67
ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL BITUMEN DENGAN RESIPREN SKRIPSI ABDUL KADIR JAILANI 150822001 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL BITUMEN DENGAN RESIPREN

SKRIPSI

ABDUL KADIR JAILANI

150822001

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL BITUMEN DENGAN RESIPREN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.

ABDUL KADIR JAILANI

150822001

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL BITUMEN DENGAN RESIPREN

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 6 Februari 2018

Abdul Kadir Jailani

15 08 22 001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

PENGESAHAN SKRIPSI Judul : ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL BITUMEN DENGAN RESIPREN Kategori : SKRIPSI Nama : ABDUL KADIR JAILANI Nomor Induk Mahasiswa : 150822001 Program Studi : SARJANA (S1)/ KIMIA EKSTENSI Departemen : KIMIA Fakultas : MIPA - UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di, Medan, Februari 2018

Komisi Pembimbing Pembimbing 2 Pembimbing 1 Dr. Yugia Muis, M.Si Prof. Dr. Thamrin, M.Sc NIP. 195310271980032003 NIP.196007041989031003 Ketua Program Studi Kimia FMIPA USU

Dr. Cut Fatimah ZuhraM.Si

NIP: 197405051999032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL

BITUMEN DENGAN RESIPREN

ABSTRAK

Analisa Thermal dan Morfologi pada campuran aspal bitumen dengan

resipren telah dilakukan. Aspal modifier dibuat dalam 7 jenis variasi perbandingan

aspal, bitumen, dengan resipren yang telah dilarutkan dengan toluena sebesar

75:20:5 ; 70:20:10 ; 65:20:15 ; 60:20:20 ; 55:20:25 (v/v/b) dalam 100 ml,

penambahan agregat pasir halus 300 gram dan agregat kasar kerikil 50 gram, dan

diproses dalam ekstruder pada suhu 150o

C. Sifat termal aspal modifier di uji

dengan DTA, morfologi dengan SEM dan XRD. Hasil analisa DTA menunjukkan

bahwa variasi sampel 5 dengan suhu dekomposisi Tm sebesar 480 ºC dan hasil

analisa SEM menunjukkan kualitas aspal lebih bagus dibandingkan dengan variasi

sampel 6.

Kata kunci: Aspal, Bitumen, Resipren, SEM,DTA,XRD,Sifat Morfologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

THERMAL AND MORPHOLOGY ANALYSIS MIXED BITUMEN ASPHALES WITH RESIPREN

ABSTRACT

Thermal and Morphological analysis on bituminous asphalt mixture with Resipren has been done. Asphalt modifier is made in 7 varieties of asphalt, bituminous, with Resipren-diluted toluene ratio of 75: 20: 5; 70:20:10; 65:20:15; 60: 20: 20; 55:20:25 (v / v / b) in 100 ml, an addition of 300 g of fine sand aggregate and 50 gram gravel aggregate, and processed in an extruder at a temperature of 150 ° C. The thermal properties of bitumen modifier were tested with DTA, morphology with SEM and XRD. The DTA analysis showed that sample 5th with decomposition temperature (Tm) of 480 ºC and SEM analysis results showed better quality of asphalt compared sample 6th.

Keywords: Asphalt, Bitumen, Resipren, SEM, DTA, XRD, Morphological Properties.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya hingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan judul Analisa Thermal Dan Morfologi Campuran Aspal Bitumen Dengan

Resipren.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Thamrin, M.Sc

selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku pembimbing II yang

telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada

Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku ketua program studi dan sekretaris

program studi S1-Kimia Ekstensi FMIPA-USU, dekan dan wakil dekan FMIPA-

USU, seluruh staf dan dosen program studi S-1 Kimia Ekstensi FMIPA-USU,

pegawai dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada Ibu dan

keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan.

Semoga Allah Swt akan membalasnya.

Medan, 6 Februari 2018

Abdul Kadir Jailani

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i ABSTRAK ii ABSTACT iii PENGHARGAAN iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix DAFTAR SINGKATAN x BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Pembatasan Masalah 3 1.4 Tujuan Penelitian 4 1.5 Manfaat Penelitian 5 1.6 Metodologi Penelitian 5 1.7 Lokasi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal 7 2.1.1 Jenis – jenis Aspal 8

2.1.2 Kandungan Aspal 9 2.2 Bitumen 10

2.2.1 Kandungan Bitumen 11 2.2.2 Klasifikasi Bitumen 11

2.2.2.1 Bitumen Padat 12 2.2.2.2 Bitumen Cair 13 2.2.2.3 Klasifikasi Bitumen kelas SARA 13 2.2.2.4 Klasifikasi Bitumen kelas PONA 16

2.2.3 Modifikasi Polimer Bitumen 16 2.2.4 Kegunaan Bitumen 17

2.3 Karet Alam 18 2.3.1 Jenis – jenis Karet Alam 18

2.4 Resipren 19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2.5 Agregat 20 2.6 Karakterisasi Aspal Modifier 22

2.6.1 Analisa Thermal dengan DTA (Differentiak Thermal Analysis) 22 2.6.2 Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) 24

2.6.3 Analisa X-Ray Diffraction (XRD) 26 2.6.3.1 Prinsip Kerja XRD (X-Ray Diffraction) 26

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan 28 3.2 Alat 28 3.3 Prosedur Penelitian 29

3.3.1 Preparasi Agregat 29 3.3.1.1Preparasii Agregat Halus 29 3.3.1.2 PreparasiAgregat Kasar 29

3.3.2 Proses Pembuatan Aspal Modifier 30 3.3.3 Karakterisasi Aspal Modifier 31

3.3.3.1 Analisa Sifat Thermal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) 31 3.3.3.2 Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) 31 3.3.3.3 Analisa dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) 32

3.4 Bagan Penelitian 33 3.4.1 Preparasi Agregat Halus 33 3.4.2 Preparasi Agregat Kasar 33 3.4.3 Poses Pembuatan Aspal Modifier 34

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakteristik berdasarkan Analisa Sifat Thermal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) 35

4.2 Karakterisasi berdasarkan Scanning Electron Microscopy (SEM) 37 4.3 Karakteristik berdasarkan Analisa dengan menggunakan X-Ray

Diffraction (XRD) 44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 45 5.2 Saran 46

Daftar Pustaka 47 Lampiran 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1. Sifat Dasar Bitumen 12

2.2 Ketentuan Agegat 21

3.1 Bahan – bahan penelitian 28

3.2 Alat – alat penelitian 28

3.3. Variasi Sampel 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1. Struktur Asphaltenes 14

2.2. Struktur Saturate 14

2.3. Struktur Karet Alam Cis-1,4-Poliisoprena 18

2.4. Pola Umum Kurva DTA 23

2.5. Difraksi Bragg 27

4.1. Grafik Hasil Pengujian DTA Terhadap Aspal, Bitumen,

dan Resipren (55 : 20 : 25) 36

4.2. Grafik Hasil Pengujian DTA Terhadap Aspal dan

Resipren (80 : 0 : 20) 37

4.3. Hasil SEM Aspal, Bitumen, dan Resipren (55 : 20 : 25)

untuk perbesaran 100,500,1000,2500, dan 5000 38-41

4.4. Hasil SEM Aspal, Bitumen, dan Resipren (80 : 0 : 20)

untuk perbesaran 100,500,1000,2500, dan 5000 42-44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1. Foto Bahan Penelitian 51

2. Foto Alat Penellitian 52

3. Aktivitas Penelitian 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR SINGKATAN

PONA = Parafin ,Oefin , Naftalen, dan Aromatis

SARA = Saturates, Aromatis, Resin, danAspal

AASHTO = American Association of State Highway and Trasnsportation

Officials

ASTM = American Standart Testing and Material

SNI = Standar Nasional Indonesia

SEM = Scanning Electron Microscopy

DTA = Differential Thermal Analysis

XRD = X-Ray Diffraction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini sudah tidak asing lagi bagi kita untuk mengetahui dan menyadari

kondisi jalan raya yang rusak yang menjadi faktor penghambat aktifitas

transportasi. Hal ini ini dipengaruhi oleh rendahnya produksi kilang minyak

terhadap kebutuhan aspal, iklim tropis di Indonesia, curah hujan yang tinggi, dan

padatnya aktivitas mobilisasi angkutan orang maupun barang setiap harinya.

Aspal konvensional yang biasa digunakan sebagai bahan campuran panas

(hotmix) cenderung memiliki viskositas dan titik leleh yang rendah, mudah

dipengaruhi oleh suhu dan beban yang melintas di atasnya. Pada siang hari di

Indonesia dengan suhu yang tinggi ditambah dengan adanya beban dari lalu lintas

yang besar akan semakin memperbesar kemungkinan jalan akan mengalami

kerusakan yang permanen. Sementara itu, terkait dengan curah hujan yang tinggi,

air hujan akan sering menggenangi permukaan jalan. Tipikal kerusakan karena

pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di

dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula kecil dapat

membesar lebih cepat. Selain itu, kerusakan pada jalan aspal umumnya berkaitan

dengan beban roda yang berat, peningkatan tekanan ban, eskalasi atau

meningkatnya jumlah lalu lintas dan kerusakan kelembaban (Brown, 1990).

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada aspal

adalah bitumen. Bitumen biasanya ditemukan sebagai bahan yang berwarna coklat

kehitaman, yang diperoleh dari hasil destilasi minyak mentah. Secara luas telah

digunakan sebagai bahan pengikat mineral – mineral yang ada pada jalan, trotoar,

dan juga sebagai bahan tahan air yang digunakan dalam pembuatan atap. Bitumen

memiliki kombinasi penyusunan yang sangat baik karena dapat tahan terdapat air

dan bersifat perekat yang telah lama digunakan lebih dari 5000 tahun.

(McNally,T.2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Akan tetapi, bitumen memiliki sifat mekanik yang lemah dimana akan

mudah rapuh pada keadaan dingin akan cepat melunak dan mencair dalam

keadaan panas. Salah satu metode yang digunakan untuk menguatkan bitumen

adalah mencampurkannya dengan bahan polimer. (Mc Nally,2011).

Resipren 35 merupakan sebuah karet alam siklis yang larut dalam pelarut

yang tidak berbau, khususnya hidrokarbon alifatik dan campuran aromatik dan

alifatik, cocok untuk melindungi dan menjaga lapisan dan untuk cat kapal laut.

Resipren 35 berada pada posisi yang memiliki kualitas paling tinggi di produk

resin. Resipren merupakan resin karet siklis dari karet alam yang memiliki

viskositas larutan yang tinggi, dibuat seperti padatan yang berbentuk butiran.

Resipren memiliki ketahanan terhadap proses penyabunan dan ketahanan kimia

bahan pengikat yang dapat digunakan dalam penggabungan dengan plasticizer

yang cocok untuk pelapis yang tahan, untuk aplikasi pada baja suatu beton, karena

kelarutannya dalam pelarut hidrokarbon alifatik dan kompatibilitasnya dengan

kebanyakan minyak rantai panjang. Resipren adalah bahan baku dari berbagai

jenis produk industri diantaranya : pernis, cat kapal, tinta cetak, pelapis cermin,

cat dekorasi, sebagai isolator listrik, cat dasar kendaraan (Bukit, 2011).

Penelitian terdahulu mengenai analisa thermal dan morfologi pada

campuran aspal bitumen dengan resipren belum banyak diteliti. Informasi sifat

termal suatu bahan sangat dibutuhkan, sebab sifat ini sangat dikaitkan dengan

peruntukannya. Berapa hal yang sangat mempengaruhi sifat termal adalah sifat

dari masing-masing polimer dan teknologi prosesnya. Karakteristik termal

memegang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena erat dengan struktur

dalam bahan itu sendiri.

Jun Li ( 2007) telah melakukan penelitian dengan menggunakan EMA - g –

LDPE yang dimodifikasi dengan bitumen dari Qinhuangdao. Hasil yang didapat

ialah bitumen yang dimodifikasidengan GMA - g – LDPE memiliki sifat yang

tahan rutting lebih baik pada suhu dan kelelehan yang tinggi , dan ketahanan retak

pada suhu rendah dibandingkan dengan bitumen yang dimodifikasi dengan LDPE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Gonzales V (2011) telah melakukan penelitian tentang pengolahan

modifikasi bitumen dengan karet ban remah dan zat polimer tambahan.

Dimanahasil yang didapatkan bahwa semua zat polimer tambahan yang digunakan

berhasil meningkatkan sifat reologi pada bahan pengikatnya. Dalam waktu

pengerjaan 2 – 3 jam dapat menyebabkan peningkatan kekuatan pada bitumen dan

bertambahnya keelastisan dari karet ban remah yang digunakan.

Kischynsky et al. (2016) telah melakukan penelitian tentang meningkatkan

kualitas dan daya tahan bitumen dan aspal dengan modifikasi menggunakan daur

ulang polietilen komposisi polimer dasar.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mencoba melakukan

penelitian tentang analisa thermal & morfologi pada campuran aspal bitumen

dengan resipren. Dimana dengan adanya penambahan resipren diharapkan

terdapat perbedaan thermal dan sifat morfologi dari aspal modifikasi yang

dihasilkan.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana perbandingan material yang optimum antara campuran aspal yang

dimodifikasi dengan resipren dan bitumen.

2. Bagaimana karakteristik sifat thermal dari campuran aspal dengan modifier

bitumen.

3. Bagaimana karakteristik sifat morfologi dari aspal modifikasi yang telah

dicampurkan dengan resipren dan bitumen.

1.3 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan yang dibatasi pada :

1. Aspal yang digunakan yaitu aspal produksi asal Iran dengan type grade 60/70

yang diperoleh dari distributor PT.Gudang Aspal 51, Medan Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2. Bahan pengikat yang digunakan yaitu Resipren yang diperoleh dari produksi

PT.Industri Karet Nusantara.

3. Bahan perekat yang digunakan yaitu bitumen cair ( bitumen peneteration)

dengan type composite produksi asal Malaysia yang diperoleh dari

Inspectorate Malaysia SDN.BHD Malayisa.

4. Bahan agregat halus yang digunakan merupakan pasir yang diperoleh dari

took panglong CV. Setia Jaya Medan, Sumatera Utara.

5. Bahan agragat kasar yang digunakan merupakan batu kerikil yang diperoleh

dari CV. Setia Jaya Medan, Sumatera Utara.

6. Analisis dan karakterisasi yang dilakukan adalah analisa thermal dengan

menggunakan DTA (Differential Thermal Analysis), analisa morfologi dengan

menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), dan XRD (X-Ray

Diffraction).

7. Spesimen uji berbentuk kubus ukuran sisi 5 cm.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas maka, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbandingan optimum yang digunakan agar menghasilkan

aspal yang lebih baik.

2. Untuk mengetahui perbedaan temperatur pada aspal dan bitumen yang telah

dicampurkan dengan resipren.

3. Untuk mengetahui karakteristik sifat morfologi dari aspal modifikasi yang

telah dicampur dengan resipren dan bitumen.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pemanfaatan

bitumen sebagai bahan tambahan dalam modifikasi aspal yang meningkatkan sifat

morfologi dari aspal dan perbandingan temperaturnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

1.6 Metodologi Percobaan

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini

dilakukan beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan preparasi Agregat Halus dan Kasar.

2. Tahapan pembuatan Aspal Modifier

Pada tahapan ini variasai resipren direaksikan terlebih dahulu dengan bitumen

selanjutnya dicampurkan dengan variasi aspal, dan ditambahkan dengan

agregat dan batu kerikil. Campuran tersebut yang kemudian diblending

menggunakan ekstruder dan dicetak melalui Hot Compressor.

3. Tahapan Karakterisasi Aspal Modifier

Untuk karakterisasi yaitu dengan Analisa Thermal menggunakan DTA

(Differential Thermal Analysis), analisa morfologi dengan menggunakan

SEM (Scanning Electron Microscopy), dan XRD (X-Ray Diffraction).

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

• Variabel Bebas : - Bitumen cair, aspal dan resipren dengan variasi

perbandingan (v/v/b) :

20 : 75 : 5 ; 20 : 70 : 10 ; 20 : 65 : 15 ; 20 : 60 : 20 ; 20:

55 : 25 ; 0: 80 : 20 dan 20 : 80 : 0 .

• Variabel Tetap : - Agregat pasir halus 100 mesh 300 gram

- Agregat Batu Kerikil 50 gram

• Variable Terikat : - Uji Differential Thermal Analysis (DTA),

- Uji Scanning Electron Microscopy (SEM), dan

- Uji X-Ray Diffraction (XRD).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Analisa

morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium

Pusat Penelitian Kimia LIPI, Serpong & Uji X-Ray Diffraction (XRD) di

Laboratorium Universitas Malikussaleh, Aceh. Uji thermal dengan

Differential Thermal Analysis (DTA) di Laboratorium PTKI, Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau

coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun

juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan

material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu

seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Pada suhu ruang, aspal adalah

material yang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi,

aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan

kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal

merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat,

berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung

bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau

kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri

dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi.

Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga temperatur 350o

Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau

lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika

temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan

temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda,

yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin

mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu.

Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan

C

dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline

(bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan

pekerjaan.

Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur

dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada

aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi, tetapi sangat

berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan

menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter

pengukur kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration

index = PI) (Sukirman, 2003).

2.1.1 Jenis – jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses

pembentukannya adalah sebagai berikut :

a) Aspal Alamiah

Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan

Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat

anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda

mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan

aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting (Oglesby, 1996).

b) Aspal Batuan

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang

diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian

di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat

tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal

terbatas pada daerah-daerah tertentu saja (Oglesby, 1996)

c) Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk

perlakuan jalan pada tahun 1894.Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang

berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain,

California, dan Alaska.Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela,

Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun

1980 (Oglesby, 1996).

Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi

dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi.

Aspalpabrik ini, mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga

jenis, yaitu :

1) Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan

emulsi 1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis

aspal emulsi anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih

banyak, yaitu sebesar 85%).

2) Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses

fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid

Curing (RC).

3) Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut

angka penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. Umumnya

aspal beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas

beberapa jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan

Hot Mix Asphalt Concrete (HMAC) merupakan aspal yang paling umum

digunakan dalam jalan raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton

campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto,

2008).

2.1.2 Kandungan Aspal

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene. Asphaltenes

merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin

aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta

amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan

vanadium.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates,

aromatis, dan resin, dengan struktur ditunjukkan pada Gambar 2.1 dan 2.2 Dimana

masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda,

dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa

yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S,

dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca

dalam bentuk garam organik dan oksidanya. (Nuryanto, A. 2008).

2.2 Bitumen

Bitumen adalah produk olahan sebagian kecil dari destilasi minyak mentah, pada

umunya diakui bahwa minyak mentah dari sisa makhluk hidup laut dan bahan

sayuran yang terendap dengan lumpur dan pecahan batuan di lautan. (Shell

Bitumen, 2003).

Menurut British Standart 3690, bagian 1 : 1989, bitumen merupakan

cairan kental atau padatan yang terdiri dari hidrokarbon dan turunannya, yang

dapat larut dalam pelarut trikloroetilen dan merupakan senyawa non – volatile dan

akan melunak apabila dipanaskan. Bitumen memiliki kombinasi unik kedap air

yang sempurna dan sifat adesif yang telah digunakan dengan efektif selama lebih

5000 tahun. Bitumen merupakan bahan thermoplastic yang berharga rendah

ataupun murah dan biasanya digunakan sebagai atap, jalan dan juga trotoar. Akan

tetapi, bitumen memiliki sifat mekanik yang lemah dimana akan mudah rapuh

pada keadaan dingin akan cepat melunak dan mencair dalam keadaan panas. Salah

satu metode yang digunakan untuk menguatkan bitumen adalah

mencampurkannya dengan bahan polimer. (Mc Nally,2011).

Sejak permulaan abad 20 permintaan bitumen telah melebihi kemampuan

dari yang dapat dihasilkan oleh alam. Biasanya bitumen ditemukan disekitar

endapan minyak dibawah tanah. Dimana permukaan rembesan bias terjadi pada

kesalahan biologis. Jumlah dan sifat material yang terjadi secara alamiah ini

tergantung pada jumlah proses alam yang mana membatasi sifat dari material ini.

Produk ini sering disertai dengan bahan mineral, jumalh dan sifat yang bergantung

pada keadaan sekitar menyebabkan campuran terjadi (whiteoak,1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2.2.1 Kandungan Bitumen

Bitumen dianggap sebagai campuran kompleks dari berat molekul yang tinggi

hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang mana dapat dipisahkan menjadi sifat yang

terdiri dari aspal, resin, aromatik dan parfin (Traxler,1963).

Tiga jenis hidrokarbon saat ini dalam bitumen, paraffin, naftana dan

aromatik. Non hidrokarbon dalam bitumen memiliki atom heterosiklik terdiri dari

sulfur, nitrogen, nitrogen dan oksigen. Analisis dasar mengenai bitumen

dihasilkan dari berbagai macam minyak mentah menunjukkan bahwa kebanyakan

bitumen mengandung :

- Karbon 82 – 85 %

- Hydrogen 8 – 11 %

- Sulfur 0 – 6 %

- Oksigen 0 – 1,5 %

- Nitrogen 0 – 1 %

Sedikit banyaknya logam seperti nikel, besi, vanadium, kalsium, magnesium, dan

kromium juga ditemukan dalam bitumen (Atherton et al,1987).

2.2.2 Klasifikasi Bitumen

Ada banyak kebingungan dalam penggunaan dan penasfsiran dari istilah

“bitumen”, aspal bitumen, ataupun aspal murni. Dala tigam dekade terkahir,

upaya yang dibuat untuk mengembangkan tata nama yang seragam dari bahan-

bahan bitumen yang ada di dunia. Tidak adanya kesepakatan yang diperoleh dari

usaha ini dan berbagai skema pengklasifian bitumen telah dibuat dan diusulkan

oleh para peneliti yang berbeda dalam membagi jenis dari zat – zat yang ada pada

bitumen. (Chilingarian, G.V.1987).

Bitumen dikelompokkan berdasarkan cara mendapatkannya yaitu Bitumen

alam (bitumen gunung, bitumen danau) dan bitumen buatan (bitumen minyak dan

tar). Secara umum komposisi dari bitumen terdiri dari asphaltenes dan maltenes.

Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua larut dalam

heptanes sedangkan maltenes merupakan cairan kental terdiri dari resin dan

minyak, larut dalam heptanes. Bitumen secara kimia terdiri dari aromat, parafin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

dan olefin, sedangkan kandungan bitumen secara fisik terdiri dari asphaltenes,

maltenes, resin. Pada bitumen buatan, maltene lebih dominan (lebih banyak),

sehingga bentuknya semipadat, sedangkan bitumen alam kebanyakan

mengandung asphaltene saja, sehingga bentuknya cenderung padat.

Sifat dasar dari bitumen seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 Berdasarkan

bentuknya, bitumen dibagi ke dalam 3 golongan yaitu bitumen padat, emulsi, dan

cair. Bitumen padat adalah bitumen yang pada suhu ruang berbentuk padat dan

dalam keadaan panas berbentuk cair. Bitumen emulsi merupakan suatu campuran

bitumen dengan air dan bahan pengemulsi. Sedangkan bitumen cair adalah

bitumen yang pada suhu ruang berbentuk cair dan merupakan campuran bitumen

keras dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi, dapat dilarutkan

dalam zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas.

Tabel 2.1 Sifat Dasar Bitumen

No Sifat Bitumen/aspal

1 Warna Coklat - hitam

2 Bentuk Cair - padat

3 Dalam CS2/CCl Larut 4

4 Dalam Air Tidak larut

5 Bau Berbau

6 Aromat Ada yang

bergandengan

(Mirawaty,2011)

2.2.2.1 Bitumen Padat

Bitumen padat adalah batuan sedimen yang mengandung material organik, yang

akan menghasilkan minyak melalui proses penyulingan atau retort. Umumnya

batuan yang dikategorikan sebagai bitumen padat berupa serpih, namun batuan

lain pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen padat dengan syarat memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

sejumlah material organik yang dapat menghasilkan minyak dengan retorting

proses.

Bitumen padat didefinisikan sebaga batuan sedimen klastik halus seperti

serpih, lanau, batulempung ataupun batupasir yang kaya akan material organik

dan mempunyai prospek untuk menghasilkan sejumlah minyak dan gas melalui

proses geologi tertentu. Setelah mengalami pemanasan pada suhu tertentu material

organik tersebut mengalami dekomposisi dan melepaskan hidrokarbon dalam

bentuk uap dan setelah melalui proses pendinginan akan berubah menjadi minyak

atau gas. Bitumen padat juga merupakan energi fosil yang sangat memungkinkan

untuk dikembangkan sebagai salah satu energi alternatif untuk mensubtitusi energi

yang digunakan saat ini (Subarnas,2001).

2.2.2.2 Bitumen Cair

Bitumen cair dibedakan dalam beberapa kelas sesuai dengan pelarut yang berbeda

dalam teknik ekstraksi. Dua klasifikasi paling umum yang dikenal dengan

singkatnya adalah :

- SARA (Minyak Jenuh (Saturates), Aromatis, Resin, dan Aspal)

- PONA (Parafin, Oktfin, Naftan, dan Aromatis)

2.2.2.3 Klasifikasi Bitumen kelas SARA

Bitumen biasanya dibagi berdasarkan empat fraksi yang ada pada umumnya, yaitu

Minyak Jenuh (Saturates), Aromatis, Resin, dan Aspal, secara bersamaan

keempatnya disebut dengan SARA.

Semula klasifikasi ini dibuat dengan kromatografi kolom dengan

menggunakan perbedaan bahan penyerap dan pelarut. Teknik yang digunakan

dalam analasis SARA didasarkan pada penyerapan bitumen atau fraksinya di

dlaam kolom dengan adsorben yang aktif dan kemudian mengelusi partikel dari

fraksi dengan pelarut yang selektif. Fraksi ini digunakan selanjutnya untuk

analisis kimia. (Banerjee,K.D. 2012)

a. Asphaltene. Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur

benzene aromatis serta berat molekul tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Gambar 2.1 Struktur Asphaltenes

a) Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari

paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.

b) Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan

mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering

disebut maltene.

Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut

agregat dalam bentuk film aspal yang berperan maenahan gaya gesek permukaan

dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air

ke dalam campuran (Rianung, 2007).

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate,

aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki sturktur dan

komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi

bitumen.

Gambar 2.2 Struktur Saturate

Berikut sifat – sifat dari senyawa penyusunannya :

a) Asphaltene

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

1. Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplastik dan sangat polar,

merupakan komplek aromatis, H?C ratio 1:1, berat molekul 1000-100000,

dan tidak larut dalam n-heptan.

2. Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan

akan rusak.

3. Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin

tinggi titik lembeknya, makin rendah harga pentrasinya.

b) Resin

1. Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H,

dan sedikit O,S dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 – 1,4 , berat

molekul 500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.

2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau

peptisizer dari asphlatene.

c) Aromatis

1. Berwarna coklat tua, berntuk cairan kental, bersifat non polar, dan di

dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000.

2. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total

bitumen.

d) Saturate

- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hamper sama dengan

aromatis.

- Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan

aromatis, kompsisi 5-20% dari total bitumen.

Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur

membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate.

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental

senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak.

(Nuryanto, A. 2008).

2.2.2.4 Klasifikasi Bitumen kelas PONA

Analisis bitumen kelas PONA biasanya mendestilasi fraksi bitumen dengan

menggunakan teknik kromatografi seperti High Performance Liquid

Chromatography (HPLC). Dalam menganalisa bitumen jenis PONA tidaklah

harus didlaam fraksi resid, karena akan memberikan hasil yang keliru. Analisis

PONA saat didestilasi (350-535 o

- Parafin + Olefin < 10%

C) dan jenis konsentrasi PONA ditunjukkan

seperti :

- Naftalen 20-30%

- Aromatik 60-70%

Bagian aromatic pada bitumen lebih lanjut dipisahkan menjadi mono, di-,

dan fraksi poliaromatik dengan menggunakan teknik kromatografi. Konsentarasi

dari subfraksi dapat ditotalkan yang biasanya berurutan dari 20 – 25% mono, 30 -

35%, dan lebih dari 50% poliaromatik.

Dengan demikian, atas hasil yang telah didapat, jarak antara titik didih dari

fraksi akan meningkat, dan molekul akan menjadi lebih berat, dan konsentrasi

relative dari aromatic akan meningkat dan konsentrasi relative dari hidrokarbon

jenuh (nafta dan paraffin) akan menurun (Banerjee,K.D.2012).

2.2.3 Modifikasi Polimer Bitumen

Konsep blending atau pencampuran 2 atau lebih bahan terbentuk produk tunggal

dengan sifat fisik yang berbeda kepada sifat unsur pokok bahan adalah tidak baru.

Mechanical, elektris, kimiawi, dan banyak sifat lainnya ditentukan oleh keadaan

fase yang dihasilkan. Sebagai contoh, tembaga dan seng dari fase tunggal

dinamakan kungingan yang mana secara mekanik lebih besar dari unsur pokok

lainnya sendiri. Poliblend adalah campuran fisik dari perbedaan homo atau

kopolimer yang berbeda secara structural. Bates (1991) dan Paul dan Barlow

(1980) telah meninjau keadaan fase polimer – polimer dan kemampuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

mencampur keadan polimer dengan cukup baik. Homogenitas dalam campuran

tergantung pada panas dan entropi campuran.

Bitumen adalah termoplastik murah yang penting yang mana ditemukan

banyak pengaplikasiannya sabagai bangunan dan bahan untuk teknik mesin ;

bagaimanapun, bitumen memiliki sifat mekanik yang sedikit karena bitumen keras

dan rapuh pada lingkungan yang dingin atau lembab dan fluida pada lingkungan

panas (Whiteoak,1990).

Polimer yang telah umum digunakan untuk memodifikasi bitumen adalah

kopolimer Styrene Butadiene Styrene (SBS), kopolimer Styrene Butadiene Rubber

(SBR), Etilen Vinil Asetat (EVA), Polietilen (LDPE,HDPE dll) dan polimer

limbah (plastic, karet remah ban, dll). Untuk polimer tersebut, proses

pencampuran mungkin memiliki efek yang baik dari sifat teknik pada campuran

yang dihasilkan. Dengan demikian, diperlukan pengolahan suhu ( 170 – 180o

Sebagai alternatif, penggunaan polimer reaktif sebagai ganti bahan

pengikat telah dievaluasi. Dimana polimer reaktif ini lebih murah, lebih mudah

untuk dicampurkan dan lebih kompatibel pada bitumen dibandingkan dengan

polimer yang standart, ini karena keduanya dapat membentuk ikatan kimia dengan

beberpa senyawa bitumen dan akibatnya dapat diubah struktur dari pengikat

tersebut. Sehingga kekuatan pengikat akan meningkat setelah dimodifikasi

(McNally, T.2011).

C)

untuk dapat mengurangi perbedaan viskositas dari bitumen dan polimer yang

sesuai. Akibatnya, pengikat akan mengalami penuaan, karena terjadi oksidasi

pada senyawa maltene, dan polimer degradasi yang mengarah kepenuaan kinerja

mekanik yang diharapkan dapat mengikat bitumen. Selain itu, penggunaan

polimer dengan berat molekul yang tinggi mungkin akan menghasilkan bitumen

modifikasi dengan termodinamika yang tidak stabil dan pemisahan fase mudah

terjadi selama penyimpanan di suhu yang lebih tinggi.

2.2.4 Kegunaan Bitumen

Secara luas umumnya bitumen digunakan oleh industry konstuksi, sebagai unsur

pokok produk dalam mengaspal dan pengatapan. Karakteristik tahan air yang

sempurna dan kebiasaan termoplastik membuatnya cocok untuk aplikasi secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

luas. Suhu yang ditinggikan (biasanya dintara 100-200o

C) bereaksi seperti cairan

kental dan dapat dicampur dengan komponen lain dan dimanipulasi dan dibentuk

sesuai kebutuhan. Sewaktu didinginkan itu adalah padatan lembab yang dapat

bertahan lama dan hidropobik (tidak suka air) (Shell Bitumen,2003).

2.3 Karet Alam

Tanaman karet (Hevea brasilliensis) yang merupakan sumber utama penghasil

lateks dan dibudidayakan secara luas. Lateks karet alam mengandung partikel

hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan

serum. Kandungan hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45

persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri

atas protein, asam lemak, sterol, trigliserida, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat,

dan garam-garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi

lapisan permukaan dan sebagai pelidnung partikel karet.

Karet alam dibentuk oleh polisiprena dengan susunan geometri 100% cis

1,4. Berat molekul berkisar 1,2 juta, sehingga mempunyai sifat keliatan dan

kelekatan yang tinggi dan sifat fisik seperti elastisitas, kuat tarik, dan kepagasan

yang tinggi. Keteraturan geometri yang tinggi menambah kuat tarik pada saat

diregangkan karena kristalisasi, dengan sifat unggul ini karet alam digunakan

untuk barang industry terutama ban (Sondari, 2010).

Gambar 2.3 Struktur Karet Alam Cis-1,4-Poliisoprena

2.3.1 Jenis-jenis Karet Alam

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

- Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angina, slab tipis dan lump segar)

- Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

- Lateks pekat

- Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20)

- Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

- Karet siap ola atau type rubber

- Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 1992)

2.4 Resipren

Resipren 35 merupakan sebuah karet alam siklis yang larut dalam pelarut

yang tidak berbau, khususnya hidrokarbon alifatik dan campuran aromatik dan

alifatik, cocok untuk melindungi dan menjaga lapisan dan untuk cat kapal laut.

Resipren 35 berada pada posisi yang memiliki kualitas paling tinggi di produk

resin. Resipren merupakan resin karet siklis dari karet alam yang memiliki

viskositas larutan yang tinggi, dibuat seperti padatan yang berbentuk butiran.

Resipren memiliki ketahanan terhadap proses penyabunan dan ketahanan kimia

bahan pengikat yang dapat digunakan dalam penggabungan dengan plasticizer

yang cocok untuk pelapis yang tahan, untuk aplikasi pada baja suatu beton, karena

kelarutannya dalam pelarut hidrokarbon alifatik dan kompatibilitasnya dengan

kebanyakan minyak rantai panjang. Resipren adalah bahan baku dari berbagai

jenis produk industri diantaranya : pernis, cat kapal, tinta cetak, pelapis cermin,

cat dekorasi, sebagai isolator listrik, cat dasar kendaraan (Bukit, 2011).

Resipren adalah bahan baku dari berbagai jenis produk industri diantaranya:

a. Pernis

b. Cat Kapal

c. Tinta Cetak

d. Pelapis Cermin

e. Cat Dekorasi

f. Sebagai isolator listrik

g. Cat dasar kendaraan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

(Bukit, 2011)

2.5 Agregat

Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik

yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa

ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen

utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase

berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume (Sukirman,2003).

Berikut jenis-jenis agregat :

1. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan dapat berupa pasir alami maupun pasir bautan.

Pasir alami adalah hasil desintegrasi alami dari batuan, sementara pasir buatan di

peroleh dari aalt-alat pemecah batu.

Persyaratan teknis agregat halus adalah :

a. Memiliki butiran-butiran yang keras, awet dan tidak mengandung lumpur,

garam, tanah liat lebih dari 3 persen, serta tidak banyak butiran pipih.

b. Terdiri dari butiran-butiran yang beraneka ragam besarnya dan lolos saringan

nomor 7 atau 3 mm, serta harus memenuhipersyaratan berikut :

1) Sisa di atas ayakan 4 mm minimum 2 persen terhadap berat

2) Sisa di atas ayakan 1 mm minimum 10 persen terhadap berat

3) Sisa dia tas ayakan 0,25 mm berkisar antara 80 dan 95 %.

4) Faktor penyerapan air kurang dari 5 persen

5) Hasil uji bahan terhadap kotoran organisk kurang dari 0,5 %.

Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu

beton (kecuali ada petunjuk dan lembaga pemeriksaan bahan) karena material ini

memiliki karakteristik butiran halus dan bulat, gradasi (besar butiran) seragam,

serta megnandung garam-garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dengan sifat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

tidak menguntungkan bagi beton sehingga tidak disarankan menggunakan pasir

laut untuk pembuatan beton.

2. Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan dapat berupa kerikil dan batu pecah atau split.

Kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alam batuan, sedangkan batu pecah atau

split diperoleh dari alat-alat pemecah batu.

Persyatan teknis agregat kasar adalah :

a. Memilki ukuran lebih dari 12,5 mm

b. Lolos saringan 20mm dan tertinggal di atas saringan nomor 7

c. Memiliki butiran-butiran keras, await dan tidak berpori, serta tidak

mengandung lumpur, garam, tanah liat lebih dari 3 persen.

d. Besaran butiran secara umum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara

bidang samping cetakan.

e. Boleh megnandung butiran pipih dan lonjong. Namun, jumlahnya tidak

melampaui 20 persen dari jumah total.

f. Bersifat kekal dan tidak mudah pecah oleh pengaruh cuaca.

g. Tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, msialnya za reaktif

alkali.

(Arif,K. 2011)

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat

No. Karakteristik Standar Pengujian Pesyaratan

A. Agregat Kasar

1 Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 Maks. 3%

2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 Min. 2,5 g/cc

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

3 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40%

4 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

5 Partikel pipih ASTM D-4791 Maks. 25%

6 Partikel Lonjong ASTM D-4791 Maks. 10%

B. Agregat Halus

1 Penyerapan Air SNI 03-1969-1990 Maks. 3%

2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 Min. 2,5 g/cc

3 Nilai setara pasir AASHO T-176 Min. 40%

C. Filler

1 Material lolos saringan No.200 SNIM-02-1994-03 Min. 70%

(Rianung, 2007).

2.6 Karakterisasi Aspal Modifier

Karakteristik dari aspal yang telah dimodifikasi yang di ukur meliputi Uji Thermal

dengan Differential Thermal Analysis (DTA), analisa morfologi dengan Uji

Scanning Electron Microscopy (SEM) dan pengujian dengan menggunakan X-Ray

Diffraction (XRD).

2.6.1 Analisa Thermal dengan DTA (Differential Thermal Analysis)

Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan metode yang paling sering

digunakan saat ini untuk penelitian-penelitian kuantitatif terhadap transisi termal

dalam polimer. Dalam metode Differential Thermal Analysis (DTA) suatu sampel

polimer dan referensi inert dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan

kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur.

Ukuran sampel bervariasi dari sekitar 0,5 sampai 10 mg. meskipun kedua metode

memberikan tipe informasi yang sama, terdapat perbedaan yang signifikan dalam

instrumentasinya (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang

perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya

proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi

kaca (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme

pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg

(eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya

berada diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen

digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur

bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak

Tg, karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah,

daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal

campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi,

yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995).

Berikut gambar yang menunjukkan pola kuva umum DTA.

Gambar 2.4 Pola Umum Kurva DTA

Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena

menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer

menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf

seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen

memiliki suhu transisi gelas (Tg), namun polimer kristalin murni seperti elastomer

tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm)

(Kristian, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2.6.2 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara

makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen

interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu

hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbsi elektron.

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut

menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat

perubahan spesimen. Untuk melihat perubahan dalam bahan tersebut dapat

dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa digunakan adalah SEM.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa

permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau

dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan yang diperoleh

merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang

permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang

dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap

oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar

yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya

gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau

dapat pula direkam kedalam suatu disket (Wirjosentono, 1995).

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya,

tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan.

Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian disperse-dispersi pigemn dalam

sel, pelepuhan atau perekatan koting, batas-batas fase dalam polipaduan yang tak

dapat campur, struktur sel busa-busa polimer dan kerusakan pada bahan perekat.

SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) pada

polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Stevens, 2001)

2.6.3 Analisa X-Ray Diffraction (XRD)

Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal.

Pembahasan mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan

dengan hal-hal berikut ini:

1. pembentukan sinar-x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik

3. sifat kekristalan bahan (kristalografi)

Ada dua proses yang terjadi bila seberkas sinar-x ditembakkan ke sebuah atom:

(1) energi berkas sinar-x terserap oleh atom, atau (2) sinar-x dihamburkan oleh

atom. Dalam proses yang pertama, berkas sinar-x terserap atom melalui Efek

Fotolistrik yang mengakibatkan tereksitasinya atom dan/atau terlemparnya

elektronelektron dari atom. Atom akan kembali ke keadaan dasarnya dengan (1)

memancarkan elektron (melalui Auger effect), atau (2) memancarkan sinar-x

floresen yang memiliki panjang gelombang karakteristik atom tereksitasinya. Pada

proses yang kedua, ada bagian berkas yang mengalami hamburan tanpa

kehilangan kehilangan energi (panjang gelombangnya tetap) dan ada bagian yang

terhambur dengan kehilangan sebagian energi (Hamburan Compton).

Hamburan Compton dinamakan juga hamburan tak-koheren. Jadi serapan

total sinar-x terjadi karena efek fotolistrik dan hamburan tak-koheren. Namun,

hamburan tak-koheren memiliki efek menyeluruh yang dapat diabaikan, kecuali

untuk radiasi dengan panjang gelombang pendek yang mengenai material dengan

berat atom rendah. Dalam interaksinya dengan material, sinar-x juga dapat

mengalami polarisasi linier (seperti halnya cahaya tampak), baik parsial maupun

total. Dengan demikian berkas sinar-x terpolarisasi dapat diperoleh dengan cara

hamburan dan untuk sudut hamburan 90o

Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah

satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

, polarisasi lengkap terjadi, yaitu

komponen vektor medan listrik tegak lurus bidang yang dibentuk berkas datang

dan berkas terhambur. Berkas hamburan sinar-x oleh material yang dapat diukur

adalah intensitas. Intensitas berkas sinar-x yang mendekati paralel adalah fluks

energi yang melewati satu satuan luasan tertentu per satuan waktu. Untuk

gelombang planar monokromatik, intensitas sebanding dengan kuadrat amplitudo

getaran. Intensitas radiasi yang dihasilkan oleh sumber titik (atau sumber kuasi-

titik) pada arah tertentu adalah energi yang dipancarkan per detik per satuan sudut

ruang pada arah itu. Dalam pengukuran intensitas mutlak, cara termudah adalah

dengan menentukan jumlah foton teremisi atau tertangkap (detektor) per satuan

waktu, bisa per satuan luas atau per satuan sudut ruang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin

dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk

mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang

memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh

interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom.

Spektrum sinar- X memilki panjang gelombang 10 nm, berfrekuensi 1017-1020

Hz dan memiliki energi 103-106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde

yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber

difraksi Kristal (Jamaluddin, K. 2010).

2.6.3.1 Prinsip Kerja XRD (X-Ray Diffraction)

Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis

yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X.

Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga

diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara

sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer

sinar X, sinar-X terpancar dari tabung sinar-X. Sinar-X didifraksikan dari sampel

yang konvergen yang diterima dalam posisi simetris dengan respon ke focus sinar-

X. Sinar-X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik.

Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa

pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran

kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang

sama. Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah

kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat

panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan

logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat

masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit atom logam tersebut

terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi

masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton

sinar-X.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mengenai

jarak rata – rata antar bidang atom. Kemudian kita juga dapat menentukan

orientasi dari kristal tunggal. Secara langsung mendeteksi struktur kristal dari

suatu material yang belum diketahui komposisinya. Kemudian secara tidak

langsung mengukur ukuran, bentuk dan internal stres dari suatu kristal. Prinsip

dari difraksi terjadi sebagai akibat dari pantulan elastis yang terjadi ketika sebuah

sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak terjadi kehilangan

energi disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua karakteristik utama

dari difraksi yaitu geometri dan intensitas. Geometri dari difraksi secara sederhana

dijelaskan oleh Bragg’s Law. Misalkan ada dua pantulan sinar α dan β. Secara

matematis sinar β tertinggal dari sinar α sejauh xy+yz yang sama dengan 2d sinθ

secara geometris. Agar dua sinar ini dalam fasa yang sama maka jarak ini harus

berupa Kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang sinar λ. Maka

didapatkanlah Hukum Bragg: 2d sin θ = nλ

Gambar 2.5 Difraksi Bragg (sumber:gsu.edu)

Secara matematis, difraksi hanya terjadi ketika Hukum Bragg dipenuhi. Secara

fisis jika kita mengetahui panjang gelombang dari sinar yang membentur

kemudian kita bisa mengontrol sudut dari benturan maka kita bisa menentukan

jarak antar atom (geometri dari latis). Persamaan ini adalah persamaan utama

dalam difraksi. Secara praktis sebenarnya nilai n pada persamaan Bragg diatas

nilainya 1. Sehingga cukup dengan persamaan 2d sin θ = λ. Dengan menghitung d

dari rumus Bragg serta mengetahui nilai h, k, l dari masing – masing nilai d,

dengan rumus – rumus yang telah ditentukan tiap – tiap bidang kristal kita bisa

menentukan latis parameter (a, b dan c) sesuai dengan bentuk kristalnya

(Jamaluddin, K. 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan disusun dalam table 3.1

Tabel 3.1 Bahan-bahan penelitian

Bahan Spesifikasi Merek

Aspal Type 60/70 Iran

Karet Remah SIR-20 PTPN III

Batu Kerikil - CV. Setia Jaya Medan,

Sumatera Utara

Agregat Pasir Halus - CV. Setia Jaya Medan,

Sumatera Utara

Bitumen Cair Composite Inspectorate Malaysia

SDN BHD

3.2 Alat

Sedangkan alat –alat yang digunakan disusun dalam table 3.2

Tabel 3.2 Alat-alat penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merek

Gelas beaker 500 mL Pyrex

Gelas ukur 50 mL Pyrex

Gelas ukur 5 mL Pyrex

Neraca analitis (presisi ± 0.0001

g)

Radwag

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Hot Plate 30-600 o Czorning PC 400 D C

Extruder ulir ganda - Shimadzu MIFPOL

BRS 896

Oven 30-200 o Memmert C

Ayakan 100 mesh Tantalum 3N8 purity

Stirer fisher scientific Made in USA

Spatula - -

Pipet Tetes - -

Cetakan sample berupa kubus

ukuran sisi 5 cm - ASTM C 348-2002

Seperangkat alat Differential

Thermal Analysis - Shimadzu DT 300

Seperangkat alat Scanning

Electron Microscopy - -

Seperangkat alat X-Ray

Difraction

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Agregat

3.3.1.1 Preparasi Agregat Halus

1. Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian

dikeringkan di oven pada suhu 110o

2. Seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan 100 mesh.

C.

3. Hasil ayakan dibuat masing-masing ke dalam 300 gram.

3.3.1.2 Preparasi Agregat Kasar

1. Agregat berupa batu kerikil dicuci terlebih dahulu dengan air, kemudian

dikeringkan di oven pada suhu 110oC.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

2. Batu kerikildibuat masing-masing ke dalam 50 gram.

3.3.2 Proses Pembuatan Aspal Modifier

1. Dirangkai alat sedemikian rupa didalam lemari asam.

2. Kemudian lemari asam dihidupakan dan diatur suhu Hot Plate pada suhu

175o

3. Sebanyak 5 gram resipren dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml lalu

ditambahkan 20 ml bitumen cair, campuran diaduk selama 15 menit pada suhu

175

C.

o

4. Sebelum campuran tersebut mengeras, ditambahkan 75 ml aspal ke dalam

campuran panas tersebut, kemudian diaduk kembali hingga merata sambil

dipanaskan pada temperatur 175

C.

o

5. Ditambahkan 300 gram agregat pasirdan 50 gram batu kerikil ke dalam

campuran tersebut secara perlahan sambil diaduk pada temperatur yang sama

selama 15 menit.

C selama 15 menit.

6. Campuran tersebut kemudian diekstruksi pada suhu 150 o

7. Hasil ekstruksi dimasukkan ke dalam cetakan kubus, dan ditempatkan ke

dalam Hot Compressor pada suhu 80

C.

o

8. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari

cetakan untuk di uji.

C selama 30 menit.

9. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada aspal, bitumen dan resipren dengan

variasi perbandingan (v/v/b): 70 : 20 : 10 ; 65 : 20 : 15 ; 60 : 20 : 20 ; 55 : 20 :

25 ; 80 : 0 : 20 dan 80 : 20 : 0 .

Tabel 3.3 Variasi Sampel

Nomor Sampel Variasi

Aspal : Bitumen : Resipren

(ml:ml:gram)

Sampel 1 75 : 20 : 5

Sampel 2 70 : 20 : 10

Sampel 3 65 : 20 : 15

Sampel 4 60 : 20 : 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 5 55 : 20 : 25

Sampel 6 80 : 0 : 20

Sampel 7 80 : 20 : 0

3.3.3 Karakterisasi Aspal Modifier

Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat thermal

dengan menggunakan DTA (Differential Thermal Analysis), analisa morfologi

dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) dan XRD (X-Ray

Diffraction).

3.3.3.1 Analisa Sifat Thermal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Alat yang digunakan untuk menganalisa sifat thermal yaitu adalah

Thermal Analyzer . Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 60 menit sebelum digunakan (main swicht

ON)

2. Dialirkan pendingin

3. Diatur Detektor DTG dan Thermo Couple PR, aplifair DTA ON

4. Diatur program 10º C/menit, limit temperature s/d 960º C

5. Diatur DTA range ±250 µV

6. Ditimbang 30mg bahan sampel pada mangkok platina yang lain.

7. Bahan pembanding dan bahan sampel ditempatkan diatas Thermo

Couple RP (Bahan Pembanding disebelah kiri dan sampel disebelah

kanan)

8. Diatur recorder: pulpen temperature pada posisi nol dan pulpen DTA

titik nol pada pertengahan Kertas Rekorder, DC Voltage 15 mV, Chart

2,5

9. Switch “ST By” ON

10. Switch “START” ON

11. Diamati hasil yang diperoleh dari Rekorder

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

3.3.3.2 Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengujian dilakukan pada permukaan sampel. Dengan prosedur pengujian

sebagai berikut :

1. Sampel dilapisi dengan aurum bercampur palladium dalam suatu

ruangan bertekanan (vacuum evaporator) 1492 x 102 atm.

2. Kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga ±15 kV pada

ruangan khusus sehingga mengeluarkan electron sekunder dan elektron

terpental yang dapat di deteksi oleh detector Scientor yang diperkuat

dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya Cathode

Ray Tube (CTD).

Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek

(sampel) dan dilakukan perbesaran mencapai 100 kali, 500 kali, 1000 kali, dan

2500 kali sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3.3.3 Analisa dengan menggunakaan X-Ray Diffraction (XRD)

Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan

tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X.

Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga

diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara

sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer

sinar X, sinar-X terpancar dari tabung sinar-X. Sinar-X didifraksikan dari sampel

yang konvergen yang diterima dalam posisi simetris dengan respon ke fokus

sinar- X. Sinar-X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal

listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai

analisa pulsa tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Preparasi Agregat Halus

3.4.2 Preparasi Agregat Kasar

Pasir Halus

Dicuci dengan air

Dikeringkan di oven, suhu 110 ºC

Disaring dalam ayakan 100 mesh

Hasil ayakan ditimbang masing-masing 300 gram

Batu kerikil

Dicuci dengan air

Dikeringkan di oven, suhu 110 ºC

Batu kerikil ditimbang masing-masing 300 gram

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

3.4.3 Proses Pembuatan Aspal Modifier

Dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml

Ditambahkan 9,5 ml Toluena

Diaduk dan dipanaskan pada suhu 175 ºC

selama 15 menit

Ditambahkan 20 ml bitumen

Diaduk dan dipanaskan pada suhu 175 ºC

selama 15 menit

Ditambahkan 75 ml aspal cair

Diaduk dan dipanaskan pada suhu 175 ºC

selama 15 menit

Ditambahkan 300 gram agregat pasir halus

Ditambahkan 50 gram batu kerikil

Diekstruksi pada suhu 150 ºC

Dimasukkan ke dalam cetakan kubus

Dipress dan dipanaskan pada suhu 80º C

selama 30 menit

Dikarakterisasi

Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada sampel 2,3,4,5,6 dan 7.

5 gr Resipren

Campuran

Campuran Agregat

Hasil

Uji

DTA

Uji

SEM

Uji

XRD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspal polimer telah dibuat dengan mencampurkan aspal dengan bitumen

dan resipren yang dicampurkan bersama agregat pasir sebanyak 300 gram

menggunakan proses ekstruksi. Dengan memvariasikan antara aspal, bitumen dan

resipren.

Sebelum nya telah dilakukan pengujian analisa ketahanan terhadap air dengan uji

serapan air (Water Adsorption Test) oleh Fitri Ikova M, sehingga diperoleh hasil

yang optimum pada sampel 5 dan hasil minimum pada sampel 6. Hasil kemudian

dikarakterisasikan dengan DTA, SEM, dan XRD.

4.1 Karakteristik Berdasarkan Analisa Sifat Thermal dengan Differential

Thermal Analysis (DTA)

Pengujian dengan DTA dilakukan terhadap sampel 5 dan 6. Hasil pengujian

ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang disajikan pada gambar 4.1 dan 4.2

berikut.

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian DTA pada sampel 5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian DTA pada sampel 6

Pengujian DTA dilakukan untuk menentukan temperatur maksimum (suhu

dekomposisi) (Tm). Dimana untuk pengukuran suhu dekomposisi dimulai dari

puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk

temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala

kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis

lurus menuju skala temperatur 15 mv. Hasil yang diperoleh menjadi titik

dekomposisi (Tm) yang dinyatakan dalam skala ºC.

Berdasarkan Gambar 4.1 diperoleh suhu dekomposisinya sebesar 480 ºC.

Sedangkan pada Gambar 4.2 diperoleh suhu dekomposisinya sebesar 475 ºC.

Dari kedua gambar menurut Stevens (2001) diketahui bahwasanya pada

saat mendekati temperatur kritis terjadi suatu geseran endotermik pada baseline

awal karena kapasitas panas sampel yang naik, kemudian terbentuk peak

temperatur kritis ke arah eksotermik, selanjutnya peak yang merupakan

temperatur maksimum ke arah eksotermik.

Kedua gambar tersebut hampir sama, hanya perbedaan terjadi pada suhu

dekomposisinya. Dimana pada campuran aspal tanpa bitumen tersebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

mengurangi suhu dekomposisinya. Hal ini menunjukkan tidak adanya bitumen

yang menyebabkan aspal lebih mudah lepas dari ikatannya. Dan kehadiran

Bitumen dalam campuran aspal tersebut meningkatkan sifat mekaniknya namun

sekaligus memberikan suhu dekomposisi yang rendah. Sedangkan untuk

campuran aspal bitumen suhu dekomposisinya lebih besar.

Adanya perbedaan suhu dekomposisi Tm dari sampel 5 sebesar 480 ºC dan

dibandingkan dengan suhu dekomposisi sampel 6. Jadi, berdasarkan pengujian

sifat termal dengan menggunakan DTA menunjukkan hasil yang sedikit lebih

baik apabila menggunakan variasi sampel 5.

4.2 Karakteristik Berdasarkan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengujian dengan SEM dilakukan untuk menganalisis struktur permukaan

dari sampel sehingga dapat dibandingkan perubahan struktur permukaan pada

campuran aspal resipren dengan bitumen dan aspal resipren tanpa bitumen.

Telah dilakukan pengujian dengan SEM terhadap dua jenis sampel yaitu

sampel 5 dan 6 dengan analisis perbesaran 100, 500, 1000, 2500 dan 5000 kali

yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.

Pada gambar 4.3 tersebut terlihat bongkahan-bongkahan dari agregat dengan

kerapatan yang lumayan baik, disebabkan masih terdapat lubang pori-pori yang

terbentuk (pada perbesaran 100 kali) pada bagian tengah dan ujung atas dan

bawah sisi kiri. Dan pada perbesaran 500, 1000 dan 2500 terlihat menyatunya

agregat dengan bantuan bitumen sebagai perekat. Ukuran butiran partikel dari

pasir yang cukup kecil dan hampir sama besar membuat kerapatan cukup baik

pada campuran aspal tersebut. Pada perbesaran 5000 struktur mengikat kuat meski

masih ditemui ada beberapa lubang pori-pori yang tidak berpengaruh signifikan

terhadap kekuatan aspal polimer tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 5

(Perbesaran 100 kali)

Sampel 5

(Perbesaran 500 kali)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 5

(Perbesaran 1000 kali)

Sampel 5

(Perbesaran 2500 kali)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 5

(Perbesaran 5000 kali)

Gambar 4.3 Hasil SEM sampel 5 untuk Perbesaran 100, 500, 1000,2500 dan 5000 kali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Perbedaan terlihat pada hasil SEM pada Gambar 4.4 dibawah ini. Dimana

kerapatan berkurang dan terlihat banyak pori-pori yang terbentuk pada campuran

tersebut.

Sampel 6

(Perbesaran 100 kali)

Sampel 6

(Perbesaran 500 kali)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 6

(Perbesaran 1000 kali)

Sampel 6

(Perbesaran 2500 kali)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Sampel 6

(Perbesaran 5000 kali)

Gambar 4.4 Hasil SEM sampel 6 untuk Perbesaran 100, 500, 1000, 2500, 5000 kali

Dari Gambar 4.4 tersebut terlihat banyak partikel-partikel dengan ukuran

yang bervariasi, hal ini disebabkan karena campuran aspal tidak menyatu

sempurna dengan agregat (pada perbesaran 100 kali dan 500 kali). Pada

perbesaran 1000 kali terlihat seperti pecahan-pecahan halus yang hasil lebih jelas

terlihat pada perbesaran 2500 kali. Dan pada perbesaran 5000 terlihat agregat

tidak menyatu sempurna dengan aspal, masih terdapat partikel-partikel dengan

ukuran yang tidak merata.

Dari kedua gambar tersebut ditinjau dari permukaan sampel terlihat jelas

adanya perbedaan antara campuran aspal, bitumen, dan resipren.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

4.3 Karakteristik Berdasarkan X – Ray Difraction (XRD)

Gambar 4.5 Identifikasi Fasa dari Pola Difraksi Sinar-X Aspal Modifier Bitumen Resipren Sampel 5

Identifikasi fasa yang muncul pada sampel 5 mengandung fasa pengotor dari

aspal yang diduga adalah fasa albite (AlNaO8Si3), fasa magnetite (Fe3O4), dan

fasa quartz (SiO2

), yang berturut-turut merujuk pada hasil penelitian Downs

(1994), Haavik (2000), dan Will (1988), seperti yang ditunjukkan pada Gambar

4.5 Dengan demikian diperlukan analisa lebih lanjut untuk dapat menunjukkan

bahwa sampel-sampel tersebut memiliki empat fasa mineral.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisa Thermal Dan

Morfologi Pada Campuran Aspal Bitumen Dengan Resipren, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil analisa DTA menunjukan bahwa sampel 5 (aspal , bitumen,resipren

dengan variasi 55 ml : 20 ml : 25 gr) dengan suhu dekomposisi Tm

sebesar 480 ºC sedikit lebih baik dibanding sampel 6 (aspal dan resipren

80 ml : 0 ml : 20 gr) dengan suhu dekomposisi sebesar 475 ºC.

2. Kualitas aspal akan lebih bagus dengan adanya penambahan bitumen

dibandingkan dengan tanpa adanya penambahan bitumen. Hal ini

dikarenakan bitumen mampu merekatkan mineral-mineral yang berada di

aspal, resipren serta agregat.

3. Hasil analisa sifat morfologi diperoleh hasil foto SEM yang menunjukkan

bahwa keberadaan bitumen berpengaruh untuk merekatkan campuran

aspal dan resipren serta agregatnya. Campuran tanpa bitumen

menunjukkan lebih banyak celah, sedangkan adanya penambahan bitumen

keberadaan celah lebih berkurang dan terlihat adanya interaksi antar

campuran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan bitumen yang

dalam bentuk padatan, dan yang belum dipenetrasi.

2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar variasi penambahan bitumen

didasarkan penelitian terdahulu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

DAFTAR PUSTAKA

Arif,K. 2011. Buku Pintar Membangun Rumah : Menghitung dan Melaksanakan Pembangunan Rumah dari Nol. Jakarta : Kanaya Press

Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Proyek Jalan. Jakarta : Universitas Indonesia – Press

Atherton, N.M. 1987. Endor spectral of vanadyl complexes in asphaltenes. Magn Res.Chem.,25,829-830

Banerjee,K.D. 2012. Oil Sands, Heavy Oil & Bitumen : from recovery to refinery. Printed In the united states of America.

Bukit,N.2011. Pengolahan Zeolit Alam Sebagai Bahan Pengisi Nano Komposit Polipropilena dan Karet Alam SIR-20 dengan Kompatibiliser Anhidrida Maleat-Grafted-Polipropilena.Disertasi.Universitas Sumatera Utara Medan

Brown, E.R., Rowlet, R.D., dan Boucher, J.L. 1990. Highway Research: Shearing The Benefits. Proceeding of The United States Strategic Highway Research Program Conference. London

Chilingarian, G.V.1987. Bitumen, Asphalts and Tar Sands. Amsterdam : Elsevier Scientific Publishing Company

Downs R.T., Hazen R.M., Finger L.W. 1994. The High-Pressure Crystal Chemistry of Low Albite and The Origin Of Pressure Dependency of Al/Si order-disorder, American Mineralogist. 79.1042-1052

Jamaluddin, K. 2010. X-Rays Difractions. Makalah Fisika Material. Kendari : Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halueleo.

Kristian, 2008. Karakterisasi Sifat Fisika Dan Kimia Plastisiser Poligliserol Asetat Dan Kinerja Plastisisasinya Dalam Matriks Termoplastik Polistirena. Medan : Tesis Magister Ilmu Kimia. Universitas Sumatera Utara McNally,T.2011. Polymer Modified Bitumen Properties and Characterisation. Amsterdam : Woodhead Publishing Company

Mirawaty, Gunandjar.2011. Mobilisasi Limbah Sludge Radioaktif Dari Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Dengan Matriks Campuran Bitumen Dan Pasir.

Nuryanto, A. 2008. Aspal Buton dan Propelan Padat. Jilid II. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Erlangga

Oglesby,C.H. 1996. Teknik Jalan Raya. Jilid II.Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Rianung, 2007. Kajian Laboratorium Pengaruh Penggunaan Pasir Besi sebagai Agregat Halus pada Campuran Aspal Panas HRA (Hot Rolled Asphlat) terhadap Sifat Marshall dan Durabilitas. Semarang : Master Thesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro.

Setiawan,D.H. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta : Agromedia Pustaka

Shell Bitumen, 2003. The Shell Bitumen Handbook. London : Thomas Telford Publishing

Sondari, D. Haryono, A.,Ghozali, M., Randy, A., Suhardjo, K.A., Aryadi, B., Surasno.2010. Pembuatan Elastomer Termoplastik Menggunakan Inisitor Kalium Persulfat dan Amonium Peroksi Disulfat. Vol (5)1:22-26

Subarnas, Agus.2001. Penyelidikan Pendahuluan Endapan Bitumen Padat Di Daerah Pasarwajo Dan Sekitarnya, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara

Stevens, M.P., 2001. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta

Sukirman, 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Granit. Jakarta

Traxler,R.N. 1963. The Physical Chemistry of Asphalts Bitumen, Chem. Rev.,19,119-143

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Universitas Sumatera Utara – Press. Medan

Wignall,A. 1999. Proyek Jalan Teori dan Praktek. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta

Whiteoak,D.1990. The Shell Bitumen Handbook, Chertsey, Surrey, Shell Bitumen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Lampiran 1.FotoBahanPenelitian

Aspal Iran Bitumen

Resipren Agregat Halus Pasir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Agregat Kasar Kerikil Toluene

Lampiran 2.FotoAlat penelitian

Hidrolik Press CetakanKubus

Oven

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Lampiran 3.Aktivitas Penelitian

PencampuranAspal , Pencetakan Benda Uji Hasil Benda Uji

Bitumen, Resipren dan Agregat

Benda Uji SeluruhVariasi Aspal, Bitumen dan Resipren

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Lampiran 4. Tabel Nilai Penyerapan Air untuk Variasi Aspal, Bitumen, dan Resipren

No

Variasi

Aspal : Bitumen : Resipren

(ml:ml:gram)

Massa Spesimen

(gram)

Selisih WA (%)

Mk Mj

1 775 : 20 : 5 273,36 276,58 3,22 1,17

2 770 : 20 : 10 275,53 278,88 3,35 1,21

3 665 : 20 : 15 278,34 280,68 2,34 0,84

4 660 : 20 : 20 277,92 279,91 1,99 0,71

5 555 : 20 : 25 271,23 272,95 1,69 0,60

6 880 : 0 : 20 274,73 279,53 4,80 1,37

7 880 : 20 : 0 276,93 280,58 3,65 1,31

Dari tabel diatas dapat dilihat hubungan antara persentase penyerapan air

dengan variasi aspal, bitumen dan resipren yang disajikan dalam bentuk grafik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: ANALISA THERMAL DAN MORFOLOGI CAMPURAN ASPAL …

Lampiran 5. Grafik persentase penyerapan air dengan variasi aspal, bitumen dan resipren

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

75:20:05 70:20:10 65:20:15 60:20:20 55:20:25 80:0:20

(Fitri Ikova M)

80:20:0

Nila

i Day

a Se

rap

(%)

Variasi Sampel ( ml:ml:gram )

1,17 1,21

0,84 0,71

0,60

1,37 1,31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA