pembelian bahan baku dengan kuantitas yang
fluktuatif. Akibatnya biaya dalam pengendalian persediaan juga tinggi dan
membuat proses produksi juga sering terganggu. Perusahan yang menerapkan
sistem just in time yang pada dasarnya meminimalkan biaya persediaan dengan
syarat jumlah pekerja yang fleksibel dan kemampuat alat produksi yang tinggi
membuatnya kurang optimal. Keterbatasan tenaga kerja dan kapastias alat yang
saat ini telah optimal menbuat perusahaan perlu melakukan sistem pengendalian
yang sesuai dengan apa yang ada di perusahaan agar proses produksi dapat
berjalan dengan lancar sehingga keuntungan dari perusahaan dapat dioptimalkan.
Penelitian yang dilakukan Eduina dan Orjan (2015) pada Shpresa Ltd,
ditemukan permasalahan yang hapir sama akibat peneramapan model peramalan
untuk sistem pengendalian di perusahaan tersebut. Terjadinya kerusakan barang
dan kehilangan penjualan membuat perusahaan harus melakukan perubahan
sistem persediaan untuk mengaanggulangi hal tersebut. Tujuannya untuk
merekomendasikan jalan alternatif untuk mengurangi persediaan, menggunakan
prediksi yang lebih efektif dengan EOQ dan ROP.
Dari penjelasan yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat diketahui
bahwa dalam perusahaan terdapat permasalahan yang terkait dengan persediaan
5
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga didapatkan beberapa
perumusan permasalahan yang diantaranya adalah :
1. Bagaimana manajemen pengendalian persediaan yang saat ini telah diterapkan
oleh CV. LS?
2. Bagaimana perhitungan EOQ, persediaan pengaman (safety stock), titik
pemesanan kembali (reorder point) serta tingkat persediaan maksimum dan
minimum pada CV. LS?
3. Bagaimana perbedaan biaya total persediaan bahan baku biji kopi robusta kopi
bubuk CR1 antara sistem pengendalian persediaan yang dilakukan oleh CV. LS
dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Penelitian berlokasi di pabrik produksi CV. LS yang beralamat di Desa
Kedungrukem, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik.
2. Proses analisis dalam penelitian menggunakan data biaya proses pembelian
bahan baku, kuantitas bahan baku yang dibeli, penggunaan bahan baku dan
kapasitas produksi mulai dari bulan Januari 2017 hingga Juni 2017.
3. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode Economic
Order Quantity (EOQ) yang digunakan dalam menganalisis pengendalian
persediaan bahan baku.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapaun yang menjadi tujuan diadakannya penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis manajemen pengendalian persediaan yang saat telah dilakukan
oleh CV. LS.
2. Menganalisis jumlah pembelian bahan baku menggunakan metode EOQ,
persediaan pengaman (safety stock) , pemesanan kembali (reorder point) titik
maksimum dan minimum tingkat persediaan bahan baku pada CV. LS.
6
3. Menganalisis perbedaan biaya total persediaan bahan baku biji kopi robusta
kopi bubuk CR1 antara sistem pengendalian persediaan yang dilakukan oleh
CV. LS dengan pengendalian persediaan menggunakan metode EOQ.
1.5 Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian yang dilakukan diantaranya adalah :
1. Pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan oleh peneliti terutama dalam hal
manajemen pengendalian persediaan bahan baku.
2. Bahan pertimbangan dalam menetukan strategi pengambilan keputusan bagi
perusahaan berkaitan dalam pengendalian persediaan bahan baku.
3. Bahan informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan tentang manajemen
pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan agroindustri
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Mubiru (2013), bertujuan untuk
melakukan pengembangan pendekatan baru dengan harapan mengoptimalkan
pesanan susu bubuk secara ekonomis untuk periode tertentu dengan permintaan
stokastik. Model pendekatan yang diadopsi untuk penelitian ini adalah model
pendekatan keputusan Markov. Model tersebut digunakan karena dapat
menunjukkan kemungkinan perbedaan yang terjadi pada jumlah permintaan susu
bubuk. Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan dengan menggunakan
dynamic programming dengan hasil empiris yang menunjukkan bahwa EOQ
optimal tergantung dari item dan kebijakan pemesanan secara optimal serta sesuai
dengan biaya total persediaan per item.
Pada peneilitan yang dilakukan oleh Ghewari dan Manwar (2016), yang
membahas tentang metode ABC dan VED dari analisis pengendalian persediaan
pada Burner Manufacturing Industry ditemukan bahwa barang prioritas dapat
berbeda sesuai teknik analisis persediaan yang dilakukan. Manajemen dari
perusahaan memutuskan untuk mengikuti proses dengan mempertimbangkan
dana, permintaan, penawaran dan kapasitas persediaan yang mereka miliki.
Tujuannya adalah mengefisiensikan sistem manajemen persediaan.
Penelitian yang dilakukan Akinpelu dan Mufutau (2013), membahas
tentang pembelian dan MRP didapatkan hasil bahwa bahan yang diperlukan
dalam jumlah yang sesuai dengan jadwal produksi dan penggunaanya dalam
jangka waktu yang lama. Jadi pembelihan harus dilakukan sesuai kebutuhan dan
dalam waktu yang tepat. Dalam sebuah pendekatan MRP, (terikat) persyaratan
atau penawaran untuk makanan tergantung pada persyaratan perencanaan (bebas)
untuk penyelesaian yang baik.
Dari ketiga penelitian tersebut ditemukan persamaan bahwa persediaan
merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan. tingkat
perusahaan sangat berpengaruh terhadap proses produksi yang menentukan
bagaimana tingkat pendapatan yang diterima oleh perusahaan. pengendalian
tingkat persediaan yang baik membuat perusahaan mampu menghadapi fluktuasi
8
baik dari segi permintaan produk maupun harga bahan baku. Disinilah peran
penting dari adanya persediaan pada perusahaan manufaktur. Perbedaan yang
dapat ditemukan dari ketiga penelitian tersebut yaitu tempat dilakukannya
penelitian, bahan baku yang digunakan serta aspek pendukung yang terdapat pada
setiap metode yang digunakan.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut makapenggunaan metode Economic
Order Quantity pada CV. LS dianggap paling sesuai. Tidak tepatnya pengendalian
persediaan bahan baku membuat proses produksi menjadi terganggu. Biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses pengendalian bahan baku juga tidak
mampu diefisiensikan sehingga keuntungan yang didapat oleh perusahaan tidak
mampu dioptimalkan. Perbedaan yang mendasar dari penelitian Mubiru (2013)
dan Barron et.al. (2011) dengan CV. LS adalah jenis bahan baku yang dilakukan
persediaan, sedangkan penelitian yang dilakukan Huang (2007), perbedaannya
adalah sistem pembayaran yang dilakukan. Pada penelitian tersebut terdapat
kebijakan penundaan pembayaran, sedangkan pada CV. LS, pembayaran
dilakukan senilai dengan banyaknya bahan bahan baku yang dibeli, sehingga
perlu dilakukan efisiensi dalam proses pengendalian bahan baku opada CV. LS.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Konsep Dasar Persediaan
Pada dasarnya persediaan dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk
memperlancar kegiatan produksi, operasi serta pemasaran yang dilakukan oleh
perusahaan. Menurut pengertian dari Rangkuti (2007), persediaan adalah suatu
aktiva yang terdiri dari barang-barang yang dimiliki perusahaan yang
dimaksudkan untuk dijual pada suatu periode usaha tertentu, atau persediaan
barang-barang yang masih akan diproses atau dikerjakan, ataupun bahan baku
yang masih menunggu untuk digunakan pada suatu proses produksi. Sistem ini
bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat
dalam kuantitas dan waktu yang tepat. Sedangkan persediaan menurut Nasution
dan Prasetyawan (2008), merupakan sebuah sember daya yang menganggur (idle
resources) yang masih belum diproses dalam suatu kegiatan produksi,
dipasarkakan pada kegiatan distribusi ataupun dikonsumsi pada sistem rumah
tangga. Pelaksanaan produksi yang dilakukan oleh perusahaan baik yang bergerak
9
dalam bidang manufaktur maupun jasa membutuhkan persediaan. Permasalahan
tebesar yang akan dihadapi ketika tidak diadakannya persediaan adalah
pemenuhan permintaan produk yang diinginkan oleh konsumen tidak terlaksana
secara tepat waktu (Sofyan 2013).
Pada dasarnya persediaan bertujuan untuk mempermudah atau
memperlancar jalannya manajemen operasi perusahaan yang harus dilakukan
secara berturut-turut untuk memproduksi suatu barang, serta selanjutnya
mendistribusikannya hingga sampai ditangan konsumen. Persediaan
memungkinkan produk-produk yang dihasilkan pada tempat yang jauh dari
pelanggan atau sumber bahan mentah.
2.2.2 Pentingnya Persediaan
Persediaan memiliki peranan yang sangat penting bagi berlangsungnya
kegiatan produksi yang dilakukan perusahaan. Tetapi dalam melakukan kegiatan
persediaan dapan memicu konflik dimana setiap bagian persediaan memiliki
bidang fungsional yang berbeda-beda. Perbedaan bidang fungsional didalam
bagian persediaan tersebut mendorong untuk munculnya kepentingan yang
berbeda-beda juga. Bidang fungsional tersebut diantaranya adalah pemasaran,
produksi, pembelian, keuangan dan keteknikan. Disetiap bidang tersebut akan
muncul konflik karena sasaran dalam persediaannya berbeda-beda. Berikut ini
gambaran kepentingan yang terdapat didalam persediaan :
Tabel 1 Kepentingan Antarfungsi Terhadap Persediaan
Bidang Fungsional Tanggung Jawab
Fungsional Sasaran Persediaan
Pemasaran Penjualan - Kepuasan pelanggan
- Biaya produksi rendah
Produksi Produksi produk - Ketersediaan bahan tepat
waktu
- Ukuran lot yang efisien
Pembelian Pembelian barang - Biaya per unit yang rendah
- Kesesuaian spesifikasi
Keuangan Penyediaan modal
kerja
- Efisiensi penggunaan modal
- Mudah dihitung
Keteknikan Perancangan produk - Menghindari keusangan
- Jenis bahan mudah diperoleh
Sumber : Hadiguna, 2009
10
Dari tabel diatas yang menjelaskan arah-arah kepentingan dalam
persediaan yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda antar bagian sesuai
dengan fungsinya, maka perlu dilakukan pengembangan terhadap prinsip
keseimbangan. Tujuannya agar mampu mengeliminir dominasi terhadap
kepentingan tertentu yang bisa merugikan pihak lain (Hadiguna, 2009).
2.2.3 Jenis-Jenis Persediaan
Secara umum persediaan dibagi atas 4 jenis, yaitu :
1. Bahan mentah (raw materials) merupakan barang yang dibeli oleh perusahaan
dari pemasok (supplier) untuk digunakan dan diolah sehingga menghasilkan
produk jadi.
2. Barang setengah jadi (work in process) merupakan bahan baku yang telah
melewati proses pengolahan atau perakitan namun masih membutuhkan proses
lanjutan untuk untuk menjadi barang jadi.
3. Barang jadi (finished goods) merupakan barang yang telah melewati proses
produksi dan selesai diproses, untuk selanjutnya siap untuk disimpan, dijual
ataupun didistribusikan ke pasar.
4. Bahan pembantu (supplies) merupakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
menunjang suatu proses produksi, namun tidak akan menjadi bagian produk
akhir yang dihasilkan oleh perusahaan (Sofyan, 2013).
2.2.4 Fungsi persediaan
Persedian memiliki berbagai fungsi yang penting untuk menambah
fleksibilitas operasi pada suatu perusahaan. Menurut Rangkuti (2007) fungsi
persediaan yaitu :
1. Fungsi Decoupling, adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan agar
tidak tergantung pada supplier dalam hal pemenuhan permintaan terhadap
pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan. Persediaan yang dilakukan oleh
perusahaan untuk bahan mentah dilakukan agar dalam hal kuantitas dan waktu
pengiriman tidak tergantung sepenuhnya pada pengadaan. Pada persediaan
barang dalam proses, dilakukan untuk menjaga kebebasan pada departemen-
departemen dan proses-proses individual. Sedangkan pada barang jadi,
persediaan diperlukan untuk menghadapi ketidakpastian permintaan produk
11
dari pelanggan. Persediaan yang dilakukan untuk menghadapi fluktuasi yang
dihadapi perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
2. Fungai Economic Lot Sizing, adalah persediaan lot size dilakukan dengan
mempertimbangkan penghematan atau potongan pembelian, biaya transport per
unit dan sebagainya. Penyebabnya adalah biaya-biaya yang timbul karena
besarnya persediaan (sewa gedung, investasi, risiko, dan sebagainya) lebih
kecil dibandingkan melakukan pembelian bahan baku dengan kuantitas yang
lebih besar.
3. Fungsi Antisipasi, adalah penerapan persediaan musiman (seasional
inventories) oleh perusahaan yang didapatkan dari perkiraan dan peramalan
berdasarkan data-data- masal lalu untuk menghadapi fluktuasi permintaan.
2.2.5 Bentuk Sistem Persediaan
Pada proses dilakukannya persediaan, perusahaan harus mengetahui
bagaimana sistem yang seharusnya dipakai oleh perusahaan tersebut. Menurut
Sofyan (2013), sistem persediaan digolongkan menjadi 2 (dua) sistem, yaitu :
1. Sistem sederhana adalah sistem persediaan yang dilihat berdasarkan masukan
(input) dan keluaran (output) produksi. Hal tersebut dijelaskan pada gambar
berikut :
Gambar 1. Sistem persediaan berdasarkan input dan output
Sumber : Sofyan, 2013
2. Sistem berjenjang adalah penggambaran dari sistem persediaan yang memiliki
keterkaitan dengan beberapa fasilitas yang mempengaruhi produksi
perusahaan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
PERSEDIAAN Keluaran
(output)
Masukan
(input)
Permintaan
12
Perusahaan
Gambar 2. Mekanisme sistem persediaan di perusahaan
Sumber : Sofyan, 2013
2.2.6 Komponen Dasar Biaya Persediaan
Biaya persediaan (Nasution dan Prasetyawan, 2008) merupakan seluruh
biaya atau pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan termasuk kerugian yang
muncul akibat diadakannya proses persedian. Biaya-biaya tersebut diantaranya
adalah:
1. Biaya Pembelian (purchasing cost = c)
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan pembelian barang.
Jumlah barang serta harga barang persatuan yang dibeli akan sangat
berpengaruh terhadap biaya pembelian. Situasi tersebut diistilahkan sebagai
quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun
ketika ketika pembelian barang dilakukan dalam jumlah yang besar. Dalam
kebanyakan teori persediaan, komponen ini tidak dimasukkan ke dalam biaya
persediaan karena diasumsikan komponen tersebut untuk satu periode tertentu
(misalkan satu tahun) dianggap konstan dan tidak akan mempengaruhi jawaban
optimal tentang berapa jumlah barang yang harus dipesan.
2. Biaya Pengadaan (procurement cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 (dua) jenis berdasarkan asal-usul barang,
antara lain :
a. Biaya pemesanan (ordering cost) merupakan keseluruhan pengeluaran yang
muncul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya meliputi biaya untuk
menentukan pemasok (supplier), pembuatan pesanan, pengiriman pesanan,
biaya transportasi, biaya penerimaan dan sebagainya.
Repaired
Gudang Komponen
Turn out
13
b. Biaya pembuatan (setup cost) merupakan keseluruhan pengeluaran yang
timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di
dalam perusahaan yang meliputi biaya penyusutan peralatan produksi,
menyetel mesin, penyusunan barang di gudang dan sebagainya.
Karena kedua biaya tersebut memiliki peranan yang sama yaitu sebagai
pengadaan barang, maka didalam sistem persediaan biaya sering disebut
sebagai biaya pengadaan (procurement cost).
3. Biaya Penyimpanan (holding cost/carrying cost)
Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan
penyimpanan barang. Biaya-biaya tersebut meliputi :
a. Biaya modal yaitu biaya yang terjadi akibat penumpukan modal yang
berupa barang di gudang, dimana modal perusahaan memiliki ongkos
(expense) yang dapat dinilai dengan suku bunga bank. Hal tersebut
membuat biaya yang ditimbulkan oleh adanya persediaan harus
diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan, diukur sebagai persentase
nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.
b. Biaya gudang yaitu biaya yang muncul akibat adanya persediaan di gudang.
Ketika gudang yang dimiliki dan peralatannya merupakan sewa, maka biaya
tersebut termasuk kedalam biaya sewa. Apabila gudang yang digunakan
merupakan milik perusahaan sendiri maka biaya gudang termasuk biaya
depresiasi.
c. Biaya kerusakan dan penyusutan yaitu biaya yang muncul akibat adanya
penyusutan atau kerusakan terhadap barang yang disimpan baik berupa
berat maupun kuantitas. Perhitungan biaya tersebut diukur sesuai dengan
persentasenya.
d. Biaya kadaluarsa (absolence) yaitu biaya yang muncul akibat kerusakan
atau penurunan nilai yang dimiliki oleh suatu barang. Hal tersebut
dikarenakan perubahan teknologi dan model, biasanya terjadi pada barang-
barang elektronik yang perkembangannya sangat cepat. Penilaian biaya
kadaluarsa diukur berdasarkan besarnya penurunan nilai jual barang
tersebut.
14
e. Biaya asuransi yaitu biaya yang muncul untuk lakukan penjaminan pada
kondisi suatu barang, untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Besarnya biaya tergantung dari jenis barang yang diasuransikan serta
perjanjian yang dilakukan dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya administrasi dan pemindahan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan proses administrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat
proses pemesanan, penerimaan barang, saat penyimpanan, serta biaya
pemindahan barang dari atau menuju serta di dalam tempat penyimpanan,
termasuk upah buruh dan biaya pengendalian peralatan.
4. Biaya kekurangan persediaan (shortage cost = p)
Biaya yang muncul akibat tidak tersedianya barang di gudang pada suatu
perusahaan (stock out) saat terjadinya permintaan pada barang tersebut.
Keadaan ini sangat mengganggu proses produksi sehingga perusahaan akan
mengalami kerugian dan sikap kecewa akan dimuncul pada konsumen yang
membuat konsumen beralih ke tempat lain. Biaya-biaya yang termasuk ke
dalam biaya kekurangan diantaranya yaitu :
a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, biasanya dihitung dari keuntungan
yang hilang akibat tidak terpenuhinya permintaan konsumen atau
terhentinya proses produksi. Kondisi ini disebut sebagai biaya pinalti (p)
dengan satuan mata uang per unit.
b. Waktu pemenuhan, yaitu waktu menganggur yang dialami oleh
perusahaan akibat berhentinya proses produksi sehingga terjadi
kekosongan pada gudang. Biaya tersebut diukur berdasarkan waktu yang
diperlukan perusahaan untuk mengisi stok di gudang hingga penuh dengan
satuan mata uang per satuan waktu.
c. Biaya pengadaan darurat, yaitu biaya yang dilakukan untuk memenuhi
permintaan konsumen agar tidak muncul rasa kecewa terhadap
perusahaan. Biasaya biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan saat
kondisi normal. Biaya ini diukur berdasarkan kelebihan biaya
dibandingkan pengadaan normal dengan satuan mata uang per setiap kali
kekurangan.
15
Terdapat satu biaya lagi dalam persediaan menurut Sofyan (2013) yaitu
biaya sistemik. Biaya ini meliputi perancangan, perencanaan sistem persediaan
serta biaya yang muncul akibat adanya pengadaan peralatan serta pelatihan tenaga
kerja yang yang bertugas mengoperasikan sistem. Biaya ini juga dapat dianggap
biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem pengadaan.
2.2.7 Metode Pengendalian Persediaan
Pelaksanaan kegiatan setiap model persediaan bertujuan untuk mengambil
keputusan tentang seberapa banyak produk yang harus dipesan dan kapan
sebaiknya pesanan dilakukan. Kegiatan tersebut merpakan bentuk dari
pengendalian persediaan. Dalam bukunya, Hejanto (2008) menerangkan bahwa
pengendalian persediaan adalah serangkaian kebijakan pengendalian untuk
menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, waktu pengadaan barang untuk
menambah jumlah persediaan, serta berapa banyak jumlah persediaan dibutuhkan.
Hal ini dikarenakan jumlah persediaan yang dibutuhkan setiap perusahaan
berbeda tergantung tingkat jumlah produksi proses serta jenis perusahaan.
Keputusan yang diambil dalam menentukan jumlah persediaan memiliki pengaruh
yang sangat kuat dalam mempertahankan tingkat persediaan (Hadiguna, 2009).
Tujuan utama dari dilakukannya proses persediaan dan terbentuknya
model persediaan adalah pengambilan keputusan mengenai seberapa besar tingkat
kuantitas barang yang harus dipesan oleh perusahaandan kapan waktu yang tepat
untuk melakukan pemesanan. Agar keputusan yang diabil dianggap tepat, maka
dibutuhkan metode-metode yang sesuai dalam mengukur besarnya persediaan
(Sofyan, 2013). Fungsi utama yang ingin diselesaikan dari diadakannya model-
model persediaan adalah untuk meminimalisasi total biaya persediaan.
Menurut Handoko (2008) terdapat 3 metode atau model persediaan
persediaan diantara yaitu :
1. Model periode pesan tetap/economic order quantity (EOQ) yaitu menganalisis
perhitungan terhadap jumlah pembelian bahan baku secara berkala dan efisien
2. Model ABC yaitu melakukan perbandingan pada setiap tahapan sistem
persediaan dan kemudian ditentukan dengan mengambil biaya persediaan yang
terendah
16
3. Perencanaan kebutuhan bahan baku/material requirements planning (MRP)
yaitu teknik yang digunakan untuk perencanaan dan pengendalian item barang
(komponen) yang tergantung (dependent) pada item ditingkat (level) yang
lebih tinggi.
2.3 Metode Pengendalian Bahan Baku Menggunakan EOQ
2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Economic order quantity (EOQ) adalah tingkatan besarnya jumlah
barang yang dapat diperoleh dari biaya yang paling minimum dikeluarkan atau
dapat diartikan sebagai tingkatan paling optimum dalam pembelian bahan baku.
Economic order quantity (EOQ) merupakan metode yang dipergunakan untuk
menentukan berapa besar jumlah pesanan yang paling ekonomis dalam satu kali
proses pemesanan (Herlina, 2007). Hal tersebut juga dikemukakan oleh Rangkuti
(2007) yang menerangkan bahwa metode Economic order quantity (EOQ)
merupakan metode yang dipergunakan untuk menentukan tingkat kuantitas
pembelian bahan mentah dengan biaya yang rendah dalam setiap kali melakukan
pemesanan.
Pada pendekatan Economic Order Quantity (EOQ) besarnya tingkat
pemesanan yang dianggap ekonomis dicapai pada keseimbangan antarabiaya
pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Jika ukuran lot
dipesan rendah maka biaya pemesanan akan semakin naik, tetapi biaya
penyimpanan akan semakin turun. Sebaliknya, ketika ukuran lot yang dipesan
tinggi maka biaya pemesanannya turun, tetapi biaya penyimpanannya naik.
Disinilah model economic order quantity (EOQ) menyarankan untuk melakukan
pemeliharaan terhadap lot pesanan yang dapat menyeimbangkan biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan (Hamming dan Nurnajamuddin, 2007).
2.3.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman (Safety stock) merupakan persediaan tambahan yang
diadakan untuk melindungi atau menjaga persediaan ketika terjadinya
kemungkinan untuk kekurangan persediaan (stock out) pada suatu perusahaan
(Ristono, 2008). Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan adanya penggunaan
bahan baku yang lebih besar dari perencanaan awal atau terjadinya keterlambatan
17
penerimaan bahan baku yang telah dipesan. Persediaan ini digunakan untuk
menghadapi resiko akan kehabisan persediaan selama waktu tunggu hingga
barang baku yang dipesan datang. Titik pesanan kembali akan meningkat sebesar
jumlah persediaan aman (Stevenson, 2014).
2.3.3 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point/ROP)
Titik pemesanan kembali (reorder point) menurut Sofyan (2013) adalah
titik atau saat dimana perusahaan harus melakukan pemesanan kembali sehingga
penerimaan atau datangnya bahan baku yang dipesan sesuai dengan waktu yang
telah dijadwalkan yaitu ketika nilai persediaan sama denngan nol. Terdapat dua
faktor yang mempengaruhi reorder point yaitu penggunaan barang selama terjadi
waktu lead time dan safety stock. Lead time adalah waktu tunggu yang dimulai
sejak proses pemesanan dilakukan hingga barang tersebut telah diterima oleh
perusahaan. Antara barang yang satu dengan yang lainnya memiliki waktu tunggu
yang berbeda-beda. Hal tersebut tergantung dari jarak antara perusahaan dengan
sumber bahan baku, alat transportasi yang digunakan dan lain sebagainya.selama
waktu tunggu (lead time) tersebut tidak boleh sampai mengganggu jalannya
proses produksi (Harjito 2012).
2.3.4 Persediaan Maksimum dan Minimum
Persediaan maksimum merupakan batas jumlah tertinggi dari
tingkat persediaan yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan dalam pengadaan
bahan baku. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi kelebihan dalam melakukan
pengadaan bahan baku sehingga efisiensi dalam proses pengendalian persediaan
bahan baku dapat dilakukan. Perhitungan persediaan maksimum dapat dilakukan
dengan menjumlahkan antara persediaan pengaman (safety stock) dan jumlah
ekonomis pemesanan bahan baku (economic order quantity). Sedangkan
persediaan minimum merupakan batas terendah dari tingkat persediaan bahan
baku. Perhitungan ini dilakukan agar persediaan bahan baku dalam gudang tidak
mengalami kekurangan bahkan kehabisan. Tujuannya agar proses produksi dapat
terus berjalan tanpa ada gangguan yang diakibatkan permasalahan bahan baku
(Assauri 2008).
18
III. KERANGKA TEORITIS
3.1 Kerangka Pemikiran
CV. LS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak pada sektor
agroistrusti yang mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk. Permasalahan yang
dihadapi oleh perusahan saat ini adalah mengenai tingkat ketersediaan bahan
baku. Fakta yang ditemukan diantaranya adalah pengendalian persediaan yang
belum optimal, pemanfaatan gudang persediaan yang belum optimal, pembelian
bahan baku yang tergantung dari pesanan sehingga tidak ada persediaan
pengaman dan biaya proses pembelian bahan baku yang tinggi sehingga
meningkatkan biaya total persediaan.
Dari permasalahan tersebut perusahaan memiliki harpan untuk melakukan
optimalisasi sistem pengendalian persediaan bahan baku, meminimalkan biaya
pengadaan bahan baku serta adanya penentuan kuantitas bahan baku yang optimal
dan membuat proses produksi perusahaan menjadi lancar sehingga keuntungan
perusahaan dapat dimaksimalkan. Sehingga untuk mennjalakannya dibutuhkan
manajemen pengendalian persediaan bahan baku kopi bubuk CR1 pada CV. LS.
Manajemen pengendalian tersebut meliputi tingkat persediaan bahan baku, biaya
pengendalian persediaan serta waktu dan kuantitas pembelia bahan baku. Dari
aspek tersebut maka metode pengendalian yang digunakan adalah Economic
Order Quantity (EOQ).
Pada metode EOQ perhitungan dilakukan untuk menemukan kuantitas
pembelian bahan baku paling optimal. Selanjutnya dapat ditemukan berapa
frekuensi pemesanan, jumlah pemesanan kembali (reorder point), tingkat
persediaan pengaman (safety stock), serta kapasitas maksimum dan minimum dari
tingkat persediaan. Dari seluruh perhitungan tersebut akan menghasilkan
optimalisai biaya total pengendalian persediaan bahan baku sehingga pendapatan
yang diterima perusahaan akan meningkat.
Diadankannya proses pengendalian persediaan bahan baku dalam suatu
perusahaan (Herjanto, 2008) merupakan langkah awal dimana perusahaan
mengantisipasi ketidakpastian, baik dari pihak penyedia bahan baku maupun
jumlah permintaan akan barang yang diproduksi oleh suatu perusahaan. Semua
19
permasalahan tersebut akan mengakibatkan beban yang harus ditanggung oleh
perusahaan ketika tidak ditangani secara tepat. Investasi dalam bentuk uang
padapos aktiva lancar yang terbesar di dalam suatu perusahaan adalah persediaan
fisik. Ketika persediaan yang dimiliki perusahaan tidak mencukupi akan berakibat
terganggunya proses produksi dan munculnya biaya kekurangan bahan.
Sedangkan, apabila perusahaan mengalami kelebihan bahan baku dalam
persediaan, maka biaya penyimpanan akan semakin tinggi. Untuk itulah
dibutuhkan pengendalian persediaan yang baik (Handoko, 2010).
Pengendalian persediaan yang tepat harusnya didasarkan dari jumlah
pembelian bahan baku, biaya serta waktu tenggang dan disesuaikan dengan
perhitungan kapasitas produksi dari perusahaan sehingga tingkat persedian dapat
dioptimalkan. Perhitungan yang dilakukan menggunakan metode Economic Order
Quantity dimana analisis tersebut untuk menentukan jumlah pesanan yang
dibutuhkan perusahaan dan frekuensi dalam pembelian agar optimal serta
memperendah biaya yang harus ditanggung perusahaan. Setelah itu, dilakukan
juga perhitungan untuk menentukan persediaan pengaman (safety stock) titik
pemesanan kembali (reorder point) serta jumlah persediaan maksimum dan
minimum di dalam perusahaan.
Perhitungan yang dilakukan dalam menentukan persediaan pengaman,
digunakan sebagai titik antisipasi ketika terjadinya keterlambatan distribusi atau
kekurangan jumlah bahan baku yang diterima dari distributor. Hasil dari
perhitungan tersebut, waktu pemesanan kembali dan waktu tenggang dalam
melakukan setiap pembelian bahan baku dapat ditentukan. Selanjutnya
perhitungan untuk titik maksimum dan minimum persediaan juga dapat diketahui
agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan baku. Semua perhitungan tersebut
dilakukan untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, baik dari
sisi proses pembelian bahan baku hingga proses penyimpanan di dalam
perusahaan. Seluruh proses optimalisai didalam pengendalian persediaan
bertujuan untuk meminimalkan biaya total di dalam melakukan proses persediaan
dan peningkatan keuntungan pada perusahaan dapat terjadi (Assauri, 2008).
