Abstract Dan Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ati

Citation preview

17

ABSTRACT Terasi has known as Indonesians shrimp paste. Terasi also known by fishery particular products of Bontang city. Terasi has known as households scale with simple instruments and unstandard procession technics as the cause of the bacteria that involved in fermentation process. The aim of this study is to investigated the processing of terasi, isolated and characterization bacteria. Based on result of first studied, it had three terasi processor on added of salt treatments differently: salt from sea water (A), salt from combination between sea water and commercial salt (B) and also salt from commercial salt (C). pH value (7,05-7,08) and TPC value on A, B and C (2,3x105, 1,7x105 and 1,4x105 CFU/g). Bacteria that inoculated from Bontang shrimp paste are Basillus sp., Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisseria sp., Pseudomonas sp., Listeria sp., and Corynebacterium sp.Keywords: Shrimp paste, Isolation, characterization and BacteriaABSTRAKTerasi merupakan salah satu produk tradisional hasil perikanan asal kota Bontang yang diproduksi dalam skala rumah tangga dengan cara pengolahan yang beragam. Pengolah terasi di desa Bontang Kuala umumnya menambahkan garam dapur dan air laut sebagai sumber garam. Penambahan sumber garam yang berbeda diduga mempengaruhi Jenis bakteri yang terdapat pada terasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi genus bakteri yang terdapat pada terasi dari desa Bontang Kuala, Bontang. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diketahui tiga pengolah terasi yang berbeda berdasarkan sumber garam : air laut (A), kombinasi air laut dan garam dapur (B) dan garam dapur (C). Jenis bakteri dari terasi Bontang ialah Basillus sp., Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisteria sp., Pseudomonas sp., Listeria sp., dan Corynebacterium sp. Nilai pH (7,05-7,08) dan nilai TPC (Total Plate Count) pada pengolah A, B dan C sebesar 2,3x105CFU/g, 1,7x105 CFU/g dan 1,4x105 CFU/g.Kata Kunci: Terasi, Isolasi, Karakterisasi dan Bakteri

I. PENDAHULUAN Terasi merupakan produk perikanan setengah basah yang terbuat dari udang atau ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian difermentasikan (Sari, 2009). Terasi merupakan suatu produk dikenal memiliki rasa asin, sedikit seperti flavour keju dan memiliki karakteristik suatu aroma tertentu (Peralta et al. 2007). Fukami et al. (2004) menyebutkan bahwa protein pada tubuh udang terhidrolisis selama proses fermentasi berlansung yang disebabkan oleh bakteri dan oleh aktivitas proteinase dari tubuh udang itu sendiri. Peptida-peptida dan asam amino yang menjadi penyebab utama akan flavour dan aroma spesifik dari produk fermentasi terasi (Raksakulthai et al,1992). Fitriyani et al. (2013) berpendapat bahwa banyak orang menyukai terasi karena rasa dan aromanya yang khas, terutama untuk meningkatkan selera makan. Terasi digunakan sebagai bahan penyedap makanan seperti pada makanan sayur, sambal, rujak dan sebagainya (Haryati et al, 2007). Menurut Rahayu et al. (1992) dalam Christanti (2006) menyatakan bahwa jenis mikroba yang dapat tumbuh pada terasi antara lain Rhizopus sp., Penicillum sp., Aspergillus sp., Micrococcus sp., Aerococcus sp., dan Neisseria sp. Produk terasi banyak ditemukan di negara-negara asia tenggara dengan nama yang berbeda-beda disetiap negaranya (kapi, mam, belachan, terasi, dan lain-lain) dan kebanyakan pengolahnya masih menggunakan sistem pengolahan tradional (Faithong et al, 2009). Produk terasi sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, terasi juga merupakan salah satu olahan tradisional yang cukup dikenal di kota Bontang. Maaruf et. al (2013) menyebutkan bahwa terasi Bontang diolah dengan cara udang rebon segar diperam selama 1 hari kemudian dijemur dan ditumbuk. Dalam proses penumbukkan ditambahkan air laut hingga menjadi adonan, kemudian dicetak, dijemur dan dipasarkan. Proses pengolahan terasi yang dilakukan oleh masyarakat biasanya menambahkan air laut sebagai sumber garam selain menggunakan garam dapur untuk pemberi rasa asin, sedangkan pada umumnya pembuatan terasi menggunakan udang rebon kering sebagai bahan bakunya dan garam sebagai bahan tambahan adonannya (Mantiri, 2012). Dengan perbedaan sumber garam ini diduga terjadi perbedaan jenis mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pada terasi udang asal Bontang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasikan bakteri dari terasi udang rebon (M. relicata) dari Bontang Kuala, kota Bontang.

II. MATERI DAN METODE Bahan utama yang digunakan adalah terasi yang diperoleh dari 3 pengolah di desa Bontang Kuala, Bontang, sedangkan media dan bahan untuk isolasi bakteri antara lain Nutrien Agar (NA), Trypticase Soy Agar (TSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Motility Test Medium (MTM), dan Oksidatif Fermentatif (O/F) medium. Penelitian ini didahului dengan melakukan survey dan observasi pada lokasi penelitian di desa Bontang Kuala, Bontang untuk mengetahui proses pengolahan terasi yang dilakukan oleh pengolah. Pengambilan sampel terasi dilakukan pada 3 pengolah terasi yang berbeda dalam penggunaan sumber garamnya. Sampel terasi dimasukkan ke dalam wadah plastic steril dan dibawa menggunakan styrofoam ke Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul Samarinda. Untuk menduga jenis genus bakteri yang ada pada terasi dilakukan beberapa tahapan uji yaitu : Isolasi dan karakterisasi bakteri menggunakan metode Hadioetomo (1985). Pengamatan morfologi koloni dan sel (Lay, 1994), pewarnaan Gram (Suriawiria, 2011), uji Motilitas (Ferdiaz, 1989). Pengujian fisiologi meliputi : katalase (Lay, 1994), oksidase (Irianto, 200)), TSI & H2S (Irianto,2006) dan O/F (minor dan marth (1976) dalam Christanti, 2006). Tahapan selanjutnya merupakan pendugaan jenis bakteri yang diisolasi pada terasi didasarkan pada diagram alir identifikasi (Lay, 1994), kunci identifikasi bakteri (Cowan dan Steels, 1974) dan Bergeys manual identification (Holt et al., 1994)..

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey dan observasi di lapangan menunjukkan bahwa proses pengolahan terasi di Bontang Kuala sama, tetapi mempunyai perbedaan pada sumber garam yang digunakan. Ada 3 pengolah yang berbeda berdasarkan sumber garamnya yaitu : air laut (A), kombinasi air laut dan garam dapur (B) dan garam dapur (C). Tabel 1. Hasil Uji Biokimia Bakteri pada Terasi Udang Rebon (Mysis relicta)Uji BiokimiaIsolat

A1A2A3B1B2B3B4B5C1C2C3C4C5C6

Gram + + + + + + - - + - + + + +

Bentuk SelBBKBBBBKBKKBBB

Motilitas + + - + + - - - + + - - + -

Katalase + + + + + + + + + + + + + -

Oksidase + - + + - - + + - + + - + -

TSI

Gas - - - - - - - - - - - - - -

H2S + - - + - - - - - - - - + +

Ferm. Glu + + + + + + + + + + + + + +

Ferm. Lak + + + + + + - - + - + + + +

O/FO/FO/FFO/FFF*F FFFFF*O/FO/F

Genus BakteriBacillus sp.Listeria sp.Staphylococcus sp.Bacillus sp.Listeria sp.Eryshipelothrix sp.Pseudomonas sp.Neisseria sp.Listeria sp.Neisseria sp.Staphylococcus sp.Eryshipelothrix sp.Bacillus sp.Corynebacterium sp.

Keterangan : B = Basil; K=Kokus; Ferm= Fermentasi; Glu= Glukosa; Lak= laktosa; F=fermentatif; O=oksidatif; dan *=weak reaction.

1. Karakterisasi Bakteri pada Terasi Udang Rebon Seluruh koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing hasil pengenceran, diambil beberapa koloni berbeda untuk kemudian diidentifikasi. Pemilihan koloni yang berbeda didasarkan pada morfologinya. Berdasarkan pemilihan tersebut, didapatkan 3 isolat pada sampel A dengan nama A1, A2 dan A3, 5 isolat pada sampel B dengan nama B1, B2, B3, B4 dan B5 dan 6 isolat pada sampel C dengan nama C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Untuk identifikasi pada tahap awal dilakukan pemurnian dan pewarnaan Gram untuk melihat apakah bakteri tersebut sudah murni atau belum. Pewarnaan Gram juga dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi pewarnaan Gram. Bila bakteri sudah murni maka dapat dilakukan uji biokimia selanjutnya, untuk pendugaan jenis bakteri. Hasil uji morfologi dan fisiologis sel bakteri dapat dilihat pada pada Tabel 1.Berdasarkan pada hasil pendugaan jenis bakteri pada tiga pengolah terasi di Bontang Kuala ditemukan 7 jenis yaitu :a. Bacillus sp.Bacillus sp merupakan jenis bakteri yang berbentuk basil/batang, bersifat Gram positif, motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif (Cowan and Steel, 1974). Keberadaan Basillus sp. sangat diharapkan keberadaannya terutama untuk proses fermentasi terasi udang, karena menurut Hommes (2012), bakteri jenis B. Mycoides banyak digunakan sebagai starter dalam mempercepat proses fermentasi pada berbagai bahan pangan. Namun salah satu spesiesnya yaitu Bacillus subtilis merupakan penyebab kerusakan pangan (food borne) pada produk susu (Kontiranta, 2000).b. Staphylococcus sp. Staphylococcus sp. merupakan bakteri yang berbentuk kokus, Gram positif, nonmotil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Cowan dan Steel, 1974). Hammer (2012) menyatakan bahwa Staphylococcus piscifermentans dapat dijadikan sebagar fermenter pada bahan pangan karena dapat memunculkan rasa asam, memperpanjang umur simpan, tingkat higienitas yang tinggi, membentuk tekstur dan mempercepat perubahan warna pada pangan. Jones et al.,(1998) berpendapat bahwa Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama penyakit matitis pada ternakc. Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. merupakan bakteri yang berbentuk basil, Gram negatif, nonmotil, katalase positif, oksidase positif dan bersifat fermentatif (Holt et al., 1994).Menurut Angayarkanni et al. (2005) Pseudomonas ssp. memiliki sifat biocontrol yang dapat menghambat pertumbuhan jamur yang bersifat patogen pada produk pangan. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa Pseudomonas flourescents merupakan penyebab pembusukan pada produk pangan (Irianto, 2006).d. Erishipelothrix sp.Erysipelothrix sp. merupakan bakteri berbentuk basil, Gram positif, motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fermentatif (Holt et al., 1994). Holt et al (1994) menyatakan bahwa bakteri ini secara luas terdistribusi di alam, dan biasanya terdapat pada mamalia, burung dan ikan. Beberapa strain dapat bersifat pathogen pada mamalia dan burung. Erysipelothrix rhusiopathiae merupakan jenis bakteri dalam perikanan laut, penyebab penyakit yang masih belum dikenali, bakteri ini dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam lapisan lendir pada ikan (Wood, 1975). Namun berdasarkan pada Brooke et. al (1999) menyatakan bahwa Erysipelotrix sp. tidak ada ditemukan pada ikan pada saat ditangkap kondisi aseptis, namun kotak atau wadah yang digunakan untuk membawa ikan, menjadikan penyebab utama dalam perpindahan Erysipelotrix sp. ke ikan. e. Neisseria sp. Neisseria sp. merupakan bakteri bersifat Gram negatif, berbentuk kokus, nonmotil, katalase positif, oksidase positif dan bersifat fermentatif (Holt et al., 1994). Menurut Rahayu et al. (1992) dalam Christanti (2006) menyebutkan bahwa Nesseria sp. merupakan jenis bakteri yang ditemukan dan dapat tumbuh pada terasi. Namun Neisseria meningitidis merupakan salah satu penyebab penyakit meningitis bagi yang menjadi inangnya (Gold et. al., 1978).f. Listeria sp.Listeria sp. merupakan bakteri bersifat Gram positif, berbentuk batang/basil, motil, katalase positif, oksidase negatif dan bersifat oksidatif-fermentatif (Cowan dan Steel, 1974). Gomez et al. (2014) menyebutkan bahwa isolat Listeria monocytogenes merupakan bakteri penyebab kerusakan pangan (food borne) dan bakteri ini banyak ditemukan pada produk siap makan dan lingkungan pengolahan produk pangan yang tidak steril. Hal ini diperkuat dengan CAC (2007) yang menyebutkan bahwa Listeria sp. selalu diasosiasikan dengan kontaminasi pada beberapa jenis bahan pangan seperti susu, keju, daging dan produk daging, sayur-mayur, produk perikanan dan produk pangan ready-to-eat. g. Corynebacterium sp.Corynebacterium sp. berbentuk basil, bersifat Gram positif, nonmotil, katalase dan oksidase negatif, dan bersifat oksidatif-fermentatif (Holt et al., 1994).Beberapa spesies dari Corynebacterium sp. yang tidak bersifat pathogen digunakan sebagai fermenter skala industri untuk pemproduksi asam amino seperti L-Glutamate dan L-lysine (Burkovski, 2008). Sehingga bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat mempercepat proses fermentasi pada terasi. Namun Corynebacterium pseudotuberculosis merupakan salah satu spesies corynebacterium yang bersifat pathogen dan penyebab tuberculosis (Coyle et al., 1990).2. Analisis nilai pH dan TPC terasi udang rebonPada Tabel 2 tampak bahwa hasil pengujian pada pH terasi udang dari 3 pengolah tidak ada perbedaan yang menyolok demikian juga jika dibandingkan dengan terasi komersil (Cap 77) yaitu 7,06 hasil penelitian Christanti (2006). Bonner et. al (1966) mengemukakan bahwa pada sebagian besar bakteri tumbuh dengan baik pada kondisi netral dan sedikit alkalin (basa). Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1993), nilai pH akan berpengaruh besar sekali dalam pertumbuhan bakteri. Tabel 2. Hasil uji pH dan TPC Terasi Udang Rebon (Mysis relicta) Pengolah TerasiNilai pHNilai TPC (CFU/gram)

ABC7,067,087,052,3x1051,7x1051,4x105

Terasi komersil merek Bung beng Cap 77 hasil penelitian Christanti (2006) memiliki nilai TPC jauh lebih rendah dibandingkan dengan terasi Bontang hal itu dikarenakan menurut Ferdiaz (1987) yang diacu dalam Christanti (2006), bahwa fermentasi makanan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter dan mikroba berperan aktif berkembang biak secara spontan disebut fermentasi spontan. Pada fermentasi spontan biasanya jumlah dan jenis mikroba yang aktif beraneka ragam. Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi bila dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, dimana mikroba berkembang biak dan aktif mengubah bahan yang difermentasikan menjadi produk yang diinginkan. Sejalan dengan pendapat di atas, maka terasi dari Bontang merupakan jenis produk fermentasi spontan karena fermentasi ini melibatkan jumlah dan jenis mikroba aktif yang beraneka ragam.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Pengolah terasi udang dari desa Bontang Kuala, Bontang memiliki teknik pengolahan terasi yang sama antara pengolah satu dengan yang lainnya tetapi berbeda dalam penambahan sumber garamnya yaitu : air laut, kombinasi air laut dan garam dapur dan garam dapur. Hasil isolasi bakteri pada terasi udang diperoleh diduga terdapat tujuh jenis bakteri yang tersebar pada tiga pengolah yaitu : Basillus sp., Listeria sp. Staphylococcus sp., Erysipelothrix sp., Neisteria sp., dan Pseudomonas, dan Corynebacterium sp. Terasi Bontang Kuala memiliki nilai pH yaitu 7,05-7,08 dan nilai TPC (Total Plate Count) pada pengolah A sebesar 2,3 X 105CFU/g, pengolah B memiliki nilai TPC sebesar 1,7 X 105 CFU/g dan pada pengolah C sebesar 1,4 X 105 CFU/g.

B. Saran1. Perlu dilakukan pengujian fisiologis yang lebih lengkap untuk mengidentifikasi bakteri yang terdapat pada terasi asal kota Bontang hingga dapat diketahui jenis spesiesnya.2. Perlu dilakukan penelitian untuk mengaplikasikan bakteri-bakteri tersebut sebagai starter.

DAFTAR PUSTAKA

Angayarkanni T. Kamalakannan A. Santhini E. and Predeepa D. 2005. Identification of biochemical markers for the selection of Pseudomonas fluorescens against Pythium spp. In: Asian conference on Emerging Trends in Plant-Miceobial Interactions. University of Madras, Chennai. 295-303.Brooke, J.C. and Thomas V.R. 1999. Erysipelothrix rhusiopathiae : Bacteriology, Epidemiology And Clinical Manifestations Of An Occupational Pathogen. Medical Microbial., 46: 178-189.Burkovski, A. 2008. Corynebacteria: Genomics and Molecular Biology. Caister Academic Press, Caister. CAC (Codex Alimentarius Commission), 2007. Guidelines on the Application of General Principles of Food Hygiene to the Control of Listeria monocytogenes in Ready-to-eat Foods. Codex Alimentarius Commission /GL 61.Cowan, ST. 1974. Manual for Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press, Great Britain.Christanti, Dwi Agustin. 2006. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran Pada Terasi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.M.B. Coyle, B.A. Lipsky. 1990. Coryneform bacteria in infectious diseases: clinical and laboratory aspects, Clin. Microbiol. Rev. 3 227246.Fitriyani, R., Utami R. dan Nurhartadi E. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Dan Sensori Bubuk Terasi Udang Dengan Penambahan Angkak Sebagai Pewarna Alami Dan Sumber Anti Oksidan. Jurnal Teknosains Pangan. 2(1) : 97 107.Fukami, K., Funatsu, Y., Kawasaki, K., Watabe, S., 2004. Improvement of fish sauce odor by treatment with bacteria isolated from the fish-sauce mush (moromi) made from frigate mackerel. Journal of Food Science 69 (2), 4549.Gold, R. I. Goldschneider, M. L. Lepow, T. F. Draper, And M. Randolph. 1978. Carriage of Neisseria meningitidis and Neisseria lactamica in infants and children. J. Infect. Dis.137:112121.Gmez, Diego., Ester A., Noelia M., Juan J. C., Carmina R., Agustn A. and Javier Yangela. 2014. Antimicrobial resistance of Listeria monocytogenes and Listeria innocua from meat products and meat-processing environment. Food Microbiology. 42: 61-65.Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Labotarium. Jakarta: Penerbit Gramedia.Haryati, Sakinah dan Dini surilayani. 2007. Keragaman produk terasi sebagai salah satu produk fermentasi hasil perikanan di propinsi banten. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pengolahan Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan. IV: 123-127.Holt, J.G., Noel R.K., Peter H.A.S., James T.S., dan Stanley T.W. 1994. Bergeys Manual Of determinative Bacteriologi : Ninth Edition. Baltimore : Wiliams & Wilkins.Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi : Menguak dunia mikrobiologi jilid 2. Bandung: CV. yrama widya.Jones, G. M., T. L. Bailey, Jr. and J. R. Roberson. 1998. Staphylococcus aureus Mastitis: Cause, Detection and Control. Dairy Science Publication. Virginia Polytechnic Institute and State University. USA. Kotiranta A., Lounatmaa K., Haapasalo M. (2000): Epidemiology and pathogenesis of Bacillus cereus. Microbes Infection, 2: 189198.Lay B.W. 1994. Analisis Mikroba di Labotarium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Ma'ruf, M. Komasanah S., Elly P. dan Erwan S. 2013. Penerapan produksi benih pada industri pengolahan terasi skala rumah tangga di dusun Selangan laut pesisir Bontang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis 18 (2): 84-94.Mantiri, Rose O. S. E., Susumu Ohtsuka and Shozo Sawamoto. 2012. Fisheries on Mesopodopsis (Mysida: Mysidae) and Acetes (Decapoda: Sergestidae) in Indonesia. Kuroshio Science.5(2) : 137146Oyewole, O.B. and Odunfa S.A. 1992. Effect of processing variables on cassava fermentation for fufu production. Trop. Sci. 33: 19-22Peralta, M.E. Hatate H., Kawabe D., Kuwahara R., Wakamatsu S., Yuki T. and Murata H. 2008. Improving antioxidant activity and nutritional components of philippine salt-fermented shrimp paste through prolonged fermentation. Food Chemistry 111: 72-77.Raksakulthai, N., & Haard, N. 1992. Correlation between the concentration of peptides and amino acids and the flavor of fish sauce. ASEAN Food Journal. 7: 286290Sari, Ira N., Edison dan Mus S. 2009. Kajian Tingkat Penerimaan Konsumen Terhadap Produk Terasi Ikan Dengan Penambahan Ekstrak Rosela. Jurnal Berskala Perikanan Terubuk 37(2): 91-103.Standar Nasional Indonesia (SNI). 1992. Mutu dan Standar Uji : Terasi. Nomor 01-2716-1992.Suriawiria, Unus. 2011. Microbiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.Vihavainen, E., Lundstrom, H.S., Susiluoto, T., Koort, J., Paulin, L., Auvinen, P. and Bjorkroth, K.J., 2007. Role of broiler carcasses and processing plant air in contamination of modified-atmosphere-packaged broiler products with psychrotrophic lactic acid bacteria. Applied and Environmental Microbiology. 73: 1136-1145.Wood, R.L., W.T. Hubbert., W.F. McCullough., P.R. Schnurrengerger. 1975. Erysipelothrix infection. In: Diseases Transmittedfrom Animals to Man. Charles C. Thomas Limited, Springfield, pp. 271e281.