19
A. Keberhasilan PPVPS Flamm dan Geiger membuat sistem skoring yang dapat memprediksi keberhasilan PPVPS. KARAKTERISTIK NILAI Umur pasien < 40 tahun 2 Riwayat persalinan pervaginam Persalinan pervaginam sebelum dan sesudah SC sebelumnya 4 Persalinan pervaginam sesudah SC sebelumnya 2 Persalinan pervaginam sebelum SC sebelumnya 1 Tidak ada riwayat persalinan pervaginam 0 Alasan selain partus macet pada SC sebelumnya 1 Penipisan serviks saat datang >75% 2 25-75% 1 < 25% 0 Pembukaan serviks sudah 4 cm saat datang 1 Interpretasi skor Flamm dan Geiger Skor Keberhasilan (%) Skor Keberhasilan (%) 0-2 49 6 88 3 60 7 93 4 67 8-10 95 1

Documenta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

RUPTUR UTERI PADA BEKAS SECTIO CESARIA

A. Keberhasilan PPVPS

Flamm dan Geiger membuat sistem skoring yang dapat memprediksi keberhasilan PPVPS.

KARAKTERISTIKNILAI

Umur pasien < 40 tahun2

Riwayat persalinan pervaginam

Persalinan pervaginam sebelum dan sesudah SC sebelumnya4

Persalinan pervaginam sesudah SC sebelumnya2

Persalinan pervaginam sebelum SC sebelumnya1

Tidak ada riwayat persalinan pervaginam0

Alasan selain partus macet pada SC sebelumnya1

Penipisan serviks saat datang

>75%2

25-75%1

< 25%0

Pembukaan serviks sudah 4 cm saat datang1

Interpretasi skor Flamm dan Geiger

SkorKeberhasilan (%)SkorKeberhasilan (%)

0-249688

360793

4678-1095

Permasalahan 2 : Bagaimana mendiagnosa kasus ruptur uteri?RUPTUR UTERIA. Definisi

Ruptur uteri merupakan peristiwa robeknya uterus. Kejadian ini merupakan hal yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, dan kadang juga terjadi pada kehamilan tua.

B. EpidemiologiFrekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah sakit rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar.

Sebuah studi retrospective yang dilakukan oleh Lydon-Rochelle dan kawan-kawan pada tahun 2001 dengan jumlah populasi yang besar, melibatkan 20.095 wanita bekas seksio sesaria, menyimpulkan angka kejadian ruptura uteri pada persalinan pervagianam spontan pada bekas seksio sesarea 5,2/1000, sedangkan yang diinduksi tanpa prostaglandin sebesar 7,7/1000, dan yang diinduksi dengan prostaglandin 24.5 / 1000.C. Etiologi

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.

Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.

Pasien yang berisiko tinggi antara lain :

A. Persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat persalinanB. Pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau operasi lain pada rahimnya

C. Pernah histerorafi

D. Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan) untuk mencegah ruputura uteri dengan syarat janin sudah matang.

D. Klasifikasi

Menurut terjadinya, ruptur uteri dibedakan menjadi 2, yaitu ruptur uteri tanpa jaringan parut, dan ruptur uteri dengan jaringan parut.

1) Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut

Ruptur uteri tanpa jaringan parut dibagi menjadi 2, yaitu rupture uteri spontan, dan ruptur uteri traumatik.

Ruptur Uteri Spontan

Ruptur uteri spontan ialah ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh (tanpa jaringan parut). Hal ini dapat menyebabkan perdarahan banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang meluas.Faktor utama yang menjadi penyebab hal ini ialah persalinan yang tidak maju karena adanya hambatan, misalnya panggul sempit (CPD), hidrosefalus, janin letak lintang, dan sebagainya. Selain itu faktor predisposisi terjadinya rupture uteri spontan salah satunya ialah multiparitas dan pemberian okisitosin dalam dosis yang terlampau tinggi. Ruptur Uteri Traumatik

Ruptur uteri traumatik merupakan ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi karena pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan. Namun pada dasarnya ruptur uteri traumatik jarang terjadi karena otot uterus cukup kuat untuk menahan trauma yang berasal dari luar. Walaupun uterus ternyata sangat tahan terhadap trauma tumpul, wanita hamil yang mengalami trauma tumpul pada abdomen harus mewaspadai timbulnya tanda-tanda ruptur uteri. Sebaliknya, luka tembus abdomen cenderung mengenai uterus yang sedang hamil besar. Ruptur traumatik sewaktu persalinan sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi poladik interna. Kausa lain ruptur uteri traumatik adalah persalian dengan forceps yang sulit, ekstraksi bokong, distosia, dan pembesaran janin yang tidak lazim, misalnya pada hidrosefalus. 2) Ruptur Uteri dengan Jaringan Parut

Ruptur uteri tipe ini lebih sering terjadi pada bekas parut seksio sesarea dibandingkan dengan riwayat miomektomi dan kuretase. Diantara jenis parut bekas seksio sesarea, parut yang terbentuk post seksio sesarea tipe klasik lebih sering menyebabkan ruptur uteri dibandingkan bekas parut seksio sesarea tipe profunda. Perbandingan insidensinya ialah 4:1. Hal ini disebabkankan oleh karena luka pada segmen bawah uterus menyerupai daerah uterus yang lebih tenang, dan dalam masa nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga jaringan parut yang terbentuk setelah masa penyembuhan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan jaringan parut yang terbentuk pada post seksio sesarea tipe klasik. Ruptur uteri pada parut post seksio sesarea klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua, sebelum persalinan dimulai. Sedangkan pada parut post seksio sesarea profunda umumnya terjadi saat persalinan. Ruptur uteri pada bekas seksio (dehisens) bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkomplet. Pada peristiwa ini kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang berkumpul di ligamentum latum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejala perdarahan dengan anemia dan syok dapat terjadi sehingga dapat menyebabkan janin dalam uterus meninggal.

Menurut kelainan atau anomali uterusCedera atau Anomali Uterus yang Terjadi Sebelum Kehamilan SekarangCedera atau Kelainan Uterus Selama Kehamilan Sekarang

1. Pembedahan yang melibatkan miometrium

Seksio sesarea atau histerektomi

Riwayat reparasi ruptur uteri sebelumnya

Insisi miomektomi melalui atau sampai endometrium

Reseksi kornu dalam tuba falopii interstisial

Metroplasti

2. Trauma uterus yang terjadi tanpa disengaja

Abortus dengan instrumentasi (kuret, sondase)

Trauma tajam atau tumpul (kecelakaan, pisau, peluru)

Ruptur asimtomatik (silent ruptur) pada kehamilan sebelumnya

3. Anomali kongenital

Kehamilan di kornu uterus yang tidak berkembang1. Sebelum persalinan

Kontraksi persisten, intens, spontan

Stimulasi persalinan (oksitosin atau prostaglandin)

Trauma eksternal (tajam atau tumpul)

Versi luar

Overdistensi uterus (hidramnion, gemelli)

2. Selama persalinan

Versi interna

Pelahiran dengan bokong yang sulit / Ekstraksi bokong

Anomali janin yang meregangkan bagian bawah

Penekan yang berlebihan pada uterus selama persalinan

Pengeluaran plasenta secara manual yang sulit

3. Didapat

Plasenta akreta atau perkreta

Neoplasia trofoblastik gestasional

Sakulasi uterus retroversi yang terperangkap

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:

Korpus UteriBiasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

Segmen Bawah RahimBiasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.

Serviks UteriBiasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.

Kolpoporeksis-KolporeksisRobekan robekan di antara serviks dan vagina.Menurut waktu terjadinya:

Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus Ruptur Uteri Durante Partum, Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak.Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:

Ruptur Uteri Kompleta

Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya, sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.

Ruptur Uteri Inkompleta

Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:

Ruptur uteri iminens

Yang terpenting adalah mengenal gejala dari ancaman ruptur uteri (threatened uterine rupture) sehingga mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat.Gejala ruptur uteri iminens/mengancam :

Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudahlama berlangsung Pasien tampak gelisah, ketakutan, perasaan nyeri diperut Pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan setiap his Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam). His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduanya. Korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan saat his. Terdapat lingkaran Bandl (ring van Bandl) yang bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar. Ruptur uteri sebenarnya

1.) Anamnesis dan Inspeksi

Nyeri Abdomen tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap Pasien merasa gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. Riwayat penyakit dahulu : riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya, seksio sessaria atau miomektomi. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, bila bagian terdepan sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir. Perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu. Kontraksi uterus biasanya hilang. Mula-mula terdapat defans muskular kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus)2.) Palpasi

Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.

Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.

Bila janin sudah keluar dari kavum uteri dan berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.

Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.3.) Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, terutama bila plasenta ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.

4.) Pemeriksaan Dalam

Kepala janin yang sudah turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak (robeknya pembuluh darah) Bila rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Bila jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.5.) Kateterisasi

Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

E. Patomekanisme

Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.

Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.

Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:

R = H + O

Dimana:R = Ruptur, H = His Kuat (tenaga), O = Obstruksi (halangan)

Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan parametra.F. PenatalaksanaanDalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention is better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan berpengalaman. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotika spektrum luas, dan sebagainya.

Tindakan tindakan pada rupture uteri :

a. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada seorang wanita. Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lainnya.

Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini adalah penjelasannya :

Histerektomi parsial (subtotal)

Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

Histerektomi total

Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara keseluruhannya.

Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral

Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.

Histerektomi radikal

Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan.

b. HisterorafiHisterorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit dengan sebaik-baiknya.G. KomplikasiSyok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasi koagulopati dilusional akibat pemberian cairan kristaloid yang umumnya banyak diperlukan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar-kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptura uteri telah terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah. Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya diberikan untuk mengantisipasi kejadian sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis merupakan sebab-sebab utama yang meninggikan angka kematian maternal dalam obstetrik.

H. Prognosis

Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Dan 14-33% wanita yang mengalami ruptur uteri dilakukan histerektomi. Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.

Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dan terapi antibiotik dapat menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar.11