Upload
ichasup
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan
membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses
leher dalam. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda
klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang
terlibat.1
Anatomi dari abses leher dalam sangat komplek, sehingga sulit untuk
menentukan lokasi infeksi. Untuk membuat diagnosis dari abses leher dalam
cukup sulit karena abses ini ditutupi oleh beberapa jaringan lunak yang ada pada
leher dan juga sulit untuk mempalpasi serta menginspeksi dari luar.2
Dari penelitian didapatkan bahwa angka kejadian abses submandibula
berada di bawah abses peritonsil dan retrofaring. Namun dewasa ini, angka
kejadiannya menduduki urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85%
dari kasus disebabkan oleh infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis,
limfadenitis, laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka
kejadian juga ditemukan lebih tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang
kurang lengkap. Komplikasi juga lebih sering pada daerah yang tidak mudah
mendapatkan pengobatan modern. Di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari
2001- Juni 2006 terdapat 11 kasus abses submandibula.3
1
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,
diagnosis banding dan tatalaksana dari abses submandibula.
1.3. Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan
kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literatur dan makalah ilmiah.
1.4. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
diagnosis dan penatalaksanaan abses submandibula.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses
submandibular, ruang potensial ini terdiri dari ruang sublingual dan submaksila
yang dipisahkan oleh otot milohioid.2
2.2. Anatomi
Ruang submandibula memiliki batas inferior yaitu lapisan superficial
fascia leher dalam memanjang dari hyoid ke mandibula, batas lateral dibentuk
oleh mandibula itu sendiri dan batas superior yaitu mukosa dari dasar mulut.2
Gambar 2.1. Ruang Submandibula dan Sublingual.
3
Ruang submandibula terbagi atas ruang sublingual dan submaksila yang
dipisahkan oleh Muskulus mylohyoid. Ruang submaksila terdiri dari kelenjar
sublingual, Nervus Hipoglosus, dan Duktus Wharton yang berhubungan dengan
ruang submaksila melalui batas posterior dari Muskulus Miohyoid, disekitar inilah
pus dapat dengan mudah terkumpul. Ruang submaksila dibagi oleh anterior belly
Muskulus digastrikus menjadi kompartemen sentral submental dan ruang
submaksila lateral.2
2.3. Etiologi
Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring.Sumber infeksi
dapat berasal dari gigi-geligi (odontogenic infection) faring, atau akibat trauma
pada saluran nafas dan organ cerna atas (upper aerodigetive trauma), dimana
terjadi perforasi pada membrana mukosa pelindung mulut atau ruang faring.
Selain itu, infeksi kelenjar liur, infeksi saluran napas atas,benda asing dan
intervensi alat-alat medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses leher
dalam. Namun masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang terjadi, penyebabnya
belum dapat diketahui. Kemudian penyalahgunaan pemakaian obat-obatan
intravena dapat juga menyebabkan terjadinya kasus penyakit ini.4,5
Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi
dan jaringan sekitarnya yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3.
Beberapa jenis bakteri yang menjadi penyebab abses submandibula ini dibagi
menjadi golongan bakteri Aerob dan Anaerob.1,4,5
Untuk golongan aerob terdiri dari :5
Alfa Streptokokus hemolitikus
Stafilokokus
4
Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:3
Peptostreptokokus
Peptokoki
Fusobakterium nukleatum
2.4. Patofisiologi
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.
Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses dapat terbentuk diruang
submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari dareah
kepala dan leher.1
Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui
beberapa proses, diantaranya: 2
1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah atau
infeksi leher superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.
2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi
abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang
leher dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.
Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah
sekeliling batas posterior muskulus mielohioideus dan dalamnya akar-akar gigi
5
molar dibawah mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi
dapat timbul di trigonum submandibularis. 3
2.5. Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau
tomografi komputer.4
Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena : 4
1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur
abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
A. Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses
submandibula adalah : 1
1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.
2. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada
leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan
perjalanan abses pasien seharus ditanya : 1
1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.
B. Pemeriksaan Klinik
Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan
bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan
pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi.
Karena itu diperlukan studi radiografi untuk membantu menegakkan diagnosis,
menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan penyakit. 2
Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan
densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem
6
jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 2
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan anjuran yang digunakan di antaranya: 1,3
1. Roentgen leher posisi lateral
• Terdapat gambaran tissue swelling, tampak sebagai bayangan
radioopak.
