52
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI STREPTOZOTOSIN IRMA RAHMAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI

NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS

SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI

STREPTOZOTOSIN

IRMA RAHMAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang
Page 3: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas

Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus

Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Irma Rahmayani

G851130261

Page 4: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

RINGKASAN

IRMA RAHMAYANI. Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi

Nanokurkuminoid Temulawak Pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi

Streptozotosin. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan MEGA SAFITHRI.

Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang

ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia

pada tikus dapat disebabkan oleh induksi senyawa kimia seperti streptozotosin

melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Penggunaan obat sintesis yang biasa

digunakan memiliki kelemahan diantaranya adalah menimbulkan efek samping

pada lambung. Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional seperti temulawak

dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut.

Temulawak memiliki komponen bioaktif salah satunya adalah kurkuminoid.

Kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktivitas diantaranya sebagai

antidiabetes. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan

dan kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun

bioavailabilitas kurkuminoid diketahui sangat rendah. Rendahnya bioavailabilitas

yang dimiliki kurkuminoid dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel lemak

padat. Nanopartikel lemak padat memiliki beberapa keuntungan diantaranya luas

permukaan yang besar, ukuran yang kecil, dan kapasitas pemuatan obat yang

tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan

emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan

metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Kurkuminoid

yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi

yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang digunakan berupa

karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat badan, pengukuran

kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.

Total rendemen ekstrak kurkuminoid yang diperoleh dari 100 gram serbuk

temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol adalah 8.32%.

Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama sampel terdiri atas

kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Ukuran partikel dan

nilai indeks polidispersitas (IP) dianalisis menggunakan alat particle size analizer

dengan hasil ukuran sebesar 523.5 nm dan IP 0.218. Efisiensi penjerapan yang

diperoleh sebesar 24.2%.

Bobot badan tikus yang diberi streptozotosin mengalami penurunan hingga

akhir perlakuan. Kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb

mengalami penurunan bobot badan terendah yaitu sebesar 15.47%. Sesuai dengan

perolehan data bobot badan, kadar glukosa darah tikus kelompok sediaan emulsi

nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb juga mengalami penurunan yang paling

besar setelah perlakuan yaitu sebesar 30.93%. Kadar AST dan ALT darah tikus

yang diberi perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid menunjukkan tidak

terjadinya kerusakan pada organ hati tikus.

Kata Kunci : antihiperglikemia, bobot badan tikus, glukosa darah,

nanokurkuminoid.

Page 5: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

SUMMARY

IRMA RAHMAYANI. Antihyperglicemia Activity of Nanocurcuminoid

Temulawak Emulsion in Streptozotocin - Induced Sprague Dawley Rats.

Supervised by LAKSMI AMBARSARI and MEGA SAFITHRI.

Diabetes mellitus is a disease caused by metabolic disorders, which is

characterized by high blood glucose levels (hyperglycemia). Hyperglycemia in

rats can be caused by chemical compounds induction such as streptozotosin

through the destruction of pancreatic beta cell’s DNA. The synthetic drugs which

used have drawbacks including the side effects on the stomach. Therefore, the use

of traditional medicines such as temulawak can be an alternative to overcome it.

Temulawak has bioactive components, one of them is curcuminoid.

Curcuminoid has a variety of activities such as anti-diabetic. Various studies have

been conducted to prove the safety and the efficacy of curcuminoid at very high

doses, but curcuminoid have a very low bioavailability. The low bioavailability of

curcuminoid can be overcome by making solid lipid nanoparticles. Solid lipid

nanoparticles has several advantages such as large surface area, small size, and

high drug loading capacity.

This study aimed to examine the antihyperglicemia activity of

nanocurcuminoid temulawak emulsion coated with palmitic acid made by

homogenization-ultrasonication method in Sprague Dawley rats. The curcuminoid

was extracted from the rhizome of temulawak with maceration method then

analyzed by HPLC. The parameters in this study were the characteristic of

nanocurcuminoid dosage, body weight, glucose level, and AST and ALT levels on

bloods of rats. Yield total of curcuminoid extracts were obtained from 100 grams

of temulawak powder with maceration method using ethanol 8.32%. The results

of HPLC analysis showed that the main component of the sample consists of

curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. The particle size and

polydispersity index values (IP) were analyzed by using a particle size analyzer,

showed the particle size and IP value are 523.5 nm and 0.218, respectively. The

entrapment efficiency obtained for 24.2%.

Body weight of rats, which induced with streptozotosin, decreased until the

end of the treatment. In the group of nanocurcuminoid emulsion treatment with

dose 10 mg/kg bw, the lowest body weight decrease in the hyperglycemia rats was

15.47%. In accordance with the data acquisition of body weight, blood glucose

levels of the nanocurcuminoid emulsion treatment group with dose 10 mg/kg bw

is also experiencing the greatest decline after treatment that is equal to 30.93%.

The AST and ALT level in rat’s blood which treated with nanocurcuminoid

emulsion showed no damage to liver organ of rats.

Keywords : antihyperglicemia, blood glucose, body weight of rats,

nanocurcuminoid.

Page 6: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI

NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS

SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI

STREPTOZOTOSIN

IRMA RAHMAYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 8: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Page 9: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

Judul Tesis : Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid

pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin

Nama : Irma Rahmayani

NIM : G851130261

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Laksmi Ambarsari, MS

Ketua

Dr Mega Safithri, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Biokimia

Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Tanggal Ujian : 28 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

Page 10: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah sistem

penghantaran obat, dengan judul Aktivitas Antihiperglikmia Sediaan Emulsi

Nanokurkuminoid pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS dan Dr

Mega Safithri, MSi selaku pembimbing, serta Waras Nurcholis, SSi, MSi yang

telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang telah banyak membantu

sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa juga terima kasih

penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman SPs IPB program studi Biokimia

2013 yang selalu mendukung penulis.

Penelitian ini di danai melalui Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian

Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor :

083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai oleh ibu Prof Dr Ir Latifah K

Darusman, MS.

Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat

bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2015

Irma Rahmayani

Page 11: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penenlitian 3

Hipotesis Penelitian 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Prosedur Penelitian 4

HASIL 8

Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 8

Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 8

Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 9

Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid

Temulawak 10

Kadar AST dan ALT Darah Tikus 12

PEMBAHASAN 14

Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak 14

Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak 14

Bobot Badan Tikus Selama Percobaan 16

Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid

Temulawak 17

Kadar AST dan ALT Darah Tikus 20

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

RIWAYAT HIDUP 40

Page 12: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

DAFTAR TABEL

1. Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan 10 2. Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan 12

DAFTAR GAMBAR

1. Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol 8 2. Sediaan emulsi nanokurkuminoid 9

3. Perubahan bobot badan tikus 9 4. Perubahan glukosa darah pada tikus 11 5. Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan 12

6. Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan 13

7. Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin 17

8. Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Desain penelitian 28

2. Prosedur perlakuan pada hewan coba 29 3. Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer 30 4. Efisiensi penjerapan 31

5. Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964) 32

6. Perhitungan dosis 33

7. Data bobot badan tikus selama perlakuan 34 8. Data glukosa darah tikus selama perlakuan 35 9. Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah 36 10. Data kadar AST darah tikus 38 11. Data kadar ALT darah tikus 38 12. Analisis statistik kadar AST & ALT 39

Page 13: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang

ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Diabetes telah

menjadi masalah kesehatan global yang mempengaruhi jutaan orang diseluruh

dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan (Singh

2011). Data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013

menunjukkan bahwa 8.3% orang dewasa dari 382 juta orang di seluruh dunia

menderita diabetes, dan jumlah ini akan meningkat melampaui 592 juta dalam

waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati posisi ke tujuh dengan

angka penderita diabetes mencapai 8.5 juta jiwa setelah Cina, India, Amerika,

Brazil, Rusia dan Meksiko (IDF 2013). Berdasarkan data dari Departemen

Kesehatan pada tahun 2030 penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan

mencapai 21.3 juta jiwa (DEPKES 2013).

Diabetes melitus dapat terjadi melalui perusakan DNA sel beta pankreas

oleh senyawa kimia seperti streptozotosin (STZ). Di dalam sel beta pankreas,

streptozotosin merusak DNA melalui donor oksida nitrat (NO). Perusakan DNA

ini menstilmulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi

NAD+ dan ATP sehingga produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan

berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Selain donor NO, STZ

juga diketahui menghasilkan reactive oxygen spesies (ROS) yang juga

berkontribusi terhadap kerusakan DNA. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah

penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Szkudelski 2001).

Berbagai upaya untuk mengatasi penyakit ini telah dilakukan, diantaranya

dengan pengaturan pola makan, olah raga teratur (Malkawi 2012), penggunaan

obat antidiabetes oral, serta suntikan insulin (Levich 2011). Seperti yang telah

diketahui bahwa pemberian insulin secara intensif membutuhkan biaya yang

relatif mahal. Penggunaan obat sintesis seperti golongan sulfonil dan biguanida

juga tidak dapat menurunkan konsentrasi glukosa menjadi normal dan

mengembalikan pola normal homeostatis glukosa secara permanen. Selain itu

obat-obat tersebut juga memiliki kelemahan yaitu adanya efek samping pada

lambung (Hussain 2002), sehingga perlu dicari alternatif lain yang secara alami

mampu mengatasi masalah tersebut.

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) telah digunakan sebagai tanaman

obat tradisional di beberapa negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia (Kim et

al. 2014). Komponen utama temulawak yang berkhasiat sebagai obat salah

satunya adalah kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid terdiri atas tiga komponen

penting yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.

Kurkuminoid mengandung gugus fenolik dan ikatan terkonjugasi ganda, yang

tidak stabil terhadap cahaya dan pH rendah (Anand et al. 2007). Beberapa

aktivitas kurkuminoid diantaranya adalah antiinflamasi, antioksidan, antikanker

(Basnet 2011), antibakteri (Mangunwardoyo et al. 2012), antidiabetes ( Zhang et

al. 2013). Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Permasku (2014), ekstrak

kurkuminoid temulawak memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase

yang berpotensi sebagai antidiabetes. Chuengsamarn et al. (2012) dalam

Page 14: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

2

penelitiannya mengungkapkan bahwa senyawa kurkumin dalam kurkuminod

dapat menghambat perkembangan penyakit diabetes dengan meningkatkan fungsi

sel-β, mencegah kematian sel-β, serta mengurangi resitensi insulin pada hewan

uji.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan dan

kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun bioavailabilitas

kurkuminoid diketahui sangat rendah seperti, metabolisme yang cepat, absorpsi

yang rendah dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007).

