101
Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Muhammad Alwi Abdussalam NIM: 11140340000133 PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Muhammad Alwi Abdussalam

NIM: 11140340000133

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Alwi Abdussalam

NIM : 11140340000133

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul AL-

DAKHĪL FĪ AL-TAFSĪR (STUDI TAFSIR AL-KASYSYĀF) adalah

benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan

plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam

penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam

skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini

sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 16 Desember 2019

M. Alwi Abdussalam

Page 3: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Muhammad Alwi Abdussalam

NIM: 11140340000133

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 4: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-

Kasysyāf)”telah diajukan dalam dalam sidang munaqasyah, Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

pada Rabu, 22 Januari 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag.) pada Program

Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Ciputat, 22 Januari 2020

Page 5: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

v

ABSTRAK

Muhammad Alwi Abdussalam. Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi

Tafsir al-Kasysyāf).

Al- Dakhīl dalam tafsir yaitu suatu aib dan cacat yang sengaja

ditutup-tutupi dan disamarkan hakikatnya serta disisipkan di dalam

beberapa bentuk tafsir al-Qur’an yang otentik. Ulama yang vokal

membicarakan al-Dakhīl yaitu Al-Dzahabi, dalam karyanya Al-Ittija

al-Munharifah fi Tafsiril Quranil Karim. Salah satu mufasīr yang ia

kritik adalah al-Zamakhsyarī. Al-Dzahabi secara eksplisit menyatakan

bahwa ia tidak menyelidiki secara rinci dan detail penafsiran al-

Zamakhsyarī di dalam Tafsir al-Kasysyāf tentang al-Dakhīl. Tapi al-

Dzahabi mengatakan bahwa semakin mengkaji dan membaca lebih

dalam Tafsir al-Kasysyāf maka akan ditemukan banyak al-Dakhīl di

dalamnya.

Penelitian ini menggunakan metode library research atau

penelitian kepustakaan. Kemudian dalam pembahasannya penulis

menggunakan metode “maudhu’i,” yaitu dengan cara membahas

bentuk bentuk pengungkapan-nya dalam al-Qur’an yang berkaitan

dengan ideologi Mu’tazilah untuk mengungkap adanya al-Dakhīl atau

tidak.

Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa

bentuk al-Dakhīl yang masuk ke dalam tafsir al-kasysyāf adalah al-

Dakhīl bi al-Ra’yī. Maksudnya memberikan interpretasi berupa rasio

dan ijtihad yang tidak sesuai dengan keautentikannya. Kemudian

adapun hal yang melatar belakangi terjadinya al-Dakhīl di dalam tafsir

al-Kasysyāf adalah tendensi dan hegemoni Mu’tazilah yang ia anut

dalam menafsirkan doktrin-doktrin Mu’tazilah. Doktrin yang di

gunakan adalah mengkultuskan akal dalam meng-interpretasikan ayat,

sehingga apabila terjadi kontradiktif dengan akal maka harus

ditakwilkan makna tekstualnya.

Kata Kunci: Al-Dakhīl, al-Zamakhsyarī dan Tafsir al-Kasysyāf.

Page 6: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

vi

KATA PENGANTAR

Bismillȃhirrahmȃnirrahīm

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam yang telah

memberikan kenikmatan jasmani maupun rohani, serta Rahmat dan

hidayah-Nya, dan kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi

berbagai rintangan dan kesulitan sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir kuliah ini (Skripsi) berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan

salam saya sampaikan dan saya haturkan kepada manusia yang paling

mulia kekasih Allah Swt. yakni baginda Nabi besar Muhammad Saw.

Serta doʻa untuk keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya hingga

akhir zaman.

Terlebih dahulu saya sembahkan bakti do’a dan rasa terima kasih

kepada kedua orang tua saya, ibu dan bapak saya, yang mana dalam

setiap sujud mereka selalu mendo’akan kesuksesan anak-anaknya.

Mereka yang telah bersabar dalam mengasuh dan mendidik,

memberikan kasih sayang, dan tentunya selalu ikhlas mendoʻakan

setiap langkah anak-anaknya demi tercapai cita-cita yang mulia.

Mereka juga yang selalu memotivasi saya untuk menjadi manusia yang

lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga Allah senantiasa

mengampuni dan memaafkan segala khilaf dan salahnya dan

menempatkan mereka derajat kedudukan yang paling tinggi. `Amīn.

Selanjutnya saya sampaikan rasa terima kasih saya yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, M. A. selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Page 7: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

vii

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, M. A. selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M. A. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan bapak Fahrizal

Mahdi, Lc. MIRKH. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan staf akademik fakultas

Ushuluddin, khususnya jurusan ilmu al-Qur’an dan tafsir yang

telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuan juga

pengalaman yang berharga kepada penulis.

4. Bapak Muslih, M. Ag. selaku dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang

sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan penulis banyak

merepotkan. Semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan, dan

kelancaran dalam segala urusan. Amīn.

5. Guru-guru penulis, yang telah berjasa serta ikhlas memberikan

dan mengajarkan ilmu-ilmunya kepada penulis.

6. Teman-teman seperjuangan jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

angkatan 2014, khususnya teman-teman PT. Inhutani Sejahtera

(Pace, Bahal, Dadan, Yasep, Apridho dan Ridho. Terima kasih

atas kerja sama selama ini semoga kita semua dilancarkan oleh

Allah dalam segala urusan. `Amīn.

7. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh

dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Semoga Allah Swt. membalas semua kebaikan yang telah

diberikan, dan semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

Page 8: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

viii

penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca agar selalu

berpegang pada ajaran-ajaran Rasālullāh Saw. `Amīn.

Jakarta, 16 Desember 2019

M. Alwi Abdussalam

Page 9: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ........................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........ iv

ABSTRAK .................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................... ix

TRANSLITERASI ..................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................... 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................. 8

D. Tujuan Penelitian ................................................ 9

E. Manfaat Penelitian .............................................. 9

F. Tinjauan Pustaka ............................................... 10

G. Metodologi Penelitian ....................................... 14

H. Sistematika Penulisan ........................................ 17

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG AL-DAKHĪL FĪ

TAFSĪR

A. Definisi al-Dakhīl fī Tafsīr ................................ 19

B. Klasifikasi al-Dakhīl ......................................... 22

C. Transformasi Dakhīl ke dalam Kajian Tafsir .... 27

D. Pandangan Ulama Terhadap al-Dakhīl ............. 32

BAB III TINJAUAN UMUM BIOGRAFI AL-ZAMAKHSYARĪ

A. Biografi al-Zamakhsyarī .................................... 35

Page 10: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

x

B. Karya-karya al-Zamakhsyarī ............................. 39

C. Karakteristik Tafsir al-Kasysyāf ........................ 41

D. Teologi dan Madzhab al-Zamakhsyarī .............. 51

E. Pandangan Ulama Mengenai Kitab Tafsir al-

Kasysyāf ............................................................. 53

BAB IV AL-DAKHĪL DALAM TAFSIR AL-ZAMAKHSYARĪ

A. Unsur-unsur Al-Dakhīl dalam Tafsir al-

Kasysyāf ............................................................. 56

B. Analisis Terjadinya Dakhīl dalam Tafsir al-

Kasysyāf ............................................................. 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................ 79

B. Saran-Saran ........................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 81

Page 11: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

berpedoman pada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan

Nomor: 0543b/U/1987.

1. Konsonan

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf

Arab

Nama Huruf Latin Nama

Alif Tidak dilambangkan Tidak ا

dilambangkan

Ba B Be ب

Ta T Te ت

Ṡa ṡ Es (dengan ث

titik di atas)

Jim J Je ج

Ḥa ḥ Ha (dengan ح

titik di bawah)

Kha Kh ka dan ha خ

Dal D De د

Żal ż Zet (dengan ذ

titik di atas)

Ra R Er ر

Zai Z Zet ز

Sin S Es س

Syin Sy es dan ye ش

Ṣad ṣ es (dengan ص

titik di bawah)

Page 12: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xii

Ḍad ḍ de (dengan ض

titik di bawah)

Ṭa ṭ te (dengan titik ط

di bawah)

Ẓa ẓ zet dengan ظ

titik di bawah)

ain ‘ koma terbalik‘ ع

(di atas)

Gain G Ge غ

Fa F Ef ف

Qaf Q Ki ق

Kaf K Ka ك

Lam L El ل

Mim M Em م

Nun N En ن

Wau W We و

ـه Ha H Ha

Hamzah ' Apostrof ء

Ya Y Ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fathah A A

Kasrah I I

Dhammah U U

Page 13: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xiii

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

ي Fathah dan

ya

Ai a dan i

و Fathah dan

wau

Au a dan u

Contoh:

kaifa- ك ي ف

haula- ه و ل

3. Vokal Panjang/ Maddah

Ketentuan alih aksara vocal panjang (maddah), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Harakat

dan huruf

Nama Huruf dan

tanda

Nama

ا ي... Fathah dan

alif atau ya

Ā a dan garis

di atas

ي ى Kasrah dan

ya

Ī I dan garis

di atas

Dhammah ىـ و

dan wau

Ū u dan garis

di atas

Contoh:

ال ق -qāla

ىم ر -ramā

ل ي ق -qīla

Page 14: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xiv

4. Ta’ Marbūṭah

Transliterasi untuk Ta’ Marbūṭah ada dua:

a. Ta’ Marbūṭah hidup

Ta’ Marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan

ḍommah, transliterasinya adalah “t”.

b. Ta’ Marbūṭah mati

Ta’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya

adalah “h”.

c. kalau pada kata terkahir dengan Ta’ Marbūṭah diikuti oleh kata yang

menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka

Ta’ Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

No Kata Arab Alih Aksara

rauḍah al-aṭfāl ر و ض ة األ ط ف ال 1

ل ة 2 د ين ة الف اض al-madīnah al-fāḍilah امل

م ة 3 al-ḥikmah احل ك

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

rabbanā- ر بـن ا

nazzala- نـ زل

al-birr- الب ر

al-ḥajj– احل ج

Page 15: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xv

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh

huruf kasrah ( ـى ـــــــــــــــ ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī).

Contoh:

Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)‘ : عل ى

Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)‘ : ع ر ب

6. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال. Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika dia diikuti oleh huruf

syamsiyah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi

huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata

yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-),

Contohnya:

al-rajulu- الرج ل

al-sayyidu- السي د

al-syamsu- الشم ش

al-qalamu- الق ل م

al-badĭ’u- أل ب د ي ع

al-jalālu- ال ال ل

7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (') hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah

Page 16: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xvi

terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia

berupa alif. Contohnya:

ta'murūna : ت م ر و ن

'al-nau : النـو ء

syai'un : ش ي ئ

umirtu : أ م ر ت

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah

atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah

atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan

bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa

Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya

kata Al-Qur’an (dari al-Qur'ān), sunnah, khusus, dan umum. Namun bila

kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka

mereka harus ditransliterasi secara utuh. contoh:

Kata Arab Alih Aksara

Fī Ẓilāl al-Qur'ān ف ظ ال ل الق ر آن

و ي ن Al-Sunnah qabl al-tadwīn الس نة قـ ب ل الت د

Al-‘ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi الع با ر ة ب ع م و م الل ف ظ ال ب ص و ص السب ب

khuṣūṣ al-sabab

9. Lafẓ al-jalālah (هللا) Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf

lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal),

transliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh: dīnullāh : د ي ن هللا

billāh : ب هللا

Page 17: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

xvii

Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-

jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t). Contoh :

hum fī rahmatillāh : ه م ف ر ح ة هللا

10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps),

dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang

penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia

yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menulis

huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada

permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka

yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka

huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).

Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi

yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks

maupun dalam catatan rujukan (CK,DP,CDK, dan DR). Contoh:

Kata Arab Alih aksara

Wa mā Muḥammadun illā rasūl- و م ا م مد إ ال ر س و ل

ع ل لناس ل لذ ي ب ب كة م با ر كا Inna awwala baitin wuḍi’a- إ ن أ ول بـ ي ت و ض

linnāsi bi Bakkata mubārakan

ر ر م ض ان الذي أ ن ز ل ف ي ه الق ر آن Syahru Ramaḍān al-lażī unzila- ش ه

fīh al-Qur'an

ي ي الد ي ن الطرو س Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī- ن ص

Abū Naṣr al-Farābī- أ بـ و ن ص ر الف ر اب

Al-Gazālī- الغ ز ال

ن ق ذ م ن الد ال ل Al-Munqiż min al-Ḍalāl- امل

Page 18: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan penafsiran berkembang seiring persoalan yang

dihadapi umat manusia. Penafsiran pada masa awal ketika al-Quran

turun Nabi menjelaskan kepada sahabat.1 Namun pada masa

berikutnya setelah Nabi wafat penafsiran dijelaskan oleh para sahabat

dengan pemahaman mereka masing-masing. Pada masa inilah

dimulainya perbedaan-perbedaan penafsiran yang mana faktor

perbedaan tersebut ada dua hal yang melatar belakangi, pertama al-

Qur’an yang memiliki beragam makna dan kedua faktor eksternal yaitu

faktor keahlian mufasir yang menjadi syarat-syarat sebagai mufassir

yaitu meliputi aqidah yang benar, bersih dari hawa nafsu, mengambil

al-Qur’an sebagai sumber utama penafsiran sebelum beralih pada al-

Sunnah, mengetahui bahasa Arab dengan disiplin ilmunya, mengetahui

ulumul qur’an, dan memahami dengan teliti makna al-Qur’an.2 Serta

kecenderungan para Mufasir dalam memahami al-Qur’an yang

terbentuk dari latar belakang penulis, ideologi, politik, penguasa pada

waktu dan sebagainya. Dengan demikian tafsir tidak mengenal final,

melainkan akan terus berkembang sehingga menimbulkan berbagai

macam corak penafsiran yang kemudian berkembang menjadi aliran

1 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-Aliran

Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga Modern-Kontemporer

(Yogyakarta: Adab Press, 2014), 11-12. 2 Mannā’ Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, trj.Mudzakir AS. (Bogor:

Litera AntarNusa, 2011), 462-465.

Page 19: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

2

tafsir yang berbeda-beda. Sebagaimana persoalan-persoalan manusia

yang terus bermunculan.3

Tafsir adalah produk pemikiran manusia.4 Sepanjang tafsir

merupakan produk manusia, maka hal itu tidak akan lepas dari

kekurangan atau bahkan penyimpangan-penyimpangan dalam

penafsiran (inhirāf). Di antara bentuk penyimpangan (inhirāf) itu

adalah pembahasan tafsir Al-Qur’an yang kemudian disebut dengan

istilah al-dakhīl (infiltrasi). Secara bahasa dakhīl berasal dari kata

dakhila yang bermakna bagian dalamnya rusak, ditimpa oleh

kerusakan dan mengandung cacat.5 Sedangkan secara terminologi

dakhīl dalam tafsir yaitu suatu aib dan cacat yang sengaja ditutup-

tutupi dan disamarkan hakikatnya serta disisipkan di dalam beberapa

bentuk tafsir al-Qur’an yang otentik.6

Fenomena dakhīl dalam tafsir al-Qur’an khususnya al- dakhīl

dalam tafsir bi al- al-ma’ṡūr dan bi al-ra’yī tidak dapat dipisahkan dari

dinamika penafsiran yang secara garis besar dibagi dalam dua periode,

yaitu periwayatan dan pembukuan. Perkembangan tafsir bi al-ma’ṡūr

yang berasal dari isra’illiyat berakhir dengan dihapuskannya isnad-

isnad, dan orang mengutipnya tanpa menyebutkan urutan sanad-sanad

tersebut. Begitu juga sumber bi al-ra’yī juga berakhir karena

3 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir: Cara Mendeteksi

Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi Dalam Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: PT Qaf

Media Kreativa 2019), 44. 4 Muhammad Ulinuha, Konsep Al-Ashīl dan Al-Dakhīl Dalam Tafsir Al-

Qur’an, jurnal MADANIA Vol. 21, No. 2 (Desember 2017): 127. 5 Ibrahim Mustafa, al-Mu’jam al-Wasit (Turki: Dar al-Da’wah, 1990), 275. 6 Ibrahim ‘Abd al-Rahman Muhammad Khalifah, al- Dakhīl fī al-Tafsīr, jilid 1

(kairo: Dar al-Bayan, ttp) 2; Ahmad Fakhruddin fajrul Islam, “Al-Dakhīl fi Tafsir

(Studi Kritis dalam Metodologi Tafsir)”, Tafaqquh, vol. 2 No. 2 (Desember 2014):

81.

Page 20: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

3

didominasi oleh kecenderungan-kecenderungan perorangan dan

madzhab-madzhab yang lain.7

Adapun penyimpangan-penyimpangan dalam penafsiran (al-

dakhīl) juga marak dalam karya tafsir. Menurut Abdul Wahab Fāyed,

praktek infiltrasi penafsiran itu tidak saja terjadi pada era kontemporer,

tapi secara genealogis sudah terjadi sejak masa-masa klasik seiring

dengan penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia.8

Salah satu kitab tafsir populer yang ditulis di era keemasan Islam

(periode petengahan) yang menggunakan metode bi al-ra’yī adalah

kitab al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh

al-Ta`wīl karya Abū al-Qāsim Maḥmūd b. ‘Umar al-Khawārizmī al-

Zamakhsyarī.9 Yang mana merupakan salah satu kitab tafsir yang

monumental, bahkan corak kebahasaan dalam penafsirannya mendapat

pujian dan pengakuan dari ulama-ulama terkemuka. Di sisi lain, al-

Zamakhsyarī juga menggunakan corak teologis yang mengedepankan

paham (aliran) dalam menafsirkan al-Qur’an.

Ulama-ulama tafsir ahlus sunnah banyak menanggapinya negatif

dengan corak itu, karena keberpihakan al-Zamakhsyarī terhadap aliran

Mu’tazilah dalam menafsirkan ayat. Sehingga seakan-akan

penafsirannya bersifat subjektif dan melegistimasi pemahamannya.

Akan tetapi ulama-ulama ahlus sunnah banyak mengambil manfaat

dari keilmuan beliau dalam menafsirkan ayat dari segi ke-

7 Muhammad Husein al-Dzahabī, Penyimpangan-penyimpangan dalam

Penafsiran al-Qur’an, trj. Hamim Ilyas dan Machnun Husein (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1996), 11-12. 8 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 54. 9 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an, 92.

Page 21: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

4

balaghahannya, sekalipun mereka menentang akidah kaum Mu’tazilah

yang dianut al-Zamakhsyarī.10

Sebagaimana mufassir pada umumnya, pembahasan dan

kandungan penafsiran al-Qur’an senantiasa dipengaruhi oleh aliran

keagamaan dan keahlian sang mufassir.11 Demikian pula dengan al-

Zamakhsyarī di dalam kitab, kitab karangannya ini dipengaruhi oleh

rasionalitas paham Mu’tazilah. Sehingga penafsirannya diwarnai

dengan corak i’tizali. Jika ia menemukan lafadz yang secara lahiriah

(tampaknya) tidak sesuai dengan pendapat Mu’tazilah, ia berusaha

dengan segenap kemampuannya untuk membatalkan makna lahir dan

menetapkan makna lainnya yang terdapat dalam bahasa.

Di antara Ulama yang vokal membicarakan al- Dakhīl

(penyusupan) dalam kitab-kitab tafsir yaitu Dr. Muhammad Sayyid

Hussain al-Dzahabī dalam karyanya Al-Ittija al-Munharifah fi Tafsiril

Quranil Karim. Dalam muqaddimah karya al-Dzahabī beliau

mengatakan bahwa dalam beberapa buku tafsir klasik maupun modern,

dengan berbagai system, orientasi dan metodenya masing-masing,

terdapat banyak penyimpangan dalam memahami nash-nash al-

Qur’an.12 Juga terdapat penyimpangan-penyimpangan makna (ta’wil)

yang bukan saja tidak sesuai dengan ras bahasa (Arab) yang benar

tetapi juga menghilangkan keindahan al-Qur’an itu sendiri, dan bahkan

10 Dara Humaira dan Khairun Nisa, Unsur I’tizali Dalam Tafsir Al-Kasysyâf

(Kajian Kritis Metodologi Al-Zamakhsyarī), Jurnal Maghza vol. 1, No. 1 (Januari-

Juni 2016): 31-32. 11 Muhammad Husein al-Dzahabī, Penyimpangan-penyimpangan dalam

Penafsiran al-Qur’an, V. 12 Al-Dzahabī, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an,

5.

Page 22: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

5

ada yang bertentangan dengan ajaran pokok Islam, sehingga dapat

menjerumuskan pembacanya kepada kekafiran.

Menurut al-Dzahabī, Mu’tazilah merupakan firqah (kelompok)

yang banyak mentafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan penafsiran-

penafsiran yang tidak proporsional dan menyimpangkan makna teks-

teks al-Qur’an dari makna yang sebenarnya dalam rangka mendukung

prinsip-prinsip ideologi yang diyakininya.13 Kemudian al-Dzahabī

mengemukakan hanya beberapa contoh yaitu:

Allah berfirman dalam QS. al-Qiyāmah ayat 22-23:

ا نظرة ضرة إل رب ذ نا وجوه ی ومىArtinya: “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-

seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”

Dalam menafsirkan ayat tersebut al-Zamakhsyarī mengartikan

lafadz nazhirah dengan memalingkan makna zahir kata tersebut

kepada makna al-tawaqqu’ wa al-raja (berharap).14 Seperti kata orang:

yang berarti ‘Aku mengharap si Fulan melakukan sesuatu untukku’.

Mereka tidak mengharapkan nikmat dan kehormatan selain daripada

Tuhan mereka, seperti ketika masih ada di dunia, mereka tidak takut

dan mengharap kepada siapa pun kecuali kepada Allah.15

13 Al-Dzahabī, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an,

5. 14 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzȋl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī

Wujūh al-Ta`wīl (Kairo: Matba‟ah Isa al-babi al-Halibi, t.th.), jilid IV, 192. 15Al-Dzahabī, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an),

56.

Page 23: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

6

Begitu juga ketika al-Zamakhsyarī bertemu dengan ayat yang

tidak sesuai dengan aspek ajaran prinsip yang dia pegang, akan

cenderung memaksakan pemahamannya ke dalam penafsirannya.

Seperti dalam penasiran Q.S. al-Nisā’ [4]: 164 (وكلم الل موسى تكليما).

Dalam al-Kasysyāf, al-Zamakhsyarī menyebutkan penafsiran dari

sebagian madzhabnya yang mengatakan bahwa كلم disini tidak berarti

“berbicara” tetapi bermakna جرح (melukai).16 Dengan demikian,

penafsiran ayat di atas menurut al-Zamakhsyarī adalah bahwa Allah

Swt melukai Nabi Musa melalui berbagai macam cobaan dan ujian,

bukan berbicara langsung dengannya seperti halnya diyakini mayoritas

ulama. Sebab bangsa Arab memakai dan memahami kata kalama

dengan pembicaraan atau perkataan.17

Akan tetapi, Al-Dzahabī secara eksplisit menyatakan bahwa ia

tidak menyelidiki secara rinci dan detail penafsiran Zamakhsyarī di

dalam Tafsir al-Kasysyāf tentang pembelaan Zamakhsyarī dalam

ideolognya, hanya saja beliau memaparkan hanya beberapa contoh

sebagaimana dijelaskan di atas. Oleh karena itu, penulis ingin

mengkaji dan mencoba untuk mengukapkan lebih dalam penafsiran-

penafsiran yang menyimpang di dalam tafsir al-Kasysyāf lebih detail,

terlebih menganalisis ayat-ayat al-qur’an yang berkaitan dengan al-

Uṣul al-Khamsah (prinsip yang lima) yaitu tauhid, keadilan, janji dan

ancaman, tempat di antara surga dan neraka, dan amar ma’ruf nahi

mungkar beserta memaparkan contoh-contohnya.

16Al-Dzahabī, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an,

58. 17 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 155.

Page 24: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

7

Penulis tertarik ingin mengkaji lebih dalam dengan

mengungkapkan penafsiran-penafsiran yang menyimpang dalam tafsir

al-Kasysyāf. Dikarnakan Al-Dzahabī tidak luas memaparkan contoh-

contoh infiltrasi (penyimpangan) penafsiran al-Zamakhsyarī dalam

membela ideologinya dalam tafsir al-Kasysyāf. Begitu pula, sejauh

penelitian penulis jarang sekali di kalangan sarjana muslim yang

meneliti secara detail mengenai al-Dakhīl (penyusupan) di dalam

penafsiran Zamakhsyarī pada ayat ayat al-Qur’an yang semata-mata

untuk membela ideologi kemu’tazilahannya. Oleh karena itu, tulisan

ini akan memaparkan serta mengungkap secara rinci penafsiran-

penafsiran Zamakhsyarī di dalam al-Kasysyāf tentang ayat-ayat al-

Qur’an yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ajarannya.

Metode yang penulis gunakan dalam mengkaji permasalahan ini

adalah analisi-kritis, yaitu dengan memaparkan data-data yang

berkenaan dengan kitab tafsir al-Kasysyāf kemudian menganalisa dan

mengkritisi metodologi al-Zamakhsyarī yang dianggap melegitimasi

pemahamannya di dalam kitab al-Kasysyāf.

B. Identifikasi Masalah

Berlandaskan dari uraian latar belakang di atas, maka

permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metodologi dan kecenderungan penafsiran yang

digunakan al-Zamakhsyarī dalam al-Kasysyāf?

2. Bagaimana pendapat ulama terhadap Al-Zamakhsyarī?

Page 25: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

8

3. Bagaimana Dakhīl dalam dalam Tafsir al-Kasysyāf karya ayat-

ayat yang berkaitan dengan al-Uṣul al-Khamsah al-

Zamakhsyarī?

4. Apa yang melatar belakangi terjadinya Dakhīl dalam Tafsir al-

Kasysyāf?

5. Bagaimana sikap para ulama dalam menyikapi Dakhīl dalam

tafsir?

Dengan melihat keluasan pembahasan tentang Dakhīl dalam

penafsiran, maka penelitian ini difokuskan pada nomor 3 dan 4, yaitu

Dakhīl dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan al-Uṣul al-Khamsah

serta hal-hal yang melatar belakangi terjadinya Dakhīl dalam kitab

Tafsir al-Kasysyāf karya Al-Zamkhsyari serta berpedoman pada teori

Dakhīl sebagai pisau analitis.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini, penulis membatasi pada pembahasan

mengenai al-Dakhīl fi Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) dan

mengungkap infiltrasi penafsiran-penafsiran Zamakhsyarī

dalam ayat-ayat akidah yang berkaitan dengan al-Uṣul al-

Khamsah (lima prinsip dasar) ideologi Mu’tazilah.

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana al-Dakhīl dalam Tafsir al-Kasysyāf karya al-

Zamakhsyarī ayat-ayat yang berkaitan dengan al-Ushul al-

khamsah?

b. Apa yang melatar belakangi terjadinya Dakhīl dalam Tafsir

al-Kasysyāf?

Page 26: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

9

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Untuk mendeskripsikan dakhīl dalam ayat-ayat yang berkaitan

dengan al-Uṣul al-Khamsah dalam kitab Tafsir al-Kasysyāf

karya al-Zamakhsyarī?

2. Untuk menganalisa terjadinya dakhīl dalam kitab Tafsir al-

Kasysyāf

3. Sebagai kontribusi ilmiah terhadap khazanah kepustakaan Islam,

terutama dalam bidang tafsir.

4. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memeperoleh

gelar sarjana strata 1 (S1) dalam Fakultas Uṣhuluddīn Program

Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

E. Manfaat Penelitian

Dari penelitian skripsi ini dapat diambil manfaat sebagai berikut:

1. Untuk Masyarakat

a. Mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai

implementasi kitab Tafsir al-Kasysyāf serta bentuk-

bentuk dakhīl di dalamnya.

b. Diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu

menambah khazanah pengetahuan dan referensi

metodologi kitab tafsir al-Kasysyāf serta bentuk-bentuk

dakhīl di dalamnya.

2. Untuk Akademisi

a. Sebagai tambahan untuk sumber rujukan.

Page 27: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

10

b. Berguna untuk menjadi rujukan dalam upaya menyikapi

penyimpangan-penyimpangan terhadap karya tafsir.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap Al-Dakhil bukanlah hal yang baru. Sebelum

penulis beberapa tahun kebelakang, sudah ada beberapa yang

mengulas tentang al-Dakhīl fī al-Tafsīr. Di antaranya yaitu:

1. Menyoal Legalitas Tafsir (Telaah Kritis Konsep Al-Ashil Wa Al-

Dakhīl), karya Moh. Alwy Amru Ghozali dalam jurnal Tafsere

vol. 6 No. 2 tahun 2018. Pada penelitian ini menjelaskan secara

umum dakhil dalam al-Qur’an serta legalitas tafsir yang

mengandung adanya dakhil di dalamnya.18

2. Al-Dakhīl fī al-Tafsīr Al-Jailany (Dirasah Tahliliyah ‘an Al-

Dakhīl Min Surati Al-hijr ila Surah Al-Kahfi), Tesis yang ditulis

oleh Usep Nur Akasah pada fakultas Dirasah Islamiyah

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 5 November

2016. Penelitian ini mengkaji Al-Dakhīl dalam Tafsir Al-Jailany

Karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailany.19

3. Kata Serapan Bahasa Asing Dalam Al-Qur’an Dalam Pemikiran

Al-Ṭabari, karya Ismail Ubaidillah dalam jurnal At-Ta’dib vol. 8

no. 1 tahun 2013. Pada penelitian ini pembahasan tentang

pemikiran at-Thabari mengenai kata-kata serapan dari bahasa

asing dalam Al-Qur’an al-Karim.20

18 Moh. Alwy Amru Ghozali, Menyoal Legalitas Tafsir: Telaah Kritis Konsep

Al-Ashil Wa Al-Dakhīl, Tafsere, vol. 6 No. 2, 2018. 19 Usep Nur Akasah, “Al-Dakhīl fī al-Tafsīr Al-Jailany: Dirasah Tahliliyah

‘an Al-Dakhīl Min Surati Al-hijr ila Surah Al-Kahfi” (Tesis S2., Universitas Islam

Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016). 20 Ismail Ubaidillah, Kata Serapan Bahasa Asing Dalam Al-Qur’an Dalam

Pemikiran At-thabari, At-ta’dib, vol. 8 no. 1 (2013).

Page 28: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

11

4. Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Jāmi’ AlBayān ‘an Ta’wīl āy Al-

Qur’ān Karya Ibnu Jarir Al-Ṭabari (Kajian Tentang Kisah Nabi

Musa A.S. dan Nabi Khidir A.S.), skripsi yang ditulis oleh Priyo

Pratama pada Fakultas Ushuluddin Universitas Gunung Djati

Bandung 2018. Skripsi ini membahas adanya bentuk Dakhīl Al-

Naqli dalam Tafsir Jāmi’ Al-Bayān‘an Ta’wīl āy Al-Qur’ān

Karya Ibnu Jarir Al-Ṭabari yang terfokus pada ayat-ayat yang

berkenaan dengan kisah Nabi Musa A.S. dan Nabi Khidir A.S.21

5. Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Fath al-Qadir al-Shawkani (Kajian

ayat-ayat tentang kisah Nabi Ibrahim A.S.), skripsi yang ditulis

oleh Harun pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri

Sunan Gunung Djati 2019. Penelitian ini mengidentifikasi

adanya unsur-unsur al- dakhīl dalam Tafsir Fath al-Qadr baik itu

dakhīl al-naql maupun dakhīl al-ra’yī, yang terfokus pada ayat-

ayat kisah Nabi Ibrahim A.S.22

6. Al-Dakhīl Fī Tafsīr (Studi Kritis dalam Metodologi Tafsir),

karya Ahmad Fakhruddin Fajrul Islam dalam Jurnal Tafaqquh;

vol. 2 No. 2, Desember 2014. Penelitian ini menjelaskan secara

umum dakhīl dalam Alquran serta sikap yang harus diambil para

mufassir dalam menafsirkan Alquran.23

21 Priyo Pratama, “Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Jāmi’ AlBayān ‘an Ta’wīl āy

Al-Qur’ān Karya Ibnu Jarir Ath-Thabari (Kajian Tentang Kisah Nabi Musa A.S. dan

Nabi Khidir A.S.)” (Skripsi S1., Universitas Gunung Djati Bandung 2018). 22 Harun, “Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Fath al-Qadir al-Shawkani (Kajian

ayat-ayat tentang kisah Nabi Ibrahim A.S.)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negri

Sunan Gunung Djati Bandung, 2019). 23 Ahmad Fakhruddin Fajrul Islam, Al-Dakhīl Fī Tafsīr (Studi Kritis dalam

Metodologi Tafsir), Tafaqquh, vol. 2, No. 2, (Jombang: Desember, 2014).

Page 29: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

12

7. Dakhīl al-Naqli dalam kitab tafsir Al-Tabārī pada penafsiran

tentang mukjizat Nabi Musa As. Karya yang ditulis oleh Denu

Rahmad, Mujiyo Mujiyo, Ibrahim Syuaib dalam Al-Bayan:

Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir 2, 2 (Desember 2017): 84-102.

Penelitian tersebut mengidentifikasi penafsiran yang layak (Aṣīl)

dan tidak layak (Dakhīl) digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat

berkenaan dengan mukjizat Nabi Musa A.S.

8. Skripsi yang berjudul “al- Dakhīl Dalam Video Negeri Saba'

Versi al-Quran Fahmi Basya” ditulis oleh Carwa, Jurusan Tafsir

Hadis Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandurg,

2012. Penelitian ini membahas tentang 7 pengkategorian Dakhīl

al-Ra’yī, menyingkapi 7 tema pokok hujah KHFB ditambah satu

tema pokok dasar penafsirannya.24

9. Dakhīl dalam Kitab Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil

Karya Al-Baydhawi (Kajian Surat al-Fatihah dan Surat al-

Baqarah), disertasi yang ditulis oleh Faṭul Bari pada program

Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013.

Penelitian ini mengkaji dakhīl dalam tafsir al-Baydhawi pada

surat al-Fatihah dan Surat al-Baqarah.25

10. Al-Dakhīl dalam Tafsir al-Mawardy (Studi atas Kitab al-Nukāt

wa al-‘Uyūn Juz 1 dan 2), skripsi yang ditulis oleh Muhammad

Anas, Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan

Gunung Djati Bandung, 2004. Hasil dari penelitian tersebut

24 Carwa, “al- Dakhīl Dalam Video Negeri Saba' Versi Alquran Fahmi Basya”

(Skripsi S1., UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2012). 25 Fahul Bari, “Dakhīl dalam Kitab Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil

Karya Al-Baydhawi (Kajian Surat al-Fatihah dan Surat al-Baqarah)” (Disertasi S3.,

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

Page 30: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

13

adalah ditemukannya Dakhīl dalam tafsir al-Mawardy pada juz 1

dan 2.26

Sedangkan penelitian yang terkait dengan penelitian kitab al-

Zamakhsyarī yaitu:

1. Ermita Zakiyah tesis dengan judul Aspek Paham Mu’tazilah

Dalam Tafsir Al-Kasysyāf Tentang Ayat-Ayat Teologi (Studi

Pemikiran al-Zamakhsyarī), membahas ayat-ayat teologi

Mu’tazilah dalam tafsir al-Kasysyāf karya Zamakhsyarī, dengan

memfokuskan pada dalil-dalil yang menguatkan teologi

Mu’tazilah.27

2. Konsep Keadilan dan Indeterminasi Menurut al-Zamakhsyarī

(Analisis Terhadap Kisah Nabi Adam dan Hawa dalam Tafsir al-

Kasysyāf), karya Lenni Lestari jurnal Syahadah vol. II, No. II,

Oktober 2014. Penelitian ini memaparkan mengenai kisah Nabi

Adam dan Hawa dalam tafsir al-Kasyaf karya Imam al-

Zamakhsyarī.28

3. Dara Humaira dan Khairun Nisa, Unsur I’tizali Dalam Tafsir Al-

Kasysyāf (Kajian Kritis Metodologi Al-Zamakhsyarī), Jurnal

Maghza vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2016. Penelitian ini

memaparkan konsep-konsep penafsiran al-Zamakhsyarī yang

26 Muhammad Anas, “Al-Dakhīl dalam Tafsir al-Mawardy (Studi atas Kitab

al-Nukât wa al-‘Uyȗn Juz 1 dan 2)” (Skripsi S1., UIN Sunan Gunung Djati Bandung,

2004). 27 Ermita Zakiyah, “Aspek Paham Mu’tazilah Dalam Tafsir Al- Kasysyâf

Tentang Ayat-Ayat Teologi (Studi Pemikiran al-Zamakhshary)” (Tesis S2., Institut

Agama Islam Negri Sunan Ampel, 2013) . 28 Lenni Lestari, “Konsep Keadilan dan Indetrminasi Menurut al-Zamakhsyarī

(Analisis Terhadap Kisah Nabi Adam dan Hawa dalam Tafsir al- Kasysyâf)”,

Syahadah, vol. II, No. II (Oktober 2014).

Page 31: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

14

dipengaruhi oleh paham Mu’tazilah, dan argeumentasi-

argumentasi yang dibangun dalam menafsirkan al-Qur’an untuk

melegitimasi paham yang dianutnya.29

4. Hafni Bustami, “Metode Nahwu Al-Zamakhsyarī: Analisis

Terhadap Penggunaan Dalil Nahwu Dalam Tafsir Al-Kasysyāf”

(Disertasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008). Dalam

disertasi ini penulis menekankan pada sisi nahwu, hal ini

dikarenakan dalam tafsir Al-Kasysyāf al-Zamakhsyarī

menggunakan nahwu untuk menafsirkan al-Qur’an.30

Berdasarkan beberapa penelitian yang ada, penelitian tentang

dakhīl dalam kitab al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-

Aqāwīl fī Wujūh al-Ta`wīl secara komprehensif belum dilakukan. Oleh

karena itu perlu adanya penelitian terhadap dakhīl dalam ayat-ayat

yang berkaitan dengan ideologi mu’tazilah, serta alasan yang melatar

belakangi terjadinya dakhīl dalam Tafsir Al-Kasysyāf.

G. Metodologi Penelitian

Sebuah riset ilmiah dilakukan untuk mencari kebenaran obyektif.

Untuk merealisasikan itu semua, peneliti harus mempunyai metodologi

dalam penelitiannya. Metodologi merupakan serangkaian proses dan

prosedur yang harus ditempuh oleh seorang peneliti, untuk sampai

29 Dara Humaira dan Khairun Nisa, “Unsur I’tizali Dalam Tafsir Al-Kasysyâf:

Kajian Kritis Metodologi Al-Zamakhsyarī,” Maghza, vol. 1, No. 1, (Yogyakarta:

Januari-Juni, 2016). 30 Hafni Bustami, “Metode Nahwu Al-Zamakhshary: Analisis Terhadap

Penggunaan Dalil Nahwu Dalam Tafsir Al-Kasysyâf” (Disertasi S3 UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2008).

Page 32: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

15

pada kesimpulan yang benar tentang riset yang dilakukan.31 Adapun

langkah-lalngkah yang dilakukan yaitu:

1. Pengumpulan Data

Adapun metode penulis gunakan yaitu metode (library

research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai literatury

yang relevan dengan pokok masalah Al-Dakhil yang penulis

jadikan sebagai sumber penulisan, yang kemudian diindentifikasi

secara sistematis dan analisis dengan berbagai sumber primer dan

sekunder. Sedangkan data-data yang diperlukan itu berasal dari

sumber utama. Dalam hal ini yang menjadi sumber utama adalah

kitab Tafsir al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl

fī Wujūh al-Ta`wīl karya al-Zamakhsyarī.

Data yang penulis peroleh akan penulis abstraksikan melalui

metode dekriptif, bagaimana sebenarnya al-Zamakhsyarī

menyikapi dakhīl dalam kitab Tafsir al-Kasysyāf. Kemudian

penulis akan melakukan analisis kritis terhadap asumsu-asumsi

dasar tentang dakhīl tersebut. Sehingga penulis akan membuat

kesimpulan-kesimpulan secara komprehensif sebagai jawaban atas

rumusan masalah yang telah dipaparkan.

2. Metode Pembahasan

Dalam hal ini, penulis menggunakan metode “mauḍu’i”

(tematik), yaitu dengan cara membahas bentuk bentuk

pengungkapannya dalam al Qur’ān yang berkaitan dengan

ideologi mu’tazilah. Menurut al Farmawi metode “mauḍu’i”

31 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al- Qur’an dan Tafsir, h. 5.

Page 33: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

16

(tematik) adalah menghimpun atau mengumpulkan ayat-ayat al

Qur’ān yang mempunyai tujuan satu dalam surah al Qur’ān yang

sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya

sedapat mungkin dengan masa turunnya, selaras dengan masa

turunnya, kemudian kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut

dengan penjelasan-penjelasan berhubungan dengan ayat lain

kemudian menistibatkan hukum hukum32. Langkah-langkah

metode “mauḍu’i” (tematik) yang diambil, sebagai berikut:

a) Menetapkan tema yang akan dikaji secara mauḍu’i.

b) Melacak dan mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang

berkaitan dengan tema tersebut.33

Kemudian menghubungkan dengan beraneka ragam masalah

yang terdapat dalam ayat tersebut kedalam suatu tema, serta

mengungkapkan kesimpulan dari seluruh bahasannya sebelumnya

dan sekaligus membahas yang dikemukakan di atas. Dalam hal ini

penulis tidak memperluas kajian ayat-ayatnya. Penulis hanya

mengambil example ayat yang ditafsirkan secara jelas oleh al-

Zamakhsyarī.

Berhubungan bahan primer yang terdiri dari empat jilid yang

mengurai seluruh ayat dalam al-Qur’an, sedangkan penelitian ini

berkenaan dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan permasalahan

ideologi Mu’tazilah (al-uṣul al-khamsah).

32 Abdul Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’I: Sebuah Pengantar Terj.

Surya A. Samran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 36, Lihat M.Quraish

Sihahb , Membumikan Al Qur’an, (Jakarta: Mizan, 1992), Cet ke-I, 115. 33 Abdul Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’I, 45-46.

Page 34: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

17

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penelusuran dalam melakukan penelitian,

penulis menyuguhkan alur pembahasan dalam beberapa bab dan sub

bab tertentu. Adapun rasionalitas pembahasan penelitian adalah:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencakup latar

belakang masalah yang membahas tentang seberapa unik dan menarik

tema yang dibahas untuk dijadikan penelitian. Selanjutnya mengenai

identifikasi masalah yang membahas tentang kemungkinan

permasalahan-permasalahan yang muncul untuk dijadikan fokus

pembahasan, dilanjutkan dengan rumusan masalah yang akan dijawab

dalam penelitian ini, kemudian mengenai tujuan penelitian tentang

arah yang ingin dituju dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam

penelitian. Dilajutkan dengan tinjauan pustaka yang memaparkan

penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang bersangkutan

untuk menghindari adanya persamaan pembahasan. Selanjutnya,

metode penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, sumber data,

pendekatan penelitian, dan tekhnik pengolahan data. Sedangkan

sistematika penulisan merupakan bagian terakhir dari bab ini yang

menjelaskan tentang gambaran umum isi penelitian. Bab pertama

inilah yang akan menjadi acuan dalam penelitian.

Bab kedua akan menyuguhkan tinjauan umum tentang al-dakhīl,

yang terdiri dari tiga sub bab, yang dimulai dari tafsir definisi tafsir,

definisi dakhīl dan macam-macamnya, transformasi dakhīl ke dalam

kajian tafsir. Dilanjutkan respon para ulama terhadap penyimpangan-

penyimpangan dalam karya tafsir. Bab ini merupakan gambaran umum

yang digunakan sebagai bahan analisis pada bab selanjutnya.

Page 35: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

18

Kemudian bab ketiga menyuguhkan tentang biografi al-

Zamakhsyarī dalam kitab al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn

al-Aqāwīl fī Wujūh al-Ta`wīl, yang meliputi latar belakang kehidupan

al-Zamakhsyarī, guru dan muridnya, karya-karya, madzhab al-

Zamakhsyarī, latar belakang penulisan kitab dan metodologi Tafsir al-

Kasysyāf. Bab ketiga ini dimaksudkan untuk al-Kasysyāf ‘an Haqāiq

al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh al-Ta`wīl pemikiran al-

Zamakhsyarī tentang al-dakhīl melalui setting sosio-historis.

Bab keempat mencakup bentuk penyimpangan penafsiran al-

Zamakhsyarī. Pada bab ini, membahas bentuk dakhīl dalam ayat-ayat

ideologi mu’tazilah, serta menganalisa terjadinya dakhīl dalam kitab

al-Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh al-

Ta`wīl.

Bab kelima merupakan penutup yang terjadi dari kesimpulan

yang merupakan jawaban singkat yang diajukan dalam rumusan

masalah serta saran untuk penelitian selanjutnya. Pada bagian akhir,

penulis akan menyertakan daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan

riwayat hidup penulis (Curriculum Vitae).

Page 36: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

19

BAB II

LANDASAN TEORITIS TENTANG AL-DAKHĪL FĪ TAFSĪR

A. Definisi al-Dakhīl fī Tafsīr

Secara bahasa دخل yang terdiri dari huruf dāl, khā’ dan lām

bermakna bagian dalamnya rusak, ditimpa oleh kerusakan dan

mengandung cacat.1 Menurut Ibnu Mandūr al-Dakhīl adalah kerusakan

yang menimpa akal dan tubuh.2 al-Rāghib al-Aṣfiḥānī menyebutkan

bahwa kata dakhala merupakan kinayah dari suatu kerusakan.3 Makna

al-dakhīl yang berasal dari kata دخل dapat juga memiliki arti tipu daya,

atau kejelekan. Allah berfirman:

نكمم ب ي م انكمم دخلا ول ت تخذوما ايم

“Dan janganlah kalian menjadikan sumpah-sumpahmu sebagai bentuk

tipu daya diantara kalian.” (Q.S. An-Nahl [16]: 94).

Ibrahim Khalifah dalam kitabnya al-Dakhīl fī al-Tafsīr, aib dan

cacat itu dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: (a)

keterasingan, seperti kata serapan dan tamu yang tak diundang; (b)

cacat indrawi dan cacat lainnya yang terselubung dan tidak diketahui

kecuali setelah diteliti dengan seksama, seperti penyakit, usaha makar,

penipuan, keraguan, ulat dalam batang dan lain-lain.4

Berdasarkan pengertian bahasa diatas, dapat disimpulkan bahwa

al-dakhīl yang berasal dari kata kerja dakhila mempunyai arti:

1 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir: Cara Mendeteksi

Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi Dalam Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: PT Qaf

Media Kreativa 2019), 50. 2 Ahmad Fakhruddin Fajrul Islam, Al-Dakhīl Fī Tafsīr (Studi Kritis dalam

Metodologi Tafsir), Tafaqquh, vol. 2, No. 2, (Jombang: Desember, 2014): 81. 3 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 50. 4 Muhammad Ulinnuha: Konsep al-Aṣīl dan al-Dakhīl dalam Tafsir Alquran,

Madania, Vol. 21, No. 2 (Desember 2017): 129.

Page 37: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

20

kerusakan, aib, penyakit, makar, dan penipuan. Sifat al-dakhīl adalah

merusak dan mengganggu kebaikan dalam semua hal, karena tafsir

maupun hadis dapat mengalami kehancuran atau keraguan dalam

bentuk penuturannya dan sumber periwayatannya.

Fāyed dalam bukunya al-Dakhīl fī Tafsīr Alqurān al-Karīm

mendefinisikan al-dakhīl dengan penafsiran al-Qur’an yang tidak

memiliki sumber, argumentasi dan data yang valid dari agama,5 baik

penafsiran tersebut menggunakan riwayat-riwayat hadis lemah dan

palsu ataupun menggunakan teori-teori sesat.6

Menurut Jamāl Muṣṭafa al-Najjār, al-Dakhīl dalam tafsir adalah

sesuatu yang dengan kebohongan dinisbatkan kepada Rasulullah saw.

sahabat, tabi’in atau penafsiran dengan menggunakan riwayat yang

memang bersumber dari sahabat, atau tabi’in, tetapi tidak memenuhi

syarat-syarat diterimanya periwayatan tersebut, atau sesuatu yang lahir

dari pendapat yang tercela (menafsirkan al-Qur’an dengan pikiran

yang salah).7

Jadi al-dakhīl dalam tafsir yaitu suatu metode atau cara

penafsiran yang tidak memiliki sumber penetapannya dalam islam,

bertentangan dengan ruh al-Qur’an dan bertolak belakang dengan akal

sehat, sehingga memunculkan pemahaman yang tidak tetap terhadap

al-Qur’an.8

5 Fāyed , al-Dakhīl fī Tafsīr Alqurān al-Karīmi, juz 1, 13. 6 Ibrahim Khalifah, al-Dakhīl fī al-Tafsīr (Kairo: Universitas Al-Azhar, 1996),

Jilid 1, 41. 7 Jamāl Muṣṭafa al-Najjār, Uṣul al-Dakhīl fī al-Tafsīr Ayy al-Tanzīl (Kairo:

Universitas al-Azhar, 2009), 26. 8‘Abd al-Wahhāb ‘Abd al-Wahhāb Fāyed, al-Dakhīl fī Tafsīr Alqurān al-

Karīm (Kairo: Maṭba’ah al-Ḥaḍārah al-‘Arabiyyah, 1980), 3.

Page 38: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

21

Studi al-dakhīl berkaitan dengan rekontruksi tafsir9, karena al-

dakhīl sering berkaitan dengan masalah dalam diri mufassir. Ketika

para mufassir mulai menafsiri bagian kandungan al-Qur’an terjadi

banyak kesalahan. Kesalahan-kesalahan mufassir telah dirangkum

menjadi satu kesatuan yang utuh dan bersifat sangat khusus, tidak

tercampur dengan kajian studi ilmu lainnya yang bersifat sistematis,

seperti; Asbāb-An-Nuzūl, Nasikh Mansūkh dan lain sebagainya.

Teori al-dakhīl selalu diiringi dengan masalah al-aṣīl dalam

tafsir, karena al-aṣīl termasuk perantara untuk mengetahui dan

mengukur tingkat objektifitas penafsiran, sebelum mengalami

kerusakan yang disebabkan oleh al-dakhīl. Dalam konteks ini menurut

Abd al-Wahhāb ‘Abd al-Wahhāb Fāyed, al-aṣīl antonim dari al-dakhīl.

Al-aṣīl berasal dari bahasa Arab al-aṣl yang berarti asal, valid, dasar,

pokok, dan sumber. Secara bahasa adalah segala sesuatu yang memiliki

asal usul yang pasti dan jelas, autentik, orisinil, dan valid.10 Al-aṣīl

menurut istilah adalah tafsir yang diambil dari al-Qur’an melalui

sebuah jalan yang benar dan sesuai dengan uṣūl atau diriwayatkan

secara maqbūl dari Rasulullah atau dari salah satu sahabat dan

tabi’in.11

Al-aṣīl menurut Abdul Wahab fāyed hanya mencakup satu jalur

tafsir saja yaitu bi al-Ma’ṡūr dan belum mengakomodasi tafsir bi al-

ra’yi. Menurutnya, sumber autentik penafsiran itu terdiri;

Pertama : tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an.

9 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir: Cara Mendeteksi

Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi Dalam Penafsiran al-Qur’an, 44-46. 10 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 46-49. 11 Ahmad Sa’īd Ibrahīm ‘Abdurrahman, Muqaddimah Uṣūl Tafsīr (Kairo:

Dar-Al-Bashāir, 2006), 474.

Page 39: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

22

Kedua : tafsir al-Qur’an dengan Sunnah Nabi yang

shahih.

Ketiga : tafsir al-Qur’an dengan ucapan para sahabat

dan tabi’in yang valid dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Keempat : kaidah bahasa Arab yang disepakati mayoritas

ahli bahasa.

kelima : ijtihad (rasio) yang berbasis pada data, kaidah

teori dan argumentasi yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.12

Model penafsiran di atas menggambarkan bahwa penafsiran

terbaik adalah jika disandarkan pada sumber tafsir secara riwayat.

Masing-masing dari sumber tafsir mempunyai keutaman yang tinggi

sebagai pegangan untuk mencari hakikat kebenaran hukum.

B. Klasifikasi al-Dakhīl

Bentuk-bentuk al-dakhīl dalam tafsir diklasifikasi menjadi tiga

jalur yaitu jalur al-Ma’ṡūr (riwayat), jalur al-ra’yi (rasio) dan jalur al-

isyārah (intuisi). Masing-masing jalur kemudian lagi menjadi beberapa

bagian.

Pertama, al-dakhīl jalur al-aṡar (riwayat), meliputi: hadis

mauḍū` (palsu), hadis ḍa’īf (lemah), riwayat isrā’īlīyāt yang

bertentanga dengan al-Qur’an dan sunnah juga isrā’īlīyāt yang tidak

didukung oleh ajaran agama, pendapat sahabat dan tabi`in yang tidak

12 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 80.

Page 40: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

23

valid, pendapat sahabat dan tabi`in yang bertentanga dengan al-Qur’an,

sunnah, hukum logika dan tidak dapat dikompromikan.13

Kedua, al-dakhīl jalur al-ra’yi (rasio), meliputi: tafsir yang

didasari niat buruk dan skeptisme terhadap ayat-ayat Allah, tafsir

eksoteris tanpa mempertimbangkan sisi kepantasannya bila disematkan

kepada Dzat Allah, penafsiran distorsif atas ayat-ayat dan syariat Allah

dengan mengabaikan sisi literal ayat, tafsir esoteris yang tidak

didukung argumentasi yang kuat, penafsiran yang tidak berbasis pada

prinsip dan kaidah tafsir yang baku, penafsiran saintifik yang terlalu

jauh dari konteks linguistik, sosiologis dan psikologis ayat.

Ketiga, al-dakhīl dari jalur al-isyārah (intuisi), meliputi antara

lain: tafsir esoteris yang dilakukan oleh sekte Bāṭinīyah, tafsir sebagian

kaum sufi yang tidak mengindahkan makna eksoteris ayat.14 Secara

lebih detail, klasifikasi al-dakhīl diatas dapat dilihat pada table berikut:

2.1. Klasifikasi al-Dakhīl

No Klasifikasi al-

Dakhīl Sumber Bentuk/Macam

1 bi al-Ma’ṡūr Riwayat

(sunnah,

pendapat

sahabat, dan

tabi`in serta

isrā’īlīyāt)

1. Isrā’īlīyāt;

2. Hadis mauḍū` (palsu);

3. Hadis ḍa’īf (lemah);

4. Pendapat sahabat dan

tabi`in yang tidak

valid;

5. Pendapat sahabat dan

13 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 76. 14 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 77.

Page 41: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

24

tabi`in yang

bertentanga dengan al-

Qur’an, sunnah,

hukum logika dan

tidak dapat

dikompromikan.

2 bi al-Ra’yi Rasio/Ijtihad 1. tafsir yang didasari

niat buruk dan

skeptisme terhadap

ayat-ayat Allah;

2. Tafsir eksoteris tanpa

mempertimbangkan

sisi kepantasannya bila

disematkan kepada

Dzat Allah;

3. Penafsiran distorsif

atas ayat-ayat dan

syariat agama;

4. Penafsiran yang tidak

berbasis pada prinsip

dan kaidah tafsir yang

disepakati mayoritas

ahli tafsir;

5. Penafsiran saintifik

yang terlalu jauh dari

konteks linguistik,

sosiologis dan

Page 42: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

25

psikologis ayat.

3 bi al-Isyārah Hati/Intuisi 1. Tafsir esoteris yang

dilakukan oleh sekte

Bāṭinīyah, Bahā’īyah,

Qadyānīyah;

2. Tafsir sebagian kaum

sufi yang menafikan

makna eksoteris ayat

dan tidak memiliki

argumentasi kuat.

Adapun tabel sumber-sumber autentik tafsir al-Qur’an atau al-

aṣīl sebagai antonim dari al-dakhīl sebagai berikut:

2.2.Klasifikasi al-Aṣīl

No Sumber Autentik Cara Kerja/Bentuk

1 Al-Qur’an 1. Tafṣil al-mūjaz (merinci yang

ringkas/global);

2. Bayan al-mujmal (menjelaskan yang

belum jelas/mujmal);

3. Takhṣīṣ al-‘ām (mengkhususkan yang

umum);

4. Taqyīd al-mutlaq (membatasi yang

tidak terbatas);

5. Penjelasan dengan cara naskh

(penghapusan/penggantian);

6. al-Taufiq bayna mā Yūhim al-Ta’ārud

(mengkompromikan ayat-ayat yang

Page 43: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

26

terkesan berlawanan);

7. Melalui qirā’āt (bacaan) al-Qur’an.

2 Sunnah Nabi saw. 1. Bayan al-Mujmal (menjelaskan ayat

global);

2. Taqyīd al-Muṭlaq (membatasi yang

mutlak);

3. Takhsīs al-‘Ām (mengkhususkan yang

umum);

4. Taudīh al-Musykil (menjelaskan yang

ambigu);

5. Bayān al-Naskh

(menghapus/mengganti);

6. Bayān al-Ta’kīd (menegaskan dan

menguatkan);

7. Takrīr mā Sakata ‘Anhu al-Qur’ān

(menetapkan hukum yang belum

disebutkan dalam al-Qur’an).

3 Pendapat Sahabat

dan Tabi’in

1. Pendapat yang disepakati (mujma’

‘alayh);

2. Pendapat yang diperselisihkan

(mukhtalaf fih);

3. Pendapat mengenai hal-hal supra-

rasional (lā majāla li al-ra’yi fih);

4. Pendapat yang terkait wilayah ijtihad

(li al-ra’yi fihi majāl).

4 Bahasa Arab 1. Syair, puisi, prosa, surat-menyurat

dan dialek Arab.

Page 44: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

27

2. Kaidah dan rahasia-rahasia bahasa

Arab, meliputi antara lain: kosa kata,

diksi, susunan dan penjelasan kalimat.

3. Gaya bahasa, meliputi: keindahan

(badī), ketepatan (ma’āni), kejelasan

(bayan), semantik (dalālah) dan

berbagai aturan main gramatikal dan

sastra rab lainnya.

5 Ijtihad/Ra’yi/Rasio 1. Tafsir ijtihad/ra’yi yang sesuai

dengan dalil syar’ī dan kaidah bahasa

Arab (maḥmūd). Tafsir semacam ini

diterima dan dijadikan rujukan

autentik penafsiran.

2. Tafsir ijtihad/ra’yi yang tidak sesuai

dengan dalil syar’ī dan kaidah bahasa

Arab (mazmūm). Yang semacam ini

tidak recommended dan tertolak.

C. Transformasi Dakhīl ke dalam Kajian Tafsir

Potensi al-dakhīl sejatinya telah muncul sejak sebelum Islam

dating. Pasalnya, sebelum islam datang di Jazirah Arab, telah ada

sekelompok Ahli Kitab yang sebagian besar berbangsa Yahudi.15

Mereka berhijrah dan masuk jazirah Arab pada sekitar tahun 70

15 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 54.

Page 45: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

28

masehi. Mereka bermukim di Yasrib, sebagian ada juga yag hidup

berkelompok di Yaman dan Yamāmah.16

Interaksi umat Islam dengan ahli kitab terutama Yahudi, menjadi

salah satu faktor terjadinya transformasi dakhīl ke dalam kajian tafsir

yang ditandai dengan banyaknya ahli kitab yang masuk Islam, seperti

`Abd al-`Azīz ibn Juraij, Abdulah ibn Salām Ka’ab al-Aḥbār, dan

Wahb ibn Munabbih. Sehingga keberadaan mereka yang notabene

sebagai sumber periwayat isrā’īlīyāt cukup berpengaruh dalam

penyebaran riwayat-riwayat tersebut.17

Kemudian penyebaran riwayat isrā’īlīyāt dari Ahli Kitab ini

semakin marak pada masa tabi`in sehingga seorang pembaca tafsir

akan sulit membedakan mana cerita yang shahih dan mana cerita yang

dibuat-buat oleh ahli kitab. Hingga khususnya al-dakhīl bi al-Ma’ṡūr

yang berasal dari isrā’īlīyāt terus berkembang seiring dengan

perkembangan zaman. Penyebab utama banyaknya corak tafsir dalam

berbagai bentuk tanpa melalui pengamatan yang lebih mendalam

tentang aturan penafsiran. Beberapa riwayat yang melemahkan yang

melemahkan tafsir al-Ma’ṡūr di antaranya adalah:

1. Kabar atau riwayat yang dihembuskan orang-orang Zindik dan

kaum Yahudi Persia, Roma dan lainnya yang berpura-pura masuk

islam dengan tujuan menghancurkannya.

2. Riwayat berupa ucapan dan pendapat yang dinisbatkan kepada

para sahabat dan para tabi`in tanpa menggunakan sanad.

16 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Kairo: Dār al-

Kutub wa al-Hadīts, 1976), Jilid 1, 25. 17 Maryam Shofa, Al-Dakhīl dalam Tafsir al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān Karya

al-Qurtubī: Analisis Tafsir Surah al-Baqarah‛, Ṣuḥūf, vo. 6, No. 2 (2013): 273.

Page 46: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

29

3. Ahlu kitab yang masuk islam banyak membawa khurafat dan

kebohongan, seperti : Ka’ab al-Aḥbār, Wahab ibn Munabbih, dan

Abdullah bin Salam, Tamin al-Dāri.18

Adapun terkait dengan al-dakhīl dalam tafsir bi al-ra’y, para

ulama mencatat ada beberapa sebab yang turut mendorong masuk dan

berkembangnya dakhīl bi al-ra’yi ini. Antara lain, yang paling utama

adalah pemahaman mufasir yang sangat subjektif.19 Subjektivitas

pemahaman /penafsiran tersebut terjadi karena; pertama, tidak

terpenuhinya syarat-syarat sebagai penafsir al-Qur’an. Karena itu,

ketika ia bertemu dengan ayat yang secara ẓāhir bertentangan dengan

akal, mufasir langsung mengambil kesimpulan dan menerjemahkan

ayat tersebut secara ẓāhirnya saja, tanpa memandang konteksnya serta

kemungkinan makna lain yang dikandung ayat itu. Kedua, menafsirkan

al-Qur’an untuk menjustifikasi pandangan golongan atau kelompok

tertentu, seperti yang dilakukan oleh sebagian sekte Muktazilah,

Bābīyah, Bahā’īyah dan Aḥmadīyah,20 yang menyelewengkan dan

menafsirkan al-Qur’an menurut hawa nafsu mereka saja, serta menolak

teks-teks yang bertentangan dengan akidah dan keyakinan mereka.

Sementara DR. Thahir Mahmud Muhammad Ya’qub dalam kitab

Asbāb al-Khatā` fī al-Tafsīr: Dirāsatuhu wa Tashiliyyatu, menjelaskan

empat penyebab timbulnya kesalahan dalam penafsiran, yaitu21:

18 Muhammad bin Muhammad Abū Syahibah, Isrā’īlīyāt wa al-Mauḍū`āt fī

Kutub al-Tafsīr (Kairo: Maktabah Sunnah, 2006), 83,88,91. 19 Muhammad Huseīn Dzahabi, Penyimpangan-penyimpangan dalam

Penafsiran, 14. 20 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir, 60. 21 Sriwayuti, “Al-Dakhīl dalam Tafsīr al-Munīr al-Tanzīl Karya Syaikh

Nawawi al-Bantani” (Skripsi S1 UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017), 24-26.

Page 47: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

30

1. Berpaling dari sumber dan dasar tafsir yang otentik dan shahih.

Kaidah-kaidah dan uṣūl dalam setiap keilmuan merupakan pokok

yang menjadi landasan untuk melangkah. Berpaling dari sumber

merupakan langkah awal dari suatu penyimpangan. Penyimpangan

dalam hal ini bisa dilakukan dengan pengguanaan ijtihad atas ayat

yang sudah dijelaskan dalam nash lain, atau menafsirkan al-

Qur’an dengan berpegangan pada hadis mauḍū`dan ḍa`īf, riwayat-

riwayat Isrā’īlīyāt, prasangka dan dongeng, berpedoman pada

makna bahasa semata dan mengalahkan riwayat yang sahih, serta

berpegangan pada kewajiban yang bersifat majaziyah dan tunduk

pada tamsil dan imajinasi, terlalu larut dalam filsafat dan ilmu

kalam, serta hanya mengandalkan perkataan ahli bid’ah dan

mengikuti hawa nafsu.

2. Tidak teliti memahami teks ayat dan ḍalalah-nya.

3. Menundukan nash al-Qur’an untuk kepentingan hawa nafsu,

fanatisme madzhab, dan bid’ah. Seperti pada surat al-Ra’d ayat

25:

ثاقه ب عمد مي م د الله منم ي ومصل انم به الله امر ما وي قمطعومن والذيمن ي ن مقضومن عهمسدومن رمض ف وي فم ك الم ى

ار اوله ء الد لم اللعمنة ولمم سوم

“Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah

diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah

agar disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu

memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk

(Jahanam)". (QS. Al-Ra’d [13]: 25).

Sebagian ulama’ Syi’ah mengatakan bahwa ayat tersebut

turun berkaitan dengan kaum Khawarij, kemudian sebagai

Page 48: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

31

balasannya, Khawarij menyatakan bahwa yang dimaksud dalam

surat al-Baqarah ayat 204 adalah Ali bin Abi Thalib.

يهوة ف ومن الناس منم ي عمجبك ق ومله ن ميا الم هد الد الد وهو ق لمبه فم ما علهى الله ويشمصام الم

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang

kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada

Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang

yang paling keras.” (QS. Al-Baqarah [2]: 204).

4. Mengabaikan sebagian syarat-syarat mufassir. Setiap mufassir

dianjurkan selalu mewaspadai bentuk-bentuk kerancauan akibat

dari akala tau riwayat yang salah. Pengkaji al-Qur’an dituntut

bersikap jujur dan ikhlas dalam mencari kebenaran termurni.

Pengkaji hendaknya terbebas dari pengaruh hawa nafsu,

kepentingan, fanatisme kelompok dan faham yang dianutnya.22

Tafsir hanya menerima riwayat yang jelas secara menyeluruh.23

Berdasarkan sebab-sebab di atas, secara garis besar sebab-sebab

tersebut tercover dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari Islam itu

sendiri, yang berkaitan langsung dengan keilmuan mufassir dan yang

melatarbelakanginya. Seperti tidak memenuhi persyaratan sebagai

mufassir, atau memiliki kecenderungan yang menjadikan

penafsirannya menyimpang seperti karena adanya pertentangan-

pertentangan madzhab dan teologi. Sedangkan faktor yang kedua yaitu

faktor eksternal, yang berasal dari luar Islam untuk menghancurkan

Islam. al-Qur’an adalah kekuatan terbesar umat islam, maka

22 Daud Rasyid, Islam dalam Berbagi Dimensi (Jakarta: Gema Insani Press,

1998), 95. 23 Muhammad Huseīn Dzahabi, Buhūṡ fī `Ulūmi Tafsīr, 367.

Page 49: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

32

kelemahan terbesar juga ada padanya. Jika al-Qur’an yang sudah

dijamin keontetikannya oleh Allah, maka jalan lain untuk

menghancurkan Islam adalah melalui penafsiran-penafsiran, yang

selanjutnya dapat menyesatkan para pengikutnya. Melalui penyusupan-

penyusupan riwayat isrā’īlīyāt, hadis-hadis palsu dan sebagainya.

D. Pandangan ulama terhadap al-Dakhīl

Pandangan para ulama mengenai masalah al-dakhīl dalam tafsir

seperti pemaparan di atas, secara garis besar dakhīl mempunyai

orientasi lebih luas terhadap periwayatan-periwayatan baik yang

berupa hadis-hadis ḍa`īf, palsu, maupun isrā’īlīyāt dalam tafsir.

Sebagaimana yang telah diketahui antara al-dakhīl dengan riwayat

isrā’īlīyāt memiliki hubungan yang sangat dekat dan kuat. Oleh sebab

itu pandangan ulama tentang al-dakhīl tidak jauh berbeda. Adapun

ulama-ulama yang menolak tentang hal tersebut dalam tafsir Alquran,

diantaranya: Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Syaltut,

Abu Zahrah, Abdul Aziz Jawisy, dan al-Qasimi.24

Mereka ini mengacu pada ayat-ayat Alquran dan hadis sahih.

Seperti di pada ayat:

بن با ف ت ب ي ن وما انم تصي م ءكمم فاسق

ي ها الذيمن اهمن وما انم جا بحوما علهى يه ب وما ق ومماا بهالة ف تصم ما ف علمتمم نهدميم

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang

kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar

kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan

24 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyat dalam Tafsir Al-Ṭabari

dan Tafsir Ibnu Kaṡīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 42-43.

Page 50: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

33

(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS.

Al-Hujurat [49]: 6).

Ayat di atas memberi pengertian bahwa sebuah konsep Qur`ani

yang ilmiah dalam memeriksa, menyaring dan mengecek berita jika

sumbernya dari orang-orang fasik. Menanggapi berita dari orang

Yahudi, sesungguhnya orang-orang Yahudi dalam riwayat isrā’īlīyāt,

senantiasa lihai dalam bualan dan mengubah berita, dan mereka tidak

dapat dipercaya dalam konteks sejarah, berita, maupun riwayat.

Kebanyakan yang keluar dari mulut mereka mengandung karakter

kontra-diksi, klaim, distori dan mitos.25

Namun sebagian ulama lagi ada yang memperbolehkan, namun

dengan syarat tertentu. Seperti diantaranya adalah Ibnu Kaṡīr dan

Ibnu Taimiyah.26 Dalam hal ini, Ibnu Kaṡīr dan Ibnu Taimiyah

membagi isrā’īlīyāt menjadi tiga:

Pertama, jika kita mengetahui kebenaran kisah isrā’īlīyāt sesuai

dengan ajaran Islam, maka adalah benar. Akan tetapi, dalam hal ini

(cukup ajaran Islam sebagai pegangan), sedangkan kisah-kisah

isrā’īlīyāt hanya untuk isrā’īlīyāt (bukti pendukung). Kedua, jika kita

mengetahui tentang kedustaannya (menyalahi ajaran Islam), maka kita

harus menolaknya. Ketiga, kisah-kisah yang didiamkan, cerita yang

tidak ada keterangan kebenaran dan pertentangan dalam Islam, tidak

dipercayai dan tidak didustakan. Hal senada juga disampaikan al-

Baqaˊi. Dia mengatakan, kisah-kisah tersebut boleh dimuat dalam

25 Ali Mursyid dan Zidna Khaira Amalia, Benarkah Yusuf dan Zulaikha

Menikah?: Analisa Riwayat isrā’īlīyāt dalam Kitab Tafsir, Wawasan: Jurnal Ilmiah

Agama dan Sosial Budaya, vol. 1, no. 1, (Januari, 2016): 98. 26 Ali Mursyid dan Zidna Khaira Amalia, Benarkah Yusuf dan Zulaikha

Menikah?, 99.

Page 51: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

34

tafsir al-Qur’an selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ia

mengatakan bahwa cerita itu dimuat hanya sebagai istithnāˊ

(pengecualian) saja, bukan untuk dijadikan dasar akidah dan bukan

pula dijadikan dasar hukum.27

27 Ali Mursyid dan Zidna Khaira Amalia, Benarkah Yusuf dan Zulaikha

Menikah?, 100.

Page 52: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

35

BAB III

TINJAUAN UMUM BIOGRAFĪ

AL-ZAMAKHSYARĪ

A. Biografī al-Zamakhsyarī

Al-Zamakhsyarī memiliki nama asli ialah Abū al-Qāsim

Maḥmūd b. ‘Umar al-Khawārizmī al-Zamakhsyarī. Pada saat itu

banyak yang memberikan gelar kepada al-Zamakhsyarī sebagai al-

Khawārizmī, Jārullah, dan Fakhr al-Khawārizmī. Tetapi panggilan

yang diketahui dan dikenal pada masa itu adalah jārullah karena ia

lama tinggal di kota Mekkah.1 Ia lahir pada hari Rabu 27 Rajab 467

H/1075 M di daerah perkampungan kecil yang bernama Zamakhsyar

yang terdapat di kawasan Khawarizmi Turkistan.2 Ayahnya merupakan

tokoh agamawan yang ahli beberapa bidang ilmu keislaman sehingga

tidak heran seorang al-Zamakhsyarī merupakan tokoh intelektual yang

cukup dikenal itu dilahirkan dan diajarakan langsung oleh Ayahnya

sendiri yang merupakan seorang ahli ilmu dan sastra di kampung

halamannya. Tetapi ayahnya diduga terlibat masalah politik dengan

penguasa saat itu, ayahnya di masukkan ke dalam penjara. Menurut al-

Juwaini, kejadian saat itu perdana menteri orang yang berperilaku

buruk, hingga akhirnya ayah al-Zamakhsyarī meninggal karena

mengalami penyiksaan di dalam penjara. Sedangkan ibu al-

1 Abī al-Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Khawārizmī al-Zamakhsyarī, al-

Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh al-Ta`wīl , jilid I

(Maktabah al-‘Abīkān, 1998), 12. 2 Sayyid Muhammad Alī Ayāzi, al-Mufassirūn Ḥayātuhum wa Manhajuhum,

574. Lihat juga, Manna Khalīl al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir

AS. (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2013), 530. Muhammad Husain al-Dzahabī,

al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, jilid I (al-Qāhirah: Maktabah Wahbah, t.t.), 304.

Page 53: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

36

Zamakhsyarī sebagai seorang yang lemah lembut dan penuh kasih

sayang.3

Setelah al-Zamakhsyarī merasa cukup belajar dari ayahnya, ia

memulai rihlah intelektual ke kota Bukhara untuk mencari ilmu,

karena pada masa itu kota tersebut terkenal dengan kesatraannnya. Di

sana ia tidak membutuhkan waktu lama untuk menguasai berbagai

disiplin ilmu, seperti ilmu ushul fīqh, ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu

kalam dan ilmu fīlsafat. Setelah itu ia berangkat lagi ke Naisabur dan

menetap disana dengan waktu yang tidak lama. kemudian berangkat

lagi ke Bukhara, Khurasan dan Mesir.4 Dari sekian banyak yang ia

pelajari itu menjadikannya sebagai tokoh yang multi-disipliner dalam

keilmuan Islam.

Salah satu motivasi al-Zamakhsyarī dalam menuntut ilmu adalah

untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Kiprah keilmuannya

dimulai sejak ia masih kecil. Pada awalnya ia mendapatkan pendidikan

dasar di negerinya sendiri, di Khawarizm. Untuk mengejar cita-

citanya tersebut, al-Zamakhsyarī mencoba menarik simpati para

pembesar kerajaan. Ia pergi ke daerah Khurasan kemudian ke Asfahan

(sekarang wilayah Iran), tempat istana kerajaan Saljuk Malik Syah (w.

511 H). Di kota ini, ia mendapat sambutan yang istimewa dari para

pemuka pemerintah termasuk Khalifah Nizām al-Mulūk sampai

akhirnya ia diangkat menjadi sekretaris. Akan tetapi, karena merasa

tidak puas dengan jabatannya sebagai sekretaris akhirnya ia berpindah

3 Mustafa al-Ṣawi al-Juwainī, Manhaj al-Zamakhsyarī fī Tafsīr al-Qur’an wa

Bayān I’jāzihi (Mesir: Dār al-Ma’ārif, t.t), 26. 4 Sayyid Muhammad Alī Ayāzi, al-Mufassirūn Ḥayātuhum wa Manhajuhum,

574.

Page 54: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

37

lagi menuju kota Daulah Bani Saljuk.5 Pada tahun 512 H, al-

Zamakhsyarī menderita sakit yang membuatnya berpikir kembali akan

niatnya yang salah. Akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan

perjalanan menuju Baghdad dengan maksud menimba ilmu

pengetahuan dari para ulama dan cendekiawan. Di sini ia mempelajari

hadis dari ahli hadis di antaranya: Abū al-Khattāb b. al-Bitr, Abū Sa’īd

al-Syīfani dan Syaikh al-Islām Abū Mansūr al-Hārisī. Ia juga belajar

dari al-Damiganī, seorang ahli fīqih yang bermadzhab Hanafī.6

Di Baghdad ia bermukim di Khawarizm dan menuntut ilmu

dengan berguru kepada Maḥmūd b. Jarār al-Dābi al-Isfahānī Abū

Muẓar al-Nawawi atau yang dikenal dengan Abū Mudlar, seorang

tokoh Mu’tazilah yang mengusai berbagai macam ilmu. Di bawah

bimbingan Abū Muḍar, Zamakhsyarī berhasil menguasai sastra Arab,

logika (mantīq), fīlsafat dan teologi dan beliau menjadi salah satu

ulama yang disegani dan menempati posisi yang cukup tinggi dalam

bidang pemerintahan. Ia juga berguru kepada ahli sastra yaitu Imam

Sibawaihi selama dua tahun.7 Adapun guru-gurunya yang pernah

memberikan keilmuan kepada al-Zamakhsyarī di antaranya: Abū al-

Hasan ‘Alī b. Al-Mudzfīr al-Naisabūrī, al-Sadīd al-Khayātī (ahli

Fīqih), Abū al-Sa’id al-Jasymī ( al-Muhsin b. Muhammad b. Kirāmah

al-Baihaqī, 494H), Rukn al-Dīn Muhammad al-Usūlī (ahli ilmu ushul),

5 Fauzan Na’if, Al-Kasysyaf Karya Al-Zamakhsyarī dalam A. Rofiq (ed.) Studi

Kitab Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004), 46. 6 Mustafa al-Ṣawi al-Juwainī, Manhaj al-Zamakhsyarī fī Tafsīr al-Qur’an wa

Bayān I’jāzihi (Mesir: Dār al-Ma’ārif, t.t), 33-35. 7 Ibn Munayyir, al-Masā’il al-I’tizaliyyah fī Tafsīr al-Kasysyāf li Al-

Zamakhsyarī, Jilid I (Saudi Arabia: Dar al-Andalas, 1418 H), 24. Lihat juga, Abī al-

Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq Ghawāmid al-

Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wujuh al-Ta’wīl, jilid I (Maktabah al-‘Abīkān, 1998),

14.

Page 55: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

38

Abū Mansūe Nasr al-Hāriṡ (ahli ilmu hadits), Abū al-Khitāb Nasr bin

Ahmad bin ‘Abdullah al-Batiri (494H), Abū al-Husain Ahmad bin ‘Alī

al-Dāmaghānī (540H), dan Abū Mansūr al-Jiwālīqī Mauhūb bin Abī

Ṭāhir (539H).8

Dengan berguru kepada setiap tokoh-tokoh yang memiliki

disiplin ilmu masing-masing, maka al-Zamakhsyarī salah satu tokoh

yang memiliki pengetahuan yang banyak sehingga banyak yang ingin

berguru kepadanya. Dalam muqaddimah tafsirnya disebutkan beberapa

tokoh yang pernah menjadi muridnya, di antaranya: ‘Alī bin ‘Īsa bin

Hamzah bin Wahās al-‘Alawī, ‘Alī bin Muhammad al-‘Imrānī yang

dikenal sebagai Abū al-Hasan al-Adīb, Abū al-Fadl al-Biqālī al-

Khawārizmī al-Adamī, Abū Yusūf Ya’qub bin ‘Alī bin Muhammad

bin Ja’far al-Balkhī yang merupakan tokoh yang ahli dalam ilmu

gramatika arab (ilmu Nahwu).9

Setelah rihlah diberbagai tempat dalam mencari ilmu dengan

berguru kepada ahlinya, kemudian ia menuntut ilmu kembali ke kota

Mekah. dengan menetap di sana selama tiga tahun. Karena tempat

tinggal beliau yang bertetanggaan dengan Baitullah, ia pun diberi gelar

Jārullah.10 Selama tiga tahun di Mekah. Setelah menetap di Mekkah

dengan waktu singkat, ia melanjutkan perjalanan kembali ke kota

Baghdad kemudian ke Khawarizm, selang beberapa tahun di

Khawarizm al-Zamakhsyarī pun wafat. Menurut al-Juwaini yang

8 Abī al-Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq

Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wujuh al-Ta’wīl, 14. 9 Abī al-Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq

Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wujuh al-Ta’wīl, 15. 10 Muhammad Husain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, jilid I (al-

Qāhirah: Maktabah Wahbah, t.t.), 305.

Page 56: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

39

bersumber dari Ibn Batutah bahwa al-Zamakhsyarī wafat di daerah

Jurjaniyah, sebuah daerah di Khawarizm pada hari ‘Arafah pada tahun

538 H (14 Juni 1114 M).11

B. Karya-Karya al-Zamakhsyarī

Karya yang paling fenomena dikalangan intelektual muslim

dalam disiplin tafsir adalah al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq al-Tanzīl wa

‘Uyūn al-Aqawīl fī Wujuh al-Ta’wīl, yang ditulis ketika ia berada di

kota Mekkah. Tetapi sebelum menulis kitab tafsir ini banyak karangan

tulisannya dari berbagai disiplin ilmu baik ilmu bahasa, fīqih, hadits,

sejarah, tasawwuf, maupun bidang lainnya. Di antaranya kitab yang

ditulis sebagai berikut:

1. Bidang Tafsir

a. al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqawīl fī

Wujuh al-Ta’wīl

b. al-Kasysyāf fī al-Qirāat

2. Bidang Hadis

Al-Fāiq fī Gharīb al-Ḥadīts

3. Bidang Fīqih

a. Ru’ūsu al-Masāilil Fīqhiyyah (fī al-Khilāfī al-Fīqhi baina

madzhabī Abī Hanīfah wa al-Syāfī’i)

b. Syāfī al-‘Ai min Kalām al-Syāfī’i

c. Al-Minhāj (fī Usūli al-Fīqhi)

d. Dāllatu al-Nāsyidi fī ‘Ilmi Farāidi

11 Ibn Munayyīr, Al-Masā’il Al-I’tizāliyyah fī Tafsīr Al-Kasysyāf li al-

Zamakhsyarī, Jilid I (Saudi Arabia: Dar al-Andalas, 1418 H), 41. Lihat juga,

Muhammad Husain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, jilid I (al-Qāhirah:

Maktabah Wahbah, t.t.), 305. Manna’ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥits fī ‘Ulūmi al-

Qur’ān, (Maktabah al- Ma’ārif li al-Nasyr wa al-Tauzīi, 2000), 397.

Page 57: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

40

4. Bidang Sejarah, Adab dan Tasawuf

a. Rabī’ul Abrār wa Nusūs al-Akhbār (Mukhtaratu Syatā min al-

Adābi wa al-Tarīkhi wa al-‘Ulūmi)

b. Al-Risālah al-Nāsiḥah

c. Al-Qāsidatu al-Bu’ūḍiyyati wa Ukhrā fī Masāili al-Ghazālī

d. Masāalatu fī Hikmati al-Syahādati

5. Kitab Syarah

a. Syarah Maqāmati al-Zamakhsyarī (Al-Nasāih al-Kibār)

b. Syarah Ba’da Musykilāt al-Mufassal

c. Syarah Abyāti Kitāb Sibawaih

6. Bidang Nahwu, Ma’āni, Kebahasaan

1) Al-Mufassal fī Ta’līmi al-Nahwi

2) Asāsu al-Balāghah

3) Al-Mufrad wa al-Muallif fī al-Nahwi

4) Al-Amāli fī al-Nahwi

5) Nakt al-I’rab fī Ghāribi al-I’rab

6) Samīm al-‘Arābiyyah

7) Jawāhir al-Lughah

8) Al-Asmā fī al-Lughah

9) Al-Anmudj (Mukhtasar min Mufassal fī al-Nahwi)

10) Al-Amkinah wa al-Jibāl wa al-Miyāh wa al-Baqā’ al-

Masyhūrah fī Asy’āri al-‘Arāb

11) Muqaddimah al-Adāb (Mu’jam ‘Arābi Fārisī)

12) Syaqāi al-Nu’man fī Ḥaqāiq al-Nu’man (Manāqib Imam

Abū Hanīfah)

13) Al-Atwāq al-Dzahab, Al-Naṣāih al-Sighār (fī al-Wa’di wa

al- Raqāiqi)

Page 58: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

41

14) Al-A’jabu al-‘Ajāib fī Syarhi li-Ummiyati al-‘Arāb

15) Al-Amāli fī Kulli Fann

16) Ta’līmu al-Mubtadi wa Irsyādi al-Muhtadi (Jamlu fī al-

‘Arābiyyah wa Tarjamatha bi al-Fārisiyyah li al-Nāsyiīn)

17) Khasāisu al-‘Asyrati al-Kirāmi al-Barārati

18) Diwānu al-Zamakhsyarī

19) Mutasyābahu Usāmi al-Ruwwāh

20) Al-Muhājatu fī al-Ahāji wa al-Aghluṭati

21) Al-Mustaqsā fī Amtsāli al-‘Arāb

22) Mu’jam al-Ḥudūd

23) Al-Mufrad wa al-Murakkab au Muallafu

24) Muqāmati al-Zamakhsyarī

25) Nuẓatu al-Musta’nīs

26) Al-Nasāihu al-Sighār wa al-Bawāligu al-Kibār

27) Nawabig al-Kalam (Hukmu wa Aqwal)

28) Tasliyah al-Darīr

29) Diwānu al-Rasāil

30) Diwānu al-Tamṡīl

31) Risālatu fī al-Majāz wa al-Isti’ārah

32) Al-Mustasyqā fī Amtsāl

33) Sawāiru al-Amṡāl Al-Qistās

C. Karakteristik Kitab al-Kasysyāf al-Zamakhsyarī

1. Sistematika Penulisan Kitab al-Kasysyāf

Tafsir yang ditulis oleh al-Zamakhsyarī yaitu al-Kasysyāf

disusun dengan tartīb mushafī, yaitu disusun berdasarkan

urutan surat dan ayat dalam Mushaf Utsmani (dimulai QS. al-

Fatihah [1] sampai dengan QS. al-Nās [114]). Secara sistematis

Page 59: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

42

yaitu terdiri dari 30 juz berisi 144 surat. Tafsir ini terdiri dari 4

jilid. Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyarī dalam

karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat dan

jelas. Sehingga para ulama Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir

ini dipresentasikan kepada para ulama dan mengusulkan agar

penafsirannya dilakukan dengan corak i’tizali (doktrin

mu’tazilah).12 Penulisan kitab tafsir ini dimulai dengan

menyebutkan nama surat, makkiyah dan madaniyah.13

kemudian menjelaskan makna nama surat, menyebut nama lain

dari surat itu bila ada riwayat yang menyebutkan, menyebutkan

keutamaan surat, kemudian memasukkan qira’at, bahasa,

nahwu, sharaf dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya. Kemudian

al-Zamakhsyarī menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat dengan

mengikuti pendapat orang lain, memberi argumentasinya dan

membantah pendapat orang yang berlawanan dengan dia dan

terkadang ia menyodorkan ayat-ayat pendek yang sejenis

maknanya untuk mendukung argumentasinya. Agar lebih

12 Perkembangan mu’tazilah dimulai oleh tokoh Wāsil bin ‘Aṭā’ yang

menentang ungkapan Hasan al-Basri disuatu majelis dengan memberikan

argumentasi bahwa orang yang melakukan kesalahan dosa besar maka ia tidak bisa

dikategorikan sebagai orang mukmin dan juga tidak bisa dikategorikan sebagai orang

kafir tetapi diberikan tempat pertengahan (manzilatain). Abī al-Fatah Muhammad bin

‘Abd al-Karīm al-Syahrastānī (538H), al-Milal wa al-Nihal, juz 1 ( Bairut: Dār al-

Kitab al-‘Aramiyyah, 1992), 38 13 Tentang istilah Makki dan Madani menurut para ulama berbeda pendapat

dalam memberikan batasan dan defenisi mengenai ayat-ayat Makiyyah dan

Madaniyyah. Sebagian kelompok berpendapat berdasarkan masa turunnya yaitu ayat-

ayat Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke

Madinah, dan ayat-ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan setelah

Rasulullah hijrah ke Madinah. Adapun yang berpendapat berdasarkan tempat

diturunkannya yaitu Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya,

seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah dan Madaniyyah merupakan ayat-ayat yang

turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Qubā dan Sil. Lihat, Manna al-Khalīl

Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, cet. 16 (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,

2013), 83-85

Page 60: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

43

mudah, penulis memberikan simplifīkasi dengan

mengahadirkan tabel sebagai berikut:

3.1.Substansi isi al-Zamakhsyarī

No.

Jilid Substansi Isi Nama Surah

I

Pada jilid I berisakan

tentang Muqaddimah,

biografī al-Zamakhsyarī,

kara-karya, guru-guru,

murid-murid, dan

menjelaskan beberapa

surah

QS. al-Fatihah [1],

QS. al-Baqarah [2],

QS. Ali ‘Imran [3].

II

Menjelaskan penafsiran

beberapa ayat dibeberapa

surah

QS. al-Nisā [4], QS.

al-Mā’idah [5], QS.

al-‘An’ām [6], QS. al-

‘Arāf [7], QS al-

‘Anfāl [8].

III

Menjelaskan penafsiran

beberapa ayat dibeberapa

surah

QS. al-Taubah [9],

QS. Yūnus [10], QS.

Hūd [11], QS. Yūsuf

[12], QS. al-Ra’d [13],

QS. Ibrāhīm [14], QS.

al-Hijr [15], QS. al-

Nahl [16], QS. al-Isrā’

[17], QS. al-Kahfī

[18].

Page 61: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

44

IV

Menjelaskan penafsiran

beberapa ayat dibeberapa

surah

QS. Maryam [19], QS.

Taha [20], QS. al-

Anbiyā’ [21], QS. al-

Haj [22], QS. al-

Mu’minūn [23], QS.

al-Nūr [24], QS. al-

Furqān [25], QS. al-

Syu’arā’ [26], QS. al-

Naml [27], QS. al-

Qasas [28], QS. al-

‘AnkAbūt [29], QS.

al-Rūm [30]

V

Menjelaskan penafsiran

beberapa ayat dibeberapa

surah

QS. Luqmān [31], QS.

al-Sajadah [32], QS.

al-‘Ahzāb [33], QS.

Saba’ [34], QS. Fātir

[35], QS. Yasin [36],

QS. al-Sāfāt [37], QS.

Sad [38], QS. al-

Zumar [39], QS.

Ghāfīr [40], QS.

Fussilat [41], QS. al-

Syuwar [42], QS. al-

Zukhruf [43], QS. al-

Dukhān [44], QS. al-

Jātsiyah [45], QS. al-

Ahqāf [46], QS.

Page 62: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

45

Muhammad [4], QS.

al-Fath [48], QS. al-

Hujarāt [49], QS. Qaf

[50], QS. al-Zāriyāt

[51], QS. al-Tūr [52],

QS. al-Najm [53], QS.

al-Qamar [54].

VI

Pada jilid ini merupakan

pembahasan terakhir

dalam menjelaskan

penafsiran beberapa ayat

dibeberapa surah

QS. al-Rahman [55],

QS. al-Wāqi’ah [56],

QS. al-Hadīd [57],

QS. al-Mujdalah [58],

QS. al-Hasyar [59],

QS. al-Mumtahanah

[60], QS. al-Saf [61],

QS. al-Jumu’ah [62],

QS. al-Munāfīqūn

[63], QS. al-Taghābun

[64], QS. al-Talāq

[65], QS. al-Tahrīm

[66], QS. al-Mulk

[67], QS. al-Qalam

[68], QS. al-Hāqah

[69], QS. al-Ma’ārij

[70], QS. al-Nūh [71],

QS. al-Jin [72], QS.

al-Muzammil [73],

QS. al-Mudatsir [74],

Page 63: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

46

QS. al-Qiyāmah [75],

QS. al-‘Insān [76],

QS. al-Mursalāt [77],

QS. al-Naba’ [78],

QS. al-Nāzi’āt [79],

QS. ‘Abasa [80], QS.

al-Takwīr [81], QS.

al-Infītār [82], QS. al-

Muntaffīfīn [83], Qs.

al-Insyiqāq [84], QS.

al-Burūj [85], QS. al-

Tāriq [86], QS. al-

‘Ala [87], QS. al-

Ghāsyiyyah [88], QS.

al-Fajr [89], QS. al-

Balad [90], QS. al-

Syamsy [91], QS. al-

Lail [92], QS. al-Duha

[93], QS. al-Syarah

[94], QS. al-Tīn [95],

QS. al-‘Alaq [96], QS.

al-Qadr [97], QS. al-

Bayyinah [98], QS. al-

Zalzalah [99], QS.

al’Ādiyah [100], QS.

al-Qāri’ah [101], QS.

al-Takatsur [102], QS.

Page 64: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

47

al-‘Asr [103], QS. al-

Humazah [104], QS.

al-Fīl [105], QS. al-

Quraisy [106], QS. al-

Mā’ūn [107], QS. al-

Kautsar [108], QS. al-

Kāfīrūn [109], QS. al-

Nasr [110], QS. al-

Masad [111], QS. al-

Ikhlās [112], QS. al-

Falaq [113], QS. al-

Nās [114].

2. Metode Penafsiran

Dalam kajian disiplin ilmu tafsir memiliki beberapa

metode yang digunakan para ulama tafsir, sebagaimana yang

diregulasikan oleh al-Farmawi. Menurutnya metode

penafsiran diklasifīkasikan menjadi empat bagian antaranya:

Ijmālī, Tahlilī, Muqaran, dan Mauḍū’ī14. Dalam kasus Tafsir

al-Kasysyāf tendensius menggunakan metode analisis

(tahlili). Metode tahlili juga banyak digunakan oleh karya-

karya tafsir yang besar, di antaranya kitab Tafsir al-Ṭabari,

Ibn Kaṡīr, Tafsir Mafātih al-Ghaib, dan lain-lain. Penulis

berkesimpulan bahwa metodologi tafsir al-Kasysyāf

dipandang dari metodologi dalam menafsirkan termasuk

14 Abū al-Hayy Al-Farmawī, al-Bidayah Fī ala Tafsir al-Mauḍū’ī (Mesir :

Maktabah al-Jumhuriyyah, 1977), 25

Page 65: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

48

dalam kategori tahlili,15 yakni, metode analitis yang

menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur’an dengan menjelaskan

segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di

tafsirkan serta menerangkan makna-makna yang tercakup di

dalamnya sesuai dengan keahlian hegemoni dan tendensius

mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.16

Biasanya tafsir yang menggunakan tahlili menafsirkan

ayat-ayat al-Qur’an dengan tartīb mushaf yang dimulai dari

QS. al-Fatihah [1] sampai QS. al-Nās [114]. Langkah-langkah

dalam metodologi tahlili biasanya menjelaskan derivasi kata

sesua keilmuan gramatika arab, kemudian menjelaskan

substansi makna atau tujuan ayat.

3. Corak Penafsiran

Langkah pertama untuk mengetahu corak penafsiran,

terlebih dahulu kita harus mengetahu isi kandungan atau

substansi mufasir ketika menafsirkan ayat, apakah

dihegemonikan dengan Fīqhī, ilmī, Adabī, Tabiyah, Sufīstik,

dan lainnya. Menjadikan hegemonitas ketika menafsirkan

maka akan mempengaruhi di dalam penafsiran. Tafsir al-

Kasysyāf secara umum tafsir al-Kasysyaf ini memiliki

beberapa kekhasan dalam penafsirannya, yaitu corak yang

15Metode Tahlili, Berasal dari حلل-يحل ل, Tahlili yang berarti mengurai atau

menganalisis. Metode tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur’an

dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai

urutan bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an Mushaf Utsmani. Tafsir ini disebut

juga Tajzi’i (parsial). Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an Al-Karīm, V,

(pengantar). 16Nashirudin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Cet. II (Yogyakarta:

Pustakapelajar,2000), 31

Page 66: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

49

paling dominan dalam tafsir ini adalah corak kebahasaan.

Keahlian yang berhegemoni dalam al-Zamakhsyarī adalah di

bidang ilmu bahasa dan balaghah sehingga tidak heran ketika

dalam tafsirnya banyak nuansa balaghah, sehingga corak

penafsiran terhadap setiap ayat-ayat al-Qur’an yang sangat

mempertimbangkan keindahan susunan bahasa al-Qur’an dan

balaghah-nya. Prestasinya dalam menguasai bahasa Arab

dijadikan sebagai modal fundamen untuk menginterpretasikan

ayat-ayat al-Qur’an. Sehingga menurutnya, untuk dapat

menafsirkan al-Qur’an dengan baik, seorang mufassir harus

benar-benar menguasai ilmu balaghah seperti ma’nī, badī’

dan lain-lainnya.

Al-Zamakhsyarī dikenal sebagai seorang yang ahli

dalam bahasa Arab, yang meliputi bidang sastra, balaghah,

nahwu atau gramatika bahasa yang digunakan dalam tafsirnya

al-Kasysyāf. Al-Dzahabi memberikan komentar bahwa

penafsiran al-Zamakhsyarī lebih banyak berorientasi pada

aspek balaghah untuk menyingkap keindahan dan rahasia

yang terkandung dalam al-Qur’an.17 Sehingga tafsir al-

Kasysyāf sangat terkenal di negara-negara Islam belahan

Timur, karena di sana perhatian masyarakat pada kesusastraan

sangat besar.18 Selain dari aspek balaghah, aspek nahwu dan

gramatika juga sangat kental dalam tafsir ini. Dalam tafsirnya,

ia memberikan penjelasan mengenai kedudukan kata dalam

ayat al-Qur’an secara mendalam yaitu dari segi i’rab kata,

17 Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Juz 1 (Kairo:

Dār al-Hadis, 2005), 365-366. 18 Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 383-384.

Page 67: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

50

kembalinya kata ganti (dhamīr) ha’. Salah satu contoh

penafsirannya di dalam tafsir al-Kasysyāf terhadap QS. al-

Baqarah [2] 19

علون أصـبعهم فی ءاذانم أو كصی ب م ن ٱلسماء فیه ظلمـت ورعد وبـرق ی بٱلكـفرین حذر ٱلموت وعق م ن ٱلص

میط وٱلل

Artinya: “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat

dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka

menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena

(mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah

meliputi orang-orang yang kafīr.”

Lafadz صـبعهم فی ءاذانمأ menurut al-Zamakhsyarī,

derivasi kata ini memiliki gaya bahay yang sangat luas

sehingga memiliki batasan dalam memberikan makna. Ayat

ini juga tidak diartikan sebagai menyumbat telinganya dengan

semua anak jari-jari mereka. tetapi memiliki batasan yaitu

anak. Menurutnya ayat ini sejalan dengan QS. al-Mā’idah [5]:

اأیدیـهم فٱقطعوا 38 yang maksudnya adalah bukan general

melaikan hukum potong tangan dari pergelangan tangan.19

4. Sumber di dalam al-Kasysyāf

Dalam hal ini, penulis merujuk kepada Mustafa al-Sawi

al-Juwainī dalam bukunya berjudul Manhaj al-Zamakhsyarī fī

Tafsīr al-Qur’an wa Bayān I’jāzihi, di antaranya dalam bidang

tafsir:

1) Tafsir Mujahid (wafat 104 H).

2) Tafsir Umar bin Abid al-Mu’tazili (wafat 144 H).

19 Abī al-Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq

Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wuuh al-Ta’wīl, 205

Page 68: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

51

3) Tafsir Abi Bakr al-Asham al-Mu’tazili.

4) Tafsir al-Zujjaj (wafat 311 H).

5) Tafsir al-Kabīr li al-Rummāni (384 H).

6) Tafsir al-Alawiyyin. Beliau banyak menukil dari Ali bin

Abi Thalib, Ja’far al Shadiq dan lainnya.20

Adapun rujukannnya dari kitab-kitab hadis tidak

ditemukan kecuali dari kitab shaḥīḥ muslīm saja.

Kemudian dalam bidang qira`at yaitu:

1) Mushaf Abdullah bin Mas’ud.

2) Mushaf al-Harst bin Suaid.

3) Mushaf Ubay.

4) Mushaf-mushaf ahli Hijaz dan Syam

5) Dan sebagian mushaf lainnya.

Dalam tata bahasa dan Nahwu yaitu:

1) Kitab Imam Sibawaih

2) Iṣlāḥ al-Mantiq karya Ibnu Sakit.

3) Al-Kamil Li al-Mubarrad

4) Kitab Mutammim Fī al-Khaṭa’ wa al-Hija.21

D. Teologi dan Madzhab al-Zamakhsyarī

Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan cerita singkat tentang

penulisn tafsir al-Kasysyāf yang ada dorongan dari kelompok

mu’tazilah supaya al-Zamakhsyarī menyususn kitab tafsir. Tak heran

20 Mustafa al-Ṣawi al-Juwainī, Manhaj al-Zamakhsyarī fī Tafsīr al-Qur’an wa

Bayān I’jāzihi, 20 21 Mustafa al-Ṣawi al-Juwainī, Manhaj al-Zamakhsyarī fī Tafsīr al-Qur’an wa

Bayān I’jāzihi, 90

Page 69: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

52

al-Zamakhsyarī adalah seorang teolog (mutakallimin) sekaligus

seorang tokoh Mu’tazilah yang memiliki pemahaman rasionalis,

karena kelompok mu’tazilah tendensi dalam menggunakan akal.

Hegemoni mutazilah dalam paradigma al-Zamakhsyarī banyak sekali

interpretasinya menggunakan diktum-diktum atau doktrin mu’tazilah.

tokoh mentahqīq kitab al-Zamakhsyarī bernama ‘Ali Muhammad

Mu’awwad yang memberikan penyataan bahwa al-Zamaksyarī seorang

penganut mu’tazilah dengan menguntip pendapat Ibn Taimiyyah yang

memuji ungkapan interpretasi mu’tazilah, “ mereka (kelompok

mu’tazilah) memiliki kebagusan dalam mengungkapkannya dengan

menyelinap doktrin-doktrin yang baru, tetapi banyak dari orang-orang

lain tidak mengetahuinya, seperti al-Zamakhsyarī dalam tafsir al-

Kasysyāf. Sehingga bersirkulasi di kalangan Ahl Sunnah wa al-

Jama’ah, padahal penafsiran-penafsiran mereka adalah batil”.22 Salah

satu contoh terdapat dalam QS. ‘Alī ‘Imran [3]: 185.

ا تـوفـون أجوركم یـوم ٱلقیـمة فمن زحزح عن ٱلنار وأ قة ٱلموت وإن ل كل نـفس ذاى دخیا إل متـع ٱلغرورٱلنة فـقد فاز وما نـ ٱلیـوة ٱلد

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan

sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.

Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,

maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain

hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Menurut al-Zamakhsyarī substansi ayat ini adalah kesuksesan

merupakan hal yang lebih bagus ketimbang masuk surga. Ungkapan

ini memberikan penjelasan bahwa di akhirat nanti tidak bisa melihat

22 Abī al-Qāsim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an Haqā’iq

Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wujuh al-Ta’wīl, 20

Page 70: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

53

Allah. Penafsirannya mengenai persoalan kalam ini ia lebih tendensi

membela paham yang dianutnya, sehingga ayat-ayat yang bertentangan

dengan keyakinan mazhabnya akan dimaknai dengan makna yang lain

yang mendukung dan sesuai dengan mazhabnya. Salah satu metode

yang digunakannya untuk melegitimasi mazhabnya dalam tafsir al-

Kasysyāf adalah menakwilkan lafaz-lafadz al-Qur’an agar sesuai

dengan mazhabnya. Adapaun madzhab di dalam legal formal dalam

muqaddimah al-Kasysyāf yang tahqīq oleh ‘Ali Muhammad

Mu’awwad dan ‘Ādil Ahmad ‘Abd al-Mauṣūl, ia tendensi bermadzhab

kepada Abū Hanīfah.23

E. Pandangan Ulama Mengenai Kitab Tafsir al-Kasysyāf

Setiap karya akademik yang terbit dikalangan masyarakat, pasti

akan menimbulkan pro dan kontra, begitu pula kitab tafsir al-Kasysyāf

karya al-Zamakhsyarī ini. Adapun ulama yang pro dengan al-

Zamakhsyarī memberikan pujian bahwa kitab tafsir ini bernilai tinggi.

Ia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir

lainnya. Kelebihan tersebut terletak pembahasan atau penafsirannya

yang mengungkap rahasia-rahasia balaghah yang terdapat dalam al-

Qur’an.24 Ibnu Khaldun ketika berbicara tentang tafsir yang

menggunakan pendekatan kaidah bahasa i’rab dan balaghah

mengatakan bahwa di antara sekian banyak tafsir yang memuat

berbagai macam keilmuan semacam ini al-Kasysyāf yang terbaik.25

Pujian senada juga diucapkan oleh Haydar al-Ḥarawi yang

menyebutkan bahwa kitab tafsir al-Kasysyāf adalah kitab tafsir yang

23 al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, h. 20. Lihat juga, Jalāl al-Dīn al-Suyūtī, al-

Itqān fi ‘Ulūm al-Qur’an, jilid I ( Bairut: Resalah Publisher, 2008), 190. 24 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 433. 25 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 440.

Page 71: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

54

bernilai tinggi belum ada kitab lain yang bisa menandinginya.26 Ia juga

mengakui keistimewaan al-Kasysyāf dari segi pendekatan sastra

balaghahnya dibandingkan dengan sejumlah karya tafsir ulama

mutaqaddimīn lainnya.

Disamping itu, ada juga beberapa kitab yang menyoroti aspek-

aspek kitab tafsir ini, diantaranya al-Kāfī al-Syāfī fī Takhrīj Aḥadits al-

Kasysyāf (Uraian Lengkap Mengenai Takhrīj Hadist pada tafsir al-

Kasysyāf) oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Intsāf fī mā Taqaddamahū

al-Kasysyāf min I’tizāl (Menyikap Pandangan-Pandangan Muktazilah

dalam Tafsir al-Kasysyāf) oleh Imam Nashir al-Din Ahmad bin

Muḥammad dan Ibn Munīr al-Iskandari, dan Syarḥ Syawāhid al-

Kasysyāf (Penjelasan Mengenai Syair-Syair dalam Tafsir al-Kasysyāf)

oleh Muhbid al-Din Affandi.

Dari kajian yang dilakukan oleh al-Zarqani ia mencatat beberapa

keistimewaan yang dimiliki tafsir al-Kasysyāf, antara lain: (1)

terhindar dari cerita-cerita isrāiliyyāt; (2) terhindar dari uraian panjang;

(3) dalam menerangkan pengertian kata berdasarkan atas penggunaan

bahasa Arab dan gaya bahasa yang mereka gunakan; (4) memberikan

penekanan pada aspek-aspek balāghiyyah, baik yang berkaitan dengan

gaya bahasa ma’āniyyah maupun bayāniyyah; dan (5) dalam

melakukan penafsiran ini ia menempuh dialog.27

Para ulama melihat keistimewaan dari tafsir al-Kasysyāf ini di

antaranya karena isinya sederhana dan tidak berbelit-belit, bersih dari

kisah-kisah isrāiliyyāt, selalu berpegang teguh pada kaidah kebahasaan

26 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, 436. 27Abd al-Hay al-Farmawi, al-Bidāyah fī al-Tafsīr wa al-Maudū’iyah Dirāsat

Manhājiyah Maudū’iyah, (tt.: tp., t.th.), 42

Page 72: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

55

dalam menerangkan ayat-ayat dalam al-Qur’an, uslūb tafsirnya sangat

memperhatikan ilmu bayan dan ilmu ma’ani untuk menunjukan al-

Qur’an adalah fīrman Allah yang tidak alkan bisa ditandingi oleh

manusia, dalam menejelaskan suatu masalah tafsir ini juga sering

menggunakan metode dialog seperti kalimat, “jika anda berkata begitu

maka saya akan berkata begini”.28

Meskipun banyaknya pujian yang dilontarkan oleh para ulama

namun tidak sedikit pula yang mengkritik tafsir al-Kasysyāf terutama

dari kalangan Ahl al-Sunnah, di antaranya adalah sebagaimana

tercantum dalam al-Ibānat an Ushūl al-Diyanāt karya Abu al-Hasan

Ali Ibn Ismail al-Asy’ari, Tarikh al-Fīrāq al-Islāmiyah karya Ali

Musthafa al-Ghurabi, Intitsāf min Tafsīr al-Kasysyāf karya Ahmad bin

Muhammad bin Manshur bin Munir al-Maliki. Al-Dzahabi disamping

memberikan pujian terhadap kitab tafsir ini juga memberikan kritik

dengan menyebutkan sejumlah penyimpangan-penyimpangan yang

terdapat dalam tafsir al-Kasysyāf.29

28 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, Manāhilul ‘Irfān fī Ulum al-Qur’ān,

(Beirut: Dār al-Kutub al-Hadīts, 1979), 70. 29 Muhammad Ḥusayn al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn (Kairo; Dār al-

Kutub wa al-Hadīts, 1976), 291.

Page 73: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

56

BAB IV

AL-DAKHĪL DALAM TAFSIR AL-KASYSYĀF AL-

ZAMAKHSYARĪ

Pada bab sebelumnya menjelaskan mengenai klasifī kasi al-

dakhīl fī tafsir, di antaranya: bi al-ma’ṡūr (riwayat dan isrāiliyyat), bi

al-ra’yī (rasional atau hasil ijtihad), dan bi isyārah yaitu intuisi yang

menafsirkan esoteric al-Qur’an yang bertentangan dari berbagai

aspek.1 Maka pada bab ini sebagai analisis untuk merealisasikan

metodologi al-dakhīl fī tafsir terhadap tafsir al-Kasysyāf ‘an Ḥaqā’iq

al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh al- Ta’wīl.

A. Unsur-unsur al-Dakhīl dalam Tafsir al-Kasysyāf

Sebelum melakukan analisis unsur-unsur al-dakhīl dalam tafsir

al-kasysyāf terbih dahulu harus mengetahui masādir al-tafsīr (sumber

penafsiran) yang digunakan dalam tafsir al-kasysyāf. Dalam tafsir al-

Zamakhsyarī yang mendominasi masādir al-tafsīr (sumber penafsiran)

adalah bi ra’yī yaitu yang memberikan diktum dan referensi

rasionalitas atau hasil ijtihad. Salah satu rasionalitas yang dipakai oleh

al-Zamakhsyarī di beberapa ayat yang ia tafsir adalah doktrin

mu’tazilah. Doktrin yang dihadirkan oleh Mu’tazilah sebagai ideologi

tersebut disusun dengan model teologi yang berasaskan rasionalisme

yang kuat. Meskipun demikian Ideologi teologis ini juga tidak terlepas

dari penafsiran mereka terhadap al-Qur’an itu sendiri.

1 Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Al-Dakhīl fit-Tafsir: Cara Mendeteksi

Adanya Infiltrasi dan Kontaminasi Dalam Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: PT Qaf

Media Kreativa 2019), 75-78.

Page 74: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

57

1. Genealogi penamaan mu’tazilah

Penamaan mu’tazilah2 berkembang dari kelompok di luarnya.

Nama yang berkembang di kalangan mereka sebagaimana

dijelaskan oleh al-Syahrastani ialah ahl al-‘adli wa tauhīd.3

Dikarenakan doktrin yang paling dipegang oleh kelompok

mu’tazilah adalah keesaan Allah (tauhid) dan ‘adil. Bahkan

kelompok mereka juga memberikan nama Mereka sebagai Ahl al-

Haq, Al-Fī rqatun Nājiyah dan Al-Munazzihūn Allah ‘An al-Naqshi.

Alasan mereka menyebutkan demikian, dikarenakan menganggap

diri mereka berada dalam kebenaran dan selainnya dalam

kebatilan.4 Sejarah munculnya mu’tazilah sebagian kelompok

berpendapat yang mengatakan bahwa nama mu’tazilah mulai

muncul sejak peristiwa keluarnya Wāṣil bin ‘Aṭā` dari pengajian

Hasan al-Baṣrī dengan memberikan diktum “I’tazala ‘Anna”. Dari

kata-kata tersebut timbul kemudian sebutan mu’tazilah bagi

kalangan Wāṣil bin ‘Aṭā` dan para pengikutnya. Mereka

2 Muktazilah secara etimologi mempunya pengertian و ت ع ز ل ه ي ئ الش اع ت ز ل

maksudnya adalah هن تنحيع yaitu memisahkan diri. Dalam Al-Quran kata I’tazala

disebutkan QS. al-Dukhā`n [44] 21 ل یف ٱعت ز ل ون ن وا ت ؤم لم dan jika kamu tidak“ وإ ن

beriman kepadaku maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil)”. Kesimpulannya

mu’tazilah secara etimologi berarti memisahkan diri (al-infiṣā`l wa al-tanahhī).

Adapaun mu’tazilah secara terminology yaitu suatu kelompok mutakallimīn (teologi)

yang kontradiktif dengan ahl al-sunnah wa al-jama’ah tentang beberapa keyakinan.

Lihat Jumhuriyyah Masr al-‘Arabiyyah Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Mu’jam

al-Wasīt (Maktabah al-Syurūq al-Dauliyyah, 2004), 599 3 Abī al-Fath Muhammad bin ‘Abd al-Karīm al-Syahrastā`nī, al-Milal wa al-

Nihal (Bairut: Dā`r al-Kitan al-‘Alamiyyah, 1992), 38. 4 ‘Awwā`d bin ‘Abdullah al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-

Khamsah wa Mauqifu Ahlus Sunnah Minhā` (Riyā`d: Maktabah al-Rusyd, 1995), 26.

Page 75: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

58

meriwayatkan bahwa Wāṣil bin ‘Aṭā` telah berbeda dengan gurunya

Hasan al-Baṣrī.5

2. Tokoh-tokoh mu’tazilah

Menurut analisa Yoesoef Sou’yb, tokoh-tokoh mu’tazilah

yang muncul diberbagai wilayah, setiap daerah tersebut memiliki

beberapa perbedaan karakteristik, yaitu: Pertama, Pemuka

Mu’tazilah di Basrah tendensi menghindari jabatan birokrasi di

pemerintahan maupun di pengadilan. Dengan demikian mereka

dapat lebih fokus pada bidang agama dan keilmuan dan dapat

mengemukakan pemikiran secara leluasa tanpa terikat dengan

kepentingan pemerintah atau pihak lainnya. Sedangkan di Bagdad,

mereka menggunakan kesempatan untuk menduduki jabatan-

jabatan di pemerintahan dengan tujuan untuk mendapat dukungan

sekaligus defensif. Kedua, Pemuka di Basrah menyebarkan diktum

dan doktrin tanpa pemaksaan dan kekerasan, melainkan lebih

banyak menanti kesadaran umat untuk mengikutinya. Sedangkan

di Bagdad, terkadang berusaha secara sungguh-sungguh dan

melakukan kekerasan agar masyarakat mengikuti aliran

Mu’tazilah.6 Adapun tokoh-tokohnya penulis mengklasifī kasikan

menjadi dua bagian di antaranya: pertama, mutazilah di daerah

Bashrah yaitu : Wāṣil bin ‘Aṭā` (80-131 H). Ia dilahirkan di

Madinah dan kemudian menetap di Bashrah. Ia merupakan tokoh

pertama yang melahirkan aliran mu’tazilah. Karenanya, ia diberi

gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa

Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam

5 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 29. 6 Joesoef Sou’yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Pikiran Islam

(Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982), 265.

Page 76: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

59

Muktazilah. Abū Huzail Muhammad bin Huzail bin ‘Ubaidillah

bin Makhūl al-Allāf. Ia lahir di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun

235 H. Ia lebih populer dengan panggilan al-Allāf karena

rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.

Gurunya bernama ‘Usmān al-Tawīl salah seorang murid Wāṣil bin

‘Aṭā`. Ibrāhīm bin Sayyār bin Hani al-Nazham. Tahun

kelahirannya tidak diketahui, dan wafat tahun 231 H. Ia lebih

populer dengan sebutan al-Nazhzham. Abū ‘Alī Muhammad b.

‘Alī al-Jubbā’ī. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil di propinsi

Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan

akrabnya ialah al-Jubba’ī dinisbahkan kepada daerah kelahirannya

di Jubba. Ia adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahl al-

Sunnah wa al-Jama’ah Imam Abū Hasan al-Asy’ari.

Kedua, tokoh mu’tazilah di daerah Baghdad: Bisyir bin al-

Mu’tamīr (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah

di Bagdad. Abū al-Husain al-Khayyāt (wafat 300 H/912 M). Ia

pemuka yang mengarang buku al-Intishar yang berisi pembelaan

terhadap serangan Ibn al-Rawandy. Jārullah Abū al-Qāsim

Muhammad bin ‘Umar (467-538 H/1075-1144 M). Ia lebih

dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyarī. Ia lahir di Khawarazm

(sebelah selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah

melahirkan karya tulis yang monumental yaitu Tafsir al-Kasysyāf

‘an Haqā’iq Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fī Wujuh al-

Ta’wīl. Abū al-Hasan ‘Abd al-Jabbār bin Ahmad bin ‘Abdullah al-

Hamazani al- Asadi. (325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan

dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih dikenal dengan sebutan al-Qādī

‘Abd al-Jabbār. Ia hidup pada masa kemunduran Mu’tazilah.

Page 77: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

60

Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan

menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya

yang sangat banyak. Di antaranya yang cukup populer dan

berpengaruh adalah Syarah Uṣul al-Khamsah dan Al-Mughnī fī

Ahwali Wa al-Tauhid.

Dari klasifī kasi ini, al-Zamakhsyarī tendensi dan

berambisius dalam menduduki jabatan itu tebukti ketika ia

sebelum menyusuf kitab tafsir al-Kasysyāf sehingga setelah

mendapatkan musibah berupa sakit ia barulah fokus dalam kajian

islam dan meninggalkan kegiatan di pemerintahan.

Dari kalangan mu’tazilah tidak semua mengikuti tokoh-

tokoh di atas, melaikan jumlah yang begitu banyak di dalam

kelompok-kelompok mu’tazilah. Menurut ‘Awwād kelompok

mu’tazilah terbagi beberapa macam di antaranya: al-Wāṣiliyyah,

al’Umrawiyyah, al-Haziliyyah, al-Nadzhāmiyyah, al-

Tsamamiyyah, al-Mu’ammariyyah, al-Basyariyyah, al-

Hisyamiyyah, al-Mardāriyyah, al-Ja’fariyyah, al-Aswāriyyah, al-

Askāfī yyah, al-Khabatiyyah al-Haditsiyyah, al-Muwaisiyyah, al-

Ṣalihiyyah, al-Jāhidziyyah, al-Syahāmiyyah, al-Khiyaṭiyyah, al-

Jubā’iyyah, al-Ka’biyyah, al-Bahasyimiyyah, dan al-

Humāriyyah.7

3. Doktrin Mu’tazilah lima prinsip (uṣul al-khamsah)

Sebagaimana disinggung pada sejarah diatas bahwa

Mu’tazilah memiliki doktrin yang di kenal dengan lima prinsip

dasar (al-uṣul al-khamsah). Lima dasar tersebutlah yang menjadi

7 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 54-76.

Page 78: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

61

Ideologi pemikiran kaum Mu’tazilah. Tidak terkecuali dalam

menafsirkan al-Qur’an mereka juga berpijak pada lima dasar (al-

uṣul al-khamsah) itu. Terkait hal ini, jika dilihat dari argumen-

argumennya tentang lima prinsip tersebut, akan terlihat

kecenderungannya memenangkan dan mengkultuskan akal

daripada al-Qur’an secara tekstual. Adapun kelima prinsip tersebut

adalah sebagai beriktut:

a. Ke-Esa-an Tuhan (tauhid). Tauhid merupakan pokok pertama

di dalam doktrin mu’tazilah. Menurut ‘Abd al-Jabbār,8 tauhid

adalah sebagai istilah untuk menjadikan sesuatu itu menjadi

satu. Sedangkan secara terminologi tauhid adalah disiplin

pengetahuan bahwa sanya Allah itu satu yang tidak bersekutu

dengan yang lain, dan membenarkan sifat-Nya maupun tidak.9

Bagi Mu’tazilah, keesaan Allah sudah fī nal. Mereka

berpandangan bahwa sifat-sifat Allah adalah tidak lain dari

hakikatnya sendiri. Orang yang percaya bahwa sifat-sifat Allah

itu terpisah dari hakikat-Nya dan berdiri sendiri, tentunya

percaya akan “kemajemukan” ajaran monoteisme. Maka dari

itu keesaan Allah berarti tidak ada yang kekal dan qadim selain

Allah.10 Konsep tauhid Mu’tazilah tersebut sangat berpengaruh

pada pandangannya terhadap al-Qur’an. Menurutnya al-Qur’an

adalah makhluk Allah bukan Kalam Allah. Hal itu dikarenakan

jika al-Qur’an merupakan Kalam Allah, maka al-Qur’an

8 Nama lengkapnya adalah Abū al-Hasan ‘Abd al-Jabbā`r bin Ahmad bin Al-

Khalīl bin ‘Abdullah bin Al-Humazā`nī (w. 320 H).

9 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 81.

10 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung:

Pustaka Setia, 2004), 129.

Page 79: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

62

bersifat qadim. Mustahil bagi mu’tazilah ada bila dua

keqadiman Yaitu Allah dan Kalamnya (al-qur’an) dan bisa

mengotori keesaan (tauhid) Allah. jelas itu menyalahi konsep

monoteismenya.11 Menurut al-‘Asy’arī, pengertian tauhid

menurut Mu'tazilah ialah Allah itu Esa, tidak ada yang bisa

menyamai-Nya, bukan jisim (benda) bukan pribadi (syahs),

bukan jauhar (substansi), tidak memiliki bau, tidak memiliki

warna, tidak diam dan tidak bergerak, tidak panjang, tidak

berlaku padanya masa. Tiada tempat baginya, tiada bisa disifati

dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk yang menunjukkan

ketidak azaliannya, tiada batas bagi-Nya, tiada melahirkan dan

tiada dilahirkan, tidak membutuhkan panca indra, tidak dapat

dilihat dengan mata kepala dan tidak bisa digambarkan dengan

akal pikiran. Ia Maha mengetahui, Yang Berkuasa dan Yang

Hidup. Hanya Ia sendiri Yang Qodim, tiada yang Qodim selain-

Nya, tiada pembantu bagi-Nya dalam menciptakan.12 Dari

penjelasan ini dapat disimpulkan, bahwa mu’tazilah tauhid

Allah sudah menjadi fī nal, sehingga ia menegaskan sifat

sebagai bentuk keesaan Allah. pemikiran mu’tazilah

mengambil istilah-istilah fī lsafat seperti syahs, jauhar, aradl,

teladan (contoh/idea) dan sebagainya.13 Pemahaman tauhid

yang diberikan oleh mu’tazilah di atas berimplikasi pada

pernyataan kemakhlukan Al-Quran sebagai konsekuensi

peniadaan tajsim dan nafyus shifat karena dianggap mengotori

11 M. Saeed Shaikh, Studies in Muslim Philosophy, (Delhi: Shah Offset

Printer, 1994), 10.

12 Imam al-Asy’ari, Maqā`lā`t al-Islamiyyin wa Ikhtilā`f al-Mushallīn ( Bairut:

Maktabah al-‘Asriyyah, 1990), 235. 13 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 85.

Page 80: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

63

keesaan Allah. Sebagai contoh pendapat mu’tazilah terkait

konsep tauhid tentang ayat-ayat yang menunjukkan Allah

punya tangan, tangan di sini diartikan kekuasaan dan dalam

ayat yang menunjukkan Tuhan bertempat dalam ‘arsy diartikan

bahwa Allah menguasai dan sebagainya. Alasan mu’tazilah

mentakwilkan (memalingkan makna asli) ayat-ayat tersebut,

karena apabila diartikan secara tekstual maka maksudnya tidak

masuk akal dan bertentangan dengan ayat yang lain serta akan

mengurangi kesucian Allah sendiri. oleh sebab itu di dalam

menjabarkan Tuhan Yang Maha Esa ini mensifatinya dengan

sifat-sifat salbiyah (negatif) seperti tidak berbentuk (jisim),

tidak berarah, tidak berupa, tidak dan sebagainya yang pada

prinsipnya tidak sama dengan sifat makhluk. Contoh lainnya

dalam masalah melihat Allah. dikatakan bahwa Allah tidak

berbentuk (jisim), maka juga tidak berarah. Jika Allah tidak

berarah, maka manusia tidak dapat melihat-Nya karena setiap

sesuatu yang dapat dilihat itu pasti berada pada suatu tempat

atau arah, disamping dibutuhkan beberapa syarat seperti adanya

cahaya, warna dan sebagainya, dan yang demikian itu mustahil

bagi Allah

b. Keadilan Allah (al-adl). Adil merupakan pembahasan

mengenai af’āl Allah (tindakan Allah). Menurut kalangan

teologi, adil adalah tindakan Allah yang semuanya adalah baik

dan tidak mungkin Allah melakukan perbuatan dan tindakan

jahat.14 Tafsiran Mu’tazilah mengenai pengertian keadilan

adalah bahwa Allah SWT, wajib berbuat adil dan mustahil jika

14 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 152.

Page 81: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

64

tidak adil. Allah harus mengajar orang yang benar dan

menghukum yang salah. Mustahil dihari kiamat orang akan

lolos dari hukuman dan orang yang benar tidak memperoleh

pahala. Allah SWT, tidak adil jika berbuat demikian.15 Bagi

kalagan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah tidak ada perbedaan

mengenai af’āl Allah (perbuatan Allah). Mereka juga

menyakini bahwa Allah melakukan tindakan yang semuanya

baik dan mustahil untuk melakukan keburukan dan kesalahan.

Yang menjadi perbedaan dari kalangan mu’tazilah dengan Ahl

al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah perihal apakah Allah wajib

melakukan kebaikan?. Menurut mu’tazilah Allah mustahil dan

harus (wajib) melakukan kebaikan dan meninggalkan

keburukan. Sedangkan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah perbuatan

Allah semuanya baik dan tidak melakukan keburukan dan itu

tidak menjadi kewajiban bagi Allah melakukannya dan

meninggalkanya.16

c. Janji dan ancaman (al-wa’ad wa al-wa’īd). Janji dan ancaman

ini merupakan salah satu konsakuensi dari pemahaman

Keadilan Tuhan di atas. Allah pasti menepati janji dengan

memberikan surga kepada yang berbuat baik dan pasti juga

mewujudkan ancamannya dengan memberikan neraka kepada

pelaku dosa. Pada dasaranya janji (al-wa’ad) merupakan

informasi yang terkumpul agar sampai dengan mendatangkan

kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Dalam hal ini Allah

wajib menunaikan janji bagi orang yang melakukan kebaikan.

15 M. Saeed Shaikh, Studies in Muslim Philosophy,14. 16 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 153-154.

Page 82: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

65

Sedangkan ancaman (al-wa’īd) kebalikannya, yaitu informasi

terkumpul yang sampai kepada kemudharatan. Dalam hal ini

Allah memberikan sanksi bagi orang-orang yang melakukan

kejahatan.17 Doktrin ini juga memiliki korenspondensi kepada

sebelumnya yaitu Allah adil dalam melakukan tindakan

sehingga ketika Allah memberikan janji dan ancaman (al-

wa’ad wa al-wa’īd) kepada hamba-Nya yang tepat.

d. Tempat di antara dua tempat (manzilah baina al-manzilatain).

Kasus ini menurut al-Syahrastani, terjadi ketika seorang laki-

laki bertanya kepada al-Hasan al-Baṣrī. “Banyak dari golongan

sekarang mengkafī rkan bagi pendosa besar. Dosa besar bagi

mereka kafī r dan keluar dari agama sebagaimana diktum dari

kelompok khawārij. Tetapi sebaliknya pernyataan murji’ah

tidaklah menghukuminya kafī r dan tidak membahayakan

keimanannya, bagaimana pandangan kita?”. Belum dijawab

oleh al-Hasan al-Baṣrī, Wāṣil bin ‘Aṭā` langsung memberikan

penyataan, “ Saya berpendapat, bahwa orang yang mukmin

melakukan dosa besar tidak kafī r secara mutlak, dan tidak

mukmin secara mutlak tetapi mereka di posisi manzilah baina

manzilatain”. Kemudian Wāṣil bin ‘Aṭā` berdiri dan

mengasihkan dirinya dari jama’ah al-Hasan al-Baṣrī.18 Doktrin

ini juga diposisi dengan orang yang fasiq (yaitu orang yang

berbuat dosa besar misalnya saja minum-minuman keras,

17 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 210.

18 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 255. Lihat juga, Abī

al-Fath Muhammad bin ‘Abd al-Karīm al-Syahrastā`nī, al-Milal wa al-Nihal (Bairut:

Dā`r al-Kitan al-‘Alamiyyah, 1992), 60. Abī Mansūr ‘Abd al-Qā`hir bin Ṭā`hir bin

Muhammad al-Baghdā`dī, al-Farq Baina al-Firaq wa Bayā`n al-Firqah al-Nā`hiyah

minhu (t.t.: Maktabah Ibn Sīna), 7.

Page 83: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

66

pezina, pedusta, dan sebagainya) bukanlah orang yang beriman

dan bukan pula orang kafī r. Dengan demikian,

Fasiq merupakan di antara iman dan kafī r. Menurut ‘Abd al-

Jabbār, manzilah baina manzilatain adalah salah satu istilah

bagi pelaku dosa besar yang mempunyai nama di antara dua

nama dan mempunyai hukum di antara dua hukum. Maksudnya

adalah tidak dikategorikan nama kafī r dan nama mukmin,

melainkan dinamakan dengan fāsiq. Sedangkan memiliki

hukum di antara dua hukum adalah tidak dihukumi kafī r dan

tidak dihukumi mukmin tetapi di hukumi sebagai istilah yang

telah melekat di kalangan mu’tazilah adalah manzilah baina

manzilatain. Bukan diartikan dengan manzilah kafī r dan bukan

juga manzilah mukmin melainkan manzilah di antara

keduanya.19

e. Perintah berbuat kebaikan dan larangan terhadap tindakan

kemungkaran (Amar ma’rūf nahi munkar). Derivasi amar

diartikan sebagai perintah, sedangkan derivasi nahi diartikan

dengan larangan. Adapun derivasi ma’ruf diartikan dengan

setiap tindakan yang diketahui baiknya, sedangkan munkar

adalah semua tindakan yang diketahui keburukannya.20

Pandangan Mu’tazilah mengenai kewajiban Islam ini adalah

bahwa syari’at bukanlah satu-satunya jalan untuk mengidentifī

kasi mana yang ma’ruf dan mana yang munkar. Akal manusia,

setidak-tidaknya sebagian, dapat mengidentifī kasikan sendiri

berbagai jenis kema’rufan dan kemungkaran. Maka melakukan

19 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 256.

20 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 265.

Page 84: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

67

amar ma’rūf nahi munkar merupaka doktrin yang wajib

dilakukan.

Dari lima prinsip tersebut dua prinsip yaitu keesaan

(tauhid) dan adil lah yang menjadi prinsip utama dalam

kelompok mu’tazilah. Tiga prinsip yang lain merupakan hasil

dari ciri-ciri mu’tazilah, Hal ini sebagaimana yang diungkapkan

oleh Khairuman, “Paham keesaan dan keadilah (al-tauhid dan

al-adl) menjadi tesis pertama madzhab Mu’tazilah dan

sekaligus menjadi nama lain dari mu’tazilah.”.21 Kelima

prinsip tersebutlah yang menjadi tolok ukur penafsiran

Mu’tazilah. Sebelum mengeluarkan produk penafsiran harus

diyakinkan terlebih dahulu bahwa penafsirannnya sesuai

dengan lima prinsip tersebut. Apabila orang tidak sejalan

dengan prinsip tersebut meskipun cuma satu saja maka sudah

dianggab bukan kelompok Mu’tazilah.22

Setelah melakukan penjabaran dan penjelasan mengenai

doktrin mu’tazilah berupa lima prinsip dasar (uṣul al-khamsah),

maka penulis menjadikan doktrin ini sebagai pijakan untuk

mengetahui penafsiran ayat-ayat tentang lima prinsip dasar

(uṣul al-khamsah) di dalam tafsir al-Zamakhsyarī Tafsir Al-

Kasysyāf ‘an Haqā’iq Ghawāmid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl

fī Wujuh al-Ta’wīl. Komentar-komentar para ulama atas klaim

al-Zamakhsyarī penganut mu’tazilah tidak lah cukup, tetapi

21 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, (Bandung:

Pustaka Setia, 2004), 128. 22Zuhelmi, Epistimologi Pemikiran Muktazilah Pengaruhnya terhadap

Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia, Jurnal LIA, No.2, Th XIV ( Desember

2013): 128.

Page 85: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

68

harus melakukan analisis penafsiran ayat-ayat terkait lima

prinsip dasar. Setelah menemukan unsur-unsur ini maka

ditemukan lah sebagai metodologi dalam penafsiran ini yaitu

al-dakhīl fī tafsīr.

B. Analisis Terjadinya al-Dakhīl dalam Tafsir al-Kasysyāf

Konsep al-Dakhīl merupakan metodologi dalam mencari asumsi-

asumsi, argumentasi, dan petunjuk yang salah. Dengan adanya al-

Dakhīl ini sebagai bentuk untuk menjaga keaslian (keautentikan)

dalam menafsirkan al-Qur’an. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan

pembagian al-Dakhīl yaitu bi ma’ṡūr, bi ra’yī dan bi isyarah. al-

Dakhīl bi ma’ṡūr berdasarkan riwayat baik itu hadis mauḍū’ (palsu),

hadis da’īf (lemah), riwayat isrā’illiyat yang bertentanga dengan al-

Qur’an dan sunnah juga isrā’illiyat yang tidak didukung oleh ajaran

agama, pendapat sahabat dan tabi’in yang tidak valid, pendapat sahabat

dan tabi’in yang bertentangan dengan al-Qur’an, sunnah, hukum logika

dan tidak dapat dikompromikan. Al-Dakhīl bi ra’yī adalah meliputi

interpretasi yang didasari niat buruk dan skeptisme terhadap ayat-ayat

Allah, tafsir eksoteris tanpa mempertimbangkan sisi kepantasannya

bila disematkan kepada Dzat Allah, penafsiran distorsif atas ayat-ayat

dan syariat Allah dengan mengabaikan sisi literal ayat, tafsir esoteris

yang tidak didukung argumentasi yang kuat, penafsiran yang tidak

berbasis pada prinsip dan kaidah tafsir yang baku, penafsiran saintifī k

yang terlalu jauh dari konteks linguistik, sosiologis dan psikologis

ayat. Sedangkan al-Dakhīl fī isyārah (intuisi) adalah meliputi

interpretasi esoteris yang dilakukan oleh sekte Bātinīyah (Syi’ah),

Page 86: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

69

tafsir sebagian kaum sufī yang tidak mengindahkan makna eksoteris

ayat.23

Dalam kasus Tafsir al-Zamakhsyarī, ditemukan unsur-unsur al-

dakhil bi al-ra’yī yaitu sumber-sumber penafsiran yang menggunakan

rasionalitas sehingga menjadikan mis-interpretasi dan kehilangan

keautentikan penafsiran al-Qur’an. Salah satu yang menjadikan bi ra’yī

adalah hegemoni mu’tazilah dalam penafsiran prinsip-prinsip lima

dasar (uṣul al-khamsah). Maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis ayat-ayat terkait prinsip lima dasar (ushul al-khamasah)

di dalam tafsir al-Kasysyāf, di antaranya sebagai berikut:

1. Interpretasi keesaan Allah (tauhid)

Dalam kasus ini, keesaan Allah adalah terkait tunggal-Nya

bersifat fī nal sehingga tidak ada yang bisa menyerupai-Nya dan

Allah juga tidak menyerupai ciptaannya. Terkait ini al-Zamakhsyarī

berkomentar mengenai melihat Allah sebagai bentuk bahwa Allah

memiliki jisim (bentuk), sebagaimana bagi kalangan mu’tazilah

menegasikan (penyangkalan/peniadaan) melihat Allah agar menjaga

keesaan (tauhid) Allah. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan oleh

al-Zamakhsyarī menakwilkan lafaz al-Qur’an yang tidak sesuai

dengan mazhabnya. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, al-

Zamakhsyarī tidak memakai makna zahir al-Qur’an ketika makna

tersebut tidak sesuai bahkan bertentangan dengan mazhab yang

dianutnya. Konsekuensinya, ia memindahkan makna zahir ayat

kepada makna lain (takwil) yang sesuai dengan pahamnya dan

23 Ulinnuha, Metode Kritik al-Dakhīl, 75-78.

Page 87: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

70

rasionalitasnya. Hal tersebut terlihat jelas ketika al-Zamakhsyarī

menginterpretasikan QS. al-Qiyāmah [75] 22-23

ظ ر ة ر ب ان ر ةإ ل ذنمض و ج وهی وم ىWajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-

seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.

Tafsiran yang beliau hadirkan sebagai berikut:

،ه ي لغ إ ر ظ ن ت ل ةاصماخ ب لر إ ر ظ ن ت ةر ظ ان ب لر إ م ي ع النمة ر ض ن ن م ة ر اض النم

م ذ ه و ي د ق ت ن ع ا أ ل و ع ف ال إ ت ل . ق رى ر إ ه ل و ل ذ ئ م و ی ك ب ل

ر إ ر ق ت س ال ك ب ل

ذ ئ م و ی إ اق س ال للا ، و ر و م ال ي ص ت ل للا ل إ ،

و ي ص ال ع ن و ع ج ر ت ه ي ل إ ، ه ي ل ،

ك ي ن أ ه ي ل إ و ت ل ك و ت م نم أ مو ل ع م ،و اص ص ت خ ال ن ع لىم ع ي د ق االت ه ي ف لمد ف ي بد د الع ت ت ل خ د ت ل و ر ص اال ب ط ي ي ل اء ي ش لأ إ ن و ر ظ ن ی ه ي ف ع م ت ي ر ش م ف

ف م ه ل ك ق ئ ل ال نمإ ، ن م ؤ ال م و الي ك ذل ةار ظ ن ي فو خ ل ین ذ المن و ن اآلم م نم ل

ن ل لف إ ن :أ اس النمل و ق ن م ن و ك ی ن أ ه ع م ح ص ی ي ذ الم،و ن و ن ز ي م ه ل و م ه ي ل ع اء ج الرمو ع ق و الت من ع م د ی ر ،ت ب ع ن ص ای م رظ ن

“Berharap pahala dari Allah. (Kepada Tuhannyalah mereka

melihat) ini adalah makna dengan didahulukan objeknya,

sebagaimana juga pada fī rman Allah “Kepada Tuhanmu tempat

kembali pada hari itu”, “Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu

dihalau”, “Kepada Allah-lah segala urusan kembali”, bagaimana

mungkin pendahuluan objek pada ayat di atas mengandung arti

khusus. Memang benar mereka (orang-orang Mu’min) melihat

semuanya tanpa ada batas dan tanpa terhitung banyaknya ketika

di padang mahshar ketika berkumpul semua makhluk Allah.

Orang-orang Mu’min mampu melihat itu semua di hari itu

karena mereka adalah orang yang merasa aman, tidak takut dan

tidak pula bersedih. Akan tetapi pengkhususan orang Mu’min

dengan melihat Tuhan andai Tuhan dapat dilihat adalah suatu

yang mustahil. Dengan demikian, makna ayat di atas harus

disesuaikan dengan makna yang biasa digunakan secara umum,

Page 88: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

71

seperti perkataan “aku menunggu Fulan apa yang dia lakukan

kepadaku, artinya adalah anti pasti dan harapan.”24

Hemat penulis, Zamakhsyari menafsirkan derivasi kata نظ ر ة

(nāẓirah ) dengan memalingkan makna zahir. Derivasi kata tersebut

menjadi makna منتظرة al-tawaqqu’ wa al-raja (berharap) yaitu

seorang berharap untuk melihat Allah. Sebenarnya, ayat ini secara

eksplisit membicarakan tentang kemampuan manusia untuk melihat

Allah pada hari kiamat. Namun, al-Zamakhsyarī dalam menafsirkan

ayat ini dipengaruhi doktrin-doktrin mazhab Mu’tazilah yang

dianutnya, yaitu prinsip ushul khamsah berupa al-tauhid. Dalam

prinsip tauhid yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya,

bahwa kaum Mu’tazilah menolak adanya tajsim (penyerupaan

terhadap sifat makhluk). Hal ini berimplikasi pada penafsirannya

bahwa melihat Allah adalah suatu hal yang mustahil. Sehingga jika

derivasi kata nāẓirah dimaknai sebagai “melihat”, tentu penafsiran

semacam ini akan menyalahi dan merusak paham doktrin yang

dianutnya. Karena itulah, kata nāẓirah yang bermakna melihat, ia

takwilkan maknanya dengan muntaẓirah , yaitu diartikan berharap

untuk melihat (al-raja’). Dengan penafsiran seperti ini, ia telah

menafsirkan ayat al-Qur’an tanpa menyalahi prinsip dasar mazhab

mu’tazilah. Jelaslah penafsirkan ayat-ayat semacam ini

dimaksudkan untuk mengintegrasikan paham Mu’tazilah dalam

kitab tafsirnya.

24 Abī al-Qā`sim Mahmūd b. ‘Umar al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf ‘an

Haqā`’iq Ghawā`mid al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqwīl fi Wujuh al-Ta’wīl, jil. 1

(Riyā`dh: Maktabah al-‘Abīkā`n, 1998), 20, dan jil. 4, 270.

Page 89: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

72

Bahkan kekeliruan ini terjadi yang bisa bertentangan dengan

paham mereka maka bisa menyebabkan mejadi bias. Perlakuan

yang dilakukan oleh al-Zamakshyarī menghukumkan ayat-ayat

muhkamat sebagai ayat mutasyabihat apabila bertentangan dengan

paham mazhabnya. Secara universal, permasalahan-permasalahan

ayat yang bertentangan dengan doktrin kelompok mu’tazlilah

diselesaikan oleh al-Zamakhsyarī dengan menggunakan konsep

muhkam mutasyabih.25 Ayat yang bertentangan dengan paham

mu’tazilah akan digolongkan sebagai ayat yang mutasyabih, dan

pemaknaan ayat yang mutasyabih tersebut harus berlandaskan ayat

yang mereka anggap sebagai ayat muhkamat. Sebagai contoh

penafsiran seperti QS. al-Qiyāmah 22-23 sebelumnya. Bahwa al-

Zamakhsyarī tidak memaknai kata nāẓirah dengan makna tekstual

lafaz tersebut, bahkan ia mengklasifī kasikan ayat ini sebagai ayat

mutasyabih. Alasan ayat ini digolongkan sebagai ayat mutasyabih

adalah karena ketidaksesuaian makna tekstual ayat terhadap paham

doktrin mu’tazilah yang menolak adanya unsur-unsur tasyabbuh

(serupa) dengan makhluknya (tajsim). Ditambah lagi adanya ayat

yang menjelaskan bahwa hanya Allah yang dapat melihat makhluk,

sedangkan makhluk tidak dapat melihat Allah, ayat berikut ini yang

25 Muhkam menurut al-Zarqā`nī yaitu: من و نسخ إ ل ي ه یتطرق ل المذ ي الشمر ع ي م ال ك

Yaitu hukum syari’at yang tidak“ ه ي اف ف خ حل و ض و اهب ن مع ليةدالع ن والسمابأ ت صالك و نص

dimasukkan oleh nasakh dan naṣ-naṣ al-Qur’an atau Sunnah yang memiliki

kejelasan makna yang tidak ditemukan kesamaran di dalam makna.”

sedangkan mutasyabihā`t menurut al-Zarqā`nī adalah ق م ت ا اب ش ت م ال و خس ن د ا

yaitu merupakan kebalikan dari definisi muhkam yang berarti ditemukan

naskh. Muhammad ‘Abd al-‘Azīm al-Zarqā`nī, Manā`hil ‘Irfā`n fi ‘Ulūm al-

Qur’an, jil. 2 (Dā`r Kitab al-‘Arabī, 1995), 214.

Page 90: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

73

menjadi landasan al-Zamakhsyarī dalam menafsirkan lafaz nāẓirah

: QS. al-‘An’ām 103

ٱل ب ي ٱللمط يف و ه و ٱل بص ر ی در ك و ه و ت در ك ه ٱل بص ر ل Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang

Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha

Halus lagi Maha Mengetahui.”

Al-Zamakhsyarī menggolongkan QS. al-An’ām [6] 103

sebagai ayat muhkam, sehingga dalam memaknai derivasi kata

nāẓirah dalam QS. al-Qiyāmah [75] 23 di atas ia tidak

memaknainya secara tekstual, namun menakwilkan

(memalingkan) maknanya karena dianggap bertentangan dengan

ayat muhkam ini. Dengan demikian, jika ditemukan ayat yang

tidak sesuai dengan pemikiran atau pemahaman mereka, maka al-

Zamakhsyarī akan meng-klasifī kasikannya sebagai ayat

mutasyabihat, dan kemudian ditafsirkan agar sesuai dengan

pemikiran mu’tazilah. Upaya ini merupakan salah satu bentuk

pembelaan al-Zamakhsyarī terhadap keyakinan di dalam doktrin

mazhab mereka.26

2. Interpretasi keadilan Allah

Bagi kelompok mu’tazilah Allah melakukan semua

tindakannya dengan baik, sebab Allah mustahil dzalim kepada

makhluk-Nya. Adapun argumentasi kelompok mu’tazilah terkait

Allah melakukan keadilan bagi hambanya yaitu QS. al-Nisā’ [4]:

100.

26 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, 22.

Page 91: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

74

ر و م نی و س ع ة م ر اغ ماك ث يا ف یٱل رض د ي ٱللم ف یس ب يل ر م نب يت ه و م نی ه اج ج

و ع ل ىٱللم أ جر ه ۥ و ق ع ف ق د و ر س ول هث می در كه ٱلم وت ٱللم إ ل را ٱللم غ ف ورام ه اج ك ان ي امرمح

Artinya: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka

mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki

yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud

berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian

menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka

sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut al-Zamaksyari maksud dari kata أ جر ه ۥع ل ىٱللم ف ق د و ق ع

menurutnya adalah teks sebagai berikut:

ر ه ع ل ىاللم ف و ق ع أ ج عو ق الو ب:و ج الو ة ق ي ق ح :و ه ي ل ابهع و ث ب ج و د ق ف ق د Pandangan al-Zamakhasyari Allah mempunyai kewajiban

untuk memberikan pahala bagi hambanya. Karena Allah Maha

Mengetahui dalam hal demikian untuk memberikan pahala bagi

hambanya, dan merupakan kewajiban bagi Allah.27 Terlihat sekali

al-Zamakhsyarī dalam menafsirkan ayat ini yang memiliki

hegemoni mu’tazilah. Bagi kalangan mu’tazilah adil merupakan

kewajiban Allah dalam menentukan kebaikan hambanya. Dan Allah

tidak akan melakukan kedzaliman kepada hambanya karena itu

keluar dari doktrin adil. Sebagai argumentasi mu’tazilah bahwa

Allah mustahil melakukan kedzhaliman kepada hambanya yaitu QS.

Qaf [50] 29

ب ظ لم مل لع ب يد و م اأ ن ل د یم ٱلق ول م ای ب دمل Artinya: “Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-

kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.”

27 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, 270.

Page 92: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

75

Maksud ayat ini, Allah mustahil melakukan kedzaliman

kepada hamba-Nya. Sebagaimana al-Zamakhsyarī menafsirkan QS.

al-‘An’ām [6] 160 ی ظل م ون maksudnya adalah Allah mustahil ,و ه م ل

melakukan kedzaliman dengan mengurangi pahala hamba-Nya dan

menambah pahala hamba-Nya.

3. Interpretasi Janji dan Ancaman (al-wa’d wa al-wa’īd)

Janji (al-wa’d) merupakan kewajiban Allah untuk ditunaikan

bagi hambanya. Dalam hal ini ditemukan interpretasi al-

Zamakhsyarī dengan memberikan doktrin mu’tazilah terkait Janji

dan Ancaman (al-wa’d wa al-wa’īd) yaitu QS. al-An’ām [6] 160

ل ه او ه مل ث م إ لم ز ى ي أ مث ال او م نج اء ب ٱلسمي ئ ة ف ل اء ب ٱل س ن ة ف ل ه ۥع شر م نج

ی ظل م ون Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya

(pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang

membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan

melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka

sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”

Menurut al-Zamakhsyarī ayat ini merupakan janji Allah

berupa pahala bagi orang yang melakukan kebaikan. Adapun

bentuk teks interpretasi al-Zamakhsyarī mengenai ayat di atas

sebagai berikut:

م ذ ه و أقل و ا م ا و ضع ال ن عد ب ع و د ق اف و ة ائ عم ب س د اح و ل د ثوابع و ، د ات ئ ي السمة أ اف ك م ل،و ض ف ات ن س ال ة ف اع ض م .و اب حس ي غ ب

Komentar al-Zamakhsyarī, ayat ini merupakan kelipatan janji

Allah. Janji yang diberikan kepada hamba-Nya yaitu pahala.

Kelipatannya adalah satu sama dengan 700 pahala. Dan ini

Page 93: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

76

merupakan janji Allah memberikan pahala kepada hamba-Nya.28

Hemat penulis, Doktrin ini sejalan dengan mu’tazilah bahwa Allah

wajib menunaikan kewajibannya dalam memberikan janji bagi

orang yang melakukan kebaikan. Ketika Allah tidak memberikan

dan menunaikan janji kepada hamba-Nya maka Allah tidak adil.

Karena adil adalah tindakan Allah dengan kebaikan dan Allah

mustahil melakukan keburukan dan kedzaliman. Di akhir

pembahasan ayat menurut al-Zamakhsyarī

م اب عق لىع اد ز ی ل و م اب و ث ن م ص ق ین ی ظ ل م ون ل لو ه م ل د ع Allah tidak akan keluar dari konsep adil. oleh karena itu,

Allah tidak akan berbuat kedzaliman dengan mengurangi kebaikan

dan menambahi siksaan.29

4. Interpretasi Manzilah Baina Manzilatain

Dalam kasus ini tidak ditemukan mengenai penafsiran al-

Zamkhsyari terkait tentang doktrin manzilah baina manzilatain.

Adapun ayat-ayat yang digunakan untuk argumentasi terhadap

doktrin ini, menurut Wāṣil b. ‘Atā’ ada dua klasifīkasi yang

dijadikan untuk argument bagi kelompok mu’tazilah di antaranya:

pertama, hukum bagi orang Ahlu kitab sebab mereka mengimani

kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelum Nabi Muhammad,

dijelaskan di dalam QS. al-Taubah [9] 29. Kedua, hukum bagi

orang munāfīq karena mereka masih dalam keadaan Islam tetapi

melakukan kesalahan dosa besar.30

28 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, 419.

29 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, 419.

30 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 255-257.

Page 94: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

77

5. Interpretasi Amr Ma’rūf Nahi Munkar

Doktrin ini maksudnya yaitu melakukan kebaikan dan

meninggalkan larangan. Menurut kalangan mu’tazilah,

mengaktualisasikan doktrin ini hukumnya adalah fardu kifāyah

(wajib universal). Dalam hal ini, al-Zamakhsyarī sejalan dengan

ideologi yang ia ikuti. Terbukti ia menafsirkan QS. ‘Ali ‘Imran [3]

104

ٱلم نك ر و لت ك ن ع ن ه ون و ی ن ب ٱلم عر وف م ر ون

ی و ٱل ي إ ل ی دع ون أ ممة نك م م

ه م ٱلم فل ح ون ك و أ ول ىArtinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat

yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf

dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang

beruntung.”

Menurut al-Zamakhsyarī mengenai ayat ini sebagai berikut:

أ ممةمنل م ن ك م ض ي ع ب ت ل و ل ت ك ن ن هىع النمو ف و ر لع رب م ال نمل ضو ر ف ن م ر ك ن ال

تاي ف الك Ayat ini menurutnya, jangan jadikan sebuah kelompok

terpecah belah (terkelompok), karena melakukan kebaikan dan

meninggalkan larangan merupakan kewajiban yang universal (fard

kifāyah).31 Doktrin ini sejalan dengan Ahl al-Sunnah wa al-

Jama’ah bahwa mereka melakukan kebaikan dan meninggalkan

larangan. Adapaun perbedaan dalam doktrin adalah mengenai

klasifī kasi perintah melakukan kebaikan (ma’rūf). Menurut

mu’tazilah amr ma’rūf terbagi dua di antaranya: wajib (harus) dan

31 Al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, 604.

Page 95: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

78

mandūb (sunnah). Sedangkan bagi Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah,

klasifī kasi mengenai amr ma’rūf hanya satu yaitu wajib.32

Dari beberapa penjelasan di atas mengenai analisis al-dakhīl

di dalam tafsir al-Kasysyāf ditemukan tiga unsur-unsur yang

menjadikan al-dakhīl. Pertama, mengenai interpretasi ayat al-

Qur’an tentang tidak bisa melihat Allah (ru’yah Allah) sebagai

bentuk keesaan Allah dengan tidak berbentuk (tajsim) seperti

makhluknya. Tentu pemikiran ini terjadi kontradiktif dengan yang

lainnya, bahkan al-Zamakhsyarī menjadikan ayat yang muhkam

menjadi mutasyabih. Kedua, tentang konsep adil Allah. Hal ini

terbukti terjadi kontradiktif dengan kelompok yang lain, karena bagi

kelompok mu’tazilah Allah wajib berlaku adil dan mustahil akan

melakukan kedzaliman kepada hamaba-Nya. Ketiga, konsep al-

wa’ad wa al-wa’īd (janji dan ancaman). Menurut al-Zamakhsyarī

Allah harus menunaikan janji kepada hamba-Nya yang melakukan

kebaikan dengan memberikan kebaikan, dan tidak mendzalimi

hamba-Nya dengan tidak mengurangi pahala dan menambahinya.

Karena perlakukan dzalim adalah keluar dari konsep adil. Adapun

mengenai konsep amr ma’rūf nahi munkar (perintah melakukan

kebaikan dan meinggalkan larangan) sejalan dengan kelompok ahl

al-sunnah wa al-jama’ah, hanya saja berbeda di dalam mengklasifī

kasikan mengenai perintah dalam melakukan kebaikan. Tetapi

konsep ini tidak bisa dikategorikan sebagai al-dakhīl. Begitu juga

konsep manzilah baina manzilatain juga tidak bisa dikategorikan

sebagai al-dakhīl karena tidak ditemukan dalam penafsiran al-

Zamakhsyarī.

32 Al-Mu’tīq, Al-Mu’tazilah wa Uṣuluhum Al-Khamsah, 269.

Page 96: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

79

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian di dalam bab sebelumnya, maka

kesimpulannya sebagai berikut:

1. Bentuk al-Dakhīl yang masuk ke dalam tafsir al-kasysyāf

adalah al-Dakhīl bi al-Ra’yī. Maksudnya memberikan

interpretasi berupa rasio dan ijtihad yang tidak sesuai dengan

keautentikannya. Adapun unsur-unsur al-Dakhīl bi al-Ra’yī

adalah uṣūl al-khamsah (lima prinsip dasar) kelompok

mu’tazilah. Pertama, mengenai keesaan (tauhid) Allah yang

tidak bisa dilihat oleh manusia karena Dia tidak memiliki

bentuk (tajsim). Kedua, konsep adil Allah yang semua

tindakan-Nya merupakan kebaikan dan mustahil untuk

melakukan keburukan. Ketiga, konsep janji ancaman Allah

(al-wa’ad wa `a-waīd) dengan maksud Allah wajib

menyelesaikan janji kepada Hamba-Nya dengan memberikan

pahala tanpa mengurangi keadila-Nya seperti dzalim

mengurangi pahala dan menambah pahala hamab-Nya.

2. Adapun hal yang melatar belakangi terjadinya al-dakhīl di

dalam tafsir al-Kasysyāf adalah tendensi dan hegemoni

mu’tazilah yang ia anut dalam menafsirkan doktrin-doktrin

mu’tazilah. Doktrin yang mereka gunakan adalah

mengkultuskan akal dalam menginterpretasikan ayat,

sehingga apabila terjadi kontradiktif dengan akal maka harus

ditakwilkan (memalingkan) makna tekstualnya.

Page 97: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

80

B. Saran-saran

1. Penyelesain penelitian ini belum dikategorikan maksimal,

dikarenakan kajian al-Dakhīl hanya seputar ideologi

Mu’tazilah yaitu uṣūl al-Khamsah (lima prinsip dasar).

2. Penelitian semacam ini diharapkan bisa berkembang di

kalangan jurusan ilmu al-Qur’an dan tafsir, karena al-Dakhīl

masih jarang digunakan sebagai pintu masuk untuk

mengkritik dan mencari sumber-sumber penafsiran.

3. Dalam skripsi ini penulis hanya fokus kepada doktrin ushūl

al-Khamsah. Berbagai aspek yang bisa diteliti seperti, al-

Dakhīl bi al-maṡūr, melalui periwayatan hadis, dan lainnya.

Page 98: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

81

DAFTAR PUSTAKA

‘Abdurrahman, Ahmad Sa’īd Ibrahīm. Muqaddimah Uṣūl Tafsīr.

Kairo: Dar-Al-Bashāir, 2006.

Akasah, Usep Nur. “Al-Dakhīl fī al-Tafsīr Al-Jailany: Dirasah

Tahliliyah ‘an Al-Dakhīl Min Surati Al-hijr ila Surah Al-Kahfi.”

Tesis S2 Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016.

Anas, Muhammad. “Al-Dakhīl dalam Tafsir al-Mawardy: Studi atas

Kitab al-Nukāt wa al-‘Uyūn Juz 1 dan 2.” Skripsi S1 UIN Sunan

Gunung Djati Bandung. 2004.

Anwar, Rosihon. Melacak Unsur-Unsur Israīlīyat dalam Tafsir al-

Ṭabari dan Tafsir Ibnu Kaṡir. Bandung: Pustaka Setia. 1999.

Al-Asy’arī, Abū al-Ḥasan ‘Alī ibn Ismāīl ibn Isḥāq. Maqālāt al-

Islamiyyin wa Ikhtilāf al-Mushallīn. Bairut: Maktabah al-

‘Asriyyah. 1990.

Baidan, Nashirudin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2000.

Bari, Fahul. “Dakhīl dalam Kitab Tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-

Ta’wil Karya Al-Bayḍawi: Kajian Surat al-Fatihah dan Surat al-

Baqarah.” Disertasi S3 IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2013.

Bustami, Hafni. “Metode Nahwu Al-Zamakhsyarī: Analisis Terhadap

Penggunaan Dalil Nahwu Dalam Tafsir Al-Kasysyāf.” Disertasi

S3 UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2008.

Carwa. “al- Dakhīl dalam Video Negeri Saba' Versi Al-Qur’an Fahmi

Basya.” Skripsi S1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 2012.

Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Kairo:

Dār al-Hadis. 2005.

_______. Manāhilul ‘Irfān fī Ulum al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Kutub al-

Hadīts. 1979.

Page 99: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

82

_______. Penyimpangan-penyimpang-an dalam Penafsiran al-Qur’an.

terj. Hamim Ilyas dan Machnun Husein. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada. 1996.

Al-Farmawi, ‘Abd al-Hayy. Metode Tafsir Mauḍu’i: Sebuah Pengantar

Terj. Surya A. Samran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996.

_______. Al-Bidayah Fī ala Tafsir al-Mauḍu’iy. Mesir: Maktabah al-

Jumhuriyyah. 1977.

Fāyed, ‘Abd al-Wahhāb ‘Abd al-Wahhāb. al-Dakhīl fī Tafsīr Alqurān

al-Karīm. Kairo: Maṭba’ah al-Ḥaḍārah al-‘Arabiyyah. 1980.

Ghozali, Moh. Alwy Amru. “Menyoal Legalitas Tafsir: Telaah Kritis

Konsep Al-Aṣil Wa Al-Dakhīl.” Tafsere. Vol. 6. No. 2. (2018).

Harun. “Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Fath al-Qadir al-Shawkani:

Kajian ayat-ayat tentang kisah Nabi Ibrahim as.” Skripsi S1

Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung. 2019.

Humaira, Dara dan Khairun Nisa. “Unsur I’tizali Dalam Tafsir Al-

Kasysyāf: Kajian Kritis Metodologi Al-Zamakhsyarī.” Maghza.

Vol. 1. No. 1 (Januari-Juni 2016).

Islam, Ahmad Fakhruddin Fajrul. “Al-Dakhīl Fī Tafsīr: Studi Kritis

dalam Metodologi Tafsir.” Tafaqquh. vol. 2. No. 2 (Desember

2014).

Al-Juwainī, Mustafa al-Ṣawi. Manhaj al-Zamakhsyarī fī Tafsīr al-

Qur’an wa Bayān I’jāzihi. Mesir: Dār al-Ma’ārif. t.t.

Khaeruman, Badri. Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an.

Bandung: Pustaka Setia. 2004.

Khalifah, Ibrahim ‘Abd al-Rahman Muhammad. Al- Dakhīl fī al-

Tafsīr. Kairo: Dar al-Bayan. 1996.

Lestari, Lenni. “Konsep Keadilan dan Indetrminasi Menurut al-

Zamakhsyarī: Analisis Terhadap Kisah Nabi Adam dan Hawa

dalam Tafsir al- Kasysyāf.” Syahadah. Vol. 2. No. 2. Oktober.

2014.

Page 100: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

83

Munayyir, Ibn. Al-Masā’il al-I’tizaliyyah fī Tafsīr al-Kasysyāf li Al-

Zamakhsyarī. Saudi Arabia: Dar al-Andalas. 1997.

Al-Mu’tīq, ‘Awwād bin ‘Abdullah. Al-Mu’tazilah wa Ushuluhum Al-

Khamsah wa Mauqifu Ahlus Sunnah Minhā. Riyād: Maktabah al-

Rusyd. 1995.

Mursyid, Ali dan Zidna Khaira Amalia. “Benarkah Yusuf dan Zulaikha

Menikah?: Analisa Riwayat isrā’īlīyāt dalam Kitab Tafsir.”

Wawasan. Vol. 1. No. 1. Januari. 2016.

Mustafa, Ibrahim. Al-Mu’jam al-Wasit. Turki: Dar al-Da’wah. 1990.

Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an: Studi Aliran-

Aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, Hingga

Modern-Kontemporer. Yogyakarta: Adab Press. 2014.

Na’if, Fauzan. Al-Kasysyaf Karya Al-Zamakhsyarī dalam A. Rofiq:

Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras. 2004.

Al-Najjār, Jamāl Musṭafa. Uṣul al-Dakhīl fī al-Tafsīr Ayy al-Tanzīl.

Kairo: Universitas al-Azhar. 2009.

Pratama, Priyo. “Dakhīl Al-Naqli dalam Tafsir Jāmi’ Al-Bayān ‘an

Ta’wīl āy Al-Qur’ān Karya Ibnu Jarir Al-Ṭabari: Kajian Tentang

Kisah Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as.” Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Sunnan Gunung Djati Bandung. 2018.

Al-Qattān, Mannā’ Khalīl. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. terj. Mudzakir.

Bogor: Litera AntarNusa. 2011.

Rasyid, Daud. Islam dalam Berbagi Dimensi. Jakarta: Gema Insani

Press. 1998.

Shaikh,M. Saeed. Studies in Muslim Philosophy. Delhi: Shah Offset

Printer. 1994.

Shofa, Maryam “Al-Dakhīl dalam Tafsir al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān

Karya al-Qurtubī: Analisis Tafsir Surah al-Baqarah.” Suhūf. Vol.

6. No. 2 (2013).

Sihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Jakarta: Mizan. 1992.

Page 101: Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāfrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49957...Al-Dakhīl Fī al-Tafsīr (Studi Tafsir al-Kasysyāf) Skripsi Diajukan

84

Sou’yb, Joesoef. Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Pikiran

Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna. 1982.

Sriwayuti. “Al-Dakhīl dalam Tafsīr al-Munīr al-Tanzīl Karya Syaikh

Nawawi al-Bantani.” Skripsi S1 UIN Sunan Ampel Surabaya.

2017.

Al-Suyūtī, Jalāl al-Dīn. al-Iṭqān fi ‘Ulūm al-Qur’an. Bairut: Resalah

Publisher. 2008.

Al-Syahrastānī, Abī al-Fath Muhammad bin ‘Abd al-Karīm. al-Milal

wa al-Nihal. Bairut: Dār al-Kitan al-‘Alamiyyah. 1992.

Syahibah, Muhammad bin Muhammad Abū. Isrā’īlīyāt wa al-

Mauḍū`āt fī Kutub al-Tafsīr. Kairo: Maktabah Sunnah. 2006.

Ubaidillah, Ismail. “Kata Serapan Bahasa Asing Dalam Al-Qur’an

Dalam Pemikiran At-thabari.” At-ta’dib. Vol. 8 no. 1 (2013).

Ulinnuha, Muhammad. “Konsep al-Aṣīl dan al-Dakhīl dalam Tafsir al-

Qur’an. Madania. Vol. 21. No. 2. Desember. 2017.

Zakiyah, Ermita. “Aspek Paham Mu’tazilah Dalam Tafsir Al- Kasysyāf

Tentang Ayat-Ayat Teologi: Studi Pemikiran al-Zamakhsyarī.”

Tesis S2 Institut Agama Islam Negri Sunan Ampel. 2013.

Al-Zamakhsyarī, Abī al-Qāsim Mahmūd bin ‘Umar al-Khawārizmī. al-

Kasysyāf ‘an Haqāiq al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqāwīl fī Wujūh al-

Ta`wīl. Riyād: Maktabah al-‘Abīkān. 1998.

Al-Zarqānī, Muhammad ‘Abd al-‘Azīm. Manāhil ‘Irfān fī ‘Ulūm al-

Qur’an. Dār Kitab al-‘Arabī. 1995.

Zuhelmi. “Epistimologi Pemikiran Muktazilah Pengaruhnya terhadap

Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia.” LIA. No.2.

Desember (2013).