22
1 KORUPSI SISTEMIK MENGHANCURKAN BANGSA I Nyoman Mariada 1) ABSTRACT Corruption congregation as in the case of great corruption committed by more than one person with the engineering documents for the benefit of himself and his group. Corruption congregation happens since civilian state bureaucracy (ASN) has not concerned with the management control system which has already built, as well as caused by weak internal supervision and external government monitoring. Still rampant cases of corruption because it has not been a significant change in mental public officials indicated there are still many corrupt behavior among public officials such as the executive, legislative and even judicial. And also happen in private business such the government partner. Law enforcement during this time did not bring their deterrent effect. Even the Corroption Eradication Commision ( KPK ) continues to experience massive systematic criminalization in various forms ranging from the revision of the Anti-corruption Act until the terror to KPK investigators who are dealing with major cases of great corruption. An effective way even if takes a long time is how to prevent the build up of adequate management control system and earnestly implemented under the supervision of the immediate supervisor in stages. Better management control system if not carried out with integrity by the leader will be futile. Then the change in behavior is needed by all civil servants state apparatus and its leaders through a mental revolution. Techniques change fast powerful mental attitude which is cheap and easy to do one of them is a method of contemplation. Contemplation is a deep awareness of the negative behavior to be changed into positive behaviors through the stages kontempalsi and conducted continuously. Both individually and in groups of at least 10 minutes. In the future this technique is proposed given in special training or teaching materials inserted in. With the change this way of thinking it will be able to prevent the occurrence of cases of adverse congregation of our country. Keywords: Corruption in congregation, system management control and behavioral change. ______________________________________________________________________ 1) Widyaiswara ahli utama dengan pangkat Pembina Ahli Utama (IV/d) pada BPSDM Provinsi Bali. Pengalaman mengajar pada diklat prajabatan, diklat tenis dan diklat PIM IV, III dan II sejak tahun 2003. Sebelumnya sebagai auditor pada Inspektorat Provinsi Bali. Alamat email : [email protected]

ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

  • Upload
    ledat

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

1

KORUPSI SISTEMIK MENGHANCURKAN BANGSA

I Nyoman Mariada 1)

ABSTRACT

Corruption congregation as in the case of great corruption committed by more

than one person with the engineering documents for the benefit of himself and his group.

Corruption congregation happens since civilian state bureaucracy (ASN) has not

concerned with the management control system which has already built, as well as

caused by weak internal supervision and external government monitoring.

Still rampant cases of corruption because it has not been a significant change in

mental public officials indicated there are still many corrupt behavior among public

officials such as the executive, legislative and even judicial. And also happen in private

business such the government partner. Law enforcement during this time did not bring

their deterrent effect. Even the Corroption Eradication Commision ( KPK ) continues to

experience massive systematic criminalization in various forms ranging from the

revision of the Anti-corruption Act until the terror to KPK investigators who are dealing

with major cases of great corruption.

An effective way even if takes a long time is how to prevent the build up of

adequate management control system and earnestly implemented under the supervision

of the immediate supervisor in stages. Better management control system if not carried

out with integrity by the leader will be futile. Then the change in behavior is needed by

all civil servants state apparatus and its leaders through a mental revolution.

Techniques change fast powerful mental attitude which is cheap and easy to do

one of them is a method of contemplation. Contemplation is a deep awareness of the

negative behavior to be changed into positive behaviors through the stages kontempalsi

and conducted continuously. Both individually and in groups of at least 10 minutes. In

the future this technique is proposed given in special training or teaching materials

inserted in. With the change this way of thinking it will be able to prevent the

occurrence of cases of adverse congregation of our country.

Keywords: Corruption in congregation, system management control and behavioral

change.

______________________________________________________________________ 1) Widyaiswara ahli utama dengan pangkat Pembina Ahli Utama (IV/d) pada BPSDM Provinsi

Bali. Pengalaman mengajar pada diklat prajabatan, diklat tenis dan diklat PIM IV, III dan II

sejak tahun 2003. Sebelumnya sebagai auditor pada Inspektorat Provinsi Bali. Alamat email :

[email protected]

Page 2: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungguh ironis memasuki tahapan ke 3 dari rencana pembangunan jangka

panjang 2005-2025 pada saat kita fokus membangunan sumber daya manusia yang

memiliki ahlak dan karakter mulia justru terjadi kasus korupsi luar biasa, seperti pada

kasus e-KTP. Luar biasa karena dugaan kerugian negara yang sangat besar. Dugaan

kerugian keuangan Negara 2,3 triliun hampir 40 % dari total nilai proyek 5,9 triliun2)

dan pelakunya juga sangat banyak atau korupsi berjamaah.

Dikatakan sistemik karena membuat lemahnya pengendalian, setidak tidaknya

melibatkan 4 komponen antara lain dari pemerintah, DPR, Partai Politik dan rekanan.

Dari pemerintah sudah ditetapan terdakwanya yakni saudra Irman mantan Direktur

Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dan Sugiharto

mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Dari pihak DPR dan Parpol dari sidang pengadilan Tipikor pertama terungkap

nama nama besar dari partai partai besar. Mereka didakwa bersama-sama melakukan

korupsi dalam proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis

nomor Induk kependudukan secara nasional.

Nama nama yang beredar mengindikasikan bahwa korupsi luar biasa ini sudah

direncanakan secara matang bersifat sistemik, masif dan terstruktur. Aparat yang

seharusnya bisa menggagalkan terjadinya kasus ini seolah olah dibuat tidak berdaya

padahal di lembaga pemerintah sudah ada aparat pengawasan fungsional internal

pemerintah ( APIP ) seperti BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi,

Inspektorat Kabupaten/Kota dan sudah pula diawasi oleh aparat pengawasan eksternal

pemerintah ( APEP ) BPK.

______________________

2)

http://news.liputan6.com diunggah 10 Februari 2017

Page 3: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

3

Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini

tetap saja terjadi yang penyebabnya disamping lemahnya sistem pengendalian internal

yang ada tetapi juga oleh tidak adanya integritas yang memadai dari pejabat

penyelenggara yang disebutkan seperti mantan ketua DPR, mantan Menteri, pejabat

pimpinnan tinggi pemerintah dan anggota DPR.

Seyogyanya kasus korupsi ini tidak akan terjadi jika sistem yang ada diikuti

oleh penyelenggara Negara. Kajian yang pernah dibuat oleh LKPP saja tidak diikuti

apalagi oleh lembaga kontrol yang berada dibawah pejabat berwenang dalam hal ini

mantan Menteri Dalam Negeri yang secara struktural bertanggung jawab atas proyek

e-KTP. Ini artinya integritas penyelenggara Negara belum berubah ketika kita memasuki

era persaingan dunia yang semakin ketat. Akibatnya Indonesia akan tetap teringgal jika

tidak melakukan perubahan besar pada pemberantasan koruppsi ini. Apalagi disinyalir

kasus besar serupa masih terjadi di sektor lainnya.

Dua hal yakni memperbaiki sistem dan prilaku manusia khusunya

penyelenggara Negara mutlak dilakukan pemerintah. Perbaikan sistem saja yang tidak

diimbangi dengan kecerdasan spiritual akan membuat seseorang akan mencapai

keberhasilan dengan menghalalkan segala cara. Sebagaima fenomena prilaku elit

penguasa yang terjadi hingga saat ini.

Hasil survey Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat

korupsi di sektor publik di Indonesia hingga akhir 2014, masih relatif tinggi. Dalam

Corruption Perception Index 2014, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di

dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat

bersih). Dalam data tersebut juga diungkapkan bahwa korupsi menempati urutan teratas

dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. (Wahyudi

Thohary dkk, 2015)

Fenomena degradasi moral yang terlihat ini harus segera diakhiri karena sudah

terjadi sangat lama sejak pemerintaham sejak orde lama hingga orde reformasi selama

hampir selama 72 tahun. Salah urus (miss management) dalam tata kelola pemerintahan

yang disebabkan tidak adanya keteladanan, kejujuran, dan karakter integritas pemimpin.

Dampak dari semua ini terakumulasi dalam 3 masalah pokok bangsa adalah merosotnya

Page 4: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

4

wibawa Negara, lemahnya sendi perekonomian dan intolereransi dan krisis kepribadian.

( Buku Saku 2 Revolusi Mental )

Jika permasalahan ini tidak segera bisa kita atasi maka korupsi berjamaah tidak

saja akan merugikan keuangan Negara, dia akan berdampak terhadap masalah ekonomi

dan masalah sosial bahkan kehancuran bangsa Indonesia. Inilah alasan mengapa kita

harus memberi fokus kepada pembangunan mental bangsa dan perbaikan sistem

pengendalian internal pemerintah secara bersama sama. Jika salah satu faktor ini tidak

kuat maka akan terjadi korupsi. Harapan kita keduanya harus kuat, kalau ini terjadi

maka tidak akan terjadi kasus kasus mega korupsi berjemaah seperti ini terjadi lagi di

bumi Indonesia. Sekalipun terjadi jumlahnya dipastikan tidak sebanyak dan sebesar ini.

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan ini adalah untuk memperoleh gambaran korupsi yang

terjadi di Indonesia, apakah korupsi sistemik itu, apa penyebab terjadinya, apa akibat

dan dampaknya serta bagaimana solusi pemecahan masalah agar di masa depan tidak

ada lagi kasus kasus serupa. Dalam hal ini akan difokuskan pada sistem pengendalian

internal sejauh mana kita sebagai ASN sudah mampu melaksanan pencegahan korupsi

dan upaya apa yang sudah dan akan dilakukan minimal dikalangan intenal.

Korupsi itu terjadi karena buruknya sistem dan kurangnya pemahaman dari

ASN itu sendiri dan kurangnya pengendaian intern dan integritas dari oknum pimpinan

tinggi di internal organisasi yang bersangkutan. Maka melalui tulisan ini diharapkan

dapat meningkatkan kesadaran dari individu ASN akan dampak buruk yang ditimbulkan

dari perbuatan koprupsi, meningkatnya keteladanan dan integritas top pimpinanya dan

berjalannya mekanisme pengawasan internal cek and balances yang memadai. Dan jika

kondisi ini ditularkan ke instansi lainnya niscaya korupsi sistemik tidak akan terjadi lagi

di Indonesia.

Page 5: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

5

II. KERANGKA TEORITIK DAN METODOLOGI

A. Pengertian Korupsi dan Jenis Jenisnya.

Berikut akan diuraikan pengertian korupsi, tindak pidana korupsi dan jenis

jenisnya. Korupsi berasal dari kata latin corruptio yang artinya perbuatan buruk, bejad,

tidak jujur, dapat disuap dan tidak bermoral. Sedangkan menurut kamus bahasa

indonesia, korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang dan

penerimaan uang sogok. Robert Klitgaard ( Modul PRIMA, 2010 : 2) merumuskan

bahwa korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang memonopoli

kekuasaan dan menggunakan kekuasaan secara sewenang wenang tanpa diikuti oleh

adanya pertanggung jawaban yang jelas. Dia memberikan Rumusan : C = D + M – A3)

Sedangkan tindak pidana korupsi diterjemahkan dari bahasa belanda

straafbaarfeit. Straaafbaar artinya dapat dihukum dan feit artinya sebagian dari

kenyataan. Jadi straafbaarfeit artinya sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.

Untuk bisa disebut tindak pidana Prof Mulyarto menyebut ada 3 syarat : pertama

perbuatan manusia, kedua memenuhi persyaratan formal dan ketiga memenuhi

persyaratan materiil.

Menurut Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi

pasal 2 ayat 1 tindak pidana korupsi adalah ”setiap orang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri, orang lain atau koorporasi yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Unsur pertama ada pelakunya yaitu setiap orang dalam hal ini bisa anggota ASN,

atasan langsungnya, pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), pejabat pembuat

komitmen (PPK) dan pengguna anggaran; bisa pengusaha atau rekanan OPD. Kedua

unsur melawan hukum artinya melakukkan perbuatan melanggar ketentuan yang berlaku

dan berdampak materiil atau merugikan keuangan negara atau karena one prestasi dari

pengusaha rekanan OPD. Ketiga memperkaya diri atau orang lain atau korporasi adalah

bertambahnya kekayaan dari yang bersangkutan dari perbuatan melawan hukum yang

dilakukan.

_________

3)Rumusan Robert Klitgaard akan menentukan bahwa semakin banyak monopoli, semakin banyak

kewenangan yang tidak terkontrol dan semakin tidak adanya pertanggungjawaban akan menentukan

semakin rentan seseorang akan melakukan korupsi.

Page 6: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

6

Keempat dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kerugian negara

yang dimaksudkan disini adalah kas tekor atau berkurangnya saldo barang di gudang.

Berkurang jumlah uang atau barang APBN/D karena kelalaian atau perbuatan melawan

hukum tadi yang harus dipertanggung jawabkan oleh petugas ASN. Sedangkan kerugian

perekonomian negara adalah kerugian yang terjadi di perusahaan milik negara atau

milik daerah.

Jenis Jenis dan Penyebab Korupsi

Korupsi bisa dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari ahli yang

mengemukakan. Jenis jenis korupsi sekaligus adalah penyebab dari korupsi. Terjadinya

korupsi disebabkan oleh banyak faktor antara lain yang bersumber dari dalam diri ASN

dan bersumber dari luar. Yang bersumber dari dalam diri antara lain disebabkan oleh :

1. Sifat Tamak, 2. Kurang Bermoral, 3. Penghasilan Kurang Mencukupi Kebutuhan

hidup yang wajar, 4. Kebutuhan hidup yang mendesak 5. Gaya hidup konsumtif,

6. Malas tetapi ingin cepat mendapat hasil dan 7. Ajaran agama yang dianut kurang

diterapkan secara benar (buku saku Mengenali & Memberantas Korupsi yang

dikeluarkan KPK Tahun 2006 )

Sedangkan dari luar menurut buku saku yang dikeluarkan KPK adalah :

1. Penegakan hukum tidak konsisten; 2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang,

3. Langkanya lingkungan yang anti korup; 4. Rendahnya pendapatan penyelenggara

negara; 5. Kemiskinan, 6. Keserakahan; 7. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan

hadiah; 8. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi,

9. Budaya permisif serba membolehkan; dan 10. Gagalnya pendidikan agama dan etika.

Berkaitan dengan yang kedua, Lord Acton menyebut ”Power tends to corrupt,

absolut power will corrupt absolutely” Artinya kekuasaan cendrung korup, kekuasaan

mutlak akan melahirkan korupsi yang mutlak juga. Maka dalam prakteknya selalu akan

diupayakan adanya cek and balances untuk membatasi jabatan yang memiliki kekuasaan

besar. Dahulu ada istilah eksexutif heavy kekuasaan ada ditangan presiden Soeharto,

DPR hanyalah lembaga pengesahan saja.

Belakangan dengan berpindah sebagian besar kekuasaan ke tangan DPR

membuat DPR over acting sebagai penentu anggaran bertindak sewenang wenang.

Page 7: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

7

Dalam setiap kegiatannya selalu diwarnai oleh praktek suap, praktek mark up belanja

yang dilakukan dengan kekuasaan yang besar pada DPR. Kewenangan yang besar akan

tetapi tidak diikuti oleh tanggung jawab yang besar maka akan terjadi penyalahgunaan

wewenang seperti yang sering terjadi dengan kasus kasus yang melibatkan DPR. Seperti

dugaan mega korupsi kasus e-KTP yang disinyalir melibatkan elit pimpinan DPR dan

fraksi fraksi di Komisi II DPR.

Sebab lainnya yang akan dibahas yang diungkapkan dalam modul PRIMA (2010

:14). Mengapa korupsi terjadi? Secara sederhana dapat di bedakan menjadi 2 ( dua) hal

pertama adanya niat dan kedua adanya kesempatan. Bertemunya dua hal antara niat dan

kesempatan maka akan menimbulkan korupsi. Niat berhubungan dengan prilaku, dan

prilaku berhubungan dengan nilai atau values atau spiritual (kepecayaan seseorang) dan

kesempatan berhubungan dengan kelemahan sistem birokrasi. Jika salah satu

kekuatannya melemah maka korupsi masih bisa dihindari, misalnya niat untuk

melakukan kuat akan tetapi sistem birokrasi yang kuat yang tidak memberi kesempatan

sedikitpun maka tidak akan terjadi korupsi. Demikian sebaliknya sistem birokrasi

buruk, akan tetapi niat orang untuk melakukan kejahatan kurang kuat maka korupsi juga

tidak terjadi. Bagaimana misalnya pada saat sistem birokrasi yang buruk pada saat yang

sama niat orang melakukan kejahatan korupsi semakin tinggi. Inilah yang dikatakan

bertemunya niat dan kesempatan, maka dapat dipastikan korupsi pasti akan terjadi. dan

inilah yang kebanyakan terjadi saat ini pada birokrasi kita. Memang ada pengecualian

pada saat sistem birokrasi yang dibangun sudah sangat baik, akan tetapi korupsi masih

saja terjadi maka aspek niat yang masih perlu ditingkatkan kualitas atau kadar

spiritualnya.

Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa ada 30 jenis

perbuatan yang bisa dianggap sebagai perbutan korupsi dan ada 6 peraturan yang ada

hubungannya dengan korupsi. Ke 30 jenis ini dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok

yakni: 1. Kerugian keuangan negara yang diatur dalam ps 2; dan ps 3, 2. suap-

menyuap ; a. ps 5 ay (1) hrfs a & b, b. ps 5 ayat (2), c. ps 6 ayat (1) hrf a dan b, d. ps 6

ayat (2), ps 11, ps 12 hrf a dan b, dan ps 13, 3. Penggelapan dlm jabatan: diatur dalam

ps 8, ps 9 dan ps 10 huruf a; b dan c, 4. Pemerasan : diatur dalam ps 12 huruf e; f; g 5.

Page 8: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

8

Perbuatan curang:diatur dalam ps 7 ayat (1) huruf a; b; c ; d ayat (2)dan ps 12 huruf h.

6. Benturan kepentingan dlm pengadaan: Pasal 12 huruf i. dan 7. Gratifikasi 4 : diatur

dalam pasal 12 B jo. Pasal 12 C.

Menurut Syed Husein Alatas (1997), dalam ilmu sosiologis korupsi dapat

diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yakni : 1. Korupsi transaktif, korupsi yang menunjukan

adanya kesepakatan timbal balik, antara pihak yang memberi dan pihak yang menerima,

demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan

tersebut. 2. Korupsi ekstroaktif, korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi

(tekanan) tertentu dimana pihak pemberi dipakasa untuk menyuap guna mencegah

kerugian yang mengancam diri, kepentingan,orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai.

3. Korupsi Investif, korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa

adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan

akan diperoleh dimasa yang akan datang. 4. Korupsi Nepotistik, korupsi berupa

pemberian perlakuan khusus kepada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan

dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain, perlakuan pengutamaan

dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.

5. Korupsi autogenic, korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan

untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang

hanya diketahu sendiri. 6. Korupsi suportif, korupsi yang mengacu pada penciptaan

suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak

korupsi. 7. Korupsi defensif, suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka

mempertahankan diri dari pemerasan.

Dilihat dari pelakunya berdasarkan pendapat diatas maka dapat diketahui bahwa

korupsi dapat dilakukan sendiri ( autogenik ) dan dapat oleh lebih dari satu orang atau

dilakukan bersama sama. Dan jika ini yang terjadi dan terbukti maka tanggung jawab

atas kerugian negara yang timbul akan menjadi tanggung jawab bersama atau renteng

dan mereka akan diminta mengganti kerugian sesuai dengan jumlah kerugian yang telah

dikorup.

Page 9: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

9

Upaya Upaya Untuk mengatasi

Dari referensi ketentuan yang ada, upaya pemberantasan korupsi meliputi 3

strategi : 1. cegah sebelum terjadi, 2. tindak setelah terjadi dan 3. libatkan masyarakat.

Pencegahan meliputi segala upaya yang dilakukan sebelum korupsi terjadi antara lain

menurut konsept Bank Pembangunan Asia, dikemukakan langkah-langkah yang dapat

menjadi bagian dari program anti korupsi, antara lain : (1) pencegahan melalui

perubahan administrasi, perbaikan pelayanan masyarakat, perbaikan anggaran dan

mmanjemen keuangan, perbaikan pajak dan administrasi bea cukai; (2) pelaksanaan

procurement (pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah); (3) reformasi hukum dan

perundang-undangan; (4) aksi dukungan masyarakat, proses politik dan penetapan

aturan-aturan sendiri;

Pencegahan disebut juga program anti korupsi, merupakan kebijakan untuk

mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang

dimaksud, adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan

korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Peluang bagi

berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem

hukum, sistem kelembagaan), perbaikan manusia (moral, kesejahteraan) dan peran serta

masyarakat.

Perbaikan sistem dapat dilakukan dengan a. memperbaiki peraturan perundang

undangan yang berlaku, b. memperbaiki cara kerja pemerintahan c. memisahkan secara

tegas aset negara dan pribadi d. menegakan etika profesi, e. menerapkan good

governance dan f. teknologi informasi ( kewenangan menyadap telepon pejabat yang

diduga terlibat kasus korupsi )

Perbaikan Manusia dapat dilakukan melalui : a. memperbaiki moral sebagai umat

beragama, b. memperbaiki moral suatu bangsa, c. meningkatkan kesadaran hukum d.

mengentaskan kemiskinan dan kesejahteraan e. memilih pemimpin yang jujur dan anti

korupsi.

Penindakan adalah upaya yang dilakukan setelah adanya indikasi

penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ASN. Indikasi ini bisa diketahui baik dari

pengawasan melekat yang dilakukan oleh OPD masing masing, maupun hasil dari

pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional maupun pengawasan

Page 10: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

10

masyarakat. Sesungguhnya penyimpangan, pemborosan dan penyalahgunaan wewenang

sangat ampuh diatasi oleh berfungsinya pengawasan melekat.

Apa yang dimaksud dengan pengawasan melekat tidak lain adalah berjalannya

fungsi sistem pengendalian manajemen ( SPM ) dan adanya pengawasan atasan

langsung.

Efektifitas fungsi waskat, menuntut peran lebih banyak Aparat pengawasan

fungsional pemerintah disingkat APFP. Pengawasan fungsional adalah pengawasan

yang dilakukan oleh aparat yang dibentuk untuk membantu pimpinan dalam

organisasi seperti BPKP, IRJEN Kementrian dan LPND, Badan Pengawas atau

Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota. Selama kurun waktu 3 dasa warsa hasil

pengawasan APFP belum maksimal dan terbukti angka korupsi semakin merajalela

kasus kasus korupsi besar, sekalipun dizaman reformasi yang dikawal oleh KPK.

Peran serta Masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat menetukan

keberhasilan pemberantasan korupsi. Berfungsunya masyarakat baik secara individual

maupun kelompok ( LSM ) untuk aktif mengawasi pemerintahan sangat penting apabila

waskat dan wasnal tidak berfungsi sebaqgaimana mestinya. Pengawasan masyarakat

dimaknai oleh turut sertanya masyarakat dalam mengawasi pembangunan dan

pemerintahan termasuk didalamnya surat kaleng ( anonym ) yang kadang kadang juga

banyak benarnya.

Keberadaan pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan :mengingat 1. Wasmas

muncul karena hak turut serta melakukan pengawasan ( psa 41 ayat 1 ) yang

menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan dan membantu upaya pencegahan dan

pemberantasan ; 2. Psl 41 ay 2 peran serta dalam bentuk hak mencari, memperoleh dan

memberi informasi, hak memperoleh pelayanan, hak menyampaikan saran pendapat dan

lain lain; 3. Tindak lanjut ditetapkan PP 71/2000 Tata Cara pelaksanaan peran serta

masyarakat dan 4. Pengawasan ini dapat langsung maupun tidak langsung misalnya

yang banyak terjadi adalah melalui surat kaleng.

Page 11: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

11

B. Metodologi

1. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dan informasi mengenai pemberantasan korupsi

diambil dari data sekunder dari laporan instansi pemerintah dan kebijakan

pemberantasan korupsi dari data sekunder pada dokumentasi yang ada dan

pubikali pada media cetak maupun elektronik.

2. Pembahasan dilakukan secara deskriptif kwalitatif dari data yang diperoleh dari

sumber kepustakaan yang diperoleh dan relevan informasinya dengan topik ysng

ditulis. Pembahasan penulisan ini tinjauannya dibatasi hanya pada sistem

pengendalian internal dan aspek sikap prilaku ASN pada birokrasi pemerintah.

Page 12: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

12

III. PEMBAHASAN

1. Buruknya Sistem Pengendalian Internal Pemerintah.

Permasalahan korupsi dikalangan birokrasi dipicu dengan buruknya sistem

pengendalian internal atau sistem pengendalian manajemmen ( SPM ). SPM ini juga

dikenal dengan pengawasan melekat ( waskat ). Waskat merupakan salah satu sub

sistem yang utama disamping pengawasn fungsional, pengawasan legislatif dan

pengawasan masyarakat. Disebut utama karena sangat menentukan keberhasilan

tujuan pengawasan. Sebelum aparat pengawasan ekternal ( APEP) BPK dan aparat

pengawasan fungsional internal pemerintah (APIP) lebih dahulu OPD melakukan

pengawasan manajemen built in control dilakukan secara berjenjang mulai dari

eselon paling rendah eselon IV kepada staf bawahannya sampai JPT terhadap

pimpinan dibawahannya.

Sistem yang buruk pada instansi pemerintah lebih disebabkan karena

belum terciptanya sistem pengendalian internal yang memadai pada OPD. Dari hasil

pemeriksaan aparat pengawasan fungsional internal pemerintah Provinsi misalnya

temuan hasil pemeriksaan dominan disebabkan karena kelemahan pengawasan

atasan langsung secara berjenjang ( pengawasan melekat ) selama ini.

Tidak berjalannya mekanisme pengendalian internal yang baik disebabkan

oleh belum dibangunnya sistem pengendalian manajemen (SPM) yang memadai

yang terdiri atas : 1. Belum adanya tujuan yang pasti yang tergambar dari rencana

terinci dan terukur selama periode berjalan, 2 Belum terjabarkannya pembagian

tugas secara struktur dan pembagian tugas yang jelas diantara petugas, 3. Tidaknya

adanya kebijakan yang jelas dari pimpinan, 4. Belum disusunnya prosedur kerja

yang transparan, seperti norma, standar, pedoman dan acuan yang pasti, SOP yang

asal asalan dan mengabaikan pelaksanaan kerja, 5. Belum dibiasakannya sistem

pelaporan secara berjenjang dari bawahan kepada atasan dalam setiap penugasan

dan 6. Kurangnya supervisi dan pembinaan personal oleh atasan secara berjenjang.

Pengabaian Ke-enam unsur SPM ditambah dengan tidak adanya

keteladanan dari pemimpin menimbukan pemborosan, kebocoran keuangan daerah

baik yang disengaja maupun tidak. Perbuatan sengaja yang dilakukan oleh pejabat

publik melibatkan sebagian oknum pejabat tinggi seperti Menteri, oknum anggota

Page 13: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

13

DPR/DPRD, oknum Gubernur/Bupati dan Wali Kota dan penyelenggara negara

lainnya.

Apabila kita melihat temuan hasil pemeriksaan APIP sebagian besar

penyebab dari temuan yang merugikan keuangan negara dan daerah disebabkan

karena lemahnya sistem pengendalian manajemen tadi. Kalaupun SPM dibuat itu

pun belum berhasil mencegah perbuatan korupsi, karena tidak adanya sistim cek

and balances dalam penerapannya dan tidak serius dilakukan. Terbukti top pimpinan

atau atasan langsung yang harus menjamin terlaksananya SPM ini justru telah

berbuat kesalahan terlebih dahulu. Akibatnya dia tidak akan berani mengambil

tindakan tegas kepada bawahannya masing-masing yang telah melakukan

kesalahan, karena merasa sudah melakukan kesalahan.

Memang ada pengecualiannya kelalaian dilakukan oleh indivu atau

perseorangan dan ini jumlahnya sangat sedikit. Akan tetapi sebagian besar

kesalahan itu disebabkan karena sudah ada sein atau petunjuk dari atasan. Hal ini

terjadi pada sebagaian besar kasus korupsi, apakah kasus yang merugikan keuangan

negara atau kasus kasus suap. Dalam kasus suap sudah pasti pelakunya lebih dari 1

( satu ) orang. Ada pihak yang memberi dan ada pihak yang menerima.

Dan seharusnya pengawasan atasan langsung mantan Direktur Jenderal

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri bisa mencegah

kesalahan ini, akan tetapi tidak dilakukan. Pengawasan melekat terakhir dari mantan

Menteri Dalam Negeri selaku penangungjawab program dan kegiatan karena

sebagai pengguna anggaran, juga lolos. Setelah itu pemeriksaan dari APIP atau

pengawasan ekternal pemerintah (BPK) harus menemukan kesalahan atau kelalaian

yang mengakibatkan kerugian negara akan tetapi sama hasilnya tidak menemukan

kesalahan.

Apa yang kita bisa pelajari dari kasus kasus besar ini? Setidaknya ada 4 hal

yang bisa diungkapkan : Pertama, tidak berjalannya SPM (waskat) saat itu di

Kementerian Dalam Negeri. Hal ini bisa terjadi karena unsur unsur SPM yang

dibuat belum secara otomatis bisa mengendalikan kesalahan jika terjadi, sesuai

dengan tujuan pembentukan SPM itu. Tidak adanya sistim yang saling mengontrol

antara bagian yang merencanakan dengan yang melaksanakan dan yang mengawasi.

Page 14: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

14

Kedua peran APIP tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tujuan dibentuknya

APIP adalah membantu pimpinan top manajemen mengawasi pelaksanaan program

dan kegiatan agar tidak menyimpang dari tujuannya tidak bisa tercapai karena tidak

bisa menemukan kesalahan aparatur ASN dalam pengelolaan kegiatan.

Ketiga peran APEP sebagai pengaman penyelenggaraan keuangan negara

karena fungsinya melakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan keuangan negara dan

melakukan investigasi jika dalam penyelenggaraan keuangan negara terjadi indikasi

yang mangakibatkan terjadinya kerugian negara.

Keempat adanya pengawasan atasan langsung secara berjenjang oleh atasan

langsung masing-masing tidak berjalan. Bagian perencanaan yang menyusun

anggaran tidak mematuhi standar standar biaya dalam penyusunan kegiatan dan

mantan Direktur yang tidak melaksanakan pengawasan atasan langsung

sebagaimana tugas pokok fungsinya. Pengawasan atasan langsung dari mantan

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil yang tidak melakukan pengawasan

terhadap Direktur bawahannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Keempat hal ini yang kalau dilakukan dengan benar adanya SPM yang

memadai, berfungsinya APIP, berfungsinya APEP dan berlangsungnya pengawasan

berjenjang oleh atasan langsung masing masing, maka kasus yang merugikan

triliunan rupiah uang negara tidak akan terjadi. Betapa pentingnya waskat ini kalu

dilakukan dengan benar maka ia akan dapat mencegah kerugian negara.

Jadi waskat harus diciptakan dengan baik melalui 6 unsur SPM yakni adanya

rencana yang jelas, adanya pembagian kerja yang jelas, adanya kebijakan pasti,

prosedur kerja yang memadai, sistim pelaporan yang jelas dan adanya pembinaan

personil. Dan adanya pengawasan atasan langsung, yang dilakukan dengan penuh

integritas oleh setiap pimpinan secara berjenjang, maka akan sangat ampuh

mencegah terjadi korupsi. Tidak dilaksanakan hal hal ini maka terjadi kasus besar

dan akan diselesaikan melalui proses hukum yang sedang berjalan oleh KPK dan

kerugian negara yang timbul akan bisa ditarik kembali dan disetorkan ke kas

negara dan setiap orang, oknum ( pejabat, pengusaha, pimpinan dan anggota DPR )

harus bertanggung jawabkan kerugian negara itu.

Page 15: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

15

Akumulasi dari problem problem korupsi yang terus terjadi dan seolah olah

sangat sulit diatasi ini akan membuat pemerintah mengalami krisis kepercayaan dari

masyarakat dan menurunkan wibawa pemerintah, lemahnya sendi sendi

perekonomian negara dan krisis kepribadian bangsa. Karena setiap upaya

pemberatasan korupsi akan selalu mendapat perlawanan dari koruptor langsung

ataupun tidak langsung. KPK sejak awal pendiriannya tidak pernah luput dari upaya

kriminalisasi sejak 10 tahun terakhir ini. Mulai dari wacana revisi Undang Undang

Nomor 31 Tahun 1999 yang terus digelorakan oleh beberapa oknum DPR.

2. Perlunya Strategi Merubah Pola Pikir ASN.

Dari paparan diatas SPM yang dibangun sebaik apapun apabila tidak

diikuti oleh integritas aparatur ASN akan mubazir dan sia sia. Oleh karena itu

diperlukan strategi merubah pola pikir ASN. Perubahan dapat dilakukan secara

bertahap atau serentak dan revolusioner. Revolusioner adalah cara yang banyak

ditempuh oleh Negara Negara yang sudah lama mengalami korupsi. Indonesia

menempuh cara kedua yang dikenal dengan revolusi mental.

Revolusi mental adalah gerakan Indonesia baru untuk mengubah pola

pikir/paradigm penyelenggaraan pelayanan publik dari semula berorientasi pada

“pemerintah sebagai penyedia” menjadi pelayanan yang berorientasi pada

“kebutuhan masyarakat sebagai pengguna”.

Dibutuhkan strategi revolusioner yang tidak saja pada kelembagaan dan

administrasi, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah pada perubahan mental.

Tidak saja membangun SPM yang memadai, akan tetapi perlu semangat

penyelenggara negara. Semangat pelayanan publik dituangkan kedalam rencana

strategik dengan visi dan misi yang jelas secara holistik mulai dari visi Presiden

Joko Widodo yang dijabarkan ( break down ) ke program Menko PMK dan

didukung oleh Kementerian/Lembaga, Instansi dan Pemerintah Daerah.

Dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan publik. Pada gilirannya

akan membangun kepercayaan publik ( public trust ) yang selanjutnya akan

mendorong praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governence ).

Seperti praktek sejak tahun 2015 pemerintah menggulirkan program one agency one

Page 16: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

16

inovation yang berhasil melakukan revolusi mental dari pelayanan berbelit belit

panjang dan mahal ke pelayanan sederhana, cepat, murah.

Menurut data ada tiga menteri, empat gubernur, sepuluh bupati, dan tujuh

Walikota menerima penghargaan berupa piala atas prestasinya sebagai Top 25

inovasi pelayanan publik (http://www.menpan.go.id/) diakses 17 September 2016.

Dan ini akan terus dilanjutkan untuk menjamin reformasi pelayanan publik.

Keberhasilan pemberantasan korupsi sangat ditentukan oleh perubahan

mental dan prilaku birokrasi secara keseluruhan. Dimulai dari keteladanan pimpinan

yang akan menentukan partisipasi pegawai. Jika pemimpin memiliki sifat jujur,

berani dan tegas maka akan diikuti oleh bawahannya. Demikian sebaliknya seorang

pemimpin seorang diri bagaimanapun pintarnya jika tidak dibantu akan sulit

mewujudkan visi dan misinya. Perubahan yang dilakukan selama ini belum

menyentuh ke akar permasalahan perubahan baru sebatas penyempurnaan

administrasi publik dan kelembagaan saja tanpa diikuti oleh perubahan mental

sehingga belum bermanfaat maksimal.

Perubahan mental ini perlu dilakukan meliputi 7 perubahan mental utama

yang disebut mentalitas baru Indonesia hebat : 1. Dari pasif menjadi aktif, 2. Dari

pesimis menjadi optimis, 3. Dari mengeluh menjadi focus pada solusi, 4. Dari malas

malasan menjadi giat bekerja, 5. Dari mudah menyerah ke pantang menyerah,

6. Dari orientasi pada hasil ke orientasi pada proses dan 7. Dari penonton menjadi

pelaku.

Implementasi dari perubahan mental ini masih jauh dari sempurna yang

disebabkan oleh tidak dimilikinya integritas mentalitas ASN, etos kerja dan gotong

royong. Integritas jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab dan

konsisten. Etos kerja bersemangat, daya saing, optimis, inovatif dan produktif.

Gotong royong mampu bekerjasama, solidaritas, tolong menolong, peka komunal

dan berorientasi kemaslahatan ( Buku saku 2 GNRM, 2015 ).

Untuk merubah prilaku ASN strateginya melalui internalisasi 3 nilai

revolusi mental tadi melalui : 1. Jalur Birokrasi, 2. Jalur pendidikan, 3. Jalur swasta

dan 4. Kelompok masyarakat. Jalur birokrasi dapat dilakukan dengan merubah

karakter dengan pendidikan karakter. Karakter adalah cara berpikir dan berprilaku

Page 17: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

17

yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja. Fokus pendidikan

karakter adalah untuk menanamkan atau menginternalisasikan nilai nilai moral ke

dalam sikap dan prilaku supaya pegawai memiliki sikap dan prilaku yang baik.

Sikap dan prilaku yang baik didasari oleh nilai nilai karakter berlandaskan

budaya bangsa seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif

mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,

peduli sosial dan tanggung jawab.

Apa yang terjadi dengan pendidikan karakter ini selama proses reformasi?

Bukan terjadi perubahan yang positif akan tetapi cendrung dominan ke perubahan

negatif. Mengapa? Karena pengalaman ASN hampir semua dipengaruhi oleh

seeding negatif dari yang dilihat dari pendahulunya. Pengaruh negatif ini akan

sangat cepat menyebar dan kalau hal ini tidak cepat diatasi maka tujuan revolusi

mental tidak akan tercapai.

Disamping itu pendidikan karakter belum maksimal disebabkan belum

berubahnya kondisi budaya organisasi. Pada lingkungan organisasi yang masih

korup maka akan sulit mengajarkan/mendidik/melatih pegawai agar tidak korup.

Oleh karena itu internalisasi nilai nilai integritas, etos kerja dan gotong royong harus

dilakukan sungguh sungguh melalui teknik merubah pola pikir. Menurut Apradiz

Newcyber ( 2015 ) ada 5 macam antara lain : 1. Metode NLP,

2. Kontemlasi, 3. Membangun konsep diri, 4. Mind maping dan 5. Pengetahuan

hipnosis.

Karena terbatasnya waktu dan kemampuan penulis, maka akan diuraikan

salah satu teknik yang sangat menyentuh hati nurani kita yaitu teknik kontemplasi.

Tehnik ini merupakan tenik secara sukarela secara sadar setiap aparatur menyadari

siapa diirinya saat ini. Diri kita saat ini yang masih banyak kekurangan dan

kelemahan kita akui, dan pasrah berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai

dengan niat untuk merubah kebiasaan buruk dari kekurangan dan kelemahan disertai

dengan keyakinan bahwa kita bisa melakukannya.

Menurut Azhar Muhammad ( 2012 ) kontemplasi berasal dari bahasa latin

(contemplore) berarti suatu kegiatan perenungan, memandang dengan hati dan

Page 18: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

18

ketenangan pikiran. Kontemplatif merupakan sebuah aktifitas yang mengutamakan

kehidupan penuh ketenangan. Ada yang menyebut dengan muhasabah atau

perenungan yang mendalam atau zikir dalam agama Islam. Pada praktisi meditasi

disebut dengan doa buka hati dalam reiki tumo.

Bagi pembaca yang belum biasa melakukan meditasi teknik kontemplasi

sangat mudah dilakukan. Tahapan tahapan untuk melakukan teknik ini adalah 1.

Menyiapkan diri secara mental untuk melakukan perubahan, 2. Berdoa sesuai

dengan kepercayaan agama masing masing, 3. Melakukan visualisasi ( perenungan )

: Evaluasi diri sejak kecil hingga saat ini, temukan kekurangan diri, temukan

kesalahan yang telah dilakukan, berjanji untuk tidak mengulangi dan mohon ampun

pada Tuhan Yang Maha Esa; 4. Memperbaiki kesalahan dengan minta maaf; 5.

Memperbaiki diri ( meningkatkan kemampuan dan memperbaiki tingkah laku ) dan

6. Melakukan pekerjaan yang bermanfaat.

Proses kontemplasi penjernihan hati ini dilakukan setiap saat, setiap hari

paling sedikit 10 menit baik di tempat kerja maupun ditempat tempat yang aman

dan tenang untuk melakukannya. Karena perubahan mental dari sifat prilaku yang

negatif ke prilaku yang positif merupakan proses internalisasi melalui pikiran bawah

sadar seseorang.

Seperti kita ketahui bahwa pikiran bawah sadar adalah gudang dimana

semua informasi tersimpan disana sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan

sampai umur kita saat ini. Semua informasi yang masuk tidak seluruhnya yang baik

dan positif. Pendidikan sejak dini akan sangat besar pengaruhnya. Jika seseorang

anak di didik dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai nilai spiritualitas maka

dia akan terbentuk dan memiliki sifat sifat yang baik, benar dan jujur. Demikian

sebaliknya jika anak dibesarkan dalam lingkungan penjahat, maka dia akan

terbentuk menjadi orang yang tidak baik dan tidak jujur.

Apabila keadaannya dominan yang kedua, maka kalau individu memiliki

kesadaran yang tinggi tentang kesalahan yang dilakukan dan dampaknya bagi

kehidupan orang lain maka untuk bisa merubahnya salah satu adalah dengan teknik

kontemplasi. Teknik ini sebaiknya diberikan pada diklat ASN secara tersendiri atau

merupakan materi sisipan. Dilakukan berkelanjutan untuk membangkitkan

Page 19: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

19

kesadaran dan keyakinan kita semua bahwa masa depan Indonesia berdaulat,

mandiri dan berkepribadian berdasarkan Gotong Royong (Pancasila) tidak mungkin

bisa dicapai tanpa merubahah mental.

Dari paparan yang dikemukaan diatas maka kecenderungan korupsi

bersistemik sebagaimana yang terjadi pada kasus kasus korupsi besar akan dapat

diminimalisir. Akan tetapi kondisi ini membutuhkan kesungguhan dari top

manajemen JPT OPD dengan memberi contoh keteladan integritas dalam

memimpin. Faktor manusia sangat menentukan keberhasilan SPM yang dibangun.

Sebaik apapun SPM jika dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki integritas

maka tetap akan terjadi penyimpangan korupsi yang dapat merugikan keuangan

Negara.

Page 20: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

20

IV. PENUTUP

Dari uraian pada pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Korupsi sistemik terjadi pada kasus kasus korupsi besar disebabkan SPM tidak

memadai dan mekanisme pengawasan berjenjang ( waskat ) tidak berjalan

sebagaimana mestinya.

2. SPM untuk pengendalian kasus korupsi harus tetap dibangun dan

disempurnakan meliputi : adanya rencana terinci, pembagian tugas secara

struktur dan pembagian tugas yang jelas, adanya kebijakan yang jelas,

prosedur keja yang transparan, sistem pelaporan dan pembinaan personal.

3. Untuk menjamin terlaksananya SPM dukungan top manajemen dan setiap atasan

langsung sangat dibutuhkan dalam mengawasi setiap program dan kegiatan

bawahan dan harus berani mengambil sikap tegas jika menemukan kesalahan.

4. Pemimpin harus siap melakukan perubahan pada lingkup OPD yang dipimpin

yang dimulai pada perubahan diri pemimpin terlebih dahulu dengan

memberikan contoh prilaku berintegritas kepada bawahannya.

5. Salah satu cara ampuh yang murah, cepat dan sangat mudah dilakukan adalah

dengan teknik kontemplasi yaitu kesadaran diri pemimpin dan bawahannya

untuk mengurangi sifat negatif untuk diubah menjadi sifat yang positif.

6. Perubahan sikap prilaku dapat dilakukan pada diklat baik secara sendiri maupun

disisipkan kedalam materi diklat tentang pentingnya perubahan revolusi mental

untuk mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi kelak dikemudian hari.

Demikian tulisan singkat ini semoga dapat memberikan gambaran

tentang korupsi berjamaah tentang proses terjadinya dan upaya mengatasinya

bagi pembaca dari semua tingkatan serta memberi manfaat bagi kemaslahatan

untuk semua umat manusia.

Page 21: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

21

DAFTAR PUSTAKA

Acep Chaeruloh dan Tim, 2010. PRIMA Program Revitalisasi Integritas Mental, Deputy

Pencegahan Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Jakarta.

Apradiz New Cyber, 2015. Teknik Mengubah Pola Pikir, Yogyakarta.

Azar Muhammad, 2012. Kontemplasi Perenungan Muhasabah, Teknik Mengubah Pola

Pikir, Jakarta.

Wahyudi Thohary, Wawan Suyatmiko, Ferdian Yazid, Sekar Ratnaningtyas

Copyright © 2015 Transparency International Indonesia. All right reserved.

Danida, Jakarta.

Buku Saku 2 Revolusi Mental, 2015. Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan

Manusia dan Kebudayaan, Jakarta

Undang Undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang Undang 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK, 2006. Buku Saku, Memahami Untuk Membasmi Tindak Pidana Korupsi,

Jakarta.

KPK, 2014. Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2013, Fakta Korupsi Dalam

Layanan Publik, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Jakarta.

Gerakan Nasional Revolusi Mental, 2015. Kementerian Koordinator Bidang

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta.

http://www.menpan.go.id/ diakses 11 Februari 2017

http://azharmind.blogspot.com/2012/01/kontemplasi-perenungan-muhasabah-

tekini.html#ixzz4eSDiyVXq

Page 22: ABSTRACT - 103.43.45.136103.43.45.136/siki/assets/dokumen/Karya_Tulis_29_V1_595c492b9d98… · 3 Akan tetapi kasus korupsi dari oknum yang memiliki Intelektual tinggi ini tetap saja

22

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I Nyoman Mariada, lahir di Denpasar 31 Desember

1956. Menamatkan S-1 Fakultas Ekonomi UNUD 1982

dan S-2 Ilmu Pemerintahan pada UNPAD 2002.

Bekerja di BPSDM Provinsi Bali. Pangkat IV/d.

Pengalaman mengajar diawali mulai dari dosen luar

biasa di Fakultas Ekonomi UNUD dan beberapa PTS di

Bali.

Pengalaman jabatan, sebagai pemeriksa Inspektorat Wilayah Provinsi

hingga tahun 2003. Sejak tahun 2004 diangkat sebagai Widyaiswara BPSDM

Provinsi Bali. Koordinator Widyaiswara ( 2010-2012 ) dan Tim Penilai Angka

Kredit Daerah Jabatan Fungsional Widyaiswara (2010 – 2016 ) dan Sekretaris

Ikatan Widyaiswara ( IWI ) Bali.

Pengalaman mengajar antara lain mengampu Tuntutan Perbendaharaan

dan Tuntutan Ganti Rugi, Pengawasan Keuangan Daerah pada diklat teknis,

Pemberantasaan Korupsi dan Pola Pikir PNS pada diklat prajabatan. Agenda

Diagnostic Reading dan Isu strategis pada diklat kepemimpinan Tingkat II, III

dan IV pola baru. Aktualisasi nilai nilai Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka

Tunggal Ika pada Orientasi DPRD Kabupaten/Kota se Bali Tahun 2014-

Sekarang.

Disamping mengajar, aktif menyusun modul modul diklat teknis,

menyusun artikel di media dan jurnal ilmiah. Terakhir menulis buku “

Memberantas Korupsi Melalui Pendidikan Karakter”