21
1 INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Kelompok 4: Diah Ayu W 07613082 C. S Dewo 07613119 Yulianti W 07613124 Rafy Annisa 07613126 Anisah S 07613132 Asti Mayni S 07613133 Khairatunnisa 07613138 Helminawati 07613140 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2010

93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

1

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Kelompok 4:

Diah Ayu W 07613082

C. S Dewo 07613119

Yulianti W 07613124

Rafy Annisa 07613126

Anisah S 07613132

Asti Mayni S 07613133

Khairatunnisa 07613138

Helminawati 07613140

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2010

Page 2: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

2

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Definisi dan Epidemiologi

Infeksi saluran kemih didefinisikan sebagai presentasi klinis dari

mikroorganisme dalam urin yang melebihi batas ambang normal mikroorganisme

tersebut, yang berpotensi menginvasi pada jaringan dan struktur saluran kemih

(dipiro et al, 2005).

Seseorang bisa dikatakan mengalami infeksi saluran kemih pada saluran

kemihnya bila jumlah bakteri di dalam urinnya lebih dari 100.000/mL urin.

Namun pada beberapa pasien wanita, bisa dikatakan infeksi meskipun jumlah

bakterinya kurang dari 100.000/mL urin (Dipiro et al, 2005).

Urinary Tract Infection (UTI) atau lebih dikenal Infeksi saluran kemih

(ISK) merupakan masalah yang banyak dijumpai dalam praktek klinis. Menurut

saluran yang terkena maka ISK dapat dibedakan menjadi bagian atas

(pielonefritis) dan bagian bawah (sisititis, prostatitis, uretritis) (Tisher dan

Wilcox, 1997).

Dari segi klinis ISK dibagi menjadi:

1) Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi (simple / uncomplicated urinary

tract infection) yaitu bila tanpa faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan

struktur maupun fungsi saluran kemih.

2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection)

yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai penyulit ISK dan kelainan

struktural maupun fungsional yang merubah aliran urin, seperti :

a) Obstruksi saluran urin

(1) Anomali konginetal

(2) Batu saluran kemih

(3) Oklusi urete

(4) Kista ginjal

Page 3: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

3

(5) Abses ginjal

(6) Tumor ginjal

b) Refluks vesikouretral

c) Penderita gangguan fungsi dan struktur ginjal

d) Residu urin dalam kandung kemih

(1) Neurogenic bladder

(2) Struktur uretra

(3) Penyakit dengan pembesaran prostat

e) Instrumentasi saluran kemih

(1) Katerisasi urin

(2) Dilatasi uretra

(3) Sistoskopi dan nefrostomi

(4) Pielografi retrograde

f) Populasi / keadaan yang spesifik

(1) Penderita DM dan immunocompromized

(2) Wanita hamil

(3) Penerima transplantasi ginjal

(4) Infeksi nosokomial

(5) Penderita penyakit sickle cell (Mengatas dan Ketut Suwitra, 2004).

Wanita lebih beresiko terkena infeksi saluran kemih daripada laki-laki

karena pada wanita panjang uretranya lebih pendek dibandingkan laki-laki. Pada

wanita panjang uretra 1,5 inci dan pada laki-laki panjang uretra 8 inchi (Price dan

Wilson, 1995).

Sekitar 5-7% wanita hamil mempunyai kecenderungan mengalami

penyakit infeksi ini, namun tidak ditemukan symptom. Dengan tidak terdeteksinya

symptom ini, di kemudian hari dapat menyebabkan infeksi dengan gejala-gejala

lanjut pada wanita hamil seperti pielonefritis, hipertensi pada wanita hamil,

kelahiran premature, dan fetus mati sebelum dilahirkan atau keguguran

(Anantanaraya dan Paniker, 2000).

Page 4: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

4

B. Etiologi

Kebanyakan infeksi saluran kemih disebabkan oleh mikroorganisme yang

berasal dari flora tinja usus bagian bawah. Hampir 80% infeksi yang terjadi pada

penderita tidak rawat inap dan tidak obstruksi disebabkan oleh Escherichia coli.

Bakteri Gram negatif lainnya seperti klabsiella pneumonia dan Proteus mirabilis

serta coccus bakteri Gram positif seperti misalnya Enterococcus faecalis dan

Staphylococcus epidermis juga merupakan uropatogen potensial (Shulman et al,

1994)

Route of infection

Secara umum, organisme masuk ke dalam saluran kemih melalui tiga rute: ascending,

hematogen (descending), dan jalur limfatik. Uretra wanita biasanya dilewati bakteri

yang berasal dari flora tinja. Panjang pendek urethra perempuan dan kedekatannya

dengan daerah perirectal membuat Kolonisasi dapat terjadi(Dipiro, 2005).

Faktor lain yang menyebabkan kolonisasi uretra meliputi penggunaan spermisida dan

diafragma sebagai metode kontrasepsi. Walaupun ada bukti pada wanita yang

menalami infeksi kandung kemih , modus masuknya mikroorganisme tidak

sepenuhnya dipahami. Memijat uretra perempuan dan hubungan seksual membuat

bakteri dengan mudah mencapai kandung kemih. Sekali bakteri telah mencapai

kandung kemih, organisme berkembang biak cepat dan dapat naik ke ureter ke ginjal.

Urutan kejadian lebih mungkin terjadi jika reflux vesicoureteral (refluks urin ke

ureter dan ginjal saat berkemih). Kenyataan bahwa ISK lebih umum pada wanita dari

pada laki-laki karena perbedaan anatomi di lokasi dan panjang uretra cenderung

untuk mendukung tingkatan rute infeksi sebagai rute akuisisi(Dipiro, 2005).

Infeksi ginjal oleh penyebaran hematogen dari mikroorganisme biasanya terjadi

sebagai akibat dari penyebaran organisme dari infeksi primer di dalam tubuh. Infeksi

Page 5: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

5

melalui descending

rute jarang terjadi dan melibatkan sejumlah relatif kecil invasif patogen. Bakteremia

yang disebabkan oleh S. aureus dapat menyebabkan abses ginjal. organisme lain

termasuk Candida spp, Mycobacterium. TB, Salmonella spp., dan enterococci. Pada

saat tertentu,

sulit untuk memproduksi pielonefritis eksperimental dengan infus administrasi gram-

negatif organisme umum seperti E. coli dan P. aeruginosa. Secara keseluruhan,

kurang dari 5% dari hasil UTI didokumentasikan dari penyebaran mikrorganisme

secara hematogenous(Dipiro, 2005).

Ada sedikit bukti yang mendukung peran penting untuk limfatik ginjal dalam

patogenesis UTI. limfatik menghubungkan antara usus dan ginjal, serta antara

kandung kemih dan ginjal. Tidak ada bukti, bahwa mikroorganisme ditransfer ke

ginjal melalui rute ini. Setelah bakteri mencapai saluran kemih, tiga faktor

menentukan perkembangan infeksi adalah: ukuran inokulum, virulensi dari

mikroorganisme, dan kompetensi pertahanan host (manusia) . Sebagian besar ISK

mencerminkan kegagalan dalam mekanisme pertahanan host(Dipiro, 2005)

Mekanisme Pertahanan Host

Saluran kemih yang normal umumnya resisten terhadap invasi oleh bakteri dan

efisien dengan cepat menghilangkan mikroorganisme yang mencapai kandung kemih.

Urin dalam keadaan normal mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme.

Faktor-faktor yang dianggap bertanggung jawab termasuk pH rendah, ekstrem di

osmolalitas, konsentrasi urea tinggi, dan tingginya konsentrasi asam organik.

Pertumbuhan bakteri pada laki-laki terhambat oleh sekresi pada prostat. Adanya

bakteri di dalam kandung kemih merangsang berkemih, dengan diuresis meningkat

dan efisien pengosongan kandung kemih. Faktor-faktor ini sangat penting dalam

mencegah inisiasi dan penjegahan infeksi kandung kemih. Pasien yang tidak mampu

Page 6: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

6

untuk membuang urin sepenuhnya berada pada risiko lebih besar untuk mengalami

infeksi. Selain itu, pasien dengan jumlah urin sisa lebih sedikit dalam kandung kemih

mereka menanggapi dengan kurang menyenangkan dibandingkan dengan pasien

yang dapat mengosongkan kandung kemih mereka sepenuhnya .Salah satu faktor

virulensi penting dari bakteri adalah kemampuan mereka untuk masuk ke sel epitel

kemih, sehingga Kolonisasi kemih saluran, infeksi kandung kemih, dan faktor

pyelonephritis(Dipiro, 2005).

