Upload
kristianz-oka
View
30
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ADDISON’S DISEASE
PENDAHULUAN
Kelenjar adrenal merupakan bagian dari sistem endokrin yang menghasilkan hormon
yang saling berkaitan. Hipotalamus menghasilkan CRH (Corticotropin-releasing hormone), yang
merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan kortikotropin, dimana kortikotropin tersebut
mengatur pembentukan kortikosteroid oleh kelenjar adrenal. Fungsi kelenjar adrenal bisa
berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan oleh
kelenjar adrenal tersebut dalam jumlah yang sesuai. Salah satu penyakit yang berhubungan
dengan penurunan fungsi kelenjar adrenal adalah Addison’s disease.
Penyakit Addison atau Addison’s disease merupakan suatu kelainan hormonal yang
ditandai dengan insufisiensi korteks adrenal. Penyakit Addison pertama kali dipaparkan oleh
Dr. Thomas Addison dari Inggris pada tahun 1855 dan ditandai dengan berat badan yang turun,
kelemahan otot, kelelahan, kulit yang gelap (hiperpigmentasi) baik di bagian yang tertutup
pakaian maupun tidak (Liotta EA, 2010).
Pada tahun 1920, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari penyakit Addison. Sejak
tahun 1950, adrenal autoimun dengan adrenal atrofi dijumpai pada sekitar 80% dari kasus
penyakit Addison (Price, 2006).
DEFINISI PENYAKIT ADDISON
Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan kelenjar
adrenal, yang dalam hal ini adalah korteks adrenal, memproduksi hormon kortisol sehingga bisa
disebut juga dengan hipokortikolisme, dan pada beberapa kasus didapatkan ketidakmampuan
korteks adrenal memproduksi hormon aldosteron yang cukup bagi tubuh. (Loscalzo, 2013)
ANATOMI FISIOLOGI
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan (Ganong WF,
1983). Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya mineralokortikoid
(aldosteron), yang terutama diatur oleh angiotensin II, kalium dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh
dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP) dan neuropeptides. Zona fasciculate pada lapisan
1
tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga
dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida. Lapisan terdalam zona
reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion (DHEA),
DHEA sulfat dan androstenedion juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).
Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk triangular kecil, terletak di ekstraperitoneal
pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masing-masing 4-14 gram. Kelenjar adrenal
sebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular, bagian posterior berbatasan dengan
diafragma, bagian superior dengan tepi postero-inferior lobus kanan hepar, bagian medial dengan
tepi kanan vena kava inferior.
Alas piramida terletak pada permukaan anteromedial ujung atas ginjal kanan. Kelenjar
adrenal kiri berbentuk semilunar sedikit lebih besar daripada kelenjar yang kanan. Bagian medial
berbatasan dengan lateral aorta abdominal, bagian posterior berbatasan dengan diafragma dan
nervus splanknikus.
Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel besar yang mengandung lipid
dinamakan sel foam yang tersusun melingkari sinusoid-sinusoid. Korteks adrenal berasal dari
mesodermal dan sudah dapat dikenal sebagai organ yang terpisah pada janin berumur 2 bulan.
Pada kehamilan 2 bulan komposisi korteks terdiri dari zona fetal dan zona defenitif yang serupa
dengan korteks adrenal pada dewasa. Waktu kehidupan fetal, adrenal manusia besar dan dibawah
pengawasan hipofisis, tetapi zona dari korteks yang permanen hanya terdapat pada 20% kelenjar,
sisanya yang 80% adalah korteks adrenal fetal yang besar dan cepat mengalami degenerasi pada
saat kelahiran (Ganong WF, 1983).
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ADDISON
Secara global, penyakit Addison jarang terjadi. Hanya di beberapa negara tertentu yang
memiliki prevalensi penyakit ini. Seperti di Amerika Serikat, penyakit Addison terjadi pada 40-
60 kasus dalam satu juta penduduk. Di Inggris terdapat 39 kasus dalam satu juta penduduk,
sementara di Denmark mencapai 60 kasus pada satu juta penduduk. Onset penyakit ini dapat
terjadi pada semua usia, namun paling sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Faktor etnis
disebutkan tidak signifikan dalam epidemiologi penyakit Addison (Liotta EA, 2010).
2
ETIOLOGI PENYAKIT ADDISON
Penyakit Addison merupakan akibat dari kerusakan secara progresif kelenjar adrenal
(>90%) sebelum terjadinya insufisiensi dari kelenjar adrenal. Adrenal merupakan lokasi tersering
terjadinya penyakit kronis granulomatous, dimana sebagian besar diakibatkan oleh tuberculosis,
namun bisa juga diakibatkan oleh histoplasmosis, coccidioidomycosis dan cryptococcosis. Pada
tahap awal, tuberculosis menyumbang 70-80% dari total kasus, tapi sekarang yang tersering
adalah diakibatkan oleh idiopatik atrofi dan mekanisme autoimun. Kasus jarang lainnya yang
bisa ditemui adalah adrenoleukodystrophy, CMV, amyloidosis, adrenomyeloneuropathy, familial
adrenal insufficiency, atau sarcoidosis (Loscalzo, 2013).
Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua
kelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal. Penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan menggangu
mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat
menekan fungsi korteks adrenal. Insufisiensi adrenal terdiri dari kelainan dari kelenjar-kelenjar
adrenal itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau oleh pengeluaran yang tidak cukup dari
ACTH oleh kelenjar pituitary (insufisiensi adrenal sekunder) (Loscalzo, 2013).
Insufisiensi Adrenal Primer
Sebagian besar penyakit Addison disebabkan oleh destruksi korteks adrenal yang
disebabkan oleh sistem imun tubuh kita sendiri. Keadaan ini menyebabkan kurangnya produksi
hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid. Penyebab insufisiensi adrenal primer lainnya
adalah infeksi kronis, metastasis keganasan dan pengangkatan kelenjar adrenal (Loscalzo, 2013).
Insufisiensi Adrenal Sekunder
Bentuk penyakit Addison ini merupakan tanda kurangnya hormon ACTH. Kurangnya
hormon ACTH disebabkan kurangnya produksi hormon kortisol kelenjar adrenal namun
produksi hormon aldosteron normal. Contoh dari insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi
ketika seseorang mendapat asupan hormone glukokortikoid, misalnya prednisone dalam jangka
waktu yang lama, dimana akan kembali normal apabila pengobatan tersebut dihentikan.
Penyebab lain dari insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal, adanya
3
hormon ACTH yang diproduksi oleh sel tumor kelenjar hipofisis (sindroma Chusing) (Loscalzo,
2013).
PATOGENESIS PENYAKIT ADDISON
Walaupun separuh dari pasien dengan atropi idiopatik ditemukan adrenal antibodies pada
sirkulasi, destruksi autoimun mungkin penyebab sekunder oleh cytotoxic T limfosit. Antigen
adrenal spesifik yang autoantibodinya meliputi 21-hidroksilase (CYP21A2) dan enzim pemecah
rantai mungkin bertanggung jawab atas serangkaian proses yang menyebabkan insufisiensi
meskipun tidak diketahui apakah antibody ini secara signifikan dapat menyebabkan insufisiensi
kelenjar adrenal, akantetapi antibody yang terlibat dalam pathogenesis yang menyebabkan
insufisiensi kelenjar adrenal tetap tidak diketahui. Beberapa antibody penyebab insufisiensi
adrenal dengan cara mengeblok ikatan ACTH dengan reseptor. Beberapa pasien juga memiliki
antibody terhadap kelenjar thyroid dan parathyroid. Keberadaan dari antibody tersebut
meningkatkan terjadinya chronic lymfositiktiroiditis, premature ovarian failure, DM type 1 dan
juga hipo/hyperparatiroidism. Adanya dua atau lebih kelainan autoimmune endokrin pada orang
yang sama mengakibatkan polyglandular autoimmune endokrin tipe 2 dimana dengan gejala
anemia pernisiosa, vitiligo, alopecia danmietenia gravis (Loscalzo, 2013).
