17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Abortus 2.1.1 Pengertian Abortus Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005). 2.1.2 Etiologi Abortus Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001). Faktor ovofetal : Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat. Faktor maternal : Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa Universitas Sumatera Utara

abortus.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: abortus.pdf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abortus

2.1.1 Pengertian Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan

janin < 500 gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua

kehamilan yang diketahui (Naylor, 2005).

2.1.2 Etiologi Abortus

Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya

disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu),

abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001).

Faktor ovofetal :

Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa

pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi

malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang

kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya

kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.

Faktor maternal :

Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik

maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu

lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus

kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 2: abortus.pdf

masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit

untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.

Penyebab abortus inkompletus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah

sebagai berikut.

1. Faktor genetik.

Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan

oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester

pertama merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan

sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi

meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80,

pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan

meningkat setelah usia 35 tahun.

Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom

yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor

tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila

didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya

juga berisiko abortus.

2. Kelainan kongenital uterus

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik.

Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan

riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab

terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 -

80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: abortus.pdf

Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko

kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi.

Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi

serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 –

80%, bergantung pada berat ringannya gangguan.

3. Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,

ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus

berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori

diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus,

diantaraya sebagai berikut.

a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak

langsung pada janin atau unit fetoplasenta.

b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga

janin sulit bertahan hidup.

c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut

kematian janin.

d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias

mengganggu proses implantasi.

4. Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya

mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa

sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla

Universitas Sumatera Utara

Page 4: abortus.pdf

dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus

berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada

usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia

kehamilan 8 – 11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita

juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini

berhubungan dengan 21% abortus berulang.

5. Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,

atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap

buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan

unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif

sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga

menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan

adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

6. Faktor Hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang

baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian

langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran

hormon setelah konsepsi terutama kadar progesterone.

Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama ,

risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan

kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: abortus.pdf

Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi

korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah

berhubungan dengan risiko abortus.

Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih

dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50%

perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang

normal (Prawirohadjo, 2009)

Selain penyebab-penyebab diatas kategori penyebab abortus inkompletus antara lain :

1. Kelainan dari ovum

Menurut Hertig dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan

abortus spontan, termasuk abortus inkompletus.

Menurut penyelidikan mereka dari 1000 abortus inkompletus:

- 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis.

- 3,2% disebabkan kelainan letak embrio.

- 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal.

Abortus inkompletus yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum

berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya

makin muda kehamilan waktu terjadinya abortus makin besar kemungkinan

disebabkan oleh kelainan ovum (50 – 80 %).

2. Kelainan genitalia ibu

a. Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).

b. Kelainan letak dari uterus seperti retrofelsi uteri fiksata.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: abortus.pdf

c. Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi daripada ovum yang

sudah dibuahi seperti kurangnya progesterone/oestrogen, endometritis, mioma

submukus.

d. Uterus terlalu cepat renggang (kehamilan ganda, mola).

e. Distorsio dari uterus : oleh karena didorong oleh tumor pelvis.

3. Gangguan sirkulasi plasenta

Kita jumpai pada penyakit nefritis, hipertensi, toksemia-gravidarum, anomaly

plasenta dan endartritis oleh lues.

4. Penyakit-penyakit ibu

Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi : pneumonia, tifoid, pielitis,

rubeola, demam malta dan sebagainya. Berdasarkan faktor ibu yang paling sering

menyebabkan abortus adalah infeksi. Sesuai dengan keluhan yang biasa ibu alami

kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genital. Tapi

bisa saja juga dipengaruhi oleh faktor- faktor yang lain. Infeksi vagina pada

kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus sebelum

waktunya (Mochtar, 1998)

Macam-macam infeksi pada vagina, yaitu:

a. Infeksi vagina akibat bakteri disebabkan karena tidak seimbangnya ekosistem

bakteri pada vagina. Biasanya ditandai dengan adanya keputihan yang encer dan

berbau busuk/ amis.

b. Infeksi vagina akibat trikomonas disebabkan oleh parasit yang berflagela yaitu

trikhomonas. Keputihan yang ditimbulkan sangat banyak, purulen, berbau

busuk dan disertai rasa gatal.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: abortus.pdf

c. Infeksi vulva dan vagina akibat jamur penyebabnya candida albicans yang

merupakan 90 % infeksi jamur di vagina. Faktor predisposisinya adalah

penggunaan antibiotik pada kehamilan dan diabetes melitus . Keputihan yang

terjadi sangat khas seperti bubuk keju dan sangat gatal. Bila perjalanan

penyakitnya kronik dapat menyebabkan rasa nyeri dan panas.

d. Infeksi akibat proses peradangan pada vagina penyebab pasti belum diketahui.

Gejala yang ditimbulkan keputihan yang banyak, purulen dan menimbulkan

gejala iritasi/ panas pada vulva dan vagina disertai nyeri panggul (Ayurai,

2009).

5. Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alcohol, dan lain-lain.

a. Ibu yang asfiksia seperti pada dekom.kordis, penyakit paru berat, anemi gravis.

b. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, avit A/C/E,

diabetes mellitus.

6. Rhesus antagonism

Pada rhesus antagonism darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus

sehingga terjadinya anemi pada fetus yang menyebabkan-nya mati.

7. Terlalu cepat korpus luteum menjadi atrofis.

8. Perangsangan pada ibu sehingga menyebabkan uterus berkontraksi, umpamanya :

terkejut sangat, obat-obat uterus tonika, ketakutan, laparotomi dan lain-lain.

9. Trauma langsung terhadap fetus : selaput janin rusak langsung karena instrument,

benda dan obat-obatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: abortus.pdf

10. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi,

dekompensasis kordis, malnutrisis, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin,

Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.

11. Faktor serviks : inkompetensi serviks, sevisitis (Mochtar, 1998).

2.1.3 Mekanisme Abortus

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh

bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi

plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya

kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari

8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua

dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil

konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan

pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali

dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin

yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin

sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.

Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan

minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya

plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam

uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan

pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa

Universitas Sumatera Utara

Page 9: abortus.pdf

nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan

adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam (Prawirohardjo, 2002).

2.1.4 Tahapan Abortus

Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :

1. Abortus Iminens merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus,

ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi

masih baik dalam kandungan.

2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks

telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih

dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

3. Abortus Inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri

dan masih ada yang tertinggal.

4. Abortus Kompletus adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri

pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah

meninggal dalam kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi

seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

6. Abortus Habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-

turut.

7. Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.

8.Abortus Terapeutik adalah abortus dengan induksi medis (Prawirohardjo, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: abortus.pdf

2.2 Abortus Imkompletus (Keguguran Bersisa)

2.2.1 Pengertian

Abortus inkompletus adalah keluarnya sebagian, tetapi tidak seluruh hasil

konsepsi, sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dan sebelum berat janin 500

gram (SPMPOGI, 2006).

Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum

uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram

(Prawirorahardjo, 2009).

2.2.2 Gejala-gejala Abortus Inkompletus

Adapun gejala-gejala dari abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Amenorea

2. Perdarahan yang bias sedikit dan bias banyak, perdarahan biasanya berupa darah

beku

3. Sakit perut dan mulas – mulas dan sudah ada keluar fetus atau jaringan

4. Pada pemeriksaan dalam jika abortus baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang

– kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum

uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan (Mochtar, 1998).

2.2.3 Diagnosis Abortus Inkompletus

Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: abortus.pdf

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis

2. Pemeriksaan Fisik

a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan

b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat

juga menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.

c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.

d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu

bekuan, waktu perdarahan, dan trombosit.

b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi

2.2.4 Komplikasi Abortus Inkompletus

Komplikasi yang dapat ditimbulkan abortus inkompletus adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi

dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi

apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,

laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus

dan apakah ada perlukan alat-alat lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: abortus.pdf

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.

4. Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,

streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.

paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada

lactobacili, streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,

Bacteroides sp, Listeria dan jamur (Prawirohardjo, 1999).

2.2.5 Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus

Tindakan Operatif Penanganan Abortus Inkompletus terdiri dari:

- PengeIuaran Secara digital

Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran bersisa. Pembersihan secara

digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat

dilalui oleh satu janin longgar dan dalam kavum uteri cukup luas, karena manipulasi

ini akan menimbulkan rasa nyeri.

- Kuretase

Kuretase adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase

(sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan

pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya

uterus.

- Vacum kuretase adalah cara mengeluarkan hasil konsepsi dengan alat vakum

(Setyasworo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: abortus.pdf

2.2.6 Penanganan

Jika perdarahan (pervaginam) sudah sampai menimbulkan gejala klinis syok,

tindakan pertama ditujukan untuk perbaikan keadaan umum. Tindakan selanjutnya

adalah untuk menghentikan sumber perdarahan.

Tahap Pertama :

Tujuan dari penanganan tahap pertama adalah, agar penderita tidak jatuh ke

tingkat syok yang lebih berat, dan keadaan umumnya ditingkatkan menuju keadaan

yang lebih balk. Dengan keadaan umum yang lebih baik (stabil), tindakan tahap ke

dua umumnya akan berjalan dengan baik pula.

Pada penanganan tahap pertama dilakukan berbagai kegiatan, berupa :

a. Memantau tanda-tanda vital (mengukur tekanan darah, frekuensi denyut nadi,

frekuensi pernafasan, dan suhu badan).

b. Pengawasan pernafasan (Jika ada tanda-tanda gangguan pernafasan seperti adanya

takipnu, sianosis, saluran nafas harus bebas dari hambatan. Dan diberi oksigen

melalui kateter nasal).

c. Selama beberapa menit pertama, penderita dibaringkan dengan posisi

Trendelenburg.

d. Pemberian infus cairan (darah) intravena (campuran Dekstrose 5% dengan NaCl

0,9%, Ringer laktat).

e. Pengawasan jantung (Fungsi jantung dapat dipantau dengan elektrokardiografi dan

dengan pengukuran tekanan vena sentral).

f. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, jenis

Rhesus, Tes kesesuaian darah penderita dengan darah donor, pemeriksaan pH

Universitas Sumatera Utara

Page 14: abortus.pdf

darah, pO2, pCO2 darah arterial. Jika dari pemeriksaan ini dijumpai tanda-tanda

anemia sedang sampai berat, infus cairan diganti dengan transfusi darah atau infus

cairan bersamaan dengan transfusi darah. Darah yang diberikan dapat berupa

eritrosit, jika sudah timbul gangguan pembekuan darah, sebaiknya diberi darah

segar. Jika sudah timbul tanda-tanda asidosis harus segera dikoreksi.

Tahap kedua :

Setelah keadaan umum penderita stabil, penanganan tahap ke dua dilakukan.

Penanganan tahap ke dua meliputi menegakkan diagnosis dan tindakan menghentikan

perdarahan yang mengancam jiwa ibu. Tindakan menghentikan perdarahan ini

dilakukan berdasarkan etiologinya.

Pada keadaan abortus inkompletus, apabila bagian hasil konsepsi telah keluar

atau perdarahan menjadi berlebih, maka evakuasi hasil konsepsi segera diindikasikan

untuk meminimalkan perdarahan dan risiko infeksi pelvis. Sebaiknya evakuasi

dilakukan dengan aspirasi vakum, karena tidak memerlukan anestesi

(Prawirohardjo, 1992).

2.2.7 Tindakan pengobatan abortus inkompletus

Setiap fasilitas kesehatan seharusnya menyediakan dan mampu melakukan

tindakan pengobatan abortus inkompletus sesuai dengan kemampuannya. Biasanya

tindakan evakuasi/kuretase hanya tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini

merupakan kendala yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai

dengan kendaraan umum. Sehingga peningkatan kemampuan melakukan tindakan

pengobatan abortus inkompletus di setiap tingkat jaringan pelayanan sesuai dengan

kemampuannya akan mengurangi risiko kematian dan kesakitan.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: abortus.pdf

Tindakan pengobatan abortus inkompletus meliputi :

1. Membuat diagnosis abortus inkompletus

2. Melakukan konseling tentang keadaan abortus inkompletus dan rencana

pengobatan.

3. Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.

4. Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan setelah tindakan.

5. Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim (Saifudin, 2002).

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Inkompletus

2.3.1 Umur

Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya usia ibu.

Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan bertambahnya usia ibu. Risiko ibu

terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka kejadian

kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun

(Prawirohardjo, 2009).

2.3.2 Usia Kehamilan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang

penyebabnya. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan

kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester

pertama berupa trisomi autosom (Prawirohardjo, 2009).

2.3.3 Paritas

Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu (SPMPOGI,

2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: abortus.pdf

2.3.4 Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit ibu seperti pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis,

malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan penyakit-

penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinya abortus (Mochtar, 1998).

2.3.5 Riwayat Abortus

Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya

abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan

bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran

lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi

meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali abortus berurutan adalah 30 – 45%

(Prawirohardjo, 2009).

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian “Hubungan Karakteristik Ibu dengan Abortus

Inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 - April 2010” yaitu :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu

- Umur

- Usia kehamilan

- Paritas - Riwayat Penyakit

- Riwayat Abortus

Abortus Inkompletus

1. Ya

2. Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 17: abortus.pdf

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka hipotesis penelitian adalah :

1. Ada hubungan umur ibu dengan kejadian abortus inkompletus.

2. Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan kejadian abortus inkompletus.

3. Ada hubungan paritas ibu dengan kejadian abortus inkompletus.

4. Ada hubungan riwayat penyakit ibu dengan kejadian abortus inkompletus.

5. Ada hubungan riwayat abortus ibu dengan kejadian abortus inkompletus.

Universitas Sumatera Utara