794adbfbe4ab0708

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lihat aja bos

Citation preview

  • i

    KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI

    MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

    DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG

    KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

    TESIS

    OLEH : Sri Lamisih

    NPM. 11510102

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

    PROGRAM PASCASARJANA

    IKIP PGRI SEMARANG

    2013

  • ii

    KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI

    MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

    DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG

    KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

    TESIS

    Diajukan untuk memenuhi salah satu

    Persyaratan dalam penyelesaian Program

    Magister Manajemen Pendidikan

    Oleh Sri Lamisih

    NPM. 11510102

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

    PROGRAM PASCASARJANA

    IKIP PGRI SEMAR ANG

    2013

    i

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

    Nama : Sri Lamisih

    NPM : 11510102

    Prodi : Manajemen Pendidikan

    Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya. Sepengetahuan

    saya, bidang kajian penelitian ini belum pernah dilakukan oleh orang lain dan

    tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu

    hanya bersifat sebagai acuan dengan mengikuti kaidah, etika, dan tata cara

    penulisan karya ilmiah yang lazim.

    Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepeuhnya

    menjadi tanggung jawab saya.

    Semarang, Agustus 2013

    Peneliti

    Sri Lamisih NPM. 11510102

    ii

  • iv

    LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS

    Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang

    Nama : Sri Lamisih

    NPM : 11510102

    Program Studi : Manajemen Pendidikan

    Judul Tesis : Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi

    Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD

    Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati

    Tahun Pelajaran 2012/2013

    Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian yang dibuat oleh Mahasiswa

    tersebut di atas telah selesai dan siap diujikan.

    Semarang, Agustus 2013

    Pembimbing I

    Prof. Dr. A.T. Soegito, SH.,M.M NIP. 130345757

    Pembimbing II

    Dr. Yovitha Juliejantiningsih, M.Pd NPP 085901221

    iii

  • v

    LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TESIS

    Tesis berjudul : Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi

    Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01

    Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013 ditulis oleh Sri

    Lamisih, NPM 11510102 telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian

    Tesis Program Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan IKIP PGRI

    Semarang.

    Pada Hari : Sabtu

    Tanggal : 31 Agustus 2013

    Ketua, Prof. Dr. Sunandar, M.Pd NIP. 19620815 198703 1 002

    Sekretaris, Dr. Yovitha Yuliejantiningsih, M.Pd NPP 0859011221

    Anggota :

    1. Prof. Dr.A.T. Soegito, SH.,M.M NIP 130345757 2. Dr. Yovitha Yuliejantiningsih M.Pd NPP 085901221 3. Prof. Dr. Sunandar, M.Pd NIP. 19620815 198703 1 002

    ( ____________________________ ) ( ____________________________ ) ( ____________________________ )

    iv

  • vi

    ABSTRAK

    Sri Lamisih. 2013. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis. Pembimbing : (1) Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M; (2) Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd.

    Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana kepemimpinan Kepala Sekolah

    dalam implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong

    Kabupaten Pati, (2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

    Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten

    Pati dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan keputusan partisipatif, dan sisi

    transparansi, akuntabilitas publik (3) Bagaimana upaya peningkatan pelaksanaan

    MPMBS oleh Kepala Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 sesuai dengan

    manajemen komponen-komponen sekolah. Pendekatan penelitian ini

    menggunakan penelitian naturalistik kualitatif. Jenis penelitian adalah qualitative

    approach (kualitatif). Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Pulorejo 01

    Kecamatan Winong Kabupaten Pati mulai bulan Januari-Juni 2013. Subyek

    penelitian Kepala Sekolah, dengan tahap penelitian meliputi tahap pralapangan,

    kegiatan lapangan, analisis intensif. Sumber data penelitian berasal dari informan,

    dokumen dan arsip, tempat dan peristiwa penelitian. Dalam pengamatan di

    lapangan, walaupun SD Negeri Pulorejo 01 dikategorikan SD unggulan untuk

    Kecamatan Winong tetapi masih ditemukan kekurangan-kekurangan, diantaranya

    belum sepenuhnya dilakukan sosialisasi pelaksanaan MPMBS, kurikulum lokal

    yang kurang lengkap, tenaga pendidik yang merangkap dan sarpras yang kurang

    memadai. Karena itu Kepala Sekolah SD Negeri Pulorejo 01 terus meningkatkan

    mutu pendidikan melalui MPMBS. Kesimpulan dari penelitian ini adalah setelah

    diterapkan MPMBS oleh Kepala Sekolah Pulorejo 01 maka hasilnya Kepala

    sekolah cukup dapat memahami konsep MPMBS dan melaksanakan langkah-

    langkah manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dengan baik, ditinjau dari

    sisi kemandirian sekolah, keputusan partisipatif, dan sisi akuntabilitas publik.

    Kata kunci : Implementasi, MPMBS, Kepala Sekolah

    v

  • vii

    ABSTRACT

    Sri Lamisih. 2013. Headmaster Leadership in Management Implementation of Quality Improvement School Basic of SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistric Pati Regency in Lesson Year 2012/2013 Tesis Leader : (1) Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M; (2) Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd.

    The focus of this research is (1) How is the leadership in implementation

    MPMBS at SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati Regency, (2) How is

    the Headmaster Leadership in implementation of MPMBS at SD Negeri

    Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati Regency seen from self Effortside,

    participative decision taking and transparency, public accountability side, (3)

    How to effect execation improvement MPMBS by headmaster at SD Negeri

    Pulorejo 01 based on the school components management. This research

    approach qualitative naturalisical research. The kind of research is qualitative

    approach. The research is done at SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati

    Regency began in January June 2013. Headmasters research subject is with

    research rank over whelming field rank, field activities, intensive analysis. The

    research data sources come from, informan document and archives place and

    research event. In observation at field despite SD Negeri Pulorejo 01 is

    accounted as superior elementary school for Winong subdistrict lovewer it is still

    found some shortahes, among others uncomplete MPMBS execution socialization

    havent been done fully, local curriculum education force doubling and some

    tools, which is not suitable therefore the headmaster of SD Negeri Pulorejo 01

    keept on improving education quality through MPMBS. The conclusion of this

    research is after being done MPMBS by the headmaster of Pulorejo 01 the result

    is that the headmaster can understand MPMBS concepts and executes

    management steps in quality improvement basic on school well seen from the

    school self effort participative decision and public accountability side.

    Keywords : Implementation, MPMBS, Headmaster

    vi

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

    dan hidayahNya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan tesis yang berjudul

    Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Peningkatan

    Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten

    Pati Tahun Pelajaran 2012/2013

    Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

    Manajemen Pendidikan di IKIP PGRI Semarang. Keberhasilan ini karena adanya

    bantuan keahlian dari para pembimbing, serta orang-orang terkasih yang dapat

    menumbuhkan, membangkitkan semangat, motivasi dalam proses penyusunan

    tesis ini. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan hati yang dalam peneliti

    menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Muhdi, SH.M.Hum, Rektor IKIP PGRI Semarang yang memberikan fasilitas

    kampus untuk menyelesaikan program studi pascasarjana

    2. Prof. Dr. Sunandar, M.Pd, Direkur Program Pascasarjana Manajemen

    Pendidikan IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan dorongan,

    semangat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis.

    3. Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M, Pembimbing I yang secara tegas

    memberikan arahan, masukan, bantuan keahlian dan bimbingan, serta

    pendorong utama semangat peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.

    4. Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd, Ketua Prodi Manajemen Pendidikan IKIP

    PGRI Semarang sekaligus Pembimbing II yang secara cermat, tegas, sabar

    memberikan arahan, masukan, bantuan keahlian.

    5. Bapak Ibu Dosen dan Staf Program Studi Manajemen Pendidikan Program

    Pascasarjana IKIP PGRI Semarang yang banyak memberikan bekal ilmu

    vii

  • ix

    pengetahuan dan bimbingannya selama belajar di Pascasarjana IKIP PGRI

    Semarang.

    6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana

    IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan semangat dan sharing ilmu.

    7. Siswanto, S.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan Winong

    Kabupaten Pati yang telah membantu, memberikan kemudahan selama

    belajar di Pascasarjana.

    8. Kepala SDN Pulorejo 01 Dinas Pendidikan Kecamatan Winong yang telah

    memberikan banyak masukan pada penelitian tesis ini dan sebagai tempat

    pelaksanaan penelitian.

    9. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan

    semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

    10. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuannya dalam penelitian

    dan penyusunan tesis ini dari awal hingga akhir.

    Tuhan akan membalas segala amal kebaikan semua pihak yang telah

    membantu dengan ikhlas dan semoga tesis ini bermanfaat, menjadi inspirasi bagi

    para pendidik yang lain. Dan semoga tesis ini bermanfaat umumnya bagi

    pembaca. Amin.

    Semarang, Agustus 2013

    Peneliti

    viii

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ... i

    LEMBAR PERNYATAAN ii

    LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS ..... iii

    LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TESIS .. iv

    ABSTRAK v

    ABSTRACT .. vi

    KATA PENGANTAR ... vii

    DAFTAR ISI . ix

    DAFTAR TABEL . xii

    DAFTAR LAMPIRAN xiii

    BAB I PENDAHULUAN 1

    A. Latar Belakang Masalah ... 1

    B. Fokus Penelitian ..... 13

    C. Tujuan Penelitian .. 13

    D. Manfaat Penelitian .. 14

    BAB II KAJIAN PUSTAKA 15

    A. Kepemimpinan Kepala Sekolah . 15

    B. Pengertian MPMBS . 20

    C. Tujuan MPMBS ...... 24

    D. Karakteristik MPMBS .... 28

    E. Manajemen Komponen-komponen Sekolah . 38

    F. Penelitian yang Relevan .. 50

    ix

  • xi

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian . 51

    B. Kehadiran Peneliti ... 52

    C. Lokasi/Seting Penelitian . 53

    D. Tahap-tahap Penelitian ... 54

    E. Sumber Data ..... 57

    F. Perosedur Pengumpulan Data ... 57

    G. Teknik Analisis Data.. 62

    H. Pengecekan Keabsahan Temuan 64

    BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . 68

    A. Temuan Penelitian .. 68

    B. Pembahasan .. 117

    1. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

    Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01

    Kecamatan Winong Kabupaten Pati.. 117

    2. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

    Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01

    dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan

    keputusan partisipatif dan sisi

    transparansi................................................................ 125

    3. Peningkatan pelaksanaan MPMBS sesuai dengan

    manajemen komponen-komponen sekolah............... 128

    C. Pemaknaan Hasil Penelitian .. 131

    x

  • xii

    D. Kontribusi Hasil Penelitian .. 132

    BAB V PENUTUP 134

    A. Kesimpulan .. 134

    B. Saran 136

    DAFTAR PUSTAKA ... 139

    xi

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Data siswa SDN Pulorejo 01 .. 6

    Tabel 2 Daftar Prestasi Lomba Akademik dan Non Akademik 6

    Tabel 3 Data Prestasi SD Negeri Pulorejo 01.. 7

    Tabel 4 Pembagian Tugas Guru di SD Negeri Pulorejo 01 8

    Tabel 5 Daftar rata-rata Nilai UN 9

    Tabel 6 Data siswa lulusan SDN Pulorejo 01 yang melanjutkan ke

    Sekolah Negeri 9

    Tabel 7 Daftar Sarana Prasarana 10

    xii

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian .. 140

    Lampiran 2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara .. 142

    Lampiran 3 Pedoman Wawancara ... 143

    Lampiran 4 Dokumen Wawancara . 153

    Lampiran 5 Profil SD Negeri Pulorejo 01 174

    Lampiran 6 Dokumentasi Wawancara .. 180

    Lampiran 7 Surat Keterangan dari Kepala Dinas Kecamatan 181

    Lampiran 8 Surat Keterangan dari Kepala SDN Pulorejo 01 .. 182

    Lampiran 9 Foto copy sertifikat Akreditasi 183

    Lampiran 10 Foto copy peringkat Akreditasi .. 184

    xiii

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah

    telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang

    tercantum dalam GBHN (1999): Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan

    nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang

    berahlak mulia kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat,

    disiplin, bertanggungjawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan

    teknologi. Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang

    mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem

    pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mepersiapkan

    SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.

    Menurut laporan UNDP tahun 2003, Indonesia dalam peringkat

    Human Development Index (HDI) berada pada urutan 106 dari 112 negara

    yang disurvei. Berdasarkan peringkat tersebut, sumber daya manusia

    Indonesia tersebut berada setingkat di bawah Vietnam dan satu tingkat di

    atas Banglades. Kemudian surbei pada The Political Economic Risk

    Consultation (PERC) yang melaporkan Indonesia berada di peringkat ke-12

    dari 12 negara yang disurvei juga satu peringkat di bawah Vietnam. Ilustrasi

    tersebut memberikan suatu indikasi dan sekaligus bahwa begitu rendahnya

    mutu SDM bangsa ini di tingkat Asia, bahkan yang paling rendah diantara

  • 2

    bangsa-bangsa serumpun. Inilah potret bangsa kita dan realitas ini

    meyakinkan kita semua bahwa pembangunan manusia Indonesia telah gagal

    (Gerbang Majalah Pendidikan 7.111-2004:42).

    Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapai oleh bangsa

    Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan

    satuan pendidikan, meskipun telah banyak upaya dilakukan untuk

    meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pembangunan

    kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui

    pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan

    sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen

    sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum

    menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-

    kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup

    menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih memprihatinkan.

    Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa

    yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dari berbagai

    pengamatan dan analisis, setikdanya ada tiga faktor yang menyebabkan

    mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.

    Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional

    menggunakan pendekatan educational function atau input-output analisys

    yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa

    lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi

    semua input (masukan) diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka

  • 3

    lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini

    menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku

    dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya

    dipenuhi, mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam

    kenyatannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa?

    Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production

    function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang

    memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal proses pendidikan sangat

    menentukan output pendidikan.

    Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara

    birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai

    penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi

    yang mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang

    dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih

    merupakan sub-ordinasi birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan

    kemandirian dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu

    pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

    Faktor ketiga, peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran

    serta masyarakat khususnya orang tua murid dalam menyelenggaraakn

    pendidikan selama ini sangat aminim. Partisipasi guru dalam pengambilan

    keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di

    sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaharuan apapun jika

    guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut.

  • 4

    Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan

    dana, sedangkan dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan

    barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap

    mansyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk

    mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada

    masyarakat, khususnya orang tua murid, sebagai salah satu unsur utama

    yang berkepentingan dengan pendidikan. (Rivai,2012:139)

    Upaya meningkatkan mutu pendidikan merupakan serangkaian

    kebijakan pemerintah dengan adanya indikasi semakin merosotnya mutu

    pendidikan yang berdampak pada rendahnya mutu SDM belakangan ini.

    Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya nyata walaupun belum optimal

    untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diamanatkan pada pasal 3

    Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Dalam pasal itu sebutkan :

    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha ESa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab

    Esensi pasal tersebut mengindikasikan bahwa guru memiliki tugas

    dan tanggung jawab yang sangat berat. Jika fungsi dan tujuan ini benar-

    benar diwujudkan, maka dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki

    kompetensi yang memadai. (Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005

    tentang Guru dan Dosen, pasal 10) yakni kompetensi pedagogik, kompetensi

    kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.

    Pengelolaan potensi suatu pendidikan merupakan syarat mutlak

    untuk menjaminnya keberhasilan pendidikan secara optimal dan standar.

  • 5

    Selaras dengan Permendiknas No. 19 tahun 2007 tentang Standar

    Pengelolaan Pendidikan tentang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

    kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

    pendidikan. Dalam hal ini pengelola pembelajaran secara makro harus

    memiliki dan menguasai kompetensinya untuk melaksanakan manajemen

    pembelajaran. Kepala Sekolah sebagai leader dan seorang manager harus

    mampu mengelola dengan baik, benar dan secara maksimal mengelola

    potensi di satuan pendidikan sesuai dengan 8 Standar Nasional Pendidikan.

    Kepala Sekolah hendaknya mempunyai deskripsi kerja yang jelas,

    mampu menerapkan fungsi sebagai edukator, manajer, administrator,

    supervisor, leader, inovator dan motivator. Selain itu, tugas Kepala Sekolah

    adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi dan mengevaluasi

    seluruh proses pendidikan yang meliputi aspek edukatif yang meliputi

    semua kegiatan kurikulum dan aspek administratif. Aspek administratif

    meliputi belajar mengajar, perkantoran, kesiswaan, ketenagaan,

    perlengkapan, keuangan, perpustakaan, laboratorium, BK, humas,

    persuratan dan format yang berlaku, pelaporan yang berlaku.

    SD Negeri Pulorejo 01 merupakan salah satu dari 40 SD di

    Kecamatan Winong Kabupaten Pati. SD Negeri Pulorejo 01 terletak di

    Jalan Raya Winong-Jakenan Km. 1 di Desa Pulorejo Kecamatan Winong

    Kabupaten Pati. Data siswa SD Negeri Pulorejo 01 dapat dilihat pada tabel

    berikut ini:

  • 6

    Tabel 1

    Data siswa SDN Pulorejo 01

    Tahun Pelajaran 2012/2013

    No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah 1 I 13 12 25 2 II 17 9 26 3 III 5 15 20 4 IV 6 11 19 5 V 12 16 28 6 VI 16 14 30

    Jumlah 68 77 148

    SD Negeri Pulorejo 01 merupakan salah satu SD unggulan di

    Kecamatan Winong, terbukti setiap tahun muridnya berprestasi dalam

    bidang lomba baik akademik maupun non akademik. Di samping itu pada

    tahun 2010, pelaksanaan akreditasi di SDN Pulorejo 01 mendapat predikat A

    dan mencapai peringkat nomor 1 di Kabupaten Pati dan tingkat Jawa Tengah

    nomor 11.

    Tabel 2

    Daftar Prestasi Lomba Akademik dan Non Akademik

    SDN Pulorejo 01

    No Prestasi Akademik Non Akademik 1 Festival Sains IPA Seni Tari 2 Festival Sains Matematika Paduan Suara 3 Mengarang Volly Mini 4 Pidato Bulu Tangkis 5 Olimpiade IPA Menyanyi Tunggal 6 Bercerita Bahasa Indonesia Kreativitas Menyanyi Tunggal 7 Bercerita Bahasa Jawa Kreativitas Menulis Cerpen 8 Siswa Berprestasi Kreativitas Keterampilan 9 Dokter Kecil Kreativitas Cipta Puisi

    10 Teknologi Informasi Seni Lukis

  • 7

    No Prestasi Akademik Non Akademik 11 Deklamasi Bahasa Jawa Cipta Lagu 12 Pasiat Kerajinan Tangan 13 Senam 14 Membatik 15 Catur Putra 16 Catur Putri 17 Tenis Meja Putra 18 Tenis Meja Putri 19 Sepak bola 20 Menganyam

    SD Negeri Pulorejo 01 juga mewakili SD se-Kecamatan Winong

    untuk melaksanakan lomba gugus tingkat kawedanan Jakenan, dan kini juga

    mewakili kawedanan Jakenan untuk mengikuti lomba gugus tingkat

    Kabupaten Pati.

    Tabel 3

    Data Prestasi SD Negeri Pulorejo 01

    No Kejuaraan Kategori

    1 Akreditasi sekolah (A) Peringkat I Kabupaten Pati Tahun 2010

    2 Lomba Gugus Peringkat I Kecamatan Tahun 2012

    3 Lomba Gugus Peringkat I Tingkat Kawedanan Tahun 2013

    4 Sekolah sehat Peringkat I Tingkat Kecamatan

    Tenaga pendidik pada SD Negeri Pulorejo 01 rata-rata berkualifikasi

    S1. Adapun pembagian tugas tenaga pendidik dapat di lihat pada tabel

    berikut :

  • 8

    Tabel 4 Pembagian Tugas Guru di SDN Pulorejo 01

    No Nama/ NIP Jabatan Mengajar Kelas Tugas Tambahan

    1 Kusno, S.Pd KS VI 19651007 198608 1 001

    3 Syaehan, A.Ma GA I-VI BTQ, Kerohanian 19540222 198104 1 001

    4 Sri Suratmi,S.Pd GK II-VI K3 19590909 198304 2 005

    5 Sri Haryatun,. S.Pd.SD GK I Pramuka 19610410 199102 2 001

    6 Podo, A.Ma.Pd GK IV Bendahara BOS APBD I, APBD II 19670822 199401 1 001

    6 Rusmi

    GOR I-VI UKS, Pembina ekstrakurikuler OR, Komputer 19710403 200312 2 004

    7 Paningrum, S.Pd.SD

    GK V Pembina lomba

    akademik dan non akademik 19840426 200501 2 004

    8 Yayuk SR, S.Pd.SD GK VI Bendahara BOS APBN, seni tari 19711010 200701 2 018

    9 Suparti, S.Pd.I GWB III BTQ, keterampilan

    10 Izzatun Nimah, S.Pd.SD GWB II Pramuka, Non akademik

    11 Nanik Suntarti GWB IV-VI Seni Musik

    12 Nyamin P Keamanan 19610427 198201 1 003

    Berdasarkan tabel di atas jumlah tenaga pendidik belum

    memenuhi kebutuhan, karena tidak semua guru adalah Pegawai Negeri Sipil

    masih ada Guru wiyata bhakti, tugas tenaga pendidik juga sangat berat

    karena selain sebagai guru kelas juga mendapat tugas tambahan.

  • 9

    Nilai rata-rata UN siswa SDN Pulorejo 01 Kecamatan Winong

    Kabupaten Pati selama 3 tahun terakhir dapat di lihat pada tabel berikut

    ini :

    Tabel 5

    Daftar Rata-rata Nilai UN Tahun 2012-2013

    SD Negeri Pulorejo 01

    No Mata Pelajaran Tahun

    2012 2013

    1 Bahasa Indonesia 8,00 8,50

    2 Matematika 7,42 9,50

    3 IPA 7,96 8,00

    Rata-rata 8,02 8,60

    Rata-rata lulusan SD Negeri Pulorejo 01 yang diterima di sekolah

    negeri 100%. Data siswa yang melanjutkan ke sekolah negeri selama 4

    tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 6

    Data siswa lulusan SDN Pulorejo 01 Tahun 2010-2013

    Yang melanjutkan ke Sekolah Negeri

    No Tahun Pelajaran Jumlah Siswa

    Siswa yang diterima SMPN MTs N

    1 2009/2010 21 19 2

    2 2010/2011 23 20 3

    3 2011/2012 22 21 1

    4 2012/2013 30 26 4

  • 10

    Tabel 7

    Daftar Sarana dan Prasarana

    SD Negeri Pulorejo 01

    No Nam Ruang Jumlah

    1 Ruang Kelas 6 kelas 2 Ruang Kepala Sekolah 1 ruang 3 Ruang Guru 1 ruang 4 Ruang Perpustakaan 1 ruang 5 Gudang 1 ruang 6 MCK Guru 1 ruang 7 MCK Siswa 1 ruang 8 Tempat sepeda 1 ruang

    Berdasarkan pengamatan di lapangan, data sarana prasarana yang

    dimiliki oleh SDN Pulorejo 01 belum lengkap, ada beberapa yang belum

    dimiliki antara lain ruang laborat, ruang UKS, tempat ibadah, kantin

    sekolah, tempat bermain anak, hal ini disebabkan karena minimnya lahan

    sekolah. Keuangan pada SD Negeri Pulorejo 01 masih sepenuhnya

    menggantungkan pada dana BOS, tetapi karena penggunaan dana BOS

    harus sesuai prosedur yang ditentukan pemerintah maka dengan keadaan

    seperti ini SD Negeri Pulorejo 01 tidak bisa sepenuhnya mengalokasikan

    dana tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dalam pelaksanaan

    MPMBS warga sekolah masih belum memahami sepenuhnya pelaksanaan

    MPMBS, ini dilihat dari segi ketertiban masih banyak para penjual yang

    berjualan dalam lokasi sekolah.

    Temuan peneliti di lapangan yang berhubungan dengan

    pelaksanaan MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 dikategorikan SD unggulan

    untuk tingkat Kecamatan Winong Kabupaten Pati ternyata masih banyak

  • 11

    kekurangan-kekurangan yaitu belum sepenuhnya dilakukan sosialisasi

    konsep MPMBS oleh Kepala Sekolah kepada guru, siswa dan komite

    sekolah. Tidak lengkapnya kurikulum lokal, tenaga kependidikan kurang

    terutama tenaga administrasi sehingga ada beberapa guru yang merangkap

    dalam tata usaha. Banyak peserta didik dari kalangan bawah lebih-lebih

    ditinggal merantau orang tua sehingga pengendalian disiplin kurang.

    Keuangan mayoritas masih menggantungkan dana BOS sehingga sisi

    kemandirian sekolah kurang, sarana prasarana kurang memadai terutama

    halaman sekolah sempit, lapangan untuk olahraga di lapangan umum, kantin

    sekolah baru dirintis, ruang UKS dan musholla jadi satu. Dari sisi

    pengambilan keputusan partisipatif belum dilakukan koordinasi secara

    periodik, hanya melibatkan warga sekolah dalam merumuskan kebijakan

    sehingga ditinjau dari sisi transparansi kurang. Dari sisi akuntabilitas cukup

    baik, Kepala Sekolah sudah melaporkan pertanggungjawaban keuangan

    kepada orang tua siswa, komite dan masyarakat pemerintah.

    Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, sehingga perlu

    dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah reorientasi

    penyelenggaraan pendidikan yaitu Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

    Sekolah. MPMBS merupakan cara terbaru dalam pengelolaan pendidikan

    yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas lembaga

    pendidikan. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih

    memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979 dalam

    Rivai, 2012:161).

    Dalam mengimplementasikan konsep MPMBS, Kepala Sekolah

    memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan permasalahan sarana

    prasarana yaitu kantin sekolah, ruang UKS, musholla yang disebabkan

  • 12

    karena minimnya lahan sekolah, maka bersama-sama dengan orang tua dan

    masyarakat serta guru, Kepala Sekolah harus membuat keputusan dengan

    dibuatnya proposal yang diajukan kepada Pemerintah. Kepala sekolah harus

    tampil sebagai motivator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai

    kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara personel

    harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah meliputi perubahan

    pada organisasi, perubahan pada individu dan perubahan yang bersifat

    inovasi, dengan cara melakukan analisis kebutuhan dan identifikasi

    masalah. Perubahan hendaklah direncanakan baik-baik terlebih dahulu

    bersama-sama oleh para pengelola sekolah, karyawan sekolah, para siswa,

    para orang tua murid dan komite.

    Dari hasil temuan peneliti di atas yang berkaitan dengan

    manajemen sekolah maka harus ada upaya peningkatan oleh Kepala

    Sekolah sehingga ada pengaruh dalam pelaksanaan MPMBS di sekolah

    unggulan SD Negeri Pulorejo 01 yang lebih signifikan, sebab pelaksaaan

    MPMB tidak hanya henti selama saat ini tetapi diharapkan mutu pendidikan

    meningkat.

    Untuk itu peneliti, merasa perlu mengkaji, mendalami konsep,

    esensi substansial MPMBS serta penerapan sehingga program ini benar-

    benar efektif dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sehubungan dengan itu,

    untuk mewujudkan semua ini peneliti mengangkat model manajemen untuk

    penelitian dengan judul KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM

    IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS

    SEKOLAH DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG

    KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

  • 13

    B. Fokus Penelitian

    Penelitian ini difokuskan pada :

    1. Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam implementasi

    Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri

    Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati?

    2. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam implementasi

    MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 dilihat dari sisi kemandirian,

    pengambilan keputusan partisipatif , sisi transparansi dan sisi

    akuntabilitas?

    3. Bagaimana upaya peningkatan pelaksanaan MPMBS oleh Kepala SDN

    Pulorejo 01 sesuai dengan manajemen komponen-komponen sekolah?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

    a. Untuk mendeskripsikan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

    implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD

    Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati.

    b. Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dalam

    implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong

    Kabupaten Pati dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan keputusan

    partisipatif, sisi transparansi dan akuntabilitas.

    c. Untuk mendeskripsikan upaya peningkatan pelaksanaan MPMBS

    oleh Kepala SD Negeri Pulorejo 01 sesuai manajemen komponen-

    komponen sekolah di SD unggulan SD Negeri Pulorejo 01 tahun

    pelajaran 2012/2013.

  • 14

    2. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

    acuan atau memperkaya khasanah perpustakaan pendidikan,

    khususnya mengenai implementasi MPMBS serta dapat menjadi

    bahan masukan bagi mereka yang berminat menindaklanjuti hasil

    penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan

    dengan sampel penelitian yang lebih banyak.

    b. Secara Praktis

    1) Memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait tentang

    pelaksanaan program MPMBS terutama di Sekolah Dasar.

    2) Meningkatkan layanan pendidikan kepada masyarakat.

    3) Hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan referensi sehingga

    dimungkinkan kelemahan dan kekurangan serta solusi terhadap

    pelaksanaan program MPMBS dapat teratasi.

    4) Untuk lebih mendalami esensi MPMBS secara holistik dan

    komprehensif.

  • 15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kepemimpinan Kepala Sekolah

    1. Definisi Kepemimpinan

    Kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan untuk

    mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu dan

    dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya tujuan yang

    telah ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif dan ekonomis.

    (Siagian, 1983 dalam Soegito AT : 41)

    Pada hakekatnya kepemimpinan adalah proses mempengaruhi

    kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam

    situasi tertentu (Agus Dharma 2000:42). Pemimpin yang baik tentu lebih

    sering memberikan kesempatan bagi bawahan untuk mengajukan

    gagasan, mengikutkan mereka dalam pengambilan keputusan, atau

    memberi kesempatan bagi bawahan untuk menunjukkan kemampuan

    prestasi, dan loyalitas kerja dengan baik dan tidak sekedar mendukung

    dan mendorong bawahannya. Kepemimpinan merupakan faktor penting

    dalam proses kerjasama diantara manusia untuk mencapai tujuan.

    Kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai energi yang memotori setiap

    usaha bersama

    Kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang efektif di sekolah,

    sehingga kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang mampu

    menyerap dan memanfaatkan potensi serta aspirasi yang berkembang

    15

  • 16

    untuk menyesuaikan kebijakan dan strategi yang ditetapkan sesuai

    kebutuhan masyarakat, atau mewujudkan tujuan pendidikan secara

    efektif dan efisien. Keberhasilan suatu sekolah akan diwarnai oleh

    kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus

    mampu memilih orang yang tepat dalam menempatkan atau memberi

    tugas pekerjaannya (Halsey, 2003: 3). Dalam hal ini berarti ketika

    menentukan dan membagi tugas kepada bawahan harus tepat sesuai

    bidang dan karakteristiknya. Di samping itu kepala sekolah harus mampu

    membangun kesadaran bersama beberapa potensi yang dimiliki agar

    dapat dimanfaatkan secara optimal (Irmin dan Rochim, 2005: 23). Setiap

    orang memiliki kompetensi yang berbeda akan tetapi bila yang ada itu

    dimanfaatkan secara optimal maka akan membawa keberhasilan.

    Wahjosumidjo (2002: 19) mengemukakan bahwa sekolah

    merupakan lembaga yang kompleks dan unik. Dikatakan kompleks

    karena didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya

    saling berkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik, karena sekolah

    memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi. Karena

    sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, maka sekolah sebagai

    organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala

    sekolah. Oleh karena itu keberhasilan lembaga sekolah adalah cerminan

    keberhasilan kepala sekolah.

    Profil Kepala Sekolah pelaksana MPMBS (Soegito AT, 2003:86)

    adalah : Pertama, Kepala Sekolah yang memiliki visi kualitas yang

  • 17

    sangat kuat terhadap sekolahnya, sebab misi yang utama dari Manajemen

    Berbasis Sekolah atau program MPMBS adalah meningkatkan kualitas

    sekolah dan lulusannya.

    Kedua, Kepala Sekolah yang memiliki kemampuan dan

    keterampilan dalam perencanaan dan sekaligus seorang penganalisis

    sehingga dapat mengelola sumber daya sekolah dan lingkungannya,

    untuk mencapai misi MPMBS, utamanya kualitas lulusannya melalui

    kualitas input dan proses.Ketiga, Kepala Sekolah haruslah seorang

    decision maker yang handal, artinya disamping memiliki visi yang

    kuat terhadap kualitas lembaganya, perencana dan penganalisis, juga

    seorang yang dapat mengambil keputusan yang tepat. Keempat, Kepala

    Sekolah haruslah memiliki keterampilan memecahkan masalah dan

    penanganan konflik. Kelima, Kepala sekolah haruslah seorang yang

    demokratik dalam melaksanakan tugas-tugas manajerialnya, senantiasa

    bersifat partisipatif yaitu melibatkan semua komponen sekolah, baik

    internak (warga sekolah) maupun eksternal (warga masyarakat).

    Keenam, Kepala Sekolah hendaknya seorang komunikator yang baik,

    karena ia harus mampu melibatkan semua unsur warga sekolah dan

    warga masyarakat, sejak menyusun perencanaan sekolah, sampai dengan

    pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi program. Ketujuh,

    Kepala Sekolah haruslah seorang agen pembaharuan, karena Manajemen

    Berbasis Sekolah merupakan perubahan pengelolaan sekolah atau suatu

    model manajemen, untuk memecahkan berbagai permasalahan yang

  • 18

    dihadapi oleh sistem pendidikan nasional. Kedelapan, Kepala Sekolah

    haruslah seorang pemimpin transformasional, karena dalam pelaksanaan

    MPMBS dituntuk keberanian untuk mengambil keputusan. Kesembilan,

    Kepala Sekolah haruslah seorang pemimpin yang professional, artinya

    professional dalam melaksanakan tugas-tugas manajerialnya.

    Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa

    kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk bekerja

    sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan.

    2. Kepala Sekolah

    Kepala sekolah adalah pemimpin organisasi sekolah.

    Wahjosumidjo (2005:81) menjelaskan bahwa sebagai pemimpin

    pendidikan, kepala sekolah memiliki banyak tugas dan fungsi yang harus

    dijalankan. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah hendaknya

    mampu memimpin guru-guru dan staf sekolahnya karena dia memiliki

    kewenangan dan tanggung jawab berkenaan dengan itu. Keberhasilan

    sebagai pemimpin sangat tergantung pada kepemimpinanya dalam

    mempengaruhi, menggerakan, dan bekerjasama dengan guru-guru dan

    staf sekolah. Tugas dan tanggung jawab pemimpin antara lain

    mengikutsertakan staf sebagai aktifitas, agar tertanam tanggung jawab

    dalam mengemban tugasnya. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah

    sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan situasi sekolah dan

  • 19

    belajar sedemikian rupa sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-

    murid dapat belajar dengan baik dan nyaman.

    Kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang efektif di sekolah,

    sehingga kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang mampu

    menyerap dan memanfaatkan potensi serta aspirasi yang berkembang

    untuk menyesuaikan kebijakan dan strategi yang ditetapkan sesuai

    kebutuhan masyarakat, atau mewujudkan tujuan pendidikan secara

    efektif dan efisien.

    Keberhasilan suatu sekolah akan diwarnai oleh kemampuan

    kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu memilih

    orang yang tepat dalam menempatkan atau memberi tugas pekerjaannya

    (Halsey, 2003: 3). Dalam hal ini berarti ketika menentukan dan membagi

    tugas kepada bawahan harus tepat sesuai bidang dan karakteristiknya. Di

    samping itu kepala sekolah harus mampu membangun kesadaran

    bersama beberapa potensi yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan secara

    optimal (Irmin dan Rochim, 2005: 23). Setiap orang memiliki

    kompetensi yang berbeda akan tetapi bila yang ada itu dimanfaatkan

    secara optimal maka akan membawa keberhasilan.

    Wahjosumidjo (2002: 19) mengemukakan bahwa sekolah

    merupakan lembaga yang kompleks dan unik. Dikatakan kompleks

    karena didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya

    saling berkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik, karena sekolah

    memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi. Karena

  • 20

    sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, maka sekolah sebagai

    organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala

    sekolah. Oleh karena itu keberhasilan lembaga sekolah adalah cerminan

    keberhasilan kepala sekolah.

    Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan Kepala Sekolah

    adalah pemimpin pendidikan di sekolah yang memiliki tanggung jawab

    sepenuhnya untuk mengembangkan seluruh sumber daya sekolah.

    Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan

    bekerjasama dengan seluruh warga sekolah, serta kemampuannya

    mengendalikan pengelolaan sekolah untuk menciptakan proses belajar

    mengajar.

    B. Pengertian MPMBS

    Menurut Mulyasa (2012:177) Manajemen Peningkatan Mutu

    Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan sistem pengelolaan persekolahan

    yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada sekolah untuk

    mengatur kehidupannya sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan

    sekolah yang bersangkutan. Sekolah merupakan institusi yang memiliki

    Full Authoritory and Responbility untuk secara mandiri menetapkan

    program-program pendidikan dan berbagai kebijakan lokal sekolah sesuai

    dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh sekolah

    (Calwell and Spink,99).

  • 21

    Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sebagai

    suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada

    sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang

    melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala

    sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan

    mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas,

    2001:5)

    Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki

    kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga

    sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya

    dalam mengembangkan program-program yang tentu saja lebih sesuai

    dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga

    pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara

    langsung dalam pengambilan keputusan, maka dirasa memiliki warga

    sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan

    peningkatan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab

    akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah

    esensi pengambilan keputusan partisipatif, kesemuanya ditujukan untuk

    meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional

    yang berlaku.

    Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam

    mengelola sekolahnya (menetapkan sasran peningkatan mutu, menyusun

    rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan

  • 22

    melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu) dan partisipasi

    kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah yang merupakan

    ciri khas MPMBS (Depdiknas, 2001:10).

    Jadi, sekolah merupakan unit utama pengelolaan proses

    pendidikan, sedangkan unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten,

    Dinas Pendidikan Propinsi) merupakan unit pendukung dan pelayanan

    sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.

    Menurut Rivai (2012:160) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

    Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang

    memberikan otonomi lebih besar pimpinan sekolah, dan mendorong

    partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, murid, kepala sekolah,

    karyawan) dan masyarakat (orang tua murid, tokoh masyarakat, ilmuwan,

    pengusaha dan sebagainya) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan

    kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan cara

    yang terbaru dalam pengelolaan yang lebih menekankan kepada

    kemandirian dan kreativitas lembaga pendidikan. Konsep ini diperkenalkan

    oleh teori Effective School yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan

    proses pendidikan (Edmond, 1979 dalam Rivai, 2012:161). Beberapa

    kondisi yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain :

    (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib; (2) sekolah memiliki visi,

    misi dan target mutu yang ingin dicapai; (3) sekolah memiliki

  • 23

    kepemimpinan yang kuat; (4) adanya harapan yang tinggi dari personel

    sekolah (pimpinan, guru dan staf lainnya termasuk murid) untuk

    berprestasi; (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus

    sesuai tuntutan yang terus berkembang; (6) adanya evaluasi yang terus

    menerus terhadap berbagai aspek akademik, dan pemanfaatan hasilnya

    untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu; (7) adanya komunikasi dan

    dukungan intensif dari orang tua murid/ masyarakat/ pengguna.

    Alland Dornseif (1996: 1) says A school or Site-Based Management describes a collection of practices in which more people at the level make decisions for the schools. If often begins with decentralization, a delegation of a certain power from the central office to the schools that may include any range of power from a few, limited areas to nearly everything

    Pendelegasian sebagain wewenang dari pemerintah pusat kepada

    sekolah dalam rangka pelaksanaan otonomi yang lebih besar tersebut, tentu

    saja sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar pula dalam pengelolaan

    sekolah sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandirian tersebut

    sekolah akan lebih berdaya dalam mengembangkan program-program

    sekolah yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang

    dimiliki. Demikian juga pelibatan semua warga sekolah dalam pengambilan

    keputusan (keputusan partisipatif) akan menimbulkan rasa memiliki yang

    cukup tinggi (high sense of belonging) yang ujungnya akan menyebabkan

    peningkatan rasa tanggung jawab dan peningkatan dedikasi.

    Semua kegiatan yang dikemas dalam menajemen berbasis sekolah

    dalam rangka optimalisasi otonomi sekolah, sebagai implikasi praktis

  • 24

    desentralisasi, bertujuan untuk memberdayakan sekolah menuju

    peningkatan mutu sekolah yang tetap berdasarkan pada kerangka kebijakan

    pendidikan nasional yang berlaku.

    Mohrman (1994: 56) said, School-based management can be viewed conceptually as a formal alternation of govermence structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribution of decision-making authority as the primary means through which improvements might be stimulated and sustained

    Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) tampil

    sebagai alternative paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan

    pemerintah. MPMBS juga merupakan implikasi praktis dan logis

    pemberlakuan otonomi daerah secara mikro yang menyentuh langsung

    institusi pendidikan paling bawah.

    Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa

    Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah model manajemen

    yang memberikan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga

    sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah

    memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya,

    sehingga sekolah akan lebih mandiri, dan sekolah lebih mengembangkan

    program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang

    dimiliki.

    C. Tujuan MPMBS

    Menurut Mulyasa (2012:179) tujuan diterapkannya MPMBS adalah

    untuk memandirikan dan memberdayakan sekolah melalui kewenangan

  • 25

    (otonomi) kepala sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan

    pengambilan keputusan secara partisipatif.

    Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Mengenah (2001) dalam

    Soegito (2010:4) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MPMBS adalah

    untuk:

    1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian, dan inisiatif

    sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang

    tersedia.

    2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

    penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama

    3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,

    dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.

    4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu

    pendidikan yang akan dicapai.

    Memahami tujuan di atas, MPMBS dipandang sebagai suatu

    pola pendekatan baru dalam manajemen pendidikan nasional dalam konteks

    otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu,

    MPMBS perlu diterapkan oleh setiap sekolah, terutama berkaitan dengan

    hal-hal sebagai berikut:

    1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

    bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber

    daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

  • 26

    2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input

    pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

    pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta

    didik.

    3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk

    memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu

    apa yang terbaik bagi sekolahnya.

    4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana

    dikontrol oleh masyarakat setempat

    5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan

    keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat

    6. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-

    masing kepada pemerintah, sehingga dia akan berupaya semaksimal

    mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan

    yang telah direncanakan.

    7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah

    lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif

    dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah

    daerah setempat, dan

    8. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan

    yang berubah dengan cepat.

    Implementasi MPMBS berimplikasi terhadap berbagai kegiatan

    sekolah, hal utama yang paling menonjol dan harus menjadi karakteristiknya

  • 27

    adalah munculnya sekolah berkemampuan unggul (competitive advantage).

    Peningkatan kualitas pengelolaan sekolah dengan latar MPMBS merupakan

    proses keseluruhan dalam suatu organisasi, berjalan secara nyata, jangka

    panjang membudaya, baik bagi personel, pimpinan maupun bagi peserta

    didik.

    Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan

    MPMBS adalah :

    1. Sekolah akan lebih berinisiatif/kreatif dalam mengadakan dan

    memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan

    mutu sekolah.

    2. Sekolah akan mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

    bagi dirinya.

    3. Sekolah akan mengetahui kebutuhan lembaganya. Khususnya input

    pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses

    pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta

    didik.

    4. Sekolah akan merasa bertanggung jawab tentang mutu pendidikan

    masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan

    masyarakat pada umumnya.

    5. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah

    lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.

  • 28

    D. Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah

    Sekolah yang ingin sukses dalam pelaksanaan program Manajemen

    Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, harus memahami karakteristik

    MPMBS secara professional dan bersifat komprehensif. Dengan kata lain

    jika MPMBS sebagai kerangka/ swadaya maka sekolah efektif merupakan

    isinya (Depdiknas, 2001:11).

    Dalam menguraikan karakteristik MPMBS, pendekatan sistem yaitu

    input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari bahwa

    sekolah merupakan sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik

    MPMBS (yang juga karakteristik sekolah efektif) mendasarkan pada input,

    proses dan output. Uraian berikut ini dimulai dari output dan diakhiri

    dengan input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi,

    sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah

    dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih

    rendah dari output.

    a. Output yang diharapkan

    Output adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses

    pembelajaran dan manajemen di sekolah (Depdiknas 2001:12). Ada

    dua bentuk output yang dihasilkan oleh sekolah, yakni output berupa

    prestasi akademik (academic achievement) dan output berupa prestasi

    non akademik (non academic achievement). Output prestasi akademik

  • 29

    misalnya NEM (nilai ebtanas murni), lomba karya ilmiah remaja, lomba

    (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berfikir

    (praktis/divergen, nalar, rasional, induktif, dedukatif dan ilmiah).

    Output non-akademik misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri,

    kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,

    solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi

    olahraga, kesenian, dan kepramukaan. Kedua jenis output tersebut

    merupakan indikasi berhasil tidaknya program peningkatan mutu di

    sekolah. Prestasi yang dicapai sekolah ini akan memberikan warna dan

    persepsi tersendiri terhadap proses pembelajaran di sekolah tersebut.

    Menurut Mulyasa (2004:29) menyebutkan bahwa karakteristik

    manajemen berbasis sekolah bisa diketahui antara lain dari bagaimana

    sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses

    belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan

    sumber daya dan administrasi.

    Menurut peneliti output disini dapat disimpulkan bahwa output

    adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses pembelajaran dan

    menajemen di sekolah baik di bidang akademik maupun non akademik.

    b. Proses

    Sekolah efektif dalam kerangka MPMBS pada prinsipnya memiliki

    sejumlah karakteristik proses (Depdiknas, 2001:12).

  • 30

    1) Efektivitas proses belajar mengajar yang tinggi

    Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivitas

    proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh

    sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.

    PBM bukan sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar

    penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang

    diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi

    tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai

    muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktikkan dalam

    kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif

    lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know),

    belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to

    live together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

    2) Kepemimpinan sekolah yang kuat

    Pada sekolah yang menerapkan MPMBS , pemimpin sekolah

    memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,

    menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan

    yang tersedia. Pemimpin sekolah dituntut memiliki kemampuan

    manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu

    mengambil keputusan dan inisiatif/ prakarsa untuk meningkatkan

    mutu sekolah. Secara umum, pemimpin sekolah yang tangguh

    memiliki kemampuan mobilisasi sumber daya sekolah, terutama

    sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.

  • 31

    3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib

    Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib

    dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung

    dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang

    efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman dan

    tertib.

    4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif

    Tenaga kependidikan, terutama guru merupakan jiwa

    sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang

    menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu,

    tenaga kependidikan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,

    pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai

    pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang

    pemimpin sekolah.

    5) Sekolah memiliki budaya mutu (melakukan perbaikan, pemberian

    rewads atau punishment, adanya kolaborasi/ kerja sama, imbal jasa

    seimbang, adanya fairness dan sense of belonging. Budaya mutu

    memiliki elemen-elemen sebagai berikut:

    a) Informasi mutu harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk

    mengadili/ mengontrol orang.

    b) Kewenangan harus sebatas tanggung jawab

    c) Hasil harus diikuti penghargaan (reward) dan sanksi

    (punishment)

  • 32

    d) Kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus nerupakan basis

    untuk kerja sama

    e) Warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya

    f) Atmosfer keadilan (fairness) harus ditanamkan

    g) Imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya

    h) Warga sekolah merasa memiliki sekolah

    6) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis

    Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut

    oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif

    warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerja

    sama antarfungsi dalam sekolah, antarindividu dalam sekolah, harus

    merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.

    7) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)

    Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi

    sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan

    kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.

    Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang

    cukup untuk menjalankan tugasnya.

    8) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat

    Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa

    partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian

    kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi

  • 33

    tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar pula rasa

    tanggung jawab dan makin besar pula tingkat dedikasinya.

    9) Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen

    Keterbukaan/ transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan

    karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukaan/

    transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,

    perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang dan

    sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat

    kontrol.

    10) Memiliki kemauan untuk berubah baik fisik maupun psikologis

    Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi

    semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh

    sekolah. Yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik

    bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan

    perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada

    peningkatan) terutama mutu peserta didik.

    11) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan

    Evaluasi belajar diatur secara teratur bukan hanya untuk

    mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi

    yang terpenting adalah bagaiman memanfaatkan hasil evaluasi

    belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses

    belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi

    menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta

  • 34

    didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus

    menerus.

    12) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan

    Sekolah selalu tanggap/responsive terhadap berbagai

    aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah

    selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan

    tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap

    perubahan/ tuntutan, tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang

    mungkin bakal terjadi. Menjemput bola adalah padanan kata yang

    tepat bagi istilah antisipatif.

    13) Memiliki komunikasi yang baik

    Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang

    baik antarwarga sekolah dan juga sekolah-masyarakat, sehingga

    kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga

    sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini maka keterpaduan semua

    kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan

    sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang

    baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas

    sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata

    oleh warga sekolah.

    14) Sekolah memiliki akuntabilitas.

    Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus

    dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah

  • 35

    dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang

    dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua pemimpin,

    dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah

    dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang

    dikehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu

    memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan,

    sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan

    kinerjanya dimasa yang akan datang. Sebaliknya, jika program ini

    tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai

    hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.

    15) Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustanbilitas

    Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk

    menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam

    program maupun pendanaanmnya. Sustainbilitas program dapat

    dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis

    sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program

    baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainbilitas pendanaan

    dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolahi dalam

    mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin

    besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumber

    daya dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan

    subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.

  • 36

    Dari uraian tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan

    bahwa proses adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan atau

    diciptakan untuk menghasilkan output sesuai yang diharapkan.

    c. Input

    Menurut Mulyasa (2012:17) Sekolah efektif dalam kerangka

    MPMBS pada prinsipnya memiliki sejumlah karakteristik input yang

    meliputi :

    1) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas

    Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang

    keseluruhan kebijakan, tujuan dan sasaran yang berkaitan dengan

    mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan

    oleh pemimpin sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu

    tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga

    tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada

    kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.

    2) Sumber daya tersedia dan siap

    Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan

    untuk berlangsungnya proses pendidikan sekolah. Tanpa sumber

    daya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan

    tercapai. Sumber daya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

    sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan,

    perlengkapan, bahan dan sebagainya) dengan penegasan bahwa

    sumber daya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi

  • 37

    perwujudan sasaran sekolah. Sekolah yang menerapkan MPMBS

    harus memiliki tingkat kesiapan sumber daya yang memadai untutk

    menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumber daya yang

    diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan

    dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumber daya yang ada

    harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan

    keberadaan sumberdaya yang ada di lingkungannya.

    3) Staf yang kompeten dan berdedikasi Tinggi

    Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang

    mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.

    Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin efektivitasnya

    tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi

    merpakan keharusan.

    4) Memiliki harapan prestasi yang tinggi

    Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan

    dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik

    dan sekolahnya. Pemimpin sekolah memiliki komitmen dan

    motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara

    optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa

    anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal.

    Sementara itu peserta didik mempunyai motivasi untuk selalu

    meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan

  • 38

    kemampuannya. Harapan tinggi ketiga unsure sekolah ini

    merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu

    dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.

    5) Fokus pada pelanggan

    Semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju

    utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik.

    Konsekuensinya logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input

    dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok

    utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari pemimpin

    6) Input Manajemen.

    Sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki input

    manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Input

    manajemen yang dimaksud adalah : tugas yang jelas, rencana yang

    rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan

    rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai

    panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem

    pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar

    sasaran yang telah disepakati dapat tercapai.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan, input adalah segala

    sesuatu yang harus tersedia yang diperlukan dalam kegiatan

    penyelenggaraan pendidikan atau disebut sarana pendukung.

    E. Manajemen Komponen-komponen Sekolah

    Pada hakikatnya manajemen sekolah mempunyai arti yang hampir sama

    dengan manajemen pendidikan, yang masing-masing memiliki ruang lingkup

  • 39

    dan bidang kajian yang sama. Namun manajemen pendidikan mempunyai

    jangkauan kajian yang lebih luas dari pada manajemen sekolah. Dengan kata

    lain manajemen sekolah merupakakn bagian dari manajemen pendidikan.

    Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja, sedangkan manajemen

    pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan bahkan bisa

    menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (supra sistem) secara regional,

    nasional, dan bahkan internasional (Mulyasa 2004: 39).

    Implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada

    hakikatnya merupakan manajemen terhadap komponen-komponen sekolah

    itu sendiri. Sedikitnya ada tujuh komponen yang harus dikelola dengan baik,

    menurut Mulyasa (2004: 39-53), dalam rangka pelaksanaan manajemen

    sekolah yakni :

    1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran

    Perencanaan dan pengembangan kurikulum merupakan tanggung

    jawab pemeritah pusat cq. Depdiknas, sedangkan di tingkat sekolah

    tinggal merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan

    kondisi dan kebutuhan siswa. Selain itu sekolah bertuggas pula

    mengembangkan bentuk kurikulum lokal sesuai dengan kebutuhan

    masyarakat dan lingkungan setempat.

    Pengembangan kurikulum lokal dimaksudkan terutama untuk

    mengimbangi kelemahan-kelemahan kurikulum sentralisasi dan

    bertujuan agar peserta didik lebih mencintai budaya sekitar dan

    mengenal lingkungannya sebagai kontribusi pelestarian dan

  • 40

    pengembangan sumber daya alam menuju pembangunan nasioani yang

    tetep berakar pada sosial budaya lingkungan.

    Lebih lanjut dikatakan bahwa sekolah merupakan ujung tombak

    pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan lokal,

    yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan

    pendidikan nasional. Agar proses belajar mengajar dapat dilaksanakan

    secara efektif dan efisien, serta mancapai hasil yang diharapkan,

    diperlukan suatu manajemen kurikulum dan program pengajaran.

    Sehubungan dengan pelaksanaan manajemen kurikulum dan

    program pengajaran, kepala sekolah selaku manajer diharapkan dapat:

    a. Membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan

    program pengajaran serta melakukan pengawasan.

    b. Melakukan pengembangan program sekolah dengan tidak membatasi

    diri pada pendidikan dalam arti sempit, namun harus mampu

    menghubungkan program-program sekolah dengan-seluruh

    kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.

    c. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan

    penilaian.

    d. Menjabarkan isi kurikulum bersama guru-guru secara rinci dan

    operasional ke dalam program tahunan dan semester, selanjutnya

    harus dikembangkan oleh guru-guru sebelum melakukan kegiatan

    belajar mengajar dalam bentuk perangkat pembelajaran.

    e. Melakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan

  • 41

    dan jadwal pelajaran serta kegiatan lain yang relevan.

    2. Manajemen Tenaga Kependidikan

    Salah satu keberhasilan pelaksanaan manajemen sekolah sangat

    ditentukan oleh keberhasilan pengelolaan tenaga kependidikan yang

    tersedia di sekolah untuk meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja,

    dengan cara meningkatkan perilaku manusia melalui aplikasi konsep dan

    teknik manajemen personalia modern.

    Dalam UU RI No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 5 disebutkan

    bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

    mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan

    pendidikan. Yang dimaksud tenaga kependidikan dalam lingkup

    manajemen ini adalah manusia yang mengabdikan diri dalam dunia

    pendidikan baik mereka sebagai pendidik (guru, dosen, konselor,

    pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator) maupun

    tenaga kependidikan lain yang berpartisipasi aktif dalam

    penyelenggaraan pendidikan.

    Manusia adalah aset pembangunan bangsa sampai kapanpun.

    Apakah manusia itu berkualitas atau pun tidak. Karena mereka aset,

    setidaknya segala aktivitasnya harus dikelola dalam satu manajemen

    sumber daya manusia yang terorganisir dengan baik dan tepat sasaran

    guna mencapai tujuan. Human resource management encompasses

    those activities designed to provide and coordinate the human resource

    of an organization' ( Lloyd L. Byars & Leslie Rue 2000: 3).

  • 42

    Dalam MPMBS, manajemen tenaga kependidikan bertujuan

    untuk:

    a. Mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien

    untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang

    menyenangkan.

    b. Mengembangkan, mengkaji dan memotivasi personel guna mencapai

    tujuan.

    c. Membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku.

    d. Mengoptimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan.

    e. Menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.

    Lebih lanjut dikatakan bahwa manajemen tenaga kependidikan

    (guru dan karyawan) mencakup kegiatan (1) perencanaan pegawai; (2)

    pengadaan pegawai; (3) pembinaan dan pengembangan pegawai; (4)

    promosi dan mutasi; (5) pemberhentian pegawai; (6) kompensasi dan (7)

    penilaian pegawai. Untuk mendapatkan mutu tenaga kependidikan, satu

    hal yang musti harus diperhatikan adalah seleksi awal (perekrutan

    pegawai) yang harus dilakukan secara selektif.

    Banyak cara untuk memperoleh SDM yang bermutu, antara lain

    memperhatikan proses awal penerimaan pegawai, karyawaan, atau

    penempatan personel dalam suatu jabatan. Lowongan yang ada dalam

    perusahaan atau dalam dunia pendidikan yang meliputi pengangkatan

    guru, pengangkatan pegawai dan karyawan hendaknya melalui seleksi

    yang ketat dalam proses perekrutannya. Demikian juga tentang

  • 43

    penempatan SDM dalam jabatan, harus mempertimbangkan berbagai

    hal, termasuk yang paling utama dilihat dari sisi kualitasnya secara

    komprehensif. Fit and proper test hendaknya diberlakukan sebelum

    pegawai tersebut memangku jabatan, agar the right man on the right

    place tidak hanya sekedar ungkapan belaka, namun ada realitasnya.

    Lloyd. Byars & Leslie Rue (2000: 151) states Recruitment involves

    seeking and attracting a pool of people from which qualified candidates

    for job vacancies can he chosen. In an area when the focus of most

    organisations has been on efficiently and effectively running the

    organisation, recmitmen the right person for the job is a top priority

    Namun, dalam pemberdayaan SDM menuju kualitas tenaga

    kependidikan, mengandalkan modal awal berupa perekrutan / seleksi

    saja dirasa tidak cukup, tetapi harus mencakup tujuh aspek manajemen

    tenaga kependidikan tersebut di atas.

    3. Manajemen Kesiswaan (Peserta Didik)

    Dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

    nasional tahun 2003 passl 1 ayat 4 disebutkan pengertian peserta didik

    adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

    melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,dan jenis

    pendidikan tertentu.

    Untuk mengoptimalisasikan Semua jenis dan bentuk kegiatan

    siswa dan juga sebagai pusat kegiatan para siswa di sekolah bersama

    dengan jalur pembinaan yang lain, yakni latihan kepemimpinan, ekstra

  • 44

    kurikuler, dan kegiatan wiyata mandala serta aktivitas siswa lainnya,

    perlu dibentuk wadah kegiatan yang resmi. Pada jenjang pendidikan

    menengah, satuan pendidikan SMA khususnya, telah dibentuk organisasi

    siswa yang kemudian disebut Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS )

    (Depdiknas 1977: 4-7).

    Menurut Mulyasa (2004: 46) manajemen kesiswaan adalah

    kegiatan penataan, pengaturan yang berkaitan dengan peserta didik mulai

    dari masuk sampai keluarnya peserta didik tersebut dari sekolah. Lebih

    lanjut dikatakan bahwa tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk

    mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan

    pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur untuk

    mencapai tujuan pendidikan sekolah.

    Sutrisno dalam Mulyasa (2004) menyebutkan sedikitnya ada tiga

    tugas utama yang harus diperhatikan, yakni (1) penerimaan siswa baru; (2)

    kegiatan kemajuan belajar; (3) Bimbingan dan pembinaan disiplin.

    Kaitannya dengan tugas tersebut, tanggung jawab kepala sekolah dalam

    pengelolaan bidang kesiswaan adalah (1) kehadiran murid; (2)

    penerimaan, orientasi, klasifikasi siswa; (3) evaluasi dan pelaporan

    kemajuan belajar; (4) program pengayaan dan perbaikan; (5) pengendalian

    disiplin; (6) program bimbingan dan konseling; (7) program kesehatan dan

    keamanan; (8) penyesuai pribadi, sosial dan emosional.

  • 45

    4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan

    Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan

    merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang

    efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Sumber keuangan dan

    pembiayaan, menurut Mulyasa (2004), berasal dari tiga sumber, yakni dari

    (1) pemerintah, (2) orang tua peserta didik; (3) masyarakat baik mengikat

    maupun tidak mengikat. Adapun demensi pengeluarannya meliputi biaya

    rutin dan biaya pembangunan. Dalam rangka implementasi manajeman

    sekolah manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik

    dan cermat mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan sampai dengan

    pertanggungjawabannya.

    Banyak penyebab kegagalan pendidikan di Indonesia , salah satu

    diantaranya yang paling dominan adalah pembiayaan. Pendidikan bisa

    terhambat atau bahkan terjadi kemandegan karena minimnya pembiayaan.

    Jim Haughey (2003) said that Education work can be stalled by state /

    local budget defisits.

    Anggaran untuk pendidikan yang tidak memadai akan berdampak

    serius terhadap kinerja pendidikan yang langsung berakibat pada kualitas

    produksinya, yakni keluaran yang tidak bermutu dalam bentuk SDM

    rendah.. Pemerintah sudah banyak berupaya meningkatkan mutu

    pendidikan. Salah satu diantaranya adalah anggaran pendidikan 20% dari

    APBD/APBN yang secara resmi termaktub dalamUndang Undang Dasar

    bab 13, pasal 31 ayat 4 yang berbunyi, Negara memprioritaskan anggaran

  • 46

    pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan belanja

    negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi

    kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

    Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan

    biaya tidak langsung {indirect cost). Biaya langsung meliputi biaya yang

    dikeluarkan untuk keperluan pelaksaaaan pengajaran, kegiatan belajar

    siswa baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa

    sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang

    (earning for gone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang

    (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Cohn,

    Thomas Jone, Alan Thomas dalam Nannang Fattah 2000: 23).

    Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang

    perlu dikaji yakni (1) biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost); dan

    (2) nilaya satuan per siswa (unit cost). Biaya keseluruhan sekolah berasal

    dari pemerintah, orang tua dan masyarakat untuk penyelenggaraan

    pendidikan selama satu tahun pelajaran. Sedangkan biaya satuan per siswa

    menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-

    sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh

    pendidikan. Biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah

    murid pada masing-masing sekolah, maka biaya satuan dapat dipakai

    sebagai standar dan dapat dibandingkan dengan sekolah lain. Analisis

    biaya satuan ini harus dilakukan untuk mengetahui efisiensi dalam

    penggunaan sumber-sumber anggaran di sekolah, keuntungan dari

  • 47

    investasi pendidikan dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah

    untuk pendidikan. Hal ini penting untuk diketahui dan dicermati dalam

    rangka untuk menetukan altematif kebijakan dalam upaya perbaikan atau

    peningkatan sistem pendidikan. Mingat, Tan dalam Nannang Fattah (2000:

    24)

    Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata per siswa yang dihitung

    dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah

    (enrollment) dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya

    biaya satuan per siswa berguna untuk menilai berbagai altematif kebijakan

    dalam meningkatkan mutu pendidikan.

    Efektivitas pembiayaan pendidikan di sekolah dapat dilihat dari

    pemanfaatan biaya yang sudah dialokasikan pada sisi pengeluaran, yang

    sudah dikaji dan dianalisis dari sisi total cost dan unit cost, untuk

    mengetahui besarnya biaya manfaat dalam investasi pendidikan. Hasil

    analisis biaya manfaat, ini dapat membantu para pengambil keputusan

    dalam menentukan pilihan di antara alternatif alokasi sumber-sumber

    pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi.

    Dalam biaya pendidikan, efisiensi ditentukan oleh ketepatan di dalam

    mendayagunkan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada

    faktor input pendidikan yang dapat memicu pencapaian prestasi siswa.

    5. Manajemen Sarana dan prasarana Pendidikan

    Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara

    langsung dimanfaatkan dan menunjang proses pendidikan, khususnya

  • 48

    proses belajar mengajar, misalnya gedung, ruang kelas, meja kursi serta

    media pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah

    fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan

    atau pembelajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju

    sekolah. Namun apabila lapanagan dipergungkan untuk olahraga, berarti

    lapangan termasuk sarana pendidikan (Mulyasa 2004: 49).

    Kepiawaian kepala sekolah dalam me-manage dan

    mengefektifkan sarana prasarana sekolah sangat diperlukan dengan

    harapan agar keberadaan sarpras dapat memberikan kontribusi yang

    optimal terhadap proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah tersebut.

    6. Manajemen Hubungan Masyarakat dengan sekolah

    Penciptaan hubungan harmonis antara sekolah dengan masyarakat

    sebagai stakeholder pendidikan merupakan keniscayaan dan sangat

    signifikan dalam implementasi MPMBS. Hubungan baik ini dapat

    diciptakan lewat seringnya komunikasi dua arah antara sekolah dengan

    masyarakat, teruma orang tua siswa yang dapat dilakukan melalui

    pemberian penjelasan oleh sekolah kepada masyarakat tentang program-

    program, tujuan dan kebutuhan sekolah. Disamping itu sekolah harus

    mengetahui dengan jelas kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat

    terhadap sekolah.

    Menurut Mulyasa (2004) hubungan yang baik ini bertujuan untuk (1)

    memajukan kualitas pembelajaran; (2) meingkatkan kualitas hidup dan

    penghidupan masyarakat; (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin

  • 49

    hubungan dengan sekolah. Apabila hubungan hrmonis ini dapat

    diciptakan, keuntungan sekolah adalah adanya rasa tanggung jawab dan

    partisipasi aktif masyarakat untuk memajukan sekolah.

    7. Manajemen Layanan Khusus

    Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan,

    kesehatan, dan keamanan sekolah. Pelaksanaan manajemen sekolah yang

    efektif dan efisien tentu mencakup semua unsur / komponen yang ada di

    sekolah termasuk manajemen layanan khusus. Dalam sekolah efektif, tidak

    hanya bertanggung jawab melaksanaan proses pembelajaran melainkan

    juga pelayanan perpustakaan, kesehatan dan keamanan lingkungan

    sekolah.

    Salah satu sumber belajar yang mendukung pembelajaran adalah

    perpustakaan (Depdikbud 1998: 100). Disebutkan pula bahwa fungsi

    perpustakaan adalah sebagai pusat kegiatan pembelajaran, penelitian

    sederhana, dan tempat menambah ilmu pengetahuan serta tepat rekreasi.

    Adapun tujuan diselenggarakan perpustakaan di sekolah sebagai upaya

    untuk mengembangkan dan meningkatkan minat, kemampuan dan

    kebiasaan membaca (budaya membaca) melatih dalam memanfaatkan

    bahan pustaka sebagai sumber informasi serta meningkatkan daya kritis

    dan kreativitas siswa.

  • 50

    F. Penelitian yang Relevan

    Suhardo dalam tesis (2004) Pelaksanaan Program Manajemen

    Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SMA Negeri 3 Wonogiri Tahun

    Ajaran 2003/2004 menyimpulkan bahwa peningkatan mutu di SMA Negeri

    3 Wonogiri diawali adanya identifikasi kendala yang didihadapi sekolah

    meliputi keterbatasan kewenangan sekolah, rendahnya partisipasi masyarakat

    dan rendahnya prestasi akademik.

    Yahmin dalam tesis (2006) Implementasi Manajemen Peningkatan

    Mutu Berbasis Sekolah di SMA Negeri 2 Pati dalam meningkatkan Mutu

    Pendidikan Tahun Pelajaran 2005/2006 diawali adanya identifikasi

    minimnya warga sekolah (guru-guru, tata usaha, karyawan, siswa) dan

    masyarakat (orang tua siswa, komite sekolah dan tokoh masyarakat) tentang

    MPMBS.

  • 51

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Berdasarkan fokus permasalahan dalam penelitian ini, maka

    pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik

    kualitatif. S. Nasution, merumuskan batasan tentang penelitian

    naturalistik kualitatif sebagai berikut : penelitian kualitatif pada

    hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi

    dengan mereka berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang dunia

    sekitarnya. Stuart A Schlegel (1984) dalam Lexy Moleong (1990:34),

    menegaskan bahwa tahap akhir dari penelitian kualitatif ialah peneliti

    harus menafsirkan hasil-hasil penelitiannya.

    2. Jenis Penelitian

    Berdasarkan substansi permasalahan yang diteliti, maka jenis

    penelitian ini adalah kualitatif (qualitative approach) yang

    menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

    partisipan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005:94) partisipasn

    adalah orang yang diajak wawancara, diobservasi, pemberi data,

    pendapat, pemikiran dan persepsi.

    Moleong (2005:6) memberikan pengertian penelitian kualitatif

    adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang

    apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

    motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara

    51

  • 52

    deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

    yang alamiah d