Kombinasi dari insufisiensi hormone paratiroid dan adrenal dan juga chronic
mucocutaneus candidiasis merupakan type 1 polyglanduler autoimmune syndrome. Beberapa
penyakit autoimmune pada keadaan ini termasuk anemia pernisiosa, chronic aktif hepatitis,
alopecia, primary hypothyroidism, dan premature gonadala failure. Semua ini tidak berkaitan
dengan HLA (Human Lymphocyte Antigen), dimana sindrom ini diturunkan sebagai autosomal
resesif. Ini diakibatkan karena adanya mutasi pada gen autoimmune polyendocrinopathy
candiasis ectodermal dystrophy (APECEDED) yang lokasinya pada kromosom 21q22.3. Gen ini
mengkode factor transkripsi dan fungsi dari limfosit. Type 1 biasanya terjadi saat masa anak –
anak, lalu type 2 saat dewasa (Loscalzo, 2013).
4
PATOFISIOLOGI PENYAKIT ADDISON
Insufisiensi adrenal dapat bermanifestasi sebagai defek pada sumbu hypothalamus-
hipofisis-adrenal. Insufisiensi adrenal primer merupakan akibat dari destruksi korteks adrenal.
Zone glomerolusa, lapisan terluar kelenjar adrenal menghasilkan aldosterone. Kortisol
diproduksi di zona fasikulata dan zona retikularis, bagian tengah dan dalam kelenjar adrenal
(Loscalzo, 2013).
Karena mineralokortikoid dan glukokortikoid menstimulasi reabsorbsi natrium dan
eksresi kalium, defisiensinya akan menyebabkan peningkatan eksresi natrium dan penurunan
eksresi kalium, terutama pada urin, selain itu juga pada keringat, saliva, dan saluran
gastrointestinal. Terjadi konsetrasi natrium yang rendah dan kalium yang tinggi dalam serum.
Ketidakmampuan untuk mengkonsetrasikan urin disertai gangguan elektrolit menyebabkan
dehidrasi berat, hipertonisitas plasma, asidosis, penurunan volume sirkulasi, hipotensi, ahirnya
kolaps sirkulasi. Bila insufisiensi adrenal disebabakan produksi ACTH yang tidak adekuat, maka
kadar elektrolit biasanya normal atau sedikit berkurang. Defisiensi glukokortikoid menimbulkan
hipotensi dan menyebabkan sensitivitas insulin berat, gangguan metabolism karbohidrat, lemak
dan protein. Tanpa adanya kortisol, kekurangan karbohidrat dibentuk dari protein akibatnya
adalah terjadi hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Terjadi kelemahan karena ganguan
fungsi neuromuskular. Ketahanan terhadap infeksi, trauma dan stress lainnya juga berkurang.
Kelemahan otot jantung dan dehidrasi menurunkan output jantung, kemudian terjadi kegagalan
sirkulasi. Penurunan kortisol darah menyebabkan peningkatan produksi ACTH hipofisis dan
peningkatan beta-lipoprotein darah, yang memiliki aktivasi stimulasi melanosit bersama ACTH,
menyebakan hiperpigmentasi kulit dan membran mukossa khas pada penyakit Addison
(Loscalzo, 2013).
