Upload
leo-da-cruz
View
4
Download
0
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
feh
Citation preview
Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 12 Pages pp. 73- 84
73 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
KAJIAN SISTEM MANAJEMEN OPERASIONAL
MUSEUM TSUNAMI ACEH
Mazieya Navira1, T. Budi Aulia
2, Moch. Afifuddin
3
1) Magister Teknik Sipil ProgramPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Email : [email protected]
Abstract: Aceh Tsunami Museum as a public facility, which is a specialized museum, has its existing tendency to strengthen the functions as centre of education and research about disaster, as well as evacuation centre, besides its function as preservation, research, and communication. In order to ensure that the museum functions optimally, it is necessary to have the supports of the Human Resources, collection materials, financing, and strong operational management. The museum was established in 2007 as a symbolic monument in memoriam of the earthquake and Indian Ocean tsunami that was occurred on December 26, 2004 with the funding from the donor countries under the coordination of Rehabilitation and Reconstruction Agency (BRR) NAD-Nias. Since the museum was officially inaugurated and opened for the public on May 8, 2011, the museum has been managed by the Government of Aceh under the Department of Culture and Tourism Aceh in coordination with the Ministry of Energy and Mineral Resources through Bandung Geological Agency in the form of a Task Force. Looking at the high enthusiasm of the visitors, it is necessary to immediately establish an official agency that will be responsible for the smooth operation of the museum. This condition is the background why it is considered necessary to study the operational management system of Aceh Tsunami Museum. The analytical method used is descriptive method, SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats), and AHP (Analytical Hierarchy Process). SWOT analysis generates three (3) alternatives of strategy: 1) Creating a strategic planning as an operational foundation of the museum, 2) prioritizing the institutional development of Aceh Tsunami Museum and allocating human resources related to museum and disaster aspects, 3) developing partnership programs with related organizations to overcome the gaps of human resources in the field of museum and disaster. AHP analysis results the largest value of global priorities that suggests alternative 2 (two) as an option to take, thus it becomes a recommended priority in the operational management system of Aceh Tsunami Museum.
Keywords : Operational Management of Museum, visitor satisfaction, Aceh Tsunami Museum
Abstrak: Museum Tsunami Aceh sebagai fasilitas publik yang merupakan museum khusus, keberadaannya lebih menitikberatkan pada fungsinya sebagai pusat pendidikan dan penelitian tentang kebencanaan, serta pusat evakuasi, disamping fungsi utamanya sebagai preservasi, riset, dan komunikasi. Untuk mendukung berjalannya fungsi museum secara optimal, maka dibutuhkan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM), materi koleksi, pembiayaan, maupun lembaga operasional yang kuat. Museum ini dibangun tahun 2007 sebagai monumen simbolis untuk mengenang bencana gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia yang terjadi 26 Desember 2004, dengan sumber dana dari bantuan negara-negara donor dibawah koordinasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. Sejak museum resmi dibuka untuk umum 08 Mei 2011, museum dikelola oleh Pemerintah Aceh dibawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang berkoordinasi dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi Bandung dalam bentuk Satuan Tugas. Melihat tingginya antusias pengunjung, maka dirasa perlu segera dibentuknya lembaga resmi yang akan bertanggungjawab terhadap kelancaran operasional museum. Kondisi ini menjadi dasar diperlukan kajian sistem manajemen operasional Museum Tsunami Aceh. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif, SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats), dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil analisis SWOT diperoleh 3 (tiga) alternatif strategi yaitu 1) Membuat strategic planning sebagai pondasi operasional pengembangan museum, 2) Memprioritaskan pembentukan kelembagaan Museum Tsunami Aceh yang definitif dengan penempatan SDM terkait dengan permuseuman dan kebencanaan, 3) Membuat program-program kerjasama antar lembaga terkait guna mengatasi permasalahan SDM bidang permuseuman dan kebencanaan. Dari hasil analisis AHP diperoleh nilai prioritas
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 74
global terbesar yaitu alternatif 2 (dua), sehingga menjadi prioritas yang direkomendasikan dalam sistem manajemen operasional Museum Tsunami Aceh. Kata kunci: Manajemen Operasional Museum, Kepuasan Pengunjung, Museum Tsunami Aceh.
PENDAHULUAN
Museum Tsunami Aceh dibangun sebagai
monumen simbolis untuk mengenang bencana
gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia yang
terjadi 26 Desember 2004, dan hadir sebagai pusat
pendidikan, pembelajaran dan penelitian tentang
kebencanaan. Bangunan tersebut juga dimaksudkan
untuk mengenang para korban dan sekaligus
menjadi pusat evakuasi (Escape Building) serta
tempat perlindungan darurat bagi masyarakat jika
gempa bumi dan tsunami terjadi lagi.
Museum Tsunami Aceh dibangun pada
tahun 2007 melalui sumber dana bantuan yang
diberikan oleh negara-negara donor di bawah
koordinasi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
(BRR) NAD-Nias dan selesai dibangun pada tahun
2008. Setelah diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia pada 23 Februari 2008, museum resmi
dibuka untuk umum tanggal 08 Mei 2011. Saat ini
Museum Tsunami Aceh dikelola oleh Pemerintah
Aceh di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Aceh dan berkoordinasi dengan Kementerian
Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui
Badan Geologi Bandung dalam bentuk Satuan
Tugas (Satgas). Hal ini sesuai dengan Keputusan
Gubernur Aceh No. 432.1/638/2011 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Pengelolaan Museum
Tsunami Aceh.
Museum Tsunami Aceh jika dilihat dari
materi yang disajikan tergolong dalam museum
khusus, artinya hanya memajang koleksi-koleksi
yang berkaitan dengan tsunami, budaya, dan ilmu
pengetahuan, yang ditampilkan melalui berbagai
media, seperti gambar, maket statis, maket
elektronik, tayangan virtual 3D dan 4D, replika
bangunan atau barang bersejarah tsunami.
Melihat tingginya antusias pengunjung pada
Museum Tsunami Aceh, dirasa perlu segera
dibentuknya suatu lembaga resmi yang akan
bertanggungjawab terhadap kelancaran operasional
museum sekaligus mampu memberikan pelayanan
yang profesional dan berkualitas kepada
pengunjung. Kondisi ini menjadi dasar perlu adanya
kajian tentang sistem manajemen operasional
Museum Tsunami Aceh, baik dari segi kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM), materi, informasi,
maupun tingkat pelayanan.
Berdasarkan latarbelakang tersebut maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang
diteliti, yaitu:
1. Kondisi eksisting sistem manajemen
operasional dan kualitas SDM pada
Museum Tsunami Aceh;
2. Tingkat kepuasan pengunjung terhadap
kualitas SDM, materi, informasi, dan
pelayanan pada Museum Tsunami Aceh.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pelaksanaan sistem manajemen
operasional dan kualitas SDM pada
Museum Tsunami Aceh;
2. Mengukur tingkat kepuasan pengunjung
terhadap ualitas SDM, materi, informasi,
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
75 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
dan pelayanan pada Museum Tsunami
Aceh.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan bagi Pemerintah Aceh sebagai
pemilik aset; dan menjadi rujukan bagi peneliti lain
yang ingin memberikan distribusi bagi
pengembangan Museum Tsunami Aceh, baik dari
kajian manajemen SDM, materi, maupun standar
kualitas pelayanan. Penelitian ini hanya meneliti
sistem manajemen operasional terkait dengan
kualitas SDM, materi, informasi dan pelayanan
pada pengunjung Museum Tsunami Aceh.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Manajemen diartikan sebagai suatu
rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh
sekelompok orang untuk melakukan serangkaian
kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Pengertian
manajemen menurut Terry (1980) adalah sebuah
proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-
tindakan: perencanaan, pengorganisasian,
penggiatan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya.
Menurut Marbun (2012), operasional adalah:
1. Kualitas pelayanan, merupakan suatu bentuk
penilaian konsumen terhadap tingkat layanan
yang diterima (perceived service) dengan
tingkat layanan yang diharapkan (expected
service);
2. Aspirasi, merupakan harapan terhadap
kualitas pelayanan yang didefinisikan
sebagai keyakinan pelanggan sebelum
mencoba atau membeli suatu produk/jasa,
yang dijadikan acuan atau standar dalam
menilai produk/jasa tersebut (Tjiptono,
2000);
3. Persepsi, merupakan suatu fungsi biologis
(melalui organ-organ sensoris) yang
memungkinkan individu menerima dan
mengolah informasi dari lingkungan dan
mengadakan perubahan-perubahan di
lingkungannya.
