Upload
deny-azulgrana
View
271
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tanaman tebu
Citation preview
PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI, PABRIK GULA TJOEKIR PTPN X, JOMBANG,
JAWA TIMUR;
STUDI KASUS PENGARUH BONGKAR RATOON
TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU
WAHYU ASIH WIJAYANTI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
i
ABSTRAK
WAHYU ASIH WIJAYANTI. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di, Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Dibimbing oleh PURWONO.
Penurunan produksi gula sejak deregulasi industri gula tahun 1992 (Undang-Undang Budidaya Tanaman) dan dipertajam sejak 1998 (demonopolisasi Bulog) perlu dicegah dengan meningkatkan daya saing industri gula. Pemerintah bersama industri gula mulai tahun 2002 melaksanakan program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasional.
Peningkatan produktivitas tebu dapat dilaksanakan dengan pelaksanaan bongkar ratoon, yaitu membongkar tunggul-tunggul bekas tanaman keprasan diganti dengan bibit baru, dan peningkatan kualitas bibit dengan penggunaan varietas unggul baru, sehingga dapat meningkatkan rendemen. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan rendemen mempunyai keunggulan tertentu yaitu tidak diperlukannya peningkatan kapasitas giling dan tidak diperlukannya peningkatan biaya tebang angkut serta dapat mengurangi biaya prosesing gula tiap kilogram gula.
Pada prinsipnya peningkatan rendemen dilaksanakan dengan cara meningkatkan gula yang dapat diperoleh pada tebu. Secara konvensional untuk meningkatkan gula yang dapat diperah dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan menggunakan analisa kemasakan, penebangan tebu secara bersih dan pengangkutan tebu secara cepat. Untuk mengurangi kehilangan gula selama proses di pabrik maka diperlukan optimasi kapasitas giling dan menjaga kelancaran giling dan mengurangi kehilangan gula di stasiun gilingan dan pengolahan.
Kata Kunci : Bongkar ratoon, peningkatan produktivitas, rendemen, varietas unggul baru.
ii
PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.)
DI, PABRIK GULA TJOEKIR PTPN X, JOMBANG,
JAWA TIMUR;
STUDI KASUS PENGARUH BONGKAR RATOON
TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TEBU
WAHYU ASIH WIJAYANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
`
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
iii
Judul Skripsi : Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu Nama Mahasiswa : Wahyu Asih Wijayanti
NIM : A34101064
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Purwono, MS NIP. 131 224 018
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie. Magr
NIP. 131 124 019
`
Tanggal lulus :.................................... iv
RIWAYAT HIDUP
Tempat dan tanggal lahir : Pekalongan, 2 Februari 1983
Nama orang tua
Nama Ayah : Subarkah
Nama Ibu : Urisih
Pendidikan SMU
Nama Sekolah : SMU 1 Pekalongan
Tahun masuk : 1998
Tahun lulus : 2001
Riwayat studi di IPB
Tahun masuk : 2001
Program studi : Agronomi
Pengalaman kerja : -
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul : Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) di PTPN X PG Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur ; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Judul ini dipilih karena berhubungan dengan program peningkatan produktivitas tebu melalui kegiatan bongkar ratoon yang sudah dicanangkan sejak tahun 2002 oleh Menteri Pertanian Bungaran Saragih. Program ini mulai di realisasikan pada tahun 2003 telah menunjukkan perkembangan yang positif. Program ini hanya dilaksanakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Salah satu perkebunan tebu yang menjalankan program tersebut adalah perkebunan di Pabrik Gula (PG) Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur. Melalui kegiatan magang yang telah dilakukan, didapatkan data perkembangan program bongkar ratoon yang dilaksanakan di PG Tjoekir, terutama dalam hal peningkatan produktivitas hasil dari bibit baru yang ditanam pasca pembongkaran ratoon. Metode yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data primer yang terdapat pada lembaga penelitian dan pengembangan di perusahaan bersangkutan kemudian dianalisis untuk setiap variabel peningkatannya. Data tanaman hasil bongkar ratoon dibandingkan dengan tanaman pertama (Plant Cane) murni dan keprasannya. Ucapan terimakasih kepada Bapak Ir, Purwono, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan banyak memberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Kemudian kepada Bapak Ade Wachjar dan Ibu Heni Purnamawati selaku dosen penguji skripsi, kami mengucapkan terimakasih atas koreksi yang membangun untuk perbaikan skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Tabel ……………………………………………………………... vii
Daftar Gambar …………………………………………………………… viii
Daftar Lampiran …………………………………………………………. ix
PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
Latar Belakang ...………………………………………………………… 1
Tujuan …………………………………………………………………… 2
TINJAUAN PUSTAKA ....……………………………………………… 3
Botani dan Morfologi Tanaman Tebu …………….……………............... 3
Ekologi Tanaman Tebu ………………………………………….............. 4
Tanaman Keprasan ………………………………………………………. 4
METODOLOGI ………………………………………………………… 6
Waktu dan Tempat ………………………………………………………. 6
Metode Pelaksanaan ……………………………………………………... 6
KONDISI UMUM PERUSAHAAN ……………………………………. 9
Sejarah Pabrik Gula Tjoekir Jombang …………………………................ 9
Lokasi Pabrik ……………………………………..................................... 10
Luas Areal, Tataguna Lahan dan Wilayah Kerja ….……………............... 11
Keadaan Tanah Dan Iklim ……………………………………….............. 11
Keadaan Tanaman Dan Perkembangan Produksi ……………….............. 12
Keragaan Pabrik …………………………………………………............. 13
Struktur Organisasi dan Kepegawaian …………………………............... 14
Susunan Personalia ……………………………………………………… 16
TEKNIK BUDIDAYA ………………………………………………….. 17
Budidaya Lahan Sawah …………………………………………………. 17
Persiapan Lahan …………………………………………………………. 17 Pengolahan Lahan ……………………………………………………...... 17 Pembibitan ………………………………………………………………. 19
viiPenanaman ………………………………………………………………. 22 Pemeliharaan …………………………………………………………….. 22
Budidaya lahan Tegalan ………………………………………................ 28
Persiapan Lahan …………………………………………………………. 29 Persiapan Bibit …………………………………………………………... 30 Penanaman ………………………………………………………………. 30 Pemeliharaan ……………………………………………………………. 31
Peliharaan Tanaman Keprasan ………………………………………….. 36
Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Sawah …………………….. 33 Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan …………………… 34
Taksasi Maret …………………………………………………............... 35
Analisis Pendahuluan …………………………………………................ 36
Tebang Angkut ………………………………………………………….. 38
PENGOLAHAN TEBU ………………………………………………… 41
PELAKSANAAN PROGRAM BONGKAR RATOON DI PG TJOEKIR 45
Konsepsi Pelaksanaan Bongkar Ratoon ………………………................. 45
Tahapan Pelaksanaan ………………………………………….................. 46
Pendekatan ……………………………………………………………….. 46 Kriteria Sasaran …………………………………………………………... 47 Penetapan Sasaran ..………………………………………………………. 48
Organisasi proyek ………………………………………………………... 48
Pengendalian dan Pengawasan …………………………………………… 50
Pengelolaan Dana ………………………………………………………… 51 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana …………………………….. 51 Penyaluran dan Pencairan Dana Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon 52
Pelaksanaan Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon ..………............. 53
Konsepsi Penggantian Varietas .................................................................. 53 Pembahasan Penggunaan Varietas Baru ..................................................... 54 Teknik Pelaksanaan Bongkar Ratoon ......................................................... 56 Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIS ................................................................................................ 60 Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di Kebun TRIT ............................................................................................... 62
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….. 66
Kesimpulan ................................................................................................ 66
Saran ……………………………………………………………………… 66
Daftar Pustaka……………………………………………………………. 67
Lampiran ..................................................................................................... 68 viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Produktivitas Tebu Indonesia 2006 – 2007 ........................... 1
Tabel 2 Baku Sawah dan Potensi Wilayah PG Tjoekir .............................. 11
Tabel 3 Data Varietas Tebu Giling di PG Tjoekir ....................................... 12
Tabel 4 Data Produktivitas Tebu Giling Masa Tanam 2004 – 2005 ........... 13
Tabel 5 Data Kinerja Pabrik ........................................................................ 14
Tabel 6 Jumlah Karyawan PG Tjoekir ........................................................ 15
Tabel 7 Jadwal pelaksanaan Pembangunan Kebun Bibit ............................ 20
Tabel 8 Jumlah Pupuk ZA di Daerah yang Terjamin dan Kurang Terjamin
Airnya ............................................................................................. 24
Tabel 9 Gulma Dominan di Pertanaman Tebu Wilayah Kerja PG Tjoekir
2004 – 2005 .................................................................................... 25
Tabel 10 Dosis Pupuk Untuk TRIT Tanaman Pertama ............................... 31
Tabel 11 Jumlah Pupuk untuk Tanaman Keprasan Berdasarkan Jenis
Tanah ............................................................................................ 34
Tabel 12 Dosis Pupuk untuk Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan ........... 35
Tabel 13 Jumlah Batang per Juring pada Empat Varietas Tebu .................. 54
Tabel 14 Tinggi Batang pada Empat Varietas Tebu .................................... 55
Tabel 15 Bobot Batang per Meter pada Empat Varietas ............................. 55
Tabel 16 Rendemen Empat Varietas ............................................................ 56
Tabel 17 Komposisi Menurut Waktu Penanaman Kembali yang
Dianjurkan .................................................................................... 58
Tabel 18 Dosis Pemupukan pada Penanaman Tebu .................................... 59
Tabel 19 Jumlah Batang per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar
Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS .................. 61
Tabel 20 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR)
dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS .......................................... 61
Tabel 21 Bobot Batang per Meter pada PC Murni (PCM), Bongkar
ix Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS .................. 62
Tabel 22 Randemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan
Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS .................................................. 62
Tabel 23 Jumlah Batang per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar
Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT .................. 63
Tabel 24 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR)
dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT .......................................... 63
Tabel 25 Bobot Batang per Meter pada PC Murni (PCM), Bongkar
Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT .................. 64
Tabel 26 Randemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan
Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT ................................................. 64
Tabel 27 Rekapitulasi Hasil Pengamatan di Lapang .................................... 65
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Pembumbunan Lahan Tegalan ………………………………... 32
Gambar 2 Bagan Pengolahan Tebu ………………………………………. 41
Gambar 3 Strutur Organisasi Proyek Pengembangan Tebu Propinsi
Jawa Timur ……………………………………………………. 49
Gambar 4 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana PMU Bongkar
Ratoon …………………………………………………………. 52
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Struktur Organisasi Pabrik Gula Tjoekir ……………………. 69
Lampiran 2 Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Tjoekir …………... 70
Lampiran 3 Data Curah Hujan Tahun 1990 – 2001 ……………………… 71
Lampiran 4 Gambar Kegiatan Pengelolaan Tebu di PG Tjoekir ………… 72
Lampiran 5 Barchart Rencana Pelaksanaan Bongkar Ratoon ……………. 73
Lampiran 6 Anggaran Biaya Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur
2004 ………………………………………………………….. 74
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gula merupakan komoditas yang penting, karena selain menjadi bahan
pokok yang dikonsumsi langsung, bahan itu juga diperlukan oleh berbagai
industri pangan dan minuman. Konsumsi gula di Indonesia terus meningkat
mengikuti pertambahan jumlah penduduk, peningkatan taraf hidup dan
pertumbuhan jumlah indurtri yang memerlukan gula sebagai bahan bakunya.
Namun peningkatan konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula
dalam negeri.
Produksi gula nasional tahun 2006 mencapai 2,47 juta ton naik 2 % dari
tahun 2005 (2,4 juta ton) sedangkan kebutuhan gula secara nasional adalah
sebesar 3,3 juta ton sehingga masih kekurangan sebesar 0,83 juta ton. Selain itu
rendemen tebu turun dari 7,82% pada 2006 menjadi 7,42% pada 2007. Penurunan
sebanyak 0,21 poin ini setara dengan kehilangan gula sedikitnya 70 ribu ton.
Kenaikan produksi gula disebabkan oleh perluasan areal. Pada 2006 area tebu
sekitar 390 ribu ha, tahun 2007 bertambah 7,1% menjadi 425 ribu ha.
Pertambahan area ini dapat meningkatkan pasokan tebu dari 29,96 juta ton
menjadi 32,79 juta ton atau bertambah 8,5%. Di sisi lain, kinerja produktivitas tak
beranjak naik sehingga produktivitas gula 2007 lebih rendah 1,4%, atau berkurang
dari 5,81 ton/ha (2006) menjadi 5,73 ton/ha (2007). Hal ini dapat dilihat pada
table 1.
Tabel 1 Data Produktivitas Tebu Indonesia 2006 - 2007 Jawa Luar Jawa Indonesia
Komponen 2006 2007 2006 2007 2006 2007 Luas (ribu ha) 248 269 142 156 390 425
Tebu giling (ribu ton) 19.907 21.975 10.055 10.815 29.962 32.789
Hablur (ribu ton) 1.455 1.519 836 913 2.291 2.432
Tebu (ton/ha) 80.31 81.71 70.70 69.42 75.51 77.20
Rendemen (%) 7.31 6.91 8.32 8.44 7.82 7.42
Hablur (ton/ha) 5.81 5.65 5.88 5.86 5.85 5.73
Diolah dari statistik Produksi gula (P3GI, 2007)
2
Terdapat dua jenis pengusahaan tanaman tebu di Indonesia, yaitu tebu
sawah dan tebu lahan kering. Tebu lahan kering memungkinkan untuk
dilakukannya pengeprasan sebab tidak dipengaruhi oleh adanya rotasi tanaman.
Tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama
yang setelah tebangan dilaksanakan.Tunggul-tunggulnya dipelihara kembali
sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman baru.
Sedangkan tunggul-tunggul yang dipelihara tersebut disebut ratoon. Notojoewono
(1984) dalam Moerwandono dan Imam (1991) menyatakan bahwa pengusahaan
tebu dengan cara keprasan akan memberikan keuntungan diantaranya adalah : (1)
menghemat biaya untuk pengolahan tanah dan penyediaan bibit, (2) lebih
menghemat waktu dibandingkan tebu pertamanya dan (3) lebih tahan terhadap
kekeringan.
Pengusahaan tebu lahan kering dengan cara keprasan dihadapkan pada
kendala terjadinya penurunan produktivitas tebu perhektar dibandingkan tanaman
pertamanya (Ochse et. al, 1961). Oleh Karena itu, pembongkaran ratoon untuk
menggantinya dengan bibit baru yang mempunyai produktivitas lebih tinggi perlu
dilakukan.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk :
1. Meningkatkan dan memperluas pengetahuan mahasiswa dalam menganalisis
masalah-masalah yang ada di lapangan
2. Meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa dalam memahami proses
kerja secara nyata
3. Mempelajari pengaruh bongkar ratoon terhadap produtivitas.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Tebu
Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam famili Graminae,
subfamili Panicoideae, kelompok Andropogon dan genus Saccharum. Saccharum
officinarum merupakan spesies paling penting dalam genus Saccharum sebab
kandungan sukrosanya paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah.
Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3 –
5 meter atau lebih. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih dan
keabu-abuan. Lapisan ini banyak terdapat sewaktu batang masih muda. Ruas-ruas
batang dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat duduk daun tebu. Di
ketiak daun terdapat sebuah kuncup yang biasa disebut “mata”. Bentuk ruas
batang dan warna batang tebu yang bervariasi merupakan salah satu ciri dalam
pengenalan varietas tebu.
Daun tebu di ujung batang dan terpisah ke arah samping seiring dengan
pertumbuhan batang tebu. Daun tebu terdiri atas dua bagian, yaitu pelepah daun
(leaf sheath) dan helai dan (leaf blade) (Williams, 1979). Pelepah daun
membungkus/membalut ruas batang. Pelepah-pelepah ini selain melindungi
bagian batang yang masih lunak, juga melindungi mata tunas. Duduk daun batang
berseling pada buku ruas yang berurutan. Helai daun berbentuk pita yang
panjangnya 1 – 2 meter dan lebarnya 2 – 7 cm. Tepi daun bergerigi kecil dan
banyak mengandung silikat.
Akar yang pertama kali terbentuk dari bibit stek adalah akar adventif yang
berwarna gelap dan kurus. Setelah tunas tumbuh, maka fungsi akar ini akan
digantikan oleh akar sekunder yng tumbuh di pangkal tunas (Ochse et al, 1961).
Pada tanah yang cocok akar tebu dapat tumbuh panjang mencapai 0,5 – 1,0 meter.
Tanaman tebu berakar serabut maka hanya pada ujung akar-akar muda terdapat
akar rambut yang berperan mengabsorpsi unsur-unsur hara.
4
Ekologi Tanaman Tebu
Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu
tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditumbuhkan di daerah sub tropis
sampai garis isoterm 200C, yaitu pada kawasan yang berada di antara 390LU dan
350LS. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 200C dan tidak kurang dari
170C. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada suhu 240 – 300C. Tumbuhan ini
dapat hidup pada berbagai ketinggian, mulai dari pantai sampai dataran tinggi
(1400 m di atas permukaan laut/dpl). Namun, mulai ketinggian 1200 m dpl,
pertumbuhan menjadi lambat
Tanaman tebu menghendaki curah hujan tahunan 1000 – 1250 mm,
menyebar merata (Ochse et al, 1961). Ochse et al (1961) menambahkan bahwa
hujan harus turun teratur selama pertumbuhan vegetatif dan menjelang saat
pematangan tanaman tebu membutuhkan beberapa bulan kering. Di daerah
bercurah hujan tinggi, dimana tidak ada bulan kering yang nyata, tebu akan
tumbuh terus hingga kandungan sukrosa pada batang rendah.
Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Williams,
1979). Tanaman tebu akan tumbuh baik pada tanah bertekstur lempung-berliat,
lempung-berpasir dan lempung-berdebu, dengan kedalaman solum yang cukup
dalam (0,5 – 1,0 m) dan drainase baik. Drainase yang jelek dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang terhambat karena terjadinya kerusakan-kerusakan pada akar.
Tingkat pH tanah yang optimum untuk tebu adalah 6,5 – 7,0.
Tanaman Keprasan
Tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman
pertama yang setelah tebangan dilaksanakan, tunggul-tunggulnya dipelihara
kembali sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman
baru. Kategori tanaman tebu ada tiga, yaitu plant cane murni (PCM) adalah
tanaman tebu pertama yang ditanam pada areal yang baru dibuka, replanting cane
(RPC) atau disebut juga PC bongkar ratoon adalah tanaman pertama yang
ditanam pada areal yang sebelumnya juga ditanami tebu dan ratoon cane (RC)
5
atau tanaman keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama
yang telah ditebang, tunggul-tunggulnya dipelihara kembali menjadi tanaman
baru. Tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali, lebih dari itu
maka akan terjadi penurunan produktivitas tebu.
6
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Februari
2005 sampai Juni 2005. Magang berlokasi di Pabrik Gula (PG) Tjoekir, Jombang,
Jawa Timur.
Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan
pengambilan data. Mahasiswa bekerja secara langsung sebagai karyawan dan
melakukan kegiatan yang ada di kebun selama satu bulan. Selain itu mahasiswa
juga melaksanakan kegiatan manajerial meliputi beberapa tahapan jenjang
manajerial, mulai dari pendamping mandor selama satu bulan sampai dengan
menjadi pendamping SKW selama dua bulan terakhir untuk setiap jenis pekerjaan.
Pengambilan data sekunder dilakukan mengikuti kegiatan dan
pengambilan data dari stasiun pertumbuhan (growth station) pada Departemen
Penelitian dan Pengembangan PTPN X PG Tjoekir, Jombang.
Data yang diambil berupa informasi mengenai :
a) Kondisi Umum Perusahaan
Informasi yang diperoleh meliputi letak geografis, letak administratif
kebun dan sejarah perusahaan. Letak geografis berupa data tentang batas-batas
daerah serta letak kebun berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Letak
administratif mencakup informasi tentang desa, kecamatan, kabupaten serta
propinsi dari PG Tjoekir. Informasi mengenai sejarah berupa sejarah yang utuh
dari PG Tjoekir. Informasi-informasi tersebut diperoleh dari arsip perusahaan.
b) Kondisi Lahan
Informasi mengenai kondisi lahan meliputi informasi tentang jenis tanah,
tekstur dan struktur tanah serta pH tanah. Data tersebut diperoleh dari arsip
perusahaan.
7
c) Kondisi Iklim
Data mengenai iklim yang diperoleh adalah tipe iklim, curah hujan rata-
rata bulanan dan tahunan, bulan basah dan bulan kering serta jumlah hari hujan.
Data tersebut diperoleh dari arsip perusahaan.
d) Kondisi Umum Pertanaman
Data meliputi luas pertanaman keseluruhan, luas lahan PC murni, PC
bongkar ratoon dan keprasan. Data mengenai kondisi tanaman meliputi varietas
yang dominan ditanam. Data diperoleh dari arsip perusahaan.
e) Organisasi dan Manajemen Perusahaan
Data meliputi struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja keseluruhan,
yang meliputi staf, non staf, karyawan tetap dan karyawan harian beserta tugas,
wewenang dan tanggung jawab masing-masing jenjang manajerial.
Pengambilan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
pengambilan sampel dengan metode random sampling dari kebun tebu rakyat
yang tersebar di seluruh wilayah PG Tjoekir. Pengamatan dilakukan mulai dari
kategori tanaman PC murni, PC bongkar ratoon sampai dengan tanaman keprasan
I (keprasan pertama). Pengamatan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan
tanaman contoh. Banyaknya tanaman contoh per petak bergantung pada luas petak
dan umur tanaman, yaitu setiap satu hektar luas petak diambil delapan tanaman
contoh dengan pengambilan secara acak dalam satu periode selama beberapa
periode analisis. Data yang didapat diuji dengan menggunakan uji T dengan taraf
10%.
Tanaman contoh diambil dari kebun tebu petani yang disebut TRIS (tebu
rakyat intensifikasi sawah) di wilayah Diwek dan TRIT (tebu rakyat intensifikasi
tegalan) di wilayah Ngoro, Bareng dan Wonosalam dengan luas lahan yang
bervariasi. Peubah yang diamati adalah tinggi batang, bobot batang permeter,
jumlah batang perjuring dan rendemen. Pengamatan tinggi batang dilakukan
dengan mengukur dari permukaan tanah hingga titik patah (daun ketiga di pucuk).
Pengamatan bobot batang per meter dilakukan dengan memotong tanaman tebu
dan memotongnya lagi sepanjang 1 meter dan ditimbang. Pengamatan jumlah
batang perjuring dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu setiap juring
pada waktu taksasi. Pengambilan data jumlah batang per juring (populasi
8
tanaman) dilakukan berdasarkan hasil Taksasi Desember dan Taksasi Maret.
Pengambilan data rendemen berdasarkan pada hasil analisis pendahuluan selama
tiga periode. Data masing-masing kategori tanaman diambil rata-ratanya.
9
KONDISI UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Pabrik Gula Tjoekir Jombang
Pabrik Gula Tjoekir didirikan oleh NV. Kody En Coster Van Vour Houtsf
Tjoekir pada tahun 1884 dan terus berproduksi sampai dengan perang dunia II.
Pada tahun 1902 Pabrik Gula Tjoekir pernah mengalami rehabilitasi pabrik dalam
rangka peningkatan kapasitas produksi, dengan mengganti beberapa instalasi
pabrik. Penyelenggaraan penanaman tebu di PG Tjoekir dilaksanakan oleh Badan
Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) sampai penanaman tebu tahun
1948.
Setelah terjadinya aksi Irian Barat (TRIKORA), pada tahun 1958 tepatnya
pada tanggal 8 Desember 1958 PG Tjoekir diambil alih oleh pemerintah Indonesia
di bawah suatu badan berupa perusahaan Perkebunan Negara Baru. Untuk
mengkoordinasi pabrik-pabrik atau perkebunan bekas milik Belanda di Jawa
Timur pada tahun 1959 – 1960 dibagi dalam pra unit dimana PG Tjoekir termasuk
pra unit 4. Dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) No. 166 tahun 1961, maka
bentuk pra unit diubah menjadi dalam bentuk kesatuan-kesatuan dimana PG
Tjoekir termasuk dalam kesatuan Jawa Timur II kemudian dibentuk Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN) Gula, dan tiap-tiap
pabrik gula dijaadikan badan hukum yang berdiri sendiri. Menurut PP No. 1 tahun
1963 dimana PG Tjoekir berada di bawah pengawasan BPUPPN gula inspeksi
daerah VI yang berkedudukan di Jalan Jembatan Merah 3 – 5 Surabaya.
Dengan dikeluarkannya PP No. 13 tahun 1968, maka BPUPPN
Gula/Karung Goni, BPUPPN Aneka Karet, BPUPPN Aneka Tanaman dan
Tumbuhan dalam rangka penertiban, penyempurnaan dan penyederhanaan
aparatur pemerintah pada umumnya dan perusahaan gula pada khususnya. PP
tersebut diikuti oleh keluarnya PP No. 14 tahun 1968 tentang pendirian
Perusahaan Negara Perkebunan yang merupakan badan hukum. Dengan adanya
PP no 13 dan 14 tahun 1968 berarti PP No. 1 tahun 1963 tidak berlaku lagi
sehingga kedudukan sebagai badan hukum bagi PG Tjoekir beralih pada
Perusahaan Negara Perkebunan. Dalam hal ini PG Tjoekir masuk dalam
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) No. XXII yang memiliki badan hukum dan
10
berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 – 5 Surabaya. Berdasarkan PP No.
23 tahun 1973 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1974 PNP XXII digabung dengan
PNP XXI dalam bentuk perseroan terbatas yaitu PT. Perkebunan XXI – XXII
(Persero) yang berkedudukan di Jalan Jembatan Merah No. 3 – 5 Surabaya. PG
Tjoekir menjadi salah satu unit produksinya dan badan hukum berada pada direksi
PTP XXI – XXII (Persero).
Di tingkat pusat dengan SK Menteri No. 12B/Kpts/Org/II/1973
perwakilan BKU PNP wilayah diubah menjadi Inspeksi PN/PT Perkebunan. BKU
PNP wilayah I sampai dengan IV. PG Tjoekir dalam hal ini termasuk inspeksi
wilayah IV yaitu PT. Pekebunan XXI – XXII (Persero).
Pada tahun 1994 berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 168/KMK.
016/1994 tanggal 2 Mei 1994, maka PTP XXI – XXII (Persero) menjadi Group
PTP Jawa Tengah bersama dengan PTP XV – XVI, PTP XVII, PTP XIX dan PTP
XXVII. Kemudian PP RI No. 15 tahun 1996 tentang peleburan Perusahaan
Perseroan (Persero). PTP XXI – XXII, PTP XXVII dan PTP XIX menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara X.
Lokasi Pabrik
Pabrik Gula Tjoekir terletak di sebelah selatan kota Jombang, kilo meter 8
di jalan raya Jombang Pare yang berkedudukan di Desa Cukir, Kecamatan Diwek,
Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur, dengan ketinggian + 60 m di atas
permukaan laut. Lokasi pabrik terletak di dua jalur lalu lintas jalan raya antara
kota Jombang menuju ke kota Pare dan jalan dari Cukir ke Mojowarno. Letak
Pabrik Gula Tjoekir ini memenuhi syarat-syarat suatu perusahaan. Pengangkutan
dapat dilakukan dengan mudah dan murah baik untuk bahan baku maupun hasil
produksi karena lokasi pabrik di tepi jalan raya. Areal PG Tjoekir merupakan
daerah pertanian dan tanaman tebu yang cukup memenuhi dalam menunjang
pengadaan bahan baku bagi kebutuhan produksi pabik gula yang dekat dengan
aliran sungai dan dibantu dengan adanya sumur bor sehingga sumber air sangat
mudah didapatkan. Daerah Cukir jarang terjadi gempa bumi dan angin ribut serta
11
mempunyai sistem drainase air hujan dengan kapasitas yang cukup untuk
mencegah banjir.
Luas Areal , Tata Guna Lahan dan Wilayah Kerja
Wilayah kerja PG Tjoekir meliputi delapan kecamatan yaitu Gudo, Diwek,
Jogoroto, Mojoagung, Mojowarno, Ngoro, Bareng dan Wonosalam, dengan luas
areal yang cocok untuk ditanami tabu seluas + 16.194,0 ha, terdiri atas lahan
sawah dan tegalan. Luas lahan yang ditanami tebu untuk musim tanam (MT) 2004
– 2005 seluas + 4.669,3 ha dengan luas lahan sawah + 3.893,6 ha (83,4%) dan
tegalan 775,7 ha(16,6 %) dengan komposisi tebu sewa (TS) seluas + 143,4 ha
(3,1%) dan tebu rakyat (TR) seluas + 4.525,9 ha (96,9%). Penentuan lahan
penanaman tebu berdasarkan baku sawah yang ada di masing-masing wilayah.
Baku sawah wilayah PG Tjoekir dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Baku Sawah Dan Potensi Wilayah PG Tjoekir Baku awah yang bisa ditanami tebu (ha) Potensi tebu (ku/ha) Wilayah Sawah Tegal Pekarangan jumlah Sawah Tegal Jumlah Gudo 2,295 - - 2,295 1,375 - 1,375
Diwek 2,911 337 - 3,248 1,214 806 1,100
Jogoroto 1,732 111 - 1,843 1,018 700 975
Mojoagung 375 - - 375 828 - 828
Ngoro 2,810 746 - 3,556 1,064 939 946
Bareng 336 323 - 659 766 727 750
Wonosalam 41 365 63 469 - 570 570 Jumlah 14,312 1,882 63 16,257 1,000 750 910 Sumber : Litbang PG Tjoekir
Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah di areal pertanaman tebu wilayah PG Tjiekir pada umumnya
terdiri atas kompleks Andosol Coklat sampai Adosol Coklat kekuningan dan
Grumosol Kelabu, asosiasi Regosol dan Litosol, asosiasi Mediteran Coklat dan
12
Grumosol Kelabu, kompleks Mediteran Coklat dan Litosol, serta Litosol Coklat
keabuan dan Latosol Coklat kemerahan. Dengan derajat kemasaman tanah (pH)
sekitar 6 – 6.5. Perkebunan tebu wilayah PG Tjoekir temasuk dalam tipe iklim D
(Schmidth dan Ferguson) dengan jumlah hari hujan rata-rata 83 hari, jumlah
bulan basah rata-rata 5 – 6 bulan (November - April) dan curah hujan tahunan
rata-rata 2333 mm.
Keadaan Tanaman dan Perkembangan Produksi
Tanaman tebu yang dibudidayakan di PG Tjoekir terbagi dalam tiga yaitu
plant cane Murni (PCM), PC Bongkar Ratoon/replanting cane dan
keprasan/ratoon cane, dengan luas areal masing-masing untuk PC Murni seluas
737,2 ha, PC Bongkar Ratoon seluas 1107 ha, dan Keprasan seluas 2825,2 ha.
Varietas yang ditanam pada musim tanam 2004 – 2005 terbagi menjadi tiga
kategori yaitu varietas masak awal (umur tebang 12 bulan), masak tengah (umur
tebang 12 – 14 bulan) dan masak akhir (umur tebang 14 – 16 bulan) dengan
komposisi masing-masing sebagian merupakan varietas lama dan sebagian
varietas baru. Data Varietas tebu giling di PG Tjoekir dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3 Data Varietas Tebu Giling di PG Tjoekir
No. Kategori Varietas Varietas Lama Varietas Baru A. Masak Awal Ps. 80 – 442 Ps 851 TRITON Ps 863 Ps. 81 – 640 BL Ps. 80 – 1424 Ps 862 BM 98 – 01 Ps. 89 – 19529 Ps. 98 – 25513 Ps. BM 88 – 197 BM 8615 B. Masak Tengah Ps. 58 Ps. 921 Ps. 82 – 3605 Ps. 92 – 1871 M.351 – 57 CW. 2014 Ps. 951 Ps. 85 – 17922 C. Masak Akhir BZ 148 Ps. 861 Ps 77 – 1553 DIV Sumber : Selayang Pandang PG Tjoekir/2004
13
Perkembangan produksi tebu giling pada periode tahun 2004 – 2005
sebesar 8,03 untuk rendemen dan 7,68 untuk hablur. Hal ini dapat dilihat pada
table 4.
Tabel 4 Data Produktivitas Tebu Giling Masa Tanam 2004 – 2005 Luas Produksi (ton) produktivitas (ton/ha) Kategori (ha) Tebu Hablur Tebu Rend (%) hablur Lahan sawah TSS I – IPL 178 22.510 1.818,36 126,5 8,08 10,22 TSS II – IPL 95 10.350 834,95 108,9 8,07 8,79 Jumlah 273 32.860 2.863,31 120,4 8,07 9,72 TRS I – K 975 115.725 9.297,15 118,7 8,03 9,54 TRS II – K 1.123 114.542 9.185,83 102,0 8,02 8,18 Jumlah 2.098 230.267 18.482,98 109,8 8,03 8,81 TRS I – M 89 6.410 513,41 72,0 8,01 5,77 TRS II – M 538 38.165 3.054,62 70,9 8,00 5,68 Jumlah 627 44.575 3.568,03 71,1 8,00 5,69 Jumlah sawah 2998 307.702 24.704,32 102,6 8,03 8,24 Lahan tegal TRT I – K 307 23.800 1.909,01 77,5 8,02 6,22 TRT II – K 460 34.865 2.792,56 75,8 8,01 6,07 Jumlah 767 58.665 4.701,57 76,5 8,01 6,13 TRT I – M 79 5.545 444,51 70,2 8,02 5,63 TRT II – M 156 10.765 862,51 69,0 8,01 5,53 Jumlah 235 16,310 1.307,02 69,4 8,01 5,56 Jumlah tegal 1.002 74.975 6.008,59 74,8 8,01 6,00 Total 4000 832.677 30.712,91 95,7 8,03 7,68 Sumber : lap.data-tan/rencana/prod..tg.03-07
Pabrik Gula Tjoekir menghasilkan produk utama berupa gula dan produk
sampingan berupa tetes (molasses), blotong, abu ketel dan ampas tebu (bagase).
Tetes digunakan sebagai bahan baku bagi industri monosodium glutamat (MSG)
dan industri alkohol, blotong dan abu ketel digunakan sebagai pupuk organik,
sedangkan ampas tebu dipakai sebagai bahan bakar pabrik gula.
Keragaan Pabrik
Pabrik di PG Tjoekir mulai beroperasi penuh sejak awal pembangunannya
pada tahun 1884. Alat-alat pabrik di bagian instalasi meliputi stasiun boiler,
14
stasiun gilingan, stasiun puteran, stasiun tengah, stasiun listrik, stasiun instrumen
dan lain-lain. Data kinerja pabrik dapat dilihat pada table 5.
Tabel 5 Data Kinerja Pabrik Uraian Total
Kapasitas giling inklusif (ku) 26.500
Kapasitas giling eksklusif (ku 29.000
Hari giling (hari) 150
Jam berhenti (%) 9,37
HPB total 88,92
PSHK 96,97
Efisiensi gilingan (%) 86,23
Winter rendemen 97,50
Faktor rendemen 0,66
Efisiensi pabrik (%) 84,075
Sumber : Laporan kilat 15 harian periode X PG Tjoekir
Struktur Organisasi dan Tugas Kepegawaian
Pabrik Gula Tjoekir merupakan unit produksi dari PT Perkebunan
Nusantara X (Persero) yang dipimpin oleh seorang administratur yang
berkedudukan di lokasi pabrik gula. Administratur bertanggung jawab penuh
kepada direktur utama dalam pelasanaan tugas dan kewajiban yang telah
diberikan oleh kantor direksi. Seorang administratur dibantu oleh beberapa kepala
bagian, yaitu kepala bagian tanaman, kepala bagian instalasi, kepala bagian
pengolahan dan kepala bagian administrasi keuangan dan umum (AKU). Struktur
organisasi perusahaan dapat dilihat pada lampiran 1.
Kepala bagian tanaman bertugas untuk bertanggung jawab kepada
administratur dalam bidang tanaman, mewakili administratur pada waktu
berhalangan, mengkoordinasi rencana areal tanaman untuk tiga tahun yang akan
datang. Seorang kepala bagian tanaman dibantu oleh tiga orang sinder kebun
kepala (SKK) yang masing-masing menangani bidang tanaman, litbang dan
tebang angkut. Untuk SKK tanaman dan litbang dibantu oleh sinder kebun
wilayah (SKW) yang dibantu oleh pembina tebu rakyat intensifikasi (PTRI) untuk
wilayah tanaman dan koordinator-koordinator yang menangani analisa nira
15
perahan pertama (NPP), lab hama, kebun percobaan, pembibitan dan pengambilan
contoh serta pelayanan kantor tanaman dan TU sentral tanaman untuk wilayah
litbang. Sedangkan SKK tebang angkut dibantu oleh koordinator tebang angkut
yang membawahi pengawas tebang angkut yang terdi dari para koordinaor PTRI
masing-masing wilayah tanaman.
Kepala bagian instalasi bertugas melaksanakan kebijaksanaan-
kebijaksanaan dalam bidang teknik, menjadi resposibility center (RC) di bidang
instalasi, bertanggung jawab atas pengoperasian pabrik pada waktu giling,
memeriksa dan melaksanakan perbaikan pabrik pada waktu giling dan di luar
waktu giling, mempunyai wewenang untuk mengadakan koreksi-koreksi dan
mengawasi rencana kerja dan anggaran belanja guna diajukan ke administratur.
Kepala bagian instalasi dibantu oleh kepala-kepala stasiun yang membawahi
stasiun umum, stasiun ketel, stasiun tengah, stasiun gilingan, stasiun listrik dan
stasiun putaran serta koordinator bagian kendaraan/remise.
Kepala bagian pengolahan bertugas melaksanakan prosessing pengolahan
nira tebu menjadi gula. Kepala bagian pengolahan dibantu oleh ajunc. FC yang
membawahi chemiker yang bertanggung jawab atas pekerjaan opziter pabrikasi
dan kepala gudang gula.
Kepala bagian administrasi keuangan dan umum bertugas membantu
administratur mengolah keuangan dan menyediakan keuangan untuk bagian-
bagian, bertanggung jawab meenyajikan data administrasi akuntansi PG,
mengkoordinir pelaksanaan tata usaha dan keuangan yang meliputi : perencanaan
dan pengawasan keuangan, tata usaha keuangan/pembukuan dan pembinaan
tenaga kerja sekretariat dan umum. Kepala bagian AKU dibanu oleh beberapa RC,
yaitu RC pengawasan dan perencanaan oleh seorang pembantu pemegang buku,
dibantu oleh beberapa karyawan, RC tata usaha dan keuangan dipegang oleh
seorang pembantu pemegang buku, dibantu beberapa karyawan, RC sekretariat
umum dibantu oleh beberapa karyawan dan RC hubungan antar karyawan
(HAK)/umum dibantu oleh staf PTK, mantri poloklinik,dan kadiskam serta
dibantu beberapa karyawan.
16
Susunan Personalia
Berdasarkan status kepegawaiannya, karyawan PG Tjoekir dibedakan atas
karyawan pimpinan/staf dan karyawan pelaksana/nonstaf. karyawan pimpinan/staf
terdiri atas administratur beserta kepala bagian dan pembantu-pembantunya.
Karyawan pelaksana/nonstaf dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan
karyawan musiman yang meliputi mandor/PTRI, mekanik dan operator.
Karyawan tetap bekerja baik dalam waktu giling maupun di luar waktu giling.
Karyawan musiman bekerja sesuai dengan kontrak dan honorer. Karyawan harian
yang meliputi karyawan kampanye yang bekerja hanya pada waktu musim giling,
karyawan kontrak waktu tertentu (KKWT)/karyawan lain-lain bekerja sewaktu-
waktu ketika PG membutuhkan tenaga tambahan dan karyawan borongan yang
bekerja berdasarkan sistem borongan untuk pekerjaan yang sifatnya selesai dalam
satu waktu seperti buruh hariah lepas (BHL). Jumlah karyawan PG Tjoekir dapat
dilihat pada table 6.
Tabel 6 Jumlah Karyawan PG Tjoekir, 2005 Karyawan Jumlah
Karyawan tetap
Karyawan Pimpinan 32 orang
Karyawan Tetap 311 orang
Jumlah 343 orang
Karyawan tidak tetap
Karyawan Kampanye 485 orang
Karyawan Musiman 23 orang
Karyawan Borongan dll 242 orang
Jumlah 750 orang
Jumlah 1.093 orang
Sumber : HAK/umum PG Tjoekir
17
TEKNIK BUDIDAYA
Budidaya di Lahan Sawah
Budidaya tebu di lahan sawah memerlukan beberapa tindakan kultur
teknis pada lahan sawah. Pembuangan air pada saat-saat pertama pengolahan
lahan sangat diperlukan agar tanah tidak terlalu basah (drainase terjaga).
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan di wilayah kerja PG Tjoekir dibedakan menjadi dua
yaitu lahan TRIS (tebu rakyat intensifikasi kategori sawah) atau TRIT (tebu rakyat
intensifikasi kategori tegalan) yang merupakan tanah milik petani dan dikelola
oleh petani, dan lahan TS (tebu sewa) yang merupakan tanah petani yang disewa
PG untuk dikelola oleh PG, untuk TS di PG Tjoekir semua kategori lahannya
adalah lahan sawah.
Dalam penyewaan lahan, perlu dilakukan survei lahan yang memenuhi
persyaratan untuk budidaya tebu. Syarat tersebut antara lain pemasukan dan
pembuangan air lancar, terdapat jalan tebang dan luasnya minimal satu hektar.
Petugas PG molobi petani pemilik lahan dan negosiasi harga sewa, setelah
disetujui dan ada kesepakatan dari kedua pihak, selanjutnya melihat peta baku
sawah di desa dan melakukan pengukuran langsung ke lahan untuk kemudian
digambar oleh juru gambar wilayah PG.
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan sawah menggunakan sistem reynoso yaitu membuat got-
got untuk pembuangan dan penampungan air. Hal yang dilakukan sebelum mulai
membuka lahan adalah pemasangan ajir lahan agar yang diolah benar-benar lurus.
Menyiku dengan alat siku untuk menentukan arah got dan juringan sehingga dapat
meminimalkan tara kebun. Pada lahan yang miring pemasangan siku dimulai di
daerah yang paling dekat dengan pembuangan air/patusan yang tanahnya
basah/becer.
18
Pertama-tama yang dilakukan dalam sistem pengolahan tanah Reynoso
adalah pembuatan got keliling, yaitu got yang mengelilingi lahan. Got ini
mempunyai lebar 60 cm dengan kedalaman 90 cm. Setelah got keliling selesai,
dibuat got mujur yang posisinya sejajar dengan juringan (deret tanaman tebu
nantinya). Ukuran got mujur adalah lebar 60 cm dan dalamnya 80 cm. Jarak
antara got mujur satu dengan lainnya adalah 62,5 meter. Got terakhir adalah got
malang yang posisinya tegak lurus dengan bakal juringan. Lebar got malang 50
cm dan kedalaman 70 cm, sedangkan jarak antar got malang adalah 8 meter. Pada
prinnsipnya, kedalaman ketiga got tersebut berbeda 10 cm agar pembuangan air
lancar. Setelah pembuatan got selesai, terbagilah lahan tersebut menjadi kotak-
kotak dengan luas 500 m2. Sehingga dalam satu hektar lahan terdapat 20 kotak,
dalam setiap kotak dibuat juringan.
Juringan (lubang tanam) dibuat dengan posisi sejajar dengan got mujur dan
dan tegak lurus dengan got malang. Jarak PKP (pusat ke pusat) untuk tanaman
tebu giling adalah 104 cm, 45 cm untuk juring dan 59 cm untuk blabagan (tanah
untuk meletakkan buangan hasil galian juringan yang ditumpuk membentuk
guludan) dengan kedalaman juringan 30 cm. Dalam satu kotak terdapat 56
juringan, sehingga dalam satu hektar ada 1120 juringan. Juringan dibuat dimulai
dari arah patusan atau dengan kata lain dari daerah yang lebih rendah ke daerah
yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar air yang terdapat pada petak lahan dapat
segera dikeluarkan untuk menjaga drainase tanah. Pada lahan yang datar
penentuan arah got mujur, got malang dan juringan disesuaikan dengan arah sinar
matahari, yaitu arah utara selatan untuk arah juringan. Hal ini dimaksudkan agar
persebaran sinar matahari yang didapatkan tanaman bisa merata. Pada sisi
juringan yang behadapan dengan got malang diberi panjang muka untuk
meletakkan buangan taen (tanah dari got) saat pembersihan dan pendalamam got
(korah got) dan pada setiap lima got malang di tepi juringan dibuat jalan kontrol
selebar 1,2 meter. Pada sisi juring yang bersebelahan dengan got mujur juga diberi
jarak untuk buangan taen. Bila terdapat tanah atau lapisan yang kedap air harus
dipecah terlebuh dahulu. Tanah yang telah selesai diolah dibiarkan 2 – 3 minggu
untuk mendapat panas dan sinar matahari (didayung).
19
Pembibitan
Bibit yang akan ditanam untuk tebu giling di PG Tjoekir berasal dari
KBD (kebun bibit datar) yang dikelola oleh PG yang biasa disebut KBD-PG atau
yang dikelola oleh petani dengan tetap di bawah pengawasan PG yang biasa
disebut KBD Jasa/KBD Kerja Sama. Hal ini disebabkan bibit dipilih yang
bermutu baik, agar dapat menghasilkan rendemen yang tinggi. Bibit yang bermutu
baik adalah mempunyai daya tumbuh > 90 %, tingkat kemurnian > 95 %, habitus
batang normal sesuai varietasnya dan berasal dari KBD yang sehat.
Penangkaran bibit. Bibit yang dikelola oleh PG Tjoekir berasal dari
P3GI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) di Pasuruan dan
sebagian lagi berasal dari Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) PTPN
X (Persero) yang berlokasi di Jengkol, Kediri. Proses pembibitan tersebut melalui
empat langkah, yang pertama, bibit ditanam di KBP (kebun bibit pokok) pada
sekitar bulan Maret dengan luas 0,1 % dari luas lahan perkebunan tebu nantinya.
Hasil penanaman ini diambil dan ditanam di KBN (kebun bibit nenek) pada
sekitar bulan Oktober dengan luas 0,5 % dari luas lahan tebu nantinya. Bibit dari
KBN ditanam di KBI (kebun bibit induk) pada sekitar bulan April tahun
berikutnya dengan luas lahan 2,5% dari luas lahan tebu nantinya.Dari KBI
dihasilkan bibit untuk ditanam di KBD (kebun bibit datar) pada sekitar bulan
November dengan luas lahan 12,5 % dari luas lahan tebu nantinya.
Persen luas lahan di atas dapat diterangkan sebagai berikut. Bibit dari 1
ha KBP dapat ditanam di KBN seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBN dapat ditanam di
KBI seluas 5 ha. Satu hektar KBI menghasilkan bibit yang dapat ditanam di KBD
seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBD untuk 8 ha kebun tebu giling. Jadwal
pelaksanaan pembangunan kebun bibit dapat dilihat pada table 7.
20
Tabel 7 Jadwal Pelaksanaan Pembangunan Kebun Bibit No Uraian Kegiatan J
aFe
Ma
Ap
Me
Jn
Jl
Ag
Sp
Ok
No
De
I. II. III IV
Pembangunan Kebun Bibit Pokok (KBP) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Nenek (KBN) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Induk (KBI) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut Pembangunan Kebun Bibit Datar (KBD) - Persiapan Lahan - Pengolahan lahan - Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Seleksi Bibit - Tebang/Angkut
Macam bibit. Bibit tebu yang digunakan di PG Tjoekir adalah bibit bagal
yang merupakan pertumbuhan dari mata tunas yang terdapat di setiap buku
batang. Setiap bibit terdiri atas dua mata tunas dengan potongan serong ditengah
ruas.
Varietas bibit. Varietas atau jenis tebu yang digunakan di PG Tjoekir
berasal dari varietas bibit yang dikeluarkan oleh P3GI atau Puslitbang PTPN X
(Persero). Puslitbang PTPN X (Persero) mengembangkan dan memperbanyak dua
macam varietas, yaitu varietas komersial dan varietas koleksi. Kedua varietas
tersebut merupakan varietas baru yang berasal dari persilangan antara janis-jenis
21
yang sebelumnya telah ada untuk menghasilkan klon baru dengan sifat
keunggulan yang diharapkan. Jenis tebu baru yang belum pernah dikembangkan
secara komersial diuji dalam percobaan orvar (orientasi varietas) di tingkat PG
untuk mengetahui varietas yang sesuai untuk wilayah PG tersebut. Adapun urut-
urutan untuk menguji jenis tersebut adalah setelah percobaan orvar dilanjutkan
pada petak percobaan yang lebih besar yaitu percobaan warteb (warung tebu)
dilanjutkan dengan percobaan demplot (demo plot) dengan luasan yang lebih
besar lagi. Dari percobaan tersebut akan terlihat varietas-varietas yang cocok
untuk dikembangkan secara komesial. Varietas-varietas yang dinilai sesuai untuk
dikembangkan di wilayah PG tersebut dilakukan rating varietas, yang dilakukan
oleh petani, PG, dinas perkebunan tingkat kecamatan atau kabupaten dan P3GI.
Varietas-varietas tebu tersebut kemudian diidentifikasi sifat botanis dan
agronomisnya untuk kemudian dikembangkan di masing-masing PG.
Seleksi bibit. Kegiatan seleksi bibit berupa membongkar dan
mengeluarkan rumpun-rumpun varietas lain dari kebun bibit agar kemurnian
varietas dalam satu kebun terjaga serta menyeleksi serangan hama dan penyakit.
Seleksi bibit dilakukan tiga kali,yaitu pada waktu tanaman berumur dua bulan,
empat bulan dan menjelang penebangan bibit bagal pada umur tanaman sekitar
5,5 bulan.
Teknik budidaya tebu bibit. Kebun untuk bibit diolah dengan cara sama
seperti pada pengolahan lahan di kebun tebu giling (KTG). Hanya saja PKP (jarak
pokok ke pokok juringan) untuk lubang tanam bibit sebesar 95 cm. Bibit dari
tebangan kebun bibit jenjang sebelumnya yang sudah diklentek dipotong-potong
dan disortasi, diecer pada tiap gulud untuk mengatur jumlah bibit yang ditanam.
Kegiatan pemeliharaan tanaman bibit antara lain pendalaman dan pembersihan got
yang dilakukan pada saat sebelum tanam dan setiap bumbun. Bumbun dilakukan
satu bulan sekali sejak satu bulan setelah tanam sebanyak tiga kali, yaitu bumbun
I, bumbun II, bumbun III atau bacar/gulud kecil.
Pemupukan dilakukan dua kali menggunakan pupuk Urea dengan dosis
300 kg perhektar, 200kg per hektar diberikan tujuh hari setelah tanam dan 100 kg
per hektar diberikan satu bulan setelah pemupukan pertama. Penyulaman bibit
22
dilakukan pada tanaman bibit yang mati atau rusak dengan bahan yang seumur
dan varietas yang sama. Penyulaman bibit rayungan dilakukan paling lambat
seminggu sesudah tanam, sedangkan pada bibit bagal dua minggu setelah tanam.
Bibit ditebang pada usia 7 – 9 bulan, hal ini disebabkan oleh mata pada
bagal yang muda akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan yang tua.
Penebangan dilakukan tanpa pengklentekan agar kelembaban dan kadar air dalam
bagal tetap terjaga. Dalam penebangannya, tanaman disisakan 3 – 4 ruas untuk
dirayung. Pengangkutan bibit dilakukan dalam keadaan masih terselimuti oleh
daduk/daun kering. Kegiatan selanjutnya adalah pembongkaran bibit,
pengklentekan, pemotongan dan sortasi, yaitu dipisahkan antara bibit pucuk, bibit
tengah dan bibit pangkal dan membuang mata yang tidak tumbuh.
Penanaman
Sebelum bibit ditanam, untuk mempermudah penanaman juringan diairi
terlebih dahulu dengan timba secukupnya. Setelah itu bibit diecer agar pembagian
bibit merata dan jumlah bibit tiap juringan juga merata. Sebelum bibit ditanam,
lubang tanam diberi pupuk SP-36 terlebih dahulu. Bibit bagal diletakkan mendatar
dengan mata tunas terletak di samping. Bibit diletakkan dan ditutup dengan tanah
agar tidak bergeser. Bibit ditanam lurus dan pada ujung juringan diberi sumpingan
untuk sulaman. Kebutuhan bibit dalam satu juring untuk bibit bagal adalah 28
batang per juring, sedangkan untuk rayungan sebanyak 28 batang per juring.
Pemeliharaan
Pemeliharaan untuk tanaman pertama meliputi kegiatan penyulaman,
pemberian air, pemeliharaan got, pemupukan, pembumbunan, pembersihan
gulma, pengendalian hama dan penyakit dan pembersihan daun kering atau tua
(klentek).
Penyulaman. Bibit yang mati atau tidak tumbuh, segera diganti dengan
bibit yang baru . Bila sepanjang 50 cm juringan, tidak ada bibit yang tumbuh,
maka hal itu pertanda bahwa bibit mati. Penyulaman petama dilakukan pada umur
23
seminggu bila memakai bibit rayungan atau pada umur empat minggu bila
menggunakan bibit bagal. Bibit sulaman didapat dari sumpingan atau bibit
dederan. Penyulaman kedua dilakukan empat miggu setelah penyulaman pertama
atau bila dalam satu juringan belum tumbuh 90% tunas. Bibit untuk sulaman
kedua diperoleh dari sisa sumpingan, seblangan (memecah rumpun) atau puteran
(memindahkan rumpun).
Pemberian Air. Air banyak digunakan pada pertumbuhan awal sampai
berumur 4 sampai 5 bulan. Semakin tua tanaman tebu semakin sedikit air yang
dibutuhkan. Pemberian air pertama diberikan menjelang dan sesudah tanam.
Setelah itu penyiraman dilakukan 3 hari sekali sampai umur tanaman 2 minggu.
Saat umur tanaman 2 sampai 4 minggu, penyiraman dilakukan 2 kali seminggu.
Waktu tanaman berumur 4 sampai 6 minggu, penyiraman dilakukan seminggu
sekali. Saat tanaman berumur 6 sampai 16 minggu penyiraman sebulan sekali.
Penyiraman yang terakhir dilakukan sebelum gulud terakhir. Bila saat penyiraman
bersamaan dengan pemupukan, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalah
pemupukan dilanjutkan dengan penyiraman.
Pemeliharaan Got. Tujuan utama pemeliharaan got adalah untuk menjaga
agar drainase tetap baik. Kegiatannya meliputi pembersihan got, perbaikan
dinding got yang rusak dan pendalaman got. Pendalaman got yang sudah dangkal
dimaksudkan agar got tetap dalam. Pendangkalan got disebabkan oleh jatuhnya
tanah ke dalam got akibat terinjak atau terkikis hujan.
Pemupukan. Pemupukan tanaman tebu harus memperhatikan jenis, dosis,
waktu, cara dan mutunya. Kelima hal tersebut perlu diperhatikan agar tanaman
mendapat unsur hara yang sesuai, dapat menyerap dengan tepat waktu dan lebh
efisien.
a. Jenis dan Dosis Pupuk
Pupuk yang digunakan merupakan pupuk yang mengandung N. P dan K.
Unsur N dapat diperoleh dari ZA. Selain itu juga ditambah dengan urea. Pupuk
SP – 36 untuk memenuhi unsur P. Sedangkan untuk unsur K diperoleh dari
24
pupuk KCl atau ZK. Jumlah pupuk yang dipakai disesuaikan dengan janis
tanahnya. Hal ini bisa dilihat pada tabel 8. Untuk kebun tebu sewa (TS) PG
Tjoekir sebelum penanaman dilakukan analisa contoh tanah di setiap kebun
untuk diketahui jumlah unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman tebu.
b. Waktu dan Cara Pemupukan
Pupuk SP – 36 diberikan sebelum penanaman. Caranya pupuk disebar
merata pada dasar juringan. Pupuk ZA diberikan dua kali, dosisnya bergantung
pada ketersediaan air pada daerah itu.
Tabel 8 Jumlah Pupuk ZA di Daerah yang Terjamin dan Kurang Terjamin Airnya
Daerah air
Terjamin kurang Terjamin
ZA I 1/3 – 1/2 dosis 1/2 – 2/3 dosis
ZA II 1/2 – 2/3 dosis 1/3 – 1/2 dosis
Sumber : Direktorat Bina Produksi,1989
Pemberian ZA I bersamaan dengan pemberian KCl. Waktunya
seminggu setelah tanam untuk bibit rayungan atau dua minggu setelah tanam
untuk bibit bagal. Pemupukan dilakukan dengan menugal juringan sedalam 10
cm dan berjarak 10 cm dari bibit. Letak lubang pupuk ZA I dengan KCl saling
berseberangan. Pemupukan ZA II dilakukan empat minggu setelah pemupukan
ZA I dengan cara yang sama. Namun tempatnya berseberangan dengan lubang
ZA I. Adapun dosis ZA, SP – 36 dan KCl adalah 7:3:2,5 (kuintal perhektar).
Pembumbunan. Pembumbunan adalah penimbunan tanah, sering disebut
juga turun tanah. Pembumbunan dilakukan empat kali, yaitu (1) pada waktu
tanaman berumur satu bulan atau telah tumbun 40 – 50 tunas per juring, (2) 2 –
2,5 bulan atau tunas tumbuh sebanyak 115–135 per juring, (3) 3 – 3,5 bulan atau
telah ada 140 tunas per juring, dan (4) 4 – 5 bulan atau setelah ada 4 – 5 ruas
batang di atas tanah atau telah ada dua daun kering yang siap diklentek.
Pembersihan gulma. Pembersihan gulma dilakukan dengan tenaga
manusia atau bahan kimia. Bahan kimia digunakan bila kekurangan tenaga kerja.
25
Dengan tenaga manusia, pembersihan dilakukan empat kali dengan selang waktu
tiga minggu setelah tanam. Sampai umur empat bulan, lahan harus bebas gulma
agar tidak terjadi persaingan penyerapan unsur hara tanah.
Herbisida yang digunakan adalah herbisida pra tumbuh (pre-emergence)
dengan komposisi 2,5 – 3 liter per hektar herbisida berbahan aktif ametrin
ditambah 1,5 liter per hektar herbisida berbahan aktif 2,4 D (2,4 dimethylamina).
Campuran itu dilarutkan dalam 400 liter air. Dosis ini untuk satu hektar tanaman.
Perhitungan dosis tersebut adalah sebagai berikut : 2,5 l
Dosis ametrin = X 100 % = 0,6 % 400 l
1,5 l Dosis 2,4 D = X 100 % = 0,4 % 400 l
Waktu penyemprotan 0 – 7 hari setelah penanaman. Jenis gulma yang
menyerang terdiri atas gulma berdaun lebar, berdaun sempit/rumput dan teki.
Jenis gulma tersebut bisa dilihat pada tabel 9.
Tabel 9 Gulma Dominan di Pertanaman Tebu Wilayah Kerja PG Tjoekir 2004 – 2005
Jenis gulma Spesies
Teki Cyperus compresus, Cyperus rotundus L.
Gulma daun sempit Cynodon dactylon, Digitaraia ascendenss
atau rumput Digitaria sanguinalis, Eleusine indica L.,
Dactyloctenium aegyptum, Brachiaria miliformis.
Gulma daun lebar Borreria alata (Aubl.) D. C, Mikania micrantha H,
B. K, Momordica charantia L., Cleome ginandra
L., Amaranthus spinosus.
Sumber : Litbang. PG Tjoekir
Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit
bertujuan untuk meminimalkan kerugian produksi tebu atau gula. Pengendalian
hama dan penyakit tanaman tebu di PG Tjoekir dilakukan dengan empat cara
yaitu secara manual/mekanis, kimiawi, biologis dan kultur teknis/budidaya.
Pada umumnya pengendalian penyakit dilakukan dengan cara
memotong tanaman yang terserang dan memusnahkannya agar tidak menular
pada tanaman yang sehat. Pengendalian dengan cara ini dilakukan sampai tebu
26
berumur 5 bulan. Setelah melewati umur tersebut tidak lagi dilakukan
pengendalian, tetapi tetap dilakukan pengawasan. Hal ini bertujuan untuk
menghindari fluktuasi serangan penyakit yang terlalu tinggi. Serangan penyakit
dapat dicegah dengan perlakuan air panas (hot water treatment) atau
mencelupkan pisau pemotong bibit dalam larutan lysol 20% atau alkohol 70%
dan pemberian nematisida waktu pengolahan tanah Selain itu penanaman
varietas tebu tahan penyakit, pemilihan bibit yang sehat dan penjagaan
kebersihan kebun juga dapat mencegah serangan penyakit. Selain itu Litbang
bagian tanaman PG Tjoekir membiakkan parasit Trichograma sp. dalam
bentuk pias, yang berisi 2.500 telur per pias. Pemasangan pias dilakukan tiap
minggu sekali selama empat belas minggu mulai tanaman berumur 1,5 hingga
2 bulan sebanyak dua pias per hektar.
Jenis hama dan penyakit yang banyak menyerang tanaman tebu di
wilayah kerja PG Tjoekir beserta gejalanya adalah sebagai berikut :
a. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella. Scirpophaga nivella intacta)
Daun muda yang masih menggulung berwarna kuning atau kering. Titik
tumbuhnya mati. Pada ruas muda terdapat ngengat. Sedangkan pada ibu tulang
daun terdapat lorong gerak.
b. Penggerek Batang (Chilo auricillus, Chilo sacchariphagus)
Tampak bercak-bercak putih bekas gerekan pada daun, tetapi kulit luar
daun tidak ditembus. Pada bagian dalam pelepah dan ruar batangnya terdapat
lorong gerekan. Kadang-kadang diikuti dengan matinya titik tumbuh dan daun
muda layu.
c. Penggerek Raksasa (Pragmataecia castaneae)
Terdapat lorong gerek pada pelepah daun dan ruas muda maupun tua.
Pada lubang tempat masuk hama tersebut keluar ngengat yang besar. Kulit
pupa tersebut kadang tertinggal di luar lubang, Setelah itu, batang bagian
tengah hancur dan tanaman mati.
d. Uret (Lepidiota stigma, Apogonia destructor, Holotrichia hellery, Euchlora
viridis, Anomala obsoleta dan Psycopolis sp.)
27
Daun tampak menguning dan kelamaan menjadi kering. Tanaman mulai
layudan akhirnya mati. Pangkal batang terdapat bekas gerekan dan bila tanah
disingkap terdapat uret.
e. Kutu Bulu Putih/Cabuk Putih (Ceratovacuna lanigara)
Di kanan kiri ibu tulang daun bagian bawah terdapat koloni kutu
berwarna putih. Permukaan atas daun tertutup jamur/cendawan jelaga,
sehingga berwarna hitam. Daun menjadi kuning dan kering pada serangan yang
berat.
f. Ulat Grayak (Anticyra combusta, Spodoptera mauritia, Leucania sp.)
Tepi daun muda dan tua habis dimakan ulat. Makin lama helaian daun,
kecuali ibu tulang daun juga dihabiskan.
g. Belalang (Valanga nigricornis, Locusta migratoria)
Daun muda dan tua terdapat luka bekas gigitan. Gigitan dimulai dari tepi
daun ke tengah, tetapi ibu tulang daun tidak ikut dimakan.
h. Tikus (Rattus sp.)
Terdapat bekas gerekan pada pucuk tanaman atau ruas batang. Gerekan
tersebut dapat menyebabkan daun menjadi patah.
i. Penyakit Mosaik (Virus pada Kutu Rhopalosiphus maidis)
Pada daun muda terdapat noda atau garis yang sejajar dengan tulang
daun, berwarna hijau muda sampai kuning. Sedangkan pada daun tua,
warnanya berubah menjadi merah.
j. Penyakit Blendok (Bakteri Xanthomonas albilineans)
Daun mengalami klorosis yang dimulai dari ibu tulang daun ke arah tepi.
Makin lama daun makin kering, tanaman juga kering dan akhirnya mati.
k. Penyakit Daun Hangus (Cendawan Stagonospora sacchari)
Pada daun tampak adanya bentuk elips memanjang dengan tepi berwarna
kuning dan bagian dalam kering. Bila cuaca kering, daun tampak seperti
tebakar.
l. Penyakit Noda Kuning (Cendawan Mycovellosiela koepkei)
Adanya noda kuning pucat yang kemudian berubah menjadi kuning segar
pada helaian daun. Di dalam noda kadang terdapat juga titik atau garis merah,
28
yang makin lama makin memenuhi noda. Bila daun tersebut kering, bagian
noda tidak ikut kering.
m. Penyakit Pokahbung (Cendawan Gibberella moniliformis)
Gejala penyakit ini terdiri atas tiga stadium. Pada stadium pertama,
daun mengalami klorosis yang kadang diikuti dengan mengisutnya daun. Daun
berlubang dan adanya noda merah. Pada stadium kedua pertumbuhan
terhambat, berkas pengangkut tidak tumbuh sempurna, ruas batang pendek dan
terkadang bengkok. Stadium tiga ditandai dengan daun muda kering dan
akhirnya tanaman mati.
n. Penyakit Karat (Cendawan Puccinia kulhbii dan Puccinia melanochepala)
Adanya garis-garis pendek, membujur berwarna jingga kemudian
berubah menjadi cokelat pada kedua permukaan daun. Bagian permukaan
bawah daun terdapat tonjolan-tonjolan seperti benda berkarat.
o. Penyakit Luka Api (Cendawan Ustilago scitaminea)
Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kecil dan sempit. Batang
menjadi kecil memanjang dan perawakan tanaman seperti rumput. Daun muda
bentuknya berubah menjadi bulat memanjang seperti cambuk, berwarna hitam.
Pada daun menempel spora cendawan yang banyak sekali jumlahnya.
p. Penyakit Pembuluh (Bakteri Clavibacter xyli subsp xyli)
Pertumbuhan tanaman lebih kerdil. Bila batang dibelah membujur
terlihat warna kemerahan atau putih pada berkas pembuluhnya.
q. Penyakit Disebabkan Nematoda (Helycotylenchus sp., Pratylenchus sp.,
Meloidogyne sp., Criconemoides sp.)
Pertumbuhan tanaman terhambat. Batang dan daun menjadi kuning
pucat, dengan tepi daun mengering. Akar membengkak dan terdapat noda
nekrotis berwarna merah-ungu kehitaman.
Budidaya Lahan Tegalan
Pada budidaya lahan tegalan PG Tjoekir, wilayah yang menggunakan
sistem ini sebagian besar adalah daerah berkontur pegunungan seperti wilayah
Bareng dan Wonosalam. Lahan yang digunakan adalah lahan bekas palawija
sehingga tidak perlu adanya proses pembukaan lahan dengan alat berat. Sebagian
29
besar proses budidaya di lahan ini menggunakan cara semimekanis sampai
mekanis.
Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk memulai budidaya di lahan tegalan sangat berbeda
dengan lahan sawah. Langkah persiapan meliputi pembukaan lahan, pengolahan
tanah dan pembuatan juringan.
Pembukaan lahan. Budidaya yang dilakukan di lahan baru harus dimulai
dengan pembukaan lahan baru. Pada lahan tegalan bekas palawija atau sawah,
pekerjaan paling berat adalah meratakan tanah. Langkah-langkah pembukaan
lahan harus disesuaikan dengan daerahnya. Semak, perdu dan rumput harus
dibabat dan disingkirkan. Lahan dibersihkan dan sisa-sisa pembabatan diratakan
dengan tanah.
Pengolahan Tanah. Tekstur tanah di lahan kering ada yang berat, sedang
atau ringan. Pengolahan tanah bertekstur berat dapat memakai bajak atau garu
yang ditarik dengan traktor. Urutan kegiatannya adalah pembajakan dengan
implement bajak piring tiga sampai empat piringan diameter 32 inci atau bajak
singkal empat titik dengan jenis traktor MF 4270 dengan kekuatan 110 HP. Jika
diperlukan, maka pembajakan dilakukan dua kali diikuti kair, kemudian
penggaruan dan terakhir bajak furrower/kayar untuk membuat juringan.
Tanah bertekstur sedang dapat diolah dengan menggunakan bajak yang
ditarik oleh ternak atau yang biasa disebut dengan sontop mardiyo/singkal sapi.
Untuk bukaan menggunakan luku desa yang terbuat dari kayu dan memiliki garpu
tiga kemudian menggunakan bajak double wing untuk membuat juringan setelah
itu digarpu tiga lagi dan dibajak double wing lagi untuk memperdalam dan
melebarkan juringan, baru kemudian disontop. Sontop adalah garpu tiga yang
giginya lebih rapat untuk membuata kasuran/alas tanam. Untuk lahan yang ringan
bisa dikerjakan dengan manusia atau dengan traktor bisa langsung dikayar/bajak
furrower untuk langsung dibuat juringan. Pada budidaya lahan tegalan juringan
30
dibuat terlebih dahulu baru kemudian got, sedangkan pada lahan sawah yang
pertama dibuat adalah got baru juringan untuk menurunkan permukaan air.
Pembuatan Juringan. Di akhir pengolahan tanah, dilakukan pembuatan
juringan sedalam 30 cm dengan jarak pusat ke pusat 95 sampai 125 cm. Pada
tanah yang miring, subur dan basah, jaraknya semakin sempit. Untuk lahan
dengan kemiringan lebih dari 3%, juringan dibuat sejajar garis tinggi (kontur).
Panjang juringan sekitar 58 meter.
Persiapan Bibit
Tidak berbeda dengan pengadaan bibit di lahan sawah, bibit yang dipilih
harus bibit yang bermutu baik. Jenis bibit yang digunakan adalah bibit bagal
dengan tiga sampai empat mata tunas atau bibit pucuk dengan panjang 30 sampai
40 cm. Setelah pisau pemotong digunakan tiga sampai empat kali, harus
dicelupkan ke dalan larutan lysol 20% untuk mencegah penularan bibit penyakit.
Penanaman
Waktu penanaman dapat dilakukan dua periode. Periode I atau masa
tanam pola A, yaitu bulan Mei sampai Juni pada saat menghadapi musim
kemarau. Periode II atau masa tanam pola B, yaitu pada bulan September sampai
November pada saat awal musim hujan. Bibit untuk tebu giling (KBD) pola A
ditanam tujuh bulan mundur dari masa penanaman. Untuk pola B, bibit ditanam
mundur tujuh bulan dari pola A.
Dasar juringan diberi pupuk dasar (pemupukan I). Setelah pupuk rata,
bibit diletakkan dengan mata tunas berada di samping. Posisi bibt tersebut lebih
efisien bila selang-seling (overlap), sehingga setiap satu meter juringan terdapat 9
sampai 11 mata tunas. Selesai diletakkan, bibit ditutup tanah setebal 3 cm untuk
penanaman pola A dan 5 cm untuk pola B. Bibit sumpingan ditanam di ujung
juringan.
31
Pemeliharaan
Hal-hal yang dilakukan pada tahap pemeliharaan adalah penyulaman,
pemupukan, pembumbunan, pengaturan air, pengendalian gulma dan
pengendalian hama dan penyakit.
Penyulaman. Penyulaman dilakukan bila dalam jarak 50 cm tidak ada
tunas yang tumbuh. Penyulaman pertama pada saat tanaman berumur dua minggu
dengan memakai bibit sumpingan. Penyulaman kedua pada saat tanaman berumur
empat minggu. Bibit yang digunakan adalah sisa bibit sumpingan, bibit seblangan
atau bibit puteran.
Pemupukan. Jenis pupuk yang harus ada adalah ZA (unsur N), SP – 36
(unsur P) dan KCl (unsur K). Sebagian pupuk ZA dapat diganti Urea. Dosis
pupuk untuk lahan tegalan juga disesuaikan dengan jenis tanah, seperti pada tabel
10.
Tabel 10 Dosis Pupuk untuk TRIT Tanaman Pertama
Jenis Pupuk (ku/ha)
Jenis Tanah ZA SP – 36 KCl
Alluvial 5 – 7 0 – 2 0 – 1
Regosol/Litosol/Kalisol 6 – 8 1 – 2 1 – 2
Latosol 6 – 8 1 – 3 1 – 3
Grumusol 7 – 9 2 – 3 1 – 3
Mediteran 7 – 9 1 – 3 1 – 2
Podsolik merah kuning 5 – 7 4 – 6 2 – 4
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989.
Waktu pemupukan dibedakan berdasarkan saat penanaman dan masing-
masing diberikan dua kali. Untuk pola A terdiri atas pemupukan I dan pemupukan
II. Pemupukan I terdiri atas pupuk P satu dosis, N sepertiga dosis dan K sepertiga
dosis. Pemberian dilakukan sebelum penanaman. Pemupukan terdiri atas N dua
pertiga dosis dan K dua pertiga dosis, diberikan saat musim hujan tiba. Bila
32
kandungan air banyak, pemupukan II dilakukan 1 sampai 1,2 bulan setelah
pemupukan I. Untuk pola B, pemupukan I terdiri atas N sepertiga dosis dan P satu
dosis diberikan saat tanam. Pemupukan II terdiri dari N dua pertiga dosis dan K
satu dosis diberikan 1 sampai 1,5 bulan setelah pemupukan I.
Pembumbunan. Pembumbunan hanya dilakukan dua kali. Pembumbunan
I dilakukan setelah pemupukan II. Pembumbunban II dilakukan setelah tanaman
berumur 3 sampai 3,5 bulan atau semua tunas telah tumbuh. Setelah
pembumbunan II, tanah guludan tidak terlalu tinggi, hampir rata dengan bagian
lain. Pola pembumbunan lahan tegalan dapat dilihat pada gambar 1.
Keterangan : : bibit stek
: pembumbunan I
: keadaan tanah pada
Awal penanaman : pembumbunan II
Gambar 1 Pembumbunan Lahan Tegalan
Pengaturan Air. Air diperlukan terutama pada saat perkecambahan dan
pertunasan. Pengadaan air dapat diperoleh dari sungai, sumur, atau waduk yang
dialirkan dengan memakai pompa. Bila sumber air tersebut sulit diperoleh maka
satu-satunya cara adalah memanfaatkan air hujan. Oleh karena itu, penanaman
dilakukan pada saat menjelang musim hujan.
Pengendalian Gulma, Pengedalian Hama dan Penyakit serta
Pengklentekan. Pengendalian gulma serta pengendalian hama dan penyakit
dilakukan seperti pada budidaya tebu yang dilakukan di lahan sawah.
Pengklentekan hanya dilakukan satu kali yaitu satu sampai dua bulan menjelang
tebang agar memudahkan penebangan dan memperolah hasil yang bersih.
33
Pemeliharaan Tanaman Keprasan
Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Sawah
Tanaman keprasan merupakan tanaman yang tumbuh setelah tanaman
pertama ditebang. Dari sisa tanaman yang ditebang. Kalau tanaman pertama untuk
kebun TRI disebut TRIS I, maka tanaman keprasan disebut TRIS II. Pemeliharaan
tanaman keprasan dimulai dengan pembersihan lahan sampai penebangan.
Pembersihan Lahan. Setelah tebang, banyak daun-daun atau batang
yang tidak terpakai. Sisa tanaman dapat menjadi sumber hama dan penyakit.
Untuk menghindarinya, sisa tanaman tersebut dikumpulkan dan kemudian dibakar
di luar kebun.
Pengeprasan. Pengeprasan paling lambat dilakukan tujuh hari setelah
tebang. Cara mengepras dengan membongkar guludan sehingga tanah agak rata.
Tanaman dikepras pada pangkal batangnya. Dengan cara ini, tanaman dapat
tumbuh dengan seragam.
Penyulaman. Penyulaman dilakukan bila ada larikan yang kosong
minimal 550 cm. Bibit yang digunakan adalah bibit bagal yang mempunyai dua
mata tunas.
Penyiraman. Penyiraman dilakukan setelah tanaman berumur 2 sampai 3
minggu. Cara dan interval penyiraman sama dengan tanaman pertama, yaitu air
banyak digunakan pada pertumbuhan awal sampai berumur 4 sampai 5 bulan.
Semakin tua tanaman tebu semakin sedikit air yang dibutuhkan. Waktu tanaman
berumur 4 sampai 6 minggu, penyiraman dilakukan seminggu sekali. Saat
tanaman berumur 6 sampai 16 minggu penyiraman sebulan sekali. Penyiraman
yang terakhir dilakukan sebelum gulud terakhir. Bila saat penyiraman bersamaan
dengan pemupukan, maka yang dilakukan terlebih dahulu adalah pemupukan
dilanjutkan dengan penyiraman.
34
Pembumbunan. Pembumbunan dilakukan tiga kali, yaitu (1) saat
tanaman berumur 1 sampai 1,5 bulan, (2) kemudian umur 2 sampai 3 bulan, (3)
umur 4 sampai 5 bulan atau dua daun dapat diklentek.
Pemupukan. Jenis pupuk yang dipakai sama dengan tanaman pertama,
tetapi jumlah dan cara pemupukannya sedikit berbeda. Jumlah dan pupuk tanaman
keprasan dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Pupuk untuk tanaman keprasan berdasarkan jenis tanah Jenis Pupuk (ku/ha) Jenis tanah ZA SP – 36 KCl Alluvial 5 – 7 0 – 1 0 – 1
Grumusol 7 – 9 1 – 2 1 – 3
Mediteran 7 – 9 1 – 2 1 – 3
Latosol 6 – 8 1 – 2 1 – 3
Regosol 6 – 8 0 – 1 1 – 2
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989
Pupuk SP – 36 dan ZA I diberikan dua minggu setelah pengeprasan.
Caranya, juringan ditugal sedalam 10 cm dan berjarak 10 cm dari tanaman. Letak
kedua pupuk saling berseberangan. Pupuk KCl dan ZA II diberikan empat minggu
setelah pemupukan pertama.
Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit serta Pemeliharaan Got.
Pengendalian gulma, hama dan penyakit serta pemeliharaan got dilakukan sama
seperti pada tanaman pertama.
Pemeliharaan Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan
Tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali. Hal ini
berbeda dengan budidaya di lahan sawah, karena biaya untuk menanam kembali
lebih mahal dibanding dengan tanaman keprasan. Lahan tegalan yang umumnya
kekurangan air memerlukan perlakuan khusus, yaitu pemberian mulsa atau
penutup tanah. Pemberian mulsa bertujuan untuk mempertahankan kelembaban
35
tanah, mengatur suhu tanah, mencegah erosi permukaan dan mencegah
tumbuhnya gulma. Bahan yang digunakan untuk mulsa adalah daun-daun tebu
yang tidak dipakai setelah ditebang dan diletakkan di kanan kiri tanaman tebu.
Seperti budidaya di lahan sawah, pengeprasan dilakukan tepat di atas tanah
bumbunan dengan posisi miring agar tanaman dapat tumbuh seragam.
Pemeliharaan tanaman keprasan tidak berbeda dengan tanaman pertama.
Hanya saja, jumlah pupuk yang digunakan sedikit berbeda, Dosis pupuk untuk
tanaman keprasan di lahan tegalan dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Dosis Pupuk untuk Tanaman Keprasan di Lahan Tegalan
Jenis pupuk (ku/ha) Jenis tanah ZA SP – 36 KCl Alluvial 6 – 7 0 – 1 0 – 1
Regosol/Litosol/Kambisol 7 – 8 0 – 1 1 – 2
Latosol 7 – 8 0 – 2 1 – 3
Grumusol 7 – 8 1 – 2 1 – 3
Mediteran 8 – 9 0 – 2 1 – 2
Podsolik Merah Kuning 6 – 7 2 – 3 2 – 4
Sumber : Direktorat Bina Produksi, 1989
Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pemupuka I dan II. Pemupukan I
terdiri atas N sepertiga dosis, P satu dosis dan K sepertiga dosis, diberikan dengan
cara ditabur dalam alur yang dibuat di dekat tanaman, kemudian ditutup tanah.
Pemupukan I dilakukan dua minggu setelah kepras. Pemupukan II dilakukan
enam minggu setelah kepras dengan komposisi N dua pertiga dosis dan K dua
pertiga dosis. Caranya juga ditabur dalam alur yang dibuat di dekat tanaman,
kemudian dilakukan pembumbunan.
Taksasi Maret
Kegiatan penaksiran hasil kuintal tebu dalam satu kebun dilakukan untuk
mengetahui perkiraan tebu yang dihasilkan saat tebang. Taksasi di PG Tjoekir
dilakukan dua kali yaitu pada bulan Desember dan bulan Maret. Pada Taksasi
36
Desember taksasi dilakukan tanpa menggunakan perhitungan matematis,
sedangkan pada Taksasi Maret dilakukan dengan perhitungan.
Taksasi maret dilakukan pertama kali dengan mengukur tinggi batang
dari pangkal batas tebang hingga daun ketiga di pucuk dan menimbang berat
batang per meter atau bisa diketahui dengan mengukur diameter batang.
Kemudian diperkirakan peningkatan tinggi batang saat tebang, sedangkan untuk
berat batang adalah tetap. Taksasi Maret dapat dihitung dengan rumus :
TM = Tt x Bbm x Pj x Jj x L Keterangan : TM = Taksasi Maret
Tt = Perkiraan tinggi tebu saat tebang
Bbm = Bobot batang per meter
Pj = Panjang juringan (m)
Jj = Jumlah juring/ha
L = Luas lahan (ha)
Analisis Pendahuluan
Sebagai dasar untuk melakukan penebangan, dilakukan analisis
pendahuluan untuk mengetahui rendemen tebu, tingkat kemasakan, kosien
peningkatan, kosien daya tahan dan tingkat serangan hama dan penyakit. Dengan
analisis ini maka dapat ditentukan kapan waktu tebang yang paling
menguntungkan. Langkah-langkah yang dilakukan sebelum analisis adalah
memasang nomor contoh pada masing-masing kebun TS dan TRIS di semua
wilayah kerja. Dalam satu kebun diambil delapan contoh tanaman yang diulang
selama delapan periode yang dalam satu periode berjalan selama lima belas hari.
Analisis pendahuluan ini dimulai pada pertengahan Maret dan berjalan terus
menerus hingga musim giling berakhir.
Pelaksanaan analisis pendahuluan ini diawali dengan penebangan tebu
contoh, kemudian batang- batang tebu tersebut diukur tinggi batangnya dan
dipotong menjadi tiga untuk di bedakan antara batang atas, batang tengah dan
batang bawahnya. Batang kemudian dibelah untuk mengetahui adanya serangan
hama dan penyakit, selanjutnya tebu ditimbang dan digiling. Nira hasil perahan
37
kemudian dianalisis untuk diketahui nilai brix (bahan kering yang terlarut dalam
nira yang terdiri atas gula dan bukan gula) nira tersebut dengan menggunakan alat
brix weger. Nira kemudian diambil 100 mililiter ditambahkan dengan 5 mililiter
load asetat untuk mengendapkan kotoran dan ditambah lagi dengan air suling 5
mililiter. Nira disaring dengan menggunakan kertas saring, hasil saringan
dimasukkan ke alat saccharimeter untuk mengetahui besarnya mulai putaran
untuk menentukan nilai pol gula (gula yang terlarut dalam nira) nira tersebut.
Rumus yang biasa digunakan untuk menghitung nilai pol gula adalah :
Putaran x 26 110 % pol = x 100 x BJ 100 Perbandingan nilai pol gula dengan nilai brix disebut hasil bagi kemurnian. Untuk
menentukan rendemen contoh digunakan rumus: Rc = SW x FR
Dengan SW adalah nilai nira yang dapat diperoleh dengan rumus : SW = Pol – 0,4 (Brix – Pol)
Untuk nilai faktor rendemen sudah ditentukan dengan berdasarkan SK Menteri
Pertanian No. 12/Kpts/Um/3/1980 sebesar 0,68.
Pada periode ketiga diadakan penghitungan faktor kemasakan untuk
mengetahui tingkat kemasakan tebu yang dijadikan dasar untuk menentukan
jadwal tebang tebu. Faktor kemasakan (FK) dapat dihitung dengan rumus : R btg bawah – R btg atas FK = x 100 R btg bawah Keterangan : R = rendemen
Semakin kecil nilai FK maka semakin tinggi tingkat kemasakan tebu, artinya
kemasakan tebu semakin merata di seluruh batang. Untuk mengetahui tingkat
kemasakan tebu bisa juga menggunakan alat refractometer untuk mengetahui nilai
brix secara langsung dari batang tebu yang masih hidup tanpa harus digiling
terlebih dahulu. Di PG Tjoekir, tebu sudah dianggap masak pada FK < 25.
Kuosien peningkatan dapat menggambarkan apakah tingkat rendemen
masih bisa diharapkan bertambah atau tidak, jika tebu ditahan untuk sementara
waktu. Kuosien peningkatan (KP) dapat dihitung dengan rumus :
38
Raa
KP = x 100
Raa-2
Keterangan : Raa = Rendemen rata-rata (seluruh batang) pada analisis periode
saat ini
Raa-2 = Rendemen rata-rata pada analisis dua periode sebelumnya
Dengan ketentuan, jika kuosien peningkatan lebih dari 100 berarti rendemen
masih bisa meningkat sehigga penebangan masih harus ditunda. Jika kuosien
peningkatan sama dengan 100 maka rendemen konstan atau tetap, berarti kebun
sudah siap untuk ditebang karena sudah tidak terjadi peningkatan rendemen lagi.
Jika kuosien peningkatan kurang dari 100 maka rendemen sudah menurun, berarti
tebu harus segera ditebang, jika kebun tidak ditebang maka kerugian akibat
penurunan rendemen bisa semakin besar.
Kuosien daya tahan menggambarkan apakah tebu itu masih bisa ditahan
lebih lama atau tidak. Kuosien daya tahan dapat dihitung dengan rumus : KBaa
KDT = x 100
Kbaa-2
Keterangan : KBaa = Hasil bagi kemurnian batang tebu bagian bawah pada
analisis periode sekarang
Kbaa-2 = Hasil bagi kemurnian batang tebu bagian bawah pada
analisis dua periode sebelumnya
Dengan ketentuan, jika kuosien daya tahan lebih dari 100 berarti tebu masih kuat
ditahan agar lebih masak lagi. Jika kuosien daya tahan kurang dari 100 berarti
gula dalam tebu bagian bawah sudah mulai terurai menjadi zat bukan gula.
Tebang Angkut
Pabrik gula sangat berperan dalam menentukan saat penebangan.
Penentuan waktu itu berdasarkan analisis kemasakan tebu di awal penggilingan.
Selain menggunakan data analisis pendahuluan, kemasakan optimal dapat
diperkirakan dengan melihat beberapa tanaman yang mulai berbunga. Saat bunga
akan muncul, tanaman menghasilkan produk tertinggi. Kemasakan tebu
39
ditentukan pada musim kemarau, karena air hujan akan menurunkan rendemen.
Jadi penebangan biasanya dilakukan pada bulan Mei sampai September.
Proses tebang angkut di PG Tjoekir ditangani oleh SKK Tebang Angkut
dibantu oleh Sinder tebang angkut (CT) dan Para Pengawas Tebang angkut di
masing-masing wilayah kerja. Sebagai persiapan, sebulan sebelum tebang angkut
dilakukan, dialakan latihan dan kunjungan oleh PG Tjoekir kepada para petani
tebu untuk memberikan penjelasan tentang tebu layak tebang untuk menjurus ke
tebu layak giling agar tebu yang masuk pabrik betul-betul tebu yang memenuhi
persyaratan, yaitu manis, bersih dan segar (MBS). Selain itu setiap periode lima
belas hari sekali dilaksanakan forum temu kemitraan (FTK) untuk membahas dan
mensosialisasikan jadwal tebang tebu kepada para petani tebu di setiap wilayah
kerja.
Tugas dari bagian tebang angkut adalah merangkum jadwal tebang dari
masing-masing wilayah kerja untuk menetukan kebun-kebun yang ditebang saat
pelaksanaan tebang dan menentukan jumlah jatah tebang masing-masing wilayah
yang disesuaikan dengan kapasitas giling harian pabrik dengan menerbitkan surat
perintah tebang angkut (SPTA). Jumlah SPTA yang dibagi disesuaikan dengan
taksasi dari masing-masing wilayah. Untuk pembagian SPTA dilakukan di kantor
tebang angkut setiap hari dalam rapat tebang angkut yang dihadiri oleh wakil-
wakil petani, K3TA (Ketua Kelompok Kerja Tebang dan Angkut), SKW dan
Pengawas Tebang angkut yang dipimpin oleh SKK TA dan CT.
Pelaksana lapangan tebang angkut di PG Tjoekir ditangani oleh K3TA
yang merupakan kelompok tebang angkut yang dikoordinasi oleh seorang ketua
kelompok dan mendapatkan pinjaman pembiayaan melalui rencana anggaran
biaya tebang angkut (REPTA) yang berkoordinasi dengan bagian tebang angkut
PG Tjoekir. Selain K3TA adapula petani yang melakukan tebang angkut dengan
tebang sendiri angkut sendiri (TSAS) dengan biaya mandiri.
Untuk tebu yang akan dikepras, batang yang ditebang sebatas tanah
aslinya atau meninggalkan batang sepanjang 15 – 20 cm. Sedangkan untuk tebu
yang tidak dikepras lagi seluruh batangnya dicabut. Batas potongan yang baik
adalah dibawah guludan. Rendemen terbanyak terdapat di bagian
40
pangkalbatang/batang bawah. Batang yang telah ditebang dikumpulkan, Tiap 20
sampai 39 batang diikat menjadi satu untuk memudahkan pengangkutan.
Batang tebu hasil tebangan diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk.
Pengangkutan tebu pun harus dilakukan secara hati-hati, agar tebu layak giling
diterima di pabrik gula. Yang dimaksud tebu layak giling adalah tebu yang
ditebang pada tingkat kemasakan optimal, kadar kotoran (tebu mati, pucuk daun,
pelepah, tanah, akar, sogolan yang panjangnya kurang dari dua meter dan lain-
lain) maksimal 2% dan jangka waktu sejak tebang sampai giling tidak lebih dari
36 jam, karena akan terbentuk senyawa dextran dari sukrosa oleh adanya aktivitas
bakteri Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum sehingga gula
yang didapat dapat berkurang. Penundaan penggilingan juga menyebabkan
viskositas nira meningkat sehingga mempersulit pengolahan.
Sebelum sampai di tempat penampungan atau emplasement pabrik gula,
truk yang mengangkut hasil tebangan harus melalui dua pos pengawasan. Pos I
berfungsi untuk mengawasi kebenaran SPTA dan kupon sesuai dengan tanggal
surat. Pos II mengawasi SPTA dan kupon yang disesuaikan dengan jatah kebun,
serta mengadakan pemeriksaan mutu tebangan. Apabila ternyata hasil tebangan
dalam kondisi yang kotor maka tebangan tersebut dikembalikan. Setelah semua
perlengkapan dipenuhi, truk diperbolehkan masuk untuk dibongkar dan
ditimbang. Pembongkaran dan Penimbangan di PG Tjoekir menggunakan alat
yang disebut digital crane scale, kemudian dipindahkan ke lori dan dibawa ke
meja tebu.
Parameter keberhasilan pelaksanaan tebang angkut adalah apabila hanya
terdapat sisa tebu pagi sebesar kurang dari 20% dari kapasitas giling, dapat
menyediakan tebu layak giling yaitu yang memenuhi persyaratan MBS, dapat
melayani kapasitas giling secara kontinyu sehingga jam berhenti baik jam berhenti
A (di dalam pabrik) maupun jam berhenti B (di kebun/di luar pabrik) tidak ada
atau nol dan jumlah tebu yang diterima oleh pabrik bisa meraih jumlah tebu sesuai
dengan rencana kerja operasional (RKO).
41
PENGOLAHAN TEBU
Pengolahan tebu menjadi gula putih di PG Tjoekir menggunakan
peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Tahapan pengolahan tebu
terdiri atas tahap persiapan, tahap pemerahan atau ekstraksi nira, tahap pemurnian
atau penjernihan, tahap penguapan, tahap pengkristalan, tahap pemisahan kristal
atau sentrifugasi, tahap pengeringan, tahap pengemasan dan tahap penyimpanan.
Proses pengolahan di PG Tjoekir menggunakan proses sulfitasi. Bagan
pengolahan tebu dapat dilihat pada gambar 2.
13,7 bahan sabut 14,6 gula 19,2 air 13,9 gula 5 air 13,8 gula 2,3 bukan gula imbibisi 2,1 bukan gula dalam 1,8 bukan gula 69,4 air 79,8 air susu kapur 77,8 air 71,4 air 100,0 tebu 95,8 nira mentah 93,4 nira encer Bahan baku stasiun Nira mentah Stasiun nira encer stasiun Tebu mentah pemerahan pemurnian penguapan nira Hasil sisa : 13,7 bahan sabut 0,1 gula 0,7 gula 0,3 bukan gula 0,2 bukan gula 1,8 air 12,0 air 0,3 endapan karena kapur 26,6 ampas 5,5 blotong 13,8 gula 1,8 bukan gula 12,7 gula 16,0 air 8,4 air 24,0 nira kental Produk akhir stasiun masakan stasiun Nira kental Gula kristal putaran kristalisasi 0,8 gula Kehilangan dalam pengolahan 1,8 bukan gula 8 : air pengencer 0,3 gula 0,4 air air pencuci 3,0 tetes air pembilas
Sumber : Bagian Pengolahan PG Tjoekir
Gambar 2 Bagan Pengolahan Tebu
Tahap persiapan didahului dengan tebu dibongkar di meja tebu, dicacah
menggunakan pisau pencacah (cane cutter), kemudian dihaluskan menjadi
serpihan dalam unigator, berupa alat yang menyerupai palu. Tebu halus
selanjutnya digiling untuk memisahkan nira dari ampas tebu (bagas). Untuk
memerah nira di PG Tjoekir digunakan empat unut gilingan. Setiap unit tersusun
42
dari tiga buah silinder penggilingan. Pada gilingan ke empat diberikan air imbibisi
atau pembilasan. Proses imbibisi tersebut berjalan sebagai berikut, ampas tebu
dari gilingan pertama pada saat berada di carrier disiram dengan air perasan dari
gilingan ke tiga dan ampas yang keluar dari gilingan kedua disiram dengan air
perasan dari gilingan ke empat. Ampas dari gilingan ke tiga diencerkan dengan air
biasa dan diperah dalam gi;lingan ke empat, sehingga sisa gula dalam yang ikut
dalam ampas dapat ditekan serendah mungkin.
Nira hasil perahan pertama (NPP) dianalisis untuk mengetahui nilai
rendemen sementara seperti perhitungan rendeman contoh di analisis
pendahuluan. Kemudian nira hasil gilingan ditambahkan susu kapur (CaSO3)
secukupnya dan Fosfat (P2O5) dengan dosis 8 kg/jam untuk membantu
pengendapan. Nira hasil pemerahan yang masih berupa nira mentah dilewatkan ke
alat penyaring kotoran ampas halus, ampas sisa saringan kemudian dikembalikan
ke gilingan kedua, sedangkan nira hasil saringan diteruskan ke timbangan nira
mentah/timbangan boulgne (flow meter) untuk mengetahui berat nira yang berasal
dari stasiun gilingan. Kemudian nira dikirim ke juice heater kemudian ke pan
pemanas pendahuluan pertama (PP I) dengan suhu 750 kemudian ke defekator
kesatu dengan pH 7,2 dan diteruskan ke defekator kedua dengan pH 8,5 agar
terjadi reaksi pengikatan kotoran sebanyak mungkin oleh Ca dari susu kapur
kemudian ke defekator ketiga yang hanya berfungsi untuk menampung saja.
Selanjutnya nira dialirkan ke tabung sulfitasi untuk diberi sufit (SO2) untuk
bleaching/pemucatan warna dengan pH 7,2 kemudian dipanaskan lagi di PP II
dengan suhu 1050C kemudian dipompakan ke flash tank untuk mengeluarkan
udara dalam nira kemudian ke snow balling tank untuk mengendapkan kotoran
kemudian dialirkan ke door clarifier yang sebelumnya diberikan flokulan sebagai
bahan pembantu pemurnian. Dari door clarifier dihasilkan nira kotor dan nira
jernih, nira jernih disaring dan langsung dialirkan ke badan penguapan
(evaporator) dan nira kotor di pompakan ke rotary vacum filter (RVF) untuk
memisahkan nira tapis dengan kotorannya yang disebut blotong. Sebelum ke RVF
nira kotor ditambahkan susu kapur untuk mengikat kotoran. Nira tapis dari RVF
dikembalikan ke stasiun pemurnian.
43
Nira jernih dari door clarifier yang masih banyak mengandung air
diuapkan di badan penguap (BP). Uap yang digunakan pada BP kesatu adalah uap
pekat, kemudian di BP kedua nira diuapkan dengan uap dari BP kesatu dan
seterusanya hingga BP terakhir dan uap terakhir dibuang ke kondensor sentral
dengan perantaraan pompa vakum. Pada stasiun penguapan ini nira jernih
diuapkan hingga mencapai kekentalan 60 hingga 63 brix hingga diperoleh nira
kental. Nira kental kemudian dimasukkan ke tabung sulfitasi nira kental dengan
pH 5,2 sampai 5,5. Pemberian SO2 di tabung ini bertujuan memucatkan warna.
Nira kental dari tabung sufitasi dipompakan ke pan vakum dan diuapkan
sampai mencapai kondisi lewat jenuh. Pada kondisi seperti ini, akan terbentuk
kristal. Untuk mempercepat proses pengkristalan, ditambahkan pondan atau bibit
gula. Kristalisasi terdiri dari tiga tahap yang disebut ACD. Tujuannya agar proses
pengaliran tidak sulit dan untuk mencegah terjadinya karamelisasi dan
terbentuknya kerak akibat pemanasan yang terus-menerus. Setiap pan
menghasilkan masakan yang disebut masekuit, yaitu larutan yang sangat pekat dan
banyak mengandung kristal-kristal gula. Masekuit ini didinginkan dalam palung
pendingin yang terdapat di bawah setiap pan agar proses kristalisasi terus
berlanjut. Dalam suhu rendah kelarutan gula menurun, sehingga kristalisasi dapat
terjadi. Agar molekul-molekul sukrosa yang larut dapat menempel pada bidang
permukaan kristal yang telah ada, maka selama pendinginan harus dilakukan
pengadukan.
Dalam palung pendingin, masekuit masih berupa larutan dengan banyak
kristal sukrosa di dalamnya. Pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan
saringan yang bekerja dengan gaya sentrifugal. Hasil dari proses pemisahan ini
adalah kristal gula dan molase (tetes). Kristal gula yang dihasilkan kemudian di
keringkan. Diawali dengan penggunaan talang goyang (grass hoper). Setelah
melewati bucket elevator I (BE I), gula dialirkan ke sugar drier and cooler
dengan menggunakan udara panas + 800C dengan prinsip aliran berlawanan.
Artinya, aliran bahan yang dikeringkan berlawanan dengan aliran udara panas
pegering dan didinginkan. Kemudian gula melalui BE II ke vibrating screen untuk
memisahkan antara gula produk dengan gula yang berukuran tidak normal.
Selanjutnya ke BE III gula dimasukkan ke sugar been dan siap untuk dikemas
44
dalam karung plastik berukuran 50 kg sekaligus ditimbang dan dijahit yang
dilakukan secara otomatis. Untuk menjaga gula tetap berada pada kadar air antara
10 – 15 %, maka penumpukan karung serapat mungkin agar hanya sedikit udara
di antara karung.
45
PELAKSANAAN PROGRAM BONGKAR RATOON DI PG TJOEKIR
Konsepsi Pelaksanaan Bongkar Ratoon
Program bongkar ratoon yang diluncurkan oleh pemerintah sejak tahun
2003 bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu guna meningkatkan
produksi gula nasional. Program ini dilatar belakangi oleh menurunnya produksi
gula nasional yang disebabkan oleh bahan baku tebu yang bermutu rendah, tebu
yang sekarang + 90 % dikelola oleh petani banyak yang telah mengalami
pengeprasan berulang-ulang hingga lebih dari tiga kali. Hal ini menyebabkan
penurunan rendemen dan hasil gula tebu tersebut, karena tebu yang dikepras
berulang-ulang kadar serabutnya akan tinggi, batang kecil dan kerdil, terdapat
akumulasi penyakit-penyakit sistemik, menjadi inang hama penyakit, memberikan
pelang tercampurnya varietas yang lebih besar dan lingkungan tumbuh di bawah
permukaan tanah menjadi kurang menguntungkan seperti tanah mrnjadi padat dan
porositas tanah menurun yang berdampak pada kurang lancarnya aerasi dan
drainase tanah, selain itu juga mudah berbunga pada waktu musim berbunga
(season bloowi) dan varietasnya termasuk varietas lama yang sudah tidak layak
untuk dikembangkan karena telah mengalami kemunduran genetik varietas.
Tanaman yang menpunyai produktivitas tinggi adalah tanaman pertama
(PC/plant cane) yang ditanam pada lahan bekas selain tebu. Sehingga sebelum
dikeluarkannya undang-undang yang membebaskan petani untuk menanam
tanaman apapun di tanahnya sendiri, dikenal adanya sistem glebagan yaitu
pembagian kebun menjadi tiga bagian sesuai dengan baku sawah yang terdapat di
desa/kelurahan kemudian dilakukan rotasi tanaman untuk pergiliran tanaman
antara padi, tebu dan palawija. Sehingga yang ditanam untuk tanaman tebu selalu
tanaman pertama.
Seiring dengan munculnya kebebasan petani untuk menjadi tuan di atas
tanahnya sendiri, maka sistem glebagan menjadi sulit dilaksanakan. Dan
kecenderungan petani adalah menanam dengan sistem monokultur. Demikian juga
dengan tebu. Tebu tanaman pertama milik petani dikepras terus-menerus tanpa
upaya untuk diganti dengan padi atau palawija untuk kemudian ditanami tebu
46
kembali dikarenakan untuk tebu keprasan biaya produksi yang dikeluarkan lebih
sedikit sebab tanpa harus membuka lahan, mengolah tanah, menyediakan bibit
dan mengeluarkan biaya tanam..
Sebagai alternatif untuk mengganti tanaman ratoon/keprasan dengan
tanaman pertama, maka dilakukan kegiatan bongkar ratoon untuk membongkar
tunggul tebu tua/ratoon varietas lama yang sudah dikepras berulang-ulang dengan
bibit varietas baru yang unggul yang untuk pembiayaannya di bantu oleh
pemerintah berupa pinjaman kredit tanpa bunga.
Tujuan dari kegiatan bongkar ratoon ini adalah untuk meningkatkan
produktivitas tebu, mengganti varieas lama dengan varieas yang baru, sebagai
sarana untuk meningkatkan kemurnian varietas, memutuskan inang dan siklus
hama penyakit melalui perbaikan tingka oksidatif tanah dan penggunaan varietas
unggul yang baik dan sehat serta meningkatkan produktivitas lahan.
Dalam pelaksanaannya pembongkaran eks tanaman tebu ratoon di PG
Tjoekir adalah perwujudan dari kebijaksanaan bantuan usaha ekonomi produktif
dengan bentuk kegiatan berupa bantuan langsung masyarakat (BLM) oleh
pemerintah melalui Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur untuk membongkar
eks tanaman tebu ratoon yang telah mengalami pengeprasan berkali-kali. Adapun
komponen kegiatan yang dibantu pembiayaannya adalah : (1) pembongkaran eks
tanaman tebu giling (ratoon). (2) perbaikan pengairan/saluran irigasi dan (3)
bantuan sarana produksi, dengan sasaran kegiatan pada kebun tebu giling yang
telah dipungut hasil atau ditebang dan direncanakan untuk dijadikan tebu giling
tanaman pertama dengan varietas unggul.
Tahapan Pelaksanaan
Pendekatan
Persiapan kelompok sasaran yaitu Koperasi dan anggota/petani serta
lokasi sasaran proyek, yang dilakukan dengan berbagai pendekatan.
Pendekatan langsung melalui kontak langsung dengan petani melalui
koperasi maupun aparat desa dan pemuka masyarakat setempat. Mengadakan
47
penyuluhan dalam rangka sosialisasi tentang pemanfaatan kegiatan bongkar
ratoon dan kegiatan penunjang lainnya.
Penjelasan dan pembahasan pelaksanaan penyediaan lahan dan calon
petani/koperasi. Merumuskan kesepakatan calon petani/koperasi dan calon lokasi
untuk ditetapkan menjadi sasaran proyek di wilayah kabupaten setempat.
Menyusun rancangan penyediaan lahan di atas peta operasional. Mengusahakan
kesepakatan dengan petani/koperasi dalam hal kesediaan melaksanakan kegiatan.
Melaksanakan konfirmasi rancangan lokasi/lahan dan koperasi Kabupaten/Kota
dengan Pabrik Gula, Direksi PTPN/PT. Gula dan Dinas Perkebunan.
Peninjauan/pengecekan lapangan untuk mengetahui keadaan sebenarnya.
Kriteria Sasaran
Sasaran penerima kredit bongkar ratoon adalah Koperasi, petani dan
lokasi/lahan. Kriteria masing masing sasaran adalah sebagai berikut :
1) Kelompok Sasaran Koperasi.
Koperasi berada pada masing-masing wilayah unit produksi Pabrik
Gula dengan binaan SKW setempat dan mempunyai aktivitas kegiatan yang
berbasis tebu. Koperasi tidak sedang bermasalah dengan Kredit Ketahanan
Pangan dan lembaga keuangan lainnya serta tidak sedang mendapat fasilitas
dari proyek lain pada saat bersamaan.
2) Petani atau Anggota Koperasi
Kriteria untuk petani atau anggota koperasi adalah para petani tebu yang
telah sepakat mengorganisasi dan membentuk wadah koperasi dengan tujuan
mengusahakan serta mengembangkan usaha tani tebu secara profesional.
3) Lokasi atau Lahan
Lahan yang subur dengan solum (kedalaman efektif) tanah sekitar 50 cm,
tidak terdapat lapisan padat, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan kedap air
cukup dalam. Berpengairan yang cukup, bebas banjir dan pada waktu hujan
permukaan air tanah tetap dalam. Dekat dengan areal pertanaman tebu giling
lainnya untuk memudahkan jangkauan pembinaan dan pengangkutan sarana
48
produksi. Calon lokasi mempunyai akses prasarana angkutan/jalan untuk
memudahkan distribusi bibit, sarana produksi, pembinaan dan tebang angkut.
Penetapan Sasaran
Pelaksanaan penetapan Kelompok Sasaran (petani atau Koperasi) kegiatan
Pembongkaran Ratoon sebagai berikut : kelompok sasaran yaitu Koperasi atas
nama anggota menyampaikan permohonan melaksanakan bongkar ratoon kepada
Administratur Pabrik Gula, yang dilampiri pernyataan kesanggupan
petani/Koperasi untuk melaksanakan kegiatan bongkar ratoon, membuat Berita
Acara Usulan Calon Petani/Kelompok Sasaran koperasi dan calon lokasi/lahan
kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota serta “Surat Kuasa petani atau anggota
kepada Pengurus Kelompok Sasaran untuk melaksanakan kerja sama bongkar
ratoon dengan Pabrik Gula” yang dilampiri daftar nama petani anggota Kelompok
Sasaran Koperasi dan luas lahan calon lokasi sasaran. Pernyataan kesanggupan
oleh petani/kelompoik sasaran koperasi untuk melaksanakan kegiatan proyek.
Calon lokasi dan pelaksana harus menggunakan varietas tebu unggul dan bermutu
yang dianjurkan. Tim Teknis Kabupaten/Kota menyusun Daftar Calon Koperasi
dan anggota berikut calon lokasi/lahan. Tim Teknis Kabupaten/Kota
menyampaikan daftar tersebut kepada Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota
dalam rangka penetapan sasaran. Selanjutnya Kepala Dinas Perkebunan
Kabupaten/Kota menetapkan Koperasi beserta anggotanya berikut lokasi kegiatan
bongkar ratoon dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Perkebunan
Kabupaten/Kota dan ditindaklanjuti dengan kesepakatan Perjanjian Kerjasama
antara Pemimpin Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur dengan Koperasi
tentang Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Usaha kelompok.
Organisasi Proyek
Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur adalah proyek daerah dengan
tanggung jawab teknis berada pada daerah dan tanggung jawab koordinasi berada
pada Dinas Perkebunan atas nama Gubernur. Kegiatan teknis dikoordinasikan
oleh proyek di Propinsi.
49
Untuk kelancaran dan ketepatan pelaksanaan proyek di Tingkat
Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan Surat Keputusan
Pemimpin Proyek setelah dikoordinasikan dengan dinas bidang perkebunan di
Kabupaten/Kota, dengan struktur meliputi Ketua Tim Teknis dipegang oleh
Kepala Subdinas yang membidang Perkebunan di Kabupaten/Kota dan anggota
Tim Teknis terdiri dari Pabrik Gula, Dinas yang membidangi Perkebunan di
Kabupaten/Kota. Dan pelaksana Proyek di Kabupaten/Kota.
Tim Teknis Kabupaten bertugas untuk memfasilitasi kelancaran
pelaksanaan kegiaan, melaksanakan pembinaan dibidang teknik produksi,
melaksanakan pembinaan operasional proyek. melaksanakan pembinaan
manajemen usaha tani tebu, melaksanakan pembinaan pengembangan
kelembagaan usaha Koperasi dan selaku Ketua Tim Teknis Kabupaten/Kota,
Kepala Subdinas Perkebunan Kabupaten/Kota menetapkan koperasi sasaran
penerima PMU dengan Surat Penetapan Kelompok Sasaran.
GUBERNUR JAWA TIMUR
KADISBUN PROPINSI (Atasan Langsung) TIM TEKNIS PROPINSI TIM TEKNIS PEMIMPIN PROYEK KAB/KOTA PENGEMBANGAN TEBU JAWA TIMUR BENDAHARA PEMB. PIMPRO PEMB. PIMPRO BID. PEMB. PIMPRO BID. BID. TEKNIS ADMINISTRASI EVAL & PELAPORAN PELPRO PROP. PELPRO PROP. PELPRO PROP. PELPRO PELPRO PELPRO KAB/KOTA KAB/KOTA KAB/KOTA PETANI/KPTR PETANI/KPTR PETANI/KPTR SATUAN WIL. PG SATUAN WIL. PG SATUAN WIL. PG
Gambar 3 Struktur Organisasi Proyek Pengembangan Tebu Propinsi Jawa Timur
50
Tugas dan tanggung jawab untuk Kepala Dinas Perkebunan Propinsi
Jawa Timur selaku Pembina di Propinsi melakukan pembinaan dan pengawasan
umum terhadap pelaksanaan proyek. Dan Pemimpim Proyek Pengembangan Tebu
Jawa Timur, mempunyai tugas menetapkan pelaksana/penyelenggara kebun bibit
tebu secara berjenjang, menyusun dan menetapkan Rencana Operasional Proyek
(ROP), yang disahkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi, melaksanakan
koordinasi, mengarahkan seluruh kegiatan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan,
menyediakan fasilitas proyek sesuai dengan anggaran yang tersedia dan
bertanggung jawab atas pelaksanaannya, menunjuk dan menetapkan pelaksana
proyek di Kabupaten/Kota setelah dikoordinasikan dengan Kepala Dinas yang
membidangi Perkebunan di Kabupaten/Kota, menetapkan Tim Teknis
Kabupaten/Kota yang telah dikoordinasikan dengan Kepala Dinas yang
membidangi perkebunan di Kabupaten/Kota. Pelaksana Proyek Propinsi sebagai
unsur pelaksana di Propinsi adalah pembantu Pemimpin Proyek yang
melaksanakan tugas sesuaidengan bidangnya yaitu administrasi keuangan,
operasional monitoring dan evaluasi pelaksanaan proyek.
Pelaksana Proyek Kabupaten,mempunyai tugas melaksanakan
pembinaan, monitoring pelaksanaan lapangan, melaporkan kemajuan kegiatan di
lapangan kepada Pemimpin Proyek, membantu petani/Koperasi menyusun
Rencana Usaha Kegiatan (RUK), mengawal dan mengamankan pelaksanaan
kegiatan proyek di lapangan, elaksanakan bimbingan dan memberi motivasi serta
pembinaan langsung kepada petani/Koperasi dan membantu penyiapan calon
petani dan calon lahan (CP/CL), calon Koperasi, pembinaan/penataan Koperasi.
Pengendalian dan Pengawasan
Pengendalian dilaksanakan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota sampai
dengan Tim Teknis Propinsi serta Proyek di Propinsi. Sedangkan pengawasan
sebagai bentuk pertanggung jawaban pengelolaan,hendaknya dilakukan
pengawasan secara terus menerus disamping pengawasan oleh aparat fungsional,
juga wajib dilakukan pengawasan oleh Pemimpin Proyek, Atasan lLangsug
Pemimpim Proyek, Tim Propinsi serta masyarakat.
51
Pelaksanaan pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan sosialisasi dan
asistensi, tahap persiapan operasional dan ketepatan seleksi calon
sasaran/petani/KPTR dan calon lahan (CP/CL), penyaluran dana penguatan
modal, pencairan dana penguatan modal, kebenaran serta ketepatan pemanfaatan
dana penguatan modal dan pemupukan modal dan pengembalian perguliran.
Pengelolaan Dana
Dana PMUK dengan pola langsung (LS) bergulir yang disediakan untuk
Bantuan Usaha Ekonomi Produktif melalui Bantuan Langsung Masyarakat untuk
pembongkaran eks tanaman tebu ratoon (KTG) dan Pembangunan Kebun Bibit
Tebu merupakan dana penguatan modal untuk petani/Koperasi yang disalurkan
langsung ke rekening Koperasi. Dana PMU yang disediakan merupakan pinjaman
yang wajib dikembalikan atau digulirkan dan tidak bersifat cuma-cuma, dengan
pola pengembalian yang didasarkan kepada prinsip pemberdayaan petani tebu.
Terhadap pengembalian/perguliran bantuan ini akan diatur dan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan koperasi yang selanjutnya harus dikembangkan terus
sehingga menjadi penguat modal usaha petani dalam wadah Koperasi yang
berkelanjutan. Untuk anggaran biaya proyek bongkar ratoon sebesar Rp.
1.950.000 per hektar. Anggaran proyek secara lengkap terdapat pada lampiran 6.
Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana
Penyaluran dana kepada koperasi dengan mekanisme LS pada kegiatan
bantuan langsung masyarakat untuk pembongkaran eks tanaman tebu ratoon
(KTG) yaitu pembayaran langsung dengan pemindahan buku (transfer) dana dari
rekening kas negara kepada rekening koperasi. Perguliran dana bongkar ratoon
dapat dilihat dalam bagan pada gambar 4.
52
PEMIMPIN PROYEK PROPINSI KPKN Rekomendasi SPP - LS SPM - LS Pelaporan Pengawasan Usulan RUK Rekening/usulan
BANK Pencairan RUK TIM TEKNIS KOPERASI KABUPATEN Pembinaan WIL. PG
Gambar 4 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Dana PMU Bongkar Ratoon
Penyaluran dan Pencairan Dana Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon
Mekanisme penyaluran dan pencairan dana pembongkaran eks tanaman
tebu ratoon diawali dengan koperasi menyusun Rencana Usaha Kegiatan (RUK)
dan disahkan/ditandatangani ketua koperasi, dua pengurus koperasi lainnya, dua
orang wakil petani, Kepala Bagian tanaman Pabrik Gula dan Pelaksana Proyek di
Kabupaten. Kemudian Ketua Koperasi menyampaikan RUK dengan dilampiri
nama-nama anggota kepada Ketua Tim Teknis Kabupaten. Selanjutnya Ketua Tim
Teknis Kabupaten menyiapkan usulan sesuai rekapitulasi RUK. Pabrik Gula
melaksanakan verifikasi terhadap rekapitulasi RUK yang disampaikan Ketua Tim
Teknis Kabupaten. Ketua KPTR membuka rekening tabungan khusus untuk
PMUK tebu pada Kantor Cabang BRI atau bank-bank lain terdekat, bersama
dengan Pabrik Gula dan Pelaksana Proyek kabupaten/Kota, dan memberitahukan
kepada Pemimpin Proyek. Ketua Tim Teknis Kabupaten megusulkan RUK
kepada Pemimpin Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur setelah diverifikasi
oleh Pabrik Gula. Pemimpin Proyek meneliti usulan kegiatan yang akan dibiayai,
selanjutnya membuat dan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung
(SPP-LS) kepada KPKN dengan melampirkan Surat Keputusan (SK) Kepala
Dinas Perkebunan atau yang membidangi perkebunan tentang penetapan
petani/KPTR sasaran, Surat Perjanjian kerja sama antara Pemimpin Proyek
53
Pengembangan Tebu Jawa Timur dengan Koperasi dan Rekapitulasi RUK dengan
mencantumkan nama Koperasi, alamat Koperasi, nama Ketua Koperasi, nomor
rekening (a.n. Ketua Koperasi), nama Kantor Cabang Bank/Unit BRI atau bank
lain yang terdekat, nomor SK Perjanjian (MOU), SK Penetapan Koperasi serta
jumlah Dana dan Kegiatan. Kuitansi harus ditandatangani oleh Ketua Koperasi
dan diketahui Ketua Tim Teknis Kabupaten. Atas dasar SPP-LS dari proyek,
KPKN menerbitkan SPM-LS untuk pemindahbukuan dana ke rekening masing-
masing ketua Koperasi pada Kantor Cabang/BRI unit atau bank lainnya.
Setelah tata cara pencairan tersebut di atas dipenuhi maka pencairan dana
pada kantor cabang bank yang dikehendaki dilakukan dengan Ketua Koperasi
mengajukan pemintaan penarikan dana kepada bank yang disetujui oleh ketua
Tim Teknis Kabupaten dan Pabrik Gula. Kemudian jumlah dana yang diarik
sesuai dengan kebutuhan dan jadwal penggunaannya. Selanjutnya Ketua Tim
Teknis kabupaten dan Pabrik Gula betanggung jawab atas pencairan dana dari
bank dan peruntukannya.
Pelaksanaan Pembongkaran Eks Tanaman Tebu Ratoon
Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan adalah membongkar eks tanaman
tebu giling (ratoon), yng diikuti dengan perbaikan irigasi (saluran air, got) untuk
menjamin ketersediaan air dan pembuangan air, dan bantuan sarana produksi
dalam rangka meningkatkan produktivitas tebu giling sekaligus meningkatkan
produksi gula.
Konsepsi Penggantian Varietas
Sebelum pelaksanaan pembongkaran ratoon berlangsung, maka
pemilihan varietas unggil baru mutlak dilakukan. Mengacu pada tujuan dan
sasarannya, pembongkaran ratoon menjadi kurang berarti apabila tidak dilandasi
konsepsi pemilihan varietas dan penggunaan bahan tanaman yang benar.
Pembongkaran ratoon yang disarankan diestimasi tiga sampai empat kepras per
siklus tanaman. Konsekuensi kekeliruan dalam pemilihan varietas, maka
54
pengelolaan siklus tanaman yang diharapkan tersebut tidak akan tercapai, maka
pembongkaran ulang dapat menyebabkan kerugian waktu dan biaya.
Konsep dalam pemilihan varietas harus dilandaskan pada pertimbangan
terhadap penggunaan varietas unggul baru yang telah beradaptasi dengan
lingkungan secara baik dan pertimbangan katagori tanaman terhadap sifat
kemasakan, masa tanam dan perencanaan tebang secara optimal.
Pembahasan Penggunaan Varietas Baru
Hasil pengamatan di lapangan terhadap penggunaan bibit varietas baru
yaitu PS 851, PS 864 dan BL serta varietas lama yaitu PS 58 pada jumlah batang
berdasarkan hasil taksasi maret di kebun TRIS di Wilayah Diwek, menunjukkan
bahwa jumlah batang pada varietas baru lebih tinggi dibandingkan varietas lama.
Meskipun hasil uji menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 10 %.
Tabel 13 Jumlah batang per juring pada Empat Varietas Tebu. Varietas Jumlah Batang
Var. baru : PS 851 66,14
PS 864 65,43
BL 64,00
Var. lama : PS 58 61,00
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Pengujian untuk peubah tinggi batang, bobot batang per meter dan
rendemen dilakukan dalam tiga periode pengamatan mulai tanaman berumur + 10
BST pada lahan TRIS, satu periode selama 15 hari. Hasil pengujian terhadap
tinggi batang untuk keempat varietas, menunjukkan bahwa varietas PS 851 dan
PS 58 berbeda nyata pada periode pertama. Pada periode ketiga menunjukkan
tinggi batang PS 851 lebih tinggi dari pada PS 58, meskipun hasil uji pada taraf
10% tidak berbeda nyata.
55
Tabel 14 Tinggi Batang pada Empat Varietas Tebu Periode Pengamatan Varietas I II III
Var. baru : PS 851 2.26 b 2.54 b 2.70 a
PS 864 2.40 b 2.65 a 2.68 a
BL 2.13 a 2.65 a 2.68 a
Var. lama : PS 58 2.04 a 2.63 a 2.65 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
uji t
Pada hasil pengujian terhadap bobot tanaman, meskipun pada uji BNJ
tidak berbeda nyata, PS 864 menunjukkan bobot yang lebih tinggi dibandingkan
varietas yang lain. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan kandungan serat varietas
ini cukup tinggi. PS 58 menunjukkan bobot terendah dari varietas lain pada
periode ketiga, hal ini disebabkan oleh ukuran batangnya yang relatif kecil karena
termasuk varietas lama yang sudah banyak mengalami penurunan mutu bibit
akibat penangkaran berulang-ulang.
Tabel 15 Bobot Batang Per Meter pada Empat Varietas
Periode Pengamatan Varietas I II III Var. baru : PS 851 0.40 0.42 0.45
PS 864 0.41 0.42 0.46
BL 0.40 0.42 0.45
Var. lama : PS 58 0.40 0.42 0.44
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Peubah rendemen menunjukkan bahwa ketiga varietas baru berbeda
nyata dengan varietas lama PS 58 pada ketiga periode. Pada tabel 12 dapat dilihat
bahwa varietas baru mempunyai rendemen gula lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas lama dan randemen tertinggi dihasilkan oleh varietas PS 864. Hal ini bisa
terjadi karena pada varietas lama tidak lagi dikembangkan sehingga penangkaran
56
yang terjadi biasanya dikelola petani dan kurang diperhatikan kultur teknisnya.
Akibatnya terjadi ketidaknormalan dalam duplikasi sel.
Tabel 16 Rendemen pada Empat Varietas Periode Pengamatan Varietas I II III Var. baru : PS 851 4.58 b 5.62 b 5.88 b
PS 864 4.87 b 5.75 b 6.10 b
BL 4.76 b 5.72 b 5.99 b
Var. lama : PS 58 4.37 a 5.08 a 5.66 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji t
Teknik Pelaksanaan Bongkar Ratoon
Pembongkaran ratoon dikatakan telah dilakukan dengan baik dan benar
apabila tercipta lingkungan tumbuh di daerah perakaran yang lebih baik dengan
kondisi tanahyang lebih gembur, porositas total tanah yang lebih tinggi sehingga
melancarkan aerasi dan drainase tanah dan meningkatkan ketersediaan hara yang
lebih menguntungkan pertumbuhan tanaman, dongkelan tunggul asal tanaman
ratoon yang telah dibongkar dikeluarkan dari petak kebun sehingga kebun bersih
dari pertunasan ratoon yang dapat menyebabkan percmpuran varietas, bahan
tanam menggunakan varuetas unggul dari sumber bibit yang baik dan segar.
Pembongkaran ratoon. Teknis pelaksanaan pembongkaran ratoon
dibedakan pada tipe pengolahan lahan, yaitu dilakukan secara manual/tenaga
orang dan tenaga mekanis. Standar bongkaran ratoon kedua cara tersebut sebagai
berikut :
a. Manual atau Tenaga Orang
Kegiatan dimulai dari trash dan kotoran bahan organik lainnya
dikumpulkan pada satu tempat, kemudian dibakar. Untuk memudahkan
pembongkaran unggul, petak kebun diairi sampai kondisi lengas tanah jenuh,
kemudian guludan eks ratoon dicangkul, tunggul dibongkar dan didongkel,
dikeluarkan dari petak kebun bersamaan dengan batang tebu sisa tebangan,
57
selanjutnya guludan diratakan dengan permukaan tanah waras. Got yang ada
dipelihara sesuai kondisinya. Apabila got lama eks ratoon sudah dalam bentuk
kerucut, maka got tersebut perlu ditutup dan dibuatkan got yang baru dari tanah
waras di sebelah got yang bersangkutan. Kemudian dibuat juringan dengan
ukuran standar baku budidaya PC.
b. Mekanis di Lahan HGU/Lahan Milik PG
Kegiatan dimulai dari trash dan bahan organik lainnya dibakar, krmudian
dikeluarkan dari kebun dengan trash raking. Lahan dibajak piring L2 – L3
sebanyak dua kali untuk tanah berat dan satu kali untuk tanah ringan sehingga
dongkelan terbalik. Selanjutnya dilakukan garu berat (heavy harrow) dengan
arah melintang 30 derajat dari arah bajakan. Kemudian dibuat alur
menggunakan furrower. Bila diperlukan, pada tanah berat dan solum dangkal
dilakukan denagn subsoiler-furrower.
c. Cara Mekanis di Lahan Tebu Rakyat
Apabila tidak terdapat trash raking, trash dibersihkan secara manual.
Dengan menggunakan bajak piring 32 inch, dilakukan bajak pertama dengan
kecepatan L2, selanjutnya dengan alat yang sama diikuti bajak ke dua dengan
kecepatan L3. Pembajakan dilakukan searah alur tanaman ratoon. Dongkelan
yang terdapat di permukaan tanah dibersihkan dan dikeluarkan dari peak
kebun. Dibuat alur menggunakan furrower. Bila diperlukan, pada tanah berat
dan solum dangkal dilakukan dengan subsoiler-furrower.
Perbaikan Saluran Air/Got. Diawali dengan pembuatan got keliling di
sekeliling bidang lahan dengan dalam 80 cm, lebar 100 cm. Diikuti dengan got
mujur yang melintang tegak lurus dengan arah miring lahan, jarak antara got
mujur 62,5 cm, dalam 70 cm dan lebar 80 cm. Setelah itu got malang yang
searah/sejajar dengan arah kemiringan lahan dengan jarak antara got malang 8 m,
dalam 60 cm dan lebar 50 cm.
Perbaikan Juringan/Lubang Tanam/Leng. Juringan harus diperbaiki
untuk mencapai lebar juringan 50 cm, lebar guludan 54 cm, dalam juringan 30 cm
dan jarak pusat ke pusat (PKP) 104 cm.
58
Penanaman Kembali. Penanaman kembali eks tebu giling yang telah
dibongkar dengan bibit dari pembibitan (KBD) dan varietas anjuran yang unggul
dan bermutu.
Tabel 17 Komposisi menurut waktu penanaman kembali yang
dianjurkan. No. Jenis lahan Waktu Tanam Kemasakan Bibit 1. Lahan Sawah Mei (30%) Akhir
Juni (40%) Tengah
Juli (30%) Awal
2. Lahan Kering Maret (50%) Akhir
(akhir musim hujan) April (50%) Akhir
Lahan Kering Oktober (50%) Awal
(awal musim hujan) November (50%) Awal
Sumber : Juknis Pelak PPTJT/2004
Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan untuk tanaman eks ratoon meliputi
pemupukan, pengaturan kebutuhan air, pengendalian gulma dan perlindungan
tanaman.
a. Pemupukan
Pemupukan diarahkan pada pemupukan lengkap dan berimbang. Jenis
pupuk yang digunakan adalah ZA, SP – 36, KCl atau ZK pada daerah
tembakau. Penggunaan jenis pupuk lain termasuk pupuk organik ataupun
pupuk pelengkap cair harus berdasarkan saran dari P3GI dan rekomendasi dari
Dinas Perkebunan.
Dosis pemupukan yang digunakan menggunakan pedoman dosis
pemupukan pada penyelenggaraan kebun tebu berdasarkan jenis tanah di lahan
sawah dan lahan kering/tegal seperti terdapat pada tabel 18.
59
Tabel 18 Dosis Pemupukan pada Penanaman Tebu
Dosis Pemupukan (Ku/Ha) No. Jenis Tanah ZA SP-36 KCl I. Lahan Sawah Aluvial 5 – 6 0 – 2 0 – 1 . Regosol 6 – 7 1 – 2 1 – 2 Mediteran 7 – 8 1 – 3 1 – 3 Latosol 6 – 7 1 – 3 1 – 3 Grumusol 7 – 8 2 – 3 1 – 3 II. Lahan Kering Aluvial 5 – 7 0 – 2 0 – 1 Regosol 6 – 8 1 – 2 1 – 2 Latosol 6 – 8 1 – 3 1 – 3 Grumusol 7 – 9 2 – 3 1 – 3 Mediteran 7 – 9 1 – 3 1 – 2 Podsolik Merah kuning 5 – 7 4 – 6 2 – 4 Sumber : Juknis PPTJT/2004
Waktu pemupukan untuk masing-masing jenis pupuk sesuai dengan
baku teknis pemupukan adalah untuk SP – 36 sebagai pupuk dasar diberikan
satu hari sebelum tanam dengan dosis penuh. Pemupukan ZA dilakukan dua
kali, untuk pemupukan ZA pertama diberikan saat tanaman berumur paling
lambat 1 – 7 hari. Pemupukan ZA kedua diberikan saat tanaman berumur 30 –
40 hari atau sebulan setelah pemupukan ZA pertama. Sedangkan pupuk KCl
atau ZK diberikan bersamaan dengan waktu pemupukan ZA pertama.
Pupuk diberikan dengan cara menggunakan alat takar yang tepat sesuai
dosis. Pupuk SP- 36 disebarkan merata di dasar juringan sedangkan pupuk
lainnya ditugal. Pupuk KCl atau ZK diberikan bersama dengan pupuk ZA
pertama dengan lubang pupuk yang letaknya berseberangan. Pada pemupukan
kedua, ZA diberikan dalam satu lubang yang letaknya berseberangan dengan
yang pertama.
b. Pengaturan Kebutuhan Air
Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman tebu hendaknya
dilakukan pengaturan kebutuhan air dan drainase untuk membuang air yang
berlebihan.
c. Pembersihan Tebu Jadah
Pada umur dua bulan, apabila setelah tanam PC terdapat pertunasan
tebu bekas dongkelan (tebu jadah), maka dilakukan pembersihan tanaman
60
tersebut dari petak kebun. Membiarkan, memasukkan dan memelihara tebu
jadah berada dalam juringan akan mengurangi manfaat dan esensi
pembongkaran ratoon.
d. Pengendalian Gulma
Sejak penanaman sampai tanaman berumur empat bulan hendaknya
kebun bebas gulma. Pengendalian gulma secara manual dengan menyiang
dilakukan tiga sampai empat kali dengan inteval waktu tiga mnggu.
Pengendalian gulma secara kimiawi dengan mempergnakan herbisida harus
mendapat rekomendasi dari P3GI.
Jadwal Kegiatan Bongkar Ratoon. Kelancaran dan ketertiban
operasional kegiatan proyek akan sangat dipengaruhi oleh tertib jadwal
pelaksanaan. Untuk itu dalam pelaksanaan kegiatan proyek perlu mendapat
perhatian untuk menyesuaikan dengan pedoman/jadwal pelaksanaan kegiatan.
Sebagai pedoman hendaknya memperhatikan jadwal pelaksanaan kegiaan bongkar
ratoon (barchart).
Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di
Kebun TRIS
Jumlah Batang per Juring. Hasil pengujian terhadap peubah jumlah
batang per juring menunjukkan berbeda nyata antara PC murni dengan tanaman
keprasan. Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa tanaman PC murni memiliki jumlah
batang tertinggi. Meskipun PC bongkar ratoon juga lebih tinggi dari pada tanaman
keprasan,tetapi hasil uji pada taraf 10% menunjukkan PC bongkar ratoon tidak
berbeda nyata dengan tanaman keprasan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan
hara pada kebun PC murni yang masih tinggi dan faktor rotasi tanaman dengan
tanaman palawija. Sedangkan pada bongkar ratoon, walaupun tanamannya
merupakan tanaman pertama, tetapi ditanam pada lahan bekas tebu juga sehingga
ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tebu lebih sedikit dibandingkan lahan
bekas palawija atau yang lainnya.
61
Tabel 19 Jumlah Batang Per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS.
Kategori Kebun Jumlah Batang
PCM 62.00 b
BKR 61.57 a
KPRS 59.71 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji t
Tinggi Batang. Secara garis besar, rata-rata tinggi batang tertinggi
dihasilkan oleh tanaman PC murni, diikuti PC bongkar ratoon dan tinggi batang
terendah pada tanaman keprasan. Hal ini juga bisa dilihat bahwa hasil uji
menunjukkan berbeda nyata antara tinggi batang tanaman PC murni dan bongkar
ratoon terhadap tanaman keprasan pada periode pertama dan ketiga.
Tabel 20 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan
Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III
PCM 2.02 b 2.55 a 2.69 b
BKR 2.04 b 2.48 b 2.65 b
KPRS 1.89 a 2.56 a 2.55 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji t
Bobot Batang per Meter. Hasil pengamatan terhadap bobot batang per
meter tanaman, menunjukkan bahwa bobot tanaman keprasan tertinggi
dibandingkan tanaman PC murni dan bongkar ratoon, meskipun hasil uji
menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh kandungan serat yang
lebih tinggi pada batang tanaman keprasan. Tingginya serat tersebut disebabkan
pengaruh pertumbhan tunggul yang cenderung di atas permukaan tanah, sehingga
sukulensinya kecil.
62
Tabel 21 Bobot Batang Per meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III
PCM 0.39 0.42 0.44
BKR 0.39 0.42 0.44
KPRS 0.39 0.42 0.45 Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Rendemen. Salah satu faktor yang mempebgaruhi produktivitas tanaman
adalah rendemen yaitu nilai pol gula per kilogram tebu. Dari hasil pengamatan
didapatkan bahwa tanaman PC murni berbeda nyata terhadap tanaman keprasan,
meskipun hasil uji tidak menunjukkan beda nyata antara PC bongkar ratoon dan
keprasan, tapi rendemen PC bongkar ratoon rata-rata lebih tinggi dari pada
keprasan.Rendemen tertinggi dihasilkan oleh tanaman PC murni. Hal ini
disebabkan oleh faktor nutrisi yang didapatkan tanaman PC murni lebih tinggi
karena kesediaan unsur haranya juga lebih tinggi. Berbeda dengan PC bongkar
ratoon yng menggunakan lahan bekas tanaman tebu, sehingga unsur hara esensial
yang tersedia dalam tanah sudah terkuras oleh tanaman tebu sebelumnya.
Tabel 22 Rendemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIS.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III
PCM 4.38 b 5.38 b 5.68 b
BKR 4.21 a 4.98 a 5.48 a
KPRS 4.12 a 5.00 a 5.31 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji t
Produktivitas Tebu pada PC Murni, Bongkar Ratoon dan Keprasan di
Kebun TRIT
Jumlah Batang per Juring. Jumlah batang per juring pada kebun TRIT
tidak sepadat TRIS. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan tegalan yang
63
digunakan adalah lahan yang berada pada ketinggian 1200 m dpl sehingga
produktivitasnya menurun. Selain itu pada lahan sawah memungkinkan ketebalan
solum yang lebih tinggi sehingga kedalaman akarpun lebih dalam. Faktor lain
yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah sistem pengolahan lahan. Pada
lahan tegalan umumnya menggunakan traktor sehingga PKP-nya lebih kecil dan
kedalaman antar juring juga kecil memungkinkan pertumbuhan akar yang
terbatas.
Hasil pengamatan jumlah batang perjuring menunjukkan bahwa tanaman
PC bongkar ratoon berbeda nyata terhadap keprasan. Begitu juga dengan PC
murni, berbeda nyata dengan keprasan. Sedangkan rata-rata jumlah batang PC
bongkar ratoon lebih padat dibandingkan PC murni dan keprasan. Hal ini bisa
terjadi karena faktor perawatan yang dilakukan petani.
Tabel 23 Jumlah Batang Per Juring pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT.
Kategori Kebun Jumlah Batang
PCM 57.33 b
BKR 58.00 b
KPRS 54.67 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji t
Tinggi Batang. Secara garis besar, rata-rata tinggi batang tertinggi
dihasilkan oleh tanaman PC murni, diikuti tanaman keprasan dan tinggi batang
terendah pada tanaman PC bongkar ratoon. Sedangkan berdasarkan hasil uji pada
taraf 10% PC murni menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada periode pertama
dan tidak berbeda nyata pada periode ketiga.
Tabel 24 Tinggi Batang pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III
PCM 2.37 b 2.50 a 2.75 a
BKR 2.15 a 2.61 b 2.65 a
KPRS 2.06 a 2.46 a 2.73 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada uji t
64
Bobot Batang per Meter. Hasil pengamatan terhadap bobot batang per
meter tanaman, menunjukkan bahwa bobot tanaman pada masing-masing kategori
kebun pada periode ketiga memiliki rataan yang sama. Akan tetapi terlihat bahwa
perkembangan yang pesat dialami oleh tanaman PC bongkar ratoon, meskipun
hasil uji menunjukkan tidak berbeda nyata. Jumlah dan perkembangan yang
hampir sama tersebut disebabkan oleh kandungan serat yang tinggi pada batang
tanaman keprasan walaupun pada umunya diameter batangnya paling kecil.
Tingginya serat tersebut disebabkan pengaruh pertumbhan tunggul yang
cenderung di atas permukaan tanah, sehingga sukulensinya kecil.
Tabel 25 Bobot Batang Per meter pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III PCM 0.40 0.42 0.45
BKR 0.39 0.43 0.45
KPRS 0.40 0.42 0.45
Keterangan : Angka–angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji t
Rendemen. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa rendemen tertinggi
dihasilkan oleh tanaman PC murni, kemudian PC bongkar ratoon dan terendah
pada tanaman keprasan. Hal ini disebabkan oleh faktor nutrisi yang didapatkan
tanaman PC murni lebih tinggi karena kesediaan unsur haranya juga lebih tinggi.
Berbeda dengan PC bongkar ratoon yng menggunakan lahan bekas tanaman tebu,
sehingga unsur hara esensial yang tersedia dalam tanah sudah terkuras oleh
tanaman tebu sebelumnya.
Tabel 26 Rendemen pada PC Murni (PCM), Bongkar Ratoon (BKR) dan Keprasan (KPRS) di Lahan TRIT.
Periode Pengamatan Kategori Kebun I II III
PCM 4.17 b 5.26 b 5.56 b
BKR 4.33 b 5.14 a 5.40 a
KPRS 3.96 a 4.98 a 5.36 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji t
65
Secara garis besar pengaruh penggantian varietas, produktivitas TRIS dan
produktivitas TRIT dapat dilihat pada tabel rekapitulasi berikut.
Tabel 27 Rekapitulasi Hasil Pengamatan di lapang. Kategori Jumlah Batang Tinggi Batang Bobot Batang/Meter Rendemen
TM I II III I II III I II III Varietas Ps 851 tn * * tn tn tn tn * * * Ps 864 tn * tn tn tn tn tn * * * BL tn tn tn tn tn tn tn * * * Ps 58 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
TRIS PCM * * * * tn tn tn * * * BKR tn * tn * tn tn tn tn tn tn KPRS tn tn * tn tn tn tn tn tn tn
TRIT PCM * * tn tn tn tn tn * * * BKR * tn * tn tn tn tn * tn tn KPRS tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : TM : taksasi Maret, PCM : PC Murni, BKR : bongkar ratoon, KPRS :
keprasan * : berbeda nyata pada uji t tn : tidak berbeda nyata
66
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan magang yang dilakukan di PTPN X PG Tjoekir Jombang
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat melaksanakan kegiatan
lapangan secara langsung sehingga memberikan kesempatan untuk dapat
memahami proses kerja secara nyata. Mahasiswa juga memperoleh kesempatan
untuk membandingkan antara ilmu yang didapat di bangku kuliah dengan proses
kerja langsung di lapang.
Peningkatan produksi tebu dipengaruhi oleh banyak faktor beberapa
diantaranya adalah jenis dan mutu bibit. Bibit varietas baru seperti Ps 851, Ps 864
dan BL menunjukkan hasil produksi lebih tinggi daripada varietas lama, dalam hal
ini Ps 58 yang pada masa kejayaannya dahulu pernah menghasilkan produksi yang
tinggi pula. Varietas lama mengalami penurunan karena salah satunya terjadi
perubahan genetik pada saat proses duplikasi sel akibat penyetekan batang secara
terus-menerus.
Pelaksanaan bongkar ratoon belum tampak pengaruhnya terhadap hasil,
karena jika dibandingkan dengan produksi tanaman keprasan peningkatannya
tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh lahan yang digunakan adalah eks
tanaman tebu juga sehingga unsur hara yang dibutuhkan tebu sudah banyak
terserap oleh tanaman tebu sebelumnya yang cenderung sudah dikepras berulang
kali. Berbeda dengan tanaman PC murni yang lahannya bekas sawah atau
palawija sehingga keadaan tanahnya masih baik.
Saran
Perlu diadakan rotasi tanaman pada lahan yang sudah berulang kali
ditanami tebu. Perlu adanya koordinasi antara PG, petani dan aparat pemerintah
setempat untuk mengaktifkan kembali sistem glebagan. Selain itu penggunaan
pupuk berimbang juga perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan unsur hara.
67
DAFTAR PUSTAKA
Adesewojo, R. Sodo. 1989. Bercocok Tanam Tebu (Saccarum officinarum L.). PT. Bale Bandung. Bandung. 100 hal.
Davies, N. 1990. Sugarcane, p. 65 – 71. In Speedly, Andrew (Eds). Developing
World, Agriculture. Grosvenor Press International. London. Murwandono dan I. Subagyo. 1991. Usaha Menaikkan Produksi Tebu Keprasan
di Lahan Kering Cawming dengan Cara Pengelolaan Khusus. Berita P3GI. 5 : 1 – 5.
Ochse, J. J, M. J. Soule, M. J. Dijkman and C. Wehlburk.1961. Tropical and
Subtropical Agriculture. Vol III. The MacMillian Company. New York. 1446 p.
Sastrahidajat, I. R dan Soemarsono. 1991. Budidaya Berbagai Jenis Tanaman
Tropika. Faperta Unibraw. Malang. 524 hal. Soebroto, RSH. 1983. Tebu Rakyat. Terate. Bandung. 39 hal. Sudarjanto, A dan Mulyatmo. 1997. Putus Akar dan Pengaruhnya terhadap
Pertumbuhan Keprasan Tebu Varietas PS 80-1007 dan PS 82-3605. Majalah Penelitian Gula. XXXIII : 57 – 60.
Williams, C. N. 1979. The Agronomy of the Major Tropical Crops. Oxford
University Press. Kuala Lumpur. 228 p. Tim Penulis. 2003. Petunjuk Teknis Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur.
Dinas Perkebunan Jawa Timur. Ui Chanco, L. B. 1962. Field Crops. College of Agriculture University of the
Philippines. 921 p.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Pabrik Gula Tjoekir
ADMINISTRATUR KABAG. TANAMAN KABAG. KABAG. KABAG. A.K & U. INSTALASI PENGOLAHAN SKK RAYON I SKK RAYON II/LITBANG SKK RAYON III/T&A ST. UMUM AJUNCT F. C. RC.PPAB RC. PEMBUKUAN RC.SEKUM RC.HAK/UMUM SKW SKW SKW LITBANG SKW CT ST. KETEL CHEMIKER PPAB PEMBUKUAN PTK TU WIL TU .WIL NPP TU WIL Co.PTA ST TENGAH OPZ. GUD. K.V.A. POLIKLINIK PABRIKASI MATERIAL PJ.Bkr JR. GBR JR GBR LAB. HAMA JR GBR Teb. ST. GILINGAN GUD. P.D.E. KADISKAM Serba GULA Guna Co. PTRI Co. PTRI BIBITAN& Co. PTRI TU ST. LISTRIK TU HASIL CONTOH T&A PTRI PTRI Kbn, Percb PTRI PTA ST. PUTERAN Plyn. Kntor Petugas KENDR/REMISE PUKK TU Sentral
Lampiran 2 Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Tjoekir
KEPALA TANAMAN
SKK RAYON I SKK RAYON II/LITBANG SKK RAYON III/T&A
SKW SKW SKW SKW SKW SKW SKW CT GUDO NGORO JOGOROTO MOJOAGUNG LITBANG DIWEK MOJOWARNO BARENG WONOSALAM TEBANG ANGKUT TU WIL. TU WIL. TU WIL. TU WIL. NPP TU WIL. TU WIL. TU WIL. TU WIL. KOORDINATOR PTA LAB. HAMA JR. GBR JR. GBR JR. GBR JR. GBR JR.GBR JR. GBR JR. GBR JR. GBR. Pngg.Jwb.Bkr Teb. Serba Guna BIBITAN & CONTOH Co. PTRI Co.PTRI Co. PTRI Co. PTRI Co. PTRI Co. PTRI Co. PTRI Co. PTRI TU Tebang Angkut KBN. PERCB PTRI PTRI PTRI PTRI PTRI PTRI PTRI PTRI Pengawas T & A Pely. Kantor TU SENTRAL Petugas PUKK
Lampiran 3 Data Curah Hujan Tahun 1990 – 2001
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
BLN HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
22
15
10 7 9 4 2 1 0 1 4
17
349
278
119
95
149
51
50 7 0
15
45
370
22
18 9
14 2 1 2 1 0 0 8
15
646
517
199
302
20
15 2 6 0 0
175
157
22
14
14
13 5 3 2 1 4 4
10
14
628
403
346
276
121
40
39
41
44
100 170
422
19
13 8
11 6 4 1 1 0 1 7
11
367
213
199
174
109
36
21
20 0
14
115
253
21
15
20 4 0 1 0 0 0 0 5
13
327
457
485
55 0
70 0 0 0 0
250
267
19
20
18 9 4 7 2 0 0 3
19
13
493
491
428
137
47
174 8 0 0
35
428
356
21
13
10 5 2 2 1 1 1 5
13 9
512
427
310
405
20
59 5
60
50
65
525
395
11
15 4 5 4 0 0 0 0 0 0 9
435
1084
70
125
60
0
0
0
0
0
0
445
10
17
10
10 3 3 5 1 3 7 9
13
382
742
428
266
63
65
105
10
20
228
261
955
9
10
13 8 1 3 0 3 0 7
11 9
558
280
273
190
60
28 0
24 0
250
330
220
17
10 8
11 5 2 2 1 1 3
11 6
435
360
350
320
92
35
54 5
10
49
510
189
10 9 9 6 3 3 1 0 0 5 6 5
602
244
610
409
145
115
20 0 0
182
79
161
Jml 92 1528 92 2039 106 2630 82 1521 79 1911 114 2597 83 2833 48
2219 91 3525 74 2213 77 2409 57 2567
Sumber : litbang-data/data/data hh & ch 90-01
Lampiran 5 Barchart Rencana Pelaksanaan Bongkar Ratoon Tahun 2004/bulan No Kegiatan Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des 1. Pembongkaran eks tanaman tebu giling (ratoon)/KTG Bongkar lahan (secara mekanis) x x x x
Penanaman bibit x x x x
Pemupukan atau pemeliharaan kebun x x x x x x
2. Perbaikan saluran irigasi sederhana Perbaikan got x x x x Sumber : Juknis Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur 2004
Lampiran 6 Anggaran Biaya Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur 2004
Kegiatan Luas (ha) Biaya (Rp/ha) Jumlah (Rp)
Program Bongkar Ratoon 500,0 1.950.000 975.000.000
Penyelenggaraan KBI 9,7 5.900.000 57.471.900
Penyelenggaraan KBD Jasa (Kerjasama Petani dan PG) 100,0 5.900.000 590.000.000
Penyelenggaraan KBD PG 18,0 5.900.000 106.000.000 Total 1.728.471.900 Sumber : Selayang Pandang PG Tjoekir 2005
Lampiran 4 Gambar Kegiatan Pengelolaan Tebu di PG Tjoekir Gb. 1 Pemotongan dan Gb. 2 Persiapan lahan Gb. 3 Pengendalian Gb. 4.Penyiangan gulma Gb. 5 Pengendalian hama Sortasi bibit sistem Reynoso Gulma dengan Herbisida (manual) dengan pias Trichograma sp . Gb. 6 Pengolahan lahan Gb. 7 Pembongkaran Gb. 8 Tanaman keprasan Gb. 9 Pengukuran tinggi Gb. 10 Analisis Secara mekanis ratoon batang untuk pendahuluan di lahan tegalan taksasi maret Gb. 11 Penjelasan tebu Gb. 12 Penimbangan tebu Gb. 13 Pembongkaran tebu Gb. 14 Kegiatan operasi Gb. 15 Blotong MBS setelah tebang sebelun giling pasar