20
Tingkat Ketersediaan Bahan Baku Kopi Bubuk CR1 pada CV. LS
Harapan :
1. Optimalisasi sistem pengendalian
persediaan bahan baku pada CV. LS
2. Biaya pengadaan bahan baku dapat
diminimalkan sehingga biaya total
persediaan bahan baku menurun.
3. Adanya penentuan kuantitas bahan
baku yang optimal dan membuat
proses produksi perusahaan menjadi
lancar sehingga keuntungan
perusahaan dapat dimaksimalkan.
Fakta
1. Pengendalian persediaan yang
dilakukan CV. LS belum optimal
2. Pemanfaatan gudang persediaan
belum optimal.
3. Pembelian bahan baku tergantung
pesanan sehingga tidak ada
persediaan pengaman
4. Biaya proses pembelian bahan baku
yang tinggi sehingga meningkatkan
biaya total persediaan
Manajemen pengendalian persediaan bahan baku kopi bubuk CR1 pada
CV. LS
Tingkat persediaan bahan
baku
Biaya pengendalian
persediaan bahan baku
Waktu dan kuantitas
pembeihan bahan baku
Pengendalian persediaan bahan
baku menggunakan EOQ
Reorder Point Safety Stock Kapasitas
Maksimum dan
Minimum
Frekuensi
Pemesanan
Optimalisasi biaya total pengendalian persediaan bahan baku
Peningkatan pendapatan perusahaan
Keterangan : Alur Hubungan
Alur Analisis
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
21
3.2 Hipotesis
Pelaksanaan penelitiaan ini menghasilkan suatu dagaan sementara dari
rumusan masalah yang telah dibuat. Adapun dugaan sementara tersebut atau
hipotes adalah sebagai berikut :
1. Persediaan bahan baku yang dilakukan oleh CV. LS belum optimal
diakibatkan biaya total persediaan yang dikeluarkan perusahaan masih tinggi
2. Penyimpanan persediaan bahan baku pada CV. LS yang rendah diakibatkan
pembelian bahan baku dalam jumlah yang kecil dengan waktu pembelian
yang sangat dekat.
22
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
1. Manajemen Persediaan
Bahan Baku Biji Kopi
Robusta pada CV. LS
Jumlah pembelian
bahan baku berupa biji
kopi robusta
Besarnya kuantitas pembelian bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan yang digunakan dalam
produksi kopi bubuk
Kg / pesanan
2. Economic Order Quantity a. Jumlah kebutuhan biji
kopi robusta
Banyaknya biji kopi robusta yang dibutuhkan untuk
memproduksi kopi bubuk
Kg / bulan
b. Biaya Pemesanan biji
kopi robusta:
1) Biaya Telepon
2) Biaya Transportasi
3) Biaya Tenaga
Kerja
Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan
pembelian bahan baku :
a) Biaya telepon: biaya yang dikelurkan perusahaan
untuk pemesanan melalui telepon.
b) Biaya transportasi : biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk pengankutan pembelian bahan
baku dari suplier.
c) Biaya tenaga kerja: biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk upah tenaga kerja.
Rupiah
c. Biaya Penyimpanan
biji kopi robusta:
1) Biaya modal
2) Biaya Penyusutan
3) Biaya listrik
Biaya yang dikeluarkan untuk proses penyimpanan
bahan baku:
a) Biaya modal : biaya inventasi dari total persediaan
yang disimpan oleh perusahaan
b) Biaya Penyusutan : biaya yang dapat disusutkan dari
aset yang dimiliki selama umur manfaatnya
c) Biaya listrik : biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk penggunaan alat di dalam gudang
penyimpanan bahan baku
Rupiah
23
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
3 Persediaan Pengaman
(Safety Stock)
Tingkat persediaan
yang digunakan untuk
mengantisipasi
terjadinya kekurangan
bahan baku
Faktor pengaman mempresentasi-kan tingkat pelayanan
yang dilakukan oleh perusahaan supaya diperoleh
presentase resiko kehabisan biji kopi yang dibutuhkan
Nilai Z diperoleh dari
perhitungan Ms. Excel
=NORMSINV
4 Titik Pemesanan Kembali
(Reorder Point)
a. Kebutuhan bahan
baku rata-rata
Jumlah biji kopi robusta yang digunakan perusahaan
untuk proses produksi selama satu bulan
Kg/bulan
b. Waktu tenggang
(Lead time)
Waktu yang dibutuhkan selama proses pemesanan
bahan baku
Bulan
c. Hari Efektif Kerja Jumlah hari kerja yang dipergunakan untuk melakukan
proses produksi
Hari/Bulan
5 Persediaan Minimal Jumlah minimal kopi
robusta di gudang
Jumlah minimal tingkat persediaan bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan
kg
6 Persediaan Maksimal Persediaan Pengaman
(Safety Stock)
Jumlah maksimal tingkat persediaan bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan
kg
Sumber : Data Sekunder, 2017 (Diolah)
24
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan Penelitian
Pada penelitan yang dilakukan ini, ditinjau dari jenis data yang dibutuhkan
dan dianalisis maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan ini merupakan metode untuk menganalisis data yang
diperoleh dengan meneliti hubungan antar variabel. Variabel tersebut ditentukan
nilainya sehingga data yang terdiri dari angka dapat dianalisis. Selain itu
penelitian kuantitatif juga dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman
dan juga mendeskripsikan hasil analisi yang telah dilakukan.
4.2 Metode Penentuan Lokasi
Penelitian ini dilakukan di CV. LS selama satu bulan dengan lokasi kantor
perusahaan di Jalan Tri Dharma, Tlogopojok, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa
Timur dan lokasi pabrik berada di Desa Kedungrukem, Kecamatan Benjeng,
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pemilihan lokasi untuk dilakukannya penelitian
dilakukan secara purposive dengan melihat potensi yang dimiliki perusahaan
dengan jangkauan pemasaran yang sudah cukup luas dengan jumlah produksi
yang juga tinggi.
Ketertarikan dalam melakukan penelitian pada CV. LS ini dikarenakan
perusahaan memiliki kapasitas produksi yang cukup besar, ketersedian bahan
baku pada suplier yang normal, pasar yang cukup luas namun terjadi permasalahn
di dalam proses pengendalian tingkat persediaaan bahan baku di dalam
perusahaan yang membuat proses produksi terganggu. Dipilihnya CV. LS sebagai
lokasi penelitian karena erusahaan yang tergolong masih baru karena berdiri pada
tahun 2015 dan hingga saat ini perusahaan mampu menghasilkan rata-rata 5 ton
perbulan kopi bubuk. CV. LS sebagai perusahaan produsen kopi yang sedang
berkembang perlu memperhatikan sistem pengendalian persediaan bahan baku
yang baik agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar.
4.3 Metode Penentun Responden
Pada penelitian yang dilakukan ini, penentuan dalam pemilihan responden
yang dilakukan bersifat purposive pada pihak CV. LS, baik yang terdapat
25
pada bagian direksi maupun di bagian karyawan. Pengambilan data dilakukan
secara selektif dimana pemilihan informan dilakukan berdasarkan kriteria tertentu
yaitu informan kunci (key informent) yang terdiri dari pemilik sekaligus pendiri
dari CV. LS serta Manajer Produksi dan Quality Control yang berperan dalam
mengatur perencanaan dan pengorganisasian jadwal serta kapasitas produksi serta
pengawasan terhadap ketersediaan bahan baku yang terdapat di gudang
perusahaan.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan
data sekunder. Data primer yang dipergunakan didapatkan dari hasil wawancara
dan observasi yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak terkait dalam hal ini
adalah para pegawai yang ikut andil dalam proses pengendalin persediaan, direksi
serta pemilik dari CV. LS. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari data yang sebelumnya telah diolah terlebih dahulu oleh pihak
terkait berupa data pembelian bahan baku dan proses produksi yang dilakukan
oleh perusahaan untuk selanjutnya dikembangkan sebagai bahan analisis pada
penelitian yang dilakukan.
4.5 Metode Analisis Data
Proses analisis dilakukan pada data-data yang telah terkumpul dan
menggunakan dua metode yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Metode tersebut adalah analisis dskriptif dan analisis kuantitatif. Penggunaan
analisis deskriptif adalah sebagai alat untuk menjawab tujuan dari penelitian yang
pertama, yaitu mengenai deskripsi tentang sistem pengendalian pesediaan bahan
baku yang diterapkan oleh CV. LS.
Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab apa yang ada pada rumusan
masalah pada penelitian yang dilakukan. Secara garis besar penelitian yang
dilakukan tentang analisis efisiensi tingkat persediaan bahan baku biji kopi yang
dilakukan oleh CV. LS. Proses analisis efisiensi tingkat persediaan bahan baku
tersebut menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity).
26
4.5.1 Analisis Deskriptif
Tujuan analisis deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan bagaimana sistem
persediaan yang ada pada CV. LS, dimulai dari sistem perencanaan pengadaan
hingga administrasi persediaan, hingga biaya total yang dikeluarkan perusahaan
selama proses pengendalian persediaan baku biji kopi yang dilakukan sehingga
dapat digambarkan sistem persediian pada CV. LS.
4.5.2 Analisis Kuantitatif
Analisis Kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
Economic Order Quantity (EOQ) dengan melakukan analisis pada variabel biaya
yang nantinya akan berpengaruh pada biaya total persediaan. Selain EOQ, sebagai
penunjang terjadinya efisiensi dalam pengendalian persediaan dilakukan juga
perhitungan untuk menentukan persediaan pengaman, waktu interval pemesanan
bahan baku, pembelian bahan baku yang optimal, serta titik maksimum dan
minimum pada tingkat persediaan.
