37
I.PENDAHULUAN A. Judul Percobaan Protein B. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui sifat asam amino dan protein 2. Mengenali berbagai tes pengenalan terhadap asam amino dan protein 3. Menguji larutan albumin dengan berbagai macam uji protein 4. Menguji larutan triptofan dengan berbagai uji protein

Acara IV Protein.docx

Embed Size (px)

Citation preview

I.PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan

Protein

B. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui sifat asam amino dan protein

2. Mengenali berbagai tes pengenalan terhadap asam amino dan protein

3. Menguji larutan albumin dengan berbagai macam uji protein

4. Menguji larutan triptofan dengan berbagai uji protein

II.TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah makromolekul yang unik sekaligus memiliki struktur yang

kompleks. Protein reaktif karena asam amino mengandung gugus fungsi yang

reaktif, seperti SH, -OH, NH2, dan COOH. Asam amino merupakan unit

pembangun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida pada setiap

ujungnya. Protein tersusun dari atom C, H, O, dan N, serta terkadang P dan S

(Fessenden dan Fessenden, 1986). Berikut adalah struktur protein dan asam

amino:

Gambar 1. Struktur Protein (Fessenden dan Fessenden, 1986)

Gambar 2. Struktur Asam Amino (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Dua molekul asam amino dapat saling berikatan membentuk ikatan

kovalen melalui suatu ikatan amida yang disebut dengan ikatan peptida. Ikatan

kovalen terjadi antara gugus karboksilat dari satu asam amino dengan gugus α

amino dari molekul asam amino lainnya dengan melepas molekul air (Elrod dan

Stansfield, 2007). Secara sederhana mekanisme reaksi pembentukan ikatan

kovalen sebagai berikut :

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Peptida Sebagai Rantai Protein (Elrod

dan Stansfield, 2007).

Sifat-sifat protein yang penting antara lain ionisasi, denaturasi, koagulasi,

viskositas, kristalisasi, dan sistem koloid. Ionisasi apabila larut dalam air akan

membentuk ion (+ dan - ). Denaturasi adalah perubahan konformasi serta posisi

protein sehingga aktivitasnya berkurang atau kemampuannya menunjang aktivitas

organ tertentu dalam tubuh hilang. Viskositas adalah tahanan yang timbul adanya

gesekan antara molekul di dalam zat cair yang mengalir, kristalisasi adalah proses

yang sering dilakukan dengan jalan penambahan garam amonium sulfat atau NaCl

pada larutan dengan pengaturan pH pada titik isolistriknya. Sistem koloid adalah

sistem yang heterogen terdiri atas dua fase yaitu partikel kecil yang terdispersi

dari medium atau pelarutnya. Koagulasi adalah peristiwa pembentukan atau

penggumpulan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. (Poedjiadi,

2006).

Denaturasi dan koagulasi dapat disebabkan oleh pemanasan, suasana

asam atau basa ekstrim, kation logam berat, dan penambahan garam jenuh.

Pemanasan dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen yang menopang

struktur sekunder dan tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik

dari gugus samping akan terbuka. Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin

turun dan akhirnya mengendap dan menggumpal peristiwa ini dinamakan

koagulasi. Perubahan pH yang sangat ekstrim akibat penambahan asam kuat atau

basa kuat akan merusak interaksi ionik, yang terbentuk antar gugus R polar dari

asam amino penyusun protein (Elrod dan Stansfield, 2007).

Jenis-jenis protein berdasarkan struktur yaitu protein struktural, jenis

protein ini berperan untuk menyangga atau membangun struktur biologi makhluk

hidup. Misalnya kolagen adalah protein utama dalam urat dan tulang rawan yang

memiliki kekuatan. Persendian mengandung protein elastin yang dapat meregang

dalam dua arah. Jenis lain adalah kuku, rambut, dan bulu-buluan merupakan

protein keratin yang liat dan tidak larut dalam air (Elrod dan Stansfield, 2007).

Protein juga dapat digolongkan berdasarkan bentuk dan proses

pembentukan serta sifat fisiknya. Terdapat empat struktur protein yaitu struktur

primer, sekunder, tersier dan kuartener. Selain penggolongan juga sering

dilakukan sebagai protein serabut atau dan protein globular. Struktur primer

adalah rantai polipeptida sebuah protein terdiri dari asam-asam amino yang

dihubungkan satu sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida yang

membentuk rantai lurus dan panjang sebagai untaian polipeptida tunggal (Elrod

dan Stansfield, 2007).

Gambar 4. Struktur Primer Sederhana (Elrod dan Stansfield, 2007).

Struktur yang kedua adalah struktur sekunder. Pada struktur sekunder,

protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai samping asam

amino. Ikatan pembentuk struktur ini didominasi oleh ikatan hidrogen antar rantai

samping yang membentuk pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan

hidrogennya. Ada dua jenis struktur sekunder, yaitu: D-heliks dan β-sheet

(lembaran) (Elrod dan Stansfield, 2007).

Gambar 5. Protein dengan struktur α-heliks (Elrod dan Stansfield, 2007).

Gambar 6. Protein dengan struktur β-sheet (Elrod dan Stansfield, 2007).

Struktur tersier merupakan struktur yang dibangun oleh struktur primer

atau sekunder dan distabilkan oleh interakasi hidrofobik, hidrofilik, jembatan

garam, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida (antar atom S) sehingga strukturnya

menjadi kompleks. Protein globular dan protein serabut/serat atau fiber

merupakan contoh struktur tersier. Protein Globular, merupakan protein yang larut

dalam pelarut air dan dapat berdsifusi dengan cepat, dan bersifat dinamis lihat

gambar tujuh, dimana seluruh interaksi antar struktur sekunder atau primer

terviasualisasi dengan baik (Elrod dan Stansfield, 2007).

Gambar 7. Struktur tersier dari protein Globular (Elrod dan Stansfield, 2007).

Protein serabut bersifat tidak larut dalam air merupakan molekul serabut

panjang dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak

berlipat menjadi bentuk globular. Jenis protein ini memiliki peran sebagai

penyangga dan sebagai pelindung (Zulfikar, 2010). Berikut struktur fiber :

Gambar 8. Struktur tersier untuk protein fiber (Elrod dan Stansfield, 2007).

Struktur kuartener merupakan hasil interaksi dari beberapa molekul

protein tersier, setiap unit molekul tersier disebut dikenal dengan subunit. Setiap

subunit protein struktur tersier dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi satu

sama lain, interaksi tersebut dapat mengubah struktur maupun peran dan

fungsinya. Molekul protein kuartener ditampilkan pada gambar sembilan.

Pembentukan struktur kuartener protein menyebabkan bagian nonpolar protein

tidak terpapar pada lingkungan yang berair (Elrod dan Stansfield, 2007).

Gambar 9. Struktur kuartener yang diwakili oleh molekul hemoglobin

(Elrod dan Stansfield, 2007).

Protein mempunyai fungsi yang unik bagi tubuh yaitu : pertama protein

menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk pertumbuhan dan

memelihara jaringan tubuh. Kedua protein bekerja sebagai pengatur kelangsungan

proses di dalam tubuh. Ketiga memberikan tenaga, jika keperluannya tidak dapat

dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Rahim, 2011) .

Protein sebagai pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh, protein

sebagai zat pembangun, yaitu merupakan bahan pembangun jaringan baru.

Dengan demikian protein amatlah penting bagi semua taraf kehidupan, mulai dari

masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, juga pada masa hamil, dan

menyusui pada wanita dewasa, orang sakit dan dalam taraf penyembuhan,

demikian juga orang dewasa dan lanjut usia. Berarti pembentukan jaringan baru

selalu terjadi selama kita hidup. Tubuh yang menerima cukup makanan bergizi

akan mempunyai simpanan-simpanan protein untuk digunakan dalam keadaan

darurat. Tetapi bila keadaan tidak menerima menu seimbang/mencukupi tubuh

berlanjut terus, maka gejala-gejala kurang protein akan timbul (Rahim, 2011).

Menurut Rahim (2011), protein sebagai pembangun/pembentuk struktur

tubuh terlihat dari gambaran susunan komposisi tubuh manusia. Lebih kurang dua

puluh persen (20%) atau 1/5 bagian berat badan orang dewasa terdiri dari protein.

Dari analisa berat kering sebanyak 50% atau separuh berat tubuh orang dewasa

terdiri dari ptotein. Dari bagian tersebut 1/3 bagiannya berada dalam otot 1/5

bagian tersimpan dalam tulang dan cartilage (tulang rawan), 1/10 bagian

tersimpan dalam kulit dan sisanya berada dalam cairan tubuh dan jaringan-

jaringan. Sebagai pembangun (body building), protein berfungsi: bagian utama

dari sel inti (nukleus) dan protoplasma, bagian padat dari jaringan dalam tubuh

misal: otot, glandula, sel-sel/butir darah, penunjang organik dan matrix tulang,

gigi, rambut dan kuku, bagian dari enzim, dan bagian dari antibodi (zat kekebalan

tubuh = globulin), berarti protein penting peranannya dalam menjaga kekebalan

tubuh terhadap infeksi (Rahim, 2011).

Protein juga mengatur tekanan osmosa, pada keseimbangan cairan dan

PH (asam – basa darah). Protein membantu mengatur keluar masuknya cairan,

nutrient (zat gizi) dan metabolit dari jaringan masuk ke saluran darah. Pada saat

orang mengalami kekurangan plasma protein, maka keseimbangan cairan akan

terganggu dan akan berakumulasi di sekitar jaringan, sehingga terjadi

pembengkakan (oedema) “nutritional oedema” adalah salah satu gejala klinis yang

terlihat pada penderita hypoproteinemia (rendah plasma protein) (Rahim, 2011).

Protein sebagai bahan bakar, karena komposisi protein mengandung

unsur karbon, maka protein dapat berfungsi sebagai bahan bakar sumber energi.

Bila tubuh tidak menerima karbohidrat dan lemak dalam jumlah yang cukup

memenuhi kebutuhan tubuh, maka untuk menyediakan energi bagi kelangsungan

aktivitas tubuh protein akan dibakar sebagai sumber energi. Dalam keadaan ini,

keperluan tubuh akan diutamakan sehingga sebagian protein tidak dapat

membentuk jaringan. Protein mensuplai empat kalori per gram, tetapi secara

ekonomis sumber energi yang berasal dari protein adalah mahal dibandingkan

lemak dan karbohidrat. Jadi sekalipun protein dapat digunakan oleh tubuh sebagai

bahan bakar, akan tetapi tidaklah ekonomis jika kita makan protein secara

berlebihan, selama energi bisa di dapat dari bahan makanan yang lebih murah

yaitu yang mengandung karbohidrat dan lemak, sebab umumnya pangan yang

kaya akan protein harganya mahal (Rahim, 2011).

Sistein merupakan asam amino bukan esensial bagi manusia yang

memiliki atom S, bersama-sama dengan metionin yang terdapat pada gugus tiol

(dikenal juga sebagai sulfhidril atau merkaptan). Glutinin adalah asam amino yang

memiliki kode pada kode genetik standar, asam glutamat termasuk asam amino

bermuatan (polar) bersama-sama dengan asam aspartat. Glisina atau asam amino

etanoat adalah asam amino alami paling sederhana. Rumus kimianya adalah

C2H5NO2 (Hernandy, 2011).

Histida merupakan asam amino dasar yang ada dalam protein. Isoleusina

adalah salah satu dari asam amino penyusun protein yang dikode oleh DNA,

Leusina merupakan asam amino yang paling umum dijumpai pada protein. Lysin

merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air bersifat basa,

seperti juga histidin. Metionina adalah asam amino yang memiliki atom S.

Fenilalanina adalah suatu asam amino penting dan banyak terdapat pada makanan,

yang bersama-sama dengan asam amino tirosin dan triptofan merupakan

kelompok asam amino aromatik yang memiliki cincin benzena (Hernandy, 2011).

Prolina merupakan satu-satunya asam amino dasar yang memiliki dua

gugus samping yang terikat satu-sama lain (gugus amino melepaskan satu atom H

untuk berikatan dengan gugus sisa). Serina merupakan asam amino penyusun

protein yang umum ditemukan pada protein hewan. Treonina bersifat esensial.

Treonina banyak terkandung pada produk-produk dari susu, daging, ikan, dan biji

wijen. Tirosina memiliki satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan gugus

hidroksil) (Poedjiadi, 2006).

