13
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013 729 ANALISIS SENSORIS DAN SIFAT TEKSTURAL MI LABU KUNING BEBAS GLUTEN Nurmalisa Lisadayana, Nurlita Febriyan Zeni, Umi Purwandari, Supriyanto, Cahyo Indarto Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, PO Box 2 Kamal, Madura; [email protected] PENDAHULUAN Mi merupakan makanan populer yang dikonsumsi di seluruh dunia. Bahkan, mi menjadi produk yang hampir menggantikan makanan pokok di beberapa negara. Perkembangan konsumsi mi yang sangat di berbagai negara terutama di Indonesia menjadi masalah yang patut dipertimbangkan bagi negara mengingat konsumsi mi yang memiliki peluang untuk menurunkan devisa negara karena mi merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu yang merupakan komoditas impor. Tepung terigu merupakan produk impor dari negara lain, berdasarkan data BPS (2007) pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan tahun 2006 mencapai 536.961,6 ton, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa impor tepung terigu meningkat 19% (Anam 2010) . Selain itu tepung terigu merupakan komuditas yang mengandung karbohidrat yang tinggi yang masih bisa digantikan oleh beberapa hasil petanian di Indonesia seperti beras, singkong, sagu, sorgum, dan labu kuning Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi mi yang berbahan baku selain terigu seperti labu kuning yang tinggi akan nilai gizi. Di Indonesia, konsumsi mi adalah 70% tahun 2005 dan 80% tahun 2006 (Haliana 2007) dan Indonesia juga menduduki posisi ke dua sebagai konsumen mi terbesar yaitu 14,5 milyar bungkus (Beritasatu 2012). Konsumsi mi di Indonesia pada tahun 1995 mencapai 3.554,5 juta perbungkus yang setara dengan 265.838 ton. Sedangkan pada tahun berikutnya konsumsi meningkat hingga 25% dan pada awal tahun 2000 hingga sekarang konsumsi mi terus meningkat mencapai 15% per tahun (Munarso dan Haryanto 2003). Mengingat bahan baku pembuatan mi pada umumnya terbuat dari gandum yang tidak lain adalah tepung terigu, maka semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan tepung terigu untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi. Untuk memproduksi tepung terigu negara Indonesia mengimpor gandum dari negara lain 4,5 juta ton/tahun (Husodo 2004). Untuk mengurangi impor gandum diperlukan produk lokal yang sifatnya hampir sama dengan tepung teriguKandungan gizi mi sangat terbatas, hanya terdiri terutama karbohidrat. Dengan mempertimbangkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap mi yang sangat tinggi, maka mi menjadi alat yang baik untuk fortifikasi atapun peningkatan nilai gizi dengan menggunakan bahan-bahan yang bergizi tinggi misalnya labu kuning.

adhesiveness.pdf

  • Upload
    happy

  • View
    215

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kelengketan

Citation preview

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    729

    ANALISIS SENSORIS DAN SIFAT TEKSTURAL MI LABU KUNING BEBAS

    GLUTEN

    Nurmalisa Lisadayana, Nurlita Febriyan Zeni, Umi Purwandari, Supriyanto,

    Cahyo Indarto

    Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura,

    PO Box 2 Kamal, Madura; [email protected]

    PENDAHULUAN

    Mi merupakan makanan populer yang dikonsumsi di seluruh dunia. Bahkan, mi

    menjadi produk yang hampir menggantikan makanan pokok di beberapa negara.

    Perkembangan konsumsi mi yang sangat di berbagai negara terutama di Indonesia

    menjadi masalah yang patut dipertimbangkan bagi negara mengingat konsumsi mi yang

    memiliki peluang untuk menurunkan devisa negara karena mi merupakan produk yang

    terbuat dari tepung terigu yang merupakan komoditas impor.

    Tepung terigu merupakan produk impor dari negara lain, berdasarkan data BPS

    (2007) pada tahun 2003 impor terigu mencapai 343.144,9 ton sedangkan tahun 2006

    mencapai 536.961,6 ton, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa impor tepung

    terigu meningkat 19% (Anam 2010) . Selain itu tepung terigu merupakan komuditas

    yang mengandung karbohidrat yang tinggi yang masih bisa digantikan oleh beberapa

    hasil petanian di Indonesia seperti beras, singkong, sagu, sorgum, dan labu kuning Oleh

    karena itu diperlukan pengembangan teknologi mi yang berbahan baku selain terigu

    seperti labu kuning yang tinggi akan nilai gizi.