1. Analisis Economic Order Quantity (EOQ)
Analisis EOQ atau biasa dikenal analisis kuantitas pesanan ekonomis
merukan suatu metode yang digunakan untuk menentukan berapa jumlah
pesanan yang dianggap paling ekonomis dalam periode satu kali pemesanan.
Bentuk perhitungan dari metode analisis EOQ adalah sebagai berikut :
EOQ= √
Dimana :
EOQ = Jumlah persediaan yang ekonomis
P = Biaya pemesanan
R = Pembelian bahan baku selama periode tertentu
C = Biaya penyimpanan per unit per tahun
Perhitungan frekuensi pemesanan dilakukan untuk menentukan seberapa
sering dilakukannya pembelian bahan yang ekonomis berdasarkan EOQ.
Bentuk perhitungannya adalah sebagai berikut :
N =
Dimana :
N = Frekuensi Pemesanan
27
D = Kebutuhan bahan baku rata-rata per bulan
EOQ = Jumlah persediaan yang ekonomis
2. Persediaan pengaman (Safety stock)
Safety Stock merupakan kemampuan perusahaan untuk menciptakan kondisi
persediaan yang selalu aman atau penuh pengamanan dengan harapan
perusahaan tidak akan pernah mengalami kekurangan persediaan.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
SS = Z x σ x√
Dimana :
ss = persediaan pengaman (kg)
Z = Faktor pengaman
σ = Penyimpangan standart permintaan selama waktu tenggang (kg)
L = Lead time (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan)
3. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
Reorder Point adalah titik dimana suatu perusahaan harus memesan barang
atau bahan guna menciptakan kondisi persediaan yang terus terkendali.
Berikut cara perhitungannya :
ROP = d x L + SS
Dimana :
ROP = titik pemesanan kembali / reorder point (kg)
d = tingkat kebutuhan per unit waktu (kg)
L = lead time / waktu tenggang
SS = safety stock / persediaan pengaman (kg)
4. Titik maksimum dan minimum
Titik maksimum bertujuan untuk mengatur tingkat persediaan maksimal agar
tetap dianggap efisien. Bentuk penjabarannya adalah sebagai berikut :
Ms = SS + EOQ
Dimana :
Ms = Persediaan makasimum
SS = Persediaan pengaman
EOQ = Jumlah ekonomis pemesanan
28
Sedangkan titik minimum sendiri adalah batas terendah dalam tingkatan
persediaan bahan baku untuk menjaga kelancaran proses produksi.
Perhitungan titik minimum adalah seperti berikut :
(
)
Dimana :
Mi = Persediaan minimum bahan baku
D = Jumah permintaan
e = Jumlah hari kerja efektif pada satu periode
L = Waktu tenggang
5. Biaya total persediaan
Perhitungan biaya total persediaan digunakan untuk menghitung
keseluruahan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dalam melakukan
proses pengendalian persediaan. Biaya tersebut meliputi biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
TIC = TOC + TCC = (N x S) + (
x C)
Dimana :
TC = Total biaya persediaan / tahun
TOC = Total Ordering Cost (Biaya Pemesanan Total)
TCC = Total Carrying Cost / Holding Cost (Biaya Penyimpanan Total)
TIC = Total Biaya Persediaan
N = Frekuensi pemesanan per bulan
S = Biaya pemesanan bahan baku per pesanan
Q = Jumlah pemesanan
C = Biaya penyimpanan bahan baku
29
29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Sejarah Perusahaan
CV. LS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi kopi
bubuk dengan komitmen untuk mengutamakan dan menjaga kualitas rasa dari
kopi yang diproduksi. Sejarah awal berdirinya perusahaan dirintis melalui sebuah
warung kopi pada tahun 1990 oleh Pak Choiri selaku pemilik warung dengan kopi
bubuk yang diproduksi sendiri. Sebuah warung kopi yang hanya bermodalkan
gerobak yang berlokasi di daerah Randuagung Gresik berdekatan dengan
perempatan Giri di kawasan Kebomas. Pada tahun 1992 beliau mulai
mengembangkan usahanya dengan memindahkan warung kopinya ke sebuah ruko
kecil yang tidak jauh dari tempat awal usaha yang masih berada di kawasan
Kebomas. Selama lima tahun merintis, usaha yang dilakukan terus mengalami
berkembangan dan pada tahun 1996, Pak Choiri memindahkan lokasi usahanya ke
kantin yang digunakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Gresik. Perkembangan
usaha yang telah dirintis oleh Pak Choiri selama ini tetap menggunakan bubuk
kopi yang diolah dan diproduki sendiri. Hal tersebut membuat para pelanggan
yang dimiliki oleh Pak Choiri cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah mulai
dari Jawa Timur hingga Yogyakarta.
Melihat perkembangan yang semakin baik dan meningkat, pada tahun
2014 Pak Choiri memperbesar usahanya dengan berpindah tempat di Ruko
Kawasan Industri Gresik dan untuk meningkatkan produksi serta memperluas
pasar, Pak Choiri mendirikan CV. LS dengan membangun pabrik pengolahan dan
produksi kopi bubuk. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 1982 tentang wajin daftar perusahaan, CV. LS yang beralamat di Desa
Kedungrukem RT 07 RW 03, Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, telah
terdaftar pada tanggal 07 April 2015 sebagai perusahaan yang bergerak dalam
kegiatan usaha pokok perdagangan biji kopi dan bubuk kopi dalam kemasan,
makanan dan minuman. Pendaftaran dilakukan perusahaan ke dalam jenis usaha
pedagang skala menengah menurut Surat Izin Usaha Menengah NOMOR: 65-15-
P.I/437.56/SIUP/IV/2015 yang dikeluarkan oleh Dinas Usaha Kecil Menengah
30
Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu, kopi bubuk yang diproduksi juga
didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat merek dagang dengan nama merek
dagang CR1 pada tanggal 25 April 2011 dengan surat yang dikeluarkan oleh
Dinas Kesehatan terkait dengan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan Nomor:
1059/35.25/14 diketahui bahwa CV. LS telah mengikuti penyuluhan keamanan
pangan dalam rangka pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT).
Gambar 4 Logo Perusahaan
Sumber : Data Sekunder (2017)
Kopi bubuk yang diproduksi oleh CV. LS saat ini ada 3 vairan yaitu
kemasan 200 gram yang dijual kepada para konsumen rumahan dan kemasan 3 kg
yang biasanya untuk para pelanggan yang membuka warung kopi skala kecil dan
15 kg untuk para pelanggan yang memiliki warung kopi skala besar atau suplier.
Penjualan hasil produksi yang berupa kopi bubuk dilakukan oleh kantor
pemasaran yang berada di samping rumah pemilik perusahaan yaitu di Jl.
Cimanuk 1 No.3, Randuagung, Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur dengan
nama “CR1 Office”. Sedangkan untuk pabrik hanya berfokus pada proses
produksi, mulai dari penerimaan bahan baku, roasting, grinding, hingga
pengemasan. Pemisahan lokasi tersebut disebabkan untuk menjaga pabrik untuk
berfokus hanya pada produksi dan juga menjaga mutu serta kualitas kopi yang
diproduksi karena berlokasi di pedesaan yang masih asri.
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
Visi yang dimiliki oleh CV. LS yaitu “Menjadi perusahaan kopi yang
berkualitas dan bermanfaat serta berkelanjutan sehingga mampu berdaya saing”.
Sedangkan Misi yang dimiliki diantara yaitu :
31
1. Mempertahankan cita rasa produk demi menjaga loyalitas konsumen
2. Mengembangkan produk yang inovatif dan memiliki daya tarik tersendiri
bagi konsumen
3. Meningkatkan kompetensi dan kinerja karyawan
4. Meningkatkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan dan
memperluas jaringan pasar
5. Menghasilkan produk yang bermanfaat bagi konsumen.
5.1.3 Lokasi Penelitian
Pabrik produksi dan kantor pemasaran memiliki lokasi yang berbeda dan
berjarak cukup jauh. Hal tersebut dikarenakan perusahaan ingin tetap
merahasiakan pabrik kepada para konsumen sehingga pabrik hanya fokus
terhadap proses produksi kopi bubuk dan untuk masalah penjualan ditangani oleh
kantor pemasaran. Pemilihan lokasi pabrik tersebut juga dikarenakan
pertimbangan berbagai hal diantaranya yaitu :
1. Lingkungan yang asri
Lokasi yang berada di pedesaan dan jauh dari pabrik-pabrik besar membuat
perusahaan mampu melakukan minimalisasi perlakuan untuk tetap menjaga
kualitas terhadap kopi yang diproduksi. Hal tersebut dikarenakan sifat kopi
yang mudah menyerap bau sehingga pengaruh dari udara sekitar sangat
beresiko dalam merubah citarasa kopi.
2. Harga tanah dan bangunan yang rendah
Sebagai perusahaan baru, CV. LS ingin memaksimalkan modal yang dimiliki
untuk tetap bisa meningkatkan produktivitas dengan pemanfaatan bangunan
yang dibeli yaitu bekas penggilingan gabah dengan harga murah dan
kemudian ditata ulang sehingga biaya dalam pembangunan mampu
dioptimalkan dan sisanya dapat dialihkan ke bagian yang lain.
3. Kemudahan akses ke lokasi
Lokasi pabrik yang berada 300 meter dari jalan raya dengan dihubungkan
jalan poros desa membuat kendala dalam pengiriman bahan baku dan
pengiriman hasil produksi mudah untuk dilakukan. Selain itu, lokasi yang
berada di antara pusat kota gresik, lamongan, mojokerto, dan surabaya
membuat distribusi kopi bubuk ke konsumen bisa lebih efisien.
32
4. Keamanan pabrik dan maksimalisasi produksi
CV. LS yang masih termasuk usaha keluarga membuat pemilihan lokasi
pabrik juga dilakukan dengan pertimbangan kekeluargaan. Manajer produksi
sekaligus Quality control bertempat tinggal di dekat lokasi pabrik yang
sekarang sehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan
keamanan pada pabrik juga bisa terpantau.
