Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 101
PENCEGAHAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Muhammad Ihsan
Fakultas Hukum Universitas Potensi Utama
Email: [email protected]
ABSTRAK
Korupsi bukanlah hal yang baru di negeri Indonesia karena kasus korupsi seakan sudah menjadi
budaya bagi bangsa Indonesia apa lagi para pejabat baik tingkat tinggi maupun tingkat yang
rendah. Sudah berbagai cara dan usaha yang di lakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi
di Indonesia namun usaha itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Ini terbukti dengan
semakin banyaknya kasus-kasus korupsi yang terungkap. Bahkan pelaku sudah tidak malu lagi
melakukan tindakan kejahatan korupsi. Ini semua terlihat dari kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir
ini di lakukan secara berjamaah, contohnya saja di propinsi kita Sumatera Utara, para angggota
legeslatif berbodong-bondong masuk ke dalam jeruji besi. Indonesia adalah negeri yang berasaskan
Ketuhanan, negeri yang beragama. Mayoritas agama dari penduduk Indonesia adalah agama Islam,
secara otomatis pelaksana negara baik itu anggota Esekutif, Legeslatif dan Yudikatif beragama
Islam. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia
beragama Islam. Ajaran agama Islam adalah ajaran yang sempurna, ajaran agama yang universal
mengatur segala aspek kehidupan manusia dari terbuka mata sampai menutup mata. Ajaran agama
Islam meliputi tiga aspek bagian yaitu akidah, akhlak dan syariat. Dimana ajaran agama Islam
memuat aturan-aturan dan sanksi bagi pelaku yang melanggarnya. Berangkat dari permasalahan di
atas penulis merasa hukuman yang di terapkan saat ini di negeri Indonesia belum membawa efek
jera bagi pelaku tindak pidana korupsi karena pelaku masih merasa nyaman selama menjalakan
hukuman, selain itu hukuman yang tertera di dalam peraturan undang-undang belum di jalakan
sesuai dengan isi undang-undang itu sendiri. Selain hal di atas penulis juga merasa tertarik
mengkaji tentang pandangan Agama Islam terhadap tindak pidana korupsi karena seperti yang kita
ketahui agama Islam sebagai agama mayoritas yang di yakini oleh masyarakat Indonesia. Dan
penulis meyakini hukum Islam memiliki solusi bagi pelaku tindak pidana korupsi, agar membawa
efek jera bagi pelakunya. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut Pertama,
Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam. Kedua Bagaimana Hukuman Pelaku Tindak
Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam. Ketiga Bagaimana Pencegahan Pelaku Tindak Pidana
Kosupsi dalam Hukum Islam. untuk mendapat jawaban dari rumusan masalah di atas maka dalam
penelitian tesis ini mengunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, iaitu jenis penelitian
yang hanya menjelaskan variabel satu dengan variabel lainnya, metode pendekatan yang dilakukan
adalah metode kualitatif. Hasil yang di dapat dari penelitian jural ini guna menjawab pertanyaan
dari rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, walaupun secara defenisi arti korupsi tidak sama
dengan mencuri namun sifat dan efeknya sama dirasakan antara mencuri dan korupsi. Kedua,
Hukuman pelaku tindak pidana korupsi memang tidak bisa disamakan dengan pencurian yang
sudah ditetapkan hukumnya namun melihat sifat dan efek korupsi sama dengan mencuri maka
hukuman potongan tangan bisa dilakukan. Ketiga, pencegahan korupsi harus meliputi segala aspek
kehidupan, baik dari produk hukumnya, pendidikan, sosial maupun agama.
Kata Kunci : Pencegahan, Korupsi dan Hukum Islam
ABSTRACT
Corruption is nothing new in Indonesia because corruption cases have become a culture for both
high and low level officials. There have been various ways and efforts that have been made to
eradicate corruption in Indonesia but have not produced maximum results. This is evidenced by the
increasing number of corruption cases revealed. Even the perpetrators of corruption are no longer
ashamed of committing these acts of crime, as seen from corruption cases that are carried out in
congregation, for example in our province of North Sumatra, legislative members burst into bars.
102. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
Indonesia is a country based on Godhead, a religious country. The majority of the religion of the
population of Indonesia is Islam, automatically state executives, both executive, legislative and
judicial members are Muslims. Therefore it can be concluded that the perpetrators of corruption in
Indonesia are Muslim. Islamic teachings are perfect teachings, religious teachings that universally
regulate all aspects of human life from open eyes to closing eyes. The teachings of Islam include
three parts: iqah, akhlak and shari'a. Where the teachings of Islam contain rules and sanctions for
those who violate them. Departing from the problems above, the author feels that the punishment
currently applied in the country of Indonesia has not brought a deterrent effect to the perpetrators of
criminal acts of Corruption because the perpetrators still feel comfortable during the execution of
sentences. the contents of the law itself. In addition to the above, the author also feels interested in
studying the views of Islam on corruption because because we know that Islam is the majority
religion believed by the people of Indonesia. And the author believes that Islamic law has a
solution for perpetrators of corruption, in order to bring a deterrent effect to the perpetrators. The
formulation of the problem in this paper is as follows: First, How Corruption in the Perspective of
Islamic Law. Second, How is the Penalty of Actors of Corruption in Islamic Law Third, How to
Prevent Corruption Actors in Islamic Law. to get answers from the above problem formulation, in
this thesis research using descriptive research methods, namely the type of research that only
describes one variable with other variables, the method of approach taken is a qualitative method.
The results obtained from this jural study are to answer the questions from the problem formulation
as follows. First, even though the definition of corruption is not the same as stealing, the same
nature and effect are felt between stealing and corruption. Second, the punishment of perpetrators
of corruption is indeed not equated with theft that has remained legal, but seeing the nature and
effect of corruption is the same as stealing, then the punishment of hand cuts can be done. Third,
prevention of corruption must cover all aspects of life, both from legal, educational, social and
religious products.
Keywords: Prevention, Corruption and Islamic Law
I. PENDAHULUAN
Negeri Indonesia adalah negeri yang luas, negeri yang teridri dari pulau-pulau dengan
jumlah penduduk yang besar juga beragam. Berbagai masalah siling berganti seakan tidak ada
penyelesaiannya, salah satu permasalahan yang tidak ada hentinya di negeri Indonesia adalah
tindak pidana korupsi dimana tindakan pidana korupsi terus berkembang bagaikan jamur di musim
hujan. Berdasarkan fakta di lapangan banyak pimpinan daerah dan anggota legeslatif, esekutif dan
yudikatif terjarat tindak pidana korupsi, berbagai cara dan usaha telah di lakukan untuk
memberantas tindak pidana korupsi di negeri Indonesia namun usaha itu nampaknya belum
membuahkan hasil yang di inginkan.
Tindak pidana korupsi seakan sangat sulit diberantas di negeri Indonesia, karena hukuman
yang diberikan oleh pemerintah tidak menyebabkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Hukuman yang lemah bukan mengatasi masalah namun membuat masalah yang baru. Maka dari itu
pemerintah Indonesia harus mencari solusi hukuman yang tepat bagi pelaku tidak pindana korupsi.
Agar kasus korupsi di negeri Indonesia bisa teratasi dengan baik dan tepat, namun dalam menggali
hukuman yang tepat tersebut tidak boleh melepaskan lima asas yang terdapat pada pancasila dan
koridur agama karena negeri Indonesia adalah negeri yang berdiri berasaskan ketuhanan.
Indonesia adalah negeri yang berasaskan Ketuhanan, negeri yang beragama. Mayoritas
agama dari penduduk Indonesia adalah agama Islam, secara otomatis pelaksana negara baik itu
anggota Esekutif, Legeslatif dan Yudikatif beragama Islam. Oleh karena itu dapat di simpulkan
bahwa pelaku tindak pidana kuropsi di Indonesia beragama Islam. Ajaran agama Islam adalah
ajaran yang sempurna, ajaran agama yang universal mengatur segala aspek kehidupan manusia dari
terbuka mata sampai menutup mata. Ajaran agama Islam meliputi tiga aspek bagian yaitu akidah,
akhlak dan syariat. Dimana ajaran agama Islam memuat aturan-aturan dan sanksi bagi pelaku yang
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 103
melanggarnya. Karena agama Islam adalah agama yang menyebarkan rahmat dan kasih sayang
bagi seluruh alam semesta.1
لمين ك إلا رحمة للع وما أرسلن
Artinya: Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainakn untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam. (QS. Al- Anbiya (21): 107).2
Tiga aspek yang begitu sempurna jikalau semua umat Islam melaksanakannya maka akan
terwujud masyarakat madani dan membawa rahmad bagi semesta alam, namun di sayangkan tidak
semua umat Islam dapat mengamalkan tiga aspek tersebut. Karena ajaran agama Islam belum
menjadi kebiasaan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya masih banyak umat Islam
yang jauh dari ajarannya, berbuat seenaknya tanpa mempertimbangkan ajaran dan prdoman
agamanya. Contohnya adala tindak pidana korupsi yang terus meraja lela dari tingkat pusat sampai
ke tingkat bawahan.
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata atau bahasa kerjanya adalah
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.3 Sementara
pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang atau individu yang dikatakan melawan hukum,
melakukan tindakan yang memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi (Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum), menyalahgunakan kekuasaan maupun
kesempatan atau sarana dan prasarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.4
Pelaku korupsi adalah pelaku melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah). bahkan dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.5
Setelah memahami korupsi dalam perspektif hukum Publik maka kita bisa memnadingkan
dengan hukum Islam, namun sebelum kita lebih dalam mengkaji hukum Islam dalam hal
pencegahan korupsi maka kita harus paham terlebih dahulu apa itu hukum Islam. Adapun hukum
Islam adalah hukum yang bersumber dari Al Quran dan Hadits selain itu hukum Islam menjadi
bagian agama Islam itu sendiri. Hukum Islam memiliki ciri-ciri utama hukum Islam, memiliki
hubungan yang sangat kuat antara iman (keyakinan), akidah maupun akhlak, hukum Islam juga
memiliki dua istilah yang selalu melekat iaitu syariat dan Fiqih, hukum Islam memiliki ruang
lingkup iaitu ibadah dan muamalah.6
Hukum Islam memandang korupsi sebagai Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan),
Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah
(Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al ihtihab (perampasan).
Sementara hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam pandangan hukum Islam masih
penuh perdebatan antara pakar ilmu hukum Islam, namun kita dapat mengelompokan hukuman
bagi tindak pidana korupsi sebagai berikut. Pertama Sanksi Moral, contoh kalau pelaku tindak
pidana korupsi meninggal dunia maka jenazanya tidak dapat di sholatkan, Kedua Jarimah Hudud
(Hukum yag sudah titetapkan oleh Allah), Contoh pelaku pencuri di potong tangannya, Ketiga
Mengembalikan barang yang telah di ambil, Keempat Sanksi Takzir (Hukuman berada di tangan
yang berwenang seperti Hakim), contohnya pelaku penyuapan dan khiyanat.
1 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 1 2 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007. 3 https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diunduh pada tanggal 06 Janurai 2019 Pukul 14:00 4 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5 Ibid 6 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), h. 32 dan 38.
104. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
Berangkat dari permasalah di atas dimana korupsi bagaikan benang kusut yang belum
dapat di uraikan dan bagaikan masalah yang belum ada ujungnya, berbagai cara sudah di lakukan
namun hasil belum bisa terlihat. Islam sebagai agama mayoritas memiliki tugas yang besar dalam
hal mengatasi korupsi di negeri Indonesia. Penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam
permasalahan tindak pidana korupsi. Penulis akan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah yang
berjudul: “Pencegahan Korupsi Dalam Perspeltif Hukum Islam”
1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka penulis
akan merumuskan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam ?
2. Bagaimana Hukuman Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam ?
3. Bagaimana Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui Hukuman Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Islam.
3. Untuk mengetahui Cara Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum
Islam.
II. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan
(mendeskripsikan) variabel satu dengan variabel lainya.7 Metode pendekatan yang dilakukan
adalah metode kualitatif.
2. Pendekatan Penelitian.
Metode penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dalam upaya
menganalis data dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan ayat-ayat Al quran beserta Hadits di bidang korupsi dalam sudut pandang
agama Islam sebagai dasar pemecahan dan penyelesai permasalahan yang dikemukakan dalam
penelitian ini. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ke pustakaan. Sedangkan analisis data
yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan menguraikan data secara bermutu dalam
kalimat yang teratu, runtun, logis, tidak tumpang tidih, dan efektif, sehingga memudahkan
interpretasi data dan analisis.
7 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: 2005), h. 143.
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 105
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam
Hukum Islam memandang korupsi sebagai Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan),
Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah
(Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al ihtihab (perampasan).
a. Ghulul (Penggelapan)
Arti ghulul secara etimologi berkhianat terhadap harta rampasan perang semetara ghulul
secara termonologi adalah mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam harta pribadinya
dalam arti kata mengkhianati amanah yang telah di berikan pada dirinya. arti ghulu secara
etimologi dan termonologi dapat di lihat pada QS. Ali Imran ayat 161.
مة ثما ا كسبت وهم ل يظلمون وما كان لنبى أن يغلا ومن يغلل يأت بما غلا يوم ٱلقي توفاى كل نفس ما
Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan
datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS.
Ali Imran ayat 161).8
Ayat Alquran di atas sangat tegas menyatakan bahwa ghulul adalah sebuah pengkhianatan
terhadap amanah yang di berikan orang pada dirinya. Ghulul terjadi karena ada niat memperkaya
diri sendiri, ghulul terjadi karena ada penyalahan wewenang, ghulul merugikan orang banyak
karena tercecernya hak orang lain dan hak negara.9
b. Risywah (Penyuapan)
Risywah adalah pemberian sesuatu dari seseorang kepada hakim (penagak hukum) atau
lainya biar urusan berjalan lancar atau sesuai dengan keinginan dan segera mendapat kepastian
hukum, hal ini di kenal sebagai Isti’jal Fi al-qadhiyah yakni cara untuk mempercepat segala urusan
di mata hukum maupun urusan lain tanpa melalui prosedur yang berlaku atau bisa di sebut melalui
jalan tanpa hambatan. Riswah tidak sama dengan korupsi namun riswa merupakan perwujutan dari
korupsi di lihat dari dampaknya. Rasullah melaknat suap dan yang menerima suap, sebagaimana
hadits Rasullullah dibawah ini.
بن عمرو قال لعن رسول الله اشى -ه وسلمصلى الل علي- عن عبد الله .المرتشى و الره
Artinya: Dan diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima
suap”. (HR. Abu Daud II/324 no.3580, At-Tirmidzi III/623 no.1337, Ibnu Majah, 2313 dan Hakim,
4/102-103; dan Ahmad II/164 no.6532, II/190 no.6778).
c. Ghasab (Mengambil Paksa Hak Orang Lain)
Ghasab menurut Muhammad al Khatib al Syarbini adalah mengambil sesuatu secara zalim
dan sebelum mengambilnya secara zalim ia melakukan secara terang-terangan baik yang di ambil
itu harta maupun lainnya.10 Tidak sama dengan perampokan karena tidak terjadinya tindakan
pembunuhan dan ghasab juga tidak sama dengan pencurian sebab pencurian di lakukan secara
sembunyi-sembunyi sementara ghasab dengan cara terang-terangan.
8 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007 9 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif Ulama
Muhammadiyah, (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradapan, 2006), h. 59 10 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 105
106. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
ام لت طل وتدلوا بها إلى ٱلحكا لكم بينكم بٱلب اس بٱلثم وأنتم تعلم ول تأكلوا أمو ل ٱلنا ن أمو ون أكلوا فريقا م
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS: Al Baqarah, ayat: 188).11
d. Khianat
Khianat adalah sikap tidak sesuai dengan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya,
selain itu mengambil sesuatu secara diam-diam dan memperlihatkan tingkah laku yang baik pada
pemiliknya. Selain itu khianat juga bisa dengan cara pembatalan secara sepihak terhadap perjanjian
yang sudah di sepakati.
سولوتخونواأماناتكموأنتمتعلمون والر ياأيهاالذينآمنوالتخونوااللArtinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-
(Nya) dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada
kalian, sedangkan kalian mengetahui. (QS: Al Anfal, ayat: 27).12
e. Sariqah (Pencurian)
Memindahkan hak pemilikan harta dengan cara melawan hukum yang biasanya di lakukan
secara sembunyi-sembunyi dan dan juga dengan cara tipu daya. Barang yang di curi biasanya
disimpan di tempat penyimpanan yang biasa digunakan untuk menyimpan harta. Sariqah
merupakan tindakan yang hukumannya sudah di tetapkan oleh Allah SWT, hukuman itu terdapat
pada (QS, Al Maidah, ayat: 38)
f. Hirabah (Perampokan)
Hirabah hampir sama dengan Ghasab namun perbedaan dari keduanya adalah Hirabah
mengambil hak orang lain dengan cara kekerasan terkadang sampai terjadi pembunuhan sementara
Ghasab mengambil hak orang lain namun tidak sampai terjadi korban jiwa.
g. Al Maks (Pungutan Liar), Al ikhtilas (Pencopetan), dan Al Ihtihab (Perampasan)
Al maks adalah aturan yang telah di tentukan atau di sepakati oleh para penguasa yang
memiliki sifat zalim, berkaitan dengan materi (harta). Aturan ini di wujudkan dengan undang-
undang yang sengaja di buat dan diada-adakan. Selain itu pengutan iar biasanya melibatkan banyak
lapisan para penguasa.
Al ikhtilas adalah tindakan seseorang mengambil harta dengan cara merampas dan ada
unsur kekerasan, atau sebuah cara seseorang untuk memiliki harta orang lain dengan cara merebut,
memaksa dengan cara kilat (cepat), di laksanakan dengan terang-terangan dengan cara
memperdaya korban dalam arti kata membuat si korban terlena dan kalau korban tidak
berkehendak maka pelaku akan melakukannya dengan cara kekerasan. Al Ihtihab adalah
mengambil hak orang lain dengan cara terang-terangan namun pelaku tidak harus membuat si
korban terlena.
Dilihat dari defenisi-defenisi di atas maka tidak di temukan secara jelas dan sepesipik
hukuman yang tepat buat pelaku tindak pidana korupsi di dalam hukum Islam. Namun dilihat dari
asas tindak pidana bahwa korupsi dan pencurian memiliki kesamaan, iaitu kesamaan dalam hal
kerugian sepihak, kalaupun ada perbedaan antara keduanya hanya dari jenis dan defenisi bukan
secara prinsip.13 Tapi biar lebih jelasnya maka kita bisa melihat sumber-sumber hukum Islam (Al
Qur;an dan Hadits) yang membicarakan hukuman dari setiap defenisi di atas.
11 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007 12 Ibid 13 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, cetakan ke 3 tahun 2012), h. 72
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 107
2. Hukuman Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Islam
Sebelum kita mengkaji hukuman yang tepat bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam
hukum Islam, mari kita pahami terlebih dahulu beberapa asas-asas yang harus di miliki oleh
peraturan hukum, agar kita paham dan bisa menerima hukuman apa yang tepat yang bisa kita
jatuhkan pada pelaku tindak pidana korupsi. Paling tidak ada tiga asas umum hukum yang bisa
menjadi pegangan kita dalam hal hukum Islam iaitu asas keadilan, asas kepastian hukum, asas
kemanfaatan.14
a. Asas Keadilan
Asas keadilan adalah asas umum yang harus ada dan sangat di perlukan pada setiap
asas dalam bidang hukum Islam. Di dalam Al Quran kata adil kurang lebih di ulang
sebanyak 1,000 Kali, salah satu ayat yang membicara tentang berlaku adil sebagai
berikut;
ك خليفة فى ٱلرض فٱحكم بين ٱلنهاس بٱلحق ول تتهبع ٱلهوى فيضله داوۥد إنها جعلن لهم ي إنه ٱلهذين يضلون عن سبيل ٱلله ك عن سبيل ٱلله
بما نسوا يوم ٱلحساب عذاب شد يد
Artinya : Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS, Shadd, ayat: 26).15
b. Asas kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan
yang dapat dikenakan hukuman kecuali atas kekuatan peraturan hukum yang telah di
tentukan atas perbuatan pelaku tersebut.
ن ٱهتدى فإنهما يهتدى لنفسهۦ ومن ضله فإنهما يضل عليها و ى نبعث رسول ل تزر وازرة وزر أخرى وما كنها معذبين حته مه
Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa
yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan
mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS, Al Israa’, ayat: 17).16
c. Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum.
Misalnya suatu peraturan hukum yang mau di laksanakan harus mempertimbangkan
asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan. Contoh dalam menerapkan
ancaman hukuman potong tangan kepada seseorang yang telah melakukan korupsi
misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatan di jatuhkannya hukuman tersebut
kepada terdakwa sendiri maupun masyarakat. Kalau hukuman potong tangan yang
akan di jatuhkan lebih bermanfaat kepada kepentingan masyarakat. Maka hukuman
potong tangan itu yang di jatuhkan pada terdakwa.
ها ٱلاذين ءامنوا كتب عليكم ٱلقصاص فى ٱلقتلى ٱلحر بٱلحر وٱلعبد بٱلعبد و أي باع ي ٱلنثى بٱلنثى فمن عفى لهۥ من أخيه شىء فٱت ن ذ لك فلهۥ عذاب أليم بٱلمعروف وأداء إليه بإحس
كم ورحمة فمن ٱعتدى بعد ذ ب ن را لك تخفيف م
14 Ibid, h. 4 15 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007
16 Ibid
108. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.(QS, Al Baqarah, ayat: 178).17
Setelah kita paham asas-asas hukum yang harus di miliki dalam suatu peraturan yang akan
di terapkan bagi pelanggar hukum, maka kita bisa menjadikan asas tersebut dalam pegangan
menentukan hukuman. Dalam agama Islam ada beberapa hukuman yang dapat di jatuhkan pada
pelaku tindak pidana korupsi adapun hukuman tersebut berdarakan Al Quran dan Hadits, dan
macam-macam hukum tersebut sebagai berikut;
1) Sanksi Moral
Sanksi moral dalam hal ini adalah sanksi yang di jatuhkan bagi pelanggar hukum ghulul,
sanksi ini merupa tidak di sholatkannya jenazah pelaku ghulul, Al Maks atau akan
dipermalukan di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Hal ini berdasarkan pada riwat
hadis Rasullullah SAW.
Artinya: Dari Malik telah meyampaikan kepadaku, dari Tsaur bin zaid al Dili, dari
Abi Al Gais bekas budak Ibnu Muthi dari Abu Hurairah bahwa ia berkata; kami keluar
bersama Rasulullah SAW pada waktu penaklukan Khaiba. Kami tidak memperoleh
rampasan perang berupa emas dan perak, yang kami peroleh adalah benda tak bergerak,
pakaian dan barang-barang. Ketika itu, seorang budak bernama Mid’am. Rasulullah
berangkat menuju Wadi al Qura. Ketika beliau sampai di wadi al qura, Mid’am, sedang
menurunkan barang-barang bawaan Rasulullah SAW tiba-tiba panah misterius (mengenai
Mid’am) sehingga menyebabkan ia meninggal. Maka orang-orang yang melihat
mengatakan “semoga ia surga” maka Rasulullah SAW bersabda: Tidak, demi Tuhan yang
diriku berada di tangannya. Sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu
penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagikan akan menyulut api
neraka yang akan membakarnya. (HR. Abu Dawud).
2) Sanksi Takzir
Sanksi takzir adalah hukuman yang ditetapkan dan dibuat oleh pihak berwajib iaitu para
penegak hukum (hakim), hal ini karena tidak ada ketentuan yang tegas di dalam Al qur’an
dan hadis dalam hal Ghulul, Risywah, khianat, al maks, al ikhtilas dan al ihtihab hanya
terkena hukuman Takzir. Hukuman takzir memang bukan termasuk dalam katagori hukum
hudud. Namun hukuman takzir bukan berarti tidak boleh lebih keras dari hukum hudu,
bahkan sangat dimungkinkan hukum takzir bisa sampai ke hukuman tertinggi di dalam
hukuman hudud iaitu hukuman mati.
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah al Anshari berkata, Rasulullah SAW bersabda
tidak berlaku hukuman potong tangan bagi pelaku pencopetan, penjambretan dan
Pengkhianatan (HR. Al Baihaqi, Abu Dawud, al Tirmidzi dan Malik)
3) Mengembalikan Harta atau Hak Orang Lain
Selain sanksi takzir ada juga sanksi pengembalian harta atau hak orang lain pada kasus
Ghasab. Imam al Nawawi mengklasifikasikan sanksi pelaku ghasab ada tiga bagian,
Pertama, mengembalikan harta secara utuh kalau barang yang di ambil masih utuh dan
baik, Kedua, barang yang di ambil kadar, bentuk dan ukuran telah berkurang, maka pelaku
wajib mengembalikan harta tersebut dan juga mengembalikan kekurangan harta yang telah
17 Ibid
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 109
berubah bentuk dan masanya, Ketiga, barang rampasan hilang, maka pelaku wajib
mengganti barang tersebut sesuai dengan barang yang diambilnya.
4) Jarimah Hudud
Jarimah Hudud adalah hukum yang telah di tetapkan oleh Tuhan Allah SWT. Dalam arti
kata hukum jarimah hudud tidak dapat di tawar-tawar lagi. Adapun yang termaksud
katagori jarimah hudud adalah Sariqah (pencurian).
عزيزحكيم والل ارقةفاقطعواأيديهماجزاءبماكسبانكالمنالل ارقوالس والس
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS, Al Maidah, ayat : 38).18
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa korupsi tidak bisa di samakan dengan
Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain),
Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah (Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas
(pencopetan), al ihtihab (perampasan). Karena semuanya memiliki defenisi dan tingkah laku yang
berbeda. Tapi hukum yang diterapkan bisa saja di samakan dengan hukum yang lainnya, bahkan
hukuman potong tangan atau hukuman matipun dapat di lakukan kalau tindakannya sudah
memenuhi nasabnya19 dan efeknya sudah di rasakan sangat meresahkan masyarakat. Selain itu
hukuman yang di jatuhkan juga harus memiliki asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas
kemanfaatan. Jadi pelaku tindak pidana korupsi bisa saja di hukum potong tangan, selain
memenuhi asas hukum yang ada dan terdapat efek jera agar pelaku tidak megulangi dan yang
belum melakukan merasa takut melakukannya.
3. Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam20
Setelah kita memahami korupsi dalam perspektif hukum Islam dan kita juga sudah
memahami bagaimana hukum Islam memandang hukuman seperti apa yang tepat bagi pelaku
tindak pidana korupsi agar kasus korupsi bisa teratasi, maka untuk bagian ini kita akan mempelajari
bagaimana Islam merumuskan agar tindak pidana korupsi dapat di atasi dengan cara
pencegahannya karena pencegahan akan lebih baik dari pada pengobatan bagi yang sudah
terjangkit. Dala hal pencegahan kita bisa melihat dari berbagai aspek, adapun aspek-aspek sebagai
berikut;
a. Jalur Budaya
1) Menghilangkan budaya kultur yang sudah terjaga turun menurun. Budaya ini telah
melahirkan rasa sungkan bagi yang seseorang yang memiliki kedudukan lenih
tinggi, hal ini menyebabkan budaya korupsi tetap terjaga.
2) Menghilangkan budaya Hadiah yang diberikan kepada orang yang memilliki
wewenang dalam urusan publik bertujuan untuk mempelancar segala urusan yang
di inginkan.
3) Menghilangkan budaya instan dengan cara mengikis jalur yang seharusnya di lalui
namun jalur itu di lewati begitu saja dengan menghilangkan etos kerja.
4) Perlunya membangun budaya kritis dan akuntibilitas pada masyarakat, sehingga
tidak memberi ruang bagi pelau tindak pidana korupsi.
18 Ibid 19 Nasab terjadinya potong tangan harus memenuhi kadar sebesar ¼ dinar atau 3 dirham (1 Dinar
sama dengan 4,25 Gram Emas Murni), sebagaimana hadits Rasulullah SAW; Artinya: “Tangan pencuri dipotong jika curiannya senilai seperempat dinar”. (H.R. Bukhari, No. 6790).
20 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif Ulama
Muhammadiyah.
110. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
b. Jalur Pendidikan
1) Jalur Formal
a) Merumuskan dan membumikan mata pelajara civic education agar
menumbuhkan nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran terhadap idividu anak
didik.
b) Membuat korikulum yang tepat tentang bahayanya tindak pidana korupsi
yang sudah bisa di mulai sejak anak usia dini.
c) Mendorong para akademisi untuk terus melakukan berbagai penelitian dan
seminar tentang masalah tindak pidana korupsi.
d) Membersihkan lembaga-lembaga pendidikan dari praktek korupsi dan
pungutan-pungutan liar yang tidak tahu kemana rimbanya.
2) Jalur Non Formal
a) Meningkatkan Fungsi keluarga yang terkait masalah pendidikan tentang
bahayanya korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
b) Orang tua bertugas untuk menumbuhkan rasa bangga dengan usaha yang
dilakukan dengan cara melalui prosedur yang berlaku. Karena hasil tidak
pernah menghiyanati yang namanya proses. Dan Allah mengajarkan yang
namanya proses.
c) Agar para orang tua, tokoh masyarakat dan pimpinan dapat menjadi contoh
bukan hanya bisa mencontohkan.
d) Meningkatkan fungsi keluarga dalam membentuk karakter anak sesuai
dengan perintah Agama.
3) Jalur Agama
a) Mendorong para tokoh agama untuk mengeluarkan fatwa atau pendapat
tentang bahayanya korupsi dan berikan sanksi moral bagi pelaku tindak
pidana korupsi.
b) Mewujudkan masyarakat agar lebih menghayati ajaran agamanya dengan
baik dan benar.
c) Mengobtimalkan potensi institusi masjid dan mushola yang jumlahnya
jutaan unit di tanah air Indonesia dalam membina karakter umat.
4) Jalur Hukum
a) Mendorong para pejabat publik yang duduk di eksekutif dan Legeslatif dalam
merevisi undang-undang dalam hal hukuman pelaku tindak pidana korupsi
dengan cara membuat hukuman membawa efek jera, hukum yang jelas dan
bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
b) Penegak hukum harus mempublikasikan Identitas para koruptor yang terbukti
salah sebagai isu politik buruk dan memalukan.
c) Membatasi gerak gerik mantan napi korupsi terutama dalam hal kembali
menduduki tempat strategis di pelayanan publik.
5) Jalur Pemimpin
a) Memilih pemimpin yang seaqidah dan seiman.
b) Memilih pemimpin yang baik kepribadiannya.
c) Memilih pemimpin yang bertaqwa, bermoral dan memiliki intelektual yang
baik.
d) Memilih pemimpin yang berjiwa Negarawan dan Visioner.
e) Memilih pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat.
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 111
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan sebelumnya di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Islam memandang korupsi tidak bisa disamakan dengan Ghulul (Penggelapan), Riswah
(Penyuapan), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah
(Pencurian), Hirabah (Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al
ihtihab (perampasan). Karena dari kesemuanya memiliki ruang lingkupnya masing-masing
maka dari itu satu dengan yang lainnya tidak dapat disamakan. Walaupun kalau di lihat
dari prinsipnya memiliki kesamaan iaitu merugikan sepihak dan orang banyak.
2. Hukum Islam memandang bahwa tindak pidana korupsi tidak masuk ke ranah jarimah
hudud karena tidak di temukannya satu ayat Al Quran maupun Hadits yang membicarakan
masalah korupsi secara jelas dan gamblang. Maka dari itu kasus korupsi hanya masuk ke
ranah sanksi takjir, sanksi yang di tetapkan hukumannya oleh para penegak hukum. Namun
kasus korupsi bukanlah kasus yang ringan karena efek dari perbuatan korupsi sangat
merugikan orang banyak, maka dari itu sanksi takjir yang diberikan juga harus sanksi takjir
yang tinggi tingkatannya. Agar pelaku tindak pidana korupsi merasa jera melakukannya
dan yang belum melakukan akan takut melakukannya. Contoh hukum takjir potong tangan
atau hukuman mati bisa di terapkan bagi pelaku korupsi.
3. Pencegahan tindak pidana korupsi menurut Islam harus menyentuh seluruh jalur dan aspek
kehidupan masyarakat, agar hasil yang di inginkan tercapai secara maksimal karena kasus
korupsi seakan sudah menjadi budaya ditubuh kita masyarakat Indonesia apa lagi di
kalangan para pejabat. Maka dari itu jalur Budaya, Pendidikan, Agama, Hukum dan
Pemimpin harus menjadi satu kesatuan dalam mengatasi kasus korupsi dari sejak dini, agar
korupsi tersbut tidak menjadi darah danging di tubuh masyarakat Indonesia.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007.
A. Buku
[2] Ali, Daud Mohammad, Hukum Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009.
[3] Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
[4] Chawazi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Cetakan I, Jakarta:
Grafindo Persada, 2005.
[5] Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan
Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
[6] Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Siar Grafika, 2005.
[7] Irfan, Nurul, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2012.
[8] Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif
Ulama Muhammadiyah, (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradapan, 2006).
[9] Syarifuddin, Amir, Usul Fiqih, Cetakan ke-2, Jakarta: Logos, 2000.
112. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530
[10] Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam. Cetakan I. Jakarta: Gema
Insani Press, 2003.
B. Internet, (Sekripsi, Tesis, Makalah, Jurnal).
[11] https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diunduh pada tanggal 06 Janurai 2019.
C. Undang-Undang
[12] UUD 1945 Republik Indonesia
[13] UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi