43
ABSTRAK Direksi Perseroan Terbatas bertugas mempunyai tugas dan kewenangan menjalankan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan dalam batas yang diberikan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) dan Anggaran Dasar Perseroan. Bilamana Direksi Perseroan melakukan perbuatan diluar dari maksud dan tujuan Perseroan serta melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas, anggaran dasar maupun keputusan RUPS maka perbuatan Direksi tersebut dapat dikategorikan sebagai act of ultra vires. Doktrin act of ultra vires ini tercermin dalam beberapa pasal pada UUPT. Atas tindakan ultra vires Direksi ini akan berdampak kerugian bagi para stakeholders Perseroan terutama internal stakeholders. Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 97 UUPT bilamana Direksi melakukan act of ultra vires maka Direksi harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh Perseroan maupun para stakeholders. Namun pada kenyataannya masih sulit memintakan pertanggungjawaban secara pribadi kepada Direksi Perseroan yang terindikasi melakukan act of ultra vires. Berdasarkan kesenjangan antara das sollen dan das sein tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas terhadap internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dan studi dokumen. Teknik penentuan sampel penelitian yaitu menggunakan teknik non-random sampling dan data yang diperoleh disajikan dengan cara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya perbedaan antara ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan kenyataannya di lapangan oleh karena kurangnya sosialisasi terhadap doktrin act of ultra vires ini dalam UUPT serta tidak ada sanksi yang mengatur atas tindakan tersebut, ditambah dengan lemahnya mentalitas Direksi Perseroan dan aparat penegak hukum sehingga tidak memberikan perlindungan hukum bagi internal stakeholders. Kata Kunci: Direksi, Wewenang, Act of Ultra Vires, Tanggung Jawab ix

ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

10

ABSTRAK

Direksi Perseroan Terbatas bertugas mempunyai tugas dan kewenangan

menjalankan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan

dalam batas yang diberikan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang

Perseroan Terbatas (UUPT) dan Anggaran Dasar Perseroan. Bilamana Direksi

Perseroan melakukan perbuatan diluar dari maksud dan tujuan Perseroan serta

melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perseroan

Terbatas, anggaran dasar maupun keputusan RUPS maka perbuatan Direksi

tersebut dapat dikategorikan sebagai act of ultra vires. Doktrin act of ultra vires

ini tercermin dalam beberapa pasal pada UUPT. Atas tindakan ultra vires Direksi

ini akan berdampak kerugian bagi para stakeholders Perseroan terutama internal

stakeholders. Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 97 UUPT bilamana Direksi

melakukan act of ultra vires maka Direksi harus bertanggung jawab secara pribadi

atas kerugian yang dialami oleh Perseroan maupun para stakeholders. Namun

pada kenyataannya masih sulit memintakan pertanggungjawaban secara pribadi

kepada Direksi Perseroan yang terindikasi melakukan act of ultra vires.

Berdasarkan kesenjangan antara das sollen dan das sein tersebut, maka dapat

dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi

Perseroan Terbatas terhadap internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra

vires.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian

deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah data primer dan

data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik

wawancara dan studi dokumen. Teknik penentuan sampel penelitian yaitu

menggunakan teknik non-random sampling dan data yang diperoleh disajikan

dengan cara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya perbedaan antara

ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan kenyataannya di

lapangan oleh karena kurangnya sosialisasi terhadap doktrin act of ultra vires ini

dalam UUPT serta tidak ada sanksi yang mengatur atas tindakan tersebut,

ditambah dengan lemahnya mentalitas Direksi Perseroan dan aparat penegak

hukum sehingga tidak memberikan perlindungan hukum bagi internal

stakeholders.

Kata Kunci: Direksi, Wewenang, Act of Ultra Vires, Tanggung Jawab

ix

Page 2: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

11

ABSTRACT

The Board of Directors of the Limited Liability Company has the duty and

authority to carry out the management of the Company in accordance with the

objectives and objectives of the Company within the limits granted by Law No.

40/2007 on Limited Liability Company (UUPT) and Company's Articles of

Association. If the Company's Board of Directors performs acts outside of the

intent and purpose of the Company and exceeds the limits of the authority granted

by the Limited Liability Company Law, the statutes and resolutions of the GMS

(RUPS), the act of the Board of Directors may be categorized as act of ultra vires.

The doctrine act of ultra vires is reflected in several articles on UUPT. The ultra

vires of the Board of Directors will have an impact on the Company's

stakeholders, especially internal stakeholders. Referring to the provisions of

Article 97 of UUPT when the Board of Directors exercises an act of ultra vires,

the Board of Directors shall be personally liable for losses suffered by the

Company and its stakeholders. However, in reality it is still difficult to request

personal responsibility to the Board of Directors of the Company that is indicated

to act of ultra vires. Based on the gap between das sollen and das sein, the

formulation of the doctrine act of ultra vires in the Law of Limited Liability

Company and how the responsibility of the Limited Liability Company to internal

stakeholders in the case of act of ultra vires can be formulated.

This research is empirical law with descriptive research characteristic. The data

used in this thesis research are primary data and secondary data. The data

collection techniques are interview techniques and document studies. The

technique of determining the research sample is using non-random sampling

technique and the data obtained is presented by qualitative descriptive method.

The result of the research shows that there is a difference between the provisions

of the Limited Company Law with the reality due to the lack of socialization of the

doctrine act of ultra vires in UUPT and there is no sanction to regulate the action,

plus the weak mentality of the Board of Directors and apparatus of Law so it will

not provide legal protection for internal stakeholders.

Keywords: Board of Directors, Powers, Act of Ultra Vires, Responsibility

x

Page 3: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

13

DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN

HALAMAN SAMPUL DEPAN

HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ vii

HALAMAN ABSTRACT ............................................................................... viii

RINGKASAN TESIS ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 16

1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................ 16

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 17

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................ 17

1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................ 17

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 17

1.5.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 18

1.5.2 Manfaat Praktis .......................................................... 18

1.6 Orisinalitas Penelitian ............................................................ 18

xii

Page 4: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

14

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ............................ 20

a. Landasan Teoritis ............................................................ 20

b. Kerangka Berpikir ........................................................... 34

1.8 Metode Penelitian................................................................... 35

1.8.1 Jenis Penelitian ........................................................... 35

1.8.2 Sifat Penelitian .............................................................. 36

1.8.3 Data dan Sumber Data ................................................ 36

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................... 37

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ......................... 38

1.9.7 Pengolahan dan Analisis Data .................................... 38

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS

DAN DOKTRIN PENYELENGGARAAN PERSEROAN

TERBATAS ................................................................................. 39

2.1 Tinjauan Umum Perseroan Terbatas ...................................... 39

2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Perseroan Terbatas ...... 39

2.1.2 Struktur Organ Perseroan Terbatas ............................ 46

2.2 Prinsip-Prinsip Pengelolaan Perseroan Terbatas .................... 60

2.3 Tinjauan Tentang Doktrin Act of Ultra Vires dan Doktrin-

Doktrin Modern Lainnya dalam Pengelolaan Perseroan

Terbatas ................................................................................. 64

BAB III PENJABARAN DOKTRIN ACT OF ULTRA VIRES DALAM

UNDANG-UNDANG PERSERORAN TERBATAS .............. 81

3.1 Kedudukan Hukum Direksi Sebagai Organ Perseroan Terbatas 81

3.2 Tugas dan Wewenang Direksi dalam Perseroan Terbatas .... 90

3.3 Doktrin Act of Ultra Vires dalam Ketentuan Undang-Undang

Perseroan Terbatas ................................................................ 99

xiii

Page 5: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

15

BAB IV TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP INTERNAL

STAKEHOLDERS DALAM HAL ADANYA ACT OF

ULTRA VIRES ............................................................................. 110

4.1 Bentuk-Bentuk Tindakan Direksi yang Dikategorikan

Sebagai Act of Ultra Vires..................................................... 110

4.2 Perlindungan Hukum Terhadap Internal Stakeholders dalam

Hal Adanya Act of Ultra Vires ............................................... 129

4.3 Tanggung Jawab Direksi Terhadap Tindakan yang

Bertentangan dengan Anggaran Dasar …………………….. 139

BAB V PENUTUP .................................................................................... 160

5.1 Simpulan ................................................................................ 160

5.2 Saran .................................................................................... 161

DAFTAR PUSTAKA

xiv

Page 6: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perusahaan atau korporasi dan bisnis sebagai pendorong utama globalisasi

dan perkembangan ekonomi dapat membantu memastikan bahwa pasar,

perdagangan, teknologi, dan keuangan dapat memberikan manfaat baik manfaat

ekonomi bagi perusahaan yang bersangkutan, manfaat ekonomi bagi negara

(sumber pemasukan negara), maupun manfaat bagi masyarakat pada umumnya.1

Untuk itu dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu

wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi.

Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai

sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang

paling populer digunakan adalah Perseroan Terbatas. Ini karena Perseroan

Terbatas memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh

bentuk badan usaha lainnya.2

Sri Rejeki Hartanto berpendapat bahwa: 3

Bentuk badan usaha Perseroan Terbatas sangat dinikmati oleh masyarakat

karena pada umumnya Perseroan Terbatas mempunyai kemampuan

mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai

wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi

instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham).

1Kristian, 2014, Hukum Korporasi Ditinjau dalam The United Nations Global Compact,

Nuansa Aulia, Bandung, h.1. 2Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta,

h.17. 3 Agus Budiarto, 2002, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan

Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.13.

1

Page 7: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

2

Ada beberapa faktor atau alasan mengapa seorang pengusaha memilih

Perseroan Terbatas untuk menjalankan usaha dibandingkan dengan bentuk

perusahaan lain seperti Persekutuan Perdata, Koperasi, Firma, CV, yaitu :

a. Semata-mata untuk mengambil manfaat karakteristik pertanggungjawaban

terbatas.

b. Atau dengan maksud kelak manakala diperlukan mudah melakukan

transformasi perusahaan.

c. Atau alasan fiskal.4

Atas dasar sebagaimana yang diuraikan diatas inilah yang membuat

sebagian pengusaha cenderung memilih untuk mendirikan dan menjalankan usaha

di Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas.5

Sebagai suatu wadah untuk melakukan kegiatan usaha, Perseroan Terbatas

didukung oleh perangkat organisasi yang mengendalikannya. Untuk itu

dibutuhkan kerangka kerja hukum yang pasti agar unit usaha ini dapat bekerja

dengan produktif dan efisien. Landasan hukum diperlukan agar kerancuan hukum

dapat diatasi, dan terdapat arahan hukum yang jelas bagi perseroan terbatas dalam

dalam melaksanakan kegiatannya.

Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak

manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya

dalam kegiatan ekonomi perusahaan, hak seseorang sebagai pelaku usaha dalam

menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat.

4Binoto Nadapdap, 2014, Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No.

40 Tahun 2007, Aksara, Jakarta, h.3. 5Yetty Komalasari Dewi, 2011, Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Vennontschap

(CV): Studi Perbandingan KUHD dan Wvk serta Putusan Pengadilan Indonesia dan Belanda,

FHUI, Jakarta, h.5.

Page 8: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

3

Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan

hakikat hukum perusahaan yang menampung kebutuhan masyarakat yang

berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam

hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum

“Perseroan Terbatas” atau Limited Liability Company.

Di Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk

badan hukum Perseroan Terbatas pada awalnya diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang pada Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, namun

pengaturannya masih sangat sumir dan sederhana sehingga tidak mampu

mengikuti perkembangan zaman. Bahwa disamping bentuk badan hukum

Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, saat itu juga masih terdapat bentuk badan hukum lain dengan nama

Maskapai Andil Indonesia yang diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil

Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschapppij op Aandeelen)

Staatsblad 1939 : 569 juncto 717. Oleh karenanya diperlukan pembaharuan dan

kesatuan pengaturan mengenai Perseroan Terbatas.

Pembaharuan hukum perusahaan menurut Undang-Undang Perseroan

Terbatas ditujukan untuk memberi jawaban atas tuntutan perkembangan zaman

yang begitu pesat atas eksistensi dan peranan Perseroan Terbatas sebagai salah

satu bentuk badan hukum bagi pelaku usaha. Guna menjawab tantangan tersebut

maka diundangkanlah Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas. Adapun alasan penggantian sebagaimana yang tercantum dalam

konsideran Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, antara lain :

Page 9: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

4

1. Ketentuan Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD dianggap

sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia

usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional.

2. Menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan

hukum (rechts person, legal person, legal entity).

Kemudian pada tanggal 16 Agustus 2007, diundangkan Undang-Undang

No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut dengan

UUPT 40/2007) sebagai Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang

Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disebut dengan UUPT 1/1995) dan yang

menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT 1/1995 sebagaimana dalam

konsideran UUPT 40/2007 yaitu :6

1. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,, kemandirian,

serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi

nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

2. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian

nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia

usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa

mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur

6 Habib Adjie, 2008, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial

Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung, h.1.

Page 10: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

5

tentang Perseroan Terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya

iklim dunia usaha yang kondusif.

3. Bahwa Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pengembangan

perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih

memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan asas kekeluargaan.

4. Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

hukum dan kebutuhan masyarakat sehiingga perlu diganti dengan

undang-undang yang baru.

Dasar alasan yang disebut dalam konsideran dimaksud, diperjelas lagi

dalam Penjelasan Umum yang menegaskan bahwa :7

1. Dalam perkembangannya ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan

kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat,

khususnya era globalisasi.

2. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat dan

kepastian hukum.

3. Tuntutan akan perkembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip

pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

7Kansil C.S.T dan Cristine S.T.Kansil, 2007, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, Rineka Cipta, Jakarta, h.37.

Page 11: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

6

Semua hal yang disebutkan diatas menuntut perlunya dilakukan

penyempurnaan pada UUPT 1/1995. Namun apakah kemudian dengan

diundangkannya UUPT 40/2007 telah mampu menampung tuntutan

perkembangan perekonomian, ilmu pengetahuan, dan teknologi secara substansial

karena masih sulit untuk menilai apakah pembaruan hukum Perseroan yang

kemudian diatur dalam UUPT 40/2007 secara substansi sudah lebih baik, lebih

sempurna, dan lebih memberikan kepastian hukum jika dibandingkan dengan

UUPT 1/1995.

Sebelumnya perlu dicermati definisi Perseroan Terbatas dalam UUPT

40/2007. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 40/2007 mengatur bahwa

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut dengan Perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta

peraturan pelaksanaannya, dengan ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut : 1)

Berbadan hukum memiliki harta kekayaan yang terpisah dengan harta pribadi, 2)

Modal terdiri atas saham-saham sehingga tanggung jawab pemegang saham

terbatas pada jumlah sejumlah saham yang dimasukkannya, 3) Sistemnya lebih

tertutup sehingga segala teknis pengoperasian, pembubaran dan aturan lainnya

diatur berdasarkan Undang-Undang.8

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, hal itu bermakna bahwa

Perseroan Terbatas merupakan subyek hukum, dimana Perseroan Terbatas sebagai

8H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada,

Jakarta,h. 122-123.

Page 12: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

7

sebuah badan yang dapat dibebani hak dan kewajiban seperti halnya manusia pada

umumnya sebagaimana halnya yang disebutkan dalam Black’s Law Dictionary9

badan hukum disebut juga sebagai Legal Entity yang dipersamakan dengan

Artificial Person. Legal Entity adalah “a body. Other than a natural person, that

can function legally, sue or be sued, and make decision, through agents, yang

artinya sebuah badan, selain orang pribadi, yang dapat berfungsi secara hukum,

menggugat atau digugat, dan membuat keputusan, melalui perwakilan. Adapun

Artificial Person adalah “an entity such as a corporation, created by law and

given a certain legal rights and duties of human.10

Artinya Badan seperti

perusahaan/korporasi, diciptakan oleh hukum dan diberikan hak-hak hukum

tertentu, dan kewajiban-kewajiban seperti manusia.

Unsur utama dari badan hukum adalah apa yang disebut Separate

Patrimony, yaitu memiliki kekayaan terpisah dari pemegang saham sebagai

pemilik, karakteristik yang kedua dari badan hukum adalah tanggung jawab

terbatas dari Pemegang Saham sebagai pemilik perusahaan dan pengurus

perusahaan.11

Dalam Perseroan Terbatas selain kekayaan perusahaan dan

kekayaan pemilik modal terpisah, juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan

dan pengelola perusahaan. Orang-orang yang menjalankan, mengurus dan

mengawasi Perseroan inilah yang disebut dengan organ. Sebagaimana layaknya

seorang manusia, Perseroan Terbatas juga memiliki organ hanya saja organ yang

dimiliki hanya 3 (tiga) yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi

9 Bryan A Garner, 2009, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, St Paul, West, United

States of America, h.976. 10

Ibid, h.1258 11

Erman Raja Gukguk, 2011, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h.191.

Page 13: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

8

dan Dewan Komisaris.12

Organ yang paling bertanggung jawab terhadap

pengelolaan perusahaan adalah Direksi.

Dalam Pasal 1 angka 5 UUPT 40/2007 disebutkan bahwa Direksi adalah

Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan

Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan serta mewakili Perseroan baik didalam maupun di luar pengadilan

sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi disebut juga organ yang

mengemban fiduciary duties. 13

Dalam buku Black’s Law Dictionary14

, fiduciary

duty diartikan sebagai “ a duty to act with the highest degree of honesty and

loyalty toward another person and in the best interests of the other person (such

as duty that one partner owes to another)” yang memiliki makna “kewajiban

untuk bertindak dengan kejujuran dan kesetiaan penuh demi dan atas kepentingan

terbaik untuk orang lain.” Terkait dengan fiduciary duties dalam Perseroan

Terbatas Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia15

menjelaskan bahwa tugas

dan tanggung jawab melakukan pengurusan sehari-hari Perseroan untuk

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan tersebut

dalam sistem common law dikenal dengan prinsip fiduciary duties. Seorang

direktur memiliki hubungan fidusia dengan Perseroan dimana Direktur tersebut

telah mengikatkan diri dengan atau kepada Perseroan untuk bertindak dengan

itikad baik untuk kemanfaatan atau keuntungan Perseroan. Dalam pengelolaan

12

Ridwan Khairandy, 2007, Perseroan Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol. 26, h.5. 13

Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 120. 14

Bryan A Garner, Op.Cit., h.656 15

Cornelius Simanjuntak, Natalie Mulia, 2009, Organ Perseroan Terbatas, Sinar Grafika,

Jakarta, h.39

Page 14: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

9

Perseroan atau perusahaan, para anggota Direksi adalah salah satu organ vital

dalam perusahaan tersebut dan merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang

harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. Hubungan

fiduciary duties tersebut didasarkan atas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and

confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik

(good faith), dan keterusterangan (candor). Dalam memahami hubungan

pemegang kepercayaan (fiduciary relationship) tersebut, common law mengakui

bahwa orang yang memegang kepercayaan secara natural memiliki potensi untuk

menyalahgunakan wewenangnya. Oleh sebab itu hubungan pemegang

kepercayaan tersebut harus didasarkan kepada standar yang tinggi.16

Seorang Direksi dalam pelaksanaan tugasnya tidak hanya terikat pada apa

yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha

Perseroan melainkan juga dapat menunjang atau memperlancar tugas– tugasnya

(sekunder), namun masih berada dalam batas yang diperkenankan atau masih

dalam ruang lingkup tugas dan kewajibannya (intra vires) asalkan sesuai dengan

kebiasaan, kewajaran, dan kepatutan. Direksi disebut intra vires jika seorang

Direksi yang melakukan tugas–tugasnya masih berada dalam batas yang

diperkenankan atau masih dalam ruang lingkup tugas dan kewajibannya

sebagaimana yang ditentukan dalam UUPT 40/2007 dan/atau anggaran dasar,

sedangkan disebut act of ultra vires apabila tindakan yang dilakukan berada

diluar kapasitas Direksi perusahaan, yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan

perusahaan yang tercantum dalam anggaran dasar dan/atau diluar batas dalam

16

Charity scoot, 1997, Caveat Vendor: Broker Dealer Liability Undert the Securities

Exchange Act, Securites Regulation Law Journal, Vol.17, h. 291.

Page 15: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

10

ketentuan UUPT 40/2007. Ultra vires yang dilakukan oleh Direksi adalah

berkenaan dengan kewenangan Direksi dalam mengurus korporasi.17

Kewenangan

Direksi dalam mengurus korporasi meliputi segala hal yang dapat dilakukan

Direksi tanpa perlu persetujuan pemegang saham, tetapi harus mengacu pada

anggaran dasar dan ketentuan hukum korporasi. Lingkup otoritas atau

kewenangan (authority) dan juga batasan (limitation) Direksi diatur dalam

anggaran dasar suatu korporasi. Perbuatan hukum Direksi yang tidak mengacu

pada anggaran dasar dan ketentuan hukum korporasi tersebut adalah ultra vires.18

Istilah act of ultra vires ini diterapkan tidak hanya jika perseroan melakukan

tindakan yang sebenarnya dia tidak punya kewenangan, melainkan juga terhadap

tindakan yang dia punya kewenangan, tetapi dilaksanakan secara tidak teratur.

Penjabaran doktrin act of ultra vires tercermin dalam ketentuan pasal

UUPT 40/2007. Hal ini dapat kita lihat dalam pembatasan kewenangan yang

diberikan pada organ-organ Perseroan. Organ Perseroan dalam UUPT 40/2007

yaitu RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Direksi, dan Dewan Komisaris

(vide Pasal 1 angka 2 UUPT 40/2007). Apabila disimak lebih lanjut dalam

ketentuan Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) jis Pasal 97 ayat (1), (2), dan (3) serta

Pasal (98) ayat (1) dan ayat (3) UUPT 40/2007 secara umum menentukan bahwa

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan

perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik

didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar,

17

Munir Fuady, 2014, Doktrin Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya

dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung (Selanjutnya disebut Munir Fuady I),

h.72. 18

Freddy Harris & Teddy Anggoro, 2010, Hukum perseroan Terbatas ;Kewajiban

Pemberitahuan Oleh Direksi, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 68.

Page 16: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

11

didalam pasal-pasal itu disebutkan ruang lingkup batas kewenangan Direksi

dalam menjalankan perbuatan pengurusan dan penguasaan, serta mengatur

pertanggungjawaban pribadi seorang Direksi atas kerugian Perseroan dalam hal

Direksi bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan maksud dan

tujuan Perseroan.

Kendati demikian dalam prakteknya masih banyak kasus-kasus yang

muncul terkait penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pihak Direksi

Perseroan. Praktik penyalahgunaan kewenangan tersebut dapat terjadi oleh karena

keterbatasan pemahaman tentang doktrin hukum yang melandasi dan membatasi

penyelenggaraan yang diberikan perusahaan dalam pengelolaan kegiatannya

sehari-hari selain itu juga karena tidak adanya ketentuan sanksi yang tegas atas act

of ultra vires Direksi dalam UUPT 40/2007.

Hal ini berakibat Direksi yang terbukti melakukan tindakan ultra vires

dengan mudah untuk membebaskan diri dari pertanggungjawaban pribadi atas

perbuatan yang dilakukan diluar ketentuan anggaran dasar Perseroan sebagaimana

diatur dalam Pasal 97 UUPT 40/2007.

Seperti fenomena yang terjadi pada salah satu Perseroan Terbatas yang

berkedudukan di Jimbaran Bali, sebut saja PT. Jatayu Megamarta Indonesia.

Sebuah perseroan bergerak di bidang kepariwisataan dan pada saat itu mengelola

Garuda Crown Boulevard, dimana Garuda Crown Boulevard yang dikenal dengan

sebutan GCB merupakan sebuah icon dan masterpiece yang spektakuler karena

konsep dan designnya mutakhir berkat tangan dingin sang maestro pematung yang

merupakan Putra Bali yang nama dan karyanya tersohor di Indonesia bahkan di

Page 17: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

12

mancanegara. Sebagai icon pariwisata di Bali, GCB mempunyai konsep yang

cukup membumi. Mengingat proyek pembangunan GCB membutuhkan social

support dari masyarakat setempat, political will dari pemerintah serta support

dana yang jumlahnya tidak sedikit dan ini merupakan persoalan yang krusial

dalam pembangunan proyek GCB.

Proyek GCB yang rencananya akan selesai pada tahun 2017 ini merupakan

proyek yang pernah terhenti sekitar kurang lebih 16 (enam belas) tahun lamanya

dan pernah mengalami pergantian desain patung sebanyak 5 kali. Seperti halnya

patung Liberty yang mengandung makna politik yang dikaitkan dengan nilai-nilai

perjuangan Amerika kearah demokrasi, patung GCB akan menjadi satu lambang

politik dari keindonesiaan, GCB akan mewakili kemajemukan Indonesia. Namun

dibalik prestiusnya mega proyek tersebut, terdapat dinamika internal yang cukup

tajam mempengaruhi perjalanan pembangunan proyek GCB.

Berikut ini diuraikan secara singkat mengenai latar belakang pendirian dan

kepemilikan saham dalam Perseroan yang menaungi GCB dalam pembangunan

dan pengelolaannya. Pada awalnya proyek GCB dikelola oleh PT. Jatayu

Megamarta (PT. JAM) kemudian proyek ini mendapat dukungan modal dari

pemerintah pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto yang disalurkan melalui

penyertaan modal yang diwakili oleh PT. Sentra Wisata Dewata (PT.SWD)

sehingga 18 % saham milik PT. SWD, namun sekitar tahun 1997 terjadi krisis

moneter yang melanda Indonesia, semua persiapan yang dilakukan untuk

pembangunan menjadi blunder. Dukungan pemerintah menjadi mundur karena

pengaruh krisis moneter. Ditengah kemelut akibat krisis moneter ini terdapat

Page 18: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

13

komitmen untuk memperjuangkan ide pembangunan Garuda Crown Boulevard

(GCB) tetap dipertahankan dengan membuka GCB Expo. Pasca peresmian GCB

Expo kembali muncul masalah-masalah baru yang diakibatkan karena GCB

belum begitu dikenal oleh Publik sehingga kunjungan ke GCB masih sangat

minim. Hal ini mengakibatkan para investor dalam GCB Expo menarik

investasinya yang berdampak meningkatnya hutang GCB sedangkan disisi lain

GCB telah menampung pekerja sebesar 80% penduduk lokal dan dalam kondisi

belum adanya income dari GCB Expo saat itu, beban dari pekerja ikut memiliki

andil meningkatkan pinjaman kepada pihak ketiga (kreditur). Untuk mengatasi

semua kesulitan ini ide untuk membangun Supporting Resort Area (SRA) dalam

bentuk villa dan perumahan yang ditempatkan di sisi samping kawasan GCB

dengan diberi akses sendiri dengan maksud untuk dapat dijual kepada publik. Ide

ini dikerjasamakan oleh perusahaan PT. JAM dengan Investor yang berakhir

dengan wanprestasi. Direktur Utama PT JAM juga melakukan tindakan-tindakan

diluar anggaran dasar sehingga diberhentikan tanpa acquit et de charge. Pada

tahun 2003 PT. Jatayu Megamarta (PT. JAM) berubah nama menjadi PT. Jatayu

Megamarta Indonesia (PT. JAIN) dan pada saat ini juga dilakukan perubahan

struktur kepengurusan perusahaan termasuk pergantian Direksi Perseroan.

Adapun Persentase kepemilikan saham PT. JAIN terdiri atas 82% saham PT.

Ultimate City Indonesia (PT.UCI) yang 50% sahamnya milik Dirut PT. UCI

(sekaligus dirut PT. JAIN) dan rekan dan 18% saham PT. SWD

Pada Tahun 2010 pemegang saham PT. UCI sepakat berencana untuk

menjual 100% (seluruh) sahamnya yang ada di PT. JAIN (82% saham PT. UCI di

Page 19: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

14

PT.JAIN) dikarenakan adanya kejanggalan dalam Perusahaan, karena pemegang

saham mendapat laporan bahwa PT. JAIN selalu mengalami material injury dan

tidak pernah adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Sehingga

semua perbuatan hukum yang berhubungan dengan hak dan kewajiban perseroan

yang dicatat dalam Laporan Tahunan (pembukuan perseroan) dan seharusnya

disampaikan dalam RUPS tahunan, tidak pernah dilakukan oleh Direksi PT.

JAIN.

Atas rencana penjualan 100% saham PT. UCI di PT. JAIN dimaksud

diatas, kemudian pemegang saham PT. UCI memperoleh investor PT. Natural

Rayon Genuine Tbk (PT.NARAINE Tbk) yang bersedia men take over

(mengambil alih) kepemilikan saham mayoritas PT. UCI di PT. JAIN dan

berkomitmen untuk melanjutkan proyek GCB. Sehingga komposisi kepemilikan

saham PT. JAIN menjadi PT. NARAINE Tbk 82% saham dan PT.SWD sebesar

saham 18%. Selanjutnya PT. NARAINE memberikan pembayaran kepada para

Pemegang Saham PT.UCI sebagai pembayaran tahap pertama dan sisanya akan

dibayarkan kemudian saat Direksi PT. UCI yang juga merupakan Direksi PT.

JAIN menyelesaikan kewajiban-kewajibannya. Setelah kurang lebih 15 bulan

berjalan, mulai muncul adanya laporan-laporan yang diterima oleh pemegang

saham tentang:

a. pajak penghasilan yang belum dibayarkan

b. pesangon karyawan PT.JAIN yang belum diselesaikan sepenuhnya

c. sertifikasi tanah PT. JAIN yang belum diselesaikan, dan

d. adanya somasi oleh kreditur.

Page 20: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

15

Adanya peristiwa tersebut selain mengakibatkan sisa pembayaran

penjualan saham belum dapat direalisasikan oleh PT. NARAINE Tbk juga

menyebabkan adanya permasalahan pada “managemen”19

Perseroan. Hal ini

memberi dampak kerugian bagi stakeholders Perseroan khususnya internal

stakeholders akibat dari act of ultra vires Direksi PT. UCI. Menurut Kasali,

internal stakeholders adalah stakeholders (pemangku kepentingan) yang berada

didalam lingkungan organisasi misalnya : karyawan, manajer dan pemegang

saham (shareholders).20

Jika merujuk pada Pasal 97 UUPT 40/2007 maka

seharusnya Direksi PT. UCI lah yang bertanggung jawab secara pribadi atas

kerugian yang dialami oleh internal stakeholders, namun dalam prakteknya sangat

sulit untuk dimintakan pertanggungjawabannya.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa terdapat kesenjangan antara

pengaturan (das sollen) dengan pelaksanaannya (das sein), sehingga menarik

untuk diteliti dan diangkat sebagai karya ilmiah dalam bentuk tesis. Di samping

dalam rangka keperluan memperjelas Hukum Perseroan juga berkaitan dengan

upaya menciptakan kepastian hukum dan memberikan perlindungan kepada pihak

internal stakeholders Perseroan yang sangat berperan dalam kemajuan Perseroan.

Untuk itu akan dilakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam

bentuk Tesis dengan judul “TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN

TERBATAS TERHADAP INTERNAL STAKEHOLDERS DALAM HAL

ADANYA ACT OF ULTRA VIRES”.

19

Abdul R. Saliman, 2014, Hukum Bisnis untuk Perusahaan; Teori dan Contoh Kasus,

Cet-ke 4, Kencana Prenadamedia, Jakarta, h.5-6. “Secara sederhana pengertian managemen dapat

diartikan penyelesaian pekerjaan melalui orang lain. Dimana keberhasilan pencapaian pekerjaan

tersebut dilakukan melalui fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

kepemimpinan (leading) dan pengontrolan (controlling)”. 20

Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fascho Publishing,

Gresik, h. 90.

Page 21: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

16

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah seperti di atas

dapatlah dirumuskan dua pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-

Undang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimanakah tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas terhadap

internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Sehubungan dengan maksud memperoleh hasil analisis yang terfokus,

maka terhadap rumusan masalah diatas perlu diberikan batas-batas atau ruang

lingkupnya untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang akan diuraikan dalam

tesis ini yang pertama yaitu penjabaran doktrin act of ultra vires dalam UUPT

40/2007 termasuk juga faktor penyebab adanya pelanggaran doktrin act of ultra

vires oleh Direksi PT. UCI.

Sehubungan dengan rumusan masalah yang kedua permasalahannya

berkisar mengenai pengaturan perlindungan hukum terhadap internal

stakeholders terdiri atas karyawan dan pemegang saham (shareholders) atas act of

ultra vires yang dilakukan oleh Direksi Perseroan Terbatas dan bagaimana

pertanggungjawaban pribadi Direksi PT. UCI atas tindakannya yang

dikategorikan sebagai act of ultra vires, yang mengakibatkan kerugian terhadap

Perseroan terutama para internal stakeholders Perseroan.

Page 22: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

17

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sesuatu yang ingin dicapai melalui proses

penelitian. Tujuan penelitian ini dapat di kemukakan dalam bentuk tujuan umum

dan tujuan khusus.

1.4.1 Tujuan Umum

Bertitik tolak dari paradigma yang menyatakan bahwa science as process

(ilmu sebagai proses) ilmu pengetahuan itu akan senantiasa berkembang

(berproses), dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah berhenti (final) dalam

panggilannya atas kebenaran di bidang obyeknya masing-masing.21

Maka tujuan

umum penelitian ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya

dalam bidang hukum bisnis yang terkait dengan tanggung jawab Direksi

Perseroan Terbatas terhadap internal stakeholders atas act of ultra vires.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji dan menganalisis penjabaran doktrin act of ultra vires

dalam Undang-Undang Perseroan terbatas.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis tanggung jawab Direksi terhadap

internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

21

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,

2013 Pedoman Penulisan; Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis Program Studi Magister

(S2) Ilmu Hukum,Udayana Press, Denpasar, h.28.

Page 23: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

18

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

positif bagi perkembangan ilmu hukum. Khususnya bidang hukum perusahaan

yang keberadaannya sangat amat dibutuhkan.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

pengetahuan bagi para pemangku kepentingan Perseroan dalam lingkungan

Perseroan (internal stakeholders), pengurus Perseroan, masyarakat maupun aparat

penegak hukum untuk mengetahui bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires

dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, dan bagaimana tanggung jawab

Direksi serta konsekuensi yuridis yang harus dibebankan kepada Direksi atas

tindakan yang melampaui kewenangan yang diberikan dan diatur dalam ketentuan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan/atau

anggaran dasar Perseroan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap internal

stakeholders dalam hal adanya act ultra vires oleh Direksi Perseroan.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Tulisan mengenai penelitian ini belum pernah ditulis atau diteliti oleh

peneliti lainnya akan tetapi terdapat beberapa penelitian serupa diantaranya:

1. Penelitian tentang Perlindungan Perlindungan Hukum Terhadap Pihak III

dalam hal Direksi Perseroan melakukan Tindakan Ultra Vires yang diteliti

oleh, Putu Pramiwihari Sumadi dari Universitas Udayana Tahun 2010

yang meneliti tentang Tindakan ultra vires oleh Direksi yang dapat

merugikan pihak ketiga yang sangat berperan dalam menunjang

kelangsungan usaha perseroan. Namun dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang dirugikan

Page 24: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

19

akibat Tindakan ultra vires Direksi tidak mengatur secara jelas dan tegas

Oleh karena itu sangat membutuhkan perlindungan hukum.

2. Penelitian tentang Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam

Tindakan Ultra Vires yang diteliti oleh, Erlina dari Universitas Sumatera

Tahun 2004 yang meneliti tentang belum adanya pengaturan yang tegas

dan jelas mengenai doktrin ultra vires dan tanggung jawab Direksi

Perseroan atas tindakan ultra vires dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, demi perlindungan hukum

terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

3. Penelitian tentang Tinjauan Yuridis Doktrin Ultra Vires dan Tanggung

Jawab Direksi Perseroan Terbatas yang diteliti oleh, Yandri Sudarso dari

Universitas Sumatera Tahun 2003 yang meneliti tentang ultra vires dalam

hubungan dengan anggaran dasar Perseroan, ultra vires dalam

hubungannya dengan peraturan perundang-undangan, kasus-kasus ultra

vires yang masih kontroversi saat ini yang kemudian disirnpulkan bahwa

Indonesia juga mengadopsi doktrin ultra vires yang tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas

namun, undang-undang tidak mengatur secara jelas akibat hukum bila

terjadi perbuatan yang mengandung ultra vires tersebut.

4. Penelitian tentang Analisis Yuridis Terhadap Prinsip-Prinsip Pengelolaan

Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang diteliti

oleh Hertu Apriyana dari Universitas Sebelas Maret Tahun 2014 yang

Page 25: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

20

meneliti tentang apakah terdapat norma-norma yang mengatur prinsip-

prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance)

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

dan apakah prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good

corporate governance) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas sudah memberikan perlindungan hukum

terhadap stakeholders.

Dari hasil penelitian tersebut diatas maka penelitian tentang Tanggung

Jawab Direksi Perseroan Terbatas Terhadap Internal Stakeholders Dalam Hal

Adanya Act of Ultra Vires” dengan rumusan masalah :

1. Bagaimanakah penjabaran doktrin act of ultra vires Dalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas?

2. Bagaimanakah tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas

terhadap internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires?

Sampai saat ini belum ada yang meneliti, sehingga menjamin orisinalitas dalam

penelitian ini.

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

a. Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum, yang

akan dipakai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Untuk itu maka

harus dihindari teori-teori yang bertentangan satu sama lain.

Page 26: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

21

Menurut Meuwissen Teori Hukum adalah Berada pada tataran abstraksi

yang lebih tinggi ketimbang ilmu hukum, ia mewujudkan peralihan ke filsafat

hukum. Teori hukum merefleksi objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu

hukum. Karena itu, teori hukum dapat dipandang sebagai suatu jenis filsafat ilmu

dari ilmu hukum. 22

Dalam menjawab permasalah yang terkait dengan “ Tanggung Jawab

Direksi Perseroan Terbatas Terhadap Internal Stakeholders Dalam Hal Adanya

Act of Ultra Vires”, maka dalam hal ini akan diuraikan melalui teori-teori hukum

sebagai berikut:

1. Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama mengenai penjabaran

doktrin act of ultra vires Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas

menggunakan Teori Efektivitas Hukum.

2. Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu tanggung jawab

Direksi Perseroan Terbatas terhadap internal stakeholders dalam hal

adanya act of ultra vires digunakan teori-teori dan konsep sebagai

berikut:

a. Teori Stakeholders

b. Teori Tanggung Jawab Hukum

c. Teori Sistem Hukum

d. Konsep Perlindungan Hukum

22

H. Salim HS, Erlies Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5.

Page 27: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

22

a. Teori Efektivitas Hukum

Secara etimologi efektivitas berasal dari kata efektif, dalam Bahasa inggris

effectiveness yang memiliki makna “berhasil”. Penelitian kepustakaan yang ada

mengenai teori efektivitas memperlihatkan keanekaragaman dalam hal indikator

penilaian tingkat efektivitas suatu hal. Hal ini terkadang mempersulit penelaahan

terhadap suatu penelitian yang melibatkan teori efektivitas, namun secara umum,

efektivitas suatu hal diartikan sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau

tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Drucker efektivitas adalah suatu tingkatan yang sesuai antara

keluaran secara empiris dalam suatu sistem dengan keluaran yang diharapkan.

Efektivitas berkaitan dengan suatu kegiatan untuk bekerja dengan benar demi

tercapainya hasil yang lebih baik sesuai dengan tujuan semula. Sementara itu

menurut Bernard efektivitas adalah pencapaian sasaran dari upaya bersama,

dimana derajat pencapaian menunjukkan derajat efektivitas.23

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu hal dapat dikatakan

efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian

hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan

untuk mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses

pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau

kegiatan dapat dikatakan efektif apabila suatu usaha atau kegiatan tersebut telah

mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi

23

Sukmaniar, 2007, “Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Pasca Tsunami Di Kecamatan Lhoknga Kabupaten

Aceh Besar”, (Tesis) Program Studi Magister (S2) Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota

Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 28: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

23

maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam

melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas, dan fungsi

instansi tersebut.

Adapun apabila kita melihat efektivitas di bidang hukum, Achmad Ali24

berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari

hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan

hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa pada

umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-

undangan adalah professional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan

fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang

dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-

undangan tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto25

adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu

hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada

efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat

24

Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Vol.1, Kencana,

Jakarta, h.375. 25

Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h.8.

Page 29: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

24

berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung

dari aturan hukum itu sendiri.

Menurut Soerjono Soekanto26

ukuran efektivitas pada elemen pertama

adalah:

1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah

cukup sistematis.

2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah

cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan.

3. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur

bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.

4. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan

persyaratan yuridis yang ada.

Pada elemen kedua yang menentukan efektif atau atau tidaknya kinerja

hukum tertulis adalah aparat penegak hukum. Dalam hubungan ini dikehendaki

adanya aparatur yang handal sehingga aparat tersebut dapat melakukan tugasnya

dengan baik. Kehandalan dalam kaitannya disini adalah meliputi keterampilan

professional dan mental yang baik.

Menurut Soerjono Soekanto27

bahwa masalah yang berpengaruh terhadap

efektivitas hukum tertulis ditinjau dari aparat akan tergantung pada hal berikut:

1. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.

2. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan.

3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat.

4. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang

diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas

pada wewenangnya.

Pada elemen ketiga tersedianya fasilitas yang berwujud sarana dan

prasarana bagi aparat pelaksana di dalam melakukan tugasnya. Sarana dan

26

Ibid, h.80. 27

Ibid, h.82.

Page 30: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

25

prasarana yang dimaksud prasarana atau fasilitas yang digunakan sebagai alat

untuk mencapai efektivitas hukum. Sehubungan dengan sarana dan prasarana

yang dikatakan dengan istilah fasilitas ini, Soerjono Soekanto28

memprediksi

patokan efektivitas elemen-elemen tertentu dari prasarana, dimana prasarana

tersebut harus secara jelas memang menjadi bagian yang memberikan kontribusi

untuk kelancaran tugas-tugas aparat di tempat lokasi kerjanya.

Kemudian ada beberapa elemen pengukur efektivitas yang tergantung dari

kondisi masyarakat, yaitu:

1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun

peraturan yang baik.

2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun

peraturan yang sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa.

3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik, petugas

atau aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi.

Elemen tersebut diatas memberikan pemahaman bahwa disiplin dan

kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal muncul.

Internalisasi faktor ini ada pada tiap individu yang menjadi elemen terkecil dari

komunitas sosial. Oleh karena itu pendekatan paling tepat dalam hubungan

disiplin ini adalah melalui motivasi yang ditanamkan secara individual. Dalam hal

ini derajat kepatuhan hukum masyarakat menjadi salah satu parameter tentang

efektif atau tidaknya hukum itu diberlakukan sedangkan kepatuhan masyarakat

tersebut dapat dimotivasi oleh berbagai penyebab, baik yang ditimbulkan oleh

kondisi internal maupun eksternal.

28

Ibid.

Page 31: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

26

Kondisi internal muncul karena ada dorongan tertentu yang bersifat positif

maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena adanya rangsangan yang

positif yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu yang

bersifat positif. Sedangkan yang bersifat negatif muncul karena adanya

rangsangan dari sifat negatif seperti perlakuan tidak adil dan sebagainya.

Kondisi eksternal muncul karena semacam tekanan dari luar yang

mengharuskan atau bersifat memaksa warga masyarakat agar tunduk pada hukum.

Pada takaran umum, keharusan masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum

disebabkan karena adanya sanksi atau punishment yang menimbulkan rasa takut

atau tidak nyaman sehingga lebih memilih untuk taat hukum daripada melakukan

pelanggaran yang pada gilirannya dapat menyusahkan mereka.

Teori efektivitas ini digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai

kenyataan di lapangan terkait dengan adanya Direksi yang melakukan

pelanggaran terhadap doktrin act of ultra vires.

b. Teori Stakeholders

Friedman‟s memberikan definisi tentang stakeholders yaitu : any group

or individual who can affect or is affected by achievement of the organization‟s

objectives.”29

Definisi tersebut menyatakan bahwa stakeholder merupakan kelompok/

individu yang dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian

tujuan tertentu. Stakeholders theory lahir atas kritikan dan kegagalan shareholders

theory atau Friedman‟s paradigm yang dikemukakan oleh Milton Friedman‟s

dalam upaya meningkatkan tanggung jawab perusahaan, yang terletak pada

tanggung jawab tunggal manajemen terhadap stakeholders. Kegagalan tersebut

29

Busyra Azheri, 2011,Corporate Social Responsibility (Dari Voluntary Menjadi

Mandatory), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.112 .

Page 32: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

27

mendorong munculnya stakeholders theory yang melihat shareholders sebagai

bagian dari stakeholders itu sendiri.

Menurut R.Edward Freeman, stakeholders memiliki hubungan serta

kepentingan terhadap perusahaan. Stakeholders merupakan keterikatan yang

didasari oleh suatu kepentingan tertentu, membahas mengenai stakeholders theory

berarti membahas hal-hal yang menyangkut tentang kepentingan dari berbagai

pihak.

Menurut Thomas dan Andrew Stakeholders Theory30

yaitu:

1. Suatu perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok-

kelompok konstituen (stakeholder) yang mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh keputusan perusahaan.

2. Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses bagi

perusahaan dan stakeholder.

3. Kepentingan semua legitimasi stakeholder memiliki nilai secara

hakiki dan tidak membentuk kepentingan yang di dominasi satu

sama lain.

4. Teori ini memfokuskan pada pengambilan keputusan manajerial.

Stakeholders merupakan individu, kelompok manusia, komunitas atau

masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial, internal maupun eksternal

yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan, yang dapat

mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung

maupun tidak langsung.31

Berdasarkan kedekatan dengan pihak yang terkait

dengan perusahaan, maka teori stakeholders/stakeholders theory dapat

30

Nor Hadi, 2012, Corporate Social Responsibility, Graha Ilmu, Yogyakarta, h.94. 31

Elvinard Ardianto dan Dindin M.Machfudz, 2011, Efek Kedermawanan Pebisnis dan

CSR Berlipat-lipat, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, h. 75

Page 33: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

28

dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu kelompok primer dan kelompok

sekunder. 32

Kelompok primer terdiri atas pemilik modal/saham (owners),

kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing/rekanan.

Kelompok sekunder terdiri atas pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok

sosial, media masa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya dan

masyarakat setempat.

Atas dasar pengelompokan stakeholders, sudah tentu kelompok primer

yang harus diperhatikan terlebih dahulu, karena kelompok ini sangat menentukan

keberadaan dan keberhasilan suatu perusahaan dalam aktivitas usahanya oleh

karena kelompok primer berinteraksi langsung dalam aktifitas bisnis

perusahaan.33

Teori ini dapat dijadikan pisau analisis dalam membahas

permasalahan yang kedua terkait dengan perlindungan hukum terhadap internal

stakeholders Perseroan dari perbuatan yang dilakukan oleh Direksi yang lalai dan

atau melakukan kesalahan baik yang tidak sengaja sebagai akibat dari ketidak

hati-hatiannya sebagai pemimpin Perseroan maupun yang sengaja melakukan

tindakan diluar ketentuan Anggaran Dasar dan/atau UUPT.

c. Teori Tanggung Jawab Hukum

Terdapat 2 (dua) istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam

kamus hukum, yaitu responsibility dan liability. Menurut Kamus Hukum Henry

Campbell Black, dalam Black’s Law Dictionary pengertian tanggung jawab yakni,

tanggung jawab bersifat umum disebut dengan responsibility sedangkan tanggung

32

Ibid, h.113 33

Dwi Kartini, 2009, Coorporate Social Responsibility Transformasi Konsep

Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h.8.

Page 34: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

29

jawab hukum disebut liability. Liability diartikan sebagai condition of being

responsible for a possible or actual loss, penalty, evil, expense or burden,

condition which creates a duty to performact immediately or ini the future.34

Dalam pengertian penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum (konsekuensi hukum) yaitu tanggung jawab akibat

kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility

menunjuk pada pertanggungjawaban politik atau kewajiban hukum (garis bawah

dari penulis).35

Mengenai persoalan pertanggungjawaban menurut Kranenburg dan Vegtig

ada dua teori yang melandasinya yaitu:36

a. Teori fautes de personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa

kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena

tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban

tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan pada

jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan

pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan yang

berat atau kesalahan ringan, dimana berat atau ringannya suatu

kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab Direksi Perseroan yang berdasarkan dengan kewenangan yang

diberikan oleh UUPT 40/2007, anggaran dasar maupun keputusan RUPS dan

yang bertentangan dengan UUPT 40/2007, anggaran dasar maupun keputusan

RUPS. Kewenangan mana yang ternyata bertentangan atau melampaui batas

34

Henry Campbell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, ST. Paul Minn West

Publishing. Co, Boston, h.941. 35

Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.335-337. 36

Ibid, h.365.

Page 35: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

30

kewenangan dari ketentuan dalam UUPT 40/2007, anggaran dasar, maupun

keputusan RUPS kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus

dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya mengenai kemampuan bertanggung jawab secara teoritis harus

memenuhi unsur yang terdiri atas:

1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan

buruk yang sesuai hukum dan yang melawan hukum;

2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan

tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.37

Sedangkan menurut Roscoe Pound pertanggungjawaban terkait dengan

suatu kewajiban untuk meminta ganti kerugian dari seseorang yang terhadapnya

telah dilakukan suatu tindakan perugian atau yang merugikan (injury), baik oleh

orang yang pertama itu sendiri maupun oleh sesuatu yang ada dibawah

kekuasaannya.38

Dalam ranah hukum perdata Roscoe Pound menyatakan hukum melihat

ada tiga pertanggungjawaban atas delik yaitu:

a. Pertanggungjawaban atas perugian yang disengaja;

b. Pertanggungjawaban atas perugian karena kealpaan dan tidak

disengaja;

c. Pertanggungjawaban dalam perkara tertentu atas perugian yang

dilakukan karena kelalaian serta tidak disengaja.39

37

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, h.63. 38

Roscoe Pound, 1996, Pengantar Filsafat Hukum (an Introduction to the Philosophy of

Law), terjemahan Mohammad Radjab, Jakarta, h. 80. 39

Ibid, h.92.

Page 36: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

31

Sedangkan J.H.Nieuwenhuis menyatakan tanggung jawab timbul karena

adanya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan merupakan

penyebab oorzaak (timbulnya kerugian), sedangkan pelakunya yang bersalah

disebut schuld, maka orang itu harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.40

d. Teori Sistem Hukum

Permasalahan kedua mengenai tanggung jawab Direksi Perseroan

terhadap internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires dibahas dengan

teori sistem hukum Lawrence M. Friedman dengan nama Three Elements of Legal

System, menurut Friedman hukum itu harus dipersepsikan sebagai suatu sistem,

maksudnya yaitu hukum itu bukan anasir tunggal melainkan eksistensinya mesti

didukung beberapa unsur yang saling mempengaruhi. Unsur yang dimaksud

menurut Friedman adalah legal structure (struktur hukum), legal substance

(substansi hukum), legal culture (budaya hukum).

Tiga sistem hukum menurut Friedman dalam Achmad Ali yang dimaksud

sistem hukum adalah:41

a. Struktur hukum yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada

beserta aparatnya, mencakup antara lain kepolisian dengan para

polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan

hakimnya, dan lain-lain;

b. Substansi hukum yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan

asas hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis termasuk putusan

pengadilan;

c. Kultur hukum yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakina-

keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak,

baik dari penegak hukum, maupun dari warga masyarakat, tentang

hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.

40

J.H. Nieuwenhuis, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Hoofdstukken

Verbintenissenrecht), terjemahan Djasadin Saragih, Airlangga University Press, Surabaya, h.115. 41

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal teory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h.204.

Page 37: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

32

Tiga unsur sistem hukum oleh Friedman diibaratkan seperti pekerjaan

mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan

dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa

saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta

memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.

Kultur hukum menurut Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum

dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Kultur hukum

adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana

hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Budaya hukum erat

kaitannya dengan kesadaran hukum di masyarakat. Semakin tinggi kesadaran

hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat

merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana

tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum.

e. Konsep Perlindungan Hukum

Menurut Philipus M. Hadjon42

perlindungan hukum dibedakan menjadi 2

(dua) macam yaitu:

1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya permasalahan atau sengketa.

2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk

menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.

42

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya, h.205.

Page 38: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

33

Menurut Setiono Perlindungan Hukum adalah tindakan atau upaya untuk

melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang

tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai

manusia.43

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.44

Menurut Muktie A. Fadjar perlindungan hukum adalah penyempitan arti

dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.

Perlindungan yang diberikan oleh hukum terkait pula dengan adanya hak dan

kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam

interaksinya dengan sesame manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum

manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.45

Dari pemaparan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perlindungan

hukum adalah berbagai upaya hukum dalam melindungi hak asasi manusia serta

hak dan kewajiban yang timbul karena hubungan hukum antar sesama manusia

sebagai subyek hukum. Konsep perlindungan hukum sangat relevan digunakan

untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini yang terkait dengan

perlindungan hukum yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada

internal stakeholders dalam hal adanya act of ultra vires yang dilakukan oleh

Direksi Perseroan yang merugikan internal stakeholders yang bersangkutan.

43

Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h.3. 44

Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h.21. 45

Tesis Hukum, Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli, available from:

URL : HTTP://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/, diakses

tanggal 28 Maret 2016.

Page 39: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

34

b. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dibuat berlandaskan teori-teori

yang sudah baku yang dapat memberikan gambaran yang sistematis mengenai

masalah yang akan diteliti. Berlandaskan landasan teoritis dalam penelitian ini

maka dapat dipaparkan sebuah gambar kerangka berpikir yaitu sebagai berikut:

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Hukum yaitu Penelitian Hukum Empiris

2. Sifat Penelitian Deskriptif

3. Data dan Sumber Data yaitu Data Primer dan Data Sekunder

4. Teknik Pengumpulan Data adalah Teknik Wawancara dan Teknik Studi Dokumen

5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian yaitu menggunakan Teknik Probabilitas/ Teknik Non-

Random Sampling

6. Pengolahan dan Analisis Data yaitu dengan cara Deskriptif Kualitatif

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Terhadap Internal Stakeholders

Dalam Hal Adanya Act of Ultra Vires

Adanya kesenjangan antara das sollen

dengan das sein terhadap Pasal 92 ayat

(1) dan ayat (2) jis Pasal 97 ayat (1), (2),

dan (3) serta Pasal (98) ayat (1) dan (3)

UUPT 40/2007 di PT. UCI

Penjabaran doktrin act of ultra vires

dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas

Tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas

terhadap internal stakeholders dalam hal

adanya act of ultra vires

Teori Efektivitas Hukum

Teori Stakeholder

Teori Perlindungan Hukum

Teori Tanggung Jawab Hukum

Teori Sistem Hukum

Page 40: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

35

1.8 Metode Penelitian

Metodologi adalah ilmu tentang kerangka kerja untuk melaksanakan

penelitian yang bersistem, sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang

digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu; studi atau analisis teoritis mengenai

suatu cara /metode; atau cabang ilmu logika yang berkaitan dengan prinsip umum

pembentukan pengetahuan (knowledge). Penelitian sebagai upaya untuk

memperoleh kebenaran, harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang

dituangkan dalam metode ilmiah. Metode berasal dari bahasa yunani methodos,

terdiri dari dua kata yaitu meta (menuju, melalui, mengikuti) dan hodos (jalan,

cara, arah). Arti kata methodos adalah metode ilmiah yaitu cara melakukan

sesuatu menurut aturan tertentu.46

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis Penelitian hukum dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum

normatif yaitu penelitian mengenai substansi hukum yang terdiri dari norma,

kaidah, asas-asas hukum, doktrin dan peraturan perundang-undangan. Sementara

itu ada pula penelitian hukum empiris yaitu penelitian mengenai struktur dan

budaya hukum.47

Metode yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah metode

penelitian Yuridis Empiris yaitu cara atau prosedur yang digunakan untuk

memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu

dan kemudian dilanjutkan dengan data primer yang ada di lapangan. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat apakah berlakunya hukum dalam praktek di masyarakat

46

Juliansyah Noor, 2014, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi& Karya Ilmiah,

Cet.IV, Kencana Prenadamedia, Jakarta, h.22. 47

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 28.

Page 41: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

36

sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, serta memperoleh data tentang

hubungan dan pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dengan jalan melakukan

penelitian atau terjun langsung ke dalam masyarakat atau lapangan untuk

mengumpulkan data yang obyektif, dimana peneliti meneliti bagaimana

wewenang dan tanggung jawab Direksi Perseroan Terbatas serta perlindungan

hukum terhadap internal stakeholder yang menderita kerugian akibat act of ultra

vires Direksi Perseroan Terbatas apakah telah sesuai dengan Undang-Undang No.

40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

1.8.2. Sifat Penelitian

Penelitian dalam penulisan tesis ini bersifat deskriptif. Pada penelitian

deskriptif pada umumnya, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum

bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu atau

kelompok tertentu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.48

1.8.3 Data dan Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini

didapat dari 2 (dua) sumber yaitu:

a. Sumber Data Primer

Yaitu data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data

yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik

dari informan maupun responden.

48

Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,

Op.Cit.,h.30.

Page 42: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

37

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data

yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dari data-data yang terdokumenkan dalam

bentuk bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier atau dengan cara

mengkaji kembali peraturan yang sudah ada, baik dalam bahan bacaan

hukum ataupun dalam dokumen-dokumen yang memiliki keterkaitan

dengan materi dalam penelitian ini serta untuk menyempurnakan data

lapangan.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

teknik wawancara (interview) untuk mengumpulkan data primer. Wawancara atau

interview adalah situasi antara pribadi bertatap muka (face to face) ketika

seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan yang dirancang untuk

memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian secara umum.

Wawancara dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bagian yaitu wawancara berencana

(standardized interview) dan wawancara tidak berencana (unstandardized

interview).49

Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara berencana dan

teknik studi dokumentasi untuk mengumpulkan data sekunder yang berkaitan

dengan objek penelitian yang dilakukan.

49

Bagong Suyanto, 2011, Metode Penelitian Sosial, Kencana Pranada Media Group,

Jakarta, h.11.

Page 43: ABSTRAK - sinta.unud.ac.id · dirumuskan permasalahan bagaimana penjabaran doktrin act of ultra vires dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan bagaimana tanggung jawab Direksi Perseroan

38

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik non-probabilitas/non-random

sampling. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik non-random

sampling. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik non-random

sampling memberikan peran yang sangat besar pada peneliti untuk menentukan

pengambilan sampelnya. Dalam teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa

sampel yang harus diambil agar dapat mewakili populasinya. Tidak semua elemen

dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Bentuk

non-random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah snowball

sampling, pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini data dianalisis secara kualitatif atau disebut juga

deskriptif kualitatif. Seluruh data primer maupun data sekunder diklasifikasikan

atau dikelompokkan sesuai dengan permasalahan kemudian dianalisis dengan

teori dan konsep yang relevan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif

untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada.