12
Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 101 PENCEGAHAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Muhammad Ihsan Fakultas Hukum Universitas Potensi Utama Email: [email protected] ABSTRAK Korupsi bukanlah hal yang baru di negeri Indonesia karena kasus korupsi seakan sudah menjadi budaya bagi bangsa Indonesia apa lagi para pejabat baik tingkat tinggi maupun tingkat yang rendah. Sudah berbagai cara dan usaha yang di lakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia namun usaha itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Ini terbukti dengan semakin banyaknya kasus-kasus korupsi yang terungkap. Bahkan pelaku sudah tidak malu lagi melakukan tindakan kejahatan korupsi. Ini semua terlihat dari kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir ini di lakukan secara berjamaah, contohnya saja di propinsi kita Sumatera Utara, para angggota legeslatif berbodong-bondong masuk ke dalam jeruji besi. Indonesia adalah negeri yang berasaskan Ketuhanan, negeri yang beragama. Mayoritas agama dari penduduk Indonesia adalah agama Islam, secara otomatis pelaksana negara baik itu anggota Esekutif, Legeslatif dan Yudikatif beragama Islam. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia beragama Islam. Ajaran agama Islam adalah ajaran yang sempurna, ajaran agama yang universal mengatur segala aspek kehidupan manusia dari terbuka mata sampai menutup mata. Ajaran agama Islam meliputi tiga aspek bagian yaitu akidah, akhlak dan syariat. Dimana ajaran agama Islam memuat aturan-aturan dan sanksi bagi pelaku yang melanggarnya. Berangkat dari permasalahan di atas penulis merasa hukuman yang di terapkan saat ini di negeri Indonesia belum membawa efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi karena pelaku masih merasa nyaman selama menjalakan hukuman, selain itu hukuman yang tertera di dalam peraturan undang-undang belum di jalakan sesuai dengan isi undang-undang itu sendiri. Selain hal di atas penulis juga merasa tertarik mengkaji tentang pandangan Agama Islam terhadap tindak pidana korupsi karena seperti yang kita ketahui agama Islam sebagai agama mayoritas yang di yakini oleh masyarakat Indonesia. Dan penulis meyakini hukum Islam memiliki solusi bagi pelaku tindak pidana korupsi, agar membawa efek jera bagi pelakunya. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut Pertama, Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam. Kedua Bagaimana Hukuman Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam. Ketiga Bagaimana Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam. untuk mendapat jawaban dari rumusan masalah di atas maka dalam penelitian tesis ini mengunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, iaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan variabel satu dengan variabel lainnya, metode pendekatan yang dilakukan adalah metode kualitatif. Hasil yang di dapat dari penelitian jural ini guna menjawab pertanyaan dari rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, walaupun secara defenisi arti korupsi tidak sama dengan mencuri namun sifat dan efeknya sama dirasakan antara mencuri dan korupsi. Kedua, Hukuman pelaku tindak pidana korupsi memang tidak bisa disamakan dengan pencurian yang sudah ditetapkan hukumnya namun melihat sifat dan efek korupsi sama dengan mencuri maka hukuman potongan tangan bisa dilakukan. Ketiga, pencegahan korupsi harus meliputi segala aspek kehidupan, baik dari produk hukumnya, pendidikan, sosial maupun agama. Kata Kunci : Pencegahan, Korupsi dan Hukum Islam ABSTRACT Corruption is nothing new in Indonesia because corruption cases have become a culture for both high and low level officials. There have been various ways and efforts that have been made to eradicate corruption in Indonesia but have not produced maximum results. This is evidenced by the increasing number of corruption cases revealed. Even the perpetrators of corruption are no longer ashamed of committing these acts of crime, as seen from corruption cases that are carried out in congregation, for example in our province of North Sumatra, legislative members burst into bars.

ABSTRAK - Potensi Utama

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 101

PENCEGAHAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Muhammad Ihsan

Fakultas Hukum Universitas Potensi Utama

Email: [email protected]

ABSTRAK

Korupsi bukanlah hal yang baru di negeri Indonesia karena kasus korupsi seakan sudah menjadi

budaya bagi bangsa Indonesia apa lagi para pejabat baik tingkat tinggi maupun tingkat yang

rendah. Sudah berbagai cara dan usaha yang di lakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi

di Indonesia namun usaha itu belum membuahkan hasil yang maksimal. Ini terbukti dengan

semakin banyaknya kasus-kasus korupsi yang terungkap. Bahkan pelaku sudah tidak malu lagi

melakukan tindakan kejahatan korupsi. Ini semua terlihat dari kasus-kasus korupsi yang akhir-akhir

ini di lakukan secara berjamaah, contohnya saja di propinsi kita Sumatera Utara, para angggota

legeslatif berbodong-bondong masuk ke dalam jeruji besi. Indonesia adalah negeri yang berasaskan

Ketuhanan, negeri yang beragama. Mayoritas agama dari penduduk Indonesia adalah agama Islam,

secara otomatis pelaksana negara baik itu anggota Esekutif, Legeslatif dan Yudikatif beragama

Islam. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia

beragama Islam. Ajaran agama Islam adalah ajaran yang sempurna, ajaran agama yang universal

mengatur segala aspek kehidupan manusia dari terbuka mata sampai menutup mata. Ajaran agama

Islam meliputi tiga aspek bagian yaitu akidah, akhlak dan syariat. Dimana ajaran agama Islam

memuat aturan-aturan dan sanksi bagi pelaku yang melanggarnya. Berangkat dari permasalahan di

atas penulis merasa hukuman yang di terapkan saat ini di negeri Indonesia belum membawa efek

jera bagi pelaku tindak pidana korupsi karena pelaku masih merasa nyaman selama menjalakan

hukuman, selain itu hukuman yang tertera di dalam peraturan undang-undang belum di jalakan

sesuai dengan isi undang-undang itu sendiri. Selain hal di atas penulis juga merasa tertarik

mengkaji tentang pandangan Agama Islam terhadap tindak pidana korupsi karena seperti yang kita

ketahui agama Islam sebagai agama mayoritas yang di yakini oleh masyarakat Indonesia. Dan

penulis meyakini hukum Islam memiliki solusi bagi pelaku tindak pidana korupsi, agar membawa

efek jera bagi pelakunya. Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut Pertama,

Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam. Kedua Bagaimana Hukuman Pelaku Tindak

Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam. Ketiga Bagaimana Pencegahan Pelaku Tindak Pidana

Kosupsi dalam Hukum Islam. untuk mendapat jawaban dari rumusan masalah di atas maka dalam

penelitian tesis ini mengunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif, iaitu jenis penelitian

yang hanya menjelaskan variabel satu dengan variabel lainnya, metode pendekatan yang dilakukan

adalah metode kualitatif. Hasil yang di dapat dari penelitian jural ini guna menjawab pertanyaan

dari rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, walaupun secara defenisi arti korupsi tidak sama

dengan mencuri namun sifat dan efeknya sama dirasakan antara mencuri dan korupsi. Kedua,

Hukuman pelaku tindak pidana korupsi memang tidak bisa disamakan dengan pencurian yang

sudah ditetapkan hukumnya namun melihat sifat dan efek korupsi sama dengan mencuri maka

hukuman potongan tangan bisa dilakukan. Ketiga, pencegahan korupsi harus meliputi segala aspek

kehidupan, baik dari produk hukumnya, pendidikan, sosial maupun agama.

Kata Kunci : Pencegahan, Korupsi dan Hukum Islam

ABSTRACT

Corruption is nothing new in Indonesia because corruption cases have become a culture for both

high and low level officials. There have been various ways and efforts that have been made to

eradicate corruption in Indonesia but have not produced maximum results. This is evidenced by the

increasing number of corruption cases revealed. Even the perpetrators of corruption are no longer

ashamed of committing these acts of crime, as seen from corruption cases that are carried out in

congregation, for example in our province of North Sumatra, legislative members burst into bars.

102. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

Indonesia is a country based on Godhead, a religious country. The majority of the religion of the

population of Indonesia is Islam, automatically state executives, both executive, legislative and

judicial members are Muslims. Therefore it can be concluded that the perpetrators of corruption in

Indonesia are Muslim. Islamic teachings are perfect teachings, religious teachings that universally

regulate all aspects of human life from open eyes to closing eyes. The teachings of Islam include

three parts: iqah, akhlak and shari'a. Where the teachings of Islam contain rules and sanctions for

those who violate them. Departing from the problems above, the author feels that the punishment

currently applied in the country of Indonesia has not brought a deterrent effect to the perpetrators of

criminal acts of Corruption because the perpetrators still feel comfortable during the execution of

sentences. the contents of the law itself. In addition to the above, the author also feels interested in

studying the views of Islam on corruption because because we know that Islam is the majority

religion believed by the people of Indonesia. And the author believes that Islamic law has a

solution for perpetrators of corruption, in order to bring a deterrent effect to the perpetrators. The

formulation of the problem in this paper is as follows: First, How Corruption in the Perspective of

Islamic Law. Second, How is the Penalty of Actors of Corruption in Islamic Law Third, How to

Prevent Corruption Actors in Islamic Law. to get answers from the above problem formulation, in

this thesis research using descriptive research methods, namely the type of research that only

describes one variable with other variables, the method of approach taken is a qualitative method.

The results obtained from this jural study are to answer the questions from the problem formulation

as follows. First, even though the definition of corruption is not the same as stealing, the same

nature and effect are felt between stealing and corruption. Second, the punishment of perpetrators

of corruption is indeed not equated with theft that has remained legal, but seeing the nature and

effect of corruption is the same as stealing, then the punishment of hand cuts can be done. Third,

prevention of corruption must cover all aspects of life, both from legal, educational, social and

religious products.

Keywords: Prevention, Corruption and Islamic Law

I. PENDAHULUAN

Negeri Indonesia adalah negeri yang luas, negeri yang teridri dari pulau-pulau dengan

jumlah penduduk yang besar juga beragam. Berbagai masalah siling berganti seakan tidak ada

penyelesaiannya, salah satu permasalahan yang tidak ada hentinya di negeri Indonesia adalah

tindak pidana korupsi dimana tindakan pidana korupsi terus berkembang bagaikan jamur di musim

hujan. Berdasarkan fakta di lapangan banyak pimpinan daerah dan anggota legeslatif, esekutif dan

yudikatif terjarat tindak pidana korupsi, berbagai cara dan usaha telah di lakukan untuk

memberantas tindak pidana korupsi di negeri Indonesia namun usaha itu nampaknya belum

membuahkan hasil yang di inginkan.

Tindak pidana korupsi seakan sangat sulit diberantas di negeri Indonesia, karena hukuman

yang diberikan oleh pemerintah tidak menyebabkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Hukuman yang lemah bukan mengatasi masalah namun membuat masalah yang baru. Maka dari itu

pemerintah Indonesia harus mencari solusi hukuman yang tepat bagi pelaku tidak pindana korupsi.

Agar kasus korupsi di negeri Indonesia bisa teratasi dengan baik dan tepat, namun dalam menggali

hukuman yang tepat tersebut tidak boleh melepaskan lima asas yang terdapat pada pancasila dan

koridur agama karena negeri Indonesia adalah negeri yang berdiri berasaskan ketuhanan.

Indonesia adalah negeri yang berasaskan Ketuhanan, negeri yang beragama. Mayoritas

agama dari penduduk Indonesia adalah agama Islam, secara otomatis pelaksana negara baik itu

anggota Esekutif, Legeslatif dan Yudikatif beragama Islam. Oleh karena itu dapat di simpulkan

bahwa pelaku tindak pidana kuropsi di Indonesia beragama Islam. Ajaran agama Islam adalah

ajaran yang sempurna, ajaran agama yang universal mengatur segala aspek kehidupan manusia dari

terbuka mata sampai menutup mata. Ajaran agama Islam meliputi tiga aspek bagian yaitu akidah,

akhlak dan syariat. Dimana ajaran agama Islam memuat aturan-aturan dan sanksi bagi pelaku yang

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 103

melanggarnya. Karena agama Islam adalah agama yang menyebarkan rahmat dan kasih sayang

bagi seluruh alam semesta.1

لمين ك إلا رحمة للع وما أرسلن

Artinya: Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainakn untuk (menjadi)

rahmat bagi semesta alam. (QS. Al- Anbiya (21): 107).2

Tiga aspek yang begitu sempurna jikalau semua umat Islam melaksanakannya maka akan

terwujud masyarakat madani dan membawa rahmad bagi semesta alam, namun di sayangkan tidak

semua umat Islam dapat mengamalkan tiga aspek tersebut. Karena ajaran agama Islam belum

menjadi kebiasaan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya masih banyak umat Islam

yang jauh dari ajarannya, berbuat seenaknya tanpa mempertimbangkan ajaran dan prdoman

agamanya. Contohnya adala tindak pidana korupsi yang terus meraja lela dari tingkat pusat sampai

ke tingkat bawahan.

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata atau bahasa kerjanya adalah

corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.3 Sementara

pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang atau individu yang dikatakan melawan hukum,

melakukan tindakan yang memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi (Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik

merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum), menyalahgunakan kekuasaan maupun

kesempatan atau sarana dan prasarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.4

Pelaku korupsi adalah pelaku melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah). bahkan dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.5

Setelah memahami korupsi dalam perspektif hukum Publik maka kita bisa memnadingkan

dengan hukum Islam, namun sebelum kita lebih dalam mengkaji hukum Islam dalam hal

pencegahan korupsi maka kita harus paham terlebih dahulu apa itu hukum Islam. Adapun hukum

Islam adalah hukum yang bersumber dari Al Quran dan Hadits selain itu hukum Islam menjadi

bagian agama Islam itu sendiri. Hukum Islam memiliki ciri-ciri utama hukum Islam, memiliki

hubungan yang sangat kuat antara iman (keyakinan), akidah maupun akhlak, hukum Islam juga

memiliki dua istilah yang selalu melekat iaitu syariat dan Fiqih, hukum Islam memiliki ruang

lingkup iaitu ibadah dan muamalah.6

Hukum Islam memandang korupsi sebagai Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan),

Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah

(Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al ihtihab (perampasan).

Sementara hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam pandangan hukum Islam masih

penuh perdebatan antara pakar ilmu hukum Islam, namun kita dapat mengelompokan hukuman

bagi tindak pidana korupsi sebagai berikut. Pertama Sanksi Moral, contoh kalau pelaku tindak

pidana korupsi meninggal dunia maka jenazanya tidak dapat di sholatkan, Kedua Jarimah Hudud

(Hukum yag sudah titetapkan oleh Allah), Contoh pelaku pencuri di potong tangannya, Ketiga

Mengembalikan barang yang telah di ambil, Keempat Sanksi Takzir (Hukuman berada di tangan

yang berwenang seperti Hakim), contohnya pelaku penyuapan dan khiyanat.

1 Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 1 2 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007. 3 https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diunduh pada tanggal 06 Janurai 2019 Pukul 14:00 4 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5 Ibid 6 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), h. 32 dan 38.

104. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

Berangkat dari permasalah di atas dimana korupsi bagaikan benang kusut yang belum

dapat di uraikan dan bagaikan masalah yang belum ada ujungnya, berbagai cara sudah di lakukan

namun hasil belum bisa terlihat. Islam sebagai agama mayoritas memiliki tugas yang besar dalam

hal mengatasi korupsi di negeri Indonesia. Penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam

permasalahan tindak pidana korupsi. Penulis akan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah yang

berjudul: “Pencegahan Korupsi Dalam Perspeltif Hukum Islam”

1.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka penulis

akan merumuskan beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

1. Bagaimana Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam ?

2. Bagaimana Hukuman Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam ?

3. Bagaimana Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui Hukuman Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui Cara Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum

Islam.

II. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan

(mendeskripsikan) variabel satu dengan variabel lainya.7 Metode pendekatan yang dilakukan

adalah metode kualitatif.

2. Pendekatan Penelitian.

Metode penelitian menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dalam upaya

menganalis data dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dan ayat-ayat Al quran beserta Hadits di bidang korupsi dalam sudut pandang

agama Islam sebagai dasar pemecahan dan penyelesai permasalahan yang dikemukakan dalam

penelitian ini. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ke pustakaan. Sedangkan analisis data

yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dengan menguraikan data secara bermutu dalam

kalimat yang teratu, runtun, logis, tidak tumpang tidih, dan efektif, sehingga memudahkan

interpretasi data dan analisis.

7 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: 2005), h. 143.

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 105

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam

Hukum Islam memandang korupsi sebagai Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan),

Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah

(Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al ihtihab (perampasan).

a. Ghulul (Penggelapan)

Arti ghulul secara etimologi berkhianat terhadap harta rampasan perang semetara ghulul

secara termonologi adalah mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam harta pribadinya

dalam arti kata mengkhianati amanah yang telah di berikan pada dirinya. arti ghulu secara

etimologi dan termonologi dapat di lihat pada QS. Ali Imran ayat 161.

مة ثما ا كسبت وهم ل يظلمون وما كان لنبى أن يغلا ومن يغلل يأت بما غلا يوم ٱلقي توفاى كل نفس ما

Artinya: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.

Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan

datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan

tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS.

Ali Imran ayat 161).8

Ayat Alquran di atas sangat tegas menyatakan bahwa ghulul adalah sebuah pengkhianatan

terhadap amanah yang di berikan orang pada dirinya. Ghulul terjadi karena ada niat memperkaya

diri sendiri, ghulul terjadi karena ada penyalahan wewenang, ghulul merugikan orang banyak

karena tercecernya hak orang lain dan hak negara.9

b. Risywah (Penyuapan)

Risywah adalah pemberian sesuatu dari seseorang kepada hakim (penagak hukum) atau

lainya biar urusan berjalan lancar atau sesuai dengan keinginan dan segera mendapat kepastian

hukum, hal ini di kenal sebagai Isti’jal Fi al-qadhiyah yakni cara untuk mempercepat segala urusan

di mata hukum maupun urusan lain tanpa melalui prosedur yang berlaku atau bisa di sebut melalui

jalan tanpa hambatan. Riswah tidak sama dengan korupsi namun riswa merupakan perwujutan dari

korupsi di lihat dari dampaknya. Rasullah melaknat suap dan yang menerima suap, sebagaimana

hadits Rasullullah dibawah ini.

بن عمرو قال لعن رسول الله اشى -ه وسلمصلى الل علي- عن عبد الله .المرتشى و الره

Artinya: Dan diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu, ia berkata:

“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima

suap”. (HR. Abu Daud II/324 no.3580, At-Tirmidzi III/623 no.1337, Ibnu Majah, 2313 dan Hakim,

4/102-103; dan Ahmad II/164 no.6532, II/190 no.6778).

c. Ghasab (Mengambil Paksa Hak Orang Lain)

Ghasab menurut Muhammad al Khatib al Syarbini adalah mengambil sesuatu secara zalim

dan sebelum mengambilnya secara zalim ia melakukan secara terang-terangan baik yang di ambil

itu harta maupun lainnya.10 Tidak sama dengan perampokan karena tidak terjadinya tindakan

pembunuhan dan ghasab juga tidak sama dengan pencurian sebab pencurian di lakukan secara

sembunyi-sembunyi sementara ghasab dengan cara terang-terangan.

8 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007 9 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif Ulama

Muhammadiyah, (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradapan, 2006), h. 59 10 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 105

106. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

ام لت طل وتدلوا بها إلى ٱلحكا لكم بينكم بٱلب اس بٱلثم وأنتم تعلم ول تأكلوا أمو ل ٱلنا ن أمو ون أكلوا فريقا م

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,

supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan

berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS: Al Baqarah, ayat: 188).11

d. Khianat

Khianat adalah sikap tidak sesuai dengan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya,

selain itu mengambil sesuatu secara diam-diam dan memperlihatkan tingkah laku yang baik pada

pemiliknya. Selain itu khianat juga bisa dengan cara pembatalan secara sepihak terhadap perjanjian

yang sudah di sepakati.

سولوتخونواأماناتكموأنتمتعلمون والر ياأيهاالذينآمنوالتخونوااللArtinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-

(Nya) dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada

kalian, sedangkan kalian mengetahui. (QS: Al Anfal, ayat: 27).12

e. Sariqah (Pencurian)

Memindahkan hak pemilikan harta dengan cara melawan hukum yang biasanya di lakukan

secara sembunyi-sembunyi dan dan juga dengan cara tipu daya. Barang yang di curi biasanya

disimpan di tempat penyimpanan yang biasa digunakan untuk menyimpan harta. Sariqah

merupakan tindakan yang hukumannya sudah di tetapkan oleh Allah SWT, hukuman itu terdapat

pada (QS, Al Maidah, ayat: 38)

f. Hirabah (Perampokan)

Hirabah hampir sama dengan Ghasab namun perbedaan dari keduanya adalah Hirabah

mengambil hak orang lain dengan cara kekerasan terkadang sampai terjadi pembunuhan sementara

Ghasab mengambil hak orang lain namun tidak sampai terjadi korban jiwa.

g. Al Maks (Pungutan Liar), Al ikhtilas (Pencopetan), dan Al Ihtihab (Perampasan)

Al maks adalah aturan yang telah di tentukan atau di sepakati oleh para penguasa yang

memiliki sifat zalim, berkaitan dengan materi (harta). Aturan ini di wujudkan dengan undang-

undang yang sengaja di buat dan diada-adakan. Selain itu pengutan iar biasanya melibatkan banyak

lapisan para penguasa.

Al ikhtilas adalah tindakan seseorang mengambil harta dengan cara merampas dan ada

unsur kekerasan, atau sebuah cara seseorang untuk memiliki harta orang lain dengan cara merebut,

memaksa dengan cara kilat (cepat), di laksanakan dengan terang-terangan dengan cara

memperdaya korban dalam arti kata membuat si korban terlena dan kalau korban tidak

berkehendak maka pelaku akan melakukannya dengan cara kekerasan. Al Ihtihab adalah

mengambil hak orang lain dengan cara terang-terangan namun pelaku tidak harus membuat si

korban terlena.

Dilihat dari defenisi-defenisi di atas maka tidak di temukan secara jelas dan sepesipik

hukuman yang tepat buat pelaku tindak pidana korupsi di dalam hukum Islam. Namun dilihat dari

asas tindak pidana bahwa korupsi dan pencurian memiliki kesamaan, iaitu kesamaan dalam hal

kerugian sepihak, kalaupun ada perbedaan antara keduanya hanya dari jenis dan defenisi bukan

secara prinsip.13 Tapi biar lebih jelasnya maka kita bisa melihat sumber-sumber hukum Islam (Al

Qur;an dan Hadits) yang membicarakan hukuman dari setiap defenisi di atas.

11 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007 12 Ibid 13 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, cetakan ke 3 tahun 2012), h. 72

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 107

2. Hukuman Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Hukum Islam

Sebelum kita mengkaji hukuman yang tepat bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam

hukum Islam, mari kita pahami terlebih dahulu beberapa asas-asas yang harus di miliki oleh

peraturan hukum, agar kita paham dan bisa menerima hukuman apa yang tepat yang bisa kita

jatuhkan pada pelaku tindak pidana korupsi. Paling tidak ada tiga asas umum hukum yang bisa

menjadi pegangan kita dalam hal hukum Islam iaitu asas keadilan, asas kepastian hukum, asas

kemanfaatan.14

a. Asas Keadilan

Asas keadilan adalah asas umum yang harus ada dan sangat di perlukan pada setiap

asas dalam bidang hukum Islam. Di dalam Al Quran kata adil kurang lebih di ulang

sebanyak 1,000 Kali, salah satu ayat yang membicara tentang berlaku adil sebagai

berikut;

ك خليفة فى ٱلرض فٱحكم بين ٱلنهاس بٱلحق ول تتهبع ٱلهوى فيضله داوۥد إنها جعلن لهم ي إنه ٱلهذين يضلون عن سبيل ٱلله ك عن سبيل ٱلله

بما نسوا يوم ٱلحساب عذاب شد يد

Artinya : Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di

muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan

janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan

Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab

yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS, Shadd, ayat: 26).15

b. Asas kepastian Hukum

Asas kepastian hukum adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan

yang dapat dikenakan hukuman kecuali atas kekuatan peraturan hukum yang telah di

tentukan atas perbuatan pelaku tersebut.

ن ٱهتدى فإنهما يهتدى لنفسهۦ ومن ضله فإنهما يضل عليها و ى نبعث رسول ل تزر وازرة وزر أخرى وما كنها معذبين حته مه

Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka

sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa

yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan

seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan

mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.(QS, Al Israa’, ayat: 17).16

c. Asas Kemanfaatan

Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum.

Misalnya suatu peraturan hukum yang mau di laksanakan harus mempertimbangkan

asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan. Contoh dalam menerapkan

ancaman hukuman potong tangan kepada seseorang yang telah melakukan korupsi

misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatan di jatuhkannya hukuman tersebut

kepada terdakwa sendiri maupun masyarakat. Kalau hukuman potong tangan yang

akan di jatuhkan lebih bermanfaat kepada kepentingan masyarakat. Maka hukuman

potong tangan itu yang di jatuhkan pada terdakwa.

ها ٱلاذين ءامنوا كتب عليكم ٱلقصاص فى ٱلقتلى ٱلحر بٱلحر وٱلعبد بٱلعبد و أي باع ي ٱلنثى بٱلنثى فمن عفى لهۥ من أخيه شىء فٱت ن ذ لك فلهۥ عذاب أليم بٱلمعروف وأداء إليه بإحس

كم ورحمة فمن ٱعتدى بعد ذ ب ن را لك تخفيف م

14 Ibid, h. 4 15 Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007

16 Ibid

108. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba

dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu

pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang

baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf

dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan

kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka

baginya siksa yang sangat pedih.(QS, Al Baqarah, ayat: 178).17

Setelah kita paham asas-asas hukum yang harus di miliki dalam suatu peraturan yang akan

di terapkan bagi pelanggar hukum, maka kita bisa menjadikan asas tersebut dalam pegangan

menentukan hukuman. Dalam agama Islam ada beberapa hukuman yang dapat di jatuhkan pada

pelaku tindak pidana korupsi adapun hukuman tersebut berdarakan Al Quran dan Hadits, dan

macam-macam hukum tersebut sebagai berikut;

1) Sanksi Moral

Sanksi moral dalam hal ini adalah sanksi yang di jatuhkan bagi pelanggar hukum ghulul,

sanksi ini merupa tidak di sholatkannya jenazah pelaku ghulul, Al Maks atau akan

dipermalukan di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Hal ini berdasarkan pada riwat

hadis Rasullullah SAW.

Artinya: Dari Malik telah meyampaikan kepadaku, dari Tsaur bin zaid al Dili, dari

Abi Al Gais bekas budak Ibnu Muthi dari Abu Hurairah bahwa ia berkata; kami keluar

bersama Rasulullah SAW pada waktu penaklukan Khaiba. Kami tidak memperoleh

rampasan perang berupa emas dan perak, yang kami peroleh adalah benda tak bergerak,

pakaian dan barang-barang. Ketika itu, seorang budak bernama Mid’am. Rasulullah

berangkat menuju Wadi al Qura. Ketika beliau sampai di wadi al qura, Mid’am, sedang

menurunkan barang-barang bawaan Rasulullah SAW tiba-tiba panah misterius (mengenai

Mid’am) sehingga menyebabkan ia meninggal. Maka orang-orang yang melihat

mengatakan “semoga ia surga” maka Rasulullah SAW bersabda: Tidak, demi Tuhan yang

diriku berada di tangannya. Sesungguhnya mantel yang diambilnya pada waktu

penaklukan Khaibar dari rampasan perang yang belum dibagikan akan menyulut api

neraka yang akan membakarnya. (HR. Abu Dawud).

2) Sanksi Takzir

Sanksi takzir adalah hukuman yang ditetapkan dan dibuat oleh pihak berwajib iaitu para

penegak hukum (hakim), hal ini karena tidak ada ketentuan yang tegas di dalam Al qur’an

dan hadis dalam hal Ghulul, Risywah, khianat, al maks, al ikhtilas dan al ihtihab hanya

terkena hukuman Takzir. Hukuman takzir memang bukan termasuk dalam katagori hukum

hudud. Namun hukuman takzir bukan berarti tidak boleh lebih keras dari hukum hudu,

bahkan sangat dimungkinkan hukum takzir bisa sampai ke hukuman tertinggi di dalam

hukuman hudud iaitu hukuman mati.

Artinya: Dari Jabir bin Abdullah al Anshari berkata, Rasulullah SAW bersabda

tidak berlaku hukuman potong tangan bagi pelaku pencopetan, penjambretan dan

Pengkhianatan (HR. Al Baihaqi, Abu Dawud, al Tirmidzi dan Malik)

3) Mengembalikan Harta atau Hak Orang Lain

Selain sanksi takzir ada juga sanksi pengembalian harta atau hak orang lain pada kasus

Ghasab. Imam al Nawawi mengklasifikasikan sanksi pelaku ghasab ada tiga bagian,

Pertama, mengembalikan harta secara utuh kalau barang yang di ambil masih utuh dan

baik, Kedua, barang yang di ambil kadar, bentuk dan ukuran telah berkurang, maka pelaku

wajib mengembalikan harta tersebut dan juga mengembalikan kekurangan harta yang telah

17 Ibid

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 109

berubah bentuk dan masanya, Ketiga, barang rampasan hilang, maka pelaku wajib

mengganti barang tersebut sesuai dengan barang yang diambilnya.

4) Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah hukum yang telah di tetapkan oleh Tuhan Allah SWT. Dalam arti

kata hukum jarimah hudud tidak dapat di tawar-tawar lagi. Adapun yang termaksud

katagori jarimah hudud adalah Sariqah (pencurian).

عزيزحكيم والل ارقةفاقطعواأيديهماجزاءبماكسبانكالمنالل ارقوالس والس

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari

Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS, Al Maidah, ayat : 38).18

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa korupsi tidak bisa di samakan dengan

Ghulul (Penggelapan), Riswah (Penyuapan), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain),

Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah (Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas

(pencopetan), al ihtihab (perampasan). Karena semuanya memiliki defenisi dan tingkah laku yang

berbeda. Tapi hukum yang diterapkan bisa saja di samakan dengan hukum yang lainnya, bahkan

hukuman potong tangan atau hukuman matipun dapat di lakukan kalau tindakannya sudah

memenuhi nasabnya19 dan efeknya sudah di rasakan sangat meresahkan masyarakat. Selain itu

hukuman yang di jatuhkan juga harus memiliki asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas

kemanfaatan. Jadi pelaku tindak pidana korupsi bisa saja di hukum potong tangan, selain

memenuhi asas hukum yang ada dan terdapat efek jera agar pelaku tidak megulangi dan yang

belum melakukan merasa takut melakukannya.

3. Pencegahan Pelaku Tindak Pidana Kosupsi dalam Hukum Islam20

Setelah kita memahami korupsi dalam perspektif hukum Islam dan kita juga sudah

memahami bagaimana hukum Islam memandang hukuman seperti apa yang tepat bagi pelaku

tindak pidana korupsi agar kasus korupsi bisa teratasi, maka untuk bagian ini kita akan mempelajari

bagaimana Islam merumuskan agar tindak pidana korupsi dapat di atasi dengan cara

pencegahannya karena pencegahan akan lebih baik dari pada pengobatan bagi yang sudah

terjangkit. Dala hal pencegahan kita bisa melihat dari berbagai aspek, adapun aspek-aspek sebagai

berikut;

a. Jalur Budaya

1) Menghilangkan budaya kultur yang sudah terjaga turun menurun. Budaya ini telah

melahirkan rasa sungkan bagi yang seseorang yang memiliki kedudukan lenih

tinggi, hal ini menyebabkan budaya korupsi tetap terjaga.

2) Menghilangkan budaya Hadiah yang diberikan kepada orang yang memilliki

wewenang dalam urusan publik bertujuan untuk mempelancar segala urusan yang

di inginkan.

3) Menghilangkan budaya instan dengan cara mengikis jalur yang seharusnya di lalui

namun jalur itu di lewati begitu saja dengan menghilangkan etos kerja.

4) Perlunya membangun budaya kritis dan akuntibilitas pada masyarakat, sehingga

tidak memberi ruang bagi pelau tindak pidana korupsi.

18 Ibid 19 Nasab terjadinya potong tangan harus memenuhi kadar sebesar ¼ dinar atau 3 dirham (1 Dinar

sama dengan 4,25 Gram Emas Murni), sebagaimana hadits Rasulullah SAW; Artinya: “Tangan pencuri dipotong jika curiannya senilai seperempat dinar”. (H.R. Bukhari, No. 6790).

20 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif Ulama

Muhammadiyah.

110. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

b. Jalur Pendidikan

1) Jalur Formal

a) Merumuskan dan membumikan mata pelajara civic education agar

menumbuhkan nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran terhadap idividu anak

didik.

b) Membuat korikulum yang tepat tentang bahayanya tindak pidana korupsi

yang sudah bisa di mulai sejak anak usia dini.

c) Mendorong para akademisi untuk terus melakukan berbagai penelitian dan

seminar tentang masalah tindak pidana korupsi.

d) Membersihkan lembaga-lembaga pendidikan dari praktek korupsi dan

pungutan-pungutan liar yang tidak tahu kemana rimbanya.

2) Jalur Non Formal

a) Meningkatkan Fungsi keluarga yang terkait masalah pendidikan tentang

bahayanya korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

b) Orang tua bertugas untuk menumbuhkan rasa bangga dengan usaha yang

dilakukan dengan cara melalui prosedur yang berlaku. Karena hasil tidak

pernah menghiyanati yang namanya proses. Dan Allah mengajarkan yang

namanya proses.

c) Agar para orang tua, tokoh masyarakat dan pimpinan dapat menjadi contoh

bukan hanya bisa mencontohkan.

d) Meningkatkan fungsi keluarga dalam membentuk karakter anak sesuai

dengan perintah Agama.

3) Jalur Agama

a) Mendorong para tokoh agama untuk mengeluarkan fatwa atau pendapat

tentang bahayanya korupsi dan berikan sanksi moral bagi pelaku tindak

pidana korupsi.

b) Mewujudkan masyarakat agar lebih menghayati ajaran agamanya dengan

baik dan benar.

c) Mengobtimalkan potensi institusi masjid dan mushola yang jumlahnya

jutaan unit di tanah air Indonesia dalam membina karakter umat.

4) Jalur Hukum

a) Mendorong para pejabat publik yang duduk di eksekutif dan Legeslatif dalam

merevisi undang-undang dalam hal hukuman pelaku tindak pidana korupsi

dengan cara membuat hukuman membawa efek jera, hukum yang jelas dan

bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

b) Penegak hukum harus mempublikasikan Identitas para koruptor yang terbukti

salah sebagai isu politik buruk dan memalukan.

c) Membatasi gerak gerik mantan napi korupsi terutama dalam hal kembali

menduduki tempat strategis di pelayanan publik.

5) Jalur Pemimpin

a) Memilih pemimpin yang seaqidah dan seiman.

b) Memilih pemimpin yang baik kepribadiannya.

c) Memilih pemimpin yang bertaqwa, bermoral dan memiliki intelektual yang

baik.

d) Memilih pemimpin yang berjiwa Negarawan dan Visioner.

e) Memilih pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat.

Muhammad Ihsan, Pencegahan Korupsi Dalam Perspektif... 111

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan sebelumnya di atas, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1. Islam memandang korupsi tidak bisa disamakan dengan Ghulul (Penggelapan), Riswah

(Penyuapan), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang lain), Khianat, Sariqah

(Pencurian), Hirabah (Perampokan), al maks (pungutan liar), Al ikhtilas (pencopetan), al

ihtihab (perampasan). Karena dari kesemuanya memiliki ruang lingkupnya masing-masing

maka dari itu satu dengan yang lainnya tidak dapat disamakan. Walaupun kalau di lihat

dari prinsipnya memiliki kesamaan iaitu merugikan sepihak dan orang banyak.

2. Hukum Islam memandang bahwa tindak pidana korupsi tidak masuk ke ranah jarimah

hudud karena tidak di temukannya satu ayat Al Quran maupun Hadits yang membicarakan

masalah korupsi secara jelas dan gamblang. Maka dari itu kasus korupsi hanya masuk ke

ranah sanksi takjir, sanksi yang di tetapkan hukumannya oleh para penegak hukum. Namun

kasus korupsi bukanlah kasus yang ringan karena efek dari perbuatan korupsi sangat

merugikan orang banyak, maka dari itu sanksi takjir yang diberikan juga harus sanksi takjir

yang tinggi tingkatannya. Agar pelaku tindak pidana korupsi merasa jera melakukannya

dan yang belum melakukan akan takut melakukannya. Contoh hukum takjir potong tangan

atau hukuman mati bisa di terapkan bagi pelaku korupsi.

3. Pencegahan tindak pidana korupsi menurut Islam harus menyentuh seluruh jalur dan aspek

kehidupan masyarakat, agar hasil yang di inginkan tercapai secara maksimal karena kasus

korupsi seakan sudah menjadi budaya ditubuh kita masyarakat Indonesia apa lagi di

kalangan para pejabat. Maka dari itu jalur Budaya, Pendidikan, Agama, Hukum dan

Pemimpin harus menjadi satu kesatuan dalam mengatasi kasus korupsi dari sejak dini, agar

korupsi tersbut tidak menjadi darah danging di tubuh masyarakat Indonesia.

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Al Hikmah, 2007.

A. Buku

[2] Ali, Daud Mohammad, Hukum Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009.

[3] Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

[4] Chawazi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan. Cetakan I, Jakarta:

Grafindo Persada, 2005.

[5] Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan

Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

[6] Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Siar Grafika, 2005.

[7] Irfan, Nurul, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2012.

[8] Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif

Ulama Muhammadiyah, (Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradapan, 2006).

[9] Syarifuddin, Amir, Usul Fiqih, Cetakan ke-2, Jakarta: Logos, 2000.

112. Jurnal Lex Justitia, Vol. 1 No. 1 Januari 2019 ISSN : 2656-1530

[10] Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam. Cetakan I. Jakarta: Gema

Insani Press, 2003.

B. Internet, (Sekripsi, Tesis, Makalah, Jurnal).

[11] https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diunduh pada tanggal 06 Janurai 2019.

C. Undang-Undang

[12] UUD 1945 Republik Indonesia

[13] UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi