96
Pengertian Kreativitas Pengertian kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai (NACCCE/National Advisory Committee on Creative and Cultural Education, dalam Craft, 2005). Selanjutnya Feldman (dalam Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah: “the achievement of something remarkable and new, something which transforms and changes a field of endeavor in a significant way . . . the kinds of things that people do that change the world.” Menurut Munandar (1985), pengertian kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal- hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas adalah sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru. Rhodes (dalam Munandar, 2009) menganalisis lebih dari 40 pengertian tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person), proses, produk, dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif. Berikut beberapa definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, menurut para pakar: Definisi Pribadi Menurut Hulbeck (dalam Munandar, 2009) Tindakan kreatif merupakan hal muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam “three-facet model of creativity” oleh Stenberg (dalam Munandar, 2009), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis: inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian.

7_Psikologi Kreativitas.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Pengertian Kreativitas

Pengertian kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru

dan bernilai (NACCCE/National Advisory Committee on Creative and Cultural Education,

dalam Craft, 2005). Selanjutnya Feldman (dalam Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas

adalah: “the achievement of something remarkable and new, something which transforms

and changes a field of endeavor in a significant way . . . the kinds of things that people do

that change the world.”

Menurut Munandar (1985), pengertian kreativitas adalah kemampuan untuk

membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil

yang diciptakan tidak selalu hal-hal yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan

(kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam

Clegg, 2008) menyatakan kreativitas adalah sebagai suatu tindakan, ide, atau produk yang

mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.

Rhodes (dalam Munandar, 2009) menganalisis lebih dari 40 pengertian tentang

kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah

pribadi (person), proses, produk, dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke

perilaku kreatif.

Berikut beberapa definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, menurut para pakar:

Definisi Pribadi

Menurut Hulbeck (dalam Munandar, 2009) Tindakan kreatif merupakan hal muncul dari

keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang

lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam “three-facet model of creativity” oleh Stenberg

(dalam Munandar, 2009), yaitu kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga

atribut psikologis: inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian.

Definisi Proses

Definisi proses dikemukakan oleh Torrance (dalam Munandar, 2009) yang pada dasarnya

menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu proses merasakan kesulitan,

permasalahan, kesenjangan, membuat dugaan dan memformulasikan hipotesis, merevisi

dan memeriksa kembali hibgga mengkomunikasikan hasil.

Definisi Produk

Baron (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk

menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (dalam

Munandar, 2009) kreativitas adalah kemampuan membuat kombinasi-kombinasi baru.

Rogers (Munandar,2009) menekankan produk kreatif harus bersifat observable, baru, dan

merupakan kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Definisi Press

Definisi Simpson (dalam Munandar, 2009) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu

kemampuan kreatif dirumuskan sebagai inisiatif yang dihasilkan individu dengan

kemampuannya untuk mendobrak pemikiran yang biasa.

Guilford (dalam Purwanto, 2008) menyatakan bahwa kreativitas merupakan salah

satu operasi mental dalam model struktur intelektual yang dinamakan kemampuan berpikir

divergen.

Oleh karena intelegensi dalam struktur intelektual Guilford mempunyai tiga dimensi yaitu

operasi, bahan dan produk:

Operasi

Proses atau operasi berpikir dalam struktur intelektual Guilford mempunyai lima faktor, yaitu

kognisi, memori, berpikir konvergen, berpikir divergen, dan evaluasi. Dari segi operasi,

kreativitas berpikir adalah kemampuan menghasilkan secara divergen yang merupakan

salah satu operasi mental dalam model struktur intelektual Guilford. Kreativitas melibatkan

berpikir divergen yang merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan

jawaban baru dan tidak biasa. Kemampuan berpikir divergen merupakan kemampuan

berpikir yang mampu menghasilkan jawaban yang bervariasi dari suatu masalah. Dalam

berpikir divergen, pemikiran menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan

mencari variasi. Pemikiran melampaui dari apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan

beberapa jawaban yang mungkin ada untuk suatu masalah, bukan hanya satu penyelesaian

yang benar. Dalam memecahkan masalah, pemikir divergen mengajukan beberapa solusi.

Dengan kemampuan itu, dia mampu menghasilkan sesuatu yang berbeda.

Bahan

Dalam model struktur intelektual Guilford, intelegensi mengolah bahan berupa figural,

simbol, semantik dan perilaku. Proses berpikir divergen hanya mengolah bahan berupa

figural dan simbolik, sehingga kreativitas berpikir mempunyai dua jenis konten yaitu figural

atau visual dan simbolik atau verbal. Menurut Guilford (dalam Purwanto, 2008), tes untuk

mengukur kreativitas berpikir akan berbentuk figural dan simbolik dengan indikator berupa

unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi. Menurut Good dan Brophy (dalam

Purwanto, 2008) kreativitas berpikir merupakan proses berpikir divergen secara figural dan

simbolik untuk menghasilkan enam jenis produk.

Produk

Operasi kemampuan berpikir divergen yang mengolah bahan berupa figural dan simbolik

menghasilkan enam jenis produk yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan

implikasi (Guilford dalam Purwanto, 2008).

Pertama, unit adalah pertanyaan tugas yang dilakukan dengan memberi bahan

dasar yang darinya sebanyak mungkin objek nyata diminta dibuat. Dalam bentuk figural,

pertanyaan dapat dilakukan dengan meminta peserta membuat sebanyak mungkin gambar

objek nyata dari sebuah lingkaran dalam waktu tertentu. Dalam bentuk simbolik,

kemampuan ini diukur dengan meminta peserta membuat sebanyak mungkin kata dengan

aturan tertentu. Misalnya, buatlah sebanyak mungkin kata yang berhuruf awalan P dan

berhuruf akhir m dalam waktu satu menit.

Kedua, kelas adalah kemampuan membuat perubahan dari satu kelas atau golongan

ke kelas atau golongan lain. Secara figural kemampuan ini dapat diukur dengan

memberikan dua atau lebih garis dan meminta peserta membuat kombinasi gambar

sebanyak mungkin. Dalam bentuk simbol, kemampuan ini diukur dengan memasangkan

beberapa hewan atau benda dengan sifat-sifatnya sebanyak mungkin dalam waktu tertentu.

Ketiga, hubungan dilakukan dengan melengkapi struktur dan hubungan dari dua hal.

Misalnya, dari angka 1, 2, 3, 4 dan 5, kombinasikan dengan sebanyak mungkin cara

sehingga hasil jumlahnya 7.

Keempat, sistem melibatkan urutan rasional dari langkah- langkah yang bermakna.

Untuk mengukur kemampuan ini secara figural dapat dilakukan dengan meminta peserta tes

mengorganisasikan beberapa gambar visual sehingga membentuk objek nyata. Misalnya,

dari lingkaran, segi empat dan segi tiga, buatlah sebanyak mungkin gambar yang

merupakan kombinasi ketiga bangun dan berilah nama. Pengukuran secara simbolik dapat

dilakukan dengan meminta peserta tes menyusun kalimat sebanyak mungkin dengan kata-

kata yang ditentukan huruf awalnya. Misalnya, buatlah dalam waktu satu menit sebanyak

mungkin kalimat dengan tiga kata yang huruf awalnya M_ E_ P_.

Kelima, transformasi melibatkan kemampuan mengubah strategi ketika suatu strategi

mengalami jalan buntu. Kemampuan ini dapat diukur dengan meminta peserta

memanipulasi objek yang diberikan kepadanya dengan sebanyak mungkin cara.

Keenam, implikasi adalah kemampuan membuat antisipasi dan prediksi terhadap

keadaan-keadaan tertentu di masa yang akan datang. Implikasi diukur secara figural dengan

misalnya meminta peserta tes membuat dekorasi tambahan atas suatu bangun. Secara

simbolik, kemampuan implikasi diukur misalnya dengan menghadapkan peserta tes dengan

dua persamaan matematika dan memintanya membuat kombinasi sebanyak mungkin dua

persamaan itu dalam persamaan baru.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kreativitas

adalah kemampuan individu untuk mencipta sesuatu baik yang bersifat baru maupun yang

kombinasi, berbeda, unik tergantung dari pengalaman yang diperoleh berbentuk imajinasi

yang menjurus prestasi dan dapat memecahkan masalah secara nyata untuk

mempertahankan cara berpikir yang asli, kritis, serta mengembangkan sebaik mungkin

untuk menciptakan hubungan antara diri individu dan lingkungannya dengan baik.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-kreativitas.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

KREATIVITAS (Identifikasi & Perkembangan Kreativitas)Pengertian Kreativitas

Kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan fakta, informasi atau unsur-unsur yang ada. 

Berpikir kreatif/berpikir divergen adalah kemampuan --- berdasarkan data atau informasi yang tersedia --- menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.

Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain. (Clark Moustatis)

Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers).

Kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya:

1. Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. 

2. Berguna (useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak.

3. Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.  (David Cambell)

4. Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan originalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan” (Munandar, S.C.U., 1977).

Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu yang berkaitan dengan:

1. Kemampuan untuk mengkombinasikan 2. Memecahkan/ menjawab masalah3. Cerminan kemampuan operasional anak kreatif (Utami Munandar: 1992)

Creativity is

The ability to generate innovative ideals and manifest them from thought into reality. 

The process involves original thinking and then producing. The process involves original thinking and then producing.

Ciri Perilaku Kreatif

Perilaku yang tidak biasa (unusual), yang bernilai berdasarkan konvensi atau norma tertentu, dan ditandai oleh originalitas 

Ciri utama Kreativitas: Sikap Kreatif Sikap Kreatif: purpose, values, and a number of personality traits that together

predispose an individual to think ia an independent, flexible, and imaginative way (Davis 1976).

Kreative: Proses yang menghasilkan produk kreatif Kreativitas menghasilkan “KEBAHARUAN” Creativity result not in imitation, but new, original, independent, and imagination way of

thinking about or doing something.

Tahap Proses Kreatif

Menurut Graham Wallas (1926), kreativitas merupakan proses 5 tahap:

1. Preparation (Persiapan) --- Proses pengumpulan informasi dan menginvestasikan masalah. 

2. Incubation (Pengendapan) --- secara tidak sadar memikirkan problem3. Intimation.4. Ilumination (iluminasi) --- menyadari cara-cara baru dalam memecahkan masalah.5. Verification (menguji) --- mengimplementasikan temuan.

Proses kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya Quantum Learning mengalir melalui lima tahap, hatap-tahap tersebut sebagai berikut :

1. Persiapan -- Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan. 2. Inkubasi --- Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran. 3. Iluminasi --- Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan. 4. Verifikasi --- Memastikam apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. 5. Aplikasi ---- Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti solusi tersebut

Proses Kreatif menurut David Cambell urutannya sebagai berikut

1. Persiapan (preparation): meletakan dasar, mempelajari latar belakang masalah, seluk beluk dan problematikanya. Meskipun tidak semua ahli kreatif, namun kebanyakan pencipta adalah ahli. Terobosan gemilang dalam suatu bidang hampir selalu dihasilkan oleh orang-orang yang sudah lama berkecimpung dan lama berpikir dalam bidang itu. 

2. Konsentrasi (concentration): sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi. Orang-orang kreatif biasanya serius, perhatiannya tercurah dan pikirannya terpusat pada hal yang mereka kerjakan.

3. Inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan perkara, istirahat, waktu santai. Sebuah busur tak dapat direntang terus-menerus untuk jangka panjang tanpa bahaya patah. Maka kita perlu melarika diri dari perkara yang sedang kita selesaikan, masalah yang hendak kita pecahkan.

4. Iluminasi: mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, jawaban baru Bagian paling nikmat dalam penciptaan, tahap AHA! Ketika segalanya jelas, hubungan kaitan perkara gambling, dan penerangan untuk pemecahan masalah, jawaban baru tiba-tiba tampak laksana kilat.

5. Verifikasi/ Produksi : memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. Tahap AHA!, betapa pun memuaskan, barulah merupakan akhir dari suatu awal. Masih ada pekerjaan berat yang harus dikerjakan.

Pendekatan-Pendekatan terhadap Studi Kreativitas

Pendekatan Psikodinamika

Kreativitas muncul dari adanya tension antar realita kesadaran dan dorongan ketidaksadaran. 

Ada dua proses terbentuknya kreativitas: regresi adaptif (primer) dan elaborasi (sekunder)

Adaptive regression: the intrusion of unmodulated thought in consciousness, yang muncul selama problem solving, tetapi lebih sering muncul ketika individu sedang melamun, intoksikasi dari obat-obatan, fantasi atau melamun, atau Psikosis.

Elaborasi: The reworking and transformation of primary proccess material throught reality-oriented, ego- controiled thinking. Kemampuan untuk mengembangkan dan memerinci ide.

Pendekatan Psikometri

Kreativitas dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dengan pendekatan psikometris yang menggunakan paper and pencil test. 

Torrance mengembangkan Tests of Creative Thinking, yang didasarkan pada teoriGuilford, yaitu: Divergent Thinking.

Pendekatan Kognitif

Meneliti tentang representasi mental dan proses terjadinya berpikir kreatif.  Ada dua proses dalam berpikir kreatif, yaitu: fase generative dan fase exploratory. Fase genetative: individu mengkonstruksi representasi mental yang mengacu pada

struktur yang telah ada, yang berisi property yang mendorong munculnya temuan kreatif. Fase exploratory: property tersebut digunakan untuk menghasilkan ide-ide kreatif.

Pendekatan Social – Personality

Ada tiga variabel pembentuk kreativitas:  Kepribadian: self-actualization (Rogers), Boldness, courage, freedom, spontaneity, self

acceptance (Maslow). Motivation: Intrinsic motivation, need for order, need for achievement. Lingkungan sosiokultural: role models, resources, competitors.

Pentingnya Kreativitas

Dengan berkreasi individu dapat mengaktualisasikan diri.  Berpikir kreative memungkinkan individu untuk melihat berbagai kemungkinan jawaban

atas penyelesaian masalah (hal ini belum mendapat perhatian dalam dunia pendidikan). Proses kreatif memberi kepuasan kepada seseorang. Proses kreative memungkinkan individu meningkatkan kualitas hidupnya (SCU

Munandar, 1992).

Download File Powerpointnya disini....!!!

Daftar Pustaka

Campbell, David.1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: KanisiusMunandar, Utami. 2002. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.www.psychologymania.com

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/07/kreativitas-identifikasi-perkembangan.html diunduh 17 Mei 2013)

ANAK KREATIFPada dasarnya sifat manusia itu kreatif, namun perlu diasah secara mandalam lagi.

Kreatifitas merupakan kemampuan untuk mencipta atau berkreasi. Dengan memperbanyak

mengasah kemapuan yang dimiliki maka kreatifitas seseorang pun akan teraplikasikan

secara tepat. Dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung agar kekreativan

anak tetap ada.

Kecerdasan dan kreatifitas anak tergantung dari faktor genetik, asupan gizi, dan lingkungan.

Beberapa asupan gizi yang berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan kratifitasan anak

ialah dengan pemberian DHA dan AA. Yang mana DHA dan AA ini sangat diperlukan untuk

pertumbuhan sel otak, neurotrasmiter, reseptor, dan dendrit. Selain itu anak juga

membuthkan vitamin A yang baik untuk mata serta menghindari anak dari rabun senja.

Vitamin D juga dibutuhkan guna meningkatkan efensiensi penyerapan kalsium di usus. Yang

mana tanpa vitamin D usus manusia hanya mampu menyerap 10-15 % kalsium dalam

makanan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan kesehatan, kecerdasan, dan

kreatifitas anak, yaitu:

Gizi (30-40 %) è asupan gizi yang seimbang serta kaya akan DHA dapat

mengoptimalkan tumbuh kembang anak, khususnya otak dan sel syaraf. Adapun

peranan DHA meliputi; menambah jumlah cabang nourotransmiter dan reseptor sel

syaraf, meningkatkan kemampuan belajar anak, meningkatkan kreatifitas anak,

komponenpenting penyusun retina mata anak. 

Lingkungan (10-20 %) è pola asuh yang tepat dan pergaulan yang baik akan

menunjang kecerdasan dan kreatifitas anak.

Berdasarkan penelitian mengenai nourologi Universitas Chicago, mengemukakan bahwa

pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50 %, hingga usia 8

tahun mencapai 80 %. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapat rangsangan

yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.sedangkan pada

usia 18 tahun perkembangan jaringan otak mencapai 100%. Oleh sebab itu, masa kanak-

kanak mulai usia 0-8 tahun disebut masa emas (golden age), yang mana pada masa ini

sangat penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian

terhadap kesehatan anak, penyedian gizi yang cukup, dan pelayanan pedidikan.

Maka melalui proses pembelajaran dengan kegiatan yang menyenngkan bagi anak seperti

dengan bermain, deharapkan dapat merangsang dan memupuk kreativitas anak sesuai

dengan potensi yang dimilikinya untuk dapat dikembangkan sejak dini. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mulyasa (2005:164) bahwa ”proses pembelajaran hakekatnaya untuk

mengembangkan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman

belajar”. Sedangkan menurut Supradi pada intinya kreativitas merupakan kemampuan

seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata

yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya. Dan keberhasilan kreatifitas

menurut Amabile (Munandar, 2004:77) merupakan persimpangan antara keterampilan anak

dalam bidang tertentu, keterampilan berfikir dan bekerja kreatif, dan motivasi intrinsik. 

Cara mempertahankan kreatifitas anak: 

1. Membangun kerpribadian anak dengan modal cinta. Dengan cinta orang tua

dapat menerima anak apa adanya, terlepas dari kekurangan dan kelebihan anak

senara fisik. Karena orang tua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk sama

dengan anak lain. Setiap individu adalah unik, kita dapat membentuk kerpibadian

anak, tetapi bukan menyamakan karakter mereka dengan anak lainnya. Seperti

Salman Al Farizi – penggegas perang parit, Umar bin Khatab – penggagas ketertiban

lau lintas, Abu Bakar Ash Shidiqi – pengagas tegaknya sistem ekonomi islam, dan

lain-lain. 

2. Menumbuhkan dan mengembangkan motivasi. Individu yang memiliki kepribadian

yang kuat cenderung memiliki motivasi yang kuat pula. Namun karena kreatifitas

dimulai dari suatu gagasan yang interaktif, maka dorongan dari luar diperlukan untuk

memunculkan gagasan. Dengan demikian peran orang tua diperlukan dalam hal ini.

Adanya komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan

merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengrkan, dimengerti, didukung,

dilibatkan, dan diterima segala kelemahan dan keterbatasnnya. Hal yang terpenting

dalam memotovai anak agar labih kreatif ialah dengan melakukan sesuatu sekreatif

mungkin dan hindari kesan-kesan rekonstruktif. 

3. Mensistimatisir proses pembentukan anak kreatif. Beberapa hal yang perlu

diperhatiakn oleh orang tua dalam membentuk anak yang kreatif, yaitu: (a) Persiapan

waktu, tempat, fasilitas yang memadai; kira-kira sekitar 5-30 menit setiap harinya

diluangkan waktu untuk mengmbangkan kreatifitas anak. Sedangkan fasilitas

penunjang tidak perlu canggih disesuaikan dengan hal apa yang hendak dicapai. (b)

Mengatur selang seling kegiatan; dengan pengaturan jadwal sedemikian rupa agar

dalam melakukan anak lebih terpola dalam mengerjakan aktifitas, seta memberikan

pola yang beraneka ragam seperti meminta mereka untuk melakukan aktivitas

secara individual, kalompok, kompetitif, serta kooperatif. (c) Menyediakan waktu

khusus untuk anak dalam melakukan aktifitas. (d) Memelihara iklim kreatifitas agar

tetap terpelihara, caranya ialah dengan mengoptimalkan poin-poin yang ingin di

kembangkan eperti pada no 2 untuk mempertahankan kreatifitas anak. 

4. Mengevaluasi hasil kreativitas. Selama ini sering manilai kreatifitas melalui hasil

atau produk yang kreativitas. Padahal sesungguhnya yang terpenting ialah proses

dibandingkan hasilnya. Pentingnya penilaian proses kreativitas, bukan berarti kita

dapat menilai hasil kreativitas itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan namun mesti ada

hal yang mesti diperhatikan, yaitu hendaknya menilai hasil kreativitas tersebut

dengan menggunakan kreativitas anak dan bukan meggunaka persepektif atau

mencetuskan suatu kreatifitas yang tidak lazim. Yang mana setiap kali melakukan

pengevaluasian hasil, sebaiknya selalu memberikan dukungan dan juga penguatan

dan juga sebaliknya jauhi celaan dan hukuman agar anak tetap kreatif.

Semakin banyak pengetahuan yang didapat oleh anak, semakun besar peluang untuk

kreatif. Kreatifitas tidak berhenti pada imajinasi semata, melainkan dalam hal yang

berbentuk tujuan. Orang tua sangat berperan besar dalam memberikan wadah perwujudan

kreatifitas anak, seperti karya seni, musik, ataupun kesempatan anak untuk bercerita dan

mengungkapkannya dalam belajar, yaitu 

1. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik. Menurut Elizabeth

Hurlock, reatifitas merupakan adanya sesuatu yang baru baik dalam bentuk gagasan

atau suatu hasil karya. Dalam kreatifitas yang dapat diciptakan adalah sesuatu yang

baru, berberda dari yang telah ada, dan sifatnaya unik. Keunikan dekat dengan

keaslian (orisinalitas), yaitu kemampuan untuk membuat sesuatu yang orisinil, murni

dari ide anak, serta didukung oleh pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh

anak sebelumnya.

2. Kemapuan untuk mentransformasikan gagasan lama kedalam benuk-bentuk

baru. Jika individu iangn kreatif maka diperlukan pengetahuan yang diterima

sebelum dapat menggunakan dengan cara yang baru dan orisinil. Kreatifitas terlihat

juga pada kemampuan membuat sesuatu yang umum menjadi sesuatu yang khusus,

serta dapat melihat sesuatu dengan cara yang baru.  Pengembangan-

pengembangan ide bisa diawali dengan sesuatu yang sama, sehingga dalam hal ini

dapat terlihat ketika seorang anak dengan anak lainnya mengerjakan tugas yang

sama, tapi menggunakan cara yang berbeda. Ini berarti anak dapat

mengembangkan idenya dengan cara yang lebih kreatif. 

3. Kemampuan untuk mengembangkan imajinasi dan fantasi yang terarah.

Memiliki daya imajinasi yang tinggi merupakan salah satu ukuran kretifitas anak.

Daya imajinasi dapat dikembangkan dengan cara memberikan kebebasan pada

anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif dengan bimbingan dan arahan

orang tua. Imjinasi yang terarah bisa ditumbuhkan dalam permainan yang imajinatif

yang akan membuat dan mendorong anak untuk berfikir dan berkrasi. Sehingga

anak akan terniasa untuk selalu berusaha menghasilkan ide-ide kreatif. 

4. Kemampuan untuk melihat berbagai kemungkinan jawaban terhadap sesuatu

masalah. Cara berfikir yang kreatif ialah dengan memberi kebebasan kapada anak

untuk menjajaki berbagai kemungkinan-kemungkinan jawaban yang benar. Hal ini

dimungkinkan jika adanya kebebasan psikologis pada anak. Anak dibei kebebasan

untuk mengekprsikan secara simbolis pikiran-pikiran tentang perasaaannyaserta

memberikan kapada anak kebebasan dalam berfikir atau merasa sesuai dengan apa

yang ada didalam dirinya. 

5. Adanya rasa iangin tahu yang luas dan mendalam. Anak yang kreatif tidak puas

dengan hanya menerima yang disampaikan orang tua saja tetapi dia akan mencoba

untuk mengtahuinya lebah luas dan mendalam lagi. Hal ini ditandai dengan

seringnya akan bertanya terkain dengan hal-hal yang masih membuatnya bingung, ia

akan mempertanyakan hal itu dengan oang-orang yang ia kenal selain orang

tuanya. 

6. Adanya minat yang luas dan keinginan bereksplorasi. Minat yang luas

ditunjukkan oleh anak yang kreatif dengan adanya kaeinginan untuk mengeksplorasi

hal-hal baru. Adanya tingkat energi, spontanitas, dan pertualangan sering tampak

pada anak yang kreatif. Anak-anak cenderung memiliki keinganan yang besar untuk

mencoba aktifitas-aktifitas baru yang mengasyikan. 

7. Adanya perhatian pada proses, bukan sekedar hasil akhir. Yang lebih

difokuskan dalam pembentukan kreatif anak ialah prosesnya bukan hasilnya. Melalui

proses yang lebih dilihat ialah bagaimana munculnya ide-ide orisinal untuk

melakukan sesuatu, dan tidak terpaku pada satu produk akhir yang menjadi bukti

kreatif anak. 

8. Adanya kesenangna dan kepuasan pribadi dalam melakukan pekerjaan. Anak

akan mendapatkan penghargaan atau pujian yang berpengaruh tehadap

perkembangan pribadinya jika ia basa tampil beda dengan lingkungannya. Anak

akan mersa puas bila dapat menciptakan hal-hal yang beda dari biasa. 

9. Adanya penetahuan awal sebagai modal. Kretifitas muncul pada anak karena

adanya rangsangan dan sesuatu yang telah diperolehnya. 

10. Kepekaan akan keindahan. Anak yang mampu mengekspresikan rasa keindahan

yang timbul oleh suatu benda dengan menciptakan gagasan-gagasan baru terhadap

objek tersebut. 

11. Kemampuan berfikir asosiatif. Berfikir asosiatif berarti mencoba mengaitkan hal-

hal yang berlainan dalam suatu pamahaman tertentu yang akan menumbuhkan

kreatifitas anak. 

12. Kepekaan melihat hal unik dalam lingkungan sekitar dan kehidupan sehari-

hari.Anak-anak yang kreatif sering memporoleh ide-ide dan hal-hal yang ada

disekitarnya. Hal ini karena alam merupakan sumber inspirasi yang tidak ada

habisnya jika digali. 

13. Kemampuan mengungkapkan gagasan. 

14. Kreatifitas anak dapat Kepekaan melihat hal unik dalam lingkungan sekitar dan

kehidupan sehari-hari. Dilihat dari kemampuanya untuk mengungkapkan gagasan

atau bercerita, baik dirumah maupun disekolah. Anak perlu dibiasakan dalam

mengungkapkan ide-idenya yang juga mesti didorong oleh lingkungan sekitarnya,

terutama orang tua.

Referensi

http://andydoanx2525.blog.friendster.com/2008/10/kreativitas-anak

http://www.acehforum.com/search/Mengasah+Kreativitas

http://www.linartara.co.cc/2009/05/anak-sehat-cerdas-kuat-dan-kreatif.html

http://www.indonesiaindonesia.com/f/7927-mensistimatisir-proses-pembentukan-anak-kreatif/

http://www.episentrum.com/artikel/pengembangan-kreativitas-anak-melalui-pembelajaran-kelompok-bermain

http://tabe.host56.com/?Agar_Anak_Tetap_Kreatif

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/anak-kreatif.html diunduh 17 Mei 2013)

KREATIFITAS DAN FAKTOR - FAKTOR YANG TERKAITDalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan suatu

kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Kreativitas manusia

melahirkan pencipta besar yang mewarnai sejarah kehidupan umat manusia dengan karya-karya

spektakulernya. Seperti Bill Gate si raja microsof, JK Rolling dengan novel Harry Poternya, Ary

Ginanjar dengan ESQ (Emotional & Spiritual Question) , penulis Pramudia Anatatur dengan

karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, penyanyi Kris Dayanti, Mely Guslow, Seniman Titik

Puspa, dll. Apa yang mereka ciptakan adalah karya orisinil yang luar biasa dan bermakna,

sehingga orang terkesan dan memburu karyanya.

Kreativitas tidak hanya sekedar keberuntungan tetapi merupakan kerja keras yang

disadari. Kegagalan bagi orang yang kreatif hanyalah merupakan variabel pengganggu untuk

keberhasilan. Dia akan mencoba lagi, dan mencoba lagi hingga berhasil. Orang yang kreatif

menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan yang

memungkinkan, mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Gordon

Dryden (2000: 185) dalam buku Revolusi Cara Belajar mengatakan bahwa ,” Suatu ide adalah

kombinasi baru dari unsur-unsur lama. Tidak ada elemen baru. Yang ada hanyalah kombinasi-

kombinasi baru.”

Orang kreatif yang kami jadikan contoh dalam makalah ini adalah Ary Ginanjar Agustian.

Ia sukses dengan bisnis ESQ-nya. Ia memiliki ide kreatif berawal dari apa yang ia renungkan

tentang teknologi digital yang muncul di era modern ini, setelah ditemukan bilangan biner yaitu

angka nol dan satu sebagai system tranformasi.

Sehingga kehidupan manusia sepenuhnya ditunjang dengan perangkat canggih dan

serba digital. Menurut dia sangat ironis, ketika semua piranti penunjang segala aktivitas manusia

telah begitu canggih dan modern, ternyata mental manusia penggunanya masih analog (baca:

tertinggal). Sehingga dapat dibayangkan banyak ketimpangan di sana-sini. Solusinya sudah

tentu dengan mengimbangi teknologi digital tersebut dengan manusia digital.

Apakah manusia digital itu? Tentunya manusia yang memiliki bilangan biner sebagai

system tranformasi atas potensi spiritualnya, yaitu yang berbasis pada angka nol dan satu.

Menurutnya apabila hal ini terwujud, maka akan lahir sebuah peradaban manusia tertinggi yang

memiliki kemampuan IPTEK DIGITAL dan IMTAK DIGITAL.

Saat itulah generasi emas lahir di bumi. Dari renungan itulah ia membuat paradigma

baru yang mensinergikan science, sufisme, dan psikologi modern secara Qurani dalam satu

kesatuan yang terintegrasi. Ia membahas rasionalitas dunia melalui kacamata spiritual. Selain

buku-bukunya menjadi best seller dalam waktu singkat, trainingnya juga sangat diminati, orang

tidak berpikir tentang harga yang harus mereka bayar tetapi kepuasan dalam layanan dan

makna yang meraka dapatkan dari mengikuti kegiatan ESQ menjadi lebih penting.

Dapatkah manusia menjadi kreatif? Tony Buzan (2003: xix) dalam bukunya yang

berjudul Head First mengatakan bahwa,” Kreativitas dahulu dianggap sebagai ”anugrah yang

ajaib”, yang hanya dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang kita tahu bahwa kecerdasan

merupakan anugrah ajaib yang dimiliki semua orang. Menguraikan kekuatan kecerdasan kreatif

hanyalah masalah memahami bagaimana melakukannya.”

Sebagai manusia kita harus menyadari bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk

mengembangkan apa yang dianugrahkan kepadanya. Ary Ginanjar (2002: 139) dalam bukunya

ESQ mengatakan bahwa,” Dalam God Spot (titik tuhan) bersemayam dorongan (drive) seperti

mencipta, kreatif, inovatif,dll. milik Tuhan. … Tetapi potensi-potensi dahsyat spiritual manusia itu

sering kali tertutup atau ter”cover”. Itulah yang dimaksud tertutup atau terbelenggu, yakni ketika

manusia menutupi dirinya sendiri.

Meningkatkan kreativitas merupakan bagian integral dari kebanyakan program untuk

anak berbakat. Jika kita tinjau program atau sasaran belajar siswa, kreativitas biasanya disebut

sebagai prioritas, kreativitas memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan

teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia.

Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian

kreativitas sebagai sifat yang diturunkan/ diwariskan oleh orang yang berbakat luar biasa atau

genius. Kreativitas, disamping bermakna baik untuk pengembangan diri maupun untuk

pembangunan masyarakat juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu

kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia

(Maslow, 1968).

Dalam GBHN 1993 dinyatakan bahwa pengembangan kreativitas (daya cipta)

hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu dilingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan

pertama dan dalam pendidikan pra sekolah. Kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan

ditingkatkan, disamping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang

pembangunan.

Sebagai Negara berkembang Indonesia sangat membutuhkan tenaga-tenaga kreatif

yang mampu memberikan sumbangan bermakna kepada ilmu pengetahuan, teknologi, dan

kesenian, serta kepada kesejahteraan bangsa pada umumnya. Sehubungan dengan ini

pendidikan hendaknya tertuju pada pengembangan kreativitas peserta didik agar kelak dapat

memenuhi kebutuhan pribadi, masyarakat, dan Negara.

Berdasarkan uraian di atas dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian

kreativitas, kreativitas sebagai multi kecerdasan, delapan kecerdasan Gardner, proses

kreativitas, ciri-ciri kreativitas, dan kiat-kiat menjadi kreatif.

PENGERTIAN KREATIF MENURUT PARA AHLI

Banyak buku yang membahas kreativitas, kelompok kami akan menyampaikan beberapa

pendapat para ahli tentang kreativitas.

1. Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta atau daya cipta. (K B B I) 

2. Kreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas

individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan

dengan orang lain. (Clark Moustatis) 

3. Kreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya

dalam pemecahan masalah. (Conny R. Semiawan). 

4. Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi,

dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk

mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme (Rogers). 

5. Kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: (1)

Baru  (novel):inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. (2)

Berguna(useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong,

mengembangkan, memdidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi

kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. (3) Dapat

dimengerti(understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain

waktu. (David Cambell)

Dari beberapa uraian definisi di atas dapat dikemukakan bahwa kreativitas pada intinya

merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan

maupun karya nyata, baik dalam bentuk cirri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya

baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda

dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga tekanan kemampuan yaitu yang berkaitan

dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan/ menjawab masalah, dan

cerminan kemampuan operasional anak kreatif  (Utami Munandar: 1992)

Teori Pembentukan Pribadi Kreatif 

1. Teori Psikoanalisa memandang kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang

biasanya dimulai sejak di masa anak-anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang

yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan

gagasan-gagasan yang disadari dan yang tidak disadari bercampur menjadi pemecahan

inovatif dari trauma. Sigmund Freud: Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme

pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai

ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Sehingga biasanya

mekanisme pertahanan merintangi produktivitas kreatif. Meskipun kebanyakan

mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif, namun justru mekanisme

sublimasi justru merupakan penyebab utama dari kreativitas. 

2. Teori Humanistik lebih menekankan kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis

tingkat tinggi. Dan kreativitas dapat berkembang selama hidup dan tidak terbatas pada

usia lima tahun pertama. Abraham Maslow: Ia menekankan bahwa manusia

mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan-

kebutuhan itu, diwujudkan Maslow sebagai hirarki kebutuhan manusia, dari yang

terendah hingga yang tertinggi. Carl Rogers: Ia menjelaskan ada 3 kondisi dari pribadi

yang kreatif, adalah keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan untuk menilai

situasi sesuai dengan Patoka pribadi seseorang, kemampuan untuk bereksperiman atau

untuk ‘bermain’ dengan konsep-konsep. 

3. Teori Cziksentmihalyi

Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah :

1. Predisposisi genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang system sensorisnya

peka terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah

menjadi pemusik. 

2. Minat pada usia dini pada ranah tertentu. Minat menyebabkan seseorang terlibat secara

mendalam terhadap ranah tertentu, sehingga mencapai kemahiran dan keunggulan

kreativitas. 

3. Akses terhadap suatu bidang. Adanya sarana dan prasarana serta adanya

pembina/mentor dalam bidang yang diminati sangat membantu pengembangan bakat.

KREATIFITAS SEBAGAI MULTI KECERDASAN

Proses pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri atau

otak kanan . Pemecahan masalah adalah kombinasi dari pemikiran logis dan kreatif.

Secara umum, otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata,

matematika, dan urutan – yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan berurusan dengan

irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi—yang disebut dengan aktivitas kreatif.

Bagan Proses Pimikiran Otak

Otak Kiri Otak Kanan

Vertikal

Kritis

Strategis

Analistis

Lateral

Hasil

Kreatif

Keterangan: 

Berpikir Vertikal. Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan

Anda, seolah-olah Anda sedang menaiki tangga. 

Berpikir Lateral. Melihat permasalahan Anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah

melompat dari satu tangga ke tangga lainnya. 

Berpikir Kritis. Berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti

menilai kelayakan suatu gagasan atau produk. 

Berpikir Analitis. Suatu proses memecahkan masalah atau gagasan Anda menjadi

bagian-bagian. Menguji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling

cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat

dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.

Berpikir Strategis. Mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah

operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin. 

Berpikir tentang Hasil. Meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.

Berpikir Kreatif. Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan

kombinasi dari semua proses.

Delapan Kecerdasan Gardner

Gardner dengan “Teori Multi Kecerdasan” mengatakan bahwa , “ IQ tidak boleh dianggap

sebagai gambaran mutlak, suatu entitas tunggal yang tetap yang bisa diukur dengan tes

menggunakan pensil dan kertas. Ungkapan yang tepat adalah bukan seberapa cerdas Anda,

tetapi bagaimana Anda menjadi cerdas”. (2002: 58)

Setiap orang memiliki beberapa tipe kecerdasan. Gardner mendifinisikan kecerdasan adalah

kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam

satu latar belakang budaya atau lebih. Dengan kata lain kecerdasan dapat bervariasi menurut

konteknya. Dalam bukunya Frames of Mind Gardner menawarkan delapan jenis kecerdasan

manusia, sebagai berikut:

1. Kecerdasan Linguistik (Bahasa). Kemampuan membaca, menulis,dan berkomunikasi

dengan kata-kata atau bahasa. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistic adalah

penuulis, jurnalis, penyair, orator, dan pelawak. 

2. Kecerdasan Logis-Matematis. Kemanpuan berpikir (bernalar) dan menghitung, berpikir

logis dan sistematis. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri

insinyur, ilmuwan, ekomon, akuntan, detektif, dan para anggota profesi hukum. 

3. Kecerdasan Visual-Spasial. Kemampuan berpikir menggunakan gambar,

memvisualisasikan hasil masa depan. Membayangkan berbagai hal pada mata pikiran

Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman,

pemahat, pelaut , fotografer, dan perencara strategis. 

4. Kecerdasan Musikal. Kemampuan menggubah atau mencipta musik, dapat menyanyi

dengan baik, dapat memahami atau memainkan musik, serta menjaga ritme. Ini adalah

bakat yang dimiliki oleh para musisi, composer, perekayasa rekaman 

5. Kecerdasan Kinestik-Tubuh. Kemampuan menggunakan tubuh Anda secara terampil

untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan

emosi. Kemampuan ini dimiliki oleh para atlet, seniman tari atau akting atau dalam

bidang banguan atau konstruksi. 

6. Kecerdasan Interpersonal (social). Kemampuan bekerja secara efektif dengan orang

lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian,

memeperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh

para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, polisi, pemuka agama, dan waralaba. 

7. Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan menganalis-diri dan merenungkan-diri, mampu

merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku

seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun

tujuan yang hendak dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki

oleh para filosof, penyuluh , pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap

bidang.

Pada tahun 1996, Gardner memutuskan untuk menambahkan satu jenis kecerdasan kedelapan

(yaitu kecerdasan naturalis), dan kendatipun banyak pendapat yang menentang, ada godaan

untuk menambahkan yang kesembilan, yaitu kecerdasan spiritual.

8.  Kecerdasan Naturalis. Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-

pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif-

misalnya berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.

Kecerdasan hanyalah sehimpunan kemampuan dan keterampilan. Manusia dapat

mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan dengan belajar menggunakan kemampuannya

secara penuh.

Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini mengungkapkan kepada kita bahwa

ada “banyak jendela menuju satu ruangan yang sama” di mana subjek-subjek pelajaran dapat

didekati dari berbagai prespektif. Dan ketika orang mampu menggunakan bentuk-bentuk

kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan

menyenangkan.

FAKTOR – FAKTOR YANG TERKAIT DENGAN KREATIVITAS

Kreativitas dalam perkembangannya sangat sangat terkait dengan empat aspek, yaitu: 

1. Aspek Pribadi. Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi pribadi yang

unik dengan lingkungannya. 

2. Aspek Pendorong. Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya

memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungan. 

3. Aspek Proses. Ditinjau sebagai proses, menurut Torrance (1988) kreativitas adalah

proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang

kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian

mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyaipaikan hasil-hasilnya. 

4. Aspek Produk. Definisi produk kreativitas menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari

proses kreativitas adalah sesuatu yang baru, orisinil, dan bermakna.Kreativitas tidak

timbul serta-merta, tetapi melalui proses.

PROSES KREATIF

Proses kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam

bukunyaQuantum Learning mengalir melalui lima tahap, hatap-tahap tersebut sebagai berikut :

Persiapan , Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.

Inkubasi , Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.

Iluminasi, Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/kreatifitas-dan-faktor-faktor-yang.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas. Kreativitas dimiliki oleh setiap orang meskipun dalam derajat dan bentuk yang berbeda. Kreativitas harus dipupuk dan diingkatkan karena jika dibiarkan saja maka bakat tidak akan berkembang bahkan bisa terpendam dan tidak dapat terwujud.

Tumbuh dan berkembangnya kreasi diciptakan oleh individu, dipengaruhi oleh kebudayaan serta dari masyarakat dimana individu itu hidup dan bekerja. Tumbuh dan berkembangnya kreativitas dipengaruhi pula oleh banyak faktor terutama adalah karakter yang kuat, kecerdasan yang cukup dan lingkungan kultural yang mendukung.

Munandar (2009) menyebutkan bahwa perkembangan kreativitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 

1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual.

Penelitian menunjukkan bahwa bukan hanya faktor-faktor non-kognitif seperti sifat, sikap, minat dan temperamen yang turut menentukan produksi lintas kreatif. Selain itu latihan dan pengembangan aspek non-kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu, mengambil resiko, usaha meningkatkan minat dan motivasi berkreasi, pandai memanfaatkan waktu serta kepercayaan diri dan harga diri akan sangat menentukan kreativitas (Munandar, 2009).

Menurut Rogers (dalam Munandar, 2009), faktor-faktor yang dapat mendorong terwujudnya kreativitas individu diantaranya:

Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)

Menurut Roger (dalam Munandar, 2009) setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya (Rogers dalam Munandar, 2009). Hal ini juga didukung oleh pendapat Munandar (2009) yang menyatakan individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan. Menurut Rogers (dalam Zulkarnain, 2002), kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya: 

1. Keterbukaan terhadap pengalaman2. Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang

(internal locus of evaluation)3. Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep- konsep.

Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)

Munandar (2009) mengemukakan bahwa lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu.

Rogers (dalam Munandar, 2009) menyatakan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas ditandai dengan adanya:

Keamanan psikologis

Keamanan psikologis dapat terbentuk melalui 3 proses yang saling berhubungan, yaitu: 

1. Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.

2. Mengusahakan suasana yang didalamnya tidak terdapat evaluasi eksternal (atau sekurang-kurangnya tidak bersifat atau mempunyai efek mengancam.

3. Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati perasaan, pemikiran, tindakan individu, dan mampu melihat dari sudut pandang mereka dan menerimanya.

Kebebasan psikologis

Lingkungan yang bebas secara psikologis, memberikan kesempatan kepada individu untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya.

Menurut Hurlock (dalam Munandar, 2009) kepribadian merupakan faktor yang penting bagi pengembangan kreativitas. tindakan kreativitas muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungan. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat berbagai faktor lainnya yang dapat menyebabkan munculnya variasi atau perbedaan kreativitas yang dimiliki individu, yang menurut Hurlock (1993) yaitu:

Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

Status sosial ekonomi

Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif daripada anak yang berasal dari sosial ekonomi kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

Urutan kelahiran

Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, lahir belakangan dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.

Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar, cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosioekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

Lingkungan kota vs lingkungan pedesaan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak lingkungan pedesaan.

Inteligensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

Stenberg (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara 3 atribut psikologis yaitu, inteligensi, gaya kognitif dan kepribadian.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses kreativitas seseorang, dari luar diri individu seperti hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan dari dalam diri individu seperti pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan .

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas antara lain faktor kebebasan berpikir, penilaian, kecerdasan, minat terhadap fantasi, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, waktu, penghargaan terhadap fantasi, intellegensi, pola pikir, paradigma, keyakinan, ketakutan, motivasi dan kebiasaan, hambatan sosial, organisasi dan kepemimpinan, kepribadian dan tidak kalah pentingnya adalah lingkungan keluarga dan masyarakat. Selain itu potensi kreatif pada semua orang tergantung bagaimana cara mengembangkannya secara optimal agar tidak terhambat dan bisa berkembang dengan baik.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Faktor-faktor yang Menghambat Kreativitas

Faktor-faktor yang menghambat kreativitas adalah hal-hal yang membuat tindakan kreatif tidak bisa dimunculkan. Faktor penghambat krativitas ini, bahkan bisa membunuh kreativitas, jika faktor penghambat tersebut tidak disingkirkan.

Menurut Munandar (2009) terdapat beberapa hal yang dapat menghambat pengembangan kreativitas yaitu:

1. Evaluasi, menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi.

2. Hadiah, pemberian hadiah dapat merubah motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.

3. Persaingan (kompetisi), persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain dan bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini dapat mematikan kreativitas.

4. Lingkungan yang membatasi

Kendala lain yang juga diungkapkan oleh Munandar, yang merupakan faktor yang menghambat kreativitas, yaitu:

Kendala dari rumah

Menurut Amabile (dalam Munandar, 2009) lingkungan keluarga dapat menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat pembunuh kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi dan pilihan atau lingkungan yang terbatas.

Kendala dari sekolah

Ada beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas antara lain:

1. Sikap guru, tingkat motivasi instrinsik akan rendah jika guru terlalu banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru member lebih banyak otonomi.

2. Belajar dengan hafalan mekanis, hal ini dapat menghambat perkembangan kreativitas siswa karena materi pelajaran hanya cocok untuk menjawab soal pilihan ganda bikan penalaran.

3. Kegagalan, semua siswa pernah mengalami kegagalan dalam kegagalan mereka tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas.

4. Tekanan akan konformitas, anak-anak usia sekolah dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas.

5. Sistem sekolah, bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan kreativitas yang tinggi sekolah bisa sangat membosankan.

Kendala konseptual

Adams (dalam Munandar, 2009) menggunakan istilah conceptual blocks yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Kendala itu memiliki dua sifat yaitu eksternal dan internal.

Kendala yang bersifat eksternal antara lain:

Kendala kultural

Kendala kultural, menurut Adams (Munandar, 2009) ada beberapa contoh kendala kultural yaitu:

Berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu. Suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak. Kita harus berpikir logis, kritis, analitis dan tidak mengandalkan pada

perasaan dan firasat. Setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan dengan uang

yang banyak. Ketertarikan pada tradisi. Adanya atau berlakunya tabu.

Kendala lingkungan dekat

Kendala lingkungan dekat (fisik dan sosial), contoh kendala lingkungan dekat:

Kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota keluarga atau antara teman sejawat.

Majikan (orang tua) yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ide- ide bawahannya (anak).

Ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan. Gangguan lingkungan, keributan atau kegelisahan. Kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.

Kendala yang bersifat internal antara lain:

Kendala perceptual

Kendala perceptual, kendala perceptual dapat berupa:

Kesulitan untuk mengisolasi masalah. Kecenderungan untuk terlalu membatasi masalah. Ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip memberi

label terlalu dini. Kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan.

Ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.

Kendala emosional

Kendala emosional, kendala ini mewarnai dan membatasi bagaimana kita melihat, dan bagaimana kita berpikir tentang suatu masalah. Sebagai contoh:

Tidak adanya tantangan, masalah tersebut tidak menarik perhatian kita. Semangat yang berlebih, terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil, hanya

dapat melihat satu jalan untuk diikuti. Takut membuat kesalahan, takut gagal, takut mengambil resiko. Tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity) kebutuhan yang

berlebih akan keteraturan dan keamanan. Lebih suka menilai gagasan, daripada member gagasan. Tidak dapat rileks atau berinkubasi.

Kendala imajinasi

Kendala imajinasi, hal ini menghalangi kebebasan dalam menjajaki dan memanipulasi gagasan-gagasan. Contoh:

Pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak sadar. Tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi. Ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari fantasi.

Kendala intelektual

Kendala intelektual, hal ini timbul bila informasi dihimpun atau dirumuskan secra tidak benar. Contoh:

Kurang informasi atau informasi yang salah. Tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah. Perumusan masalah tidak tepat.

Kendala dalam ungkapan

Kendala dalam ungkapan, misalnya:

Keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan. Kelambatan dalam ungkapan secara tertulis.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menghambat kreativitas terdiri dari kendala dari rumah, kendala dari sekolah dan kendala konseptual.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/faktor-faktor-yang-menghambat.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Aspek-aspek Kreativitas

Kreativitas bisa di lihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek kreativitas adalah komponen-komponen penyusun tindakan kreatif. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi-potensi untuk kreatif, tergantung bagaimana mengembangkan dan menumbuhkan potensi kreatif tersebut. Ciri individu yang kreatif menurut pendapat para ahli psikologi antara lain adalah imajinatif, mempunyai inisiatif, mempunyai minat luas, bebas dalam berpikir, rasa ingin tahu yang kuat, ingin mendapat pengalaman baru, penuh semangat dan energik, percaya diri, bersedia mengambil resiko serta berani dalam pendapat dan memiliki keyakinan diri. (Munandar, 2009).

Perbedaan ciri sifat antara individu satu dengan yang lain akan meyebabkan perbedaan cara penyesuaian terhadap lingkungan, misalnya cara pemecahan masalah. Pada individu yang kreatif akan tampak beberapa ciri sifat yang berbeda dibanding individu yang kurang kreatif, yang pada prinsipnya akan menunjukkan individualitas yang kuat. Ciri sifat tersebut diantaranya adalah sifat mandiri, keberanian mengambil resiko, minat yang luas serta dorongan ingin tahu yang kuat.

Dalam kreativitas banyak aspek yang berpengaruh dalam mengembangkan kreativitas yang juga dapat membedakan antara individu satu dengan yang lainnya, seperti yang di kemukakan menurut Guilford (Munandar, 2009; Kauffman & Stenberg, 2006) meliputi ciri-ciri aptitude dan non-aptitude.

Ciri-ciri aptitude yaitu ciri yang berhubungan dengan kognisi atau proses berpikir:

1. Fluency, yaitu kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas.

2. Flexibility, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam cara dalam mengatasi masalah, kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.

3. Originality, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau asli.

4. Elaborasi, adalah kemampuan untuk melakukan hal yang detail. Untuk melihat gagasan atau detail yang nampak pada objek (respon) disamping gagasan pokok yang muncul, kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Ciri-ciri non-aptitude yaitu ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam berbuat sesuatu:

1. Rasa ingin tahu2. Bersifat imajinatif3. Merasa tertantang oleh kemajemukan4. Berani mengambil risiko5. Sifat menghargai.

Menurut Ellis dan Hunt, Woolfolk dan Nicolich, Good dan Brophy, Winkel dan Rakhmat, kreativitas diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas adalah skor gabungan dari ketiga unsur tersebut (Purwanto,, 2008).

Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat.Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin.

Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga kesesuaian jawaban dengan masalahnya Menurut Ellis dan Hunt (dalam Purwanto, 2008), kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan.

Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru. Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 2008), keluwesan dapat mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh Ellis dan Hunt (dalam Purwanto, 2008) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu, keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan.

Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang

diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2008), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (dalam Purwanto, 2008) memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang diberikan oleh 5% dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya diberikan oleh 1% dari kelompok bersifat unik (Purwanto, 2008). Munandar (1999) mengungkapkan bahwa kriteria orisinalitas setidaknya diberikan oleh lebih sedikit dari 9% persen jumlah subjek penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas, aspek-aspek kreativitas yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian), dan elaboration (elaborasi).

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/aspek-aspek-kreativitas.html diunduh Jum;at, 17 Mei 2013)

Ciri-ciri Kreativitas

Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri kreativitas antara lain:

Kelancaran berpikir (fluency of thinking)

Kelancaran berpikir yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari

pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berpikir, yang ditekankan adalah

kuantitas, dan bukan kualitas.

Keluwesan Berpikir

Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide,

jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah

dari sudut pandang yang berbeda- beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda,

serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang

yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir. Mereka dengan mudah dapat

meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikannya dengan cara berpikir yang baru.

Elaborasi

Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan

menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi

sehingga menjadi lebih menarik.

Originalitas

Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau

kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/ciri-ciri-kreativitas.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Tahap-tahap Perkembangan Kreativitas

Menurut Cropley (1999), terdapat 3 tahap perkembangan kreativitas diantaranya:

Tahap prekonvensional (Preconventional phase)

Tahap ini terjadi pada usia 6–8 tahun. Pada tahap ini, individu menunjukkan spontanitas dan

emosional dalam menghasilkan suatu karya, yang kemudian mengarah kepada hasil yang

aestetik dan menyenangkan. Individu menghasilkan sesuatu yang baru tanpa

memperhatikan aturan dan batasan dari luar.

Tahap konvensional (Conventional phase)

Tahap ini berlangsung pada usia 9–12 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir seseorang

dibatasi oleh aturan-aturan yang ada sehingga karya yang dihasilkan menjadi kaku. Selain

itu, pada tahap ini kemampuan kritis dan evaluatif juga berkembang.

Tahap poskonvensional (Postconventional phase)

Tahap ini berlangsung pada usia 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, individu sudah

mampu menghasilkan karya-karya baru yang telah disesuaikan dengan batasan-batasan

eksternal dan nilai-nilai konvensional yang ada di lingkungan.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/tahap-tahap-perkembangan-kreativitas.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Hakikat Kreativitas Siswa

Kreativitas merupakan kemampuan interaksi antara individu dan lingkungannya. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Dengan demikian perubahan di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas.

Khabibah (2006 : 9) menyatakan bahwa salah satu konsep yang amat penting dalam bidang kreativitas adalah hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Abraham Maslaw dan Carl (dalam Khabibah, 2006) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengaktualisasi dirinya apabila seseorang menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya. Menurut Maslaw aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, yaitu suatu potensial yang ada pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi sering hilang, terlambat atau terpendam dalam proses pembudayaan. Jadi kreativitas selain sebagai suatu proses dapat juga dipandang sebagai suatu produk, seperti yang dijelaskan oleh Maslaw di atas.

Kreativitas sebagai produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, bukan merupakan akumulasi ketrampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, akan tetapi ketrampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif yang memang sudah ada di dalam dirinya (Wodfok, 2003 dalam www.depdiknas.go.id).

Kreativitas adalah sebuah proses dan produk

Kreativitas sebagai Proses 

Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock, 1978)

Proses kreatif sebagai “munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak” (Rogers, 1982). Penekanan pada: Aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan dan aspek interaksi antara individu dan lingkungannya/kebudayaannya

Kreativitas adalah suatu proses upaya manusia atau bangsa untuk membangun dirinya dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembangunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik (Alvian, 1983).

Krativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir (Munandar, 1977).

Guilford (1986) menekankan perbedaan berfikir divergen ( disebut juga berfikir kreatif) dan berpikir konvergen. Berfikir Divergen: bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan/ masalah. Berfikir Konvergen: sebaliknya berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah. Dalam pendidikan formal pada umumnya menekankan berfikir konvergen dan kurang memikirkan berfikir divergen. Torrance (1979) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi jangan tergantung timbulnya inspirasi

Kreativitas sebagai Produk 

Kreativitas sebagai kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kecuali unsur baru, juga terkandung peran faktor lingkungan dan waktu

(masa). Produk baru dapat disebut karya kreatif jika mendapatkan pengakuan (penghargaan) oleh masyarakat pada waktu tertentu (Stein, 1963). Namun menurut ahli lain pertama-tama bukan suatu karya kreatif bermakna bagi umum, tetapi terutama bagi si pencipta sendiri.

Kreativitas atau daya kreasi itu dalam masyarakat yang progresif dihargai sedemikian tingginya dan dianggap begitu penting sehingga untuk memupuk dan mengembangkannya dibentuk laboratorium atau bengkel-bengkel khusus yang tersedia tempat, waktu dan fasilitas yang diperlukan (Selo 1983).

Gie (Khabibah, 2006) juga memberikan batasan tentang pemikiran kreatif. Menurut Gie, pemikiran kreatif adalah ”Suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh orang dengan menggunakan budinya untuk menciptakan buah pikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman dan pengetahuan”. Menurut Khabibah (2006 : 10) definisi tersebut kurang tepat karena mendefinisikan ”pemikiran” dengan ”tindakan”. Definisi tersebut akan tepat jika istilah ”tindakan” diganti dengan istilah ”aktivitas”.

Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan menyampaikan gagasan, melakukan aktivitas, mengubah pola pikir, pemecahan masalah atau mengembangkan konsep baru dengan cara-cara tidak konvensional, atau dapat dilakukan tidak hanya terfokus pada satu cara saja. Oleh karena itu, dalamhttp://www.depdiknas.go.id/jurnal/29/faktor.htm disebutkan aspek-aspek kreativitas, antara lain: (1) memiliki daya imajinasi kuat; (2) memiliki banyak inisiatif; (3) memiliki energi besar; (4) orientasi jangka panjang; (5) memiliki sikap tegas; (6) memiliki minat luas; (7) mempunyai sifat ingin tahu; (8) berani mengambil resiko; (9) berani berpendapat; dan (10) memiliki rasa percaya diri.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/hakikat-kreativitas-siswa.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Pengaruh Sikap Orangtua Terhadap Kreativitas Anak

Sikap orang tua sangat mempengaruhi krea tivitas anak. Orang tua, adalah individu yang secara intens berhubungan dengan anak, akan menjadi model bagi anak. Selain itu, sikap orang tua terhadap perkembangan kreativitas anak juga memegang peranan penting.

Sikap orang tua disini akan dibedakan antara sikap orang tua yang menunjang dan yang tidak menunjang pengembangan kreatif anak.

Sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak

Munandar (1999) menjelaskan bahwa dari berbagai penelitian diperoleh hasil, bahwa sikap orang tua yang memupuk kreativitas anak, ialah:

1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya.2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal.3. Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.4. Mendorong kemelitan anak, untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak

hal.5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba

dilakukan, dan apa yang dihasilkan.6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak.7. Menikmati keberadaannya bersama anak.8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak.9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja.10. Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak.

Sikap orang tua yang tidak menunjang kreativitas anak

Menurut Munandar (1999), sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak ialah:

1. Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah.2. Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua.3. Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua.4. Tidak memperbolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang

mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak.

5. Anak tidak boleh berisik.6. Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak.7. Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas.8. Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak.9. Orang tua tidak sabar dengan anak.10. Orang tua dan anak adu kekerasan.11. Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/pengaruh-sikap-orangtua-terhadap.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Kondisi Yang Meningkatkan Kreativitas

Ada kondisi tertentu yang dapat meningkatkan kreativitas. Kondisi-kondisi ini

mendukung individu untuk tetap berkreasi tanpa ada hambatan. Kondisi-kondisi yang

meningkatkan kreativitas ini akan mendukung jiwa kreatif yang dimiliki seseorang.

Menurut Santrock (2007), kondisi yang meningkatkan kreativitas adalah sebagai

beriikut:

Waktu

Untuk menjadi kreatif, kegiatan anak seharusnya jangan diatur sedemikian rupa sehingga

hanya sedikit waktu bebas bagi merek auntuk bermain-main dengan gagasan-gagasan dan

konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinal.

Kesempatan

Menyendiri Hanya apabila tidak mendapat tekanan cari kelompok sosial, anak dapat

menjadi kreatif. Anak menyendiri untuk mengembangkan kehidupan imajinatif yang kaya.

Dorongan

Terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa, mereka harus

didorong untuk kreatif dan bebas dari ejekan dan kritik yang seringkali dilontarkan pada

anak yang kreatif.

Sarana

Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang

dorongan eksperimentasi dan eksplorasi, yang merupakan unsur penting dari semua

kreativitas.

Lingkungan yang merangsang

Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas dengan memberikan

bimbingan dan dorongan untuk menggunakan saran yang akan mendorong kreativitas. Ini

harus dilakukan sedini mungkin sejak masa bayi dan dilanjutkan hingga masa sekolah

dengan menjadikan kreativitas suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara

sosial.

Hubungan orang tua – anak yang tidak posesif

Orang tua yang tidak terlalu melindungi atau terlalu posesif terhadap anak, mendorong anak

untuk mandi dan percaya diri, dua kualitas yang sangat mendukung kreativitas.

Cara mendidik anak

Mendidik anak secara demokratis dan permisif di rumah dan sekolah meningkatkan

kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkannya.

Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan

Kreativitas tidak muncul dalam kehampaan. Semakin banyak pengetahuan yang dapat

diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/kondisi-yang-meningkatkan-kreativitas.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Cara Membimbing Kreativitas Anak

Membimbing kreativitas anak adalah tugas dan tanggung jawab utama orangtua.

Cara membimbing kreativitas anak harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak

dengan anak itu sendiri. Jadi cara membimbing kreativitas anak membutuhkan orangtua dan

pengasuh yang cerdas dan kreatif melihat situasi dan kondisi anak.

Menurut Santrock (2007), cara membimbing kreativitas anak adalah sebagai berikut:

Membuat anak terlibat dalam brainstorming dan memunculkan sebanyak mungkin ide

Brainstorming adalah suatu teknik dimana anak diajak terlibat untuk memunculkan ide-ide

kreatif yang baru dalam sebuah kelompok, menyoroti ide-ide orang lain, dan mengatakan

secara praktis apapun yang muncul dalam pikiran. Akan tetapi, banyak anak lebih kreatif jika

bekerja sendiri. Sebuah riset modern tentang brainstorming menyimpulkan bahwa bagi

banyak individu, bekerja seorang diri dapat memunculkan lebih banyak ide yang lebih baik

dibandingkan ketika bekerja dalam kelompok. Satu alasan untuk hal ini bahwa dalam

kelompok, beberapa individu akan bermalas-malasan sedangkan yang lain memikirkan

hampir semua pemikiran kreatif tersebut. Meskipun demikian, tetap ada banyak keuntungan

dalam brainstorming, seperti dalam pembentukan tim yang penggunaan brainstorming ini.

Anak-anak lazimnya diminta untuk tidak mengkritik ide-ide orang lain setidaknya sampai sesi

brainstorming selesai. Dalam kelompok ataupun perseorangan, strategi kreativitas yang baik

adalah memunculkan sebanyak mungkin ide-ide baru. Semakin banyak ide- ide baru yang

dimunculkan anak, semakin baik kesempatan mereka dalam menciptakan sesuatu yang

unik. Anak-anak kreatif tidak takut gagal atau melakukan sesuatu yang salah.

Menyediakan lingkungan yang menstimulasi kreativitas anak

Banyak suasana lingkungan memelihara munculnya kreativitas, namun banyak pula yang

menekannya. Orang-orang yang mendorong kreativitas anak seringkali bertumpu pada

keingintahuan alami anak. Mereka menyediakan latihan-latihan dan aktivitas yang

menstimulasi anak untuk menemukan pemecahan-pemecahan mendalam terhadap

masalah, alih-alih menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban hafalan.

Jangan mengontrol secara berlebihan

Apabila dalam Santrock mengatakan, bahwa memberitahu anak bagaimana melakukan

sesuatu secara tepat atau persis akan membuat anak merasa bahwa keaslian adalah

kesalahan dan eksplorasi berarti membuang-buang waktu. Orang dewasa dapat

mengurangi tindakan merusak keingintahuan alami anak jika mereka membiarkan anak

memilih minat-minat mereka sendiri dan mendukung minat tersebut. Ketika anak berada

dalam pengawasan yang konstan, kreativitas mereka beresiko menyusut dan semangat

petualangan mereka menurun.

Mendorong motivasi internal

Penggunaan hadiah yang berlebihan seperti medali, atau mainan dapat melumpuhkan

kreativitas dengan meruntuhkan kepuasan intrinsik yang diperoleh anak dari berkreasi.

Motivasi yang menggerakkan anak kreatif berupa kepuasan yang muncul dari hasil kerja itu

sendiri. Kompetisi memperebutkan hadiah dan evaluasi formal seringkali melumpuhkan

intrinsik dan kreativitas.

Kenalkan anak dengan orang-orang kreatif

Pikirkan tentang identitas orang-orang paling kreatif di komunitas anda. Guru-guru dapat

mengundang orang-orang ini ke kelas dan meminta mereka mendiskripsikan apa yang

membantu mereka menjadi kreatif atau mendemonstrasikan keahlian kreatif mereka.

Penulis, penyair, musisi, ilmuwan, dan beragam tokoh kreatif yang lain dapat memberikan

dukungan dan hasil karya mereka kelas, mengubah ruang kelas menjadi arena

menstimulasi kreativitas anak.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/cara-membimbing-kreativitas-anak.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Sikap Sosial Yang Tidak Menguntungkan Perkembangan Kreativitas

Faktor sosial yang sering menghalangi perkembangan kreativitas. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas ini merupakan racun dalam pengembangan kreativitas itu sendiri. Dibeberapa budaya, sikap sosial ini bahkan mengubur kreativitas anak sehingga yang muncul adalah perilaku yang “lazim”. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas juga banyak dipengaruhi oleh hubungan keluarga dan pola asuh dalam keluarga.

Faktor penghambat perkembangan kreativitas ini terwujud dalam dua bentuk umum, yaitu:

1. Sikap yang tidak positif terhadap anak yang kreatif2. Kurangnya penghargaan sosial bagi kreativitas.

Dalam membahas sikap sosial yang tidak positif, Torrance mengatakan “terlepas dari kenyataan bahwa anak- anak ini mempunyai banyak gagasan yang hebat, mereka dengan cepat dikatakan mempunyai gagasan yang aneh, tidak masuk akal, atau nakal. Sulit untuk menentukan apa perkembangan kepribadian, maupun bakat kreatif bagi mereka di masa mendatang. Walaupun humor dan kelincahan mereka mungkin menarik anak lain untuk menjadi teman, sifat-sifat ini tidaklah selalu membuat mereka “mudah dalam pergaulan”. Kenyataannya sifat-sifat ini mungkin membuat perilaku mereka lebih sulit diramalkan dan ini mungkin membuat kehadiran mereka dalam sebuah kelompok merepotkan. Anak-anak segera melihat bahwa kreativitas kurang penting dibandingkan IQ yang tinggi untuk memenuhi tuntutan sekolah. Mereka juga menyadari bahwa sekolah lebih mendorong dan menghargai cara berpikir konvergen atau konvensional daripada cara berpikir divergen yang potensial kreatif. Dengan demikian, kemungkinannya adalah bahwa “potensi masa muda” (yang menurut Terman dan Oden kemudian berkembang sepenuhnya pada kelompok ber-IQ tinggi) tidak akan berkembang sepenuhnya pada kelompok yang kreatif (Meitasari, 2000).

Sikap sosial yang menghambat dan kurangnya penghargaan tidak saja mengurangi kreativitas, tetapi bahkan lebih buruk lagi, seringkali menunjang perilaku menyimpang dengan mengembangkan konsep diri yang tidak positif pada anak.

Meskipun beberapa anak tertentu yang kreatif mungkin menarik diri dari kelompok sosial yang berpendapat kurang baik tentang diri mereka, anak lain mungkin membalas dengan bersikap menyulitkan atau membalas dendam (Meitasari, 2000).

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/sikap-sosial-yang-tidak-menguntungkan.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Peran Pendidikan dalam Pembangunan

Peran pendidikan dalam pembangunan sangat besar. Salah satu tujuan berdirinya negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat). Untuk mencapai tujuan ini diperlukan pembangunan dunia pendidikan yang berkualitas di Indonesia. Dalam arti sederhana, pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya pendidikan atau paedagogi berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, 2004).

Tujuan utama yang akan dicapai dalam pendidikan adalah membentuk manusia secara utuh (holistic) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial, kreativitas, spiritual dan intelektual secara optimal serta lifelong learners (pembelajar sejati).

Dalam pengembangan pendidikan yang berkualitas terdapat Sembilan (9) pilar karakter yang terkandung dalam nilai-nilai universal, antara lain:

1. Cinta Tuhan dan Alam Semesta beserta isinya 2. Tanggung jawab Kedisiplinan dan Kemandirian 3. Kejujuran 4. Hormat dan Santun 5. Kasih Sayang, Kepedulian dan Kerjasama 6. Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras dan Pantang Menyerah 7. Keadilan dan Kepemimpinan 8. Baik dan Rendah Hati 9. Toleransi, Cinta Damai dan Persatuan (Megawangi, 2004)

Pendidikan yang berkualitas sangat berperan besar dalam menentukan kualitas individu ataupun masyarakat bangsa secara keseluruhan. Di sini perlu mendudukkan pendidikan sebagai sebuah nilai yang tumbuh di masyarakat. Jika nilai pengetahuan begitu dominan dalam setiap gerak masyarakat, dengan sendirinya masyarakat akan berjuang untuk menuntut ilmu tanpa mengenal kata berhenti. Hal tersebut merupakan cikal bakal terbangunnya semangat toleransi, keinginan untuk saling berbagi (reciprosity) dan semangat kemanusiaan (altruism) untuk membangun keselamatan, muncul perasaan berharga (sense of efficacy),

merangsang keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (networking) dan saling mempercayai (trust).

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/peran-pendidikan-dalam-pembangunan.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Cara Belajar yang Efektif dan Efisien

Cara belajar efektif dan efisien bagi sebagian orang adalah hal yang sulit, bahkan dianggap itu hanyalah sebuah slogan. Hal ini dikarekan, orang tersebut belum menemukan cara belajar yang efektif dan efisien yang sesuai dengan kondisinya secara pribadi.

Memang harus diakui bahwa, cara belajar efektif dan efisien bagi sebagian orang, belum tentu efektif dan efisien bagian sebagian lainnya. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai cara belajar yang efektif dan efisien, ada baiknya kita memahami dulu makna cara belajar efektif dan efisien.

Cara belajar efektif adalah cara belajar yang sesuai dengan kondisi personal pembelajar, baik dari segi metode, penggunaan tempat, ataupun penggunaan waktu. Sedangkan belajar efesien adalah cara belajar yang meminimalkan usaha tetapi mendapatkan hasil yang maksimal. Yang diminilkan disini juga berupa waktu, tempat, sarana dan prasarana belajar dan lain-lain. Biasanya seseorang belajar tidak terlalu lama, tetapi sangat menguasai materi tersebut, karena orang tersebut kemungkinan mempunyai cara efisien dalam belajar, selain metode yang mereka gunakan dalam belajar. Yang perlu diingat disini adalah, tidak orang pintar atau bodoh dalam belajar, yang ada hanyalah orang malas, dan tak tahu cara belajar yang baik.

Dibawah ini adalah cara belajar yang efektif dan efisien. Cara ini sengaja disusun secara berurutan, kapan waktunya belajar, dimana, apa yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut, setelah mempelajari materi ini apa kira-kira yang akan didapat dari materi tersebut, apakah materi ini berhubungan dengan materi lainnya, bagaimana pemahaman orang lain terhadap materi ini, dan membuat kesimpulan terhadap materi yang dipelajari.

Mengatur waktu belajar

Penentuan waktu belajar memegang peranan yang sangat sentral. Sebaiknya, waktu belajar ini disusun dalam bentuk daily activity. Penempatan waktu belajar dalam kegiatan sehari-hari juga harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan kondisi fisik dan fisiologis. Kondisi lingkungan (baik rumah maupun sekolah) harus menjadi pertimbangan. Kondisi fisik dan fisiologis juga harus menjadi prioritas. Biasanya, dimalam hari, kondisi tubuh kita terasa capek, penat karena aktivitas keseharian, sehingga tidak mendukung belajar yang efektif. Kami menyarankan belajar di pagi hari (kalau bisa, biasakan bangun lebih awal). Kalau bisa, waktu malam, tidurlah lebih cepat, untuk menyegarkan kondisi tubuh kembali, sehingga bisa bangun lebih awal. Belajar dipagi hari lebih menguntungkan, dimana otak dalam kondisi freshkembali, juga kondisi lingkungan biasanya tidak terlalu mengganggu (tenang).

Memilih tempat belajar

Tempat belajar juga sangat mendukung efektivitas belajar. Kondisi tempat belajar yang tenang, sejuk, luas, dan pewarnaan dalam ruangan belajar yang bisa memanipulasi ingatan lebih kuat (misalnya penggunaan cat), kondisi tempat duduk, meja dan penataan buku-buku pada tempat belajar sangat membantu dalam mengefektifkan belajar. Biasanya tempat belajar juga tergantung dengan waktunya, karena biasanya ada tempat-tempat tertentu yang bising disiang hari misalnya, tetapi cukup tenang dimalam hari atau dipagi hari. Silahkan sesuaikan antara tempat belajar dengan waktu belajar.

Penggunaan sarana dan prasarana belajar

Sarana dan prasarana belajar disini hanya sebuah alat. Jika tersedia silahkan digunakan, tetapi bukan merupakan prasyarat utama. Sarana belajar disini bisa berupa video pendukung dengan apa yang sedang dipelajari, ataupun alat-alat lainnya. Biasanya, ada orang yang merasa rileks dengan adanya musik jika sedang belajar, silahkan gunakan alat-alat ini jika mendukung. Tetapi penggunaan music ini bersifat personal, artinya tidak semua orang menyukainya jika sedang belajar, bahkan ada yang merasa teganggu dengan adanya bunyi musik jika sedang belajar. Silahkan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada untuk mendukung belajar yang efektif.

Membuat review materi

Membuat review materi sangat penting dalam belajar. Review disini digunakan untuk memanggil kembali (recall) apa yang sudah dipelajari. Dengan mereview materi, kita dapat melihat secara sistematis apa-apa yang sudah kita pelajari. Dengan review pula, kita bisa merencanakan apa yang masih kurang dari materi yang sudah kita pelajari, sehingga dapat menentukan langkah dan memilih buku lain yang tepat untuk melengkapi materi yang sedang kita pelajari.

Mengembangkan Materi

Pengembangan materi ini adalah system pembelajaran lanjutan. Pengembangan materi dengan melihat hubungan materi yang sedang kita pelajari dengan materi-materi lain. Materi yang kita pelajari kemungkinan sama dengan materi yang sudah kita pelajari ataupun bertentangan. Dengan membandingkan materi-materi ini, kita bisa membuat sebuah kesimpulan-kesimpulan awal. Kalau bisa, kesimpulan-kesimpulan awal ini dibuat dalam bentuk list (catatan) untuk didiskusikan dengan teman-teman atau guru (tutor).

Mengadakan diskusi

Mendiskusikan materi sangat penting untuk melihat bagaimana orang lain memahami materi yang sedang dipelajari. Diskusi ini merupakan alat ukur pemahaman dan menyamakan persepsi. Kalaupun merupakan materi-materi sulit, alangkah baiknya dimediasi oleh seorang tutor (guru).

Membuat kesimpulan

Pembuatan kesimpulan adalah hal yang sangat penting sebagai hasil dari apa yang kita pelajari selama ini. Sebaiknya kesimpulan akhir ini ditulis secantik mungkin, agar dapat dibaca dan dijadikan referensi jika kita sedang mempelelajari hal yang sama dikemudian hari. Bahkan kesimpulan bisa merupakan kisi-kisi/intisari dari sebuah materi.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/cara-belajar-yang-efektif-dan-efisien.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Kurikulum Gonta-ganti, Apa Dampaknya?

Kurikulum sebagai panduan pendidikan,

memegang peranan sentral dalam menentukan arah

penddidikan. Kurikulum yang menentukan kualitas

baik buruknya suatu program pendidikan. Dia adalah

panduan pokok, yang menjadi kiblat bagaimana suatu

pendidikan dilaksanakan, baik dalam metode

pengajaran, evaluasi, perencaan pengajaran,

pengadaan dan evaluasi buku-buku teks dan lain-lain.

Dengan melihat pentingnya kurikulum,

sehingga, dalam penyusunan sebuah kurikulum

bukanlah hal yang mudah, membutuhkan kajian yang mendalam dari berbagai disiplin ilmu.

Pendidikan, terutama penyusunan kurikulum harus jauh dari kepentingan kelompok/golongan

ataupun kepentingan politik tertentu. Kurikulum seharusnya berada pada posisi yang netral, ilmiah,

dan tepat guna (sesuai dengan umur dan tingkatan pendidikan), serta metode-metode pendidikan

yang mutakhir.

Tetapi bagaimana dengan kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini? salah satu bukti nyata

bahwa penyusunan kurikulum digunakan untuk kepentingan politik tertentu adalah penyusunan buku

sejarah disaat Orde Baru. Sejarah di Interpretasikan secara sepihak oleh penguasa orde baru, dan

kemudian dimasukkan kedalam kurikulum. ini adalah sebuah pembodohan dan kebohongan.

Dengan memasuki masa reformasi, kurikulum pun diganti, bahkan terlalu sering mengalami

pergantian. Sehingga, penerapan sebuah kurikulum belum tuntas diterapkan, sudah datang kurikulum

baru. Ini dapat membuat ketimpangan pada para pendidik maupun anak didik yang merupakan

tonggak terakhir pendidikan. Dengan seringnya gonta-ganti kurikulum, anak didik dan guru

diharuskan beradaptasi dengan sebuah system yang baru. Hal ini membuat tidak efisien dalam

system pendidikan.

Sebenarnya, pergantian kurikulum harus melalui perencanaan yang sangat matang. Bahkan

tidak terlalu sesaui jika disebut pergantian kurikulum, tetapi up-grade/perbaikan kurikulum. Artinya,

kurikulum lama tetap berjalan, hanya beberapa sisi saja yang mengalami perbaikan, yang dianggap

diperlukan.

Yang menjadi masalah adalah, tidak ada standar waktu, sampai kapan dan berapa lama

sebuah kurikulum diterapkan, kemudian diganti atau di up-grade/perbaikan. Seharusnya ini harus ada

dalam perencanaan pendidikan nasional, sehingga pendidikan nasional itu berkesinambungan, tidak

terikat dengan situasi politik. Dengan pergantian Menteri Pendidikan, bergantipula system

pendidikan/kurikulum.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/kurikulum-ganti-ganti-apa-dampaknya.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Pendidikan Karakter pada Anak Didik

Pedidikan karakter merupakan bagian dari tugas pendidikan. Karakter dalam ilmu psikologi lebih familiar dengan nama kepribadian. Sehingga kata “pendidikan karakter” lebih pas dengan kata “pendidikan kepribadian”. Tetapi, secara eksplisit, kata “pendidikan karakter” mengandung unsur makna “kepribadian yang positif, kuat, ketahanan, penyesuaian diri, pembentukan nili-nilai dan lain-lain”. Seorang anak didik yang memiliki karakter, adalah bibit unggul.

Pada dasarnya, filosofi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Hanya melalui pendidikan, harkat dan martabat manusia akan terangkat. Dari manusia yang tak beradab, menjadi manusia yang bijak. Dari manusia yang bodoh dan buta menjadi menjadi manusia yang dapat melihat eksistensi diri dan fungsinya dalam kehidupan. Sehingga, keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya berfokus pada nilai-nilai diatas keras, tetapi jauh dari itu, pendidikan berfungsi membentuk karakter anak sebagai manusia yang utuh dan sempurna.

Mengapa pendidikan karakter sangat penting bagi anak didik? Pada sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skilldan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting. Pengetahuan matematika, pengetahan fisika, tanpa pengetahaun soft skill (pengatahuan karakter) menjadi tidak berfungsi dan bermamfaat dalam ranah umum (masyarakat), bahkan akan merusak tatanam kehidupan yang sudah ada.

Bagaimana membentuk karakter anak didik? Membentuk sebuah karakter bukanlah hal yang instan. Dia membutuhkan waktu dan kesabaran, ketelatenan, kontinuitas dan ketersediaan model yang akan di contoh.

Secara garis besar, hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter anak didik adalah sebagai berikut:

Orang Tua dan Guru sebagai Model

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan karakter membutuhkan ketersediaan model yang akan di contoh oleh anak didik. Salah satu model yang paling sering berinteraksi dengan anak didik adalah orang tua sendiri dan guru. Kedua orang ini adalah model ideal dan sangat mempengaruhi karakter anak. Sehingga diharapkan pada orang tua dan guru selalu memunculkan perilaku yang positif sehingga patut dijadikan model. Orang tua dan guru yang tidak memunculkan karakter yang positif merupakan malapetaka pada pembentukan karakter anak.

Lingkungan yang Kondusit

Lingkungan yang kondusif mempengaruhi pendidikan karakter anak. Lingkungan itu antara antara lain, lingkungan sekolah (pergaulan dengan teman sebaya), rumah (orang tua dan keluarga lainnya), dan masyarakat. Lingkungan bagi anak merupakan tempat belajar dan memilah-milah perilaku yang adaptif dan dapat diterima. Apa jadinya, jika lingkungan tersebut lebih banyak memunculkan perilaku yang maldaptif (seperti kekerasan, pelanggaran, tindak susila dan lain-lain)? Kemungkinan besar, anak memiliki karakter yang menyimpang pula.

Media yang Mendidik

Peranan media dalam pembentukan karakter anak juga sangat besar. Bahkan saat ini, kebanyakan anak terpengarh media, baik itu televisi, video games, surat kabar, jejaring sosial dan lain-lain. Anak akan memunculkan perilaku seusai dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Saat ini, interaksi anak dengan media diatas bahkan sangat besar, sehingga pengaruh media juga bagi anak sangat besar dalam mempengaruhi dan membentuk karakternya. Tapi apa yang terjadi saat ini, media sangat tidak mendidik, baik itu televisi, games, jejaring sosial lebih banyak menampilkan kekerasan dan pornografi. Ini adalah sebuah malapetaka. Bahkan sebaiknya anak didik di jauhkan dengan media yang tidak mendidik ini.

Kurikulum yang Terintegrasi

Kurikulum pendidikan juga menentukan dalam pembentukan karakter anak didik. Penyusunan kerukulum yang sitematis dengan menerapkan paralelitas antara hard skill dan soft skill. Hard skill dan soft skill adalah dua hal yang bukan berbeda, tetapi penerapan keduanya sejalan dalam sistem pendidikan. Pendidikan bukan hanya soal nilai hard skill semata, tetapi dia adalah complement antara hard skill dan soft skill. Kalau bisa, penerapan keduanya adalahfifty-fitty dalam pengambilan penilaian.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/pendidikan-karakter-pada-anak-didik.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Pengaruh Lingkungan Belajar terhadap Minat Belajar Siswa

Lingkungan belajar sangat mempengaruhi minat belajar siswa. Lingkungan memberikan stimulasi kepada siswa untuk berkonsentrasi, menumbuhkan motivasi ataupun menumbuhkan sikap dan daya bersaing dengan teman-teman sebayanya.

Seperti diketahui bahwa kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat belajar siswa sangat bergantung pada lingkungan belajar. Lingkungan belajar dalam konteks pendidikan mempunyai peranan penting yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan karena lingkungan adalah tempat interaksi langsung dalam belajar

Contoh-contoh kondisi lingkungan belajar anak yang efektif:

Lingkungan yang menumbuhkan daya saing (kompetitif)

Lingkungan yang menumbukan daya saing (kompetitif) bagi akan menumbuhkan minat belajar untuk mendapatkan performa (tampilan) yang terbaik. Dengan adanya daya saing dari lingkungan, anak akan terpicu untuk belajar lebih giat.

Biasanya, ukuran keberhasilan siswa diambil dari nilai tertinggi yang ada. Jika nilai tertinggi disekolah tersebut rendah, dibandingkan dengan nilai di sekolah lain, bisa diartikan bahwa lingkungan sekolah tersebut kurang kompetitif. Yang menjadi masalahnya adalah, biasanya guru mengambil nilai berdasarkan rata-rata kelas. Sehingga, siswa yang terpintar disuatu sekolah belum tentu pintar di sekolah lain. Untuk menyiasati hal ini, diharapkan kepada guru untuk menumbuhkan jiwa kompetisi kepada siswanya.

Lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif

Lingkungan yang aman, nyaman dan kondusif juga sangat mempengaruhi minat belajar siswa. Bahkan dalam sebuah penelitian, penggunaan cat dalam lingkungan kelas mempengaruhi minat dan konsentrasi siswa. Lingkungan yang bebas dari kebisingan, tempat belajar yang baik dan didukung peralatan yang memadai akan mempengaruhi minat siswa dalam belajar.

Lingkungan yang memberikan stimulasi dan menumbuhkan kreasi

Lingkungan yang kaya dengan stimulasi akan menumbuhkan minat yang besar pada siswa. Dengan besarnya stimulasi dari lingkungan, siswa akan merespon stimulasi tersebut dengan menciptakan sesuatu yang berbeda. Lingkungan sekolah yang mempunyai kegiatan ekstrakurikuler yang banyak misalnya, akan mengeksplorasi minat/bakat siswa sesuai dengan keinginannya. Jadi minat siswa akan tersalurkan pada kegiatan-kegiatan sekolah yang ada dan sesuai. Stimulasi yang positif dan banyak dari lingkungan, akan memperkaya siswa untuk menumbuhkan kreasi yang beragam.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/pengaruh-lingkungan-belajar-terhadap.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Metode Pengajaran Guru yang Efektif

Metode mengajar sangat penting, bahkan lebih penting bagi pelajaran itu sendiri. Bagaimana tidak, metode mengajar menentukan sampai dimana siswa memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagaimanapun hebatnya seorang guru, dan bagaimanapun pentingnya pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, akan sia-sia jika siswa tidak mampu memahami pelajaran yang diberikan.

Guru yang efektif adalah mereka yang selalu memperdalam keahliannya dalam bidang pengajaran agar pengajaran

yang dilakukannya bermamfaat untuk anak didiknya. Keefektifan mengajar seorang guru dapat dilihat dari dua aspek, yaitu banyaknya tujuan pembelajaran yang berhasil dicapai oleh siswa dan pola pembelajaran yang berhubungan dengan dengannya seperti efektivitas waktu, tenaga dan usaha yang dicurahkan oleh guru. Keefektifan pengajaran juga dapat dilihat dari perkembangan sosialisasi dan kemandirian siswa.

Semakin banyak yang dicapai oleh siswa, semakin efektif metode pengajaran yang diberikan oleh guru yang bersangkutan. Jadi keberhasilan sebuah metode yang diterapkan oleh guru, diukur dari pencapaian siswa yang dihadapinya.

Menurut Oliva dkk (1980) keefektifan pengajaran guru dalam mengajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Guru mempunyai konsep konsep kemandirian yang tinggi dalam mengajar2. Mempunyai pendidikan yang baik3. Mempunyai pengetahuan dan minat dalam bidang yang diajar4. Memiliki prinsip dasar dalam proses pembelajaran5. Mementingkan keberhasilan siswa6. Bersikap adil pada semua siswa7. Menjelaskan suatu hal dengan terperinci dengan jelas8. Berpikiran terbuka9. Mampu membuat siswa senang dalam mengikuti sesi pembelajaran10. Menggunakan teknik dan metode pembelajaran yang efektif11. Dapat menjaga jalannya proses pembelajaran dalam kelas.

Berdasarkan ciri-ciri ini, jelaslah bahwa metode pengajaran yang efektif adalah hal yang penting dalam menjadikan guru seorang yang efisien dan efektif. Walaupun begitu, keefektifan pengajaran juga bergantung pada respons siswa terhadap arahan guru, juga kondisi lingkungan pembelajaran, sarana dan prasarana belajar dan hal yang menunjang pembelajaran lainnya, sangat menentukan efektivitas pengajaran.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/metode-pengajaran-guru-yang-efektif.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Anak Genius dan Anak BerbakatAnak genius dan anak berbakat adalah anak-anak yang memiliki potensi dan kemampun

yang tinggi dalam bidang akademik, dengan membuat kreasi yang unik, kreatif, dan mengangungkan.

Anak-anak genius dan berbakat juga membutuhkan pendekatan khusus dalam pengajaran dan

pembelajaran untuk menghindarinya dari rasa bosan terhadap mata pelajaran dan guru yang

monoton. Mereka sering salah dianggap sebagai murid yang nakal karena tidak menunjukkan

perhatian pada pelajaran dalam kelas, padahal mereka memahami dan menguasai dengan baik

semua pelajaran yang diberikan kepadanya.

Sistem pendidikan yang “tradisional”, yang menekankan bahwa guru adalah sumber

segalanya, dan anak-anak harus mengikuti arahan guru, akan menghambat perkembangan anak

yang genius dan berbakat ini. Mereka sebenarnya butuh tempat yang sesuai dengan tingkat

kegeniusannya, sehingga tidak cocok pada sekolah-sekolah anak-anak normal pada umumnya.

Biasanya anak genius dan berbakat ini, terkadang terlihat bodoh dan nakal dalam kelas, karena

mereka tidak menyukai dan bahkan sudah menguasai pelajaran yang hendak diberikan kepadanya.

Anak genius dan berbakat membutuhkan tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan

anak yang biasanya. Anak genius dan berbakat berada “diluar kurva normal”, tetapi keberadaanya

berada disebelah kanan kurva, sedangkan anak yang mengalami retardasi mental berada disebelah

kiri kurva normal. Karena anak genius adalah anak yang “tidak normal” sehingga membutuhkan

perlakuan khusus yang harus diberikan kepadanya.

Salah satu program pendidikan yang menunjang perkembangan anak genius dan berbakat ini

adalah dengan disediakannya program kelas ekselerasi, dimana anak diberikan kebebasan untuk

mempelajari pelajaran yang sebenarnya untuk umur diatasnya. Tidak heran, jika seorang anak yang

genius dan berbakat dalam bidang akademik, bisa menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya dan

sekolah menengahnya lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak yang normal.

Untuk membantu anak yang dengan tingkat kegeniusan dan keberbakatan yang tinggi, perlu

identifikasi sejak dini oleh orang dan guru, agar anak dapat menyesuaikan diri dengan tantangan

yang seharusnya dihadapi dengan tingkat intelegensinya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/04/anak-genius-dan-anak-berbakat.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Pendidikan Usia DiniPendidikan usia dini atau biasa disebut dengan PAUD, adalah salah satu program

pendidikan yang sangat penting diawal-awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan usia dini terkadang terlupakan, sehingga anak-anak usia dini tidak mendapatkan perhatian pendidikan yang maksimal di usia yang paling menentukan ini. Anak-anak biasanya baru mengenyam pendidikan ketika berusia 5-6 tahun dalam taman kanak-kanak, sehingga usia dari 0-5 tahun tidak tersentuh pendidikan. Pendidikan di usia ini (0-5 tahun), hanya mengandalkan pendidikan keluarga yang biasanya lebih berorientasi budaya, yang terkadang tidak lagi efektif untuk meng-upgrade dan mengeksplorasi kemampuan anak dari awal pertumbuhan dan perkembangannya.

Jika melihat teori perkembangan, terutama teori psikoanalisa, usia dini (0-5) biasa disebut dengan usia-usia emas. Usia emas ini adalah usia dimana kepribadian anak terbentuk yang akan mempengaruhi kepribadian anak selanjutnya. Bisa dibayangkan, jika pendidikan anak pada usia emas terbengkalai, maka akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.

Secara teoritis, yang termasuk kelompok anak usia dini adalah anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun. Menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.

Yang termasuk pendidikan anak usia dini ini antara lain, pembinaan di Posyandu, pendidikan pra-TK (play group), pendidikan TK (Taman Kanak-kanak). Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu:

1. Infant (0-1 tahun)2. Toddler (2-3 tahun)3. Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)4. Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Penyelenggara pendidikan anak usia dini antara lain Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain/play group (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), Satuan PAUD Sejenis (SPS), Bina Keluarga Balita, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan lain-lain.

Pendidikan anak usia dini adalah program pendidikan untuk mempersipakan anak memasuki pendidikan formal selanjutnya. Pendidikan ini lebih menitik beratkan pada perkembangan fisik (motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.

Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Referensi:Carol Wide & Carol Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: ErlanggaJohn Santrock. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: ErlanggaWikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_diniKompas:http://edukasi.kompas.com/read/2009/05/15/20340696/Fokuskan.Pendidikan.Usia.Dini.ke.Anak.Usia.0-6.Tahun

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/pendidikan-usia-dini.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Dilema Dunia Pendidikan: Membunuh Kreativitas, Menumbuhkan Mental Budak

Usia yang dihabiskan dalam bangku sekolah adalah waktu yang terlama dalam sebuah siklus

kehidupan seseorang. Jika dihitung, waktu yang dihabiskan dalam sekolah sekitar 14  tahun. 2 tahun

di TK, 6 tahun di SD, 3 tahun di SLTP, 3 tahun di SLTA . Ditambah dengan 4 tahun di peguruan

tinggi, bagi yang sempat melanjutkan, berarti waktu yang dihabiskan semuanya dari TK hingga lulus

di Perguruan Tinggi sekitar 18 tahun.  Begitu lama, sehingga sebagian besar waktu dalam usia-usia

perkembangan dan pembentukan kepribadian habis di bangku pendidikan.

Menurut sebagian besar teori perkembangan, waktu-waktu inilah yang merupakan usia yang

paling mempengaruhi kepribadian seseorang. Menurut teori psikoanalisia, usia tahapan

perkembangan bahkan sudah tuntas jika seseorang sudah memasuki masa genital (ramaja/dewasa)

sekitar usia 11 – 13 tahun. Menurut teori psikoseksual Erick Erikson, pada usia ini sudah melewati

masa pencarian identitas (Identity vs Identity Confusio).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, usia dan waktu yang dihabiskan dalam bangku

pendidikan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah,

mengapa lulusan-lulusan dari lembaga pendidikan  sebagian besar tidak bisa berfungsi sebagai

pribadi dewasa, sehingga menambah jumlah pengangguran. Ataupun sebagian besar, lulusan

lembaga pendidikan (menurut beberapa survey) lebih menyukai menjadi PNS (dengan alasan lebih

terjamin) daripada usaha-usaha lain yang lebih menjanjikan. Lulusan lembaga pendidikan tidak

mampu bersaing ataupun menciptakan ide-ide dan kreativitas baru yang dapat menjadi tulang

punggung penghasilan mereka?

Jika kita menelaah lebih jauh, dan mengingat masa-masa dibangku sekolah, ada tiga

penyebab yang merupakan sumber masalah ini. dibangku sekolah ada statement dari guru/pengajar

yang menekankan pada siswanya, agar selalu membenarkan perkataan/ucapan guru, Jangan

menyelisihi guru, dan jangan menyimpang dari text book. Statement inilah yang merupakan

sumber malapetaka, membunuh kreativitas siswa dan menumbuhkan mental budak.

Seorang siswa yang keluar di jalur ini, dianggap siswa yang susah diatur, tidak taat, tidak

disiplin dan lain-lain. Sehingga siswa tersebut terkadang mendapatkan hukuman (yang biasanya juga

tidak mendidik), Tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang sesuai dengan keinginan (minat

dan bakat) siswa tersebut. Siswa diarahkan sesuai dengan keinginan guru yang biasanya pola

pikirnya juga masih budak (karena juga lahir dari system sekolah perbudakan). Siswa dilarang

membuat kreativitas, menekan minat mereka sehingga bakat-bakat mereka terpendam sangat dalam.

Bayangkan saja, seorang siswa dari SD hingga SLTA, harus dipaksa belajar sebuah mata

pelajaran yang mereka tidak sukai, dan harus meninggalkan bakatnya untuk mejadi “siswa yang baik

dimata guru” (penurut). Ini adalah sebuah musibah dalam dunia pendidikan. Pendidikan bukan lagi

mengajar dan memanusiakan manusia, tetapi memperbudak manusia. Sebuah system pendidikan

yang harus dibenahi.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/dilema-dunia-pendidikan-membunuh.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Tujuan Pengukuran Psikologis dalam Bimbingan Karir pada Siswa

Bimbingan karir adalah sebuah hal yang paling penting untuk mengarahkan siswa-siswa

sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya. Pemilihan karir yang tepat pada siswa, akan

memberikan kepuasan dan akan meraih hasil yang maksimal.

Kekeliruan pada pemilihan karir, akan berdampak secara luas pada kehidupan

seseorang selanjutnya, yang kemungkinan akan menurunkan prestasi bahkan frustasi dan

gangguan psikologis, karena ketidakmampuan beradaptasi, hasil yang diperoleh tidak maksimal,

tertutupinya bakat-bakat bawaan yang sebenarnya lebih dominan dan lain-lain.

Salah satu tempat yang paling tepat dalam pengarahan dan pencerahan pemilihan minat

dan bakat (bimbingan karir) adalah pada saat usia remaja, sekitar usia sekolah menengah atas.

Bahkan dirasakan, pemilihan karir pada usia ini adalah sebuah kewajiban untuk membantu

siswa-siswa menentukan karirnya kedepan. Usia ini, merupakan pangkal dari masalah

seseorang yang akan dijalaninya pada usia perkembangan selanjutnya.

Salah satu cara untuk mengarahkan dan membantu siswa memberikan bimbingan ini

adalah dengan menggunakan tes psikologi. Tes psikologi untuk bimbingan karir, biasanya tidak

hanya satu alat tes, tetapi beberapa tes yang akan di compare, untuk menentukan dan

mengarahkan langkah apa yang seharusnya diambil oleh siswa dengan karirnya kedepan.

Diharapkan dengan bimbingan karir ini, siswa lebih terfokus pada sesuatu yang memang

diminatinya, berbakat dibidangnya dan mempunyai kemampuan tentangnya.

Adapun tujuan bimbingan karir pada siswa adalah sebagai berikut (dalam Sukardi, hal 8): 

1. Agar siswa mampu mengenal aspek-aspek dirinya (kemampuan, potensi, bakat,

kepribadian, sikap dan sebagainya).

2. Dengan mengenal aspek-aspek dirinya, siswa diharapkan dapat menerima keadaan

dirinya secara objektif.

3. Membantu siswa untuk dapat mengemukakan berbagai aspek yang dimilikinya.

4. Membantu siswa untuk dapat mengelola informasi dirinya.

5. Membantu siswa agar dapat mengemukakan informasi dirinya sebagai dasar

perencanaan dan pembuatan keputusan dimasa depan.

Melihat begitu pentingnya bimbingan karir ini, sehingga diharapkan setiap anak (siswa)

terutama pada usia sekolah menengah harus mendapatkannya. Bantuan yang diberikan akan

membatu mereka menjalani hidup mereka penuh dengan penerimaan, sesuai dengan minat dan

bakatnya, dan diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal, karena karir yang dipilihnya

merupakan potensi yang dimilikinya. Sehingga tidak ada lagi kata-kata, “bakat yang terpendam”.

Referensi:Dewa Ketut Sukardi. 2003. Analisis Tes Psikologis. Jakarta: Rineka CiptaKi Fudyartama. 2004. Pengantar Psikodiagnostik. Yogkarta:Pustaka Pelajar

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/tujuan-pengukuran-psikologis-dalam.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Tujuan Bimbingan dan Konseling Karir di Sekolah

Sekolah adalah tempat yang ideal dan sangat penting untuk perkembangan yang sehat

secara psikologis. Sekolah melatih anak berinteraksi dengan lingkungan sosial, menambah

pengetahuan dan skill serta sebagai sarana pendewasaan.

Dilihat dari lamanya jenjang pendidikan di sekolah, waktu yang yang dihabiskan cukup

panjang. Mulai dari TK hingga SMA, sekitar 12 tahun. Bahkan sebagian besar waktu keseharian

anak lebih banyak terfokus pada sekolah. Karena pentingnya sekolah ini, sehingga sudah

selayaknya sekolah memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak (siswa) yang

bersangkutan, termasuk pemilihan karir mereka kedepan, apalagi jika seorang anak (siswa)

akan menginjak masa dewasa (sekitar sekolah menengah atas).

Di sekolah-sekolah saat ini, pada umumnya sudah tersedia layanan bimbingan dan

konseling, yang biasanya diasuh oleh guru dengan profesionalisme khusus. Hanya saja,

profesionalis seorang konselor di sekolah belum merata disetiap sekolah, sehingga hasilnya pun

belum memuaskan.

Khususnya pada sekolah menengah atas, seharusnya sudah memiliki layanan

bimbingan dan konseling karir, yang akan membantu siswa memilih karirnya kedepan. Tentunya

hal ini harus bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari pihak konselor, sekolah, orang tua,

ataupun psikolog. Pengenalan dunia kerja pada masa sekolah menengah ini, akan menuntun

anak (siswa) memilih karir sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya.

Secara garis besar, bimbingan dan konseling karir di sekolah memiliki dua tujuan pokok,

yaitu:

Membantu siswa dalam memahami dirinya dan dunia kerja secara khusus yang menjadi

sasaran Bimbingan Konseling tentang karier di sekolah diantaranya

1. Para siswa dapat memahami dan menilai dirinya, terutama yang berkaitan dengan segi potensi yang ada dalam dirinya, mengenai kemampuan, minat, bakat, sikap dan cita-citanya.

2. Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya, serta ada dalam masyarakat.

3. Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan dan latihan yang diperlukan bagi suatu bagian tertentu, memahami hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa depannya.

4. Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

5. Para siswa dapat merencanakan masa depannya serta menemukan karier dan kehidupannya yang serasi, yang sesuai.

Membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri dan dunia kerjanya, sehingga

dapat memilih, merencanakan, memutuskan dan memecahkan masalah

Menurut W.S. Winkel, tujuan bimbingan ada 2 yaitu:

Tujuan sementara dari bimbingan, agar orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya sekarang.

Tujuan akhir dari bimbingan adalah supaya orang mampu mengatur kehidupan sendiri. Mempunyai pandangan sendiri dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakan-tindakan yang diambil.

Sedangkan secara umum bimbingan konseling tentang karir diantaranya:

Mengerti dirinya dan lingkungan, mengerti diri meliputi pengenalan kemampuan dan nilai-nilai hidup yang dimiliki untuk perkembangan dirinya. Mengerti lingkungan meliputi pengenalan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, informasi, lingkungan ( informasi, pendidikan, karier dan sosial pribadi).

Mampu memilih, memutuskan, merencanakan hidupnya dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sosial pribadi.

Mengembangkan kemampuannya dan kesanggupannya secara maksimal. Memecahkan masalah pribadi secara bijaksana. Memahami dan mengarahkan dirinya dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan

tuntutan dan lingkungan.

Dapat disimpulkan bahwa, tujuan bimbingan konseling karir di sekolah untuk

mengarahkan dan memberikan referensi bagi siswa tentang dunia kerja, mensinkronisasikan

dengan kemampuan yang dimilikinya, serta dapat menyesuaikan dengan minat dan bakatnya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/tujuan-bimbingan-dan-konseling-karir-di.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Minat Belajar Siswa

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang

ingin atau ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau

pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang

diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989:45).

Menurut Surya (2005:47) guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan

pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode.

Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawabnya

sebagai guru peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara dan Agama. Guru

profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual.

Menurut Rice dan Bishoprick (1971:5) guru profesional adalah guru yang mampu

mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Profesionalisasi

disini dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi

tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari diarahkan oleh orang

lain(other directedness) menjadi mengarahkan diri sendiri.

Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti

direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif.

Sebab lahirnya seorang profesional tidak bisa hanya melalui bentuk penataran dalam waktu

enam hari, supervise dalam sekali atau dua kali, dan studi banding selama dua atau tiga

hari.

Sikap seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal,

antara lain: memiliki kualitas pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi

keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang

baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan

komitmen yang tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara

terus menerus (countinuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku,

seminar dan semacamnya (Sidi, 2003:50). 

Mewujudkan proses kegiatan pendidikan dan pengajaran, maka unsur yang

terpenting antara lain adalah bagaimana guru dapat merangsang dan mengarahkan siswa

dalam belajar, yang pada gilirannya dapat mendorong siswa dalam pencapaian hasil belajar

secara optimal. Mengajar dapat merangsang dan membimbing dengan berbagai

pendekatan, dimana setiap pendekatan dapat mengarah pada pencapai tujuan belajar yang

berbeda. Tetapi apapun subyeknya mengajar pada hakekatnya adalah menolong siswa

dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan ide serta apresiasi yang

mengarah pada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.

Realita yang terjadi juga pada saat ini, keberadaan guru profesional sangat jauh dari

apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan

suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi

secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia khususnya di Kabupaten

Karimun. Hal ini menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan

akademisi, akan tetapi orang awam juga ikut mengomentari menurunnya pendidikan dan

tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi, sehingga

mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan

dan peningkatan sikap profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru

memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1).

Guru yang memiliki kemampuan profesional sangat di butuhkan dikalangan

masyarakat khususnya di lingkungan sekolah. Karena guru merupakan orang tua yang

kedua bagi siswa. Dengan guru siswa akan mendapatkan pelajaran dan ilmu, sehingga

siswa bisa termotivasi dan tertarik dengan proses belajar mengajar di sekolah. Sebaliknya

apabila guru tidak memiliki kemampuan profesional, maka akan berdampak negatif dengan

minat belajarnya.

Ciri-Ciri Guru yang Profesional

Menurut Hamalik (dalam Kunandar, 2007:61-62) ada lima ciri-ciri guru yang dikatakan

profesional yaitu:

Guru yang waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan

masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda. 

Mereka yakin akan nilai dan manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha

memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya. 

Mereka tidak mudah tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya

dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk

menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang, sehingga

rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir. 

Mereka memiliki seni dalam hubungan-hubungan manusiawi yang diperolehnya dari

pengamatannya tentang bekerjanya psikologi, biologi, dan antropologi cultural di

dalam kelas.Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. 

Mereka sadar bahwa di bawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat

berubah nasibnya.

Syarat-Syarat yang Guru Profesional

Menurut Dian Maya Shofiana (2008:27), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang

meliputi:

Memiliki bakat sebagai guru. 

Memiliki keahlian sebagai guru. 

Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. 

Memiliki mental yang sehat. 

Berbadan sehat. 

Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. 

Guru adalah manusia berjiwa pancasila. 

Guru adalah seorang warga negara yang baik.

Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Minat Belajar  Siswa

Kehadiran guru profesional tentunya akan berakibat positif terhadap perkembangan

siswa, baik dalam pengetahuan maupun dalam keterampilan. Oleh sebab itu, siswa akan

antusias dengan apa yang disampaikan oleh guru yang bertindak sebagai fasilitator dalam

proses kegiatan belajar mengajar. Bila hal itu terlaksana dengan baik, maka apa yang

disampaikan oleh guru akan berpengaruh terhadap minat belajar siswa, sehingga siswa

tertarik untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya.

Ketertarikan akan menghasilkan minat belajar pada siswa. Minat itu sendiri

dipengaruhi oleh faktor psikis, fisik, dan lingkungan yang ketiganya ini saling melengkapi.

Minat menjadi sumber yang kuat untuk suatu aktivitas, karena minat siswa dalam belajarnya

bergantung pada kemampuan seorang guru dalam proses belajar mengajarnya. Apabila

guru memiliki kemampuan sesuai dengan kriteria guru profesional maka minat belajar siswa

akan meningkat, dan apabila guru tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan kriteria

guru profesional maka minat belajar siswa rendah.

Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat dan perhatian siswa

dalam belajar. Minat belajar seseorang sangat bergantung dan berpengaruh pada guru.

Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan penting yang besar dan strategis. Hal

ini disebabkan gurulah yang berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan.

Guru juga yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu

pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan

dan keteladanan. Tetapi fakta yang terjadi pada saat ini, guru kurang mengoptimalkan

dirinya sebagai fasilitator dan pendidik. Akibatnya para peserta didik mengalami penurunan

minat belajarnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional

sangat erat kaitannya untuk meningkatkan minat belajar pada siswa, dimana guru

merupakan fasilitator sekaligus mendidik siswa dalam meningkatkan minat belajar siswa

sehingga memperoleh prestasi yang memuaskan. Tanpa adanya guru yang profesional

maka siswa akan mengalami kendala dalam meningkatkan minat dalam belajarnya dan

otomatis prestasi belajarnya akan menurun.

Daftar Pustaka:

Bafadal, Ibrahim, 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Dajamarah, Syaiful Bahri, 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.Danim, Sudarwan, 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Darmadi, Hamid, 2010. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta, Cet, Ke-2Hamalik, Oemar, 2010. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT.

Bumi Aksara, Cet, Ke-7Kunandar, 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Mulyasa, Enco, 2009.  Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet, Ke-8Muslich, Masnur, 2007. Sertifikasi Guru munuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.Suryabrata, Sumadi, 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Usman, Uzer, 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/10/pengaruh-profesionalisme-guru-terhadap.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

+

Keuntungan dan Kerugian Program Akselerasi pada Siswa di Dunia Pendidikan

Program askselerasi di dunia pendidikan diberlakukan pada beberapa sekolah untuk

menjawab dan memberikan perhatian kepada siswa-siswa yang mengalami bakat pada bidang

tertentu. Menurut Pressey akselerasi adalah sebuah kemajuan yang diperoleh di dalam program

pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang

konvensional. Sedangkan dalam program percepatan belajar untuk siswa SD, SLTP dan SLTA

yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefenisikan sebagai salah

satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan

kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang

ditentukan (Depdiknas, 2001).

Tidak bisa di kesampingkan, bahwa semua program mempunyai kelebihan dan

kekurangan tersendiri. Program akselerasi dalam dunia pendidikan, memiliki efek positif dan

negatif secara langsung pada perkembangan anak didik.

Keuntungan Program Akselerasi.

Southeren & Jones (1991) menyebutkan beberapa keuntungan siswa yang ikut dalam program

akselerasi yaitu:

1. Efesiensi dalam belajar meningkat 

2. Efektivitas dalam belajar meningkat 

3. Adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki 

4. Waktu untuk meniti karir lebih banyak 

5. Produkstivitas meningkat 

6. Pilihan eksplorasi dalam pendidikan meningkat 

7. Siswa diperkenalkan dalam kelompok teman yang baru.

Kerugian Program Akselerasi

Terlepas dari keuntungan yang dikemukakan diatas, beberapa hal yang menjadi

keberatan terhadap program akselerasi. Keberatan itu menyangkut bidang akademis, bidang

penyesuaian diri sosial, bidang aktivitas ekstrakurikuler, dan bidang penyesuaian diri emosional.

a.    Bidang Akademis 

1. Mungkin saja bahan ajar yang diberikan terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu

beradaptasi dalam lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi orang yang sedang-

sedang saja (mediocre) bahkan mungkin juga siswa akan mengalami kegagalan. 

2. Kemungkinan terjadi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi merupakan

gejala seseaat saja. 

3. Siswa akselerasi meskipun mmenuhi kualifikasi secara akademis, tetapi kurang matang

secara sosial, fisik dan juga emosional untuk berada pada tempat yang tinggi. 

4. Siswa akselerasi dituntut untuk lebih cepat memutuskan karirnya, sedangkan pada

perkembangan usianya saat itu belum dibekali kemampuan untuk mengambil pilihan

yang tepat.

5. Pengetahuan siswa akselerasi dikembangkan dengan cepat tetapi belum pada waktunya

karena dia belum memiliki pengalaman yang cukup. 

6. Pengalaman yang mungkin cocok pada aksleleran bisa saja tidak diperolehnya dari

kurikulum di sekolah. 

7. Tuntutan anak untuk program akselerasi sangat besar sehingga kemampuan kreativitas

berpikir divergen kurang mendapat perhatian.

b.    Penyesuaian Diri Sosial

1. Siswa akselerasi didorong prestasinya secara akademis, dalam hal ini mengurangi

waktunya untuk melakukan aktivitas yang lain.

2. Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang

penting pada usianya.

3. Siswa akselerasi kemungkinan akan ditolak oleh kakak kelasnya, sedangkan

kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan kawan sebayanya hanya sedikit sekali.

c.    Aktivitas Ekstrakurikuler 

1. Kebanyakan aktivitas kurikuler berkaitan dengan usia dan siswa kurang memiliki

kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas penting di luar kurikulum yang

normal (yang sesuai dengan usianya). Hal ini juga akan mengurangi jumlah waktu untuk

memperkenalkan masalah karir kepada mereka. 

2. Prestosi dalam berbagai kegiatan atletik adalah penting untuk setiap siswa dan kegiatan

dalam program akselerasi tidak mungkin menyaingi mereka yang mengikuti program

sekolah secara normal, yang lebih kuat dan lebih terampil.

d.   Penyesuaian Diri Emosional 

1. Siswa akselerasi mungkin saja akan mengalami frustasi dengan adanya tekanan dan

tuntutan yang ada dan pada akhirnya merasa sangat lelah sehingga akan menurunkan

tingkat prestasinya dan bisa terjadi ia menjadi siswa yang underachiever atau drop out. 

2. Siswa Akselerasi yang memiliki kesempatan dalam masa kanak-kanaknya dan masa

remajanya, akan terisolasi atau bersikap agresif terhadap orang lain. Suatu saat mereka

mungkin saja menjadi orang yang antisocial karena mereka tidak mampu memiliki

hubungan sebagaimana layaknya orang dewasa lainnya untuk berkencan, menikah dan

membina kehidupan rumah tangga.

3. Mereka akan kurang mampu untuk menyesuaikan diri dalam karirnya karena mereka

menempati karir yang kurang tepat dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk

menyesuaikan diri terhadap tekanan yang ada sepanjang hidup mereka, atau mereka

tidak akan mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. 

4. Tekanan yang terbentuk sejak kecil, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan hal-

hal yang cocok dalam bentuk kreativitas atau hobi dan adanya potensi untuk dikucilkan

dari orang lain, akan mengakibatkan kesulitan dalam kehidupan perkawinannya kelak

atau bahkan bunuh diri.

Referensi:

Yustinus Samiun. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

(sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/keuntungan-dan-kerugian-program.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

INTELEGENSI MANUSIAYang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah “budaya”. Budaya

dihasilkan dari hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Cipta rasa dan karsa berkembang berkat

kemampuan intelligence manusia. Tetapi, tingkat intelegensi setiap individu sangat berbeda.

Dibawah ini akan dijelaskan secara mendetail.

PENGETIAN INTELEGENSI

Claparde dan Stern mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk

menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.

K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan

pemahaman atau pengertian.

David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai

kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-

tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah

kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi

lingkungannya secara efektif.

William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah

kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-

alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi

sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak

begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang.

Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa:

1. Intelegensi itu ialah faktor total berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di

dalamnya (ingatan, fantasi, penasaran, perhatian, minat dan sebagainya juga

mempengaruhi intelegensi seseorang). 

2. Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannya yang

tampak. Intelegensi hanya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsung melalui

“kelakuan intelegensinya”. 

3. Bagi suatu perbuatan intelegensi bukan hanya kemapuan yang dibawa sejak lahir

saja, yang penting faktor-faktor lingkungan dan pendidikan pun memegang peranan. 

4. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan

yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan

mencapai tujuan itu.

TEORI – TEORI INTELEGENSI

Teori – Teori mengenai intelegensi ada beberapa macam, diantaranya:

1. Teori Two- Faktor

Inteligensi terdiri dari faktor G (general factor) kecerdasan umum yang berfungsi dalam

setiap aktivitas mental & faktor S  (specific factors) kemampuan khusus seseorang: verbal,

numerikal, mekanikal, perhatian, imajinasi, dll.(Charles Spearman)

2. Teori Primary Mental Abilities

Inteligensi terdiri sekelompok faktor  (primary Mental Abilities): verbal comprehension,

numerical, spasial visualization, perseptual ability, memory, reasoning & word fluency. (L.L

Thurstone).

3. Teori Triarchis

Menggambarkan proses berpikir sebagai komponen yang diklasifikasikan menurut fungsi &

sifat: 

Meta component: mengidentifikasi masalah, merencanakan, menunjukan perhatian

dan memantau sejauh mana strategi yang dipilih tersebut bekerja. 

Performance component: melaksanakan strategi yang telah dipilih. 

Knowledge acquisition component : menyangkut perolehan pengetahuan

(Sternberg).

PENGUKURAN INTELEGENSI

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis

merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang

memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan

Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak

perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik

yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan

chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini

sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern,

yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak

digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu

terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa

inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga

terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of

Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler

Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for

Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang

lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.

Validitas dan Reliabilitas

Test intelegensi kebanyakan menggunakan prestasi sekolah sebagai promotor atau

kriteria utamanya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tes intelegensi memang

mempunyai korelasi yang amat tinggi dengan prestasi sekolah. Jadi dalam hal ini tes

tersebut valid. Pertanyaan validitas, dan khususnya reliabilitas tes intelegensi menyangkut

pada pengaruh budaya. Bila tes dapat dibuat sama sekali tidak dipengaruhi oleh budaya

(Culture Fair atau Culture Free) maka tes tersebut dapat diharapkan reliabel (dapat dipakai

di mana saja).

Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :

1) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya:

a. Stanford – Binet Intelegence Scale.

b. Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS)

c. Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC)

d. Wechster – Adult Intelegence Scale (WAIS)

e. Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI)

2) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya:

a. Pintner Cunningham Prymary Test

b. The California Test of Mental Makurity

c. The Henmon – Nelson Test Mental Ability

d. Otis – Lennon Mental Ability Test

e. Progassive Matrices

3) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan=

Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes

intelegensi kelompok berupa:

1. The California Test of Mental Maturity (CTMM) 

2. The Henmon – Nelson Test Mental Ability 

3. Otis – Lennon Mental Ability Test, and 

4. Progassive Matrices. (22)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTELEGENSI

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat intelegensi

yang berbeda. Hal ini seperti yang disebutkan diatas ada pandangan yang menekankan

pada bawaan (pandangan kualitatif) dan ada yang menekankan pada proses belajar

(pandangan kuantitatif) sehingga dengan adanya perbedaan pandangan tersebut dapat

diketahui bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebgai berikut.

1. Pengaruh faktor bawaan

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari

suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50

), orang yang kembar ( + 0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi

korelasi dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).

2. Pengaruh faktor lingkungan

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu

ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan intelegensi seseorang.

Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat

penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari

lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan

berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).

3. Stabilitas intelegensi dan IQ

Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang

kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene

hanya mengukur sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung

perkembangan organik otak.

4. Pengaruh faktor kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap

organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai

kesanggupan menjalankan fungsinya.

5. Pengaruh faktor pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi

perkembangan intelegensi.

6. Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi

perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang

mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.

7. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu

dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode,

juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan

intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah

satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total. Keseluruhan pribadi turut serta

menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang.

DINAMIKA INTELEGENSI

Dalam bahasan ini akan dijelaskan beberapa poin tentang masalah-masalah yang

berkaitan dengan intelegensi

1. Hubungan intelegensi dengan tingkat kelompok jabatan

Super dan Cities menyimpulkan bahwa makin tinggi tingkat kelompok jabatan, makin

tinggi rata-rata IQ-nya.

2. Hubungan intelegensi anak-anak dengan intelegensi orang tua mereka.

Schienfield menyatakan tentang hereditas intelegensi (apa yang diwariskan oran tua

kepada anaknya) selain adanya pengaruh tingkat pendidikan orang tua dengan

perkembangan intelegensi anak (stimulasi orang tua) seperti yang dikemukakan

olehFitzegerald dan McKinney.

3. Hubungan kondisi jasmani terhadap intelegensi seseorang.

Berdasarkan penelitian, ternyata orang-orang yang ber-IQ tinggi cenderung lebih sehat

jasmaninya dan pertumbuhannya lebih subur dibandingkan dengan orang-orang yang ber-

IQ rendah.

4. Pengaruh pendidikan pada tingkat intelegensi.

Prof.Irving Lorge (1945) dari universitas California menunjukan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula skor IQ-nya, disamping adanya faktor lain

seperti lingkungan keluarga, sosial, minat belajar, keperibadian, dan sebagainya.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/intelegensi-manusia.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

PERAN PSIKOLOG DALAM DUNIA PENDIDIKANDunia belajar mengajar (dunia pendidikan) merupakan salah satu lahan dari psikologi secara umum. Psikologi pendidikan berperan penting dalam peningkatan mutu siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi kedalam dunia pendidikan. Psikologi dengan objek manusia (tingkah laku), sedangkan pendidikan berorientasi pada perubahan perilaku siswa, cocok untuk dipadukan dengan harapan mendapatkan perilaku siswa yang diinginkan.

Peran Psikolog Sekolah

Pelaksanaan psikologi dalam hal diagnostik disekolah:

Pelaksanaan tes  Melakukan wawancara dengan siswa, guru, orangtua, serta orang-orang yang

terlibat dalam pendidikan siswa  Observasi siswa di kelas, tempat bermain, serta dalam kegiatan sekolah

lainnya  Mempelajari data kumulatif prestasi belajar siswa.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerumitan dan Luasnya Peran Psikolog di Sekolah

1. tingkat pelayanan (Jack I. Baron (1982),) 

Tingkat I (psikodiagnostik); meliputi pelayanan tes kecerdasan, kemudian pemberian laporan tertulis yang memberi gambaran kelemahan dan kekuatan yang terungkap oleh tes tersebut. 

Tingkat II (klinis dan konseling); perhatian psikolog sekolah terhadap anak didik bersifat menyeluruh, yang mana membantu pihak sekolah dalam menyelesaikan berbagai masalah kesmen yang dihadapi anak. Pada tingkat ini peran psikolog erat dengan masalah kelompok dalam kelas dan masalah yang berkaitan dengan kelas.

Tingkat III (indusrti dan organisasi); dalam hal ini psikolog ikut terlibat dalm tindakan yang menyangkut kebijakan dan prosedur sekolah, dalam pengembangan dan evaluasi program serta pelayanan sekolah,dapat berupa; supervisi, pendidikan, konsulatan bagi kariawan edukatif maupun nonedukatif (membantu malakukan seleksi, penempatan, serta urusan-urusan personalia lain), dan bekarja sama dengan ahli-ahli lain dalam masyarakat.

2. Kegiatan professional

Berpartisipasi dalam diagnosis, intervensi langsung, konsultasi, pendidikan, evaluasi dan pelacakan kembali terhadap hasil penanganan. Semakin tinggi tingkat fungsi pelayanan, maka semakin banyak tugas-tugas pokok dilaksanakan, sedangkan tingkat rendah hanya sibuk dengan pengukuran/ diagnosis, tingkat tertinggi lebih bervariasi fungsinya dan membutuhkan kegiatan professional yang bervariasi juga, berdasar kebutuhan sekolah, bergantung pada kompetensi dan minat psikolognya.

3. Klien langsung

Berhadapan dengan: 

Murid secara perorangan, kelompok murid, murid per kelas  Guru secara perorangan, kelompok guru 

Tenaga administrasi

4. Tingkat program pendidikan

Terdapat kesulitan dan kerumitan dalam setiap tingkat pendidikan yang ditinjau dari aspek kognisi,bentuk tugas-tugas mengajar, organisasi sekolah dan pengelompokan murid-murid, serta ciri-ciri khas perkembangan dalam masyarakat, berinteraksi dan menghasilkan klien-klien yang berbeda kebutuhan psikologiknya, serta perbedaan harapan dan peran pelayanan psikologik yang diinginkan.

5. Kekhasan lingkungan masyarakat dan sekolah

Bentuk lain dari fungsi dan tanggung jawab seorang psikolog sekolah bergantung pada ciri-ciri khas, formal-nonformal, sumber dana sekolah, daerah lokasi sekolah, suku/agama/ ras/ golongan tang memanfaatkan jasa psikolog sekolah.

Psikolog Masyarakat

Dalam hal ini psikolog masyarakat berfungsi sebagai konsultan luar yang membantu mengembangkan, menyusun program, mendirikan, dan mengevaluasi program pendidikan, bekerjasama dengan personalia sekolah.

Psikolog Pendidikan

Seorang psikolog pendidikan harus tahu dan memahami kondisi siswanya, memahami perbedaan individual, implikasi perbedaan fisikdan psikologik antara laki-laki dan perempuan, dan perbedaan peran dan harapan antar keduanya. Selain itu psikolog pendidikan perlu terlibat dalam perencanaan kurikulum dan prosedur mengajar-belajar yang didasari ilmu mengenai belajar dan perlu penelitian-penelitian untuk menguji evektifitas prosedur didalam situasi sekolah.

Peran Dalam Pengukuran dan Evaluasi

a. Pengukuran kesiapan pendidikan; meliputi kemampuan dan keterampilan sebagai prasyaratan yang memungkinkan fasilitas pendidikan pada tingkat pelajaran dengan tes potensi akademik atau tes kemampuan belajar.

b. Pengukuran prestasi belajar, berfungsi:

Fungsi instruksinal, sebagai umpan balik bagi guru dan siswa, atas keberhasilan atau kegagalan dalam pelajaran atau keperluan perbaikan proses pengajaran. 

Fungsi adminisrtatif, meliputi; seleksi dan penempatan sebagai sarana untuk menaring siswa dalam memenuhi prasyarat yang dibutuhkan atau memasukkan siswa dalam tingkat kelas tertentu,. 

Fungsi bimbingan,tes juga dapat dijadikan sebagai alat diagnostic psikoedukasional dalam bentuk bimbingan,yang dapat digunakan saat memilih jurusan diperguruan tinggi, menemukan kemampuan-kemampuan yang belum tampak sebelumnya.

Psikologi Proses Mengajar-Belajar

a. Agar mempermudah dan mengarahkan proses belajar bagi siswa

b. Tugas-tugas diatur dalam urutan yang optimal yang membentuk hirarki belajar.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/peran-psikolog-dalam-dunia-pendidikan.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Desain Pelatihan Pemecahan Masalah pada Remaja

Latar Belakang

Usia remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa menuju

kedewasaan. Pada masa ini remaja dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang datang

dari dalam dirinya (Perubahan postur tubuh yang dapat mempengaruhi sosialisasi pada

remaja), maupun masalah yang datang dari luar (Keluarga, teman pergaulan, dan rasa ingin

diterima didalam kelompok). Masalah yang dihadapi pada diri remaja ini nantinya akan

membentuk kepribadian yang khas dan memecahkan masalah dengan khas remaja pula.

Apakah remaja ini akan mempu menghadapi masalah dan meyelesaikan masalahnya

dengan baik sehingga terbentuk diri remaja yang utuh dan menemukan dirinya sebagai

suatu pribadi yang utuh.

Masalah-masalah yang dihadapi remaja sangat kompleks, dan pemecahan

masalahnya pun tergantung pada remaja itu sendiri. Referensi pemecahan masalah bisa

didapat dari pengalaman sehari-hari, sikap yang didapat dari hasil belajar, dan informasi

yang diterima oleh remaja serta budaya atau nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang

menuntut remaja untuk konform.

Pemecahan masalah pada remaja hendaknya diselesaikan dengan bijak oleh

remaja. “Kebijakan” pada diri remaja bisa didapat dari proses belajar. Remaja harus bisa

bekerja sama dan dapat menghargai pendapat orang lain dengan menunjukkan sikap

kooperatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Tujuan Pelatihan

Pelatihan ini bertujuan untuk:

1. Melatih remaja bersikap objektif dalam menghadapi berbagai masalah.

2. Melatih remaja memandang suatu permasalahan sebagai suatu tantangan yang harus

dihadapi dan merupakan bagian dari proses pembelajaran.

3. Melatih kebersamaan pada diri remaja dan mengedepankan diskusi dalam menghadapi

permasalahan bersama.

4. Menciptakan rasa percaya diri dan optimisme kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi

berbagai problem.

5. Melatih sikap kebijaksaan pada remaja dalam mematuhi nilai-nilai budaya.

Sasaran Pelatihan

a. Remaja menyadari fungsi dan tanggungjawabnya dalam keluarga dan masyarakat, sebagai

konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

b. Remaja menyadari pentingnya kerjasama dan diskusi dalam menyelesaikan permasalahan

bersama.

c. Remaja menyadari pentingnya mematuhi nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat.

d. Remaja mendapatkan sikap optimisme dan dapat berkonform dengan lingkungan.

Peserta Pelatihan

Peserta pelatihan adalah siswa SLTA (Laki-laki dan perempuan dengan rentang

umur 15 – 19 tahun) dengan jumlah peserta 100 orang.

Waktu dan Materi Pelatihan

Pelatihan dilaksanakan pada hari Sabtu. Jadwal Pelatihan tertera pada tabel dibawah ini:

No Pukul Materi Pelatihan

1. 08.00 – 09.30 Opening Ceremonial

2. 09.30 – 11.30 Remaja dan permasalahannya, pembentukan sikap positif

3. 11.30 – 13.00 Isterahat, Sholat, Makan

4. 13.00 – 15.00 Remaja dan tantangan, pentingnya conform

5. 15.00 – 16.00  dan kerjasama

6. 16.00 – 18.00 Isterahat, Snack, Shalat

7. 18.00 – 19.00 Games / Out Bond

8. 19.00 – 20.30 Isterahat, Shalat

9. 20.30 – 21.00 Api Unggun + Muhasabah

Penutupan

Metode Pelatihan

1. Remaja dan permasalahannya, pembentukan sikap positif: Kuliah + Diskusi + Games in door

(melatih kebijaksaan dan sikap positif: seorang raja yang bijak dan 3 orang anaknya).

2. Remaja dan tantangan, pentingnya conform dan kerjasama: Studi kasus + diskusi + role

playing.

3. Games (outbond): Kegiatan diadakan diluar ruangan dengan games (terlampir pada desain

games)

4. Games (outbond): Kegiatan diadakan diluar ruangan (gemes terlampir)

a. Toss a Name

b. Bottle Neils

c. Toxic Waste

d. Horizontal Web

5. Api Unggun dan Muhasabah

Peserta berdiri di pinggir api, dengan saling berpegangan tangan dengan erat (tidak

ada yang lepas), dan diberikan games yang dapat menggugah nuansa keakraban, atau

menampilkan kreativitas peserta. Kemudian peserta duduk melingkar disekitar disekitar api,

dengan duduk rileks. Lutut peserta saling bersentuhan. Suasana harus gelap, dan hanya api

yang menyinari sekitar (api unggung sebagai pusat). Ketika api sudah mulai redup,

muhasabah mulai laksanakan.

Peralatan

Perlatan yang digunakan selama kegiatan dilaksanakan:

· Perlatan yang digunakan pada materi In door

1. Sound + 2 buah Micropon.

2. Spidol, papan tulis, penghapus

3. Leptop + LCD + Layar LCD

4. Alat tulis (kertas dan pena)

· Perlatan yang digunakan pada materi out door

1. Toss Name: Sebuah bola kecil (bola pingpong)

2. Bottle Neil: Botol, tali/benang dengan panjang 3 meter 9 buah, Paku yang panjang 1 buah.

3. Toxic Waste: Ember kecil, ember sedang, tali cord, tali rafia, maerial (air/pasir/bola pingpong)

4. Horizontal Web: Tali rafia, penutup mata

· Perlatan yang digunakan pada saat muhasabah

Kayu bakar dan api (membuat api unggung)

Desain Materi/Games

Materi I

Materi Remaja dan Permasalahannya, Pembentukan sikap positif

Tujuan Untuk mengetahui sekitar permasalahan remaja, tugas-tugas yang seharusnya dilaksanakan pada fase perkembangan ini, agar remaja membuka cakrawala berpikirnya dalam memandang suatu masalah untuk memecahkan masalahnya secara bijak dan positif dalam memenuhi kebutuhan dan dorongan-dorongan yang lahir dari dalam maupun dari lingkungannya dengan tetap berstandar pada nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.

Jumlah Peserta 100 orang

Waktu 2 jam (9.30 – 11.30)

Tempat In door (aula)

Alat dan Bahan Sound, LCD, Papan Tulis, Layar LCD,

Spidol, penghapus, leptop, Mikropon 2 buah

Langkah-langkah/

pelaksanaan

· Materi diberikan didalam ruangan tertutup (aula).

· Materi ditransfer dengan metode kuliah, diskusi dan pemberian games in door (seorang raja dan 3 orang anaknya). Games diberikan pada akhir sesi acara ini berlangsung. Diberikan dalam bentuk tertulis di layar LCD.

Materi II

Materi Remaja dan tantangannya, pentingnya conform dan kerjasama

Tujuan Untuk mengembangkan problem solving remaja. Dengan mengadakan studi kasus, dan diskusi, remaja akan memiliki referensi dan cara pemecahan masalah yang ideal. Permainan peran, akan memperkaya pemahaman karena peserta akan membandingkan mana karakter yang seharusnya dijadikan tokoh yang ideal. Pemecahan masalah akan dirasa lebih penting jika ada conform dan kerjasama.

Jumlah Peserta 100 orang

Waktu 2 jam (13.00 – 15.00)

Tempat In door (aula)

Alat dan Bahan Sound, LCD, Papan Tulis, Layar LCD, Spidol, penghapus, leptop, mikropon 2 buah

Langkah-langkah/

pelaksanaan

· Materi diberikan dengan metode Studi kasus + diskusi + role playing.

· Membahas tantangan-tangan yang dihadapi remaja, dan memecahkan tantangan itu dengan mempelajari secara mendalam, diskusi dan memerankannya.

Materi III (Games)

Peserta yang berjumlah 100 dibagi kedalam 10 kelompok (satu kelompok 10 orang)

dengan setiap kelompok satu instruktur. Pembagian kelompok secara acak oleh chief

instruktur. Sesi ini berlangsung selama 2 jam (16.00 – 18.00).

1.    Toss a Name

Materi Toss a Name

Tujuan Melatih remaja untuk memperkenalkan nama dan memahami makna dibalik apa-apa yang dibenci selama ini. Membuang jauh-jauh prasangka negatif, dan berlatih menerima orang.

Jumlah Peserta 10 orang

Waktu 15 menit

Tempat Out door (lapangan outbond)

Alat dan Bahan Sebuah bola kecil (bola pingpong)

Langkah-langkah/

pelaksanaan

Peserta dipandu oleh Instruktur kelompok masing-masing. Duduk rileks dengan melingkar, memperkenalkan nama dengan menggunakan bola pingpong bergiliran. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kata-kata “terimah kasih … (nama sebelum urutan dia), nama saya …(namanya) silahkan …. (nama teman sesudahnya)”. Kemudian peserta disuruh menyebut apa-apa saja yang paling dibenci didunia ini secara bergiliran. Kemudian merangkai nama dengan apa yang dibenci itu seperti urutan instruksi diatas.

2.    Bottle Neils

Materi Bottle Neils

Tujuan Melatih kerja sama, patuh pada instruksi pemimpin, dan kepercayaan kepada orang lain.

Jumlah Peserta 10 orang

Waktu 25 menit

Tempat Out door (lapangan outbond)

Alat dan Bahan Botol, paku, tali/benang 9 buah (panjang 3 meter)

Langkah-langkah/

pelaksanaan

Peserta masing-masing memegang tali yang telah disediakan dan diikatkan pada paku. Peserta saling membelakangi. Salah seorang dari peserta bertindak sebagai seorang leader untuk mengarahkan jalan teman-tamannya. Peserta yang memegang tali tidak boleh melihat kebelakang. Tugas kelompok adalah memasukkan paku kedalam botol yang jaraknya sekitar 3 meter.

3.    Toxic Waste

Materi Toxic Waste

Tujuan Melatih kebercamaan gerakan dalam kelompok, melatih pemecahan masalah, dan membuat keputusan yang tepat.

Jumlah Peserta 10 orang

Waktu 30 menit

Tempat Out door (lapangan outbond)

Alat dan Bahan Ember kecil, ember sedang, tali cord, tali rafia, maerial (air/pasir/bola pingpong)

Langkah-langkah/

pelaksanaan

Tali rafia disetting berbentuk lingkaran dengan 2 buah ember berada ditengahnya. Instrktur games menarangkan tujuan games ini, yaitu memasukkan limbah beracun yang berada diember kecil (ember penampungan). Syaratnya tidak boleh menginjak area yang berada didalam lingkaran kecil tali rafia (areal radiasi) dan peserta juga tidak diperbolehkan menyentuh/memegang ember. Hanya diperkenankan menggunakan tali saja. Permainan berjalan sampai seluruh limbah dapat dimasukkan kedalam ember penampungan.

4.    Horizontal Web

Materi Horizontal Web

Tujuan Melatih kepercayaan yang penuh kepada orang lain, dan memahami begitu sulit menjadi seorang pemimpin yang harus mengarahkan yang dipimpinnya.

Jumlah Peserta 10 orang

Waktu 30 menit

Tempat Out door (lapangan outbond)

Alat dan Bahan Tali rafia, penutup matas

Langkah-langkah/

pelaksanaan

Kelompok harus melewati sarang laba-laba dengan menutup mata. Untuk mengarahkan, diminta seorang leader.

Dilema Dunia Pendidikan: Membunuh Kreativitas, Menumbuhkan Mental Budak

Usia yang dihabiskan dalam bangku sekolah adalah waktu yang terlama dalam sebuah siklus

kehidupan seseorang. Jika dihitung, waktu yang dihabiskan dalam sekolah sekitar 14  tahun. 2 tahun

di TK, 6 tahun di SD, 3 tahun di SLTP, 3 tahun di SLTA . Ditambah dengan 4 tahun di peguruan

tinggi, bagi yang sempat melanjutkan, berarti waktu yang dihabiskan semuanya dari TK hingga lulus

di Perguruan Tinggi sekitar 18 tahun.  Begitu lama, sehingga sebagian besar waktu dalam usia-usia

perkembangan dan pembentukan kepribadian habis di bangku pendidikan.

Menurut sebagian besar teori perkembangan, waktu-waktu inilah yang merupakan usia yang

paling mempengaruhi kepribadian seseorang. Menurut teori psikoanalisia, usia tahapan

perkembangan bahkan sudah tuntas jika seseorang sudah memasuki masa genital (ramaja/dewasa)

sekitar usia 11 – 13 tahun. Menurut teori psikoseksual Erick Erikson, pada usia ini sudah melewati

masa pencarian identitas (Identity vs Identity Confusio).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, usia dan waktu yang dihabiskan dalam bangku

pendidikan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Yang menjadi pertanyaan adalah,

mengapa lulusan-lulusan dari lembaga pendidikan  sebagian besar tidak bisa berfungsi sebagai

pribadi dewasa, sehingga menambah jumlah pengangguran. Ataupun sebagian besar, lulusan

lembaga pendidikan (menurut beberapa survey) lebih menyukai menjadi PNS (dengan alasan lebih

terjamin) daripada usaha-usaha lain yang lebih menjanjikan. Lulusan lembaga pendidikan tidak

mampu bersaing ataupun menciptakan ide-ide dan kreativitas baru yang dapat menjadi tulang

punggung penghasilan mereka?

Jika kita menelaah lebih jauh, dan mengingat masa-masa dibangku sekolah, ada tiga

penyebab yang merupakan sumber masalah ini. dibangku sekolah ada statement dari guru/pengajar

yang menekankan pada siswanya, agar selalu membenarkan perkataan/ucapan guru, Jangan

menyelisihi guru, dan jangan menyimpang dari text book. Statement inilah yang merupakan

sumber malapetaka, membunuh kreativitas siswa dan menumbuhkan mental budak.

Seorang siswa yang keluar di jalur ini, dianggap siswa yang susah diatur, tidak taat, tidak

disiplin dan lain-lain. Sehingga siswa tersebut terkadang mendapatkan hukuman (yang biasanya juga

tidak mendidik), Tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang sesuai dengan keinginan (minat

dan bakat) siswa tersebut. Siswa diarahkan sesuai dengan keinginan guru yang biasanya pola

pikirnya juga masih budak (karena juga lahir dari system sekolah perbudakan). Siswa dilarang

membuat kreativitas, menekan minat mereka sehingga bakat-bakat mereka terpendam sangat dalam.

Bayangkan saja, seorang siswa dari SD hingga SLTA, harus dipaksa belajar sebuah mata

pelajaran yang mereka tidak sukai, dan harus meninggalkan bakatnya untuk mejadi “siswa yang baik

dimata guru” (penurut). Ini adalah sebuah musibah dalam dunia pendidikan. Pendidikan bukan lagi

mengajar dan memanusiakan manusia, tetapi memperbudak manusia. Sebuah system pendidikan

yang harus dibenahi.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/03/dilema-dunia-pendidikan-membunuh.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Keuntungan dan Kerugian Program Akselerasi pada Siswa di Dunia Pendidikan

Program askselerasi di dunia pendidikan diberlakukan pada beberapa sekolah untuk

menjawab dan memberikan perhatian kepada siswa-siswa yang mengalami bakat pada bidang

tertentu. Menurut Pressey akselerasi adalah sebuah kemajuan yang diperoleh di dalam program

pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang

konvensional. Sedangkan dalam program percepatan belajar untuk siswa SD, SLTP dan SLTA

yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000, akselerasi didefenisikan sebagai salah

satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan

kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang

ditentukan (Depdiknas, 2001).

Tidak bisa di kesampingkan, bahwa semua program mempunyai kelebihan dan

kekurangan tersendiri. Program akselerasi dalam dunia pendidikan, memiliki efek positif dan

negatif secara langsung pada perkembangan anak didik.

Keuntungan Program Akselerasi.

Southeren & Jones (1991) menyebutkan beberapa keuntungan siswa yang ikut dalam program

akselerasi yaitu:

1. Efesiensi dalam belajar meningkat 

2. Efektivitas dalam belajar meningkat 

3. Adanya rekognisi terhadap prestasi yang dimiliki 

4. Waktu untuk meniti karir lebih banyak 

5. Produkstivitas meningkat 

6. Pilihan eksplorasi dalam pendidikan meningkat 

7. Siswa diperkenalkan dalam kelompok teman yang baru.

Kerugian Program Akselerasi

Terlepas dari keuntungan yang dikemukakan diatas, beberapa hal yang menjadi

keberatan terhadap program akselerasi. Keberatan itu menyangkut bidang akademis, bidang

penyesuaian diri sosial, bidang aktivitas ekstrakurikuler, dan bidang penyesuaian diri emosional.

a.    Bidang Akademis 

1. Mungkin saja bahan ajar yang diberikan terlalu jauh bagi siswa sehingga ia tidak mampu

beradaptasi dalam lingkungan yang baru, dan akhirnya menjadi orang yang sedang-

sedang saja (mediocre) bahkan mungkin juga siswa akan mengalami kegagalan. 

2. Kemungkinan terjadi yang ditampilkan siswa pada waktu proses identifikasi merupakan

gejala seseaat saja. 

3. Siswa akselerasi meskipun mmenuhi kualifikasi secara akademis, tetapi kurang matang

secara sosial, fisik dan juga emosional untuk berada pada tempat yang tinggi. 

4. Siswa akselerasi dituntut untuk lebih cepat memutuskan karirnya, sedangkan pada

perkembangan usianya saat itu belum dibekali kemampuan untuk mengambil pilihan

yang tepat.

5. Pengetahuan siswa akselerasi dikembangkan dengan cepat tetapi belum pada waktunya

karena dia belum memiliki pengalaman yang cukup. 

6. Pengalaman yang mungkin cocok pada aksleleran bisa saja tidak diperolehnya dari

kurikulum di sekolah. 

7. Tuntutan anak untuk program akselerasi sangat besar sehingga kemampuan kreativitas

berpikir divergen kurang mendapat perhatian.

b.    Penyesuaian Diri Sosial

1. Siswa akselerasi didorong prestasinya secara akademis, dalam hal ini mengurangi

waktunya untuk melakukan aktivitas yang lain.

2. Siswa akselerasi akan kehilangan aktivitas dalam masa-masa hubungan sosial yang

penting pada usianya.

3. Siswa akselerasi kemungkinan akan ditolak oleh kakak kelasnya, sedangkan

kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan kawan sebayanya hanya sedikit sekali.

c.    Aktivitas Ekstrakurikuler 

1. Kebanyakan aktivitas kurikuler berkaitan dengan usia dan siswa kurang memiliki

kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas penting di luar kurikulum yang

normal (yang sesuai dengan usianya). Hal ini juga akan mengurangi jumlah waktu untuk

memperkenalkan masalah karir kepada mereka. 

2. Prestosi dalam berbagai kegiatan atletik adalah penting untuk setiap siswa dan kegiatan

dalam program akselerasi tidak mungkin menyaingi mereka yang mengikuti program

sekolah secara normal, yang lebih kuat dan lebih terampil.

d.   Penyesuaian Diri Emosional 

1. Siswa akselerasi mungkin saja akan mengalami frustasi dengan adanya tekanan dan

tuntutan yang ada dan pada akhirnya merasa sangat lelah sehingga akan menurunkan

tingkat prestasinya dan bisa terjadi ia menjadi siswa yang underachiever atau drop out. 

2. Siswa Akselerasi yang memiliki kesempatan dalam masa kanak-kanaknya dan masa

remajanya, akan terisolasi atau bersikap agresif terhadap orang lain. Suatu saat mereka

mungkin saja menjadi orang yang antisocial karena mereka tidak mampu memiliki

hubungan sebagaimana layaknya orang dewasa lainnya untuk berkencan, menikah dan

membina kehidupan rumah tangga.

3. Mereka akan kurang mampu untuk menyesuaikan diri dalam karirnya karena mereka

menempati karir yang kurang tepat dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk

menyesuaikan diri terhadap tekanan yang ada sepanjang hidup mereka, atau mereka

tidak akan mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. 

4. Tekanan yang terbentuk sejak kecil, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan hal-

hal yang cocok dalam bentuk kreativitas atau hobi dan adanya potensi untuk dikucilkan

dari orang lain, akan mengakibatkan kesulitan dalam kehidupan perkawinannya kelak

atau bahkan bunuh diri.

Referensi:

Yustinus Samiun. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2011/09/keuntungan-dan-kerugian-program.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)