2. CT-scan
• Dengan menggunakan kontras, merupakan gold standar untuk
mengevaluasi infeksi pada daerah leher dalam.
• Abses akan tampak sebagai bangunan atau lesi, air fluid level, dan
lokulasi.
• Pemerksaan fisik yang ditunjang CT-scan memiliki sensitivitas
95%.
2.6. Komplikasi
Infeksi leher dalam dengan penatalaksanaan inadekuat dapat menyebar ke
ruang leher dalam lainnya, ditambah dengan keterlambatan dalam mendiagnosis
dan penatalaksanaan beresiko tinggi untuk meliki berbagai komplikasi yang
mengancam jiwa yaitu:
• Obstruksi jalan nafas akibat tertekannya trakea
• Aspirasi yang dapat terjadi pada intubasi endotracheal
• Komplikasi vaskular seperti trombosis vena jugularis interna, erosi dan
ruptur arteri carotid.
• Defisit neurologis seperti disfungsi saraf kranial atau saraf otonom di leher
yang menimbulkan disfoni akibat terkenanya nervus vagus atau Sindrom
Horners akibat pengaruh saraf simpatis.
7
• Emboli septik pada paru-paru, otak.
• Shock sepsis
• Necrotizing Cervical Fasciitis yaitu nekrosis pada jaringan penyambung
akibat penyebaran infeksi melalui fasia. Hal ini memiliki angka morbiditas
dan mortalitas yang cukup tinggi.
• Osteomyelitis akibat penyebaran lansung pada tulang belakang,
mandibula, atau tengkorak.
• Sindrom Grisel akibat subluxasi servikal.
Beberapa faktor memiliki resiko yang lebih tinggi untuk timbulnya
komplikasi, yaitu jenis kelamin dimana wanita lebih sering dari pria, pasien
dengan pembengkakan pada leher, serta penderita diabetes yang memperburuk
keadaan umum.
Gambar 2.6.1 Abses submandibula pada penderita Diabetes Melitus
2.7. Prognosis
Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini
lebih dari 50% kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang
semakin luas, angka mortalitas tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%.
Penggunaan antibiotic intravena memberikan prognosis yang baik jika digunakan
8
pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan operasi dilakukan jika
terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan kegagalan penggunanaan
antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan kesembuhan. 5
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama/MR : Tn.N / 573973
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sikuncur Selatan, Pariaman
Pekerjaan : Tukang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Malinsiang Minangkabau
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Keluar nanah dari benjolan di leher kanan sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang:
• Benjolan pada leher kanan sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya sebesar telur
bebek, kemudian makin membesar hingga sebesar tinju orang dewasa dan
meluas hingga ke sebelah kiri. Benjolan disertai nyeri dan panas. Kulit di
tempat benjolan tampak memerah. Benjolan kemudian pecah dan
mengeluarkan nanah berwarna kuning kehijauan dan tidak berbau.
• Pasien demam sejak 6 hari yang lalu, menggigil, tidak disertai kejang,
tidak terus menerus, dan tidak terlalu tinggi. Sebelumnya pasien jarang
demam.
• Pasien susah membuka mulut sejak 6 hari yang lalu sehingga sulit makan,
minum, dan berbicara. Oleh karena itu, nafsu makan menurun.
• Pasien tidak mengeluhkan nyeri dan sulit menelan.
9
• Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas dan sakit kepala.
• Suara serak disangkal.
• Lidah terasa terangkat tidak ada.
• Riwayat keluar darah atau nanah dari mulut tidak ada.
• Riwayat sering bersin dan hidung berair tidak ada.
• Pasien menyangkal pernah sakit di telinga, hidung, dan tenggorokan
sebelumnya.
• Pasien mengeluhkan sakit gigi yaitu pada gigi di rahang bawah.
Riwayat penyakit dahulu:
• Gigi berlobang sejak 21 tahun yang lalu.
• Tidak pernah menderita sakit atau bengkak di leher sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita pembengkakan atau sakit di leher.
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, dan lingkungan:
Pasien bekerja sebagai tukang, golongan ekonomi menengah kebawah, dan
pendidikan terakhir adalah SD.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Tanda vital
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 98x/menit
Frekuensi nafas : 26x/menit
Suhu tubuh : 38o C
Pemeriksaan sistemik
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher.
Jantung : iktus jantung tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi
murni, reguler, bising tidak ada
10
Paru : simetris, fremitus kiri dan kanan sama, sonor, suara nafas
vesikuler, tidak ada suara tambahan
Abdomen : tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising
usus normal
Ekstremitas : tidak ada paresis atau paralisis, reflek fisiologis (+/+), reflek
patologis (-/-)
STATUS LOKALIS THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kongenital - -Trauma - -Radang - -Metabolik - -Nyeri tarik - -Nyeri tekan tragus - -
Dinding liang telinga
Cukup lapang/sempit
Cukup lapang Cukup lapang
Hiperemi - -Edema - -Massa - -
Sekret/serumen Tidak ada Tidak ada
Membran timpani
Utuh/tidak Utuh UtuhWarna Putih berkilat Putih berkilatReflek cahaya Jam 5 Jam 7Bulging - -Retraksi - -Atrofi - -
Mastoid
Tanda radang - -Fistel - -Sikatrik - -Nyeri takan - -Nyeri ketok - -
Tes garputalaRinne + +Schwabach Normal NormalWeber Lateralisasi tidak adaKesimpulan tes garputala
Normal Normal
Audiometri Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra SinistraHidung luar Deformitas - -
11
Kongenital - -Trauma - -Radang - -Massa - -
Sinus paranasalNyeri tekan - -Nyeri ketok - -
Rinoskopi anterior
Vestibulum Vibrise Normal NormalRadang - -
Cavum nasi Luas Cukup lapang Cukup lapangSekret Ada/tidak ada - -
Konkha inferior
Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinEdema - -
Konkha media
Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinEdema - -
Septum
Cukup lurus/deviasi
Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin LicinWarna Merah muda Merah mudaSpina - -Krista - -Abses - -Perforasi - -
Massa Ada/tidak ada Tidak ada Tidak ada
Nasofaring (rinoskopi posterior)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra Koana Cukup
lapang/lapang/sempitCukup lapang
Mukosa Warna Merah muda Merah mudaEdema - -Jaringan granulasi (-) -
Konkha inferior
Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Rata RataEdema (-) (-)
Adenoid Ada/tidak adaMuara tuba eustachius
Tertutup sekret/tidak (-) (-)
Edema mukosa (-) (-)massa Ada/tidak ada (-) (-)
12
Post nasal drip Ada/tidak ada (-) (-)
Orofaring dan mulutPemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra Palatum mole&arkus faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah mudaEdema - -Bercak/eksudat - -
Dinding faring Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin Licin
Tonsil Ukuran T1 T1Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Rata RataMuara kripti Tidak melebar Tidak melebarDetritus (-) (-)Eksudat (-) (-)Perlengketan dengan pilar
(-) (-)
Peritonsil Warna Merah muda Merah mudaEdema (-) (-)Abses (-) (-)
Tumor Ada/tidak ada (-) (-)Gigi Karies/radiks (+) (+)
Kesan Lidah Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal NormalDeviasi (-) (-)Massa (-) (-)
Laringoskopi indirekPemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra Epiglotis Bentuk
WarnaEdemaPinggirMassa
Aritenoid WarnaEdemaMassaGerakan
Ventricular band WarnaEdemaMassa
Plica vocalis WarnaGerakanPinggir medial
13
MassaSubglotis/trakhea Massa
SekretSinus piriformis Massa
SekretValakule Massa
Sekret
Pemeriksaan leher (regio sub mandibula-sub mental)Tampak pembengkakan di leher kiri dan meluas ke kanan sebesar tinju orang dewasa, hiperemis, teraba panas, konsistensi keras, fluktuasi tidak ada, tidak ikut dalam menelan, terfiksir, nyeri tekan.Pus ada / tidakPemeriksaan kelenjar getah bening leher: ada pembesaran / tidak
Diagnosis kerja : abses submandibulaDiagnosis tambahan :Diagnosis banding :Penatalaksanaan : Pemberian cairan maintenance (IVFD RL 20 tetes/menit)
Antibiotik (ceftriaxone 2x1gr bolus iv & metronidazol 3x500mg drip iv)
Antiinflamasi (dexametason 3x5mg bolus iv)Antipiretik (paracetamol 3x500 mg oral)Debridement + evakuasi pusRedresing H2O2 3% + betadin
Rencana : Prognosis :
FOLLOW UP
8 Januari 2008Anamnesis :
• Pasien mengeluh masih demam terutama pada malam hari. • masih ada nanah keluar dari luka di leher, • nyeri di leher pasien sudah berkurang.
Pemeriksaan fisik :• menunjukkan tanda vital pasien stabil; ditemukan trismus 2cm; di regio
submental • tampak kulit yang terkelupas dan hiperemis, terdapat pus, darah tidak ada,
nyeri tekan.• Di regio submandibula kiri dan kanan bengkak, hiperemis, tidak ada
fluktuasi, nyeri tekan, teraba panas. Diagnosis :
Abses submandibula dalam perawatan hari ke 2.Terapi :
• Ceftriaxone 2x1 gram i.v• Metronidazole 3x500 mg
14
• Dexametason 3x1 ampul• Parasetamol 3x500 mg• Redresing menggunakan H2O2 3% + betadin 2x sehari dan luka
ditutup.
16 Januari 2008Anamnesis :
• Demam tidak ada• nanah keluar dari luka di leher berkurang• nyeri di leher pasien sudah berkurang. • Mulut hanya bisa dibuka 2 jari
Pemeriksaan fisik :• menunjukkan tanda vital pasien stabil; ditemukan trismus 2cm; di regio
submental • tampak kulit yang terkelupas dan hiperemis, terdapat pus, darah tidak ada,
nyeri tekan.• Di regio submandibula terdapat : Jaringan granulasi (+), Pus (+)
berkurang,darah (-)Diagnosis :
Abses submandibula dalam perawatan hari ke 2.Terapi :
• Ceftriaxone 2x1 gram i.v• Metronidazole 3x500 mg• tidur dalam posisi tredelenberg.• Dilakukan redresing menggunakan H2O2 3% + betadin 2x sehari dan
luka ditutup.
17 Januari 2008Anamnesis :
• Demam tidak ada• nanah keluar dari luka di leher berkurang• nyeri di leher pasien sudah berkurang. • Mulut sudah lebih mudah dibuka
Pemeriksaan fisik :• menunjukkan tanda vital pasien stabil• tampak kulit yang terkelupas dan hiperemis, terdapat pus, darah tidak ada,
nyeri tekan.• Di regio submandibula terdapat : Jaringan granulasi (+), Pus (+)
berkurang,darah (+)Diagnosis :
Abses submandibula dalam perawatanTerapi :
• Ceftriaxone 2x1 gram i.v• Metronidazole 3x500 mg• Gentamicin 2x80mg• Tidur dalam posisi tredelenberg.
15
• Dilakukan redresing menggunakan H2O2 3% + betadin 2x sehari dan luka ditutup.
30 Januari 2008Anamnesis :
• Demam tidak ada• nyeri di leher pasien sudah berkurang. • Mulut sudah lebih mudah dibuka
Pemeriksaan fisik :• menunjukkan tanda vital pasien stabil
Diagnosis : Abses submandibula dalam perawatan
Terapi :• Ciprofloksasin 2x 5gr i.v• Metronidazole 3x500 mg• As.mefenamat 3x500 mg• Tidur dalam posisi tredelenberg.• Dilakukan redresing menggunakan H2O2 3% + betadin 2x sehari dan
luka ditutup.• Ekstraksi gigi Insisivus sentral dan lateral kanan bawah,
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam. Dalam: Fachruddin D, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI; 2007. hal 226
2. Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Diakses dari www.emedicine.com.
Last update 27 Mei 2005
3. Rosen EJ, Bailey BJ. Deep Neck Space and Infection dibacakan dalam
Grand Rounce Presentation, UTMB, Dept. of Otolaringology. Editor Quinn
FB, Ryan MW. 2002
4. Ruckenstein M.J. Comprehensive Review of Otolaryngology,
Phyladelphia, Saunders. 2004. Pp 178-180.
5. Scott BA, Stiernberg CM,Driscoll BP.Infections of the Deep Spaces of the
Neck.Dalam Bayley BJ, Head and Neck Surgery-Otolaryngology Vol 1Edisi
Ketiga.Texas,Lippincott Williams and Wikins Publisher:2001.Hal 68.
6. Adams JL.Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring.Dalam Boies Buku
ajar penyakit THT Ed.6.Jakarta,Penerbit Buku Kedokteran EGC:1994.Hal
342-348.
17
18