136
ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN (Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat) NOVITA RANDAN I34070095 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

  • Upload
    vonga

  • View
    309

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

i

ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT

DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN

(Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung Saporkren, Distrik Waigeo

Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat)

NOVITA RANDAN

I34070095

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

ii

ABSTRACT

NOVITA RANDAN. IMPACT ANALYSIS OF MARINE CONSERVATION

AREAS ESTABLISHMENT ON THE FISHERS SOCIO ECONOMIC

CONDITION (In Case of Marine Protected Areas (MPAs) Saporkren Village,

Waigeo Selatan District, Raja Ampat Regency, West Papua ). Under supervision by ARIF SATRIA.

Damage to coastal and marine resources in Indonesia leads to a

conservation effort for ecosystem sustainability. Marine Protected Areas (MPAs)

are established with the aim to protect marine ecosystems within and ensure the

welfare of fishers living around the area. When MPAs are formed it will have an

impact on limiting the rights of fishers and fishers fishing area changes, and also

affect on the catch of fishers and their income. The goals of this research are to, (1) analyze the impact of MPA

establishment against bundles of fishers’s rights, (2) analyze the impact of MPA

establishment towards the income level of fishers. Results show that, (1) the

establishment of MPA causes a change in the second type rights of fishers which

is utilization type, while the access rights, management rights, and exclusion

rights are retained by the fishers, (2) The establishment of marine protected areas

give a positive effect on the income of fishers . Most of the fishers stated that the

catch and their income increased since the establishment of MPA, caused by

major increase of the fish quantity, which allowed fishers catches fish more easily.

Keywords: Marine Protected Areas (MPAs), bundles of rights, fishers response,

revenue

Page 3: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

iii

RINGKASAN

NOVITA RANDAN. ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN

KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI

NELAYAN (Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung Saporkren, Distrik

Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat) (Di bawah bimbingan ARIF SATRIA)

Indonesia dikenal dengan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki

sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah. Jutaan penduduk Indonesia hidup di

wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya dari sumberdaya laut yang ada.

Kesejahteraan masyarakat terjamin apabila kelestarian pesisir dan laut tetap

dijaga, tetapi akan mengancam jika sumberdaya yang dimiliki rusak. Salah satu

upaya yang dianggap dapat menjamin keberlanjutan sumberdaya tersebut adalah

penetapan suatu kawasan konservasi laut.

Kabupaten Raja Ampat adalah salah satu kabupaten bahari yang

wilayahnya terdiri dari ratusan pulau besar dan kecil. Posisinya pada jantung

segitiga karang dunia menjadikan kabupaten ini termasuk dalam salah satu

kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tropis terkaya (CII 2004

dikutip DKP Raja Ampat 2009). Kekayaan keanekaragam hayati yang dimiliki

Kabupaten Raja Ampat menjadi salah satu pendorong upaya perlindungan

sumberdaya laut. Salah satu kegiatan konservasi yang dilakukan adalah

pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dan yang menjadi zona

ini dari KKLD disebut Daerah Perlindungan Laut (DPL). Tujuan pembentukan

suatu kawasan konservasi, dalam hal ini Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah

menjaga ekosistem di dalam laut baik itu karang, ikan, megabenthos, dan hasil

laut lainnya. Jika semua hasil laut dilindungi maka dapat menjamin kesejahteraan

nelayan sebagai pihak yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem tersebut.

Selain itu, ketika DPL dibentuk tentu saja akan berpengaruh pada kondisi sosial

maupun perekonomian para nelayan, untuk mengetahui dampak yang terjadi maka

perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak

penetapan DPL terhadap seperangkat hal (bundles of right) nelayan, dan

dampaknya terhadap tingkat pendapatan para nelayan.

Page 4: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

iv

DPL Yenmangkwan merupakan salah satu DPL yang dikembangkan oleh

Kabupaten Raja Ampat melalui sistem pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Daerah (KKLD), dan berada di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan,

Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Kondisi karang dan ikan karang diharapkan

dapat terjaga bahkan meningkat dengan upaya konservasi melalui pembentukan

DPL. Disamping untuk keberlanjutan sumberdaya pesisir dan lautan, DPL

diharapkan juga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitar, antara lain

berdampak positif terhadap kesejahteraan nelayan.

Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data dari responden dengan

menggunakan kuesioner. Peneliti melakukan survai pada 39 responden terkait

respon mereka terhadap pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

Yenmangkwan. Survai menunjukkan bahwa hampir seluruh nelayan memiliki

respon yang positif terhadap DPL, artinya nelayan menyetujui adanya

pembentukan kawasan tersebut. Hal ini didukung dengan minimnya konflik sejak

pembentukan DPL diantara masyarakat dengan pihak penanggung jawab DPL.

Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) Yenmangkwan dilakukan

pada akhir Tahun 2007, dan sejak saat itu segala aktivitas khususnya aktivitas

menangkap ikan atau hasil laut lainnya. Perubahan tersebut terlihat pada

perubahan hak nelayan, dimana pada tipe hak nelayan yakni hak pemanfaatan

mengalami perubahan, sedangkan hak akses, pengelolaan, dan hak ekslusi tetap

dimiliki para nelayan. Segala aktivitas yang terkait dengan pengambilan hasil laut

dan berenang ataupun penyelaman sangat ditentang untuk dilakukan oleh

siapapun. Hal yang menarik disini adalah walaupun hak pemanfaatan nelayan

mengalami perubahan tetapi tidak menimbulkan konflik skala besar terkait

kepemilikan sumberdaya laut diantara para aktor yang terlibat. Hal ini didasarkan

pada beberapa hal yaitu: 1) sifat pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang

berbasis pada masyarakat lokal; 2) dukungan pemerintah daerah dan kampung

melalui penglegitimasian Perkam DPL Yenmangkwan No.001/DPL/KP-

SPKRN/2010 tentang Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis

Masyarakat; 3) adanya kompensasi dari DKP melalui Coremap II bagi kampung

untuk mendukung penyediaan sarana-prasarana kampun; 4) pengalaman sistem

pengelolaan laut tradisional yakni Sasi yang telah diterapkan masyarakat lokal.; 5)

Page 5: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

v

dukungan positif oleh tokoh-tokoh masyarakat termasuk tokoh agama sebagai

penanggung jawab dari sistem pengelolaan Sasi.

Salah satu tujuan dari pembentukan DPL adalah meningkatkan pendapatan

atau kesejahteraan masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari

lokasi penelitian, hampir seluruh responden menyatakan bahwa sejak

pembentukan DPL, hasil tangkapan dan pendapatan mereka pun bertambah. DPL

dianggap sebagai tempat tabungan ikan, artinya DPL menjadi tempat seluruh ikan

datang untuk berkembang biak dan kemudian akan keluar dari lokasi tersebut

menuju daerah laut di luar zona DPL. Ikan-ikan yang keluar dari lokasi tersebut

kemudian ditangkap oleh para nelayan, dan dinyatakan oleh responden bahwa

ikan di sekitar kawasan DPL mengalami peningkatan kuantitasnya. Artinya bahwa

pembentukan DPL Yenmangkwan di Kampung Saporkren memberikan dampak

positif terhadap hasil tangkapan dan pendapatan nelayan.

Page 6: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

vi

ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT

DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN

(Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung Saporkren, Distrik Waigeo

Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat)

Oleh :

NOVITA RANDAN

I34070095

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi Dan

Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 7: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

vii

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Novita Randan

NIM : I34070095

Judul Proposal

Skripsi

: ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN

KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP

KONDISI SOSIAL EKONOMI NELAYAN

(Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung

Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja

Ampat, Papua Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Arif Satria, SP, M.Si

NIP. 19710917 199702 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS.

NIP. 19550630 198 103 1 003

Tanggal Lulus Ujian :

Page 8: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

viii

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN

KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL

EKONOMI NELAYAN (KASUS DAERAH PERLINDUNGAN LAUT

KAMPUNG SAPORKREN, DISTRIK WAIGEO SELATAN, KABUPATEN

RAJA AMPAT, PAPUA BARAT)“ BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA

SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK

MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN

RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

BOGOR, AGUSTUS 2011

NOVITA RANDAN

I34070095

Page 9: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Novita Randan atau sering dipanggil Novi,

dilahirkan di Nabire, Papua pada tanggal 03 November 1989. Penulis adalah anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Yohanis Randan dan ibu Ruth.

Pendidikan yang telah ditempuh adalah taman kanak-kanak selama satu tahun di

TK Maranatha Nabire pada Tahun 1994 -1995, sekolah dasar selama enam tahun

di SDN Inpres Oyehe Nabire pada Tahun 1995-2001, sekolah menengah pertama

selama tiga tahun di SMPN 01 Nabire pada Tahun 2001-2004, dan sekolah

menegah atas selama tiga tahun di SMAN 01 Nabire pada Tahun 2004-2007.

Kemudian pada Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah IPB (BUD). Penulis merupakan

mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

(SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Penulis mulai mengikuti kegiatan organiSasi diantaranya OSIS dan

Pramuka sejak berada di sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah

atas. Kemudian selama di bangku kuliah, penulis juga aktif dalam UKM Kristen

dan OMDA Papua serta pernah mengikuti beberapa kepanitiaan. Penulis juga

pernah meraih prestasi sebagai juara pertama olimpiade kimia SMA tingkat

Kabupaten, juara harapan dua lomba menyanyi tingkat Kabupaten, dan mendapat

juara dua kategori solo dalam acara festival musik PMK-IPB Tahun 2011.

Penulis memiliki hobi membaca, traveling, dan bernyanyi. Penulis juga

memiliki minat yang besar pada isu-isu pengembangan masyarakat serta kajian

sosial pesisir dan kelautan.

Page 10: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan penyertaan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi berjudul ”ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN

KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP KONDISI SOSIAL

EKONOMI NELAYAN (Kasus Daerah Perlindungan Laut Kampung

Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat)”.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis

pengaruh penetapan kawasan konservasi Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap seperangkat hak (bundles of right) nelayan. Tujuan lainnya ialah untuk

menganalisis pengaruh DPL terhadap tingkat pendapatan nelayan.

Peneliti mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik

dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap

skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2011

Novita Randan

NIM I34070095

Page 11: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis naikkan pada Tuhan Yesus Kristus, karena atas

berkat dan penyertaan-NYA, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan

banyak dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Arif Satria, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang

telah membimbing, memberikan saran, koreksi, pemikiran, dan bantuan

materiil sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan .

2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen ujian petik yang telah

memberikan saran dalam penulisan skripsi penulis.

3. Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, Ms dan. Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku dosen

penguji dalam sidang skripsi penulis yang telah memberikan saran dan

kritikan bagi penulisan skripsi penulis.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat yang telah mengajar dan mendidik penulis.

5. Orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan

perhatian bagi penulis. Sangat mencintai kalian.

6. Seluruh sanak saudara (k’ Markus sekeluarga, k’ Ida sekeluarga, k’ Panus

sekeluarga, k’ Mesak, k’ Feri, k’ Tina sekeluarga, dek Ima, dek Nolin, dek

Silva, om Gunadi sekeluarga) yang telah memberikan dukungan, doa, kasih

sayang, dan perhatian penuh bagi penulis.

7. Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire yang telah memberikan beasiswa

kepada penulis selama menuntut ilmu di IPB.

8. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat (Bpk. Manuel),

Koordinator COREMAP II Raja Ampat (Ibu Meidi), Kabag Litbang

Bappeda, seluruh staff Litbang Bappeda, staff DKP, staff COREMAP II,

Kepala Kampung dan aparat Kampung Saporkren yang telah memberikan

informasi selama penulis melakukan penelitian.

Page 12: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xii

9. K’ Esma, k’ Maurits, k’ Adi, k’ Herlin, k’ Bun, k’ Yuni, k’ Carla, dan k’

Daud sekeluarga yang telah memberikan pertolongan, dukungan, dan

informasi selama penulis melakukan pengumpulan data.

10. Tokoh adat, tokoh agama, dan seluruh masyarakat Saporkren yang bersedia

memberikan informasi dan kesempatan bagi penulis untuk melakukan

penelitian.

11. Bapak Pdt. Daniel S. Koamesakh sekeluarga, Bpk. A. Sinaga sekeluarga,

Bpk. Jeksen Simanjutak sekeluarga, Bpk. Shandy sekeluarga, Bpk. Suhendra

sekeluarga, beserta tim pengerja GBI Ciomas yang tidak dapat disebutkan

satu persatu yang senantias memberi dukungan doa dan memotivasi penulis.

12. Rekan pelayan GBI Ciomas (k’ Nofa, k’ Isak, k’ Dial, k’ Jefri, k’ Rini, k’

Sarah, k’ Bagus, k’ Rheiner, David, Bensa, Connie, Angeline, Glory, Eka,

Beatrick, Ikral, Well, Aftian, Andreas, Anna, Angel, Markus, Frisca, Versi,

Helen, Ovie, Puyun, Dewi, Horas, Devi, Desi, Putri, Susi, dan semua yang

belum sempat disebut satu persatu) yang tak pernah lelah memberikan

motivasi, semangat, kritikan yang membangun, dan doa. Sangat menyayangi

kalian.

13. Sahabatku, Reni dan Leni yang memberikan motivasi, dukungan doa, dan

mau menjadi teman berbagi perasaan dan pengetahuan saat suka maupun

duka. Tak akan pernah terlupakan kebersamaan kita.

14. Teman sepembimbingan (Helmi, Diah, Ume, Yochan, Maya, k’ Ratna) yang

memberi saran dan mau bertukar pikiran dengan penulis.

15. Semua teman KPM 44 yang kurang lebih tiga tahun telah bersama dalam

suka dan duka menjalani aktifitas sebagai mahasiswa yang saling

memberikan semangat, dan kerjasamanya selama ini.

16. Christin dan Vlorent yang mau menjadi sahabat dan tempat mencurahkan isi

hati selama di KPM.

17. Semua teman-teman BUD dari Nabire yang memberikan semangat dan doa.

18. Teman-teman kosan perwira 77 yang mau memberikan dukungan buat

penulis.

Page 13: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xiii

19. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua yang membaca dan semoga

kesuksesan saya dapat membanggakan bagi Tuhan, keluarga, dosen, agama,

teman, dan sahabat-sahabatku.

Bogor, Agustus 2011

PENULIS

Page 14: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Masalah Penelitian ................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3

1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 3

BAB II PENDEKATAN TEORITIS .................................................................. 5

2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................... 5

2.1.1 Konservasi .......................................................................................... 5

2.1.1.1 Manfaat dan Tujuan Penetapan Kawasan Konservasi ............................ 5

2.1.1.2 Penetapan Zona Kawasan Konservasi ....................................................... 6

2.1.2 Daerah Perlindungan Laut .................................................................. 8

2.1.2.1 Pengertian, maksud, dan tujuan pembentukan DPL ............................... 8

2.1.2.2 Manfaat dan Sistem Zonasi Daerah Perlindungan Laut (DPL) ............ 9

2.1.2.3 Proses Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) ...................... 10

2.1.2.4 Penentuan Lokasi dan Ukuran DPL ......................................................... 12

2.1.3 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat ...................... 12

2.1.4 Hak Kepemilikan .............................................................................. 13

2.1.5 Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pesisir ....................................... 15

2.1.5.1 Pendapatan ..................................................................................................... 17

2.1.6 Sikap ................................................................................................ 17

2.2 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 18

2.3 Hipotesis ............................................................................................. 21

2.4 Definisi Konseptual ............................................................................. 21

2.5 Definisi Operasional ............................................................................ 22

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ............................................................ 25

3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................ 25

3.2 Teknik Pengumpulan Data................................................................... 25

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 28

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ............................................... 30

4.1 Kondisi Geografis ............................................................................... 30

4.1.1 Konteks Kabupaten Raja Ampat ....................................................... 30

4.1.2 Konteks Kampung ............................................................................ 31

4.2 Kondisi Demografi .............................................................................. 33

4.2.1 Konteks Kabupaten Raja Ampat ....................................................... 33

4.2.2 Konteks Kampung ............................................................................ 34

Page 15: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xv

4.3 Kondisi Ekonomi................................................................................. 34

4.4 Kondisi Sosial ..................................................................................... 36

4.4.1 Tingkat Pendidikan ........................................................................... 36

4.4.2 Budaya/Tradisi ................................................................................. 37

4.4.3 Kelembagaan Desa ........................................................................... 38

4.5 Potensi Pesisir dan Kelautan ................................................................ 39

4.5.1 Perhubungan ..................................................................................... 39

4.5.2 Sarana dan Prasarana ........................................................................ 39

4.5.3 Sumberdaya Perikanan Tangkap ....................................................... 40

4.5.4 Terumbu Karang............................................................................... 41

4.6 Karakteristik Responden ...................................................................... 41

4.6.1 Jenis Kelamin Responden ................................................................. 41

4.6.2 Tingkat Usia Responden ................................................................... 42

4.6.3 Tingkat pendidikan Formal Responden ............................................. 43

BAB V KAWASAN KONSERVASI LAUT .................................................... 44

5.1 Keanekaragaman Hayati Raja Ampat .................................................. 44

5.1.1 Terumbu Karang............................................................................... 45

5.1.2 Ikan Karang ...................................................................................... 46

5.1.3 Hutan Mangrove ............................................................................... 48

5.1.4 Padang Lamun .................................................................................. 48

5.1.5 Hutan Rawa ...................................................................................... 49

5.1.6 Bahan Galian Tambang .................................................................... 49

5.1.6.1 Nikel ................................................................................................................ 49

5.1.6.2 Minyak Bumi dan Gas ................................................................................ 49

5.2 Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat .................................... 50

5.2.1 KKLD Kepulauan Kofiau-Boo ......................................................... 51

5.2.2 KKLD Misool Timur Selatan............................................................ 52

5.2.3 KKLD Selat Dampier ....................................................................... 53

5.2.4 KKLD Kepulauan Ayau-Asia ........................................................... 54

5.2.5 KKLD Kawe/ Sayang Wayag ........................................................... 55

5.2.6 KKLD Teluk Mayalibit .................................................................... 56

5.3 Daerah Perlindungan Laut (DPL) ........................................................ 57

5.3.1 Sosialisasi Awal Pembentukan DPL ................................................. 58

5.3.2 Survei Lokasi Calon DPL dan Penentuan Lokasi DPL ...................... 59

5.3.3 Penetapan DPL ................................................................................. 59

5.4 Institusi Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut .................................. 60

5.4.1 Batasan Wilayah (Territorial Boundary) ........................................... 60

5.4.2 Peraturan (Rules) .............................................................................. 61

5.4.3 Hak (Rights) ..................................................................................... 62

5.4.4 Kewenangan (Authority) ................................................................... 62

5.4.5 Pengawasan (Monitoring) ................................................................. 63

5.4.6 Sanksi (Sanctions) ............................................................................ 64

BAB VI DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI SOSIAL

NELAYAN ........................................................................................................ 65

6.1 Analisis Stakeholder ............................................................................ 65

6.1.1 Pemerintah Daerah ........................................................................... 65

Page 16: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xvi

6.1.2 Coremap ........................................................................................... 66

6.1.3 Masyarakat ....................................................................................... 69

6.2 Sikap Masyarakat Terhadap Penetapan DPL ........................................ 71

6.3 Dampak DPL terhadap Seperangkat Hak (Bundles of right) Nelayan ... 73

6.3.1 Sebelum adanya DPL ....................................................................... 74

6.3.2 Setelah adanya DPL.......................................................................... 75

6.4 Konflik ................................................................................................ 79

BAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI

NELAYAN ........................................................................................................ 81

7.1 Pola Produksi Nelayan......................................................................... 81

7.1.1 Armada dan Peralatan Tangkap ........................................................ 81

7.1.2 Musim Penangkapan Ikan ................................................................. 83

7.1.3 Lokasi Penangkapan Nelayan ........................................................... 84

7.1.4 Jenis-jenis Hasil Tangkapan.............................................................. 85

7.2 Biaya Investasi .................................................................................... 86

7.3 Biaya Tetap ......................................................................................... 87

7.4 Biaya Variabel ..................................................................................... 88

7.5 Pendapatan dan karakteristik usaha ...................................................... 89

7.6 Hubungan Penetapan DPL Terhadap Pendapatan Nelayan ................... 91

7.6.1 Sebelum Penetapan DPL .................................................................. 92

7.6.2 Setelah Penetapan DPL ..................................................................... 93

BAB VIII PENUTUP ........................................................................................ 98

8.1 Kesimpulan ......................................................................................... 98

8.2 Saran ................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xxi

LAMPIRAN ................................................................................................... .xxv

Page 17: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rezim Kepemilikan Atas Sumberdaya Alam di

Indonesia…………………………………………………

14

Tabel 2. Status Hak Kepemilikan…………………………………. 15

Tabel 3. Jenis Data Primer dan Sekunder yang dikumpulkan di

Lapangan……………………………………………….

26

Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah di Kabupaten Raja Ampat

menurut Distrik…………………………………………..

31

Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Distrik dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Raja Ampat Tahun 2009……………………

33

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Saporkren menurut

Jenis Kelamin……………………………………………

34

Tabel 7. Jumlah dan Kondisi Sarana-Prasarana di Kampung

Saporkren………………………………………………...

39

Tabel 8. Persentase Tutupan Karang menurut Jenis Karang di

DPL Yenmangkwan Tahun 2009………………………..

41

Tabel 9. Total Spesies Terumbu Karang menurut Lokasi di

Kabupaten Raja Ampat…………………………………

46

Tabel 10. Jumlah Ikan Karang Raja Ampat menurut Hasil Survai

CI, TNC, WWF Tahun 2001 dan 2002…………………..

46

Tabel 11. Luas Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja

Ampat…………………………………………………….

50

Tabel 12. Luas Daerah Perlindungan Laut Kabupaten Raja

Ampat………………………………………………….....

57

Tabel 13. Peranan Stakeholders DPL Yenmangkwan Kampung

Saporkren………………………………………………

70

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden menurut Respons

Responden Terhadap Pembentukan DPL………………...

72

Tabel 15. Perbandingan Model Pengelolaan Sasi dan Model

Pengelolaan DPL di Kampung Saporkren……………….

77

Tabel 16. Jumlah Armada Responden menurut Jenis Perahu dan

Status……………………………………………………..

81

Tabel 17. Jenis Alat Tangkap dan Jenis Tangkapan Nelayan 82

Page 18: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xviii

Saporkren ………………………………………………..

Tabel 18. Kalender Musim Tangkap Nelayan Saporkren………….. 83

Tabel 19. Harga Jual Ikan menurut Jenisnya………………………. 85

Tabel 20. Rataan Biaya Investasi Perikanan Responden menurut

Jenisnya………..................................................................

87

Tabel 21. Rataan Biaya Tetap Responden menurut

Jenisnya…………………………………………………..

88

Tabel 22. Rataan Biaya Variabel Responden menurut Jenisnya

Saporkren………………………………………………...

89

Tabel 23. Pendapatan Rata-rata Nelayan Per Bulan………………... 90

Page 19: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Daerah Perlindungan Laut…………………………… 9

Gambar 2. Siklus Pengelolaan Sumberdaya Pesisir……………... 11

Gambar 3. Kerangka Pemikiran…………………………………. 20

Gambar 4. Komponen Analisis Data : Model Interaktif………… 28

Gambar 5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Saporkren……….. 35

Gambar 6 Jumlah Responden menurut Golongan Usia……. 42

Gambar 7 Tingkat Pendidikan Formal Responden……………... 43

Gambar 8. Grafik Dominasi Jenis Famili Ikan di Raja Ampat….. 47

Gambar 9. Tahapan Pembentukan DPL Yenmangkwan Kampung

Saporkren……………………………………………..

58

Gambar 10. Perubahan Wilayah Tangkap Nelayan Saporkren…… 60

Gambar 11. Penangggung Jawab Pengelolaan DPL Raja Ampat…. 66

Gambar 12. Struktur Kelembagaan Coremap Dewan

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir………………….

68

Gambar 13. Seperangkat Hak Nelayan Sebelum dan Setelah

Penetapan DPL Saporkren…………………………....

78

Gambar 14. Penggolongan Responden menurut Tingkat

Pendapatan Rata-rata Kampung Saporkren…………..

91

Gambar 15. Pernyataan Nelayan Atas Hasil Tangkapan……... 93

Gambar 16. Konsep Ekologis DPL Raja Ampat………………….. 95

Gambar 17. Grafik Hasil Tangkapan Per bulan Kampung

Saporkren Tahun 2009……………………………….

96

Page 20: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lokasi Penelitian………………………………. xxv

Lampiran 2. Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi Laut di

Indonesia Tahun 2009………………………….

xxvi

Lampiran 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011…… xxviii

Lampiran 4. Kerangka Sampling……………………………. xxix

Lampiran 5. Daftar Responden……………………………… xxx

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian………………………... xxxi

Page 21: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data Kelautan dan Perikanan Tahun 2009 menunjukkan luas daratan

Indonesia adalah 1,9 juta km persegi, sedangkan luas laut Indonesia adalah 5,8

juta km persegi. Luasan ini terdiri dari luas perairan kepulauan sebesar 2,3 juta km

persegi, luas perairan teritorial 0,8 juta km persegi, dan luas perairan Zona

Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) sekitar 2,7 juta km persegi. Selain itu terdapat

pula 17.504 pulau di Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km (KKP

2009), beserta kekayaan sumberdaya di dalam laut maupun kawasan pesisir.

Kekayaan sumberdaya laut dan pesisir yang dimiliki negara kita Indonesia pun

mendapat tantangan bagi keberlanjutan di masa mendatang, akankah tetap terjaga

kelestariannya atau justru mengalami penurunan atau kerusakan ekosistem di

dalam laut dan pesisir.

Keindahan dan kekayaan sumberdaya baik sumberdaya yang dapat pulih dan

sumberdaya tak dapat pulih yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini menjadi

salah satu pendukung adanya penetapan kawasan konservasi laut. Hal ini

diperkuat dengan salah satu tujuan dari penetapan kawasan konservasi yakni

melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas

sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati, dan melindungi proses-proses

ekologi. Ketika kelestarian sumberdaya alam tercapai dan terjadi keseimbangan

ekosistem maka dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

mutu kehidupan manusia (Undang-Undang Konservasi Hayati Tahun 1990 pasal

3 dikutip oleh Hardjasoemantri 1991). Selain itu, menurut Bengen (2000) dikutip

Putra (2001), tujuan konservasi yaitu melindungi ekosistem dan sumberdaya

alam, agar proses-proses ekologi di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan

tetap dipertahankannya produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi

kepentingan manusia secara berkelanjutan. Demi tercapainya kelestarian

sumberdaya alam laut, maka salah satu langkah yang dianggap tepat adalah

penetapan Kawasan Konservasi Laut (KKL), dengan anggapan bahwa ketika para

pengguna sumberdaya laut dibatasi hak dan wewenangnya atas potensi laut dan

Page 22: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

2

pesisir, maka upaya memperkecil terjadinya kerusakan sumberdaya laut dapat

tercapai.

Kawasan Konservasi Laut (KKL) merupakan kawasan perairan yang

dilindungi, dikelola melalui sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan

sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sistem KKL di

Kabupaten Raja Ampat adalah sistem Kawasan Konservasi Laut Daerah yang

telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27

Tahun 2008 tentang KKLD Raja Ampat dan salah satu zona inti dari KKLD ini

adalah Daerah Perlindungan Laut (DPL). DPL adalah daerah pesisir dan laut yang

dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan

pengambilan sumberdaya laut (Coremap II 2009). Namun menjadi hal penting

yang harus diperhatikan adalah dampak dari penetapan kawasan konservasi laut,

dalam hal ini yakni DPL terhadap masyarakat atau nelayan yang berada di sekitar

kawasan tersebut. Masyarakat pesisir atau nelayan telah menggantungkan hidup

mereka pada sumberdaya laut di sekitar mereka dan telah berlangsung turun

temurun. Artinya bahwa mereka berhak pula mengatur dan mengelola

sumberdaya pesisir dan laut di kawasan konservasi.