    Di Indonesia, konsumsi mi adalah 70% tahun 2005 dan 80% tahun 2006

    (Haliana 2007) dan Indonesia juga menduduki posisi ke dua sebagai konsumen mi

    terbesar yaitu 14,5 milyar bungkus (Beritasatu 2012). Konsumsi mi di Indonesia pada

    tahun 1995 mencapai 3.554,5 juta perbungkus yang setara dengan 265.838 ton.

    Sedangkan pada tahun berikutnya konsumsi meningkat hingga 25% dan pada awal

    tahun 2000 hingga sekarang konsumsi mi terus meningkat mencapai 15% per tahun

    (Munarso dan Haryanto 2003). Mengingat bahan baku pembuatan mi pada umumnya

    terbuat dari gandum yang tidak lain adalah tepung terigu, maka semakin banyak

    masyarakat Indonesia yang menggunakan tepung terigu untuk digunakan sebagai bahan

    baku pembuatan mi. Untuk memproduksi tepung terigu negara Indonesia mengimpor

    gandum dari negara lain 4,5 juta ton/tahun (Husodo 2004). Untuk mengurangi impor

    gandum diperlukan produk lokal yang sifatnya hampir sama dengan tepung

    teriguKandungan gizi mi sangat terbatas, hanya terdiri terutama karbohidrat. Dengan

    mempertimbangkan tingkat penerimaan masyarakat terhadap mi yang sangat tinggi,

    maka mi menjadi alat yang baik untuk fortifikasi atapun peningkatan nilai gizi dengan

    menggunakan bahan-bahan yang bergizi tinggi misalnya labu kuning.

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    730

    Penelitian ini bertujuan mengkaji sifat sensoris dan tekstural mi labu kuning

    yang dibuat dengan menggunakan pembentuk tekstur berupa tepung singkong yang

    difermentasi oleh fungi.

    METODE PENELITIAN

    Pembuatan Tepung Labu Kuning

    Tahapan penelitian ini dimulai dengan membuat tepung labu kuning terlebih

    dahulu, proses pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 3.1. yaitu

    dengan mengupas terlebih labu kuning terlebih dahulu, labu kuning yang digunakan

    adalah labu kuning yang cukup tua, labu kuning yang tua ditandakan dengan kulitnya

    yang kuning, hal ini dilakukan karena rendemen tepung labu kuning yang cukup tua

    lebih banyak daripada labu kuning yang masih muda. Setelah itu labu kuning dipotong

    dan dicuci dengan air bersih, kemudian diiris menggunakan slicer. Selanjutnya labu

    kuning yang telah diiris dijemur di bawah sinar matahari atau di cabinet dryer hingga

    kadar airnya mencapai 14%. Labu kuning yang telah menjadi kripik digiling dan diayak

    menggunakan mesh 60.

    Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning

    Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

    Pembuatan Mi

    Pembuatan mi yang terbuat dari mi labu kuning dengan perbandingan tepung taipoka,

    tepung labu kuning dan air. Semua bahan tersebut dicampur menjadi satu sehingga

    membentuk adonan. Namun dalam pembuatan mi dalam penelitian ini tidak

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    731

    memerlukan bahan lain. Tahapan-tahapan dalam pembuatan mi labu kuning dapat

    dilihat pada Gambar 2:

    Tepung Labu Kuning

    Pengukusan

    Tepung Tapioka

    Mi Fungsional

    Air Pencampuran (Mixer)

    Pengeringan

    Pencetakan

    Gambar 2. Proses pembuatan mi labu kuning

    Desain Percobaan

    Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan yaitu RALF (Rancangan Acak

    Lengkap Faktorial), dengan 2 (dua) faktor yaitu faktor perbandingan proporsi tepung

    dan air. Formulasi dan perbandingan rancangan percobaan dapt dilihat pada Tabel 1:

    Tabel 1. Perbandingan formulasi desain penelitian metode RAL Perlakuan air Proporsi tepung tapioka dan tepung labu kuning

    5:7 A 5:8 B 5:9 C 5:10 D 5:11 E 5:12 F

    10 X AX

    BX

    CX

    DX EX FX

    9 Y AY

    BY

    CY

    DY EY FY 8 Z AZ

    BZ

    CZ

    DZ EZ FZ

    Keterangan :

    X : Mi dengan air 10 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu

    kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12

    Y : Mi dengan air 9 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu

    kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12

    Z : Mi dengan air 8 dengan perbandingan proporsi tepung tapioka dan tepung labu

    kuning 5:7, 5:8, 5:9, 5:10, 5:11, 5:12

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    732

    Parameter Penelitian

    Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik tekstural

    yang terdiri dari kekerasan (hardness), kelengketan (adhesiveness) dan daya tarik

    (elongasi) dari mi yang menggunakan alat Texture Analyzer. Sedangkan parameter

    pengujian sensoris berupa kesukaan pada warna, aroma, tekstur di mulut, rasa, dan

    kesukaan keseluruhan, yang dinyatakan dengan angka penilaian yaitu 1: sangat tidak

    suka, 2: tidak suka, 3: agak suka, 4: suka, dan 5: sangat suka.

    Analisis Data

    Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode yang berhubungan untuk

    menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi setiap komponen dan kesukaan secara

    keseluruhan yaitu metode partial least square (PLS) digunakan untuk menentukan

    faktor yang menentukan kesukaan dari parameter sensoris warna, aroma, dan tekstur di

    mulut, dan kesukaan secara keseluruhan. PLSR dilakukan untuk mengkaji hubungan

    antara komposisi tepung komposit terigu dengan tepung labu kuning, talas, dan sorgum

    (variabel-X) dan tingkat kesukaan (variabel-Y). Data yang diperoleh hasil analisa

    regresi PLS dapat memprediksi variable-variabel yang mempengaruhi tingkat kesukaan

    panelis (Pedersen et al. 2004), serta menunjukkan hubungan dan intensitas hubungan

    antar masing-masing penilaian.

    Sedangkan data sifat tekstural dioleh menggunakan analisis variansi untuk

    general linear model faktorial dengan dua faktor, dan masing-masing faktor memiliki 3

    dan 6 aras. Jika hasisl analisis variansi menunjukkan ada perbedaan antar sampel, maka

    dilakukan uji pembeda menggunakan metode Least Significant Difference dengan

    =0,05.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Analisis Faktor Penentu Mutu Sensoris Mi Labu Kuning Berdasarkan Partial

    Least Square (PLS)

    Tabel 2. Analisis variansi kesukaan keseluruhan (Y) pada mi labu kuning

    Sumber db JK RJK F P

    Regresi 4 4,92055 1,23014 92,79 0,000

    Galat residul 13 0,17235 0,01326

    Total 17 5,09290

    Tabel 2 menunjukkan analisis sidik ragam dari model yang digunakan untuk

    membuat mi labu kuning untuk mengetahui signifikansi dari nilai P. Berdasarkan nilai P

    yang telah didapatkan menunjukkan signifikansi dari suatu model regresi karena nilai P

    pada model anova lebih kecil dari 0,05 ( = 5%). Hasil anova yang menentukan mutu

    sensoris mi labu kuning menghasilkan nilai P = 0,000 yang menunjukkan bahwa setiap

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    733

    faktor yang mempengaruhi yanitu faktor warna, aroma, rasa, dan tekstur di mulut

    memiliki pengaruh yang sinifikan atau berbeda nyata terhadap kesukaan keseluruhan

    pada mi labu kuning.

    Tabel 3. Model selection and validation kesukaan keseluruhan (Y) pada mi labu kuning

    Components X Variance Error SS R-Sq

    1 0,91140 0,241804 0,952521

    2 0,03505 0,173260 0,965980

    3 0,07267 0,172350 0,966159

    4 0,0886 0,172348 0,966159

    Tabel 3 merupakan tabel Model Selection and Validation yang menjelaskan

    pengaruh faktor independen (X) terhadap faktor dependen (Y). X-varian yang tedapat

    pada tabel Selection and Validation menjelaskan persentase pengharuh dari faktor yang

    digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap kesukaan (Y). Pada komponen 1

    dengan X-varian = 91,140%, komponen 1 mewakili komponen lainnya.

    Tabel 4. Koefisien regresi pada kesukaan terhadap mi labu kuning

    Prediktor Kesukaan

    Keseluruhan

    Kesukaan Keseluruhan

    Standardized

    Konstanta 0,359775 0,000000

    Warna 0,321638 0,520686

    Aroma 0,304839 0,240471

    Rasa 0,241141 0,190539

    Tekstur di mulut 0,067650 0,069935

    Berdasarkan nilai koefisien regresi dapat diketahui nilai bobot prediktor yang

    mempengaruhi kesukaan keseluruhan Mi Labu Kuning. Nilai tertinggi dari koefisien

    regresi menunjukkan prediktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kesukaan

    keseluruhan terhadap mi labu kuning. Nilai tertinggi adalah faktor warna sehingga

    faktor warna mendominasi daripada faktor lainnya dengan nilai 0,321638. Sedangkan

    faktor aroma = 0,304839, rasa = 0,241141, dan tekstur di mulut = 0,067650. Dari nilai

    koefisien regresi tersebut dapat dibuat persamaan regresi :

    Y = 0,359775 + 0,321638 X1 + 0,304839 X2 + 0,241141 X3 + 0,067650 X4

    Nilai Y merupakan kesukaan keseluruhan dan X1, X2, X3, dan X4 merupakan

    variabel prediktor.

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    734

    Nilai Kesukaaan keseluruhan juga juga telah distandarkan oleh koesfisien

    regresi PLS. Variabel prediktor yang telah distandarkan oleh PLS adalah wana =

    0,520686, aroma = 0,240471, rasa = 0,190539, dan tekstur di mulut = 0,069935. Pada

    Variabel prediktor yang telah distandarkan menujukkan bahwa prediktor warna tetap

    mendominasi daripada fator lainnya. Dari nilai koefisien regresi yang telah distandarkan

    dapat dibuat persamaan regresi :

    Y = 0,520686 X1 + 0,240471 X2 + 0,190539 X3 + 0,069935 X4 Nilai Y merupakan kesukaan keseluruhan dan X1, X2, X3, dan X4 merupakan

    variabel prediktor yang telah distandarkan oleh PLS.

    Component 1

    Co

    mp

    on

    en

    t 2

    0,50,40,30,20,10,0

    0,8

    0,6

    0,4

    0,2

    0,0

    -0,2

    -0,4

    -0,6

    -0,8

    TEKSTUR DI MULUT

    RASA

    AROMA

    WARNA

    PLS Loading Plot

    Gambar 3. Loading plot pada PLSR mi labu kuning

    Gambar 3 merupakan loading plot yang menunjukkan kedekatan hubungan antar

    faktor yang saling mempengaruhi. Garis pada setiapa faktor yang saling berdekatan

    merupakan faktor-faktor yang mempunyai kedekatan bobot yang mempengaruhi

    konsumen dalam menentukan nilai kesukaan keseluruhan mi labu kuning. Pada

    komponen 1 semua faktor yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur di mulut memiliki nilai

    fositif. Namun pada komponen 2, faktor rasa dan tekstur di mulut memiliki nilai negatif

    dan berlawanan dengan faktor warna dan aroma. Hal ini menunjukkan adanya hubungan

    yang berlawanan antara warna, aroma dan rasa, tekstur di mulut. Posisi garis antara

    fator aroma dan rasa berada pada posisi yang saling berdekatan, sehingga dapat

    disimpulkan bahwa kedua faktor tersebut memiliki bobot yang hampir sama dalam

    mempengaruhi kesukaan keseluruhan pada mi labu kuning.

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    735

    KARAKTERISTIK TEKSTUR MI LABU KUNING

    Tingkat Kekerasan Mi Labu Kuning (Hardness)

    Analisis hasil mi labu kuning untuk uji kekerasan (hardness) menggunakan alat

    yang disebut Texture Analyzer dari 18 formulasi dapat dilihat pada Tabel 5 dengan

    menggunakan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air. Pada mi yang

    diuji sebelumnya dilakukan proses pemasakan atau perebusan terhadap mi labu kuning

    sesuai waktu pemasakan yang telah ditemukan. Tujuan perebusan adalah untuk

    mengetahui tingkat kekerasan (hardness) pada mi labu kuning yang dihasilkan sesuai

    dengan mi yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Maka dapat diketahui hasil pengujian

    dilihat pada Tabel 5:

    Tabel 5. Hasil rata-rata nilai hardness pada mi labu kuning

    Proporsi Tepung tapioka dan

    tepung labu kuning

    Jumlah air Rata-rata (g)

    5:7 10 3,528 x103 cd

    9 2,993 x103 bc

    8 4,000 x103 bc

    5:8 10 4,414 x103 d

    9 3,762 x103 cd

    8 3,694 x103 cd

    5:9 10 2,237 x103 a

    9 3,685 x103 cd

    8 4,954 x103 d

    5:10 10 3,528 x103 bc

    9 2,727 x103ab

    8 3,606 x103 c

    5:11 10 3,173 x103 bc

    9 3,493 x103 bc

    8 3,247 x103 bc

    5:12 10 2,899 x103 b

    9 2,651 x103 ab

    8 2,673 x103 ab

    Tekstur memiliki peran yang sangat penting dalam kualitas mutu suatu

    makanan, salah satu atribut dari tekstur adalah kekerasan (hardness). Tekstur juga

    merupakan salah satu dari sifat fisik yang dapat dideteksi melalui mata, kulit dan sensor

    pada mulut (Matz 1996).

    Menurut Sukowati (2007) tekstur mi yang dapat diuji adalah kekerasan

    (hardness), kelengketan (adhesiveness), daya tarik (elongasi), keutuhan (cohesiveness)

    dan kelenturan (elastisitas) yang memiliki satuan gram. Sifat tekstural hardness dapat

    menentukan parameter dari kualitas mi.

    Berdasarkan pada Tabel 5 dapat diketahui hasil uji tekstural kekerasan

    (hardness) mi labu kuning menggunakan tepung tapioka sebagai agen pembentuk

    tekstur dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air adalah 5:9:10

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    736

    dengan nilai hardness 2,237 x103 g.

    Hasil tersebut merupakan hasil yang terendah dari

    nilai hardness yang diperoleh. Sedangkan mi dengan perbandingan tepung tapioka,

    tepung labu kuning dan air 5:9:8, memiliki nilai hardness 4,954 x103

    g hasil tersebut

    merupakan nilai hardness yang terbesar dari uji hardness yang dihasilkan menggunakan

    Texture Analyzer. Dengan demikian terdapat pengaruh antara perbandingan tepung

    tapioka, tepung labu kuning dan air yang digunakan, terhadap tekstur pada mi.

    Untuk membuktikan penilaian yang diperoleh dari hasil data dapat dilihat pada

    Tabel 5. Pada tabel tersebut, diketahui bahwa hasil hardness yang terendah adalah pada

    kode 5:9:10 memiliki nilai 2,237 x103 g. Tetapi nilai tersebut tidak berbeda nyata

    dengan kode 5:12:9 (2,651 x103

    g), 5:12:8 (2,651 x103

    g), 5:10:9 (2,727 x103

    g).

    Hardness yang tertinggi terdapat pada kode 5.9.08 memiliki nilai 4,954 x103

    g, namun

    data tersebut tidak berbeda nyata dengan kode 5:9:9 (3,685 x103 g), 5:8:8 (3,694 x10

    3 g),

    5:8:9 (3,762 x103 g), 5:7:10 (4,000 x10

    3 g), 5:8:10 (4,414 x10

    3 g).

    Semakin sedikit tepung yang diberikan pada adonan mi dengan mi semakin

    rendah. Namun ketika tepung yang diberikan untuk dijadikan menjadi adonan semakin

    besar dengan perbandingan air semakin sedikit, maka kekerasan (hardness) yang

    dihasilkan akan semakin besar. Proses pemanasan dalam pembuatan mi juga dapat

    mempengaruhi tekstur dalam mi. Hal ini karena pada proses pemanasan, mi dicetak

    akan mengalami perubahan struktur pada pati tepung, yang disebut dengan proses

    gelatinisasi.

    Gelatinisasi merupakan perubahan pati oleh suhu panas yang tersuspensi oleh

    suhu tertentu yang mengakibatkan granula pati akan mengalami pembengkakan yang

    luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali dalam kondisi semula (Winarno

    1997). Suhu gelatinisasi tergantung pada suspensi pati. Apabila konsentrasi larutan

    (suspensi) pati lebih tinggi maka suhu gelatinisasi pada pati akan semakin lambat untuk

    dicapai.

    Oleh karena itu selama proses pemanasan energi kinetik molekul-molekul

    menjadi lebih kuat daripada gaya tarik menarik antara molekul pati dan granula.

    Sehingga pada kondisi tersebut, air dapat dengan mudah masuk ke dalam pati dan

    menjadi penyebab pati menjadi bengkak (mengembang). Pada pembuatan mi yang

    terbuat dari tepung non terigu memerlukan pati dengan komponen dengan reologi mi

    yang dihasilkan akan membentuk adonan. Pati akan membentuk pasta pati yang elastis

    dan mudah dibentuk dengan membentuk gelatinisasi pada pati menggantikan fungsi

    protein gluten. Pasta dianggap sebagai bahan komposit terdiri dari granula pati yang

    mengembang dan terdispersi dalam matriks polimer (Tan et al. 2010).

    Pati yang telah mengalami gelatinisasi akan mengalami retrogradasi. Pada

    keadaan ini amilosa akan mengalami pengkristalan, sedangkan amilopektin tidak

    mengalami retrogradasi karena amilopektin dalam struktur granula merupakan bagian

    yang amorf (Haryadi 1990). Amilosa akan membentuk pengkristalan kembali pada

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    737

    kondisi semula yaitu pada larutan maupun gel sehingga akan membentuk tekstur atau

    stalling.

    Pengaruh Tepung Labu Kuning terhadap Air pada Hardness

    Tepung labu kuning dan air yang ditambahkan dengan tepung tapioka memiliki

    pengaruh yang sangat besar terhadap pembuatan mi labu kuning terutama dalam

    pembentukan tekstur hardness pada mi. Hasil rata-rata 18 formulasi diuji menggunakan

    SPSS dengan hasil analisis variansi hardness dapat dilihat pada Tabel 6:

    Tabel 6. Analisis variansi hardness

    Sumber Db SS MS F Sig

    Model 17 7,568 x107 a 4451771,459 17,006* 0,000

    Intersep 1 2,072 x109 2,072 x10

    9 7,916 x10

    3* 0,000

    Tepung_labu_kuning 5 2,482 x107 4963459,615 18,961* 0,000

    Air 2 1507478,268 753739,134 2,879 0,059

    Tepung_labu_kuning*air 10 4,932 x107 4931791,080 18,840* 0,000

    Eror/Galat 161 4,215 x107 261776,348

    Total 179 2,192 x109

    Total terkoreksi 178 1,178 x108

    Pada Tabel 6 yaitu variansi data hardness diperoleh dari mi labu yang telah diuji

    menggunakan alat Textur Analyzer menunjukkan data yang signifikasi terhadap

    hardness. Hal ini menunjukkan bahwa P

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    738

    cooking time (waktu pemasakan). Setelah pemasakan selesai mi, didinginkan pada suhu

    ruang. Hasil yang diperoleh dari uji adhesiveness dapat dilihat pada Tabel 7:

    Tabel 7. Hasil nilai adhesiveness

    Proporsi tepung tapioka dan

    tepung labu kuning

    Jumlah air Ratat-rata (g)

    5:7 10 -314,178 a

    9 -351,419 a

    8 -165,498 b

    5:8 10 -158,058 b

    9 -338,728 a

    8 -348,079 a

    5:9 10 -201,568 b

    9 -286,099 ab

    8 -319,742 a

    5:10 10 -204,033 b

    9 -316,808 a

    8 -338,146 a

    5:11 10 -345,416 a

    9 -316,405 a

    8 -291,619 ab

    5:12 10 -268,415 ab

    9 -276,087 ab

    8 -188,841 b

    Tektur memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas atau

    mutu dari suatu produk. Salah satu dari atribut tekstur adalah kelengketan

    (adhesiveness). Adhesiveness atau kelengketan merupakan kebalikan dari hardness atau

    kekerasan kedua tekstur tersebut juga sama-sama dapat dilihat secara fisik oleh mata,

    kulit dan hidung.

    Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat hasil uji adhesiveness pada mi labu kuning

    menggunakan tepung labu kuning dan tepung tapioka sebagai agen pembentuk tekstural

    pada mi. Maka dapat dilihat perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air.

    Data yang diperoleh dari hasil uji adhesiveness dengan perbandingan tepung tapioka,

    tepung labu kuning dan air 5:7:9 memiliki nilai adhesiveness -351,419 g merupakan

    nilai adhesiveness yang paling rendah. Sedangkan pada perbandingan tepung tapioka,

    tepung labu kuning dan air 5:8:10 memiliki nilai adhesiveness -158,058 g, yang

    merupakan nilai adhesiveness yang paling tinggi dari hasil uji adhesiveness yang

    menggunakan Textur Analyzer.