Valina asam amino esensial. Sifat valina dalam air adalah hidrofobik

(“takut air”) karena ia tidak bermuatan. Triptofan adalah salah satu asam amino

esensial dalam tubuh manusia yang berguna untuk mensintesis protein (Hernandy,

2011).

Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang

mencapai kadar 60 persen, protein yang larut dalam air, merupakan protein

kompleks yang memiliki gugus amida. Ia dibuat oleh hati, karena itu albumin juga

dipakai sebagai tes pembantu dalam penilaian fungsi ginjal dan saluran cerna.

Sifat albumin adalah menahan agar cairan tidak keluar dari pembuluh darah.

Ketika tubuh kekurangan albumin, cairan mudah merembes keluar dari pembuluh

darah, menyebabkan tubuh membengkak (Hernandy, 2011). Berikut struktur dari

albumin :

Gambar 10. Struktur Albumin (Hernandy, 2011).

Triptofan adalah salah satu asam amino esensial dalam tubuh manusia

yang berguna untuk mensintesis protein, tidak memiliki struktur konformasi 3D,

merupakan asam amino tunggal. Triptofan juga merupakan prekursor dari

serotonin yang membantu pengaturan pola tidur, nafsu makan, dan mood

seseorang. Oleh karena itu, triptofan juga digunakan dalam pengobatan untuk

depresi, gelisah dan insomnia (Hernandy, 2011). Berikut struktur triptofan :

Gambar 11. Struktur Triptofan (Hernandy, 2011).

Uji pengendapan asam pada protein dapat mengendap oleh alkohol pada

keadaan asam. Reaksi positif akan menunjukkan adanya endapan. Uji belerang ini

memberikan hasil positif terhadap protein yang mengandung asam amino yang

memiliki gugus belerang, seperti sistein, sistin, dan metionin. Jika protein tersebut

mengandung belerang, akan terbentuk endapan hitam timbal sulfida (PbS) (Fauzi,

2011).

Uji biuret adalah salah satu cara pengujian yang memberikan hasil positif

pada senyawa-senyawa yang memiliki ikatan peptida. Oleh karena itu, uji biuret

ini sering digunakan untuk menunjukkan adanya senyawa protein, terbentuknya

warna ungu menunjukkan hasil positif adanya protein (Fauzi, 2011). Reaksi

ninhidrin digunakan sebagai uji umum protein. Pemanasan dengan ninhidrin

menghasilkan produk berwarna ungu pada semua asam amino yang mempunyai

gugus L α-amino bebas, sedangkan produk yang dihasilkan oleh prolin dan

hidrokdiprolin berwarna kuning (Poedjiadi, 2011).

Uji lowry – Folin Ciocalteu merupakan salah satu metode untuk

menentukan kadar protein dalam suatu bahan. Warna biru yang terjadi pada

pereaksi Folin-Ciocalteu adalah dalam keadaan basa, ion tembaga divalen (Cu2+)

membentuk kompleks dengan ikatan peptida yang mereduksi Cu2+ menjadi

tembaga monovalen Cu+ (Bintang, 2010). Uji denaturasi dan koagulasi merupakan

uji untuk mengetahui proses perubahan konformasi struktur tiga dimensi dari

protein akibat denaturasi dan mengetahui proses koagulasi protein ketika

mencapai titik isoelektriknya (Poedjiadi, 2006).

Adanya gugus amino bebas pada gugus karboksil di ujung-ujung rantai

molekul protein menyebabkan protein bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan

asam dan basa). Pada pH tertentu muatan gugus amino dan karboksilat saling

menetralkan sehingga protein tidak bermuatan. Titik isoelektrik merupakan pH

dimana asam tidak mengandung muatan ion netto, titik isoelektrik asam amino

adalah besaran asam amino sebagai ion amfoter, anion, serta kation (Fessenden

dan Fessenden, 1986).

III.METODE

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, rak

tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur, propipet, waterbath, gelas beker,

spektrofotometer, vortex, kuvet, labu takar, aluminium foil, kertas label, dan

penjepit.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan

albumin, larutan triptofan, reagen Ninhidrin, HNO3 pekat, NaOH pekat,

CH3COOH 3 N, reagen Biuret, sampel X (albumin), buffer asetat 1 M, HCl 0,1

N, NaOH 0,1 N, reagen D, reagen E, larutan standar, dan aquades.

B. Cara Kerja

1. Uji Ninhidrin

Larutan albumin dan triptofan sebanyak satu ml dan Ninhidrin

sebanyak lima tetes dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan tersebut

dipanaskan di waterbath dengan suhu 95oC. Kemudian perubahan yang

terjadi diamati, reaksi positif ditandai dengan warna larutan menjadi ungu

ruhemann.

2. Uji Biuret

Lautan albumin dan triptofan sebanyak satu ml dan reagen biuret

sebanyak lima tetes dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Perubahan yang

terjadi diamati.

3. Uji Denaturasi Protein

Albumin dan triptofan sebanyak sembilan ml masing-masing

dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi pertama

ditambahkan buffer asetat 1 M sebanyak satu ml. Lalu tabung reaksi kedua

ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak satu ml dan tabung reaksi ketiga

ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak satu ml. Kemudian ketiga tabung reaksi

tersebut dimasukkan ke dalam waterbath selama 15 menit. Setelah itu

tabung reaksi kedua ditambahkan buffer asetat 1 N sebanyak satu ml,

tabung reaksi ketiga ditambahkan buffer asetat 1 N sebanyak satu ml dan

tabung reaksi pertama tidak ditambahkan larutan apapun.

4. Uji Lowry

Albumin sebanyak satu ml dan reagen D sebanyak delapan ml

dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian larutan didiamkan selama

10 menit dan ditambahkan reagen E sebanyak satu ml. Setelah itu larutan di

vortex dan didiamkan lagi selama 20 menit. Selanjutnya absorbansi diukur

dengan spektrofotometer menggunakan panjang gelombang 600 nm. Lalu

konsentrasi sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

a=(Σy ) ( Σ x2 )−( Σx )(Σxy )

(Σx ) ( Σ x2 )−¿¿

b=(Σx ) ( Σxy )−( Σx )(Σy)

( Σx ) ( Σ x2)−¿¿

5. Pembuatan Larutan Standar Albumin

Albumin dilarutkan ke dalam gelas beker, kemudian dibilas sebanyak

lima hingga delapan kali. Lalu albumin diencerkan dalam labu takar 100 ml.

Selanjutnya dibuat dalam konsentrasi 0 ug/ml, 60 ug/ml, 120 ug/ml, 180

ug/ml, 200 ug/ml, dan 300 ug/ml.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji yang pertama adalah uji ninhidrin, berdasarkan percobaan diperoleh

hasil untuk uji ninhidrin sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Uji NinhidrinSampel Warna Hasil (+/-)

Larutan albumin Ungu +

Larutan triptofan Agak ungu +

Uji ninhidrin adalah uji kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi

asam amino bebas. Asam amino dapat bereaksi dengan triketohidrindena hidrat

(ninhidrin) untuk membentuk aldehida yang lebih kecil dengan membebaskan

karbon dioksida, ammonia, dan menghasilkan warna ungu. Protein juga bereaksi

meskipun tidak menghasilkan karbon dioksida dan ammonia (Bintang, 2010).

Dalam percobaan ini larutan albumin, triptofan, dan ninhidrin

dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan di waterbath selama

95oC. Larutan dipanaskan dengan tujuan untuk mengkatalisis pembentukan

aldehida yang lebih kecil dikarenakan asam amino bereaksi dengan ninhidrin serta

untuk memutus rantai peptida pada albumin. Fungsi reagen ninhidrin adalah

mengidentifikasi adanya asam amino bebas dalam sampel, terutama asam α-amino

bebas. Reaksi positif untuk uji ninhidrin adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi Positif Uji Ninhidrin (Sunarya dan Setiabudi, 2007).

Albumin merupakan asam amino yang memberikan warna ungu dan

tidak memiliki endapan serta gumpalan sedangkan tryptophan memberikan warna

biru ungu tanpa endapan serta koagulasi. Kedua sampel mengandung α-amino

bebas. Berdasarkan percobaan, larutan albumin bereaksi positif ditunjukkan

dengan larutan yang berubah warna menjadi ungu.

Trytophan juga menunjukkan reaksi positif dengan larutan yang berubah

warna menjadi ungu. Hasil uji ninhidrin pada larutan albumin dan tryptophan

sudah sesuai dengan teori menurut Poedjiadi (2006) bahwa pemanasan dengan

ninhidrin menghasilkan produk berwarna ungu pada semua asam amino yang

mempunyai gugus L α-amino bebas. Warna ungu pada larutan albumin lebih

pekat daripada larutan triptofan dikarenakan albumin memiliki asam amino

kompleks sehingga asam amino bebasnya lebih banyak daripada tryptophan.

Sehingga warna ungu pada albumin lebih pekat daripada tryptophan.

Selanjutnya uji yang kedua adalah uji biuret, berdasarkan percobaan

diperoleh hasil untuk uji biuret sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji BiuretSampel Warna Hasil (+/-)

Larutan albumin Ungu +

Larutan triptofan Biru muda -

Uji biuret adalah uji kualitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi

adanya kehadiran ikatan peptida pada suatu sampel. Uji biuret berdasarkan reaksi

antara ion Cu2- dan ikatan peptida dalam suasana basa. Warna kompleks ungu

menunjukkan adanya protein, intensitas warna yang dihasilkan adalah ukuran

jumlah ikatan peptida dalam protein (Bintang, 2010).

Pada percobaan ini larutan albumin dan tryptophan dimasukkan dalam

tabung reaksi kemudian ditambahkan reagen biuret. Reagen biuret terbuat dari

natrium hidroksida dan sulfat tembaga. Fungsi dari reagen biuret adalah untuk

mengidentifikasi adanya ikatan peptida dalam suatu sampel. Cara hidroksida

lembaga dilarutkan oleh protein untuk membentuk kompleks warna, reaksi positif

pada uji biuret adalah :

Gambar 2. Reaksi Positif Uji Biuret (Sunarya dan Setiabudi, 2007).

Dari percobaan diperoleh hasil positif untuk larutan albumin ditunjukkan

dengan perubahan warna menjadi ungu sedangkan pada larutan trytophan reaksi

berlangsung negatif dengan warna larutan biru muda. Hal ini sudah sesuai dengan

teori menurut Fauzi (2011) bahwa uji biuret adalah salah satu cara pengujian yang

memberikan hasil positif pada senyawa-senyawa yang memiliki ikatan peptida.

Albumin merupakan protein kompleks yang memiliki gugus amida, pada gugus

amida itulah ada ikatan peptida. Tryptophan merupakan asam amino tunggal

sehingga tidak memiliki gugus amida serta ikatan peptida.

Selanjutnya uji ketiga adalah uji denaturasi dan koagulasi protein.

Berdasarkan percobaan diperoleh hasil untuk uji denaturasi dan koagulasi sebagai

berikut :

Tabel 3. Hasil Uji Denaturasi dan Koagulasi ProteinSampel Warna Gumpalan Hasil

Sebelum Setelah

Albumin I keruh Putih keruh Ada +

Albumin II keruh Putih keruh Ada +

Albumin III keruh Putih keruh Ada +

Triptofan I bening Bening Tidak ada -

Triptofan II bening Bening Tidak ada -

Triptofan III bening Bening Tidak ada -

Uji denaturasi dan koagulasi protein merupakan uji kualitatif yang

bertujuan untuk mengetahui perubahan struktur konformasi tiga dimensi protein

akibat denaturasi dan untuk mengetahui proses koagulasi protein ketika mencapai

titik isoeletriknya.

Denaturasi dapat disebabkan oleh pemanasan, suasana asam atau basa

ekstrim, kation logam berat, dan penambahan garam jenuh. Pemanasan dapat

menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen yang menopang struktur sekunder dan

tersier suatu protein sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping

akan terbuka. Hal ini menyebabkan kelarutan protein semakin turun dan akhirnya

mengendap dan menggumpal peristiwa ini dinamakan koagulasi. Perubahan pH

yang sangat ekstrim akibat penambahan asam kuat atau basa kuat akan merusak

interaksi ionik, yang terbentuk antar gugus R polar dari asam amino penyusun

protein (Elrod dan Stansfield, 2007).

Pada percobaan ini larutan albumin dan tryptophan dimasukkan ke dalam

tiga tabung reaksi kemudian tabung reaksi pertama ditambahkan buffer fosfat 1M.

Tabung reaksi kedua ditambahkan HCl 0,1 N dan tabung reaksi ketiga

ditambahkan NaOH 0,1 N. Fungsi dari buffer fosfat adalah untuk

mempertahankan pH dan supaya larutan albumin mencapai titik isoelektriknya.

Penambahan larutan asam kuat dan basa kuat bertujuan untuk mendenaturasi

protein, sehingga koagulasi yang terbentuk hanya sedikit.

Selanjutnya ketiga tabung reaksi dipanaskan dalam waterbath, tujuannya

adalah untuk mempercepat reaksi denaturasi protein, karena denaturasi protein

dapat dibantu dengan pemanasan. Setelah itu tabung reaksi kedua dan ketiga

ditambahkan buffer asetat 1 N, fungsinya untuk menjaga kesetimbangan titik

isoelektrik, titik isoeletrik dijaga supaya terjadi koagulasi.

Dari percobaan diperoleh hasil untuk larutan albumin positif, ditunjukkan

dengan ketiga larutan albumin membentuk gumpalan dan berwarna putih keruh.

Pada tryptohan hasil percobaan menunjukkan reaksi negatif, ditunjukkan dengan

ketiga larutan tryptophan tidak membentuk gumpalan dan warna larutan tetap

bening. Hal ini sesuai dengan teori Hernandy (2011) bahwa trytophan merupakan

asam amino tunggal yang tidak memiliki konformasi tiga dimensi sehingga

reaksinya negatif.

Pada albumin I, II, dan III terjadi koagulasi serta denaturasi, albumin

yang digunakan dalam praktikum ini adalah albumin telur. Albumin terkoagulasi

karena karena hasil dari denaturasi. Denaturasi adalah perubahan konformasi

alamiah menjadi suatu proses, perubahannya bisa dikarenakan oleh pemanasan

yang ekstrim, perubahan pH, dan penambahan asam kuat atau basa kuat ekstrim,

adanya gerakan mekanik, serta aktivitas enzim proteolitik (Poejiadi, 2006).

Pada gambar tiga dapat dilihat bahwa albumin telur memiliki titik

isoelektrik pada pH 4,6 berarti albumin telur akan mencapai titik isoelektriknya

pada saat pH-nya sekitar 4,6. Ketika albumin telur mencapai titik isoelektriknya

terjadilah koagulasi. Pada gambar empat dapat dilihat buffer asetat memiliki pH

4,76, pH antara albumin telur dan buffer asetat tidak jauh berbeda sehingga ketika

buffer asetat ditambahkan maka akan terbentuk pH 4,76. Pada pH 4,76 albumin

mencapai titk isoelektriknya dan terjadi penggumpalan.

Gambar 3. Titik Isoelektrik Beberapa Protein (Lehninger, 1990).

Gambar 4. Perbandingan Kurva Titrasi Tiga Jenis Asam lemah, Asam asetat, H2PO4

-, dan NH4+ (Lehinger, 1990).

Uji yang terakhir adalah uji lowry, berdasarkan percobaan diperoleh hasil

untuk uji lowry sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Uji LowrySampel Absorbansi/OD X hitungAlbumin 0,091 Å 91,14 ug/ml

Tabel 6. Hasil Absorbansi KonsentrasiKonsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 xy

60 ug/ml 0,08 Å 3600 4,8

120 ug/ml 0,156 Å 14400 18,72

180 ug/ml 0,176 Å 32400 31,68

240 ug/ml 0,244 Å 57600 58,56

300 ug/ml 0,28 Å 90000 8,4

Σx = 900 ug/ml Σy = 0,936 Å Σx2=198000 Σxy = 197,76

Uji lowry merupakan uji kuantitatif yang bertujuan untuk menentukan

kadar protein dalam suatu sampel. Pada percobaan ini albumin dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambahkan reagen D, reagen D berfungsi untuk

membentuk kompleks Cu+ yang dibentuk dari ion tembaga divalen yang akan

membentuk kompleks dengan ikatan peptida, mereduksi Cu2+ menjadi Cu+.

Kemudian larutan didiamkan selama 10 menit dengan tujuan supaya larutan

menjadi stabil dan homogen.

Selanjutnya larutan ditambahkan reagen E, fungsinya untuk membentuk

kompleks warna biru, kompleks warna terbentuk karena terjadi reaksi antara basa

tembaga dengan sampel protein. Ion Cu+ dan tirosin akan bereaksi dengan reagen

E menghasilkan produk tidak stabil yang mereduksi molybdenum. Kemudian

larutan divortex dengan tujuan supaya larutan homogen serta stabil. Setelah itu

larutan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 600 nm, panjang

gelombang 600 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk sampel

albumin.

Dari hasil pengukuran absorbansi albumin diperoleh absorbansinya 0,091

Å dan dari perhitungan diperoleh konsentrasi albumin sebesar 91,14 ug/ml. Dari

perhitungan grafik diperoleh konsentrasi albumin sebesar 96 ug/ml. Selisih antara

perhitungan dan konsentrasi adalah 4,86, hal ini bisa terkadi karena kurang teliti

dalam menghitung skala pada pembuatan grafik. Grafik yang dibuat membuktikan

bahwa ada hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi larutan, yaitu

semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin tinggi pula absorbansinya. Semakin

rendah konsentrasi larutan, semakin rendah pula absorbansinya.

V.KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai protein dapat

disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Ada dua jenis uji pengenalan terhadap asam amino dan protein, yaitu uji

kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif adalah uji ninhidrin, uji biuret, dan

uji denaturasi protein. Uji kuantitatif adalah uji lowry.

2. Larutan albumin pada uji ninhidrin menunjukkan reaksi positif artinya

larutan mengandung asam amino bebas. Pada larutan albumin asam

aminonya lebih banyak daripada tryptophan. Larutan albumin pada uji

biuret menunjukkan reaksi positif artinya larutan memiliki gugus amida.

Pada uji denaturasi dan koagulasi protein, albumin I, II, dan III hasil

reaksinya positif artinya albumin mengalami denaturasi dan koagulasi.

3. Larutan tryptophan pada uji ninhidrin menunjukkan reaksi positif artinya

larutan mengandung asam amino bebas. Larutan tryptophan pada uji biuret

menunjukkan reaksi negatif artinya larutan tidak mengandung gugus

amida. Pada uji denaturasi dan koagulasi protein, tryptophan I, II, III hasil

reaksinya juga negatif artinya tryptophan tidak mengalami denaturasi dan

koagulasi.

4. Berdasarkan hasil percobaan sifat asam amino adalah tidak memiliki

gugus amida, memiliki asam amino bebas, serta tidak mengalami

denaturasi dan koagulasi. Sifat protein berdasarkan percobaan yang telah

dilakukan adalah memiliki gugus amida, memiliki asam amino bebas lebih

banyak daripada tryptophan, serta mengalami denaturasi dan koagulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta.

Elrod, S. dan Stansfield, W. 2007. Genetika Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid II. Erlangga. Jakarta.

Fauzi, M.S. 2011. Asam Amino dan Protein. http://kimia.upi.edu/staf/nurul/Web%202011/0800521/ujiprotein.html. 07 November 2013.

Hernandy, E. 2011. Asam Amino Komponen Penyusun Protein. http://hernandhyhidayat.wordpress.com/asam-amino-komponen-penyusun-protein/. 07 November 2013.

Lehninger, A. L. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Poedjiadi. 2006. Dasar-Dasar Biokomia. UI-Press. Jakarta.

Rahim, S. 2011. Fungsi Protein (Dasar-dasar Ilmu Gizi). http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2162796-fungsi-protein-dasar-dasar-ilmu/. 07 November 2013.

Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. PT Setia Purna Inves. Bandung.

LAMPIRAN

A. Dokumentasi

Gambar 1. Uji Buret

Gambar 2. Uji Ninhidrin

Gambar 3. Uji Denaturasi dan Koagulasi Protein

B. Perhitungan

a=(0,936 ×198.000 )−(900 × 197,76)

( 900× 198.000 )−¿¿

¿4,14 ×10−5

b=(900 ×197,76 )−(900 × 0,936)

(900 ×198.000 )−¿¿

¿9,98 ×10−4

y=4,14 ×10−5+9,98×10−4 x

0,091=4,14 × 10−5+9,98×10−4 x

0,091−0,0000414=x

0,0909586=9,98×10−4

x= 0,0909586

9,98 ×10−4

¿91,14ug /ml

C. Grafik

0 60 120 180 240 300 3600

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3f(x) = 0.000998787878787879 xR² = 0.989342697693395

Series2Linear (Series2)