78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    1/119

    KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN

    DAN PERLINDUNGAN ANAK Studi Kasus Evaluasi Program Kesejahteran Sosial Anak

    di Provinsi DKI Jakarta, DI. Yogyakarta,

    dan Provinsi Aceh

    Editor 

    Drs. Edi Suharto, Ph.D.

    Penulis

    Mulia Astuti dkk.

    P3KS Press (Anggota IKAPI)

    Tahun 2013

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    2/119

    Editor:

    Drs. Edi Suharto, Ph.D.

    Penulis:

    1. Dra. Mulia Astuti, M.Si.2. Ir. Ruaida Murni

    3. Drs. Ahmad Suhendi, M.Si.

    Design Cover :

    Kreasi

    Tata letak:

    Kreasi

    Foto Cover:

    Peneliti

    Cetakan Pertama: Desember 2013

    ISBN: 978-979-698-365-0

    Penerbit : P3KS PressAlamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta - Timur  Telp. (021) 8017126

    Sanksi Pelanggaran Pasal 72Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

    1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

    dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara

    masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00

    (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling

    banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

    kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait

    sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

    tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    PERPUSTAKAAN NASIONAL: KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)

     Mulia Astuti, dkk

    Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Studi Kasus:

    Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) di Provinsi DKI Jakarta, DI. Yogyakarta dan Provinsi Aceh; Jakarta 2013.P3KS Press. vii + 111 hlm. 14.8cm x 21cm.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    3/119

    iiiPenelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    PENGANTAR PENERBIT

    Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena ataslimpahan nikmat-Nya, buku hasil Studi Kebijakan Kesejahteraan dan

    Perlindungan Anak (Studi Kasus Evaluasi Program Kesejahteraan Sosial

    Anak) dapat diselesaikan.

    Dalam buku ini memuat inormasi menarik tentang Kebijakan

    Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, khususnya terkait implementasi

    Program Kesejahteraan Sosial Anak. Oleh karena itu buku hasil studi ini

    layak untuk diterbitkan.

    Buku hasil studi ini dapat memberikan manaat bagi unit

    kerja terkait di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia,

    pemerintah daerah setempat dalam upaya pengembangan kebijakan

    kesejahteraan dan perlindungan anak, serta pembaca pada umumnya

    yang berkecimpung dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak.

    Pada siklus perumusan kebijakan sosial, studi ini sesungguhnyadapat menjadi keharusan dalam upaya mengetahui sejauhmana kebijakan

    sosial yang dibuat telah menjawab kebutuhan dan permasalahan anak

    yang dihadapi masyrakat.

    Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan

    studi ini, diucapkan terima kasih. Diharapkan buku hasil studi ini layak

    untuk dibaca

    Jakarta, November 2013

    Penerbit

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    4/119

    iv  Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    PENGANTAR EDITOR

    Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas

    berkah dan rahmatNya, penulisan buku ini dapat selesai pada waktunya.Buku ini, sesuai dengan judulnya, berisi tentang Kebijakan Kesejahteraan

    dan Perlindungan Anak.

    Permasalahan anak menjadi perhatian besar sejak lama.

    Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia

    usia di bawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa, dan mengalami

    peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2008. Sementara itu,

    Kementerian Sosial melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA),

    sejak tahun 2005 sampai 2013, rata-rata baru bisa menangani 3,7% atau

    sekitar 170.000 anak/tahun.

    Pada tahun 2013, penerima manaat Program Kesejahteraan

    Sosial Anak sebesar 175.611 anak. Program ini bertujuan mewujudkan

    pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari

    keterlantaran, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuhkembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.

    Program Kesejahteraan Sosial Anak merupakan bagian dari

    sistem Kesejahteraan Sosial secara luas. Kesejahteraan sosial sendiri

    adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial

    warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan

    diri, sehingga dapat melaksanakan ungsi sosialnya (menurut Undang-

    Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial). Dalamkonsep kesejahteraan sosial, harus terdapat aspek pencegahan (primer),

    penanganan resiko (sekunder), maupun penanganan korban (tersier).

    Program Kesejahteraan Sosial Anak juga mencakup aspek

    perlindungan anak. Disini, titik berat ada pada penanganan masalah

    yang dialami anak. Konsep ini masuk dalam pelayanan tersier. Dalam

    PKSA, terdapat 5 cluster pelayanan anak. Cluster tersebut adalah, AnakBalita Terlantar, Anak Terlantar yang tercakup di dalamnya Anak Jalanan,

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    5/119

     v Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Anak Berhadapan dengan Hukum, Anak dengan Kedisabilitasan, dan

    Anak Memerlukan Perlindungan Khusus.

    Buku Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak ini

    berisikan isu-isu anak, keluarga, dan masyarakat dalam lingkupkesejahteraan, pengasuhan, dan perlindungan anak, Lalu, bagaimana

    respon Kementerian Sosial dan Kementerian/Lembaga lain terhadap

    isu-isu tersebut. Dan, apakah Program Kesejahteraan Sosial Anak sudah

    berjalan eekti. Buku ini juga berupaya menyajikan alternati kebijakan

    dan rekomendasi kebijakan prioritas dalam kebijakan kesejahteraan dan

    perlindungan anak.

    Kami berharap, buku Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan

    Anak ini bermanaat bagi Kementerian Sosial dalam menjalankan

    Program Kesejahteraan Sosial Anak. Lebih luas lagi, semoga buku ini

    berguna bagi masyarakat umum. Terutama, Kementerian/Lembaga lain,

    Dinas Sosial, dan semua pihak yang bergerak dalam bidang kesejahteraan

    dan perlindungan anak.

    Pada akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada timpeneliti, dan semua pihak yang telah membantu. Dengan dukungan

    berbagai pihak, buku Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

    ini dapat tersusun.

    EDITOR 

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    6/119

     vi Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    DAFTAR ISI

    PENGANTAR PENERBIT .................................................................. iii

    PENGANTAR EDITOR ....................................................................... iv 

    DAFTAR ISI ........................................................................................... vi

    BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1

    BAB II : KESEJAHTERAN, PENGASUHAN,

      DAN PERLINDUNGAN ANAK ........................................ 13

    A. Kesejahteraan Anak .......................................................... 13

    B. Pengasuhan Anak ............................................................. 14

    C. Perlindungan Anak .......................................................... 16

    D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan,

    Pengasuhan dan Perlindungan Anak ............................. 24

    BAB III : MASALAH DAN KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN,

    PENGASUHAN DAN PERLINDUNGAN ANAK ........... 27

    A. Masalah Kesejahteraan, Pengasuhan dan

      Perlindungan Anak ........................................................... 27B. Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan dan

      Perlindungan Anak .......................................................... 52

    BAB IV : EFEKTIVITAS PROGRAM

      KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK .................................. 75

    A. Dampak PKSA terhadap Penguatan Kelembagaan

    Kesejahteraan Sosial Anak .............................................. 76

    B. Dampak PKSA terhadap Penguatan Tanggung

      Jawab Orangtua/ Keluarga dalam Pengasuhan

      dan Perlindungan Anak ................................................ 84

    C. Dampak PKSA terhadap Kesejahteraan Anak ........... 87

    BAB V : ALTERNATIF KEBIJAKAN ............................................. 93

    A. Alternatif Kebijakan ...................................................... 93

    B. Analisis dan Evaluasi Alternatif Kebijakan ................. 94

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    7/119

     viiPenelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    BAB VI : REKOMENDASI KEBIJAKAN PRIORITAS .................. 97

    A. Tujuan Kebijakan ........................................................... 97

    B. Sasaran ............................................................................ 97

    C. Strategi ............................................................................ 97D. Komponen Program ...................................................... 98

    E. Kelembagaan .................................................................. 98

    F. Indikator Kebijakan ....................................................... 100

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 101

    INDEK ................................................................................................. 106

    SEKILAS PENULIS ............................................................................ 109

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    8/119

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    9/119

    1Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia telah diatur

    oleh berbagai kebijakan dan program, antara lain mulai dari Undang

    Undang Dasar 1945, dimana anak terlantar dan akir miskin

    dipelihara oleh Negara. Undang Undang Republik Indonesia Nomor

    4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak telah mengatur tentang

    hak anak yaitu “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan

    dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganyamaupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang

    dengan wajar”, dan tanggung jawab orangtua yaitu bahwa “orangtua

    bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”.

    Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak

    Anak (KHA) melalui Keppres 36/1990 pada tanggal 25 Agustus 1990

    dimana substansi inti dari KHA adalah adanya hak asasi yang dimiliki

    anak dan ada tanggung jawab Negara-Pemerintah-Masyarakat-dan

    Orangtua untuk kepentingan terbaik bagi anak agar meningkatnya

    eektivitas penyelenggaraan perlindungan anak secara optimal.

    Kemudian KHA dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang

    Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mengatur

    tentang Hak dan Kewajiban Anak, serta kewajiban dan tanggug

     jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua. Di

    samping itu juga diatur tentang kuasa asuh, perwalian, pengasuhan

    dan pengangkatan anak, serta penyelenggaraan perlindungan.

    Permasalahan anak telah direspon oleh berbagai Kementerian/

    Lembaga terkait, antara lain Kementerian Sosial, Pemberdayaan

    Perempuan dan Perlindungan Anak, Kesehatan, Pendidikan,

    Agama, Dalam Negeri, Tenaga Kerja, Hukum dan HAM, Kepolisian,

    Pengadilan Negeri, Lembaga donor dan lembaga kesejahteraan sosial

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    10/119

    2 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    di tingkat nasional maupun wilayah. Di lingkup Kementerian Sosial

    (selanjutnya disebut Kemensos) untuk mempercepat penanganan

    masalah sosial anak, pada tahun 2009 Direktorat Kesejahteraan

    Sosial Anak mulai mengembangkan Program Kesejahteraan Sosial

    Anak (PKSA) melalui kegiatan uji coba penanganan anak jalanan

    di lima wilayah yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi

    Selatan, dan Yogyakarta. PKSA dikuatkan melalui kebijakan

    pemerintah yaitu keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun

    2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan

    Nasional, dimana diperlukan penyempurnaan program bantuan

    sosial berbasis keluarga khususnya bidang kesejahteraan sosial

    anak balita terlantar, anak terlantar, anak jalanan, anak dengan

    disabilitas, anak yang berhadapan dengan hukum, dan anak yang

    membutuhkan perlindungan khusus. Selanjutnya PKSA dikuatkan

    lagi dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 Tentang

    Program Pembangunan yang Berkeadilan, yang menetapkan PKSA

    sebagai program prioritas nasional yang meliputi PKSA Balita,

    PKSA Terlantar, PKS-Anak Jalanan, PKS-Anak yang Berhadapan

    dengan Hukum, PKS-Anak Dengan Kecacatan, dan PKS-Anak yang

    Membutuhkan Perlindungan Khusus.

    Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, telah ditetapkan

    Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15A/HUK/2010 Tentang

    Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dan

    untuk operasionalisasi PKSA telah diterbitkan Pedoman Operasional

    Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) melalui KeputusanDirektur Jenderal Rehabilitasi Sosial Nomor: 29/RS-KSA/2011

    Tentang Pedoman Operasional PKSA. Mulai tahun 2010, layanan

    PKSA telah diperluas jangkauan target sasaran maupun wilayahnya.

    PKSA dikembangkan dengan perspektif jangka panjang sekaligus

    untuk menegaskan komitmen Kementerian Sosial untuk merespon

    tantangan dan upaya mewujudkan kesejahteraan sosial anak yang

    berbasis hak. Perwujudan dari kesungguhan Kementerian Sosial

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    11/119

    3Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    mendorong perubahan paradigma dalam pengasuhan, peningkatan

    kesadaran masyarakat, penguatan tanggung jawab orangtua/

    keluarga, dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan

    masyarakat, serta mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar anak

    yang dapat merespon keberagaman kebutuhan melalui tabungan.

    PKSA merupakan respon sistemik dalam perlindungan anak,

    termasuk memberikan penekanan pada upaya pencegahan melalui

    lima komponen program yaitu: 1) pemenuhan kebutuhan dasar,

    2) aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar, 3) pengembangan

    potensi dan kreativitas anak, 4) penguatan tanggung jawab

    orangtua, dan 5) penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.Secara konseptual PKSA lebih komprehensi dan berkelanjutan

    dibandingkan program pelayanan sosial anak pada tahun-tahun

    sebelumnya karena sudah berdasarkan pendekatan kepada anak,

    orangtua atau keluarga ( amily base care), dan kepada masyarakat

    yaitu lembaga kesejahteraan sosial yang khusus menangani anak

    (LKSA).

    Sebelumnya, pengasuhan anak dan masalah-masalah

    perlindungan anak hanya diokuskan pada anak. Keluarga dan

    masyarakat belum banyak disentuh. Misalnya penanganan anak

    terlantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum lebih

    banyak diserahkan ke lembaga atau panti sosial dimana di dalam

    penanganannya orangtua atau keluarga pengganti kurang dilibatkan.

    Anak lebih banyak dicabut dari lingkungan keluarga. Isu ini

    dipertegas dengan banyaknya jumlah panti asuhan.

    Hasil penelitian Save the Children, Depsos RI dan Unice, 2007,

    “memperkirakan terdapat 5.250 hingga 8.610 panti asuhan seluruh

    Indonesia atau terdapat 225.750 hingga 315.000 anak jika jumlah

    panti sebanyak 5.250 dan 370.230 hingga 516.600 anak jika jumlah

    panti 8.610”. Walaupun orangtua mereka masih lengkap, karena

    aktor kemiskinan dan agar anak dapat terpenuhi kebutuhan dasar

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    12/119

    4 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    serta memperoleh layanan sosial dasar (pendidikan dan kesehatan)

    mereka memasukkan anaknya ke panti asuhan.

    Tiga tahun terakhir ini (2010, 2011, dan 2012), jumlah anak yang

    telah dilayani melalui panti, luar panti, jumlah tenaga, dan jumlahlembaga yang telah diintervensi melalui PKSA adalah sebagai

    berikut:

    Tabel 1. Jumlah anak melalui Panti dan Luar Panti, SDMdan Lembaga yang telah di Intervensi melalui PKSA

    No. Jenis Pelayanan 2010 2011 2012

    1. Pelayanan dalam panti 2.575 2.470 2.460

    2. Pelayanan luar panti 138.641 158.015 170.461

    3. Sumber daya manusia (Pekerja Sosial) 350 855 1.111

    4 Lembaga kesejahteraan sosial 5.833 5.833 6.728

    Sumber: Direktorat Kesejahteraan Anak, 2013.

    Dari hasil evaluasi Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak

    dalam implementasi PKSA masih terdapat kendala antara lain: 1)

    PKSA belum memiliki data prevalensi yang baik tentang masalahperlindungan anak dan kebijakan perlindungan anak yang

    komprehensi, 2) Ada beberapa kasus pemanaatan bantuan yang

    digunakan tidak mendorong perubahan perilaku seperti digunakan

    untuk modal usaha, memenuhi kebutuhan keluarga, membayar sewa

    rumah dan utang serta membeli hewan peliharaan, 3) Belum adanya

    rumusan indikator tentang orangtua/keluarga yang dapat merawat

    dan melindungi anak-anak dengan kecacatan, dan 4) Terbatasnyalembaga pelayanan sosial masyarakat, sarana dan prasarananya

    dalam menangani masalah sosial anak dengan kecacatan.

    Pada tahun 2011 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

    (BAPPENAS) bekerjasama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak

    Universitas Indonesia, dan Bank Dunia telah melakukan kajian

    yang berfokus pada PKSA yaitu menganalisis proses pelaksanaan

    program serta kontribusinya terhadap pengembangan pendekatan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    13/119

    5Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    perlindungan. Hasil kajian tersebut menunjukkan antara lain: “PKSA

    memberikan manfaat yang sangat berharga kepada mereka yang

    membutuhkan, meskipun pelaksanaan program tersebut masih

    memiliki banyak kekurangan”. Dari hasil penelitian ini juga terungkap

    bahwa pelaksana PKSA belum memiliki data dasar untuk mengukur

    keberhasilannya sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan yaitu:

    1) Jumlah anak terlantar (termasuk anak balita), anak jalanan, anak-

    anak berhadapan dengan hukum, anak-anak penyandang cacat, dan

    anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus yang mampu

    mengakses layanan dasar meningkat. 2) Persentase orangtua atau

    keluarga yang bertanggung jawab dalam perawatan dan perlindungan

    anak meningkat. 3) Jumlah anak yang mengalami masalah sosial

    menurun. 4) Jumlah lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan

     jasa perlindungan bagi anak-anak meningkat. 5) Jumlah pelayanan

    yang diberikan LKSA (Lembaga Pelaksana PKSA) meningkat. 6)

    Jumlah pekerja sosial, tenaga kesejahteraan sosial dan relawan

    sosial di bidang kesejahteraan sosial meningkat. 7) Jumlah kerangka

    hukum yang mengatur perawatan dan perlindungan anak sebagai

    dasar hukum PKSA bertambah. Hasil penelitian ini mengharapkan

    KEMENSOS dan BAPPENAS harus bekerja dengan lebih terstruktur

    untuk mempromosikan integrasi perlindungan anak dalam kebijakan

    Negara di bidang sosial ekonomi. Untuk itu diperlukan suatu

    pengkajian dan bukti yang dapat membantu pengembangan sistem

    kesejahteraan, pengasuhan, dan perlindungan anak.

    Sehubungan dengan masih adanya permasalahan dalamimplementasi kebijakan kesejahteraan, pengasuhan, dan perlindungan

    anak khususnya dalam pelaksanaan PKSA, maka Pusat Penelitian

    dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial memandang perlu

    melakukan penelitian kebijakan ini. Diharapkan hasil penelitian ini

    dapat memberikan bukti terbaik dalam mendukung pengembangan

    kebijakan, memperjuangkan penyusunan peraturan yang memadai,

    berpusat pada anak, keluarga, dan masyarakat serta non diskriminatif.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    14/119

    6 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Walaupun sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

    untuk kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak mulai dari

    Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

    Instruksi Presiden sampai dengan Keputusan Menteri, namun

    dalam implementasinya belum didukung oleh sumber daya manusia

    (SDM), anggaran, sarana dan prasarana serta sistem yang memadai,

    sehingga masih banyak bermunculan permasalahan pemenuhan

    hak-hak dan perlindungan anak. Pada 2011 jumlah Anak Balita

    Terlantar 1.224.168 jiwa atau sekitar 5,77 persen dari 21,22 juta jiwa

    anak Balita, Anak Terlantar 3.115.777 jiwa atau 5,36 persen dari 58,17

     juta jiwa anak usia 5-17 tahun (Kementerian Sosial RI Dalam Angka

    2012), dan anak dengan disabilitas pada tahun 2009 berjumlah438,39 ribu jiwa atau 0,55 persen dari jumlah seluruh anak (Profil

    PMKS, 2011). Disamping permasalahan konvensional tersebut, saat

    ini banyak muncul permasalahan kontemporer seperti anak dengan

    narkoba atau HIV/AIDS yang belum terakomodir dalam substasi

    peraturan perundang-undangan. Jumlahnyapun belum terdata

    secara regular oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tetapi tergantung

    dari pelaporan keluarga ataupun masyarakat.

    Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan permasalahan pokok

    dalam penelitian adalah:

    1. Apa saja masalah/isu-isu anak, keluarga, dan masyarakat dalam

    lingkup kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak?

    2. Bagaimana respon Kemensos dan K/L lain terhadap masalah/

    isu-isu tersebut?

    3. Bagaimana eektivitas Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)?

    Tujuan penelitian yang diharapkan dapat tercapai adalah:

    1. Mengetahui masalah/isu-isu anak, keluarga dan masyarakat

    dalam lingkup kesejahteraan kesejahteraan, pengasuhan dan

    perlindungan anak.

    2. Mengetahui respon Kementerian Sosial RI dan K/L lain terhadapmasalah/isu-isu tersebut dalam bentuk kebijakan.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    15/119

    7Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    3. Mengetahui eektivitas Program Kesejahteraan Sosial Anak

    (PKSA).

    4. Menyusun rekomendasi pengembangan kebijakan kesejahteraan

    anak yang memadai, yaitu berpusat pada anak dan keluarga,serta masyarakat.

    Penelitian ini diharapkan bermanaat sebagai masukan bagi

    pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan dan program

    yang terkait dengan kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan

    anak, serta sebagai wacana pengembangan keilmuan, terkait dengan

    perlindungan Anak.