Kualitas pelayanan (service quality)
merupakan konsepsi yang abstrak dan sukar
dipahami, karena kualitas pelayanan memiliki
karakteristik tidak berwujud (intangiability),
bervariasi (variability), tidak tahan lama
(perishability), serta produksi dan konsumsi jasa
terjadi secara bersamaan (inseparitibility)
(Parasuraman dalam Tjiptono, 2004). Walau
demikian, bukan berarti kualitas pelayanan tidak
dapat diukur. Menurut Parasuraman dalam Tjiptono
(2004), dimensi service quality (kualitas pelayanan)
dapat dimodifikasi menjadi lima dimensi pokok,
yaitu:
1. Tangibles (bukti langsung/berwujud) yaitu
penampilan fasilitas fisik dari jasa, berupa
peralatan/perlengkapan, personel/pegawai,
sarana komunikasi, kenyamanan ruangan
(sarana dan prasarana yang digunakan);
2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat dan memuaskan;
3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu cepat
tanggap dalam membuat dan melayani
keinginan atau kebutuhan pengguna;
4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan,
kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 76
dipercaya yang dimiliki oleh pegawai serta
rasa percaya diri dan bebas dari resiko dan
keragu-raguan;
5. Emphaty (empati) yaitu kemudahan dalam
melakukan hubungan, komunikasi yang baik
dan memahami kebutuhan konsumen.
Definisi Museum menurut ICOM
(International Council of Museums): ‘Museum
diartikan sebagai sebuah lembaga permanen yang
tidak untuk mencari keuntungan (non-for-profit),
diabdikan untuk kepentingan dan pembangunan
masyarakat, serta terbuka untuk umum dengan
melakukan usaha mengoleksi, mengkonservasi,
melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan,
memamerkan bukti-bukti bendawi manusia dan
lingkungannya untuk tujuan pengkajian, pendidikan
dan kesenangan’.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun
1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda
Cagar Budaya (BCB) di Museum: ‘Museum adalah
lembaga, tempat penyimpanan, perawatan,
pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti
materiil hasil budaya manusia serta alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya
perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya
bangsa (Budiharja, 2011)’.
Menurut ICOM, museum dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori, yaitu :
1. Art Museum (Museum Seni)
2. Archeologi and History Museum (Museum
Sejarah dan Arkeologi)
3. Ethnographical Museum (Museum
Nasional)
4. Natural History Museum (Museum Ilmu
Alam)
5. Science and Technology Museum (Museum
IPTEK)
6. Specialized Museum (Museum Khusus)
Berdasarkan macam koleksi yang disimpan,
museum dapat dibedakan menjadi:
1. Museum umum, yaitu museum yang terdiri
dari kumpulan bukti materil manusia dan
lingkungannya yang berkaitan dengan
berbagai disiplin ilmu, teknologi dan seni;
2. Museum khusus, adalah museum yang
mengoleksi kumpulan bukti materil dan
lingkungannya yang berkaitan dengan satu
cabang disiplin ilmu, teknologi dan seni;
3. Museum Pendidikan, hampir sama dengan
museum khusus, hanya perannya pada tiap
lapisan pendidikan.
Unsur-unsur museum menurut Buku
Pedoman Museum Indonesia (2010), terdiri dari:
1. Bangunan/Lokasi; ialah bangunan yang
dapat berfungsi untuk menyimpan, merawat,
mengamankan, dan memanfaatkan koleksi.
2. Koleksi; adalah benda-benda bukti material
manusia dan lingkungannya yang berkaitan
dengan satu atau berbagai cabang ilmu
pengetahuan yang dilestarikan di museum
untuk dimanfaatkan bagi umum.
3. Pengelola; adalah petugas yang berada dan
melaksanakan tugas museum dan dipimpin
oleh seorang kepala museum yang
membawahi dua bagian yaitu bagian
administrasi dan bagian teknis.
4. Pengunjung; berdasarkan intensitas
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
77 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
kunjungannya dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu (1) Kelompok orang yang
secara rutin berhubungan dengan museum,
seperti kolektor, seniman, desainer, ilmuwan,
mahasiswa, dan pelajar, (2) Kelompok orang
yang baru mengunjungi museum.
METODE PENELITIAN
Diagram alir diperlukan untuk
menggambarkan secara sistematis tahapan-tahapan
penelitian yang dilakukan. Kerangka berpikir
dipaparkan melalui diagram alir berikut ini.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Teknik pengumpulan data ditujukan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan sebagai bahan
masukan untuk setiap tahap analisis berikutnya.
Hasil observasi dan wawancara dikumpulkan
sebagai data untuk kemudian diolah menjadi faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor
KESIMPULAN DAN SARAN
RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS DATA
1. Analisis Deskriptif
2. Analisis SWOT
3. Analisis AHP
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
MULAI
METODE PENELITIAN
DATA SEKUNDER
1. Deskripsi
pengelolaan
Museum Tsunami
Aceh (Profil,
Struk-tur
organisasi, Sarana
dan Prasaran, dll);
2. Data dari instansi
terkait
3. Literatur-literatur.
TUJUAN
1. Mengkaji tingkat pe-aksanaan sistem
manaje-men operasional yang telah
dilakukan;
2. Mengukur tingkat kepuasan
pengunjung terhadap kualitas pela-
yanan (materi dan pemanduan) pada
Museum Tsunami Aceh.
DATA PRIMER
1. Observasi
2. Wawancara
3. Kuesioner
4. Wawancaraioner
Uji
Validitas dan
Reliabilitas
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 78
eksternal (peluang dan ancaman) dalam sistem
manajemen operasional Museum Tsunami Aceh.
Hasil kuesioner dibobotkan dan diolah untuk
mengetahui tingkat kepuasan pengunjung terhadap
kualitas SDM, materi, informasi, dan pelayanan,
sehingga dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh
responden didapat masukan-masukan untuk
pelaksanaan sistem manajemen operasional
Museum Tsunami Aceh ke arah yang lebih baik.
Teknik purposive sampling dijadikan dasar
dalam penentuan informan atau expert. Untuk
mengetahui pendapat pengunjung tentang kondisi
Museum Tsunami Aceh, dilakukan teknik sampling
Accidental Sampling (Convenience Sampling).
Pendapat pengunjung ini diperlukan dalam
penyusunan program strategi pengelolaan Museum
Tsunami Aceh ke depan.
Dari rata-rata jumlah pengunjung tahunan
pada Museum Tsunami Aceh maka ditentukan
jumlah responden dalam penelitian ini dengan batas
toleransi kesalahan 10% adalah:
n =257.021
1 + 257.021 0,1 2
= 99,96 ≈ 100 responden
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif dengan pendekatan penelitian
kombinasi (mixed methods), dimana data kualitatif
didukung dengan pengolahan data kuantitatif, dan
metode pengukuran menggunakan skala Likert.
Untuk mempercepat proses analisis pengolahan
data serta menguji vaaliditas dan reliabilitas,
digunakan program software SPSS (Statistical
Product and Service Solution) versi 16.0.
Penelitian dilakukan dalam empat tahapan
utama, yaitu:
1. Pengumpulan data primer dan sekunder serta
penyusunan daftar kuesioner;
2. Pengolahan data primer dan sekunder untuk
menentukan bobot;
3. Pengolahan data menggunakan metode
deskriptif;
4. Penyusunan strategi dengan analisis SWOT
dan analisis AHP.
Tahap pertama dalam analisis SWOT adalah
melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor
internal dan eksternal di lingkungan manajemen
operasional Museum Tsunami Aceh yang dianggap
berperan dalam merencanakan dan melaksanakan
sistem pengelolaan museum. Kemudian dilakukan
pendekatan analisis SWOT dengan interaksi
matriks IFAS (Internal Strategic Factors Analysis
Summary) dan matriks EFAS (Eksternal Strategic
Factors Analysis Summary), untuk memperoleh
beberapa alternatif strategi yang paling
sesuai/dominan menurut skala prioritasnya.
Langkah kedua adalah memilih alternatif
strategi kebijakan mana yang harus diprioritaskan
dengan menggunakan pendekatan AHP. Hasil
analisis AHP inilah yang menjadi rekomendasi
alternatif strategi kebijakan dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Variable diperlukan untuk menentukan apa
saja yang diteliti dalam mengukur tingkat kepuasan
pengunjung pada Museum Tsunami Aceh.
Penentuan variabel dilakukan dengan mengamati
kondisi sebenarnya di lapangan, yang kemudian
digunakan sebagai dasar dalam pembuatan
kuesioner. Faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi kualitas SDM, materi, informasi,
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
79 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
dan pelayanan digunakan untuk menentukan
variabel-variabel penelitian.
HASIL PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian
Museum Tsunami Aceh berlokasi di Jl.
Iskandar Muda, Kecamatan Meuraksa, Kota Banda
Aceh, Provinsi Aceh, dengan posisi geografis
berada antara 05o30 ̀ - 05
o35 ̀ LU dan 95
o30 ̀ -
99o16 ̀ BT. Museum Tsunami mempunyai lahan
seluas 10.000 m² dengan luas bangunan mencapai
6.000 m² yang terbagi menjadi 3 lantai utama dan 1
lantai dasar.
Cara Pengelolaan Museum
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan
cara pengelolaan museum adalah langkah-langkah
yang dilaksanakan oleh pihak Satuan Tugas
(Taskforce) sebagai perpanjangan tangan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Dalam
operasionalnya satuan tugas ini menjalankan fungsi
Museum Tsunami Aceh sebagai pusat pendidikan,
pembelajaran dan penelitian tentang kebencanaan.
Dalam hal operasional pengelolaan museum
kewenangan ini sepenuhnya diserahkan kepada
Pemda Aceh melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata sesuai dengan Keputusan Gubernur
Aceh No. 432.1/639/2013 tentang Pembentukan
Satuan Tugas Pengelolaan Museum Tsunami Aceh.
Menindaklanjuti Keputusan Gubernur
tersebut, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
kemudian membentuk satu tim sebagai pengelola
operasional museum sesuai dengan Surat
Keputusan terakhir Nomor TU.032/438/2013
tanggal 01 April 2013 tentang Penempatan dan
Pembagian Tugas pada Museum Tsunami Aceh
Tahun Anggaran 2013.
Rumusan Strategi Manajemen Operasional
Museum Tsunami Aceh Berdasarkan faktor-faktor lingkungan
internal dan eksternal Museum Tsunami Aceh,
maka dilakukan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities, Threats). Matriks SWOT
menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif
strategis pengelolaan sesuai dengan potensi serta
kondisi lingkungan internal dan eksternal yang
dimiliki Museum Tsunami Aceh.Dari setiap strategi
dijabarkan atau diturunkan berbagai macam
program pengelolaan yang mendukung pengelolaan
museum. Adapun matriks analisis SWOT
pengelolaan Museum Tsunami Aceh tampak pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. SWOT Manajemen Strategi
FAKTOR EKSTERNAL
1. Strength-S 2. Weakness-W
1. Museum Tsunami
Aceh menyimpan dan
memamerkan benda-
benda bernilai sejarah
tinggi berupa artefak-
artefak peninggalan
tsunami;
2. Museum Tsunami
Aceh merupakan
museum kebencanaan
pertama dan satu-
satunya di Aceh
bahkan di Indonesia;
3. Sarana dan prasarana
Museum Tsunami
Aceh sangat lengkap.
1. Museum Tsunami Aceh
belum memiliki
badan/lembaga yang
permanen/definitif;
2. Sumber dana untuk
operasional belum jelas
dan belum teralokasikan
secara permanen;
3. Pihak pengelola Museum
Tsunami Aceh masih
kekurangan sumber daya
manusia yang memahami
persoalan permuseuman
dan kebencanaan.
FAKTOR EKSTERNAL
3. Opportunities-O 4. Threats-T
1. Besarnya dukungan
dari masyarakat dan
Pemerintah terhadap
pengembangan
museum ke depan;
2. Banyak pihak luar
1. Perjanjian kerjasama
(MoU) antara
Kementerian ESDM dan
Pemerintah Aceh akan
segera berakhir pada
2014;
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 80
yang
menyelenggarakan
event dengan
mengambil lokasi di
Museum Tsunami
Aceh sehingga dapat
membantu pemasaran
museum;
3. Peluang kerjasama
museum dengan
lembaga lain sangat
terbuka terutama dari
lembaga penelitian
dan universitas.
2. Kemampuan keuangan
pemerintah tidak cukup
tinggi untuk memenuhi
ke-butuhan dana opera-
sional dan peme-liharaan
Museum Tsunami Aceh;
3. Masih minimnya
pemahaman masyarakat
terhadap arti penting sebuah museum.
Strategi S-O
1. Meningkatkan partisipasi mas-yarakat dalam
mendukung upaya pengembangan Museum Tsuna-
mi Aceh melalui pembinaan dan sosialisasi;
2. Memaksimalkan performa sarana dan prasarana yang
ada di Museum Tsunami Aceh untuk menarik minat
pengunjung sehingga akan menguntungkan dari
aspek promosi;
3. Memanfaatkan koleksi-koleksi museum sebagai
bahan penelitian dengan menjalin kerjasama dengan
lembaga lain yang berhubungan dengan kebencanaan
dan permuseuman.
Strategi S-T
1. Memanfaatkan kelembagaan terkait untuk
meningkatkan promosi dan kerjasama tentang
kebencanaan dengan nega-ra/kelembagaan
kebencanaan;
2. Pemerintah mengalokasikan dana operasional dan
pemeliharaan yang memadai untuk kelanjutan
pengembangan Museum Tsuna-mi Aceh ke depan.
3. Komitmen pemerintah untuk mengembangkan
museum deng-an menjamin ketersediaan dana
operasional dan pemeliharaan museum untuk jangka
panjang.
Strategi W-O
1. Membuat strategic planning untuk jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang sebagai
pondasi operasional pengembangan museum;
2. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak dalam
mem-prioritaskan pembentukan kelembagaan
Museum Tsunami Aceh yang definitif dengan
penempatan SDM terkait dengan permuseuman dan
kebencanaan;
3. Membuat program-program kerjasama antar lembaga
terkait guna mengatasi permasalahan SDM bidang
permuseuman dan kebencanaan.
Strategi W-T
1. Segera membentuk tim kecil dari pemerintah daerah
untuk melakukan pengkajian tentang struktur
organisasi definitif;
2. Pemerintah daerah melakukan promosi untuk
memper-kenalkan Museum Tsunami Aceh ke
mancanegara maupun dalam negeri melalui berbagai
media;
3. Pemerintah daerah sesegera mungkin
menganggarkan dana operasional museum ke dalam
Rancangan Anggaran Penda-patan dan Belanja Aceh,
karena MoU antara Kementerian ESDM dan
Pemerintah Aceh akan berakhir.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Pemilihan Manajemen Strategi Prioritas
Hasil interaksi IFAS – EFAS yang
menghasilkan alternatif strategi yang mendapat
bobot paling tinggi adalah Weakness – Opportunity
(WO), yang dapat diterjemahkan sebagai strategi
menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan
peluang yang ada. Kondisi ini kurang
menguntungkan bagi manajemen Museum Tsunami
Aceh, karena dari sisi faktor internal, museum
memiliki kelemahan yang lebih besar dari pada
kekuatannya, sedangkan dari sisi faktor eksternal,
peluang yang ada jauh lebih besar dari pada
ancaman dalam rangka menjalankan operasional
museum. Berikut 3 (tiga) alternatif strategi
berdasarkan analisis SWOT yang dapat
dilaksanakan:
1. Membuat strategic planning untuk
jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang sebagai pondasi
operasional pengembangan museum;
2. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak
dalam mem-prioritaskan pembentukan
kelembagaan Museum Tsunami Aceh
yang definitif dengan penempatan SDM
terkait dengan permuseuman dan
kebencanaan;
3. Membuat program-program kerjasama
antar lembaga terkait guna mengatasi
permasalahan SDM bidang permuseuman
dan kebencanaan.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
81 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
Analisis Prioritas dengan Metode AHP
Strategi yang paling prioritas untuk
dilaksanakan didasarkan pada nilai prioritas global
terbesar. Persoalan yang ada didekomposisikan
menjadi unsur-unsur, yaitu kriteria dan strategi.
Unsur-unsur tersebut kemudian disusun menjadi
suatu hirarki.
Gambar 2. Hirarki Model AHP
Berdasarkan jawaban responden, kemudian
dihitung nilai skala perbandingan antar kriteria dan
antar alternatif, selanjutnya dilakukan perhitungan
nilai vektor prioritas (Wi) untuk matrik kriteria
maupun matrik alternatif strategi berdasarkan setiap
kriteria, selanjutnya dilakukan perhitungan prioritas
global. Nilai vektor prioritas (Wi) pada matrik
kriteria dan matrik alternatif strategi berdasarkan
kriteria, dimasukkan menjadi bobot pada matrik
prioritas global seperti disajikan pada table berikut.
Tabel 2. Tabel Matriks Prioritas Global
Kriteria-bobot
Alternatif KR 1 KR 2 KR 3 Prioritas
Global 0.71 0.22 0.07
Strategic Planning
sebagai pondasi
pengembangan
museum
0.13 0.17 0.39 0.16
Prioritas
pembentukan
lembaga pengelolaan
definitif
0.74 0.74 0.55 0.73
Program kerjasama
antar lembaga terkait 0.13 0.09 0.06 0.12
Jumlah 1,00
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Hasil analisis matriks prioritas global pada
tabel diatas dapat dilihat bahwa strategi B
(Memanfaatkan dukungan berbagai pihak
dalam memprioritaskan pembentukan
kelembagaan Museum Tsunami Aceh yang
definitif) mendapat bobot tertinggi yaitu 0,73
(73%), diikuti oleh strategi Membuat strategic
planning untuk jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang sebagai pondasi
operasional pengembangan museum yang
memperoleh bobot 0,16 (16%), dan strategi
Membuat program-program kerjasama antar
lembaga terkait guna mengatasi permasalahan
SDM bidang permuseuman dan kebencanaan
memperoleh bobot terendah yaitu 0,12 (12%). Hal
ini menjelaskan bahwa secara umum, persepsi
expert lebih menilai bahwa pembentukan
lembaga manajemen operasional Museum
Tsunami Aceh mutlak diperlukan dan harus
dilaksanakan sesegera mungkin, karena Satuan
Manajemen Operasional Museum Tsunami Aceh yang Definitif
Strategic Planning
Sebagai pondasi
pengembangan museum
Prioritas Pembentukan
Lembaga Pengelolaan
definitif
Program kerjasama
antar Lembaga terkait
Metode Pemasaran SDM Pembiayaan
Goal
Level 1:
Kriteria
Level 2:
Strategi
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 82
Tugas yang ada saat ini tidak dapat berbuat
banyak dalam usaha mengembangkan museum.
Jika ditinjau dari kriteria, kriteria 1 (SDM)
paling tinggi yaitu 0,71, kemudian disusul dengan
kriteria 2 (pembiayaan) sebesar 0,22, dan yang
terendah adalah kriteria 3 (metode pemasaran) yaitu
0,07. Hal ini menunjukkan SDM lebih
diprioritaskan untuk terlaksananya sistem
operasional Museum Tsunami dibandingkan
dengan Pembiayaan dan Metode Pemasaran.
Guna dapat melaksanakan hal-hal di atas,
maka diperlukan perubahan mendasar dalam
sruktur organisasi museum, begitu pula dengan
struktur organisasi yang akan diterapkan pada
Museum Tsunami Aceh. Berikut Penulis
menawarkan konsep struktur organisasi dalam
pengelolaan Museum Tsunami Aceh, yang dapat
dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 3. Rekomendasi Struktur Organisasi Museum Tsunami Aceh
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, evaluasi
dan analisis, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Manajemen Pengelolaan Museum
Tsunami Aceh memiliki faktor
kelemahan sebagai penghambat
keberhasilan dalam pelaksanaannya
diantaranya adalah Museum Tsunami
Aceh belum memiliki badan/lembaga
yang permanen/definitif; Sumber dana
untuk operasional belum jelas dan belum
teralokasikan secara permanen; Pihak
pengelola Museum Tsunami Aceh masih
kekurangan sumber daya manusia yang
memahami persoalan permuseuman dan
kebencanaan.
2. Manajemen Museum Tsunami Aceh
memiliki faktor peluang sebagai kunci
keberhasilan diantaranya adalah
Besarnya dukungan dari masyarakat dan
Pemerintah terhadap pengembangan
museum ke depan; Banyak pihak luar
yang menyelenggarakan event dengan
mengambil lokasi di Museum Tsunami
Aceh sehingga dapat membantu
pemasaran museum; Peluang kerjasama
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
83 - Volume 3, No. 2, Mei 2014
museum dengan lembaga lain sangat
terbuka terutama dari lembaga penelitian
dan universitas.
3. Strategi hasil analisis SWOT
menyimpulkan bahwa manajemen
pengelolaan Museum Tsunami Aceh
berada pada kuadran III, yaitu posisi
yang menandakan sistem manajemen
Museum Tsunami Aceh berada pada
posisi yang lemah namun sangat
berpeluang untuk dikembangkan.
Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Ubah Strategi, artinya manajemen
museum disarankan untuk mengubah
strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang
lama dikhawatirkan sulit untuk dapat
menangkap peluang yang ada sekaligus
memperbaiki kinerja manajemen
museum.
4. Hasil analisis SWOT yang kemudian
diprioritaskan menggunakan AHP
menyimpulkan bahwa Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan kriteria yang
paling utama untuk diprioritaskan demi
tercapainya tujuan prioritas pembentukan
manajemen operasional Museum
Tsunami Aceh, dan strategi yang paling
tinggi dinilai oleh ekspert untuk
mencapai tujuan penelitian adalah
Memanfaatkan dukungan berbagai pihak
dalam memprioritaskan pembentukan
kelembagaan Museum Tsunami Aceh
yang definitif dengan penempatan SDM
terkait dengan permuseuman dan
kebencanaan.
5. Hasil penyebaran kuesioner tentang
tingkat kepuasan pengunjung Museum
Tsunami Aceh terhadap kualitas SDM,
materi, informasi, dan pelayanan yang
ditinjau dari aspek Bukti Fisik,
Kehandalan, Tanggap, Jaminan, dan
Empati menyimpulkan bahwa 47,13 %
responden merasa puas dan hanya 3,04 %
responden merasa tidak puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh petugas-
petugas pemandu museum, ini berarti
pelayanan yang diberikan oleh pemandu
sudah cukup baik walaupun manajemen
operasional museum saat ini masih
berupa Satgas.
Saran
Berdasarkan hasil yang didapat, maka
ada beberapa saran yang perlu diberikan untuk
mewujudkan manajemen pengelolaan Museum
Tsunami Aceh yang efisien dan efektif, yaitu:
1. Pemerintah Aceh sebaiknya segera
mengambil suatu kebijakan yang tegas
dalam mewujudkan pembentukan lembaga
pengelolaan Museum Tsunami Aceh yang
definitif dengan menempatkan SDM-SDM
yang handal, baik bidang manajemen
maupun bidang permuseuman khususnya
yang terkait dengan kebencanaan;
2. Pemerintah Aceh diharapkan dapat
berperan aktif dalam mewujudkan lembaga
manajemen operasional Museum Tsunami
Aceh yang definitif, sehingga museum
memiliki visi, misi, struktur organisasi,
sumber pendanaan, program-program
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 84
publik, serta konsep pemasaran yang jelas
dan terstruktur;
3. Tingkat kepuasan pengunjung terhadap
pelayanan pemandu pada Museum
Tsunami Aceh yang relatif baik, harus
terus dipertahankan. Oleh karena itu, maka
kualitas pelayanan pemandu yang
diberikan terhadap pengunjung museum
harus terus ditingkatkan, agar statistik
kunjungan meningkat setiap tahunnya
sehingga diharapkan dapat menambah
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arijanto, A., Pusat Pengembangan Bahan Ajar:
Perilaku Organisasi, Jakarta: Universitas
Mercu Buana, 2012. Tersedia di
http://kk.mercubuana.ac.id/files/31010-1-
878847449299.doc (diakses pada 26 Juli
2013).
Budiharja, Keterampilan Tenaga Museum Tingkat
Dasar: Manajemen Museum, Bogor:
Direktorat Museum, Ditjen Sepur,
Kemenbudpar, 2011.
Direktorat Museum, Pedoman Museum Indonesia,
Jakarta: Direktorat Museum, Ditjen Sepur,
Kemenbudpar, 2010.
Marbun, D. S, Analisis Persepsi Dan Aspirasi
Nasabah Terhadap Kualitas Pelayanan
BritAma. Tersedia di
http://fe.um.ac.id/wp-
content/uploads/2012/06/JESP-Edisi-4-Vol-1-
Tahun-2012.pdf (diakses pada 28 Juli 2013).
Nazir, M., MetodePenelitian, Cetakan ke 13, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2009.
Rangkuti, F., Analisis SWOT Teknik Membedah
Kasus Bisnis, Cetakan ke 15, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003
Riduwan, Metode & Teknik Menyusun Tesis,
Bandung: Alfabeta, 2010.
Santoso, S. dan Tjiptono, F., Riset Pemasaran:
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2001.
Siagian, S.P., Fungsi-fungsi Manajerial, Jakarta:
Bumi Aksara, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R&D, Cetakan ke 2, Bandung: Alfabeta,
2011.
Sugiana, D., Metode Penelitian Kuantitatif, Teori
dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008.
Suyatno, Rancang Bangun Sistem Pendukung
Keputusan Untuk Pemilihan Gagasan dengan
Metode Analytical Hierarchy Process
(AHP).Tersedia di
http://eprints.undip.ac.id/29577/1/suyatno.pdf
(diakses pada 26 Juli 2013).
Terry, G.R. ,Penelaahan Buku Principles of
Management, Bandung: Balai Lektur
Mahasiswa UNPAD, 1980.
Tjiptono, F., Manajemen Jasa, Yogyakarta: Andi,
2004.
Wiwin, I. W., “Strategi Pengelolaan Museum Gunungapi
Batur Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kabupaten
Bangli” (Tesis), Denpasar: Program Magister
(S2) Kajian Pariwisata Universitas Udayana,
2012.