21
Senin, 21 Januari 2013 Amlodipin Deskripsi Struktur amlodipine adalah 3-ethyl-5-methyl-2-(2-aminoethoxymethyl)-4-(2- chlorophenyl)-1,4-dihydro-6-methyl-3,5 pyridinedicarboxylate benzenesulphonate. Farmakologi Amlodipine merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung, sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tekanan darah. Efek pada otot jantung akan menurunkan kecepatan detak jantung. Penurunan resistensi vaskuler dan kecepatan detak jantung, selanjutnya akan menurunkan beban kerja jantung. Obat ini juga memiliki efek melebarkan arteri koroner, sehingga aliran darah ke jantung juga meningkat. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut. Efek antiangina amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload). Karena amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan energi . Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner baik pada keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipine satu kali sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya depresi segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan angina serta penggunaan tablet nitrogliserin. Amlodipine tidak menimbulkan perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes serta gout. Farmakokinetik

Amlodipin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjelasan tengtang penggunaan amlodipin padaibu menyusui

Citation preview

Page 1: Amlodipin

Senin, 21 Januari 2013

AmlodipinDeskripsi

Struktur amlodipine adalah 3-ethyl-5-methyl-2-(2-aminoethoxymethyl)-4-(2-chlorophenyl)-1,4-dihydro-6-methyl-3,5 pyridinedicarboxylate benzenesulphonate.

Farmakologi

Amlodipine merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung, sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. 

Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tekanan darah. Efek pada otot jantung akan menurunkan kecepatan detak jantung. Penurunan resistensi vaskuler dan kecepatan detak jantung, selanjutnya akan menurunkan beban kerja jantung. 

Obat ini juga memiliki efek melebarkan arteri koroner, sehingga aliran darah ke jantung juga meningkat. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.

Efek antiangina amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload). Karena amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan energi.

Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner baik pada keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipine satu kali sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya depresi segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan angina serta penggunaan tabletnitrogliserin.

Amlodipine tidak menimbulkan perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes serta gout.

Farmakokinetik

Amlodipine diabsorpsi secara bertahap pada pemberian per oral. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 6-12 jam. Bioavailabilitas amlodipine sekitar 64-90%, dan tidak dipengaruhi makanan. Ikatan dengan protein plasma sekitar 93%.

Waktu paruh amlodipine sekitar 30-50 jam, dan kadar mantap dalam plasma dicapai setelah 7-8 hari. Amlodipine dimetabolisme di hati secara luas (sekitar 90%) dan diubah menjadi metabolit inaktif, dengan 10% bentuk awal serta 60% metabolit diekskresi melalui urin.

Pola farmakokinetik amlodipine tidak berubah secara bermakna pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis.

Pasien usia lanjut dan pasien dengan gangguan fungsi hati didapatkan peningkatan AUC sekitar 40-60%, sehingga diperlukan pengurangan dosis pada awal terapi.

Demikian juga pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

Page 2: Amlodipin

Indikasi

Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi dan untuk mengontrol tekanan darah. Amlodipine digunakan sebagai first-line terapi untuk iskemia miokard, angina stabil kronik dan angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antiangina lain.

Kontra Indikasi

Amlodipine tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap amlodipine dan golongan dihidropiridin lainnya.

Dosis

Penggunaan dosis diberikan secara individual, bergantung pada toleransi, berat penyakit dan respon pasien.

Dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg satu kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mg satu kali sehari. Untuk melakukan titrasi dosis, diperlukan waktu 7-14 hari.

Pada pasien usia lanjut atau dengan kelainan fungsi hati, dosis yang dianjurkan pada awal terapi 2,5 mg satu kali sehari. Bila amlodipine diberikan dalam kombinasi dengan antihipertensi lain, dosis awal yang digunakan adalah 2,5 mg.

Dosis yang direkomendasikan untuk angina stabil kronik ataupun angina vasospastik adalah 5-10 mg, dengan penyesuaian dosis pada pasien usia lanjut dan kelainan fungsi hati.

Amlodipine dapat diberikan dalam pemberian bersama obat-obat golongan tiazida, ACE inhibitor,  β-bloker, nitrat dan nitrogliserin sublingual.

Efek Samping

Secara umum amlodipine dapat ditoleransi dengan baik, dengan derajat efek samping yang timbul bervariasi dari ringan sampai sedang. Efek samping yang sering timbul dalam uji klinik antara lain : edema, sakit kepala, fatigue, nyeri, peningkatan atau penurunan berat badan.

Kardiovaskular            : aritmia, bradikardi, nyeri dada, hipotensi, takikardi.Neurologi                     : hipestesia, neuropati perifer, parestesia, tremor, vertigo.Gastrointestinal           : anoreksia, konstipasi, dispepsia, muntah, diare.Muskuloskeletal          : artralgia, mialgia, kram otot.Psikiatrik                     :  insomnia, ansietas, depresi.Respirasi                     : dyspnea, epistaksis.Kulit                              : angioedema, rash.Saluran kemih             : nokturia.Metabolik                     : hiperglikemia, rasa haus.Hemopoietik                : leukopenia, trombositopenia, purpura.

Peringatan dan Perhatian

Page 3: Amlodipin

Hati-hati penggunaan amlodipin pada penderita dengan gagal jantung kongestif, seperti halnya pada penggunaan Calcium Blocker pada umumnya.