Kurkuminoid memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air yaitu sebesar 11

ng/mL pada pH asam maupun netral tetapi larut pada pH basa (Dutta and Ikiki

2013). Masalah ini dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak

padat (Mujib 2011). Nanopartikel lemak padat (solid lipid nanoparticle) adalah

suatu sistem pembawa obat baru yang berbasis teknologi nanopartikel dengan

kisaran diameter 50-1000 nm (Shi et al. 2012). Nanopartikel lemak padat

diketahui memiliki keuntungan yang tinggi dalam meningkatkan pengisian obat,

memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap kinetika pelepasan senyawa yang

terenkapsulasi, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-senyawa bioaktif yang

terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang lama (Ghalandarlaki et al.

2014). Formulasi kurkumin kedalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan

Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan

sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Mujib tentang nanopartikel kurkuminoid

tersalut lemak padat menghasilkan nanopartikel dengan ukuran partikel kecil,

seragam, kristalinitasnya baik dan efisiensi penjerapannya tinggi (>70%) dengan

ukuran (199.03 ± 67.62) nm. Metode ini dikembangkan dengan metode

homogenasi-ultrasonikasi pada amplitudo 20% selama 60 menit (Mujib 2011).

Ayuningtyas (2013) dalam penelitiannya melakukan karakterisasi dan toksisitas

akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat terhadap hewan uji.

Pemberian nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat hingga dosis 5000

mg/kg BB pada hewan uji tidak termasuk dalam klasifikasi tosik (Ayuningtyas

2013). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas

antihiperglikemia pada variasi dosis sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak

tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi

pada tikus Sprague Dawley.

Perumusan Masalah

Obat sintesis antihiperglikemia diketahui memiliki beberapa kekurangan,

seperti adanya efek samping. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk

menggantikan obat sintetik adalah temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) yang

mengandung senyawa kurkuminoid yang mempunyai efek farmakologis sebagai

antihiperglikemia secara in vitro. Akan tetapi, secara oral bioavailabilitas

kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia. Masalah ini dapat

diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak padat, dengan

menggabungkan senyawa kurkuminoid ke dalam koloid pembawa salah satunya

berupa asam palmitat.

Page 15: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan

emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan

metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Parameter yang

digunakan berupa karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat

badan, pengukuran kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai aktivitas

antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak yang dapat

digunakan sebagai pengganti obat oral sintesis yang sudah ada.

Hipotesis Penelitian

Sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat

memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan cara memperbaiki kerusakan sel-sel

beta pankreas dan meningkatkan kadar insulin darah. Selain itu, sediaan emulsi

nanokurkuminoid temulawak mampu menekan penurunan bobot badan, serta

mempertahankan keadaan normal fungsi hati.

Page 16: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

4

METODE

Bahan

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley

yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 3 bulan, sehat,

memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 200-300 gram.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain simplisia temulawak yang

berasal dari daerah Ciemas - Sukabumi, etanol 96%, n-heksana, asam palmitat

(Merck), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosys (RO) dengan pH 7,

Streptozotosin, glibenklamid.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain pengaduk magnet,

neraca analitik, batch pemanas, hotplate, homogenizer (Ultra Turrax T18),

ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer

(Delsa Nano C, Beckman Coulter), HPLC (Hitachi seri L-2000), coolbox,

glukometer, sonde oral, tabung Eppendorf, pipet mikro, syringe, mikrosentrifus

(MIKRO 200R, Hettich Zentrifugen).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi

Biofarmaka LPPM-IPB, Laboratorium Kimia Fisika Departemen Kimia,

Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika dan Laboratorium Biokimia

FMIPA IPB. Penelitian ini berlangsung dari Desember 2014 sampai Mei 2015.

Prosedur Penelitian

Ekstraksi Kurkuminoid (Sutrisno et al. 2008)

Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 100 g diekstraksi secara

maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya

dikumpulkan. Ekstrak etanol hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n-heksana

(1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar (rotary

evaporator).

Persentase rendemen =berat akhir (ekstrak)

berat awal (sampel) 𝑥 100 %

Page 17: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

5

Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC (Jayaprakasha et

al. 2002) Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL metanol.

Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam

vial HPLC. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar

kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan

adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang diameter

kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan

menggunakan detektor UV.

Pembuatan Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat (Mujib

2011 dan Ekaputra 2013)

Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta

kurkuminoid dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk dengan ultrasonikator di

dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100

mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk

menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase

berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan

stirer magnetik pada suhu 750 C. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan

kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama lima menit.

Emulsi nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan pada suhu dingin,

dengan cara ditempatkan pada wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL

emulsi nanokurkuminoid diambil dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca

kecil untuk diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 1 jam. Hal ini dilakukan

hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi. Emulsi yang dihasilkan

kemudian diukur ukuran partikelnya menggunakan particle size analyzer (PSA)

berdasarkan distribusi jumlah.

Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)

Larutan standar kurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang

dilarutkan dalam larutan campuran. Larutan campuran dibuat dari metanol dan air

dengan perbandingan 8:1. Deret standar kurkuminoid dibuat menggunakan larutan

standar kurkuminoid. Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan

kecepatan 14000 rpm (18.626×g) pada suhu 40C selama 40 menit dan

supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan larutan campuran untuk

mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan

supernatan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 426.58 nm.

Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan

menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.

Efisiensi penjerapan =konsentrasi kurkuminoid terjerap

konsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan x 100 %

Page 18: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

6

Hewan Percobaan (Rauter et al. 2009)

Tikus putih jantan galur Sprague dawley berusia 12 minggu di dapat dari

Pusat Studi Biofarmaka IPB. Sebelum percobaan dilakukan, tikus ditimbang berat

badannya dan dilakukan pengambilan darah untuk baseline. Tikus dikandangkan

pada jenis kandang biasa dari plastik secara kelompok. Kondisi gelap terang

kandang diatur 12 jam gelap dan 12 jam terang, dengan suhu ruangan kandang

230C.

Rancangan Penelitian

Sebanyak 21 ekor tikus dibagi menjadi 7 kelompok secara acak. Kelompok

normal (N) merupakan kelompok yang tidak diinduksi streptozotosin (STZ).

Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades.

Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok obat

komersil glibenklamid 5 mg/kg bb. Kelompok ekstrak (E) diinduksi STZ 50

mg/kg bb dan dicekok ekstrak kurkuminoid 100 mg/kg bb. Kelompok NE 5, NE

10 dan NE 20 adalah kelompok tikus diabetes diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan

berturut-turut dicekok sediaan emulsi nanokurkuminoid 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb

dan 20 mg/kg bb. Pencekokan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Induksi

streptozotosin dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian intraperitonial

rongga bawah perut tikus. Pencekokan dilakukan setelah 48 jam disuntik

streptozotosin dan berakhir pada hari ke-14.

Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Soemardji 2004)

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 4, 7, 11, dan 15.

Tikus dipuasakan selama 16 jam dan dihangatkan dengan sinar matahari selama

±15 menit sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor.

Ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor ditusuk

pembuluh darahnya menggunakan jarum. Ekor tikus diurut hingga darah menetes.

Tetesan darah yang diperoleh diteteskan di atas strip glukometer. Kadar glukosa

darah akan terukur setelah 10 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL. Setiap

pengambilan darah, tikus sebelumnya diukur berat badannya.

Penurunan glukosa darah

=glukosa darah hiperglikemia − glukosa darah akhir

glukosa darah hiperglikemia x 100 %

Analisis AST dan ALT darah tikus (IFCC 1986)

Analisis fungsi hati tikus dilakukan dengan mengamati aktivitas enzim

Aspartat Amino Transferase (AST) dan Alanin Amino Transferase (ALT). Sampel

darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk

mendapatkan serumnya. Setelah itu, 100 µl serum darah tikus dicampur dengan 1

ml reagen, ukur serapannya dengan menggunakan alat photometer pada λ 340 nm.

Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer Tris pH 7.8

(80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L, 2-oksoglutarat (12 mmol/L), laktat

dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18

mmol/L). Pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer

Page 19: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

7

Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat

dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).

Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)

Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data

yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada

tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05. Model rancangan tersebut adalah

sebagai berikut.

Keterangan:

Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Pengaruh rataan umum

τ = Pengaruh rataan ke-i

εi = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan

95%, taraf α = 0.05. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5.

Yij = μ + τ + εi

Page 20: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

8

HASIL

Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan rimpang

temulawak lokal Ciemas 100 gr dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Hasil

maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dan selanjutnya dipekatkan dengan

rotary evaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam bentuk

pasta.

Hasil analisis kromatogram HPLC menunjukkan terdapat tiga puncak utama

dengan waktu retensi masing-masing 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit

(Gambar 1b). Hal tersebut sesuai dengan analisis HPLC kurkuminoid standar

yang diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) yang menunjukkan waktu retensi

masing-masing 7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1a). Ketiga

puncak kromatogram tersebut di identifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin,

demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002).

(a)

(b)

Gambar 1 Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol

Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak

Parameter yang diamati terhadap keberhasilan produksi nanokurkuminoid

temulawak diantaranya adalah penampakan secarara fisik, ukuran partikel, indeks

polidispersitas (IP), dan efisiensi penjerapan. Penampakan secarara fisik dari

Page 21: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

9

nanokurkuminoid diamati dari kestabilan emulsi yang tidak meng-agregat,

sehingga dihasilkan emulsi yag homogen dan tidak terpisah (Gambar 2).

Gambar 2 Sediaan emulsi nanokurkuminoid

Analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan alat particle size analyzer

(PSA) yang menghasilkan ukuran partikel nanokurkuminoid sebesar 523.5 nm.

Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat

menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel. Keseragaman ukuran

partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai indeks polidispersitas (IP). Hasil

penentuan IP dari nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah 0.218. Menurut

Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel

memiliki distribusi yang sempit. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam

nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah sebesar 24.2%.

Bobot Badan Tikus Selama Percobaan

Pemberian STZ menyebabkan penurunan bobot badan tikus hingga akhir

perlakuan kecuali pada kelompok normal (Gambar 3). Penurunan bobot badan

pada kelompok normal terjadi sampai hari ke-4 perlakuan. Setelah hari ke-7

sampai ke-15, bobot badan tikus kembali naik meskipun nilainya tidak berbeda

nyata (p>0.05).

Gambar 3 Perubahan bobot badan tikus. Normal, Kontrol Negatif,

Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid ( : 5

mg/kg bb, : 10 mg/kg bb, : 20 mg/kg bb)

Page 22: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

10

Persentase penurunan bobot badan tikus dihitung pada hari ke-7 dan ke-15.

Tabel 1 menunjukkan, pada hari ke-7 perlakuan bobot badan tikus kelompok

normal mengalami penurunan sebesar 3.82%. Kelompok kontrol negatif turun

sebesar 9.43%. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada kelompok kontrol

positif sebesar 13.61%. Pada kelompok ekstrak bobot badan tikus turun 10.42%.

Penurunan bobot badan pada hari ke-7 sebesar 8.84%, 4.70% dan 9.56% terjadi

pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan masing-masing dosis 5,

10, dan 20 mg/kg bobot badan.

Tabel 1 Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan

Kelompok

perlakuan

Penurunan bobot badan (%)

Hari 0 – 4 Hari 0 - 7 Hari 0 – 11 Hari 0 - 15

N 4.52 3.82 1.97 1.39

KN 5.18 9.43 23.66 26.43

KP 1.70 13.61 19.66 22.68

E 7.86 10.42 20.48 27.42

NE 5 3.02 8.84 18.02 24.53

NE 10 4.21 4.70 12.13 15.47

NE 20 4.91 9.56 20.41 23.77

Pada kelompok normal terjadi penurunan bobot badan sebesar 1.39% pada

hari ke-15, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dari

keadaan awal. Berbeda dengan kelompok normal, kelompok tikus yang diinduksi

STZ cenderung mengalami penurunan bobot badan yang signifikan dari keadaan

awal. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif dan

ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kelompok kontrol positif

terjadi penurunan bobot badan sebesar 22.68%. Untuk kelompok sediaan emulsi

nanokurkuminoid masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan 20 mg/kg

bb penurunan bobot badan sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Penurunan

bobot badan terendah terjadi pada kelompok nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan yang diberi sediaan emulsi

nanokurkuminoid dengan variasi dosis, memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif meskipun nilainya tidak

berbeda nyata (p>0.05).

Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak

Aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak

terlihat dari kadar glukosa darah tikus selama 15 hari ( Gambar 4). Glukosa darah

tikus untuk semua kelompok perlakuan sebelum induksi STZ tidak berbeda nyata

(p>0.05). Setelah 48 jam pemberian STZ dengan dosis 50 mg/kg bb, glukosa

darah meningkat signifikan (p<0.05) dari keadaan awal. Pada hari ke-4 tidak

terjadi penurunan kadar glukosa darah meskipun telah diberi berbagai perlakuan

seperti obat komersil (glibenklamid), ekstrak kurkuminoid dan sediaan emulsi

nanokurkuminoid temulawak dengan variasi dosis yang berbeda. Kenaikan

glukosa darah cenderung meningkat pada hari ke-4 setelah pemberian STZ kecuali

pada kelompok NE 10 (sediaan emulsi nanokurkuminoid 10 mg) walaupun

Page 23: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

11

penurunannya tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan kelompok yang

lain. Pada kelompok perlakuan KN (kontrol negatif), tikus diinduksi STZ dan

dicekok akuades yang digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan yang tidak

memberikan efek antidiabetes. Setelah pemberian STZ terjadi peningkatan

glukosa darah sampai hari ke-7 perlakuan kemudian menurun pada hari ke-11 dan

15.

Gambar 4 Perubahan glukosa darah tikus. Normal, Kontrol Negatif,

Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid ( : 5

mg/kg bb, : 10 mg/kg bb, : 20 mg/kg bb)

Kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid dosis 5

mg/kg bb, glukosa darah masih mengalami peningkatan pada hari ke-4 dan ke-7

kemudian turun pada hari ke-11 dan ke-15 namun penurunannya tidak berbeda

nyata dengan keadaan setelah induksi STZ. Pada kelompok ekstrak kurkuminoid

dosis 100 mg/kg bb, glukosa darah tikus cenderung meningkat sampai hari ke-15

perlakuan. Pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak dengan

variasi dosis terlihat bahwa kadar glukosa darah tikus mengalami fluktuasi dari

keadaan setelah pemberian STZ sampai pada hari ke-15 perlakuan. Kelompok

sediaan emulsi nanokurkuminoid (NE) 10 mg/kg bb terjadi penurunan glukosa

darah yang bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4

glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7 glukosa

darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa darah tikus

sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar

30.93% (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif terlihat

perbedaan penurunan glukosa darah tikus walaupun nilainya tidak berbeda nyata

(p>0.05).

Page 24: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

12

Tabel 2 Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan

Kelompok

perlakuan

Penurunan glukosa darah (%)

Hari 0 – 4 Hari 0 - 7 Hari 0 – 11 Hari 0 – 15

N 7.12 8.81 4.07 3.05

KN -4.33 -13.33 7.66 18.83

KP -31.06 -50.35 -17.88 -6.59

E -11.15 -18.08 -11.54 -53.08

NE 5 -32.36 13.26 3.84 -0.66

NE 10 11.98 18.34 19.32 30.93

NE 20 -26.92 -4.87 3.90 -11.81 Keterangan: Tanda negatif ( - ) menunjukkan peningkatan glukosa darah tikus

Kadar AST dan ALT Darah Tikus

Analisis fungsi hati dilakukan dengan mengambil darah tikus untuk

melihat pengaruh berbagai perlakuan terhadap aktivitas enzim AST (Aspartat

Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino Transferase). Selama masa

perlakuan masing-masing kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak

terdapat satu ekor tikus yang mengalami kematian. Pada masing-masing

kelompok tersebut aktivitas AST beragam, bahkan kadarnya ada yang mencapai

angka 0. Hal yang sama terjadi terhadap aktivitas ALT pada kelompok ekstrak

(lampiran 8 & 9).

Aktivitas AST pada Gambar 5 terhadap seluruh kelompok perlakuan

berada pada kisaran 0.44 - 56.75 U/L. Aktivitas AST terendah terdapat pada

kelompok ekstrak, sedangkan aktivitas tertinggi terdapat pada kelompok

perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb. Pada kelompok normal aktivitas

.

Gambar 5 Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan. Normal,

Kontrol negatif, Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi

Nanokurkuminoid ( :5, : 10, :: 20 mg/kg bb)

28.52b

13.97b 13.97b

0.44b

56.75a

15.13b

31.82a

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

N KN KP E NE 5 NE 10 NE 20

Akti

vit

as A

ST

(U

/L)

Kelompok perlakuan

Page 25: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

13

AST sebesar 28.52 U/L. Hasil pengukran statistik menunjukkan adanya perbedaan

yang nyata (p<0.05) pada nilai AST kelompok normal terhadap kelompok

perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb.

Aktivitas enzim ALT ditunjukkan pada Gambar 6. Kelompok kontrol positif

memiliki aktivitas ALT tertinggi sebesar 42.35 U/L. Aktivitas ALT terendah

terdapat pada kelompok ekstrak kurkuminoid sebesar 3.49 U/L. Kelompok normal

aktivitas ALT sebesar 20.95 U/L, dan pada perlakuan nanokurkuminoid dosis 5,

10 dan 20 mg/kg bb masing-masing nilai ALT sebesar 28.52, 25.02 dan 33.46

U/L.

Gambar 6 Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan. Normal,

Kontrol negatif, Kontrol positif, Ekstrak, Emulsi

Nanokurkuminoid ( :5, : 10, :: 20 mg/kg bb)

20.95ab

42.34a

42.35a

3.49b

28.52ab

25.02ab

33.46ab

0

10

20

30

40

50

60

70

N KN KP E NE 5 NE 10 NE 20

Akti

vit

as A

LT

(U

/L)

Kelompok perlakuan

42.35a

Page 26: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

14

PEMBAHASAN

Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak

Metode yang digunakan dalam ekstraksi kurkuminoid temulawak dalam

penilitian adalah metode maserasi. Metode maserasi digunakan karena lebih

praktis dan efisien serta mampu menghasilkan kadar kurkuminoid yang lebih

tinggi (Mujahid et al. 2012). Pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol. Etanol

menurut Faraouq (2003) merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia

tumbuhan untuk tujuan herbal dan mudah diuapkan. Hal ini didasarkan pada

kemampuan pelarut-pelarut alkohol untuk meningkatkan permeabilitas dinding sel

serta efisien dalam mengekstrak sejumlah besar komponen-komponen polar

maupun semi polar. Hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dengan

tujuan untuk menghilangkan minyak atsiri (Popuri 2013), selanjutnya dipekatkan

dengan rotary ovaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam

bentuk pasta.

Penetapan kandungan kukuminoid pada rimpang temulawak dilakukan

dengan metode HPLC deteksi UV/VIS. Analisis HPLC kurkuminoid standar yang

diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) menunjukkan waktu retensi masing-masing

7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1). Ketiga puncak

kromatogram HPLC tersebut diidentifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin,

demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002). Kromatogram

HPLC (Gambar 1) ekstrak temulawak menunjukkan dua puncak utama dengan

waktu retensi 8.507 menit dan 9.153 menit, serta terdapat satu puncak yang lebih

rendah dengan waktu retensi 7.887 menit. Hasil tersebut sesuai dengan yang

dilakukan oleh Ambarsari et al. (2014) yang menunjukkan bahwa komponen

utama ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak adalah demetoksikurkumin dan

kurkumin serta terdapat sedikit komponen bisdemetoksikurkumin.

Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak

Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan menggunakan metode

homogenisasi-ultrasonikasi karena merupakan metode yang sederhana. Formula

yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Mujib (2011) dengan

mencampurkan fase lemak yang terdiri dari pasta kurkuminoid 0.1 g ditambah

asam palmitat 1 g dan fase air yang terdiri dari 0.5 g poloxamer dan 100 ml air

reverse osmosys (RO). Pencampuran dilakukan dengan mendispersikan fase

lemak ke dalam fase air pada suhu 750 C dan diaduk selama lima menit.

Selanjutnya formula dihomogenisasi dengan modifikasi waktu terbaik oleh

Ekaputra (2013) selama lima menit dengan kecepatan 13.500 rpm. Homogenisasi

bertujuan untuk menyatukan kedua fase sehingga dihasilkan emulsi

nanokurkuminoid dengan ukuran yang seragam. Emulsi hasil homogenisasi

didinginkan di dalam wadah yang berisi air dingin. Tujuan pendinginan emulsi

dimaksudkan agar tetesan-tetesan lemak yang terdispersi pada fase cair dapat

sesegera mungkin mengkristal dengan ukuran partikel kecil sebelum tetesan-

tetesan tersebut menggumpal kembali menjadi tetesan-tetesan yang lebih besar

(Anton et al. 2008).

Page 27: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

15

Penggunaan surfaktan dalam pembuatan nanopartikel lemak padat bertujuan

untuk mengendalikan proses kristalisasi. Selain itu, pengemulsi atau surfaktan

berperan dalam memperbaiki stabilitas kinetik struktur kristal yang dihasilkan

(Weiss et al. 2008). Poloksamer 188 yang digunakan pada penilitian ini berfungsi

sebagai pengemulsi yang menstabilkan lapisan nanokurkuminoid tersalut asam

palmitat. Emulsi nanokurkuminoid hasil homogenisasi selanjutnya diultrasonikasi

dengan amplitudo 20% selama 60 menit. Kondisi ultrasonikasi ini didasarkan

pada penelitian yang dilakukan oleh Mujib (2011), hasil yang diperoleh dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi energi ultrasonikasi maka

akan menghasilkan rata-rata ukuran partikel yang semakin kecil dengan distribusi

yang semakin sempit. Akan tetapi, hal tersebut dapat merusak kestabilan emulsi.

Untuk mencapai energi ultrasonikasi yang tinggi dengan tidak merusak kestabilan

emulsi dapat dilakukan dengan pengaplikasian intensitas (amplitudo) yang rendah

dengan waktu yang relatif lama (Mujib 2011). Ultrasonikasi dilakukan dengan

tujuan untuk penyeragaman ukuran partikel yang lebih kecil.

Karakterisasi nonokurkuminoid dapat diamati melalui beberapa parameter

diantaranya penampakan fisik, ukuran partikel, indeks polidispersitas (IP) dan

efisiensi penjerapan. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan dalam penelitian

ini memiliki warna kuning cerah yang tidak mengagregat sehingga dihasilkan

emulsi yang homogen. Ukuran partikel nanopartikel lipid dipengaruhi oleh

berbagai faktor, diantaranya adalah komposisi formulasi seperti surfaktan, sifat

lemak dan obat yang dimasukkan. Berdasarkan penelitian Ambarsari et al. (2014)

komposisi surfaktan dapat meningkatkan stabilitas nanopartikel lemak padat.

Nanokurkuminoid temulawak yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki

ukuran partikel 523.5 nm. Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-

1000 nm) yang dapat menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel.

Semakin kecil ukuran partikel penyerapan kurkumin semakin besar melalui

pemberian oral (Ravichandran 2013).

Keseragaman ukuran partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai

indeks polidispersitas (IP). Hasil penentuan IP dari nanokurkuminoid pada

penelitian ini adalah 0.218. Menurut Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3

menunjukkan ukuran partikel memiliki distribusi yang sempit. Hal ini

mengindikasikan bahwa pembuatan nanopartikel kurkuminoid temulawak pada

penelitian ini telah cukup baik (Lampiran 3).

Faktor yang menentukan besarnya efisiensi penjerapan diantaranya adalah

jumlah zat aktif yang ditambahkan pada pembuatan nanopartikel lemak padat

(Yadav et al. 2008). Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam nanokurkuminoid

pada penilitian ini adalah sebesar 24.2%. Hasil ini lebih kecil dibandingkan

dengan yang dilakukan Ekaputra (2013) yaitu sebesar 86.02%. Hal ini disebabkan

oleh kurkuminoid yang sukar larut dalam lemak cair. Efisiensi penjerapan

menunjukkan banyaknya kurkuminoid yang terjerap di dalam matriks lemak.

Kurkuminoid yang tidak terjerap larut dalam media pendispersi yang distabilkan

oleh pengemulsi (Parhi dan Suresh 2010). Efisiensi penjerapan yang rendah tetap

digunakan pada penelitian ini karena yang digunakan adalah seluruh sediaan

kurkuminoid, bukan hanya yang terjerap saja. Nilai efisiensi penjerapan

menunjukkan karakterisasi nanokurkuminoid yang dihasilkan. Parhi dan Suresh

(2010) mengungkapkan bahwa efisiensi penjerapan juga dipengaruhi oleh

kelarutan zat aktif di dalam lemak cair. Jika zat aktif tidak larut sempurna dalam

Page 28: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

16

lemak cair, maka sebagian zat aktif akan terlepas dari matriks lemak, dan terlarut

dalam media pendispersi yang distabilkan oleh pengemulsi. Kelarutan zat aktif

pada lemak cair dapat ditingkatkan dengan menambahkan surfaktan untuk zat

peningkat kelarutan.

Bobot Badan Tikus Selama Percobaan

Kondisi bobot badan tikus selama percobaan merupakan salah satu

parameter yang diamati pada penilitian secara in vivo. Pengamatan bobot badan

dilakukan pada hari ke - 0, 4, 7, 11 dan 15 dengan tujuan untuk mengamati

pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid serta

sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak pada tikus. Selain itu, induksi STZ

dan NaCl juga diamati terhadap bobot badan tikus. Kondisi hiperglikemia pada

tikus dilakukan dengan menginduksi STZ dosis 50 mg/kg bb.

Induksi STZ dosis 50 mg/kg bb pada Gambar 3 menunjukkan bahwa, STZ

mampu menurunkan bobot badan tikus secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan

efek STZ yang merusak sel beta pankreas dan mengarah pada insulinitas, akan

berpengaruh buruk pada mobilisasi zat gizi antara lain tidak mampu menghasilkan

energi dari glukosa yang berasal dari makanan (Retnaningsih 2013). Menurut

Szkudelski (2001), STZ menyebabkan produksi ATP (adenosine triphosphat)

mitokondria terbatas dan menimbulkan deplesi pada sel nukleotida.

Pada kelompok normal penurunan bobot badan tikus sebesar 1.39%. Angka

ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut, bobot badan tikus tidak

mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan tikus tidak di induksi STZ.

Hal ini berarti pada kelompok normal metabolisme tubuh tikus berfungsi normal

dan bekerja dengan baik. Persentase penurunan bobot badan tikus pada kelompok

ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Penurunan

bobot badan pada tikus kelompok normal disebabkan karena tikus mengalami

stres selama masa percobaan karena satu kelompok tikus dikandangkan ke dalam

kandang yang sama.

Kelompok tikus yang di induksi STZ cenderung mengalami penurunan

bobot badan yang signifikan dari keadaan awal. Penurunan tertinggi terjadi pada

kelompok kontrol negatif pada tikus diabetes yang hanya dicekok akuades dan

kelompok ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Persentase

penurunan bobot badan pada dua kelompok perlakuan ini menunjukkan angka

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok normal. Hal tersebut

menunjukkan bahwa induksi 50 mg/kb bb STZ pada tikus selama 15 hari mampu

menghambat peningkatan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak kurkuminoid

yang dicekok menggunakan akuades pada tikus diabetes tidak mampu menekan

penurunan bobot badan disebabkan karena sifat kurkuminoid yang tidak larut

dalam air dan bioavailabilitas kurkuminoid yang rendah didalam tubuh. Pada

kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid penurunan bobot

badan tikus sebesar 22.68%. Pada kelompok ini, glibenklamid mampu menekan

penurunan bobot badan sebesar 3.75% dari kelompok kontrol negatif.

Penurunan bobot badan terhadap kelompok sediaan emulsi

nanokurkuminoid temulawak masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan

20 mg/kg bb berturut-turut adalah sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Badan

Pengawasan Obat dan Makanan menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari

temulawak adalah untuk memperbaiki nafsu makan (BPOMRI 2005). Selama

Page 29: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

17

masa perlakuan terlihat bahwa nafsu makan tikus kelompok sediaan emulsi

nanokurkuminoid lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan

kelompok ekstrak. Penurunan bobot badan terendah terjadi pada kelompok

sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb. Berdasarkan hal tersebut,

perlakuan terhadap seluruh kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu

menekan penurunan bobot badan sebesar 2-11% jika dibandingkan dengan

kelompok kontrol negatif. Persentase penurunan bobot badan yang semakin

rendah menunjukkan pemberian perlakuan yang lebih baik terhadap tubuh tikus

yang diiduksi STZ. Penurunan bobot badan terhadap kelompok sediaan emulsi

nanokurkuminoid lebih rendah dibandingkan dengan kelompok ekstrak. Hal ini

disebabkan karena kurkuminoid telah diformulasi ke dalam nanopartikel lemak

padat sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitasnya didalam tubuh tikus.

Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak Tingginya kadar glukosa darah atau hiperglikemia dianggap menjadi salah

satu penyebab utama terjadinya komplikasi diabetes. Streptozotosin yang

diinduksikan pada tikus dengan dosis 50 mg/kg bb mampu meningkatkan kadar

glukosa darah secara signifikan. Hal ini terjadi karena pemberian STZ dapat

mengganggu respon tikus terhadap glukosa dan sensitivitas sel β pada 8-10

minggu (Szkudelski 2001). Streptozotosin merupakan analog glukosa dan N-asetil

glukosamin (Gambar 7) yang bersifat sitotoksik, memiliki rumus molekul

C8H15N3O7, berat molekul 265 g/mol dan strukturnya terdiri dari sebagian

nitrosourea dengan gugus metil yang melekat pada salah satu ujungnya dan

molekul glukosa pada ujung yang lain (Eleazu et al. 2013). Streptozotosin (2-

deoksi-2- (3-metil-3-nitrosourea) - 1-D glukopiranosa) merupakan senyawa alami

yang diproduksi oleh bakteri tanah Streptomyces achromogenes yang digunakan

sebagai bahan induktor hiperglikemia pada hewan coba dengan cara merusak

DNA sel-β pankreas sehingga terjadi penghambatan sekresi dan sintesis insulin

(Szkudelski 2001). Kondisi tersebut menimbulkan gangguan pada metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein dan bermanifestasi pada peningkatan kadar

glukosa darah (Retnaningsih 2013).

Gambar 7 Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin

(Eleazu et al. 2013)

Page 30: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

18

Pengamatan terhadap glukosa darah pada tikus hiperglikemia dilakukan

untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kurkuminoid, obat komersil

glibenklamid serta sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan berbagai dosis jika

dibandingkan dengan tikus normal dan tikus hiperglikemia tanpa pemberian obat.

Glukosa darah pada kelompok tikus normal yang tidak di induksi STZ selama

masa perlakuan sebesar 89.67±4.41 - 98.33±3.71 mg/dl. Khon & Clifford (2002)

menyebutkan bahwa nilai glukosa darah normal pada tikus adalah 85-135 mg/dl.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut glukosa darah tikus berada

pada kondisi normal.

Persentase penurunan glukosa darah tikus pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

terjadi fluktuasi kadar glukosa darah setelah induksi STZ sampai pada perlakuan

hari ke-15. Pada perlakuan kontrol negatif, tikus hiperglikemia yang hanya

dicekok akuades kadar glukosa darahnya hingga akhir perlakuan masih berada di

atas normal. Pengaruh STZ terhadap kelompok ini masih menyebabkan tikus

berada pada kondisi hiperglikemia hingga akhir perlakuan. Streptozotosin yang

memiliki molekul glukosa pada struktur kimianya dapat masuk ke dalam sel beta

pankreas melalui glucose 2 transporter dengan afinitas yang rendah di dalam

membran plasma. Hal ini terjadi karena sel-sel beta pankreas lebih aktif dalam

penyerapan glukosa dan juga lebih sensitif terhadap STZ dibandingkan dengan

sel-sel yang lain (Elsner et al. 2007). Sel-sel beta pankreas yang mati melalui

fragmentasi DNA menyebabkan tingginya kadar glukosa di dalam darah, yang

kemudian mengakibatkan terjadinya kondisi hiperglikemia. Tiga jalur utama yang

berkaitan dengan kematian sel yang disebabkan oleh STZ seperti pada Gambar 7

adalah : (i) metilasi DNA melalui pembentukan ion karbonium (CH3+) yang

mengakibatkan pengaktifan enzim poli ADP-ribosa sintase sebagai bagian dari

mekanisme perbaikan sel yang mengakibatkan terjadinya deplesi NAD+; (ii)

produksi Oksida nitrat; (iii) turunan radikal bebas hidrogen peroksida.

Gambar 8 Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ (Szkudelski 2001)

Alkilasi DNA

DNA rusak Ribosilasi poli ADP

Page 31: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

19

Perlakuan terhadap kelompok kontrol positif yang diberi glibenklamid

menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-4 dan ke-7, kemudian

mengalami penurunan pada hari ke-11 dan ke-15. Penurunan kadar glukosa darah

ini terjadi disebabkan pemberian glibenklamid sebagai salah satu agen

hipoglikemia golongan sulfonylurea yang bekerja dengan menstimulasi pelepasan

insulin dari sel-sel beta pankreas (Bastaki 2005).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Permasku (2014) secara in vitro

menunjukkan bahwa ekstrak kuruminoid temulawak memiliki potensi sebagai

inhibitor enzim α-glukosidase yang berpotensi sebagai antidiabetes. Namun pada

penelitian ini diketahui bahwa ekstrak kurkuminoid temulawak yang diberikan

pada tikus hiperglikemia belum mampu menurunkan kadar glukosa darah

meskipun dosis yang diberikan jauh lebih besar dibandingkan dengan sediaan

emulsi nanokurkuminoid. Kadar glukosa darah pada kelompok ini cenderung

mengalami peningkatan setelah induksi STZ hingga akhir perlakuan. Hal ini tidak

saja disebabkan oleh pemberian ekstrak kurkuminoid yang tidak berpengaruh

terhadap penurunan glukosa darah, pencekokan pada tikus hiperglikemik juga

mampu meningkatkan kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan

terganggunya metabolisme pada tubuh tikus.

Pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb menurunkan

kadar glukosa darah tikus hiperglikemia hingga hari ke-7 perlakuan, namun pada

hari ke-11 dan 15 glukosa darah kembali mengalami peningkatan. Glukosa darah

yang meningkat pada kelompok ini jauh lebih rendah dari keadaan awal setelah

induksi STZ. Pada dosis 10 mg/kg bb sediaan emulsi nanokurkuminoid

berdasarkan Tabel 2 menunjukkan hasil terbaik dengan menurunkan glukosa

darah secara bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4

persentase glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7

glukosa darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa

darah tikus sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15

yaitu sebesar 30.93%. Kelompok tikus hiperglikemia yang diberi perlakuan

sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 20 mg/kg bb mampu menurunkan glukosa

darah hingga hari ke-11, dan kembali mengalami peningkatan pada hari ke-15.

Akan tetapi, meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 lebih rendah

dibandingkan dengan keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Pemberian

sediaan emulsi nanokurkuminoid efektif hingga hari ke-11, dilihat dari kembali

meningkatnya glukosa darah pada hari ke-15 meskipun peningkatannya lebih

rendah dari keadaan awal setelah tikus di induksi STZ. Berdasarkan hal tersebut,

secara keseluruhan pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu

menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia selama masa perlakuan.

Pemberian perlakuan terhadap kelompok ekstrak dengan dosis 100 mg/kg

bb diketahui mengandung bahan aktif dengan konsentrasi sebesar 54800 ppm,

sedangkan perlakuan dengan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb

mengandung bahan aktif dengan konsentrasi sebesar 5.4 ppm (lampiran 6). Hal

tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa bioaktif pada ekstrak

kurkuminoid 10148 kali lebih besar dibandingkan dengan sediaan emulsi

nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb, akan tetapi memiliki aktivitas

antihiperglikemia yang jauh lebih kecil.

Page 32: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

20

Faktor yang menyebabkan rendahnya aktivitas antihiperglikemia dari

ekstrak kurkuminoid ini salah satunya adalah bioavailabilitas kurkuminoid yang

rendah. Rendahnya bioavailabilitas ini mengakibatkan penyerapan kurkuminoid di

dalam tubuh kecil sehingga cepat di metabolisme di dalam usus dan hati

(Kocher et al. 2015). Penggunaan nanopartikel lemak padat pada penelitian ini

memberikan keuntungan yang jauh lebih baik dibandingkan ekstrak kurkuminoid.

Ghalandarlaki et al. (2014) menyebutkan bahwa nanopartikel lemak padat

diketahui memiliki keuntungan dalam meningkatkan pengisian obat,

meningkatkan kontrol pelepasan obat, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-

senyawa bioaktif yang terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang

lama. Formulasi kurkumin ke dalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan

Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan

sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa pemberian sediaan ekstrak

kurkuminoid yang di formulasi ke dalam nanopartikel lemak padat memiliki

aktivitas antihiperglikemia terbaik dibandingkan dengan perlakuan menggunakan

ekstrak dan kontrol positif.

Kadar AST dan ALT Darah Tikus

Hati merupakan organ penting yang berperan dalam regulasi metabolisme

karbohidrat. Organ ini memiliki fungsi penting dalam mengatur kadar glukosa

darah dan menyediakan sumber energi glukosa secara terus menerus ke organ-

organ yang membutuhkan (Levinthal dan Tavill 1999). Kerusakan yang terjadi

pada hati dapat mengakibatkan terganggunya proses metabolisme pada tubuh

sehingga menimbulkan berbagai macam penyakit. Salah satu faktor yang

menyebabkan keruskan hati adalah adanya senyawa kimia seperti STZ didalam

tubuh. Streptozotosin tidak hanya merusak sel-sel beta pankreas, sel-sel lain

seperti hepatosit dan tubulus ginjal yang mengekspresikan transporter GLUT 2

juga rentan terhadap senyawa ini. Hal ini menjelaskan, mengapa hewan coba yang

diinduksi STZ cenderung mengalami kerusakan hati dan ginjal (Eleazu et al.

2013). Streptozotosin juga menyebabkan kerusakan pada jantung dan jaringan

adiposa, meningkatkan stres oksidatif, inflamasi, dan disfungsi endotelial dengan

konsentrasi obat atau metabolismenya di dalam hati, ginjal, usus dan pankreas

secara konsisten lebih tinggi daripada didalam plasma (Eleazu et al. 2013).

Indikator yang umum digunakan melihat adanya kerusakan hati adalah

aktivitas enzim AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino

Transferase). Kedua enzim transaminase ini merupakan enzim intraseluler

sehingga apabila terjadi kerusakan sel seperti gangguan permeabilitas dinding sel

hati akan mengakibatkan aktivitasnya meningkat. Enzim ALT mengkatalisis

reaksi bolak-balik pemindahan gugus amino dari L-alanin kepada asam α-

ketoglutarat sehingga menghasilkan piruvat dan glutamat (Qureshi et al. 2010).

Enzim ini banyak terdapat didalam sitosol sel-sel parenkim hati. Enzim AST

berfungsi mengatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke

asam α-oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat. Aspartat

transaminase (AST) ditemukan dalam sitoplasma dan mitokondria dari hepatosit.

Page 33: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

21

Pengukuran AST dan ALT yang dilakukan menggunakan metode

International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) tahun 1986. Prinsip

pengukuran AST dan ALT menggunakan satuan unit yang berdasarkan jumlah

enzim yang dapat mengubah 1 μmol substrat per menit yang bertujuan untuk

melihat aktivitas ALT dan AST berdasarkan jumlah NADH yang digunakan.

Reaksi yang terbentuk selama pengukuran aktivitas AST terdiri atas dua reaksi,

substrat yang digunakan α-ketoglutarat yang kemudian bereaksi dengan L-aspartat

menghasilkan glutamat dan oksaloasetat. Oksaloasetat yang terbentuk kemudian

bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat dehidrogenase membentuk

malat dan NAD+. Pada pengukuran aktivitas ALT juga terdapat 2 reaksi, substrat

yang digunakan adalah α-ketoglutarat yang bereaksi dengan L-alanin (enzim) dan

dikatalisis oleh ALT pada serum membentuk glutamat dan piruvat. Setelah itu

piruvat yang terbentuk bereaksi dengan NADH serta H+ dikatalisis oleh laktat

dehidrogenase membentuk laktat dan NAD+.

Aktivitas AST dan ALT pada penelitian ini diukur untuk mengetahui

pengaruh pemberian perlakuan ekstrak kurkuminoid, obat komersil glibenklamid

serta sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan berbagai dosis jika dibandingkan

dengan tikus normal dan tikus hiperglikemia tanpa pemberian obat. Aktivitas AST

serum darah tikus pada seluruh kelompok setelah perlakuan berkisar antara 0–

89.05 U/L (lampiran 10). Kelompok normal rata-rata kadar AST sebesar

28.52±1.9 U/L. Berbeda dari kelompok normal, pada kelompok kontrol negatif,

kontrol positif dan ekstrak masing-masing kadar AST memiliki nilai rata-rata

yang sangat rendah. Rendahnya kadar AST terjadi karena pada masing-masing

kelompok perlakuan tersebut hanya terdapat dua ekor tikus yang digunakan

sebagai ulangan. Selama perlakuan berlangsung terdapat satu ekor tikus yang mati

pada masing-masing kelompok tersebut, serta terdapat nilai 0 pada kadar AST

kelompok kontrol negatif dan kelompok ekstrak. Pembacaan akhir yang sangat

rendah, bersamaan dengan kecilnya perubahan absorbansi antara pembacaan

mengindikasikan kadar AST yang sangat tinggi (Pointescientific 2015). Kadar

AST yang mencapai nilai 0 tidak sesuai jika dibandingkan dengan kelompok

normal maupun berdasarkan literatur. Girindra (1989) menyebutkan bahwa nilai

normal AST yaitu berada pada kisaran 45.7-80.8 U/L. Kadar AST yang berada

diluar rentang kadar AST normal menunjukkan bahwa terjadi kelainan pada hati

tikus. Hal ini didukung dari data sebelumnya pada kelompok kontrol negatif dan

kelompok ekstrak yang menunjukkan kondisi fisik tikus terlihat tidak sehat

dengan nafsu makan yang rendah, penurunan bobot badan terbesar dan kadar

glukosa darah yang paling tinggi. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada dua

kelompok tersebut yaitu masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kadar

glukosa darah tertinggi juga terjadi pada kelompok ekstrak yaitu sebesar 53.08%.

Kerusakan hati pada tikus menggambarkan kondisi stres oksidatif pada sel

hepatosit yang disebabkan oleh induksi STZ. Kondisi ini terjadi dengan

meningkatnya pembentukan reactive oxygen species (ROS) seperti anion

superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), dan hidrogen peroksida (H2O2). ROS

akan mengoksidasi fosfolipid secara berantai yang disebut oksidasi lipid. Hal ini

mengakibatkan kerusakan sel hati sampai timbul nekrosis hati, yaitu terjadinya

gangguan integritas membran plasma, keluarnya isi sel, dan timbulnya respon

inflamasi (Tiwari & Khosa 2010).

Page 34: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

22

Aktivitas AST pada kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 5

dan 20 mg/kg bb masing-masing sebesar 56.75±5.94 U/L dan 31.82±6.5 U/L.

Nilai ini masih berada pada rentang nilai kadar AST normal yang disebutkan oleh

Girindra (1987). Berbeda dengan perlakuan emulsi nanokurkuminoid dosis 10

mg/kg bb, rata-rata aktivitas kadar AST pada kelompok ini lebih rendah yaitu

sebesar 15.13±11.27 U/L. Hal ini disebabkan perbedaan kadar AST pada masing-

masing ulangan pada tikus nomor 1 dan tikus nomor 3 yang memiliki kadar AST

yang rendah(lampiran 10). Pengukuran aktivitas enzim AST tidak spesifik

terhadap kerusakan hati, hal ini disebabkan karena enzim ini tidak hanya terdapat

dihati tetapi juga tersebar pada otot rangka, otot jantung, ginjal dan otak (Shyamal

et al. 2006). AST masih digunakan di laboratorium sebagai parameter untuk

menilai kerusakan hati karena dianggap sebagai indikator yang sensitif terhadap

kerusakan mitokondria khususnya di wilayah centrilobular hati (Devaraj et al.

2010).

Hasil aktivitas AST berbeda dengan ALT, pada kelompok normal kadar

ALT sebesar 20.95±2.31 U/L sedangkan pada perlakuan kontrol negatif dan

kontrol positif nilai ALT berada diatas nilai normal yaitu sebesar 42.34±18.77 U/L

dan 42.35±3.05 U/L. Kadar ALT yang tinggi pada dua kelompok perlakuan

tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada hati tikus. Pada

kelompok kontrol negatif yang hanya diberi akuades dan tidak diberi obat, kadar

ALT meningkat diakibatkan pengaruh STZ hingga akhir perlakuan. Pada

perlakuan kontrol positif, pemberian obat antihiperglikemik berupa glibenklamid

belum mampu menurunkan aktivitas ALT menjadi normal pada hati tikus yang di

induksi STZ.

Rata-rata kadar ALT pada kelompok ekstrak yaitu sebesar 3.49±3.49 U/L.

Sama halnya seperti pada pengukuran AST, kadar ALT pada kelompok ini juga

rendah karena pengukuran aktivitas ALT hanya menggunakan dua ekor tikus yang

digunakan sebagai ulangan dan masing-masing kadar ALT tikus ulangan 1 dan 2

yaitu 0 dan 6.98 U/L. Perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan dosis 5,

10 dan 20 mg/kg bb memiliki aktivitas ALT masing-masing sebesar 28.52±11.61

U/L, 25.02±8.21 U/L dan 33.46±10.62 U/L. Nilai tersebut berada pada rentang

nilai ALT normal seperti yang disebutkan oleh Girindra. Aktivitas ALT pada

kelompok perlakuan emulsi nanokurkuminid dengan variasi dosis menunjukkan

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dan kontrol

postif meskipun nilainya tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil ini sesuai dengan

penilitian yang dilakukan El Marsy (2012), yang mengungkapkan bahwa ekstrak

air dan ekstrak etanol kurkumin memiliki aktivitas perlindungan terhadap

senyawa toksik pada tikus diabetes yang di induksi STZ.

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim AST dan ALT diatas, dapat

disimpulkan bahwa pemberian sediaan emulsi nanokurkuminoid mampu

mempertahankan fungsi normal hati tikus hiperglikemia yang di induksi STZ. Hal

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2013) yang

menyebutkan bahwa pemberian emulsi nanokurkuminoid dengan dosis 5000

mg/kg bb tidak termasuk senyawa hepatotoksik karena tidak menyebabkan

peningkatan aktivitas enzim hati.

Page 35: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

23

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Rendemen ekstrak kurkuminoid yang dihasilkan sebesar 8.32%, dan hasil

karakterisasi nanokurkuminoid dengan ukuran partikel 523.5 nm, nilai indeks

polidispersitas 0.218, dan efisien penjerapan sebesar 24.2%. Pemberian sediaan

emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb selama 15 hari memiliki aktivitas

antihiperglikemia terbaik yang dapat menurunkan glukosa darah tikus sebesar

31%, serta menekan penurunan bobot badan pada tikus sebesar 15.5%.

Nanokurkuminoid juga mampu mempertahankan keadaan normal fungsi hati

tikus.

SARAN

Ekstrak kurkuminoid perlu dilarutkan sempurna pada pembuatan sediaan

emulsi nanokurkuminoid agar diperoleh efesiensi penjerapan yang lebih besar.

Perlu digunakan tikus standar agar respon seluruh tikus seragam, sehingga dapat

meminimalisasi kematian tikus selama perlakuan.

Page 36: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

24

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari L, Nurcholis W, Darusman LK, Mujib MA, Heryanto R. 2014. The

curcuminoids extract of curcuma xanthorriza roxb loaded solid lipid

nanoparticles. IJSR. 3:852-858.

Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability

of curcumin: Problems and Promises. Molecular Pharmaceutics. 4:807-818.

Anton N, Benoit JP, Saulnier P. 2008. Design and production of nanoparticles

formulated from nano-emulsion templates – A Review. J Control Release.

128:185–199.

Arakawa H, Kodama H, Matsouka N, Yamaguchi I. 1996. Stress increases plasma

activity in rats: differential effects of andrenergic and cholinergic

blockades. J Pharmacol Experiment Therapeutics. 280:1296-1303.

Ayuningtyas N. 2013. Karakterisasi dan Toksisitas Akut Nanopartikel

Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat Terhadap Tikus Sprague Dawley

Betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Basnet P, Natasa SB. 2011. Curcumin: An anti-inflammatory molecule from a

curry spiceon the path to cancer treatment. Molecules. 16:4567-4598.

Bastaki. 2005. Review diabetes mellitus and its treatment. Int J Diabetes &

Metabolism. 13:111-134.

[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.

Gerakan nasional minum temulawak. InfoPOM. 6:1-12.

Chuengsamarn S, Rattanamongkolgul S, Luechapudiporn R, Phisalaphong C,

Jirawatnotai S. 2012. Curcumin extract for prevention of type 2 diabetes.

Diabetes Care. 35:2121-2127.

[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2013. Diabetes melitus penyebab kematian

nomor 6 di dumia: KEMENKES tawarkan solusi cerdik melalui posbind

[internet]. [diunduh 2015 jul 28]. Tersedia pada :

www.depkes.go.id/article/view/2383.

Devaraj S, Ismail S, Ramanathan S, Marimuthu S, Fei YM. 2010. Evaluation of

the hepatoprotective activity of standardized ethanolic extract of Curcuma

xanthorrhiza Roxb. JMPR.. 4(23):2512-2517.

Dutta KA and Ikiki E. 2013. Novel drug delivery systems to improve

bioavailability of curcumin. J Bioequiv Availa. 6:1.

Ekaputra, HR. 2013. Optimisasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam

palmitat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma S, Essien UN. 2013. Review of the

mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in

experimental animals, its practical use and potential risk to humans. J

Diabetes Metab Disord. 12:60.

El-Marsy AA. 2012. Potential therapeutic effect of curcuma longa on

streptozotocin induced diabetic rats. J Med Med Sci. 1(4):91-98.

Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R, Lenzen S. 2007. Relative

importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell toxicity of

streptozotocin. Diabetolgia. 43:1528–1533.

Page 37: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

25

Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat tradisional.

Dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII.

Jakarta. Hal: 45-52.

Ghalandarlaki N, Alizadeh AM, Ashkani-Esfahani S. 2014. Nanotechnology-

applied curcumin for different diseases therapy. BioMed Research

International. 1-23.

Gibson GG, Sket P. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Aisyah BI, penerjemah.

Jakarta: UI. Terjemahan dari: Drugs Metabolisme.

Girindra A. 1988. Biokimia Patologi. Bogor : IPB.

Hollands MA, Logan JE. 1966. An examination of commercial kits for the

determination of glutamic oxaloacetic transaminase (GOT) and glutamic

pyrupic transaminase (GPT) in serum. Canad. J Med. Ass. 95:303-307.

Hussain. 2002. Hypoglycemic, hypolipidemic and antioxidant properties of

combination of curcumin from curcuma longa, linn, and partially purified

product from abroma augusta, linn. in streptozotocin induced diabetes.

Indian J Clin Biochem. 17(2):33-43.

[IDF] International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Atlas Sixth Edition

[internet]. [diunduh 2014 Ags 12]. Tersedia pada:

www.idf.org/diabetesatlas.

[IFCC] International Federation of Clinical Chemistry. 1986. Methods for the

measurement of catalytic concentrations of enzymes. J Clin. Chem Clin

Biochem. 24:481.

Jayaprakasha Gk, Rao LJ, Sakariah KK.2002. Improved HPLC method for

determination of curcumin, demethoxycurcumin, and

bisdemothoxycurcumin. Food Chemistry. 50:3668-3672.

Kakkar V, Singh S, Singla D, Kaur IP. 2011. Exploring solid lipid nanoparticles

to enhance the oral bioavailability od curcumin. Mol. Nutr. Food Res.

55:495–503.

Kim M, Kim C, Song Y, Hwang J. 2014. Antihyperglycemic and anti-

Inflammatory effects of standardized curcuma xanthorrhiza roxb. Extract

and its active compound xanthorrhizol in high-fat diet-induced obese mice.

Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2014:1-10.

Kocher A, Schiborr C, Behnam D, Frank J. 2015. The oral bioavailability of

curcuminoids in healthy humans is markedly enhanced by micellar

solubilisation but not further improved by simultaneous ingestion of

sesamin, ferulic acid, naringenin and xanthohumol. Journal of Functional

Foods. 14:183-191.

Kohn DF, Clifford CB, 2002 - Biology and diseases of rats. In: J..G Fox, L.C.

Anderson, F.M. Lowe, et al., eds. Laboratory Animal Medicine, 2nd ed.

New York: Academic Press, 121-167.

Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of drug activities:

pharmacometrics. London: Academic Press.

Levich BR. 2011. Diabetes management : optimizing roles for nurses in insulin

initiation. J Multidiscip Healthc. 4:15-24.

Levinthal GN, and Tavill M. 1999. Liver disease and Diabetes Mellitus. Clin.

Diabetes. 17:73.

Page 38: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

26

Malkawi. 2012. Review Article: The effectiveness of physical activity in

preventing type 2 diabetes in high risk individuals using well-structured

interventions: a systemic review. Journal of Diabetology. 2:1.

Mangunwardoyo W, Deasywaty, Tepy U. 2012. Antimicrobial and identification

of active compound curcuma xanthorriza roxb. IJBAS-IJENS. 12:01.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Jilid 1 Edisi ke-2

dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Pr.

Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2012. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada

penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza

Roxb). Tawangmangu (ID): Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat

Tradisional Tawangmangu.

Mujib MA. 2011. Pencirian Nanopartikel Kurkuminoid Tersalut Lemak Padat

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parhi R, Suresh P. 2010. Production of solid lipid nanoparticles-drug loading and

release mechanism. J Chem Pharm Res. 2:211–227.

Permasku G. 2014. Aktivitas inhibisi enzim α-Glukosidase dan sitotoksisitas

ekstrak kurkuminoid rimpang temulawak dari berbagai aksesi (In Vitro)

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pointescientific. 2015. Liquid AST(SGOT/ALT(SGPT) reagen set. Canton MI

48188. USA.

Popuri A.K. 2013. Extraction od curcumin from turmeric roots. IJIRS. 2:290-299.

Qureshi MN, Kuchekar BS, Logade NA, Haleem MA. 2010. In – vitro antioxidant

and in-vivo hepatoprotective activity of Leucas ciliata leaves. J Record Na

Prod. 4: 124-130.

Rauter et al. 2009. Bioactivity studies and chemical profile of the antidiabetic

plant Genista tenera. Journal of Ethnopharmacology. 122:384–393.

Ravichandran R. 2013. Pharmacokinetic study of nanopaticulate curcumin: oral

formulation for enhanced bioavailibility. JBNB. 4: 291-299.

Retnaningsih C, Darmono, Widianarko B, Muis SF. 2013. Peningkatan aktivitas

antioksidan superoksida dismutase pada tikus hiperglikemi dengan asupan

tempe koro benguk (Mucuna pruriens L.). Agritech. 33: 154-161.

Shi F, Ji-Hui Z, Ying L, Yong Tai Z, Nian-Ping F. 2012. Preparation and

characterization of solid lipid nanoparticles loaded with frankincense and

myrrh oil. Int J Nanomedicine. 7:2033-2043.

Shyamal S, Latha PG, Shine VJ, Suja SR, Rajasekharan S, Devi TG (2006).

Hepatoprotective effects of Pittosporum neelgherrense Wight & Arn, a

popular Indian ethnomedicine. J. Ethnopharmacol. 107:151-155.

Singh S. 2011. The genetics of type 2 diabetes mellitus : A Review. J Sci Res.

55:35-48.

Soemardji, AA. 2004. Penentuan kadar gula darah mencit secara cepat: untuk

diterapkan dalam penapisan aktivitas antidiabetes in vivo. Acta

Pharmaceutical Indon. 29:115 - 116.

Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Kusumaningtyas DI. 2008.

Curcuminoids from Curcuma xanthorriza Roxb: Isolation,

characterization, identification, and analysis of antioxidant activity.

Proceedings of The First International Symposium on Temulawak, Bogor,

27–29 Mei 2008.

Page 39: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

27

Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in β cells

of the rat pancreas. Physiology Research. 50:536- 540.

Tiwari KB, Khosa RL. 2010. Hepatoprotective and antioxidant effect of

Sphaeranthus indicus against acetaminophen-induced hepatotoxicity in

rats. J. Tropical Med. 6:1-11.

Weiss J, Decker EA, McClements DJ, Kristbergsson K, Helgason T, Awad T.

2008. Solid lipid nanoparticles as delivery systems for bioactive food

components. Food Biophysics. 3:146–154.

Yadav V, Vinay P, Sarasija S, Yadav S. 2008. Curcumin loaded palmitic acid

microparticles. InPharm Communique. 1:15-18.

Zhang D, Fu M, Gao S, Liu J. 2013. Curcumin and Diabetes: A systematic

review. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.

2013:1-16.

Page 40: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Desain Penelitian

Kelompok Normal

Induksi NaCl dan cekok akuades

Kelompok

normal

Kelompok

kontrol

positif

Ekstraksi dan analisis

HPLC kurkuminoid

temulawak

Pembuatan sediaan emulsi

nanokurkuminoid

Uji PSA

Uji efisiensi

penjerapan

Karakterisasi sediaan

emulsi nanokurkuminoid

Pengukuran bobot

badan dan glukosa

darah

Kadar AST – ALT

darah tikus

Uji aktivitas

antihiperglikemia pada

hewan coba

Page 41: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

29

Lampiran 2 Prosedur perlakuan pada hewan coba

Persiapan alat dan bahan

Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa

darah normal

Induksi streptozotosin dosis 50 mg/kg bb kecuali

kelompok normal (biarkan selama 48 jam)

Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa

darah hiperglikemia

Cekok dengan sediaan obat

Timbang bobot badan tikus

(250-350gram)

Tikus dipuasakan selama 16 jam

(tetap diberi minum)

Pengukuran bobot badan dan kadar glukosa

darah selanjutnya pada hari ke-4, 7,11, 15

Nekropsi hari ke-15 dengan pengambilan

serum darah untuk pemeriksaan kadar AST-

ALT darah tikus

Page 42: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

30

Lampiran 3 Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer

Nanokurkuminoid

Hasil PSA Nanokurkuminoid dengan ukuran partikel 523.5 nm dan indeks

polidispersitas 0.218

Page 43: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

31

Lampiran 4 Efisiensi penjerapan

Kurva Standar

Tabel 2. Hasil sentrifugasi nanokurkuminoid (10x pengenceran)

Pengulangan Absorbansi [Kurkuminoid

Terjerap] (mg/ml)

Efisiensi

Penjerapan (%)

1

2

0.513

0.461

0.255

0.229

25.5

22.9

Rata-rata

Standar Deviasi

0.487

0.036

0.242

0.018

24.2

1.834

[Kurkuminoid Terjerap] = (𝐴𝑏𝑠−0.0043

19.941𝑥 Faktor pengenceran) mg/ml

= (0.513−0.0043

19.941x 10) mg/ml

= 0,255 mg/ml

Efisiensi Penjerapan = [Kurkuminoid Terjerap]

[Kurkuminoid Teoritis]𝑥 100%

= 0.255 mg/mL

1.000 mg/mL 𝑥 100%

= 25.5 %

y = 19.941x + 0.0043R² = 0.9995

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045

Ab

sorb

an

si (

A)

Konsentrasi (mg/mL)

Page 44: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

32

Lampiran 5 Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964)

Page 45: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

33

Lampiran 6 Perhitungan Dosis

Contoh Perhitungan :

Dosis nanokurkuminoid:

Berat badan tikus = 270 gram

Dosis = 10 mg/Kg

Dosis yang diberikan = 270 gram

1000 gram 𝑥 10 mg/Kg

= 2.7 mg

Sediaan emulsi nanokurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.1 gram dalam

100 ml air RO. Sediaan ini konsentrasinya dianggap sama dengan bobot jenis

1 g/ml atau 1 mg/µL. sehingga :

Volume nanokurkuminoid yang diberikan (µL) = 2.7 mg

1mg x 1µL

= 2.7 µL (dilarutkan dengan

akuabides hingga 0.5 ml)

Karena volume nanokurkuminoid yang diberikan sangat kecil sehingga

menyebabkan sulitnya perlakuan cekok pada tikus. maka nanokurkuminoid

diencerkan kedalam akuades hingga 0.5 ml.

Konsentrasi pengenceran = (𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑒𝑘𝑜𝑘)𝑥 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑛𝑎𝑛𝑜𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛𝑜𝑖𝑑)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

= 2.7 𝜇𝐿 𝑥 1000 𝑝𝑝𝑚

500 𝜇𝐿

= 5.4 ppm

Dosis ekstrak 100 mg/Kg BB

Berat badan tikus = 274 gram

Dosis yang diberikan = 274 gram

1000 gramx 100 mg/Kg

= 27.4 mg

Ekstrak kurkuminoid ditimbang sesuai dengan dosis. kemudian dilarutkan ke

dalam 0.5 ml air.

Konsentrasi yang dihasilkan = 27.4 𝑚𝑔

0.5 𝑚𝑙=

27.4 𝑚𝑔

0.0005 𝐿= 54800 𝑝𝑝𝑚

Glibenklamid

Berat badan tikus = 263 gram

Dosis tunggal Glibenklamid = 5 mg

Faktor konversi dosis manusia ke tikus = 0.018 (lihat lampiran 5)

Dosis yang diberikan =263 g

1000 g x 5 mg x 0.018

= 0.02367 mg

Glibenklamid yang ditimbang :

Dosis glibenklamid dalam 1 tablet = 5 mg

Total serbuk yang terdapat dalam 1 tablet = 168 mg

Perbandingan Dosis : Total serbuk = 5 : 168 = 1 : 33.6

Glibenklamid = 0.02367 mg x 33.6

= 0.79 mg

Konsentrasi Glibenklamid = 0.79 𝑚𝑔

0.5 𝑚𝑙=

0.79 𝑚𝑔

0.0005 𝐿= 1580 𝑝𝑝𝑚

Page 46: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

34

Lampiran 7 Bobot badan tikus selama perlakuan

Perlakuan No

tikus

Bobot badan (gram)

Hari ke-

0

Hari ke-

4

Hari ke-

7

Hari ke-11 Hari ke-

15

Normal 1 329 313 313 317 318

2 274 259 263 270 272

3 260 252 254 259 261

Standard Error 21.06 19.27 18.35 17.78 17.46

Rata-rata 287.67 274.67 276.67 282.00 283.67

Kontrol negatif 1 255 236 222 181 177

2 286 277 268 232 221

Standard Error 15.50 20.50 23.00 25.50 22.00

Rata-rata 270.50 256.50 245.00 206.50 199.00

Kontrol positif 1 263 256 223 216 216

2 266 264 234 209 193

Standard Error 1.50 4.00 5.50 3.50 11.50

Rata-rata 264.50 260.00 228.50 212.50 204.50

Ekstrak 1 274 258 243 214 197

2 273 246 247 221 200

Standard Error 0.50 6.00 2.00 3.50 1.50

Rata-rata 273.50 252.00 245.00 217.50 198.50

Nanokurkuminoid 1 305 288 274 250 233

5 mg/kg bb 2 264 263 250 225 207

3 291 283 260 230 209

Standard Error 12.03 7.64 6.96 7.64 8.35

Rata-rata 286.67 278.00 261.33 235.00 216.33

Nanokurkuminoid 1 270 238 239 205 185

10 mg/kg bb 2 267 266 256 286 300

3 271 270 275 219 198

Standard Error 1.20 10.06 10.40 24.99 36.36

Rata-rata 269.33 258.00 256.67 236.67 227.67

Nanokurkuminoid 1 254 232 220 187 172

20 mg/kg bb 2 253 245 233 205 196

3 267 259 247 224 222

Standard Error 4.51 7.80 7.80 10.68 14.44

Rata-rata 258.00 248.53 233.33 205.33 196.67

Page 47: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

35

Lampiran 8 Glukosa darah tikus selama perlakuan

Perlakuan No

tikus

Glukosa darah (mg/dl)

Hari ke-

0

Hari ke-

4

Hari ke-

7

Hari ke-11 Hari ke-

15

Normal 1 91 89 83 102 83

2 101 98 98 90 104

3 103 87 88 91 99

Standard Error 3.71 3.38 4.41 94.33 6.33

Rata-rata 98.33 91.33 89.67 3.84 95.33

Kontrol negatif 1 327 301 335 282 253

2 273 325 345 272 234

Standard Error 27.00 12.00 5.00 5.00 9.50

Rata-rata 300.00 313.00 340.00 277.00 243.50

Kontrol positif 1 277 274 317 221 177

2 148 283 322 280 276

Standard Error 64.50 4.50 2.50 29.50 49.50

Rata-rata 212.50 278.50 319.50 250.50 226.50

Ekstrak 1 236 303 335 288 303

2 284 275 279 292 493

Standard Error 24.00 14.00 28.00 2.00 95.00

Rata-rata 260.00 289.00 307.00 290.00 398.00

Nanokurkuminoid 1 246 349 241 286 328

5 mg/kg bb 2 300 330 219 304 323

3 208 319 194 135 108

Standard Error 26.69 8.76 13.58 53.59 72.51

Rata-rata 251.33 332.67 218.00 241.67 253.00

Nanokurkuminoid 1 286 282 255 268 195

10 mg/kg bb 2 261 116 85 101 237

3 271 322 328 291 133

Standard Error 7.27 63.06 71.99 59.87 30.21

Rata-rata 272.67 240.00 222.67 220.00 188.33

Nanokurkuminoid 1 298 343 289 261 364

20 mg/kg bb 2 230 347 258 191 267

3 293 352 314 337 287

Standard Error 21.88 2.60 16.20 42.16 29.57

Rata-rata 273.67 347.33 287.00 263.00 306.00

Page 48: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

36

Lampiran 9 Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah

ANOVA

Hari Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.

Sebelum Stz Glukosa Antar kelompok 939.500 6 156.583 1.155 .394

Dalam kelompok 1491.000 11 135.545

Total 2430.500 17

Bobot Antar kelompok 5025.500 6 837.583 2.416 .097

Dalam kelompok 3813.000 11 346.636

Total 8838.500 17

Sesudah Stz Glukosa Antar kelompok 76287.333 6 12714.556 7.569 .002

Dalam kelompok 18477.167 11 1679.742

Total 94764.500 17

Bobot Antar kelompok 2074.944 6 345.824 .918 .518

Dalam kelompok 4145.500 11 376.864

Total 6220.444 17

Hari Ke 4 Glukosa Antar kelompok 132517.778 6 22086.296 9.658 .001

Dalam kelompok 25154.500 11 2286.773

Total 157672.278 17

Bobot Antar kelompok 2392.444 6 398.741 .976 .485

Dalam kelompok 4495.833 11 408.712

Total 6888.278 17

Hari Ke 7 Glukosa Antar kelompok 118164.444 6 19694.074 6.099 .005

Dalam kelompok 35519.833 11 3229.076

Total 153684.278 17

Bobot Antar kelompok 4485.333 6 747.556 1.847 .179

Dalam kelompok 4451.167 11 404.652

Total 8936.500 17

Hari Ke 11 Glukosa Antar kelompok 71522.167 6 11920.361 2.557 .084

Dalam kelompok 51285.833 11 4662.348

Total 122808.000 17

Bobot Antar kelompok 12169.611 6 2028.269 2.778 .068

Dalam kelompok 8030.833 11 730.076

Total 20200.444 17

Hari Ke 15 Glukosa Antar kelompok 134511.444 6 22418.574 3.757 .028

Dalam kelompok 65642.333 11 5967.485

Total 200153.778 17

Bobot Antar kelompok 16281.278 6 2713.546 2.356 .103

Dalam kelompok 12667.667 11 1151.606

Total 28948.944 17

Page 49: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

37

Lampiran 10 Kadar AST darah tikus

Perlakuan No tikus Kadar AST (U/L)

Normal 1 26.19

2 27.06

3 32.3

Standard error 1.9

Rata-rata 28.52

Kontrol negatif 1 0

2 27.94

Standard error 13.97

Rata-rata 13.97

Kontrol positif 1 27.06

2 0.87

Standard error 13.1

Rata-rata 13.97

Ekstrak 1 0

2 0.87

Standard error 0.44

Rata-rata 0.44

Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 59.36

2 65.48

3 45.4

Standard error 5.94

Rata-rata 56.75

Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 6.11

2 37.54

3 1.75

Standard error 11.27

Rata-rata 15.13

Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 89.05

2 61.11

3 64.6

Standard error 6.5

Rata-rata 31.82

Pengukuran aktivitas AST (Metode Bergmeyer)

0.1 mL plasma

+ 0.1 pereaksi AST, t= 1 menit T= 30 ºC

diukur pada λ = 340 nm pada menit ke-1, 2 dan 3

Aktivitas AST = 1746 x Δ A 340 nm/menit

= 1746 x 0.015

= 26.19 U/L

Page 50: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

38

Lampiran 11 Kadar ALT darah tikus

Perlakuan No tikus Kadar ALT (U/L)

Normal 1 24.44

2 16.59

3 21.83

Standard error 2.31

Rata-rata 20.95

Kontrol negatif 1 61.11

2 23.57

Standard error 18.77

Rata-rata 42.34

Kontrol positif 1 39.29

2 45.4

Standard error 3.05

Rata-rata 42.35

Ekstrak 1 0

2 6.98

Standard error 3.49

Rata-rata 3.49

Nanokurkuminoid 5 mg/kg bb 1 48.02

2 29.68

3 7.86

Standard error 11.61

Rata-rata 28.52

Nanokurkuminoid 10 mg/kg bb 1 34.9

2 31.43

3 8.73

Standard error 8.21

Rata-rata 25.02

Nanokurkuminoid 20 mg/kg bb 1 38.41

2 13.1

3 48.88

Standard error 10.62

Rata-rata 33.46

Pengukuran aktivitas ALT (Metode Bergmeyer)

0.1 mL plasma

+ 0.1 pereaksi ALT, t= 1 menit T= 30 ºC

diukur pada λ = 340 nm pada menit ke-1, 2 dan 3

Aktivitas ALT = 1746 x Δ A 340 nm/menit

= 1746 x 0.014

= 24.44 U/L

Page 51: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

39

Lampiran 12 Analisis statistik kadar AST dan ALT

ANOVA AST

Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.

Between Groups 10721.133 6 1786.856 8.961 .001

Within Groups 2193.490 11 199.408

Total 12914.623 17

AST Duncan

ULANGAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2

E 2 .4350

KP 2 13.9650

KN 2 13.9700

NE 10 3 15.1333

N 3 28.5167

NE 5 3 56.7467

NE 20 3 71.5867

Sig. .068 .267

ANOVA ALT

Jumlah kuadrat df Rata2 kuadrat F Sig.

Antar kelompok 2289.479 6 381.580 1.573 .244

Dalam kelompok 2668.922 11 242.629

Total 4958.401 17

ALT Duncan

ULANGAN N

Subset for alpha = 0.05

1 2

E 2 3.4900

N 3 20.9533 20.9533

NE 10 3 25.0200 25.0200

NE 5 3 28.5200 28.5200

NE 20 3 33.4633 33.4633

KN 2 42.3400

KP 2 42.3450

Sig. .076 .192

Page 52: AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI … · yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang

40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 4 September 1987 dari ayah

Abdul Rahman dan ibu Hariani. Penulis merupakan putri pertama dari empat

bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan. Gelar sarjana

pendidikan diraih pada tahun 2010 dari Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan

Kimia, Universitas Negeri Medan. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program

Magister Sains pada Program Studi Biokimia, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh

pada tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa

Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) DIKTI. Penulis telah

mempublikasikan sebagian tesis ini pada jurnal Current Biochemistry, volume 3,

edisi 2 dengan judul “Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi

Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi

Streptozotosin”.