Amir_bank Tanah Untuk Backlog

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    1/8

    Analisis, Juni 2014, Vol.3 No.1 : 29 – 36 ISSN 2252-7230

    29

    KEGIATAN BANK TANAH SEBAGAI BENTUK PENYEDIAAN TANAH

    UNTUK PERMUKIMAN RAKYAT

     Land Bank Activity as Land Supply Form for People’s Settelement 

    Herni Amir, Aminuddin Salle, Sri Susyanti Nur

     Bagian Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin

    (E-mail: [email protected])

    ABSTRAK

    Kepemilikan rumah laiak menjadi hak konstitusional setiap warga yang dijamin oleh regulasi dalam

    berbagai tingkatan mulai Amandemen UUD 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentangPerumahan dan Kawasan Permukiman maupun dalam Perda RT RW Makassar Nomor 6 Tahun 2006

    tentang Rencana Tata Ruang ilayah Kota Makassar Tahun 2005-2015, namun dalam kenyataannyaangka backlog masih sangat tinggi akibat terbatasnya ketersediaan lahan untuk perumahan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan bank tanah sebagai bentuk 

    penyediaan tanah di bidang permukiman rakyat di Kota Makassar dan mengetahui hal yang

    diperlukan dalam pendirian lembaga bank tanah. Penelitian ini berbentuk sosio-yuridis yaknipenelitian lapangan yang diperkuat dengan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh adalah data

    primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui penelitian lapangan dengan cara wawancara

    dan penyebaran angket kepada responden. Sementara data sekunder diperoleh dari bahan-bahan

    hukum primer dan sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Hasil penelitian

    menunjukkan, kegiatan bank tanah di bidang permukiman rakyat sudah dilaksanakan oleh

    Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. Hal ini terlihat dalam penataan kawasan kumuh dengan

    pembangunan rumah susun sederhana di Kecamatan Mariso dengan system sewa yang tidak bisa

    ditingkatkan menjadi hak milik. Untuk bisa memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat, Pemkot

    Makassar sudah harus memiliki rencana strategis dengan mendirikan lembaga bank tanah dengan

    menyiapkan beberapa hal mulai dari anggaran, kemudian pendataan lahan yang berpotensi menjadi

    objek bank tanah serta regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah. Disimpulkan bahwa PemkotMakassar berkewajiban melakukan penyelenggaraan perumahan yang laiak dan terjangkau yang

    nantinya bisa menjadi hak milik bagi masyarakat guna memenuhi kebutuhan papan yang merupakan

    hak dasar masyarakat.

    Kata Kunci: Bank Tanah, Permukiman Rakyat

    ABSTRACT

    The feasible house ownership becomes every citizen’s constitutional right guaranteed by the

    regulation in various levels starting from the amendment 0f 1945 Constitution, Acts Number 1

    regulation Year 2011 concerning Housing and Settlement Area the Regional of RSP Makassar

    Number 6 concerning the Regional Spatial Planning of Makassar City Years 2005-2015, however, in

    reality, the backing figures are still high as the result of the lack of land availability for housing. The

    research aimed to find out the implementation of the land bank activity as the land supply form in

    the field of the people’s settlement in Makassar City, and to investigate the things needed in the

    establishment of land bank institution. This was a socio-juridical research, i e a field research

    strengthened by the library research. Data obtained were the primary and secondary data. Theprimary data were obtained thorough the field research by the interview technique and questionnaire

    distribution to the respondance while the secondary data were obtained the primary secondary legal

    material obtained thorough the library research. The data were analysed by the qualitative descriptive

    method. The research result indicates that the land bank activity in the field of the people settlement

    has been carried out by the City Government of Makassar. This can be see in the structuring of dirty

    areas by development of Rented Simple flates (Rusunawa) at Mariso district with the renting system

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    2/8

    Herni Amir ISSN 2252-7230

    30

    which can not be improved to be the proprietary rights. To be able to fulfill house necessity for the

    community members, Makassar City Government must have the strategic plans by establishing the

    land bank institution by preparing several th8ing starting from the budget, the land data collection

    having the potential to become the land bank object, and the regulations in the form of the regionalregulation. It is concluded that Makassar City Government has the obligation to provide the houses

    being visible and can be reached which in turn can be possessed by the community members in order

    to f ulfill the housing necessity representing the community’s basic right.

    Keywords: Land Bank, People’s Settlement

    PENDAHULUANPerumahan dan permukiman meru-

    pakan salah satu kebutuhan dasar

    manusia yang pemenuhannya terus

    diupayakan agar semakin besar lapisan

    masyarakat dapat menempati rumah

    dengan lingkungan permukiman yang

    layak, sehat, aman dan serasi. Apalagi

    dalam Undang-Undang Dasar Tahun

    1945 (UUD 1945) dan Pasal 28 H

    diamanahkan, bahwa rumah adalah salah

    satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu,

    setiap warga Negara berhak untuk 

    bertempat tinggal dan mendapat ling-

    kungan hidup yang baik dan sehat.

    Seperti yang diamanatkan dalam Pasal 5

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011tentang Perumahan dan Kawasan Per-

    mukiman (PKP), bahwa Negara bertang-

    gung jawab atas penyelenggaraan peru-

    mahan dan kawasan permukiman yang

    pembinaannya dilaksanakan oleh peme-

    rintah. Dimana pemerintah dalam melak-

    sanakan pembinaan (Pasal 13) mempu-

    nyai tugas mengalokasikan dana dan/atau

    biaya pembangunan untuk mendukung

    terwujudnya perumahan bagi Masyarakat

    berpenghasilan rendah (MBR), serta

    memfasilitasi penyediaan perumahan danpermukiman bagi masyarakat, terutama

    bagi MBR.

    Untuk dapat merealisasikan amanat

    diatas, pemerintah masih dihadapkan

    pada realita tingginya backlog atau

    kekurangan pasokan perumahan di

    Indonesia. Menurut data BPS pada 2010

    backlog mencapai 13.6 juta. Diperkirakan

    pada 2014 mencapai 15 juta (Budianto,

    2013). Salah satu penyebab tingginya

    backlog adalah tanah yang mahal.

    Walikota Makassar Ilham Arief 

    Sirajuddin mengatakan dengan pesatnya

    pembnagunan kota Makassar maka harga

    tanah tidak terkontrol dengan baik.

    Misalnya kenaikan harga tanah dalam

    kurun 10 tahun di pettarani yang

    mencapai 500 persen (Hardiansyah,

    2013).

    Mahalnya harga tanah, menyebkan

    program Fasilitas Likuiditas Perumahan

    Rakyat (FLPP) dari Kementrian

    Perumahan Rakyat (Kemenpera) yang

    meyediakan perumahan murah untuk 

    MBR tidak berjalan optimal. Dari target

    7000 untuk tahun 2012, hanya terealisasi

    10 persen di empat kabupaten yakni

    kabupaten Gowa, Sinjai, Sidrap, dan

    Barru (Hardiansyah, 2012).Mengingat kompleksitas persoalan

    ketersediaan lahan untuk pembangunan

    bagi perumahan dan kawasan permu-

    kiman bagi MBR, maka pemerintah

    daerah perlu mempertimbangkan pem-

    bentukan bank tanah (land banking),

    dimana secara umum bank tanah

    dimaksudkan sebagai setiap kegiatan

    pemerintah untuk menyediakan tanah,

    yang akan dialokasikan penggunaannya

    di kemudian hari (Nur, 2010). Selain

    berfungsi sebagai master plan dan detailplan perencanaan kota, bank tanah juga

    mencegah permainan harga tidak ter-

    perangkap spekulan tanah serta melin-

    dungi MBR yang merupakan konsumen

    sesungguhnya dalam penyediaan tanah

    perumahan. Apalagi pendirian bank tanah

    sejalan dengan regulasi yang telah ada.

    Kegiatan penataagunaan tanah

    menjadi salah satu wewenang Negara

    dalam Hak Menguasai Negara sebagai

    pelimpahan dari Bangsa Indonesia

    berdasar pada Pasal 33 ayat (3) UUD

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    3/8

    Bank Tanah, Permukiman Rakyat ISSN 2252-7230

    31

    1945, kemudian ditegaskan pada keten-

    tuan Pasal 2 ayat (3) UUPA, yang

    memberikan kewenangan pada negara

    untuk membuat suatu rencana umummengenai penggunaan bumi, termasuk 

    tanah, air, ruang angkasa untuk berbagai

    macam kepentingan yang bersifat politis,

    ekonomi dan social serta keagamaan

    (Pasal 14) (Salle, dkk, 2010).

    Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (2)

    UUPA yang mengatur hak menguasai

    Negara memungkinkan pembentukan

    bank tanah. Hal ini dipertegas dengan

    Pasal 2 ayat (4) UUPA bahwa hak 

    menguasai dari Negara, pelaksanaannya

    dapat dikuasakan kepada daerah-daerahswatantra dan masyarakat-masyarakat

    hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak 

    bertentangan dengan Peraturan Peme-

    rintah (Sukanti, 2008).

    Penelitian ini ditujukan untuk 

    mengetahui pelaksanaan kegiatan bank 

    tanah sebagai bentuk penyediaan tanah di

    bidang permukiman rakyat di Kota

    Makassar dan mengetahui hal apa saja

    yang diperlukan dalam pendirian

    lembaga bank tanah.

    BAHAN DAN METODE

     Lokasi dan rancangan penelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kota

    Makassar, Sulawesi Selatan, dengan

    pertimbangan bahwa Kota Makassar

    memiliki pertumbuhan pesat di bidang

    permukiman serta memiliki laju pertum-

    buhan penduduk tinggi. Jenis penelitian

    yang digunakan adalah penelitian sosio-

    yuridis, selain mengkaji hukum secara

    teoritis atau normatif, juga akan mengkajihukum dalam pelaksanaannya.

     Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

    aparat Pemerintah Kota Makassar, Wali-

    kota Makassar, Bagian Hukum Sekre-

    tariat Kota Makassar, Kepala UPTD

    Rusunawa Dinas PU Makassar, Penga-

    mat tata ruang Makassar, pengem-bang,

    dan masyarakat berpenghasilan rendah.

    Sampel sebanyak 35 orang terdiri

    dari 30 orang responden yaitu masyarakat

    dan 5 orang narasumber yang terdiri dari

    aparat pemerintah, pengembang danpengamat tata ruang.. Metode penetapan

    sampel adalah secara Purposive Sampling

    yaitu sampel yang secara sengaja dipilih

    dengan menggunakan kriteria-kriteria

    yang ditetapkan

     Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah a. Wawancara

    dengan mendatangi narasumber dan

    responden, dan melakukan tanya jawab

    langsung, tipe pertanyaannya teratur danterstruktur. b. Dokumentasi dengan

    mengumpulkan data-data yang berkaitan

    dengan penelitian ini.

     Analisis Data

    Data primer dan data sekunder,

    dianalisis secara kualitatif dengan

    menggunakan landasan teori dalam

    menjelaskan fenomena yang ada, atau

    data dan informasi yang diperoleh

    disajikan secara deskriptif yaitumenguraikan, menggambarkan, dan

    menjelaskan sesuai dengan permasalahan

    yang erat kaitannya dengan penelitian.

    HASILKegiatan bank tanah yang dilakukan

    Pemkot Makassar dapat dilihat dari

    pembangunan rumah susun sederhana

    Sewa (Rusunawa) Lette di kecamatan

    Mariso. Kegiatan ini sebagai bentuk 

    penataan permukiman kumuh, dimana

    kawasan kumuh masih menempati luascukup besar di Kota Makassar yakni 398

    hektare yang tersebar di 23 kelurahan.

    Tabel 1 tentang persebaran per-

    mukiman kumuh yang terdapat di 10

    kecamatan di Kota Makassar terlihat

    bahwa Kecamatan Mariso termasuk ke

    dalam kawasan kumuh berat dengan luas

    32,40 hektare. Sementara total luas

    kawasan kumuh mencapai 398,48

    hektare.

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    4/8

    Herni Amir ISSN 2252-7230

    32

    Tabel 1. Luas Wilayah Persebaran permukiman Kumuh di Kota Makassar Tahun 2012

    No. Kecamatan Luas Daerah Kumuh (Ha)

    1 Mariso 32,40

    2 Tamalate 56,55

    3 Rappocini 64,72

    4 Ujung Tanah 46,81

    5 Tallo 101,48

    6 Tamalanrea 58,00

    7 Bontoala 32,00

    8 Makassar 6,25

    9 Ujung Pandang 5,20

    10 Biring Kanayya 4,08

    Jumlah 398,49Sumber: Dinas PU Kota Makassar 

    Berdasarkan tabel 1 di atas, penataan

    kawasan Mariso sudah sesuai dengan RT

    RW Kota Makassar. Berdasarkan Perda

    Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana

    Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

    Tahun 2005-2015 pada Pasal 12 tentang

    strategi pengembangan tata ruang. Pada

    poin 1 angka 3 tertulis mengembangkan

    program peremajaan kawasan kumuhberat terutama pada konsentrasi kawasan

    kumuh Mariso, kawasan kumuh sekitar

     jalan Abubakar Lambogo dan kawasan

    kumuh Baraya dengan peremajaan

    terbatas untuk pembangunan rumah

    susun murah; dan pada Pasal 17 angka 6

    poin 1 yakni mengembangkan pola

    perbaikan lingkungan pada kawasan

    permukiman kumuh berat dan sedang(Lette, Baraya dan Abu Bakar Lambogo)

    termasuk kawasan permukiman yang

    berada di sepanjang bantaran kanal Kota.

    Adapun bentuk kegiatan bank tanah pada

    pembangunan Rusunaa Lette yang

    merupakan program sharing antara

    pemerintah pusat dan Pemkot Makassar

    sebagai berikut:

     Penyediaan tanahDalam pembangunan Rusunawa

    Lette, Pemkot Makassar sebagai penye-

    dia tanah/lahan, sementara pemerintah

    pusat penyedia anggaran untuk pem-

    bangunan gedung. Pemkot Makassar

    memanfaatkan ketersediaan lahan seluas

    1,2 hektare untuk 288 unit satuan rumah

    suusn (sarusun) bahi masyarakat ber-

    penghasilan rendah (MBR). Lahan

    tersebut merupakan asset Pemkot

    Makassar.

    Menurut Pasal 17 Undang-Undang

    No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun(Rusun), Rusun dapat dibangun diatas

    tanah Hak Milik (HM), Hak Guna

    Bangunan (HGB) atau hak pakai (HP) di

    atas tanah Negara; dan HGB atau HP di

    atas tanah hak pengelolaan (HPL). Selain

    dibangun di atas tanah sebagaimana

    dimaksud di atas, rumah susun umum

    dan/atau rumah susun khusus dapat

    dibangun dengan: pemanfaatan barang

    milik negara/daerah berupa tanah; atau

    pendayagunaan tanah wakaf.

    Selain merupakan asset daerah,

    tanah/lahan tersebut telah memenuhi

    tingkat kelaikan lokasi pembangunan

    dengan terpenuhinya berbagai syarat.

    Pertama, syarat administrasi yakni

    dengan terbitnya sertifikat atas nama

    Pemkot Makassar dari Kantor Badan

    Pertanahan (BPN) Makassar serta sesuai

    dengan Perda RTRW Kota Makassar.

    Syarat selanjutnya, memenuhi persya-

    ratan fisik yakni tidak rawan bahaya dan

    bencana permanen periodik, memenuhi

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    5/8

    Bank Tanah, Permukiman Rakyat ISSN 2252-7230

    33

    Tabel 2. Tingkat Pendapatan Masyarakat Penghuni Rusunawa

    Pekerjaan Jumlah (orang) Pendapatan perbulan

    Security 5 Rp 1.850.000

    Serabutan (Nelayan+Kuli) 5 Rp 800.000-Rp900.000

    Kuli Bangunan 10 Rp 1.200.000

    Tukang Batu 10 Rp1.920.000

    Sumber: Penghuni Sarusun Mariso

    persyaratan ekologi yang mencakup

    keserasian dan keseimbangan fungsi

    lingkungan. dan tidak berdampak sosial

    negative atau menimbulkan protes yangberkepanjangan dari masyarakat yang

    merasa memiliki hak di atas lokasi

    pembangunan.

     Pematangan lahan

    Setelah tanah dinyatakan siap,

    Pemkot Makassar melakukan pema-

    tangan lahan yakni dengan penimbunan

    lahan menggunakan anggaran Rp2 miliaryang berasal dari Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Daerah (APBD) Kota

    Makassar. Selain itu dilakukan pem-

    bangunan sarana dan prasarana yang

    mendukung terbentuknya.

    Sebuah kawasan permukiman yang

    laiak seperti pembangunan drainase,

    paving blok, prasarana air limbah,

     jaringan listrik sampai pagar kawasan

    yang merupakan sharing APBD dan

    Anggaran pendapatan dan Belanja

    Negara (APBN). Jika melihat jangka

    waktu pematangan yang dilakukan yakni

    tiga tahun, maka dimasukkan dalam

    kategori jangka menengah.

     DistribusiDistribusi mulai dilaksanakan tahun

    2009 kepada MBR di Kecamatan Mariso

    yakni mereka yang berpenghasilan Rp2

     juta ke bawah . Rusunawa Lette terdiri

    atas empat lantai, Setiap lantai dihuni 72

    keluarga Tabel 2. Tabel 2 menunjukkanbahwa peng-huni Sarusun saat ini telah

    memenuhi kriteria MBR yang disyarat-

    kan. Penghasilan mereka bervariasi

    antara Rp800.000-Rp1.920.000 dengan

    latar belakang pekerjajaan yang beragam,

    seperti kuli bangunan ataupun tukang

    batu.

    Adapun spesifikasi setiap sarusun,

    luasan unit 24 m2 dilengkapi dengan

    pantry dan kamar mandi. Adapun

    spesifikasi bangunan dinding Luar:

    Batako + Plester + Aci + Cat , dinding

    Dalam : Batako + Plester + Aci +

    Cat, Lantai Hunian: Keramik 30 X 30

    Cm, Kamar Mandi: Lantai :Keramik 20

    X 20 Cm, Dinding : Keramik 20 X 25

    Cm, Dapur: Kitchen Zink + Keramik,

    Kusen: Alumunium, Pintu : Alumunium

    + Calsiboard, Plafond: Beton Ekspose

    S/D Lantai 4. Penghuni diberikan

    kesempatan menyewa maksimal 9 tahun.

    Untuk tiap unit sarusun disewakan

    dengan harga berbeda sesuai letak 

    sarusun. Semakin ke atas harga yang

    ditaarkan semakin murah. Lantai 1

    disewakan seharga Rp150.000, lantai 2

    Rp125.000, lantai 3 Rp100.000 dan lantai

    4 Rp 75.000. Harga ini diluar pemakaian

    air dan listrik. Sementara lantai dasar

    dijadikan lahan parkir oleh penghunimaupun tamu. Dengan harga sewa yang

    rendah diharapkan Rusunawa menjadi

    masa transisi bagi masyarakat mengum-

    pulkan uang untuk membeli tempat

    tinggal dengan hak milik.

    PEMBAHASANDalam penelitian ini menunjukkan

    bahwa, kegiatan bank tanah yang

    dilakukan Pemkot Makassar untuk MBR

    masih terbatas pada permukiman secara

    vertikal dengan sistem sewa. Padahal

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    6/8

    Herni Amir ISSN 2252-7230

    34

    tingginya laju pertumbuhan penduduk 

    berdampak pada meningkatnya kebu-

    tuhan rumah di Kota Makassar. Dalam

    rancangan Umum Tata Ruang Wilayah(RUTRW) bahwa pada tahun 2010/2011

    dengan jumlah penduduk 1.473.725 jiwa

    Kota Makassar akan membutuhkan

    penambahan kebutuhan rumah sekitar

    72.207 unit (Irsyadi,2012). Sehingga jika

    berdasarkan data Badan Pusat Statistik 

    Sulawesi Selatan, jumlah penduduk 

    Makassar pada tahun 2012 mencapai

    1.366.063 jiwa, maka jumlah kebutuhan

    rumah mencapai sekira 66.934.

    Berdasarkan, pada pasal 105 ayat (1)

    Undang-Undang No. 1 Tahun 2011tentang Perumahan dan Kawasan Per-

    mukiman (PKP) menyebutkan, “Peme-rintah dan pemerintah daerah sesuai

    dengan kewenangannya bertang-gung

     jawab atas ketersediaan tanah untuk 

    pembangunan perumahan dan kawasan

     permukiman”. Tidak hanya itu, dalam

    Perda RT R Makassar Pasal 17 ayat (2)

    menyebutkan bahwa Pengembangan per-

    mukiman secara bertahap diarahkan

    untuk mencapai norma 1 (satu) unitrumah yang layak untuk setiap keluarga.

    Kenyataan tingginya angka keku-

    rangan rumah dan pertumbuhan permu-

    kiman kumuh menandakan bukan hanya

    kebutuhan kekurangan rumah yang harus

    dipenuhi akan tetapi tingkat perbaikan

    kualitas hunian juga masih sangat tinggi.

    Hanya saja, masalah tanah di

    kawasan perkotaan berubah menjadi

    komoditas pasar yang semakin sulit

    dikendalikan. Sementara saat ini belum

    ada strategi dan program yang efektif untuk mengembalikan kebijakan tanah

    untuk perumahan rakyat (Sumardjono,

    2011).

    Padahal di Negara yang rakyatnya

    berhasrat melaksanakan di negara yang

    rakyatnya berhasrat melaksanakan

    demokrasi yang berkeadilan social,

    pemanfaatan tanah untuk sebesar-

    besarnya kemakmuran rakyat merupakan

    suatu conditio sine qua non. (syarat

    mutlak) Oleh Karena itu, diperlukan

    pengaturan penatagunaan tanah, dimana

    pengaturan penatagunaan tanah tersebut

    ditujukan untuk menyediakan tanah bagi

    semua golongan masyarakat dan menjaga

    agar manfaat pengembangan dapatdinikmati oleh seluruh lapisan masya-

    rakat (Harsono, 2005).

    Di dalam konteks inilah diperlukan

    bank tanah sebagai salah satu instrumen

    yang harus dimainkan pemerintah. Untuk 

    mendukung hadirnya bank tanah di

    Makassar, maka penulis mencoba

    mengklasifikasikan hal-hal yang diperlu-

    kan untuk menghadirkan lembaga

    tersebut.

    Dari segi penganggaran misalnya

    dengan memanfaatkan sebagian daripemasukan pajak yang berkaitan dengan

    tanah yang termasuk pajak daerah.

    Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan

    (PBB) yang peralihannya akan mulai

    dilakukan per 1 Januari 2014 dan pajak 

    bea perolehan hak tanah dan bangunan

    (BPHTB) yang mulai 1 Januari 2011

    telah beralih kepada pemerintah daerah

    kabupaten/kota. Dimana realisasi PBB

    Kota Makassar sampai September 2013

    cukup besar mencapai Rp 80 milliar.Sementara BPHTB sudah mencapai

    Rp139 miliar (Ucu, 2013). Dana dari

    APBD bisa berupa dana khusus atau dana

    yang berasal dari dana Sisa lebih

    penggunaan anggaran (Silpa). Apalagi

    Silpa Kota Makassar tidak pernah di

    bawah Rp100 miliar.

    Langkah selanjutnya dilakukan

    pendataan tanah yang berfungsi untuk 

    kesesuaian dengan tat ruang. Menurut

    Pasal 17 angka 6 point 2 Perda RTRW

    Makassar, pengembangan kawasan per-mukiman ditargetkan menempati wilayah

    perencanaan seluas 1.151,80 ha dengan

    mengembangkan kawasan permukiman

    baru terutama di wilayah bagian timur

    kota (antara jalan lingkar tengah dan luar)

    dan mendorong pengembangan kawasan

    permukiman KDB rendah beserta fasili-

    tasnya di dearah pengembangan permu-

    kiman Panakkukang Mas. Menurut Pasal

    9 point 2 kawasan permukiman terpadu

    yang berada pada bagian tengah pusat

    dan timur kota mencakup wilayah

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    7/8

    Bank Tanah, Permukiman Rakyat ISSN 2252-7230

    35

    kecamatan Manggala, Panakkukang,

    Rappocini dan Tamalate.

    Berdasarkan data BPS Sulsel tentang

    penggunaan lahan di Kota Makassar,lahan terbangun menempati 42,24 % atau

    7.425 ha. Sementara sisa lahan tidak 

    terbangun 57,76 % persen yang terdiri

    atas beberapa bagian seperti raa yang

    tidak ditanami menempati 0,55 persen

    atau 96 hektare, tegal. kebun 5,78 persen

    atau 1.016 ha, tanah terlantar 194 ha atau

    1,10 persen, tambak 1360 ha atau 7,74

    persen, lahan saah 15 persen atau 2.636

    ha dan lahan lainnya sebesar 27,59

    persen atau 4.850 ha (BPS, 2013).

    Selain itu, objek bank tanah tidak menggerus potensi lahan pertanian yang

    ada di kota Makassar. Berdasarkan Pasal

    44 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 2009

    menyebutkan larangan pengalihfungsian

    sebagai berikut: “Lahan yang sudah

    ditetapkan sebagai lahan pertanian

    pangan berkelanjutan dilindungi dan

    dilarang dialihfungsikan”. Karena itu,dengan pendataan, maka dapat dilakukan

    upaya membatasi konversi lahan sawah

    (Pradana, dkk 2012). Pendataan lahan juga dimaksudkan apakah tanah yang

    akan dijadikan objek bank tanah sudah

    bersertifikat atau belum. Sehingga jika

    belum, maka diselenggarakan kegiatan

    pendaftaran tanah.

    Dari berbagai indikator di atas, maka

    menurut penulis, sudah dapat diiden-

    tifikasi tanah-tanah yang dapat digunakan

    sebagai objek bank tanah, yakni peman-

    faatan lahan tidak terbangun di luar lahan

    pertanian yang sesuai dengan RT RW

    Kota Makassar. Lahan-lahan tersebutyakni, di kecamatan Manggala 73 hektare

    dengan pemanfaatan rawa yang tidak 

    dimanfaatkan. Kemudian Panakkukang

    14 hektare juga dengan memanfaatkan

    rawa, dan Tamalate 109 hektare dengan

    objek tanah yang ditelantarkan. Karena

    di dalam Perda RT RW juga membuka

    pembangunan pusat permukiman di

    kawasan lain untuk mendukung kawasan

    tersebut, maka pemanfaatan tanah kosong

    yang tidak menyalahi aturan juga dapat

    dilakukan. Misalnya untuk kawasan

    pendidikan di Tamalanrea. Di kawasan

    ini, Pemerintah Kota Makassar bisa me-

    manfaatkan 50 hektare tanah terlantar

    dan 9 hektare rawa-rawa atau total 59hektare. Kemudian pengembangan per-

    mukiman di pusat industri di Kecamatan

    Biringkanayya sebesar 35 hektare. Seh-

    ingga total tanah yang dapat digu-nakan

    sebagai kawasan permukiman 280

    hektare. Kemudian pembuatan regulasi

    dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).

    Program penyediaan tanah dapat ber-

    langsung secara bersinambung.

    Dalam regulasi tersebut pula akan

    mengatur secara tegas intervensi dan

    insentif yang diberikan oleh pemerintah.Melalui regulasi, bentuk bank tanah

    daerah dapat ditetapkan berupa Badan

    Umum Milik Daerah (BUMD). Jika niat

    awal pendirian BUMD tersebut lebih ke

    pemanfaatan umum, maka BUMD

    sebaiknya berbadan hukum Perusahaan

    Daerah (Perusda) sebagaimana diatur

    dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1962. Dalam bentuk Perusda juga dibuka

    kemungkinan untuk melakukan kerja-

    sama dengan berbagai perusahaan.Seperti yang diatur dalam Pasal 6 bahwa

    dalam melaksanakan tujuannya untuk 

    turut serta melaksanakan pembangunan

    daerah menuju masyarakat yang adil dan

    makmur, Perusda dapat berkerjasama

    dengan Perusahaan Negara, koperasai,

    dan swasta.

    KESIMPULAN DAN SARANKegiatan bank tanah di bidang

    permukiman rakyat sebagai cikal bakal

    berdirinya lembaga bank tanah sudahdilaksanakan oleh Pemerintah Kota

    (Pemkot) Makassar. Hal ini terlihat

    dalam peremajaan kawasan kumuh di

    Kecamatan Mariso dengan menggunakan

    tanah seluas 1,2 hektare yang merupakan

    aset Pemkot Makassar. Untuk merea-

    lisasikan terwujudnya lembaga bank 

    tanah dalam rangka penyediaan tanah di

    bidang permukiman rakyat, ada beberapa

    hal yang perlu disiapkan yakni

    ketersediaan anggaran, pendataan lahan

    dan regulasi sehingga manajemen

  • 8/19/2019 Amir_bank Tanah Untuk Backlog

    8/8

    Herni Amir ISSN 2252-7230

    36

    kelembagaan akan lebih terarah dalam

    menjalankan tugas, fungsi dan kewe-

    nangan masing-masing.

    Pemerintah Kota (Pemkot) Makassarke depan juga harus bisa menyediaan

    tanah untuk pembangunan hunian yang

    laik dan terjangkau yang nantinya bisa

    menjadi hak milik bagi masyarakat, baik 

    berbentuk rumah susun milik ataupun

    hunian tapak . Pemerintah Kota (Pemkot)

    Makassar harus menyiapkan regulasi

    bank tanah dalam rangka penyediaan

    permukiman rakyat. APBD harus mem-

    berikan porsi khusus untuk penyediaan

    tanah untuk kebutuhan papan sebab ini

    merupakan pemenuhan hak dasar yangtelah diatur dalam berbagai tingkatan

    regulasi baik dalam Pasal 28 H

    Amandemen UUD 1945, UU PKP Pasal

    105, maupun dalam Perda RT RW

    Makassar.

    DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistic Sulsel. (2013).

     Makassar Dalam Angka 2013.

    Budianto Arif. (2013). Kebutuhan Rumah

    Capai 800 Ribu Unit Pertahun.Sindonews.com, 17 April 2013.

    Hardiansyah Ancha. (2013).  Harga

     Rumah Makassar tertinggi di

     Indonesia. Koran SINDO 28

    Februari 2013.

    Hardiansyah Rahmat. (2012). Program

     Rumah Murah di Makassar Belum

    Optimal. Harian Seputar Indonesia.

    10 Mei 2012.

    Harsono Boedi. (2005).  Hukum Agraria

     Indonesia sejarah pembentukan

    Undang-Undang Pokok Agraria, Isi

    dan Penjelasannya. Jakarta: PenerbitDjambatan.

    Irsyadi. (2012) Konsepsi Pengembangan

    Permukiman Makassar . Makalah.

    Nur Susyanti Sri. (2010).  Bank Tanah

     Alternatif Penyelesaian Masalah

    Penyediaan Tanah Untuk Pemba-

    ngunan Kota Berkelanjutan.

    Makassar: AS Publishing.

    Pradana Widya, Pamungkas Adjie.

    (2013). Pengendalian Konversi

    Lahan Pertanian Pangan Menjadi

    Non Pertanian BerdasarkanPreferensi Petani di Kecamatan

    Wongsorejo, Kabupaten Bayuwangi.

    Jurnal Online Institut Teknologi

    Sepuluh Nopember. ejurnal.its.ac.id,

    diunduh 20 September 2013.

    Salle Aminuddin, dkk. (2010).  Bahan

     Ajar Hukum Agraria. Makassar:

    Penerbit AS Publishing

    Sukanti Arie, dkk (2008). Kewenangan

    Pemerintah di Bidang Pertanahan.

    Jakarta: Penerbit Rajawali Pers PTRajagrafindo Persada.

    Sumardjono Maria. (2011). Tanah

    dalam Perspektif Ekonomi Social

    dan Budaya. Jakarta: Penerbit

    Gramedia

    Ucu. (2013).  Dispenda Warning

    Pengusaha Bayar Pajak. Harian

    Berita Kota Makassar, 26 Oktober

    2013.