13
Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 22 Juli 2017 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor 34 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM HUJAN DAN TRANSISI (STUDI KASUS: BANTEN BULAN JANUARI DAN OKTOBER 2012) SATRIANA ROGUNA * , ADMIRAL MUSA JULIUS, MUHAMMAD ARIF MUNANDAR Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan I no. 5, Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten 15221 Abstrak. Petir identik dengan adanya pertumbuhan awan konvektif berjenis Cumulonimbus yang dapat terbentuk oleh adanya ketidakstabilan dinamika atmosfer. Dilakukan analisis kelembapan udara untuk melihat konsentrasi uap air, analisis streamline untuk melihat pola angin, analisis vortisitas relatif untuk melihat gerak vertikal, serta analisis indeks CAPE (Convective Available Potential Energy) untuk melihat tingkat potensi pertumbuhan awan Cumulonimbus. Selanjutnya dilakukan perbandingan dengan data petir yang telah diolah menjadi peta sebaran petir. Hasil analisis menunjukkan peningkatan pertumbuhan awan Cumulonimbus disebabkan oleh energi yang berasal dari besarnya pasokan uap air, adanya pola konvergensi serta gerakan udara vertikal yang kuat. Perbandingan dengan peta sebaran petir menunjukkan frekuensi petir bertambah seiring meningkatnya pertumbuhan awan Cumulonimbus saat musim hujan dan transisi. Kata kunci :cumulonimbus, kelembapan udara, petir, vortisitas. Abstract. Lightning is appropriate to convective cloud such as Cumulonimbus that is formed by atmospheric instability. Humidity analysis is conducted to observe water vapor, streamline analysis to observe air mass orientation, relative vorticity to observe vertical movement, and (Convective Available Potential Energy) CAPE index analysis to observe the level of Cumulonimbus accreation potential. Furthermore, a comparison is made with lightning data that has been processed into a map of lightning distribution. The analysis results show an increase in Cumulonimbus cloud growth caused by energy derived from the vast supply of water vapor, the presence of convergence patterns, as well as strong vertical air movement. A comparison with the map of the lightning distribution shows the frequency of lightning increases as Cumulonimbus cloud increases during the rainy season and transitions. Keywords : cumulonimbus, humidity, lightning, vorticity * email : [email protected]

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya

Sabtu, 22 Juli 2017

Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor

34

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM HUJAN DAN TRANSISI

(STUDI KASUS: BANTEN BULAN JANUARI DAN OKTOBER 2012)

SATRIANA ROGUNA*, ADMIRAL MUSA JULIUS, MUHAMMAD ARIF MUNANDAR

Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Jl. Perhubungan I no. 5, Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten 15221

Abstrak. Petir identik dengan adanya pertumbuhan awan konvektif berjenis Cumulonimbus yang dapat terbentuk oleh adanya ketidakstabilan dinamika atmosfer. Dilakukan analisis kelembapan udara untuk melihat konsentrasi uap air, analisis streamline untuk melihat pola angin, analisis vortisitas relatif untuk melihat gerak vertikal, serta analisis indeks CAPE (Convective Available Potential Energy) untuk melihat tingkat potensi pertumbuhan awan Cumulonimbus. Selanjutnya dilakukan perbandingan dengan data petir yang telah diolah menjadi peta sebaran petir. Hasil analisis menunjukkan peningkatan pertumbuhan awan Cumulonimbus disebabkan oleh energi yang berasal dari besarnya pasokan uap air, adanya pola konvergensi serta gerakan udara vertikal yang kuat. Perbandingan dengan peta sebaran petir menunjukkan frekuensi petir bertambah seiring meningkatnya pertumbuhan awan Cumulonimbus saat musim hujan dan transisi.

Kata kunci :cumulonimbus, kelembapan udara, petir, vortisitas.

Abstract. Lightning is appropriate to convective cloud such as Cumulonimbus that is formed by atmospheric instability. Humidity analysis is conducted to observe water vapor, streamline analysis to observe air mass orientation, relative vorticity to observe vertical movement, and (Convective Available Potential Energy) CAPE index analysis to observe the level of Cumulonimbus accreation potential. Furthermore, a comparison is made with lightning data that has been processed into a map of lightning distribution. The analysis results show an increase in Cumulonimbus cloud growth caused by energy derived from the vast supply of water vapor, the presence of convergence patterns, as well as strong vertical air movement. A comparison with the map of the lightning distribution shows the frequency of lightning increases as Cumulonimbus cloud increases during the rainy season and transitions.

Keywords : cumulonimbus, humidity, lightning, vorticity

* email : [email protected]

Page 2: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 35

1. Pendahuluan

Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudera, maka Indonesia

dipengaruhi oleh angin muson yang menyebabkan Indonesia mempunyai dua

musim. Monsun barat yang bersifat basah menyebabkan Indonesia mendapat

musim hujan dengan periode bulan Desember Januari Februari (DJF). Sementara

monsun timur yang bersifat kering menyebabkan Indonesia mendapat musim

kemarau, dimana periode terjadinya adalah bulan Juni Juli Agustus (JJA). Jarak

diantara bulan Agustus dan Desember merupakan peralihan atau transisi, yaitu

pada bulan September, Oktober, November.

Saat Indonesia mengalami musim hujan ataupun transisi, peningkatan intensitas

petir banyak terjadi selama periode ini. Petir sangat erat kaitannya dengan awan

Cumulonimbus. Petir adalah fenomena alam yang sering timbul bersamaan

dengan lahirnya awan pembentuk hujan yang disebut awan Cumulonimbus. Awan

Cumulonimbus tidak selalu menghasilkan petir tetapi petir selalu dihasilkan oleh

awan Cumulonimbus. Peningkatan intensitas petir inilah yang mengartikan bahwa

terjadi juga peningkatan pertumbuhan awan-awan Cumulonimbus pada saat

musim hujan dan transisi di sepanjang wilayah Banten.

2. Dasar Teori

2.1 Petir

Menurut Gassing (2012), petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan

dan bumi. Proses terjadinya pemisahan muatan pada awan karena dia bergerak

terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi

dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi

(atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika

perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar. maka akan terjadi

pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk

mencapai kesetimbangan.

2.2 Kelembapan Udara Relatif

Kelembaban udara dalam Lakitan (1994:107) ditentukan oleh jumlah uap air yang

terkandung di dalam udara. Kelembaban relatif dalam Lakitan (1994:107) adalah

perbandingan antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air

pada kondisi jenuh. Umumnya, kelembapan udara relatif dinyatakan dalam

persen.

2.3 Vortisitas Relatif

Menurut Harwood (1981), vortisitas sendiri merupakan suatu medan vektor yang

didefinisikan sebagai curl dari kecepatan yang merupakan ukuran mikro dari

perputaran pada setiap titik dalam fluida. Secara matematis vortisitas dapat

dinyatakan sebagai curl dari kecepatan relatif untuk vortisitas relatif dan curl dari

kecepatan absolut untuk vortisitas absolut.

Page 3: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

36 ISSN : 2477-0477

Vortisitas tergantung pada apakah dia diukur dalam kerangka acuan mutlak atau

dalam kerangka berputar. Vortisitas yang diukur dalam kerangka acuan mutlak

dinamakan vortisitas absolut. Vortisitas yang diukur relatif terhadap bumi

dinamakan vortisitas relatif.

2.4 CAPE (Convective Available Potential Energy)

CAPE adalah jumlah energi yang dimiliki oleh sebuah parsel udara jika diangkat

secara vertikal pada jarak tertentu di atmosfer. CAPE dapat menggambarkan

buoyancy positif dari sebuah parsel udara dan dapat mengindikasikan

ketidakstabilan atmosfer. Peningkatan nilai CAPE umumnya menyebabkan

konveksi semakin kuat sehingga nilai ini dapat digunakan sebagai indeks stabilitas

atmosfer (Ferdiansyah, 2012).

Tabel 1. Ketidakstabilan atmosfer menurut nilai CAPE (Ferdiansyah, 2012)

Nilai CAPE

(JKg-1) Ketidaksabilan Atmosfer

< 500 Energi lemah, tidak memungkinkan terjadi badai

500 -1000 Energi cukup kuat untuk terjadi badai

> 2000 Energi sangat kuat untuk terjadi badai kuat/parah

3. Metode Penelitian

1.1 Area Penelitian

Penelitian ini dibatasi ruang yaitu provinsi Banten dengan koordinat 5º7'50"-

7º1'11" LS dan 105º1'11"-106º7'12" BT yang diperluas menjadi 5o- 9oLS dan 105o

- 109o BT. Penelitian ini dibatasi waktu dimana 1 hari di bulan Januari 2012 yaitu

2 Januari 2012 dan 2 hari di bulan Oktober 2012 yaitu 26 dan 27 Oktober 2012.

Januari digunakan sebagai bulan tengah dari JJA (periode monsun barat) dimana

Indonesia mengalami musim hujan dan Oktober sebagai bulan tengah dari periode

transisi yaitu September Oktober November.

1.2 Data

Data yang digunakan adalah data petir harian, data parameter cuaca dan data

sounding udara atas. Data petir harian didapat dari alat Lightning Detector milik

Subbidang Magnet Bumi dan Listrik Udara BMKG Pusat. Format data mentah

yang dihasilkan oleh Lightning Detector berupa Comma Delimited (.csv). Data

parameter cuaca yang digunakan antara lain kelembapan udara, vortisitas relatif

dan angin, dimana ketiganya berupa data analisis yang diperoleh dari ECMWF

(The European Centre for Medium-Range Weather Forecasts). Sedangkan data

sounding udara atas diperoleh dari website Ogimet.

Page 4: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 37

1.3 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analitik

terhadap hasil data. Hasil data yang disajikan untuk dianalisis dalam tulisan ini

diperoleh dengan mengolah beberapa data parameter cuaca menjadi data model.

Data tersebut antara lain kelembapan udara relatif untuk melihat konsentrasi uap

air, vortisitas relatif untuk melihat gerakan udara vertikal dan streamline angin

untuk melihat pola angin. Tiga parameter tersebut diolah menjadi model

menggunakan aplikasi GrADS untuk selanjutnya dianalisis untuk melihat faktor

regional yang mendukung terjadinya pertumbuhan awan Cumulonimbus terkait

sebaran petir pada periode tanggal penelitian.

Selain itu, digunakan data sounding udara atas yang diolah dengan RAOB untuk

melihat nilai CAPE dalam melihat tingkat potensi pertumbuhan awan. Sedangkan

data petir yang ditampilkan menggunakan software ArcGIS digunakan untuk

melihat pemetaan sebaran petir di sepanjang wilayah Banten sepanjang periode

tanggal penelitian.

2. Hasil dan Pembahasan 4.1 Peta Sebaran Petir

Gambar 4.1. Peta Sebaran Petir tanggal 2 Januari, 26 Oktober dan 27 Oktober 2012

Pada gambar 4.1 pemetaan sebaran petir diperluas hingga Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian tengah walaupun fokus tetap ada wilayah Banten. Pada peta bagian A memperlihatkan sebaran kejadian petir yang mengambil sample 1 hari saat musim hujan yaitu tanggal 2 Januari 2012. Sedangkan pada peta bagian B dan

2 Januari 2012

26 Oktober 2012

27 Oktober 2012

A B

C

Page 5: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

38 ISSN : 2477-0477

C masing-masing adalah sebaran kejadian petir dimana mengambil sample 2 hari saat transisi yaitu tanggal 26 Oktober 2012 dan 27 Oktober 2012. 4.2 Analisis Kelembapan Udara (Relative Humidity) 1) Musim Hujan (2 Januari 2012)

Gambar 4.2 Nilai Relative Humidity lapisan 1000, 850 dan 700 mb pada 2 Januari 2012

Gambar 4.2 menunjukkan kelembapan relatif (RH) pada lapisan 1000 mb (A-D), 850 mb (E-H) dan 700 mb (I-L) bervariasi pada jam 00, 06, 12, dan 18 UTC di wilayah Banten bernilai 50-100% dengan nilai terendah 50% terjadi pada lapisan 700 mb. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pasokan uap air yang mengakibatkan kondisi udara di wilayah Banten pada 2 Januari 2012 bersifat basah dimana berpotensi menjadi energi perbentukan awan-awan Cumulonimbus dimana petir banyak dihasilkan oleh awan ini. 2) Transisi a. 26 Oktober 2012

B C D

E F G H

A

I J K L

B C D A

Page 6: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 39

Gambar 4.3 Nilai Relative Humidity lapisan 1000, 850 dan 700 mb pada 26 Oktober 2012

Gambar 4.3 menunjukkan kelembapan relatif (RH) pada lapisan 1000 mb (A-D), 850 mb (E-H) dan 700 mb (I-L) pada jam 00, 06, 12, dan 18 UTC di wilayah Banten bernilai 60-100% dengan nilai terendah 60% terjadi pada lapisan 700 mb. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pasokan uap air yang mengakibatkan kondisi udara di wilayah Banten pada 26 Oktober 2012 cukup basah sehingga menghasilkan energi untuk tumbuh awan-awan Cumulonimbus dimana petir banyak dihasilkan oleh awan ini. b. 27 Oktober 2012

E F G H

I J K L

B C D

E F G H

A

Page 7: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

40 ISSN : 2477-0477

Gambar 4.4 Nilai Relative Humidity lapisan 1000, 850 dan 700 mb pada 27 Oktober 2012

Gambar 4.4 menunjukkan kelembapan relatif (RH) pada lapisan 1000 mb (A-D), 850 mb (E-H) dan 700 mb (I-L) pada jam 00, 06, 12, dan 18 UTC di wilayah Banten bernilai 50-100% dengan nilai terendah 50 – 60% terjadi pada lapisan 700 mb (I-L). Hal ini menunjukkan besarnya pasokan uap air yang mengakibatkan kondisi udara di wilayah Banten pada 27 Oktober 2012 basah sehingga udara basah ini berpotensi menjadi energi untuk perbentukan awan-awan Cumulonimbus dimana petir banyak dihasilkan oleh awan-awan ini. 4.3 Analisis Vortisitas Relatif

1) Musim Hujan (2 Januari 2012)

Gambar 4.5. Nilai vortisitas relatif di 5 lapisan pada 2 Januari 2012

Gambar 4.5 menunjukkan pola vortisitas pada 2 Januari 2012. Dari pola A-E dapat dianalisis kondisi dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah Banten saat kejadian petir. Pada lapisan 1000, 850, 700, 500 dan 200 mb menunjukkan nilai negatif pada seluruh wilayah Banten dimana nilai negatif pada daerah belahan bumi selatan (BBS) menandakan vortisitas yang kuat. Itu berarti pada setiap lapisan (A-E) terjadi kenaikan massa udara dari lapisan bawah hingga lapisan atas. Gerakan udara vertikal yang kuat tersebut menjadi salah satu pendukung dalam

I J K L

B C

D E

A

Page 8: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 41

pembentukan awan-awan badai (konvektif) yang dapat menghasilkan petir yaitu awan Cumulonimbus. 2) Transisi a. 26 Oktober 2012

