Upload
dangduong
View
267
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISA POLA GERUSAN PADA HILIR BENDUNG PLTM BANTAENG-1
KABUPATEN BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN
Fakhri Abi1, Dian Sisinggih2, Suwanto Marsudi2 1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya [email protected]
ABSTRAK Perencanaan bendung PLTM dipengaruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu kondisi
topografi, geologi, jenis material dasar sungai, morfologi sungai dan hidrolika. Agar
didapatkan konstruksi bangunan bendung yang layak, harus dilakukan studi-studi sebagai dasar
perencanaan. Adanya pembangunan bendung menyebabkan perubahan karakteristik aliran
seperti kecepatan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan
terjadinya gerusan serta perubahan pola aliran sungai.
Metode yang digunakan dalam menganalisa pola gerusan adalah pemodelan numerik
dengan program SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with Multiblock Option). Pemodelan
fisik perlu dilakukan untuk sarana kalibrasi dan verifikasi model numerik.
Dari hasil pemodelan didapat kesalahan absolut dari perbandingan volume gerusan
pada model fisik dan numerik sebesar 18,04%. Pola gerusan yang terjadi dari hasil model
numerik pada Q 100 tahun (debit banjir rancangan untuk desain perencanaan) terbaca pada
hilir bendung sedalam 0,5 m dari elevasi sungai dasar asli. Dari analisa desain dan pemodelan
dapat dinilai kurang efektifnya bangunan peredam energi tipe roller bucket.
Direkomendasikan bangunan pengaman hilir sungai dengan konstruksi bronjong sepanjang 4
m dengan slope negative agar aliran dari bendung dan peredam energi tidak terlalu kritis
sehingga dapat mengurangi bahaya dari gerusan pada konstruksi.
Kata Kunci: SSIIM, transportasi sedimen, gerusan lokal, computational fluid dynamic
ABSTRACT
Planning weir for micro power plants affected by various technical aspects, namely
topography, geology, bed river material, river morphology and hydraulics. Studies as a basis
for planning is critically necessary in order to get a decent weir construction. The construction
of the weir led to changes in the flow characteristics such as velocity or turbulence, causing
changes in sediment transport and the scouring and changes in river flow patterns.
The method used in analyzing patterns of scours is numerical modeling with SSIIM 2
(Sediment Simulation in Intakes with multiblock Option). Physical modeling needs to be done
for the calibration and verification of means of numerical models.
From the modeling results obtained absolute error of the volume ratio scour the
physical models and numerical amounted to 18.04%. Scour patterns that occur from the results
of numerical models in the Discharge 100 years (the flood discharge design to design planning)
read on the downstream weir as deep as 0.5 m of elevation river original foundation. From the
analysis of the design and modeling can be considered less effective building energy absorbers
roller-type bucket. Recommended downstream protection structure with 4 m long gabion
construction with negative slope so that the flow of the weir and energy absorbers are not too
critical so as to reduce the danger of scour in construction.
Keywords: SSIIM, sediment transport, local scour, computational fluid dynamic
PENDAHULUAN
Perencanaan bendung PLTM dipeng-
aruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu
kondisi topografi, geologi, jenis material
dasar sungai, morfologi sungai dan hidro-
lika. Agar didapatkan konstruksi bangunan
bendung yang layak, harus dilakukan studi-
studi sebagai dasar perencanaan.
Dengan pertimbangan keamanan
bangunan bendung dan efektivitas jangka
panjang bangunan utama serta fenomena
akibat pembangunan bendung terhadap
sungai maka perlu dilakukan kegiatan
pemodelan baik fisik maupun numerik
sebagai penunjang perencanaan secara
teoritis.
Adanya pembangunan bendung
menyebabkan perubahan karakteristik
aliran seperti kecepatan atau turbulensi
sehingga menimbulkan perubahan trans-
portasi sedimen dan terjadinya gerusan
serta perubahan pola aliran sungai. Pada
studi oleh Abdurrosyid, Gunawan Jati
Wibowo, dan M. Nursahid (2009) disebut-
kan bahwa penggunakan kolam olak type
USBR sekalipun masih menimbulkan
gerusan pada dasar saluran di hilir kolam
olak. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pada bangunan tersebut.
Dari latar belakang diatas dapat
disimpulkan bahwa perlu diadakan kajian
laboratorium (pemodelan fisik) dan
numerik mengenai gerusan dan penang-
gulangan atau perlindungannya pada hilir
bangunan hidrolik sungai.
Dalam bahasan studi ini, agar tidak
menyimpang dari pokok bahasan yang akan
dikaji maka diberikan batasan-batasan
masalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemodelan numerik pola
gerusan pada hilir bendung meng-
gunakan aplikasi SSIIM2 (Sediment
Simulation In Intakes with Multiblock
option) dan alternatif penang-
gulangannya.
2. Data hasil uji model model fisik
Bendung PLTM Bantaeng pada Labo-
ratorium Sungai dan Rawa meng-
gunakan skala undistorted (horizontal
dan vertikal = 1:25) digunakan untuk
kalibrasi dan verifikasi model numerik
yang dilakukan.
3. Menggunakan debit banjir rancangan Q
1 tahun, Q 5 tahun, dan Q 25 tahun
sesuai dengan desain hidrologi dari
perencanaan dan hasil model fisik.
Berdasarkan batasan-batasan masalah
tersebut diatas, maka yang menjadi pokok
pembahasan adalah bagaimana pola
gerusan pada hilir bendung PLTM Ban-
taeng-1 dari hasil pemodelan fisik dan
numerik. Selain itu rekomendasi penang-
gulangan guna meminimasilir gerusan di
hilir bendung juga akan dibahas dan
dimodelkan menggunakan program SSIIM
2.
Tujuan dari studi ini adalah untuk
melihat kinerja model numerik SSIIM
dalam menganalisa pola gerusan pada dasar
sungai sesuai kajian morfologi sungai.
Sedangkan manfaat pemodelan nu-
merik bendung PLTM Bantaeng-1 ini
adalah untuk mendapatkan gambaran detail
mengenai perilaku hidrolika pada bangunan
bendung, sungai dan terutama pola gerusan
pada hilir bendung. Hasil dari uji model
fisik ini dapat digunakan sebagai
rekomendasi untuk perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta peng-
operasian bendung PLTM Bantaeng.
TINJAUAN PUSTAKA
Transportasi Sedimen
Tujuan pokok pengetahuan tentang
“Pengangkutan Sedimen” adalah untuk
mengetahui suatu sungai dalam keadaan
tertentu apakah akan terjadi penggerusan
(degradasi), pengendapan (aggradasi) atau
mengalami angkutan seimbang (equili-
brium transport), dan untuk mem-
prakirakan kuantitas yang terangkut dalam
proses tersebut.
Local Scour
Local scour (gerusan local) disebabkan
oleh gangguan aliran dan area transportasi
sedimen. Sebagai contoh gerusan disekitar
pilar jembatan dan gerusan pada hilir
bendung. Pada semua kasus diatas semua
penambahan kecepatan lokal akan mem-
berikan penambahan kapasitas transportasi
lokal. Didapat dari persamaan kontinuitas
(Breuseurs, 1983:86) :
Gerusan pada Hilir Suatu Konstruksi
Konstruksi bendung (weir) dapat
merubah kondisi perpindahan sedimen dan
menyebabkan gerusan lokal (local scour).
Pada literatur ini dapat diketahui beberapa
pendekatan:
A. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan
Imbang Hilir Bendung
Persamaan ini pada dasarnya untuk
material kasar (d > 1 mm). Sebagai contoh
diberikan persamaan Eggenberger and
Muller
Gambar 1. Penentuan kedalaman ge-
rusan
B. Persamaan untuk Sungai Dengan Dasar
Pasir.
Berdasarkan persamaan Lacey (teori
Blench, 1957), untuk permulaan meng-
gunakan kedalaman dr sebagai berikut: dr,3 = 0.473(Q/f)1/3 (m)
Q = total discharge (m3/dt)
Atau jika aliran dibatasi oleh lebar:
dr,2 = 1.34q2/3.f-1/3 (m)
q = discharge per m’ (m2/dt)
f = silt factor, umumnya digunakan 1.76D0.5
D dalam mm
Kedalaman total gerusan T (jumlah
kedalaman air asli dengan kedalaman
gerusan) diambil sebagai kelipatan dari
kedalaman yang seharusnya. Untuk gerusan dekat tiang jembatan
T = 2 dr
Untuk gerusan pada dalam tanggul dan saluran
pengatur
T = 2 s.d 2.75 dr
Untuk aliran tegak lurus dengan badan sungai
T = 2.25 dr
Untuk hilir bendung dengan lompatan hidraulik
pada lantai peredam energi
T = 1.75 s/d 2.25 dr
Model Fisik Hidraulik
Model hidrolis dipakai untuk
mensimulasi perilaku hidrolis pada prototip
bendung atau bendung gerak yang
direncanakan dengan skala lebih kecil.
Kemungkinan lain untuk mensimulasi
perilaku hidrolis adalah membuat model
matematika pada komputer. Pengukuran
langsung di lapangan atau dalam model
fisik harus dilakukan untuk memantapkan
hasil-hasil yang diperoleh dari perhitungan
analitis.
Penyelidikan model dilakukan untuk
menyelidiki perilaku (performance) hidro-
lis dari seluruh bangunan atau masing-
masing komponennya. Model komputer di-
pakai untuk studi banjir dan gejala
morfologi seperti agradasi dan degradasi
yang akan terjadi di sungai itu.
Model Dasar Tidak Tetap (Movable Bed
Model)
Pada model dasar tidak tetap, tidak
hanya memperhatikan kesebangunan alir-
an, tetapi juga mempertimbangkan kese-
bangunan angkutan sedimen. Persamaan
dan hukum yang berlaku untuk model dasar
tidak tetap adalah sebagai berikut :
1. Hukum Reynold’s Butiran (Grain
Reynold’s Law)
dengan :
= kecepatan gesek
(m/dt)
D = ukuran butir
sedimen (m)
m
m
p
pp DmUDU
.. **
SfRgU ..*
= kekentalan kinematik air
(m2/dt)
Untuk tujuan praktis, umumnya studi
model hidrolik menggunakan Vp = Vm
substitusi (H) pada (R) untuk alur alamiah
sehingga untuk model skala distorsi
diperoleh :
Dr = (Lr)1/2.(Hr) -1
2. Hukum Gerak Butiran (Grain
Mobility Law)
dengan :
s = rapat massa
sediment (kg/m3)
w = rapat massa air
(kg/m3)
apabila U*p = U*
m maka persamaan
untuk model skala distorsi menjadi
:
3. Persamaan Kontinuitas Sedimen
dengan :
z = elevasi dasar sungai
t = waktu
= porositas material dasar
s = debit sediment persatuan lebar
x = jarak sepanjang arah aliran
Persamaan diatas ditulis dalam
bentuk differensial/beda hingga
(finite different) secara terpisah
pada prototipe dan model, adalah
sebagai berikut :
diasumsikan (1-)p = (1-)m , jika
dikombinasikan antara 2 persamaa
diatas sehingga diperoleh :
Sepanjang zr = Hr dan xr = Lr , maka
persamaan untuk model skala
distorsi dapat disederhanakan
menjadi : tr = Hr.Lr.Sr
-1
dengan :
tr = rasio waktu dari sedimen
Secara teoritis persamaan yang akan
digunakan bersama-sama untuk me-
nentukan skala horizontal dan rasio ukuran
sedimen apabila skala vertikal model dan
rapat massa sedimen telah terpilih.
Computation Fluid Dynamic (CFD) CFD adalah pengetahuan tenang
kalkulasi aliran fluida dan variabel yang
berhubungan menggunakan komputer.
Pada umumnya badan fluida dibagi men-
jadi cell atau elemen yang membentuk grid.
Lalu persamaan untuk variabel yang tidak
diketahui diselesaikan pada masing-masing
cell. Hal ini membutuhkan beberapa
sumber perhitungan substansial. Oleh ka-
rena itu, ilmu ini belum berkembang ke
tahap praktis sampai saat ini. Di tahun-
tahun mendatang, CFD akan semakin
digunakan dalam rekayasa hidrolik dan
sedimentasi. karena itu penting bahwa
mahasiswa teknik diberikan wawasan topik
ini (Olsen, 1999:5).
Perhitungan Kecepatan Menggunakan
Program SSIIM 2
Pada pemodelan numerik meng-
gunakan SSIIM 2, perhitungan kecepatan
diproses dengan menggunakan persamaan
Navier-Stokes. Persamaan didapat dari
dasar keseimbangan gaya pada volume air
pada aliram laminer. Sedangkan untuk
aliran turbulen, umumnya digunakan per-
samaan Reynold.
m
mw
s
m
p
pw
s
p
Dg
U
Dg
U
.1.1
**
1
121
rw
s
rrr LHD
01
1
x
s
t
z
p
p
p
pp xt
zS
..1
m
m
m
mm xt
zS
..1
r
rrr
t
xzS
.
Gambar 2. Grafik time series kecepatan
pada aliran turbulen
Sumber: Olsen, 1999:34
Kecepatan dipisah menjadi rata-rata
nilai U, dan nilai u dinamis. Dua variabel
tersebut dimasukkan ke persamaan Navier-
Stokes untuk aliran laminer, dan setelah
beberapa manipulasi dan simplifikasi,
persamaan Navier-Stokes untuk aliran
turbulen adalah sebagai berikut:
P adalah tekanan dan 𝛿𝑖𝑗 adalah
Kronecker delta, yaitu 1 jika i=j dan 0 jika
i≠j. ketentuan terakhir adalah terminologi
tekanan reynold, yang dimodelkan dengan
pendekatan Boussinesq:
Dimana k adalah energi kinetik turbulen.
(Olsen, 1999:34)
Komputasi Local Scour
Memodelkan local scour mulanya
membutuhkan pemodelan water flow di
sekitar bangunan. Tegangan geser dasar
dapat dimunculkan, dan memungkinkan
untuk menilai potensial erosi. Jika per-
gerakan dasar sudah terprediksi, me-
mungkinkan untuk memperkirakan bentuk
dan besaran dari lobang gerusan. Lalu
komputasi menggunakan geometri ter-
koreksi dapat dilaksanakan. Setelah be-
berapa percobaan, memungkinkan untuk
mengestimasi ukuran lobang gerusan.
Pendekatan ini pernah dugunakan oleh
Richardson dan Panchang (1998).
Algoritma yang digunakan untuk dasar
yang memiliki kemiringan adalah:
1. Reduksi pada tegangan geser kritis.
2. Pergeseran dasar saluran
Jika kemiringan dasar menghadap atas
atau menyamping dibandingkan dengan
vector kecepatan, tegangan geser kritis
pada partikel akan berubah. Factor
pertambahan, K, sesuai dengan fungsi
sloping bed oleh Brooks (1963):
Sudut diantara arah aliran dan garis
normal menuju bidang dasar dinotasikan
dengan α. Sudut kemiringan dinotasikan
dengan ϕ, dan sudut perubahan sedimen
dinotasikan dengan θ. θ adalah parameter
empirik berdasarkan studi pengamatan
pada saluran. Faktor K kemudian dikalikan
dengan tegangan geser kritis pada
permukaan horizontal untuk menentukan
tegangan geser kritis efektif untuk partikel
sedimen. (Olsen, 2001:21)
METODOLOGI PENELITIAN
Pengukuran pada model fisik
dilakukan untuk mengetahui hasil peng-
aliran dan kebutuhan perbaikan atau
perubahan desain sesuai kajian hidrolika,
morfologi, dan sedimentasi sungai.
Data yang digunakan dari hasil model
fisik adalah data elevasi dasar sungai,
kecepatan, dan hasil gerusan sungai. Data-
data tersebut akan digunakan pada proses
kalibrasi yang akan dilakukan meng-
gunakan program SSIIM 2.
Selain data hasil dari model fisik,
digunakan juga data perencanaan seperti
layout bendung serta angka kekasaran dasar
sungai.
Proses selanjutnya adalah kalibrasi
hasil model fisik dan numerik. Proses ini
dilakukan dengan menyamakan parameter
prototype ke dalam model numerik. Ada-
pun beberapa parameter yang dapat diinput
kedalam model antara lain geometrik,
diameter butir sedimen, debit pengaliran,
koefisien kekasaran, angka fall velocity
sedimen, dan waktu pengaliran.
Setelah proses kalibrasi dilakukan,
dihitung kesalahan relatif (absolute error).
Apabila kesalahan relatif tidak lebih dari
20%, maka perhitungan numerik dilanjut-
kan dengan menganalisa hasil gerusan dan
merekomendasikan perbaikan dari kajian
gerusan hilir bendung.
Diagram Alir Penelitian
Mulai
Data topografi lapangan
Data sedimen
Data debit banjir
rancangan
Rancangan pemodelan
Running model fisik
Running model
numerik SSIIM
Kalibrasi
Apakah hasil absolute error
>20%?
Verifikasi
Perubahan parameter geometri
dan variabel model
Analisa hasil pola gerusan
Selesai
T
Y
Analisa rekomenda
si perbaikan
Analisa Desain
Bendung
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi Model Fisik dan Numerik
Untuk kalibrasi model SSIIM
digunakan hasil uji model fisik untuk Q25
tahun dengan alasan debit banjir rancangan
tersebut menghasilkan hasil gerusan yang
cukup mewakili dan tidak terlalu besar
sehingga diharapkan dapat menghasilkan
angka kesalahan absolut (absolute error)
yang dapat di verifikasi.
Gambar 4. Hasil Model Numerik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun
Gambar 4. Hasil Model Fisik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun
Dari dua hasil diatas terdapat hasil
gerusan yang identik yaitu pada bagian
kanan hilir bendung, tepatnya setelah pilar.
Gerusan terdalam pada pemodelan fisik di
hilir bendung terbaca pada elevasi +737.65
sedangkan pada pemodelan numerik
terbaca pada elevasi +740,86.
Terjadinya perbedaan pada pemodelan
fisik dan numerik dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, antara lain waktu pengaliran
pemodelan, jenis butiran sedimen dan juga
diameter sedimen yang tidak seragam pada
model fisik.
Perhitungan volume pada pemodelan
numerik dilakukan dengan cara me-
masukkan hasil running kedalam program
bantuan ArcMap. Dari perhitungan didapat
hasil volume gerusan pada model fisik
sebesar 753,84 m3 dan pada model numerik
sebesar 604,36 m3
Untuk menghitung kesalahan absolut
dapat digunakan persamaan sebagai
berikut:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = |𝑋𝑁𝑢𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘−𝑋𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘
𝑋𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘| 𝑥100%
Dengan:
XNumerik = Variabel hasil pemodelan
numerik (volume gerusan prototype)
XFisik = Variabel hasil pemodelan
fisik (Volume gerusan prototype)
Maka hasil perhitungan absolute error
adalah sebagai berikut:
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = |604,3625−753,837
753,837| 𝑥100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 13,01 %
Pemodelan Numerik
Pemodelan numerik menggunakan
program SSIIM 2 for windows 64-bit
dilakukan dengan mengatur control file dan
timei file. Untuk masing-masing komputasi
pada debit banjir rancangan menggunakan
ukuran sedimen yang sama, begitu juga
dengan angka kekasaran (roughness).
Komputasi Waterflow dan Sediments Q
25 tahun
Debit terkalibrasi Q 25 tahun ter-
simulasi dengan rentang kecepatan antara
0,03-0,51 m/dt. Gerusan terdalam terbaca
pada hilir bendung sedalam 0,25-3.7 m.
Terjadi pengendapan pada hilir sungai
setebal 0,436 m. Pengaliran pada pe-
modelan numerik dilakukan dengan total
waktu selama 24 jam, sedangkan waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai kon-
vergensi solusi adalah 480 detik.
Berikut adalah hasil komputasi untuk
debit Q 25 tahun (110,42 m3/det):
Gambar 5. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Q 25 Tahun
Gambar 6. Hasil Komputasi Bed Changes Q 25 Tahun
Analisa Perbaikan Desain Bendung
Dari hasil komputasi sedimen pada
pemodelan numerik menggunakan program
SSIIM 2, gerusan lokal (local scour) terjadi
pada hilir bendung. Hal ini diakibatkan
adanya konstruksi bendung yang meng-
akibatkan perubahan distribusi vektor
kecepatan dan tegangan geser dasar. Untuk
meminimalisir terjadinya gerusan pada hilir
bendung diperlukan adanya peredaman
energi dari end sill yang berupa roller
bucket. Pada studi ini dibuat perbaikan
berupa bangunan bronjong batu dengan
panjang 4 m, lebar sesuai bendung yaitu 20
m dan kemiringan dasar -0.25.
Dari desain perbaikan ini diharapkan
distribusi kecepatan dapat berkurang pada
hilir bendung sehingga gerusan lokal dapat
diminimalisir.
Gambar 7. Desain Perbaikan Bendung
Pemodelan Numerik Hasil Rekomen-
dasi Perbaikan
Pemodelan numerik menggunakan
debit banjir rancangan Q 100 tahun dengan
input data sama seperti sebelumnya.
Tujuannya adalah melihat hasil desain
perbaikan dari segi hidrolika dan sedimen-
tasi.
Hasil komputasi desain perbaikan
berhasil dengan kecepatan berkisar antara
0,043-0,60 m/det. Pola gerusan pada hilir
bangunan bendung hanya tergerus sebesar
0,01-0,07 m, sedangkan gerusan terdalam
terletak pada hilir sungai pada kedalaman
0,35 m dari elevasi dasar sungai asli.
Pengaliran pada pemodelan numerik
dilakukan dengan total waktu selama 240
jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai konvergensi solusi adalah
480 detik.
Berikut merupakan hasil komputasi
untuk desain rencana perbaikan dengan
debit banjir rancangan Q 100 tahun:
Gambar 8. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Desain Perbaikan
Gambar 9. Hasil Komputasi Bed Changes Desain Perbaikan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa yang telah
dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah diperoleh beberapa hasil antara
lain sebagai berikut:
1. Volume gerusan pada pemodelan fisik
terhitung sebesar 810,47 m3 pada
prototype. Sedangkan pada
pemodelan numerik terhitung gerusan
sebesar 655,71 m3. Kesalahan relatif
dihitung dengan absolute error dengan
hasil sebesar %.
2. Pola gerusan yang terjadi pada
pemodelan fisik menggunakan debit
terpilih (Q 25 tahun) terletak pada hilir
bendung pada elevasi +737,650.
Gerusan terjadi memanjang setelah
peredam energi, dan pada sebelah
kanan memanjang ke arah hilir.
Dengan debit yang sama, pada model
numerik terjadi gerusan dengan elevasi
+739,048. Gerusan pada model
numerik terjadi pada bagian kiri
setelah peredam energi, dan melebar
pada sebelah kanan setelah bangunan
pelimpah kantong lumpur. Pada
model numerik juga terjadi gerusan
yang luas pada hilir sungai model.
Karena dari pemodelan numerik pada
Q 100 tahun masih terdapat gerusan pada
hilir bendung sedalam 0,5 m, maka perlu
dilakukan penanggulangan gerusan.
Rekomendasi penanggulangan dilakukan
dengan memodelkan penambahan bronjong
pada hilir peredam energi tipe roller bucket
dengan slope negative sepanjang 4 m.
Hasil simulasi desain rekomendasi yang
direncanakan dengan debit banjir
rancangan Q 100 tahun menghasilkan pola
gerusan searah aliran. Terjadi penurunan
sebesar 0,07 m pada hilir bendung.
Sedangkan pada hilir sungai model terjadi
penurunan sebesar 0,1 m pada as dan
sedalam 0,3 m pada kanan saluran.
SARAN
Meninjau kondisi dari hasil studi ini
maka dapat diberikan beberapa saran antara
lain:
1. Perlunya kajian ulang desain peredam
energi pada bendung karena pada
pemodelan fisik masih terjadi aliran
superkritis pada hilir bendung setelah
peredam energi type roller bucket
2. Untuk pola gerusan dan kondisi aliran
dapat digunakan desain rekomendasi
yang sudah disimulasikan. Desain
tersebut lebih efektif dalam mengurangi
kecepatan yang melewati bendung dan
peredam energi sehingga pola gerusan
pada hilir bendung tidak terlalu dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Laporan Akhir Uji Model
Fisik Bendung PLTM Bantaeng-1
Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi
Selatan. Malang: Jurusan Pengairan
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Olsen, Nils Reidar B. 1999. Computation
Fluid Dynamic in Hydraulic and
Sedimentation Engineering. Norwegia:
Department of Hydraulic and
Environmental Engineering The
Norwegian University of Science and
Technology.
Olsen, Nils Reidar B. 2001. CFD
Modelling for Hydraulic Structures.
Norwegia: Department of Hydraulic
and Environmental Engineering The
Norwegian University of Science and
Technology.
Olsen, Nils Reidar B. 2012. Numerical
Modelling and Hydraulics. Norwegia:
Department of Hydraulic and
Environmental Engineering The
Norwegian University of Science and
Technology.
Abdurrosyid, Jaji. 2009. Studi Gerusan dan
Perlindungannya di Hilir Kolam
Olakan Bendung Tipe USBR-1.
Dinamika TEKNIK SIPIL, IX (1): 27-
37