Upload
balkis-humairoh
View
8
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tutorial
Citation preview
1. Nn. Sinta (20 tahun) seorang mahasiswi berobat ke puskesmas dengan keluhan utama
kelopak mata sulit dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan
secara perlahan-lahan makin hari bertambah berat .
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem saraf perifer?
Terlampir pada Learning Issues
2. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun ketika
sedang sibuk beraktifitas penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan
seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah beristirahat agak lama kondisi
penderita terasa membaik kembali. Kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap
harinya.
a. Mengapa tidak ada keluhan setelah bangun tidur dan hilang setelah istirahat?
Pada saat tidur otot mengalami relaksasi (istirahat), dengan istirahat
banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan bertambah sehingga serat-serat
otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi
karena itu pada saat bangun tidur otot akan terasa lebih bertenaga dan
kontraksi saat bangun tidur kuat, hal ini dapat mengimbangi proses autoimun
dari Miastenia Gravis sehingga keluhan belum terjadi. Pada saat beraktivitas
terus menerus, otot akan mengalami kelelahan karena Ach yang dihasilkan
berkurang sehingga kontraksi akan melemah ditambah lagi proses autoimun
yang terus menerus akan mengakibatkan keluhan timbul.
(Ernawati, Tutik. 2010. Miastenia Gravis)
Aspek klinis
5. Apa saja klasifikasi dari myasthenia gravis ?
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi:
1. Kelompok I: Miastenia ocular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjutsemakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria,
disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkandengan miastenia
gravis umum ringan.Otot-otot pernapasan tidakterkena. Respon terhadap terapi
obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian
rendah.
3. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yangberat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit
berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk.
Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungankeduanya tinggi.
Tingkat kematian tinggi.
4. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan
gejala-gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara
perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis
buruk.
9. Apa saja manifestasi klinis yang timbul pada kasus ini ?
Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi
reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular.
Keadaan ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang
progresif lambat. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot
okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit
hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat
ringan dan tidak akan menyebabkan kematian. Miastenia gravis juga
menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat menyebabkan
regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak mampu
menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya
batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien
tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya.
Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga
terjadi kelemahan pada semua otot-otot ranka. Biasanya gejala Miastenia
gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat
antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih atau
mengalami eksaserbasi oleh sebab (Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.);
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid,
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas,
dan infeksi yang disertai diare dan demam,
3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot
apabila mereka berada dalam keadaan tegang,
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin
(suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan obat-obat
lainnya.
Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala kelemahan otot
dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam dan obat-obat
tertentu seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan lain-lain. Dulu
diduga Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan tetapi dengan uji
prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan – 10 tahun.
10. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ?
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang
ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur
selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi
kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor
pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (Silvia A. Price, Lorain
M. Wilson. 1995.)
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi
yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan
dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia
gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih
lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan bertambah
sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang
dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium atau
ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil
sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg
piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat
menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan
signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus
dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari
pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah berlangsung
3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun ± 25% penderita akan
mengalami remisi klinik dan 40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek
samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai dicapai
dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan
jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi
neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine, Cyclophosphamide
(CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2½
mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi
dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat
sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif
yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
d. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan
sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem
psikis.
b. Alat bantuan non medikamentosa
Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang
dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena,
diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas matahari,
mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan jangan minum
obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker,
derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti aminoglikosida,
tetrasiklin dan d-penisilamin.