Faktor lain yang mungkin mencegah masuknya bakteri adalah imunoglobulin

(Ig) G dan A. Peran Igs dalam mencegah infeksi kandung kemih kurang jelas. Setelah

bakteri benar-benar memiliki menginvasi mukosa kandung kemih, peradangan respon

dirangsang dengan mobilisasi polymorphonuclear leukosit (PMNs) dan fagositosis

yang dihasilkan. PMNs adalah terutama bertanggung jawab untuk membatasi invasi

jaringan dan mengendalikan penyebaran infeksi pada kandung kemih dan ginjal.

Faktor-faktor yang mungkin memainkan peran dalam pencegahan UTI adalah

kehadiran Lactobacillus dalam vagina flora dan estrogen. Pada wanita premenopause,

estrogen mendukung pertumbuhan laktobasilus, yang menghasilkan asam laktat

untuk membantu mempertahankan pH vagina yang rendah, sehingga mencegah

kolonisasi E. Coli di vagina. Yang dapat digunakan Spermisida, β-laktam

antimikroba digunakan, estrogen tingkat rendah(Dipiro, 2005).

Faktor Virulensi Bakteri

organisme patogen memiliki perbedaan derajat patogenisitas (virulensi), yang

berperan dalam pengembangan dan beratnya infeksi. Bakteri yang masuk epitel

saluran kemih terkait

dengan kolonisasi dan infeksi. Mekanisme adhesi bakteri gram negatif, terutama E.

coli, berkaitan dengan bakteri fimbriae ini fimbriae adalah komponen glikolipid pada

sel epitel spesifik. Jenis yang paling umum dari fimbriae adalah tipe 1, yang mengikat

residu mannose dalam glikoprotein. Glikosaminoglikan dan Tamm- protein Horsfall

kaya residu mannose yang berisi tipe 1 fimbriae. Selain itu sekretori IgA antibodi,

Page 7: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

7

mengandung reseptor untuk tipe 1 fimbriae, yang memudahkan fagositosis, tetapi

mereka bukan reseptor untuk fimbriae P. faktor virulensi lainnya adalah produksi

hemolisin dan aerobactin. hemolisin adalah protein yang diproduksi oleh bakteri

sitotoksik menyebabkan lisis berbagai sel, termasuk eritrosit, dan monosit. E. coli

dan bakteri gram negatif lainnya membutuhkan besi untuk metabolisme aerobik.

Aerobactin memfasilitasi mengikat dan menyerap zat besi oleh E. coli, namun, makna

dari patogenesis UTI masih belum diketahui(Dipiro, 2005)

C. Patofisiologi

Rute infeksi bakteri pada ISK diketahui sebagai berikut:

1) Asenden

Seperti pada dugaan masuknya bakteri tinja ke dalam kandung kencing

melaluri uretra wanita atau ke dalam ginjal melalui ureter

2) Hematogen

Seperti pada infeksi Staphylococcus pada korteksi ginjal

3) Perluasan langsung

Seperti pada sistitis terkait dengan fistula enterovesika (Shulman et al, 1994).

Pada wanita, pendeknya uretra dan berdekatannya antara uretra dan daerah

perirektal menyebabkan kolonisasi dari uretra. Bakteri dapat memasuki kantung

kemih melalui uretra. Setelah berada di kantung kemih, organisme akan membelah

diri dengan cepat dan dapat bergerak keatas menuju ginjal melalui ureter.

Bakteriuria hanya mengkonfirmasi adanya bakteri dalam kandung

kencing, untuk menentukan tempat infeksi yang lebih tepat, penelitian

menetapkan tempat-tempat yang bisa mempresentasikan tempat adanya infeksi

dari bakteri di tempat infeksi dengan beberapa metode, yaitu:

1) Katerisasi ureter

Prosedur ini dilakukan dengan sara sistoskop dimasukkan ke dalam kandung

kencing, kemudian kandung kencing dicuci dengan larutan irigasi steril.

Kateter dimasukkan ke tiap-tiap mid ureter dan kencing dikumpulkan dari

Page 8: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

8

kedua gunjal untuk biakan dan analisis kencing. Hal ini dapat menentukan

tempat dan lokalisasi infeksi pada saluran kemih.

2) Pencucian kandung kencing

Pada prosedur ini kateter multilumen dimasukkan ke dalam kandung kencing

dan biakan kencing dasar diambil. Kandung kencing kemudian diisi dengan

larutan salin yang berisi antibiotik aminoglikosida selama 30-45 menit,

kemudian larutan dicuci dengan salin dan biakan kencing diambil secara seri

dengan interval 10 menit.

Pada kebanyakan kasus infeksi saluran kemih, biakan pasca cuci steril. Jika

ditemukan bakteri dan bertambah jumlahnya maka kemungkinan berasal dari

ginjal.

3) Deteksi bakteri terselubung antibodi dalam kencing

Prosedur ini hanya melihat hasil fluoresen, bila terdapat fluoresen (bakteri

diselubungi antibodi) dari hasil isolasi kencing pasien maka dimungkinkan

bakteri tersebut menyebabkan pielonefritis.

Teknik lainnya seperti biopsi ginjal, penentuan kemampuan ginjal membuat

konsentrasi maksimum, dan teter serologis semuanya gagal sebagai criteria yang

cukup untuk mendeteksi pielonefritis kronik (Shulman et al, 1994).

Prinsip-prinsip penatalaksanaan pada ISK berdasarkan biakan urin dan

pemeriksaan faal ginjal sebelum dimulai terapi. Jika hasil biakan belum ada maka

terapi awal menggunakan antibiotik dilakukan bersama dengan koreksi faktor

predisposisi seperti contohnya ureterolitotomi pada ISK terkomplikasi dengan batu

ginjal. Lalu terapi dilakukan pada penderita berdasarkan simptomatik, bakteriuria

yang terjadi setelah instrumentasi saluran kemih perlu diterapi, dan respons terapi

harus dipantau dengan kultur urin 1-2 minggu setelah terapi selesai (Mangatas dan

Suwitra, 2004).

Page 9: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

9

D. Gejala klinis

Pasien yang terkena ISK pada umumnya tidak memberikan gejala yang

berarti, namun biasanya semuanya terkait dengan tempat dan keparahan infeksi.

Gejala-gejala yang dapat timbul meliputi berikut ini, baik sendirian maupun

timbulnya bersama-sama seperti menggigil, demam, nyeri pinggang, dan sering mual

sampai muntah, disuria, sering terburu-buru kencing, nyeri suprapubik, dan hematuria

(Shulman et al, 1994).

E. Diagnosa

Untuk menetapkan diagnosa maka harus diketahui terlebih dahulu gejala apa saja

yang dialami. Gejala dan tanda ISK pada pasien dewasa dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami hematuria. Gejala sistemik seperti

demam, biasanya tidak ada dalam ISK. Sayangnya, sebagian besar pasien ISK dengan

bakteriuria yang signifikan tidak mengalami gejala-gejala di atas. Pasien mungkin

merasa sehat, baik pasien geriatric, pediatric, wanita hamil dan pasien yang

menggunakan kateter. Perlu diingat, untuk membedakan apakah infeksi terdapat di

saluran kemih bagian atau bawah tidak hanya berdasarkan gejala yang dialami pasien.

Page 10: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

10

Pada pasien geriatric biasanya tidak mengalami gejala yang spesifik, tetapi

mereka menunjukkan perubahan status mental, perubahan kebiasaan makan, atau

gejala gastrointestinal. Sebagai tambahan, pasien yang menggunakan kateter atau

pasien dengan gangguan neurologic biasanya tidak mengalami gejala saluran kemih

bagian bawah, sedangkan nyeri pinggul dan demam mungkin akan ditemukan pada

geriatric.

Untuk menegakkan diagnosa ISK, tidak hanya dengan mengetahui gejala-

gejala yang dialami pasien tetapi juga harus dilakukan kultur mikroorganisme pada

spesimen urin untuk membedakan bakteri yang menyebabkan infeksi.

a. Urine collection

Pemeriksaan urin merupakan landasan untuk menilai ISK. Terdapat 3 metode

pemeriksaan urin yang dapat diterima. Yang pertama midstream clean-catch method.

Setelah urethral dibersihkan, kemudian 20-30 ml urin dikosongkan dan dibuang.

Kemudian urin dikumpulkan dan proses berlangsung secara bertahap (sesegera

mungkin didinginkan). Spesimen yang disimpan pada suhu ruang selama beberapa

jam dapat menimbulkan kesalahan dalam penghitungan bakteri. Midstream method

merupakan metode yang didasarkan pengumpulan urin secara rutin. Ketika spesimen

urin rutin tidak dapat dikumpulkan atau terjadi kontaminasi, maka terdapat alternative

teknik pengumpulan yang dapat digunkan

Metode yang kedua dengan menggunakan kateterisasi dan aspirasi suprapubic

kandung kemih. Kateterisasi dibutuhkan pada pasien yang tidak kooperatif atau tidak

dapat mengeluarkan urin secara normal. Aspirasi suprapubic kandung kemih

dilakukan dengan memasukkan jarum secar langsung ke dalam kandung kemih untuk

mengambil urine. Aspirasi suprapubic kandung kemih aman diberikan pada neonates,

bayi, paraplegics, pasien dengan penyakit yang serius, dan pasien ISK yang sudah

menjalani metode kultur sebelumnya tetapi tidak mendapatkan hasil yang

memuaskan.

Page 11: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

11

b. Perhitungan bakteri

Diagnosa ISK didasarkan pada isolasi bakteri yang signifikan dari spesimen

urin. Penilaian mikroskopik sampel urin merupakan metode yang paling mudah dan

metode yang dapat dipercaya untuk mendiagnosa adanya bakteriuria.

Penilaian mikroskopik leukosit pada urine juga digunakan untuk mengetahui

pyuria. Pyuria merupakan gejala yang dapat dikaitkan dengan adanya bakteriuria.

Pyuria tidandai dengan white blood cell (WBC) lebih dari 10 WBC/mm3. Hematuria,

biasanya diketahui dengan penilaian mikroskopis, biasanya dialami pada pasien ISK

tetapi nonspesifik. Hematuria mungkin menggambarkan adanya penyakit lain, seperti

renal calculi, tumor atau glomerulonefritis. Proteinuria biasnya ditemui pada pasien

yang mengalami infeksi.

c. Kultur

Metode yang paling dipercaya untuk menegakkan diagnosa adalah penilaian

secara kuantitatif kultur urine. Secara normal, urin yang berada dalam kandung kemih

steril. Sehingga hal ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya kontaminasi pada

urine pasien yang mengalami infeksi yang dilakukan dengan menghitung bakteri pada

sampel urin. Pasien yang mengalami infeksi biasanya didapatkan lebih dari 105

bakteri/ml urin.

Page 12: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

12

F. Terapi

Prinsip umum terapi ISK adalah:

1) Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai

2) Mengoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi (Suyono, et al,

2001).

Tujuan dari pengobatan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala,

mencegah dan mengobati bakterimia dan bakteruria, mencegah dan mengurangi

resiko kerusakan jaringan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan

Page 13: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

13

yang sensitif, murah, aman, dan dengan efek samping yang minimal (Suyono et al,

2001).

Menurut Suyono et al, pengobatan ISK pada berbagai bentuk ISK antara lain:

1) Sindrom uretra akut atau sistitis

Amoksisilin 3 gram

Trimetoprim-sulfametoksazol 320-1600 mg

Sulfisiksazol 2 gram

Kanamisin 500 mg i.m

Gentamisin 120 mg i.m

Bila fasilitas kultur tidak ada, maka pengobatan dilakukan dengan pemberian:

Trimetoprim-sulfametoksazol 160-180 mg dua kali sehari

Sefaleksin 500 mg empat kali sehari

Amoksisilin 500 mg empat kali sehari

Asam nalidiksat 1 gram empat kali sehari

Asam pipemidik 400 mg dua kali sehari

2) Pielonefritis akut

Trimetoprim-sulfametoksazol 160-800 mg dua kali sehari

Sefaleksin 500 mg empat kali sehari

Amoksisilin 500 mg empat kali sehari

Asam nalidiksat 1 gram empat kali sehari

Asam pipedimik 400 mg dua kali sehari

3) Pielonefritis kronik

Pengobatan dilakukan bilamana pada biakan bakteri ditemukan bakteriuria

bermakna, yaitu dengan pemberian antimikroba yang sesuai. Bilamana ada

kelainan anatomi dilakukan koreksi, bila keadaan memungkinkan.

4) Bakteriuria tak bergejala

Pada wanita hamil bakteriuria tak bergejala diobati dengan antimikroba dosis

tunggal, kemudian dipantau selama dua sampai empat minggu. Bilamana masih

tetap ditemukan bakteriuria diberikan antimikroba dua minggu, kemudian

Page 14: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

14

dipantau lagi setelah pengobatan dihentikan. Bilamana masih terjadi rekurensi,

antimikroba dilanjutkan sampai enam minggu atau sampai partus. Setelah partus

tiga atau sampai empat bulan dilakukan pemantauan saluran kemih dengan

pielografi intravena.

5) Infeksi saluran kemih rekuren

Trimetoprim-sulfametoksazol 40-200 mg

Trimetoprim obat tunggal 59-100 mg

Nitrofurantoin 100 mg

Metenamin mandelat (dengan vitamin C 500 mg) 1 gram

Asam pipemidik 200 mg (Suyono et al, 2001).

Menurut Dipiro et al (2005), pengobatan untuk pasien pada berbagai bentuk

ISK adalah:

1) Infeksi saluran kemih tidak terkomplikasi

Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 3 hari

Siprofloksasin 250 mg dua kali sehari selama 3 hari

Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 3 hari

Gatifloksasin 200-400 mg sekali sehari selama 3 hari

Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 3 hari

Lomefloksasin 400 mg sekali sehari selama 3 hari

Enoxasin 200 mg sekali sehari selama 3 hari

Amoksisilin 6 x 650 mg dosis tunggal untuk 1 hari

500 mg dua kali sehari selama 3 hari

Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 3 hari

Trimetoprim 100 mg dua kali sehari selama 3 hari

Nitrofurantoin 100 mg tiap 6 jam selama 3 hari

Fosfomycin 3 gram dosis tunggal untuk 1 hari

2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi

Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 7-10 hari

Trimetoprim 100 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

Page 15: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

15

Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

Siprofloksasin 250-500 mg dua kali sehari selama 7-10 hari

Gatiffloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

Moksifloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

Lomefloksasin 400 mg sekali sehari selama 7-10 hari

Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 7-10 hari

Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 7-10 hari

3) Infeksi rekuren

Nitrofurantoin 50 mg sekali sehari selama 6 bulan

Trimetoprim 100 mg sekali sehari selama 6 bulan

Trimetoprim-sulfametoksazol ½ tablet sekali sehari selama 6 bulan

4) Sindrom uretra akut

Trimetoprim-sulfametoksazol 1 tablet dua kali sehari selama 3 hari

Azithromisin 1 gram dosis tunggal

Doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama 7 hari

5) Pielonefritis akut

Trimetoprim-sulfametksazol 1 tablet dua kali sehari selama 14 hari

Siprofloksasin 500 mg dua kali sehari selama 14 hari

Gatifloksasin 400 mg sekali sehari selama 14 hari

Norfloksasin 400 mg dua kali sehari selama 14 hari

Levofloksasin 250 mg sekali sehari selama 14 hari

Lomefloksasin 400 mg sekali sekari selama 14 hari

Enoksasin 400 mg dua kali sehari selama 14 hari

Amoksisilin-klavulanat 500 mg tiap 8 jam selama 14 hari

Page 16: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

16

Page 17: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

17

Tabel.120-4 Terapi ISK pada dewasa dan tabel 120-5 EBM terapi ISK

Algoritma terapi ISK pada perempuan

Algoritma terapi ISK pada laki-laki

Penggunaan antibiotik pada keadaan khusus seperti wanita hamil, pasien

pediatri, geriatri, dan gagal organ harus diperhatikan agar tujuan dari terapi tercapai

dan tidak menimbulkan efek samping yang dapat memperpanjang keadaan dari

Page 18: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

18

Page 19: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

19

pasien itu sendiri. Seperti pemilihan dari antibiotik yang digunakan kemudian

pemberian dosis yang berbeda-beda pada tiap kondisi pasien (Katzung, 2004).

Antibiotika merupakan suatu kelompok obat yang paling sering digunakan

saat ini. Menurut perkiraan sampai sepertiga pasien rawat inap mendapat antibiotika,

dan biaya antibiotika dapat mencapai 50% dari anggaran obat di rumah sakit (Lim,

1997).

Faktor-faktor pasien:

a. Beratnya infeksi

Menentukan dosis, rute, frekuensi, dan lama pemberian

b. Status imun

“immunocompromised host”

Malnutrisi

Usia yang sangat muda atau sangat tua

c. Riwayat penyakit di masa lalu

Diabetes mellitus

Penggantian katub jantung

d. Status alergi

e. Faktor farmakokinetik

Lanjut usia atau bayi baru lahir

Gangguan fungsi ginjal

Gangguan fungsi hati

f. Faktor farmakogenetik

Defisiensi glukosa- 6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Resiko hemolisis

dengan obat-obat seperti nitrofurantoin, sulfonamide, beberapa obat

antimalaria.

Porfiria (produksi dan ekskresi porphyria yang berlebihan). Resiko

serangan akut dengan obat-obat seperti sefalosporin, sulfonamide,

eritromisin, doksisiklin, oksitetrasiklin, isoniazid pirazinamid,

nitrofurantoin (Eggleton, 2001).

Page 20: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

20

Aturan dosis, rute, frekuensi dan lama pemberian antibiotik

a. Dosis tunggal

Pada beberapa keadaan, misalnya sistitis tanpa komplikasi pada wanita dan

uretritis gonococcus pada pria, dosis tunggal antibiotika terbukti efektif

b. Rute pengobatan oral atau parenteral

Untuk sepsis yang berat pengobatan parenteral secara tradisional lebih

disukai. Akhir-akhir ini tersedia antibiotika oral yang mudah diabsorbsi dan

dapat mencapai kadar yang tinggi dalam darah dan jaringan. Bila pasien tidak

dapat minum obat (karena muntah) pengobatan intravena jelas diperlukan.

c. Lama pengobatan

Lama pengobatan optimal antibiotika tidak selalu diketahui. Banyak

antibiotika diresepkan untuk 5-7 hari. Secara umum terapi dihentikan 3 hari

setelah gejala-gejala infeksi hilang

Page 21: 93740415-Infeksi-Saluran-Kemih

21

DAFTAR PUSTAKA

Ananthanarayam, R.C.K.2000. Textbook of microbiology 6th

edition. Orient Longman

Limited, Himayatnagar.Hyderabad. 251,254.

Anonim. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Media Aeculapius. Jakarta : UI

press. 478

Dipiro, Joseph T (editor), 2005 Pharmacotherapy: A Pathophisiology approach, 3rd

edition, McGraw Hill, New York.

Katzung, B G. 2001. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba medika.

Mangatas AM, Ketut suwitra, 2004 . Diagnosis Dan Penatalaksanaan Infeksi

Saluran Kemih Terkomplikasi , available at

http://www.dexamedica.com/test/htdoes/dexamedica/article_files/isk.pdf

Price, S. Anderson. Lorraine McCathy Wilson. 1994. Patofisiologis Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, edisi ke empat, diterjemahkan oleh Peter Anigrah.

Jakarta: EGC.

Shulman, Standford T.John P Phair. 1975. Dasar Biologis Dan Klinis Penyakit

Infeksi diterjemahkan oleh Samik wahab, Yogyakarta. UGM press.

Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam edisi ke tiga. Jakarta: UI press.