5.1.4 Struktur Organisasi dan Tata Kelola CV. LS
Gambar 5 Struktur Organisasi Perusahaan
Sumber : Data Sekunder (2017)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pemilik perusahaan,
diketahui bahwa struktur organisasi yang terdapat di dalam perusahaan adalah
sebagai berikut :
1. Pemilik
Penentu pengambilan keputusan dan kebijakan pada perusahaan
2. Direktur Utama
Mengawasi setiap kegiatan dan pengembangan perusahaan
3. Direktur Keuangan
a. Mengatur keuangan perusahaan, dari pembelian bahan baku hingga
penjualan kopi bubuk yang diproduksi oleh perusahaan
b. Melakukan pembayaran yang berkaitan dengan beban yang ditanggung
oleh perusahaan
Pemilik Perusahaan
Direktur
Manajer
Pengadaan
Manajer
Keuangan
Manajer
Produksi dan
Quality Control
Manajer
Administrasi Manajer
Pemasaran
33
4. Manajer Adminstrasi
a. Memberikan informasi layanan bidang administrasi untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif.
b. Mencatat laporan data masuk dan keluar terkait kegiatan perusahaan.
c. Membuat surat perjanjian kontrak kerjasama dengan mitra.
d. Menginventarisasi peralatan kantor.
5. Manajer Pemasaran
a. Melakukan promosi produk kepada konsumen dan calon konsumen.
b. Mengkoordinasi manajer produksi dan quality control terkait kapasitas
produksi yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan.
c. Menjalin hubungan kerjasama dengan mitra.
6. Manajer Produksi dan Quality Control
a. Memperaiki dan memelihara rutin peralatan produksi.
b. Mengawasi kegiatan produksi.
c. Melakukan perencanaan dan pengorganisasian jadwal produksi serta
jumlah kapasitas produksi.
d. Mengevaluasi hasil kerja bagian produksi.
e. Menentukan standar kualitas produk dan mengawasi mutu produk.
Melakukan kontrol ketersediaan dan jumlah bahan baku di gudang
7. Manajer Pengadaan Bahan
a. Mengelola pemesanan dan pembelian bahan baku.
b. Menjalin kerjasama dengan distributor selaku pemasok bahan baku.
5.1.5 Proses Produksi Kopi Bubuk CR1
Tahapan yang harus dilakukan dilakukan dalam proses produksi kopi
bubuk CR1 yang dimulai dari pembelian bahan baku biji kopi hingga menjadi
kopi bubuk pada CV. LS adalah sebagai berikut :
1. Proses persiapan bahan baku
Bahan baku biji kopi diperoleh dari distributor biji Kopi Selep JM yang telah
dianggap sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh Pak Choiri selaku
pemilik CV. LS baik dari segi jenis, ukuran, kadar air, serta penyusutan yang
terjadi setelah dilakukannya proses produksi. Pembelian bahan baku
dilakukan di daerah Pabean Surabaya dan diambil langsung oleh pihak dari
34
CV. LS. Hal tersebut dikarenakan distributor bersedia mengirimkan bahan
baku ketika perusahaan melakukan order minimal 3,5 Ton. Sehingga proses
pengangkutan hanya dilakukan menggunakan mobil pick up yang dimiliki
oleh perusahaan.
2. Proses Sangrai (Roasting)
Proses sangrai dilakukan di CV. LS menggunakan alat roaster yang
berkapasitas optimal 62,5 kg dengan menggunakan listrik sebagai sumber
tenaga pemutar dan pemanas alat. Setiap mengawali proses sangrai, dilakukan
pemanasan terhadap alat sangrai selama 1 jam. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga suhu saat proses sangrai dimulai yang sangat mempengaruhi kualitas
dari rasa kopi tersebut. Proses sangrai dilakukan dibutuhkan waktu selama 3
jam menggunakan suhu maksimal. Sehingga dalam sehari CV. LS mampu
melakukan 4 kali sangrai dengan bahan baku 250 kg biji kopi.
3. Proses pendinginan biji kopi dan sortasi
Pada tahap ini hal yang dilakukan merupakan proses penurunan suhu biji kopi
yang telah dikeluarkan dari mesin roasting. Biji kopi dikeluarkan dan
kemudian diletakkan diatas meja mesh. Kemudian dilakukan pengayakan
secara manual agar biji kopi tersebar rata diatas meja mesh dan didiamkan
selama 30 menit sampai suhunya menurun. Selain untuk pendinginan, meja
mesh juga digunakan untuk memisahkan sisa kulit ari yang masih menempel
pada biji kopi. Meja mesh sendiri merupakan meja pendingin yang berupa
kawat-kawat berlubang yang dapat mensortasi biji kopi, tujuannya untuk
menstandarkan biji kopi yang telah di tentukan oleh pihak CV. LS. Kriteria
ketentuan jenis biji kopi yang lolos sortasi seperti:
a. Berukuran lebih lebih dari panjang biji 1 cm dan lebar 0,5 cm
b. Berwarna coklat gelap luar dan dalamnya
c. Biji kopi berbentuk utuh tidak pecah
4. Proses pengahalusan biji kopi (Grinding)
Pada tahap ini, biji kopi yang telah dilakukan pendinginan dan sortasi
kemudian digilik menggunakan mesin grinder dengan tingkat kehalusan
tertentu yang telah distandarkan oleh CV. LS. Biji kopi yang telah di
haluskan kemudian ditempatkan pada nampan dengan alas kertas untuk
35
dilakukan pendinginan kembali. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam
agar saat dilakukan pengemasan tidak terjadi penguapan didaalam kemasan
yang mengakibatkan penurunan pada kualitas rasa kopi yang dihasilkan.
5. Pengemasan bubuk kopi (Packaging)
Proses pengemasan pada kopi bubuk yang dihasilkan CV. LS dilakukan
dengan menggunakan plastik bening yang berukuran 3 kg dengan timbangan
digital dan dilakukan secara manual. Kopi yang telah dikemas kemudian di
Setelah itu, kemasan direkatkan menggunakan mesin sealer dengan
membuang udara pada kemasan yang bertujuan meminimalisir terjadinya
penguapan di dalam kemasan. Proses selanjutnya yaitu pengemasan lanjutan
di dalam karung sak dengan isi setiap karung 5 bungkus kopi. Kemasan
karung sak ini untuk para pelanggan yang melakukan pembelian dalam
jumlah besar dan biasanya berada di luar kota. Selain itu, pengemasan ukuran
200 gram juga dilakukan untuk para konsumen rumahan dengan jumlah
produksi yang tidak begitu banyak. Pengemasan ini menggunakan aluminium
foil standing pouch yang sudah memiliki sealer sehingga sangat sesuai untuk
para konsumen rumah tangga.
5.2 Manajemen Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada CV. LS
5.2.1 Kebutuhan Biji Kopi sebagai Bahan Baku Kopi Bubuk CR1
Pemenuhan kebutuhan bahan baku dalam melakukan proses produksi yang
dilakukan oleh CV. LS berupa biji kopi robusta didapatkan dari supplier yang
berada di daerah Pabean, Surabaya. Pembelian bahan baku tersebut dilakukan
secara berkala dengan jumlah pembelian yang sering dilakukan yaitu 500 kg
setiap 2-3 hari sekali dengan jumlah terbesar dalam sekali beli sebanyak 1000 kg.
Hal tersebut membuat sering terganggunya proses produksi karena saat pabrik
kehabisan bahan baku (stock out), maka proses produksi tidak dilakukan dan
ketika terjadinya perningkatan permintaan dan bahan baku datang dalam jumlah
besar, proses produk dilakukan secara maksimal bahkan sampai dilakukan
lembur.
Data yang diperoleh dari perusahaan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa
pembelian biji kopi sebagai bahan baku produksi pada CV. LS terjadi fluktuasi.
Hal tersebut disebabkan pembelian bahan baku yang tidak terjadwal dan
36
tergantung terhadap permintaan. Fluktuasi juga disebabkan adanya pembelian
bahan baku yang dilakukan pada akhir bulan yang membuat interval pembelian
bahan baku menjadi fluktuatif dan tidak efisisen. Bahkan ketika permintaan
meningkat, perusahaan sering tidak siap menghadapi hal tersebut yang membuat
pembelian bahan baku menjadi lebih sering tanpa ada persiapan stok di gudang.
Gambaran lebih rinci untuk perbedaan pembelian bahan baku dapat dilihat pada
grafik berikut :
Gambar 6 Grafik Pembelian Bahan Baku Kopi Bubuk CR1
Sumber : Data Sekunder, 2017 (Diolah)
Penurunan pembelian bahan baku yang paling signifikan terjadi pada
bulan Juni 2017. Hal tersebut disebabkan permintaan akan kopi bubuk yang
menurun bertepatan dengan bulan Ramadhan dan libur lebaran. Para konsumen
yang merupakan warung kopi kecil mengurangi jam operasional sehingga
membuat jumlah pesanan juga dikuragi oleh konsumen.
5.2.2 Data Produksi Kopi Bubuk CR1 CV. LS
Proses produksi yang dilakukan oleh CV. LS sangat tergntung pada
ketersediaan bahan baku. Kapasitas produksi yang mencapai 250 kg bahan baku
membuat penjadwalan produksi juga harus dilakukan guna pengoptimalan total
produksi. Penyusutan yang terjadi selama proses produksi yaitu dari biji kopi
menjadi bubuk kopi sebesar 18% sehingga perusahaan seharusnya melakukan
sistem pengendalian bahan baku yang optimal untuk menjaga proses produksi
yang telah terjadwal.
6490 5880 5670
6290 6020
3610
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Januari Februari Maret April Mei Juni
Kg
37
Dari data yang diperoleh dari perusahaan (Lampiran 3) dapat diketahui
bahwa jumlah produksi kopi bubuk yang dilakukan CV. LS mulai dari Januari
2017 hingga Juni 2017 sebanyak 20.950 Kg. Hasil produksi yang ditunjukkan
mulai bulan Januari 2017 hingga Mei 2017 tidak mengalami fluktuasi yang besar.