    Untuk membuktikan penilaian terhadap data yang diperoleh maka dapat dilihat

    pada 7 diketahui bahwa nilai adhesiveness yang terendah terdapat pada kode 5:7:9 yaitu

    sebesar -351,419 g. Namun data tersebut tidak berbeda nyata dengan kode 5:8:8 (-

    348,079 g), 5:11:10 (-345,416 g), 5:8:9 (-338,728 g), 5:10:8 (-338,146 g), 5:9:8 (-

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    739

    319,742 g), 5:10:9 (-316,808 g), 5:11:9 (-316,405 g), 5:7:10 (-314,178 g), 5:11:8 (-

    291,619 g), 5:9:9 (-286,099 g), 5:12:9 (-276,087 g), 5:12:10 (-268,415 g). Sedangkan

    data tertinggi dari adhesiveness mi labu kuning terdapat pada kode 5.8.10 dengan nilai

    adhesiveness sebesar -158,058 g, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5:11:8 (-

    291,619 g), 5:9:9 (-286,099 g), 5:12:9 (-276,087 g), 5:12:10 (-268,415 g), 5:10:10 (-

    204,033 g), 5:9:10 (-201,568 g), 5:12:8 (-188,841 g), 5:7:8 (-165,498 g).

    Pengaruh Tepung Labu Kuning terhadap Air pada Adhesiveness

    Tepung labu kuning dan air yang ditambahkan dengan tepung tapioka memiliki

    pengaruh yang sangat besar terhadap pembuatan mi labu kuning terutama dalam

    pembentukan tekstur adhesiveness pada mi. Hasil rata-rata 18 formulasi diuji

    menggunakan SPSS dengan hasil analisis variansi adhesiveness dapat dilihat pada Tabel

    8:

    Tabel 8. Analisis variansi adhesiveness mi labu kuning

    Sumber Db SS MS F Sig

    Model 17 747855,494b 43991,500 6,117* 0,000

    Intersep 1 1,397 x107 1,397 x10

    7 1,942 x10

    3* 0,000

    Tepung_labu_kuning 5 84243,964 16848,793 2,343* 0,044

    Air 2 130760,083 65380,042 9,091* 0,000

    Tepung_labu_kuning*air 10 530880,738 53088,074 7,382* 0,000

    Eror/Galat 161 1157916,109 7192,026

    Total 179 1,587 x107

    Total terkoreksi 178 1905771,604

    Pada Tabel 8 variansi data adhesiveness diperoleh dari uji mi labu dengan

    menggunakan alat Texture Analyzer dapat diketahui data bahwa hasil yang diperoleh

    berpengaruh nyata, karena nilai signifikasi sebesar 0,000. Pada Tabel 8 dapat dilihat

    bahwa hasil analisa air yang diberikan kepada tepung labu kuning dan tepung tapioka

    dengan hasil uji adhesiveness memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terkstural

    mi labu terutama tekstur terhadap adhesiveness.

    Menurut Astawan (2005) dalam pembuatan mi diperlukan penambahan air pada

    mi sebesar 28-38% untuk mencapai tekstur mi yang baik. Jika air yang diberikan pada

    adonan melebihi 38% akan mengakibatkan tekstur mi menjadi lengket hal ini yang

    menyebabkan sifat teksur adhesiveness. Namun jika air yang diberikan pada adonan

    kurang dari 28% maka adonan mi menjadi rapuh, ketika dicetak sulit untuk membentu

    lembaran mi yang panjang atau mi mudah patah. Begitu pula dengan sifat tekstur

    adhesiveness pada mi labu kuning dengan perlakuan air sebesar 32-45%, karena sifat

    dari tepung labu kuning yang mudah patah pada saat dicetak, maka diperlukan air yang

    lebih banyak. Oleh karena itu air juga dapat mempengaruhi terbentuknya serat-serat

    yang terdapat pada tepung secara sempurna, selain itu air juga dapat membuat mi

    menjadi lunak dan produk yang dihasilkan akan menjadi elastis. Hal ini yang

    menyebabkan sifat tekstur pada adhesiveness tinggi.

  • Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

    740

    Pada labu kuning menggunakan tepung labu kuning dan tepung tapioka sebagai

    agen pembentuk tekstural pada mi, sifat tekstural adhesiveness semakin rendah ketika

    perbandingan air yang digunakan sedikit dibandingkan dengan penggunaan tepung.

    Namun sifat tekstural adhesiveness semakin tinggi ketika perbandingan air yang

    digunakan besar daripada dengan perbandingan tepung yang digunakan.

    Tingkat Elongasi Atau Daya Tarik Mi Labu Kuning

    Elongasi merupakan salah satu karakteristik tekstur yang terdapat dalam mi yang

    menunjukkan daya regang yang ditarik dari bentuk awal sampai mi mengalami patah

    (putus). Uji tekstur elongasi pada mi labu kuning hanya menggunakan formulasi mi

    dengan perbandingan tepung tapioka, tepung labu kuning dan air adalah 5:9:10

    memiliki elongasi sebesar 191,70%.

    Menurut Rianto (2006) elongasi pada mi yang terbuat dari tepung terigu sebesar

    98,40%. Apabila dilihat dari penelitian Rianto (2006), mi labu kuning memiliki daya

    elongasi yang sangat besar. Hal ini karena mi labu kuning diformulasi dengan tepung

    tapioka. Di dalam tepung tapioka terdapat amilopektin dan pati yang sangat besar yaitu

    mencapai 80%, sehingga daya tarik mi yang dihasilkan juga sangat besar (Matz 1976).

    Hasil penelitian uji karakteristik tekstural mi labu kuning menggunakan Textur

    Analyzer dari 18 formulasi diketahui dari masing-masing uji tekstur pada mi labu

    kuning yaitu hardness dan adhesiveness. Menurut Rianto (2006) mi yang terbuat dari

    tepung terigu memiliki kekerasan atau hardness sebesar 2838,7 g. Hardness mi tepung

    labu yang mendekati nilai tersebut adalah pada mi dengan perbandingan tepung tapioka,

    tepung labu kuning dan air 5:10:9 dengan nilai rata-rata hardness 2,727x103 g.

    Menurut penelitian Rianto (2006), mi yang terbuat dari tepung terigu memiliki

    daya kelengketan sebesar -423,16 g. Dari data Tabel 4.3 dapat diketahui nilai

    adhesiveness mi labu kuning lebih tinggi dari pada nilai adhesiveness mi tepung terigu,

    dikarenakan tepung labu kuning tidak memiliki gluten yang dapat melengketkan hanya

    saja formulasi mi labu kuning di tambah dengan tepung tapioka yang hanya memiliki

    kandungan amilopektin yang tinggi daripada amilosa.

    KESIMPULAN

    Mi labu kuning yang memiliki sifat tektural mendelat tepung terigu adalah mi

    labu kuning yang memiliki komposisi tepung tapioka: tepung labu kuning: air 5:9:10.

    Kesukaan pada aroma dan rasa merupakan faktor yang sangat penting yang menentukan

    kesukaan keseluruhan terhadap mi labu kuning.

  • Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

    Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

    Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

    741

    DAFTAR PUSTAKA

    Anam C, Handayani S. 2010. Mi kering waluh (Cucurbita moschata) dengan

    antioksidan dan pewarna alami. Caraka Tani XXV No.1 Maret 2010.

    Astawan M. 2005. Membuat mi dan bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Haryadi. 1990. Pengaruh kadar amilosa beberapa jenis pati terhadap pengembangan,

    higroskopisitas dan sifat inderawi kerupuk.Yogyakarta: Universitas Gajah

    Mada.

    Husodo SY. 2004. Membangun kemandirian pangan. Jakarta: Yayasan Padamu Negeri.

    Matz SA. 1976. Snack food technology. AVI. Westport

    Munarso SJ, Haryanto B. 2003. Perkembangan teknologi pengolahan mi.

    Rianto BF. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mi basah berbahan baku

    tepung jagung [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

    Sukowati VKI. 2007. Aplikasi teknologi dan bahan tambahan pangan untuk

    meningkatkan umur simpan mi basah matang [Skripsi]. Bogor: Institut

    Pertanian Bogor.

    Tan H, Li Z, Tan B. 2010. Starch noodles: History, classification, materials,

    processing, structure, nutrition, quality evaluating and improving. Food

    Research International. 42:551-576.

    Winarno FG. 1997. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama