Upload
erwin-hari-kurniawan
View
41
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lihat aja bos
Citation preview
i
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH
DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG
KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TESIS
OLEH : Sri Lamisih
NPM. 11510102
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
IKIP PGRI SEMARANG
2013
ii
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH
DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG
KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu
Persyaratan dalam penyelesaian Program
Magister Manajemen Pendidikan
Oleh Sri Lamisih
NPM. 11510102
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
IKIP PGRI SEMAR ANG
2013
i
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Sri Lamisih
NPM : 11510102
Prodi : Manajemen Pendidikan
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya. Sepengetahuan
saya, bidang kajian penelitian ini belum pernah dilakukan oleh orang lain dan
tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu
hanya bersifat sebagai acuan dengan mengikuti kaidah, etika, dan tata cara
penulisan karya ilmiah yang lazim.
Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepeuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Semarang, Agustus 2013
Peneliti
Sri Lamisih NPM. 11510102
ii
iv
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS
Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang
Nama : Sri Lamisih
NPM : 11510102
Program Studi : Manajemen Pendidikan
Judul Tesis : Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD
Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati
Tahun Pelajaran 2012/2013
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian yang dibuat oleh Mahasiswa
tersebut di atas telah selesai dan siap diujikan.
Semarang, Agustus 2013
Pembimbing I
Prof. Dr. A.T. Soegito, SH.,M.M NIP. 130345757
Pembimbing II
Dr. Yovitha Juliejantiningsih, M.Pd NPP 085901221
iii
v
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TESIS
Tesis berjudul : Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01
Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013 ditulis oleh Sri
Lamisih, NPM 11510102 telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian
Tesis Program Pascasarjana Program Studi Manajemen Pendidikan IKIP PGRI
Semarang.
Pada Hari : Sabtu
Tanggal : 31 Agustus 2013
Ketua, Prof. Dr. Sunandar, M.Pd NIP. 19620815 198703 1 002
Sekretaris, Dr. Yovitha Yuliejantiningsih, M.Pd NPP 0859011221
Anggota :
1. Prof. Dr.A.T. Soegito, SH.,M.M NIP 130345757 2. Dr. Yovitha Yuliejantiningsih M.Pd NPP 085901221 3. Prof. Dr. Sunandar, M.Pd NIP. 19620815 198703 1 002
( ____________________________ ) ( ____________________________ ) ( ____________________________ )
iv
vi
ABSTRAK
Sri Lamisih. 2013. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis. Pembimbing : (1) Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M; (2) Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd.
Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana kepemimpinan Kepala Sekolah
dalam implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong
Kabupaten Pati, (2) Bagaimana pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten
Pati dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan keputusan partisipatif, dan sisi
transparansi, akuntabilitas publik (3) Bagaimana upaya peningkatan pelaksanaan
MPMBS oleh Kepala Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 sesuai dengan
manajemen komponen-komponen sekolah. Pendekatan penelitian ini
menggunakan penelitian naturalistik kualitatif. Jenis penelitian adalah qualitative
approach (kualitatif). Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Pulorejo 01
Kecamatan Winong Kabupaten Pati mulai bulan Januari-Juni 2013. Subyek
penelitian Kepala Sekolah, dengan tahap penelitian meliputi tahap pralapangan,
kegiatan lapangan, analisis intensif. Sumber data penelitian berasal dari informan,
dokumen dan arsip, tempat dan peristiwa penelitian. Dalam pengamatan di
lapangan, walaupun SD Negeri Pulorejo 01 dikategorikan SD unggulan untuk
Kecamatan Winong tetapi masih ditemukan kekurangan-kekurangan, diantaranya
belum sepenuhnya dilakukan sosialisasi pelaksanaan MPMBS, kurikulum lokal
yang kurang lengkap, tenaga pendidik yang merangkap dan sarpras yang kurang
memadai. Karena itu Kepala Sekolah SD Negeri Pulorejo 01 terus meningkatkan
mutu pendidikan melalui MPMBS. Kesimpulan dari penelitian ini adalah setelah
diterapkan MPMBS oleh Kepala Sekolah Pulorejo 01 maka hasilnya Kepala
sekolah cukup dapat memahami konsep MPMBS dan melaksanakan langkah-
langkah manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dengan baik, ditinjau dari
sisi kemandirian sekolah, keputusan partisipatif, dan sisi akuntabilitas publik.
Kata kunci : Implementasi, MPMBS, Kepala Sekolah
v
vii
ABSTRACT
Sri Lamisih. 2013. Headmaster Leadership in Management Implementation of Quality Improvement School Basic of SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistric Pati Regency in Lesson Year 2012/2013 Tesis Leader : (1) Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M; (2) Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd.
The focus of this research is (1) How is the leadership in implementation
MPMBS at SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati Regency, (2) How is
the Headmaster Leadership in implementation of MPMBS at SD Negeri
Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati Regency seen from self Effortside,
participative decision taking and transparency, public accountability side, (3)
How to effect execation improvement MPMBS by headmaster at SD Negeri
Pulorejo 01 based on the school components management. This research
approach qualitative naturalisical research. The kind of research is qualitative
approach. The research is done at SD Negeri Pulorejo 01 Winong Subdistrict Pati
Regency began in January June 2013. Headmasters research subject is with
research rank over whelming field rank, field activities, intensive analysis. The
research data sources come from, informan document and archives place and
research event. In observation at field despite SD Negeri Pulorejo 01 is
accounted as superior elementary school for Winong subdistrict lovewer it is still
found some shortahes, among others uncomplete MPMBS execution socialization
havent been done fully, local curriculum education force doubling and some
tools, which is not suitable therefore the headmaster of SD Negeri Pulorejo 01
keept on improving education quality through MPMBS. The conclusion of this
research is after being done MPMBS by the headmaster of Pulorejo 01 the result
is that the headmaster can understand MPMBS concepts and executes
management steps in quality improvement basic on school well seen from the
school self effort participative decision and public accountability side.
Keywords : Implementation, MPMBS, Headmaster
vi
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan hidayahNya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan tesis yang berjudul
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten
Pati Tahun Pelajaran 2012/2013
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
Manajemen Pendidikan di IKIP PGRI Semarang. Keberhasilan ini karena adanya
bantuan keahlian dari para pembimbing, serta orang-orang terkasih yang dapat
menumbuhkan, membangkitkan semangat, motivasi dalam proses penyusunan
tesis ini. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan hati yang dalam peneliti
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Muhdi, SH.M.Hum, Rektor IKIP PGRI Semarang yang memberikan fasilitas
kampus untuk menyelesaikan program studi pascasarjana
2. Prof. Dr. Sunandar, M.Pd, Direkur Program Pascasarjana Manajemen
Pendidikan IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan dorongan,
semangat dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis.
3. Prof. Dr. H.A.T.Soegito, SH,M.M, Pembimbing I yang secara tegas
memberikan arahan, masukan, bantuan keahlian dan bimbingan, serta
pendorong utama semangat peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Jovita Yuliejantiningsih, M.Pd, Ketua Prodi Manajemen Pendidikan IKIP
PGRI Semarang sekaligus Pembimbing II yang secara cermat, tegas, sabar
memberikan arahan, masukan, bantuan keahlian.
5. Bapak Ibu Dosen dan Staf Program Studi Manajemen Pendidikan Program
Pascasarjana IKIP PGRI Semarang yang banyak memberikan bekal ilmu
vii
ix
pengetahuan dan bimbingannya selama belajar di Pascasarjana IKIP PGRI
Semarang.
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana
IKIP PGRI Semarang yang telah memberikan semangat dan sharing ilmu.
7. Siswanto, S.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan Winong
Kabupaten Pati yang telah membantu, memberikan kemudahan selama
belajar di Pascasarjana.
8. Kepala SDN Pulorejo 01 Dinas Pendidikan Kecamatan Winong yang telah
memberikan banyak masukan pada penelitian tesis ini dan sebagai tempat
pelaksanaan penelitian.
9. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan
semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Semua pihak yang telah berkenan memberikan bantuannya dalam penelitian
dan penyusunan tesis ini dari awal hingga akhir.
Tuhan akan membalas segala amal kebaikan semua pihak yang telah
membantu dengan ikhlas dan semoga tesis ini bermanfaat, menjadi inspirasi bagi
para pendidik yang lain. Dan semoga tesis ini bermanfaat umumnya bagi
pembaca. Amin.
Semarang, Agustus 2013
Peneliti
viii
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS ..... iii
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN TESIS .. iv
ABSTRAK v
ABSTRACT .. vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI . ix
DAFTAR TABEL . xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ..... 13
C. Tujuan Penelitian .. 13
D. Manfaat Penelitian .. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 15
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah . 15
B. Pengertian MPMBS . 20
C. Tujuan MPMBS ...... 24
D. Karakteristik MPMBS .... 28
E. Manajemen Komponen-komponen Sekolah . 38
F. Penelitian yang Relevan .. 50
ix
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian . 51
B. Kehadiran Peneliti ... 52
C. Lokasi/Seting Penelitian . 53
D. Tahap-tahap Penelitian ... 54
E. Sumber Data ..... 57
F. Perosedur Pengumpulan Data ... 57
G. Teknik Analisis Data.. 62
H. Pengecekan Keabsahan Temuan 64
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . 68
A. Temuan Penelitian .. 68
B. Pembahasan .. 117
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01
Kecamatan Winong Kabupaten Pati.. 117
2. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01
dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan
keputusan partisipatif dan sisi
transparansi................................................................ 125
3. Peningkatan pelaksanaan MPMBS sesuai dengan
manajemen komponen-komponen sekolah............... 128
C. Pemaknaan Hasil Penelitian .. 131
x
xii
D. Kontribusi Hasil Penelitian .. 132
BAB V PENUTUP 134
A. Kesimpulan .. 134
B. Saran 136
DAFTAR PUSTAKA ... 139
xi
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data siswa SDN Pulorejo 01 .. 6
Tabel 2 Daftar Prestasi Lomba Akademik dan Non Akademik 6
Tabel 3 Data Prestasi SD Negeri Pulorejo 01.. 7
Tabel 4 Pembagian Tugas Guru di SD Negeri Pulorejo 01 8
Tabel 5 Daftar rata-rata Nilai UN 9
Tabel 6 Data siswa lulusan SDN Pulorejo 01 yang melanjutkan ke
Sekolah Negeri 9
Tabel 7 Daftar Sarana Prasarana 10
xii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian .. 140
Lampiran 2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara .. 142
Lampiran 3 Pedoman Wawancara ... 143
Lampiran 4 Dokumen Wawancara . 153
Lampiran 5 Profil SD Negeri Pulorejo 01 174
Lampiran 6 Dokumentasi Wawancara .. 180
Lampiran 7 Surat Keterangan dari Kepala Dinas Kecamatan 181
Lampiran 8 Surat Keterangan dari Kepala SDN Pulorejo 01 .. 182
Lampiran 9 Foto copy sertifikat Akreditasi 183
Lampiran 10 Foto copy peringkat Akreditasi .. 184
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah
telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang
tercantum dalam GBHN (1999): Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan
nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang
berahlak mulia kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat,
disiplin, bertanggungjawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi. Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang
mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem
pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mepersiapkan
SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.
Menurut laporan UNDP tahun 2003, Indonesia dalam peringkat
Human Development Index (HDI) berada pada urutan 106 dari 112 negara
yang disurvei. Berdasarkan peringkat tersebut, sumber daya manusia
Indonesia tersebut berada setingkat di bawah Vietnam dan satu tingkat di
atas Banglades. Kemudian surbei pada The Political Economic Risk
Consultation (PERC) yang melaporkan Indonesia berada di peringkat ke-12
dari 12 negara yang disurvei juga satu peringkat di bawah Vietnam. Ilustrasi
tersebut memberikan suatu indikasi dan sekaligus bahwa begitu rendahnya
mutu SDM bangsa ini di tingkat Asia, bahkan yang paling rendah diantara
2
bangsa-bangsa serumpun. Inilah potret bangsa kita dan realitas ini
meyakinkan kita semua bahwa pembangunan manusia Indonesia telah gagal
(Gerbang Majalah Pendidikan 7.111-2004:42).
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapai oleh bangsa
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan, meskipun telah banyak upaya dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pembangunan
kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui
pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan
sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen
sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-
kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Berdasarkan masalah ini, maka berbagai pihak mempertanyakan apa
yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dari berbagai
pengamatan dan analisis, setikdanya ada tiga faktor yang menyebabkan
mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan educational function atau input-output analisys
yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa
lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi
semua input (masukan) diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka
3
lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini
menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku
dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya
dipenuhi, mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam
kenyatannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa?
Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production
function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang
memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal proses pendidikan sangat
menentukan output pendidikan.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara
birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi
yang mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih
merupakan sub-ordinasi birokrasi di atasnya sehingga mereka kehilangan
kemandirian dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu
pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Faktor ketiga, peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran
serta masyarakat khususnya orang tua murid dalam menyelenggaraakn
pendidikan selama ini sangat aminim. Partisipasi guru dalam pengambilan
keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di
sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaharuan apapun jika
guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut.
4
Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan
dana, sedangkan dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral dan
barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap
mansyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk
mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat, khususnya orang tua murid, sebagai salah satu unsur utama
yang berkepentingan dengan pendidikan. (Rivai,2012:139)
Upaya meningkatkan mutu pendidikan merupakan serangkaian
kebijakan pemerintah dengan adanya indikasi semakin merosotnya mutu
pendidikan yang berdampak pada rendahnya mutu SDM belakangan ini.
Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya nyata walaupun belum optimal
untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diamanatkan pada pasal 3
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Dalam pasal itu sebutkan :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha ESa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab
Esensi pasal tersebut mengindikasikan bahwa guru memiliki tugas
dan tanggung jawab yang sangat berat. Jika fungsi dan tujuan ini benar-
benar diwujudkan, maka dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki
kompetensi yang memadai. (Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pasal 10) yakni kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.
Pengelolaan potensi suatu pendidikan merupakan syarat mutlak
untuk menjaminnya keberhasilan pendidikan secara optimal dan standar.
5
Selaras dengan Permendiknas No. 19 tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan tentang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kegiatan pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan. Dalam hal ini pengelola pembelajaran secara makro harus
memiliki dan menguasai kompetensinya untuk melaksanakan manajemen
pembelajaran. Kepala Sekolah sebagai leader dan seorang manager harus
mampu mengelola dengan baik, benar dan secara maksimal mengelola
potensi di satuan pendidikan sesuai dengan 8 Standar Nasional Pendidikan.
Kepala Sekolah hendaknya mempunyai deskripsi kerja yang jelas,
mampu menerapkan fungsi sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, leader, inovator dan motivator. Selain itu, tugas Kepala Sekolah
adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi dan mengevaluasi
seluruh proses pendidikan yang meliputi aspek edukatif yang meliputi
semua kegiatan kurikulum dan aspek administratif. Aspek administratif
meliputi belajar mengajar, perkantoran, kesiswaan, ketenagaan,
perlengkapan, keuangan, perpustakaan, laboratorium, BK, humas,
persuratan dan format yang berlaku, pelaporan yang berlaku.
SD Negeri Pulorejo 01 merupakan salah satu dari 40 SD di
Kecamatan Winong Kabupaten Pati. SD Negeri Pulorejo 01 terletak di
Jalan Raya Winong-Jakenan Km. 1 di Desa Pulorejo Kecamatan Winong
Kabupaten Pati. Data siswa SD Negeri Pulorejo 01 dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
6
Tabel 1
Data siswa SDN Pulorejo 01
Tahun Pelajaran 2012/2013
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah 1 I 13 12 25 2 II 17 9 26 3 III 5 15 20 4 IV 6 11 19 5 V 12 16 28 6 VI 16 14 30
Jumlah 68 77 148
SD Negeri Pulorejo 01 merupakan salah satu SD unggulan di
Kecamatan Winong, terbukti setiap tahun muridnya berprestasi dalam
bidang lomba baik akademik maupun non akademik. Di samping itu pada
tahun 2010, pelaksanaan akreditasi di SDN Pulorejo 01 mendapat predikat A
dan mencapai peringkat nomor 1 di Kabupaten Pati dan tingkat Jawa Tengah
nomor 11.
Tabel 2
Daftar Prestasi Lomba Akademik dan Non Akademik
SDN Pulorejo 01
No Prestasi Akademik Non Akademik 1 Festival Sains IPA Seni Tari 2 Festival Sains Matematika Paduan Suara 3 Mengarang Volly Mini 4 Pidato Bulu Tangkis 5 Olimpiade IPA Menyanyi Tunggal 6 Bercerita Bahasa Indonesia Kreativitas Menyanyi Tunggal 7 Bercerita Bahasa Jawa Kreativitas Menulis Cerpen 8 Siswa Berprestasi Kreativitas Keterampilan 9 Dokter Kecil Kreativitas Cipta Puisi
10 Teknologi Informasi Seni Lukis
7
No Prestasi Akademik Non Akademik 11 Deklamasi Bahasa Jawa Cipta Lagu 12 Pasiat Kerajinan Tangan 13 Senam 14 Membatik 15 Catur Putra 16 Catur Putri 17 Tenis Meja Putra 18 Tenis Meja Putri 19 Sepak bola 20 Menganyam
SD Negeri Pulorejo 01 juga mewakili SD se-Kecamatan Winong
untuk melaksanakan lomba gugus tingkat kawedanan Jakenan, dan kini juga
mewakili kawedanan Jakenan untuk mengikuti lomba gugus tingkat
Kabupaten Pati.
Tabel 3
Data Prestasi SD Negeri Pulorejo 01
No Kejuaraan Kategori
1 Akreditasi sekolah (A) Peringkat I Kabupaten Pati Tahun 2010
2 Lomba Gugus Peringkat I Kecamatan Tahun 2012
3 Lomba Gugus Peringkat I Tingkat Kawedanan Tahun 2013
4 Sekolah sehat Peringkat I Tingkat Kecamatan
Tenaga pendidik pada SD Negeri Pulorejo 01 rata-rata berkualifikasi
S1. Adapun pembagian tugas tenaga pendidik dapat di lihat pada tabel
berikut :
8
Tabel 4 Pembagian Tugas Guru di SDN Pulorejo 01
No Nama/ NIP Jabatan Mengajar Kelas Tugas Tambahan
1 Kusno, S.Pd KS VI 19651007 198608 1 001
3 Syaehan, A.Ma GA I-VI BTQ, Kerohanian 19540222 198104 1 001
4 Sri Suratmi,S.Pd GK II-VI K3 19590909 198304 2 005
5 Sri Haryatun,. S.Pd.SD GK I Pramuka 19610410 199102 2 001
6 Podo, A.Ma.Pd GK IV Bendahara BOS APBD I, APBD II 19670822 199401 1 001
6 Rusmi
GOR I-VI UKS, Pembina ekstrakurikuler OR, Komputer 19710403 200312 2 004
7 Paningrum, S.Pd.SD
GK V Pembina lomba
akademik dan non akademik 19840426 200501 2 004
8 Yayuk SR, S.Pd.SD GK VI Bendahara BOS APBN, seni tari 19711010 200701 2 018
9 Suparti, S.Pd.I GWB III BTQ, keterampilan
10 Izzatun Nimah, S.Pd.SD GWB II Pramuka, Non akademik
11 Nanik Suntarti GWB IV-VI Seni Musik
12 Nyamin P Keamanan 19610427 198201 1 003
Berdasarkan tabel di atas jumlah tenaga pendidik belum
memenuhi kebutuhan, karena tidak semua guru adalah Pegawai Negeri Sipil
masih ada Guru wiyata bhakti, tugas tenaga pendidik juga sangat berat
karena selain sebagai guru kelas juga mendapat tugas tambahan.
9
Nilai rata-rata UN siswa SDN Pulorejo 01 Kecamatan Winong
Kabupaten Pati selama 3 tahun terakhir dapat di lihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 5
Daftar Rata-rata Nilai UN Tahun 2012-2013
SD Negeri Pulorejo 01
No Mata Pelajaran Tahun
2012 2013
1 Bahasa Indonesia 8,00 8,50
2 Matematika 7,42 9,50
3 IPA 7,96 8,00
Rata-rata 8,02 8,60
Rata-rata lulusan SD Negeri Pulorejo 01 yang diterima di sekolah
negeri 100%. Data siswa yang melanjutkan ke sekolah negeri selama 4
tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6
Data siswa lulusan SDN Pulorejo 01 Tahun 2010-2013
Yang melanjutkan ke Sekolah Negeri
No Tahun Pelajaran Jumlah Siswa
Siswa yang diterima SMPN MTs N
1 2009/2010 21 19 2
2 2010/2011 23 20 3
3 2011/2012 22 21 1
4 2012/2013 30 26 4
10
Tabel 7
Daftar Sarana dan Prasarana
SD Negeri Pulorejo 01
No Nam Ruang Jumlah
1 Ruang Kelas 6 kelas 2 Ruang Kepala Sekolah 1 ruang 3 Ruang Guru 1 ruang 4 Ruang Perpustakaan 1 ruang 5 Gudang 1 ruang 6 MCK Guru 1 ruang 7 MCK Siswa 1 ruang 8 Tempat sepeda 1 ruang
Berdasarkan pengamatan di lapangan, data sarana prasarana yang
dimiliki oleh SDN Pulorejo 01 belum lengkap, ada beberapa yang belum
dimiliki antara lain ruang laborat, ruang UKS, tempat ibadah, kantin
sekolah, tempat bermain anak, hal ini disebabkan karena minimnya lahan
sekolah. Keuangan pada SD Negeri Pulorejo 01 masih sepenuhnya
menggantungkan pada dana BOS, tetapi karena penggunaan dana BOS
harus sesuai prosedur yang ditentukan pemerintah maka dengan keadaan
seperti ini SD Negeri Pulorejo 01 tidak bisa sepenuhnya mengalokasikan
dana tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dalam pelaksanaan
MPMBS warga sekolah masih belum memahami sepenuhnya pelaksanaan
MPMBS, ini dilihat dari segi ketertiban masih banyak para penjual yang
berjualan dalam lokasi sekolah.
Temuan peneliti di lapangan yang berhubungan dengan
pelaksanaan MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 dikategorikan SD unggulan
untuk tingkat Kecamatan Winong Kabupaten Pati ternyata masih banyak
11
kekurangan-kekurangan yaitu belum sepenuhnya dilakukan sosialisasi
konsep MPMBS oleh Kepala Sekolah kepada guru, siswa dan komite
sekolah. Tidak lengkapnya kurikulum lokal, tenaga kependidikan kurang
terutama tenaga administrasi sehingga ada beberapa guru yang merangkap
dalam tata usaha. Banyak peserta didik dari kalangan bawah lebih-lebih
ditinggal merantau orang tua sehingga pengendalian disiplin kurang.
Keuangan mayoritas masih menggantungkan dana BOS sehingga sisi
kemandirian sekolah kurang, sarana prasarana kurang memadai terutama
halaman sekolah sempit, lapangan untuk olahraga di lapangan umum, kantin
sekolah baru dirintis, ruang UKS dan musholla jadi satu. Dari sisi
pengambilan keputusan partisipatif belum dilakukan koordinasi secara
periodik, hanya melibatkan warga sekolah dalam merumuskan kebijakan
sehingga ditinjau dari sisi transparansi kurang. Dari sisi akuntabilitas cukup
baik, Kepala Sekolah sudah melaporkan pertanggungjawaban keuangan
kepada orang tua siswa, komite dan masyarakat pemerintah.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, sehingga perlu
dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah reorientasi
penyelenggaraan pendidikan yaitu Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. MPMBS merupakan cara terbaru dalam pengelolaan pendidikan
yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas lembaga
pendidikan. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih
memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979 dalam
Rivai, 2012:161).
Dalam mengimplementasikan konsep MPMBS, Kepala Sekolah
memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan permasalahan sarana
prasarana yaitu kantin sekolah, ruang UKS, musholla yang disebabkan
12
karena minimnya lahan sekolah, maka bersama-sama dengan orang tua dan
masyarakat serta guru, Kepala Sekolah harus membuat keputusan dengan
dibuatnya proposal yang diajukan kepada Pemerintah. Kepala sekolah harus
tampil sebagai motivator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai
kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara personel
harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah meliputi perubahan
pada organisasi, perubahan pada individu dan perubahan yang bersifat
inovasi, dengan cara melakukan analisis kebutuhan dan identifikasi
masalah. Perubahan hendaklah direncanakan baik-baik terlebih dahulu
bersama-sama oleh para pengelola sekolah, karyawan sekolah, para siswa,
para orang tua murid dan komite.
Dari hasil temuan peneliti di atas yang berkaitan dengan
manajemen sekolah maka harus ada upaya peningkatan oleh Kepala
Sekolah sehingga ada pengaruh dalam pelaksanaan MPMBS di sekolah
unggulan SD Negeri Pulorejo 01 yang lebih signifikan, sebab pelaksaaan
MPMB tidak hanya henti selama saat ini tetapi diharapkan mutu pendidikan
meningkat.
Untuk itu peneliti, merasa perlu mengkaji, mendalami konsep,
esensi substansial MPMBS serta penerapan sehingga program ini benar-
benar efektif dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sehubungan dengan itu,
untuk mewujudkan semua ini peneliti mengangkat model manajemen untuk
penelitian dengan judul KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM
IMPLEMENTASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS
SEKOLAH DI SD NEGERI PULOREJO 01 KECAMATAN WINONG
KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
13
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada :
1. Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam implementasi
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD Negeri
Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati?
2. Bagaimana pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam implementasi
MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 dilihat dari sisi kemandirian,
pengambilan keputusan partisipatif , sisi transparansi dan sisi
akuntabilitas?
3. Bagaimana upaya peningkatan pelaksanaan MPMBS oleh Kepala SDN
Pulorejo 01 sesuai dengan manajemen komponen-komponen sekolah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
a. Untuk mendeskripsikan kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SD
Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong Kabupaten Pati.
b. Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
implementasi MPMBS di SD Negeri Pulorejo 01 Kecamatan Winong
Kabupaten Pati dilihat dari sisi kemandirian, pengambilan keputusan
partisipatif, sisi transparansi dan akuntabilitas.
c. Untuk mendeskripsikan upaya peningkatan pelaksanaan MPMBS
oleh Kepala SD Negeri Pulorejo 01 sesuai manajemen komponen-
komponen sekolah di SD unggulan SD Negeri Pulorejo 01 tahun
pelajaran 2012/2013.
14
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan atau memperkaya khasanah perpustakaan pendidikan,
khususnya mengenai implementasi MPMBS serta dapat menjadi
bahan masukan bagi mereka yang berminat menindaklanjuti hasil
penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan
dengan sampel penelitian yang lebih banyak.
b. Secara Praktis
1) Memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait tentang
pelaksanaan program MPMBS terutama di Sekolah Dasar.
2) Meningkatkan layanan pendidikan kepada masyarakat.
3) Hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan referensi sehingga
dimungkinkan kelemahan dan kekurangan serta solusi terhadap
pelaksanaan program MPMBS dapat teratasi.
4) Untuk lebih mendalami esensi MPMBS secara holistik dan
komprehensif.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu dan
dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif dan ekonomis.
(Siagian, 1983 dalam Soegito AT : 41)
Pada hakekatnya kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam
situasi tertentu (Agus Dharma 2000:42). Pemimpin yang baik tentu lebih
sering memberikan kesempatan bagi bawahan untuk mengajukan
gagasan, mengikutkan mereka dalam pengambilan keputusan, atau
memberi kesempatan bagi bawahan untuk menunjukkan kemampuan
prestasi, dan loyalitas kerja dengan baik dan tidak sekedar mendukung
dan mendorong bawahannya. Kepemimpinan merupakan faktor penting
dalam proses kerjasama diantara manusia untuk mencapai tujuan.
Kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai energi yang memotori setiap
usaha bersama
Kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang efektif di sekolah,
sehingga kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang mampu
menyerap dan memanfaatkan potensi serta aspirasi yang berkembang
15
16
untuk menyesuaikan kebijakan dan strategi yang ditetapkan sesuai
kebutuhan masyarakat, atau mewujudkan tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Keberhasilan suatu sekolah akan diwarnai oleh
kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus
mampu memilih orang yang tepat dalam menempatkan atau memberi
tugas pekerjaannya (Halsey, 2003: 3). Dalam hal ini berarti ketika
menentukan dan membagi tugas kepada bawahan harus tepat sesuai
bidang dan karakteristiknya. Di samping itu kepala sekolah harus mampu
membangun kesadaran bersama beberapa potensi yang dimiliki agar
dapat dimanfaatkan secara optimal (Irmin dan Rochim, 2005: 23). Setiap
orang memiliki kompetensi yang berbeda akan tetapi bila yang ada itu
dimanfaatkan secara optimal maka akan membawa keberhasilan.
Wahjosumidjo (2002: 19) mengemukakan bahwa sekolah
merupakan lembaga yang kompleks dan unik. Dikatakan kompleks
karena didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya
saling berkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik, karena sekolah
memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi. Karena
sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, maka sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala
sekolah. Oleh karena itu keberhasilan lembaga sekolah adalah cerminan
keberhasilan kepala sekolah.
Profil Kepala Sekolah pelaksana MPMBS (Soegito AT, 2003:86)
adalah : Pertama, Kepala Sekolah yang memiliki visi kualitas yang
17
sangat kuat terhadap sekolahnya, sebab misi yang utama dari Manajemen
Berbasis Sekolah atau program MPMBS adalah meningkatkan kualitas
sekolah dan lulusannya.
Kedua, Kepala Sekolah yang memiliki kemampuan dan
keterampilan dalam perencanaan dan sekaligus seorang penganalisis
sehingga dapat mengelola sumber daya sekolah dan lingkungannya,
untuk mencapai misi MPMBS, utamanya kualitas lulusannya melalui
kualitas input dan proses.Ketiga, Kepala Sekolah haruslah seorang
decision maker yang handal, artinya disamping memiliki visi yang
kuat terhadap kualitas lembaganya, perencana dan penganalisis, juga
seorang yang dapat mengambil keputusan yang tepat. Keempat, Kepala
Sekolah haruslah memiliki keterampilan memecahkan masalah dan
penanganan konflik. Kelima, Kepala sekolah haruslah seorang yang
demokratik dalam melaksanakan tugas-tugas manajerialnya, senantiasa
bersifat partisipatif yaitu melibatkan semua komponen sekolah, baik
internak (warga sekolah) maupun eksternal (warga masyarakat).
Keenam, Kepala Sekolah hendaknya seorang komunikator yang baik,
karena ia harus mampu melibatkan semua unsur warga sekolah dan
warga masyarakat, sejak menyusun perencanaan sekolah, sampai dengan
pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi program. Ketujuh,
Kepala Sekolah haruslah seorang agen pembaharuan, karena Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan perubahan pengelolaan sekolah atau suatu
model manajemen, untuk memecahkan berbagai permasalahan yang
18
dihadapi oleh sistem pendidikan nasional. Kedelapan, Kepala Sekolah
haruslah seorang pemimpin transformasional, karena dalam pelaksanaan
MPMBS dituntuk keberanian untuk mengambil keputusan. Kesembilan,
Kepala Sekolah haruslah seorang pemimpin yang professional, artinya
professional dalam melaksanakan tugas-tugas manajerialnya.
Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk bekerja
sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan.
2. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin organisasi sekolah.
Wahjosumidjo (2005:81) menjelaskan bahwa sebagai pemimpin
pendidikan, kepala sekolah memiliki banyak tugas dan fungsi yang harus
dijalankan. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah hendaknya
mampu memimpin guru-guru dan staf sekolahnya karena dia memiliki
kewenangan dan tanggung jawab berkenaan dengan itu. Keberhasilan
sebagai pemimpin sangat tergantung pada kepemimpinanya dalam
mempengaruhi, menggerakan, dan bekerjasama dengan guru-guru dan
staf sekolah. Tugas dan tanggung jawab pemimpin antara lain
mengikutsertakan staf sebagai aktifitas, agar tertanam tanggung jawab
dalam mengemban tugasnya. Oleh karena itu, tugas kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan situasi sekolah dan
19
belajar sedemikian rupa sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid-
murid dapat belajar dengan baik dan nyaman.
Kepala sekolah harus menjadi pemimpin yang efektif di sekolah,
sehingga kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang mampu
menyerap dan memanfaatkan potensi serta aspirasi yang berkembang
untuk menyesuaikan kebijakan dan strategi yang ditetapkan sesuai
kebutuhan masyarakat, atau mewujudkan tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien.
Keberhasilan suatu sekolah akan diwarnai oleh kemampuan
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu memilih
orang yang tepat dalam menempatkan atau memberi tugas pekerjaannya
(Halsey, 2003: 3). Dalam hal ini berarti ketika menentukan dan membagi
tugas kepada bawahan harus tepat sesuai bidang dan karakteristiknya. Di
samping itu kepala sekolah harus mampu membangun kesadaran
bersama beberapa potensi yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan secara
optimal (Irmin dan Rochim, 2005: 23). Setiap orang memiliki
kompetensi yang berbeda akan tetapi bila yang ada itu dimanfaatkan
secara optimal maka akan membawa keberhasilan.
Wahjosumidjo (2002: 19) mengemukakan bahwa sekolah
merupakan lembaga yang kompleks dan unik. Dikatakan kompleks
karena didalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya
saling berkaitan dan saling menentukan. Dikatakan unik, karena sekolah
memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi. Karena
20
sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, maka sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, yaitu kepala
sekolah. Oleh karena itu keberhasilan lembaga sekolah adalah cerminan
keberhasilan kepala sekolah.
Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan Kepala Sekolah
adalah pemimpin pendidikan di sekolah yang memiliki tanggung jawab
sepenuhnya untuk mengembangkan seluruh sumber daya sekolah.
Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan
bekerjasama dengan seluruh warga sekolah, serta kemampuannya
mengendalikan pengelolaan sekolah untuk menciptakan proses belajar
mengajar.
B. Pengertian MPMBS
Menurut Mulyasa (2012:177) Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan sistem pengelolaan persekolahan
yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada sekolah untuk
mengatur kehidupannya sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan
sekolah yang bersangkutan. Sekolah merupakan institusi yang memiliki
Full Authoritory and Responbility untuk secara mandiri menetapkan
program-program pendidikan dan berbagai kebijakan lokal sekolah sesuai
dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh sekolah
(Calwell and Spink,99).
21
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) sebagai
suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala
sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas,
2001:5)
Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki
kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga
sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya
dalam mengembangkan program-program yang tentu saja lebih sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga
pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara
langsung dalam pengambilan keputusan, maka dirasa memiliki warga
sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan
peningkatan rasa tanggung jawab, dan peningkatan rasa tanggung jawab
akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah
esensi pengambilan keputusan partisipatif, kesemuanya ditujukan untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional
yang berlaku.
Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam
mengelola sekolahnya (menetapkan sasran peningkatan mutu, menyusun
rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan
22
melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu) dan partisipasi
kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah yang merupakan
ciri khas MPMBS (Depdiknas, 2001:10).
Jadi, sekolah merupakan unit utama pengelolaan proses
pendidikan, sedangkan unit-unit di atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten,
Dinas Pendidikan Propinsi) merupakan unit pendukung dan pelayanan
sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Menurut Rivai (2012:160) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar pimpinan sekolah, dan mendorong
partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, murid, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orang tua murid, tokoh masyarakat, ilmuwan,
pengusaha dan sebagainya) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan cara
yang terbaru dalam pengelolaan yang lebih menekankan kepada
kemandirian dan kreativitas lembaga pendidikan. Konsep ini diperkenalkan
oleh teori Effective School yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan
proses pendidikan (Edmond, 1979 dalam Rivai, 2012:161). Beberapa
kondisi yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain :
(1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib; (2) sekolah memiliki visi,
misi dan target mutu yang ingin dicapai; (3) sekolah memiliki
23
kepemimpinan yang kuat; (4) adanya harapan yang tinggi dari personel
sekolah (pimpinan, guru dan staf lainnya termasuk murid) untuk
berprestasi; (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus
sesuai tuntutan yang terus berkembang; (6) adanya evaluasi yang terus
menerus terhadap berbagai aspek akademik, dan pemanfaatan hasilnya
untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu; (7) adanya komunikasi dan
dukungan intensif dari orang tua murid/ masyarakat/ pengguna.
Alland Dornseif (1996: 1) says A school or Site-Based Management describes a collection of practices in which more people at the level make decisions for the schools. If often begins with decentralization, a delegation of a certain power from the central office to the schools that may include any range of power from a few, limited areas to nearly everything
Pendelegasian sebagain wewenang dari pemerintah pusat kepada
sekolah dalam rangka pelaksanaan otonomi yang lebih besar tersebut, tentu
saja sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar pula dalam pengelolaan
sekolah sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandirian tersebut
sekolah akan lebih berdaya dalam mengembangkan program-program
sekolah yang tentu saja lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki. Demikian juga pelibatan semua warga sekolah dalam pengambilan
keputusan (keputusan partisipatif) akan menimbulkan rasa memiliki yang
cukup tinggi (high sense of belonging) yang ujungnya akan menyebabkan
peningkatan rasa tanggung jawab dan peningkatan dedikasi.
Semua kegiatan yang dikemas dalam menajemen berbasis sekolah
dalam rangka optimalisasi otonomi sekolah, sebagai implikasi praktis
24
desentralisasi, bertujuan untuk memberdayakan sekolah menuju
peningkatan mutu sekolah yang tetap berdasarkan pada kerangka kebijakan
pendidikan nasional yang berlaku.
Mohrman (1994: 56) said, School-based management can be viewed conceptually as a formal alternation of govermence structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribution of decision-making authority as the primary means through which improvements might be stimulated and sustained
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) tampil
sebagai alternative paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan
pemerintah. MPMBS juga merupakan implikasi praktis dan logis
pemberlakuan otonomi daerah secara mikro yang menyentuh langsung
institusi pendidikan paling bawah.
Dari uraian-uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah model manajemen
yang memberikan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga
sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah
memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya,
sehingga sekolah akan lebih mandiri, dan sekolah lebih mengembangkan
program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki.
C. Tujuan MPMBS
Menurut Mulyasa (2012:179) tujuan diterapkannya MPMBS adalah
untuk memandirikan dan memberdayakan sekolah melalui kewenangan
25
(otonomi) kepala sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secara partisipatif.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Mengenah (2001) dalam
Soegito (2010:4) menjelaskan bahwa tujuan diterapkannya MPMBS adalah
untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian, dan inisiatif
sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang
tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat,
dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan di atas, MPMBS dipandang sebagai suatu
pola pendekatan baru dalam manajemen pendidikan nasional dalam konteks
otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu,
MPMBS perlu diterapkan oleh setiap sekolah, terutama berkaitan dengan
hal-hal sebagai berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
26
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu
apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat
5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat
6. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-
masing kepada pemerintah, sehingga dia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan
yang telah direncanakan.
7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif
dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah
daerah setempat, dan
8. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang berubah dengan cepat.
Implementasi MPMBS berimplikasi terhadap berbagai kegiatan
sekolah, hal utama yang paling menonjol dan harus menjadi karakteristiknya
27
adalah munculnya sekolah berkemampuan unggul (competitive advantage).
Peningkatan kualitas pengelolaan sekolah dengan latar MPMBS merupakan
proses keseluruhan dalam suatu organisasi, berjalan secara nyata, jangka
panjang membudaya, baik bagi personel, pimpinan maupun bagi peserta
didik.
Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan
MPMBS adalah :
1. Sekolah akan lebih berinisiatif/kreatif dalam mengadakan dan
memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan
mutu sekolah.
2. Sekolah akan mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
bagi dirinya.
3. Sekolah akan mengetahui kebutuhan lembaganya. Khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
4. Sekolah akan merasa bertanggung jawab tentang mutu pendidikan
masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan
masyarakat pada umumnya.
5. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.
28
D. Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Sekolah yang ingin sukses dalam pelaksanaan program Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, harus memahami karakteristik
MPMBS secara professional dan bersifat komprehensif. Dengan kata lain
jika MPMBS sebagai kerangka/ swadaya maka sekolah efektif merupakan
isinya (Depdiknas, 2001:11).
Dalam menguraikan karakteristik MPMBS, pendekatan sistem yaitu
input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari bahwa
sekolah merupakan sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik
MPMBS (yang juga karakteristik sekolah efektif) mendasarkan pada input,
proses dan output. Uraian berikut ini dimulai dari output dan diakhiri
dengan input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi,
sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah
dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih
rendah dari output.
a. Output yang diharapkan
Output adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses
pembelajaran dan manajemen di sekolah (Depdiknas 2001:12). Ada
dua bentuk output yang dihasilkan oleh sekolah, yakni output berupa
prestasi akademik (academic achievement) dan output berupa prestasi
non akademik (non academic achievement). Output prestasi akademik
29
misalnya NEM (nilai ebtanas murni), lomba karya ilmiah remaja, lomba
(Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berfikir
(praktis/divergen, nalar, rasional, induktif, dedukatif dan ilmiah).
Output non-akademik misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri,
kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi
olahraga, kesenian, dan kepramukaan. Kedua jenis output tersebut
merupakan indikasi berhasil tidaknya program peningkatan mutu di
sekolah. Prestasi yang dicapai sekolah ini akan memberikan warna dan
persepsi tersendiri terhadap proses pembelajaran di sekolah tersebut.
Menurut Mulyasa (2004:29) menyebutkan bahwa karakteristik
manajemen berbasis sekolah bisa diketahui antara lain dari bagaimana
sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses
belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan
sumber daya dan administrasi.
Menurut peneliti output disini dapat disimpulkan bahwa output
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses pembelajaran dan
menajemen di sekolah baik di bidang akademik maupun non akademik.
b. Proses
Sekolah efektif dalam kerangka MPMBS pada prinsipnya memiliki
sejumlah karakteristik proses (Depdiknas, 2001:12).
30
1) Efektivitas proses belajar mengajar yang tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivitas
proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh
sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik.
PBM bukan sekedar memorisasi dan recall, bukan sekedar
penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang
diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi
tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai
muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif
lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know),
belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to
live together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
2) Kepemimpinan sekolah yang kuat
Pada sekolah yang menerapkan MPMBS , pemimpin sekolah
memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia. Pemimpin sekolah dituntut memiliki kemampuan
manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu
mengambil keputusan dan inisiatif/ prakarsa untuk meningkatkan
mutu sekolah. Secara umum, pemimpin sekolah yang tangguh
memiliki kemampuan mobilisasi sumber daya sekolah, terutama
sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
31
3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib
dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung
dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang
efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman dan
tertib.
4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru merupakan jiwa
sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang
menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu,
tenaga kependidikan mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,
pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai
pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang
pemimpin sekolah.
5) Sekolah memiliki budaya mutu (melakukan perbaikan, pemberian
rewads atau punishment, adanya kolaborasi/ kerja sama, imbal jasa
seimbang, adanya fairness dan sense of belonging. Budaya mutu
memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
a) Informasi mutu harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk
mengadili/ mengontrol orang.
b) Kewenangan harus sebatas tanggung jawab
c) Hasil harus diikuti penghargaan (reward) dan sanksi
(punishment)
32
d) Kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus nerupakan basis
untuk kerja sama
e) Warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya
f) Atmosfer keadilan (fairness) harus ditanamkan
g) Imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya
h) Warga sekolah merasa memiliki sekolah
6) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut
oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif
warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerja
sama antarfungsi dalam sekolah, antarindividu dalam sekolah, harus
merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
7) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi
sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang
cukup untuk menjalankan tugasnya.
8) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa
partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian
kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi
33
tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar pula rasa
tanggung jawab dan makin besar pula tingkat dedikasinya.
9) Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/ transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan
karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukaan/
transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang dan
sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
kontrol.
10) Memiliki kemauan untuk berubah baik fisik maupun psikologis
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi
semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh
sekolah. Yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik
bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan
perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada
peningkatan) terutama mutu peserta didik.
11) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
Evaluasi belajar diatur secara teratur bukan hanya untuk
mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi
yang terpenting adalah bagaiman memanfaatkan hasil evaluasi
belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses
belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi
menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta
34
didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus
menerus.
12) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsive terhadap berbagai
aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah
selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan
tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap
perubahan/ tuntutan, tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang
mungkin bakal terjadi. Menjemput bola adalah padanan kata yang
tepat bagi istilah antisipatif.
13) Memiliki komunikasi yang baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang
baik antarwarga sekolah dan juga sekolah-masyarakat, sehingga
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga
sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini maka keterpaduan semua
kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan
sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang
baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak dan cerdas
sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata
oleh warga sekolah.
14) Sekolah memiliki akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus
dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah
35
dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang
dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua pemimpin,
dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah
dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang
dikehendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu
memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan,
sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan
kinerjanya dimasa yang akan datang. Sebaliknya, jika program ini
tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai
hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.
15) Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustanbilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk
menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam
program maupun pendanaanmnya. Sustainbilitas program dapat
dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis
sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program
baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainbilitas pendanaan
dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolahi dalam
mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin
besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumber
daya dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan
subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.
36
Dari uraian tersebut peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwa proses adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan atau
diciptakan untuk menghasilkan output sesuai yang diharapkan.
c. Input
Menurut Mulyasa (2012:17) Sekolah efektif dalam kerangka
MPMBS pada prinsipnya memiliki sejumlah karakteristik input yang
meliputi :
1) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang
keseluruhan kebijakan, tujuan dan sasaran yang berkaitan dengan
mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan
oleh pemimpin sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu
tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada
kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
2) Sumber daya tersedia dan siap
Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan
untuk berlangsungnya proses pendidikan sekolah. Tanpa sumber
daya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan
tercapai. Sumber daya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan dan sebagainya) dengan penegasan bahwa
sumber daya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi
37
perwujudan sasaran sekolah. Sekolah yang menerapkan MPMBS
harus memiliki tingkat kesiapan sumber daya yang memadai untutk
menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan
dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumber daya yang ada
harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan
keberadaan sumberdaya yang ada di lingkungannya.
3) Staf yang kompeten dan berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang
mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.
Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin efektivitasnya
tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi
merpakan keharusan.
4) Memiliki harapan prestasi yang tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan
dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik
dan sekolahnya. Pemimpin sekolah memiliki komitmen dan
motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara
optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa
anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal.
Sementara itu peserta didik mempunyai motivasi untuk selalu
meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan
38
kemampuannya. Harapan tinggi ketiga unsure sekolah ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu
dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
5) Fokus pada pelanggan
Semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju
utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik.
Konsekuensinya logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input
dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok
utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari pemimpin
6) Input Manajemen.
Sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki input
manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Input
manajemen yang dimaksud adalah : tugas yang jelas, rencana yang
rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan
rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai
panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem
pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar
sasaran yang telah disepakati dapat tercapai.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, input adalah segala
sesuatu yang harus tersedia yang diperlukan dalam kegiatan
penyelenggaraan pendidikan atau disebut sarana pendukung.
E. Manajemen Komponen-komponen Sekolah
Pada hakikatnya manajemen sekolah mempunyai arti yang hampir sama
dengan manajemen pendidikan, yang masing-masing memiliki ruang lingkup
39
dan bidang kajian yang sama. Namun manajemen pendidikan mempunyai
jangkauan kajian yang lebih luas dari pada manajemen sekolah. Dengan kata
lain manajemen sekolah merupakakn bagian dari manajemen pendidikan.
Manajemen sekolah terbatas pada satu sekolah saja, sedangkan manajemen
pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan bahkan bisa
menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (supra sistem) secara regional,
nasional, dan bahkan internasional (Mulyasa 2004: 39).
Implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada
hakikatnya merupakan manajemen terhadap komponen-komponen sekolah
itu sendiri. Sedikitnya ada tujuh komponen yang harus dikelola dengan baik,
menurut Mulyasa (2004: 39-53), dalam rangka pelaksanaan manajemen
sekolah yakni :
1. Manajemen Kurikulum dan Program Pengajaran
Perencanaan dan pengembangan kurikulum merupakan tanggung
jawab pemeritah pusat cq. Depdiknas, sedangkan di tingkat sekolah
tinggal merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan
kondisi dan kebutuhan siswa. Selain itu sekolah bertuggas pula
mengembangkan bentuk kurikulum lokal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan setempat.
Pengembangan kurikulum lokal dimaksudkan terutama untuk
mengimbangi kelemahan-kelemahan kurikulum sentralisasi dan
bertujuan agar peserta didik lebih mencintai budaya sekitar dan
mengenal lingkungannya sebagai kontribusi pelestarian dan
40
pengembangan sumber daya alam menuju pembangunan nasioani yang
tetep berakar pada sosial budaya lingkungan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa sekolah merupakan ujung tombak
pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan lokal,
yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Agar proses belajar mengajar dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien, serta mancapai hasil yang diharapkan,
diperlukan suatu manajemen kurikulum dan program pengajaran.
Sehubungan dengan pelaksanaan manajemen kurikulum dan
program pengajaran, kepala sekolah selaku manajer diharapkan dapat:
a. Membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan
program pengajaran serta melakukan pengawasan.
b. Melakukan pengembangan program sekolah dengan tidak membatasi
diri pada pendidikan dalam arti sempit, namun harus mampu
menghubungkan program-program sekolah dengan-seluruh
kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
c. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian.
d. Menjabarkan isi kurikulum bersama guru-guru secara rinci dan
operasional ke dalam program tahunan dan semester, selanjutnya
harus dikembangkan oleh guru-guru sebelum melakukan kegiatan
belajar mengajar dalam bentuk perangkat pembelajaran.
e. Melakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan
41
dan jadwal pelajaran serta kegiatan lain yang relevan.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan
Salah satu keberhasilan pelaksanaan manajemen sekolah sangat
ditentukan oleh keberhasilan pengelolaan tenaga kependidikan yang
tersedia di sekolah untuk meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja,
dengan cara meningkatkan perilaku manusia melalui aplikasi konsep dan
teknik manajemen personalia modern.
Dalam UU RI No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 5 disebutkan
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Yang dimaksud tenaga kependidikan dalam lingkup
manajemen ini adalah manusia yang mengabdikan diri dalam dunia
pendidikan baik mereka sebagai pendidik (guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator) maupun
tenaga kependidikan lain yang berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Manusia adalah aset pembangunan bangsa sampai kapanpun.
Apakah manusia itu berkualitas atau pun tidak. Karena mereka aset,
setidaknya segala aktivitasnya harus dikelola dalam satu manajemen
sumber daya manusia yang terorganisir dengan baik dan tepat sasaran
guna mencapai tujuan. Human resource management encompasses
those activities designed to provide and coordinate the human resource
of an organization' ( Lloyd L. Byars & Leslie Rue 2000: 3).
42
Dalam MPMBS, manajemen tenaga kependidikan bertujuan
untuk:
a. Mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien
untuk mencapai hasil yang optimal, namun tetap dalam kondisi yang
menyenangkan.
b. Mengembangkan, mengkaji dan memotivasi personel guna mencapai
tujuan.
c. Membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku.
d. Mengoptimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan.
e. Menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa manajemen tenaga kependidikan
(guru dan karyawan) mencakup kegiatan (1) perencanaan pegawai; (2)
pengadaan pegawai; (3) pembinaan dan pengembangan pegawai; (4)
promosi dan mutasi; (5) pemberhentian pegawai; (6) kompensasi dan (7)
penilaian pegawai. Untuk mendapatkan mutu tenaga kependidikan, satu
hal yang musti harus diperhatikan adalah seleksi awal (perekrutan
pegawai) yang harus dilakukan secara selektif.
Banyak cara untuk memperoleh SDM yang bermutu, antara lain
memperhatikan proses awal penerimaan pegawai, karyawaan, atau
penempatan personel dalam suatu jabatan. Lowongan yang ada dalam
perusahaan atau dalam dunia pendidikan yang meliputi pengangkatan
guru, pengangkatan pegawai dan karyawan hendaknya melalui seleksi
yang ketat dalam proses perekrutannya. Demikian juga tentang
43
penempatan SDM dalam jabatan, harus mempertimbangkan berbagai
hal, termasuk yang paling utama dilihat dari sisi kualitasnya secara
komprehensif. Fit and proper test hendaknya diberlakukan sebelum
pegawai tersebut memangku jabatan, agar the right man on the right
place tidak hanya sekedar ungkapan belaka, namun ada realitasnya.
Lloyd. Byars & Leslie Rue (2000: 151) states Recruitment involves
seeking and attracting a pool of people from which qualified candidates
for job vacancies can he chosen. In an area when the focus of most
organisations has been on efficiently and effectively running the
organisation, recmitmen the right person for the job is a top priority
Namun, dalam pemberdayaan SDM menuju kualitas tenaga
kependidikan, mengandalkan modal awal berupa perekrutan / seleksi
saja dirasa tidak cukup, tetapi harus mencakup tujuh aspek manajemen
tenaga kependidikan tersebut di atas.
3. Manajemen Kesiswaan (Peserta Didik)
Dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional tahun 2003 passl 1 ayat 4 disebutkan pengertian peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,dan jenis
pendidikan tertentu.
Untuk mengoptimalisasikan Semua jenis dan bentuk kegiatan
siswa dan juga sebagai pusat kegiatan para siswa di sekolah bersama
dengan jalur pembinaan yang lain, yakni latihan kepemimpinan, ekstra
44
kurikuler, dan kegiatan wiyata mandala serta aktivitas siswa lainnya,
perlu dibentuk wadah kegiatan yang resmi. Pada jenjang pendidikan
menengah, satuan pendidikan SMA khususnya, telah dibentuk organisasi
siswa yang kemudian disebut Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS )
(Depdiknas 1977: 4-7).
Menurut Mulyasa (2004: 46) manajemen kesiswaan adalah
kegiatan penataan, pengaturan yang berkaitan dengan peserta didik mulai
dari masuk sampai keluarnya peserta didik tersebut dari sekolah. Lebih
lanjut dikatakan bahwa tujuan manajemen kesiswaan adalah untuk
mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur untuk
mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Sutrisno dalam Mulyasa (2004) menyebutkan sedikitnya ada tiga
tugas utama yang harus diperhatikan, yakni (1) penerimaan siswa baru; (2)
kegiatan kemajuan belajar; (3) Bimbingan dan pembinaan disiplin.
Kaitannya dengan tugas tersebut, tanggung jawab kepala sekolah dalam
pengelolaan bidang kesiswaan adalah (1) kehadiran murid; (2)
penerimaan, orientasi, klasifikasi siswa; (3) evaluasi dan pelaporan
kemajuan belajar; (4) program pengayaan dan perbaikan; (5) pengendalian
disiplin; (6) program bimbingan dan konseling; (7) program kesehatan dan
keamanan; (8) penyesuai pribadi, sosial dan emosional.
45
4. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Sumber keuangan dan
pembiayaan, menurut Mulyasa (2004), berasal dari tiga sumber, yakni dari
(1) pemerintah, (2) orang tua peserta didik; (3) masyarakat baik mengikat
maupun tidak mengikat. Adapun demensi pengeluarannya meliputi biaya
rutin dan biaya pembangunan. Dalam rangka implementasi manajeman
sekolah manajemen komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik
dan cermat mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan sampai dengan
pertanggungjawabannya.
Banyak penyebab kegagalan pendidikan di Indonesia , salah satu
diantaranya yang paling dominan adalah pembiayaan. Pendidikan bisa
terhambat atau bahkan terjadi kemandegan karena minimnya pembiayaan.
Jim Haughey (2003) said that Education work can be stalled by state /
local budget defisits.
Anggaran untuk pendidikan yang tidak memadai akan berdampak
serius terhadap kinerja pendidikan yang langsung berakibat pada kualitas
produksinya, yakni keluaran yang tidak bermutu dalam bentuk SDM
rendah.. Pemerintah sudah banyak berupaya meningkatkan mutu
pendidikan. Salah satu diantaranya adalah anggaran pendidikan 20% dari
APBD/APBN yang secara resmi termaktub dalamUndang Undang Dasar
bab 13, pasal 31 ayat 4 yang berbunyi, Negara memprioritaskan anggaran
46
pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan
biaya tidak langsung {indirect cost). Biaya langsung meliputi biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan pelaksaaaan pengajaran, kegiatan belajar
siswa baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa
sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang
(earning for gone) dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang
(opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Cohn,
Thomas Jone, Alan Thomas dalam Nannang Fattah 2000: 23).
Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang
perlu dikaji yakni (1) biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost); dan
(2) nilaya satuan per siswa (unit cost). Biaya keseluruhan sekolah berasal
dari pemerintah, orang tua dan masyarakat untuk penyelenggaraan
pendidikan selama satu tahun pelajaran. Sedangkan biaya satuan per siswa
menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan ke sekolah-
sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh
pendidikan. Biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah
murid pada masing-masing sekolah, maka biaya satuan dapat dipakai
sebagai standar dan dapat dibandingkan dengan sekolah lain. Analisis
biaya satuan ini harus dilakukan untuk mengetahui efisiensi dalam
penggunaan sumber-sumber anggaran di sekolah, keuntungan dari
47
investasi pendidikan dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah
untuk pendidikan. Hal ini penting untuk diketahui dan dicermati dalam
rangka untuk menetukan altematif kebijakan dalam upaya perbaikan atau
peningkatan sistem pendidikan. Mingat, Tan dalam Nannang Fattah (2000:
24)
Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata per siswa yang dihitung
dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah
(enrollment) dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya
biaya satuan per siswa berguna untuk menilai berbagai altematif kebijakan
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Efektivitas pembiayaan pendidikan di sekolah dapat dilihat dari
pemanfaatan biaya yang sudah dialokasikan pada sisi pengeluaran, yang
sudah dikaji dan dianalisis dari sisi total cost dan unit cost, untuk
mengetahui besarnya biaya manfaat dalam investasi pendidikan. Hasil
analisis biaya manfaat, ini dapat membantu para pengambil keputusan
dalam menentukan pilihan di antara alternatif alokasi sumber-sumber
pendidikan yang terbatas tetapi memberikan keuntungan yang tinggi.
Dalam biaya pendidikan, efisiensi ditentukan oleh ketepatan di dalam
mendayagunkan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada
faktor input pendidikan yang dapat memicu pencapaian prestasi siswa.
5. Manajemen Sarana dan prasarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dimanfaatkan dan menunjang proses pendidikan, khususnya
48
proses belajar mengajar, misalnya gedung, ruang kelas, meja kursi serta
media pembelajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana adalah
fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan
atau pembelajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju
sekolah. Namun apabila lapanagan dipergungkan untuk olahraga, berarti
lapangan termasuk sarana pendidikan (Mulyasa 2004: 49).
Kepiawaian kepala sekolah dalam me-manage dan
mengefektifkan sarana prasarana sekolah sangat diperlukan dengan
harapan agar keberadaan sarpras dapat memberikan kontribusi yang
optimal terhadap proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah tersebut.
6. Manajemen Hubungan Masyarakat dengan sekolah
Penciptaan hubungan harmonis antara sekolah dengan masyarakat
sebagai stakeholder pendidikan merupakan keniscayaan dan sangat
signifikan dalam implementasi MPMBS. Hubungan baik ini dapat
diciptakan lewat seringnya komunikasi dua arah antara sekolah dengan
masyarakat, teruma orang tua siswa yang dapat dilakukan melalui
pemberian penjelasan oleh sekolah kepada masyarakat tentang program-
program, tujuan dan kebutuhan sekolah. Disamping itu sekolah harus
mengetahui dengan jelas kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat
terhadap sekolah.
Menurut Mulyasa (2004) hubungan yang baik ini bertujuan untuk (1)
memajukan kualitas pembelajaran; (2) meingkatkan kualitas hidup dan
penghidupan masyarakat; (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin
49
hubungan dengan sekolah. Apabila hubungan hrmonis ini dapat
diciptakan, keuntungan sekolah adalah adanya rasa tanggung jawab dan
partisipasi aktif masyarakat untuk memajukan sekolah.
7. Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan,
kesehatan, dan keamanan sekolah. Pelaksanaan manajemen sekolah yang
efektif dan efisien tentu mencakup semua unsur / komponen yang ada di
sekolah termasuk manajemen layanan khusus. Dalam sekolah efektif, tidak
hanya bertanggung jawab melaksanaan proses pembelajaran melainkan
juga pelayanan perpustakaan, kesehatan dan keamanan lingkungan
sekolah.
Salah satu sumber belajar yang mendukung pembelajaran adalah
perpustakaan (Depdikbud 1998: 100). Disebutkan pula bahwa fungsi
perpustakaan adalah sebagai pusat kegiatan pembelajaran, penelitian
sederhana, dan tempat menambah ilmu pengetahuan serta tepat rekreasi.
Adapun tujuan diselenggarakan perpustakaan di sekolah sebagai upaya
untuk mengembangkan dan meningkatkan minat, kemampuan dan
kebiasaan membaca (budaya membaca) melatih dalam memanfaatkan
bahan pustaka sebagai sumber informasi serta meningkatkan daya kritis
dan kreativitas siswa.
50
F. Penelitian yang Relevan
Suhardo dalam tesis (2004) Pelaksanaan Program Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SMA Negeri 3 Wonogiri Tahun
Ajaran 2003/2004 menyimpulkan bahwa peningkatan mutu di SMA Negeri
3 Wonogiri diawali adanya identifikasi kendala yang didihadapi sekolah
meliputi keterbatasan kewenangan sekolah, rendahnya partisipasi masyarakat
dan rendahnya prestasi akademik.
Yahmin dalam tesis (2006) Implementasi Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah di SMA Negeri 2 Pati dalam meningkatkan Mutu
Pendidikan Tahun Pelajaran 2005/2006 diawali adanya identifikasi
minimnya warga sekolah (guru-guru, tata usaha, karyawan, siswa) dan
masyarakat (orang tua siswa, komite sekolah dan tokoh masyarakat) tentang
MPMBS.
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan fokus permasalahan dalam penelitian ini, maka
pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik
kualitatif. S. Nasution, merumuskan batasan tentang penelitian
naturalistik kualitatif sebagai berikut : penelitian kualitatif pada
hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi
dengan mereka berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang dunia
sekitarnya. Stuart A Schlegel (1984) dalam Lexy Moleong (1990:34),
menegaskan bahwa tahap akhir dari penelitian kualitatif ialah peneliti
harus menafsirkan hasil-hasil penelitiannya.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan substansi permasalahan yang diteliti, maka jenis
penelitian ini adalah kualitatif (qualitative approach) yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
partisipan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2005:94) partisipasn
adalah orang yang diajak wawancara, diobservasi, pemberi data,
pendapat, pemikiran dan persepsi.
Moleong (2005:6) memberikan pengertian penelitian kualitatif
adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
51
52
deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah d