8

Click here to load reader

ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

  • Upload
    phungtu

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014 175

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER SPESIALIS DANGAMBARAN FASILITAS KESEHATAN DI RSU PEMERINTAH KABUPATEN/

KOTA INDONESIA (ANALISIS DATA RIFASKES 2011)

DETERMINANTS OF AVAILABILITY OF SPECIALIST DOCTORS AND HOSPITAL FACILITIES INPUBLIC HOSPITAL AT DISTRICT/MUNICIPALITY IN INDONESIA(RIFASKES DATA ANALYSIS 2011)

Heri Priyatmoko1, Lutfan Lazuardi2, Mubasysyir Hasanbasri2

Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan,Kementerian Kesehatan RI.

2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas KedokteranUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRAKLatar Belakang: Permasalahan distribusi dokter spesialismasih merupakan isu yang sampai saat ini masih ada dalamsistem kesehatan di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Faktorlain yang minim perhatian adalah, pembangunan daerahtertinggal yang tidak terintegrasi dengan program kesehatanpusat, tingkat pertumbuhan ekonomi, peningkatan kapasitassistem pelayanan rumah sakit daerah tertinggal, daninfrastruktur rumah sakit, serta peningkatan taraf hidupmasyarakat. Kebijakan terkait hal tersebut diharapkan dapatberkontribusi dalam upaya penyebaran dokter spesialis didaerah terpencil.Tujuan:Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahuideterminan ketersediaan dokter spesialis dan gambaran fasilitaskesehatan di RSU Pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.Metode:Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitikdengan desain cross sectional. Tujuan pendekatan ini adalahuntuk mengetahui determinan ketersediaan dokter spesialisdan gambaran ketersediaan fasilitas RSU Pemerintah dikabupaten/kota Indonesia. Pengujian data dilakukan dengananalisis univariabel, bivariabel, dan multivariabel.Hasil: Hasil analisis bivariabel dengan uji chi squareadahubungan yang bermakna antara level daerah, akreditasi rumahsakit, sistem pengelolaan keuangan rumah sakit, penerapanremunerasi, ketersediaan pelayanan spesialistik, dan PDRBper kapita dengan ketersediaan dokter di RSU Pemerintah,p<0,05. Hasil analisis multivariabel dengan regresi logistikmenunjukkan bahwa RSU Pemerintah yang terakreditasi 12jenis pelayanan berpengaruh paling besar terhadapketersediaan dokter spesialis dengan nilai odds ratio 9,32 (95%CI: 1,2-72,4) nilai p = 0,03, hasil ini signifikan secara statistik.Daerah maju mempunyai pengaruh terhadap ketersediaandokter spesialis di RSU Pemerintah dengan nilai odds ratio2,15 (95% CI: 1,36-,3,39) nilai p = 0,001, hasil ini signifikansecara statistik.Kesimpulan: Pola ketersediaan dokter spesialis mengikutipengembangan sistem kesehatan rumah sakit. Oleh karenanyakebijakan distribusi dokter spesialis harus menyertakanpeningkatan kualitas manajemen dan pelayanan rumah sakitsebagai syarat keberhasilan.

Kata Kunci: Ketersediaan, Dokter Spesialis, Fasilitas PelayananSpesialistik.

ABSTRACTBackground:Indonesia still faces theproblem of unequaldistribution of specialist doctors. The ratio of health workersper 100.000 population has not met the target. In 2008, theratio of health workers to medical specialist per 100.000population amounted to 7,73 compared to the target which is9. Some areas of development in underserved areas, such aslow economic power, lack of hospital system capacity andhospital medical equipment, have been neglected bygovernment. Engagement of stakeholder to improve hospitalquality system is a critical element to contribute to the policy ofspecialist doctors dsitribution, typically to increase the numberof specialist doctors practising in rural and remote areas.Objective: To assess the determinants ofavailability ofspecialist doctors in government/public hospitals and to findout the correlation of variable factors.Methods: A cross sectional design was adopted for thisstudy, in which 7 factors were chosen to assess determinantof availability of specialist doctors using a Health FacilitiesResearch (Rifaskes) conducted Bay the HealthMinistry in 2011and to describe availibility of hospital facilities in the Indonesianpublic hospitals.Results: Bivariate analysis indicated that level of district,hospital accredited, BLU versus Non-BLU, remuneration,hospital facilities, dan GNP significantly affect to the number ofspecialist doctors (p <0,05). Logistic regression indicated thatthe strongest predictors of availibility specialist is accreditedpublic hospital with 12 standard of care (odds ratio 9,32 ; 95%CI: 1,2-72,4) ; p < 0.03). Level of district have significantlyassociated to availibility specialist in public hospital (odds ratio2,15 ; (95% CI: 1,36-3,39) ; p = 0,001).Conclusion: The current study makes an important contributionto the literature in finding the determinants of distribution ofspecialist doctors in public hospital in Indonesia to addressmaldistribution between urban and rural barriers. Additionalresearch is needed to examine preference to choose rurallocation and the incorporation of other retention strategies,such as medical educationinit iatives, community andprofessional support, differential rural fees and alternatefunding models.

Keywords: Availability,specialist doctors, specialistic facilities

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 03 No. 04 Desember 2014 Halaman 173 - 182

Artikel Penelitian

Page 2: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

176 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014

Heri Priyatmoko: Analisis Determinan Ketersediaan Dokter Spesialis

PENGANTARPermasalahan distribusi dokter spesialis masih

merupakan isu yang sampai saat ini masih ada dalamsistem kesehatan di dunia, tidak terkecuali Indone-sia. Negara Indonesia merupakan negara kepulauanterdiri dari pulau-pulau yang tersebar dari Sabangsampai Merauke. Memiliki ciri geografis yang khususantara daerah yang satu dengan daerah yang lainnyadan keadaan sosial ekonomi yang masih menun-jukkan perbedaan yang sangat tinggi. Bersamaandengan kondisi tersebut ternyata desentralisasi be-lum memberi kontribusi dalam menyelesaikan per-masalahan pemerataan dokter spesialis di Indone-sia.

Di Indonesia pengembangan sumber daya ma-nusia merupakan salah satu prioritas dari delapanfokus prioritas pembangunan kesehatan dalam kurunwaktu 2010 – 2014. Penetapan pengembangan sum-ber daya manusia kesehatan sebagai salah satu pri-oritas karena Indonesia masih menghadapi masalahtenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas mau-pun distribusinya. Rasio tenaga kesehatan per100.000 penduduk belum memenuhi target yangditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai de-ngan tahun 2008, rasio tenaga kesehatan untuk dok-ter spesialis per 100.000 penduduk adalah sebesar7,73 dibandingkan dengan target yang ingin dicapaiyaitu 9. Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun2010, ketersediaan tenaga kesehatan di rumah sakitmilik pemerintah, telah tersedia 7.336 dokter spe-sialis. Dengan memperhatikan standar ketenagaanrumah sakit yang berlaku, maka pada tahun 2010masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan dirumah sakit milik pemerintah baik Rumah Sakit Ke-menterian Kesehatan maupun Rumah Sakit Peme-rintah Daerah sejumlah 2.098 dokter spesialis1.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan distri-busi dokter spesialis di kabupaten/kota di Indone-sia yang luput mendapat perhatian Pemerintah Pusatdan Daerah adalah peningkatan taraf sosial ekonomimasyarakat, tingkat pertumbuhan ekonomi, kebijak-an daerah terkait program penyedian dokter spesia-lis di daerah terpencil, sistem kesehatan daerah,pengembangan sistem pelayanan rumah sakit ting-kat kabupaten, dan infrastruktur rumah sakit. Menu-rut2 kesenjangan rural-urban, lemahnya sistem pen-didikan kedokteran, migrasi,public-to-private braindraindankurangnya insentif adalah beberapa faktoryang mempunyai kontribusi terhadap ketidakseim-bangan ketersediaan tenaga kesehatan. Hal senadadikemukakan oleh Wibulpolprasert dan Pengpaibon3”mendeley” : { “previouslyFormattedCitation” :“<sup>3</sup>” }, “properties” : { “noteIndex” : 0 },“schema” : “https://github.com/citation-style-lan-

guage/schema/raw/master/csl-citation.json” }, faktoryang mempengaruhi ketidakseimbangan distribusidokter adalah mulai dari kesenjangan sosial dan eko-nomi, sistem pendidikan kedokteran, insentif, pem-bangunan sistem kesehatan publik dan swasta, sertagerakan sosial, peningkatan keterlibatan sektorswasta dalam pelayanan kesehatan, buruknya pe-ngelolaan desentralisasi, dan meningkatkan distri-busi pendapatan.

Beberapa kondisi yang telah dipaparkan di atassangat berpengaruh pada minat di kalangan tenagakesehatan untuk bekerja di daerah terpencil, salahsatu faktor yang paling menentukan karena insentiffinansial yang ditawarkan kurang memadai4. Perbe-daan pendapatan antara daerah kota dan daerah ter-pencil dapat digunakan sebagai dasar pengambilankebijakan untukmengurangi ketidakmerataan distri-busi geografi tenaga kesehatan. Upaya yang dilaku-kan Pemerintah untuk menarik minat para lulusandari Jakarta untuk bekerja di luar Pulau Jawa adalahdengan memberikan bonus 100% di atasgaji nor-mal5. Di samping masalah pemberian insentif yangbelum memadai, masalah kondisi tempat tinggalyang masih minim perhatian, peningkatan fasilitasrumah sakit dan manajemen rumah sakit yang burukdiyakini sebagai demotivator dokter spesialis untukbekerja di daerah terpencil6.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitik dengan desain non eksperimental(crosssectional survey). Tujuan pendekatan ini adalah un-tuk mengetahui determinan ketersediaan dokter spe-sialis dan gambaran ketersediaan fasilitas kesehatandi RSU Pemerintah kabupaten/kota Indonesia.Sehingga dapat diketahui faktor yang mempunyaiperan besar dalam penyelesaian permasalahanpenyebaran dokter spesialis di Indonesia.

Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampaidengan Mei 2014. Penelitian ini menggunakan dataRifaskes 2011 yang dilaksanakan pada 33 propinsidi Indonesia yang merupakan cakupan survei ber-skala nasional.Unit analisis dalam penelitian iniadalah RSU Pemerintah di kabupaten/kota Indone-sia dan subyek penelitian ini adalah dokter spesialis4 dasar dan 4 penunjang yang bekerja di RSUPemerintah seluruh Indonesia.

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitianberupa kuisioner yang berisi data-data pendukunguntuk mendapatkan variabel yang dikehendaki. Ins-trumen yang digunakan merupakan daftar pertanyaanpada Rifaskes 2011.

Analisis univariabel dilakukan untuk melihat fre-kuensi dan distribusi variabel bebas dan variabel

Page 3: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014 177

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

terikat. Tabel distribusi frekuensi dan persentase daritiap-tiap variabel digunakan untuk menggambarkanproporsi karakteristik subyek penelitian denganmelakukan pengkategorian variabel yang dianalisis.Analisis bivariabel dilakukan dengan melihat hu-bungan ketersediaan dokter spesialis RSU Peme-rintah dengan variabel bebas yang ada. Analisis yangdigunakan adalah uji chi square. Analisis multivariabelmenggunakan regresi logistik sederhana yang bertu-juan untuk menganalisis secara bersama-sama se-hingga masing-masing variabel independen berinter-aksi satu sama lain sehingga dapat diketahui variabelindependen yang memiliki pengaruh besar terhadapvariabel dependen.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANKarakteristik responden penelitian

Sebaran jumlah RSU Pemerintah berdasarkanregional wilayah Indonesia terlihat seperti pada Tabel1 di bawah ini.

Dari Tabel 1 di atas menunjukkan 26,76 % RSUPemerintah masih mengalami kekurangan jumlahdokter spesialis (dokter spesialis 4 pelayanan spe-sialistik medik dasar dan 4 pelayanan spesialistikpenunjang), 73,24 % RSU Pemerintah sudah memilkijumlah dokter spesialis yang cukup.

Proporsi RSU Pemerintah yang berada di daerahtertinggal masih cukup rendah dibandingkan dengandaerah yang sudah maju yaitu sebesar 23,62 %sedangkan di daerah maju proporsi RSU Pemerintahsebesar 76,38 %. Hal ini menunjukkan bahwa seba-gian besar pembangunan infrastruktur termasuk RSUPemerintah masih banyak terdistribusi di daerahyang sudah maju.

Terdapat RSU Pemerintah yang belum terakre-ditasi sebesar 50,20 %. Berarti lebih dari setengahjumlah RSU Pemerintah di Indonesia pelayanan ke-sehatannya belum terstandar mutunya. Untuk RSUPemerintah dengan akreditasi 5 jenis pelayanansebesar 31,24 %, diikuti dengan RSU Pemerintah

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Variabel PenelitianNo Karakteristik Kategori Jumlah Persentase 1. Ketersedian Dokter spesialis RSU Pemerintah Dokter Sp. < 4

Dokter Sp. > 4 179 490

26,76 73,24

2. Level daerah

Daerah tertinggal Daerah maju

158 511

23,62 76,38

3. Klasifikasi rumah sakit

RS Kelas B RS Kelas C RS Kelas D

145 323 201

21,67 48,28 30,04

4. Status Akreditasi

Tidak terakreditasi Terakreditasi 5 jenis

336 209

50,20 31,24

pelayanan Terakreditasi 12 jenis

72

10,76

pelayanan Terakreditasi 16 jenis pelayanan

52

7,77

5. Pola pengelolaan keuangan RS

Non BLU BLUD BLU Pusat

412 243 14

61,58 36,32 2,09

6. Penerapan sistem remunerasi

Ada, dokumen (+) Ada, dokumen (-) Tidak

221 62 386

33,03 9,27 57,70

7. Ketersediaan layanan kebidanan dan kandungan Ketersediaan layanan anak Ketersediaan layanan bedah Ketersediaan layanan penyakit dalam Ketersediaan layanan anastesi dan reanimasi Ketersediaan layanan laboratorium Ketersediaan layanan radiologi Ketersediaan layanan rehabilitasi medik

Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak

655 14 597 72 598 71 582 87 382 287 649 20 631 38 491 178

97,91 2,09 89,24 10,76 89,39 10,61

87 13

57,10 42,90 97,01 2,99 94,32 5,68 73,39 26,61

8. PDRB per kapita

Rendah Tinggi

505 164

75,49 24,51

Page 4: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

178 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014

Heri Priyatmoko: Analisis Determinan Ketersediaan Dokter Spesialis

dengan akreditasi 12 jenis pelayanan sebesar 10,76,dan RSU Pemerintah dengan akreditasi 16 jenispelayanan sebesar 7,77 %.

Sebagian besar RSU Pemerintah yang telahmemiliki pelayanan kebidanan dan kandungan de-ngan persentase mencapai 97,91 %, ketersediaanpelayanan anak 89.49 %, ketersediaan pelayananbedah 89.64 %, ketersediaan pelayanan penyakitdalam 87 %, ketersediaan pelayanan anastesi danreanimasi masih tergolong sedikit dibandingkan pela-yanan kesehatan yang lain yaitu sebesar 57,10 %,

ketersediaan pelayanan laboratorium 97,01 %, keter-sediaan pelayanan radiologi 94,32 %, Ketersediaanlayanan rehabilitasi medik 73,39.

Hubungan Variabel Bebas denganKetersediaan Dokter Spesialis RSU Pemerintah

Tabel 2 di bawah memperlihatkan hasil analisisdengan menggunakan uji chi square menunjukkanadanya hubungan yang bermakna antara keterse-diaan dokter spesialis di RSU Pemerintah denganlevel kabupaten dengan nilai p=0,000. Artinya pada

Tabel 2. Hasil analisis X2 hubungan antara level kabupaten, klasifikasi rumah sakit, status akreditasi rumahsakit, pola pengelolaan keuangan rumah sakit, penerapan sistem remunerasi, ketersediaan pelayananan

spesialistik, dan PDRB per kapita dengan ketersediaan dokter spesialis

Variabel Kategori

Ketersediaan Dokter Sp. RSU Pemerintah p X2 Kurang Cukup

n(%) n(%) Ketersediaan pelayanan Kebidanan dan kandungan

Ada Tidak Anak Ada Tidak Bedah Ada Tidak Penyakit Dalam Ada Tidak

171 (26,11)

8 (57,14)

130 (21,78) 49 (68,06)

122 (20,40) 57 (80,28)

121 (20,79) 58 (66,67)

484 (73,89) 6 (42,86)

467 (78,22) 23 (31,94)

476 (79,60) 14 (19,72)

461 (79,21) 29 (33,33)

0,009

0,000

0,000

0,000

6,74

70,22

116,11

81,28

Anastesi dan Reanimasi Ada Tidak

63 (16,49)

116 (40,42)

319 (83,51) 171 (59,58)

0,000

47,87

Laboratorium

Ada Tidak Radiologi Ada Tidak Rehabilitasi Medik Ada Tidak

167 (25,73)

12 (60)

152 (24,09) 27 (71,05)

86 (17,52) 93 (52,25)

482 (74,27)

8 (40)

479 (97,76) 11 (28,95)

405 (82,48) 85 (47,75)

0,001

0,000

0,000

11,62

40,33 80,41

Ciri RS: 1. Klasifikasi Rumah Sakit

RS Tipe B RS Tipe C RS Tipe D

1 (0,69)

63 (19,50) 115 (57,21)

144 (99,31) 260 (80,50) 86 (42,79)

0,000

154,08

2. Status Akreditasi

Tidak terakreditasi Terakreditasi 5 jenis pelayanan Terakreditasi 12 jenis pelayanan Terakreditasi 16 jenis pelayanan

149 (44,35) 29 (13,88) 1 (1,39)

0

187 (55,65) 180 (86,12) 71 (98,61) 52 (100)

0,000

113,37

3. Pola pengelolaan keuangan rumah sakit

BLU Pusat BLUD Non BLU

1 (7,14) 32 (13,17)

146 (35,44)

13 (92,86) 211 (86,83) 266 (64,56)

0,000

41,48

4. Penerapan Sistem remunerasi

Ya, Dokumen (+) Ya, Dokumen ( -) Tidak

52 (23,53) 16 (25,81)

111 (28,76)

169 (76,47) 46 (74,19) 275 (71,24)

0,37

1,99

Karakteristik Daerah Level Daerah

DaerahTertinggal Daerah Maju

79 (50)

100( 19,57)

79 (50)

411 (80,43)

0,000

57,03

PDRB per kapita Rendah Tinggi

150 (29,70) 29 (17,68)

355 (70,30) 135 (82,32)

0,003

9,12

Keterangan : Signifikansi (p<0,05)

Page 5: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014 179

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

daerah maju memiliki probabilitas lebih tinggi memi-liki ketersediaan dokter spesialis yang cukup diban-dingkan dengan daerah tertinggal.

Ciri Rumah SakitAda hubungan yang bermakna antara keterse-

diaan pelayanan spesialistik dengan ketersediaandokter spesialis di RSU Pemerintah. Pada RSU Pe-merintah yang telah memiliki ketersediaan pelayananspesialistik memiliki probabilitas yang lebih besarangka kecukupan dokter spesialis di RSU Pemerin-tah dibandingkan dengan RSU Pemerintah yang be-lum mempunyai pelayanan spesialistik. Gaji bukansemata-mata faktor penting bagi tenaga kesehatanmemutuskan di mana ia harus bekerja. Mutu fasilitaskesehatan yang baik dan dukungan dari pimpinanyang baik sangat mempengaruhi dalam menentukanpilihan di mana ia akan bekerja. Kelayakan fasilitaspelayanan dan dukungan manajemen memiliki hu-bungan yang kuat dengan preferensi pekerjaan. Stra-tegi tepat pada level fasilitas kesehatan untuk mena-rik minat tenaga kesehatan bekerja di daerah terting-gal, peningkatan infrastruktur fasilitas dan manaje-men peningkatan fasilitas, sebagian sangat mengun-tungkan secara cost effective7. kondisi tempat kerjayang buruk sebagai demotivator yang umum dialamidi suatu instansi6.

Terdapat hubungan yang bermakna antara kecu-kupan tenaga dokter spesialis dengan status akredi-tasi rumah sakit. Rumah sakit dengan status akredi-tasi yang lebih rendah memiliki kemungkinan lebihbesar terjadi kekurangan dokter spesialis di rumahsakit dibandingkan dengan RSU Pemerintah yangmemiliki status akreditasi rumah sakit yang lebihtinggi di atasnya. Hasil uji chi square menunjukkanhubungan yang bermakna dengan nilai p = 0,000.

Model Regresi Logistik Ketersediaan DokterSpesialis RSU Pemerintah

Analisis multivariabel dilakukan untuk menilaipengaruh variabel independen terhadap ketersediaandokter spesialis di RSU Pemerintah. Pengujian dila-kukan dengan menggunakan analisis regresi logistik.

Pada Tabel 3 pada kolom terakhir pada variabeldependen, menunjukkan daerah maju mempunyaipengaruh terhadap ketersediaan dokter spesialis diRSU Pemerintah dengan nilai odds ratio 2,15 (95%CI: 1,36-,3,39) nilai p=0,001, hasil ini signifikan seca-ra statistik. Karena ketertinggalan dan masih teriso-lasinya akses pembangunan di daerah tertinggal,sehingga terpaut jauh dengan daerah lain yang sudahmaju. Bentuk kerja sama yang terjalin antara pihakyang berwenang baru pada tataran pembuat kebijak-an, implementasi di lapangan masih menemukan

kendala. Belum terjalinnya koordinasi antar lembagadalam menyelesaikan masalah di daerah terpencilkarena masing-masing lembaga bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan bidangnya masing-masing.Peran koordinasi belum dimanfaatkan secara maksi-mal oleh lembaga yang ada sebagai koordinator da-lam pengentasan permasalahan yang ada. Dalamhal ini fungsi peran ini dapat diambil oleh KementerianPercepatan Daerah Tertinggal yang mempunyai ke-wenangan yang kuat untuk melakukan koordinasipada tingkat daerah. Hal tersebut senada denganhasil evaluasi internal yang telah dilakukan sendirioleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggalyang tercantum dalam Rencana Strategis8, antaralain adalah koordinasi antar pelaku pembangunandi daerah tertinggal masih lemah, karena belumdimanfaatkannya kerja sama antar daerah tertinggalpada aspek perencanaan, penganggaran, dan pelak-sanaan pembangunan. Tindakan afirmatif kepadadaerah tertinggal belum optimal, khusunya aspekkebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksana-an, koordinasi, dan pengendalian pembangunan,aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusatpertumbuhan wilayah masih rendah khususnya ter-hadap sentra-sentra produksi dan pemasaran karenabelum didukung oleh sarana dan prasarana angkutanbarang dan penumpang yang sesuai dengan kebu-tuhan dan karakteristik daerah tertinggal.

Kementerian PDT menargetkan hingga tahun2014 pemerintah bisa menggenjot pembangunandengan meningkatkan sarana dan prasarana daerah,infrastruktur dasar pendidikan, kesehatan, air, jalan,dan konektivitas antarpulau9.

Daerah tertinggal memiliki tingkat ketersediaandokter spesialis yang rendah (16,12%) dibandingkandengan daerah yang telah dinyatakan maju. Ini me-nunjukkan daerah tertinggal memiliki daya tarik yangrendah bagi tenaga dokter spesialis yang ingin ber-kerja di daerah tersebut. Di beberapa negara kayamaupun miskin dilaporkan bahwa proporsi tenagakesehatan lebih besar di daerah urban dan daerahyang kaya. Di Negara Nicaragua sekita 50% tenagakesehatan terkonsentrasi di Managua sebagai ibukota negara tersebut2.

Fakta-fakta tersebut di atas dapat ditafsirkansebagai kenyataan bahwa sektor kesehatan di In-donesia dipengaruhi secara kuat oleh mekanisme.Indonesia sebagai negara miskin mempunyai tan-tangan: bagaimana kebijakan pemerintah menanganisektor kesehatan yang didominasi mekanismepasar10.

RSU Pemerintah yang terakreditasi 12 jenis pe-layanan berpengaruh paling besar terhadap keterse-diaan dokter spesialis RSU Pemerintah dengan nilai

Page 6: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

180 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014

Heri Priyatmoko: Analisis Determinan Ketersediaan Dokter SpesialisTa

bel

3.

Has

il an

alis

is R

egre

si L

og

isti

k an

tara

Lev

el K

abu

pat

en,

klas

ifik

asi

rum

ah s

akit

, st

atu

s ak

red

itas

i ru

mah

sak

it,

po

la p

eng

elo

laan

keu

ang

an r

um

ah s

akit

,p

ener

apan

sis

tem

rem

un

eras

i, k

eter

sed

iaan

pel

ayan

anan

sp

esia

list

ik,

dan

PD

RB

per

kap

ita

den

gan

ket

erse

dia

an D

okt

er S

pes

iali

s P

elay

anan

Med

ik D

asar

Var

iab

el

Do

kter

Sp

. Pen

yaki

t D

alam

D

okt

er S

p. B

edah

D

okt

er S

p. A

nak

D

okt

er S

p. k

ebid

anan

d

an k

andu

ng

an

Tota

l Do

RS

U P

emO

R (

95%

CI)

p v

alue

O

R (

95%

CI)

p v

alue

O

R (

95%

CI)

p v

alue

O

R (

95%

CI)

p v

alue

O

R (

95%

CL

evel

Dae

rah

D

aera

h Te

rtin

ggal

Dae

rah

Maj

u

2,41

(1,

44-4

) 0,

001

2,

3 (1

,38

-3,8

2) 0

,001

2

(1,2

6-3,

16)

0,00

3

1,6

(0,9

5-2

,69)

0,0

7 2,

15 (

1,36

Kla

sifi

kasi

RS

Kel

as B

Kel

as C

Kel

as D

1 0,59

(0,

12-2

,87)

0,5

2 0,

2 (0

,04-

1) 0

,05

1

0,46

(0,

12-1

,81)

0,2

7 0,

13 (

0,03

-0,5

5) 0

,005

1 0,27

(0,

06-1

,22)

0,0

9 0,

1 (0

,02

-0,4

4) 0

,003

1 6,47

(3,

9-1

0,7)

0,0

00

1

1 0,12

(0,

010,

02 (

0,00

Sta

tus

Akr

edit

asi

Ti

dak

tera

kred

itasi

Tera

kred

itasi

5 je

nis

pe

laya

nan

Te

rakr

edita

si 1

2 je

nis

pela

yana

n

Tera

kred

itasi

16

jeni

s pe

laya

nan

1 3,45

(1,

85-6

,44)

0,0

00

6,16

(0,

73-5

2) 0

,09

-

1

1,89

(1,

07-3

,33)

0,0

2 - 3,

65 (

0,39

-34)

0,2

5

1 2,3

(1,4

-377

) 0,

001

- -

1 3,27

(1,

73-6

,21)

0,0

00

0,98

(0,

26-3

,76)

0,9

8 1

1 3,13

(1,

9-5

9,32

(1,

2-7

1

Po

la p

eng

elo

laan

ke

uan

gan

ru

mah

sak

it

BLU

Pus

at

B

LUD

Non

BLU

1 1,02

(0,

07-1

4,36

) 0,

98

0,66

(0,

49-8

,88)

0,7

5

1

0,91

(0,

51-1

,6)

0,75

-

1 0,86

(0,

12-6

) 0,8

8 0,

68 (

0,1

-4,5

) 0,

69

1 1,29

(0,

12-1

3) 0

,82

0,89

(0,

09-8

,57)

0,9

2

1 0,68

(0,

060,

44 (

0,04

Pen

erap

an S

iste

m

rem

un

eras

i

Ya,

Dok

umen

(+

)

Ya,

Dok

umen

(-)

1 0,94

(0,

4-2,

18)

0,89

1

1,1

(0,4

7-2

,57)

0,8

2

1 1,42

(0,

65-3

,1)

0,36

1 1,52

(0,

64-3

,59)

0,3

3

1 1,6

(0,7

5-3

Ti

dak

0,97

(0,

56-1

,69)

0,9

4 0,

88 (

0,52

-1,8

7) 0

,65

1,24

(0,

77-1

,99)

0,3

7 1,

01 (

0,59

-1,7

5) 0

,95

1,13

(0,

71K

eter

sed

iaan

pel

ayan

an

Sp

esia

listi

k

Ada

Tida

k ad

a

0,16

(0,

09-0

,30)

0,0

00

0,12

(0,

06-0

,24)

0,0

00

0,24

(0,

13-0

,44)

0,0

00

0,46

(0,

14-1

,53)

0,2

1

PD

RB

Ren

dah

Ti

nggi

1,

23 (

0,65

-2,3

2) 0

,51

1,02

(0,

56-1

,87)

0,9

2 1,

3 (0

,75

-2,2

4) 0

,34

0,65

(0,

36-1

,17)

0,1

5 1,

42 (

0,83

Lo

g li

kelih

oo

d -

220,

86

-232

,36

-269

,85

-2

20,9

3

N

617

58

5 54

5 51

6 K

eter

anga

n :

Sig

nifik

ansi

(p<

0,05

)

Page 7: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014 181

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

odds ratio 9,32 (95% CI: 1,2-72,4) nilai p = 0,03,hasil ini signifikan secara statistik. MenurutSchmaltz11 pada rumah sakit yang terakreditasi me-nunjukkan respon perencanaan yang lebih baik di-bandingkan dengan rumah sakit yang tidak terakre-ditasi. Akreditasi diyakini sebagai prediktor imple-mentasi sistem pelayanan keselamatan pasien. Ru-mah sakit dengan akreditasi yang baik jaminan ada-nya suplai obat-obatan sudah tidak menjadi hambat-an secara bermakna. Salah satu hal yang menjadiconcern dokter spesialis yang bertugas di rumahsakit adalah terlambatnya suplai obat-obatan danketerbatasan alat kesehatan12. Hal ini salah satu ala-san dokter spesialis lebih memilih rumah sakit yangmemiliki akreditasi yang lebih tinggi. Pada saat inirumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut keba-nyakan berada di kota-kota besar dan daerah urban/perkotaan. Itu semua berawal dari kepemimpinankuat13, yang mampu membangun sistem manaje-men rumah sakit sehingga mendapatkan predikatpenilaian akreditasi baik. Jika akreditasi rumah sakitsudah baik, secara otomatis rekrutmen berdasarkankebutuhan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhanrumah sakit.

Standar minimum yang dibuat oleh Pemerintahkecenderungannya dirumuskan sebagai target pen-capaian secara agregat yang harus diperoleh peme-rintah daerah dalam penyelenggaraan layanantertentu 14.

KESIMPULAN DAN SARANSebagian besar dokter spesialis RSU Peme-

rintah berada di Pulau Jawa dan Bali dan daerahmaju. Daerah maju peluangnya lebih besar diban-dingkan dengan daerah tertinggal memiliki cukupdokter spesialis.RSU Pemerintah dengan akreditasi12 jenis pelayanan berpeluang memiliki tingkat keter-sediaan dokter spesialis paling tinggi dibandingkandengan akreditasi lainnya maupun tidak terakredi-tasi. Faktor lain yang berhubungan dengan keterse-diaan dokter spesialis di RSU Pemerintah adalahketersediaan pelayanan spesialistik.

Adanya hubungan antara Produk Domestik Re-gional Bruto (PDRB) per kapita dengan ketersediaandokter spesialis RSU Pemerintah di kabupaten/kota.Sistem remunerasi belum memberikan pengaruh ter-hadap ketersediaan dokter spesialis di RSU Peme-rintah.

SaranPenelitian ini menyarankan bahwa selain insentif

finansial perlu juga memberikan insentif non finansialseperti:tunjangan kesulitan, perumahan, transportasi

gratis, kesempatan liburan gratis ditambah denganpemberian kompensasi inovatif bagi dokter yang ber-tugas di daerah terpencil seperti; peningkatan kondisitempat tinggal bagi tenaga kesehatan dan keluarga,serta menyediakan infrastruktur dan fasilitas seperti;sanitasi, listrik, telekomunikasi, sekolah bagi anak10,penguatan keterampilan manajemen SDM kesehat-an pada tingkat kabupaten/kota dalam mengimple-mentasi strategi retensi12, percepatan akreditasi danpeningkatan kelas rumah sakit di daerah tertinggal,perekrutan yang diinisiasi sendiri oleh tiap-tiap rumahsakit yang didasarkan pada kebutuhan rumah sakit,kebijakan distribusi dokter spesialis tidak hanya con-cern pada mengurangi gap ketidakseimbanganjumlah dokter spesialis di daerah tertinggal akan teta-pi harus dibarengi dengan strategi jangka panjangdengan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakitdan ketersediaan sarana penunjang, percepatan pe-ningkatan status dari daerah tertinggal menjadidaerah maju.

REFERENSI1. Kemenkes RI. Rencana Pengembangan Tenaga

Kesehatan Tahun 2011 – 2025. (2011).2. Dussault, G. & Franceschini, M. C. Not enough

there, too many here: understandinggeographical imbalances in the distribution ofthe health workforce. Hum. Resour. Health4, 12(2006).

3. Wibulpolprasert, S. Inequitable Distribution ofDoctors/ : Can it be Solved?

4. S.R. Mustikowati, Trisnantoro, L. & Meliala, A.Faktor-faktor yang Mempengaruhi PenerimaanPenempatan Dokter Spesialis Ikatan Dinas. J.Manaj. Pelayanan Kesehat.09, 58–64 (2006).

5. Dolea, C., Stormont, L. & Braichet, J.-M.Evaluated strategies to increase attraction andretention of health workers in remote and ruralareas. Bull. World Health Organ.88, 379–85(2010).

6. Malik, A. A., Yamamoto, S. S., Souares, A.,Malik, Z. & Sauerborn, R. Motivationaldeterminants among physicians in Lahore ,Pakistan. BMC Health Serv. Res.10, (2010).

7. Rockers, P. C. et al. Preferences for working inrural clinics among trainee health professionalsin Uganda/ : a discrete choice experiment. BMCHealth Serv. Res.12, 1 (2012).

8. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.Rencana Stategis Kementerian PembangunanDaerah Tertinggal 2010-2014. (2010).

9. Daerah Tertinggal di Indonesia Timur PalingBanyak | -nasional- | Tempo.co. at<http://

Page 8: ANALISIS DETERMINAN KETERSEDIAAN DOKTER … file2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRAK Latar Belakang: Permasalahan

182 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 03, No. 4 Desember 2014

Heri Priyatmoko: Analisis Determinan Ketersediaan Dokter Spesialis

www.tempo.co/read/news/2013/08/28/173508230/Daerah-Tertinggal-di-Indonesia-Timur-Paling-Banyak>

10. Trisnantoro, L. Sistem Pelayanan Kesehatandi Indonesia/: Apakah Mendekati Atau MenjauhiApakah Mendekati Atau Menjauhi. 9 (2006).

11. Schmaltz, S. P., Williams, S. C., Chassin, M.R. & Loeb, J. M. Hospital Performance Trendson National Quality Measures and the Associa-tion With Joint Commission Accreditation. J.Hosp. Med.6, 454 (2011).

12. Bonenberger, M., Aikins, M., Akweongo, P. &Wyss, K. The effects of health worker motiva-

tion and job satisfaction on turnover intention inGhana/ : a cross-sectional study. Hum. Resour.Health12, 1 (2014).

13. Trisnantoro, L. Leadership development andchallenges for health systems strengthening:the case of leaders in Maternal and Child Health.(2013).

14. Dwiyanto, A. Manajemen Pelayanan Publik:Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. 43 (GadjahMada University Press, 2011).

15. WHO. Increasing access to health workers inremote and rural areas through improved reten-tion. (2010).