7
823 Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan terapung ... (Bambang Gunadi) ABSTRAK Nilai kecernaan pakan dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh ikan yang dipelihara. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh jenis pakan (tenggelam dan terapung) dan penambahan aerasi terhadap nilai koefisien kecernaan pakan (KKP) terhadap ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Wadah penelitian yang digunakan berupa bak fiberglass dengan dasar berbentuk corong yang dilengkapi pipa pengumpul feces ikan. Bak diisi air sebanyak 100 liter. Ikan lele dumbo berukuran 41,30±2,39 g/ekor dipelihara di dalam wadah penelitian dengan kepadatan 20 ekor/bak. Pakan yang diberikan berupa pakan apung dan pakan tenggelam dengan kadar protein 31%–33%. Pemberian pakan sebesar 5% dari biomassa per harinya. Feces yang dihasilkan diambil setiap hari, pagi dan sore. Hasil pengamatan selama 5 hari menunjukkan bahwa jenis pakan tenggelam dan terapung dan penambahan aerasi mempengaruhi kecernaan pakan ikan lele dumbo. Pada perlakuan tanpa aerasi, pakan terapung mempunyai nilai kecernaan lebih tinggi (yakni 92,74±1,15%) dibandingkan dengan pakan tenggelam (yakni 79,47±4,53%) (P<0,05). Melalui penambahan aerasi, nilai kecernaan pakan tenggelam meningkat secara nyata (P<0,05) dari 79,47±4,53% menjadi 92,71±2,25% sehingga tidak berbeda nyata dengan pakan terapung. KATA KUNCI: kecernaan pakan, ikan lele dumbo ( Clarias gariepinus), aerasi, pakan tenggelam, pakan terapung LATAR BELAKANG Kecernaan pakan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat efisiensi pakan yang diberikan kepada ikan. Pakan yang diberikan kepada ikan tidak hanya dinilai dari komposisi kimiawi nutrien yang dikandungnya, tetapi juga dari seberapa besar bagian nutrien yang dikandung pakan tersebut dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ikan. Nilai kecernaan pakan menggambarkan bagian nutrien atau energi pakan yang dicerna oleh ikan dan tidak dikeluarkan melalui feces (NRC, 1993). Tingkat kecernaan pakan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kualitas dan kuantitas pakan, bahan pakan, kandungan gizi pakan, jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistem pecernaan ikan, ukuran dan umur ikan, serta sifat fisik dan kimia perairan. NRC (1993) mengutip banyak peneliti yang menyatakan bahwa untuk beberapa jenis ikan, kecernaan pakan dipengaruhi oleh ukuran pakan. Semakin besar ukuran pakan yang diberikan, tingkat kecernaan pakan akan menurun. Henken et al. (1985) menyatakan bahwa peningkatan tingkat pemberian pakan menurunkan kecernaan pakan pada lele dumbo. Kecernaan pakan juga ditentukan oleh cara pembuatan pakan. Pakan yang dibuat dengan metode ekstrusi, yakni pakan apung, memiliki kecernaan energi lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang dibuat dengan metode pencetakan, yakni pakan dalam bentuk pelet tenggelam (Wilson & Poe dalam NRC, 1993; Akiyama, 1999). Booth et al. (2000) juga menemukan bahwa pakan yang dibuat melalui metode ekstrusi memiliki nilai kecernaan dan rasio konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang dicetak, meskipun tingkat konsumsi untuk ikan silver perch menurun. Aerasi adalah pemberian udara ke air untuk penambahan oksigen. Prinsip aerasi air yaitu memperluas areal permukaan yang kontak dengan udara, mencampur air dengan udara atau bahan lain sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara, mencampurkan air yang beroksigen tinggi dengan air yang beroksigen rendah, sirkulasi air, dan udara sebagai sumber oksigen paling tinggi di alam. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis nilai kecernaan ikan lele dumbo terhadap pakan tenggelam dan pakan terapung dalam media pemeliharaan dengan dan tanpa aerasi. KERAGAAN KECERNAAN PAKAN TENGGELAM DAN TERAPUNG UNTUK IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DENGAN DAN TANPA AERASI Bambang Gunadi, Rita Febrianti, dan Lamanto Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41526 E-mail : [email protected]

823-829

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 823-829

823 Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan terapung ... (Bambang Gunadi)

ABSTRAK

Nilai kecernaan pakan dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh ikanyang dipelihara. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh jenis pakan (tenggelam danterapung) dan penambahan aerasi terhadap nilai koefisien kecernaan pakan (KKP) terhadap ikan lele dumbo(Clarias gariepinus). Wadah penelitian yang digunakan berupa bak fiberglass dengan dasar berbentuk corongyang dilengkapi pipa pengumpul feces ikan. Bak diisi air sebanyak 100 liter. Ikan lele dumbo berukuran41,30±2,39 g/ekor dipelihara di dalam wadah penelitian dengan kepadatan 20 ekor/bak. Pakan yangdiberikan berupa pakan apung dan pakan tenggelam dengan kadar protein 31%–33%. Pemberian pakansebesar 5% dari biomassa per harinya. Feces yang dihasilkan diambil setiap hari, pagi dan sore. Hasil pengamatanselama 5 hari menunjukkan bahwa jenis pakan tenggelam dan terapung dan penambahan aerasimempengaruhi kecernaan pakan ikan lele dumbo. Pada perlakuan tanpa aerasi, pakan terapung mempunyainilai kecernaan lebih tinggi (yakni 92,74±1,15%) dibandingkan dengan pakan tenggelam (yakni 79,47±4,53%)(P<0,05). Melalui penambahan aerasi, nilai kecernaan pakan tenggelam meningkat secara nyata (P<0,05)dari 79,47±4,53% menjadi 92,71±2,25% sehingga tidak berbeda nyata dengan pakan terapung.

KATA KUNCI: kecernaan pakan, ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), aerasi, pakan tenggelam, pakan terapung

LATAR BELAKANG

Kecernaan pakan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkatefisiensi pakan yang diberikan kepada ikan. Pakan yang diberikan kepada ikan tidak hanya dinilaidari komposisi kimiawi nutrien yang dikandungnya, tetapi juga dari seberapa besar bagian nutrienyang dikandung pakan tersebut dapat diserap dan dimanfaatkan oleh ikan. Nilai kecernaan pakanmenggambarkan bagian nutrien atau energi pakan yang dicerna oleh ikan dan tidak dikeluarkanmelalui feces (NRC, 1993).

Tingkat kecernaan pakan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kualitas dan kuantitas pakan,bahan pakan, kandungan gizi pakan, jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistempecernaan ikan, ukuran dan umur ikan, serta sifat fisik dan kimia perairan. NRC (1993) mengutipbanyak peneliti yang menyatakan bahwa untuk beberapa jenis ikan, kecernaan pakan dipengaruhioleh ukuran pakan. Semakin besar ukuran pakan yang diberikan, tingkat kecernaan pakan akanmenurun. Henken et al. (1985) menyatakan bahwa peningkatan tingkat pemberian pakan menurunkankecernaan pakan pada lele dumbo.

Kecernaan pakan juga ditentukan oleh cara pembuatan pakan. Pakan yang dibuat dengan metodeekstrusi, yakni pakan apung, memiliki kecernaan energi lebih tinggi dibandingkan dengan pakanyang dibuat dengan metode pencetakan, yakni pakan dalam bentuk pelet tenggelam (Wilson & Poedalam NRC, 1993; Akiyama, 1999). Booth et al. (2000) juga menemukan bahwa pakan yang dibuatmelalui metode ekstrusi memiliki nilai kecernaan dan rasio konversi yang lebih tinggi dibandingkandengan pakan yang dicetak, meskipun tingkat konsumsi untuk ikan silver perch menurun.

Aerasi adalah pemberian udara ke air untuk penambahan oksigen. Prinsip aerasi air yaitumemperluas areal permukaan yang kontak dengan udara, mencampur air dengan udara atau bahanlain sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen atau udara, mencampurkan airyang beroksigen tinggi dengan air yang beroksigen rendah, sirkulasi air, dan udara sebagai sumberoksigen paling tinggi di alam. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis nilai kecernaan ikanlele dumbo terhadap pakan tenggelam dan pakan terapung dalam media pemeliharaan dengan dantanpa aerasi.

KERAGAAN KECERNAAN PAKAN TENGGELAM DAN TERAPUNG UNTUKIKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DENGAN DAN TANPA AERASI

Bambang Gunadi, Rita Febrianti, dan Lamanto

Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air TawarJl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41526

E-mail : [email protected]

Page 2: 823-829

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 824

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawarbulan Juli 2009. Wadah penelitian yang akan digunakan berupa bak fiberglas berukuran 100 literdengan dasar berbentuk corong yang dilengkapi pipa pengumpul feces ikan (Gambar 1).

Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan adalah pakan ikan berupa pakan apung komersial dengan kadar pro-tein 31%–33% pada labelnya. Selain itu, juga digunakan pakan tenggelam yang diperoleh dari pakanapung yang digiling lalu dicetak kembali (Takeuchi, 1988; Usman et al., 2007).

Ikan lele dumbo dengan ukuran 41,30±2,39 g/ekor ditebar ke dalam wadah penelitian dengankepadatan 20 ekor/tanki. Sebelum pengumpulan feces, ikan diadaptasikan dengan pakan uji tersebutselama 3 hari. Ikan diberi pakan uji secara ad satiation pada pagi, siang, dan sore hari. Pemberianpakan diberikan sedikit demi sedikit untuk menghindari adanya pakan yang terbuang atau tidaktermakan. Penanganan feces mengikuti metode Takeuchi (1998). Pengumpulan feces dilakukan setiappagi dan sore, sesaat sebelum pemberian pakan hari tersebut. Feces yang terkumpul secepatnyadisimpan dalam freezer sebelum dilakukan pengeringan, penimbangan dan analisis lebih lanjut.Pengumpulan feces dilakukan selama enam hari. Pakan yang diberikan adalah 5% dari bobot biomassaper hari.

Perlakuan yang diterapkan dirancang secara faktorial, yakni Faktor 1 meliputi pemberian pakandengan pakan tenggelam dan pakan apung serta Faktor 2 meliputi perlakuan dengan dan tanpaaerasi. Penelitian ini menggunakan analisis data Anova satu dan dua faktorial dengan ulangan.

Pertumbuhan ikan diukur dengan menimbang bobot total ikan di dalam bak pada awal dan akhirpengamatan. Pengamatan kualitas air meliputi pH, kadar oksigen terlarut, amonia, nitrit, dan nitratdilakukan satu kali sehari, yakni pada pagi hari.

Koefisien kecernaan pakan uji (KKP) menggambarkan proporsi pakan yang dicerna oleh ikan yangberarti juga jumlah feces yang dihasilkan oleh ikan. KKP dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Gambar 1. Skema wadah penelitian uji kecernaan pakan

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧=

PF - P

*100 (%) KKP

Page 3: 823-829

825 Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan terapung ... (Bambang Gunadi)

di mana :

KKP = Koefisien kecernaan Pakan (%)

P = Jumlah pakan yang diberikan (g)

F = Jumlah feces yang terkumpul (g)

HASIL DAN BAHASAN

Koefisien Kecernaan Pakan (KKP)

Pakan yang dicerna oleh ikan jumlahnya dapat diketahui dari nilai koefisien kecernaan pakan(KKP). KKP juga mengindikasikan seberapa besar bagian pakan yang dikeluarkan dalam bentuk fecesatau kotoran. Nilai KKP untuk perlakuan pakan tenggelam sebesar 79,47% (Tabel 1). Hal inimengindikasikan sebagian besar pakan yang diberikan dapat dicerna oleh ikan lele dan ada 20,53%dari pakan yang tidak dicerna oleh ikan dan akhirnya dibuang dalam bentuk feces atau kotoran.

Hasil perhitungan dengan Anova, nilai KKP untuk dua faktor dengan tiga kali ulangan menghasilkandata yang berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa pakan tenggelam dan pakan apung memilikinilai KKP yang berbeda nyata jika dengan dan tanpa menggunakan aerasi. Hal ini disebabkan dapatmeningkatkan kadar oksigen terlarut (DO). Nilai DO yang tinggi dapat meningkatkan nafsu makanikan, sehingga dapat meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh ikan (Kordi & Tancung, 2007).

Nilai KKP dengan perlakuan pakan tenggelam dan pakan apung tanpa aerasi dapat dilihat padaTabel 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan nilai KKP untuk pakan apung lebih besardibandingkan dengan pakan tenggelam. Hal ini disebabkan pakan apung memiliki kadar air yanglebih rendah dibandingkan dengan pakan tenggelam. Berdasarkan penelitian, kadar air pakan apungsebesar 8,27%, sedangkan pakan tenggelam sebesar 13,06%. Semakin rendah kadar air, makakemampuan tenggelam akan semakin kecil. Nilai KKP ikan lele dumbo terhadap pakan apung danpakan tenggelam dengan aerasi memberikan hasil yang tidak berbeda nyata.

Efisiensi penggunaan pakan dapat diketahui melalui rasio konversi pakan atau (FCR). Nilai FCRdari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Semakin kecil FCR, berarti semakin efisien penggunaan pakannya (Mudjiman, 2004). BerdasarkanTabel 2 dapat diketahui bahwa penggunaan pakan dengan aerasi memiliki nilai FCR yang lebih kecildibandingkan dengan perlakuan pakan tanpa menggunakan aerasi. Hal ini juga terlihat ketika dianalisisdengan menggunakan Anova menghasilkan nilai yang berbeda nyata. Aerasi dapat meningkatkan

Tabel 1. Nilai Koefisien Kecernaan Pakan (KKP) ikan lele (Clarias gariepinus)terhadap pakan tenggelam dan pakan apung dengan serta tanpa aerasi

Tanpa aerasi Dengan aerasi

Tenggelam 79,47±4,53a 92,71±2,25a

Apung 92,74±1,15b 95, 41±0,87a

Angka dalam baris yang diikuti huruf superskrip tidak berbeda nyata

Nilai koefisien kecernaan pakan (%)Jenis pakan

Tabel 2. Nilai Rasio Konversi Pakan (FCR) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)terhadap pakan tenggelam dan pakan apung dengan serta tanpa aerasi

Tanpa aerasi Dengan aerasi

Tenggelam 2,07±0,02a 1,76±0,19a

Apung 2,40±0,61a 1,68±0,42a

Angka dalam baris yang diikuti huruf superskrip tidak berbeda nyata

Nilai rasio konversi pakan (FCR)Jenis pakan

Page 4: 823-829

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 826

efisiensi penggunaan pakan. Hal ini disebabkan aerasi dapat meningkatkan kadar oksigen dalam air,sehingga jika kebutuhan oksigen tercukupi, maka ikan mudah mencerna makanan (Thomforde &Boyd, 1991).

Menurut Brune et al. (2003), 25% nitrogen dalam pakan digunakan untuk pertumbuhan, 60%-nyaakan dikeluarkan dalam bentuk NH4, dan 15%-nya akan dikeluarkan bersama kotoran. Kotoran dapatberupa feces. Hubungan antara pertumbuhan ikan, amonia total, dan feces dalam penelitian dapatdilihat pada Tabel 3.

Produksi Amonia, Nitrit, dan Nitrat

Sisa pakan dapat berubah menjadi limbah seperti amonia total dan feces. Pengamatan terhadapproduksi amonia total mengalami kenaikan (Gambar 2). Kenaikan kadar ammonia ini disebabkanterakumulasinya limbah di fiber. Limbah ammonia berasal dari sisa pakan yang tidak dimakan, kotoranikan, plankton yang mati, dan bahan organik dan anorganik lainnya.

Gambar 2 menunjukkan aerasi dapat menurunkan kadar limbah amonia total. Hal ini sesuai dengannilai KKP yang diperoleh pada Tabel 1 yang menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuanpakan dengan dan tanpa aerasi. Amonia Total tanpa aerasi berada pada kisaran 0,0001–2,7688 mg/L, sedangkan amonia total dengan aerasi berkisar 0,0001–2,5782 mg/L. Menurut Thomforde & Boyd(1991), menyatakan bahwa amonia total dapat membatasi produksi ikan, sehingga produksi ikanmenjadi terhambat.

Kadar Oksigen Terlarut (DO)

Kadar oksigen terlarut di dalam bak memiliki kisaran 0,04–8,64 mg/L (Gambar 3). Kandunganoksigen minimum sebanyak 3 mg/L (Amri & Khairuman, 2008). Hasil pengamatan memperlihatkan

Tabel 3. Hubungan pertumbuhan ikan, amonia total, dan feces pada ikan leledumbo (Clarias gariepinus)

Jenis pakan Parameter Tanpa aerasi Dengan aerasi

Pertumbuhan ikan (%) 14,48 (±0,17) 17,16 (±1,74)Kenaikan Ammonia (mg/L) 1,39 (±0,24) 2,01 (±0,56)Total feces (g) 50,86 (±11,28) 18,07 (±5,61)Pertumbuhan ikan (%) 13,12 (±3,57) 18,53 (±4,11)Kenaikan Ammonia (mg/L) 1,36 (±0,22) 2,17 (±0,41)Total feces (g) 18,07 (±2,83) 11,36 (±2,18)

Pakan tenggelam

Pakan apung

Gambar 2. Amonia total di dalam air pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus)

0.0000

0.5000

1.0000

1.5000

2.0000

2.5000

3.0000

0 24 48 72 96 120

Jam ke-

Tota

l am

onia

(mg/

L)

Pakan tenggelamPakan terapung Pakan tenggelam+aerasiPakan terapung+aerasi

Page 5: 823-829

827 Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan terapung ... (Bambang Gunadi)

kadar oksigen terlarut ada yang di bawah 3 mg/L. Akan tetapi, ikan lele dumbo masih dapat bertahanhidup, hal ini karena ikan lele dumbo memiliki insang tambahan, yaitu arborescent atau labirin, yangmemungkinkan dapat hidup di air yang hanya mengandung sedikit oksigen (Amri & Khairuman,2008). Nilai DO yang lebih dari 5 mg/L sangat baik untuk pertumbuhan (Boyd, 1995). Fluktuasi DOdapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kadar oksigen terlarut di dalam air pemeliharaan ikan lele(Clarias gariepinus)

0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00

0 24 48 72 96 120

Jam ke-

Kada

r ok

sige

n te

rlaru

t (m

g/L)

Pakan tenggelamPakan terapung Pakan tenggelam+aerasiPakan terapung+aerasi

Kadar oksigen terlarut berfluktuasi selama berlangsungnya penelitian (Gambar 3). Hal inidisebabkan respirasi oleh ikan lele dan biota lain yang hidup di air baik fitoplankton maupun zoop-lankton, dan penguraian atau perombakan bahan organik yang ada di air. Oksigen terlarut digunakandalam proses penguraian bahan organik yang terlarut maupun yang merupakan bahan-bahan kotoranyang mengendap di dasar perairan (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil perhitungan dengan Anovadua faktorial, menunjukkan bahwa perlakuan pakan tenggelam dan pakan apung dengan dan tanpaaerasi berbeda nyata (P<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh aerasi dapat meningkatkankadar oksigen terlarut.

Menurut Thomforde & Boyd (1991), penggunaan aerasi secara kontinu dapat mempertahankankadar oksigen sampai 4 mg/L pada pagi hari. Aerasi sering digunakan untuk mencegah kandunganoksigen terlarut di bawah 2 mg/L pada pagi hari. Aerasi yang kontinu menghasilkan konsentrasioksigen yang mendekati nilai kesetimbangan.

Suhu

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu cenderung meningkat dengan kisaran 26°C–28,2°C(Gambar 4). Suhu berpengaruh terhadap pemberian pakan. Hal ini berhubungan dengan nafsu makanikan. Semakin tinggi suhu, maka laju metabolisme ikan akan bertambah. Bertambahnya lajumetabolisme mengakibatkan naiknya tingkat konsumsi pakan karena nafsu makan ikan juga meningkat(Mudjiman, 2004). Akan tetapi, jika suhu lingkungan terlalu tinggi, sehingga tidak dapat ditoleliroleh ikan, maka tingkat konsumsi pakan ikan juga menurun.

Suhu yang cocok untuk pemeliharaan ikan lele dumbo sekitar 20°C–30°C (Amri & Khairuman,2008). Berdasarkan Gambar 4, nilai suhu pemeliharaan ikan lele masih berada dalam kisaran normal.

pH

pH air pada percobaan cenderung menurun (Gambar 5). Hal ini disebabkan terjadinya nitrifikasibakterial yakni proses kemoautotrofik (Gunadi et al., 2009). Proses nitrifikasi ini mengubah ammoniamenjadi nitrit dengan bantuan bakteri Nitrosomonas. Menurut Brune et al. (2003), setiap pengubahansatu gram nitrogen akan membutuhkan alkalinitas setara dengan 7,1 g CaCO3 sebagaimana reaksikimia berikut ini:

Page 6: 823-829

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 828

22 NH4+ + 37 O2 + 4 CO2 + HCO3- ————> C5H7NO2 + 21 NO2- + 2H2O + 42 H+

Produksi nitrit menyebabkan penurunan alkalinitas dan peningkatan konsentrasi ion H+ sehinggaakan terjadi penurunan pH air.

Pada Gambar 5 terlihat bahwa aerasi dapat meningkatkan nilai pH 69,10%. Aerasi dapatmempercepat pengeluaran karbondioksida dari air, sehingga pH airnya tidak menurun drastis.

KESIMPULAN

Pakan terapung mempunyai nilai kecernaan lebih tinggi (yakni 92,74±1,15%) dibandingkan denganpakan tenggelam (yakni 79,47±4,53 %) (P<0,05). Melalui penambahan aerasi, nilai kecernaan pakantenggelam meningkat secara nyata (P<0,05) dari 79,47±4,53% menjadi 92,71±2,25% sehingga tidakberbeda nyata dengan pakan terapung. Pengaruh aerasi untuk pakan tenggelam dapat meningkatkankandungan oksigen terlarut (DO) sebanyak 118,78%,, sedangkan untuk pakan terapung sebanyak89,67%. Pengaruh aerasi untuk pakan tenggelam dapat meningkatkan pertumbuhan ikan dan amoniatotal berturut-turut sebesar 18,51% dan 44,60 mg/L, serta dapat menurunkan total feces sebesar64,47%. Pertumbuhan ikan dan amonia total dengan menggunakan pakan terapung juga meningkatberturut-turut sebesar 41,23% dan 53,90 mg/L. Selain itu, dapat juga menurunkan total feces sebesar37,26%.

Gambar 4. Suhu di dalam air pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus)

25.00

25.50

26.00

26.50

27.00

27.50

28.00

1 2 3 4 5 6

Jam ke-

Suhu

(°C)

Pakan tenggelamPakan terapung Pakan tenggelam+aerasiPakan terapung+aerasi

Gambar 5. pH di dalam air pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus)

6.50

7.00

7.50

8.00

8.50

9.00

9.50

10.00

1 2 3 4 5 6

Jam ke-

pH

Pakan tenggelamPakan terapung Pakan tenggelam+aerasiPakan terapung+aerasi

Page 7: 823-829

829 Keragaan kecernaan pakan tenggelam dan terapung ... (Bambang Gunadi)

DAFTAR ACUAN

Akiyama, D.M. 1999. Feeding and Management of warm water fish in high density culture. ASATecnical Bulletin Vol. AQ46-1999, 15 pp.

Amri, K. & Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Jakarta: Agro Media Pustaka, 358hlm.

Brune, D.E., Schwartz, G., Eversole, A.G., Collier, J.A., & Schwedler, T.E. 2003. Intensification of pondaquaculture and high rate photosynthetic sistems. Aquacultural Engineering, 28: 65–86.

Booth, M.A., Allan, G.L., & Warner-Smith, R. 2000. Effects of grinding, steam conditioning and extru-sion of a practical diet on digestibility and weight gain of silver perch, Bidyanus bidyanus. Aquacul-ture, 182(3-4): 287–299.

Boyd, C.E. 1995. Water Quality In Ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama, USA. 482 pp.Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas air. Yogyakarta: Kanisius, 258 hlm.Gunadi, B., Hary, K., Rita, F, & Lamanto. 2009. Kecernaan pakan dan ekskresi limbah nitrogen pada

pemeliharaan ikan lele (Clarias gariepinus). Laporan Hasil Penelitian TA 2009. Loka Riset Pemuliaandan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamanadi, 7 hlm.

Henken, A.M., Kleingeld, D.W., & Tijssen, P.A.T. 1985. The effect of feeding level on apparent digest-ibility of dietary dry matter, crude protein and gross energy in the African catfish Clarias gariepinus(Burchell, 1822). Aquaculture, 51: l–11.

Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya, 116 hlm.National Research Council [NRC]. 1993. Nutrient Requirements of Fish. Subcommittee on Fish Nutri-

tion, National Research Council. National Academies Press (USA). 124 pp. http://www.nap.edu/cata-log/2115.html

Takeuchi, T. 1988. Laboratory Work – Chemical evaluation of dietary nutrients. p. 179–233. In :Watanabe, T. (Ed.). Fish Nutrition and Mariculture. JICA Textbook, The General Aquaculture Course.Kanagawa International Fisheries Training Centre. Japan International Cooperation Agency (JICA),233 pp.

Thomforde, H.W. & Boyd, C.E. 1991. Effect of aeration on water quality and channel catfish produc-tion. The Israel J. of Aquaculture. Bamidgeh, 43(1) : 3–26.

Usman, Williams, K.C., & Rimmer, M.A. 2007. Digestibility of selected ingredients for tiger grouper,Epinephelus fuscoguttatus. Indonesian Aquaculture J., 2(2): 113–119.