Upload
sukro-nizheers
View
22
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji.
3. Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Cekaman air secara drastis menurunkan bobot segar dan kering akar, jumlah daun, total
luas daun, dan konduktansi stomata. Tanaman yang tercekam kemudian menaikkan efisiensi
penggunaan air dan konsentrasi gula terlarut pada daunnya, memperpendek perbandingan batang
dan akarnya, serta menurunkan potensial osmotiknya. Walaupun pigmen fotosintesis berkurang,
fase fotosintesis tetap tidak terpengaruh cekaman air. Cekaman air meningkatkan aktivitas
sintesis sukrosa fosfat di daun, tetapi tidak di akar (Vandoorne et al., 2012).
Penurunan kualitas air atau ketersediaan air untuk irigasi sering mengganggu lingkungan
osmotik pada area akar dan dapat mengarah pada cekaman air atau osmotik. Gejala-gejala yang
ditunjukkan tanaman ketika berada di bawah cekaman air meliputi menutupnya stomata,
pengeringan daun, penuaan daun, penghambat pada proses fotosintesis, pembatasan
pertumbuhan, kematian akar, dan mekanisme tahanan stress lainnya. Dampak fisiologis akibat
cekaman air dan tanda stress erat kaitannya dengan level dan keseimbangan hormon (Davies et
al., 1994; Yang et al., 2002 cit. Merewitz et al., 2010).
Kekurangan air dan suhu tinggi merupakan faktor abiotik penghambat utama dalam
pertumbuhan tanaman dan produktivitas di banyak wilayah, dan keduanya sering muncul
bersamaan. Keterbatasan stomata secara umum diterima sebagai penyebab utama menurunnya
fotosintesis pada kondisi kurang air (Cornic, 2002 cit. Zhang et al., 2008). Kekurangan air juga
membatasi fotosintesis melalui gangguan metabolik (misalnya reduksi pada aktivitas enzim
pereduksi karbon, seperti ribulosa-1,5-bifosfatkarboksilase) (Tezora et al., 1999; Parry et al.,
2000 cit. Zhang et al., 2008).
Secara umum, tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman
kekeringan. Respon tanaman terhadap stress air sangat ditentukan oleh tingkat stress yang
dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada
kondisi kering, terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yakni (1)
tanaman mengubah distribusi asimilat baru untuk mendukung pertumbuhan akan dengan
mengorbankan tajuk sehingga dapat meningkatkan kapasitas serapan akar serta menghambat
pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi, (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan
stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Mansfield and Atkinson, 1990).
Pertumbuhan lembaga tergantung pada suhu, ketersediaan air dan udara. Syarat yang
diperlukan untuk perkecambahan benih adalah air. Pengambilan air merupakan kebutuhan
pertama dari benih yang akan berkecambah. Setelah air terpenuhi, banyak aktivitas yang terjadi
di dalam benih yang sedang berkecambah. Pati, protein, dan lemak diubah menjadi bentuk
sederhana untuk lembaga (Vergara, 1990).
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi
melebihi laju absorbsi oleh akar tanaman. Secara umum, tanaman akan menunjukkan respon
tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan dapat digolongkan menjadi
cekaman ringan (potensial air daun menurun 0,1 MPa), cekaman sedang (potensial air daun
menurun 1,2-1,5 MPa), dan cekaman berat (potensial air daun menurun lebih dari 1,5 MPa)
(Anonim, 2009).
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara IV yang berjudul Pengaruh Cekaman Air
terhadap Perkecambahan Biji dilaksanakan pada hari Selasa, 19 Maret 2013 di Laboratorium
Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Alat-alat yang diperlukan pada percobaan ini antara lain petridish, pengaduk,
pinset, beaker glass, dan gelas ukur. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi
(Oryza sativa), kertas filter, dan larutan polyethylene glycol (PEG) yang setara dengan potensial
air 0, -0,6, -1,2, -1,8 MPa.
Langkah pertama dalam praktikum ini adalah benih padi direndam dalam air selama 12
jam. Kedua, petridish disiapkan dan dilapisi dengan kertas filter yang telah dibasahi. Ketiga,
benih padi direndam dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan. Keempat, kertas filter dibasahi
juga dengan larutan PEG sesuai perlakuan. Selanjutnya, 25 biji padi diletakkan ke dalam tiap
petridish dan ditutup dengan penutup petridish. Kemudian jumlah biji yang berkecambah
(plumula dan radicula mencapai panjang kurang lebih 2mm) diamati dan dihitung setiap hari
selama satu minggu dimulai sehari setelah percobaan. Biji yang telah berkecambah dan berjamur
dibuang untuk mempermudah pengamatan. Terakhir, nilai GB dan IV dihitung dari masing-
masing perlakuan PEG dan dibuat grafik untuk semua konsentrasi dalam masing-masing alokasi
waktu perendaman. Rumus untuk GB dan IV :
GB= jumlah biji yangberkecambahjumlah biji yangdikecambahkan
x 100 %
IV = jumlahbiji yangberkecambah pada harike−nhari ke−n
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, didapat hasil golongan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Indeks Vigor Biji Padi Perlakuan Cekaman Air
Hari keIV Perlakuan Cekaman
0 MPa-0.6 MPa
-1.2 MPa
-1.8 MPa
1 1.14 0.00 0.00 0.00
2 3.14 0.00 0.00 0.00
3 1.13 0.00 0.00 0.00
4 2.18 0.03 0.00 0.00
5 1.16 0.00 0.00 0.00
6 0.55 0.00 0.00 0.00
7 0.33 0.05 0.00 0.00
Tabel 4.2 Gaya Berkecambah Biji Padi Perlakuan Cekaman Air
PerlakuanCekaman (MPa)
Gaya Berkecambah
0 99%
-0,6 2%
-1,2 0%
-1,8 0%
B. Pembahasan
Bagi banyak orang, perkecambahan sebuah biji menandakan permulaan kehidupan. Akan
tetapi, pada kenyataannya biji itu sudah mengandung tumbuhan ukuran miniatur, lengkap dengan
akar dan tunas embrionik. Pada perkecambahan tumbuhan tidak memulai kehidupan, tetapi
meneruskan pertumbuhan dan perkembangan yang secara temporer dihentikan ketika biji
menjadi dewasa dan embrionya menjadi tidak aktif (Campbell et al., 2003).
Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas)
dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan
penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga).
Selama proses perkecambahan, bahan makanan cadangan diubah menjadi bentuk yang dapat
digunakan, baik untuk tumbuhan maupun manusia (Astawan, 2009).
Perkecambahan biji bergantung pada imbibisi, yaitu penyerapan air akibat potensial air
yang rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan
memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio yang
menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai mencerna bahan-
bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon, dan nutrien-nutriennya dipindahkan ke
bagian embrio yang sedang tumbuh (Campbell et al., 2003).
Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting
meliputi : (Mayer and Poljakoff-Mayber, 1975)
1. Absorbsi air (imbibisi).
2. Pemecahan materi cadangan makanan.
3. Transfer materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif tumbuh.
4. Proses-proses pembentukan kembali materi baru.
5. Respirasi.
6. Pertumbuhan.
Pada waktu imbibisi, kandungan air mula-mula meningkat dengan cepat, kemudian lebih
lambat. Metabolisme jaringan menjadi aktif sehingga menyebabkan embrio memproduksi
sejumlah kecil giberelin. Selanjutnya hormon ini berdifusi ke dalam selapis sel aleuron yang
mengelilingi sel cadangan makanan endosperma. Sel-sel endosperma akan membentuk enzim,
yaitu amilase, protease dan lipase untuk mencerna dan menggunakan berbagai bahan cadangan
makanan yang tersimpan. Kemudian sel-sel endosperma mengalami penguraian dan menjadi
bentuk- bentuk terlarut. Pada proses ini sitokinin dan auksin terbentuk yang kemudian
merangsang pertumbuhan embrio dan membuat sel-selnya membelah dan membesar (Gardner et
al., 1991).
Air memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan, begitu pula dalam proses
perkecambahan. Beberapa fungsi air bagi perkecambahan adalah :
1. Untuk melembabkan kulit biji sehingga kulit bijipecah atau robek dan selanjutnya
akan terjadi pengembangan embrio dan endosperm.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik
tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
Apabila kekurangan air, tanaman akan mengalami cekaman air (water stress) yang akan
mengganggu proses metabolisme. Cekaman air menunjukkan bahwa kandungan air sel telah
turun di bawah nilai optimal. Tanaman yang mengalami cekaman air menunjukkan gejala
penghambatan atau pengurangan pertumbuhan, sintesis dinding sel, sintesis protein, formasi
protoklorofil, tingkat nitrat reduktase, bukaan stomata, akumulasi CO2, konduktivitas xilem, serta
akan meningkatkan kadar gula, akumulasi prolin, dan sintesis asam absisat (Widodo dan
Sumarsih, 2007). Cekaman kekeringan akan mempengaruhi aspek pertumbuhan secara
morfologi, anatomi dan fisiologi (Sutjahjo et al., 2007 cit. Tondais et al., 2010).
Senyawa polietilena glikol (PEG) merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial
osmotik larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul
air dengan ikatan hidrogen. Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam diharapkan dapat
menciptakan kondisi cekaman karena ketersediaan air bagi tanaman menjadi berkurang. Ukuran
molekul dan konsentrasi PEG dalam larutan menentukan besarnya potensial osmotik larutan
yang terjadi. Penambahan larutan PEG dalam media in vitro diharapkan dapat menyimulasi
kondisi cekaman kekeringan. Eksplan yang ditanam dalam media selektif dengan penambahan
PEG diharapkan memberikan respons yang sama dengan yang mengalami cekaman kekeringan.
PEG merupakan bahan yang terbaik untuk mengontrol potensial air dan tidak dapat diserap
tanaman. PEG menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan
untuk meniru besarnya potensial air tanah (Rahayu et al., 2005).
Dari data yang telah diperoleh, dapat dibuat grafik dan histogramnya sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 70
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Indeks Vigor
0 MPa-0,6 MPa-1,2 MPa-1,8 MPa
Hari ke-
Inde
ks v
igor
Gambar 4.1 Indeks vigor biji padi pada berbagai perlakuan cekaman air
Dari grafik indeks vigor tersebut, dapat diketahui bahwa biji padi yang diberi perlakuan
cekaman air 0 MPa memiliki indeks vigor terbesar pada setiap hari pengamatan. Posisi kedua
adalah indeks vigor biji padi perlakuan cekaman air -0,6 MPa. Indeks vigor biji padi yang diberi
perlakuan cekaman air -1,2 dan -1,8 MPa adalah nol, dengan kata lain tidak ada biji padi yang
berkecambah selama tujuh hari pengamatan.
Hasil tersebut telah sesuai dengan teori. Cekaman 0 MPa artinya biji tidak mengalami
cekaman (aquadest yang ditambahkan tidak mengandung PEG). Biji padi pada perlakuan
tersebut memperoleh cukup air untuk kelangsungan perkecambahan sehingga biji padi dapat
langsung berkecambah pada hari pertama pengamatan. Nilai indeks vigor hari pertamanya
adalah 1,142. Indeks vigor terbesar ada pada hari kedua dengan nilai sebesar 3,142. Pada hari
ketiga, indeks vigornya sebesar 1,133. Hari keempat sebesar 2,178. Hari kelima sebesar 1,157.
Hari keenam sebesar 0.547 dan hari terakhir sebesar 0,326. Nilai indeks vigor menunjukkan
banyaknya biji yang berkecambah pada hari n per hari n. Semakin besar nilai indeks vigor,
semakin banyak pula biji yang telah berkecambah di hari tersebut.
Cekaman -0,6 MPa merupakan cekaman air yang tergolong masih ringan. Larutan PEG -
0,6 MPa menurunkan potensial air yang menginduksi cekaman kekeringan. Akibatnya, biji padi
yang diberi perlakuan cekaman -0,6 MPa hanya berkecambah sedikit karena biji tidak mampu
menyerap air di sekitarnya. Perkecambahan mulai terjadi pada hari keempat dengan nilai indeks
vigornya sebesar 0,028571. Pada hari kelima dan keenam, tidak ada biji yang berkecambah. Pada
hari ketujuh/terakhir, biji padi berkecambah sebesar indeks vigor 0,05. Dengan kondisi yang
minim air tersebut, perkecambahan biji akan terhambat. Diperlukan waktu yang relatif lebih
lama bagi suatu biji yang mengalami cekaman air ringan untuk mulai berkecambah.
Cekaman -1,2 MPa tergolong cekaman air sedang. Pada cekaman ini, indeks vigornya
adalah nol. Begitu juga dengan biji padi yang diberi perlakuan cekaman -1,8 MPa (cekaman
tergolong cekaman berat). Indeks vigor nol berarti tidak ada biji padi yang berkecambah selama
tujuh hari pengamatan.
0 -0,6 -1,2 -1,80%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Gaya Berkecambah
Perlakuan cekaman (MPa)
Gaya
ber
keca
mba
h
Gambar 4.2 Gaya berkecambah biji padi pada berbagai perlakuan cekaman air
Gaya berkecambah menunjukkan kemampuan suatu biji untuk dapat berkecambah. Dari
histogram gaya berkecambah di atas, gaya berkecambah terbesar dimiliki oleh biji padi yang
diberi perlakuan cekaman 0 MPa. Gaya berkecambahnya sebesar 99%. Hampir seluruh biji yang
dikecambahkan mampu berkecambah. Pada perlakuan cekaman -0,6 MPa, biji padi masih
mampu berkecambah di bawah cekaman air ringan. Namun gaya berkecambahnya sangat kecil,
hanya 2% dari total biji dikecambahkan yang mampu berkecambah. Sedangkan pada perlakuan
cekaman -1,2 MPa dan -1.8 MPa (cekaman sedang dan berat), tidak ada biji yang mampu
berkecambah. Dengan menghitung gaya berkecambahnya, dapat diketahui pula kemampuan biji
berkecambah pada kondisi lingkungan yang tidak ideal. Dalam hal ini, biji padi tergolong
tanaman yang tidak tahan cekaman air, atau dengan kata lain termasuk tanaman yang
memerlukan kuantitas air yang memadai/melimpah.
V. KESIMPULAN
1. Diperoleh gaya berkecambah biji padi perlakuan cekaman air 0 MPa sebesar 99%; -
0,6 MPa sebesar 2%; -1,2 MPa sebesar 0%; -1,8 MPa sebesar 0%. Indeks vigor biji
padi cekaman 0 MPa tertinggi pada hari kedua, yaitu sebesar 3,14; cekaman -0,6 MPa
pada hari terakhir, yaitu sebesar 0,05; dan cekaman -1,2 MPa dan -1,8 MPa indeks
vigornya nol.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi struktur kulit biji, kematangan embrio, keadaan
dan dormansi. Sedangkan faktor luar meliputi air, cahaya, suhu, pH lingkungan,
kadar O2 dan CO2.
3. Cekaman air menghambat proses perkecambahan suatu biji karena air merupakan
faktor esensial dalam proses permulaan perkecambahan (imbibisi).
4.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Cekaman Pada Tumbuhan. <http://www.epta86.blogspot.com/2009/07/cekaman-pada-tumbuhan.html>. Diakses tanggal 25 Mret 2013.
Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Penebar Swadaya, Depok.Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2 (Biology, alih bahasa : W.
Manalu). Edisi ke-2. Erlangga, Jakarta.Gardner, F.O., R.B. Perace, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.Mansfield, T. A., C. J. Atkinson. 1990. Stomatal Behavior in Water Stressed Plants. In : Alscher
ang Cumming (ed). Stress Respons in Plant : Adaptation and Acclimation Mechanisms. Wiley-Liss Inc., New York.
Mayer, A. M., A. Poljakoff-Mayber. 1975. The Germination of Seeds Volume 5. 2nd edition. Pergamon Press Ltd., USA.
Merewitz, E. B., T. Gianfagna, B. Huang. 2011. Photosynthesis, water use, and root viability under water stress as affected by expression og SAGI2-ipt controlling cytokinin synthesis in Agrostis stolonifera. Journal of Experimental Botany 62 : 383-395.
Rahayu, E. S., E. Guhardja, S. Ilyas, Sudarsono. 2005. Polietilena glikol (PEG) dalam media in vitro menyebabkan kondisi cekaman yang menghambat tunas kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Berkala Penelitian Hayati 11 : 39-48.
Tondais, S. M., N. S. Ai, R. Butarbutar. 2010. Evaluasi indikator toleransi cekaman kekeringan pada fase perkecambahan padi (Oryza sativa L.). Jurnal Biologi 14 : 50-54.
Vandoorne, B., A. S. Mathieu, W. van den Ende, R. Vergauwen, C. Perilleux, M. Javaux, S. Lutts. 2012. Water stress drastically reduces root growth and inulin yield in Cichorium intybus (var. sativum) independently of photosynthesis. Journal of Experimental Botany 63 : 4359-4373.
Vergara, B. 1990. Bercocok Tanam Padi. Kanisius, Yogyakarta.Widodo, W., S. Sumarsih. 2007. Jarak Kepyar. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Zhang, X., B. Wollenweber, D. Jiang, F. Liu, J. Zhao. 2008. Water deficits and heat shock
effects on photosynthesis of a transgenic Arabidopsis thaliana constitutively expressing ABP9, a bZIP transcription factor. Journal of Experimental Botany 59 : 839-848.