Kebijakan penetapan kawasan konservasi yaitu DPL terkadang mengundang

kontroversi, terutama berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan.

Pro dan kontra di kalangan masyarakat pesisir pun terjadi. Sebagian nelayan

beranggapan bahwa dengan adanya Daerah Perlindungan Laut (DPL) akan

berdampak terhadap menurunnya pendapatan nelayan karena tertutupnya sebagian

area penangkapan ikan (fishing ground) mereka dan hak-hak mereka menjadi

terbatas untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut. Tetapi ada pula yang

mendukung penetapan kawasan ini, dengan asumsi akan terjadi keberlanjutan bagi

ekosistem pesisir dan laut, serta akan berpengaruh terhadap kesejahteraan nelayan.

Hal inilah yang akan diteliti dalam penelitian ini, dengan menganalisis bagaimana

dampak yang dirasakan oleh nelayan sekitar kawasan DPL terhadap kondisi sosial

ekonomi nelayan, apakah terjadi peningkatan pendapatan setelah ditetapkannya

DPL ini atau justru mengalami penurunan karena keterbatasan hak, dan apakah

terjadi perubahan hak-hak nelayan atas sumberdaya yang ada.

Page 23: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

3

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, disusunlah dua rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap

seperangkat hak (bundles of right) nelayan?

2. Bagaimana dampak penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap

tingkat pendapatan nelayan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis dampak penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap

seperangkat hak (bundles of right) nelayan.

2. Menganalisis dampak penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap

tingkat pendapatan nelayan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,

diantaranya adalah :

1. Bagi akademisi

Tulisan ini dapat menambah literatur bagi akademisi dalam mengkaji

masalah pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang berkelanjutan dan

dampaknya bagi seperangkat hak nelayan dan tingkat pendapatan nelayan.

2. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsi dalam menyusun

kebijakan-kebijakan yang relevan terhadap penetapan Daerah Perlindungan

Laut dan pengelolaan yang menjamin keberlanjutannya serta secara jelas

mengetahui berdasarkan data kuantitatif tentang manfaat ekonomi

keberadaan KKL bagi masyarakat nelayan setempat.

Page 24: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

4

3. Bagi Masyarakat Pesisir

Penelitian ini diharapkan menjadi pedoman bagi nelayan dalam mengelola

Daerah Perlindungan Laut (DPL) dengan kemampuan dan potensi

masyarakat setempat.

Page 25: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

5

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konservasi

Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk dilakukan dalam melindungi

ekosistem dan sumberdaya adalah dengan menetapkan kawasan konservasi yang

bertujuan melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan, dan meningkatkan

kualitas sumberdaya, melindungi keanekaragaman hayati, dan melindungi proses-

proses ekologi. Kawasan Konservasi Laut (KKL) meliputi; Kawasan Konservasi

Laut Daerah (KKLD), Taman Nasional Laut (TNL), Taman Wisata Alam Laut

(TWAL), Cagar Alam Laut (CAL), Suaka Margasatwa Laut (SML), Daerah

Perlindungan Laut (DPL), dan Suaka Perikanan (SP). Tujuan dari penetapan

kawasan konservasi yang tertera dalam pasal 3 Undang-undang Konservasi Hayati

(UUKH Tahun 1990) yang dikutip oleh Hardjasoemantri (1991) adalah sebagai

berikut:

“Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan

mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia”.

Hingga Tahun 2009, jumlah KKL di Indonesia berjumlah 89 dengan luas

keseluruhan adalah 22.175.609 ha. Jumlah dan luasan Kawasan Konservasi Laut

(KKL) di Indonesia Tahun 2009 secara terperinci dapat dilihat pada lampiran 2.

2.1.1.1 Manfaat dan Tujuan Penetapan Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai

berikut (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001):

1. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi dan integrasi

ekosistem.

2. Meningkatkan hasil perikanan. Kawasan konservasi dapat melindungi

daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan, meningkatkan

kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.

Page 26: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

6

3. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata. Kawasan konservasi dapat

menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata alam yang

bernilai ekologis dan estetika.

4. Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem. Kawasan

konservasi dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat

terhadap ekosistem pesisir dan laut, menyediakan tempat yang relatif tidak

terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang, dan berperan

penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi

laut dan dampak aktivitas menusia terhadap keanekaragaman hayati laut.

5. Memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir. Kawasan

konservasi dapat membantu masyarakat lokal dalam mempertahankan basis

ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan secara

optimal dan berkelanjutan.

Pada pasal empat dari UUKH Tahun 1990 dinyatakan bahwa konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan

kewajiban pemerintah serta masyarakat. Artinya bahwa pengelolaan kawasan

konservasi dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk masyarakat. Namun dalam

kenyataannya, yang lebih berwenang adalah pihak pemerintah baik pusat maupun

daerah yang menyatakan dirinya sebagai pihak yang mencetuskan dan pemilik

kawasan konservasi sedangkan masyarakat terbatas dalam hal pengelolaan.

Mengingat pentingnya kawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan mutu kehidupan manusia secara khusus masyarakat lokal maka

masyarakat juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam kegiatan

konservasi. Hal ini nantinya akan berimplikasi dalam penerapan proses konservasi

yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring.

2.1.1.2 Penetapan Zona Kawasan Konservasi

Sistem zonasi kawasan konservasi adalah pembagian wilayah di dalam

kawasan menjadi zona-zona guna menentukan kegiatan-kegiatan pengelolaan

yang diperlukan secara tepat dan efektif dalam rangka mencapai tujuan

Page 27: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

7

pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya

(DEPHUT 1995 dikutip Manoppo 2002).

Masalah yang penting dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi

adalah menetapkan batas-batas atau zona-zona. Hal ini menjadi penting karena

penentuan zona ini akan menentukan siapa pelaku yang berhak mengelola dan

memanfaatkan bahkan hal ini bisa memicu terjadinya konflik. Menurut Bengen

(2001), secara umum zona-zona di kawasan konservasi dikelompokkan menjadi

tiga zona yaitu:

1. Zona inti atau zona perlindungan: habitat di zona ini memiliki nilai

konservasi yang tinggi oleh karena itu zona ini harus dikelola dengan tingkat

perlindungan yang tinggi serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas

manusia khususnya mengeksploitasi.

2. Zona penyangga: zona ini bersifat lebih terbuka tetapi tetap dikontrol dan

beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Penyangga di

sekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga kawasan konservasi

dari berbagai aktifitas pemanfaatan yang mengganggu dan melindungi

kawasan dari pengaruh eksternal.

3. Zona pemanfaatan: lokasi ini masih memiliki nilai konservasi tertentu tetapi

dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia, dan layak bagi

beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan

konservasi.

Penetapan zonasi di atas hampir berlaku di seluruh kawasan konservasi di

Indonesia walaupun ada kawasan yang memiliki batas zonasi lebih dari ketiga

zona di atas. Ketika penetapan zonasi dilakukan menjadi hal yang penting untuk

diperhatikan adalah komunitas lokal atau masyarakat pesisir yang beroperasi di

zona-zona tersebut. Banyak kasus dilapangan membuktikan, area yang sering

dilalui nelayan lokal harus di ambil dan dijadikan zona terlindungi bahkan nelayan

tersebut tidak boleh melintas atau beroperasi di area tersebut. Padahal area yang

termasuk zona terlindungi merupakan area yang sudah sejak lama mereka

manfaatkan dan kelola. Hal ini lah yang justru menimbulkan konflik, sehingga

ketika penetapan zonasi harus melibatkan peran masyarakat lokal guna

meminimalisir konflik yang akan terjadi.

Page 28: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

8

2.1.2 Daerah Perlindungan Laut

2.1.2.1 Pengertian, maksud, dan tujuan pembentukan DPL

Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah salah satu bentuk pengelolaan

sumberdaya pesisir dan lautan. DPL didefinisikan sebagai area larang ambil (no

take zone area) dan dikelola oleh masyarakat lokal (Coremap II 2009). Daerah

Perlindungan Laut yang yang dikelola oleh masyarakat lokal disebut DPL-BM

(Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat). DPL-BM merupakan daerah

pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari

kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya serta dikelola oleh masyarakat

setempat. Demikian pula kegiatan manusia di dalam kawasan DPL-BM diatur

atau sedapat mungkin dibatasi. Pengaturan, pembatasan, dan larangan kegiatan

tersebut ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam bentuk

peraturan kampung (Coremap II 2009).

Prinsip dasar dari DPL adalah zona larang ambil bersifat permanen dan tidak

untuk dibuka pada waktu-waktu tertentu. Daerah Perlindungan Laut dimaksudkan

untuk :

1. Mengurangi kegiatan bersifat destruktif terhadap sumberdaya laut dan

pesisir, khususnya bagi terumbu karang dan mangrove (Salm et al. 2000

dikutip Setianingsih 2010)

2. Melindungi spesies langka dan habitatnya, serta mempertahankan produksi

perikanan (Salm et al. 2000 dikutip Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

3. Dapat merehabilitasi/menjaga sumberdaya laut akibat aktifitas yang merusak

(Salm et al. 2000 dikutip Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

4. Mengembangkan kegiatan yang dapat meningkatkan

perekonomian/pendapatan bagi masyarakat lokal (Salm et al. 2000 dikutip

Setianingsih 2010; Coremap II 2009)

5. Mendidik masyarakat lokal dalam hal perlindungan laut/konservasi sehingga

dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat

(Coremap II 2009)

DPL secara khusus dapat ditetapkan di suatu kawasan yang aktifitas

perikanannya sudah berlangsung lama dan habitat terumbu karangnya mungkin

Page 29: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

9

mulai rusak oleh aktifitas manusia. Perlindungan terhadap kawasan terumbu

karang dari kegiatan penangkapan ikan dan aktifitas manusia lainnya akan

memberikan kesempatan kepada terumbu karang dan organisme laut lainnya yang

sudah rusak atau binasa untuk kembali hidup dan berkembang biak. Nantinya

kawasan terumbu karang yang kaya nutrisi, menyediakan tempat hidup dan

makanan bagi ikan-ikan untuk hidup, makan, tumbuh, dan berkembang biak.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 1. Daerah Perlindungan Laut

2.1.2.2 Manfaat dan Sistem Zonasi Daerah Perlindungan Laut (DPL)

COREMAP II (2008) menyatakan bahwa manfaat yang dapat diperoleh dari

Daerah Perlindungan Laut diantaranya adalah, (i) meningkatkan hasil tangkapan

perikanan lokal, (ii) keuntungan ekonomis karena pemeliharaan ikan yang lebih

baik, (iii) menciptakan kesempatan kerja, dan (iv) membantu penegakan aturan.

DPL harus memiliki zona inti, yaitu suatu areal yang di dalamnya kegiatan

penangkapan ikan dan aktivitas pengambilan sumberdaya lainnya sama sekali

tidak diperbolehkan (no take zone area). Begitu juga kegiatan yang dapat merusak

terumbu karang di zona inti seperti pengambilan karang, pelepasan jangkar, serta

penggunaan galah untuk mendorong perahu di atas terumbu karang juga dilarang.

Aturan larang ambil sangat penting di zona inti. Namun demikian, keputusan

pelarangan tersebut tergantung pada keinginan masyarakat itu sendiri.

Page 30: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

10

Pada umumnya, DPL-BM memiliki zona inti dan zona penyangga. Zona

penyangga adalah suatu kawasan di sekeliling zona inti yang memperbolehkan

beberapa jenis kegiatan, termasuk penangkapan ikan. Penangkapan yang

diperbolehkan adalah dengan menggunakan cara tradisional seperti memancing,

memanah, dan menggunakan perahu tradisional. Kegiatan penyelaman dengan

menggunakan scuba dan snorkeling juga diizinkan. Sementara itu, kegiatan

penangkapan ikan secara komersil seperti penggunaan perahu berlampu, dan

penggunaan beberapa jenis alat tangkap yang dapat merusak terumbu karang tetap

dilarang dalam zona penyangga ini (Coremap II 2009).

2.1.2.3 Proses Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

Daerah Perlindungan Laut ditetapkan dengan tujuan menjamin keberlanjutan

dari sumberdaya laut dan memberikan kesempatan kepada masyarakat sebagai

pengelola utama. Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM)

dibuat dan ditetapkan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat

melalui suatu peraturan yang disepakati bersama atau kesepakatan kampung.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pembentukan DPL adalah sebagai

berikut (Coremap II 2009):

1. Pengenalan masyarakat dan identifikasi isu

Langkah ini merupakan upaya mengajak masyarakat memahami peran DPL-

BM dan manfaat yang diperoleh. Kemudian mengidentifikasi isu dengan

mengumpulkan data dasar mengenai kondisi desa dan mengidentifikasi isu

utama.

2. Persiapan program DPL-BM

Pada langkah kedua, kegiatan yang dilakukan adalah pendidikan lingkungan

hidup terhadap masyarakat lokal, pelatihan yang bertujuan membangun

kapasitas masyarakat, pemetaan terumbu karang, dan pembentukan

kelompok pengelola DPL-BM.

3. Konsultasi dan pembuatan aturan

Langkah ini dilakukan secara formal dan informal demi mendapatkan

kesepakatan terhadap, lokasi DPL, zona DPL, ukuran atau luasan DPL, hal-

Page 31: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

11

hal yang dilarang dan diperbolehkan dalam zona yang ditetapkan, sanksi dan

kewajiban pengelola, serta rancangan peraturan desa.

4. Persetujuan aturan

Ketika masyarakat dan pihak yang berkepentingan telah bersepakat untuk

membentuk DPL maka selanjutnya adalah membuat persetujuan aturan yang

telah didiskusikan. Aturan desa tentang DPL-BM ditetapkan secara formal

melalui peraturan desa yang didukung mayoritas masyarakat setempat,

ditandatangani oleh pemerintah desa dan lembaga-lembaga perwakilan di

desa dan diteruskan kepada Kepala Kecamatan dan Bupati .

5. Pelaksanaan dan pemantauan

Langkah terakhir yang dilakukan adalah pemasangan tanda batas permanen;

pemasangan papan peraturan dan informasi; peresmian DPL; patroli dan

pemantauan secara rutin; pelaksanaan dan penegakan peraturan DPL; serta

evaluasi.

Secara umum, konsep yang diterapkan oleh Coremap dalam proses

pembentukan DPL-BM adalah mengikuti siklus pengelolaan sumberdaya pesisir,

mulai dari identifikasi isu, persiapan perencanaan, pendanaan dan adopsi formal,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 2. Siklus Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

Page 32: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

12

2.1.2.4 Penentuan Lokasi dan Ukuran DPL

Adapun beberapa syarat penentuan lokasi dan ukuran Daerah Perlindungan

Laut yang digunakan oleh Coremap II Kabupaten Raja Ampat, antara lain adalah

(Coremap II 2008):

1. Kondisi tutupan karang hidup (karang keras dan lunak) dalam kondisi yang

baik (tutupan karang di atas 50 persen)

2. Kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut lainnya cukup tinggi

3. Merupakan terumbu karang “sumber” (source reef)

4. Mencakup 10 persen-20 persen dari keseluruhan habitat terumbu karang

yang ada di wilayah suatu desa

5. Habitat terumbu karang yang mencakup rataan dan kemiringan karang dan

secara ideal memiliki lamun dan habitat mangrove (tetapi tidak harus selalu

memiliki lamun dan mangrove)

6. Suatu kawasan yang diketahui merupakan tempat ikan bertelur

7. Lokasinya masih berada dalam jangkauan penglihatan masyarakat sehingga

mudah diamati dan memudahkan pemantauan serta penerapan aturan yang

berlaku

2.1.3 Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat

Melimpahnya sumberdaya alam pesisir dan laut yang dimiliki Indonesia

tentunya memerlukan strategi pengelolaan yang dapat secara efektif

meningkatkan kuantitas di segala bidang, baik ekonomi masyarakat maupun

konservasi dan kelestarian sumberdaya alam. Upaya tersebut dilatar belakangi

oleh kenyataan bahwa pendekatan dari atas (top down) yang menempatkan

pemerintah sebagai pemegang peran utama, terbukti tidak efektif. Menurut Perez

(1995) seperti dikutip oleh Saad (2003), proses pengelolaan tersebut

mengakibatkan hilangnya sistem masyarakat dan tata nilai yang sudah berlaku

secara turun temurun.

Hal tersebut mendorong para ahli untuk merekomendasikan pengembangan

pengelolaan bersama atau pengelolaan perikanan berbasis masyarakat (community

based fisheries management). Saad (2003) mendefinisikan pengelolaan perikanan

berbasis masyarakat sebagai pembagian tanggung jawab dan otoritas antara

Page 33: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

13

pemerintah setempat dan sumberdaya setempat (local community) untuk

mengelola sumberdaya perikanan. Secara formal dan informal, pengelolaan model

ini diwujudkan dalam bentuk penyerahan hak milik (property rights) atas

sumberdaya perikanan kepada masyarakat. Selain itu menurut Ruddle (1999)

seperti dikutip oleh Ruddle dan Satria (2010), unsur-unsur pengelolaan

sumberdaya perikanan berbasis masyarakat antara lain :

1. Territorial Boundary (batasan wilayah)

2. Rules (peraturan)

3. Authority (kewenangan)

4. Monitoring (pengawasan)

5. Sanctions (sanksi)

2.1.4 Hak Kepemilikan

Ketika berbicara pemanfaatan dan pengelolaan suatu kawasan konservasi

ataupun sumberdaya alam secara umum, maka tidak terlepas dari konteks hak

kepemilikan para pengguna terhadap sumberdaya alam yang akan dimanfaatkan.

Dengan adanya kejelasan akan hak milik seseorang maka akan menentukan dan

membatasi sejauh mana ia dapat mengambil dan mengelola sumberdaya dan juga

dapat menjauhi terjadinya konflik kepentingan atas sumberdaya alam yang

menjadi objek. Hak-hak tersebut akan menentukan status kepemilikan seseorang

atau kelompok atas sumberdaya.

Menurut Ostrom dan Schlager yang dikutip Satria (2009), terdapat lima tipe

hak-hak dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu:

1. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya

yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non

ekstraktif.

2. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan

sumberdaya.

3. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam

pengelolaan sumberdaya.

Page 34: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

14

4. Hak ekslusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh

memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain.

5. Hak pengalihan (alienation right) adalah hak untuk menjual atau

menyewakan sebagian atau seluruh hak kolekif tersebut di atas.

Terkait dengan hak kepemilikan atas sumberdaya, maka penting untuk

diketahui rezim-rezim kepemilikan yaitu akses terbuka (open access), negara

(state property), swasta (private property), dan masyarakat (communal property).

Tabel 1. Rezim Kepemilikan Atas Sumberdaya Alam di Indonesia

Rezim

kepemilikan

Keterangan

Akses terbuka

(open access)

Akses terbuka, tidak ada pengaturan tentang apa, siapa,

kapan, dimana, dan bagaimana terjadinya persaingan

bebas. Pada rezim ini, tragedy of the commons sering

terjadi. Selain itu kerusakan sumberdaya, konflik antara

pelaku, dan kesenjangan ekonomi pun mengikutinya.

Negara (state

property)

Hak kepemilikan berada di tingkat daerah hingga pusat

dan berlaku pada sumberdaya yang menjadi hajat hidup

orang banyak. Pada rezim ini sering terjadi konflik antara

pemerintah pusat dan daerah atau dengan pihak lainnya.

Swasta (private

property)

Hak kepemilikan lebih bersifat temporal atau dalam jangka

waktu tertentu karena izin pemanfaatan yang diberikan

pemerintah. Rezim ini sangat berpotensi menimbulkan

konflik dengan masyarakat setempat dan terjadinya kesenjangan ekonomi.

Komunal atau

masyarakat

Rezim ini ditandai oleh hak kepemilikan yang sifatnya

sudah turun temurun, lokal, dan spesifik. Peraturan yang

ada dibuat berdasarkan pengetahuan lokal dan

pelaksanaannya lebih efektif. Kekurangan rezim ini adalah

lemahnya legitimasi secara formal dari pemerintah atas aturan-aturan lokal yang ada.

Sumber : Satria (2009)

Hak-hak di atas dikategorikan berdasarkan dimiliki atau tidaknya hak

tersebut oleh setiap pemangku kepentingan. Orang yang memiliki hak tersebut

juga diklasifikasikan ke dalam lima kategori, seperti tertera pada tabel dibawah

ini:

Page 35: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

15

Tabel 2. Status Hak Kepemilikan

Hak Milik Owner Proprietor Claimant Authorized

user

Authorized

entrant

Access x x x x x

Withdrawal x x x x

Management x x x

Exclusion x x

Alienation x

Sumber : Ostrom dan Schlager (1996) dikutip Satria (2009)

2.1.5 Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal atau berada di

wilayah pesisir, dan sebagian besar hidupnya bergantung pada kekayaan

sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir. Secara turun temurun mereka

bermata pencaharian sebagai nelayan, pedagang antar pulau, dan lain-lain.

Nikijuluw (2005) menggolongkan masyarakat pesisir dalam dua tipe kelompok

yaitu kelompok non-perikanan (penjual jasa pariwisata, jasa transportasi, dan yang

memanfaatkan sumberdaya non hayati laut dan pesisir) dan kelompok perikanan

(nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan, dan pedagang ikan).

Secara umum, yang menjadi pembeda masyarakat pesisir dengan

masyarakat desa dan kota adalah dari aspek kondisi sosial dan ekonomi mereka

yang umumnya terbelakang (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003). Penyebab

dari kemiskinan masyarakat pesisir dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya

adalah :

1. Tidak adanya akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, dan akses

terhadap pasar (Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

2. Pendapatan yang relatif rendah (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin 2003;

Satria 2002).

3. Kurangnya kelembagaan penunjang (Rahardjo 1996 dikutip Mustamin

2003).

4. Lemahnya insfrastruktur baik sosial, fisik, maupun ekonomi (Rahardjo 1996

dikutip Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

Page 36: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

16

5. Rendahnya tingkat pendidikan dan status kesehatan (Rahardjo 1996 dikutip

Mustamin 2003; Dahuri 2000 dikutip Kamarijah 2003).

6. Kebijakan pemerintah yang berorientasi pada produksi sehingga

menyebabkan tangkap lebih (over fishing) (Tindjbate 2001 dikutip Karim

2005).

Kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi dua macam

yaitu kemiskinan tetap (absolute) dan kemiskinan relatif. Kemiskinan tetap

(absolute) merupakan kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis kemiskinan

(Satria 2002; Ibrahim 2007). Garis kemiskinan pun bermacam-macam bergantung

pada institusi yang mengeluarkan ukurannya, diantaranya :

1. Menurut BPS, kemiskinan dapat diukur dengan cara membandingkan total

pengeluaran penduduk per kapita per bulan terhadap garis kemiskinan yang

berlaku yakni tingkat pengeluaran untuk makanan kurang dari 2100 kalori

(Satria 2002; Ibrahim 2007).

2. Selain itu, Sajogjo menggunakan ukuran pengeluaran konsumsi beras untuk

mengukur kemiskinan. Menurut garis kemiskinan Sajogjo, kategorinya

berdasarkan tingkat pengeluaran setara kilogram beras perkapita pertahun

adalah sebagai berikut (Sajogjo dikutip Satria 2002; Sajogjo 1977 dikutip

Kamarijah 2003) :

a. Sangat miskin : untuk desa adalah 180 kg beras/tahun sedangkan

penduduk dikota adalah 270 kg beras/tahun.

b. Miskin sekali : untuk daerah pedesaan setara dengan 240 kg beras/tahun,

sedangkan penduduk perkotaan setara dengan 360 kg beras/tahun.

c. Miskin : untuk pedesaan adalah 320 kg beras/tahun, sedangkan

perkotaan setara dengan 480 kg beras/tahun.

Ukuran kemiskinan kedua adalah kemiskinan relatif, dimana pengukurannya

dengan membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok pendapatan

lainnya (Satria 2002) atau didasarkan pada pertimbangan individual untuk

meningkatkan tingkat kesejahteraan (Raharto dan Romdiati 2002 dikutip Ibrahim

2007).

Page 37: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

17

Kesejahteraan masyarakat dapat dianalisis berdasarkan data kependudukan,

kesehatan masyarakat, pendidikan, tingkat kelahiran atau fertilitas, kriminalitas,

serta perumahan dan lingkungan (BPS 2001). Sedangkan karakteristik sosial

ekonomi penduduk yang lebih spesifik diperoleh berdasarkan:

1. Konsumsi/pengeluaran/pendapatan.

2. Kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pemukiman.

3. Sosial budaya, kesejahteraan rumah tangga, dan kriminalitas.

2.1.5.1 Pendapatan

Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen

input dan output yang digunakan dalam usaha, serta besarnya keuntungan yang

diperoleh dari suatu usaha. Keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara total

penerimaan (total revenue) dan total biaya (total cost). Apabila penerimaan total

lebih besar dibandingkan dengan biaya total maka usaha tersebut dikatakan

untung, jika sebaliknya usaha tersebut dikatakan merugi (Djamin 1984 dikutip

Lee Won Jae 2010). Adapun formula yang digunakan untuk menghitung

keuntungan usaha adalah :

Keterangan : µ = Keuntungan (rupiah)

TR = Total Penerimaan (rupiah)

TC = Total Biaya (rupiah)

2.1.6 Sikap

Merujuk kepada Thurstone, Rokeach, Baron & Byrne, Myres, dan Gerungan

seperti dikutip Walgito (2003), sikap mengandung tiga komponen yang

membentuk struktur sikap, yaitu:

µ = TR-TC

Page 38: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

18

1. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan,

keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang

mempersepsi terhadap objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang

terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan

rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak

terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu

menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku

seseorang terhadap objek sikap.

2.2 Kerangka Pemikiran

Konservasi adalah salah satu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk

melindungi ekosistem dan sumberdaya hayati. Penetapan suatu wilayah untuk

menjadi Daerah Perlindungan Laut (DPL) dilandasi dua faktor pendorong.

Pertama, adanya kerusakan ekosistem pesisir dan laut seperti kerusakan terumbu

karang, erosi pantai, kerusakan ekosistem mangrove, dan lain-lain. Menurunnya

keanekaragaman hayati pesisir dan laut dapat mengancam keberlanjutan

sumberdaya di masa depan sehingga dibutuhkan upaya untuk menetapkan

kawasan konservasi guna melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi

dan integrasi ekosistem (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001).

Faktor kedua yang menjadi pendorong penetapan DPL adalah sumberdaya alam

yang melimpah. Kekayaan laut Indonesia telah diakui, khususnya di daerah Timur

Indonesia, oleh karena itu untuk menjamin keberlanjutan kelimpahan sumberdaya

tersebut, konservasi diyakini sebagai upaya yang efektif.

Selain tujuan konservasi laut untuk melindungi ekosistem sumberdaya

pesisir dan laut, tujuan lainnya adalah memberikan manfaat sosial ekonomi bagi

masyarakat pesisir atau nelayan (Agardy dan Barr et al. 1997 dalam Bengen

2001). Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat lokal dalam

Page 39: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

19

mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa

lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini juga dipertegas dalam

Undang-undang Konservasi Hayati (UUKH) pasal 3 Tahun 1990 tentang tujuan

dari penetapan kawasan konservasi adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian

sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih

mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

manusia. Namun bagaimana kenyataan di lapangan, itulah yang menjadi fokus

penelitian ini khususnya dampak penetapan DPL terhadap kondisi sosial ekonomi

nelayan sebagai pihak yang telah turun temurun bergantung pada sumberdaya

tersebut.

Nelayan sebagai bagian dari Daerah Perlindungan Laut tentu saja memiliki

hak-hak untuk memasuki kawasan, mengambil, mengolah, menjaga, dan

mendapatkan hasil dari sumberdaya yang ada di dalam DPL. Seperangkat hak

nelayan meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right),

hak pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right). Hak-hak

tersebut telah dimiliki sejak sebelum wilayah pesisir dan laut ditetapkan sebagai

kawasan konservasi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana

seperangkat hak tersebut setelah ditetapkan DPL, apakah mengalami perubahan

atau tidak. Respon masyarakat mengenai keberadaan DPL dan sistem zonasi,

dampak bagi seperangkat hak nelayan dan keuntungan yang didapatkan akan

menjadi pengukuran bagaimana pengaruh penetapan DPL terhadap seperangkat

hak yang dimiliki mereka.

Penetapan DPL tentu saja membentuk sistem zonasi pengelolaan

sumberdaya laut dan akan mempengaruhi hak nelayan dalam memanfaatkan

sumberdaya yang ada. Ketika sistem zonasi ditentukan, maka akan terjadi

perubahan seperangkat hak tersebut, dan akan berpengaruh terhadap hasil

tangkapan dan pendapatan nelayan. Bagaimanakah respon nelayan terhadap

keberadaan DPL dan perubahan sistem zonasi akan menjadi salah satu fokus dari

penelitian ini. Secara umum keterkaitan antar variabel-variabel dapat digambarkan

dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :

Page 40: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

20

Keterangan : Hubungan Pengaruh

Fokus aspek yang dikaji

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Faktor pendorong penetapan kawasan konservasi

Penurunan kuantitas dan

kualitas sumberdaya pesisir

dan laut

Kekayaan sumberdaya

pesisir dan laut

Kondisi sosial ekonomi nelayan

Sebelum Sebelum

Sesudah Sesudah

Kondisi ekonomi

Tingkat Pendapatan

Nelayan

Kondisi Sosial

Seperangkat hak nelayan (bundles Of right)

Hak akses (access right)

Hak pemanfaatan

(withdrawal right)

Hak pengelolaan

(management right)

Hak ekslusi (exclusion right)

Respon nelayan

Tingkat pengetahuan nelayan terhadap

DPL dan perubahan zonasi

Tingkat afeksi nelayan terhadap DPL dan

perubahan zonasi

Penetapan Daerah

Perlindungan Laut (DPL)

Perubahan Zonasi

Page 41: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

21

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap perubahan seperangkat hak (bundles of right) nelayan.

2. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap tingkat pendapatan nelayan.

2.4 Definisi Konseptual

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah konseptual yang digunakan

sebagai pengertian awal beberapa variabel dari penelitian ini. Definisi dari

berbagai variabel yang ada diperoleh melalui pemahaman atas berbagai definisi

dan teori yang terkait dengan variabel tersebut. Istilah-istilah konseptual tersebut

yaitu:

1. Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sebuah areal yang berada di

wilayah pasang surut atau di atasnya, termasuk air yang melingkupinya

beserta berbagai flora, fauna serta peninggalan sejarah dan berbagai bentuk

kebudayaan, yang telah ditetapkan oleh aturan hukum yang berlaku maupun

oleh cara-cara lain yang efektif, dilindungi baik sebagian maupun

keseluruhannya.

2. Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah daerah pesisir dan laut yang dipilih

dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan

pengambilan sumberdaya serta dikelola oleh masyarakat setempat.

3. Pengelolaan kawasan konservasi adalah pengelolaan yang dikelola oleh

pemerintah tetapi tidak menutup kemungkinan dikelola oleh masyarakat

untuk pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya. Pengelolaan ini mencakup kegiatan memanfaatkan kawasan

atau mengambil sumberdaya dalam DPL secara adil dan lestari.

4. Nelayan adalah penduduk lokal yang menggantungkan hidupnya dengan

memanfaatkan sumberdaya yang ada di Daerah Perlindungan Laut (DPL).

Page 42: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

22

5. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang

meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak

pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

2.5 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan

untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi

batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah

tersebut yaitu:

1. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang

meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak

pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

a. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya

yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non

ekstraktif. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan :

Nelayan tidak dapat melintas di lokasi DPL = skor 1= rendah

Nelayan dapat melintas di lokasi DPL = skor 2 = tinggi

b. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan

sumberdaya. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan:

Nelayan tidak dapat mengambil sumberdaya di DPL = skor 1 = rendah

Nelayan dapat mengambil sumberdaya secara bebas = skor 2 = tinggi

c. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam

pengelolaan sumberdaya. Hak pengelolaan dapat diukur dari keterlibatan

masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring, serta

mendapatkan hasil. Pengukuran :

Nelayan tidak terlibat dalam penjagaan DPL dan tidak berhak melarang

siapapun untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 1 = rendah

Nelayan terlibat dalam penjagaan DPL dan berhak melarang siapapun

untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 2 = tinggi

Page 43: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

23

d. Hak ekslusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh

memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain.

Pengukurannya:

Tidak ada = skor 1

Ada = skor 2

2. Respons nelayan adalah tanggapan nelayan atas penetapan DPL dan sistem

zonasi yang dibuat. Pengukurannya melalui aspek kognitif (pengetahuan)

dan aspek afektif nelayan akan keberadaan DPL dan sistem zonasi yang

dibentuk.

a. Tingkat pengetahuan nelayan terhadap DPL adalah pemahaman nelayan

akan keberadaan Daerah Perlindungan Laut dan sistem zonasi. Tingkat

pengetahun nelayan dapat diukur dengan pertanyaan :

i) Nelayan tahu pengertian DPL

ii) Nelayan tahu manfaat dan tujuan DPL

iii) Nelayan tahu aturan dan larangan yang dibuat terkait DPL

iv) Nelayan tahu sanksi-sanksi yang diberikan bagi yang melanggar

aturan-aturan di DPL

Pengukurannya : Tidak = skor 1

Iya = skor 2

b. Aspek afeksi nelayan terhadap DPL dan perubahan zonasi adalah respon

nelayan yang berhubungan dengan rasa setuju atau tidak setuju terhadap

penetapan DPL dan sistem zonasi yang dibentuk. Tingkat afeksi nelayan

terhadap penetapan DPL dan sistem zonasi dapat diukur dengan pernyataan :

i) Penetapan DPL penting untuk keberlanjutan sumberdaya laut

ii) Penetapan DPL tidak membuat nelayan terbatas untuk masuk keluar

kawasan

iii) Penetapan DPL tidak membuat jumlah tangkapan nelayan berkurang

iv) Penetapan DPL tidak membuat perubahan sistem zonasi nelayan

Pengukurannya: Tidak= skor 1

Iya = skor 2

Page 44: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

24

Pengukuran tingkat respons nelayan adalah skor total dari aspek kognitif dan

aspek afeksi responden :

Skor di bawah skor rata-rata = Respons nelayan negatif terhadap

penetapan DPL

Skor di atas skor rata-rata = Respons nelayan positif terhadap penetapan

DPL

3. Pendapatan (TI) nelayan adalah total penerimaan nelayan (TR) dari sektor

perikanan dikurangi total pengeluaran (TC) untuk menunjang kegiatan

perikanan. Ukuran pendapatan ditentukan berdasarkan rata-rata pendapatan

responden dari sektor perikanan di tempat penelitian.

Pendapatan < rata-rata pendapatan = skor 1 = rendah

Pendapatan > rata-rata pendapatan = skor 2 = tinggi

4. Tingkat penerimaan (TR) nelayan adalah jumlah penghasilan secara

keseluruhan yang diperoleh dari kegiatan menangkap ikan di laut. Skala

pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah

Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi

5. Tingkat pengeluaran nelayan adalah jumlah pengeluaran secara keseluruhan

untuk kegiatan melaut. Skala pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah

Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi

Page 45: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

25

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan,

Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat (lampiran satu). Penentuan lokasi

penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa (1)

lokasi ini merupakan salah satu lokasi yang menjadi kawasan konservasi laut

yakni DPL dengan potensi terumbu karang kampung dalam kategori “sedang”, (2)

kampung ini merupakan kampung penyuplai iklan terbanyak ke daerah pusat

administrasi Raja Ampat yaitu Waisai. Penelitian dilakukan pada bulan Maret

sampai dengan April 2011. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal dan

instrumen penelitian, kolokium, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan

analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Adapun

rangkaian kegiatan penelitian tertera pada lampiran tiga.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan metode kualitatif.

Metode kuantitatif menggunakan metode survai dengan instrumen kuesioner

untuk mengumpulkan data penelitian dari sejumlah sampel dalam sebuah populasi

(Singarimbun 2006) terkait pengaruh penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan dan respon masyarakat terhadap

keberadaan DPL. Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh informasi atau

data kualitatif dari subyek penelitian berdasarkan pengalaman sosial mereka

terkait keberadaan DPL. Data deskripif yang berupa kata-kata dari subyek

penelitian dikumpukan dan kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif ataupun

bagan dan grafik. Data kualitatif yang diperoleh dikumpulkan dengan pengamatan

langsung, wawancara mendalam, dan menggunakan dokumen tertulis.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengumpulan data

secara langsung di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner

Page 46: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

26

yang dibagikan kepada respoden dan wawancara kepada informan. Data sekunder

diperoleh melalui dokumentasi dan studi literatur yang berkaitan dengan tujuan

penelitian seperti buku, artikel, skripsi, tesis, dan berbagai karya ilmiah lainnya.

Tabel 3. Jenis Data Primer dan Sekunder yang dikumpulkan di Lapangan

No. Jenis Data Metode/Sumber Data

Data Primer

1. Data sosial dan ekonomi masyarakat Kuesioner dan wawancara

2. Data Stakeholder Wawancara

Data Sekunder

3. Data kependudukan : Jumlah penduduk total

dan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

Kantor desa

4. Data sosial-ekonomi : jenis mata pencaharian,

sarana dan prasarana desa, kesehatan

Kantor desa, Dinas

kelautan dan perikanan,

Bappeda

5. Pedoman/panduan dan peraturan tentang

kawasan konservasi laut di Raja Ampat

Dinas Kelautan dan

Perikanan Raja Ampat

6. Keanekaragaman hayati Raja Ampat Dinas Kelautan dan

Perikanan Raja Ampat

7. Pedoman dan aturan pengelolaan Daerah

Perlindungan Laut (DPL)

Coremap II

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa teknik, diantaranya

adalah:

1. Observasi.

2. Studi literatur serta kajian dokumen-dokumen yang dapat menunjukkan

perubahan ekologis sumberdaya hayati laut, kawasan konservasi (DPL),

model pengelolaan dan dokumen yang menunjukkan kondisi sosial ekonomi

nelayan.

3. Wawancara mendalam kepada para nelayan dan informan dengan

menggunakan pedoman pertanyaan. Data deskriptif berupa kutipan langsung

kata-kata atau tulisan dari informan juga memungkinkan untuk digunakan.

Page 47: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

27

4. Survai dengan instrument penelitian berupa kuesioner. Kuesioner ini

memuat pertanyaan terbuka dan tertutup. Data yang diambil dari penelitian

ini mencakup respon nelayan terhadap penetapan Daerah Perlindungan Laut

(DPL), keterlibatan nelayan dalam perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi

program konservasi, serta pengaruh penetapan DPL terhadap kondisi sosial

ekonomi nelayan di Kampung Saporkren.

5. Diskusi kelompok terarah atau Focussed Group Discussion (FGD) kepada

para nelayan untuk memetakan wilayah penangkapan nelayan sebelum dan

sesudah adanya Daerah Perlindungan Laut (DPL).

Populasi dari penelitian ini adalah keluarga nelayan Kampung Saporkren

yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan aktif menangkap hasil laut.

Berdasarkan data statistik kampung, jumlah keluarga nelayan yang aktif melaut

sebanyak 56 keluarga. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yakni

kepala keluarga nelayan sebagai responden penelitian. Responden adalah nelayan

kecil atau nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap sederhana atau

tradisional. Penentuan responden dalam penelitian dilakukan dengan

menggunakan simple random sampling. Adapun kerangka sampling dalam

penelitian tertera pada lampiran empat. Banyaknya sampel yang digunakan dalam

penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus

Slovin, yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N: Jumlah populasi

e : Nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan (10 persen)

n = N

1+ Ne²

Page 48: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

28

Berdasarkan penjelasan di atas, maka jumlah sampel yang diambil dengan

penggunan rumus Slovin sebanyak 36 orang. Agar hasil penelitian dapat lebih

representatif, peneliti menambah tiga responden dengan asumsi menghindarkan

ketidaktepatan responden dengan kriteria yang telah dibuat. Informan dipilih

secara sengaja (purposive) dengan teknik bola salju (snowball sampling) yang

memungkinkan perolehan informasi dari satu informan ke informan lainnya.

Jumlah informan dalam penelitian ini tidak dibatasi, dengan tujuan untuk

memperkaya informasi mengenai dampak penetapan DPL terhadap aktivitas

nelayan secara khusus bagi pendapatan nelayan. Adapun informan kunci yang

dipilih adalah pihak Pemerintah Desa, Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah,

Lembaga Coremap II Raja Ampat, Tokoh Adat dan Tokoh Agama Kampung

Saporkren, serta aktor-aktor yang terlibat dalam proses pengelolaan DPL di

kampung ini.

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kualitatif yang telah diperoleh akan dianalisis dengan mengacu pada

konsep Miles dan Huberman (1984, 1994 dikutip Miles dan Huberman 2009)

dimana terdapat tiga sub proses analisis data yang saling terkait yaitu reduksi data,

penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Proses ini berlangsung sebagaimana

ditunjukkan oleh gambar 4.

Sumber : Miles dan Huberman (2009)

Gambar 4. Komponen Analisis Data : Model Interaktif

Pengumpulan data

di lapangan

Penyajian data

Kesimpulan

Penggambaran/verivikasi

Reduksi data

Page 49: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

29

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data merupakan penyusunan

informasi yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data ini dalam prakteknya dapat berbentuk teks naratif

ataupun matriks, grafik, jaringan dan bagan. Penarikan kesimpulan berbentuk

pencatatan keteraturan pola-pola yang terjadi, penjelasan, konfigurasi yang

mungkin, alur sebab-akibat, dan proporsi. Ketiga kegiatan analisis dan

pengumpulan data ini merupakan proses siklus dan interaktif. Analisis data

dilakukan secara berlanjut, berulang, dan terus menerus.

Analisis data kuantitatif dilakukan melalui proses pemeriksaan data yang

terkumpul (editing) kemudian dilakukan pengkodean (coding) dengan tujuan

untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap berikut adalah

perhitungan Persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi

deskriptif dengan menggunakan perangkat lunak yaitu SPSS Statistic versi 16.

Page 50: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

30

BAB IV

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

4.1.1 Konteks Kabupaten Raja Ampat

Kabupaten Raja Ampat terletak pada posisi di bawah garis khatulistiwa,

antara 0” 14’ s dan 130” 31’ e. Dengan posisi di bawah garis khatulistiwa, suhu

udara minimum sekitar 24°C, dan suhu udara maksimum sekitar 32,4°C (catatan

Badan Meteorologi dan Geofisika stasion DEO Raja Ampat dikutip BPS Raja

Ampat 2010). Sedangkan kelembaban udara rata-rata tercatat 85 persen dengan

curah hujan tercatat 2458,9 milimeter dan cukup merata sepanjang tahun.

Kepulauan ini berada dibagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia dan

membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta ha. Batas-batas geografis

Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut :

Sebelah barat : Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara

Sebelah utara : Republik Federal Palau, Samudra Pasifik

Sebelah timur : Kota Sorong, Kabupaten Sorong

Sebelah selatan : Kabupaten Seram Utara, Provinsi Maluku

Raja Ampat dideklarasikan sebagai Kabupaten baru pada tanggal 3 Mei

Tahun 2002 berdasarkan UU No. 26 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi,

Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat.

Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong dan termasuk

salah satu dari 14 kabupaten baru di tanah Papua. Kabupaten Raja Ampat terdiri

dari empat pulau besar yaitu Waigeo, Misool, Salawati, dan Batanta, serta 600

pulau-pulau kecil. Selain itu, Kabupaten ini terbagi menjadi 17 distrik dengan

total luas wilayah adalah 6.084,50 km persegi1. Pusat pemerintahan berada di

Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari kota Sorong, dan baru

berlangsung efektif pada tanggal 16 September 2005 (Pemda Raja Ampat 2009).

1 Data statistik Raja Ampat Tahun 2009 dalam Kabupaten Raja Ampat dalam angka 2009

Page 51: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

31

Tabel 4 dibawah ini menggambarkan luas wilayah Kabupaten Raja Ampat

menurut distrik.

Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kabupaten Raja Ampat menurut Distrik

Distrik Luas / area (km²) Persentase (%)

Misool 318, 71 5,24

Kofiau 639,97 10,52

Misool Timur 403,14 6,63

Kep. Sembilan 123,95 2,04

Waigeo Selatan 275,87 4,55

Teluk Mayalibit 207,40 3,41

Waigeo Timur 122,19 2,01

Meosmansar 169,70 2,79

Waigeo Barat 1264,58 20,78

Waigeo Barat

Kepulauan

711,32 11,69

Waigeo Utara 120,10 1,97

Warwabomi 46,70 0,77

Kepulauan Ayau 256,75 4,22

Misool Selatan 469,11 7,71

Misool Barat 203,11 3,34

Salawati Utara 405,49 6,66

Selat Sangawin 345,41 5,68

Jumlah/total 6.084,50 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat (2010)

4.1.2 Konteks Kampung

Kampung Saporkren merupakan salah satu kampung yang terletak di Distrik

Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat dengan luas

wilayah ± 32 Ha. Bentuk topografi daratan pulau berbukit dengan ketinggian 20m

hingga 30m dari permukaan laut sedangkan tekstur pulaunya berpasir. Kampung

Saporkren dapat dijangkau dari pusat pemerintahan yaitu Waisai dengan perahu

bermotor tempel 15 pk selama satu jam dengan jarak enam mil, dan jika dijangkau

Page 52: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

32

menggunakan perahu bermesin katinting2 dapat ditempuh dalam waktu dua jam.

Kondisi kampung ini didominasi oleh sumberdaya laut dan sumberdaya hutan.

Sebelah selatan kampung terdapat laut dan sebelah utara terdapat pegunungan

yang dijadikan masyarakat sebagai lahan perkebunan. Ekosistem daratan dan

lautan keduanya saling mempengaruhi.

Saporkren berasal dari bahasa Biak Berser yaitu “sapor” yang artinya

tanjung dan “kren” yang artinya miring. Jadi Saporkren memiliki arti tanjung

miring. Adapun sejarah terbentuknya kampung dan gambaran berbagai kegiatan

yang berlangsung yang dianggap penting oleh masyarakat lokal adalah sebagai

berikut:

1. Sebelum Tahun 1940 : Saat itu orang kafir yang berdomisili di pulau Urai

dan pemimpin yang terakhir di pulau itu adalah bapak Abraham Mambrasar.

Saat itu pulau tersebut masih berada dibawah pemerintah kampung

Yembeser.

2. Tahun 1942 : Beberapa pemuda dari pulau Urai berkumpul di pulau Friwen

untuk berperang melawan jepang (PD II)

3. Tahun 1945 : Setelah Perang dunia II berakhir mereka kembali menetap di

pulau Urai

4. Tahun 1950-an : Penduduk dari pulau Urai berpindah ke Saporkren dibawah

pimpinan Moses Sauyai (Kepala Dusun I)

5. Tahun 1962 - 1971: Mulai dibangunlah beberapa sarana penting di dusun

Saporkren yaitu sarana pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan sarana

peribadatan (Gereja)

6. Tahun 1973 : Diadakan pemilihan kepala dusun kedua yaitu Philipus

Mambrasar

7. Tahun 1992 : Pergantian status dari dusun menjadi kampung dengan kepala

kampung pertama adalah Melkianus Mambrasar

8. Tahun 2002 : Dilakukan kembali pengangkatan kepala kampung II yaitu

Zadrak Mambrasar

2 Perahu Katingting merupakan perahu tradisional berukuran kecil dengan panjang 4-5 m, lebar 4-

5 m, dan berbahan baku kayu. Perahu ini menggunakan mesin berkekuatan kurang dari 15 PK

dan mengeluarkan bunyi raungan yang berat.

Page 53: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

33

9. Tahun 2005 : Lalu pada tahun ini masuklah program COREMAP di Raja

Ampat

4.2 Kondisi Demografi

4.2.1 Konteks Kabupaten Raja Ampat

Hingga Tahun 2009, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat

adalah 41.860 jiwa, sekitar 52 persen dari total penduduk adalah laki-laki dan

sisanya sebesar 48 persen adalah perempuan.

Tabel 5. Persentase Jumlah Penduduk menurut Distrik dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Raja Ampat Tahun 2009

Kecamatan/

Distrik Laki-laki(%) Perempuan(%) Populasi(%)

Misool 5,60 5,78 5,68

Kofiau 6,42 6,58 6,50

Misool Timur 5,08 4,23 4,68

Kep. Sembilan 5.51 5,88 5,69

Waigeo Selatan 6,66 6,60 6,63

Teluk Mayalibit 4,50 4,38 4,44

Waigeo Timur 4,08 4,23 4,15

Meosmansar 5,59 5,30 5,50

Waigeo Barat 2,96 3,11 3,03

Waigeo Barat

Kepulauan

6,25 6,07 6,16

Waigeo Utara 5,29 5,56 5,42

Warwabomi 3,52 3,37 3,45

Kepulauan Ayau 6,66 6,81 6,73

Misool Selatan 6,31 6,39 6,35

Misool Barat 2,71 2,68 2,70

Salawati Utara 9,60 9,61 9,60

Selat Sangawin 13,29 13,44 13,36

Jumlah/total 100 100 100

Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat (2010)

Page 54: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

34

Hingga Tahun 2009, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat

adalah 41.860 jiwa, dengan jumlah penduduk total laki-laki adalah 21.965 orang

dan jumlah penduduk perempuan adalah 19.895 orang. Tabel 5 menunjukkan

komposisi penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dengan

Persentase laki-laki 52,48 persen dari total penduduk dan persentase perempuan

adalah 47,52 persen.

4.2.2 Konteks Kampung

Berdasarkan data Monografi Kampung Saporkren (2011), jumlah penduduk

pada Tahun 2010 adalah sebanyak 374 orang. Jumlah penduduk laki-laki adalah

212 orang dengan persentase 57 persen, sedangkan jumlah penduduk perempuan

memiliki persentase 43 persen dengan total 162 orang. Jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Saporkren menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

(Jiwa) (Persen)

Laki-laki 212 57

Perempuan 162 43

Total 374 100

Sumber : Data Monografi Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan,

Kabupaten Raja Ampat (2011)

4.3 Kondisi Ekonomi

Pada umumnya, mayoritas masyarakat Raja Ampat dan khususnya

Kampung Saporkren bermukim di daerah pesisir. Hal ini mendorong masyarakat

bermata pencaharian sebagai nelayan, dan dianggap sebagai mata pencaharian

pokok atau utama yang dapat memberikan hasil lebih banyak untuk memenuhi

kebutuhan hidup mereka. Bagi masyarakat Kampung Saporkren dan beberapa

kampung lainnya, laut adalah segalanya bagi mereka karena dari situlah mereka

bisa hidup sehingga membuat masyarakat menggantungkan hidup secara penuh

terhadap hasil-hasil laut, namun, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat

untuk bekerja di ladang ataupun kebun. Jika masyarakat yang bermata

Page 55: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

35

pencaharian sebagai nelayan menghadapi cuaca yang buruk atau yang dikenal

dengan istilah mereka “angin selatan”, maka para nelayan akan berganti profesi

untuk berkebun demi menjamin kehidupan selama cuaca yang buruk terjadi.

Masyarakat Kampung Saporkren rata-rata bekerja sebagai nelayan, mulai

dari anak-anak kecil hingga dewasa telah dianggap sebagai nelayan, sedangkan

sebagian masyarakat bekerja sebagai petani di ladang, sebagaimana diungkapkan

oleh salah satu tokoh adat di kampung ini, PD (65 tahun) bahwa :

“…disini itu semua nelayan, dari anak kecil sampe orang besar juga itu sama-sama kerjanya tangkap ikan, itu karena kami memang anak-anak

laut jadi, kalo berkebun itu hanya sampingan kalau angin kencang di

laut.”

Berdasarkan data Tahun 2010, terdapat 56 kepala keluarga yang berprofesi

sebagai nelayan dan sebanyak 41 kepala keluarga bekerja sebagai petani di

ladang.

Gambar 5. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Saporkren

Pada umumnya nelayan di Raja Ampat, dan khususnya di Saporkren masih

menggunakan alat yang tradisional ketika menangkap ikan ataupun hasil laut

lainnya. Peralatan yang tradisional dan sangat sederhana itu hanyalah seutas tali

nelon dan pancing. Alat-alat itu pun bermacam-macam bentuknya dan berbeda

dalam penggunaannya sesuai dengan jenis ikan yang akan ditangkap oleh mereka.

Para nelayan melakukan aktivitasnya pada pagi hari hingga menjelang sore hari,

setelah itu akan dilanjutkan dengan melakukan penjualan di pusat pemerintahan

yaitu daerah Waisai. Selain menangkap ikan disiang hari, adapula nelayan yang

58%

42%

Mata Pencaharian

Nelayan Petani

Page 56: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

36

mencari ikan pada malam hari dengan menggunakan alat tradisional yang disebut

kalawai3 ataupun memakai sistem akar bore

4.

4.4 Kondisi Sosial

4.4.1 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Saporkren tergolong relatif

rendah karena sebagian besar penduduk yang termasuk usia kerja hanya

menempuh pendidikan hingga tingkat SD. Berdasarkan data terbaru dari balai

kampung dan hasil pengumpulan data di lapangan terhadap responden, golongan

dewasa yang bekerja sebagai nelayan merupakan lulusan SD dan SMP, walaupun

ada beberapa yang merupakan tamatan SMA. Sedangkan anak-anak sekolah di

Kampung Saporkren hingga Tahun 2011 tercatat anak-anak yang menempuh

pendidikan di SMP sebanyak lima orang, pendidikan di SMA sebanyak tiga

orang, bangku kuliah sebanyak dua orang, dan anak-anak lainnya masih

menempuh pendidikan di tingkat SD.

Rendahnya pendidikan di kampung ini disebabkan oleh dua faktor utama,

pertama karena ketidakmampuan orangtua dari segi ekonomi untuk

menyekolahkan hingga jenjang pendidikan yang tinggi. Kedua adalah minimnya

fasilitas pendidikan di zaman dahulu yang kemudian menyebabkan para guru

tidak optimal dalam melaksanakan proses belajar mengajar dan juga minimnya

tenaga kerja yaitu guru. Hingga kini, kampung ini hanya memiliki satu gedung

Sekolah Dasar (SD) dan satu gedung pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai

fasilitas anak-anak Kampung Saporkren untuk menuntut ilmu. Gedung PAUD

baru saja didirikan dengan bantuan dana dari pemerintah yaitu dana bantuan

PNPM, dan sebagian perlengkapan Sekolah Dasar (SD) juga diperlengkapi

dengan dana tersebut. Sedangkan anak-anak Kampung Saporkren yang menuntut

ilmu hingga tingkat SMP dan SMA harus keluar kampung dan menuntut ilmu di

Distrik atau di ibukota Kabupaten yaitu Waisai dengan waktu tempuh dua jam

menggunakan perahu tradisional.

3 Jenis alat tangkap yang berbentuk seperti tombak panjang dengan ujung runcing dan sering

digunakan saat menangkap di malam hari 4 Cara tangkap nelayan dengan menggunakan akar tanaman beracun

Page 57: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

37

4.4.2 Budaya/Tradisi

Kampung Saporkren didominasi oleh etnik asli Raja Ampat, dan hanya

sebagian yang merupakan penduduk pendatang karena adanya ikatan pernikahan

yang membuat mereka menjadi penduduk kampung tersebut. Proses komunikasi

diantara masyarakat berjalan harmonis dan dinamis yang ditandai penggunaan

bahasa lokal (bahasa suku Raja Ampat) sebagai bahasa komunikasi sehari-hari

oleh penduduk baik asli maupun pendatang, tetapi tidak menutup kemungkinan

penggunaan bahasa Indonesia.

Masyarakat di Kampung Saporkren hampir seluruhnya menganut agama

Kristen Protestan, dan hanya satu warga menganut agama Islam. Walau kuantitas

yang tidak seimbang, kampung ini memiliki tenggang rasa yang sangat tinggi

antara kedua agama dan kegotongroyongan yang begitu kuat diantara masyarakat.

Hal ini dapat dilihat ketika ada salah satu warga yang meninggal kemudian warga

yang lainnya datang dan memberi beberapa sumbangan bagi keluarga yang

ditinggalkan seperti gula, kopi, beras, minyak, ikan, uang, dan lain-lain.

Gotong royong dan kerjasama yang sifatnya tradisional sangat melekat di

dalam diri masyarakat Saporkren. Ketika peneliti melakukan penelitian, saat itu

sedang diadakan pembuatan pagar di depan rumah semua warga dengan

menggunakan dana PNPM. Masyarakat bekerjasama untuk melakukannya dan

terkesan menarik karena anak muda dan orangtua hingga lansia ikut bekerjasama.

Kebiasaan lainnya yang menarik dari masyarakat Saporkren adalah ketika akan

mengumpulkan masyarakat. Jika kepala kampung hendak mengumpulkan semua

warganya, cukup dengan meniupkan bia atau kerang besar sebagai tanda kepada

warga untuk berkumpul di rumah kepala kampung. Jika yang akan

mengumpulkan warga adalah pihak gereja maka tanda yang digunakan adalah

membunyikan lonceng gereja, sedangkan rapat dan acara Sosialisasi berkaitan

dengan program lain akan dikumpulkan di pondok informasi dengan

menggunakan bel. Masing-masing berbeda cara dan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan masyarakat.

Kampung ini juga memiliki aturan yang kuat terkait kegiatan di hari sabtu

dan hari minggu. Masyarakat yang pekerjaannya sebagai nelayan hanya bisa

menangkap dari hari senin hingga sabtu, dan pada hari minggu semua kegiatan

Page 58: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

38

dihentikan, begitu pula dengan yang berkegiatan selain sebagai nelayan. Larangan

ini berlaku untuk semua usia dari anak kecil hingga orang dewasa. Masyarakat

harus sudah berada dikampung pada hari sabtu pukul tujuh malam atau 19.00

WIT, artinya tidak boleh ada yang keluar kampung khususnya untuk melaut

maupun ke kampung lain. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan diri beribadah

di hari minggu. Jika ada yang melanggar maka pihak pengurus gereja akan

memberikan teguran, tetapi larangan ini dilonggarkan bagi warga yang ingin

berobat ke rumah sakit di Waisai.

4.4.3 Kelembagaan Desa

PengorganiSasian masyarakat dan proses-proses pembangunan lainnya di

tingkat kampung difasilitasi oleh sebuah lembaga pemerintah kampung/desa yang

terdiri dari kepala kampung dan dibantu oleh aparat yang lain. Disamping itu

terdapat pula LPSTK (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang),

Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), dan Lembaga Keuangan Mikro

(LKM) dimana pembentukan ketiga lembaga ini diinisiasi oleh Program

Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang Tahap II (Coral reef Rehabilitation

and Management Program Phase II/COREMAP II) dan dikelola oleh masyarakat

lokal. Program Coremap II merupakan program pemerintah dibawah tanggung

jawab Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan di kampung ini dibawah Dinas

Kelautan dan Perikanan Raja Ampat.

LPSTK secara umum memiliki fungsi dan peran dalam mengkoordinasikan

kegiatan kelompok-kelompok masyarakat (Pokmas) di kampung/desa dengan

pengelola program Coremap II tingkat kabupaten dibawah koordinasi DKP

Kabupaten Raja Ampat. Sedangkan Pokmaswas (Kelompok Masyarakat

Pengawas) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari

unsur-unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani

ikan, dan pemerhati lingkungan/terumbu karang. Pokmaswas memiliki peran

untuk melakukan pengawasan terhadap daerah Perlindungan Laut (DPL).

Pokmaswas dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur seorang

anggota masyarakat dalam Pokmaswas yang berfungsi sekaligus sebagai mediator

antara masyarakat dengan pemerintah atau petugas. Siapapun di dalam

Page 59: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

39

masyarakat bisa menjadi anggota Pokmaswas, asalkan mereka dipilih secara

bersama.

4.5 Potensi Pesisir dan Kelautan

4.5.1 Perhubungan

Kampung Saporkren dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi laut

dan darat dari pusat pemerintahan Raja Ampat, Waisai. Transportasi laut yang

digunakan adalah perahu tradisional yang disebut katingting dan speed boat,

sedangkan bila melewati darat dapat menggunakan motor dengan waktu tempuh

satu jam. Alat transportasi yang dimiliki masyarakat masih bersifat tradisional

baik yang menggunakan perahu dayung maupun perahu dengan menggunakan

mesin berkekuatan kurang dari 15 PK. Bagi masyarakat, memiliki perahu menjadi

hal yang utama atau prioritas, hal ini dikarenakan perahu membantu mereka untuk

mencari makan di laut dan menjual hasil tangkapan ikan bagi para nelayan.

4.5.2 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu aset kampung yang mendukung

aktivitas penduduk kampung. Kampung Saporkren memiliki sarana dan prasarana

umum yang kondisinya relatif masih baik. Jenis sarana dan prasarana tersebut

dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Jumlah dan Kondisi Sarana-Prasarana Kampung Saporkren

No. Sarana-Prasarana Jumlah Kondisi

1. Kantor Desa/kampung 1 Buruk

2. Puskesmas pembantu 1 Baik

3. Gereja 1 Baik

4. Pondok Informasi/ Coremap

Kampung

1 Baik

5. Sekolah Dasar 1 Baik

6. PAUD 1 Baik

7. MCK 5 Buruk

8. Pembangkit Listrik Tenaga Solar

(PLTS)

1 Baik

Page 60: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

40

Tabel 7 menunjukkan jenis, jumlah, dan kondisi sarana-prasarana yang ada

di Kampung Saporkren. Data tersebut diambil berdasarkan pengamatan langsung

peneliti selama kegiatan pengumpulan data. Pada umumnya, prasarana dan sarana

yang ada tergolong “baik”, tetapi untuk jenis balai kampung atau MCK tergolong

“buruk”. Hal ini dilihat dari segi pemeliharaan akan kebersihan gedung tersebut.

Balai kampung sudah berdiri sejak lama, tetapi saat ini tidak berfungsi lagi.

Gedung yang ada hanya berdiri secara formal tetapi tidak dimanfaatkan oleh

aparat kampung, dan segala kegiatan administrasi kampung hanya dilakukan di

rumah kepala kampung ataupun sekretaris kampung. Sedangkan dari lima

bangunan fasilitas MCK yang ada, hanya satu yang tergolong baik, dan empat

bangunan lainnya tidak layak dipakai karena tidak dikelola kebersihannya.

4.5.3 Sumberdaya Perikanan Tangkap

Sumberdaya perairan laut di Kampung Saporkren sebagian besar

dimanfaatkan untuk perikanan tangkap. Wilayah penangkapan masyarakat berada

di sekitar area kampung dan tergantung pula pada musim. Jenis alat tangkap yang

sering digunakan masyarakat Kampung Saporkren adalah alat pancing

menggunakan nilon atau sering disebut oleh masyarakat sebagai mata kail, dan

tombak yang menurut istilah lokal kalawai. Masyarakat lokal dilarang keras

menggunakan jaring ketika menangkap ikan, tetapi ada kasus-kasus terdahulu

sebelum adanya larangan terkait DPL, dimana terdapat sebagian nelayan

menggunakan potassium ataupun akar beracun atau istilah lokal disebut akar

bore. Sedangkan sumberdaya ikan yang melimpah adalah ikan karang seperti ikan

mubara, ikan cakalang, ikan lakorea, ikan merah, gutila, dan ikan oci. Selain itu,

adapula masyarakat yang khusus menangkap ikan hiu untuk mengambil bagian

sirip ikan lalu dijual. Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Coremap II Raja Ampat, ditemukan 57 jenis ikan karang di lokasi DPL

Yenmangkwan dan didominasi oleh jenis ikan target kemudian diikuti jenis ikan

mayor dan jenis kelompok ikan indikator. Jenis ikan kelompok target terdiri dari

suku Serranidae, Labridae, Lutjanidae, Holocentridae, Mullidae, Haemulidae,

Scaridae, Scolopsidae, dan Acanthuridae. Sedangkan jenis kelompok ikan mayor

Page 61: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

41

terdiri dari suku Pomacentridae, Apogonidae, Pomacanthidae, Siganidae, dan

jenis kelompok ikan indikator terdiri dari suku Chaetodontidae.

4.5.4 Terumbu Karang

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Coremap II dalam

kegiatan evaluasi dan monitoring terumbu karang di DPL Yenmangkwan,

Saporkren, kondisi tutupan karang termasuk dalam kategori “sedang” (Coremap II

2009). Adapun persentase rata-rata tutupan karang keras hidup adalah sebagai

berikut:

Tabel 8. Persentase Tutupan Karang menurut Jenis Karang di DPL

Yenmangkwan Tahun 2009

No. Jenis karang Persentase tutupan karang

(%)

1. Karang Acropora (AC) 17,0

2. Karang Non Acropora (NA) 20,0

3. Dead Coral With Algae (DCA) 10,0

4. Soft Coral (SC) 15,0

5. Tipe abiotik (algae/FS) 2,0

6. Tipe abiotik (Rubble, Rock, Sand, OT, dan

Sponge

19,0

Sumber : Coremap II (2009)

4.6 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden di Kampung Saporkren diperoleh

berdasarkan survai terhadap 39 orang nelayan. Karakteristik umum ini dijelaskan

dari beberapa kriteria seperti yang dijelaskan di bawah ini :

4.6.1 Jenis Kelamin Responden

Responden dari penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki yang

tergolong dalam usia kerja.

Page 62: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

42

4.6.2 Tingkat Usia Responden

Tingkat usia responden cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 25

tahun hingga 65 tahun. Jumlah responden tertinggi terdapat pada sebaran usia 25-

30 tahun sebanyak 11 orang, dan jumlah responden terendah berada pada sebaran

usia 61-65 tahun sebanyak satu orang, dan responden lainnya menyebar pada

golongan usia 31-60 tahun.

Gambar 6. Jumlah Responden menurut Golongan Usia

Tingkat usia seseorang biasanya mencerminkan tingkat kedewasaan orang

tersebut dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

diriya. Dalam penelitian ini, hal tersebut berkaitan dengan pengambilan keputusan

untuk terlibat dalam proses penetapan DPL dari sejak perencanaan hingga

evaluasi yang dilakukan dan terhadap respon nelayan, apakah positif atau negatif

terhadap program pembentukan DPL itu. Walaupun jumlah responden terbanyak

berada pada golongan usia 25-30 atau golongan usia paling muda diantara

golongan usia semua responden, mereka termasuk kedalam golongan nelayan

yang memiliki respon positif terhadap pembentukan DPL.

0

2

4

6

8

10

12

25-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65

Ju

mla

h

Golongan Usia

Page 63: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

43

4.6.3 Tingkat pendidikan Formal Responden

Tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh responden bervariasi

dari pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga pendidikan Sekolah Menengah Atas

(SMA). Hampir keseluruhan nelayan menempuh pendidikan hingga tingkat SD

saja dengan Persentase sebesar 62 persen, kemudian diikuti responden yang

menempuh pendidikan hingga SMP dengan Persentase 28 persen, SMA sebesar

10 persen, sedangkan untuk kategori tingkat pendidikan S0/S1/S2/S3 dan yang

tidak bersekolah memiliki persentase 0 persen.

Gambar 7. Tingkat Pendidikan Formal Responden

Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah minimnya sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung

sekolah. Hingga saat ini kampung ini hanya memiliki satu gedung SD, sedangkan

masyarakat yang ingin menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi harus

ke luar kampung. Menurut responden yang hanya menempuh pendidikan hingga

SD, mereka sebenarnya ingin bersekolah hingga sekolah tinggi tetapi pada masa

mereka kecil, fasilitas pendidikan sangat sulit dan juga karena keterbatasan

ekonomi keluarga untuk menyekolahkan anaknya ke luar kampung. Sedangkan

responden yang dapat menempuh pendidikan hingga ke tingkat SMP dan SMA

dikarenakan keberanian mereka untuk ke luar kampung bersekolah dan

kemampuan perekonomian orangtua.

0%

62%

28%

10%

0%

Tidak Bersekolah

SD

SMP Umum/Kejuruan

SMA Umum/Kejuruan

S0/S1/S2/S3

Page 64: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

44

BAB V

KAWASAN KONSERVASI LAUT

5.1 Keanekaragaman Hayati Raja Ampat

Kabupaten Raja Ampat yang berada di wilayah barat Pulau Papua memiliki

potensi sumberdaya laut yang luar biasa. Keindahan alam dan potensi sumberdaya

alam yang melimpah mendukung kabupaten ini menjadi salah satu jantung potensi

terumbu karang dunia dalam kawasan coral triangle. Luas area kabupaten ini

kurang lebih 9,8 juta ha yang terdiri dari darat dan lautan (termasuk sebagian teluk

cenderawasih) sehingga menjadikannya sebagai taman laut terbesar di Indonesia

(Coremap II 2009). Keindahan bawah laut yang dimiliki kabupaten ini mendorong

minat para wisatawan khususnya wisatawan asing untuk menyelam dan melihat

keindahan tersebut. Kepulauan yang menjadi tujuan para wisatawan khususnya

para penyelam terdiri dari 1800 pulau dan 105 kampung (Coremap II 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh tim ahli dari Conservation Internasional

(CI), The Nature Conservancy (TNC), dan Lembaga Oseanografi Nasional

(LON), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diadakan pada Tahun

2001-2002 mencatat bahwa terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75 persen

dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, dan 700 jenis moluska

(Coremap II Raja Ampat 2009 dan Pemda Raja Ampat 2006). Selain itu Raja

Ampat juga kaya akan padang lamun, hutan mangrove yang tersebar disetiap

pinggir pantai, dan pantai tebing berbatu yang menjadi salah satu objek wisata

bagi para wisatawan baik asing maupun lokal.

Wilayah geografis Kabupaten Raja Ampat yang didominasi oleh laut dan

pulau (± 1800 pulau) mengakibatkan bentuk dan tipe habitat pesisirnya memiliki

karakteristik yang khas, unik, dan sangat beragam. Gambaran umum sebaran dan

tipe habitat ekosistem pesisir di Kabupaten Raja Ampat yang meliputi terumbu

karang, ikan karang, hutan mangrove, padang lamun, hutan rawa, dan bahan

galian tambang dapat diuraikan sebagai berikut5 :

5 Dikumpulkan dari berbagai data sekunder yang didapatkan peneliti selama dilapangan dari

beberapa instansi Pemerintah dan Coremap

Page 65: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

45

5.1.1 Terumbu Karang

Terumbu karang adalah ekosistem khas yang dimiliki daerah tropis dan

memiliki arti penting dari segi sosial ekonomi masyarakat pesisir Indonesia yang

menggantungkan hidupnya dari perikanan. Terumbu karang memiliki berbagai

fungsi diantaranya adalah sebagai gudang keanekaragaman hayati biota-biota laut,

tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah

asuhan, dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya, atau menurut istilah yang

sering digunakan oleh Coremap Raja Ampat adalah tempat ikan berkembang biak

atau tempat tabungan ikan.

Ekosistem terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat terbentang di paparan

dangkal dan hampir di semua pulau-pulau. Terdapat empat tipe terumbu karang di

daerah ini yaitu berupa karang tepi (fringing reef), dengan kemiringan yang cukup

curam, karang kanang cincin (otol), terumbu penghalang (barrier reef), dan taka

dan gosong (patch reel). Semua tipe karang tersebut tersebar di semua daerah

Raja Ampat, mulai dari daerah rataan terumbu sampai daerah tubir.

Berdasarkan hasil penelitian dalam kegiatan Marine RAP (Rapid Assesment

Program) yang dilakukan oleh CI (Conservation International) dan kegiatan REA

(Rapid Ecological Assesment) oleh TNC dan WWF, menyatakan bahwa

keanekaragaman hayati terumbu karang di Kabupaten Raja Ampat luar biasa dan

umumnya dalam kondisi fisik yang baik (Persentase tutupan karang 51-75

persen). Hasil tersebut menunjukkan terdapat 37 jenis karang keras (CI, TNC-

WWF), sembilan diantaranya adalah jenis baru dan 13 jenis endemic. Jumlah ini

merupakan 75 persen dari jumlah karang di dunia. Tercatat pula sebanyak 537

spesies karang batu, mewakili 76 genus, dan 19 famili6.

Keanekaragaman terumbu karang jika dilihat dari hadirnya spesies tertentu

pada lokasi penelitian yang telah dilakukan oleh TNC dan WWF, maka ada 10

lokasi yang memiliki kekayaan spesies tinggi. Kekayaan tertinggi ditemukan di

sebelah utara Pulau Djam dengan jumlah 182 spesies, diikuti Teluk Wambong

dengan jumlah 174 spesies. Kesepuluh lokasi yang memiliki jumlah spesies

tertinggi tersaji pada tabel 11.

6 Hasil penelitian The Concervancy National bersama WWF pada tahun 2001-2002, dalam Atlas

Sumberdaya Pesisir Kab. Raja Ampat, 2006

Page 66: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

46

Tabel 9. Total Spesies Terumbu Karang menurut Lokasi di Kabupaten Raja

Ampat

No. Lokasi Total spesies

1. Sebelah utara Pulau Djam; Misool 182

2. Teluk Wambong; Kofiau 174

3. Tanjung Sool; Kofiau 173

4. Jef Bi; Misool 169

5. Sebelah Selatan Walo; Kofiau 169

6. Los; Misool 168

7. Mesemta; Misool 164

8. Sebelah selatan Pulau Ouoy 163

9. Teluk Fofak; Waigeo 163

10. Selatan Pulau Tiga; Misool 161

Sumber: TNC- WWF (2003) dalam Pemda (2006)

Tabel 9 menunjukkan 10 lokasi yang memiliki terumbu karang terbaik, dan

semua tersebar di empat pulau besar Kabupaten Raja Ampat. Lokasi terbaik

pertama yang memiliki terumbu karang tertinggi adalah wilayah Misool, tetapi

perbedaan tidak terlalu signifikan dengan daerah lainnya, termasuk wilayah

Waigeo yang menjadi tempat penelitian.

5.1.2 Ikan Karang

Perairan Raja Ampat mengandung keanekaragaman jenis ikan yang tinggi.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil penelitian oleh TNC, CI, dan

WWF terkait jumlah ikan yang berada di perairan Raja Ampat.

Tabel 10. Jumlah Ikan Karang Raja Ampat menurut Hasil Survai CI, TNC,

WWF Tahun 2001 dan 2002

2001 (CI) 2002 (TNC

dan WWF)

Gabungan CI,

TNC-WWF

Indonesia

Jumlah Ikan

(ekor)

828 899 1.104 2.056

Estimasi

Jumlah Ikan

(ekor)

1.084 1.149 1.436 2.032

Sumber: McKenna et al. dan TNC- WWF dikutip oleh Pemda (2006)

Page 67: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

47

Conservation International (CI) menemukan 828 jenis ikan selama survai

kelautan pada Tahun 2001. The Nature Concervancy (TNC) bersama WWF dalam

studi ekologi secara cepat pada Tahun 2002 menemukan 899 jenis ikan. Secara

keseluruhan Raja Ampat memiliki 1.104 jenis ikan yang terdiri dari 91 famili

(Pemda Raja Ampat 2006).

Daerah Raja Ampat yang mempunyai keanekaragaman ikan karang tertinggi

adalah daerah Selat Dampier yang terletak diantara Pulau Batanta dan selatan

pulau Waigeo-Gam, perairan di sebelah barat Pulau Waigeo, yaitu teluk Aljui,

Pulau Wayag dan pulau Sayag, perairan Kofiau, perairan Misool Timur dan

Selatan, dan Waigeo Timur. Daerah tersebut tercatat memiliki jenis ikan lebih dari

200 spesies. Berdasarkan pengalaman menyelam, seorang ahli karang dunia Gerry

Allen, menemukan 284 dan 283 jenis ikan dalam satu kali penyelaman.

Spesies ikan utama yang hidup di perairan kepulauan Raja Ampat

merupakan jenis ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang. Sepuluh famili

yang dominan di perairan Raja Ampat adalah Gobiidae, Pomacentridae,

Labridae, Apogonidae, Serranidae, Chaetodontidae, Acanthuridae, Blenniidae,

Lutjanidae, dan Scaridae. Grafik berikut menunjukkan sepuluh famili yang

dominan beserta jumlah spesiesnya.

Gambar 8. Grafik Dominasi Jenis Famili Ikan di Raja Ampat

Page 68: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

48

5.1.3 Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang di

daerah pasang surut pantai berlumpur. Berdasarkan hasil survei dan analisis citra

digital, luas hutan mangrove di Kabupaten Raja Ampat adalah kurang lebih

27.180 hektar dan hutan tersebar di beberapa wilayah yaitu :

Pulau Waigeo : 6.843 Ha

Pulau Batanta : 785 ha

Pulau Kofiau : 279 ha

Pulau Misool : 8.093 ha

Pulau Salawati ; 4.258 ha

Hutan mangrove di Kabupaten Raja Ampat didominasi oleh famili

Rhizophoraceae dan famili Sonneratiaceae. Pulau yang memililiki sebaran hutan

mangrove terbesar adalah pulau Misool kemudian diikuti oleh Waigeo, Salawati,

dan Batanta, sedangkan sebaran hutan mangrove paling sedikit berada di Pulau

Kofiau.

5.1.4 Padang Lamun

Lamun (Seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga

(Angiospermae) yang memiliki Rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup

terendam di dalam laut. Padang lamun hampir tersebar di seluruh Kepulauan Raja

Ampat yakni di sekitar Waigeo, Kofiau, Batanta, Ayau, dan Gam. Padang lamun

yang terdapat di wilayah ini umumnya homogen dan berdasarkan ciri-ciri umum

lokasi, tutupan, dan tipe substrat dapat digolongkan sebagai padang lamun yang

berasosiasi dengan terumbu karang (Rumfaker 2010). Secara umum, vegetasi dari

padang lamun yang terdapat di Raja Ampat merupakan tipe campuran dengan

kombinasi dari beberapa jenis lamun yang tumbuh di daerah pasang surut mulai

dari pinggir pantai sampai ke tubir. Jenis lamun yang tumbuh antara lain jenis

Enhalus acoroides, Thalassia hemrichii, Halophila ovalis, Cymodoceae

rotundata, dan Syringodium isoetifolium (Rumfaker 2010).

Page 69: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

49

5.1.5 Hutan Rawa

Hutan sagu tersebar di seluruh distrik Kabupaten Raja Ampat. Rawa-rawa

sagu ditemukan di daerah-daerah batu gamping/kapur di Kofiau dan daerah tanah

liat di Kapatlap, Salawati.

5.1.6 Bahan Galian Tambang

5.1.6.1 Nikel

Nikel merupakan bahan galian logam untuk keperluan industri terutama

sebagai campuran besi baja dan stainless steel. Penyebaran nikel di Raja Ampat

terdapat di pulau Gebe, pulau Kawe, pulau Gag, pulau Batangpele, pulau

Manyaifun, pulau Nawan, dan pulau Waigeo di sebelah utara dan selatan Teluk

Mayalibit. Berdasarkan informasi dari PT Pacific Nikkel Indonesia dan Reynolds

dikutip oleh Pemda (2006), di pulau Gag laterit, nikel terdapat pada lereng sedang

sampai curam, pada lokasi 129°53’ bujur timur. Parameter konsentrasi rata-rata

tertinggi 1,5 - 1,76 persen Ni, kobalt rata-rata 0,02 persen dari 12.000 ton contoh

kasar dari laterit tinggi sampai rendah (Pemda Raja Ampat 2006).

5.1.6.2 Minyak Bumi dan Gas

Berdasarkan data Pemerintah Daerah Raja Ampat, potensi kandungan

minyak dan gas bumi didasarkan dari penafsiran hidrokarbon di Misool, bagian

dari Cekungan Salawati (Samuel 1990 dikutip Pemda Raja Ampat 2006) yang

telah terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Pada saat ini perusahaan JOB

Pertamina - Petro China telah mendapatkan konsesi di Misool Utara hingga

Salawati. Potensi ini didasarkan dari data pemboran dari dua sumur di sekitar

selatan Kepulauan Dua yang terdapat adanya indikasi gas pada sumur TBA-2x

dengan kedalaman 2.516 m dan sumur TBC-IX kedalaman 2.501 m (Rusmana

1989 dalam Pemda Raja Ampat 2006). Rencana produksi dan lokasi minyak dan

gas bumi di empat sumur TBA-3x (1033’39,2”-130031’09.0’), TBA-4x

(1033’16.0”- 130031’13.9”), TBC-2x (1031’44.3”- 130034’28.5”) dan TBC-3x

(1031’59.4”- 130034’18,3”) adalah 13.400 BCPD (barel minyak/hari) selama 32-

34 bulan dan 75 MMSCFD (juta kaki gas/hari) (Pemda Raja Ampat 2006).

Page 70: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

50

5.2 Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat

Kekayaan sumberdaya laut yang dimiliki oleh Raja Ampat mendorong

tindakan pelestarian dan pengelolaan yang efektif agar terjamin keberlanjutannya.

Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pentingnya suatu penetapan kawasan

konservasi, sehingga Raja Ampat menjadi area prioritas untuk kegiatan

perlindungan atau konservasi laut.

Kabupaten Raja Ampat memiliki beberapa kawasan konservasi laut yang

dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). KKLD merupakan

kawasan konservasi perairan di wilayah laut yang dikembangkan oleh pemerintah

daerah dengan tujuan untuk mengkonservasi habitat dan proses-proses ekologi,

dan perlindungan nilai sumberdaya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata,

penelitian, dan pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (Coremap II

2008).

Adapun kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat terdiri dari enam

kawasan KKLD yang berada di empat pulau besar yaitu Batanta, Waigeo, Misool,

dan Salawati. Secara keseluruhan total kawasan konservasi laut yang telah

ditetapkan adalah 1.125.940 ha wilayah laut dan menurut Peraturan Daerah

Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut

Daerah Kabupaten Raja Ampat, cakupan jejaring KKLD Raja Ampat meliputi

wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang terdapat didalamnya.

Tabel 11. Luas Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat

No. Nama Kawasan Luas (ha)

1. KKLD Kep. Kofiau-Boo 170.000

2. KKLD Misool Timur Selatan 343.200

3. KKLD Selat Dampier 303.200

4. KKLD Kep. Ayau-Asia 101.440

5. KKLD Kawe/ Sayang Wayag 155.000

6. KKLD Teluk Mayalibit 53.100

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Jika dibandingkan dengan data nasional tentang Kawasan Konservasi Laut

Daerah di Tahun 2009, maka KKLD Kab. Raja Ampat memiliki Persentase

Page 71: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

51

sebesar 35,7 persen dari total keseluruhan luas KKLD di Indonesia. Hal ini

menunjukkan KKLD di Raja Ampat memberikan pengaruh yang cukup besar bagi

keberlanjutan sumberdaya di masa mendatang.

Kawasan Konservasi Laut Daerah ini dideklarasikan secara sah oleh Menteri

kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Waisai pada tanggal 15 Desember

2007 dan pengelolaannya diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Raja

Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang KKLD Raja Ampat. Deskripsi lengkap tentang

masing-masing KKLD yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat dibahas dalam

uraian berikut.

5.2.1 KKLD Kepulauan Kofiau-Boo

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kep. Kofiau-Bo dengan luas

170.000 ha terletak di Distrik Kofiau dan mencakup tiga kampung. Kawasan ini

memiliki tingkat keanekaragaman hayati laut yang cukup tinggi dan menjadi

tempat penting bagi beberapa jenis penyu hijau (Green turtle) dan penyu sisik

(Humpback turtle) sebagai jalur migrasi (Corridors) dan tempat bertelur (Nesting

beach) serta habitat beberapa jenis mamalia laut, dugong, serta jenis-jenis ikan

yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapa (Grouper) dan napoleon

(Wrasse).

Hasil survai ekologi TNC pada Tahun 2001 dikutip DKP Raja Ampat (2009)

menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki kurang lebih 284 jenis ikan karang

dalam sekali penyelaman (tertinggi di Raja Ampat) dan 174 jenis karang keras

(dari jumlah total 537 pesies yang ditemukan di seluruh perairan Raja Ampat)

yang sekaligus menjadi “rumah bagi berbagai jenis ikan karang” yang terdapat di

laut Kofiau. Selain itu berdasarkan hasil survai program tim monitoring TNC Raja

Ampat, terdapat kurang lebih delapan jenis cetacean yaitu Orca (Orchinus orca)

atau paus pembunuh yang sering disebut dengan bahasa lokal rowetroyer atau

paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens), paus pemandu sirip pendek

(Gobichepala macrorhynchus), lumba-lumba paruh panjang (Stenella

longirostris), lumba-lumba totol (Stenella attennuata), lumba-lumba hidung botol

(Tursiops truncates), dan beberapa jenis lainnya yang tidak dapat teridentifikasi

(DKP Raja Ampat 2009).

Page 72: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

52

Pengelolaan KKLD Kofiau-Boo dilakukan berdasarkan asas mufakat,

keterpaduan, keseimbangan, berkelanjutan, berkeadilan, dan berbasis masyarakat

serta dilakukan berdasarkan manajemen kolaborasi yaitu melibatkan unsur

pemerintah kabupaten, distrik dan kampung, unsur masyarakat, unsur keagamaan,

dan unsur adat dengan memadukan antara manajemen konservasi modern dan

konservasi tradisional yang berbasis masyarakat lokal (DKP Raja Ampat 2009).

Prinsip pengelolaan KKLD ini adalah, (1) pencegahan tangkap lebih, (2)

penggunaan pertimbangan bukti ilmiah, (3) pertimbangan kearifan lokal, (4)

pendekatan kehati-hatian, (5) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir, (6)

pengembangan alat dan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan, (7)

pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, (8) pemanfaatan secara

berkelanjutan keanekaragaman hayati, (9) perlindungan struktur dan fungsi alami

ekosistem perairan yang dinamis, (10) perlindungan jenis dan kualitas genetik

ikan, dan (11) pengelolaan adaptif (DKP Raja Ampat 2009).

Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan saat ini lebih difokuskan pada tiga

hal yaitu, penjangkauan masyarakat (community outreach), monitoring (biologi

laut dan pemanfaatan sumberdaya laut), dan kegiatan yang berhubungan dengan

kebijakan. Jika dilihat dari sisi sumberdaya, terlihat adanya peningkatan kualitas

terutama terumbu karang dan sumberdaya ikan. Selain itu, terjadi kemajuan dalam

aspek kebijakan yang mendukung upaya pembentukan KKLD Kofiau dan Boo

ini.

5.2.2 KKLD Misool Timur Selatan

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Misool Timur Selatan memiliki

luas 343.000 ha dan terletak mencakup tiga distrik yaitu Distrik Misool Timur,

Misool Selatan, dan Misool Barat, serta terdiri dari 11 kampung. KKLD Misool

Timur Selatan memiliki keunikan bentang lahan berupa pulau-pulau karst/kapur

(Lime stone) yang sangat unik dan menjadi tempat penting bagi jenis penyu

seperti penyu hijau (Eretmochelys imbricate) dan penyu sisik (Humpback turtle)

sebagai jalur migrasi dan tempat bertelur. Selain itu menjadi habitat beberapa

jenis mamalia laut, dugong, serta jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti

ikan kerap (Grouer) dan napoleon (Wrasse).

Page 73: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

53

Hasil penelitian ekologi TNC pada Tahun 2002 dikutip DKP Raja Ampat

(2009) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 144 spesies terumbu karang (dari

jumlah total 537 spesies yang ditemukan di seluruh perairan Raja Ampat) dengan

panjang kurang lebih 700 km yang mengelilingi gugus pulau-pulau berada di

kawasan ini, terutama jenis Acropora, Labophytum, Favia, dan Motypora. Hasil

survai monitoring kesehatan karang yang dilakukan oleh TNC Raja Ampat pada

tahun 2007/2008 pada 91 titik pemantauan menunjukkan rata-rata tutupan karang

keras (hard coral) dan karang lunak (soft coral) berturut-turut mencapai 60,67

persen dan 49,67 persen. Keberadaan ekosistem karang ini semakin menarik

karena dihuni oleh ± 300 jenis ikan (REA 2002 dikutip DKP Raja Ampat 2009).

Prinsip pengelolaan di KKLD ini memiliki kesamaan dengan pengelolaan

KKLD Kofiau Boo yakni berdasarkan asas mufakat, keterpaduan, keseimbangan,

berkelanjutan, berkeadilan, dan berbasis masyarakat, serta dilakukan berdasarkan

manajemen kolaborasi yaitu melibatkan unsur pemerintah kabupaten, distrik dan

kampung, unsur masyarakat, unsur keagamaan, dan unsur adat dengan

memadukan antara manajemen konservasi modern dan konservasi tradisional

yang berbasis masyarakat lokal (DKP Raja Ampat 2009). Demikian halnya

dengan prinsip-prinsip yang diberlakukan dalam KKLD Kofiau-Boo.

5.2.3 KKLD Selat Dampier

Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Dampier meliputi empat distrik,

yaitu, Distrik Waigeo Selatan, Distrik Meosmansar, Distrik Selat Sagawin, dan

Distrik Salawati Utara. KKLD Selat Dampier memiliki luas 303.200 ha. Kawasan

ini menjadi penting untuk dijaga dan dilindungi karena merupakan jalur arus air

pasifik ke laut Halmahera, menjadikannya up welling dan menyebabkan laut

menjadi kaya akan nutrient. Nutrient inilah yang diperlukan oleh biota laut

terutama plankton sebagai bahan makanan, jalur migrasinya jenis ikan paus dan

lumba-lumba, serta ditemukannya 270-an jenis ikan dalam sekali penyelaman.

Selat Dampier berada dekat dengan pusat pengembangan ibukota Kabupaten

Raja Ampat, Waisai, sehingga aktifitas pengembangan itu mempengaruhi

keberadaan KKLD, seperti pembangunan pelabuhan, darmaga, bandara, jalan, dan

pengembangan pemukiman. Selain itu, selat ini merupakan pusat pengembangan

Page 74: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

54

infrastruktur pariwisata baik oleh pengusaha asing maupun lokal, serta

pemanfaatan perikanan pun tidak kalah besarnya (DKP Raja Ampat 2009).

Pada kawasan ini telah ditetapkan sejumlah Daerah Perlindungan Laut

(DPL) yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat kampung. Dalam sistem

zonasi KKLD, daerah perlindungan ini akan berfungsi sebagai area larang ambil

no take zone dan masih akan diperbanyak lagi untuk mencapai tujuan

pengelolaannya.

Kegiatan di Selat Dampier dimulai dengan serangkaian koordinasi dan

kegiatan bersama dengan masyarakat diantaranya adalah lokakarya patroli

pengawasan yang dilakukan melalui sistem Pokmaswas yang dibentuk di setiap

kampung. Kemajuan terkini dari pengembangan Selat Dampier sebagai KKLD,

sedang dibuat zonasi dan penyusunan draft rencana pengelolaan KKLD Selat

Dampier sebagai pilot project pengembangan rencana pengelolaan KKLD-KKLD

di Raja Ampat.

5.2.4 KKLD Kepulauan Ayau-Asia

KKLD kepulauan Ayau Asia terletak di daerah paling utara Kabupaten Raja

Ampat dan berbatasan dengan Negara Palau. Secara geografis KKLD Kep. Ayau

Asia terbagi dalam tiga daerah yaitu, Ayau kecil, Ayau besar, dan Kepulauan

Ayau. Luas keseluruhan KKLD ini adalah 101.400 ha.

Penetapan wilayah ini didahului oleh kegiatan kampanye tentang

pembangunan berwawasan lingkungan hidup dan kegiatan konservasi dengan

melibatkan berbagai pihak (masyarakat adat, pemerintah, LSM lokal, pihak

keamanan, dan lembaga agama). Dukungan positif dari masyarakat akan kegiatan

konservasi ini ditandai dengan berbagai kegiatan pengawasan terhadap kegiatan

penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab.

Zonasi kawasan ini ditetapkan oleh masyarakat lokal dan terdapat enam

zona area larang ambil (no take zone) yang telah direkomendasikan dan diberi

tanda dengan pelampung oleh masyarakat kampung Yenkwir dan kampung

Rutum. Masyarakat juga membuat kesepakatan-kesepakatan tertulis dan lisan

Page 75: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

55

untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan beserta sanksi-sanksi yang akan

diberikan bagi pelanggar aturan tersebut.

Pengelolaan kawasan KKLD ini didukung dengan kegiatan pembuatan

zonasi kampung dan marga; monitoring terumbu karang seluruh KKLD Kep.

Ayau Asia; pembentukan tim patroli masyarakat di tiap kampung; penguatan

kelompok pemuda mahasiswa; pembuatan peta partisipatif; pembuatan pos patroli

di Pulau Moof; studi banding tentang penyu; pengadaan fasilitas patroli; diskusi

kampung; studi banding pembuatan garam dari air laut di Bali; pelatihan

peternakan babi di Bali; pendirian radio komunitas; dan pendidikan lingkungan

hidup untuk anak-anak SD, SMP, dan masyarakat dengan slogan no turtle on the

menu yang merupakan suatu komitmen diantara masyarakat untuk tidak

mengkonsumsi penyu terutama dalam acara besar seperti natal, tahun baru, pesta

perkawinan, dan hajatan lainnya.

5.2.5 KKLD Kawe/ Sayang Wayag

KKLD Kawe atau Sayang Wayag terletak di bagian barat laut Raja Ampat

dan berbatasan dengan laut Halmahera. Secara geografis terbagi dalam dua daerah

yaitu, Pulau Sayang-Pulau Piai, dan Pulau Wayag dengan total wilayah

keseluruhan adalah 155.000 ha. Kawasan konservasi ini adalah pulau-pulau

kosong dan tidak ada perkampungan satupun (DKP Raja Ampat 2009).

Potensi KKLD Kawe adalah keindahan pulau-pulau Karst dan pantai, tempat

bertelurnya penyu, biota laut seperti hiu, manta, tengiri, kerapu, terumbu karang,

dan menjadi lokasi tempat bermigrasinya paus dan lumba-lumba. Pulau Wayag

Sayang, termasuk dalam pertuanan adat suku Kawe dan Maya yang tinggal di

Kampung Selpelel dan Salio.

Ancaman yang selama ini dirasakan oleh masyarakat adalah penangkapan

ikan skala besar dari nelayan luar, penggunaan bom dan potassium dalam

mengambil sumberdaya laut, perburuan daging dan telur penyu, pencemaran oleh

limbah tambang; konflik internal kepemilikan lokasi oleh masyarakat Salio,

Selpele maupun masyarakat Halmahera.

Kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan mengurangi tekanan terhadap

lingkungan di kawasan Wayag-Sayag dibentuk tim patroli masyarakat dengan

Page 76: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

56

jadwal kegiatan patroli selama sebulan, setiap kelompok mendapat dua kali

selama dua hari. Secara empiris, dilaporkan oleh nelayan Salio dan Selpele bahwa

telah terjadi peningkatan populasi teripang, udang, dan lola (Trocus niloticus)

karena berkurangnya pengambilan oleh nelayan luar. Sebagai dukungan moriil

dan semangat masyarakat, maka dibuatlah kesepakatan-kesepakatan bersama

untuk menjaga kawasan Wayag Sayag yang ditandatangani bersama dengan surat

dukungan para tokoh adat dan masyarakat Kawe untuk penetapan KKLD pada

tanggal 18 November 2007.

5.2.6 KKLD Teluk Mayalibit

Kawasan Konservasi Laut Daerah Teluk Mayalibit terletak di Pulau Waigeo

dengan luas kawasan 53.100 ha. Teluk Mayalibit merupakan teluk memanjang

yang hampir memisahkan Pulau Waigeo menjadi dua bagian dengan mulut teluk

yang sangat sempit menjadikan Teluk Mayalibit sebagai kawasan yang relatif

tertutup.

Teluk Mayalibit memilki habitat mangrove dan lamun yang sangat baik.

Lebar hamparan padang lamun dapat mencapai 70 meter dari tepi hutan mangrove

menuju darat. Pada beberapa titik seperti di daerah sebelum Kalitoko, terdapat

formasi mangrove dan lamun yang baik. Hutan mangrove juga dijumpai di daerah

Waifoi dan Weenok dan antara Kabilol dan Arawai dengan Persentase karang

keras relatif kecil, namun daerah Teluk Mayalibit sangat berpotensi sebagai

tempat pembesaran biota-biota laut seperti tenggiri, ikan samandar, udang, bubara,

kakap, kepiting bakau, dan ikan lema (Restraiger kanagurta) sebagai ikan

konsumsi terutama masyarakat Raja Ampat dan Sorong (DKP Raja Ampat 2009).

Masyarakat lokal merasa peduli terhadap pentingnya perlindungan sehingga

mereka berperan aktif dalam upaya konservasi. Salah satunya adalah dengan

kegiatan patroli untuk menjaga kawasan ini dari kerusakan. Sistem patroli yang

diterapkan adalah pengawasan dengan menggunakan sebuah speed boat untuk

melakukan pengontrolan kurang lebih dua kali seminggu.

Dampak dari penetapan Teluk Mayalibit sebagai kawasan konservasi antara

lain, kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi bagi keberlangsungan

hidup lebih meningkat; kegiatan over fishing dan penangkapan yang merusak

Page 77: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

57

telah menurun drastis; telah terdapat zona inti dan kawasan konservasi kampung

seluas 20 ha; terbentuknya 10 Kelompok Penggiat Konservasi Kampung (KPKK)

se-Distrik Telma dengan jumlah personil sebanyak 175 orang.

5.3 Daerah Perlindungan Laut (DPL)

Setiap kampung dapat membuat DPL yang diatur dalam peraturan kampung,

dengan tujuan menjaga dan melindungi sumberdaya laut di masing-masing

wilayah. Pengelolaan DPL dilakukan secara terpadu dengan tetap memperhatikan

kondisi ekologi dan melibatkan peran serta masyarakat. Berdasarkan data terakhir

Tahun 2009, jumlah Daerah Perlindungan Laut yang dibentuk di Kabupaten Raja

Ampat berjumlah 19 DPL, dan menyebar di kampung-kampung. Adapun daftar

nama DPL, luas, dan lokasinya dapat terlihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Luas Daerah Perlindungan Laut Kabupaten Raja Ampat

No. Nama DPL Kampung Lokasi Luas (Ha)

1. Fiaduru Yenbeser Waigeo Selatan 65,000

2. Gurabessy Saonek Waigeo Selatan 168,155

3. Yenmangkwan Saporkren Waigeo Selatan 32,200

4. Kordiris Friwen Waigeo Selatan 155,013

5. Mursika Mutus Waigeo Barat 791,790

6. Bianci Bianci Waigeo Barat 60,605

7. Kapsarau Waisilip Waigeo Barat 84,987

8. Masadimmawa Meosmanggara Waigeo Barat 111,777

9. Manfakwak Manyaifun Waigeo Barat 47,999

10. Mansilo Selpele Waigeo Barat 39,512

11. Warasmus Yenbuba Meosmansar 43,000

12. Yendersner Kurkapa Meosmansar 37,000

13. Imburnos Sawandarek Meosmansar 15,000

14. Tanadi Kapisawar Meosmansar 33,000

15. Kormansiwin Yenwaupnor Meosmansar 80,000

16. Mansaswar Sawinggrai Meosmansar 85,000

17. Ikwan Iba Yenbekwan Meosmansar 65,000

18. Indip Arborek Meosmansar 32,500

19. Mambarayup Arborek Meosmansar 32,500

Sumber : Coremap II Raja Ampat (2009)

Kampung Saporkren memiliki satu Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang

diberi nama DPL Yenmangkwan. Luas kawasan ini adalah 32,2 ha dan berada

tidak jauh dari kawasan perkampungan masyarakat. Jika dianalisis, rezim

Page 78: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

58

kepemilikan sumberdaya laut di Kampung Saporkren tergolong rezim komunal

atau masyarakat. Hal ini ditandai dengan hak kepemilikan yang sifatnya sudah

turun temurun di dalam masyarakat Saporkren. Sebelum adanya DPL, masyarakat

lokal telah menerapkan sistem pengelolaan laut yang dikenal dengan istilah Sasi

Gereja. Model pengelolaan tersebut dipercaya sebagai salah satu tindakan untuk

menjaga hasil laut dan dengan menerapkan aturan-aturan lokal yang bersifat

keagamaan, masyarakat dituntut untuk mematuhinya. Hal ini didukung dengan

pernyataan salah satu tokoh adat, PD (67 tahun) :

“…sebelum ada DPL, kami juga sudah buat aturan sendiri yang sering

kami bilang Sasi Gereja. Semua dilarang untuk mengambil hasil laut kalo

Sasi itu jalan, tapi biasanya tong hanya atur sampe 1 tahun, habis itu boleh lagi ambil. Kalo pas mau Sasi dilakukan, torang buat acara adat

trus doa juga biar berhasil”.

Kemudian pada Tahun 2006, pihak Pemerintah Daerah bersama pihak

konservasi mendatangi kampung ini dan memulai dengan tahap Mensosialisasikan

program DPL. Adapun tahapan pembentukan dan pengelolaan DPL

Yenmangkwan meliputi Sosialisasi pembentukan DPL, survai lokasi calon DPL,

dan penetapan DPL.

Gambar 9. Tahapan Pembentukan DPL Yenmangkwan Kampung Saporkren

5.3.1 Sosialisasi Awal Pembentukan DPL

Sosialisasi awal pembentukan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan

dilakukan dalam bentuk Sosialisasi kepada masyarakat tentang materi potensi laut

yang ada di Kampung Saporkren, permasalahan kerusakan terumbu karang dan

sumberdaya laut lainnya, serta pentingnya suatu cara penjagaan yang sifatnya

berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Saat itu pula diadakan pemutaran video

tentang terumbu karang dan kerusakan yang terjadi saat-saat ini. Kegiatan ini

dilaksanakan pada Tahun 2006 sebagai langkah awal pendekatan kepada

Sosialisasi

pembentukan

DPL

Survai

lokasi calon

DPL

Penetapan

DPL

Page 79: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

59

masyarakat. Selain itu, diperkenalkan pula konsep Daerah Perlindungan Laut.

yang meliputi, pengertian DPL, tujuan dan manfaat DPL, sistem pengelolaan

DPL, dan topik lainnya yang berkaitan dengan materi DPL.

5.3.2 Survei Lokasi Calon DPL dan Penentuan Lokasi DPL

Tahap ini diawali dengan Forum Group Discussion (FGD) dimana Coremap

bersama masyarakat duduk bersama membicarakan kesepakatan lokasi yang akan

ditetapkan sebagai area DPL. Agenda utama yang dibicarakan antara lain

penggambaran bersama calon lokasi DPL, penentuan besar luasan lokasi tersebut,

pemetaan sumberdaya yang akan dilindungi dan stakeholder yang bertanggung

jawab terhadap lokasi DPL, serta penandatanganan penyerahan lokasi sebagai

wilayah DPL.

Survai lokasi calon DPL dilakukan berdasarkan pemetaan potensi yang telah

dilakukan oleh masyarakat. Lokasi yang dipilih adalah lokasi dengan tutupan

karang yang baik dan cukup baik, tidak jauh dari pemukiman masyarakat agar

memudahkan masyarakat dalam pengawasan terhadap lokasi DPL. Lokasi yang

dipilih ditetapkan sebagai daerah larang ambil atau no take zone.

5.3.3 Penetapan DPL

Setelah dilakukan survai lokasi DPL, maka ditetapkanlah Daerah

Perlindungan Laut dan diberi suatu nama yakni Yenmangkwan yang artinya

adalah pasir panjang. Penetapan DPL dikukuhkan dengan peraturan kampung No.

001/DPL/KP-SPKRN/2010 tentang Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut

Berbasis Masyarakat (DPL-BM).

Berdasarkan peraturan kampung yang telah disepakati bersama,

pembentukan DPL ini bertujuan untuk menjaga terumbu karang dan ekosistem di

dalam laut serta mensejahterakan masyarakat. Proses penetapan DPL melibatkan

beberapa pihak khususnya masyarakat, dan saat itu masyarakat diminta

menandatangani surat persetujuan atau kesepakatan bersama sebagai bukti

pengesahan pembentukan DPL.

Page 80: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

60

5.4 Institusi Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut

5.4.1 Batasan Wilayah (Territorial Boundary)

Pembatasan wilayah Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan dimulai dari

pangkal rataan terumbu yang berupa garis pantai hingga ke ujung tubir terumbu,

sehingga bentuk wilayahnya tidak begitu berbentuk persegi pada umumnya. Pada

garis pantai, bentuk batas DPL mengikuti lekuk garis pantai dan pada wilayah

tubir terumbu polanya mengikuti bentuk batas terumbu. Pemasangan tanda batas

dengan pelampung dilakukan pada empat titik penempatan sehingga nantinya

membentuk formasi persegi panjang. Pemasangan batas pelampung menggunakan

dana yang diberikan untuk proses pembentukan Daerah Perlindungan Laut.

Namun saat ini, hingga peneliti melakukan penelitian, batas-batas tersebut tidak

nampak lagi karena dicabut oleh orang-orang yang tidak dikenal pada saat

masyarakat tidak dalam penjagaan (saat masyarakat lokal tertidur). Batas-batas

tersebut kemudian digantikan dengan batangan kayu panjang yang menancap di

keempat titik tersebut.

Pembatasan wilayah DPL Yenmangkwan membuat perubahan pada wilayah

tangkap nelayan Saporkren. Namun, sejak pembentukan DPL hingga saat ini tidak

terjadi konflik yang besar terkait perubahan wilayah tangkap para nelayan. Hal ini

dikarenakan masyarakatlah yang menjadi penentu dalam pembuatan batas-batas

DPL. Adapun gambaran perubahan wilayah tangkapan nelayan Saporkren

sebelum dan sesudah adanya DPL dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 10. Perubahan Wilayah Tangkap Nelayan Saporkren

Sebelum DPL Setelah DPL

Page 81: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

61

Gambar 10 menggambarkan wilayah tangkap nelayan Saporkren sejak

sebelum terbentuknya DPL dan setelah adanya DPL. Gambar tersebut diperoleh

melalui kegiatan FGD (Focus Group Discussion) diantara masyarakat.

Masyarakat berkumpul lalu menggambarkan pemataan wilayah tangkap mereka

sebelum DPL dan setelah adanya DPL. Sebelum DPL terbentuk, nelayan bebas

menangkap di seluruh wilayah laut khususnya bagian laut yang dekat dengan

perkampungan. Namun setelah adanya DPL nelayan tidak dengan bebas melaut

karena ada batasan yang tidak boleh dilanggar, dan para nelayan hanya bisa

melaut di sekitar DPL dan bahkan akan menangkap di daerah yang lebih jauh

misalnya di daerah Tanjung Pisang. Namun, jika terjadi angin kencang maka

wilayah tangkap alternatif bagi nelayan adalah wilayah laut yang berdekatan

dengan Pulau Urai.

5.4.2 Peraturan (Rules)

Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut tidak terlepas dari aturan-aturan

yang diberlakukan. Sejak pembentukan DPL Yenmangkwan, masyarakat duduk

bersama untuk mendiskusikan aturan yang akan ditetapkan sebagai peraturan

dalam pengelolaan kawasan ini. Berdasarkan Perkam (Peraturan kampung) No.

001/DPL/KP-SPKRN/2010 tentang Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut

Berbasis Masyarakat (DPL-BM), adapun hal-hal yang dilarang untuk dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Pemboman ikan dan bius/potas

2. Penambangan karang dan pasir

3. Pembuangan limbah rumah tangga, industri, dan kapal

4. Reklamasi dan buang jangkar

5. Penebaran jala, pukat, atau sejenisnya

6. Memancing segala jenis ikan

7. Menangkap ikan dengan menggunakan alat panah/kalawai (tombak)

8. Pengambilan kerang-kerangan dan jenis biota lainnya

9. Menggunakan perahu berlampu (balobe)

10. Berjalan di atas terumbu karang

Page 82: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

62

11. Mengambil biota laut yang dilindungi oleh undang-undang

12. Melintas di atas DPL

Berdasarkan keputusan bersama antara pihak Coremap II dengan

masyarakat, peraturan nomor 12 saat ini tidak diberlakukan lagi dengan alasan

area DPL adalah area bagi masyarakat untuk menuju Waisai ataupun sebaliknya.

Apabila aturan tersebut tetap diberlakukan, masyarakat harus menempuh jarak

yang lebih jauh. Oleh karena itu, siapapun berhak melintas di atas DPL tetapi

tidak boleh melakukan aktivitas apapun.

Adapun kegiatan yang diperbolehkan di lokasi DPL yaitu :

1. Kegiatan penelitian ilmiah/pendidikan

2. Kegiatan pariwisata atau penyelaman terbatas

3. Kegiatan monitoring atau pengawasan oleh kelompok pengelola

5.4.3 Hak (Rights)

Hak nelayan Saporkren sebelum adanya Daerah Perlindungan Laut terdiri

dari hak akses, hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak ekslusi, sedangkan

untuk hak alienasi tidak dikenal di dalam masyarakat karena menurut masyarakat

setempat, laut adalah milik bersama. Artinya, tidak ada satu orang pun yang

berhak menjual atau menyewakan hak yang dimiliki masyarakat kepada orang

lain diluar masyarakat setempat. Kemudian sejak adanya DPL, seperangkat hak

nelayan mengalami sedikit perubahan yakni perubahan pada hak pemanfaatan,

karena DPL telah ditetapkan sebagai zona inti dari Kawasan Konservasi Laut

Daerah (KKLD) dan itu artinya DPL merupakan area larang ambil. Ketiga tipe

hak lainnya yaitu hak untuk mengakses, mengelola, dan hak ekslusi tidak

mengalami perubahan.

5.4.4 Kewenangan (Authority)

Sistem pengelolaan Daerah Perlindungan Laut dikelola secara penuh oleh

masyarakat, dengan asumsi masyarakat lokal yang lebih paham akan kondisi laut.

Masyarakat memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola DPL dengan

menerapkan kearifan lokal yang telah dipegang sejak zaman dahulu. Masyarakat

Page 83: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

63

bersama pemerintah daerah bekerjasama dalam proses perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi, artinya masyarakat juga memiliki kewenangan penuh untuk terlibat.

Terkait sistem pengelolaan, adapula lembaga pengelola DPL yang dibentuk

sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap DPL, yaitu MK (Motivator

Kampung), LPSTK (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang), dan

Pokmaswas (kelompok masyarakat pengawas). Ketiga lembaga tersebut dibentuk

berdasarkan pemilihan masyarakat dan anggotanya adalah masyarakat Kampung

Saporkren. MK (Motivator Kampung) berperan sebagai fasilitator masyarakat

khususnya terkait program DPL, menjadi pemandu masyarakat dalam

melaksanakan tahapan pengelolaan berbasis masyarakat di kampung, dan

memberikan laporan pengelolaan DPL kepada SETO yang bertanggung jawab di

tingkat distrik. Sedangkan LPSTK dan Pokmaswas di Kampung Saporkren

digabung menjadi satu kesatuan yang beranggotakan lima orang dan bertugas

sebagai pengelola di lapang atau langsung di area DPL, serta wajib memberikan

laporan kepada MK terkait pengelolaan DPL.

5.4.5 Pengawasan (Monitoring)

Pengawasan dan pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan

diberikan kepada masyarakat lokal sebagai pemilik sumberdaya laut tersebut.

Siapapun berhak mengawasi, tetapi tanggung jawab sepenuhnya diberikan kepada

Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang sekaligus menjadi anggota

LPSTK. Teknik pengawasan yang diterapkan di kampung Saporkren adalah

patroli dengan menggunakan perahu oleh anggota Pokmaswas/LPSTK. Mereka

menjalankan tugasnya baik pada siang hari maupun malam hari sesuai jadwal

pengawasan yang telah disusun bersama. Biasanya petugas mengawasi DPL

sekaligus mereka menangkap ikan di luar area DPL. Selain anggota

LPSTK/Pokmaswas, masyarakat yang non-anggota juga mengawasi DPL. Cara

masyarakat mengawasi adalah memantau dari kampung dan ketika mereka sedang

menangkap ikan di laut.

Teknik pengawasan yang dilihat nampak sederhana tetapi cukup efektif

dalam pengelolaan DPL. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

responden dinyatakan bahwa banyak kasus yang mereka temui terkait pelanggaran

Page 84: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

64

aturan dan pelakunya adalah nelayan dari kampung lain atau anak-anak kecil yang

tidak mengetahui akan keberadaan DPL. Bagi pelanggar aturan akan diberikan

sanksi yang telah disepakati oleh masyarakat Saporkren.

5.4.6 Sanksi (Sanctions)

Terkait aturan yang telah ditetapkan dalam proses penjagaan DPL, apabila

ada yang melanggar peraturan-peraturan tersebut, maka sanksi yang diberikan

adalah teguran oleh Pokmaswas, dimana teguran ini berupa teguran I, II, dan III,

oleh MK atau LPSTK sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh. Apabila

tersangka telah mendapatkan tiga kali teguran dan tetap melakukannya maka

sanksi yang lebih berat akan diberikan yakni diserahkan ke kantor polisi dan

penyitaan alat tangkap.

Menurut responden, sejak ditetapkan peraturan untuk pengelolaan DPL,

pelanggaran terhadap aturan tersebut tetap terjadi. Namun, hal itu lebih sering

terjadi saat awal pembentukan DPL, khususnya bagi pihak yang kontra dan

merasa hak mereka untuk menangkap ikan di DPL berubah secara drastis.

Tindakan tersebut dianggap sebagai salah satu tindakan nelayan yang tidak

menyetujui adanya Daerah Perlindungan Laut. Jika dibandingkan dengan

intensitas pelanggaran di awal pembentukan DPL, saat ini sudah berkurang. Jika

konflik terjadi hanyalah skala kecil, yaitu pelanggaran oleh nelayan dari kampung

lain. Hal ini disebabkan oleh perubahan persepsi nelayan yang telah menerima

keberadaan DPL Yenmangkwan. Apabila ada pelanggaran terjadi, pelakunya

adalah nelayan dari kampung lain yang belum mengetahui keberadaan DPL. Salah

satu kasus yang pernah dialami oleh salah satu responden, DS (29 tahun):

“…sa pernah dapat satu orang yang lagi tangkap ikan dengan jaring,

terus sa pergi tegur dia dan lapor dia ke LPSTK di kampung. nelayan ini

orang dari Waisai yang lagi ambil ikan pas di DPL, padahal waktu itu sa

baru pulang jual ikan dari Waisai, baru sa dapat dia. Pace ini tara mau ikut tapi sa paksa dia untuk ikut ke kampung sini supaya dapat tegur

sedikit dulu, habis tanda besar-besar begini masa da tara liat.”

Page 85: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

65

BAB VI

DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI SOSIAL NELAYAN

6.1 Analisis Stakeholder

Pengelolaan kawasan konservasi baik laut maupun darat tidak terlepas dari

konteks hak kepemilikan atau hak pengelolaan para pihak yang berkepentingan

(stakeholders). Masing-masing pihak memiliki peranan dan kepentingan yang

berbeda, dan perbedaan itu memungkinkan terjadinya konflik ketika tidak adanya

kejelasan akan wilayah yang menjadi bagiannya. Oleh karena itu, dalam proses

pengelolaan diperlukan kejelasan akan hak milik yang akan menentukan dan

membatasi sejauh mana pihak tersebut dapat berperan dalam proses pengelolaan.

Daerah Perlindungan Laut yang dibentuk melibatkan banyak pihak dalam

proses perencanaan, pengelolaan, hingga evaluasi, dan masing-masing pihak

memiliki tugas dan dan tanggung jawab yang berbeda. Adapun pihak-pihak yang

terlibat antara lain, pemerintah pusat, pemeritah daerah, Coremap II, dan

masyarakat. Hal terpenting yang diharapkan dari semua stakeholder adalah

kerjasama yang dapat menjamin pengelolaan yang berkelanjutan.

6.1.1 Pemerintah Daerah

Peran pemerintah daerah dalam proses pembentukan dan pengelolaan

Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah menetapkan peraturan daerah terkait

kawasan konservasi laut dalam hal ini adalah KKLD. Pelaku-pelaku dari pihak

Pemda Kabupaten Raja Ampat meliputi, Bupati, Bappeda, DKP, Dinas

Pendidikan dan Pengajaran, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Bagian Hukum, Kepala Distrik Waigeo

Selatan dan Barat, Kepala Distrik Meos Mansar, dan Kepala Distrik Selat

Sagawin. Namun secara keseluruhan tugas dan tanggung jawab dari Pemerintah

Daerah tentang kawasan perairan dan khususnya konservasi laut diberikan kepada

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Raja Ampat. DKP memiliki

kewenangan untuk mengatur KKLD yang berada di Kabupaten Raja Ampat dan

bersama Coremap II bekerjasama dalam pengelolaan setiap DPL. DKP juga setiap

Page 86: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

66

tahun membuat anggaran bagi kawasan-kawasan konservasi laut yang ada di Raja

Ampat baik dana pelaksanaan dan dana bantuan bagi masyarakat lokal sekitar

kawasan konservasi. Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam bentuk bantuan

teknis pendanaan dan persetujuan aturan-aturan pengelolaan DPL yang telah telah

disepakati bersama masyarakat, misalnya surat persetujuan pengelolaan DPL atau

sering disebut Perkam DPL.

6.1.2 Coremap

Coral reef rehabilitation and management program (program pengelolaan

dan rehabilitasi terumbu karang) adalah perpanjangan tangan dari Dinas Kelautan

dan Perikanan Raja Ampat. Adapun tahapan Coremap di Raja Ampat terbagi

dalam tiga tahap yaitu, tahap pertama disebut tahap inisiasi (1998-2003), tahap

kedua, akselerasi (2004-2009), dan tahap ketiga pelembagaan (2010-2015). Saat

ini Coremap tahap II yang menjadi penanggung jawab di Kabupaten Raja Ampat.

Coremap II terbentuk di Raja Ampat sejak Tahun 2005 dengan alasan

dibutuhkan suatu program yang dianggap dapat melindungi sumberdaya laut yang

dimiliki Raja Ampat dari berbagai upaya yang dapat merusak. Visi dari Coremap

II adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat dan kesehatan terumbu karang di

Kabupaten Raja Ampat.

Gambar 11. Penangggung Jawab Pengelolaan DPL Raja Ampat

Tingkat Kabupaten

Tingkat Distrik

Tingkat Kampung

Tingkat Kampung

SETO

Motivator

Kampung

POKMASWAS LPSTK

COREMAP II DKP

Page 87: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

67

Lembaga Coremap sebagai perpanjangan tangan dari DKP memiliki

tanggung jawab untuk mengatur setiap DPL-DPL yang berada di Kabupaten Raja

Ampat. Kegiatan yang telah dilakukan adalah melakukan Sosialisasi-Sosialisasi

ke semua kampung yang menjadi target dari program DPL, melakukan kegiatan

pendidikan lingkungan hidup, pengawasan melalui LPSTK yang berada di

kampung-kampung DKP, melakukan monitoring terumbu karang di DPL,

pemantauan hasil tangkapan nelayan setiap bulan, membangun pondok informasi

di setiap kampung yang memiliki DPL, dan memberi dana bantuan bagi

pembangunan sarana dan prasarana kampung.

Coremap II Raja Ampat juga membagi tugas dan tanggung jawabnya

kebeberapa pihak baik di distrik maupun kampung. Penanggung jawab di tingkat

distrik disebut SETO yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan di beberapa kampung. Masing-masing distrik memiliki satu atau dua

SETO, misalnya Distrik Waigeo Selatan yang terdiri dari beberapa kampung

termasuk Kampung Saporkren dipercayakan pada satu orang sebagai pihak yang

bertanggung jawab nantinya kepada Coremap. SETO yang hanya terdiri dari satu

atau dua orang saja menyebabkan mereka tidak setiap saat berada di kampung

karena tugasnya adalah mengelilingi setiap kampung untuk melihat

perkembangan pengelolaan DPL. Oleh karena itu, penanggung jawab di tingkat

kampung diserahkan kepada MD atau MK (Motivator Desa/Kampung). MD atau

MK ini dibentuk oleh masyarakat sendiri, berada dibawah pengawasan SETO, dan

bertugas sebagai fasilitator masyarakat khususnya terkait dengan program DPL.

MD akan menjadi pemandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan

tahapan pengelolaan berbasis masyarakat di kampung. Selain itu, dibentuk pula

LPSTK dan Pokmaswas sebagai lembaga pengelola DPL di lapangan. Pada

Kampung Saporkren, motivator kampungnya terdiri dari empat orang, sedangkan

LPSTK dan Pokmaswas digabung menjadi satu kesatuan dan dipercayakan pada

lima orang sebagai pengelola di lapangan. Sistem pengelolaan di lapangan adalah

masyarakat secara bersama memiliki hak untuk menjaga dan melarang siapapun

yang hendak melakukan aktivitas di lokasi DPL, sedangkan LPSTK dan

Pokmaswas adalah penanggung jawab di DPL, dimana mereka akan melakukan

patroli dan akan selalu akan memberikan laporan kepada MD/MK sebagai

Page 88: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

68

fasilitator di masyarakat. Laporan tersebut nantinya akan dilanjutkan kepada

SETO dan disampaikan pada Coremap II sebagai pihak yang memiliki tanggung

jawab penuh kepada DKP.

Dewan Pemberdayaan masyarakat Pesisir atau Coastal Community

Empowerment Board (CCEB) terdiri dari beberapa instansi terkait dan perwakilan

pemangku kepentingan seperti masyarakat, LSM yang diwakili secara berimbang,

dan dibentuk oleh Bupati sebagai upaya untuk melakukan pembinaan

pengembangan peran serta masyarakat. Gambar 13, adalah gambar struktur

kelembagaan Coremap di suatu daerah.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 13. Struktur Kelembagaan Coremap Dewan Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir

Monitoring,

Controling, and

Surveillance

(MCS)

Bupati

Pengelolaan Berbasis

Masyarakat

(PBM)

Dewan Pemberdayaan Masyarakat

Pesisir Pemda, Bappeda, Dinas

KP, KSDA, LSM, Adat dan pihak

terkait lainnya

Project Management

Unit (PMU)

Public

Awareness

(PA)

Pengelolaan

Kawasan

Konservasi

(MCA)

Coral Reef

Information

And Training Center

(CRITC)

Kampung

SETO (Fasilitator Masyarakat)

Motivator Desa

Page 89: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

69

Bupati memiliki posisi tertinggi sebagai ketua atau pemilik tanggung jawab

penuh dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir, dan pembagian

selanjutnya diberikan kepada dinas-dinas yang terkait seperti DKP Kabupaten,

Bappeda, KSDA, LSM, dan adat. Unit ini bertugas untuk melaksanakan sistem

kegiatan Coremap II secara teknis sesuai dengan komponen dan sub komponen

yang telah ditetapkan. Tanggung jawab kemudian diberikan kepada PMU atau

PMU Coremap II yang bertanggung jawab terhadap program-program unit antara

lain, CRITC, PBM, MCS, PS, dan MCA. Apabila program tersebut sampai hingga

ke kampung maka diberikan tanggung jawab lagi kepada Motivator Desa dan

dalam pengawasannya diserahkan pada SETO sebagai fasilitator masyarakat di

lapangan (Coremap II Raja Ampat 2009).

6.1.3 Masyarakat

Fokus utama dari pembentukan Daerah Perlindungan Laut yang

membedakan dengan kawasan konservasi lainnya adalah pengelolaan secara

penuh oleh masyarakat. Daerah Perlindungan Laut merupakan daerah laut dimana

masyarakat lokal sebagai pemilik utama oleh karena itu masyarakat bertanggung

jawab sebagai pengelola utama (DPL-BM). Pengaturan, pembatasan, dan larangan

yang berlaku di DPL ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam

bentuk peraturan kampung. Intinya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan

untuk masyarakat. Tujuan dari penyerahan tanggung jawab sepenuhnya pada

masyarakat adalah karena laut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat

pesisir, dan masyarakatlah yang paling memahami kondisi laut jadi lebih mudah

dalam proses penjagaannya. Selain itu, pemberian tanggung jawab sepenuhnya

kepada masyarakat adalah untuk mendidik masyarakat dalam hal perlindungan

sumberdaya laut sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan

kewajiban masyarakat. Masyarakat bertanggung jawab dalam menentukan lokasi

DPL, luasan DPL, tujuan pengelolaan, mengelola, dan membuat peraturan-

peraturan DPL atau disebut dengan peraturan kampung (Perkam).

Secara umum, peran masing-masing stakeholders yang terlibat dalam proses

pengelolaan DPL Yenmangkwan Kampung Saporkren ditunjukkan pada tabel

berikut :

Page 90: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

70

Tabel 13. Peranan Stakeholders DPL Yenmangkwan Kampung Saporkren

No. Stakeholders Peran

1. Bupati Kab. Raja Ampat Penanggung jawab KKLD dan DPL,

Mengesahkan setiap peraturan terkait kawasan konservasi di Kab. Raja Ampat termasuk DPL

1. Dinas Kelautan dan

Perikanan (DKP) Kab.

Raja Ampat

Pengelola dan penanggung jawab Coremap II

Kab. Raja Ampat

2. PMU Coremap II Raja

Ampat

- Menyusun rencana tahunan

- Mengkoordinasikan dan melaksanakan

kegiatan Coremap II di kabupaten

- Memonitor dan mengevaluasi kegiatan di

masing-masing kampung dan melaporkan

pada DKP

- Melaksanakan kegiatan penelitian terumbu karang dan pelatihan LH

- Melaksanakan kegiatan penguatan SDM dan

kelembagaan pengelolaan terumbu karang

berbasis masyarakat, penyadaran

masyarakat, pengelolaan kawasan DPL dan monitoring, control, and surveillance (MCS)

3. Pemerintah kampung - Mendorong masyarakat untuk berperan aktif

dalam program pengelolaan terumbu karang

di kampung sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

- Mengangkat MD dan Pokmaswas sesuai

hasil musyawarah dan kesepakatan bersama

- Mengesahkan Perkam yang terkait dengan pembentukan DPL

4. LPSTK - Membantu penyusunan Rencana

Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK)

- Membantu melakukan identifikasi seluruh

potensi yang ada di kampung

- Mengelola pondok informasi masyarakat

5. Pokmaswas - Melakukan patroli secara teratur di DPL

- Mengamati, mencatat, dan melaporkan

pelanggaran yang terjadi di DPL kepada MD

- Melakukan perawatan berbagai peralatan patroli dan tanda batas DPL

6. SETO (Fasilitator senior) - Menjalankan fungsi manajerial pengelolaan

DPL di setiap kampung.

- Mengarahkan, mendukung, dan membantu

Page 91: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

71

kelancaran pelaksanaan seluruh kegiatan.

7. MD/MK (Motivator

desa/motivator kampung)

- Memandu masyarakat dalam melaksanakan

tahapan pengelolaan DPL-BM di kampung

- Menjadi penanggung jawab di tingkat

kampung dan akan memberikan laporan

kepada SETO terkait pengelolaan DPL

8. Masyarakat Menentukan lokasi DPL, luas DPL, membuat

Perkam, dan mengelola serta menjaga DPL berdasarkan Perkam

Tabel 13 menunjukkan peran dari semua pihak yang terlibat dalam proses

pengelolaan Daerah Perlindungan Laut di Kampung Saporkren. Aktor-aktor yang

terlibat meliputi Pemerintah Daerah (Bupati dan DKP), PMU Coremap II,

Pemerintah Kampung Saporkren, LPSTK, Pokmaswas, SETO, MK, dan

Masyarakat.

6.2 Sikap Masyarakat Terhadap Penetapan DPL

Respons masyarakat lokal terhadap penetapan Daerah Perlindungan Laut

Yenmangkwan dapat diukur dengan sikap mereka. Variabel dari sikap masyarakat

dilihat dari beberapa variabel, yaitu pengetahuan dan afeksi masyarakat terhadap

DPL.

Pengetahuan masyarakat terhadap Daerah Perlindungan Laut dapat dijadikan

salah satu bagian dari pengukuran respons nelayan sejak adanya DPL. Asumsinya

adalah jika masyarakat mampu menjelaskan dan memahami akan keberadaan

DPL dan beragam pengetahuan yang mendukung akan pemahaman tehadap

masyarakat maka dapat dikatakan respons mereka positif. Selain itu pengukuran

respons para nelayan akan adanya DPL dapat diukur dengan afeksi nelayan.

Asumsinya jika nelayan menjawab “Ya” dan mampu memberi alasan terhadap

jawaban tersebut dari beberapa pertanyaan yang diajukan, maka nelayan merasa

perlu dan penting akan adanya daerah perlindungan hasil laut.

Berdasarkan hasil analisis, dari delapan pertanyaan yang diajukan, diperoleh

hasil bahwa sebanyak 29 orang menjawab “Ya” artinya responden memiliki sikap

positif terhadap pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Skor dari

jawaban setiap responden berada di atas rataan skor, artinya respons responden

Page 92: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

72

positif. Responden lainnya, sebanyak 10 responden dianggap memiliki sikap

negatif terhadap pembentukan Daerah Perlindungan Laut dengan menjawab

“Tidak”.

Ketika masyarakat secara keseluruhan mampu menjawab “Ya”

menunjukkan bahwa mereka telah memahami esensi dari pembentukan DPL.

Secara tidak langsung responden yang memiliki respons positif menyetujui

pembentukan DPL, hal ini tergambarkan dengan pemahaman mereka akan tujuan,

larangan, aturan, dan sanksi yang berlaku di Daerah Perlindungan Laut. Bagi

responden yang menjawab “Tidak” dianggap memiliki respons yang negatif

terhadap pembentukan DPL, dengan perolehan skor masing-masing individu di

bawah skor rata-rata. Responden ini belum mau menerima adanya DPL yang

menyebabkan wilayah tangkap mereka terbatas. Berdasarkan hasil wawancara

dengan beberapa nelayan, dinyatakan oleh FS (59 tahun):

“…mereka yang tidak tahu tujuan DPL, maksud pembentukannya apa, dan sebagainya adalah mereka yang masa bodoh dengan DPL dan kegiatan-

kegiatan yang mendukung penjagaan DPL.”

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden menurut Respons Responden

Terhadap Pembentukan DPL

Respon Masyarakat

Frekuensi Persen Valid

Percent

Persentase Total

Valid Negatif 10 25.6 25.6 25.6

Positif 29 74.4 74.4 100

Total 39 100 100

Rendahnya pemahaman nelayan akan keberadaan DPL dapat dipengaruhi

oleh rendahnya minat keikutsertaan responden sejak awal perencanaan hingga

pada pelaksanaan, misalnya nelayan enggan mengikuti rapat-rapat yang

mendiskusikan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan dan pada akhirnya

mereka tidak antusias untuk terlibat dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,

diperlukan upaya yang ekstra untuk membangkitkan minat nelayan lain untuk

meresponi kegiatan-kegiatan tersebut.

Page 93: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

73

6.3 Dampak DPL terhadap Seperangkat Hak (Bundles of right) Nelayan

Pada umumnya masyarakat Raja Ampat bermata pencaharian sebagai

nelayan dan menggantungkan hidup mereka pada laut. Laut dianggap sebagai

warisan nenek moyang yang sangat berharga dan wajib dijaga dan dilindungi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebagian besar menyatakan

bahwa laut adalah hidup mereka karena warisan leluhur dan sejak jaman dahulu

nelayan bebas melaut di daerah mana pun, sebagaimana seperti pendapat YM (55

tahun):

“…saya punya nenek moyang bilang laut itu punya bersama dan bisa

ambil ikan sepuasnya dimana saja dan kapan saja kita suka.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa kebebasan memiliki dan mengelola

sumberdaya pesisir adalah milik bersama artinya siapapun berhak mengambil

hasil laut tanpa batasan dan tanpa memperhitungkan waktu. Nelayan Saporkren

mayoritas adalah nelayan lokal dan telah ada di kampung ini sejak mereka

dilahirkan. Berdasarkan hasil wawancara rata-rata responden merupakan

penduduk asli Kampung Saporkren dan telah menetap lebih dari 10 tahun. Oleh

karena itu, setiap nelayan merasa memiliki hak yang besar untuk mengatur,

menjaga, memanfaatkan, dan mengelola sumberdaya yang terkandung di

dalamnya. Hak kepemilikan seseorang atas sumberdaya menjadi hal yang penting

untuk diketahui dengan tujuan untuk mengurangi konflik kepentingan atau konflik

pemanfaatan atas sumberdaya yang ada.

Teori Ostrom dan Schlager tentang hak pengelolaan yang dikutip oleh Satria

(2009), menyatakan bahwa terdapat lima tipe hak yaitu, a) hak akses, b) hak

pemanfataan, c) hak pengelolaan, d) hak ekslusi, dan e) hak pengalihan. Secara

teori, kelima hak tersebut semestinya dimiliki oleh pemilik sumberdaya, tetapi

bisa mengalami perubahan ketika suatu program diberikan. Nelayan pun memiliki

hak-hak tersebut walau tidak semuanya, sifatnya tergantung pada tipe sumberdaya

alam yang berada di masing-masing daerah. Artinya, hak nelayan bisa berbeda

dengan hak petani, tergantung pada tipe sumberdaya yang dimiliki, apakah

sifatnya yang mudah dikelola, seperti lahan dan sifatnya cenderung individu, atau

sifatnya yang sulit untuk dikelola/dijaga seperti laut dan cenderung milik bersama.

Page 94: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

74

6.3.1 Sebelum adanya DPL

Area yang dijadikan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan adalah area

yang merupakan wilayah tangkapan nelayan Saporkren sehari-hari. Posisi DPL

tidak jauh dari perkampungan nelayan dan merupakan kawasan perlintasan

perahu-perahu masyarakat menuju Waisai. Sebelum pembentukan Daerah

Perlindungan Laut para nelayan Saporkren bebas menangkap di area mana saja

termasuk area yang menjadi DPL saat ini.

Jika dianalisis berdasarkan teori hak Ostrom dan Schlager dikutip Satria

(2009), nelayan Saporkren memiliki empat tipe hak yaitu hak untuk mengakses,

hak untuk memanfaatkan sumberdaya, hak untuk mengelola sumberdaya alam,

dan hak ekslusi, sedangkan tipe hak kelima tidak dimiliki oleh nelayan karena

terkait hak menjual atau menyewakan sumberdaya laut tidak berlaku di kampung

ini. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan hak kepemilikan dengan rezim

kepemilikan yang berlaku di Kampung Saporkren yakni rezim komunal atau

masyarakat. Masyarakat setempat menganggap sumberdaya laut adalah warisan

turun temurun dari nenek moyang dan peraturan yang berlaku adalah peraturan

lokal berdasarkan pengetahuan lokal (sasi), oleh karena itu hak pengelolaan

adalah milik bersama dan bukan individu. Tidak ada seorang pun yang memiliki

hak individu untuk menjual atau menyewakan seluruh atau sebagian hak akses,

hak pemanfaatan, hak pengelolaan, dan hak ekslusi.

Masyarakat Saporkren terlebih dahulu telah memiliki sistem pengelolaan

sumberdaya laut sebelum adanya DPL. Sistem pengelolaan tersebut dikenal

dengan Sasi. Sasi laut yang diterapkan di kampung ini merupakan Sasi Gereja,

artinya peraturan terkait pengelolaan laut ditentukan atau dibuat oleh tokoh-tokoh

Gereja. Sasi Gereja adalah model sistem pengelolaan laut tradisional yang

diterapkan bagi semua masyarakat Saporkren dengan tujuan menjaga kelestarian

sumberdaya laut dan ekosistemnya. Aturan Sasi melarang masyarakat untuk

mengambil sumberdaya laut secara khusus teripang dan lola, karena banyak kasus

yang terjadi terkait pengambilan berlebihan yang dilakukan oleh nelayan dengan

menggunakan akar bore (sejenis tanaman beracun). Teripang dan lola dianggap

memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan kuantitasnya yang lebih sedikit

dibandingkan ikan tangkapan sehari-hari, sehingga menjadi incaran para nelayan.

Page 95: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

75

Ketika Sasi diterapkan, nelayan Saporkren dapat mengakses, dapat memanfaatkan

(terkecuali saat laut “ditutup”), mengelola, dan dapat menentukan siapa yang

boleh mengakses, mengambil hasil laut di wilayah perairan Kampung Saporkren.

Penerapan Sasi membuat nelayan terbatas untuk mengambil hasil laut di wilayah

yang telah ditetapkan untuk “ditutup”. Laut akan “ditutup” selama setahun tetapi

tidak menutup kemungkinan melebihi waktu tersebut, semua tergantung

kesepakatan bersama dan melihat kondisi hasil laut, apakah semakin sedikit

jumlah hasil laut atau tidak. Jika hasil laut semakin berkurang jumlahnya, maka

laut akan ditutup lebih dari satu tahun. Laut ditutup artinya kegiatan mengambil

hasil laut dihentikan pada wilayah laut tertentu dan dikhususkan pada jenis hasil

laut yang akan dilindungi, misalnya nelayan selama setahun dilarang mengambil

teripang dan lola boleh mengambil jenis ikan apapun, tetapi aturan itu bisa

berubah di tahun akan datang tergantung pada kondisi hasil laut.

6.3.2 Setelah adanya DPL

Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan yang berlokasi di Kampung

Saporkren dibentuk pada Tahun 2007 dengan luas 32,2 ha. Berdasarkan hasil

wawancara dengan salah satu anggota MD di kampung, alasan pembentukan DPL

di kampung ini adalah adanya jenis terumbu karang terbaik di wilayah laut

Kampung Saporkren. Hal tersebut didukung pula dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh pihak Coremap II untuk melihat tutupan karang yang ada di Raja

Ampat, dan ternyata potensi karang di DPL ini termasuk dalam kategori “sedang”,

oleh karena itu diperlukan adanya kegiatan perlindungan demi menjamin

keberlanjutan terumbu karang dan hasil laut lainnya..

Penetapan suatu kawasan yang awalnya bebas untuk diakses kemudian

menjadi area larangan ambil tentu berdampak terhadap perubahan seperangkat

hak-hak para nelayan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan

seperangkat hak (bundles of right) para nelayan di Saporkren sejak adanya Daerah

Perlindungan Laut. Perubahan hak tersebut sangat dirasakan oleh nelayan yang

sejak awalnya menjadikan area itu sebagai daerah tangkapan mereka. Para

nelayan yang awalnya memiliki empat tipe hak yaitu hak akses, hak pemanfaatan,

hak pengelolaan, dan hak ekslusi menjadi tiga tipe hak yaitu hak akses, hak

Page 96: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

76

pengelolaan, dan hak ekslusi. Perubahan hak yang terjadi adalah perubahan tipe

hak kedua, dimana masyarakat tidak lagi memiliki hak untuk memanfaatkan

sumberdaya di area DPL. Seluruh masyarakat Saporkren dilarang untuk

melakukan berbagai kegiatan yang sifatnya mengambil ataupun memanfaatkan

sumberdaya laut yang ada.

Hal yang menarik disini adalah perubahan hak pemanfaatan tidak

menyebabkan konflik yang besar terkait kepemilikan sumberdaya laut diantara

para aktor yang terlibat. Hal ini didasarkan pada beberapa hal yaitu :

1. Sifat pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang berbasis pada masyarakat

lokal. Prinsip yang diterapkan dalam pengelolaan DPL adalah dari

masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.

2. Dukungan pemerintah daerah dan kampung melalui penglegitimasian

Perkam DPL Yenmangkwan No.001/DPL/KP-SPKRN/2010 tentang

Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat.

3. Adanya kompensasi dari DKP melalui Coremap II bagi kampung untuk

mendukung penyediaan fasilitas-fasilitas umum, seperti mendirikan pondok

informasi, mendirikan beberapa MCK, dan pembuatan pagar di depan rumah

penduduk. Menurut koordinator Coremap II, pemberian dana baru diberikan

pada akhir tahun lalu sebesar Rp. 80 juta untuk kegiatan penyediaan sarana

dan prasarana di kampung.

4. Pengalaman sistem pengelolaan laut tradisional yakni Sasi yang telah

diterapkan masyarakat lokal. Hal ini telah membiasakan masyarakat untuk

tidak melakukan kegiatan penangkapan di area yang telah dilarang. Alhasil

ketika DPL dibentuk, nelayan tidak mengalami kesulitan untuk

menerapkannya.

5. Dukungan positif oleh tokoh-tokoh masyarakat termasuk tokoh agama

sebagai penanggung jawab dari sistem pengelolaan Sasi. Saat pembentukan

DPL, sistem Sasi tidak berjalan lagi, tetapi larangan untuk tidak mengambil

Lola dan Teripang tetap berlangsung karena menjadi salah satu larangan

dalam Perkam DPL Yenmangkwan. Walaupun Sasi tidak diterapkan lagi,

tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi proses penerapan DPL, karena

Page 97: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

77

masyarakat dan pihak Gereja sebagai penanggung jawab saat Sasi

diterapkan ikut mendukung pengelolaan DPL.

Secara ringkas perbandingan model pengelolaan Sasi (sebelum DPL) dan

model pengelolaan DPL dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 15. Perbandingan Model Pengelolaan Sasi dan Model Pengelolaan DPL di

Kampung Saporkren

No. Indikator Sasi DPL

1. Sistem Tradisional Modern

2. Tujuan Melindungi hasil-hasil laut

dan menjaga kelestarian

sumberdaya laut

Melindungi hasil laut baik

karang, ikan, dan lain-lain

guna menjamin ekosistem

yang berkelanjutan

3. Latar

belakang

pembentukan

- Berkurangnya hasil laut

khususnya Lola dan

Teripang

- Kerusakan laut akibat

penggunaan akar bore dan potassium

Kondisi tutupan karang di

daerah DPL termasuk dalam kategori “sedang”

4. Penanggung

jawab

Pihak Gereja Pihak Pemda Raja Ampat,

Coremap II, MK, LPSTK,

Pokmaswas, dan

masyarakat

5. Aturan yang

berlaku

Dilarang mengambil lola dan

teripang serta hasil laut yang

mulai berkurang jumlahnya

selama waktu yang ditentukan

(biasanya satu tahun) “laut

ditutup”

Dilarang melakukan

aktivitas apapun di dalam

area DPL terkecuali

melintas di atas DPL

6. Sanksi - Hasil tangkapan diambil

- Dilarang melaut untuk

beberapa hari sesuai

keputusan pihak Gereja

Diberikan tiga kali teguran

oleh penanggung jawab

DPL di lapangan, dan jika

tetap melakukan akan

dilakukan penyitaan alat tangkap

7. Bundles of

rights

- Hak akses

- Hak pemanfaatan

- Hak pengelolaan

- Hak ekslusi

- Hak akses

- Hak pengelolaan - Hak ekslusi

Page 98: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

78

Jika dibandingkan antara sistem pengelolaan sebelum DPL dengan sistem

pengelolaan DPL, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni melindungi

sumberdaya laut demi keberlanjutan ekosistem dimasa akan datang. Perbedaan

yang ada hanya pada penerapan dari masing-masing model pengelolaan tersebut.

Tetapi perubahan model tersebut memberi dampak terhadap perubahan

seperangkat hak nelayan (bundles of rights). Adapun perubahan seperangkat hak

para nelayan dapat terlihat pada gambar 13.

Gambar 13. Seperangkat Hak Nelayan Sebelum dan Setelah Penetapan DPL

Gambar 13 menunjukkan seperangkat hak-hak nelayan sejak sebelum

penetapan DPL dan sesudah DPL. Sebanyak 39 orang responden menyatakan

bahwa sebelum dan sesudah adanya DPL, mereka memiliki kebebasan untuk

melintas di atas lokasi DPL dengan menggunakan perahu. Artinya hak akses yang

dimiliki nelayan tidak mengalami perubahan. Pada kategori hak kedua yaitu hak

pemanfaatan, terlihat sangat jelas perubahan yang terjadi. Sebesar 39 orang

menyatakan dahulu sebelum adanya DPL mereka dapat mengambil hasil laut apa

saja yang ada di lokasi DPL, dan mereka dapat berenang tanpa ada larangan.

Tetapi setelah adanya DPL, hak tersebut tidak dimiliki lagi, hal ini diperkuat

dengan tidak adanya pernyataan bahwa mereka dapat mengambil hasil laut.

Kategori ketiga adalah hak pengelolaan, dimana seluruh responden menyatakan

bahwa mereka terlibat dalam pengelolaan sumberdaya laut baik sebelum dan

Hak AksesHak

PemanfaatanHak

PengelolaanHak Ekslusi

Sebelum DPL 100% 100% 100% 100%

Setelah DPL 100% 0% 100% 100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Pre

sen

tase

Re

spo

nd

en

Page 99: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

79

setelah adanya DPL. Masyarakatlah yang menjaga, membuat aturan pengelolaan,

dan menegur jika ada yang melanggar aturan. Hal ini didorong dengan alasan laut

telah menjadi bagian hidup mereka dari dahulu kala, jadi sistem pengelolaan harus

melibatkan masyarakat. Tipe hak terakhir yang berlaku di kampung ini adalah hak

ekslusi. Sebanyak 39 responden atau seluruh responden menyatakan bahwa hak

ekslusi itu dimiliki oleh masyarakat. Mereka memiliki kewenangan untuk

menentukan siapa yang boleh melintas di atas DPL, berhak memberikan ijin jika

ada pihak yang hendak melakukan kegiatan yang diperbolehkan dilakukan di DPL

seperti studi penelitian ilmiah, dan kegiatan penyelaman terbatas. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan hak para nelayan hanya mengalami

perubahan pada tipe hak kedua yaitu hak pemanfaatan, sedangkan untuk tipe hak

akses, hak pengelolaan, dan hak ekslusi tetap dimiliki oleh seluruh nelayan dan

semua masyarakat pada umumnya.

6.4 Konflik

Proses penetapan Daerah Perlindungan Laut sejak perencanaan,

pelaksanaan, hingga proses evaluasi dilakukan sejauh ini tidak menyebabkan

konflik yang besar antara pihak yang bersangkutan. Konflik yang masih terjadi

hingga kini hanyalah konflik yang sifatnya kecil. Hal ini didukung dengan

pernyataan salah satu anggota Pokmaswas dan LPSTK yaitu LM (32 tahun):

“…sekarang tara ada konflik yang terlalu besar lagi, paling hanya

nelayan kampung laut yang didapat menangkap di DPL terus ditegur dan diselesaikan secara kekeluargaan.”

Selain itu, konfik yang sempat terjadi menurut salah satu informan adalah

pada awal penetapan DPL terdapat dua kelompok yang pro dan kontra terhadap

program ini. Kelompok yang pro terhadap DPL berasumsi bahwa program

pembentukan DPL adalah hal yang sangat baik bagi pemeliharaan terumbu karang

dan beragam ikan serta hasil laut lainnya. Tetapi kelompok yang kontra terhadap

pembentukan DPL memiliki pandangan bahwa jika wilayah laut tersebut dibatasi

maka nelayan akan mengalami kesulitan mencari ikan karena aktivitas harian

mereka berlangsung di area tersebut. Artinya wilayah tangkap para nelayan akan

Page 100: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

80

semakin sempit dan mendorong mereka mencari di area yang lebih jauh. Namun,

hingga kini kelompok yang awalnya tidak menyetujui akan adanya penetapan

DPL mulai memahami tujuan sesungguhnya dan telah menyetujuinya.

Page 101: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

81

BAB VII

DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI

NELAYAN

7.1 Pola Produksi Nelayan

7.1.1 Armada dan Peralatan Tangkap

Armada yang digunakan oleh masyarakat Kampung Saporkren untuk

kegiatan penangkapan ikan hingga saat ini adalah berupa perahu tradisional yang

disebut perahu katingting, perahu dayung, dan perahu bermesin jhonson dengan

kekuatan lebih dari 15 PK. Antara ketiga jenis perahu tersebut, perahu katingting

adalah perahu yang paling banyak dimiliki oleh nelayan, kemudian diikuti oleh

perahu dayung, dan perahu bermesin jhonson. Perahu katingting adalah perahu

semang (penyeimbang yang terbuat dari kayu) yang menggunakan mesin tempel

berkekuatan kurang dari 15 PK dengan bahan bakar bensin. Perahu jhonson

adalah perahu yang menggunakan mesin berkekuatan lebih dari 15 PK dan

memiliki panjang badan dua kali panjang dari pada perahu katingting. Rata-rata

penggunaan bahan bakar (bensin) yang digunakan oleh para nelayan dalam satu

kali melaut mencari tangkapan yaitu lima liter bensin perhari, termasuk juga

penggunaan untuk menjual hasil tangkapan di Waisai.

Tabel 16. Jumlah Armada Responden menurut Jenis Perahu dan Status

Jenis Perahu Jumlah (Unit) Status

Perahu Dayung 11 Milik sendiri

Perahu Katingting 28 Milik sendiri

Perahu Jhonson - -

Total 39

Tabel 16 menunjukkan jenis dan jumlah perahu yang dimiliki oleh nelayan

yang menjadi responden penelitian. Sebanyak 11 responden adalah nelayan yang

melaut dengan menggunakan perahu dayung, sebanyak 28 orang menggunakan

perahu katingting, sedangkan yang menggunakan perahu jhonson tidak ada.

Page 102: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

82

Peralatan tangkap yang digunakan oleh nelayan Saporkren umumnya berupa

pancing atau nilon dan kalawai atau tombak. Alat pancing nilon adalah alat

pancing yang menggunakan nilon atau senar dengan nomor 10, 15, 20, 25, dan 30.

Senar atau nilon tersebut akan dikaitkan pada gulungan yang berbeda-beda

ukurannya. Pancing nilon terdiri dari beberapa tipe, diantaranya adalah, nilon

tonda, nilon dasar, nilon pompa, dan masing-masing menggunakan jenis nilon

atau tali senar yang berbeda. Alat pancing lainnya yang biasa digunakan adalah

kalawai atau tombak. Alat pancing ini berbentuk kayu sepanjang dua meter dan

memiliki ujung yang tajam berbentuk pisau. Kalawai biasanya digunakan oleh

para nelayan jika melaut di malam hari dengan menggunakan perahu berlampu.

Penggunaan jaring di Kampung Saporkren merupakan hal yang sangat dilarang

untuk digunakan, karena penggunaan jaring saat menangkap ikan dianggap akan

merusak terumbu karang dan ikan-ikan kecil akan ikut terambil.

Tabel 17. Jenis Alat Tangkap dan Jenis Tangkapan Nelayan Saporkren

Jenis alat tangkap Jenis tangkapan

Pancing Nilon Nilon tonda Ikan Tenggiri, ikan

Cakalang

Nilon dasar

Nilon Pompa

Ikan Mubara, ikan

Geropah, ikan Gutila,

ikan Merah

Ikan Mubara, ikan Oci

Kalawai Ikan apa saja tetapi pada

malam hari

Alat pancing nilon tonda sering digunakan untuk menangkap ikan Tenggiri

dan ikan Cakalang, nilon dasar untuk jenis ikan Bubara, ikan Geropah, ikan

Gutila, dan ikan Merah, sedangkan kalawai digunakan untuk jenis ikan apa saja

tetapi digunakan hanya pada malam hari dengan menggunakan perahu berlampu

petromax (Balobe)7.

7 teknik menangkap ikan pada malam hari dengan menggunakan perahu berlampu

Page 103: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

83

7.1.2 Musim Penangkapan Ikan

Pemanfaatan wilayah laut sebagai penghasil sumberdaya perikanan tangkap

tidak hanya membutuhkan kemampuan nelayan serta armada yang digunakan

untuk memperoleh tangkapan, tetapi juga membutuhkan pertimbangan faktor

cuaca dan iklim untuk melaut. Pada suatu komunitas nelayan biasanya terdapat

musim penangkapan ikan yang ditetapkan sendiri oleh para nelayan tersebut

dengan menyesuaikan kondisi cuaca ataupun iklim serta keberadaan ikan-ikan di

wilayah penangkapan mereka. Faktor-faktor iklim tersebut yang selama ini

mempengaruhi kegiatan melaut para nelayan Saporkren adalah musim hujan,

musim kemarau, angin kencang (selatan), angin teduh (barat), dan tingginya

gelombang.

Nelayan Saporkren mengenal tiga musim yang berlaku yaitu musim

gelombang kuat atau angin selatan, musim gelombang teduh atau angin barat dan

musim pancaroba yaitu peralihan musim selatan dan musim barat. Jika musim

gelombang kuat terjadi, nelayan biasanya mengurangi waktu melaut, dan

mengganti profesi dengan berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tetapi ada juga nelayan yang memberanikan diri untuk melaut, dan keberanian ini

didorong oleh keinginan mengejar pendapatan nelayan. Apabila musim angin

barat atau laut teduh maka hasil tangkapan nelayan akan melimpah dan jika

musim pancaroba, menurut nelayan kondisi laut tidak dapat dipastikan,

adakalanya laut teduh namun tiba-tiba laut bergelombang kuat.

Tabel 18. Kalender Musim Tangkap Nelayan Saporkren

No.

Jenis

musim

Bulan Lokasi

Penangkapan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Musim

gelombang

lemah

(Barat)

Tanjung

Pisang dan

sekitar kampung

2. Musim

pancaroba

Daerah sekitar

kampung

3. Musim

gelombang

kuat

(Selatan)

Wilayah

sekitar

kampung dan Pulau Uray

Page 104: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

84

Saat musim gelombang lemah atau angin barat terjadi, nelayan dapat

menangkap dengan lebih mudah hingga menempuh jarak yang jauh dari

perkampungan, seperti Tanjung Pisang, tetapi juga menangkap ikan di sekitar

perkampungan. Pada musim gelombang kuat atau angin selatan, masyarakat

merasa kesulitan untuk melakukan penangkapan ikan karena kencangnya angin,

sehingga nelayan tidak berani menangkap ikan hingga pada jarak yang jauh dan

sebagai pilihan alternatif lainnya adalah Pulau Uray. Cuaca yang buruk juga

mendorong sebagian nelayan beralih profesi untuk berkebun. Namun saat ini

penentuan musim berdasarkan hitungan bulan sulit untuk diprediksi.

Memburuknya kondisi alam saat ini juga berpengaruh pada arah angin laut yang

menjadi dasar penentuan musim tersebut. Saat ini arah angin ke utara ataupun ke

selatan dapat berubah-ubah hanya dalam hitungan hari. Sama halnya ketika

melakukan penelitian cuaca tidak menentu, misalnya pada hari senin udara sangat

baik untuk melaut tetapi keesokan harinya angin yang sangat kencang datang dan

membuat nelayan sulit untuk melaut dan masyarakat pun tidak bisa melakukan

kegiatan di mana-mana. Hal inilah yang membuat nelayan mengalami kesulitan

dalam memprediksi kondisi laut, bahkan berdasarkan hasil wawancara salah satu

responden SM (56 tahun) menyatakan:

“…sekarang kami susah jawab kalau ditanya musim ikan melimpah dan

musim angin kencang, karena kondisi dulu sangat berbeda dengan kondisi musim sekarang. Kami jadi dibuat bingung, dan susah untuk

memperkirakan jenis ikan yang melimpah dibandingkan masa dulu.”

7.1.3 Lokasi Penangkapan Nelayan

Areal penangkapan ikan dan sumberdaya perairan lainnya di Kabupaten

Raja Ampat pada umumnya adalah di pesisir dan daerah teluk. Bagi nelayan

Saporkren pada umumnya melakukan kegiatan penangkapan hanya di perairan

sekitar tempat tinggal mereka, tetapi jika angin kencang terjadi maka nelayan

dapat menempuh hingga jarak yang lebih jauh hingga Pulau Uray.

Kegiatan penangkapan nelayan Saporkren dilakukan 5-6 hari dalam satu

minggu, dan dengan lama waktu menangkap adalah 6-8 jam per hari. Aktivitas

nelayan selain menangkap ikan adalah menjualkan hasil tangkapan mereka ke

Page 105: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

85

daerah pemerintahan Kab. Raja Ampat yaitu Waisai. Terkait dengan aktivitas

menjual hasil tangkapan, peran istri sangat berpengaruh.

7.1.4 Jenis-jenis Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan nelayan Saporkren terdiri dari beragam jenis ikan, yaitu

ikan Cakalang, ikan Merah, ikan Bubara, ikan Gutila, ikan Tenggiri, ikan Oci, dan

ikan Geropah. Ikan hasil tangkapan nelayan sebagian besar untuk dijual, dan

sebagian kecilnya untuk dikonsumsi. Beberapa jenis ikan tertentu atau ikan

bernilai ekonomis akan dijual dengan sistem pertali (kisaran satu kg) dan per ekor,

sedangkan untuk ikan tertentu seperti ikan Puri, Oci atau ikan Kembung akan

dikonsumsi. Adapun kisaran harga jual untuk jenis ikan hasil tangkapan nelayan

seperti tabel 19.

Tabel 19. Harga Jual Ikan menurut Jenisnya

No. Jenis Ikan Harga Jual

Per ekor (Rp) Per tali (Rp)

Kecil Sedang Besar

1. Gutila - 30.000 50.000 20.000

2. Geropah - 30.000 50.000 20.000

3. Tenggiri - 40.000-50.0000 70.000 -

4. Cakalang 20.000 30.000 50.000 -

5. Ikan Merah 20.000 40.000 60.000 -

6. Bubara - 20.000 40.000 20.000

Tabel 19 menunjukkan harga jual ikan yang berlaku di Kampung Saporkren

berdasarkan jenis ikan yang didapatkan. Sistem penjualan yang berlaku di

Kampung Saporkren adalah sistem penjualan per tali dan per ekor. Harga tersebut

sudah merupakan harga baku yang digunakan oleh para nelayan Saporkren. Para

nelayan Saporkren tidak mengenal sistem jual perkilo. Besar atau kecilnya ukuran

ikan yang didapatkan hanya diperkirakan saja.

Jenis ikan Tenggiri, ikan Cakalang, dan ikan Merah biasanya dijual per ekor

dan penentuan harga jual disesuaikan dengan ukuran ikan tersebut. Untuk jenis

ikan Gutila, Bubara, dan Geropah biasanya di jual pertali dengan kisaran satu tali

Page 106: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

86

3-5 ekor, jika ketiga jenis ikan tersebut memiliki ukuran yang besar maka akan

dijual per ekor, tetapi pada umumnya kebanyakan dijual per tali karena ukuran

besar sulit didapatkan.

Selain ikan, hasil tangkapan lainnya adalah udang dan cumi-cumi atau

sotong. Harga jual udang lobster yang berlaku adalah Rp. 150.000 per tali

sedangkan cumi-cumi ataupun sotong akan dijual dengan harga Rp. 20.000 per

tali dengan jumlah empat cumi. Udang yang umumnya tertangkap adalah jenis

lobster (Ponulirus sp.), kemudian akan ditampung dalam satu keranjang khusus

dengan istilah lokal akan ditabung. Seperti yang dinyatakan oleh salah satu

anggota LPSTK yang juga merangkap nelayan, OS(43 Tahun):

“…sa sering tangkap lobster, tapi nanti ditampung dulu baru sampai banyak baru saya jual supaya untungnya lebih besar.”

7.2 Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk

membeli barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan suatu unit usaha.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 39 nelayan di Kampung Saporkren,

kegiatan usaha penangkapan memerlukan biaya investasi yang tidak begitu besar.

Biaya tersebut digunakan untuk pengadaan perahu, mesin perahu, dan kotak

pendingin (cool box). Khusus bagi nelayan yang menggunakan perahu dayung

tidak menginvestasikan dananya untuk pengadaan mesin.

Pada Tabel 20 disajikan komponen investasi usaha penangkapan nelayan

Saporkren.

Tabel 20. Rataan Biaya Investasi Perikanan Responden menurut Jenisnya

No. Jenis Investasi Rataan Biaya Investasi

(Rp)

1. Perahu 937.500

2. Mesin 1.892.300

3. Kotak Pendingin (cool box) 138.700

TOTAL 2.968.500

Page 107: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

87

Biaya investasi untuk kegiatan perikanan di Kampung Saporkren meliputi

investasi untuk perahu, mesin, dan kotak pendingin. Responden penelitian ini

terdiri dari 39 orang dan yang memiliki perahu bermesin berjumlah 28 orang dan

11 orang merupakan nelayan yang menggunakan perahu dayung. Hampir semua

nelayan (31 orang) memiliki perahu tanpa mengeluarkan biaya atau tidak

membeli, karena perahu yang dimiliki adalah perahu buatan sendiri, sedangkan

sebanyak 8 orang membeli perahu dengan kisaran rata-rata biaya satu perahu

adalah Rp. 937.500.

Nelayan yang memiliki mesin berjumlah 28 orang dan terdiri dari nelayan

yang membeli mesin sebanyak 18 orang, sedangkan 10 orang mendapatkan mesin

perahu dengan dana bantuan yang diberikan oleh Coremap II Raja Ampat. Biaya

yang harus dikeluarkan oleh nelayan yang membeli mesin adalah Rp. 1.892.300,

sedangkan investasi nelayan untuk kotak pendingin atau cool box tidak dimiliki

oleh semua nelayan Saporkren, hanya 21 orang nelayan yang mengeluarkan biaya

investasi untuk kotak dengan rataan harga per kotak adalah Rp. 138.700. Data

pada tabel di atas menunjukkan secara keseluruhan total investasi dana nelayan

untuk pembelian perahu, mesin, dan box ikan adalah sebesar Rp. 2.968.500.

7.3 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung pada

perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan tingkat pengeluaran atau produk

dalam interval waktu tertentu.

Tabel 21. Rataan Biaya Tetap Perikanan Responden menurut Jenisnya

No. Jenis Biaya Tetap Rataan Biaya Tetap (Rp)

1. Perawatan perahu 97.900

2. Perawatan mesin 145.500

3. Alat pancing 31.700

TOTAL 275.100

Page 108: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

88

Tabel 21 menunjukkan total biaya tetap yang dikeluarkan untuk kegiatan

melaut para nelayan Saporken. Jenis biaya tetap terdiri dari tiga yaitu, biaya

perawatan perahu, biaya perawatan mesin, dan biaya alat pancing untuk satu

bulan.

Rataan biaya yang dikeluarkan responden untuk perawatan perahu adalah

Rp.97.900, dimana biaya tersebut digunakan untuk membeli cat perahu. Dari

seluruh jumlah responden yang ada, terdapat 19 orang yang melakukan

pengecatan perahu sedangkan sebanyak 20 orang tanpa mengecat perahu.

Pengeluaran bagi perawatan mesin dilakukan hanya oleh responden yang

menggunakan perahu bermesin dan rata-rata biaya tersebut adalah Rp.145.500 per

individu. Sedangkan biaya tetap untuk kategori alat pancing dikeluarkan oleh

seluruh responden dengan rataan Rp. 7.600 per individu. Perhitungan biaya tetap

dilakukan saat responden menghadapi musim pancaroba yaitu pada bulan Maret

sampai dengan bulan April.

7.4 Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya mengalami perubahan sesuai

dengan tingkat produksi yang dilakukan (Soeharto 1999 dalam Lee Won Jae

2010). Penghitungan biaya variabel nelayan Saporkren dilakukan selama sebulan

peneliti berada di lapangan. Rincian biaya variabel kegiatan penangkapan nelayan

Saporkren disajikan pada tabel 22.

Tabel 22. Rataan Biaya Variabel Perikanan Responden menurut Jenisnya

No. Jenis Biaya Variabel Rataan Biaya Variabel (Rp)

1. BBM Perahu (bensin) 895.000

2. Rokok 285.500

3. Makan/Biskuit 234.000

4. Es 422.600

5. Oli mesin 36.400

Total 1.873.500

Page 109: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

89

Jenis biaya variabel terdiri dari lima kategori yaitu BBM, rokok,

makan/biskuit, es, dan oli mesin. Perhitungan biaya ini berdasarkan pengeluaran

individu setiap satu bulan. Diantara kelima jenis biaya, proporsi biaya untuk

pembelian BBM (bensin) lebih besar daripada biaya yang lain. Kemudian diikuti

oleh pengeluaran untuk pembelian es, dimana responden biasanya menggunakan

10-20 es balok per hari. Sedangkan biaya untuk rokok dan makan berkisar pada

rataan dua ratus ribu, dan biaya untuk pembelian oli adalah Rp. 36.500.

Penggunaan oli adalah satu liter per satu bulan. Setiap jenis variabel dikonversi ke

dalam hitungan biaya per satu bulan, misalnya biaya rokok dan makan setiap hari

dikalikan dengan waktu melaut dalam satu bulan (biaya perhari x waktu tangkap

dalam satu bulan). Setelah itu dikalkulasikan untuk mendapat total pengeluaran

biaya variabel setiap responden.

7.5 Pendapatan dan karakteristik usaha

Perhitungan pendapatan kegiatan usaha penangkapan dilakukan dengan

mengkombinasikan hasil wawancara dan hasil tangkapan yang peneliti temukan di

lapangan selama sebulan, kemudian dikonversi dan disesuaikan dengan data hasil

wawancara. Berdasarkan metode tersebut diperoleh kesamaan antara tingkat

pendapatan berdasarkan wawancara dan hasil konversi pendapatan nelayan

selama di lapangan (hasil tangkapan x harga).

Berdasarkan hasil di lapangan dimana peneliti mendatangi responden yang

habis melaut dan melihat hasil tangkapan diperoleh hasil bahwa rata-rata tingkat

pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan Saporkren dalam satu bulan adalah

Rp. 896.800. Saat perhitungan pendapatan ini dilakukan, nelayan menghadapi

musim sedang atau pancaroba yang berada diantara bulan Maret sampai dengan

bulan Juni. Perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan rumus total

penerimaan dikurangi total biaya pengeluaran.

Keterangan : µ = Keuntungan (Rp)

TR = Total biaya penerimaan (Rp)

TC = Total biaya pengeluaran (Rp)

µ = TR-TC

Page 110: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

90

Perhitungan pendapatan bersih nelayan dari kegiatan penangkapan ikan

diperoleh dari pengurangan hasil biaya penerimaan responden dalam satu bulan

(maret-april 2011) terhadap total biaya pengeluaran responden dalam satu bulan.

Tabel 23. Pendapatan Rata-rata Nelayan Per Bulan

Rata-rata per individu (Rp)

Total Reveneu (TR) 3.045.400

Total Cost (TC) 2.148.600

Profit (µ) 896.800

Tabel 23 menunjukkan data rata-rata biaya penerimaan, biaya pengeluaran,

dan biaya bersih dari aktivitas nelayan dalam satu bulan. Data tersebut adalah data

yang diperoleh dari penghasilan 39 responden. Secara keseluruhan biaya total

penerimaan bersih dari aktivitas per individu adalah Rp.896.800 per satu bulan.

Biaya yang diterima nelayan dari aktivitas melaut dalam satu bulan adalah Rp.

3.045.400, sedangkan biaya pengeluaran yang mencakup total biaya tetap dan

biaya variabel dalam satu bulan adalah Rp. 2.148.600. Perhitungan tersebut

berlaku saat musim pancaroba di bulan Maret hingga bulan April Tahun 2011.

Keuntungan responden dari kegiatan penangkapan ikan diperoleh dari

pengurangan biaya penerimaan (jumlah tangkapan x harga jual) terhadap biaya

pengeluaran untuk proses operasional saat menangkap ikan yang mencakup biaya

tetap dan biaya variabel. Perhitungan biaya investasi tidak dimasukkan dalam total

biaya pengeluaran karena sifatnya yang dikeluarkan tidak dalam hitungan

perbulan. Melalui perhitungan tersebut diperoleh pendapatan bersih dari kegiatan

menangkap ikan untuk setiap individu adalah Rp.896,800.

Perolehan rataan biaya keuntungan masing-masing responden kemudian

digolongan berdasarkan struktur pendapatan. Struktur pendapatan dalam

penelitian ini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu, rendah (<rata-rata) dan

tinggi (>rata-rata). Data pada gambar 16 menunjukkan penggolongan responden

berdasarkan pendapatan per bulan.

Page 111: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

91

Gambar 14. Penggolongan Responden menurut Tingkat Pendapatan Rata-rata

Kampung Saporkren

Gambar 14 menunjukkan penggolongan hasil pendapatan responden, dimana

sebanyak 7 orang tergolong pada kategori rendah dengan jumlah pendapatan

bersih dari kegiatan melaut kurang dari pendapatan rata-rata (< Rp. 896.800).

Sedangkan sebanyak 32 orang termasuk dalam kategori tinggi yang memiliki

pendapatan lebih dari rata-rata pendapatan kegiatan melaut (> Rp.896.800).

7.6 Hubungan Penetapan DPL Terhadap Pendapatan Nelayan

Keterkaitan antara pembentukan Daerah Perlindungan Laut terhadap

pendapatan nelayan dapat ditunjukkan dengan Persentase pernyataan responden

menanggapi hal tersebut. Selain itu didukung pula dengan data jumlah tangkapan

dan pendapatan nelayan sebelum dan setelah adanya DPL. Data jumlah tangkapan

dan pendapatan nelayan sebelum penetapan DPL diperoleh dengan sistem “recall”

atau daya ingat para nelayan dan diperkuat dengan data yang diperoleh oleh

Coremap II saat melakukan pendataan awal pembentukan DPL terkait hasil dan

jumlah tangkapan para nelayan.

Data jumlah tangkapan dan pendapatan nelayan setelah pembentukan DPL

didapatkan dari hasil penelitian ini selama sebulan di lapangan dan diperkuat

dengan data creel tahun lalu terkait hasil tangkapan dan penghitungan pendapatan

0

5

10

15

20

25

30

35

Rendah Tinggi

Ju

mla

h R

esp

on

den

< Rp.896.800 > Rp.896.800

Page 112: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

92

nelayan yang dilakukan oleh pihak Coremap II Raja Ampat. Selain itu, diperkuat

pula dengan hasil wawancara dengan responden dan informan.

7.6.1 Sebelum Penetapan DPL

Sebelum pembentukan Daerah Perlindungan Laut di Kabupaten Raja

Ampat, secara khusus di Kampung Saporkren, Coremap wajib melakukan

perencanaan program yang didukung oleh data dasar yaitu aspek sosial ekonomi.

Untuk mendapatkan data dasar tersebut maka perlu dilakukan baseline studi

social economi yang bertujuan mengumpulkan data tentang kondisi sosial

ekonomi di suatu kampung tempat DPL itu dibentuk. Hasil baseline ini

merupakan titik awal (T0) yang menggambarkan kondisi sosial maupun kondisi

ekonomi di suatu kampung sebelum adanya DPL (Coremap 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil studi awal kondisi ekonomi

nelayan yang dilakukan oleh Coremap fase I pada awal Tahun 2007 pendapatan

nelayan dari kegiatan melaut adalah Rp. 735.600 per bulan (CRITC-LIPI 2007).

Perhitungan pendapatan nelayan saat itu dilakukan pada bulan Januari atau diawal

Tahun 2007, artinya saat nelayan menghadapi musim gelombang lemah atau laut

dalam kondisi teduh.

Menurut pendapat responden, hasil tangkapan dan pendapatan mereka

sebelum adanya DPL berkisar 3-5 tali sehari (3 kg – 5 kg) untuk jenis ikan

Bubara, Gutila, Lakorea, Mubara yang berukuran kecil dan sedang, sedangkan

hasil tangkapan untuk ikan besar tidak tetap selalu dapat. Penerimaan rata-rata

yang di dapatkan Rp.500,000. Kisaran pendapatan tersebut merupakan jawaban

responden secara kualitatif dengan mengingat kembali penghasilan mereka

sebelum adanya DPL, dan telah diperkirakan dengan pengeluaran untuk biaya

yang harus dikeluarkan selama melaut. Seperti yang dinyatakan oleh salah satu

responden, LS (45 tahun):

“…kalo dulu itu kita memang bebas menangkap ikan dimana saja kita pu

mau, tapi pendapatan kalau dibandingkan dengan sekarang, mending sekarang karena bertambah, dan kalau hitung pendapatan, hitung saja

satu bulan bisa dapat Rp, 1.500.000 terus dikasih keluar lagi untuk beli

bensin, rokok, sama biskuit yah bisa tinggal Rp.500.000, pokoknya tinggal sedikit saja.“

Page 113: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

93

7.6.2 Setelah Penetapan DPL

Coremap fase II yang telah dimulai sejak Tahun 2004 di Kabupaten Raja

Ampat bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar

sumberdaya laut dapat direhabilitasi, diproteksi, dan dikelola secara

berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Begitupula dengan salah satu aspek yang

diharapkan berpengaruh dari pembentukan DPL adalah aspek ekonomi yakni

terjadinya peningkatan pendapatan penduduk dari kegiatan penangkapan ikan

karena meningkatnya kuantitas ikan di daerah DPL dan menyebar ke luar DPL.

Keberadaan DPL diharapkan akan berpengaruh pada pendapatan dan hasil

tangkapan nelayan di lokasi penangkapan sekitar perkampungan. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan tentang pendapatan dan hasil tangkapan nelayan,

dapat dikatakan bahwa keberadaan DPL telah dapat meningkatkan pendapatan

dan jumlah tangkapan nelayan. Gambar di bawah ini menunjukkan pernyataan

nelayan terhadap peningkatan hasil tangkapan dan pendapatan mereka.

Gambar 15. Pernyataan Nelayan Atas Hasil Tangkapan

Gambar 15 menunjukkan pernyataan masyarakat terkait pengaruh

pembentukan DPL terhadap hasil tangkapan mereka. Setelah adanya pembentukan

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

Berkurang Bertambah Sama saja

Per

sen

tase

Pernyataan Nelayan Atas Hasil Tangkapan

Berkurang

Bertambah

Sama saja

Page 114: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

94

Daerah Perlindungan Laut, nelayan mengalami perubahan wilayah tangkapan dan

mempengaruhi jumlah tangkapan para nelayan. Berdasarkan hasil, ditemukan

bahwa sebesar 76,9 persen responden menyatakan bahwa hasil tangkapan dan

pendapatan mereka bertambah dengan adanya Daerah Perlindungan Laut.

Menurut mereka, ikan di sekitar wilayah tangkapan dan terlebih khusus di sekitar

perkampungan semakin banyak, sebagaimana diungkapkan oleh SM (50 tahun):

“…sekarang to ikan tambah banyak, anak-anak ikan juga semakin

bertambah, apalagi di daerah yang dekat dengan DPL. Karna DPL itu tempat ikan berkembang biak, makanya ikan yang keluar juga semakin

banyak, dan saya jadi mudah tangkap ikan sekarang.”

Hal senada juga diungkapkan oleh DM (42 tahun) selaku ketua LPSTK dan

merangkap sebagai responden:

“…DPL ini punya konsep seperti bank ikan, artinya tempat ikan berkembang biak. Nanti kalo sudah banyak secara otomatis samua ikan da

keluar trus nelayan bisa tangkap. Kalo liat sa punya pengalaman, ikan di sekitar DPL itu semakin banyak saja, itu karna ikan rasa aman tinggal di

DPL.”

Daerah Perlindungan Laut dianggap menjadi lokasi ikan untuk berkembang

biak atau dengan istilah nelayan Saporkren, DPL adalah tempat tabungan ikan.

Secara otomatis ikan akan merasa terlindungi di dalam daerah tersebut, hal ini

dikarenakan karang terjaga dan ketika ikan semakin bertambah maka ikan

tersebut akan keluar dari area DPL dan berenang ke luar. DPL di Kabupaten Raja

Ampat tidak hanya satu tetapi 19 DPL, dan untuk kasus Kampung Saporkren,

bertambahnya jumlah pasokan ikan di laut dipengaruhi juga dengan DPL-DPL

yang berada di kampung sebelah seperti Yenbeser. Kemudian sebesar 7,7 persen

nelayan menyatakan bahwa hasil tangkapan mereka berkurang sejak adanya

Daerah Perlindungan Laut. Menurut mereka, lokasi DPL adalah tempat mereka

menangkap ikan sebelum daerah itu dilarang, dan ketika DPL dibentuk maka

wilayah tangkap mereka pun berkurang atau terbatas, alhasil berpengaruh

terhadap penurunan jumlah tangkapan dan pendapatan mereka. Kemudian sebesar

15,4 persen nelayan menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan sebelum dan

sesudah adanya DPL. Mereka merasa bahwa hasil tangkapan dan pendapatan

Page 115: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

95

mereka sama saja dari dulu hingga sekarang, artinya bahwa tidak ada pengaruh

apapun dari pembentukan Daerah Perlindungan Laut.

Peningkatan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan setelah adanya DPL

diperkuat dengan pernyataan pihak Coremap II Raja Ampat sebagai penanggung

jawab dan yang telah melakukan monitoring setiap tahunnya di daerah DPL.

Seperti yang dinyatakan koordinator Coremap II Raja Ampat ibu M (43 tahun):

“…DPL yang telah ada selama empat tahun sudah menyediakan suplai ikan ke luar wilayah DPL yang banyak, sehingga suplai ikan tersebut

memudahkan nelayan yang menangkap di daerah luar DPL mendapatkan ikan lebih banyak dibandingkan dulu.”

Pada dasarnya prinsip yang dipegang dalam Daerah Perlindungan Laut

adalah, ketika DPL dibentuk maka ikan-ikan kecil dari area yang berdekatan dari

DPL akan masuk untuk mencari makan dan berkembang biak. Kemudian ikan-

ikan kecil yang terbawa oleh arus selanjutnya akan menetap di area DPL dan

berkembang biak. Setelah membesar dan menjadi semakin padat dengan kuantitas

ikan kecil dan besar, maka tidak menutup kemungkinan ikan di dalam DPL mulai

berenang ke luar dan menetap di area luar DPL yang akhirnya akan ditangkap

oleh nelayan. Konsep ekologis penerapan DPL yang berlaku di Raja Ampat dapat

dilihat pada gambar 16.

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Gambar 16. Konsep Ekologis DPL Raja Ampat

Page 116: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

96

Berdasarkan hasil lapangan yang telah diolah, rataan penghasilan dari

kegiatan penangkapan ikan para nelayan per individu adalah sebesar Rp.896.800

per bulan dengan jumlah tangkapan rata-rata 6-8 kg perhari atau 156-208 kg per

bulan. Perhitungan pendapatan tersebut dilakukan saat nelayan menghadapi

musim pancaroba, artinya jika musim laut teduh (musim barat) hasil tangkapan

dan pendapatan bisa melebihi rataan biaya tersebut. Selain itu data terakhir yang

menunjukkan pendapatan dan hasil tangkapan nelayan Saporkren adalah pada

Tahun 2009 (data creel). Data creel tersebut menunjukkan grafik hasil tangkapan

nelayan perbulan pada bulan Juli, Agustus, dan September 2009. Rata-rata hasil

tangkapan nelayan Saporkren perbulan adalah 116,8 kg (Coremap II Raja Ampat

2009). Adapun grafik hasil tangkapan nelayan Saporkren pada Tahun 2009 sejak

bulan Juli, Agustus, hingga September dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 17. Grafik Hasil Tangkapan Per bulan Nelayan Saporkren Tahun 2009

Jika dibandingkan dengan sebelum penetapan DPL, maka dapat dinyatakan

bahwa penetapan DPL memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil

tangkapan dan pendapatan para nelayan. Hal ini didukung dengan perbandingan

hasil tangkapan dan rata-rata pendapatan nelayan sebelum dan setelah adanya

DPL. Rataan hasil tangkapan nelayan Saporkren perbulan pada Tahun 2009

adalah 116,8 kg (Coremap II 2009), sedangkan pada Tahun 2011 hasil tangkapan

0

20

40

60

80

100

120

140

Hasi

l T

an

gk

ap

an

(K

g)

Bulan

Juli Agustus September

Page 117: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

97

perbulan yang diperoleh berkisar antara 156-208 kg (data di lapangan). Kemudian

rataan pendapatan bersih dari kegiatan penangkapan ikan sebelum adanya DPL

adalah Rp.735.600 (CRITC-LIPI 2007) pada musim angin barat/laut teduh,

sedangkan setelah adanya DPL pendapatan bersih yang didapatkan adalah sebesar

Rp.896.800 per bulan (data dilapangan) saat nelayan menghadapi musim

pancaroba, artinya pada musim laut teduh pendapatan yang diperoleh lebih besar

lagi. Kesimpulannya adalah pembentukan Daerah Perlindungan Laut

Yenmangkwan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh positif terhadap

peningkatan jumlah hasil tangkapan dan pendapatan nelayan Kampung

Saporkren.

Page 118: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

98

BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Sebesar 74 persen responden menyatakan respon yang positif terhadap

pembentukan DPL. Artinya bahwa sebagian besar nelayan lokal menyetujui

adanya DPL Yenmangkwan di Kampung Saporkren. Hal ini terlihat dari

minimnya konflik yang terjadi terkait hak kepemilikan, minimnya

pelanggaran yang terjadi, dan tingginya keterlibatan nelayan untuk menjaga

dan mengawasi DPL.

2. Pembentukan Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan menyebabkan hak

masyarakat terbatas untuk memanfaatkan sumberdaya laut yang ada dalam

area DPL. Berdasarkan tipe seperangkat hak nelayan yang dikemukakan

oleh Ostrom, hanya tipe pemanfaatan saja yang berubah setelah adanya

DPL, sedangkan tipe hak untuk mengakses, mengelola, dan hak ekslusi

masih dimiliki oleh masyarakat lokal. Untuk tipe mengakses dalam

penelitian ini adalah hak nelayan untuk melintas di atas DPL tanpa

melakukan kegiatan apapun.

3. Sebesar 76,9 persen responden menyatakan bahwa hasil tangkapan nelayan

dan pendapatan nelayan bertambah sejak adanya Daerah Perlindungan Laut.

Hal ini dipengaruhi dengan bertambahnya kuantitas berbagai jenis ikan di

DPL dan menyebar ke luar DPL sehingga hasil tangkapan nelayan pun

bertambah. Kemudian diperkuat dengan hasil evaluasi dan monitoring yang

dilakukan oleh Coremap II terkait penghitungan jumlah tangkapan nelayan

setiap tiga bulan berturut-turut dalam setahun.

Page 119: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

99

8.2 Saran

Saran yang dapat peneliti sampaikan terkait penelitian ini antara lain :

1. Peningkatan partisipasi seluruh masyarakat dalam pengelolaan DPL

sehingga ketika Coremap II berakhir, masyarakat dapat mengelola secara

berkelanjutan seperti penguatan kelembagaan, pengawasan, penegakan

aturan, monitoring, dan evaluasi DPL.

2. Pemerintah daerah dan pemerintah kampung perlu mengupayakan kegiatan

yang tetap menjamin terjadinya dampak positif dari pembentukan DPL dan

meminimalkan dampak negatif misalnya dengan cara penguatan institusi

yang didukung dengan regulasi yang tepat.

3. Perlu dilakukan penelitian secara berkala setiap satu tahun untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap dari pelaksanaan DPL serta dampak

yang ditimbulkan baik dari segi ekologi, sosial, maupun ekonomi.

Page 120: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxi

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, Dietriech G, editor. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut

serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding: Bogor 29

Oktober s/d 3 November 2001. Bogor [ID]: Pusat kajian sumberdaya pesisir

dan lautan, IPB.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001. Survai

Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta [ID]: Biro Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik Raja Ampat. 2010. Kabupaten Raja Ampat Dalam

Angka 2009. Kabupaten Raja Ampat [ID]: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Raja Ampat Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

[BPS] Badan Pusat Statistik Raja Ampat. 2010. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten Raja Ampat 2009. Kabupaten Raja Ampat [ID]: Kabupaten Raja

Ampat Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Coremap II. 2009. Data Creel: Laporan Pemantauan Perikanan Berbasis

Masyarakat Kabupaten Raja Ampat. Raja Ampat [ID]: Coremap Raja

Ampat.

2008. Baseline Terumbu Karang Daerah Perlindungan Laut Raja

Ampat. Jakarta [ID]: LIPI.

CRITC, LIPI. 2007. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II;

Kasus Kabupaten Raja Ampat. Jakarta [ID]: LIPI.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat. 2009. Profil Jejaring Kawasan

Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. Pemda Raja Ampat [ID]:

Kerjasama DKP dengan Pemda Raja Ampat.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 1991. Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi

SDA Hayati dan Ekosistemnya. Yogyakarta [ID]: UGM Press.

Huberman, A. Michael, dan Matthew B. Miles. 2009. Manajemen Data dan

Metode Analisis, Handbook of Qualitative Research (Norman K. Denzin

dan Yvonna S. Lincoln, Eds.). Yogyakarta [ID]: Pustaka Pelajar.

Page 121: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxii

Ibrahim, Hasan. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT. [tesis]. Bogor [ID]:

Institut Pertanian Bogor.

Kamarijah, Siti. 2003. Analisis Dampak Pengembangan Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) Pelabuhan Ratu Terhadap Tingkat Kesejahteraan

Masyarakat Pesisir. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Karim, M. 2005. Analisis Kemiskinan dan Kesenjangan Pembangunan di

Kawasan Pesisir Kabupaten Karawang dan Sukabumi Jawa Barat. [tesis].

Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam

Angka 2009. [Internet]. [dikutip 30 Januari 2011]. Dapat diunduh dari :

http://www.scribd.com/doc/33204136/Kelautan-Dan-Perikanan-Dalam-

Angka-2009.

Lee Won Jae. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan

Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. [tesis].

Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Manoppo, Norma M. P. 2002. Kajian Zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa,

Suatu Pendekatan Cell Based Modeling. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian

Bogor.

Mustamin, Andi. 2003. Analisis Dampak Co-Manajemen Terhadap Tingkat

Kesejahteraan Nelayan di Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai,

Sulawesi Selatan. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

Nikijuluw, Victor P. H. 2005. Politik Ekonomi Perikanan: Bagaimana dan

Kemana Bisnis Perikanan. Jakarta [ID]: FERACO.

Pemda Raja Ampat. 2006. Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat,

Provinsi Irian Jaya Barat. Raja Ampat [ID]: Kerjasama Pemda Raja Ampat

dengan Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kab. Raja Ampat.

Putra, Drama Panca. 2001. Pendekatan Ekologi-Ekonomi dalam Penetapan

Kawasan Konservasi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pulau Sebesi

Kabupaten Lampung Selatan. Tesis. Tidak dipublikasikan.

Page 122: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxiii

Ruddle, Kenneth, A. Satria. 2010. Managing Coastal and Inland Waters, Pre-

existing Aquatic Management Systems In Southeast Asia. Germany [GM]:

Springer.

Rumfaker, Maurits K. 2010. Analisis Pembayaran Jasa Lingkungan di Kawasan

Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. [tesis]. Bogor [ID]: Institut

Pertanian Bogor.

Saad, Sudirman. 2003. Politik Hukum Perikanan Indonesia. Jakarta [ID]: Dian

Pratama Printing.

Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta [ID]: PT.

Pustaka Cidesindo.

2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor [ID]: IPB Press.

Setianingsih, Anita 2010. Kajian Implementasi Pengelolaan Daerah Perlindungan

Laut di Desa Mittiro Deceng, Kab. Pangkep, Provinsi Sulsel. [tesis]. Bogor

[ID]: Institut Pertanian Bogor.

Singarimbun Masri, Sofian Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]:

LP3ES.

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial: Edisi kedua. Yogyakarta [ID]. ANDI.

Page 123: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxiv

LAMPIRAN

Page 124: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxv

Lampiran 1. Lokasi Penelitian

Peta Kabupaten Raja Ampat

Kampung Saporkren, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat

Page 125: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxvi

Lampiran 2. Jumlah dan Luasan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia Tahun 2009

Provinsi TNL (Taman

Nasional Laut)

TWAL (Taman

Wisata Alam Laut)

SML (Suaka

Margasatwa Laut)

CAL (Cagar Alam

Laut)

KKLD (Kawasan

Konservasi Laut

Daerah)

CKKLD (Calon

Kawasan Konservasi

Laut Daerah)

DPL (Daerah

Perlindungan

Laut)

SUAKA

PERIKANAN

Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah-

Total

7 4.045.049 18 767.610 7 339.218 9 274.215 24 3.155.572 19 13.591.406 2 2.086 3 453

Nanggroe

Aceh

Darussalam

2 231.400 1 50.000 1 1.518

Sumatera

Barat

1 39.900 4 51.276

Riau 1 66.867

Bengkulu 1 36.000

Lampung 1 13.735 1 96.061

Kep.

Bangka

Belitung

1 662.794

Kep. Riau 3 589.505 1 400.000

DKI.

Jakarta

1 107.489

Jawa Barat 1 1.228 1 90 3 2.320 1 720 1 27.663

Jawa

Tengah

1 111.625 1 6.800 1 12

Jawa

Timur

1 370

Banten

Bali 1 101.784

Page 126: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxvii

Provinsi TNL (Taman Nasional

Laut)

TWAL (Taman

Wisata Alam Laut)

SML (Suaka

Margasatwa Laut)

CAL (Cagar

Alam Laut)

KKLD(Kawasan

Konservasi Laut

Daerah)

CKKLD(Calon

Kawasan

Konservasi Laut

Daerah)

DPL(Daerah

Perlindungan

Laut)

SUAKA

PERIKANAN

Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas (Ha) Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Jumla

h

Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Jumlah Luas

(Ha)

Nusa Tenggara

Barat

3 11.554 2 49.557 1 1.317 1 71

Nusa Tenggara

Timur

3 119.350 1 2000 1 21.850 1 11.000.

000

Kalimantan Barat 1 77.000 1 15.300 1 186.643

Kalimantan Timur 1 280 1 220 2 1.321.40

7

1 2.095

Kalimantan Selatan 1 22.099

Sulawesi Utara 1 89.065 2 1.624 1 769

Sulawesi Utara* 1 41.227

Gorontalo 1 2.460

Sulawesi Tengah 1 362.605 3 389.320

Sulawesi Selatan 1 530.765

Sulawesi Tenggara 1 1.390.000 3 167.800 2 30.936

Maluku 3 13.098 1 2.000 2 116.50

0

Papua Barat 3 65.278 1 26.796 1 644.678

Papua 1 1.453.500 1 183.000 1 271.630 1 62.660 1 900.000

Sumber : KKP (2009)

Lampiran 2. Jumlah dan Luasan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia Tahun 2009 (Lanjutan)

Page 127: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxviii

Lampiran 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan

proposal

skripsi

Kolokium

Pengambilan

data

lapangan

Pengolahan dan analisis

data

Penulisan draft skripsi

Sidang skripsi

Perbaikan laporan

penelitian

Page 128: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxix

Lampiran 4. Kerangka Sampling

No. Nama Keterangan No. Nama Keterangan

1. OS 29. SS *

2. DM * 30. PK

3. EO 31. JD *

4. HS * 32. KS *

5. RS * 33. FD

6. YD 34. JW *

7. YM * 35. NM *

8. YD * 36. JD

9. SM * 37. AD *

10. TD 38. YM *

11. YM * 39. YM *

12. LM 40. YW *

13. AM * 41. MM *

14. DS * 42. PD *

15. HS * 43. YM

16. MM * 44. FS

17. HM * 45. LM *

18. BM 46. PD *

19. MM * 47. RM

20. AM 48. LS *

21. SS * 49. YM

22. EW * 50. AM *

23. AM * 51. SM

24. YB * 52. NM *

25. YM 53. SM *

26. ES * 54. MS *

27. FM * 55. DD

28. MR * 56. MM *

Keterangan : * = Responden

Page 129: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxx

Lampiran 5. Daftar Responden

No. responden Nama responden Usia

1. YB 42

2. LS 45

3. DM 42

4. FS 59

5. SS 42

6. AM 25

7. HS 30

8. DS 29

9. AD 26

10. MM 35

11. SM 50

12. EW 38

13. JW 39

14. LM 32

15. YD 33

16. MM 39

17. YM 39

18. YM 30

19. AM 55

20. AM 53

21. PD 67

22. YM 55

23. JD 28

24. SS 37

25. MS 26

26. NM 41

27. ES 28

28. SM 56

29. RS 35

30. MM 32

31. YW 26

32. YM 39

33. NM 25

34. MM 34

35. HM 36

36. FM 27

37. MR 50

38. PD 52

39. KS 42

Page 130: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxi

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Kampung Saporkren

Darmaga

Poliklinik

Kantor Kampung

Toilet Umum

Sumur Umum

Sarana dan Prasarana Kampung Saporkren

Page 131: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxii

Perahu Katingting

Proses Pembuatan Perahu

Nelayan Bersiap Melaut

Nelayan Menggunakan Perahu Dayung

Posisi Perahu Saat Tidak Digunakan

Proses Pengecatan Perahu

Aktivitas Melaut Nelayan Saporkren

Page 132: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxiii

Pancing Nilon Dasar

Pancing Nilon Tonda Tipe 1

Mesin Perahu Katingting

Pancing Nilon Pompa

Pancing Nilon Tonda Tipe 2

Responden Saat Melaut

Jenis Alat Tangkap Nelayan Saporkren

Page 133: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxiv

Responden Setelah Melaut

Hasil Tangkapan Ikan Gutila

Hasil Tangkapan Ikan Cakalang dan Ikan

Geropah

Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri (5KG)

Hasil Tangkapan Satu Kali Melaut

Ikan yang dijual Pertali

Hasil Tangkapan Nelayan Saporkren

Page 134: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxv

Peta DPL Yenmangkwan

Lokasi DPL dilihat dari Perkampungan

Gambaran Berbagai Kegiatan LPSTK

Nelayan yang Melaut

Gambaran Rangkaian Kegiatan Pengelolaan

DPL

Bukti Pengesahan DPL Yenmangkwan

Tiang Pembatas DPL Yenmangkwan

Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan (1)

Page 135: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxvi

Dokumentasi Penandatangan Bukti

Persetujuan oleh Masyarakat

Pondok Informasi DPL

Yenmangkwan

Peraturan Kampung Pengelolaan

DPL Yenmangkwan

Bersama Masyarakat dan Pengurus

LPSTK, MK, dan Pokmaswas

Daerah Perlindungan Laut Yenmangkwan (2)

Page 136: Analisis dampak penetapan kawasan konservasi laut daerah ... · Judul Proposal Skripsi : ANALISIS DAMPAK PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP ... juara dua kategori solo

xxxvii