    Untuk menyamakan persepsi tentang istilah yang digunakan

    dalam penelitian ini, maka dirumuskan definisi operasional sebagai

    berikut:

    1. Kebijakan adalah suatu ketetapan pemerintah, memuat prinsip-

    prinsip yang mengarahkan cara-cara bertindak untuk mencapai

    tujuan tertentu.

    2. Kebijakan Sosial   adalah suatu ketetapan pemerintah yangmemberi arah atau petunjuk cara-cara bertindak yang

    diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan yang

    dirancang untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas hidup.

    3.  Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

    tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

    4. Kesejahteraan Sosial Anak  adalah kondisi terpenuhinya

    kebutuhan material, spiritual, dan sosial anak agar dapathidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

    melaksanakan ungsi sosialnya.

    5. Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)  adalah upaya

    yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan

    pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk

    pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak, yang

    meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksesibilitas

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    16/119

    8 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    pelayanan sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas

    anak, penguatan orangtua/keluarga dan penguatan lembaga

    kesejahteraan sosial anak.

    6. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)  adalah organisasisosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan Program

    Kesejahteraan Sosial Anak, yang dibentuk oleh masyarakat atau

    diasilitasi pemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang

    tidak berbadan hukum.

    7. Pendamping PKSA  adalah Pekerja Sosial Proesional, Tenaga

    Kesejahteraan Sosial Anak, atau Relawan Sosial yang memenuhi

    syarat kompetensi untuk melakukan pendampingan, yang

    direkrut oleh dan bekerja untuk LKSA, yang ungsinya adalah

    melaksanakan tugas-tugas pelayanan kesejahteraan sosial

    dan perlindungan khusus kepada anak dan keluarga yang

    menjadi penerima manaat PKSA, serta lingkungan komunitas/

    masyarakat.

    8. Pengasuhan Anak.  Dalam kerangka hak anak, keluarga adalah

    tempat pengasuhan yang utama. Selain itu dalam kerangka hak

    anak, pengasuhan bukan karena anak adalah properti/milikorangtua, tetapi lebih karena duty (kewajiban). Dalam kerangka

    hak anak, pengasuhan tidak hanya ada di tangan orangtua yang

    melahirkannya, tetapi bisa dilakukan oleh “orangtua” yang lain

    yang bisa menjamin anak akan tumbuh dan berkembang dengan

    layak.

    9. Pelayanan Pengasuhan  adalah berbagai jenis pelayanan yang

    diberikan untuk memenuhi kebutuhan anak akan pengasuhan,baik dalam keluarganya maupun keluarga pengganti.

    10. Pengasuhan Alternati   adalah pengasuhan yang diberikan oleh

    pihak selain keluarga inti kepada anak, akibat ketidakmampuan

    keluarga inti dalam menyediakan pengasuhan yang baik untuk

    anak. Pengasuhan ini dapat dilakukan melalui orangtua asuh,

    perwalian, dan adopsi.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    17/119

    9Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    11. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

    melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

    berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

    harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

    dari kekerasan dan diskriminasi.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati dengan

    menggunakan metode studi kasus pada PKSA. Lokasi penelitian

    ditentukan di tiga provinsi. Sesuai dengan hasil konsulatasi dengan

    Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, dipilih lokasi dimana PKSA

    sudah dilaksanakan untuk semua kluster yaitu Provinsi Nanggroe

    Aceh Darussalam (NAD), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),

    dan DKI Jakarta. Pada masing-masing provinsi ditentukan dua

    kabupaten/kota. Pada masing-masing kabupaten/kota ditentukan

    inorman yaitu penerima PKSA (anak dan orangtua), pendamping,

    LKSA, dan tokoh masyarakat.

    Selain itu juga ada beberapa inorman dari pemangku kepentingan

    antara lain: Pada tingkat pusat: Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial,

    Direktur Kesejahteraan Sosial Anak, Direktur PemberdayaanKeluarga dan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Kementerian

    Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bappenas,

    Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

    UNICEF , Komnas Perlindungan Anak, dan Komite Perlindungan

    Anak Indonesia (KPAI). Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota:

    Dinas Sosial Provinsi, Dinas Sosial kabupaten/kota, Anggota

    DPRD provinsi, kabupaten/kota, Bappeda provinsi dan kabupaten/

    kota, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan danPerlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Kepolisian RI, Pengadilan

    Anak, Forum LKSA, TPA/KB, Rumah Singgah, FKKADK, PSAA,

    Pendamping PKSA, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA),

    Tokoh Masyarakat, Orangtua/anak, Seksi Sosial Kecamatan, dan

    unsur terkait lainnya.

    Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam

    secara perorangan dan kelompok (FGD), observasi, dan studi

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    18/119

    10 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    kepustakaan/dokumentasi dengan menggunakan pedoman. Secara

    rinci jumlah inorman yang terkait dengan penerima PKSA dapat

    dilihat pada Tabel 2 berikut.

    Tabel 2. Jumlah Informan Berdasarkan Lokasi dan FokusPenelitian

    Lokus Fokus Informan Jumlah Keterangan

    Aceh: x Kabupaten AcehBesar

    x Kota Banda Aceh

     x ABT x ABHx ADK x Antar

    Anak

    OrangtuaLKS

    PendampingPengawas kab & prov

    Tokoh masyarakat

    8 orang8 orang4 orang4 orang3 orang4 orang

    Masing-masing fokus 2

    anak+ 2 Ortu + 1 SP +1LKS +1 petugas prov + 2

    petugas kab/kota + tokohmasyarakat 4

    DKI: x Jakarta Timur x Jakarta Pusat

    x

    ABH x AMPKx ABT x Anjal

    AnakOrangtuaLKS

    PendampingPengawas kab & prov

    Tokoh masyarakat

    8 orang8 orang4 orang4 orang3 orang4 orang

    Jumlah di setiap lokus(prov) 31 orang

    DIY: x Kabupaten Slemanx Kota Yogyakarta

     x Antar x AMPKx ADK x Anjal

    Anak

    OrangtuaLKS

    PendampingPelaksana kab & prov

    Tokoh masyarakat

    8 orang8 orang4 orang4 orang3 orang

    4 orang

    Jumlah keseluruhan

    93 orang

    Dalam pelaksanaan pengumpulan data terdapat berbagai

    hambatan antara keterbatasan waktu di lapangan sehingga tidak

    semua inorman yang direncanakan dapat dihubungi dan terkait

    dengan inorman yang sulit dihubungi karena kesibukan mereka

    sebagai pelaksana kebijakan, baik di tingkat nasional maupun diprovinsi dan kabupaten/kota.

    Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

    analisis retrospekti yaitu mengkaji kebijakan sosial setelah kebijakan

    itu diimplementasikan. Fokus kajian menggunakan model analisis

    dampak yaitu mengevaluasi eektivitas kebijakan sosial berdasarkan

    tujuan atau hasil-hasil yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut.

    Penelitian ini mengkaji kebijakan kesejahteraan dan perlindungan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    19/119

    11Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    anak yang sudah diimplementasikan dengan studi kasus mengevaluasi

    pelaksanaan PKSA selama 3 tahun terakhir (2010-2012).

    Data yang telah terkumpul dilakukan pengelompokan, kemudian

    dianalisis secara kualitati dengan model analisis sebagai berikut:

    Gambar 1. Model Analisis Kebijakan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    20/119

    12 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    21/119

    13Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    BAB II

    KESEJAHTERAN, PENGASUHAN,

    DAN PERLINDUNGAN ANAK

    Kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak adalah tiga

    konsep yang tidak terpisahkan dimana untuk mencapai kesejahteraan,

    anak membutuhkan pengasuhan dan perlindungan. Bab ini

    menguraikan tentang ketiga konsep tersebut dan aktor-aktor yang

    mempengaruhinya.

    A. Kesejahteraan Anak 

    Sebagaimana diuraikan dalam Child and Family Services Review

     process, ada tiga variabel kesejahteraan. Tiga variabel kesejahteraan

    dikonseptualisasikan dalam kerangka berikut yaitu: Pertama,

    kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki peningkatan kapasitas

    untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Konsep ini

    mencakup pertimbangan kebutuhan dan pelayanan kepada anak-

    anak, orangtua, dan orangtua asuh serta keterlibatan anak-anak,

    remaja, dan keluarga dalam perencanaan pemecahan masalah.

    Dalam hal ini kunjungan pekerja sosial dengan anak-anak dan

    orangtua merupakan hal yang penting, karena hasil penelitian pada

    52 negara bagian dan teritori telah menemukan hubungan yang kuat

    dan positi yang signifikan secara statistik antara kunjungan petugas

    sosial dengan anak-anak dan hasil keselamatan dan/kesejahteraan

    anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Biro Anak, ada nilai

    "kekuatan" untuk kunjungan petugas sosial dengan anak yang

    berkaitan secara bermakna dengan nilai “pencapaian substansial”

    untuk peringkat kelima dari tujuh hasil (www.ac.hhs.gov/program/ 

    cb, diambil September 28, 2004). Kedua, kesejahteraan dalam

    arti: anak-anak dan remaja menerima layanan yang sesuai untuk

    memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Ketiga, kesejahteraan

    dalam arti: anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang

    memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    22/119

    14 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    mereka. (CHILD WELFARE, For Te wenty-First Century , 2005)

    Dalam kenyataannya, yang pertama adalah yang paling umum dan

    paling luas cakupannya.

    Menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979, diamanatkanbahwa Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan

     penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan

     perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun

    sosial.

    B. Pengasuhan Anak 

    Pengasuhan adalah sebuah proses mengasuh, merawat,membimbing, dan mendukung anak baik secara fisik, sosial,

    intelektual, dan beragam aspek perkembangan lainnya. Sebesar

    apa sense o giving   pelaku pengasuhan menjadi kunci yang akan

    menentukan kualitas proses pengasuhan yang didapatkan anak

    (Goldenline, STIF in Padang, 10_12_2013). Anak merupakan

    anugerah yang tidak dapat dinilai oleh apapun bagi pasangan suami

    isteri yang membentuk dalam suatu keluarga. Karena tidak setiappasangan suami isteri diberikan keturunan berupa anak. Setiap anak

    yang dilahirkan ke dunia ini harus mendapatkan kehidupan yang

    layak. Sampai seorang Aristoteles, mengatakan bahwa “anak layaknya

    bagian tubuh orangtuanya, oleh sebab itu orangtua memiliki hak atas

     pengasuhan anaknya” . Pendapat senada juga dikemukakan oleh John

    Lock, yang mengatakan “anak diproduksi atas jerih payah orangtua,

    oleh sebab itu orangtua punya hak atas pengasuhan anaknya”.Bahkan menurut teori property dikatakan, bahwa anak adalah milik

    orangtua. Oleh karena itu, anak wajib diasuh dengan sebaik-baiknya

    agar dapat tumbuh dan berkembang dengan semestinya.

    Menurut Mohamad Arizal, pengasuhan anak merupakan salah

    satu aktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan

    anak, terutama pada masa kritis yaitu usia 0-8 tahun. Kehilangan

    pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orangtua,

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    23/119

    15Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    baik untuk sementara maupun selamanya, bencana alam dan

    berbagai hal yang bersiat traumatis lainnya sangat mempengaruhi

    kesehatan fisik dan psikologisnya. Dengan demikian, kehilangan

    atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan,

    perkembangan, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko

    ini akan meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa

    kritis pertumbuhan anak, yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat

    bencana alam, perang, perceraian, kematian orangtua dan anggota

    keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak

    dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa

    seutuhnya.

    Lebih lanjut dikatakan dengan mengacu kepada konsep dasar

    tumbuh kembang, maka secara konseptual pengasuhan adalah

    upaya dari lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk

    tumbuh kembang (asah, asih, dan asuh) terpenuhi dengan baik dan

    benar, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

    Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu karena praktik ini

    berjalan secara inormal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpadisadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana

    emosi rumah tangga sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi

    antara orangtua dan anaknya serta anggota keluarga lainnya. Dengan

    demikian hubungan inter dan intra personal orang-orang di sekitar

    anak tersebut dan anak itu sendiri sangat memberi warna pada

    praktik pengasuhan anak.

    Menurut Sunarwati dalam Mohamad Arizal (2007), pengasuhan

    anak oleh substitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di

    tempat penitipan anak) maupun yang punya waktu (misalnya oleh

    pramusiwi) harus selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas

    yaitu pada dasarnya agar prinsip asah, asih, dan asuh didapatkan

    anak dengan baik dan benar. Oleh karena itu, dalam pengasuhan

    anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak

    membutuhkan orangtua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    24/119

    16 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    kandung yang dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri, dan di

    dalam lingkungan yang mendukungnya (http://mohamadarizal.

    wordpress.com/paud/pengasuhan-anak/, diunduh 10_12_2013).

    C. Perlindungan Anak

    Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang Undang

    Nomor 23 Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan

    melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

    berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

    harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

    dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan Perlindungan khusus

    adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi

    darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok

    minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi

    dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi

    korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan

    zat adikti lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,

    perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

    anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan

    penelantaran.

    Azas dan Tujuan Perlindungan Anak

    Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila dan

    berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak

    meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak;

    hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

    dan penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak

    bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat

    hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

    sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

    perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya

    anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    25/119

    17Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Sejalan dengan tujuan tersebut, maka hakekat perlindungan anak

    Indonesia adalah perlindungan keberlanjutan, karena merekalah

    yang akan mengambil alih peran dan perjuangan mewujudkan cita-

    cita dan tujuan bangsa Indonesia. Negara, pemerintah, masyarakat,

    keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab

    terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

    Layanan Perlindungan Anak (Child Protective Services/  CPS)

    Program layanan perlindungan anak ( CPS) merupakan program

    inti di semua lembaga kesejahteraan anak yang mengupayakan

    keselamatan anak bekerjasama dengan lembaga masyarakat. Lebih

    luas,  CPS  “mengacu pada perangkat hukum yang sangat khusus,

    mekanisme pendanaan, respon lembaga bersama pemerintah untuk

    melaporkan penyalahgunaan dan penelantaran anak” (Waldogel,

    1999). Dasar program  CPS  berasal dari hukum yang dibentuk di

    setiap negara yang mendefinisikan kekerasan dan penelantaran

    anak serta menentukan bagaimana lembaga CPS harus menanggapi

    laporan penganiayaan anak. Pekerja sosial di lembaga-lembaga CPS 

    memiliki tanggung jawab untuk mengatasi eek dari penganiayaan,

    menerapkan respon layanan yang akan menjaga anak-anak

    dan remaja aman dari penyalahgunaan dan penelantaran, serta

    bekerjasama dengan keluarga untuk mencegah kemungkinan

    terjadinya penganiayaan di masa yang akan datang (Depanfilis &

    Salus 2003, Departemen Kesehatan dan Layanan Manusia US, 1988).

    Dalam mendukung kesejahteraan anak dan remaja para penulis(Altman; Cohen, Hornsby, and Priester; Kemp, Allen- Eckard,

    Ackroyd, Becker, and Burke; and Chahine and Higgins) dalam

    tulisannya  Systemic Issues in Child Welare,  okus pada beberapa

    aktor kunci dalam bekerja dengan keluarga yaitu melibatkan

    anak dan remaja, keluarga dan masyarakat dalam proses asesmen

    melalui konrensi tim. Filosofi layanan perlindungan anak menurut

    De Panfilis dan Salus 2003, Lembaga Layanan Perlindungan Anak

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    26/119

    18 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    bekerja berdasarkan keyakinan filosofis bahwa setiap anak memiliki

    hak untuk pengasuhan dan pengawasan yang memadai dan bebas dari

    penyalahgunaan, penelantaran, dan eksploitasi. Hukum melindungi

    anak-anak dan remaja, menganggap bahwa itu adalah tanggung

     jawab orangtua untuk memperhatikan kebutuhan fisik, mental,

    emosional, dan kesehatan anak-anak mereka terpenuhi secara

    memadai. Asumsi lainnya adalah bahwa Layanan Perlindungan Anak

    harus campur tangan ketika orangtua meminta bantuan atau gagal,

    atau lalai dalam memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka dan

    menjaga mereka agar aman dari penyalahgunaan atau penelantaran,

    seperti yang didefinisikan oleh undang-undang negara sipil (Gerald

    P. Mallon and Peg Mc Cartt Hess, 2005).

    Penyalahgunaan dan Penelantaran Anak 

    Penelantaran dapat didefinisikan sebagai kelalaian dalam

    pengasuhan oleh orang yang bertanggung jawab (misalnya, orangtua

    atau pengasuh lainnya), yang mengakibatkan kerugian signifikan atau

    risiko bahaya yang signifikan terhadap anak dan remaja (Dubowitz,

    2000). Penelantaran lebih lanjut dapat didefinisikan sebagai kegagalan

    untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anak dalam perawatan fisik,

    pengawasan, dan perlindungan, pemeliharaan, pendidikan, dan

    kesehatan.

    Kekerasan fisik dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang

    ditimbulkan oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan

    anak atau remaja itu, yang mengakibatkan cedera fisik yang signifikanatau risiko cedera tersebut (Dubowitz, 2000). Contoh tindakan yang

    ditimbulkan termasuk meninju, memukul, menendang, menggigit,

    mengguncangkan, melempar, menusuk, mencekik, membakar, atau

    memukul dengan tangan, tongkat, tali, atau benda lain (Goldman &

    Salus, 2003).

    Pelecehan seksual dapat didefinisikan sebagai tindakan seksual

    tanpa kesepakatan, motivasi perilaku seksual yang melibatkan anak

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    27/119

    19Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    dan remaja, atau eksploitasi seksual terhadap anak (Berliner, 2000)

    oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak. Pelecehan

    seksual anak termasuk perilaku yang lebih luas, seperti oral, anal

    penetrasi penis, atau alat kelamin, digital anal atau genital atau

    penetrasi lain, kontak kelamin dengan non intrusi, cumbuan payudara

    anak atau pantat, penampilan senonoh, supervisi yang tidak memadai

    atau tidak dari kegiatan sukarela seksual anak, dan penggunaan anak

    atau remaja dalam prostitusi, pornografi, kejahatan internet, atau

    kegiatan seksual eksploitati lainnya (Goldman & Salus, 2003).

    Penganiayaan psikologis dapat didefinisikan sebagai pola

    berulang dari perilaku atau kejadian ekstrim oleh orang yangbertanggung jawab atas pengasuhan anak yang menyampaikan

    kepada anak bahwa ia tidak berharga, cacat, tidak dicintai, tidak

    diinginkan, terancam, atau hanya bernilai jika menemukan orang

    lain yang membutuhkan, oleh orang yang bertanggung jawab

    atas pengasuhan anak (Masyarakat proesional Amerika tentang

    Penyalahgunaan Anak, 1995). Penganiayaan psikologis meliputi

    baik tindakan pelecehan terhadap anak atau remaja dan kelalaiandalam pengasuhan. Bentuk penganiayaan psikologis termasuk

    penolakan secara angkuh (misalnya, perilaku bermusuhan menolak

    dan merendahkan); teror (misalnya, ancaman untuk menyakiti

    anak atau seseorang yang penting untuk anak), mengeksploitasi

    atau merusak (misalnya, mendorong anak atau remaja untuk

    berpartisipasi dalam merusak diri sendiri atau perilaku kriminal);

    menyangkal respon emosional (misalnya, mengabaikan atau gagaluntuk mengekspresikan kasih sayang), dan mengisolasi (misalnya,

    membatasi anak mendapatkan pengalaman sesuai dengan tahapan

    perkembangan) (Brassard & Hart, 2000).

    Tahapan proses Layanan Perlindungan Anak

    Untuk memenuhi tujuan perlindungan anak,  CPS  menerima

    laporan penganiayaan anak yang dicurigai, menilai risiko

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    28/119

    20 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    dan keamanan anak-anak dan remaja, dan menyediakan atau

    mengatur layanan untuk meningkatkan keamanan, kestabilan dan

    kesejahteraan anak-anak dan remaja yang telah disalahgunakan atau

    diabaikan atau yang beresiko disalahgunakan atau ditelantarkan.

    Setiap penanganan masalah dilakukan melalui satu atau lebih

    rangkaian tahapan proses  CPS yaitu: (1) penerimaan, (2) asesmen

    awal/investigasi, (3) penilaian keluarga, (4) perencanaan intervensi,

    (5) penyediaan layanan, (6) Evaluasi kemajuan kasus, dan (7)

    penutupan kasus. Keputusan kunci bervariasi pada masing-masing

    tahapan proses (De Panfilis & Salus, 2003).

    Intake (penerimaan)

    CPS  bertanggung jawab untuk menerima dan menanggapi

    laporan pelecehan dan penelantaran anak yang dicurigai. Keputusan

    kunci pada tahap ini adalah: (1) menentukan apakah inormasi

    yang dilaporkan sesuai kriteria yang ada dalam pedoman lembaga

    untuk penganiayaan anak yang didasarkan hasil kontak tatap-muka

    dengan anak atau remaja dan keluarganya dan (2) untuk menentukan

    urgensinya, lembaga harus menanggapi laporan tersebut. Petugas

    penerimaan mewawancarai orang yang menelepon tentang laporan

    pelecehan atau penelantaran anak yang dicurigai untuk membuat

    keputusan.

    Asesmen awal

    Setelah menerima laporan,  CPS  melakukan penilaian awal/

    penyelidikan dengan mewawancarai anak atau remaja, saudara,orangtua atau pengasuh lainnya, dan individu lain yang mungkin

    memiliki inormasi mengenai dugaan penganiayaan. Jika inormasi

    menunjukkan bahwa kejahatan mungkin telah dilakukan, kontak-

    kontak dengan  CPS  biasanya dikoordinasikan dengan penegak

    hukum. Dua penilaian utama yang dilakukan pada tahap ini adalah

    penilaian terhadap keselamatan anak (misalnya, apakah ada risiko

    besar akan kerusakan parah) dan penilaian risiko penganiayaan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    29/119

    21Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    (yaitu, kemungkinan penganiayaan anak di masa depan).

    Keputusan kunci pada tahap ini adalah untuk menentukan: (1)

    apakah penganiayaan anak terjadi seperti yang didefinisikan oleh

    hukum negara, (2) apakah kelangsungan keselamatran anak ataupemuda mengkhawatirkan dan, jika demikian, intervensi yang akan

    dilakukan untuk menjamin perlindungan anak, (3) apakah ada risiko

    penganiayaan masa depan dan tingkat resikonya, dan (4) apakah

     jasa keagenan terus diperlukan untuk membantu keluarga menjaga

    keamanan anak, mengurangi risiko penganiayaan di masa depan,

    dan mengatasi eek penganiayaan anak. Beberapa kasus ditutup pada

    tahap ini jika tidak ada dasar untuk memberikan layanan kepadaanak atau remaja dan keluarga.

    Asesmen keluarga

    Asesmen keluarga adalah suatu proses yang komprehensi

    untuk mengidentifikasi, mengingat, dan mencari aktor yang

    mempengaruhi keselamatan, kestabilan dan kesejahteraan anak

    atau remaja. Tujuan dari asesmen ini adalah untuk mengembangkankemitraan dengan keluarga, rencana pelayanan yang diperlukan

    untuk menjamin keselamatan, kestabilan, dan kesejahteraan anak

    (Department Kesehatan dan Layanan Manusia US, 2000). Pada

    tahap ini, pekerja  CPS  melibatkan anggota keluarga dalam proses

    untuk memahami kekuatan, risiko, dan kebutuhan intervensi.

    Keputusan kunci pada tahap ini adalah untuk menentukan: (1)

    aktor risiko yang menyebabkan kekhawatiran bahwa anak dapat

    dianiaya di masa depan, (2) aktor-aktor protekti atau kekuatan yang

    dapat mengurangi kemungkinan penganiayaan masa depan, (3) eek

    penganiayaan yang diamati pada anak dan/atau anggota keluarga

    lainnya, dan (4) tingkat motivasi atau kesiapan anggota keluarga

    untuk berpartisipasi dalam intervensi yang akan mengurangi risiko

    penganiayaan dan mengatasi eek penganiayaan.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    30/119

    22 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Rencana Intervensi

    Untuk mencapai hasil program  CPS  yaitu, keselamatan,

    kestabilan, dan kesejahteraan anak, serta keluarga, intervensi harus

    direncanakan dan bertujuan. Hasil ini dicapai melalui tiga jenisrencana: (1) rencana keselamatan, yang dikembangkan berdasarkan

    bahwa anak berada pada risiko kerusakan parah dalam waktu

    dekat, (2) rencana kasus, yang mengikuti asesmen keluarga dan

    menetapkan hasil dan tujuan dan menjelaskan bagaimana keluarga

    bekerja menuju hasil tersebut, dan (3) jika seorang anak atau

    remaja telah ditempatkan dalam pengasuhan luar rumah (out-o-

    home care), dalam waktu bersamaan disusun rencana kasus denganmengidentifikasi bentuk-bentuk alternati bagaimana penyatuan

    kembali atau keajekan dengan orangtua baru dapat tercapai jika

    usaha untuk menyatukan kembali gagal.

    Keputusan penting pada tahap perencanaan kasus adalah

    untuk menentukan: (1) hasil kasus yang menjadi target intervensi

    (misalnya, ungsi keluarga ditingkatkan, mengontrol perilaku emosi,

    meningkatkan harga diri, meningkatkan interaksi orangtua-anak),(2) tujuan kasus yang akan membantu anggota keluarga berhasil, (3)

    intervensi terbaik yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan dan

    hasil, dan (4) penyedia terbaik intervensi.

    Penyediaan layanan

    Tahap di mana rencana kasus diimplementasikan. Pada tahap

    ini peran pekerja  CPS  adalah untuk mengatur, memberikan,dan/atau mengkoordinasikan pelayanan kepada anak-anak

    yang teraniaya, orangtua atau pengasuh lainnya, serta keluarga.

    Pelayanan selekti untuk membantu keluarga mencapai manaat

    dan tujuan berdasarkan kesesuaian pelayanan dengan tujuan dan

    prinsip-prinsip praktak terbaik. Keputusan penting pada tahap ini

    meliputi: (1) mengidentifikasi layanan khusus yang akan diberikan

    dan intensitas serta durasi pelayanan, (2) menentukan siapa yang

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    31/119

    23Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    terbaik diposisikan untuk memberikan layanan ini, (3) menentukan

    interval yang tepat untuk mengevaluasi kemajuan keluarga, dan (4)

    menetapkan mekanisme untuk mengkoordinasikan para penyedia

    layanan (misalnya, mengembangkan berbagi inormasi, jadwal

    pertemuan tim).

    Evaluasi kemajuan

    Penilaian adalah proses yang berkelanjutan yang dimulai dengan

    kontak dengan klien dan berlanjut sepanjang penanganan kasus.

    Kemajuan pencapaian hasil dan tujuan harus dievaluasi secara resmi

    setidaknya setiap 3 bulan. Keputusan kunci yang harus dibuat selama

    tahap proses ini mencakup penilaian: (1) status keamanan anak atau

    remaja saat ini, (2) tingkat pencapaian manaat keluarga, (3) tingkat

    pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas sesuai rencana kasus, (4)

    perubahan risiko dan aktor perlindungan yang telah diidentifikasi,

    dan (5) tingkat keberhasilan dalam mengatasi salah satu dari eek

    penganiayaan pada anak atau remaja dan anggota keluarga lainnya.

    Penutupan kasusProses mengakhiri hubungan antara pekerja  CPS  dan keluarga

    dengan melibatkannya dalam proses penilaian kemajuan kasus sejak

    dari awal, tengah, dan akhir. Secara optimal kasus ditutup ketika

    keluarga telah mencapai manaat dan tujuan mereka, yaitu anak-

    anak atau remaja aman, dan risiko penganiayaan telah dikurangi

    atau dihilangkan. Kasus kadang-kadang ditutup, namun keluarga

    masih membutuhkan bantuan. Bila kebutuhan masih jelas, upayalain dilakukan untuk membantu keluarga menerima layanan melalui

    lembaga masyarakat yang sesuai. Untuk mengukur keberhasilan

    perlindungan anak menurut ASFA (1997) lembaga CPS merancang

    pengukuran pencapaian hasil program perlindungan anak yaitu: 1)

    anak dan remaja dalam keadaan aman, 2) anak dan remaja stabil

    hidup dalam keluarga, 3) anak dan remaja sejahtera, dan 4) keluarga

    sejahtera (Courtney, 2000).

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    32/119

    24 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan, Pengasuhan

    dan Perlindungan Anak

    Faktor-aktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan,

    pengasuhan dan perlindungan anak antara lain: pelaksanaan peran

    dan ungsi keluarga atau keluarga pengganti, dan keberungsian

    lembaga perlindungan anak dan penerapan sanksi terhadap pelaku

    perlakuan salah terhadap anak. Setiap keluarga memiliki sejumlah

    peranan yang mesti dilaksanakan. Menurut Jhonson (1988), peranan

    keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, siat,

    kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi

    tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan

    pola perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan

    yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1) Ayah

    sebagai suami dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari

    naah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala

    keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai

    anggota masyarakat dari lingkungannya. 2) Ibu sebagai istri dan ibu

    dari anak-anaknya, mempunyai peranan untuk mengurus rumah

    tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung

    dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

    anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat

    berperan sebagai pencari naah tambahan dalam keluarganya. 3)

    Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat

    perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

    Selain memiliki peranan, setiap keluarga juga memiliki sejumlahungsi yang mesti dilaksanakan. Menurut Zastrow (1999), beberapa

    ungsi keluarga, yaitu: 1) Replacement o the population. Replacement

    yang berarti adanya ungsi regenerasi. 2) Care o the young , yang

    berarti pengasuhan dan perawatan, sampai anak memasuki usia

    remaja. Dalam posisi seperti ini keluarga merupakan meta institusi

    di dalam kehidupan anak. 3) Sosialization o new members, ungsi

    untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya, norma, bahasa, dan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    33/119

    25Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    lain-lain kepada anggota keluarga. 4) Regulation o Sosial behavior,

    ungsi pengaturan perilaku sosial. Kegagalan pengaturan perilaku

    sosial akan menghasilkan ketidakcocokan dengan harapan yang

    diinginkan. 5) Source o affection. Fungsi untuk memberikan kasih

    sayang, cinta yang tulus kepada semua anggota keluarga. Bilamana

    hal ini mengalami kegagalan, maka keluarga akan menjadi kurang

    harmonis.

    Berdasarkan uraian tentang konsep kesejahteraan, pengasuhan

    dan perlindungan anak dan remaja sebagaimana telah diuraikan di

    atas, maka dalam merumuskankan kebijakan, pelaksanaan program

    dan kegiatan kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anakseyogyanya memperhatikan kaidah-kaidah dari konsep tersebut.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    34/119

    26 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    35/119

    27Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    BAB III

    MASALAH DAN KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN,

    PENGASUHAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

    Anak merupakan anggota masyarakat yang mempunyai posisi

    strategis dalam menentukan kelangsungan hidup bangsa. Anak yang

    tumbuh kembang secara wajar dapat memberikan kontribusi positi

    bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Sebaliknya jika mereka

    mengalami berbagai hambatan dalam tumbuh kembangnya akan

    menjadi beban bagi masyarakat dan Negara. Hambatan dalam tumbuh

    kembang anak dapat disebabkan oleh berbagai aktor antara lain

    tidak terpenuhi hak-haknya oleh orangtua, keluarga, msyarakat, dan

    pemerintah.

    Bab tiga ini menguraikan tentang masalah/isu-isu dalam kontek

    kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak serta kebijakan

    Kementerian Sosial RI dan K/L lainnya dalam merespon masalah/isu-

    isu tersebut. Masalah dan kebijakan yang disajikan merupakan hasil

    kajian data sekunder maupun primer hasil penelitian lapangan.

    A. Masalah Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan Anak 

    Masalah/isu-isu yang terkait dengan kesejahteraan, pengasuhan

    dan perlindungan anak tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling

    mempengaruhi. Kesejahteraan sosial anak sangat dipengaruhi

    oleh kewajiban orangtua dalam pengasuhan anak, dan kewajiban

    orangtua, keluarga, masyarakat dalam melaksanakan tugas dantanggung jawabnya melindungi anak dari tindak kekerasan dan

    perlakuan salah. Ditinjau dari kesejahteraan sosial, permasalahan

    anak disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan anak baik

     jasmani, rohani, dan sosial sehingga akan mempengaruhi tumbuh

    kembang anak secara wajar. Bila dilihat dari konvensi hak anak,

    permasalahan anak disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak

    anak yaitu 1) Hak sipil dan kebebasan undamental, 2) Kesehatan,

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    36/119

    28 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    gizi, air dan sanitasi lingkungan, 3) Lingkungan keluarga dan

    perawatan alternati, 4) Pendidikan, waktu bersantai dan main &

    kegiatan budaya, dan 5) Perlindungan khusus.

    Permasalahan kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anakdapat bersumber dari berbagai pihak yaitu anak itu sendiri, keluarga,

    lingkungan masyarakat, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas lagi

    yaitu kemajuan teknologi komunikasi dan globalisasi. Dalam tulisan

    ini masalah/isu-isu tentang anak dilihat dalam konteks kesejahteraan,

    pengasuhan dan perlindungan anak diuraikan berikut ini.

    1. Masalah/Isu-isu dalam konteks Kesejahteraan Anak Dalam konteks kesejahteraan sosial anak, permasalahannya

    adalah belum terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti hak sipil dan

    kebebasan undamental, kesehatan, gizi, air dan sanitasi lingkungan,

    dan pendidikan. Kondisi anak yang demikian kita kenal dengan

    keterlantaran pada anak, baik pada anak Balita maupun pada anak

    usia 6-17 tahun. Kondisi Balita terlantar di Indonesia dapat dilihat

    pada uaraian berikut.

    Jumlah Balita di

    Indonesia pada tahun 2009

    diperkirakan 21,22 juta jiwa

    (Susenas, 2009). Persentase

    Balita Terlantar tercatat 5,77

    persen, hampir terlantar

    20,17 persen, dan tidak

    terlantar 74,06. Kebanyakan

    mereka barada di Perdesaan

    yaitu 6,25 persen dan di

    Perkotaan 5,23 persen.

    Sumber: BPS RI - Susenas MSPB 2009

    Diagram 1. Perkiraan PersentaseBalita menurutKategori Keterlantaran

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    37/119

    29Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Menurut Profil PMKS (2011:h.104), Anak Balita Terlantar adalah

    “anak berumur 0-4 tahun yang karena suatu sebab, orangtuanya

    melalaikan kewajibannya sehingga tidak dapat terpenuhi

    kebutuhannya dengan wajar, baik secara jasmani, rohani, maupun

    sosial”. Kriteria keterlantaran pada Balita antara lain: 1) Balita yang

    tidak pernah diberi air susu ibu (ASI), 2) Balita tidak mempunyai

    bapak/ibu kandung, 3) Frekunsi makan makan pokok Balita, 4)

    Frekuensi makan lauk pauk berprotein tinggi, 5) Ibu Balita yang

    bertanggung jawab, bekerja, 6) Balita sakit tidak diobati, dan 7)

    Pengasuh Balita.

    Balita terlantar menurut BPS dalam Pusdatin 2011, pada Tahun2009 kondisinya adalah sebagai berikut:

    a. Balita yang tidak diberi ASI selama seminggu terakhir 74,44

    persen.

    b. Sebagian besar yaitu 97,72 persen Balita Terlantar masih punya

    orangtua. Balita yang orangtuanya tidak lengkap persentasenya

    cukup kecil yaitu 2,28 persen yang terdiri dari yatim 1,16 persen

    dan piatu 0,62 persen, dan yatim piatu 0,41 persen.

    c. Balita terlantar yang makan makanan pokok kurang dari 14 kali

    sebesar 83,33 persen.

    d. Persentase Balita terlantar yang makan makanan berprotein

    tinggi nabati kurang dari 4 kali seminggu adalah 84,65 persen,

    sedangkan untuk protein hewani yang kurang dari dua kali

    seminggu berjumlah 82,80 persen. Hal ini diduga karenaketidakmampuan orangtua/penanggung jawab Balita untuk

    membeli pangan yang harganya cukup mahal.

    e. Persentase Balita terlantar yang sakit, namun tidak diobati relati

    masih tinggi yaitu pada tahun 2009 sebesar 17,05 persen.

    . Sebanyak 63,15 persen Balita terlantar memiliki ibu kandung/

    penanggung jawab yang aktifitas utamanya bekerja dan

    34,99 persen yang aktifitasnya mengurus rumah tangga dankegiatan lainnya sebesar 1,86 persen. Bagi mereka yang bekerja

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    38/119

    30 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    mayoritas lapangan usaha utamanya adalah di sektor pertanian

    (42,79 persen), perdagangan (22,19 persen), dan jasa (19,87

    persen). Sebagian besar Balita terlantar memiliki ibu kandung/

    penanggung jawab, bekerja sebagai pekerja tidak dibayar (33,05

    persen), buruh/karyawan 32,21 persen, dan berusaha sendiri 16,

    77 persen.

    Peran ibu dalam proses kehidupan Balita sangat dominan. Ibulah

    yang berperan besar dalam tumbuh kembang Balita. Sejak bayi lahir,

    ibu yang menyusui dan menyuapi makanan ke mulut bayi. Pada masa

    Balita, anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan

    ibunya. Namun pada kenyataannya masih banyak anak Balita yang

    terlantar karena kemiskinan sehingga ibu bekerja. Akibatnya ibu

    kurang mengurus anak dan bila sakit tidak memeriksakannya ke

    dokter/Puskesmas bahkan ke Posyandu pun belum pernah dibawa.

    Hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara berikut:

    “..... anak saya terlepas dari bersih atau belum bersih mandi sendiri danmengambil baju sendiri yang sudah disiapkan di lemari. Saya hanya

    menyiapkan peralatan mandi dan mengawasi. Ketika anak sakit, sayamemberi obat yang dibeli dari warung dan langsung sembuh. Sampaisaat ini saya belum pernah membawa anak berobat ke dokter ketikaanak sakit, karena tidak mau membiasakan anak berobat ke dokter,karena takut ketagihan obat dokter dan mahal. Saya tidak punya kartuKJS karena saya bukan penduduk DKI, dan sampai saat ini saya belum

     pernah memberikan vitamin kepada anak”.

    Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan Rp. 250.000/bulan,

    dengan ukuran 3x3 m, tidak memiliki ruang dapur, ruang tidur,

    dan lain-lain (satu ruang untuk semua kegiatan rumah tangga

    kecuali masak di luar rumah/di teras). Sumber air sumur pompa,

    MCK umum (bersama) dengan para warga yang mengontrak

    rumah. Frekuensi makan makanan pokok dan lauk pauk berprotein

    tinggi, melihat penghasilan keluarga masih dirasakan kurang belum

    mencukupi. Anak mandi sendiri bahkan sudah bisa memandikan

    adiknya yang berusia 3,5 tahun, karena kesibukan orangtua mencari

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    39/119

    31Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    naah, mereka tidak sempat merawat anaknya. Bila sakit orangtua

    hanya memberi obat yang ada di warung, tidak sanggup untuk

    membawa ke Puskesmas atau dokter.

    Data di atas menunjukkan, bahwa keterlantaran Balita tersebutdisebabkan kedua orangtua bekerja di pasar dari pagi sampai siang,

    tidak sempat merawat anak, makanan apa adanya sesuai perolehan

    pendapatan. Keluarga ini juga belum mengakses pelayanan

    kesehatan karena aktor kependudukan. Kondisi seperti ini dialami

    oleh beberapa keluarga penerima manaat Taman Anak Sejahtera

    (PKS ABT).

    Demikian pula halnya dengan Anak Terlantar yaitu “anak yang

    berusia 5-17 tahun tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik

     jasmani, rohani, maupun sosial” (Profil PMKS, 2011:h.104).

    Berdasarkan pendekatan

    kebutuhan minimum, baik

    kebutuhan jasmani, rohani,

    dan sosial, jumlah anakusia 5-17 tahun berjumlah

    58,17 juta anak. Dilihat

    dari kategori keterlantaran

     jumlah anak dengan kategori

    terlantar sebanyak 3,1 juta

    anak (5,36 persen) dan

    hampir terlantar 7,2 juta anak(12,23 persen).

    Sumber: BPS RI-Susenas Modul 2009

    Bila dilihat dari jenis kelamin, proporsi anak terlantar laki-

    laki lebih besar dibanding anak terlantar perempuan (5,82 persen

    dibanding 4,85 persen). Tempat tinggalnya lebih banyak di perdesaan

    dibanding perkotaan (7,62 persen berbanding 2,69 persen).

    Diagram 2. Perkiraan Persentase

    Anak 5-17 Tahun menurut

    Kategori Keterlantaran 2009

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    40/119

    32 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Ketelantaran pada anak (Profil PMKS, 2011) dapat dilihat dari

    beberapa aspek yaitu:

    a. Pendidikan anak terlantar

    Pendidikan dasar dimulai sejak usia 7 tahun sebagai awal usia

    program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan Pemerintah.

    Untuk itu anak yang berumur 7 tahun harus sekolah. Salah satu

    penentu derajat keterlantaran anak adalah tingkat partisipasi

    sekolah. Anak dikatakan tidak bersekolah apabila tidak/belum

    pernah sekolah atau sudah tidak sekolah lagi. Pada tahun 2009,

    tingkat partisipasi sekolah anak 66,04 persen yang tidak/belum

    pernah sekolah sama sekali 8,99 persen dan tidak bersekolah lagi

    24,96 persen. Adapun alasan anak terlantar tidak/belum pernah

    atau tidak sekolah lagi sebagian besar adalah tidak ada biaya,

    kemudian tidak suka/malu, bekerja, dan sekolah jauh.

    b. Kesehatan anak terlantar

    Sehat merupakan hak setiap manusia termasuk anak. Pada

    tahun 2009 persentase anak terlantar yang mengalami keluhankesehatan selama sebulan terakhir menurut jenis keluhan adalah

    panas (53,27 persen), batuk (53,80 persen), dan pilek (53,48

    persen) merupakan keluhan yang paling banyak dirasakan.

    Kemudian sakit kepala berulang (15,71 persen), sakit gigi (6,26

    persen), dan diare (6,25 persen).

    c. Kegiatan ekonomi anak terlantarAnak usia 7-17 tahun seyogyanya masih menikmati dunia

    bermain dan sekolah. Namun beberapa anak terpaksa harus

    meninggalkan bangku sekolah karena situasi dan kondisi

    keuangan keluarga tidak mencukupi untuk dapat mengakses

    pendidikan, sehingga anak kehilangan kesempatan untuk

    memperoleh haknya bersekolah. Kebutuhan hidup sehari-hari

    semakin meningkat dan semakin sulit untuk dipenuhi menjadi

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    41/119

    33Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    penyebab orangtua merelakan anaknya membantu mencari

    naah, sehingga harus meninggalkan bangku sekolah.

    Pada tahun 2009 persentase terbesar anak usia 10-14 bekerja

    kurang dari 15 jam seminggu terakhir adalah 41,08 persen, dan15–28 jam sebesar 35,22 persen, dan anak terlantar usia 15-17

    tahun sebagian besar (32,56 persen) bekerja lebih atau sama

    dengan 35 jam perminggu.

    d. Kegiatan sosial budaya anak terlantar

    Seorang anak selayaknya melakukan aktivitas sosial dan

    budaya bahkan proporsi yang lebih besar dari pada bekerjaseperti akses terhadap media massa. Sebagian besar (70,84

    persen) anak terlantar mengases televisi, kemudian radio 13,15

    persen, dan surat kabar/majalah paling sedikit diakses.

    Kondisi anak terlantar sebelum masuk panti menurut anak

    adalah sebagai berikut:

    Kasus di atas menujukkan keterlantaran hanya disebabkan

    tidak punya ayah (anak yatim). Dari segi pendidikan sebelum

    masuk panti anak sudah akses ke pendidikan. Hal ini dapat

    dilihat dari umur dan kelas yang yang diduduki yaitu 14 tahun

    di kelas 3 M.Ts (setingkat SMP). Kelihatannya orangtua hanya

    tidak mampu menyekolahkannya karena ayahnya meninggal,

    ibunya takut anaknya putus sekolah. Jadi anak diserahkan

    pengasuhannya ke LKSA karena aktor kemiskinan dan untuk

    akses anak ke pendidikan.

    “ ..... saya anak yatim yaitu anak ke 4 dari 5 bersaudara, usiasaya 14 tahun, saat ini tinggal di panti sejak 3 tahun yang lalu.Sebelumnya saya tinggal di Bekasi bersama dengan ibu kandungdan saudara-saudara. iga tahun lalu bapak saya meninggaldunia. Saya sudah memiliki akte kelahiran sejak kecil.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    42/119

    34 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Kasus Anak Terlantar Luar Panti yang tinggal bersama

    orangtuanya, permasalahannya sebagian besar karena

    kemiskinan orangtua. Hal ini digambarkan oleh hasil wawancara

    dengan anak dan observasi sebagai berikut:

    Anak akses terhadap sistem pendidikan dan kesehatan,

    namun demikian kadang-kadang terlibat dalam membantu

    orangtua mencari naah seperti hasil wawancara berikut:

    Kasus LA menggambarkan anak rawan terlantar, karena

    kemiskinan orangtua, (pekerjaan orangtua sebagai pemulung)

    dan tempat tinggal yang kurang layak huni di daerah kumuh,dan anak kadang-kadang terlibat dalam pekerjaan memulung.

    Anak jalanan merupakan bagian dari anak terlantar dapat

    dikelompokkan menjadi empat kategori. Pengertian untuk kategori

    pertama adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di

     jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua

    kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-anak yang

    tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap

    ..... Saat saya tinggal di Kampung Jawa Lr. 5 Dusun engku Mudabersama dengan kedua orang tua dan ketiga adik-adik, tinggal diarea/lokasi sebuah penampungan barang-barang bekas. Memilikirumah yang sangat sederhana terbuat dari kayu bekas, dindingkayu campur bekas kardus, atap yang terdiri dari berbagai jenisatap (asbes, genteng, seng plastik bekas, dan lain-lain). Ruangan

     yang ada terdiri dari 1 ruang yang disekat menjadi 2 ruang, 1

    ruang makan merangkap ruang tidur anak ruang istirahat ruangtamu dan lain-lain, 1 ruang tidur orang tua.

    Saat ini anak sekolah di SD kelas 2, anak tidak pernah meninggalkan

    sekolah kecuali sedang sakit. Setiap tiga kali seminggu anak ikutbimbingan belajar dengan Open Kommuniti yang diadakan oleh Mahasiswa dan instansi lain (anak dan orang tua tidak tau dariinstansi mana). Anak tidak bekerja, sesekali ikut orang tua menjadi

     pemulung, saat libur sekolah, atau hari minggu.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    43/119

    35Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    hari, dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di

     jalanan namun masih mempertahankan hubungan dengan keluarga

    dengan cara pulang, baik berkala ataupun dengan jadual yang

    tidak rutin. Kategori kedua adalah anak-anak yang menghabiskan

    seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki

    hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau

    keluarganya. Kategori ketiga adalah anak-anak yang menghabiskan

    seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang

    hidup atau tinggalnya juga di jalanan. Kategori keempat adalah

    anak berusia 5-17 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang

    bekerja di jalanan, dan/atau yang bekerja dan hidup di jalanan yang

    menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan

    hidup sehari-hari (http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_jalanan).

    Menurut Pusdatin Kementerian Sosial RI anak jalanan pada tahun

    2011 berjumlah 135.983 jiwa.

    Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan inorman anak

     jalanan diketahui bahwa Rudi (nama samaran) adalah tergolong

    kategori tiga yaitu anak jalanan yang menghabiskan seluruh waktunyadi jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga

    di jalanan. Kondisi ini terjadi karena bapaknya meninggal. Hal ini

    tergambar dari hasil wawancara berikut:

    Kasus selanjutnya adalah Ratna (nama samaran) menurut

    orangtuanya permasalahan Keluarga Ratna adalah sebagaimana

    tergambar dari hasil wawancara berikut ini.

    “..... saya anak ketiga dari 3 bersaudara, kedua kakak (laki-laki dan perempuan) telah berkeluarga. Pada tahun 2006 ayah kami meninggaldunia, pada saat itu saya duduk di kelas 1 SMP, berhenti sekolah. Ibu

    berusia 60 tahun menjadi pengemis dan pengamen di jalanan. Rifi juga ikut mengamen di jalanan.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    44/119

    36 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    Kasus Ratna dapat dikategorikan anak yang rentan menjadi anak jalanan, karena orangtua miskin, tinggal di daerah di pinggiran kota

    yang padat penduduk, ibu bekerja sebagai pemulung.

    Data di atas menunjukkan bahwa masalah/isu-isu anak dalam

    kontek kesejahteraan terkait dengan kurang terpenuhinya kebutuhan

    pangan, pendidikan kesehatan, karena aktor kemiskinan dan

    orangtua/orangtua pengganti sebagai pengemban tugas pengasuhan

    sibuk bekerja. Hal ini sesuai dengan konsep kesejahteraan anak

    yang diuraikan pada bab dua yaitu Pertama, kesejahteraan dalam

    arti: Keluarga memiliki peningkatan kapasitas untuk memenuhi

    kebutuhan anak-anak mereka. Kedua, Kesejahteraan dalam arti:

    Anak-anak dan remaja menerima layanan yang sesuai untuk

    memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Ketiga, Kesejahteraan

    dalam arti: Anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang

    memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental

    mereka.

    Untuk mengatasi masalah anak tersebut perlu memperhatikan

    peningkatan kapasitas keluarga untuk memenuhi hak-hak mereka

    sesuai Konvensi Hak Anak, baik kapasitas di bidang ekonomi,

    pengasuhan dan perlindungan terhadap anak-anak mereka.

    Ratna lahir di Sleman, 11 Juni 1998 anak ke 2 dari dua bersaudara. Jumlah anggota keluarga 4 orang, hubungan anak dengan kepalakeluarga anak angkat. Sejak bayi diangkat oleh seorang perempuan/ ibu istri dari bapak N dan diberi nama Ratna. Pada usia 1,5 tahunibu angkat Ratna meninggal dunia. Kemudian bapak N menikah lagidengan seorang perempuan bernama P yang telah mempunyai satuorang anak perempuan. Jadi pasangan ini mengasuh dua orang anak

     perempuan. Keduanya anak tiri dari N. Saya bekerja sebagai pemulungdan P sebagai penarik becak dan buruh serabutan dan tinggal di daerah

     pinggir dimana akses ke air bersih tidak ada. Semuanya dilakukan disungai.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    45/119

    37Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    2. Masalah/isu-isu dalam Konteks Pengasuhan Anak 

    Dalam konteks pengasuhan anak, permasalahan dilihat dari

    pelaksanaan kewajiban orangtua atau orangtua pengganti dan

    lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) dalam pengasuhan anak.

    Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa keterlantaran disebabkan

    oleh pengabaian kewajiban orangtua/orangtua pengganti dalam

    pemenuhan hak-hak dasar anak. Anak adalah amanah yang

    dititipkan pada orangtua untuk dijaga dan diasuh, serta dididik

    dengan layak. Akan tetapi seiring dengan mobilitas kedua orangtua,

    maka menjadikan anak diasuh bukan oleh kedua orangtuanya.

    Banyak alternati yang dipilih  oleh orangtua dalam mencari

    pengasuh pengganti selama orangtua bekerja atau beraktivitas. Pada

    tahun 2009 mayoritas pengasuhan Balita terlantar yang ibu kandung/

    penanggung jawabnya bekerja di luar rumah adalah dititipkan atau

    diasuh oleh pihak lainnya (33,28 persen) yaitu diasuh tetangga, baby

    sitter, pembantu, penitipan anak dan ditinggal sendiri. Kemudian

    dititipkan ke amily (25,99 persen) dan dibawa serta bekerja/

    beraktivitas (21,96 persen). Pertanyaannya adalah apakah orangtua

    pengganti selama ibu bekerja aham dengan konsep pengasuhan

    pada anak?

    Kondisi anak Balita terlantar temuan lapangan hasil wawancara

    dengan ibu (Penerima PKSA Balita Terlantar) adalah: orangtua

    mereka berasal dari keluarga miskin dimana kedua orangtua bekerja

    di luar rumah. Hal ini dikemukakan oleh inorman orangtua yaitu:

    Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan Rp.250.000/bulan,

    dengan ukuran 3x3 m, tidak memiliki ruang dapur, ruang tidur dan

    lain-lain (satu ruang untuk semua kegiatan rumah tangga kecuali

    masak di luar rumah/di teras), Sumber air sumur pompa, MCK

    “… saya bekerja sebagai pengupas bawang dan bapaknya dagang sayurdi pasar induk dengan penghasilan kami berdua Rp.800.000,- perbulan”.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    46/119

    38 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    umum (bersama dengan para warga yang mengintrak rumah).

    Frekuensi makan makanan pokok dan lauk pauk berprotein

    tinggi, melihat penghasilan keluarga masih dirasakan kurang belum

    mencukupi. Hal ini terungkap dari pernyataan inorman:

    Anak juga mandi sendiri bahkan sudah bisa memandikan

    adiknya yang berusia 3,5 tahun, karena kesibukan orangtua mencari

    naah, mereka tidak sempat merawat anaknya. Bila sakit orangtua

    hanya memberi obat yang ada di warung, tidak sanggup untuk

    membawa ke Puskesmas atau dokter. Gambaran ini dapat dilihat

    dari hasil wawancara berikut:

    Data di atas menunjukkan, bahwa keterlantaran Balita tersebut

    disebabkan kedua orangtua bekerja di pasar dari pagi sampai siang,

    tidak sempat merawat anak, makanan apa adanya sesuai perolehan

    pendapatan. Keluarga ini juga belum mengakses pelayanan

    kesehatan karena aktor kependudukan. Kondisi seperti ini dialami

    “..... anak makan 3 kali sehari dengan menu makan nasi, sayur,kadang-kadang pakai daging, atau ikan sekali-sekali ada buah.Saya menyiapkan makanan, kadang-kadang mendampingi, seringmembiarkan kedua anak makan sendiri karena kedua orang tuabekerja di pasar induk, berangkat pagi-pagi. Sedangkan anak kadang-kadang tidak mau diajak ke pasar, sehingga anak harus mengambilsendiri makanannya, dan mengambilkan makan untuk adiknya”.

    “..... anak saya terlepas dari bersih atau belum bersih dan mengambilbaju sendiri yang sudah disiapkan di lemari. Saya hanya menyiapkan

     peralatan mandi dan mengawasi. Ketika anak sakit saya memberiobat yang dibeli dari warung dan langsung sembuh. Sampai saat inisaya belum pernah membawa anak berobat ke dokter ketika anaksakit, karena tidak mau membiasakan anak berobat ke dokter, karenatakut ketagihan obat dokter dan mahal. Saya tidak punya kartu KJS

    karena saya bukan penduduk DKI dan sampai saat ini saya belum pernah membrikan vitamin kepada anak”.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    47/119

    39Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    oleh beberapa keluarga yang mengakses Taman Anak Sejahtera (PKS

    ABT).

    Selanjutnya pada anak terlantar usia 6-17 tahun juga terjadi

    permasalahan pengasuhan oleh orangtua inti atau orangtuapenggati. Keberadaan orangtua kandung sangat berpengaruh pada

    tumbuh kembang anak terutama perkembangan kepribadian dan

    perilakunya. Tetapi tidak semua anak beruntung diasuh oleh kedua

    orangtua mereka dalam masa tumbuh kembangnya. Keberadaan

    orangtua kandung anak terlantar pada tahun 2009, sebagian besar

    anak terlantar masih memiliki orangtua lengkap (97,72 persen), 1,16

    persen adalah anak yatim, 0,62 persen piatu, dan 0,41 yatim piatu.Aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh anak terlantar adalah

    menonton televisi dan makan bersama. Menurut BPS dari jumlah

    anak terlantar 3,1 juta anak (5,36 persen), sebagian besar masih

    memiliki orangtua lengkap (97,72 persen). Anak terlantar banyak

    dikirim atau ditempatkan pada panti asuhan. Isu ini dipertegas lagi

    dengan banyaknya jumlah panti asuhan. “Diperkirakan terdapat 5.250

    hingga 8.610 panti asuhan seluruh Indonesia. Walaupun orangtuamereka masih lengkap, karena aktor kemiskinan dan agar anak

    dapat terpenuhi kebutuhan dasar dan akses ke pendidikan mereka

    memasukkan anaknya ke panti asuhan” . Masalah pengasuhan yang

    dilakukan oleh LKSA, beberapa temuan inti dari penelitian Save

    the Children bekerjasama dengan Departemen Sosial RI dan Unice

    adalah:

    a. Panti Sosial Asuhan Anak lebih berungsi sebagai lembaga yang

    menyediakan akses pendidikan kepada anak dari pada sebagai

    lembaga alternati terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat

    diasuh oleh orangtua atau keluarganya.

    b. Anak-anak yang tinggal di panti umumnya (90 persen) masih

    memiliki kedua orangtua dan dikirim ke panti dengan alasan

    utama untuk melanjutkan pendidikan.

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    48/119

    40 Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    c. Berdasarkan tujuan panti ke arah pendidikan, anak-anak harus

    tinggal lama di panti sampai lulus SLA dan harus mengikuti

     pembinaan dari pada pengasuhan yang seharusnya mereka terima.

    d. Pengurus panti tidak memiliki pengetahuan memadai tentangsituasi anak yang seharusnya diasuh di dalam panti, dan

     pengasuhan yang idealnya diterima anak.

    Data di atas menunjukkan sebagian besar orangtua anak terlantar

    masih ada, terutama ibu yang paling berperan dalam pengasuhan,

    namun karena faktor kemiskinan mereka sibuk bekerja di luar

    rumah baik di sektor pertanian, jasa maupun perdagangan. Keluarga

    miskin ini pada umumnya pendidikannya juga rendah. Sehubungandengan itu kapasitanya dalam pengasuhan anak masih rendah. Untuk

    memperoleh akses pendidikan sebagian mereka menitipkan di panti

    sosial asuhan anak, baik milik masyarakat maupun pemerintah. Di

    panti sosial pun belum fokus pada peran pengasuhan secara ideal

    hanya dalam hal pemenuhan kebutuhan makan, tempat tinggal, akses

    pendidikan, dan kesehatan. Untuk kasih sayangnya masih terabaikan.

    3. Masalah/Isu-Isu Dalam Kontek Perlindungan Anak

    Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

    melindungi anak dan hak-haknya agar dapat tumbuh berkembang

    dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

    kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

    diskriminasi. Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tentang

    Perlindungan Anak, diamanatkan salah satu hak anak adalahmendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Terkait

    dengan perlindungan, secara umum semua anak membutuhkan

    perlindungan, baik dari orangtua, masyarakat, maupun pemerintah.

    Namun dalam beberapa situasi, anak membutuhkan perlindungan

    secara khusus.

    Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan

    kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan

  • 8/20/2019 78d6ff6ff4efbdfbd06819f57654a193

    49/119

    41Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak

    hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang

    dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual (ngamen, ABH Panti)

    anak yang diperdagangkan (contoh ABH Panti), anak yang menjadi

    korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan

    zat adikti lainnya (NAPZA), anak korban penculikan, penjualan,

     perdagangan anak, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

    anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah

    dan penelantaran. Peningkatan perlindungan bagi anak merupakan

    salah satu prioritas pembangunan bidang sosial, salah satunya

    perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan

    anak yang memerlukan perlindungan khusus.

    Dalam proses tumbuh kembang anak menuju generasi muda

    yang berkualitas, banyak aktor yang dapat mempengaruhi, baik dari

    dirinya sendiri maupun dari lingkungannya, yang menyebabkan

    muncul permasalahan. Permasalahan yang dihadapi anak adalah

    merupakan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh orang lain,

    baik orang dewasa maupun teman sebaya, orang terdekat dengan

    anak maupun orang lain. Pelanggaran hak anak yang dilakukan olehorang dekat anak (orangtua, kerabat dan lain-lain) pada umumnya

    terkait dengan kondisi rumah tangga atau keluarga yang juga sedang

    bermasalah. Seperti yang dikatakan bahwa terjadinya perdagangan

    anak dikarenakan keterpaksaan orangtua dan kekhawatiran yang

    sangat mendalam terhadap kondisi hidup mereka dalam membiayai

    keluarganya. Mereka menyetujui anaknya ditukarkan dengan harga

    uang, tidak sama sekali tahu menahu mau dikemanakan anakmereka itu, mau diapain nanti anak mereka dirawat oleh orang lain.

    Y