Pada penderita gangguan fungsi hati, waktu paruh amlodipin akan memanjang, sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat.

Hindari minuman yang berakohol, ketika menggunakan amlodipin, karena tekanan darah dapat semakin turun dan dapat meningkatkan beberapa efek samping. Tetaplah menggunakan obat ini, meski tekanan darah dan kondisi badan telah membaik, tentunya juga tetap perlu pengawasan.

Nyeri dada dapat menjadi lebih parah ketika pertama kali menggunakan amlodipine atau ketika dosisnya ditingkatkan. Jika keluhan ini semakin memburuk dan berlanjut, perlu dievaluasi ulang untuk pemberiannya.

Pada penderita usia lanjut. waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak dalam plasma serupa pada pasien muda. Pada pemberiang dengan dosis yang serupa pada pasien muda, amlodipin dapat ditoleransi dengan baik, meski dosis awalnya hendaknya diberikan setengah dari dosis awal pasien muda. Amlodipine dapat diberikan pada pasien usia lanjut dengan dosis yang umum digunakan.

Meski perubahan konsentrasi plasma Amlodipine tidak berhubungan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal dan obat ini tetap dapat diberikan dengan dosis biasa, tetapi tetap perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya efek samping.

Hati-hati penggunaan amlodipine pada kehamilan dan laktasi, karena belum ada hasil penyelidikan yang memadai, sehingga penggunaannya selama kehamilan hanya bila keuntungannya lebih besar dibandingkan risikonya pada ibu dan janin. Belum diketahui apakah amlodipine diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena keamanan amlodipine pada bayi baru lahir belum jelas benar, maka sebaiknya amlodipine tidak diberikan pada ibu menyusui.

Efektivitas dan keamanan amlodipine pada pasien anak belum jelas benar.

Interaksi Obat

Amlodipine dapat diberikan bersama dengan penggunaan diuretik golongan tiazida, α-bloker, β-bloker, ACE inhibitor, nitrat, nitrogliserin sublingual, antiinflamasi non-steroid, antibiotika, serta obat hipoglikemik oral.

Pemberian bersama digoxin tidak mengubah kadar digoxin serum ataupun bersihan ginjal digoxin pada pasien normal.

Amlodipine tidak  mempunyai efek terhadap ikatan protein dari obat-obat : digoxin, phenytoin, warfarin dan indomethacin. 

Pemberian bersama simetidin atau antasida tidak mengubah farmakokinetik amlodipine.

Penyimpanan:

Simpan pada suhu kamar (di bawah 30°C).

Page 4: Amlodipin

Menyusui dan Pengobatan

Pendahuluan

Selama bertahun-tahun, terlalu banyak ibu telah secara keliru diminta untuk berhenti

menyusui karena mereka mengonsumsi obat-obatan tertentu. Keputusan untuk terus menyusui

ketika ibu berada dalam masa pengobatan, misalnya, seringkali lebih dipengaruhi oleh kekhawatiran

akan masuknya zat kimia obat di dalam ASI. Padahal, seharusnya ada pertimbangan resiko tidak

menyusui, bagi ibu, bayi dan keluarga, serta tentu saja masyarakat. Ada begitu banyak resiko tidak

menyusui, jadi pertanyaan yang mendasar sesungguhnya adalah: Apakah masuknya sejumlah

kecil obat ke dalam ASI membuat menyusui menjadi lebih berbahaya dibandingkan susu formula? Jawabannya hampir selalu tidak. ASI dengan hanya sedikit obat hampir selalu lebih

aman. Dengan kata lain, arti kata berhati-hati adalah melanjutkan menyusui, bukan berhenti.

Ingat bahwa menghentikan proses menyusui selama satu minggu dapat mengakibatkan penyapihan

permanen karena bayi mungkin tidak mau menyusu langsung lagi pada payudara ibu. Di sisi lain, perlu

dipertimbangkan juga bahwa beberapa bayi mungkin menolak minum dari botol, sehingga saran untuk

berhenti menyusui bukan saja tidak tepat, tapi seringkali juga tidak praktis. Di atas itu semua, adalah

mudah menyarankan ibu untuk memerah ASI-nya sementara bayi tidak menyusu, tapi hal ini tidak

selalu mudah dalam prakteknya dan ibu dapat mengalami pembengkakan yang menyakitkan.

Menyusui dan Pengobatan pada Ibu

Obat-obatan umumnya terserap di dalam ASI, namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Walaupun ada sebagian obat yang dapat menimbulkan efek samping bagi bayi meskipun dalam dosis yang

sangat rendah, Namun kasus seperti ini sangat jarang. Ibu menyusui yang diberitahu untuk

berhenti menyusui karena obat-obatan tertentu sebaiknya bertanya pada dokter untuk memastikan hal ini dengan mengecek pada sumber yang handal. Catat bahwa CPS (Kanada)

dan PDR (Amerika Serikat) bukan sumber informasi yang handal tentang obat dan menyusui. “Sumber-

sumber” ini hanya kompilasi informasi yang disediakan oleh produsen obat yang lebih tertarik dengan

kewajiban hukum medisnya dibandingkan lepada kepentingan ibu dan bayi. Kebijakan mereka pada

dasarnya “Kami tidak bisa bertanggungjawab jika ibu berhenti menyusui.” Atau ibu sebaiknya

meminta dokter untuk meresepkan obat alternatif yang aman selama menyusui. Saat ini

mencari alternatif obat yang aman seharusnya sudah tidak menjadi masalah. Jika dokter yang

menanganinya tidak fleksibel, maka ibu sebaiknya mencari pendapat lain, tapi jangan berhenti

menyusui.