Hasil produksi tertinggi yang dilakukan oleh CV. LS terjadi pada bulan April
2017 yaitu sebanyak 4984 Kg kopi bubuk sedangkan produksi terendah terjadi
pada bulan Juni 2017 yang hanya 2216 Kg. Penurunan ini terjadi dikarenakan
bulan puasa yang membuat kebanyakan pelanggan yang melakukan pembelian
dalam jumlah besar mengurangi jumlah pembelian. Selain itu adanya libur hari
raya lebaran yang membuat para pelanggan yang sebagian adalah warung kopi
juga libur. Sehingga produksi kopi juga diturunkan. Gambaran lebih rincinya
dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 7 Grafik Jumlah Produksi Kopi Bubuk CR1 2017
Sumber : Data Sekunder, 2017 (Diolah)
5.2.3 Biaya Proses Pembelian Bahan Baku
Frekuensi pembelian baku yang dilakukan oleh CV. LS sangat
berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembelian bahan
baku. Waktu pembelian yang semakin sering membuat biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan semakin besar. Hal tersebut diakibatkan dari pembelian bahan
baku yang dilakukan hanya dalam kuantitas kecil.
4231 4427 4648
4984
4444
2216
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Januari Februari Maret April Mei Juni
Kg
38
Gambar 8 Grafik Frekensi Pembelian Bahan Baku pada CV. LS
Sumber : Data Sekunder, 2017 (Diolah)
Dari diagaram diatas dapat diketahui bahwa frekuensi pembelian setiap
bulan selalu fluktuatif. Hal tersebut mengakibatkan biaya yang dikeluarkan oleh
CV. LS dalam proses pembelian baku juga tidak menentu, bahkan dianggap
tinggi. Penyebabnya, jumlah pembelian bahan baku yang dilakukan CV. LS ke
distributor juga tidak menentu. Pembelian terendah yang dilakukan sebanyak 380
kg, jumlah pembelian tertinggi yang dilakukan sebanyak 1500 kg dan jumlah
pembelian yang paling sering dilakukan sebanyak 500 kg dalam sekali pembelian.
Jumlah pembelian yang tidak menentu tersebut diakibatkan keterbatasan modal
yang membuat perusahaan tidak mampu memaksimalkan pembelian bahan baku.
5.2.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada CV. LS
Pengendalian persediaan bahan baku pada CV. LS dilakukan untuk tujuan
memaksimalkan keuntungan dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dan menjaga kelancaran proses produksi. Akan tetapi penerapan
manajemen pengendalian persediaan pada CV. LS masih kurang optimal untuk
dilakukan. Penerapan sistem just in time yang tidak optimal dengan seringnya
terjadi overtime production disebabkan banyaknya pesanan dengan kapasitas
produksi yang terbatas sehingga mengakibatkan masih terjadinya persediaan yang
membuat proses produksi pada CV. LS terganggu. Sering terjadi fluktuasi dalam
pembelian bahan baku yang mengakibatkan biaya proses pembelian bahan baku
tinggi dan penggunaan gudang bahan baku tidak mampu dioptimalkan.
Kemudian, proses produksi yang membutuhkan waktu yang lama dan kemampuan
alat yang terbatas mengakibatkan banyak konsumen tidak terlayani sehingga
9
6
10 11 11
7
0
2
4
6
8
10
12
Januari Februari Maret April Mei Juni
FrekuensiPembelian
39
membuat keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh perusahaan tidak
maksimal.
Besarnya biaya persediaan yang dikeluarkan oleh CV. LS diantaranya
meliputi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap melakukan pembelian
bahan baku biaya penyimpanan yang harus ditanggung oleh perusahaan setiap
bulannya. Penyimpanan tersebut muncul disebabkan adanya pengadaan bahan
baku berupa biji kopi yang dilakukan oleh perusahaan dan ditempatkan di gudang
persediaan bahan baku. Rincian dari biaya tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 3 Biaya Persediaan Bahan Baku Biji Kopi pada CV. LS
Jenis Biaya Rincian biaya Jumlah
Biaya Pemesanan
Bahan Baku (Per
Pesanan)
Biaya Telepon Rp 5.000
Biaya Transportasi Rp 108.750
Biaya Tenaga Kerja Rp 100.000
Total biaya Rp 213.750
Biaya Penyimpanan
(kg/bulan)
Biaya Modal Rp 176
Biaya Penyusutan Rp 36,81
Biaya Listrik Rp 0,06
Total biaya Rp 213
Sumber : Data Sekunder, 2017 (Diolah)
Biaya pemesanan bahan baku yang dikeluarkan rata-rata selama 6 bulan
dimulai dari bulan januari 2017 hingga juni 2017 dengan frekuensi rata-rata
pembelian bahan baku perbulan sebanyak 9 kali adalah Rp 1.923.750. Sedangkan
biaya total penyimpanan selama satu bulan yang harus dikeluarkan perusahaan
sebesar Rp 53.250. Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan bahwa total biaya
persediaan bahan baku yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 1.977.000
pada setiap bulan (Lampiran Hal. 61).
5.3 Pengendalian Persediaan Menggunakan Metode EOQ
Economic order quantitiy (EOQ) meerupakan perhitungan pengendalian
persediaan bahan baku yang digunakan dengan tujuan meminimumkan biaya
persediaan yang terdiri dari biaya pembelian bahan baku dan penyimpanan baku.
Selain itu metode EOQ juga digunakan untuk menentukan jumlah bahan baku
yang digunakan dalam proses produksi agar menjadi optimal. Frekuensi
pembelian, waktu tenggang (lead time), persediaan pengaman (safety stock), titik
40
pemesanan kembali (reorder point) serta tingkat persediaan maksimum dan
minimum merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebagai bagian
dalam proses pengendalian persediaan.
Pada perhitungan yang telah dilakukan dengan melihat pemakaian bahan
baku rata-rata perbulan sebanyak 5660 kg kopi robusta pada CV. LS, dengan
analisis menggunakan metode EOQ didapatkan kebutuhan ekonomis bahan baku
sebesar 3370 kg dengan frekuensi pembelian dilakukan 2 kali sebulan. Frekuensi
pembelian ini bertujuan untuk menjaga kestabilan proses produksi. Sehingga
dilakukan perhitungan terhadap titik pemesanan kembali (reorder point) dan
pembelian bahan baku persediaan pengaman (safety stock) yang didapatkan hasil
masing-masing 389,10 kg untuk reorder point dan 351,29 kg untuk safety stock..
Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 9. Kurva Tingkat Persediaan Bahan Baku Biji Kopi Menggunakan
Metode EOQ
Sumber : Data Primer 2017 (Diolah)
Periode pemesanan yang didapatkan nilai 0,167 yang merupakan nilai dari
lead time digunakan untuk menentukan periode pembelian bahan baku yang akan
dilakukan selanjutnya. Nilai waktu tenggang (lead time), tingkat pelayanan 80%
dengan nilai Z sebesar 0,84 dan standar deviasi sebesar 1.020 digunakan untuk
menghitung safety stock. Tujuannya adalah agar perusahaan tidak mengalami
kekurangan bahan baku dan pelayanan terhadap konsumen dapat berjalan dengan
baik.
Perhitungan titik pemesanan kembali (reorder point) didapatkan dari
besarnya kebutuhan bahan baku setiap hari yang sebesar 226,4 kg dengan waktu
Waktu
(Bulan)
Persediaan (Kg)
Tingkat
Persediaa
n
0,167
3370
389,1
351,29
41
tenggang (lead time) yang kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan nilai
sebesar 389,10 kg. Penentuan titik pemesanan kembali (reorder point) bertujuan
untuk menentukan seberaba besar batas dari persediaan yang tersisa. Batas
tersebut digunakan untuk melakukan pembelian bahan baku agar proses waktu
pemesanan dapat dilakukan secara tepat tanpa takut adanya kekurangan bahan
baku.
Tahapan lain dalam menjaga tingkat persediaan yaitu penentuan batas
persediaan maksimum dan minimum persediaan. Tingkat persediaan maksimim
didapatkan dari besarnya safety stock yang ditambahkan degan pembelian bahan
baku yang ekonomis. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa persediaan
maksimum yag terdapat pada gudang penyimpanan bahan baku sebesar 3721,27
kg, sedangkan untuk titik persediaan minimum diperoleh dari perhitungan
kebutuhan rata-rata bahan baku harian dengan lead time yang didapatkan hasil
kapasitas minimum sebesar 37,81 kg. Tingkat persediaan minimum tersebut
digunakan untuk batas terendah dari tingkat persediaan sehingga diharapkan
perusahaan tidak mengalami hambatan dalam melakukan proses produksi.
5.4 Perbandingan Total Biaya Persediaan Bahan Baku Antara Perusahaan
Dengan Metode EOQ
Penggunaan metode Economic Order Quantity (EOQ) pada dasarnya
adalah untuk meminimumkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan,
biaya penyimpanan dan pengoptimalan jumlah bahan baku yang dipesan dengan
tujuan memperlancar proses produksi. Sebagai antisipasi dalam dalam
menghadapi peningkatan permintaan atau kelebihan bahan baku maka dibutuhkan
pengendalian dalam persediaan bahan baku. Pengendalian yang tidak maksimal
atau kurang tepat mengakibatkan terjadinya keniakan biaya dalam proses
pengendalian persediaan bahan baku yang berimbas pada penurunan keuntungan
yang didapatkan perusahaan.
42
Gambar 10 Kurva Perbandingan Biaya Pengendalian Bahan Baku di CV. LS
dengan Metode EOQ Per Pesanan
Sumber : Data Primer, 2017 (Diolah)
Dari gambar 10, dapat kita lihat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
pengendalian persediaan cukup tinggi yaitu mencapai Rp 1.977.000. Penyebab
dari tingginya biaya tersebut adalah frekuensi pembelian bahan baku yang tinggi
dengan kuantitas yang fluktuatif. Akibatnya biaya pemesanan bahan baku menjadi
semakin tinggi. Padahal apabila dilakukan penghitungan pengendalian persediaan
menggunakan metode EOQ, biaya yang dikeluarkan untuk sistem pengendalian
hanya Rp 786.405. Padahal biaya penyimpanan bahan baku pada CV. LS per kg
sebesar Rp 213 dengan biaya setiap kali melakukan pemesanan Rp 213.750.
Rincian biaya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4 Rincian Perhitungan Biaya Pengendalian Pengendalian Persediaan Bahan
Baku di CV. LS dan Metode EOQ
Jenis Biaya Perhitungan Persediaan
dengan Metode EOQ
Perhitungan
Persediaan CV. LS
Biaya Pemesanan Rp 213.750/Pesanan Rp 213.750/Pesanan
Total Biaya Pemesanan Rp 427.500 Rp 1.923.750
Biaya Penyimpanan Rp 213/kg bahan baku Rp 213/kg bahan baku
Total Biaya Penyimpanan Rp 308.905 Rp 53.250
Total Biaya persediaan Rp 786.405 Rp 1.977.000
Sumber : Data Primer, 2017 (Diolah)
Pada total biaya penyimpanan, perhitungan menggunakan EOQ lebih
tinggi dibandingkan pengendalian persediaan pada CV. LS. Rendahnya kuantitas
C (Biaya)
S = Rp 213.750/pesanan
TC = Rp 1.977.000
EOQ = 3770 kg
C = Rp 213/kg
C (Kuantitas)
Rp 786.405
43
pembelian bahan baku yang dilakukan oleh CV. LS membuat biaya penyimpanan
juga rendah. Akibatnya frekuensi pembelian lebih tinggi dan menyebabkan biaya
pemesanan bahan baku lebih tinggi dibandingkan pengendalian menggunakan
EOQ.
Perhitungan EOQ yang dilakukan pada perusahaan menghasilkan biaya
pengendalian persediaan sebesar Rp 786.405. Biaya ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan sistem pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan.
Selisih yang cukup tinggi ini disebabkan frekuensi pembelian bahan baku yang
dilakukan CV. LS rata-rata 9 kali per bulan dengan biaya sekali pengankutan
adalah Rp 213.750 yang mengakibatkan biaya total pemesanan dalam sebulan
mencapai Rp 1.923.750 (lLampiran 12). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5. Perbandingan Perhitungan Pengendalian Persediaan Biji Kopi Robusta di
CV. LS dengan Perhitungan Metode EOQ
Indikator persediaan Perhitungan persediaan
dengan Metode EOQ
Perhitungan persediaan
CV. LS
Jumlah pesanan 3370 kg 500 kg
Frekuensi 2 kali/bulan 9 kali/bulan
Total Biaya persediaan Rp 786.405 Rp 1.977.000
Sumber : Data Primer, 2017 (Diolah)
Dari tabel diatas dapat kita lihat hasil perbandingan yang dilakukan antara
perhitungan pengendalian persediaan di CV. LS dengan perhitungan
menggunakan metode EOQ memiliki selisih yang sangat besar. Hal utama yang
menjadi penyebab terjadinya perbedaan tersebut adalah frekuensi pembelian. Pada
metode EOQ. Frekuensi pembelian dilakukan hanya 2 kali dalam sebulan dengan
kuantitas pembelian sebanyak 3370 kg. Frekuensi dan kuantitas pembelian
tersebut membuat biaya persediaan yang dilakukan menggunakan metode EOQ
hanya sebesar Rp. 786.405.
Penerapan pengendalian persediaan dengan menggunakan metode EOQ
pada CV. LS mampu mengefisisensi biaya pengendalian persediaan bahan baku
biji kopi sebesar Rp 1.190.595. Presentase yang didapatkan dari penerapan
metode EOQ untuk efisiensi biaya adalah 60%. Dari hasil perhitungan tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerapan manajemen pengendalian persediaan bahan
44
baku menggunakan metode EOQ pada CV. LS dapat menurunkan biaya yang
harus dikeluarkan perusahaan dibandingkan manajemen persediaan yang saat ini
diterapkan oleh perusahaan. Selain itu, keuntungan perusahaan juga dapat
ditingkatkan dengan memperlancar proses produksi yang dilakukan oleh CV. LS.
45
45
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Efisiensi
Tingkat Persediaan Bahan Baku Kopi Bubuk CR1 pada CV. LS di Gresik
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan manajemen pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan
oleh CV. LS masih belum optimal. Penerapan sistem just in time yang tidak
sesuai membuat pembelian bahan baku tidak terjadwal dan membuat biaya
pengendalian persediaan bahan baku menjadi sangat tinggi biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 1.977.000 dengan frekuensi pembelian rata-rata
sebanyak 9 kali per bulan. Penyebanya adalah kuantitas pembelian yang
rendah sehingga tidak tersedinya persediaan pengaman pada gudang bahan
baku.
2. Dari hasil analisis pengendalian persediaan bahan baku biji kopi dengan
menggunakan metode EOQ diketahui bahwa tingkat pemesanan bahan baku
biji kopi yang paling ekonomis sebanyak 3370 kg dengan rekuensi pembelian
bahan baku dilakukan 2 kali dalam sebulan.
3. Pada pengendalian persediaan penetapan persediaan pengaman, titik
pemesanan kembali, kapasitas maksimum dan minimum memiliki peranan
yang sangat penting karena mampu menghadapi kemungkinan untuk
terjadinya keterlambatan pengiriman atau ketidakpastian ketersediaan bahan
baku biji kopi dari distributor, sehingga untuk menjaga proses produksi agar
tidak terganggu, perusahaan harus menetapkan persediaan pengaman sebesar
351,29 kg, titik pemesanan kembali sebesar 389,10 kg, kapasitas maksimum
sebesar 3721,27 kg dan kapasitas minimum sebesar 37,81 kg. Efisiensi yang
didapatkan dari penggunaan metode EOQ dibandingkan dengan CV. LS
sebesar Rp 1.190.595 atau mencapai 60%, sehingga mampu untuk
mengoptimalkan keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan.
46
5.1 Saran
1. Tingkat ketersediaan bahan baku harus diperhatikan oleh perusahaan. Hal
tersebut bertujuan untuk menjaga kelancaran proses produksi di perusahaan
sehingga perusahaan mampu melayani setiap pesanan tanpa takut terkendala
kekurangan bahan baku. Pembelian bahan baku harus terjadwal dan sesuai
dengan kebutuhan yang telah dihitung menggunakan metode EOQ sesuai
dengan kebutuhan perusahaan, sehingga proses produksi mampu dioptimalkan.
2. Strategi yang telah diterapkan oleh perusahaan masih dirasa kurang optimal,
sehingga disarankan perlu adanya pengadaan persediaaan di gudang bahan
baku guna menjaga kontinuitas produksi mengingat tingginya permintaan
pasar/konsumen kopi bubuk CR1. Selain itu, persediaan tersebut juga dapat
dipergunakan sebagai strategi untuk menanggulangi fluktuasi permintaan pada
waktu yang terbatas atau tiba-tiba.
3. Diharapkan penelitian yang telah dilakukan ini mampu untuk digunakan dan
dikembangkan dalam penelitian selanjutnya terkait dengan manajemen
pengendalian persediaan baik dengan metode yang sama maupun metode lain
dengan pokok bahasan yang sama.
47
DAFTAR PUSTAKA
AEKI. 2017. Konsumsi Kopi Indonesia. http://www.aeki-
aice.org/tabel_konsumsi_kopi_indonesia_aeki.html. (Online). Diakses
pada 20 Agustus 2017.
Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi Revisi 2008).
Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Barron, Widyadana, and Wee. 2011. Economic Order Quantity Model for
Deteriorating Items with Planned Backorder Level. Departement of
Industrial Engineering, Chung Yuan Christian University. Taiwan
Barry R. dan Jay Heizer. 2015. Manajemen Operasi (Manajemen
Keberlangsungan dan Rantai Pasok). Jakarta : Salemba Empat..
Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Kopi. Jakarta :
Direktorat Jenderal Industri Agro Dan Kimia.
Ghewani, A. Dan Tushar Manwar. 2016. Analysis Of Inventory Control
Techniques- ABC & VED; A Comparative Stud. Associated Asia Research
Foundation (AARF). GE-International Journal of Management Research
Vol. 4, Issue .
Guna, Eduina and Orjola Musa. 2015. Inventory Management Through Eoq
Model A Case Study Of Shpresa Ltd, Albania. International Journal of
Economics, Commerce and Management, United Kingdom. Vol. III, Issue
12, Page 174-182.
Hadiguna, Rika A.2009. Manajemen Pabrik, Pendekatan Sistem untuk Efisiensi
dan Efektivitas. Jakarta : Bumi Aksara.
Hamming, M. dan Nurnajamuddin. 2007. Manajemen Produksi Modern (Operasi
Manufaktur dan Jasa) Buku 2. Jakarta : Bumi Aksara.
Handoko, T. Hani. 2010. Dasar-Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi.
Yogyakarta: BPFE.
Harjito. 2010. Teori dan Aplikasi Studi Kelayakan. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Herjanto, E. 2008. Manajemen Operasi Edisi 3. PT Raja Grasindo Persada.
Jakarta
Herlina. A. 2007. Ekonomi Manajerial. Jakarta : Erlangga.
Huang, Y. 2007. Economic Order Quantity under Conditionally Permissible
Delay in Payment. European Journal of Operation Research. Vol. 176.
Page 911-924.
Mubiru, Bernad and Peter. 2013. Determining EOQ in the Presence of Varying
Item Size and Stochastic Demand: A Case Study of Milk Powder Product
48
International Journal of Scientific Research Engineering & Technology (IJSRET)
Volume 2 Issue 5 pp 304-310.
Nasution, A.H. dan Prasetrawan Y. (2008). Perencanaan & Pengendalian
Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Olare R. Akinpelu dan Mufutau Olayanju. 2013. Purchasing Functions and MRP
in Foodservice Firms. European Journal of Business and Management.
Vol.5, No.13.
Rangkuti, Freddy. 2007. Manajemen Persediaan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Ristono, 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Sofyan, D.K. 2013. Perencanaa & Pengendalian Produksi. Yogyakarta : Graha
Ilmu..
Stevenson. 2014. Manajemen Operasional. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Sudjarmoko, Bedy. 2013. Prospek Pengembangan Industrialisasi Kopi Indonesia.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.
SIRINOV, Vol 1, No 3, Desember 2013 (Hal : 99 – 110).
Xu, Yuchun and Mu Chen. 2016. Improving Just-in-Time manufacturing
operations by using Internet of Things based solutions. Cranfield
University, Cranfield, Bedfordshire, MK43 0AL, England, United
Kingdom. Procedia CIRP 56 (2016) 326–33.