Upload
teguh-shaleh-tahir
View
85
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
task
Citation preview
AMPHYBIA
Amphybia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios
yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua
bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus
hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan. Amphibi merupakan
hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan Pada fase
berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini berudu
bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan
paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara
bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan
menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada
anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam
liang dan bergerak dengan cara melompat. Amphibia memiliki kelopak mata dan
kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata terdapat membrana nictitans yang
berfungsi untuk melindungi mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang
menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring
dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium
cerebri terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada
fase dewasa mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau
perekat. Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan
perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap
tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase
berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa
jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu
kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup
di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air
(Duellman and Trueb, 1986).
Adapun ciri-ciri umum anggota amphibia adalah sebagai berikut:
1. Memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada
apoda yang anggota geraknya terduksi.
2. Tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada beberapa anggota amphibia yang
pada ujung jarinya mengalami penandukan membentuk kuku dan cakar, contoh
Xenopus sp..
3. Kulit memiliki dua kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil
(biasanya beracun).
4. Pernafasan dengan insang, kulit, paru-paru.
5. Mempunyai sistem pendengaran, yaitu berupa saluran auditory dan dikenal
dengan tympanum.
6. Jantung terdiri dari tiga lobi ( 1 ventrikel dan 2 atrium).
7. Mempunyai struktur gigi, yaitu gigi maxilla dan gigi palatum.
8. Merupakan hewan poikiloterm.
KLASIFIKASI
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animali
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Super class : Tetrapoda
Class : Amphibia
Ordo : 1. Gymnophiona (Salamander)
2. Apoda (Caecilia)
3. Anura ( katak dan kodok)
4.Proanura (telah punah).
1. Ordo Caecilia Gymnophiona
- Familia Ichthyopidae , Familia Caecilidae, Familia Rhinatrematidae, Familia
Scoleocomorphidae, Familia Uracotyphlidae, Familia Typhlonectidae
Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki
sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai,
dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup
oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di
bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini
menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan
bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya
ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi
secara internal. ( Webb et.al, 1981). Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu
Rhinatrematidae, Ichtyopiidae, Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae.
Famili Caecilidae mempunyai 3 subfamili yaitu Dermophinae, Caecilinae dan
Typhlonectinae. ( Webb et.al, 1981). Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae.
Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif
berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga
pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu
yang lama di air sebelum metamorphosis. Anggota famili ini yang ditemukan di
indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi DIY.
Anatomi tulang kepala ordo Gymnophiona :
2. Ordo Urodela
Sub ordo : Cryptobranchoidea
- Familia Cryptobranchidae, Familia Hynobiidae
Sub ordo : Salamandroidea
- Familia Salamandridae, Familia Proteidae, Familia Ambystomatidae, Familia
Amphiumidae, Familia Dicamtodontidae, Familia Plethodontidae
Sub ordo : Meantes
- Familia Sirenidae
3. Ordo Caudata
Caudata disebut juga urodela. Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang,
mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum. Tubuh dapat
dibedakan antara kepala, leher dan badan. Beberapa spesies mempunyai insang dan
yang lainnya bernafas dengan paru-paru. Pada bagaian kepala terdapat mata yang
kecil dan pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip
dengan fase dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas
dari air. Pola persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan
Eropa. Urodella mempunyai 3 sub ordo yaitu Sirenidea, Cryptobranchoidea dan
Salamandroidea. Sub ordo Sirenidae hanya memiliki 1 famili yaitu Sirenidae,
sedangkan sub ordo Cryptobranchoidea memiliki 2 famili yaitu Cryptobranchidae dan
Hynobiidae. Sub ordo Salamandroidea memiliki 7 famili yaitu Amphiumidae,
Plethodontidae, Rhyacotritoniade, Proteidae, Ambystomatidae, Dicamptodontidae dan
Salamandridae. ( Pough et. al., 1998)
Salamander memiliki tubuh yang memanjang dan memiliki ekor. Sebagian besar
Salamander memiliki empat kaki, meskipun tungkai pada beberapa spesies akuatik
jelas sekali mereduksi. Ada 2 kecenderungan yang cukup menonjol dalam proses
evolusi Salamander yaitu hilangnya (mereduksi) paru-paru serta adanya
paedomorphosis (adanya karakteristik larva pada Salamander dewasa) (Pough et al.,
1998). Sangat mengherankan jika suatu hewan terestrial dapat bertahan hidup tanpa
adanya paru-paru akan tetapi pada family terbesar Salamander yaitu Plethodontidae
memiliki karakteristik tidak adanya paru-paru. Tidak adanya paru-paru mungkin terjadi
pada Salamander karena kulit Salamander memungkinkan terjadinya pertukaran gas.
Beberapa penjelasan telah disusun untuk menunjukkan keuntungan dari hilangnya
paru-paru pada Plethodontidae, hipotesis yang paling mudah diterima berkaitan dengan
evolusi hilangnya paru-paru adalah spesialisasi dari apparatus hyoideus yang terdapat
di dalam tenggorokan sebagai suatu mekanisme dalam menjulurkan lidah untuk
menangkap mangsa. Kartilago hyoideus merupakan bagian dari alat bantu pernapasan
pada Salamander yang memiliki paru-paru. Jadi pada Plethodontidae, apparatus
hyoideus yang seharusnya berperan sebagai alat bantu pernapasan jika dia memiliki
paru-paru mengalami modifikasi menjadi mekanisme penjuluran lidah untuk menangkap
mangsa dikarenakan paru-paru mereduksi. Anggota dari Pletodhontidae yang mampu
menjulurkan lidah lebih jauh daripada panjang kepala dan tubuh dikelompokkan dalam
Bolitoglossine (Pough et al., 1998). Paedomorphosis adalah salah satu contoh dari
fenomena evolusi yang disebut dengan heterochrony. Herterochorny terkait dengan
perubahan waktu dan tingkat dari proses perkembangan (terutama dalam masa
embryonik) yang merubah bentuk tubuh hewan dewasanya. Hewan dewasa yang
paedomorphic biasanya memiliki habitat aquatic dan memiliki karakteristik larva seperti
adanya insang luar, hilangnya kelopak mata serta perubahan pola gigi dewasanya.
Paedomorphosis merupakan karakteristik pada beberapa Salamander aquatic seperti
Proteidae. Pada family lain, seperti Ambystomatidae, beberapa spesies paedomorphic
tetap bermetamorfosis menjadi Salamander dewasa yang terrestrial (Pough et al.,
1998). Cau data atau Urodela mempunya anggota sekitar 350 spesies, tersebar
terbatas di belahan bumi utara; Amerika Utara, Amerika Tengah, Asia Tengah (Cina,
Jepang) dan Eropa. Bentuk tubuh setiap anggota Salamander sangat berbeda,
sehingga mudah untuk mengidentifikasi. Kebanyakan family-family dari urodela
terdapat di amerika dan tidak terdapat di Indonesia. Sebagian besar masa hidupnya di
darat. Pembuahan ada yang eksternal dan ada yang internal. Reproduksinya ovipar
dan ovovivipar. Ciri yang lainnya yaitu tidak memiliki tympanum, mempunyai insang
atau tanpa insang dan mata kecil atau mereduksi (Pough et al., 1998).
Salamander merupakan kelompok Amphibia yang berekor. Semua anggota dari
family ini memiliki ekor yang panjang, tubuh silinder yang memanjang serta kepala yang
berbeda. Sebagian besar memiliki tungkai yang berkembang dengan baik, biasanya
pendek tergantung pada ukuran tubuh. Tengkoraknya mereduksi dikarenakan adanya
beberapa bagian yang menghilang. Sebagian besar anggotanya memiliki fertilisasi
internal meski tak satu pun anggota dari family ini yang memiliki organ kopulasi.
Fertilisasi internal terjadi ketika jantan mendepositkan spermatopora yang kemudian
akan diterima oleh betina melalui bibir kloakanya (Zug, 1993).
Morfologi ordo Urodela :
Tulang Rangka ordo urodela :
Anatomi dalam ordo urodela :
3. Ordo Anura
Sub ordo : Archaeobatrachia
- Familia Discoglossidae , Familia Ascaphidae, Familia Leiopelmatidae
Sub ordo : Mesobatrachia
- Familia Pipidae, Familia Rhinophrynidae, Familia Pelobatidae, Familia Pelodytidae
Sub ordo : Neobatrachia
- Familia Bufonidae, Familia Microhylidae, Familia Ranidae, Familia Pelobatidae
(Megophrydae) , Familia Rhacophoridae, Familia Dendrobatidae, Familia Hylidae,
Familia Pelodryadidae, Familia Myobatrachidae, Familia Sooglossidae, Familia
Psedidae.
Ordo anura atau katak mudah dikenali dari tubuhnya yang seperti sedang
berjongkok, leher tidak jelas. Tubuh katak tersususn dari tiga bagian: kepala, badan dan
anggota gerak. Pada kepalanya pipih lebar begitu juga dengan mulutnya memiliki lidah
yang panjang dan lengket yang berfungsi untuk menangkap mangsa , pangkal lidah
terdapat di depan dan ujung lidah di belakang mulut. Giginya terdapat pada langit-
langit mulut yang disebut gigi vormer, matanya yang besar menonjol di sisi kepala,
terdapat du kelopak yaitu atas dan bawah tetapi sulit digerakkan, sebagai gantinya
katak memiliki selaput bening tipis yang disebut selaput niktitans , pada ujung depan
atas mulut erdapat lubang hidung yang dapat menutup saat menyelam di air. Di bagian
sisi belakang mata terdapat selaput gendang telinga yang disebut membran tympani.
Badan katak juga lebar memiliki dua pasang anggota gerak (kaki) , bagian depan lebih
kecil dan pendek dari kaki bagian belakang. Jari kaki depan ada empat sedangkan jari
kaki belakang ada lima, untuk memudahkan berenang pada bagian diantara jari-jarinya
terdapat slaput renang. Kulit katak selalu di basahi oleh kelenjar kulit yang
menghasilkan lendir.
(Pough et. al.,1998).
Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae,
Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae.
Gambar (Bufo melanostictus)
Tulang rangka ordo Anura :
Anatomi ordo Anura :
Morfologi berudu ordo Anura :
4. Ordo Proanura ( telah punah )
Anggota-anggota ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan
telah punah. Anggota-anggota ordo ini hidupnya di habitat akuatik sebagai larva
dan hanya sedikit saja yang menunjukkan perkembangan ke arah dewasa. Ciri-
ciri umumnya adalah mata kecil, tungkai depan kecil, tanpa tungkai belakang,
kedua rahang dilapisi bahan tanduk, mempunyai 3 pasang insang luar dan paru-
paru mengalami sedikit perkembangan. Amphibi ini tidak menunjukkan adanya
dua bentuk dalam daur hidupnya. (Duellman and Trueb, 1986).
Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae,
Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae. Adapun penjelasan mengenai kelima
famili tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bufonidae
Famili ini sering disebut kodok sejati. Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar
dan berbintil, terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat
pematang di kepala. Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacral diapophisis
melebar. Bufo mempunyai mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi.
Tungkai belakang lebih panjang dari pada tungkai depan dan jari-jari tidak
mempunyai selaput. Fertilisasi berlangsung secara eksternal. Famili ini terdiri
dari 18 genera dan kurang lebih 300 spesies. Beberapa contoh famili Bufo yang
ada di Indonesia antara lain: Bufo asper, Bufo biporcatus, Bufo melanosticus dan
Leptophryne borbonica ( Eprilurahman, 2007 ).
b. Megophryidae
Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti
tanduk di atas matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada
umumnya famili ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga
pergerakannya lambat dan kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal.
Hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu terdapat alat mulut seperti
mangkuk untuk mencari makan di permukaan air. Adapun contoh spesies
anggota famili ini adalah Megophrys montana dan Leptobranchium hasselti
( Eprilurahman, 2007).
c. Ranidae
Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping.
Tungkai relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk
membantu berenang. Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil.
Gelang bahu bertipe firmisternal. Pada kepala tidak ada pematang seperti pada
Bufo. Mulutnya lebar dan terdapat gigi seperti parut di bagian maxillanya. Sacral
diapophysis gilig. Fertilisasi secara eksternal dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri
dari 36 genus. Adapun contoh spesiesnya adalah: Rana chalconota, Rana hosii,
Rana erythraea, Rana nicobariensis, Fejervarya cancrivora, Fejervarya
limnocharis, Limnonectes kuhli, Occidozyga sumatrana ( Eprilurahman, 2007).
d. Microhylidae
Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif
panjang dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan
mandibulanya, tapi beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili
ini diurnal, maka pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya
firmisternal. Contoh spesiesnya adalah: Microhyla achatina ( Eprilurahman,
2007).
e. Rachoporidae
Famili ini sering ditemukan di areal sawah. Beberapa jenis mempunyai
kulit yang kasar, tapi kebanyakan halus juga berbintil. Tipe gelang bahu
firmisternal. Pada maksila terdapat gigi seperti parut. Terdapat pula gigi palatum.
Sacral diapophysis gilig. Berkembang biak dengan ovipar dan fertilisasi secara
eksternal ( Eprilurahman, 2007).
HABITAT DAN PERSEBARAN AMPHYBI
Amphibi muncul pada pertengahan periode Jura, pra era Paleozoik sebagai
vertebrata yang tertua. Kebanyakan Amfibi adalah hewan tropis, karena sifatnya yang
poikiloterm atau berdarah dingin. Amphibi memerlukan sinar matahari untuk
mendapatkan panas ke tubuhnya, karena tidak bisa memproduksi panas sendiri. Oleh
karena itu banyak amphibi yang ditemukan di wilatah tropis dan sub tropis, termasuk di
seluruh indonesia.
Amphibi umumnya merupakan makhluk semi akuatik, yang hidup di darat pada
daerah yang terdapat air tawar yang tenang dan dangkal. Tetapi ada juga amphibi yang
hidup di pohon sejak lahir sampai mati, dan ada juga yang hidup di air sepanjang
hidupnya. Amphibi banyak ditemukan di areal sawah, daerah sekitar sungai, rawa,
kolam, bahkan di lingkungan perumahan pun bisa ditemukan.
REPRODUKSI AMPHYBI
Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada
umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal
dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura
ditemukan fenomena unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang
berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina
yang lebih besar. Perilaku tersebut bermaksud untuk menekan tubuh betina agar
mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa dibuahi jantannya. Amplexus bisa terjadi
antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan di bagian dorsalnya dan sering terjadi
persaingan antar pejantan pada musim kawin. Siapa yang paling lama bertahan dengan
amplexusnya, dia yang mendapatkan betinanya. Amphibi berkembang biak secara
ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili amphibi yang vivipar,
yaitu beberapa anggota ordo apoda.(Duellman and Trueb, 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book
Company. New York.
Eprilurahman, 2007. Frogs and Toads of Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
International Seminar Advances in Biological Science. Fakultas Bilogi UGM
http://www.gudangmateri.com/2010/03/amphibi.htm
Iskandar, D. T. and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast Asian and New
Guinean Herpetofauna: Amphibians. Treubia 31 (3): 1-133.
Pough, F. H, et. al. 1998. Herpetology. Prentice-Hall,Inc. New Jersey. Pp. 37-131
Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles.
Academic Press. London, p : 357 – 358.