Gambar 4.6. Nilai vortisitas relatif di 5 lapisan pada 26 Oktober 2012

Gambar 4.6 menunjukkan pola vortisitas pada 26 Oktober 2012 sehingga dapat di analisis kondisi dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah Banten saat kejadian petir. Dari nilai yang ditunjukkan pola A-E, terlihat adanya perubahan pada setiap lapisan. Pada lapisan 1000 (A) menunjukkan nilai negatif yang terjadi kenaikan massa udara. Sedangkan lapisan 850 mb (B) bernilai positif yang menunjukkan kondisi udara netral. Pada lapisan 700 mb (C) kembali menunjukkan nilai negatif yang menandakan adanya kenaikan massa udara kembali walaupun hanya setengah wilayah Banten (tengah sampai utara). . Lapisan 500 mb (D) juga kondisi netral dengan ditunjukkannya nilai positif yang mendominasi. Sedangkan pada lapisan 200 mb (E) kembali menunjukkan nilai negatif yang berada di perairan sebelah barat hingga barat daya pulau Banten. Jadi, pada 26 Oktober 2012 kenaikan massa udara atau gerakan udara vertikal masih terjadi sampai lapisan atas 200 mb. b. 27 Oktober 2012

B C

D E

A

B C A

Page 9: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

42 ISSN : 2477-0477

Gambar 4.7. Nilai vortisitas relatif di 5 lapisan pada 27 Oktober 2012

Gambar 4.7 menunjukkan pola vortisitas pada 26 Oktober 2012 sehingga dapat dianalisis kondisi dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah Banten saat kejadian petir. Dari pola A-E tersebut terlihat ada perubahan pada setiap lapisan. Pada lapisan 1000 (A) menunjukkan nilai negatif yang berarti adanya kenaikan massa udara yang terjadi. Sedangkan lapisan 850 mb (B) dan 700 mb (C) bernilai positif yang menunjukkan kondisi udara pada lapisan tersebut netral. Pada lapisan 500 mb (D) menunjukkan nilai negatif yang menandakan adanya kenaikan massa udara kembali. Sedangkan pada lapisan 200 mb (E) kondisi udara netral kembali dengan adanya nilai positif. Jadi, tanggal 27 Oktober kenaikan massa udara atau gerakan udara vertikal yang kuat terjadi hanya sampai lapisan atas 500 mb. 4.4 Analisis Angin (Streamline) 1) Musim hujan (2 Januari 2012)

D

00 UTC 06 UTC

12 UTC 18 UTC

B A

E

Page 10: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 43

Gambar 4.8. Pola streamline di 4 (empat) waktu pada 2 Januari 2012

Gambar 4.8 menunjukkan pola streamline pada 2 Januari 2012 dimana terlihat adanya jalur pertemuan angin (konvergensi) di wilayah Banten pada jam 12 UTC (C) dan 18 UTC (D). Konvergensi ini terdapat di wilayah Banten bagian tengah dimana konvergensi memicu banyak massa udara yang terkumpul di daerah-daerah tersebut. Hal ini berpotensi menumbuhkan awan-awan konvektif yang dapat menyebabkan terjadinya cuaca buruk dan petir (Cumulonimbus). 2) Transisi a. 26 Oktober 2012

Gambar 4.9. Pola streamline di 4 (empat) waktu pada 26 Oktober 2012

Pada Gambar 4.9 yang menunjukkan pola streamline 26 Oktober 2012, terdapat angin yang membentuk pola shearline (belokan) yang tajam di wilayah Banten

00 UTC 06 UTC

B A

12 UTC 18 UTC

D C

Page 11: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

44 ISSN : 2477-0477

pada jam 06 UTC (B). Massa udara yang bergerak pada pola ini biasanya mengalami perlambatan kecepatan sehingga memicu banyak massa udara terkumpul di daerah tersebut. Hal ini berpotensi menumbuhkan awan-awan konvektif yang dapat menyebabkan cuaca buruk dan petir (Cumulonimbus). Sedangkan pada jam 12 UTC (C) terlihat adanya daerah pertemuan angin (konvergensi) di sekitar wilayah Banten .Hal ini yang memicu terbentuknya awan-awan konvektif penyebab cuaca buruk dan petir yaitu awan Cumulonimbus. b. 27 Oktober 2012

Gambar 4.10. Pola streamline di 4 (empat) waktu pada 27 Oktober 2012

Pada Gambar 4.9 menunjukkan pola streamline pada 27 Oktober 2012 dimana terlihat adanya daerah pertemuan angin (konvergensi) dari Selat Sunda, Banten hingga Jakarta dari jam 00, 06, 12 UTC (A-C). Jam 00 UTC (A) konvergensi terjadi di Selat Sunda. Jam 06 UTC (B) konvergensi mulai terjadi dari wilayah Banten hingga Jawa Barat. Sedangkan pada jam 12 UTC (C) terjadi konvergensi kembali di wilayah Banten.

00 UTC 06 UTC

12 UTC 18 UTC

B A

D C

Page 12: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

Satriana Roguna dkk 45

4.5 Analisis nilai CAPE

Gambar 4.11. Nilai CAPE pada 2 Januari, 26 Oktober dan 27 Oktober 2012

Dari hasil olahan RAOB diatas, nilai CAPE pada tanggal 2 Januari 2012, 26 Oktober 2012 dan 27 Oktober 2012 masing-masing mencapai 1229 Joule/Kg, 1357 Joule/Kg dan 2371 Joule/Kg. Nilai CAPE >1000 berarti dapat berpotensi terjadinya Thunderstorm dan nilai CAPE > 2000 berarti dapat berpotensi terjadinya Thunderstorm yang sangat kuat. Awan-awan konvektif pada kejadian Thunderstorm adalah awan Cumulonimbus. Itu berarti nilai CAPE pada tanggal 2 Januari 2012 dan 26 Oktober 2012 menunjukkan tingkat potensi pertumbuhan awan Cumulonimbus cukup tinggi sedangkan 27 Januari 2012 sangat tinggi. 4. Kesimpulan Hasil analisis dinamika atmosfer terkait sebaran petir baik pada tanggal 2 Januari 2012 (Musim Hujan) dan tanggal 26-27 Oktober (Transisi) dilihat dari nilai – nilai dari Kelembapan Relatif (RH), Vortisitas Relatif, Angin, dan indeks CAPE menunjukkan wilayah Banten memiliki udara yang cukup basah karena konsentrasi uap air yang banyak di atmosfer menjadi energi dalam pertumbuhan awan Cumulonimbus, nilai vortisitas yang negatif di wilayah Banten mengindikasikan terjadi kenaikan massa udara yang cukup kuat mendukung pertumbuhan awan Cumulonimbus, terdapatnya pola angin berupa belokan tajam (shear) dan pertemuan angin (konvergensi) di wilayah Banten mengakibatkan massa udara banyak terkumpul dan memicu pertumbuhan awan-awan konvektif seperti Cumulonimbus dan nilai CAPE yang besarnya >1000 mengindikasikan bahwa udara cukup labil sehingga potensi pertumbuhan awan-awan konvektif seperti Cumulonimbus pada saat itu cukup besar.

Page 13: ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR …senfa.phys.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/06/7-SATRIANA... · ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER TERKAIT SEBARAN PETIR PADA SAAT MUSIM

46 ISSN : 2477-0477

Ucapan Terima Kasih Saya juga mengucapkan terima kasih untuk Bapak Muhammad Arif Munandar selaku dosen mata kuliah Prediksi Cuaca Numerik yang telah memberi ilmu dan membimbing hingga saya bisa memperoleh ilmu NWP yang sangat berguna ini.

Daftar Pustaka

1. Ferdiansyah, A. 2012. “Potensi Parameter Keluaran Raob (RawinSonde Observation Programs) Sebagai Indikator Kunci Dalam Analisis Curah Hujan”. Bogor: Institut Pertanian Bogor

2. Gassing. 2012. “Analisis Sistem Proteksi Petir (Lighting Performance) Pada Sutt 150 kV Sistem Sulawesi Selatan”. Makassar: Posiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik. Vol 6:1-2

3. Harwood, R. S. 1981. Dynamical Meteorology An Introductory Selection : .Atmospheric Vorticity and Divergence, University of Edinburgh, Methuen London and New York, hlm 33-54

4. Lakitan, Benyamin. 1994. “Dasar-Dasar Klimatologi”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada