Upload
sarayati-khairunisah-kp
View
235
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kulit
Citation preview
Nama : Sarayati Khairunisah
NIM : 04011181320024
1. Bagaimana patofisiologi kuit kepala bersisik dan rambut rontok?
Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum korneum perifolikulitis,
menyebar sekitar batang rambut dan dibatang rambut bawah kutikula 1 dari
pertengahan sampai akhir anagen saja sebelum turun ke folikel rambut untuk
menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah
keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak
pernah memasuki daerah berinti. Karena menganggu proses keratinisasi, maka
ditemukan sisik (skuama). Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini
disebut Adamson’s fringe, dan dari sini hifa-hifa berpolifrasi dan membagi menjadi
artrokonidia yang mencapai kortek rambut dan dibawa keatas pada permukaan
rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas fringe tersebut, dimana rambutnya
sekarang menjadi sangat rapuh sekali.
2. Bagaimana hubungan hewan peliharaan terhadap terjadinya penyakit?
Penularan penyakit ini melalui hewan (penyebaran melalui zoofilik). Etiologi dari
kasus ini merupakan Microsporum Canis yang menyebarkan secara zoofilik melalui
anjing.
3. Apa makna keluhan ditempat lain disangkal?
Untuk emastikan diagnosis dari kasus ini adalah Tinea Capitis, dimana daerah
predileksi di kepala. Menyingkirkan diagnosis lain seperti psoriasis, dermatitis
seborrhoik.
4. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus?
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood, pemeriksaan
mikroskopik rambut langsung dengan KOH dan kultur jamur.
Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea capitis bila: Pasien datang dengan kepala
berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior atau limfadenopati
aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustule atau abses, dissecting
cellulitis atau black dot.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur M. Canis, M. audouinii dan M.
ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya
bahan pteridin
Jamur lain penyebab tiena capitis pada manusia yang memberikan
fluoresen negative (warnanya tetap ungu) yaitu M. gypsium dan spesies
Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab tinea favosa yang
fluoresennya berwarna hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur
yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi
Gambar 13: Pemeriksaan dengan lampu
wood pada daerag gray patch pada kulit
kepala. Pada infeksi Microsporum canis,
rambut kulit kepala memancarkan
fluoresensi hijau. Trichophyton
tonsurans tidak berpendar dengan lampu
Wood
Pemeriksaan sediaan KOH
Kepala dikerok dengan obyek glas, atau scalpel. Juga kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di obyek glas selain
skuama18,19, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala, termasuk akar rambut, folikel rambut dan
skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut yang
lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur.18 Pada pemeriksaan
mikroskop akan tambak infeksi ektotrik yaitu pecahan miselium menjadi
konidia sekitar batang rambut atau tepat dibawah kutikula rambut dengan
kerusakan kutikula. Pada infeksi endotrik, bentukan artrokonidia yang
terbentuk karena pecahan miselium di dalam batang rambut tanpa
kerusakan kutikula rambut.1
Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi aqua steril dan digosokkan
diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk
menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala atau
pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Specimen yang
didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose
agar+khloramfenikol+sikloheksimid) atau Dermatophyte Test Medium
(DMT). Perlu 7-10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya. Dengan DTM ada
perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di
medianya, walau belum tumbuh jamurnya berarti jamur dermatofit positif
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?
Pemeriksaan Lampu Wood
Pemeriksaan lesi yang melibatkan kulit kepala atau jenggot dengan
menggunakan lampu Wood mungkin memperlihatkan gambaran pteridin dari
patogen tertentu. Jika demikian, rambut dengan flouresensi tersebut harus
diperiksa lebih jauh. Perlu diketahui bahwa organisme ektotrik seperti
Microsporum canis dan Microsporum audouinii akan tampak flouresensi pada
pemeriksaan lampu Wood, sedangkan organisme endotrik, Tricophyton tonsurans
tidak tampak flouresensi (Fitzpatrick, 2008).
Flouresensi positif terinfeksi oleh Microsporum audouinii, Microsporum canis,
Microsporum femgineum, Microsporum distorturn, dan Trichopiton schoenleinii.
Pada ruangan yang gelap kulit dibawah lampu ini berflouresensi agak
biru. Ketombe umumnya cerah putih kebiruan. Rambut yang terinfeksi berflouresensi
hijau terang atau kuning kehijauan (Andrews, 2006; Fitzpatrick 2008).
Pemeriksaan KOH
Pada pemeriksaan KOH, rambut harus dicabut tidak di potong untuk
visualisasi di mikroskop dengan pemeriksaan KOH 10 – 20%. Rambut yang
terinfeksi diletakkan pada object glass, dan ditetesi dengan larutan KOH 10 – 20%,
kemudian ditutup dengan gelas penutup, dipanaskan dengan api Bunsen 2-3 kali
untuk melarutkan keratin dan dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran rendah
(Fitzpatrick, 2008).
Hasil positif ada 2 kemungkinan:
Ektotrik: tampak artrokonidia kecil atau besar membentuk lapisan
mengelilingi bagian luar batang rambut.
Endotrik: tampak artrokonidia di dalam batang rambut
Untuk bahan dari skuama, daerah lesi dibersihkan dengan kapas alkohol, setelah
kering skuama dikerok dengan scalpel terutama pada tepi lesi, diletakkan diatas
object glass dan ditetesi larutan KOH 10 – 20%, ditutup dengan gelas penutup,
dipanaskan diatas api Bunsen, dilihat di bawah mikroskop. Hasil positif jika tampak
hifa bersepta dan bercabang (Fitzpatrick, 2008).
Pemeriksaan Kultur
Spesiasi jamur didasarkan pada karakteristik mikroskopik, makroskopik dan
metabolisme organisme. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media isolasi yang
paling umum digunakan dan sebagai basis untuk gambaran yang paling morfologis.
Namun kontaminasi saprobes tumbuh pesat pada media ini (Andrews, 2006).
6. Apa diagnosis banding pada kasus?
Tinea Capitis (Grey patch ringworm)
Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang
didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat
seboroik. Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasia.
Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang
terkena biasanya difus, tidak setempat11. Distribusi umumnya di kepala, leher
dan daerah-daerah pelipatan.
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa
skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil kemudian mengenai seluruh
kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Rambut pada tempat
tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan
frontal. 9 Alopesia sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut daerah
kepala, alis mata, bulu mata atau belakang telinga. Sering tampak pada pasien
penyakit syaraf atau immunodefisiensi.
Gambar 5: Dermatitis Seboroik
Alopesia areata
Rambut bagian pinggir. Kelainan mula-mula mudah dicabut dari
folikel. Tetapi pada rambut yang patah tersebut tidak tampak pangkal yang
patah. Selain itu, pada alopesia areata tidak terdapat skuama.
Beberapa ciri khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa
batang rambut tidak berpigmen dengan diameter bervariasi, dan kadang-
kadang tumbuh lebih menonjol ke atas (rambut-rambut pendek yang bagian
proksimalnya lebih tipis di banding bagian distal sehingga mudah dicabut),
disebut exclamation mark hairs atau exclamation point. Hal ini merupakan
patognomosis pada alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek
dan berpigmen yang disebut black dots. 7Alopesia areata mempunyai tepi yang
eritematus pada stadium permulaan, tetapi dapat berubah kembali ke kulit
normal. Juga jarang ada skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah
tetapi mudah dicabut.11,12
Alopesia areata yang difus memberikan gambaran rambut yang tipis,
sehingga sulit dibedakan dengan telogen effluvium (kerontokan rambut).
Seiring pertumbuhan rambut, rambut yang tumbuh seringkali berwarna putih
atau abu-abu.7
Gambar 6: Alopesia Areata
Trikotilomania
Merupakan kelainan rambut dimana rambut putus tidak tepat pada
kulit kepala, daerah kelainannya tidak pernah botak seluruhnya serta batas
kelainan tidak tegas. Trikotilomania timbul karena penderita setiap kali
menarik rambut pada salah satu area, misalnua rambut kepala,alis, kelopak
mata, ketiak atau daerah pubis.
Trikotilomania merupakan alopesia neurosis. Rambut ditarik berulang
kali sehingga putus. Sering terjadi pada gadis yang mengalami depresi8
Gambar 7: Trikotilomania
7. Apa working diagnosis pada kasus?
Tinea Capitis tipe Grey Patch Ringworm
8. Apa saja etiologi dan faktor resiko pada kasus?
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan
sering ditemukan pada anak-anak. Penyebabnya berupa organisme antropofilik
ektotrik seperti M.audounii atau M.canis, M. Ferrugineum.Pada kasus ini disebkan
oleh hewan peliharaan. Jamur yang menjadi etiologi adalah Microsporum Canis
Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain iklim yang
panas, higiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obatobatan steroid,
antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi
infeksi serta respon imun dari pasien.
9. Bagaimana patogenesis pada kasus?
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam,
dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase
(keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur
ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik
dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen
jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu.
Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum
antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma atau
adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena
tergantung pada jenis strainnya.
Gambar: Epidermomikosis dan trikhomikosis. Epidermomikosis (A), dermatofit (titik
dan garis merah) memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan
juga menyebabkan respons radang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk
eritema, papula, dan vasikulasi. Sedangkan pada trikhomikosis pada batang rambut
(B), ditunjukkan titik merah, menyebabkan rambut rusak dan patah, jika infeksi
berlanjut sampai ke folikel rambut, akan memberikan respons radang yang lebih
dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang berupa nodul,
pustulasi folikel,dan pembentukan abses.
PENETRASI DERMATOFIT MELEWATI DAN DI ANTARA SEL
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase,
dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam
untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin
10. Bagaimana respon imun pada kasus?
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan
imunitas adaptif yang memberikan respons lambat.
Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari:
1. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak sebagai barrier terhadap
masuknya dermatofit. Stratum korneum secara kontinyu diperbarui dengan
keratinisasi sel epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang
menginfeksinya. Proliferasi epidermis menjadi benteng pertahanan terhadap
dermatofitosis, termasuk proses keradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi
imun yang dimediasi sel T.
2. Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi berupa pustul, secara
mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di
epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif.
3. Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated transferrin dan α2-
makroglobulin keratinase inhibitor dapat melawan invasi dermatofit.
MEKANISME PERTAHANAN SPESIFIK
Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat membangkitkan baik imunitas
humoral maupun cell-mediated immunity (CMI). Pembentukan CMI yang berkorelasi
dengan Delayed Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan dengan
penyembuhan klinis dan pembentukan stratum korneum pada bagian yang terinfeksi.
Kekurangan CMI dapat mencegah suatu respon efektif sehingga berpeluang menjadi
infeksi dermatofit kronis atau berulang. Respons imun spesifik ini melibatkan antigen
dermatofit dan CMI
11. Bagimana maninfestasi klinis pada kasus?
Bentuk dari tinea kapitis ini dikenal juga sebagai bentuk seboroik dari
skuama yang menonjol. Peradangan bersifat minimal. Rambut yang
terinfeksi menjadi abu-abu dan kusam pada selubung artrokonidianya, dan rambut
putus pada bagian atas dari kulit kepala. Umumnya, lesi memberikan tampilan
berbatas tegas, hiperkeratotik, skuama pada daerah alopecia akibat putusnya rambut.
Pada pemeriksaan lampu Wood didapatkan floresensi berwarna hijau pada sisa
rambut dan skuama. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil
disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
pusat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu
– abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat – tempat
ini terlihat sebagai grey patch (Andrews, 2006; Fitzpatrick 2008).
12. Bagaimana penatalaksaan pada kasus?
Manajemen penatalaksanaan yang diberikan adalah medikamentosa dan non
medikamentosa. Tinea kapitis memerlukan terapi sistemik karena obat harus
mengadakan penetrasi ke folikel rambut.
Griseofulvin
0,25 – 0,5 g atau 10 – 25 mg/kg BB. Setelah sembuh dilanjutkan selama 2
minggu.
Ketokonazol
200 mg/ hari selama 10 hari – 2 minggu
Itrakonoazol
2x 100 – 200 mg sehari selama 3 hari
Tebinafin
62,5 mg – 250 mg sehari selama 2 – 3 minggu
Selain itu, terapi anti jamur topikal (misalnya, shampo) bermanfaat dalam
mempercepat respon klinis, mengurangi pertumbuhan organisme jamur, serta
mengurangi penularan kepada orang lain. Ketoconazol shampo yang
digunakan yang digunakan setiap hari selama 8 minggu terbukti dapat
menghambat perkembangan klinis tinea kapitis
13. Bagaimana pencegahan pada kasus?
Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk mencegah
infeksi pada anak-anak lain.
mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi, handuk,
sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke
dokter/rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut yang disertai
skuama. Dapat diperiksa dengan lampu Wood.
Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering perlu 3-
6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan alopesia permanen.
Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka dan
pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan sabun atau
lebik baik dibuang.
Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan shampo, pasien
dapat pergi ke sekolah.
Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai penutup
kepala.
14. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Infeksi sekunder
Alopesia sikatrik permanen
Kambuh
15. Bagaimana prognosis?
Dubia et bonam
Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya permulaan
dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya penyakit, yaitu yang
zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T. verrucosum). Infeksi ektotrik sembuh
selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan. Namun pasien menyebarkan
jamur penyebab kelain anak selama waktu infeksi.
16. Apa SKDI kasus?
SKDI pada kasus adalah 4A. Dokter umum diharapkan mampu mentatalaksana
penyakit sampai tuntas.
Tinea capitis ( gray-patch ringworm)
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada kulit
kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel – folikel
rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa
sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika
Serikat dan wilayah lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.(1)
Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung pada letak anatomi
dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa (hasil
dari infeksi oleh Trichophyton schoenleinii), tinea corporis ( ringworm of glabrous skin ),
tinea imbrikata ( ringworm hasil infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium ( ringworm of
the nail ), tinea pedis ( ringworm of the feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan
tinea manum ( ringworm of the hand).(1)
Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari dermatofitosis non inflamasi dengan
sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan
kerontokan rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa
abses yang dalam disebut kerion, ysng mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan
menyebabkan alopesia yang menetap. Keadaan penyakit ini tergantung pada interaksi antara
host dan agen penyebab.
DEFINISI
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang
disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton.
SINONIM
Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum,
misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis,
M. ferrugineum.
EPIDEMIOLOGI
Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur antara 4 dan 14
tahun. Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi
penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus – kasus di
perkotaan biasanya didapatkan dari teman – teman atau anggota keluarga. Kepadatan
penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan
penyakit ini. Kasus – kasus yang disebabkan oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di
dapat dari anak anjing dan anak kucing.
GEJALA KLINIK
Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas ( RIPPON, 1970 dan
CONANT dkk, 1971 ).
1. Grey patch ringworm.
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
Microsporum dan sering ditemukan pada anak – anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan
pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat
terbentuk alopesia setempat.
Tempat – tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik tidak
menunjukkan batas – batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood
dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas – batas
grey tersebut. Pada kasus – kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini
banyak membantu diagnosis ( RIPPON, 1974 ). Tinea kapitis yang disebabkan oleh
Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali – sekali
dapat terbentuk kerion.
2. Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila
penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih
sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini
dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol
kadang – kadang dapat terbentuk
3. Black dot ringworm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di
sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut
yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran
khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke
bawah permukaan kulit.
Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur ( RIPPON,
1974 ).
Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan
oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat
zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian
bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton
rubrum pernah di tulis ( Price dkk, 1963 )
DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik
akan terlihat spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam rambut ( endotriks ).
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari
kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada
pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan – potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium hydroxide
( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH
( KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.
Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum,
akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut
oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan
di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau
tetapi pada manusia tidak berfluoresensi.
Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu wood.
Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan kultur.
Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa dari tinea kapitis, khususnya pada anak – anak memberi kesan eritematous,
tambalan sisik dan alopesia. Rambut rapuh dan tak bercahaya , infiltrat, lesi ulserasi dapat
menjadi tanda. Dermatitis seboroik, psoriasis, lupus erytrematosus, alopesia areata, impetigo,
trikotilomania, pyoderma, folikulitis decalcans dan sifilis sekunder adalah merupakan
pertimbangan diferensial diagnosa. Pemeriksaan dengan KOH setiap bulan menentukan
kepantasan diagnosa jika hal itu sebuah tinea.
Pada dermatitis seboroik, rambut yang terlibat lebih difus, rambut tidak rapuh dan kulit
kepala merah , bersisik dan gatal. Dermatitis seboroik dan penyakit berskuama kronik lain
seperti psoriasis dapat menyebabkan pengumpulan sisik menjadi massa padat di kulit kepala.
Kondisi ini disebut pitiriasis amiantacea. Sisik lebih kasar pada psoriasis tetapi tidak rapuh.
Impetigo sulit dibedakan dengan inflamasi ringworm, tetapi akhirnya nyeri lebih parah.
Alopesia areata dapat agak eritematous pada tahap awal penyakit ini tetapi dapat kembali
normal seperti warna kulit.
TERAPI
Pengobatan dermatofitosis mengalami kemajuan sejak tahun 1958. GENTLES ( 1958 ) dan
MARTIN ( 1958 ) secara terpisah melaporkan, bahwa griseofulvin peroral dapat
menyembuhkan dermatofitosis yang ditimbulkan pada binatang percobaan. Sebelum zaman
griseofulvin pengobatan dermatofitosis hanya dilakukan secara topikal dengan zat – zat
keratolitik dan fungistatik.
Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian
griseofulvin yang bersifat fungistatik.
Griseofulvin akan terkumpul pada lapisan keratin pada rambut, kuku menimbulkan resistensi
terhadap invansi jamur, namun pengobatan harus berlangsung dalam waktu lama karena
waktu yang dibutuhkan griseofulvin untuk menghasilkan lapisan keratin yang resisten cukup
lama sekitar 4 – 6 minggu. Griseofulvin menimbun keratin berlapis – lapis di rambut dan
kuku, membuat mereka menjadi resisten terhadap invasi jamur. Terapi infeksi keratin
memerlukan waktu yang cukup lama dan kontinu agar dapat digantikan oleh keratin yang
resisten, biasanya 4 – 6 minggu. Pada lesi yang mengalami peradangan, kompres sering
diperlukan untuk membersihkan pus dan sisik-sisik infeksi. Kemajuan terapi di monitor
dengan pemeriksaan klinik yang rutin dengan bantuan lampu wood untuk fluoresensi dari
spesies seperti M. audouinii dan M. canis.
Beberapa anti mikotik terbaru termasuk itraconazol, terbinafine, dan fluconazol, telah
dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman. Pengobatan yang efektif dan aman untuk
tinea kapitis dengan infeksi endotriks spesies termasuk T. tonsurans, itraconazol digunakan
secara teratur regimen denyut dengan kapsul ( 5 mg/.kg/hari selama 1 minggu, 3 denyut
dalam 3 minggu terbagi), dan itraconazol regimen denyut dengan oral solution ( 3 mg/kg/hari
untuk 1 minggu, 3 denyut, ie, dalam 1 minggu perbulan ).
Terbinafine tablet dengan dosis 3 – 6 mg/kg/hari digunakan ± 2 – 4 minggu dan telah berhasil
digunakan untuk T. tonsurans.M. canis relatif resisten untuk jenis obat ini, tetapi obat ini
merupakan terapi yang efektif jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Petunjuk
umum untuk tinea kapitis dengan BB > 40 kg ( 250 mg / hari ), Untuk BB 20 – 40 kg ( 125
mg / hari), Untuk BB 10 – 20 kg ( 62,5 mg / hari ) selama 2 – 4 minggu.(1)
Tablet fluconazol atau suspensi oral ( 3 – 6 mg / kgbb/ hari ) diatur untuk 6 minggu. Dalam
suatu pengobatan lebih dari seminggu ( 6 mg /kg/ hari ) dapat di atur jika indikasi klinik
ditemukan pada saat itu.
Pada infeksi ektotriks ( misalnya M. audouinii, M. canis ), pengobatan dalam jangka yang
lama diharuskan. Meskipun ketoconazol oral dapat di terima sebagai alternatif lain dari
griseofulvin tetapi tidak dapat dipercaya sebagai terapi pilihan karena resiko hepatotoksik dan
biayanya yang mahal.
Oral steroid dapat membantu mengurangi resiko dan meluasnya alopesia yang permanen
pada terapi kerion. Hindari penggunaan kortikosteroid topikal selama terapi infeksi
dermatofitosis
http://dokumen.tips/documents/tinea-kapitis.html
file:///C:/Users/Asus/Downloads/TINEA%20KAPITIS%20PADA%20BAYI%20&
%20%20ANAK.pdf Suyoso, Sunarso
Djuanda, Adhi, dkk. Ilmi Penyakit Kulit dan Kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas Kedoktran
Universitas Indonesia.