Mengapa sebagian besar obat hanya terserap/terbawa dalam kadar yang sangat rendah dalam ASI?

Karena apa yang masuk/terserap di dalam ASI sangat tergantung pada kadar yang terbawa di dalam

darah ibu, dan hal ini biasanya terukur dalam mikro- atau bahkan nano-gram per mililiter (sepersejuta

atau sepersemilyar dari satu gram), jika ibu mengkonsumsi obat dalam dosis miligram (seperseribu

dari gram) atau bahkan gram. Lebih jauh lagi, tidak seluruh obat yang ada di dalam darah ibu akan masuk/terserap di dalam ASI. Hanya obat-obatan yang tidak terikat dengan protein dalam darah ibu

yang dapat terserap oleh ASI. Banyak obat yang hampir seluruhnya terikat dengan protein dalam

darah ibu. Dengan demikian, bayi tidak mendapat jumlah obat yang sama dengan yang dikonsumsi

ibu, tapi hampir selalu, jauh lebih sedikit dalam basis berat. Contohnya, dalam sebuah studi dengan

antidepresan paroxetin (Paxil), ibu mengkonsumsi lebih dari 300 mikrogram per kg per hari,

sedangkan bayi mendapat sekitar 1 mikrogram per kg per hari.

Page 5: Amlodipin

Kebanyakan Obat Aman Jika:

Obat tersebut lazim diresepkan bagi bayi. Jumlah yang akan diterima bayi melalui ASI jauh lebih

sedikit dibandingkan yang akan dia dapatkan jika diberikan secara langsung.

Obat tersebut dianggap aman dikonsumsi selama kehamilan. Hal ini tidak selalu benar,

mengingat selama kehamilan tubuh ibu akan membantu bayi mengeluarkan obat. Oleh karena itu

secara teori, akumulasi obat yang mengkhawatirkan dapat terjadi saat menyusui dan tidak terjadi

selama kehamilan (meskipun hal ini jarang terjadi). Namun, jika kekhawatirannya adalah bayi akan

terpapar obat, misalnya antidepresan, maka bayi lebih banyak terpapar obat pada saat yang lebih sensitif saat kehamilan dibandingkan saat menyusui. Penelitian terbaru tentang withdrawal

symptoms (gelaja pengeluaran) pada bayi baru lahir yang terpapar obat-obatan antidepresan SSRI

(misalnya Paxil) selama periode kehamilan, entah bagaimana berhasil mengkaitkan menyusui seakan-

akan ini adalah jenis masalah yang mengharuskan ibu untuk tidak menyusui. (Contoh yang bagus

tentang bagaimana menyusui selalu disalahkan untuk segalanya). Kenyataannya, Anda tidak dapat mencegah withdrawal  symptoms ini pada bayi dengan menyusu, karena bayi mendapat sedikit sekali

melalui ASI.

Obat tersebut tidak diserap dalam perut atau pencernaan. Ini termasuk banyak, tapi tidak

semua, obat yang diberikan melalu suntikan. Contohnya adalah gentamicin (dan obat lain dalam golongan antibiotik ini), heparin, interferon, anastesi lokal, omeprazole. Omeprazole (Losec, prilosec)

cukup menarik karena obat ini hancur dengan sangat cepat di dalam perut. Selama proses

pembuatannya, sebuah lapisan pelindung ditambahkan untuk mencegah rusaknya obat, sehingga

diserap dalam tubuh ibu. Jadi, obat ini dibungkus oleh lapisan pelindung yang mencegah kerusakan

obat dalam perut. Namun, jika bayi menerima obat ini (dalam jumlah yang sangat sedikit secara tidak

sengaja), tidak ada lapisan pelindung dari obat, sehingga obat ini akan segera hancur di perut bayi.

Obat tersebut tidak dikeluarkan melalui ASI. Sebagian obat terlalu besar untuk bisa masuk ke dalam ASI. Contohnya, heparin, interferon, insulin, infliximab (Remicade), etanercept (Enbrel).

Berikut Ini adalah Beberapa Obat-Obatan yang Dinyatakan Aman untuk Dikonsumsi Selama

Menyusui:

Acetaminophen (Tylenol, Tempra), alkohol (dalam jumlah yang wajar), aspirin (dalam dosis wajar,

untuk jangka waktu pendek). Sebagian besar obat-obatan antiepilepsi, obat-obatan

antihipertensi, tetracycline, kodein, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (misalnya ibuprofen), prednisone, thyroxin, propylthiourocil (PTU), warfarin, antidepresan trcyclic, sentraline

(Zoloft), paroxetine(Paxil), antidepresan lainnya, metronidazole (Flagyl), omperazole

(Losec), Nix, Kwellada.Catatan: Walaupun secara umum aman, fluoxetine (Prozac) memiliki daya tahan yang sangat

panjang (tinggal di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama). Oleh karena itu, bayi yang dilahirkan

dari ibu yang mengonsumsi obat ini selama kehamilan, akan memiliki sejumlah besar obat ini dalam

tubuhnya, dan jumlah yang sedikit sekalipun yang ditambahkan saat menyusu akan mengakibatkan

akumulasi yang signifikan dan efek samping. Hal ini jarang, namun pernah terjadi. Ada dua pilihan

yang dapat Anda pertimbangkan:

Menghentikan konsumsi fluoxetine (Prozac) pada 4-8 minggu terakhir kehamilan. Dengan cara

ini Anda akan menghilangkan obat dari tubuh Anda, juga dari tubuh bayi. Ketika bayi lahir, ia

Page 6: Amlodipin

akan bebas dari obat tersebut dan sejumlah kecil yang terbawa di dalam ASI biasanya tidak

akan menimbulkan masalah dan Anda dapat memulai konsumsi fluoxetine (Prozac).

Jika tidak memungkinkan untuk menghentikan fluoxetine (Prozac) selama kehamilan,

pertimbangkan untuk mengganti dengan obat lain yang tidak secara signifikan terserap di

dalam ASI setelah bayi lahir. Dua pilihan yang baik adalah setraline (Zoloft) dan paroxetine

(Paxil). Obat-obatan yang digunakan pada kulit, dihirup (misalnya obat asma) atau dioleskan pada

mata atau hidung, hampir selalu aman untuk menyusui.

Obat untuk anestesi lokal atau regional tidak akan terserap pencernaan bayi dan aman. Obat untuk

anestesi umum akan terserap di dalam ASI dalam jumlah yang sangat sedikit (seperti semua

obat) dan sangat tidak mungkin menimbulkan efek samping pada bayi Anda. Obat ini umumnya

memiliki masa tinggal yang sangat pendek dalam tubuh dan hilang dengan sangat cepat dari tubuh.

Anda dapat kembali menyusui segera setelah sadar dan nyaman untuk menyusui.

Imunisasi yang diberikan kepada ibu tidak membuatnya harus berhenti menyusui. Sebaliknya,

imunisasi akan membantu bayi mengembangkan imunitas dari imunisasi tersebut, jika ada yang

masuk ke dalam ASI. Kenyataannya, umumnya tidak ada yang masuk ke dalam ASI, kecuali, mungkin

sebagian virus hidup imunisasi, seperti campak Jerman. Dan hal ini adalah baik, tidak buruk.

Rontgen dan Pemindaian (scan). Rontgen yang biasa tidak harus mengganggu proses menyusui

bahkan jika digunakan dengan bahan yang kontras (misalnya, intravenous pyelogram). Alasannya

adalah material tersebut tidak akan terserap di dalam ASI, dan meskipun terserap tidak akan mungkin

terserap oleh tubuh bayi. Hal ini berlaku juga untuk CT scan dan MRI scan. Anda tidak perlu

berhenti menyusi sedetikpun.

Bagaimana dengan Pemindaian (Scan) yang Menggunakan Radioaktif?

Kita tidak ingin bayi terkena radioaktif, tapi kita jarangkali ragu-ragu untuk melakukan

pemindaian/rontgen radioaktif terhadap mereka. Ketika seorang ibu melakukan pemindaian/rontgen

paru-paru, atau limfangiogram dengan bahan radioaktif, atau pemindaian/rontgen tulang, umumnya

dilakukan dengan technetium (walaupun bahan lain dapat digunakan). Technetium memiliki masa half

life (waktu yang diperlukan tubuh untuk menghilangkan ½ dari efek obat) selama 6 jam, yang artinya

setelah 5 masa half life ia akan hilang dari tubuh ibu. Dengan demikian, 30 jam setelah injeksi seluruh

obat akan hilang (yah, 98% akan hilang) dan ibu dapat menyusui kembali bayinya tanpa rasa khawatir

bayinya akan terkena radiasi. Tapi apakah semua radioaktif harus hilang? Setelah 12 jam, 75%

technetium sudah hilang, dan konsentrasi dalam ASI sangat rendah. Menurut saya menunggu 2

masa half life sudah cukup, untuk bahan seperti technetium. Tapi: Tidak semua technetium

mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui sama sekali (misalnya HIDA scan). Hal ini

tergantung molekul mana technetium terikat. Pada beberapa hari pertama, volume ASI sangat

sedikit (walaupun cukup). Dalam kondisi ini, ibu tidak perlu berhenti menyusui setelah rontgen paru-

paru, misalnya. Bagaimanapun, satu alasan paling umum untuk melakukan rontgen paru-paru adalah

untuk mendiagnosis adanya pembekuan atau gumpalan di paru-paru. Hal ini bisa dilakukan dengan

lebih baik dan lebih cepat dengan CT scan, yang tidak mengharuskan ibu untuk berhenti menyusui

sedetik pun.

Page 7: Amlodipin

Jika Anda memutuskan bahwa menghentikan menyusui sementara waktu adalah saran yang baik

untuk diikuti, maka sebelumnya perahlah ASI untuk beberapa hari (jika Anda mendapat peringatan

lanjutan tentang tes tersebut) dan ASI ini dapat diberikan pada bayi melalui gelas selama beberapa

hari. Pelacak radioaktif yang ada dalam ASI akan meluruh dan radiasi akan hilang dalam 5 masa half

life. Jadi, bahkan untuk I¹³¹ yang digunakan dalam rontgen tiroid (lihat bawah), radiaktifitas dari iodin

akan hilang dalam 5 masa half life, sehingga ASI dapat digunakan dalam 6 atau 8 minggu (half life I¹³¹

berkisar 8 hari). Hanya kadang-kadang saja rontgen radioaktif begitu mendesak sehingga tidak bisa

ditunda selama beberapa hari.

Rontgen tiroid berbeda. Radioaktif Iodine (I131) akan terkonsentrasi dalam ASI dan dapat tercerna oleh bayi dan akan menuju tiroidnya dimana ia akan tinggal disana untuk jangka waktu lama. Hal ini

jelas perlu menjadi perhatian. Jadi, apakah ibu harus berhenti menyusui? Jawabnya tentu saja tidak,

karena seringkali tes tersebut tidak perlu dilakukan sama sekali. Membedakan tiroiditis paska

melahirkan dengan penyakit Graves (alasan paling umum untuk melakukan rontgen pada ibu

menyusui) tidak memerlukan rontgen tiroid. Cari informasi lebih banyak dari fasilitas kesehatan. Jika

rontgen harus dilakukan, dimungkinkan melakukan rontgen tiroid I¹²³ yang hanya memerlukan waktu

12 sampai 24 jam bagi ibu untuk berhenti menyusui, tergantung dari dosis yang diberikan

atautechnetium. Jangan lupa untuk memerah ASI sebelumnya agar bayi tetap dapat mengonsumsi ASI

daripada susu formula. 

Pertanyaan? Pertama-tama kunjungi laman nbci.ca atau drjacknewman.com. Jika informasi yang

Anda butuhkan tidak ada, klik Contact Us dan tulis pertanyaan Anda ke dalam email. Informasi juga

tersedia di dalam Dr. Jack Newman's Guide to Breastfeeding (atau The Ultimate Breastfeeding

Book of Answers); dan/atau DVD kami, Dr. Jack Newman's Visual Guide to Breastfeeding (tersedia dalambahasa Perancis atau dengan teks dalam bahasa Spanyol, Portugis

dan Itali); dan/atau The Latch Book and Other Keys to Breastfeeding Success; dan/atau L-eat

Latch and Transfer Tool; dan/atau GamePlan for Protecting and Supporting Breastfeeding in

the First 24 Hours of Life and Beyond.

untuk membuat perjanjian dengan klinik kami kunjungi www.nbci.ca. jika Anda kesulitan

mengirim email atau mendapat akses internet, hubungi (416) 498-0002.

Menyusui dan Pengobatan, 2009©

Written and revised (under other names) by Jack Newman, MD, FRCPC, 1995-2005©Revised Jack Newman MD, FRCPC, IBCLC and Edith Kernerman, IBCLC, 2008, 2009©

Obat Untuk Ibu Menyusui?Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang paling sempurna bagi bayi, karena ASI memiliki kandungan zat gizi dan antibodi (kekebalan tubuh) yang lebih lengkap dan mudah dicerna daripada susu formula atau makanan lainnya.Bayi yang mendapatkan ASI umumnya lebih jarang sakit, mengalami alergi atau kelebihan berat badan, serta cenderung lebih cerdas pada saat bertambah usia. Selain itu, pemberian ASI juga

Page 8: Amlodipin

menguntungkan bagi sang ibu karena dapat mencegah kehamilan selama 6 bulan pertama (sebagai KB alami), membantu penurunan berat badan setelah melahirkan, serta menurunkan risiko kanker payudara dan ovarium (indung telur).5 Oleh karena itu, setiap ibu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayi setelah melahirkan. 

ASI tidak hanya diberikan selama 6 bulan pertama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) & UNICEF merekomendasikan ASI terus dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih, dengan disertai makanan pendamping ASI.1

Selama periode menyusui yang cukup panjang ini, ada kalanya seorang ibu jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan. Nah, obat-obat tertentu yang digunakan oleh ibu dapat masuk ke dalam ASI dan memberikan efek kepada bayi. Obat yang diminum oleh ibu, akan diserap oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh termasuk kelenjar payudara. Di payudara tersebut obat akan bercampur dengan ASI. 

Umumnya, semakin besar dosis obat yang digunakan atau semakin lama obat digunakan (pengobatan jangka panjang/kronis), semakin besar pula kadar obat yang berada di dalam ASI. Bayi yang baru lahir dan bayi yang lahir prematur (belum cukup bulan) juga mempunyai risiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini dikarenakan fungsi ginjal dan hati yang belum berkembang dengan baik, sehingga obat lebih sulit dikeluarkan dari dalam tubuh dan berisiko terjadi penimbunan obat.2,3

Menurut WHO, ada 5 klasifikasi keamanan obat pada ibu menyusui:

1.  

Obat yang diperbolehkan, yaitu obat yang berdasarkan hasil penelitian belum ditemukan memiliki efek samping pada bayi, sehingga dikategorikan aman untuk ibu menyusui dan bayinya.1

2.  

Obat yang diperbolehkan, tetapi perlu diwaspadai efek sampingnya pada bayi. Secara teori, obat dapat menimbulkan efek samping tapi belum terbukti atau efek sampingnya ringan dan jarang terjadi. Ibu dianjurkan untuk memantau kondisi bayi.1

3. Obat yang harus dihindari karena efek sampingnya pada bayi. Digunakan hanya bila obat sangat dibutuhkan oleh ibu. Bila terjadi efek samping pada bayi, ASI dihentikan sementara dan dilanjutkan setelah pengobatan selesai.1

4.  

Page 9: Amlodipin

Obat yang dihindari karena menghambat produksi ASI. Jika ibu harus mengonsumsi obat tersebut untuk jangka waktu pendek, tidak perlu stop ASI. ASI yang sedikit dapat diatasi dengan merangsang bayi menyusu lebih sering.1

5.  

Obat yang tidak boleh diberikan karena menyebabkan efek samping berbahaya pada bayi. Ibu dianjurkan berhenti menyusui hingga pengobatan selesai.1

Hal-hal yang harus diperhatikan jika ibu menyusui akan menggunakan obat:

1.  

Sedapat mungkin, ibu menyusui dianjurkan untuk menghindari penggunaan obat yang tidak perlu, termasuk suplemen dan obat tradisional (jamu).2,3

2.  

Jika pengobatan memang diperlukan, berkonsultasilah terlebih dahulu dengan Dokter atau Apoteker mengenai keamanan obat-obat yang akan digunakan.2,3

3. Pada saat memeriksakan diri ke Dokter, selalu informasikan bahwa ibu masih menyusui supaya Dokter meresepkan obat yang aman.

4.  

Jika ibu menggunakan obat selama menyusui, maka dianjurkan untuk selalu memantau kondisi bayi. Waspadalah jika bayi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda setelah mendapatkan ASI.2,3

5. Jika obat diketahui memiliki efek samping yang berbahaya pada bayi, dianjurkan untuk menghindari atau menghentikan sementara pemberian ASI sampai pengobatan selesai.2,3

6. Ibu dianjurkan untuk menjadwalkan penggunaan obat yaitu segera setelah menyusui atau pada saatwaktu tidur bayi yang paling panjang. Diharapkan kadar obat di dalam ASI paling rendah pada saat menyusui. Untuk pengaturan jadwal minum obat, ibu dapat berkonsultasi dengan Apoteker.

7. Gunakanlah obat sesuai aturan pakai yang telah ditentukan dan jangan menghentikan atau memperpanjang pengobatan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dokter atau Apoteker.

Page 10: Amlodipin

Berikut ini adalah tabel yang memuat contoh obat-obat yang aman untuk digunakan selama menyusui dikarenakan kadarnya yang sangat rendah di dalam ASI atau obat tidak menimbulkan efek samping pada bayi.

 

CONTOH OBAT-OBAT YANG AMAN UNTUK DIGUNAKAN SELAMA MENYUSUI 1,4,6

Golongan Obat Pilihan Obat yang Aman KeteranganObat nyeri, demam, sakit kepala

Parasetamol, Ibuprofen, Asam Mefenamat

Parasetamol dan Ibuprofen memiliki data keamanan yang paling memadai.

Obat batuk berdahak Ammonium Chloride Gunakan dosis yang lazim untuk pengobatan jangka pendek.

Obat batuk kering DMP (Dextromethorphan) Pilih formula yang tidak mengandung ethanol(alkohol)

Antibakteri (antibiotik)

Amoxicillin, Ampicillin, Ceftazidime, Ceftriaxone, Cefadroxil, Cefotaxime, Erythromycin

Jika timbul gejala gangguan pencernaan (diare) atau gejala alergi (ruam kulit) pada bayi, segera hentikan obat dan berkonsultasilah dengan Dokter.

Anti TBC Ethambutol, INH (Isoniazid), Pyrazinamide, Rifampicin, Streptomycin

Jika muncul gejala berupa kulit menguning, sariawan, dan diare pada bayi, segera hentikan obat dan berkonsultasilah dengan Dokter.

Antivirus Acyclovir Umumnya digunakan untuk pengobatanherpes.

Antihipertensi (obat tekanan darah tinggi)

Methyldopa, Verapamil, Captopril, Propranolol, Nifedipine

Jika timbul gejala berupa sesak nafas atau kulit membiru pada bayi, segera hentikan obat dan berkonsultasilah dengan Dokter.

Obat luar (krim/salep/bedak) untuk radang dan gatal-gatal pada kulit

Betamethasone, Calamine, Hydrocortisone

Krim/salep dioleskan tipis pada kulit dan hanya untuk pemakaian jangka pendek.

Obat asma (sesak) Aminophylline, Salbutamol, Theophylline, Terbutaline, Beclometasone, Prednisolone

Lebih dianjurkan menggunakan obat asma bentuk inhalasi (hirup) atau spray (semprot) untuk mengurangi efek pada bayi.

Vitamin dan Mineral Vitamin A (retinol), C, E, B1, Gunakan sesuai aturan pakai

Page 11: Amlodipin

B2, B6, B12, asam folat, zat besi

(dosis yang lazim).

Obat alergi Loratadine, Fexofenadine Gunakan sesuai aturan pakai dan hanya untuk penggunaan jangka pendek.

Obat maag (gangguan lambung)

Antasida (Aluminium dan Magnesium Hidroksida), Ranitidine, Sucralfate

Gunakan sesuai aturan pakai dan hanya untuk penggunaan jangka pendek.

Antidiabetes Insulin Berkonsultasilah dengan Dokter mengenai penyesuaian (penurunan) dosis selama masa menyusui.

Kortikosteroid Prednisolone, Prednisone Gunakan sesuai aturan pakai dan hanya untuk penggunaan jangka pendek.

Berikut ini adalah tabel yang memuat contoh obat-obat yang sebaiknya dihindari selama menyusui dikarenakan efek sampingnya yang berbahaya pada bayi atau pengaruhnya terhadap produksi ASI.

CONTOH OBAT-OBAT YANG SEBAIKNYA DIHINDARI SELAMA MENYUSUI 1,4,6

Antibiotik: Chloramphenicol, Ciprofloxacin, Doxycycline, Metronidazole, TetracyclineSemua obat kanker (obat kemoterapi)Obat tekanan darah tinggi: Furosemide, Atenolol, Clonidine, diuretik golongan ThiazideObat alergi: Chlorpheniramine (CTM), DiphenhydramineObat untuk sistem saraf (penenang): Chlorpromazine, Haloperidol, LithiumAntinyeri dan antiradang: Asetosal (Aspirin), AntalginKontrasepsi oral yang mengandung estrogenSelain obat: rokok (nikotin), kafein, dan alkohol (ethanol)

Semua contoh di atas hanyalah sebagian dari sekian banyaknya obat yang beredar. Untuk menjamin keamanan obat yang digunakan, ibu dapat berkonsultasi dengan Dokter atau Apoteker. Pastikan bayi ibu mendapatkan manfaat yang terbaik dari ASI tanpa mengabaikan kesehatan ibu sendiri.

Page 12: Amlodipin

Penyusun: Juliana Kurniawati, S.Farm., Apt. 

Daftar Pustaka:

1. Anonim, 2002, Breastfeeding and Maternal Medication: Recommendations for Drugs in the Eleventh WHO Model List of Essential Drugs, World Health Organization.

2. Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Departemen Kesehatan RI.

3. Aslam, M., dkk., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

4. Briggs, G.G., et al., 2001, Drugs in Pregnancy and Lactation, 6th Edition, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

5. Leon-Cava, N., et al., 2002, Quantifying the Benefits of Breastfeeding: a Summary of the Evidence, Washington: PAHO & LINKAGES Project.

6. MICROMEDEX Healthcare Series (www.thomsonhc.com).

PENGGUNAAN AMLODIPIN SEBAGAIANTIHIPERTENSI   St. Layli Prasojo, S.Farm.(078115065)                

I. SASARAN TERAPI

Page 13: Amlodipin

Secara umum, yang menjadi sasaran terapi pada penyakit hipertensi adalah

tekanan darah. Berdasarkan mekanisme penurunan tekanan darah, sasaran terapi

hipertensi secara khusus terbagi menjadi:

1.       Sasaran pada tubula ginjal.Anti hipertensi yang bekerja di tubula ginjal bekerja

dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume

darah.

2.       Sasaran pada saraf simpatis.Pengaruh anti hipertensi pada saraf simpatis yaitu

menurunkan tahanan vaskuler perifer, menghambat fungsi jantung, dan

meningkatkan pengumpulan vena di dalam pembuluh darah kapasitans.

3.       Sasaran pada otot polos vaskuler.Anti hipertensi menurunkan tekanan darah

dengan cara merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah

resistans.

4.       Sasaran pada angiotensinAnti hipertensi menyakat produksi angiotensin atau

menghambat ikatan angiotensin dengan reseptornya, sehingga menyebabkan

penurunan tahanan vaskular perifer dan volume darah.

Sasaran terapi hipertensi dengan menggunakan amlodipin adalah pada otot polos

vaskular. Hal ini berdasarkan mekanisme kerja dari amlodipin, yaitu sebagai

inhibitor influks kalsium (slow chanel blocker atau antagonis ion kalsium), dan

menghambat masuknya ion-ion kalsium transmembran ke dalam jantung dan otot

polos vaskular. Ion kalsium berperan dalam kontraksi otot polos. Jadi dengan

terhambatnya pemasukan ion kalsium mengakibatkan otot polos vaskuler

mengalami relaksasi. Dengan demikian menurunkan tahanan perifer dan

menurunkan tekanan darah.

II.                TUJUAN TERAPI

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga taraf yang

direkomendasikan. Tekanan darah yang disarankan oleh JNC7, yaitu :

1.       Di bawah 140/90 mmHg

2.       Untuk pasien dengan diabetes, di bawah 130/80 mmHg

3.       Untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, di bawah 130/80 mmHg (GFR

< 60 ml/menit, serum kreatinin > 1,3 mg/dL untuk wanita dan > 1,5 mg/mL untuk

pria, atau albuminuria > 300 mg/hari atau ≥ 200 mg/g kreatinin). 

III.             STRATEGI TERAPI

Terapi hipertensi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:

1.      Terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi yaitu pengobatan tanpa

menggunakan obat. Terapi non farmakologi pada hipertensi lebih ditekankan pada

gaya hidup. Gaya hidup yang disarankan untuk penderita hipertensi antara lain:

Page 14: Amlodipin

mengurangi asupan natrium (garam), mengurangi makan makanan berlemak,

jangan merokok, hindari minuman beralkohol, olah raga secara teratur, dan hindari

aktivitas fisik yang berat.

2.      Terapi farmakologi. Terapi farmakologi yaitu penanganan penyakit

menggunakan obat. Obat-obat yang biasa digunakan pada terapi hipertensi adalah:

a.       Diuretik. Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan

air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel, sehingga tekanan

darah menurun. Ada tiga golongan obat diuretik, yaitu: tiazid (cth: Hidroklortiazid),

diuretik kuat (cth: furosemid), dan diuretik hemat kalium (cth: Spironolakton).

b.       β-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol). Merupakan obat utama pada penderita

hipertensi ringan sampai moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan

aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron

adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk

menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan

berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai

dengan turunnya tekanan darah.

c.       α-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin). Bekerja dengan menghambat reseptor

α1 di pembuluh darah sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol

akan menurunkan resistensi perifer.

d.       Penghambat Renin Angiotensin System1). Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitor/ACEI (Cth: Captopril, Enalapril)Bekerja dengan menghambat

enzim peptidil dipeptidase yang mengkatalisis pembentukan angiotensin II dan

pelepasan bradikinin (suatu senyawa vasodilator). Dengan demikian, akan  terjadi

vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya

ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan

TD.2). Angiotensin II Reseptor Antagonist/AIIRA (Cth: Losartan)Bekerja dengan

bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II yang terdapat di otot jantung,

dinding pembuluh darah, sistem syaraf pusat, ginjal, anak ginjal, dan hepar

sehingga efek sekresi aldosteron yang disebabkan oleh angiotensin II tidak terjadi.

Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan darah.Digunakan sebagai obat

kombinasi dengan ACEI sebagai penurun TD yang efektif, karena kerja kedua kelas

obat ini saling sinergi.

e.  Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan

menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga

mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula

Page 15: Amlodipin

sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi

penderita hipertensi yang juga penderita angina.

IV.              OBAT PILIHAN

1. Nama Generik

      Amlodipin; sebagai garam amlodipin besilat atau amlodipin asetat.

1. Nama Dagang di Indonesia

            Tensivask® (Pfizer), Norvask® (Dexa Medica), Divask® (Kalbe Farma)

1. Indikasi

            Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan

sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar

penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang tidak cukup terkontrol jika hanya

menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan dengan

pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-

adrenoreseptor, atau inhibitorangiotensin converting  enzyme. Amlodipin juga

diindikasikan untuk pengobatan iskemia myokardial, baik karena

obstruksi fixed (anginastabil), maupun karena vasokonstriksi (angina varian) dari

pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai monoterapi atau

kombinasi dengan obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang

sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan β-blockerpada dosis yang

memadai.

1. Kontraindikasi

            Amlodipin dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap

dihidropiridin.    

1. Bentuk sediaan

      Amlodipin yang beredar di pasaran semuanya berada dalam bentuk

sediaan tablet per oral dengan kekuatan 5 mg dan 10 mg.  

1. Dosis dan Aturan Pakai

            Untuk hipertensi dan angina, dosis awal yang biasa digunakan adalah 5 mg

satu kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan hingga maksimum 10 mg tergantung

respon pasien secara individual dan tingkat keparahan penyakitnya. Untuk anak-

anak, pasien lemah, dan usia lanjut atau pasien dengan gangguan fungsi hati dapat

dimulai dengan dosis 2,5 mg amlodipin satu kali sehari. Dosis ini juga dapat

digunakan ketika amlodipin diberikan bersama anti hipertansi lain.

1. Efek Samping

                       Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral edema; syncope;

takikardi, bradikardi, dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala, pusing, dan

Page 16: Amlodipin

kelelahan.  Pada kulit: dermatitis, rash, pruritus, dan urtikaria. Efek pada Saluran

pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu makan. Efek pada saluran

pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing. Efek samping

lain: Flushing, nyeri otot, dan nyeri atau inflamasi. Pada penelitian klinis dengan

kontrol plasebo yang mencakup penderita hipertensi dan angina, efek samping

yang umum terjadi adalah sakit kepala, edema, lelah, flushing, dan pusing.

1. Resiko Khusus

a.       Penggunaan pada pasien dengan kegagalan fungsi hatiWaktu paruh eliminasi

amlodipin lebih panjang pada pasien dengan kegagalan fungsi hati dan

rekomendasi dosis pada pasien ini belum ditetapkan. Sebaiknya perlu diberikan

perhatian khusus penggunaan amlodipin pada penderita dengan kegagalan fungsi

hati

b.       Penggunaan pada wanita hamil dan menyusuiKeamanan penggunaan amlodipin

pada wanita hamil dan menyusui belum dibuktikan. Amlodipin tidak menunjukan

toksisitas pada penelitian reproduktif pada hewan uji selain memperpanjang

parturisi (proses melahirkan) pada tikus percobaan yang diberi amlodipin 50 kali

dosis maksimum yang direkomendasikan pada manusia. Berdasarkan hal itu,

penggunaan pada wanita hamil dan menyusui hanya direkomendasikan bila tidak

ada alternatif lain yang lebih aman dan bila penyakitnya itu sendiri membawa

resiko yang lebih besar terhadap ibu dan anak.

V.                 PUSTAKA         

Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6thedition, The

McGraw-Hill   Company, USA         

Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition,

The                           McGraw-Hill Company, USA         

Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, 80-82, Wolters

Kluwer                               Health, Inc., USA