11

Click here to load reader

Afasia-Gangguan-berbahasa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

afasia

Citation preview

Page 1: Afasia-Gangguan-berbahasa

A F A S I A

Page 2: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

1

--------------------------- AFASIA ---------------------------

DEFINISI

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak.

Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia),

gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat

gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.(1,2,3,4,5)

Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya

terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di

dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca

(alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya

apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia),

gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia

dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul

sendiri.(2,3)

ETIOLOGI

Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat

cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal

yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur

yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di

hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan

tempat kemampuan berbahasa diatur.(1,2,3,6,7,8)

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke,

cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul

perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek

samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.(2,3)

Page 3: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

2

PATOFISIOLOGI

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada

manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak

pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang

dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar lesi

terletak pada hemisfer kiri.(2,3,6,7,8)

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit

degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur kemampuan

berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.(2,3)

Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas pelaksanaan

motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi

tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.(6,7,8,9)

Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima

untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat

kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.(6,7,8,9)

Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa di atas.

Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikal.

Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung

antara area Broca dan area Wernicke.(6)

KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan

kepada:

Manifestasi klinik

Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

Page 4: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

3

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas: (1,2,3,4,5,6)

Afasia tidak lancar atau non-fluent

Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan: (1,2,3,4,5,6,7,8,9)

Sindrom afasia peri-silvian

Afasia Broca (motorik, ekspresif)

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

Afasia konduksi

Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

Afasia transkortikal motorik

Afasia transkortikal sensorik

Afasia transkortikal campuran

Gambar 1. Area pengaturan bahasa pada otak. Lesi pada

area ini akan menyebabkan afasia

Page 5: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

4

Sindrom afasia subkortikal

Afasia talamik

Afasia striatal

Sindrom afasia non-lokalisasi

Afasian anomik

Afasia global

Sebagai tambahan, ada yang disebut dengan parafasia. Parafasia ialah

mensubstitusi kata. Ada 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan

parafasia fonemik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan

kata lain, misalnya “kucing” dengan “anjing”. Parafasia fonemik ialah mensubstitusi

suatu bunyi dengan bunyi lain, misalnya “bir” dengan “kir”.(6)

DIAGNOSIS

Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya

dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.(2,3)

Manifestasi Klinik

Afasia tidak lancar. Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas.

Penderita menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana.

Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang buruk.

Gambaran klinisnya ialah:

Pasien tampak sulit memulai bicara

Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)

Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks

Artikulasi umumnya terganggu

Irama bicara terganggu

Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks

Pengulanan (repetisi) buruk

Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

Page 6: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

5

Afasia lancar. Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama

baik, tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya.

Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara

kembali. Gambaran klinisnya ialah:

Keluaran bicara yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi dan irama bicara baik

Terdapat parafasia

Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk

Repetisis terganggu

Menulis lancar tadi tidak ada arti

Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak

lancar dan tertegun-tegun: “mana… rokok… beli.”

Sedangkan seorang afasia fluen mungkin akan mengatakan dengan lancar:

“rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana dia toko jalan”

Afasia Broca (motorik, ekspresif). Disebabkan lesi di area Broca.

Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu, tetapi sulit

mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah bergaya

afasia non-fluent.

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif). Disebabkan lesi di area Wernicke.

Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Penderita tidak mampu

memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia juga tidak mampu menjawab

dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan. Gambaran klinis afasia

Wernicke ialah bergaya afasia fluent.

Afasia Konduksi. Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu

penghubung antara area sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi

ini menyebabkan kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi

didapati adanya gangguan repetisi atau pengulangan.

Page 7: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

6

Afasia transkortikal. Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan

bahasa. Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi

berbahasa tetapi didapati repetisi bahasa yang baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal motorik, ditandai dengan tanda afasia Broca dengan

bicara non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan

terpelihara.

Afasia transkortikal sensorik, ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan

bicara fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan

terpelihara.

Afasia transkortikal campuran, ditandai dengan campuran tanda afasia

Broca dan Wernicke. penderita bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga

disertai kemampuan memahami bahasa yang buruk, sementara kemampuan

mengulang atau repetisi tetap baik.

Afasia talamik, disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal

disebabkan lesi pada capsular-striatal, yang keduanya juga berperan dalam

pengaturan bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik

Afasia anomik, merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan

menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan

kepadanya. Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering tertegun ketika

mencari kata dan mengenal nama objek.

Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi

yang luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak.

Keadaan ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa

spontan dan menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang-

ulang, misalnya “baaah, baaah, baaah” atau “maaa, maaa, maaa”.

Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis

Page 8: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

7

juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai dengan hemiparese

atau hemiplegia.

Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan

otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan

karena afasia merupakan tanda klinis.(2)

Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan

mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif

untuk mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih

dari 48 jam. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke

sesegera mungkin sampai 1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu

untuk mendeteksi tumor.(2)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya

stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.(2,3)

Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti

mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah

dengan melakukan terapi wicara/bina wicara. (1,2,3,10,11)

Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika

intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik

jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari

dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan

jumlah hari yang lebih banyak pula.

Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai

bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik,

dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis

Page 9: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

8

stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi

afasia.

Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti

sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan,

seperti diuraikan dalan situs about: (10,11)

Terapi kognitif linguistik. Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-

komponen emosional bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan

mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan

nada emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan

arti kata seperti kata "gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien

mempraktekkan kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada

pemahaman komponen emosi dari bahasa.

Program stimulus. Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori.

Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat

kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy. Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada semantik

(arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan

selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan

kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy). Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks

sosial untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari

selama sesi pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari

para terapis dan pasien lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota

keluarga. Efeknya akan sama sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan

orang-orang tercinta mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness). Ini merupakan

bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan

meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan

Page 10: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

9

sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis.

Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan

lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan

oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien

dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Terapi ini dilakukan dengan

mendekatkan magnet langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan

kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak

tersebut, maka pemulihan diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah

menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih

besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.

PROGNOSA

Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia. Suatu

tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil, sedangkan

afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat baik. Prognosis

hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.(2)

Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada ukuran

lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan tanda

klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik. Afasia Broca

secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada afasia Wernicke.

Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit disembuhkan, misalnya

tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.(2)

Page 11: Afasia-Gangguan-berbahasa

AFASIA

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai

Gangguan Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print

3. Wikipedia The Free Encyclopedia: Aphasia. 2010

Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Aphasia

4. Pennstate, Health & Disease Information. Aphasia. 2010

Available at: http://www.hmc.psu.edu/healthinfo/a/aphasia.htm

5. National Institute On Deafness and Other Communication Disorders. Aphasia,

Voice, Speech and Language Health Info. 2010.

Available at: http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/aphasia.html

6. Lumbantobing SM, Neurologi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI:

Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008

7. Guyton AC, Hall JE. Bab 57: Korteks Serebri; Fungsi Intelektual Otak; dan

Proses Belajar dan Mengingat. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.

Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.

8. Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan

Neurologis, Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1995.

9. Suwono WJ. Afasia Sensorik atau Wernicke. Diagnosis Topik Neurologi:

Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta. 1995.

10. Media Indonesia. Terapi Afasia Perbaiki Gangguan Bahasa. 2010

Available at:

http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/28/

1109/13/Terapi-Afasia-Perbaiki-Gangguan-Bahasa

11. About.com: Aphasia Treatment. 2010

Available at: http://stroke.about.com/od/caregiverresources/a/Aphasiarx.htm