23
MANFAAT FILSAFAT DALAM KURIKULUM Mawardi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setia Budi No. 229 Bandung, HP. O85750113777, email ; [email protected] ABSTRAK Secara filosofis, bahwa aktivitas pendidikan berfungsi membina kesadaran akan nilai-nilai filosofis negara. Kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya. Dengan demikian, pendidikan bukanlah usaha aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan dilaksanakan secara fundamental didasarkan atas asas filosofis dalam menentukan arah atau pencapaian tujuan dalam membina perkembangan anak didik. Manfaat filsafat bagi dunia pendidikan adalah menentukan arah, kemana arah perkembangan kepribadian anak didik yang menjadi tujuan pendidikan di suatu negara. Tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui suatu cara akan menjadi pedoman dan motivasi dalam kegiatan pendidikan. Sebagai langkah pertama dalam merencanakan kurikulum adalah merumuskan tujuan atau arah proses pendidikan serta cara-cara dan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, manfaat kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasional pendidikan secara baik. Komponen pokok kurikulum adalah; 1) komponen tujuan, 2) Komponen pengetahuan, 3) Komponen kegiatan atau pengalaman belajar, 4) komponen penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan komponen penunjang kurikulum meliputi 1) Sistem administrasi dan Supervisi, 2) Bimbingan dan Konseling. Demikian pula untuk pengetahuan, perlu ditentukan scope (apa yang harus diajarkan) dan sequence kurikulum ( ruang lingkup atau luas bahan pelajaran). Falsafah negara Indonesia adalah Pancasila yang menjadi dasar dalam menyusun kurikulum gambaran manusia yang berketuhanan, manusia yang berprikemanusiaan, gambaran manusia yang memiliki rasa persatuan (nasionalisme), gambaran manusia yang demokratis (musyawarah), gambaran manusia yang

Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

MANFAAT FILSAFAT DALAM KURIKULUM

Mawardi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setia Budi No. 229 Bandung, HP. O85750113777, email ;

[email protected]

ABSTRAK

Secara filosofis, bahwa aktivitas pendidikan berfungsi membina kesadaran akan nilai-nilai filosofis negara. Kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya. Dengan demikian, pendidikan bukanlah usaha aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan dilaksanakan secara fundamental didasarkan atas asas filosofis dalam menentukan arah atau pencapaian tujuan dalam membina perkembangan anak didik.

Manfaat filsafat bagi dunia pendidikan adalah menentukan arah, kemana arah perkembangan kepribadian anak didik yang menjadi tujuan pendidikan di suatu negara. Tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui suatu cara akan menjadi pedoman dan motivasi dalam kegiatan pendidikan. Sebagai langkah pertama dalam merencanakan kurikulum adalah merumuskan tujuan atau arah proses pendidikan serta cara-cara dan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, manfaat kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasional pendidikan secara baik. Komponen pokok kurikulum adalah; 1) komponen tujuan, 2) Komponen pengetahuan, 3) Komponen kegiatan atau pengalaman belajar, 4) komponen penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan komponen penunjang kurikulum meliputi 1) Sistem administrasi dan Supervisi, 2) Bimbingan dan Konseling. Demikian pula untuk pengetahuan, perlu ditentukan scope (apa yang harus diajarkan) dan sequence kurikulum ( ruang lingkup atau luas bahan pelajaran).

Falsafah negara Indonesia adalah Pancasila yang menjadi dasar dalam menyusun kurikulum gambaran manusia yang berketuhanan, manusia yang berprikemanusiaan, gambaran manusia yang memiliki rasa persatuan (nasionalisme), gambaran manusia yang demokratis (musyawarah), gambaran manusia yang berkeadilan. Semua gambaran itu dirumuskan dalam suatu tujuan pendidikan yang dirumuskan di dalam kurikulum pendidikan untuk digunakan oleh pendidik dalam menyelenggarakan proses pendidikan di sekolah. Jadi tujuan itu meliputi segala aspek perkembangan anak yang dalam pengkhususannya dapat dipecah-pecah dalam bentuk unit pengajaran meliputi; domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tentunya perumusan tujuan khusus pembelajaran tersebut mengandung unsur kelakuan secara spesifik (proses) dan unsur pengetahuan (product).

Page 2: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

BAB IPENDAHULUAN

Filsafat adalah suatu istilah yang mempunyai beragam pengertian dan pandangan serta manfaatnya dalam bidang kehidupan manusia. Plato memandang filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Sedangkan Cicero memandang filsafat sebagai ilmu tentang hal-hal yang muluk-muluk serta usaha untuk mencapainya. Tujuan filsafat adalah untuk membentuk suatu pandangan yang sistematis tentang segala sesuatu.

Filsafat yang diterapkan dalam bidang pendidikan yang bermanfaat dalam kurikulum biasa disebut filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan yang secara sederhana dapat dimengerti dari namanya itu sendiri, yakni filsafat yang dijadikan asas dan pandangan dasar bagi pelaksanaan pendidikan. Filsafat yang mendalam yang logis sistematis ialah milik yang berharga. Filsafat sangat bermanfaat dalam bidang pendidikan, karena terdapat berbagai persoalan dalam bidang pendidikan yang dijawab melalui pemikiran filosofis.

Filsafat dalam kehidupan manusia tidak terpisahkan, bukan saja karena sejarahnya yang panjang ke belakang zaman dalam catatan-catatan yang ada. Melainkan juga karena ajaran filsafat malah menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk ideologi. Kehidupan bangsa dan negara dengan segala aspek kehidupan bangsa/negara berpedoman pada ideologi nasional masing-masing. Dalam hubungan ini, hampir selalu tiap-tiap filsafat negara merupakan pula asas filsafat pendidikan bangsa dan negara itu. Sebab, pendidikan adalah lembaga yang melaksanakan pembinaan manusia baik sebagai warga negara maupun sebagai pribadi menurut ajaran filsafat negara.

Dengan demikian, pandangan filsafat di suatu negara akan menjadi landasan bagi pendidikan nasional di negera tersebut. Melalui filsafat sebagai metode berfikir secara radikal. Penyelidikan dengan pemikiran mendalam atau perenungan mengenai objek sampai ke akar-akarnya (radix). Maksudnya adalah berpikir mendalam sampai ditemukan unsur-unsur inti yang secara sistematis menjadi objek pemikiran itu ada sebagaimana halnya.

Bidang ilmu pendidikan merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Untuk maksud itulah perlu dipahami arti dan manfaat filsafat dalam kurikulum pendidikan.

Page 3: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

BAB IIMANFAAT FILSAFAT DALAM KURIKULUM

A. Pengertian Filsafat dan Kurikulum.

Sebagai titik tolak sebelum membahas lebih lanjut tentang manfaat filsafat dalam kurikulum, ada baiknya kita mengerti bahwa filsafat itu mengandung pengertian sebagai berikut:

Filsafat sebagai aktivitas pikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha untuk mengerti secara segala sesuatu. Pengertian filsafat ini ialah berfilsafat. Ia merupakan pula suatu daya atau kemampuan pikir yang murni dari setiap manusia. Bahkan berfilsafat merupakan daya dan tingkat berpikir manusia yang tertinggi dalam usaha memahami kesemestaan (segala sesuatu).

Pada pengertian lain, filsafat adalah pemikiran yang radikal. Penyelidikan dengan pemikiran mendalam atau perenungan mengenai objek atau sampai keakar-akarnya (radix). Maksudnya adalah berpikir mendalam sampai ditemukan unsur-unsur inti yang secara sistematis menjadi objek pemikiran itu ada sebagaimana halnya. Sering pula dikatakan bahwa filsafat adalah perenungan mengenai objek sampai pada tingkat kebenaran hakiki.

Pemikiran filosofis tentang pendidikan selanjutnya dikembangkan menurut keseluruhan segi yang ada di dalam objek pendidikan. Karena pendidikan adalah masalah manusia, maka seluruh kehidupan manusia akan menjadi tolak ukur pemikiran. Dengan kata lain, pendidikan dipikirkan sejauh hakekat keberadaan manusia. Jadi filsafat pendidikan mempunyai persoalan sentral berupa hakekat pematangan potensi manusia. Dengan demikian, filsafat pendidikan pada hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.

John Dewey seorang filsuf Amerika mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan dari menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak dalam lapangan pendidikan. Oleh karena itu filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah mengenai konsep tentang tujuan atau arah pendidikan serta metodologi pendidikan yang di rumuskan dalam kurikulum.

Sedangkan kurikulum mengandung arti tidak sekedar kumpulan subjek matter, melainkan rencana atau program yang menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan sebagai pihak penyelenggara. Di dalam rencana atau program tersebut diperlukan landasan filosofis, terutama dalam menentukan tujuan atau arah pendidikan dan tujuan kurikuler.

B. Ide – Ide Filsafat Dalam Pendidikan.Menurut Noor Syam (1990: 41-42) bahwa ide-ide filsafat pendidikan itu, antara

lain tersimpul di dalam pandangan:1. Teori (hukum) Empirisme.

Ajaran filsafat empiris yang dipelopori oleh John Locke (1632 – 1704) yang mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Locke berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang menulisnya. Teori ini dikenal dengan teori tabularasa atau teori empirisme. Bagi john Locke, faktor

Page 4: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang. Karena lingkungan itu dapat di atur dan dikuasai manusia, maka teori ini bersifat oftimis pada tiap-tiap perkembangan pribadi.

2. Teori (hukum) Nativisme.Ajaran filsafat Nativisme yang dapat digolongkan ke dalam filsafat Idealisme berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh hereditas, faktor dalam yang bersifat kodrati. Tokoh Nativisme adalah Arthur Schopenhauer (1788 – 1860) beranggapan, faktor pembawaan bersifat kodrati dari kelahiran dan tak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar. Potensi-potensi hereditas itulah pribadi seseorang dan bukan pendidikan. Tanpa potensi hereditas yang baik, seseorang tak mungkin mencapai taraf yang dikehendaki, meskipun dididik secara maksimal. Ajaran filsafat Nativisme ini dapat dianggap aliran yang pesimistik, karena menerima kepribadian sebagaimana adanya, tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian.

3. Teori (hukum) Konvergensi.Bagaimana kuatnya alasan kedua aliran pandangan di atas, namun keduanya kurang realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan) yang baik tidak akan membina kepribadian yang ideal. Sebaliknya, meskipun lingkungan (pendidikan) yang positif dan maksimal, tidak akan menghasilkan kepribadian ideal tanpa potensi hereditas yang baik. Oleh karena itu perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerja sama kedua faktor, baik internal (potensi hereditas) maupun faktor eksternal (lingkungan, pendidikan). Tiap pribadi adalah proses konvergensi antara faktor internal dan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh William Stern (1871 – 1938) dan dikenal sebagai teori konvergensi.

Ketiga teori di atas, dikenal sebagai asas-asas filsafat pendidikan aliran-aliran emirisme, idealisme dan realisme. Masing-masing mempunyai penganut hingga sekarang ini dengan segala variasinya sejalan dengan perkembangan psikologi, ilmu pendidikan dan filsafat. Adanya lembaga pendidikan dan penyelenggara pendidikan bersumber atas asas filsafat pendidikan. Filsafat menetapkan ide-ide yang idealis, sedangkan pendidikan merupakan usaha merealisasi ide-ide itu menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia.

C. Pandangan Filsafat Terhadap Kurikulum.Filsafat adalah hasil pemikiran manusia atau filosof sepanjang zaman.

Sejarah pemikiran filsafat yang amat panjang di bandingkan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat pendidikan adalah pemikiran filosofis dalam bidang pendidikan. Filsafat menghasilkan ide-ide yang idealis di bidang pendidikan, termasuk dalam kurikulum pendidikan. Tidak mungkin pendidikan tanpa kurikulum. Karena kurikulum merupakan bagian yang amat penting di dalam pendidikan. Menurut Subandiyah (1992: 2) pengertian kurikulum adalah aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah. Perencanaan program dan pelaksanaan pendidikan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kurikulum berkedudukan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Apabila kurikulum dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus bersifat

Page 5: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

anticipatory, bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat “meramalkan” kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik. Kurikulum adalah sesuatu yang sangat menentukan atau paling tidak dapat meramalkan hasil pendidikan yang diharapkan. Di samping itu, kurikulum berkaitan dengan tujuan atau hasil pendidikan yang akan dicapai.

Noor Syam mengatakan bahwa kurikulum harus berorientasi pada tujuan pendidikan yang akan dicapai, kurukulum adalah isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan.Hubungan antara tujuan pendidikan dengan kurikulum ialah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru tercapai bila isi pendidikan tepat. Dengan kata lain hanya isi yang tepat, kurikulum yang tepat akan mengantarkan pendidikan mencapai tujuannya. Dalam hubungan demikian, berarti pula tujuan akan menentukan isi atau kurikulum pendidikan. Artinya berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, kita menetapkan isi pendidikan.

Selanjutnya hubungan kurikulum dengan filsafat terutama nampak pada bentuk-bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Jika asas filosifi yang menjadi latar belakang pendidikan itu nilai-nilai demokrasi, maka prinsip kebebasan yang diutamakan dengan tidak mengabaikan prinsip kemanusiaan.

Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam mengapproach suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan ini melatarbelakangi perbedaan tiap-tiap pokok suatu ajaran filsafat. Dan oleh penelitian para ahli kemudian ajaran filsafat tersebut disusun dalam suatu sistematika. Klasifikasi inilah yang melahirkan apa yang kita kenal sebagai suatu aliran. Suatu ajaran filsafat dapat pula sebagai produk suatu zaman atau produk suatu kultural. Dengan demikian suatu ajaran filsafat dapat merupakan aksi atau reaksi atas sesuatu realita di dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat membentuk cita-cita, idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu. Ide-ide filosofis adalah jawaban terhadap problema yang manantang pikiran manusia, usaha memenuhi dorongan rasional manusiawi.

1. Pandangan Filsafat Progresivisme Terhadap Kurikulum.Sikap progresivisme yang memandang segala sesuatu berasas fleksibelitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangan mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksprimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Setiap kurikulum harus terbuka dan dapat menerima perubahan atau penyempurnaannya. Fleksibelitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan kebudayaannya masing-masing. Selain itu semuanya disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Oleh karena itu sifat kurikulum yang tidak baku dan dapat direvisi, maka jenis yang memadai

Page 6: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

adalah kurikulum yang berpusat pada pengalaman. Jenis ini dilukiskan oleh Theodore Brameld sebagai kurikulum yang melepaskan semua garis penyekat mata pelajaran dan menekankan pada unit-unit. Pengalaman belajar diarahkan ke perkembangan kepribadian yang penuh dengan jalan memberikan penghayatan emosional, motorik, intelektual dan sosial yang seluas dan sekaya mungkin. Menurut progresivisme, yang dipandang maju adalah tipe yang disebut “Core Corriculum,” ialah sejumlah pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum.Core Curriculum maupun kurikulum yang bersendikan pengalaman perlu disusun dengan teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar pendidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka, lingkungan dan pengalaman yang diperlukan dan yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan kearah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini diantaranya adalah yang disusun atas dasar teori dan metode proyek yang telah diciptakan oleh William Heard Kilpatrick.

2. Pandangan Filsafat Essensialisme Terhadap KurikulumAliran filsafat yang membentuk corak esensialisme adalah Idealisme dan

Realisme. Tokoh-tokoh Esensialisme adalah G.W. Leibniz, Hegel, Arthur Schopenhauer. Thomas Hobbes, John Locke, George Berkeley, David Hume dan Francis Bacon. Beberapa tokoh Idealisme memandang kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat.

Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This New Education mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal yaitu watak manusia yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamental-fundamental itu.

Semua yang ideal adalah baik, yang berisi manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu menjadi sumber kurikulum. Berhubung dengan itu kurikulum hendaknya berisikan ilmu pengetahuan, kesenian dan segala yang dapat menggerakkan kehendak manusia.

Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan hal-hal yang lebih jelas, ia menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian ialah:a. Universum: Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala

manifestasi hidup manusia. Diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.

b. Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera.

Page 7: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

c. Kebudayaan: Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.

d. Kepribadian: Bagian yang bertujuan pembentukkan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologis, emosional, dan intelektual sebagai keseluruhan dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal.

Dalam lingkungan idealisme adanya gagasan yang merupakan komponen pengembangan kurikulum cukup lama. Dalam variasi di atas, nampak adanya kesamaan prinsip, ialah tekanan kepada segi-segi kejiwaan dan pembentukkan watak dengan menggunakan alat disiplin, pengawasan dan lain-lainnya. Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakekatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu berdasarkan atas pribadi anak, fleksibelitas ini tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk itu perlu diadakan perencanaan dengan kesaksamaan dan kepastian. Di samping itu, kurikulum harus dapat diterima secara normatif sebagaimana mempelajari nilai-nilai hidup. Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk setiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci. Sedangkan Demiashkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi.

Realisme mengumpakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain dan dengan mengingat pola tertentu. Yaitu disusun dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks. Misalnya, mengenai isi mata pelajaran Matematika dan Bahasa, semula diberikan dasar-dasar yang fundamental yang selanjutnya menjadi makin meningkat hingga pelajaran itu berisikan bagian-bagian yang menggunakan angka dan bahasa sebagai dasar.

Susunan seperti yang diutarakan di atas, dapat diibaratkan sebagai susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamental atau dasar dari susunannya yang lebih kompleks. Jadi, bila kurikulum disusun atas dasar pikiran ini akan bersifat harmonis.

3. Pandangan Filsafat Perenialisme terhadap Kurikulum.Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai

zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yang sedang berlayar, zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas. Perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan pangkalan yang demikian ini merupakan tugas pertama dari filsafat pendidikan.

Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti akalnya. Akal inilah yang perlu mendapat tuntutan ke arah kemasakan tersebut.

Page 8: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

4. Pandangan Filsafat Pancasila Terhadap Kurikulum.Negara Indonesia yang berdiri pada 17 Agustus 1945 sebenarnya adalah

negara Pancasila. Predikat prinsipiil ini berdasarkan ketentuan yuridis konstitusional bahwa Negara Indonesia berdasarkan Pancasila sesuai dengan pembukaan Undang-undang dasar 1945 (alenia ke -4).

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia diangkat dari realita sosio-budaya dan tata nilai dasar masyarakat Indonesia. Nilai-nilai dasar itulah yang menjiwai dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa, maka identitas itu diadopsi ke dalam hidup berbangsa dan ber negara. Motivasi demikian bersumber atas keyakinan bahwa nilai Pancasila adalah keyakinan atau pandangan hidup bangsa yang benar dan unggul.

Nilai-nilai dasar di dalam sosio-budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal terutama meliputi:

a. Kesadaran Ketuhanan dan keagamaan.b. Kesadaran kekeluargaan.c. Kesadaran musyawarah.d. Kesadaran gotong royong dan tolong menolong.e. Kesadaran tegang rasa atau tepa salira.

Nilai dasar yang potensial ini telah mencapai bentuk, sifat dan kualitas yang formal dalam rangka sistem kenegaraan Indonesia, sebagaimana terjelma di dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Dari sinilah melahirkan Filsafat Pendidikan Pancasila.

Secara sederhana filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari, dan memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem pendidikan. Bagi bangsa Indonesia, keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Oleh karena itu sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai dan didasari filsafat Pancasila. Kurikulum yang diorganisasikan berdasarkan wawasan nasional, cita-cita nasional dan kebutuhan nasional.

D. Manfaat Filsafat Terhadap Kurikulum.Aliran yang secara nyata mengutamakan peranan yang sangat urgen

pendidikan ialah Empirisme, termasuk Progressivisme sebagai Empirisme radikal. Hanya pendidikan khususnya dan lingkungan yang baik yang mampu membina pribadi ideal. Demikian pula aliran Realisme, teori Convergensi misalnya, yang pendiriannya bahwa bagaimanapun baiknya potensi hereditas, masih harus dilengkapi dengan lingkungan dan pendidikan yang baik untuk membina pribadi yang ideal. Adanya lembaga-lembaga dan penyelenggara pendidikan bersumber atas asas filsafat pendidikan. Jadi inilah fungsi atau manfat filsafat pendidikan yang paling esensial.

Pada hakekatnya, filsafat dan pendidikan tidak terpisahkan. Filsafat menetapkan ide-ide atau idealisme, dan pendidikan merupakan usaha merealisasi ide-ide itu menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku untuk membina kepribadian

Page 9: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

manusia. Sebagaimana menurut Brauner bahwa Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan filsafat – kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui pendidikan – bertanya dan menyelidiki; yang dapat membimbing ke arah kebijakan.

Selanjutnya Kilpatrick dalam bukunya “Philosophy of Education” mengatakan, bahwa berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha. Berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat untuk generasi muda sebagai bimbingan kepada rakyat dalam membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka dan dengan cara ini demi menemukan cuita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.

Demikian pula Nelson B Henry dalam bukunya “Modern Philosophies and Education” mengatakan bahwa konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu adanya suatu gambaran jenis masyarakat ideal. Melihat pendapat Nelson di atas, bahwa pendidikan berfungsi sosial yang bermakna dalam suatu gambaran manusia ideal, manusia yang dicita-citakan hasil dari pendidikan. Gambaran manusia ideal yang ingin dicapai dalam proses pendidikan itu adalah tujuan pendidikan sebagai arah ke mana pendidikan akan di bawa. Lembaga pendidikan bertugas untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan.

Agar lembaga pendidikan dapat berfungsi untuk membawa cita-cita sebagaimana yang tergambar dalam tujuan pendidikan, maka diperlukan kurikulum. Sebagai langkah pertama dalam merencanakan kurikulum adalah merumuskan tujuan atau arah proses pendidikan serta cara-cara dan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, manfaat kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasional pendidikan secara baik. Komponen pokok kurikulum adalah; 1) komponen tujuan, 2) Komponen pengetahuan, 3) Komponen kegiatan atau pengalaman belajar, 4) komponen penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan komponen penunjang kurikulum meliputi 1) Sistem administrasi dan Supervisi, 2) Bimbingan dan Konseling.

Selanjutnya Stratemeyer berpendapat (dalam Muhammad Noor Syam) bahwa pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman murid akan dibimbing. Kebijaksanaan ini menentukan scope kurikulum (apa yang harus diajarkan) dan sequence kurikulum (ruang lingkup atau luas bahan pelajaran).

Luasnya scope kurikulum harus berimbang. Kurikulum yang kaya dengan jenis vaknya, tanpa intensifikasi atau dalamnya studi berarti hanya memberikan kulit luarnya saja. Keseimbangan antara luas bahan pelajaran (scope) dan dalam (depth) suatu kurikulum adalah syarat bagi penguasaan suatu pengetahuan. Penguasaan

Page 10: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

teori pengetahuan adalah pangkal pengetahuan praktis. Dan pengetahuan praktis adalah tujuan pendidikan. Sedangkan sequence adalah urutan pengalaman belajar atau kapan bahan pelajaran itu diberikan kepada anak didik. Scope dan sequence erat hubungannya dalam kurikulum. Oleh karena itu bahan harus diberikan dengan waktu yang tepat. Akan tetapi waktu tepat tidak selalu mudah ditentukan, sering dilakukan beradasarkan tradisi. Pembaharuan pendidikan harus merubah kebiasaan lama ini. Subject matter (bahan pelajaran) terdiri atas pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan. Laut bukanlah bahan pelajaran, akan tetapi yang menjadi bahan pelajaran ialah pengetahuan tentang laut itu. Bahan pelajaran merupakan isi pendidikan sebagian dari kebudayaan.

Ada sejumlah kriteria yang digunakan untuk memilih bahan pelajaran sebagai berikut:1. Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.2. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan generasi

yang lampau.3. Bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin.4. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia dalam

hidupnya. Herbert Spencer pada tahun 1860 mengajukan pertanyaan: “What knowledge is of most worth”. Pegetahuan apa yang paling besar manfaatnya, yang paling berguna bagi manusia dalam kehidupnnya sehari-hari. ? Pendidikan harus relevan dengan kebutuhan peserta didik.

5. Bahan pelajaran dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.

Bagaimana prosedur dalam menentukan bahan pelajaran? Dalam menentukan bahan pelajaran diperlukan prosedur sebagai berikut:1. Prosedur menerima para ahli. Terlebih dahulu dirumuskan tujuan pendidikan

agar dapat ditentukan bahan pelajaran yang kiranya sesuai dengan kebutuhan dan paling serasi untuk mencapainya.

2. Prosedur eksprimental. Dengan melakukan penelitian hingga manakah bahan itu memang serasi untuk mencapai sasarannya. Metode ini digunakan untuk penyelidikan keserasian bahan yang khusus untuk tujuan yang spesifik, agar dapat dikuasai faktor-faktor yang mempengaruhi, agar keilmiahannya dapat dipertahankan.

3. Prosedur ilmiah atau analitis. Bahan pelajaran dapat ditentukan dengan menganalisis situasi di mana bahan pelajaran itu diperlukan. Dapat dianalisis kegiatan manusia dalam kehidupannya sehari-hari seperti kompetensi menjadi perawat, penerbang, sekretaris dan lain-lain. Prosedur ini dapat menggunakan wawancara dan observasi serta metode lainnya pada para pekerja/tugas.

4. Prosedur konsensus. Memperoleh konsensus dengan meminta pendapat orang lain yang berkompeten dalam bidang tertentu seperti tokoh masyarakat, perusahaan dan sebagainya.

5. Prosedur-prosedur lainnya seperti a) social functions procedure, b) persistent life situation procedure, c) adolescent needs or problems procedure,

Page 11: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

menentukan bahan pelajaran menurut prinsip-prinsip utama yang mendasari kurikulum.

Kemudian untuk menentukan sequence dalam kurikulum dapat dilakukan dua cara yakni pertama menentukan bahan pelajaran terlebih dahulu dan peserta didik menyesuaikan, kedua menyesuaikan bahan pelajaran dengan tingkat perkembangan anak. Sequence sering dihubungkan dengan soal penempatan bahan pelajaran, seperti dari yang mudah ke sulit, dari yang sederhana ke kompleks, dari bagian keseluruhan atau sebaliknya. Sedangkan urutan proses belajar diserahkan kepada guru. Selain itu, faktor-faktor dalam menempatkan bahan pelajaran adalah: 1) taraf kesulitan bahan pelajaran, 2) apersepsi atau pengalaman lampau 3) kematangan anak 4) usia mental anak 5) Minat anak.

Dalam merumuskan tujuan pendidikan, para penyusun kurikulum banyak memperoleh bantuan hasil pemikiran (seperti di Indonesia) dari buku “Taxonomy of Education Objectives” oleh Benyamin S. Bloom cs. Tujuan-tujuan pendidikan itu digolongkan ke dalam tiga golongan dan setiap bagian dipecahkan dalam bagian yang lebih kecil. Pembagian itu adalah: 1) bidang kognitif (cognitive domain) meliputi; pengetahuan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, 2) bidang afektif (effevtive domain) meliputi; sikap, nilai-nilai, interest, minat dan apresiasi, 3) bidang psikomotorik (psycho-motor domain) meliputi; ketrampilan, kemampuan, kebiasaan dan ketrampilan fisik dan mental.

Hasil pemikiran Bloom ini menjadi populer, karena dalam proses dan hasil pendidikan yang terarah pada tujuan sehingga dapat diamati dan diukur tingkat keberhasilannya. Bloom Cs memberikan pegangan tentang cara-cara merumuskan tujuan secara spesifik dalam pembelajaran.

Page 12: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

BAB IIIPENUTUP

Filsafat sebagai aktivitas pikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha untuk mengerti secara segala sesuatu. Filsafat menggunakan kemampuan pikir yang murni dari setiap manusia. Bahkan berfilsafat merupakan daya dan tingkat berpikir manusia yang tertinggi dalam usaha memahami kesemestaan (segala sesuatu).

Filsafat mengajukan pertanyaan dari menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak dalam lapangan pendidikan. Oleh karena itu filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah mengenai konsep tentang tujuan atau arah pendidikan serta metodologi pendidikan yang di rumuskan dalam kurikulum.

Sedangkan kurikulum mengandung arti tidak sekedar kumpulan subjek matter, melainkan rencana atau program yang menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan sebagai pihak penyelenggara. Di dalam rencana atau program tersebut diperlukan landasan filosofis, terutama dalam menentukan tujuan atau arah pendidikan dan tujuan kurikuler.

Ide -ide filsafat pendidikan itu, antara lain tersimpul di dalam pandangan:1. Teori (hukum) Empirisme.

Ajaran filsafat empiris yang dipelopori oleh John Locke (1632 – 1704) yang mengajarkan bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Locke berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang menulisnya, teori ini terkenal dengan nama tabularasa atau teori empirisme.

2. Teori (hukum) Nativisme.Ajaran filsafat Nativisme yang dapat digolongkan ke dalam filsafat Idealisme berkesimpulan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh hereditas, faktor dalam yang bersifat kodrati.

3. Teori (hukum) Konvergensi.Perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerja sama kedua faktor, baik internal (potensi hereditas) maupun faktor eksternal (lingkungan, pendidikan). Tiap pribadi adalah proses konvergensi antara faktor internal dan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh William Stern (1871 – 1938) dan dikenal sebagai teori konvergensi.

Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan-perbedaan cara dalam mengapproach suatu masalah yang melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan itu dapat juga disebabkan latar belakang pribadi para ahli tersebut di samping pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.1. Pandangan Filsafat Progresivisme Terhadap Kurikulum.

Sikap progresivisme yang memandang segala sesuatu berasas fleksibelitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam pandangan mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksprimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Setiap kurikulum harus terbuka dan dapat menerima perubahan atau penyempurnaannya.

2 Pandangan Filsafat Essensialisme Terhadap Kurikulum

Page 13: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

Aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme adalah Idealisme dan Realisme. Beberapa tokoh Idealisme memandang kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Semua yang ideal adalah baik, yang berisi manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu menjadi sumber kurikulum. Berhubung dengan itu kurikulum hendaknya berisikan ilmu pengetahuan, kesenian dan segala yang dapat menggerakkan kehendak manusia.kurikulum dapat diumpamakan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian ialah:a. Universum: Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala

manifestasi hidup manusia. b. Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. c. Kebudayaan: Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian,

kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.d. Kepribadian: Bagian yang bertujuan pembentukkan kepribadian dalam arti

riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Realisme mengumpakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain disusun dari yang paling sederhana sampai ke yang paling kompleks. Misalnya, mengenai isi mata pelajaran Matematika dan Bahasa, semula diberikan dasar-dasar yang fundamental yang selanjutnya menjadi makin meningkat hingga pelajaran itu berisikan bagian-bagian yang menggunakan angka dan bahasa sebagai dasar.

3 Pandangan Filsafat Perenialisme terhadap Kurikulum.Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yang sedang berlayar, zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan yang jelas. Perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan pangkalan yang demikian ini merupakan tugas pertama dari filsafat pendidikan.

4. Pandangan Filsafat Pancasila Terhadap Kurikulum.Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia diangkat dari realita sosio-budaya dan tata nilai dasar masyarakat Indonesia. Nilai-nilai dasar itulah yang menjiwai dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa, maka identitas itu diadopsi ke dalam hidup berbangsa dan ber negara. Motivasi demikian bersumber atas keyakinan bahwa nilai Pancasila adalah keyakinan atau pandangan hidup bangsa yang benar dan unggul.

Aliran yang secara nyata mengutamakan peranan yang sangat urgen pendidikan ialah Empirisme, termasuk Progressivisme sebagai Empirisme radikal. Hanya pendidikan khususnya dan lingkungan yang baik yang mampu membina pribadi ideal. Demikian pula aliran Realisme, teori Convergensi misalnya, yang pendiriannya bahwa bagaimanapun baiknya potensi hereditas, masih harus

Page 14: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

dilengkapi dengan lingkungan dan pendidikan yang baik untuk membina pribadi yang ideal. Adanya lembaga-lembaga dan penyelenggara pendidikan bersumber atas asas filsafat pendidikan. Jadi inilah fungsi atau manfat filsafat pendidikan yang paling esensial.

Agar lembaga pendidikan dapat berfungsi untuk membawa cita-cita sebagaimana yang tergambar dalam tujuan pendidikan, maka diperlukan kurikulum. Sebagai langkah pertama dalam merencanakan kurikulum adalah merumuskan tujuan atau arah proses pendidikan serta cara-cara dan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, manfaat kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasional pendidikan secara baik. Komponen pokok kurikulum adalah; 1) komponen tujuan, 2) Komponen pengetahuan, 3) Komponen kegiatan atau pengalaman belajar, 4) komponen penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sedangkan komponen penunjang kurikulum meliputi 1) Sistem administrasi dan Supervisi, 2) Bimbingan dan Konseling.

Pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman murid akan dibimbing. Kebijaksanaan ini menentukan scope kurikulum (apa yang harus diajarkan) dan sequence kurikulum (ruang lingkup atau luas bahan pelajaran).

Ada sejumlah kriteria yang digunakan untuk memilih bahan pelajaran sebagai berikut:1. Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.2. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan generasi

yang lampau.3. Bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin.4. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia dalam

hidupnya. 5. Bahan pelajaran dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.

Dalam menentukan bahan pelajaran diperlukan prosedur sebagai berikut:1. Prosedur menerima para ahli. 2. Prosedur eksprimental. 3. Prosedur ilmiah atau analitis. 4. Prosedur konsensus. 5. Prosedur-prosedur lainnya seperti a) social functions procedure, b) persistent

life situation procedure, c) adolescent needs or problems procedure, menentukan bahan pelajaran menurut prinsip-prinsip utama yang mendasari kurikulum.

Kemudian untuk menentukan sequence kurikulum dapat dilakukan dua cara yakni pertama menentukan bahan pelajaran terlebih dahulu dan peserta didik

Page 15: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

menyesuaikan, kedua menyesuaikan bahan pelajaran dengan tingkat perkembangan anak. Tujuan-tujuan pendidikan itu digolongkan ke dalam tiga golongan dan setiap bagian dipecahkan dalam bagian yang lebih kecil yakni 1) bidang kognitif (cognitive domain) meliputi; pengetahuan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, 2) bidang afektif (effevtive domain) meliputi; sikap, nilai-nilai, interest, minat dan apresiasi, 3) bidang psikomotorik (psycho-motor domain) meliputi; ketrampilan, kemampuan, kebiasaan dan ketrampilan fisik dan mental. Proses dan hasil pendidikan terarah pada tujuan sehingga dapat diamati dan diukur tingkat keberhasilannya.

Bibliografi

Page 16: Abstrak Filsafat Dan Kurikulum

Barnadib, Imam, 1994, Filsafat Pendidikan; Pengantar Mengenai Sistem dan Metode, Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan.

Howard, C. Craig, 1991, Theories of General Education; A Critical Approach, Mac Millan Academic and Profesional, LTD.

Kilpatrick, William H, Philosophy of Education, New York, Mac Millan Coy.Kneller, George F, 1971, Introduction The Philosophy of Education, New York,

John Wiley & Sons, Inc.

Noor Syam, Muhammad, 1993, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya, Usaha Nasional.

Nasution, S, 1992, Asas-asas Kurikulum, Bandung, Jemmars.

Suhartono Suparlan, 2008, Filsafat Pendidikan, Yogjakarta, Ar-Ruzz Media.

Subandiyah, 1992, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Saifullah, Ali, T.Th, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.

Wiramihardja, Sutardjo A, Pengantar Filsafat; Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi, Bandung, PT, Refika Aditama.