Aktivitas Hipoglikemik Steviosida dari Tanaman Stevia Rebaudiana
(Bert.) terhadap Tikus Wistar Jantan yang Dibebani Glukosa Wistar
Jantan yang Dibebani Glukosa
Hypoglycemic Effect of Stevioside from Stevia rebaudiana (Bert.) on
Male Wistar Rat Pre-
Loaded with Glucose
Universitas Kristen Satya Wacana
(
[email protected])
PENDAHULUAN
Steviosida adalah senyawa alam yang termasuk dalam golongan terpen
(Gambar 1).
Senyawa ini memiliki rasa yang sangat manis, 250 – 300 kali lebih
manis dari sukrosa
(gula tebu), serta rendah kalori (Chatsudthipong, 2009). Menurut
Philip (1987), senyawa
steviosida dari tanaman tersebut mempunyai potensi, fungsi, dan
karakteristik pemanis
yang lebih besar dari jenis-jenis pemanis lainnya. Selain itu,
steviosida juga mempunyai
sifat hipoglikemik yang berarti (Djas, 2005), sehingga dapat
dipergunakan sebagai
alternatif pencegahan dan terapi penyakit diabetes mellitus.
Gambar 1 Struktur Kimia Steviosida
Diabetes merupakan penyakit yang bukan hanya dikarenakan
mengkonsumsi
makanan yang manis atau gula berlebih, namun lebih disebabkan oleh
kelebihan kalori
dalam tubuh (Smith. 2003). Makanan yang kita konsumsi akan disimpan
dalam tubuh
sebagai kalori. Pada penderita diabetes, pola makan tidak
terkontrol akan meningkatkan
kadar glukosa dalam darah karena terjadinya resistensi insulin yang
dikarenakan
berlebihnya kalori rubuh. Insulin yang dihasilkan oleh sel β
pankreas dalam tubuh berperan
sebagai pembuka reseptor sel sehingga glukosa bisa masuk. Glukosa
(gula) yang berlebih
dalam aliran darah dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
komplikasi yang jauh
lebih berbahaya, diantaranya hiperglikemia, penyakit jantung
koroner, stroke, gangguan
syaraf, ginjal, impotensi atau kebutaan (Darmowijojo dalam Anna,
2011).
Steviosida dalam tubuh bekerja dengan cara meningkatkan produksi
hormon insulin
dan sensitivitasnya. Peningkatan hormon insulin menyebabkan
berkurangnya kadar glukosa
dalam plasma darah. Senyawa ini juga menghambat penyerapan glukosa
pada usus dan
pembentukan glukosa pada hati dengan mengubah aktivitas sejumlah
enzim yang berperan
dalam sintesa glukosa, sehingga kadar glukosa dalam plasma darah
berkurang
(Chatsudthipong, 2009).
Pada umumnya, pemanis rendah kalori yang tersedia dipasaran adalah
pemanis
buatan. Pemanis buatan ini memang memiliki tingkat kemanisan yang
tinggi dan rendah
kalori namun memiliki sifat karsinogen (Wijaya. 2010), karena itu
perlu adanya alternatif
pemanis lain yang memiliki tingkat kemanisan tinggi, rendah kalori
dan tidak bersifat
karsinogen.
tanaman Stevia rebaudiana (Bert.) sebagai pemanis. Di Indonesia,
tanaman ini belum
banyak dikembangkan dan hanya dimanfaatkan dalam bentuk mentahnya
saja.Tanaman
tersebut dapat ditemukan di daerah Bogor, Bandungan dan
Tawangmangu.
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan metode kristalisasi
steviosida
berbasis air menggunakan stevia varietas Tawangmangu dan diperoleh
kristal steviosida
dengan % yield maksimal sebesar 6,25%. Kristal yang diperoleh
mengandung steviosida
92,97% serta memiliki sifat mudah larut air (Martono, 2011)
Penelitian yang dilakukan
Darmawan (2012) dengan menggunakan varietas stevia Bandungan
diperoleh % yield
sebesar kristal sebesar 1,23% dengan kandungan steviosida 93,17%.
Pada kedua penelitian
tersebut belum dilakukan pengujian aktivitas hipoglikemik. Oleh
karena itu, tujuan
penelitian ini adalah menentukan kadar steviosida dalam kristal
yang digunakan dan
kelarutannya dalam air, serta menguji aktivitas hipoglikemik dari
kristal steviosida.
3
dari tanaman Stevia rebaudiana (Bert.) yang diperoleh dari
Tawangmangu, Karanganyar,
yang selanjutnya disebut varietas Tawangmangu dan kristal
steviosida yang diperoleh dari
Bandungan, Jawa Tengah, yang kemudian disebut varietas Bandungan.
Hewan uji, tikus
putih jantan galur Wistar usia ± 2 bulan, diperoleh dari peternakan
tikus putih dan mencit
“Mister TIPUT”, Semarang. Bahan yang dipergunakan antara lain
akuades, akuabides,
asetonitril (HPLC, Merck, Jerman), metanol (HPLC, Merck, Jerman),
maltodextrin DE 35-40, glukosa, gula
pasir (sukrosa), gula rendah kalori merk “X”, NaEDTA, dan reagen
uji glucose oxidase
(DiaSys, Jerman)
Piranti yang dipergunakan antara lain: HPLC Smart Line Knauer
(Jerman), spektrofotometer
Shimadzu UV Mini 240, hand refractometer N1 (Atago, Jepang), swing
typecentrifuge model C-
40N (Jepang), peralatan suntik, sonde lambung, dan satu set piranti
gelas.
Analisa Kristal Steviosida dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)
(Martono, 2011)
Kuantifikasi steviosida menggunakan KCKT. Kondisi oprasional yang
dipergunakan
adalah fase diam RP C18 ( 150 x 4.6mm, 5µm) dan fase gerak
asetonitril dan air dengan
flow rate 1,5 ml/menit. Elusi fase gerak dilakukan secara isokratik
menggunakan pelarut
(A) air : methanol (70:20 v/v). 76% dan (B) asetonitril 24%. Volume
sampel yang
diinjeksikan sebesar 20 µl. Deteksi pemisahan menggunakan detektor
UV Smart Line
Knauer pada panjang gelombang 217 nm.
Analisis Kristal Steviosida dari Ekstrak secara Spektroskopi
Kristal steviosida dilarutkan dalam pelarut akuades. Larutan
dilihat pola serapan cahayanya
pada panjang gelombang 200 – 400 nm.
Pengukuran Indeks Refraksi
Kristal steviosida varietas Tawangmangu dilarutkan dalam pelarut
akuades dengan
konsentrasi 0,5, 0,4, 0,3, 0,2, dan 0,1%. Kelima larutan tersebut
diukur indeks refraksinya
4
gula pasir dan kristal steviosida varietas Bandungan, dengan
konsentrasi yang sama.
Uji Toleransi Glukosa (Sujono, 2005)
Hewan uji tikus putih dikelompokkan menjadi 6 kelompok perlakuan.
Subyek uji
dipuasakan (12-18 jam) dengan tetap diberi minum ad libitum,
terlebih dahulu sebelum
perlakuan.
Pembagian kelompok sebagai berikut : kelompok negatif hewan uji
diberi akuades,
kelompok positif diberi larutan gula rendah kalori merk “X” yang
mengandung aspartam.
Perlakuan 1 dan 2 berturut – turut diberi pemanis steviosida
varietas Tawangmangu dengan
dosis 0,35 dan 0,7 mg/kgbb, sedangkan perlakuan 3 dan 4 berturut –
turut diberi pemanis
steviosida varietas Bandungan dengan dosis 0,3, dan 0,7 mg/kgbb.
Semua kelompok
mendapat pembebanan glukosa dengan pemberian glukosa 50%, 5 ml/kgbb
pada menit 45
setelah pemberian perlakuan. Setelah pemberian beban glukosa,
cuplikan darah diambil
dari vena lateralis ekor tikus sebanyak 0,1 – 0,2 ml pada menit ke
-45; 0; 45; 90; dan 135.
Darah yang diperoleh kemudian ditambahkan larutan anti penggumpal
(NaEDTA 5%)
kemudian dipusingkan dengan menggunakan centrifuge selama 5 menit
dengan kecepatan
3000 rpm. Larutan bening (plasma) diambil untuk pengukuran kadar
glukosa darah.
Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Srikanth, 2004 yang
dimodifikasi)
Pengukuran kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatis
menggunakan
pereaksi glucose oxidase. 10 µl sampel/standar glukosa ditambahkan
1,0 ml pereaksi
glucose oxidase kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 0
C. Pengukuran
absorbansi dilakukan setiap 10 menit dalam selang waktu 60 menit
pada panjang
gelombang 546 nm. Perhitungan kadar glukosa darah dengan
rumus:
(1)
A standar = Absorbansi standar
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok
(RAK) 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah kelompok
positif (diberikan
5
gula rendah kalori merk “X”), negatif (diberikan akuades), dan
pemanis steviosida varietas
Tawangmangu dan Bandungan dengan dosis 0,3, dan 0,7 mg/kgbb untuk
masing – masing
varietas. Sebagai kelompok adalah waktu pengambilan data. Pengujian
beda antar
perlakuan digunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan tingkat
kebermaknaan 5%
Data kuantitatif kadar glukosa darah dibuat kurva hubungan antara
glukosa darah
(mg/dl) per satuan waktu pengamatan (menit). Berdasarkan kurva
tersebut, kemudian
dihitung “Area Under Curve -45-135” atau AUC -45-135 dari
masing-masing hewan uji tiap
kelompok menggunakan aplikasi Graph 4.3.0.384. Prosentase penurunan
kadar glukosa
darah (%PKGD) setiap perlakuan dihitung dengan mengurangi nilai AUC
-45-135 kontrol
negatif dengan perlakuan, kemudian hasilnya dibagi AUC -45-135
kontrol negatif dikalikan
100%.
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Spektroskopi
Kristal steviosida varietas Tawangmangu dengan % yield sebesar
6,25% (Martono,
2011), diidentifikasi dan dianalisis kadar steviosidanya
menggunakan KCKT. Hasil
identifikasi steviosida yang diperoleh dari varietas stevia yang
ditanam di
Tawangmangudapat dilihat pada Gambar 1.
(A) (B)
6
Pada Gambar 1 (A), Standard steviosida terdeteksi pada waktu
retensi (tR) 9,900
ditunjukan dengan peak nomor 1. Gambar 1 (B) menunjukkan adanya
kandungan
steviosida yang terdeteksi pada tr 9,967 (peak nomor 1).
Berdasarkan hasil perhitungan,
kadar steviosida yang terkandung pada sampel ini sebesar 52,24%.
Kadar ini telah menurun
bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dimana kadar
steviosida yang terkandung
dalam sampel tersebut sebesar 92,97% (Martono, 2011). Hal ini
menunjukkan bahwa
kristal steviosida varietas Tawangmangu telah mengalami
degradasi.
Kristal steviosida varietas Bandungan yang diidentifikasi dan
dianalisis kadar
steviosidanya memiliki % yield sebesar 1,23% (Darmawan, 2012).
Hasil indentifikasi dapat
dilihat pada Gambar 2. Standar steviosida, pada Gambar 2 (A),
terdeteksi pada tR 12,117
(peak nomor 1 pada kromatogram). Steviosida pada sampel yang
diperoleh dari stevia yang
ditanam di Bandungan terdeteksi pada tR 13,833 (peak nomor 2 gambar
2 (B)). Kadar
steviosida yang terkandung dalam kristal ini sebesar 93.17%.
(A) (B)
Kromatogram[B]. Steviosida Varietas Bandungan (tR = 13,833)
Hasil identifikasi dan analisa dengan KCKT ini diperkuat juga
dengan identifikasi
menggunakan spektroskopi. Spektra dapat dilihat pada Gambar
3.
7
[B] Steviosida Varietas Tawangmangu,
[C] Steviosida Varietas Bandungan
Berdasarkan hasil identifikasi ini terlihat pola spektra sampel
mirip dengan standar.
Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung steviosida.
Kelarutan Steviosida dalam Air
Kristal Steviosida dan steviosida yang telah diformulasi menjadi
pemanis dengan
maltodextrin (kristal steviosida : maltodextrin = 0,05 : 0,75)
(Martono, 2011) yang
diperoleh kemudian diuji kelarutannya berdasarkan indeks refraksi
dengan menggunakan
refractometer. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil
pengukuran indeks
refraksi gula tebu (sukrosa) pada konsentrasi yang sama (Tabel
1).
Tabel 1. Hasil Pengukuran Indeks Refraksi Kristal Steviosida dan
Sukrosa
Konsentrasi (% b /v)
Sukrosa Steviosida (T) Steviosida (B) Pemanis (PT) Pemanis
(PB)
0,1 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00 0,0 ± 0,00 0,1 ± 0,07 0,0 ± 0,00
0,2 0,1 ± 0,07 0,1 ± 0,07 0,0 ± 0,00 0,3 ± 0,07 0,1 ± 0,07
0,3 0,3 ± 0,07 0,2 ± 0,00 0,2 ± 0,00 0,3 ± 0,07 0,3 ± 0,07
0,4 0,3 ± 0,07 0,2 ± 0,00 0,3 ± 0,07 0,3 ± 0,07 0,4 ± 0,00
0,5 0,5 ± 0,07 0,2 ± 0,00 0,5 ± 0,07 0,5 ± 0,07 0,4 ± 0,00
Keterangan : T = Steviosida Varietas Tawangmangu
B = Steviosida Varietas Bandungan
PT = Pemanis dari Steviosida varietas Tawangmangu
PB = Pemanis dari Steviosida varietas Bandungan
Tabel 1 menunjukkan bahwa steviosida dan pemanis yang berasal dari
kedua
varietas memiliki indeks refraksi yang hampir sama dengan gula
tebu. Walaupun
steviosida merupakan senyawa alami golongan terpena
(Chatsudthipong, 2009) yang pada
8
umumnya memiliki sifat larut dalam pelarut non-polar, namun
steviosida dapat larut dalam
pelarut polar. Hal ini disebabkan senyawa diterpen pada steviosida
(steviol) merupakan
aglikon (Gambar 4 (A)) yang berikatan dengan β glukosa, sebagai
glikonnya, sehingga
kelarutannya terhadap pelarut polar meningkat bahkan memiliki
kelarutan yang hampir
sama dengan sukrosa .
Berbeda dengan Steviosida varietas Bandungan, indeks refraksi
steviosida yang
berasal dari stevia varietas Tawangmangu tidak mengalami
peningkatan setelah
konsentrasinya lebih besar dari 0,3% (Tabel 1). Hal ini diduga
karena steviosida telah
terdegradasi menjadi steviol yang tidak larut dalam senyawa
polar.
Pengaruh Pemberian Pemanis Steviosida Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah
Tikus Putih (Rattus norvegicus) JantanGalur Wistar yang Dibebani
Glukosa.
Pengaruh pemberian pemanis steviosida terhadap kadar glukosa darah
tikus putih
(R. norvegicus) jantan galur Wistar dapat dilihat pada Tabel 2.
Dosis steviosida yang
dipergunakan mengacu kepada Acceptable Daily Intake (ADI) yang
ditetapkan oleh The
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) yaitu
antara 1,3 – 3,5
mg/kgbb perharinya (Gilbert, 2009).
9
Tabel 2. Purata Kadar Glukosa Dalam Darah (mg/dl) Terhadap Waktu
(menit) pada
Berbagai Dosis Perlakuan
Kontrol Negatif Aspartam 1,8
0,35 mg/kgbb 0,70 mg/kgbb 0,35 mg/kgbb 0,70 mg/kgbb
-45 82,94 ± 47,35 60,51 ± 39.86 41,37 ± 24,95 33,00 ± 13,33 61,95 ±
17,55 21,58 ± 9,14
0 128,22 ± 73,69 91,37 ± 54,21 68,98 ± 22,87 128,13 ± 109,47 54,73
± 34,28 24,77 ± 10,84
45 53,96 ± 10,57 75,65 ± 47,08 64,51 ± 28,90 41,28 ± 15,73 58,59 ±
18,67 38,93 ± 14,20
90 48,72 ± 17,28 28,86 ± 12,80 57,08 ± 16,80 49,30 ± 21,88 40,60 ±
3,85 40,39 ± 13,35
135 42,11 ± 17,20 39,51 ± 11,46 76,57 ± 42,13 36,29 ± 13,84 23,11 ±
6,84 40,93 ± 10,89
Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatik menggunakan
pereaksi
GOD-PAP. Reaksi yang terjadi adalah glukosa dioksidasi oleh enzim
glukosa oksidase
(GOD) dengan adanya O2 menjadi asam glukonat disertai pembentukan
H2O2. Dengan
adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2 yang
selanjutnya
mengoksidasi akseptor kromogen (4-aminoantipirin) menjadi
chinonimin (senyawa
berwarna merah). Besarnya intensitas warna tersebut berbanding
lurus dengan glukosa
yang ada (Sujono, 2005).
Data pada Tabel 2 kemudian dibuat kurva hubungan kadar glukosa
darah (mg/dl) vs
waktu (menit). Profil kurva kadar glukosa darah tikus putih setelah
pemberian pemanis
steviosida dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Profil Kurva Kadar Glukosa Darah (mg/kg bb) vs Waktu
(menit) pada
Berbagai Dosis Perlakuan
10
Berdasakan kurva kadar glukosa darah pada Gambar 5, dihitung nilai
luasan area di
bawah kurva (AUC-45-135) dan persentase penurunan kadar glukosa
darah (% PKGD). Data
hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Luasan Area Di Bawah Kurva (AUC-45-135± SE
(mg.menit/dl)) dan %
Penurunan Kadar Glukosa Darah (% PKGD ± SE) pada Berbagai Dosis
Perlakuan
Perlakuan C- C+ P1 P2 P3 P4
AUC-45-135± SE
Keterangan : - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan antar perlakuan
berbeda secara nyata (P < 0,05).
- C- = Kontrol negatif (akuades)
- P1 = Pemanis steviosida varietas Tawangmangu dosis 0,35
mg/kgbb
- P2 = Pemanis steviosida varietas Tawangmangu dosis 0,70
mg/kgbb
- P3 = Pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,35
mg/kgbb
- P4 = Pemanis steviosida varietas Bandungan dosis 0,70
mg/kgbb
Penurunan kadar glukosa darah (PKGD) pemanis steviosida berkisar
antara 6,47 –
67,55% (Tabel 3). Aktivitas PKGD (aktivitas hipoglikemik) tertinggi
diperoleh pada
pemanis steviosida varietas Bandungan dengan dosis 0,70 mg/kgbb
yaitu sebesar 67,55 ±
6,50. Hal ini dipengaruhi oleh dosis yang diberikan dan kandungan
steviosida dalam
pemanis.
Pola kurva kadar glukosa darah menit -45 – 180 kontrol positif
(aspartam 1,8
mg/kgbb) berada dibawah kontrol negatif (Gambar 3). Berdasarkan
nilai AUC-45 – 180kadar
glukosa darah kontrol positif memberikan efek penurunan kadar
glukosa darah dengan
kontrol negatif. Tabel 3 menunjukan pemberian aspartam dengan dosis
1,8 mg/kg bb dapat
menurunkan kadar glukosa darah sebesar 76,55 ± 7,59%. Hasil ini
sama dengan penurunan
kadar glukosa darah yang disebabkan oleh pemanis steviosida
varietas Tawangmangu
dengan dosis 0,70 mg/kg bb (63,10 ± 12,21%), serta pemanis
steviosida varietas
Bandungan dengan dosis 0,35 mg/kg bb (43,50 ± 11,26%) dan dosis
0,70 mg/kg bb (67,55
± 6,50%) (Tabel 3).
memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tinggi dibandingkan
dengan pemanis dari
11
varietas yang sama dengan dosis 0,35 mg/kg bb, sementara pada
pemanis steviosida
varietas Bandungan dosis 0,35 mg/kgbb memberikan efek penurunan
kadar glukosa darah
yang sebanding dengan kontrol positifnya. Hasil penelitian ini
selaras dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rafiq, (2011), Dutta, (2010), dan Jeppsen,
(2003), dimana steviosida
pada dosis tertentu dapat menurunkan kadar glukosa darah.
KESIMPULAN
sedangkan pada varietas Bandungan memiliki kadar steviosida sebesar
93,17%. Kedua
kristal ini memiliki kelarutan yang hampir sama dengan kelarutan
gula pasir. Aktivitas
hipoglikemik tertinggi dari pemanis steviosida diperoleh pada
pemanis steviosida varietas
Bandungan dosis 0,70 mg/kgbb yaitu sebesar 67,55 ± 6,50.
SARAN
Perlu dilakukan uji stabilitas untuk mengetahui waktu degradasi dan
hal apa saja
yang mempengaruhi degradasi dari kristal steviosida yang
diperoleh.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada DP2M DIKTI yang telah
membiayai
penelitian ini melalui Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian
tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Anna. 2011. Diabetes Bukan Karena Kebanyakan Gula. kompas.com.
diakses tanggal 27
Juni 2011
Therapeutics Benefits Beyond Sweetness. ELSEVIER Journal of
Pharmacology and
Therapeutics 121: 41-54.
Darmawan, Fandi Ade. 2012. Optimasi Metoda Kristalisasi Steviosida
Berbasis Air
dariStevia rebaudiana (Bert.). Skripsi tahun 2012, Universitas
Kristen Satya Wacana,
Salatiga, Indonesia.
Djas, Harmaini Morse Jazid. 2005. Efek Hipoglikemia Zat Pemanis
Dari Stevia, Rebaudiana
Bertonii Pada Kelinci .
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-
gdl-s2-1986-harmainimo-1734&q=Obat
12
Dutta, P. K. M. M. T. Razu, M. K. Alam, M. A. Awal, M. Mustofa.
2010. Comparative
Efficacy of Aqueous Extract of Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni)
Leaves and Metformin
Hydrocloride (COMET®) in Streptozotocin Induced Diabetes Melitus in
Rats. International
Journal BioRes 2 (8): 17-22.
Gilber, A. Z. 2009. GRAS Assesment of High Purity Steviol Glicoside
- SWEETLEAF®
Stevia Food Usage Condition for General Recognition of Safety for
Wisdom Natural
Brands.GRAS Associates, LCC.
Jeppsen, P.B., S. Gregsen, S. E. D. Rolfsen, M. Jepsen, M. Colombo,
A. Agger, J. Xiao,
Kruhoffer, T. Orntoft, K. Hermansen. 2003. Antihyperglicemic and
Blood Pressure-
Reducing Effect of Stevioside in the Diabetic Goto-Kakizaki Rat.
Metabolism, Vol. 52, N0
3, pp 372-378.
Martono, Yohanes; Rini Setyowati; Arifah Sri Wahyuni. 2011.
Optimalisasi Teknik
Kristalisasi Dan Pra-Formulasi Steviosida dari Stevia rebaudiana
Bert. sebagai Pemanis
Alami Rendah Kalori untuk Alternatif Pengganti Gula. Laporan Hibah
Bersaing Tahun
2011. DIKTI; Indonesia.
Phillips, K.C. 1987. Stevia: Steps in Developing a New Sweetener.
In: T. H. Grenby (Ed.),
Developments in Sweeteners 3, Elsevier, New York, p. 1.
Rafiq, Kazi, Shamshad J. Sherajee, M. A. Sufiun, Mahbub Mustofa, A.
K. M. R. Alam, B.
C. Barman. 2011. Comparative Efficacy of Stevia Leaf (Stevia
rebaudiana Bertoni), Methi
Seeds (Trigonella foenum-graceum) and Glimepiride in Streptozotocin
Induced Rats.
International Journal of Phytopharmacology pp 9-14.
Smith, Melissa Diane and Jack Challem. 2003. User,s Guide to
Preventing & Reversing
Diabetes Naturally. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
Srikanth, M; G.Venkateswara Rao and K.R.S.Sambasiva Rao. 2004.
Modified Assay
Procedure for The Estimation of Serum Glucose Using Microwell
Reader. Indian Journal of
Clinical Biochemistry, 2004, 19 (1) 34-35
Sujono, Tantri Azizah. 2005. Pengaruh Decocta Daun Lidah Buaya
(Aloe Vera L)
terhadap Kadar Glukosa Darah Kelinci yang Dibebani Glukosa.Jurnal
Penelitian Sains dan
Teknologi Volume 6 No 1.
Wijaya, C. Hanny dan Noryawati Mulyono. 2010. Bahan Tambaham
Pangan; Pemanis:
Spesifikasi, Regulasi, dan Aplikasi Praktis. IPB Press.
Bogor.