Gambaran kinis ditemukan setelah 90% korteks adrenal mengalami kerusakan oleh peran
autoimun, infeksi, neuplastik, traumatik, vaskular dan metabolik. Dengan destruksi korteks
adrenal, inhibisi umpan balik hypothalamus dan kelenjar hipofisis anterior terganggu sehingga
kortikotropin disekresikan secara terus menerus. Kortikotropin dan melanocyte stimulating
hormone (MSH) merupakan komponen hormon progenitor yang sama. Ketika kortikotropin
hilang dari prohormon, MSH dilepaskan menyebabkan hiperpigmentasi khas kecoklatan seperti
5
perunggu. Hiperpigmentasi umunya ditemukan pada insufisiensi adrenal primer yang
berhubungan dengan peingkatan kadar kortikotropin dan MSH (Loscalzo, 2013).
Defisiensi glukokortikoid
Contoh : kortisol yang menurun menyebabkan peningkatan produksi ACTH oleh hipofisis, serta
menyebabkan hiperpigmentasi (khas pada penyakit Addison) (Loscalzo, 2013).
GEJALA KLINIS PENYAKIT ADDISON
Insufisiensi dari korteks adrenal menyebabkan gradual adrenal destruction yang
dikarakteristikan dengan fatigability (rentan terhadap kelelahan atau mudah lelah) ,lemas,
6
Etiologi
Defisiensi :
- Mineralokortikoid
- Glukokortikoid
- Meningkatkan ekskresi natrium
- Menurunkan ekskresi kalium
Ketidakmampuan urin untuk mengkonsentrasikan urin disertai gangguan
keseimbangan elektrolit
1. Hipertonisitas plasma2. Asidosis3. Penurunan volume sirkulasi4. hipotensi
- Gangguan sensitivitas insulin yang berat- Gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan
protein
anorexia, mual dan muntah, loss weight, cutaneous and mucosal pigmentation, hypotensi dan
terkadang hypoglycemia. Tergantung dari durasi dan derajat dari adrenal hypofungsi dan
manifestasinya juga berbeda dari mild chronic fatigue sampai fulminating shock yang
diasosiasikan dengan acut destruction of gland (Loscalzo, 2013).
Asthenia merupakan gejala utama. Awalnya gejala ini jarang terjadi, biasanya akan
semakin sering terjadi ketika stress yang meningkat, dimana fungsi adrenal menjadi semakin
terganggu. Pada kondisi ini pasien semakin lemah dan membutuhkan istirahat total (Loscalzo,
2013).
Hiperpigmentasi pada kulit dianggap sebagai ciri khas penyakit Addison dan dijumpai
dalam 95% pasien dengan insufisiensi adrenal kronis primer. Namun, hiperpigmentasi bukanlah
tanda universal ketidakcukupan adrenal. Tampilan kulit normal tidak menyingkirkan diagnosis
penyakit addison. Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada
kulit dan mukosa. Pigmentasi juga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan
kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya
hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyai MSH-like effect. Pada
penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik
(Loscalzo, 2013).
Kulit mungkin tampak normal, atau vitiligo mungkin hadir. Peningkatan pigmentasi
menonjol di daerah kulit seperti lipatan kulit. Hiperpigmentasi ini juga menonjol pada puting,
aksila, perineum. Wanita mungkin kehilangan androgen yang menstimulus pertumbuhan rambut,
seperti rambut pubis dan aksila, karena androgen diproduksi di korteks adrenal (Loscalzo, 2013).
Pria tidak memiliki kehilangan rambut karena androgen pada laki-laki diproduksi
terutama di testis.
7
Abnormalitas dari fungsi gastrointestinal sering menyertai pasien dengan penyakit
Addison. Gejalanya bervariasi mulai penurunan nafsu makan yang ringan dengan penurunan
berat badan sampai mual, muntah dan diare yang berat serta terdapat nyeri abdomen (Loscalzo,
2013).
DIAGNOSIS PENYAKIT ADDISON
- Elektrolit
- Serum Cortisol
- Serum ACTH
- Tes Stimulasi ACTH (terkadang) (Porter, 2011)
Serum Elektrolit :
- Na <135 mEq / L
- K >5 mEq / L
- HCO3 <15-20 mEq / L
- BUN >20 mg / dL
- Rasio serum Na : K < 30 : 1
- GDP <50 mg/Dl (Porter, 2011)
Dari Pemeriksaan Hematologi, ditemukan :
- Hematokrit meningkat
- WBC rendah
- Limfositosis
- Eosinofil meningkat (Porter, 2011)
Gambaran radiologi :
- Kalsifikasi di area adrenal
- Renal TB
- TB Paru
8
Diagnosis insufisiensi adrenal seharusnya dibuat hanya melalui Tes Stimulai ACTH
untuk menilai kapasitas penyimpanan adrenal untuk produksi steroid. Screening test terbaik yaitu
pada saat respons cortisol 60 menit setelah 250 g cosyntropin diberikan secara IM atau IV.
Level cortisol >495 nmol / L.
Bila respon abnormal, insufisiensi adrenal primer dan sekunder dapat dibedakan dengan
pengukuran level aldosterone dari sampel darah yang sama.
Pada insufisiensi adrenal sekunder, peningkatan aldosterone dapat dikatakan normal (>=
150 pmol / L)
Sedangkan pada insufisiensi adrenal primer, plasma ACTH dan -LPT meningkat
dikarenakan hilangnya ikatan timbal balik cortisol-hypothalamic pituitary (Porter, 2011)
ALUR DIAGNOSIS PASIEN DENGAN SUSPEK INSUFISIENSI ADRENAL
Sign and symptom :
- Lemah seluruh tubuh
- Hipotensi
- Penurunan berat badan
- Hiperpigmentasi
Screening Test :
- Cortisol plasma 20-60 menit setelah 250 g cosyntropin IM atau IV
- Bila hasil subnormal maka kemungkinan insufiensi primer atau sekunder sehingga
dilakukan pemeriksaan peningkatan plasma ACTH dan / atau Plasma Aldosterone
selama 30 menit setelah pemberian cosyntropin 250 g IM atau IV
- Insufisiensi primer bila : ACTH tinggi, peningkatan aldosterone subnormal
- Insufisiensi sekunder bila : ACTH rendah-normal, peningkatan aldosterone normal
9
DIFERENSIAL DIAGNOSIS PENYAKIT ADDISON
Hiperpigmentasi yang dapat dikarenakan :
- Bronchogenic carcinoma
- Ingesti logam berat
- Hemokromatosis
- Kondisi kulit kronis
Hiperpigmentasi sering bersamaan dengan vitiligo merupakan indikasi Addison’s
Disease. Hipoglikemia setelah puasa dikarenakan penurunan glukoneogenesis (Porter, 2011)
TERAPI PENYAKIT ADDISON
Terapi penyakit Addison meliputi pergantian, substitusi hormon yang tidak diproduksi lagi
oleh kelenjar adrenal. Kortisol digantikan dengan glukocorticoid sintetik seperti hidrocortisone,
prednisone atau dexamethasone. Hidrokortison bisa diberikan secara per oral 15-25 mg/hari dan
pemberiannya dibagi dalam 2 kali pemberian yaitu 2/3 dosis diberikan pagi hari dan 1/3 dosis
diberikan sore hari. Selama periode “intercurrent illness”, dosis hidrokortison harus diberikan 2
kali dosis biasa. Selama terjadi krisis adrenal, hidrokortison dosis tinggi (10 mg/hari iv atau 100
mg bolus iv 3x1) diberikan dengan normal saline. Pada pasien dengan krisis adrenal akut, infus
sodium klorida isotonik diberikan untuk mengoreksi hipotensi, kadang diperlukan suplementasi
glukosa. Jika kondisi pasien membaik dan tidak ada febris, dosis dapat diturunkan 20-30% setiap
hari (Loscalzo, 2013).
Selain itu pemberian Fludocortisone 0,05-0,1 po pada pasien dengan adrenal insufisiensi
primer dimaksudkan sebagai pengganti mineralokortikoid. Fludocortisone tidak perlu diberikan
pada pasien dengan adrenal insufisiensi sekunder, yaitu kegagalan adrenal dalam memproduksi
ACTH. Beberapa pasien tidak membutuhkan fludocortisone secara intensif, kadang hanya
dibutuhkan saat cuaca panas saja (Emedicine, 2010).
10
KOMPLIKASI PENYAKIT ADDISON
Komplikasi dapat terjadi jika mengambil terlalu sedikit atau terlalu banyak suplemen
hormon adrenal. Komplikasi juga dapat terjadi akibat penyakit terkait berikut:
- Diabetes
- Tiroiditis Hashimoto (tiroiditis kronis)
- hipoparatiroidisme
- Hipofungsi ovarium atau kegagalan testis
- anemia pernisiosa
- tirotoksikosis
PROGNOSA
Sebelum terapi glukokortikoid dan mineralokortikoid ada, insufisiensi adrenokortikal
primer tanpa kecuali akan fatal, dengan kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah onset.
Mereka yang bertahan hidup sekarang tergantung pada dasar penyebab insufisiensi adrenal. Pada
pasien dengan autoimun Addison disease, kelangsungan hidup mencapai normal populasi, dan
pasie terbanyak tetap hidup normal. secara umum, kematian dari insufisiensi adrenal sekarang
terjadi hanya pada pasien dengan onset penyakit cepat sebelum didiagnosa tegak dan mendapat
terapi standar.
Insufisiensi adrenal sekunder memiliki prognosis yang baik dengan terapi glukokortikoid.
Insufisiensi adrenal akibat perdarahan adrenal bilateral tetap sering fatal, dengan paling banyak
kasus didapat hanya saat autopsy.
KESIMPULAN
Penyakit Addison adalah kelainan yang disebabkan oleh ketidakmampuan kelenjar
adrenal, yang dalam hal ini adalah korteks adrenal, memproduksi hormon kortisol sehingga bisa
disebut juga dengan hipokortikolisme, dan pada beberapa kasus didapatkan ketidakmampuan
korteks adrenal memproduksi hormon aldosteron yang cukup bagi tubuh.
11
Secara global, penyakit Addison jarang terjadi. Hanya di beberapa negara tertentu yang
memiliki prevalensi penyakit ini.
Diagnosis penyakit Addison dapat dibuat melalui gambaran klinis dan keluhan penderita
diantaranya berat badan yang turun, kelemahan otot, kelelahan, kulit yang gelap, pemeriksaan
laboratorium maupun pemeriksaan radiologis.
Terapi penyakit Addison yaitu dengan substitusi hormon kortisol untuk memperbaiki
defisiensi glukokortikoid dengan glukokortikoid sintetis seperti hidrokortison. Sementara
defisiensi aldosteron dapat digantikan dengan mineralokortikoid.
12
DAFTAR PUSTAKA
Fauci S, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL. Harrison's Principles of internal
medicine Seventeenth Edition. On part 15 endocrinology and metabolism section 1
Disorder of adrenal cortex. McGraw – Hill companies copyright 2008. 336.
Ganong WF. Medula dan korteks adrenal. Dalam: Ganong WF. Editor. Fisiologi kedokteran.
Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1983;309-34
Liotta EA, Elston DM, Brough A, Travers R, Wells MJ, Callen JP. et all. Addison Disease.
Medscape reference drug, disease & procedure. 2010. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1096911-overview#showall
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6.
Jakarta; EGC; 2006
Loscalzo, J. Harrison’s manual of medicine. Mc Graw Hill. New York City. 2013
Emedicine.medscape.com/article/11647-treatment
Porter. Robert S. Kaplan. Justin L. Addison’s Disease. The Merck Manual of Diagnosis and
Therapy. Ed 19. Merck Sharp and Dohme Corp. New Jersey. 2011
13