Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
0
LAPORAN AKHIR TAHUN
PENELITIAN BERBASIS KOMPETENSI
UN
IVE
R
SI TA S PAS
UN
DA
N
B A N D U N G
SISTEM BLENDED LEARNING: PENGEMBANGAN KOMPETENSI
PROFESIONAL DAN PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Tahun ke-2 dari rencana 3 tahun
Ketua / Anggota Tim
Ketua: Prof. Dr. R. Poppy Yaniawati, M.Pd (NIDN. 0021016802)
Anggota: Bana G. Kartasasmita, Ph.D (NIDN. 0424083701 )
dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penugasan Penelitian Kompetensi Nomor:
/K4/KM/2017, tanggal 21 April 2017
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
Oktober 2017
772/ Pendidikan Matematika
1
2
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini yaitu: 1) mengembangkan sistem blended e-learning
untuk meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogi guru matematika; 2)
melakukan pelatihan sistem blended e-learning pada guru matematika; 3)
implementasi sistem blended e-learning oleh guru dalam pembelajaran
matematika di sekolah; 4) menganalisis pengembangan kemampuan profesional
dan pedagogi guru matematika serta pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
Rencana kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga tahun. Target khusus
yang dicapai pada tahun kedua adalah: 1) sistem blended learning untuk mata
pelajaran matematika yang mendukung mata kuliah kompetensi profesionalisme
guru; 2) panduan pelatihan sistem blended learning untuk guru; 3) publikasi
artikel ilmiah jurnal terakreditasi nasional/internasional; 4) menjadi pembicara
kunci pada seminar nasional/internasional; dan 5) draft buku ajar
Penelitian ini merupakan Research and Development dengan model
Thiagarajan (Four-D). Metode yang digunakan mix method (the multiphase
design), dengan subjek penelitian guru-guru matematika Sekolah Menengah Atas
di Jawa Barat dan siswa-siswanya. Hasil penelitian ini adalah: (1) Kemampuan
prasyarat pembelajaran berbasis e-learning mahasiswa dalam menggunakan
komputer termasuk kategori “baik” dan menggunakan internet termasuk kategori
“cukup baik”; (2) Sarana prasarana pembelajaran di perguruan tinggi pada subjek
penelitian cukup memadai untuk menunjang proses pembelajaran. Sudah tersedia
laboratorium komputer yang terkoneksikan pada internet; (3) Pengenalan budaya
pembelajaran menggunakan e-learning di perguruan tinggi tersebut masih dalam
tahap emerging dan applying; (4) Prasyarat yang harus tersedia guna dapat
berjalannya e-learning secara optimal harus memperhatikan beberapa
pertimbangan, yaitu: learner, learning materials, learning atmosphere, dan
technology; (5) Sistem pembelajaran (e-learning) matematika yang dibuat
menggunakan aplikasi Moddle dengan materi pada mata kuliah standar
kompetensi guru memenuhi kriteria yang memadai; (6a) Kemampuan guru dalam
pemahaman konsep e-learning mengalami peningkatan; (6b) Pemahaman dan
keterampilan guru dalam mencari sumber pustaka online mengalami peningkatan;
(6c) Kualitas pelatihan penggunaan e-learning dan mencari sumber pustaka online
bagi guru-guru termasuk pada kategori baik.
Keywords: blended learning, kompetensi profesional, kompetensi pedagogi, hasil
belajar, matematika
3
PRAKATA
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, karena atas izin, rahmat serta hidayahNya, Laporan Hasil Penelitian yang
berjudul: “Sistem Blended Learning: Pengembangan Kompetensi Profesional Dan
Pedagogik Guru Matematika Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa”.
dapat diselesaikan. Penulisan laporan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu tri darma perguruan tinggi yaitu penelitian dosen. Laporan
hasil penelitian ini disusun berdasarkan hasil eksperimen, pengamatan,
wawancara, diskusi, dan keterlibatan langsung dalam proses pelaksanaan. Penulis
menyadari, berhasilnya penyusunan laporan hasil penelitian ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan do’a kepada peulis
dalam menghadapi setiap tantangan, sehingga sepatutnya pada kesempatan ini
penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada :
1. Kemenristek Dikti yang telah memberikan dana hibah dalam skim Penelitian
Berbasis Kompetensi.
2. Lembaga Penelitian Universitas Pasundan yang telah mendukung
terlaksananya penelitian ini.
3. Direktur Pascasarjana Universitas Pasundan yang selalu memberikan
motivasi dan dukungannya dalam proses pelaksanaan penelitian ini.
4. Mahasiswa/i sebagai asisten peneliti.
Semoga laporan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran untuk perkembangan pengetahuan bagi penulis maupun
bagi pihak yang berkepentingan.
Bandung, Oktober 2017
Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. 1
RINGKASAN ...................................................................................................... 2
PRAKATA ........................................................................................................... 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 4
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 6
A. Latar belakang ................................................................................................. 6
B. Roadmap Kegiatan Penelitian .......................................................................... 8
C. Luaran Kegiatan yang Sudah Dilaksanakan ............................................ 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12
A. E-Learning untuk Matematika ......................................................................... 12
B. Pembelajaran Matematik .................................................................................. 32
a. Pemecahan Masalah ..................................................................................... 35
b. Komunikasi Matematik ................................................................................ 37
c. Penalaran Matematik ................................................................................... 39
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ........................................... 44
A. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 44
B. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 44
C. Kegiatan yang sudah dilaksanakan ............................................................... 45
D. Kebaruan Kegiatan .......................................................................................... 45
BAB 4 METODE PENELITIAN ......................................................................... 47
A. Metode Penelitian ......................................................................................... 47
B. Instrumen dan Teknik Pengumpul Data ....................................................... 49
C. Keabsahan Data ............................................................................................ 49
D. Analisis Data ................................................................................................ 50
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 52
A. Kemampuan Prasyarat Mahasiswa ............................................................... 52
B. Pengembangan Sistem Pembelajaran Elektronik (e-Learning) ..................... 53
C. Pelatihan E-learning ..................................................................................... 60
BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ............................................... 64
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 65
5
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67
LAMPIRAN ......................................................................................................... 68
A. Intrumen ................................................................................................... 68
B. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya ..................................... 80
C. HKI, Publikasi pada Jurnal dan Seminar Internasional ............................ 84
6
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa kita untuk
berpikir lebih jauh tentang adanya peningkatan kualitas pendidikan, baik dari
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Disamping itu, agar kita dapat bersaing
dalam ASEAN Community yang akan berlangsung mulai akhir Desember 2015
ini, kita harus lebih meningkatkan daya saing sumber daya manusia melalui
peningkatan kualitas pendidikan. Matematika merupakan salah satu bidang
pendidikan yang sangat penting sebagai indikator untuk dapat mendongkrak
kualitas pendidikan. Sementara, International Achievement Education (IEA) di
Amsterdam, Belanda, melaporkan hasil studi The Third International
Mathematics and Science Study – Repeat (TIMMS-R) bahwa rata-rata skor
prestasi matematika siswa pada kelas VIII Indonesia berada signifikan di bawah
rata-rata internasional pada tahun 1999 berada di peringkat ke 34 dari 38 negara,
tahun 2003 berada di peringkat ke 35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada di
peringkat ke 36 dari 49 negara (Balitbang Kemendikbud, 2011). Data tersebut
menunjukkan betapa kita masih sangat jauh tertinggal dalam persaingan global.
Matematika dibelajarkan kepada peserta didik untuk membekali mereka
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Dengan harapan melalui kompetensi tersebut peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,
dan kompetitif. (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Terdapat beberapa
tujuan pembelajaran matematika adalah: (1) siswa dapat memahami konsep
matematika diantaranya menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
7
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)
mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006).
Untuk membelajarkan siswa dalam pencapaian kemampuan tersebut,
tentunya membutuhkan kompetensi guru yang memadai. Guru harus memiliki
keempat kompetensi yaitu: profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Guru
matematika harus menguasai konsep-konsep matematika, paham dan kreatif
dengan peran dan tugasnya sebagai guru modern, berkepribadian baik, dan
mampu bergaul serta berkomunikasi dengan siapapun.
Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) mempunyai tugas yang
tidak ringan, yaitu mencetak guru-guru yang kompeten pada bidangnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pembelajaran di LPTK harus sesuai dan modern,
diantaranya dengan memanfaatkan teknologi. Salah satu pembelajaran yang
berbasis teknologi adalah e-learning. Moore (2011) berpendapat bahwa e-
learning merupakan model pembelajaran berbasis teknologi yang dapat berupa
aplikasi, program, objek, website, dll. Dengan demikian, e-learning dapat
digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi
peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya
(Yaniawati, 2011; Yaniawati, 2012) yaitu mengenai implementasi e-learning
matematika dalam upaya meningkatkan daya matematik (mathematical power)
mahasiswa calon guru dan meningkatkan hasil belajar siswa SMP, memberikan
hasil antara lain: 1) daya matematik (mathematical power) mahasiswa dan hasil
belajar siswa SMP masih belum optimal; 2) masih terdapat kekurangan dalam
system e-learning yang digunakan, baik dalam konten maupun fasilitasnya; 3)
sikap mahasiswa dan siswa SMP terhadap e-learning matematika adalah positif.
Dari hasil tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan melakukan
pengembangan bahan ajar dan berbasis e-learning, dengan tujuan kontennya
8
lebih menarik, animatif, komunikatif, interaktif, dan fasilitasnya lebih lengkap
serta dilengkapi dengan sistem asesmen. Temuan dari penelitian tersebut adalah
sistem e-learning yang digunakan dalam pembelajaran matematika memberikan
hasil yang positif terutama dengan cara blended learning. Hal itu menunjukkan
bahwa peran guru belum dapat tergantikan oleh teknologi secanggih apapun.
Siemens (2004) menyebutkan salah satu kategori e-learning yaitu blended
learning, yang menyediakan peluang terbaik untuk transisi pembelajaran dari
kelas menuju e-learning. Blended learning merupakan metode pembelajaran yang
prosesnya mengkombinasikan dan memanfaatkan berbagai macam aktivitas dan
media teknologi secara face to face atau online. Model ini cukup efektif untuk
menambah efisiensi pembelajaran di kelas dan melakukan diskusi atau
menambah/mencari informasi di luar kelas. Menurut (Kistow, 2011) bahwa
“Higher education institutions must understand the needs and preferences of their
students in the design of blended learning programmes”. Pada studi ini, peneliti
akan mengkaji lebih dalam lagi mengenai efektifitas blended learning dalam
pengembangan kompetensi profesional dan pedagogi guru matematika dan
pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
B. Roadmap Kegiatan Penelitian
Kajian tentang pembelajaran matematika berbasis e-learning merupakan
studi yang memerlukan penelitian yang berkelanjutan guna mencapai hasil yang
diharapkan. Roadmap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
0
1. Meningkatkan
hasil belajar matematika siswa dan mahasiswa
2. Meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogi guru matematika
3. Mengembangkan bahan ajar matematika berbasis e-learning
4. Mengembangkan asesmen matematika berbasis e-learning
Tujuan
OUTPUT
Produk
Bahan ajar & asesmen
berbasis e-learning
(matematika)
model e-learning berbasis budaya dan
kebutuhan lokal
Panduan pengembangan e-learning
Model & konten pembelajaran
Tulisan
Seminar Nasional, Jurnal Nasional,
Buku Teks
Seminar nasional, Jurnal Nasional, Revisi
Buku Teks
Seminar Nasional & Internasional, media
cetak
Seminar Nasional, Jurnal Nasional &
internasional, Buku Teks
HKI
Bahan ajar & asesmen berbasis e-learning
(matematika)
Metode Analisis
& Desain
Proses Produksi
Aplikasi &
Implementasi
Implementasi e- learning untuk meningkatkan
HOTS pada mata kuliah aljabar
linear (Hibah bersaing)
Lesson study
berbasis e-learning dalam era otonomi
daerah dan desentralisasi
(Strategis Nasional)
Pengembangan Model E-learning berbasis budaya dan kebutuhan lokal untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan kompetensi guru di pedesaan (Strategis Nasional)
Metode research & development (R&D) model Four-D
RISET
Tahun Kegiatan 2010-2011 2006-2007
2009 2012-2014
Implementasi, analisis, & evaluasi sistem e-
learning
Pengembangan bahan ajar & asesmen e-
learning (matematika)
model e-learning berbasis budaya dan
kebutuhan lokal
Sistem blended
learning
Seminar Nasional, Jurnal Nasional &
internasional, Buku Teks
Implementasi, analisis, & evaluasi sistem e-
learning
Bahan ajar blended
learning
sistem blended learning : pengembangan
kemampuan profesional & pedagogi guru-guru
matematika
Metode research & development (R&D)
2016-2019
Gambar 1. ROADMAP KEGIATAN PENELITIAN
9
C. Luaran Kegiatan yang Sudah Dilaksanakan
Kegiatan yang sudah dilaksanakan pada penelitian sebelumnya yaitu
implementasi e-learning matematika untuk meningkatkan HOTS
mahasiswa calon guru (2006). Penelitian tersebut memberikan hasil antara lain: 1)
HOTS mahasiswa masih belum mencapai hasil yang optimal; 2) masih terdapat
kekurangan dalam system e-learning yang digunakan, baik dalam konten
maupun fasilitasnya; 3) kemandirian mahasiswa dalam belajar masih rendah; akan
tetapi 4) sudah terdapat peningkatan daya matematik mahasiswa yang
menggunakan e-learning, jika dibandingkan dengan yang menggunakan
pembelajaran konvensional; dan 5) sikap mahasiswa adalah positif terhadap e-
learning matematika.
Dari penelitian ini telah menghasilkan buku ajar dengan judul: "E-learning:
Pembelajaran Alternatif Kontemporer" dengan ISBN 978-979-8973-64-2.
Karya ilmiah lain dari hasil penelitian ini telah dipresentasikan pada beberapa
seminar, baik internasional maupun nasional, yaitu: International Conference on
Mathematics and Statistics -1 pada bulan Juni 2006; International Conference
on Science and Mathematics Education pada bulan Nopember 2006; Seminar
Nasional di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 2006 dan 2007. Selain itu,
dari hasil penelitian ini telah masuk jurnal ataupun proseding, baik
international maupun nasional, yaitu: Procceding International Conference
on Mathematics and Statistics -1 pada tahun 2006; Proceeding International
Conference on Science and Mathematics Education pada tahun 2006; On-line
Learning: Suatu Paradigma Baru dalam Pembelajaran Matematika Jurnal
Dikbud Tabun ke-12, no. 060 tahun 2006; Implementasi E-Learning
Matematika dan Pengaruhnya terhadap Sikap Mahasiswa, Jurnal
Metalogika, Vol 9 no. 2; Implementasi E-Learning dalam Upaya
Mengembangkan Daya Matematika Mahasiswa Calon Guru, Prosiding
Simposium Nasional, Juli 2007.
Pada tahun 2009, peneliti melakukan kajian mengenai Lesson Study
berbasis E-learning dalam Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Penelitian
tersebut dilaksanakan di tiga kota/kabupaten di Jawa Barat sebagai sampel, dan
10
menggunakan metode kualitatif. Penelitian tersebut memberikan hasil antara lain:
pengetahuan dan pemahaman guru dan siswa tentang daya saing otonomi daerah
sudah cukup memadai akan tetapi mereka kurang mengetahui dalam pencarian
informasi untuk memperoleh data tentang potensi daerah. Sedangkan pemahaman
tentang pembelajaran yang meningkatkan daya saing dan potensi daerah masih
terbatas, tetapi mereka punya potensi untuk memanfaatkan teknologi.
Tahun 2010-2011, peneliti tertarik untuk mengembangkan Model E-
Learning Berbasis Budaya dan Kebutuhan Lokal untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dan Kompetensi Guru di Pedesaan. Penelitian tersebut dilaksanakan
di dua desa di Jawa Barat sebagai sampel, dan menggunakan metode
pengembangan. Penelitian tersebut memberikan hasil antara lain: 1) Kondisi dari
desa Panyirapan dan Cibedug secara umum relatif tidak terlalu jauh berbeda. 2)
Budaya di desa Panyirapan dan Cibedug relatif sama yaitu dalam jenis pekerjaan
adalah bertani dan beternak. Sementara dalam budaya seni adalah degung, pencak
silat, kecapi suling, reog, calung, dan kasidah. 3) Prasyarat yang harus tersedia
guna dapat berjalannya e-learning secara optimal harus memperhatikan beberapa
pertimbangan, yaitu: learner, learning materials, learning atmosphere, dan
technology. 4) Sistem pembelajaran (e-learning) matematika yang dibuat
menggunakan aplikasi Moddle dengan permasalahan kontekstual berbasis budaya
dan kebutuhan lokal. Dari penelitian ini telah menghasilkan karya ilmiah yang
dipresentasikan pada beberapa seminar, baik internasional maupun nasional, yaitu:
Seminar Nasional di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 2010 dan 2011
Selain itu, dari hasil penelitian ini telah masuk Jurnal Sekolah Dasar Tabun 20,
no. 1, Mei 2011.
Tahun 2012-2014, dalam 3 (tiga) tahun ini peneliti mengkaji mengenai
Peningkatan Daya Matematika (Mathematical Power) melalui Pengembangan Bahan Ajar
dan Asesmen Berbasis E-Learning. Penelitian tersebut telah menghasilkan bahan ajar
dan asesmen berbasis e-learning yang dilengkapi animasi dengan hasil validasi
baik. Dari penelitian ini telah menghasilkan karya ilmiah yang dipresentasikan pada
beberapa seminar, baik internasional maupun nasional, yaitu: Australian Computers
in Education Conference (ACEC) di Perth Australia pada bulan Oktober 2012; The
11
Fifth Asian Conference on Education (ACE) di Osaka Jepang pada bulan September
2013; The International Conference on Education San Fransisco, California, USA
pada bulan Agustus 2014, Seminar Nasional di beberapa tempat di Indonesia
tahun 2012, 2013. Selain itu, dari hasil penelitian ini telah masuk jurnal ataupun
proseding, baik international maupun nasional, yaitu: International Journal
of Mathematical Education in Science and Technology (teridex Scopus), tahun
2014 (revisi); Procceding Australian Computers in Education Conference (ACEC)
di Perth Australia, 2012; The Inaugural Asian Conference on Society,
Education and Technology, tahun 2013; Jurnal Cakrawala Pendidikan,
November 2012, Th. XXXI, no. 3; Bahan ajar (bentuk program komputer)
yang dikembangkan dalam penelitian ini telah mendapatkan 3 (tiga buah)
sertifikat HKI, no 000008977 materi statistik, 000008976 materi Bangun Ruang
Sisi Lengkung, 000008741 materi Kesebangunan dan Kekongruenan Bangun
Datar.
Tahun 2016 dan 2017, peneliti telah mengikuti beberapa seminar
internasional dan pembicara kunci pada seminar nasional, diantaranya:
International Conference on Arts, Education and Social Science (ICAES) pada
Agustus 2016 di Sydney, Australia; World Conference on e-Education, e-Business
and e-Commerce (WCEEE 2017), June 2017, Phuket, Thailand.
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. E-Learning untuk Matematika
Terdapat tiga fungsi e-learning dalam kegiatan pembelajaran di dalam
kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen (tambahan) yang sifatnya
pilihan (opsional), pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi) (Siahaan,
2003).
a. Suplemen (tambahan)
E-learning berfungsi sebagai suplemen (tambahan), yaitu: peserta didik
mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi e-learning
atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk
mengakses materi e-learning. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang
memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
b. Komplemen (pelengkap)
E-learning berfungsi sebagai komplemen (pelengkap), yaitu: materinya
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik
di dalam kelas. Disini berarti materi e-learning diprogramkan untuk menjadi
materi reinforcement (penguatan) atau remedial bagi peserta didik di dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
Materi e-learning dikatakan sebagai enrichment (pengayaan), apabila
kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi
pelajaran yang disampaikan pendidik secara tatap muka (fast learners) diberikan
kesempatan untuk mengakses materi e-learning yang memang secara khusus
dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat
penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan pendidik di
dalam kelas.
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan pendidik secara
tatap muka di kelas peserta didik yang memahami materi dengan lambat (slow
learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi e-learning yang
memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik
13
semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan pendidik di
kelas.
c. Substitusi (pengganti)
Beberapa perpendidikan tinggi di negara-negara maju memberikan
beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para peserta
didiknya. Tujuannya agar para peserta didik dapat secara fleksibel mengelola
kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas sehari-hari peserta
didik. Ada tiga alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta
didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional); (2) sebagian secara
tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau (3) sepenuhnya melalui
internet.
Siemens (2004) menyebutkan salah satu kategori e-learning yaitu blended
learning, yang menyediakan peluang terbaik untuk transisi pembelajaran dari
kelas menuju e-learning. Blended learning melibatkan kelas (atau face-to- face)
dan pembelajaran secara online sebagai proses pembelajarannya. Model ini cukup
efektif untuk menambah efisiensi pembelajaran di kelas dan melakukan diskusi
atau menambah/mencari informasi di luar kelas.
Alternatif model pembelajaran manapun yang akan dipilih peserta didik
tidak menjadi masalah dalam penilaian, karena semua model penyajian materi
perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika peserta didik
dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional
atau sepenuhnya melalui internet, atau melalui perpaduan kedua model ini, maka
institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama.
Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu untuk mempercepat
penyelesaian perkuliahannya.
Karakteristik dan perangkat yang diperlukan oleh e-learning antara lain
adalah (Soekartawi, 2003):
a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; antara pendidik dan peserta didik,
antar peserta didik sendiri, atau antar pendidik-pendidik, dapat berkomunikasi
dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler;
b. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan komputer network);
14
c. Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri (self learning materials)
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh pendidik dan peserta didik
kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya; dan
d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan
hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan yang dapat dilihat
setiap saat di komputer.
Pemanfaatan internet berpengaruh terhadap tugas pendidik dalam proses
pembelajaran. Dahulu, proses pembelajaran didominasi oleh peran pendidik,
karena itu disebut the era of teacher. Kini, proses pembelajaran banyak
didominasi oleh peran pendidik dan buku (the era of teacher and book). Di masa
mendatang proses pembelajaran akan didominasi oleh peran pendidik, buku, dan
teknologi (the era of teacher, book, and technology).
Selanjutnya Soekartawi (2003), mengemukakan manfaat penggunaan
internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, antara lain:
a. Tersedianya fasilitas e-Moderating, dimana pendidik dan peserta didik dapat
berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat, dan waktu;
b. Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk
belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa
saling menilai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c. Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan dimana
saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer;
d. Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan
bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih
mudah;
e. Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui internet
yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas;
f. Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
15
g. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari
perpendidikan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk
bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan materi
pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan pendidik/instruktur
maupun antara sesama peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat
mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan
pengembangan diri peserta didik. Pendidik/instruktur dapat menempatkan bahan-
bahan belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat
tertentu di dalam websites untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan
kebutuhan, pendidik/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang
hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu
tertentu pula.
Berikut ini beberapa pendapat ahli lain mengenai manfaat e-learning.
Siahaan (2003) melihat manfaat e-learning dari dua sudut, yaitu dari sudut peserta
didik dan pendidik:
a. Peserta Didik
Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas
belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar
setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan
pendidik/pendidik setiap saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik
dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah perkotaan
tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka kegiatan e-
learning akan memberikan manfaat kepada peserta didik yang :
1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata
pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya;
2) mengikuti program pendidikan di rumah (home schoolers) untuk mempelajari
materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orang tuanya, seperti
bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer;
16
3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit
maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan
pendidikannya, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau
bahkan yang berada di luar negeri; dan
4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
b. Pendidik/Pendidik
Dengan adanya kegiatan e-learning, beberapa manfaat yang diperoleh
pendidik/instruktur antara lain adalah bahwa mereka dapat:
1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi
tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang
terjadi;
2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan
wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak;
3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik, bahkan pendidik/instruktur juga
dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari,
berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari
ulang;
4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan setelah
mempelajari topik tertentu;
5) memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada
peserta didik.
Sejalan dengan pendapat di atas, manfaat e-learning menurut Bates dan
Wulf (Siahaan, 2003), terdiri atas empat hal, yaitu:
a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan
pendidik atau instruktur (enhance interactivity)
Apabila dirancang secara cermat, e-learning dapat meningkatkan kadar
interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan pendidik/instruktur,
antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dan bahan belajar
(enhance interaktivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat
konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan konvensional dapat
berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun
17
menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa? Karena kesempatan
yang ada atau yang disediakan pendidik/instruktur untuk berdiskusi sangat
terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh
beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini
tidak akan terjadi pada e-learning. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-
ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan
pertanyaan maupun menyampaikan pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat
tekanan dari teman sekelas.
b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja
(time and place flexibility)
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan
tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik
dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan di mana saja.
Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan
kepada pendidik/instruktur begitu selesai dikerjakan, tidak perlu menunggu
sampai ada janji untuk bertemu dengan pendidik/instruktur. Peserta didik tidak
terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas
Terbuka (UT) Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media
penyajian materi. Sedangkan di UT Indonesia, pengunaan internet untuk kegiatan
pembelajaran baru mulai dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di
UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai tutorial
elektronik.
c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a
global audience)
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang
dapat dijangkau melalui kegiatan e-learning semakin lebih banyak atau meluas.
Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, dimana
saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar
18
dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi
siapa saja yang membutuhkan.
d. Mempermudah pembaruan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities)
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat
lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan
bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau
pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi
keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Disamping itu,
penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik
yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian
pendidik/instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran
itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar
elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh pendidik/instruktur yang akan
mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan
kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari pendidik/instruktur
yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan
sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.
Kamarga (2002) mengemukakan manfaat e-learning dalam organisasi
belajar sebagai berikut:
1) Meningkatkan produktifitas. Melalui e-learning perjalanan waktu dapat
direduksi sehingga produktivitas peserta didik dan pendidik tidak akan hilang
karena kegiatan perjalanan yang harus ia lakukan untuk memperoleh proses
pembelajaran.
2) Mempercepat proses inovasi. Kompetensi sumber daya manusia dapat
mengalami depresiasi. Pembaharuan kompetensi tersebut dapat dilakukan
melalui e-learning sehingga kompetensi selalu memberi nilai melalui
kreatifitas dan inovasi sumber daya manusia.
3) Efisiensi; proses pembangunan kompetensi dapat dilakukan dalam waktu yang
relatif lebih singkat dan mencakup jumlah yang lebih besar.
19
4) Fleksibel dan interaktif; kegiatan e-learning dapat dilakukan dari lokasi mana
saja selama ia memiliki koneksi dengan sumber pengetahuan tersebut dan
interaktifitas dimungkinkan secara langsung atau tidak langsung dan secara
visualisasi lengkap (multimedia) ataupun tidak.
E-learning dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam membentuk
budaya belajar baru yang lebih modern, demokratis dan mendidik. Budaya belajar
adalah bagian kecil dari budaya masyarakat. Budaya masyarakat diartikan sebagai
keterpaduan keseluruhan objek, idea, pengetahuan, lembaga, cara mengerjakan
sesuatu, kebiasaan, pola perilaku, nilai, dan sikap tiap generasi dalam suatu
masyarakat, yang diterima suatu generasi dari generasi pendahulunya dan
diteruskan acapkali dalam bentuk yang sudah berubah kepada generasi
penerusnya (Kartasasmita, 2003).
Selanjutnya Kartasasmita (2003) mengemukakan bahwa pengamatan
umum atas budaya belajar, khususnya di perpendidikan tinggi, menunjukkan
beberapa hal:
a. Peserta didik berkelompok secara sosial dan dalam belajar. Tujuan-tujuan
sukses pribadi dalam kelompok bergeser ke tujuan sukses kelompok.
Kebiasaan belajarpun mengacu kepada kebiasaan kebanyakan anggota
kelompok. Belajar dengan e-learning memungkinkan seseorang maju unggul
atas prakarsa sendiri untuk tujuan sendiri. Mengakses ke Internet dan
berkomunikasi dengan komputer kepada orang lain pada hakekatnya adalah
kegiatan soliter.
b. Masyarakat kita pada dasarnya masih feodal. Beberapa cirinya adalah
penggunaan berbagai simbol status melalui: pamer kekuasaan, pamer
kekayaan, pamer gelar, pamer afiliasi sosial, dan sebagainya. Di dalam dunia
virtual, “pamer-pamer” tersebut tidak terindera dan terbaca. Dalam bingkai
feodalisme ini, belajar dengan e-learning dapat menumbuhkan sikap
demokratis.
c. Pendidikan tinggi kita memberikan kesan pendidikan merupakan proses
transfer ilmu pengetahuan, dan kurang mengembangkan budaya intelektual
peserta didik. Peserta didik yang berkomunikasi dengan sesama peserta didik
20
e-learning (dan atau tutornya) dari lokasi, bangsa dan budaya lain, dapat
memperluas wawasan intelek peserta didik tersebut.
d. Belajar dengan e-learning menuntut prakarsa dan inovasi dalam berkomunikasi
karena berhadapan dengan mitra komunikasi yang tidak tampak fisik. Belajar
dengan cara ini dapat menumbuhkan percaya diri pada peserta didik dalam
berkomunikasi; juga dapat tumbuh santun dan etika komunikasi.
e. Minat kemampuan baca yang menurun, apalagi membaca secara kritis.
Satu sifat komunikasi antar orang dengan menggunakan komputer (atau
telepon) adalah anonimitas dapat menonjol. Orang dapat menyatakan apa saja
dengan cara semaunya melalui komputernya, kepada mitra komunikasinya dan
pada saat kapan saja, di mana saja. Dengan pengawasan dan penyimakan yang
ketat atas proses belajar dengan e-learning, serta cross checking pada penilaian
hasil belajarnya, budaya “potong kompas” dan “ambil jalan pintas” dalam
pendidikan dapat diminimalkan atau dihapus.
Pengembangan e-learning dalam bingkai budaya belajar pada saat ini,
memerlukan upaya memindahkan fokus dari teknologinya yang menarik, ke
pengembangan provider programnya, pengembangan para tutornya yang
berkompetensi tinggi, dan program pembelajarannya yang harus sering di-update.
Saat ini mulai banyak perpendidikan tinggi yang mengandalkan berbagai
bentuk e-learning sebagai usaha mengembangkan budaya belajar yang lebih
dinamis, baik untuk proses pembelajaran para peserta didiknya maupun untuk
kepentingan komunikasi antara sesama pendidik. Perkembangannya dan
keberhasilannya sangat ditentukan oleh sikap positif masyarakat pada umumnya,
pimpinan perusahaan, peserta didik, dan tenaga kependidikan pada khususnya
terhadap teknologi komputer dan internet. Sikap positif masyarakat yang telah
berkembang terhadap teknologi komputer dan internet antara lain tampak dari
semakin banyaknya jumlah pengguna dan penyedia jasa internet.
Menurut Siahaan (2003), selain menumbuhkan sikap positif pada peserta
didik dan tenaga kependidikan, pertimbangan lain untuk menggunakan e-learning
dalam melaksanakan budaya belajar baru, di antaranya adalah:
21
a) harga perangkat komputer yang semakin lama semakin relatif murah (tidak lagi
diperlakukan sebagai barang mewah);
b) adanya peningkatan kemampuan perangkat komputer dalam mengolah data
secara lebih cepat dan memiliki kapasitas penyimpanan data yang semakin
besar;
c) memperluas akses atau jaringan komunikasi;
d) memperpendek jarak dan mempermudah komunikasi;
e) mempermudah pencarian atau penelusuran informasi melalui internet.
Budaya belajar baru yang berbasis e-learning lebih bersifat demokratis
dibandingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Hal itu
disebabkan peserta didik memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau
ragu-ragu maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan maupun
menyampaikan pendapat karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik
langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar, meremehkan,
atau mencemoohkan pertanyaannya. Hal tersebut juga seperti yang dikemukakan
oleh Siahaan (2003), peserta didik dalam e-learning adalah seseorang yang:
a) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki komitmen
untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar
sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri;
b) senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi
pengembangan diri secara terus menerus, dan yang menyenangi kebebasan;
c) pernah mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah
konvensional dan membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan
materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh sekolah konvensional
setempat. Yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil
beberapa mata pelajaran lainnya melalui e-learning, serta yang terpaksa tidak
dapat meninggalkan rumah karena berbagai pertimbangan.
Pendidik/instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam
beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang
diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerja sama
melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling
22
berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan
menggunakan e-mail. Selain itu, peserta didik dapat menggunakan e-mail untuk
bertanya kepada instruktur mengenai materi jika mereka belum paham.
Dipihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan
dipahami adalah bahwa e-learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan
pembelajaran konvensional di kelas (Lewis, 2002). Tetapi e-learning dapat
menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di
kelas. E-learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model pembelajaran
di kelas atau sebagai alat yang ampuh utnuk program pengayaan. Sekalipun diakui
bahwa belajar mandiri merupakan basic thrust kegiatan e-learning, namun jenis
kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai
upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
Untuk memperluas wawasan serta meningkatkan kemampuan peserta
didik dalam berpikir kreatif, dimungkinkan bila dalam proses pembelajaran terjadi
komunikasi elektronis antara pendidik dengan peserta didik atau peserta didik
dengan peserta didik, yang merangsang terciptanya partisipasi peserta didik.
Peserta didik menjadi lebih leluasa dalam berkomunikasi untuk memahami suatu
konsep matematika, serta mempunyai kesempatan untuk sharing ideas tanpa rasa-
ragu ataupun malu. Dengan demikian, suasana demokratis akan tercipta sehingga
peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajarnya.
Besarnya peran dan manfaat e-learning dalam rekayasa budaya belajar
tidak serta merta menghapus problematika yang muncul dalam pembelajaran.
Beberapa persyaratan untuk terlaksananya belajar berbasis e-learning di tingkat
sekolah, khususnya dalam pembelajaran matematika, yaitu aksesibilitas
(accesibility), keterjangkauan (affordability), dan keterandalan (reliability)
teknologi (Supriadi, 2002).
Pemanfaatan eleketronik khususnya internet dalam pembelajaran
mengundang permasalahan antara lain sebagaimana ditulis Bullen dalam
Soekartawi (2003), yakni:
a) Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, dan antar peserta didik
dapat memperlambat terbentuknya values dalam proses pembelajaran;
23
b) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial, dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
c) Proses pembelajarannya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d) Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai teknik pembelajaran
konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang
menggunakan ICT;
e) Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung
gagal;
f) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan
dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer;
g) Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan berkaitan
dengan internet; dan
h) Kurangnya penguasaan bahasa komputer oleh pelaku pendidikan.
Penyelenggaraan kegiatan e-learning, menempatkan pendidik/instruktur
menjadi faktor yang sangat menentukan dan keterampilannya memotivasi peserta
didik menjadi hal yang krusial. Menurut Purbo (1996), pendidik/instruktur
haruslah bersikap transparan menyampaikan informasi tentang semua aspek
kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar secara baik untuk
mencapai hasil belajar yang baik. Informasi yang dimaksudkan disini mencakup:
a) alokasi waktu untuk mempelajari materi pembelajaran dan penyelesaian tugas-
tugas;
b) keterampilan teknologis yang perlu dimiliki peserta didik untuk memperlancar
kegiatan pembelajarannya; dan
c) fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran.
Disamping hal-hal tersebut di atas, para pendidik/instruktur dalam e-
learning juga dituntut aktif dalam diskusi, misalnya dengan cara:
a) merespons setiap informasi yang disampaikan peserta didik;
b) menyiapkan dan menyajikan risalah dari berbagai sumber (referensi) lainnya;
c) memberikan bimbingan dan dorongan kepada peserta didik untuk saling
berinteraksi;
24
d) memberikan umpan balik secara individual dan berkelanjutan kepada semua
peserta didik;
e) menggugah/mendorong peserta didik agar tetap aktif belajar dan mengikuti
diskusi; serta membantu peserta didik agar tetap dapat saling berinteraksi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam menerapkan e-
learning pada pembelajaran setidak-tidaknya perlu mempertimbangkan lima
faktor berikut ini, yakni:
1) Peserta didik (pembelajar); sistem e-learning idealnya dapat dibangun sesuai
dengan karakteristik peserta didik atau pola belajar peserta didik sebagai subjek
dalam keseluruhan proses;
2) Materi (bahan belajar); restrukturisasi materi perlu dilakukan agar sesuai
dengan format teknologi yang digunakan disamping itu dapat memberikan nilai
lebih dibanding proses kelas tradisional.
3) Organisasi; kebijakan dan komitmen pimpinan organsisasi belajar sangat
dibutuhkan dalam menggiring dan mensosialisasikan proses perubahan ini.
4) Proses Sistem; merupakan proses kerja (bisnis) pelaksanaan e-learning yang
harus didefinisikan secara lengkap terkait pada peran dan tanggung jawab
administrator, pendidik (pakar), teknisi, perancangan materi, implementasi
proses belajar mengajar serta penataan keseluruhan proses sistem
5) Teknologi; sebagai alat yang mendukung tercapainya efektifitas tujuan dari e-
learning bagi organisasi belajar.
Menurut Kartasasmita (2003), penerapan e-learning sebaiknya hanya yang
melibatkan sekelompok kecil pembelajar (5–7 orang) dan tutor. Komunikasi
intensif ditumbuhkan di antara sesama pembelajar dan antara pembelajar
dengan tutor. Tutor memberikan bahan belajar yang disusunnya sendiri atau
diambil dari sumber-sumber di Internet dan mungkin bahan dari buku atau
media cetak lain, dan tugas-tugas untuk peserta didik. Peserta didik diberi
waktu untuk mempelajari bahan ajar dan memenuhi tugas-tugas yang
diberikan.
Permasalahan teknis pembelajaran diikuti pula oleh lemahnya dukungan
infrastruktur. Akibat lemahnya dukungan infrastruktur tersebut menyebabkan
pemanfaatan e-learning di Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan
negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapore. Hal
25
ini bisa dilihat dari data pengguna internet dimana pengguna internet terbesar
adalah berada di negara-negara maju. Karena berbagai keterbatasan infrastruktur
pendukung ini, maka perkembangan internet di Indonesia belum seperti yang
diharapkan. Walaupun demikian, perkembangan internet di Indonesia sudah mulai
membaik, dengan membangun berbagai fasilitas seperti jaringan telepon, listrik,
dan fasilitas lainnya. Warung Informasi dan Teknologi atau WARINTEK
(Technology Information Kiosk) yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri
Negara Riset dan Teknologi dan PDII-LIPI pada tahun 2000, kini tumbuh dan
berkembang pesat (Soekartawi, 2003).
Selain masalah infrastruktur, juga daya dukung perangkat hukum terasa
masih lemah, cyberlaws yang jelas dan belum tersosialisasikannya substansi hak
intelektual kepada masyarakat luas menyebabkan lemahnya rangsangan pada
kelompok pendidik untuk meluncurkan karya-karya ajar melalui saluran
elektronik.
Pengkritik e-learning mengatakan di samping daerah jangkauan kegiatan
e-learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi
kontak secara langsung antar sesama peserta didik maupun antara peserta didik
dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang peserta didik
yang terbatas untuk bersosialisasi” (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini,
lingkungan e-learning sebaiknya dapat diciptakan sedemikian rupa, sehingga
dapat membantu mengembangkan rasa bermasyarakat di kalangan peserta didik
sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Penyelenggaraan e-learning membutuhkan dukungan sistem administrasi
dan manajemen. Sistem administrasi dan manajemen e-learning dapat
diselenggarakan dengan memanfaatkan sistem informasi, meliputi beberapa
kegiatan sebagaimana pendapat Oetomo (2002), yakni:
a. Administrasi data staf edukatif, karyawan, kurikulum, mata kuliah, data
peserta didik, nilai, data pustaka dan sistem perpustakaan, sistem administrasi
pembayaran dan lain sebagainya.
b. Proses belajar mengajar meliputi up-load dan down-load materi pembelajaran,
proses pemeliharaannya, konsultasi, bimbingan paper atau tugas akhir, ujian,
26
dan lain sebagainya. Juga bagaimana menggantikan kegiatan praktikum dalam
sistem pendidikan berbasis internet ini, memerlukan perumusan yang konkrit.
c. Pembentukan iklim ilmiah merupakan faktor yang paling sulit. Bagaimana
menyusun materi pembelajaran yang menarik, menciptakan suasana belajar
yang kompetitif, menyajikan studi kasus yang menantang dan memacu belajar,
pembentukan forum-forum diskusi ilmiah, penciptaan topik-topik penelitian
dan sistem penilaian yang memotivasi peserta didik untuk belajar lebih baik
lagi.
d. Untuk pengelolaan keuangan yang dipandang kini sudah tidak terlalu sulit
lagi, karena pihak lembaga dapat bekerja sama dengan lembaga perbankan
yang telah memiliki sistem internet banking.
Adapun dilihat dari sisi penyelenggaraan pembelajaran, terdapat empat
kegiatan pokok model e-learning, hal itu sebagaimana dikemukakan oleh
Soekartawi (2003), yakni:
a. Melakukan penyesuaian kurikulum. Kurikulum sifatnya holistik, dimana
pengetahuan, keterampilan, dan nilai (values) diintegrasikan dengan kebutuhan
di era informasi ini. Kurikulumnya bersifat competency based curriculum;
b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin
dicapai dengan bantuan komputer;
c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada (menggunakan
komputer, online assessment system); dan
d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, komputer, multimedia,
studio, dll yang memadai. Materi pembelajaran yang disimpan di komputer
dapat diakses dengan mudah, baik oleh pendidik maupun peserta didik.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, para ahli pendidikan dan internet
menyarankan beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pendidik memilih e-
learning sebagai model pembelajaran (Purbo, 2002; Soekartawi, 2003), antara
lain:
a. Analisis Kebutuhan (Need Analisis)
Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah
memang sudah dibutuhkan e-learning. Untuk menjawab pertanyaan ini, tidak
27
dapat dijawab dengan perkiraan atau berdasarkan atas saran orang lain. Sebab
setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang berbeda satu
sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan (need analisis). Kalau
analisis ini telah dilaksanakan dan jawabannya adalah membutuhkan atau
memerlukan e-learning, maka tahap berikutnya adalah membuat studi kelayakan,
yang komponen penilaiannya adalah:
1) apakah secara teknis dapat dilaksanakan (technically feasible). Misalnya:
apakah jaringan internet bisa dipasang; apakah infrastrukturnya, seperti
telepon, listrik, dan computer tersedia; apakah ada tenaga teknis yang bisa
mengoperasikannya;
2) apakah secara ekonomis menguntungkan (economically profitable). Misalnya:
apakah dengan e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan, atau
apakah return on investment (ROI)-nya lebih besar dari satu; dan
3) apakah secara sosial penggunaan e-learning tersebut diterima oleh masyarakat
(socially acceptable).
b. Rancangan Instruksional
Dalam menentukan rancangan instruksional ini perlu dipertimbangkan
aspek-aspek:
1) course content and learning unit analysis, seperti isi pelajaran, cakupan, topik
yang relevan dan satuan kredit semester;
2) Learner analysis, seperti latar belakang pendidikan peserta didik, usia, jenis
kelamin, status pekerjaan, dan sebagainya;
3) Learning context analysis, seperti kompetisi pembelajaran apa yang
diinginkan hendaknya dibahas secara mendalam di bagian ini;
4) Instructional analysis, seperti bahan ajar apa yang dikelompokkan menurut
kepentingannya, menyusun tugas-tugas dari yang mudah hingga yang sulit,
dsb-nya;
5) State instructional objectives, tujuan instruksional ini dapat disusun
berdasarkan hasil dari analisis instruksional;
6) Construct criterion test items, penyusunan tes ini dapat didasarkan dari tujuan
instruksional yang telah ditetapkan; dan
28
7) Select instructional strategy, strategi instruksional dapat ditetapkan
berdasarkan fasilitas yang ada.
c. Interface Design
Pada tahapan ini perlu dilakukan uji dari platform atau working template
yang telah dirancang. Sebab kadang-kadang model yang telah dirancang dalam
HTML-style kemudian tidak bisa dioperasikan.
d. Tahap Pengembangan
Berbagai upaya dalam rangka pengembangan e-learning bisa dilakukan
mengikuti perkembangan fasilitas ICT yang tersedia. Hal ini terjadi karena
kadang-kadang fasilitas ICT tidak dilengkapi dalam waktu yang bersamaan.
Begitu pula halnya dengan prototype bahan ajar dan rancangan instruksional yang
akan dipergunakan terus dikembangkan dan dievaluasi secara kontinu.
e. Pelaksanaan
Prototype yang lengkap bisa dipindahkan ke komputer (LAN) dengan
menggunakan format misalnya format HTML. Ujian terhadap prototype
hendaknya terus menerus dilakukan. Dalam tahapan ini seringkali ditemukan
berbagai hambatan, misalnya bagaimana menggunakan management course tool
secara baik, apakah bahan ajarnya benar-benar memenuhi standar bahan ajar
mandiri.
f. Evaluasi
Sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil
beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi. Proses
dari kelima tahapan di atas diperlukan waktu yang relatif lama, karena
prototype perlu dievaluasi secara terus menerus. Masukan dari orang lain atau
dari peserta didik perlu diperhatikan secara serius. Proses dari tahapan satu
sampai lima dapat dilakukan berulang kali, karena prosesnya terjadi terus
menerus.
Penilaian selalu terintegrasi dengan proses pembelajaran, dan harus
berkelanjutan serta dapat memperkuat feedback (umpan balik). Penilaian dapat
mengkomunikasikan apa yang diharapkan dan apa yang telah dicapai dalam
proses pembelajaran. Hasil penilaian memberikan umpan balik kepada peserta
didik yang berkaitan dengan pencapaian hasil belajar matematika mereka.
Disamping itu hasil penilaian juga memberikan informasi kepada orang tua
29
peserta didik mengenai kemajuan belajar anaknya dalam pembelajaran
matematika.
Webb (1992) mendefinisikan penilaian matematika sebagai proses
pengumpulan informasi tentang pengetahuan peserta didik terhadap konsep
matematika, dan juga menentukan sikap dan keyakinannya dalam mengerjakan
matematika. Tujuan dan konsep penilaian dalam e-learning, pada prinsipnya
adalah sama dengan penilaian pembelajaran konvensional, walaupun pada
beberapa hal terdapat perbedaan.
a. Prinsip-prinsip Penilaian
Pennsylvania State University (1998) telah mengembangkan prinsip-
prinsip untuk memandu penilaian e-learning dalam pendidikan jarak jauh.
Prinsip-prinsip ini memacu pentingnya pengintegrasian penilaian dengan proses
pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Instrumen dan aktivitas penilaian seharusnya sesuai dengan tujuan dan
kecakapan belajar yang dibutuhkan peserta didik melalui suatu program
pendidikan jarak jauh.
2) Penilaian dan strategi manajemen seharusnya menjadi bagian integral dari
pengalaman belajar, memudahkan peserta didik menilai kemajuannya, dan
membuat kembali tujuan belajar atau pelajaran.
3) Penilaian dan strategi pengukuran seharusnya mengakomodasi kebutuhan
khusus, karakteristik, dan situasi peserta didik dari jarak jauh.
Kibby (1999) melihat penilaian sebagai sentral untuk proses pembelajaran
dan sebagai bagian dari sistem manajemen pembelajaran. Penilaian seharusnya
mengukur performen peserta didik dan hasil feedback (umpan balik) peserta didik
tentang performennya. Kibby merinci sembilan aturan yang dibuat dalam
pengembangan penilaian untuk pembelajaran berbasis web.
1) Perspektif pembelajaran apa yang akan dinilai; kognitif (penerimaan
pengetahuan), behavior (pengembangan kecakapan), atau humanistik ( nilai
dan sikap)?
2) Siapa yang membuat penilaian; peserta didik, teman sebaya, atau instruktur?
3) Apakah strategi penilaian akan dipelajari dari pengalamannya sendiri?
30
4) Apakah penilaian merupakan formatif (merupakan feedback selama belajar)
atau sumatif (pengukuran belajar akhir dari suatu proses)?
5) Menggunakan pertimbangan apa dalam penilaian, standar teman sebaya
(norm referenced) atau kriteria yang dibuat (criterion referenced)?
6) Apakah penilaian dapat memberikan suatu keseimbangan antara terstruktur
dan kebebasan?
7) Apakah penilaian akan autentik; direlasikan pada situasi dunia nyata?
8) Apakah penilaian akan terintegrasi; pengujian serangkaian pengetahuan dan
skill?
9) Bagaimanakah reliabilitas dan validitas dari penilaiannya baik?
Dalam e-learning, penilaian dapat menjadi lebih sering dan bervariasi.
Kunci dalam penilaian unjuk kerja peserta didik dalam e-learning tidak berbeda
dengan penilaian konvensional yaitu difokuskan pada pencapaian peserta didik
dari tujuan umum dan khusus yang telah dirumuskan oleh instruktur.
b. Macam-macam Penilaian
Terdapat bermacam-macam penilaian melalui e-learning. Penilaian
tersebut sedikit berbeda dari yang dilakukan secara rutin dalam pembelajaran
konvensional. Sebagai contoh : Morgan dan O’realy (1999) menggambarkan 5
tipe yang berbeda dari aktivitas penilaian yang biasa kita kenal, adalah sebagai
berikut :
1) Ungraded activities dan feedback yang dibangun ke dalam materi studi.
2) Kuis dan tes self-assesment yang membuat peserta didik mengecek belajarnya
sendiri.
3) Feedback formal dalam penugasan dari instruktur, teman sebaya atau kolega
atau mentor.
4) Dialog informal dengan instruktur, teman sebaya atau yang lainnya.
5) Tes yang menyiapkan peserta didik untuk penilaian formal.
Teknologi dalam e-learning ini membuat penilaian lebih mudah dan mungkin
lebih efektif untuk merencanakan dan melaksanakannya,
Beberapa contoh bentuk penilaian dalam pembelajaran full-online
asynchronous e-learning diantaranya adalah: (Morgan dan O’realy, 1999)
31
1) Aktivitas; peserta didik memberikan respon mengenai suatu permasalahan
yang diberikan instruktur, dalam banyak kasus memerlukan komunikasi
melalui email antara instruktur dan peserta didik.
2) Mereview Literatur; untuk memperluas pengetahuan peserta didik pada suatu
mata kuliah, setiap peserta didik diberikan tugas sebagai bahan presentasi.
Reviewnya dibagikan kepada semua peserta didik lainnya dalam kuliah.
Instruktur menyediakan sebuah sampel dari hasil kerja peserta didik terbaik
yang relevan dengan kuliah. Kualitas menulis dan subtansi dari hasil review
dipertimbangkan dalam penilaian.
3) Proyek Kolaborasi; peserta didik membentuk kelompok dan diberi proyek
dengan topik pilihan peserta didik yang relevan dengan mata kuliah yang
disetujui oleh instruktur. Instruktur memberikan feedback kepada ketua
kelompok yang bertanggungjawab untuk menyampaikan kepada anggotanya.
Dalam kuliah e-learning tugas proyek pada evaluasi, memberikan kontribusi
sekitar 30% terhadap penilaian kuliah.
4) Ujian; diberikan secara online, yang terdiri dari essay dan objektif tergantung
keadaan konten kuliah. Peserta didik mengambil ujian pada waktu yang
berbeda, feedback yang rinci diberikan pada setiap item. Dalam pembelajaran
online, selalu terdapat keraguan apakah peserta didik yang terdaftar adalah
orang yang benar-benar menyelesaikan ujian. Dengan menggunakan
teknologi yang lebih modern akan menolong memecahkan masalah, tetapi
alterrnatif lain yaitu dengan menghadirkan pengawas ujian.
5) Refleksi; berbentuk laporan, dapat berupa komentar tentang aktivitas,
kekurang-jelasan dari pendidik, waktu diperlukan untuk mengasses sebuah
sumber, atau reaksi personal peserta didik untuk model pembelajaran.
Tujuannya adalah membuat peserta didik mengerti terhadap bentuk-bentuk
perbedaan dari e-learning dengan asumsi bahwa mereka secara personal
mungkin akan menjadi pengembang e-learning dimasa mendatang.
Linde (2004) membagi penilaian ke dalam tiga tipe dasar, yaitu:
1) Self-test; dapat berbentuk pilihan ganda dengan feedback yang berguna untuk
persiapan ujian.
32
2) Quiz; dapat berbentuk pilihan ganda, jawaban bebas, jawaban singkat, dan
sebagainya dengan feedback, yang berguna untuk penilaian biasa.
3) Assignment; dapat berbentuk membuat makalah, presentasi, dan sebagainya,
yang berguna sebagai exchanging files.
c. Feedback (Umpan balik)
Wiggins (1998), mendefinisikan feedback sebagai penyediaan informasi
perorangan terhadap bagaimana dia menampilkan apa yang dia lakukan. Faktor
yang kritis dalam penyediaaan feedback yaitu jika peserta didik secara maksimal
memanfaatkan feedback yang mereka harus dapatkan dengan menghubungkan
feedback yang dikerjakan secara logik melalui pengendalian responnya. Contoh-
contoh dari hubungan feedback tersebut meliputi :1) Feedback personal oleh
instruktur untuk tugas individual; 2) Model pertanyaan disediakan oleh instruktur;
3) Evaluasi teman sebaya disediakan oleh peserta didik; 4) Feedback langsung
otomatis disediakan oleh komputer.
Jika penilaian terintegralkan pada pembelajaran, maka feedback merupakan
sentral dari proses penilaian. Dalam penilaian di lingkungan berbasis web,
Kerka dan Wonaccot (2000) menekankan pentingnya aktivitas, feedback dan
kualitas belajar, serta mereka memberikan argumen bahwa aktivitas dan
feedback secara langsung mempengaruhi peserta didik dalam belajar, dan
bagaimana cara mereka melakukannya secara efektif.
B. Pembelajaran Matematik
Daya matematik atau mathematical power merupakan kemampuan yang
harus dimiliki peserta didik agar mereka mampu menghadapi permasalahan
matematika pada khususnya, dan permasalahan kehidupan sehari-hari pada
umumnya. Daya Matematika menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran
matematika.
Dalam konteks kemampuan menghadapi permasalahan kehidupan nyata
(sehari-hari), relevan dengan orientasi kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompentensi) yang mengharapkan setiap mata ajar mampu memberi bekal berupa
life skill (keterampilan hidup) kepada setiap peserta didik.
33
Sebagaimana digariskan oleh Depdiknas (2004), Life skill adalah konsep
yang dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap kepada seseorang untuk
dapat bekerja dan usaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha
serta memanfaatkan peluang yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraannya. Konsep keterampilan hidup memiliki cakupan yang luas,
berinteraksi antara pengetahuan dan keterampilan yang di yakini sebagai unsur
penting untuk hidup lebih mandiri. Berdasarkan lingkupnya, program
keterampilan hidup mencakup; kecakapan kerja (occupational skills), kecakapan
pribadi dan sosial (personal/social skills), serta kecakapan dalam kehidupan
sehari-hari (daily living skills).
Daya matematik erat kaitannya dengan orientasi kurikulum 2004. Daya
matematik meliputi kemampuan untuk menyelidiki, konjektur, dan bernalar secara
logika; untuk memecahkan masalah yang tidak rutin; untuk mengkomunikasikan
tentang dan melalui matematika; dan untuk mengkaitkan ide dalam matematika
dan antara matematika dengan aktivitas intelektual lain (NCTM, 2000). Hal
tersebut tertuang dalam Mathematics Framework for the 1996 National
Assessment of Educational Progress, U.S. (Departmen of Education, 1996),
yakni:
Mathematical power is conceived as consisting of mathematical abilities
(conceptual understanding, procedural knowledge, and problem solving)
within a broader context of reasoning and with connections across the broad
scope of mathematical content and thinking. Communication is viewed as
both a unifying thread and a way for students to provide meaningful
responses to tasks.
Selanjutnya dalam Curriculum Framework Achieving Mathematical
Power 1996 (Departmen of Education, 1996) dikemukakan pula bahwa
pengembangan daya matematik berpotensi membiasakan peserta didik berpikir
dan bertindak matematis. Kebiasaan berpikir dan bertindak seperti itu merupakan
bagian integral dari setiap pendekatan dalam pembelajaran matematika. Keadaan
ini membutuhkan dukungan dari kurikulum, dan diperkuat oleh model matematika
yang digunakan pendidik-pendidik dalam pembelajaran. Kebiasaan berpikir dan
34
bertindak matematis dapat dilatih melalui bentuk pertanyaan, dan pertimbangan
atas jawaban peserta didik, terhadap model matematika yang diberikan.
Daya matematik memiliki komponen yang diturunkan dari kerangka visi
dari kemampuan daya matematik. Dalam The Massachusetts Mathematics
Framework 1996 (Departmen of Education, 1996), ditekankan bahwa inti konsep
belajar matematika adalah peserta didik mengembangkan daya matematik melalui
problem solving, communication, reasoning, dan connections. Romberg dan Chair
(Sumarmo, 2003) menyajikan daya matematik sebagai berikut:
a. Pemecahan Masalah (Problem Solving): mengidentifikasi unsur yang
diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan
masalah situasi sehari-hari dan matematik; menerapkan strategi untuk
menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di
luar matematika; menjelaskan/ menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan
asal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah
nyata dan menggunakan matematika secara bermakna.
b. Komunikasi Matematik (Mathematical Communication): menghubungkan
benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; menjelaskan
idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis
tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematika tertulis; membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan
definisi dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang
matematika yang telah dipelajari.
c. Penalaran Matematik (Mathematical Reasoning): menarik kesimpulan logis;
memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan
hubungan; memperkirakan jawaban dan proses solusi; menggunakan pola dan
hubungan; untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan
generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh
(counter examples); mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas
35
argumen; menyusun argumen yang valid; menyusun pembuktian langsung,
tak langsung dan menggunakan induksi matematik.
d. Koneksi Matematik (Mathematical Connections): mencari hubungan antara
berbagai representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik
matematik; menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan
sehari-hari; memahami representasi ekuivalen konsep yang sama; mencari
koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen;
menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika
dengan topik lain.
Berikut ini akan disajikan indikator daya matematik yang lebih spesifik,
dengan disertai contoh soalnya masing-masing.
a. Pemecahan Masalah
Pemecahan Masalah merupakan fokus utama dari pendidikan matematika.
Kapan saja kita menerapkan pengetahuan matematika, keterampilan, atau
pengalaman terhadap pemecahan suatu masalah yang rumit atau situasi yang
baru/membingungkan, maka kita melakukan problem solving (Department of
Education, 1996). Ketika kita melakukan penambahan dan pengurangan untuk
membuat perubahan, menghitung jarak untuk memilih rute terbaik ke rumah, atau
menyelidiki pola-pola dalam musik untuk koreografi sebuah tarian, maka kita
terlibat dalam pemecahan masalah matematik. Untuk menjadi problem solver
yang baik, peserta didik diberikan banyak kesempatan untuk berkreasi dan
memecahkan masalah dalam matematik dan konteks dunia nyata. Mereka juga
perlu mengembangkan dan membangun sebuah pengertian bilangan yang mantap.
Dipandang dari jenis belajarnya, kemampuan penyelesaian masalah
tergolong pada kemampuan tingkat tinggi tetapi juga memerlukan kemampuan
jenis belajar yang lebih rendah dan pemahaman materi prasyaratnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gagne (Ruseffendi, 1988: 169) bahwa pemecahan
masalah merupakan tahap belajar yang paling tinggi dan lebih kompleks.
Pemecahan masalah tidak sekedar mengaplikasikan suatu algoritma, namun
memuat pemahaman dan aktivitas intelektual yang bukan berupa kegiatan rutin.
36
Pemecahan masalah dapat pula merupakan suatu pendekatan dalam
belajar, seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1988: 241) bahwa pemecahan
masalah adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada
proses daripada hasilnya.
Menurut NCTM, “problem solving is not distinct topic, but a process that
should permeate the entire program and provide the context in which concepts
and skills can be learned.” Lebih lanjut menurut NCTM (1989;2000) dalam
kurikulum standar matematika tingkat 9-12, pemecahan masalah matematika
harus mencakup perbaikan dan perluasan metode dari pemecahan masalah
matematik sehingga peserta didik dapat: (1) menggunakan dengan percaya diri
yang meningkat, pendekatan pemecahan masalah untuk menyelidiki dan mengerti
isi matematik; (2) menerapkan penggabungan strategi pemecahan masalah
matematika untuk memecahkan masalah dari dalam dan luar matematika; (3)
mengenalkan dan merumuskan permasalahan dari situasi dalam dan luar
matematika; dan (4) menerapkan proses dari model matematik untuk situasi
masalah dunia nyata.
Sedangkan Polya (Sumarmo, 1994: 14) mendefinisikan pemecahan
masalah sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk
mencapai tujuan yang tidak dengan segera diperoleh. Selanjutnya Polya
mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami
masalah, (2) membuat rencana pemecahan, (3) melakukan perhitungan, dan (4)
memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Pemecahan masalah, dalam pembelajaran matematika dapat berupa soal
cerita atau soal yang tidak rutin, yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang
benar diperlukan pemikiran yang mendalam, mengaplikasikan matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan membuktikan, menciptakan atau menguji konjektur
(Sumarmo,1994:8). Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis.
Contoh soal pemecahan masalah:
37
Berikut ini diberikan contoh butir soal model studi Schoen dan Oehmke
(Sumarmo, 1994).
1) mengukur proses memahami masalah.
Sebuah kantin sekolah mempunyai 230 kg susu yang akan dibagikan kepada
46 anak secara merata. Koki kantin ingin mengetahui berapa gelas yang dapat
diterima tiap anak. Koki tersebut dapat menyelesaikan masalahnya, bila ia
mengetahui juga: 1) 1 kg sama dengan 1000 gr; 2) tiap gelas berisi 2 kg susu;
3) anak2 itu sangat senang susu; dan 4) tiap gelas tingginya sama.
2) mengukur memeriksa hasil.
Adi mempunyai 75 kelereng, dan jumlah ini 11 lebihnya dari dua kali
banyaknya kelereng Tono. Untuk mengetahui banyaknya kelereng Tono, Adi
menghitung demikian, ia menjumlahkan 75 + 11 dan diperoleh 86. Jadi Tono
mempunyai 43 kelereng. Benarkah cara Adi menghitung? 1) ya; 2) salah,
seharusnya Adi mengalikan 86 x 2 dan diperoleh 172; 3) salah, seharusnya
Adi mengurangkan 75 – 11 = 64. Jadi kelereng Tono adalah 32; dan 4) salah,
seharusnya Adi mengalikan 11 x 2 = 22. Kemudian 75 – 22 = 53. Jadi 53
adalah jawaban yang benar.
Contoh pemecahan masalah dalam aljabar Linear:
Tinjau vektor cos (x + ) dan vektor sin x dalam selang [-,]. Perlihatkanlah
bahwa untuk nilai-nilai yang merupakan kelipatan ganjil /2 kedua vektor
tersebut bergantung (tidak bebas) linear. Berikan tafsiran secara geometrisnya.
b. Komunikasi Matematik
Komunikasi matematika merefleksikan pemahaman matematik yang
tercakup dalam daya matematik. The Common Core of Learning (Department of
Education, 1996) mengusulkan bahwa semua peserta didik sebaiknya “ … justify
and communicate solutions to problems.” Peserta didik belajar matematika seperti
mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka lakukan. Mereka menjadi
terlibat secara aktif dalam kegiatan matematika ketika mereka bertanya tentang
ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengar peserta didik lain, berbagi ide,
strategi, dan solusi. Menulis tentang matematika mendukung peserta didik untuk
merefleksikan kegiatannya dan menjelaskan ide mereka sendiri. Membaca apa
38
yang peserta didik tulis adalah sebuah jalan yang baik sekali bagi pendidik-
pendidik untuk mengidentifikasi pemahaman peserta didik dan miskonsepsi.
Menurut NCTM (1989;2000) dalam kurikulum standar matematika untuk
tingkat 9-12, komunikasi harus mencakup perkembangan bahasa dan symbol yang
kontinu untuk mengkomunikasikan ide matematik sehingga peserta didik dapat:
(1) merefleksikan dan menjelaskan pikirannya mengenai ide matematik dan
hubungannya; (2) merumuskan definisi matematik dan mengungkapkan
penemuan umum melalui penyelidikan; (3) mengungkapkan ide-ide matematik
secara lisan dan dalam tulisan; (4) membaca penyajian tertulis matematika dengan
pemahaman; (5) menanyakan kejelasan dan keluasan hubungan pertanyaan
matematika yang telah mereka baca atau dengar; dan (6) menilai penghematan,
daya, dan keluwesan dari notasi matematik dan perannya dalam perkembangan
ide matematik.
Beberapa pendapat mengenai komunikasi matematika antara lain:
Lindquist (NCTM, 1996:2) mengemukakan, jika kita sepakat bahwa matematika
itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam
komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari
mengajar, belajar, dan meng-assess matematika. Sedangkan Paressini dan Bassett
(NCTM, 1996:157) berpendapat bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita
akan memiliki sedikit keterangan, data dan fakta tentang pemahaman peserta didik
dalam melakukan proses dan aplikasi matematika.
Hal tersebut memberikan arti bahwa komunikasi dalam matematika
merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku dan pengguna
matematika. Selain itu, komunikasi dalam matematika dapat mempermudah
pendidik untuk memahami kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi dan
mengekspresikan pemahamanya tentang konsep dan proses matematika yang
mereka pelajari.
Contoh soal komunikasi matematik (diadopsi dari Oregon Departement of
Education Assessment and Education Samples of Opend Ended Math Tasks,
1996):
39
Jika kita memiliki 31 macam rasa es krim, ada berapa mangkuk es krim dapat
dibuat kalau satu mangkuk isinya dua rasa?
Jelaskan setiap langkah jawabanmu!
Contoh soal komunikasi matematik dalam aljabar linear:
Misalkan u = (3, 2, -1), v = (6, 5, 0), dan w = (4, 0, 1). Carilah hasil dari 2v – (u +
w). Jelaskan apa yang terjadi jika ditambahkan dengan vektor nol. Sketsalah
gambarnya.
c. Penalaran Matematik
Penalaran Matematik adalah penting untuk mengetahui dan mengerjakan
matematika. Kemampuan bernalar memungkinkan peserta didik untuk dapat
memecahkan permasalahan dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah.
Kapanpun kita menggunakan kecakapan penalaran untuk berpikir, maka kita
meningkatkan rasa percaya diri dengan matematika dan berpikir matematik.
Matematika sebagai sebuah bidang studi yang sebagian besar karakteristiknya
adalah tipe penalaran. The Common Core of Learning (Department of
Education, 1996) menyatakan bahwa: “all students… should make reasoned
inferences and construct logical arguments.” Kecakapan penalaran ini
memberi kesan sebuah kemampuan untuk mengenal dan menggunakan deduksi
dan induksi.
Istilah penalaran sebagai terjemahan dari istilah reasoning, dapat
didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta
dan sumber yang relevan (Shurter dan Pierce dalam Sumarmo, 1987). Secara
garis besar terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran deduktif yang disebut
pula deduksi dan penalaran induktif yang disebut pula induksi. Jenis lain dari
induksi adalah apa yang disebut dengan analogi atau lengkapnya analogi
induktif. Inferensi analogi adalah inferensi yang dari keserupaan dua atau lebih
benda dalam satu atau dua hal, kepada keserupaan benda-benda itu dalam
hubungan lain (Sumarmo, 1987).
Menurut NCTM (1989; 2000) dalam kurikulum standar matematika untuk
tingkat 9-12, harus mencakup banyak dan bervariasi pengalaman-pengalaman
yang memperkuat dan memperluas ketrampilan penalaran logis sehingga
semua peserta didik dapat: (1) membuat dan menguji konjektur; (2)
merumuskan yang bukan contoh; (3) mengikuti argumen yang logis; (4)
mempertimbangkan validitas dari argumen; (5) mengkonstruksi argumen yang
valid; dan (6) mengkonstruksi bukti-bukti untuk pernyataan matematik,
termasuk bukti tidak langsung dan bukti dengan induksi matematik.
40
Contoh soal penalaran (analogi) matematik :
Hubungan antara fungsi serupa hubungan fungsi f(x) = xr ,
f (x) = ax , a >o , a 1, x R dengan r bilangan genap , x € R dengan
dengan titik ( 0,1 ) a. Titik ( 0,0 )
b. Titik ( 1,0 )
c. Titik potong pada sumbu y
d. Titik potong pada sumbu x
Alasan :
…………………………………………………………………………………….
Contoh penalaran dalam aljabar linear:
Buktikanlah bahwa jika A adalah matriks orthogonal, maka At juga orthogonal.
Koneksi matematik meliputi koneksi dalam kehidupan sehari-hari dan
memberikan synapses melalui hubungan topik matematika dengan yang lainnya.
Peserta didik sebaiknya mengerti bagaimana menghubungkan matematika ke
subjek lain misalnya: seni, pelajaran sosial, kesehatan, sain dan teknologi, bahasa
dunia, dan seni bahasa inggris. Sebagai contoh, The Common Core of Learning
(Department of Education, 1996) menyatakan bahwa, “all students….should
understand concepts such as location and place…” Hal ini menunjukkan salah
satu dari hubungan interdisipliner misalnya: antara geografi dengan matematik.
Hal ini adalah salah satu cara belajar tentang dunia, jadi merupakan hubungan
bukan dipisahkan dari cara belajar yang lain.
Menurut NCTM (1989:84), koneksi matematik bertujuan untuk membantu
pembentukan persepsi peserta didik, dengan cara melihat matematika sebagai
bagian terintegrasi dengan kehidupan. Koneksi matematik diklasifikasikan ke
dalam tiga macam yaitu: (1) koneksi antar topik matematika, (2) koneksi dengan
disiplin ilmu yang lain, dan (3) koneksi dalam kehidupan sehari-hari (NCTM,
1989; Mikovch dan Monroe, 1994).
Selanjutnya NCTM (1989;2000) menyatakan bahwa dalam kurikulum
standar matematika untuk kelas 9–12, harus mencakupi koneksi dan pengaruh
41
antara berbagai topik matematika dan penerapannya, sehingga peserta didik
mampu: (1) Mengenali representasi yang ekuivalen dari konsep yang sama; (2)
Mengenali hubungan prosedur satu representasi ke prosedur representasi yang
ekuivalen; (3) Menggunakan dan menilai koneksi beberapa topik-topik
matematika; dan (4) Menggunakan dan menilai koneksi antara matematika dan
disiplin ilmu lain. Lebih lanjut NCTM mengemukakan bahwa kurikulum standar
ini menekankan setidak-tidaknya pada dua jenis koneksi, yaitu: pertama, model
koneksi antara situasi masalah yang mungkin muncul dalam dunia nyata atau
dalam disiplin ilmu lain dan representasi matematikanya; kedua, model koneksi
matematika antara dua representasi yang ekivalen dan antara proses
korespondensi masing-masing.
Kutz (1991:272) menyatakan koneksi matematika berkaitan dengan koneksi
internal dan koneksi eksternal. Koneksi Internal meliputi koneksi antar topik
matematika, sedangkan koneksi eksternal meliputi koneksi dengan mata pelajaran
lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari.
Riedesel (1996:33-34) membagi koneksi matematika sebagai berikut: (1) koneksi
antara topik dalam matematika, (2) koneksi antara beberapa macam tipe
pengetahuan, (3) koneksi antara beberapa macam representasi, (4) koneksi dari
matematika ke daerah kurikulum lain, dan (5) koneksi peserta didik dengan
matematika. Selanjutnya Riedesel mengemukakan pula bahwa hasil belajar
matematika peserta didik dapat diukur dengan menemukan hubungan antara
topik-topik, mengembangkan prinsip pengetahuan, dapat membangun beberapa
cara yang berbeda dari representasi sebuah ide, menggunakan matematika sebagai
studi sosial, dan peserta didik sudah merasa nyaman dan percaya diri dengan
matematika.
Dari pendapat-pendapat di atas, jelas bahwa ruang lingkup koneksi
matematika tidak hanya mencakup masalah yang berkaitan dengan pelajaran
matematika semata, namun juga meliputi kehidupan sehari-hari. Menurut
Bruner (dalam Ruseffendi: 1991) tak ada konsep atau operasi yang tak
terkoneksi dengan konsep atau operasi lain dalam suatu sistem. Karena
merupakan suatu kenyataan bahwa esensi matematika adalah sesuatu terkait
dengan sesuatu yang lain. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tiap topik terkait
42
dengan topik dalam matematika maupun dengan topik bidang lain selain
matematika, bahkan dengan kehidupan sehari-hari.
Contoh Koneksi Matematik
(1) Koneksi antar topik matematika
Dalam matematika, setiap topik akan berkaitan dengan topik yang lainnya
dalam suatu permasalahan matematika. Sebagai contoh yaitu koneksi geometri
dan kalkulus sebagai berikut :
Mencari luas daerah di bawah fungsi f(x) = 2x , di atas sumbu-x diantara x = 1
dan x = 2. Dengan geometri, kita menggambar fungsi f(x) = 2x dan luas
daerahnya yang diarsir adalah sebagai berikut :
y
4
2
x
1 2
Dengan kalkulus, kita menggunakan rumus integral sebagai berikut :
b 2
Luas = f(x) dx = 2x dx
a 1
Contoh koneksi matematik dalam aljabar linear dengan kalkulus:
Misalkan ruang vektor P2 mempunyai hasil kali dalam qp, = 1
1)()( dxxqxp .
Carilah p untuk p = x3 dan q = 1 – 3x + 2x2.
(2) Koneksi topik matematika dengan di luar matematika
43
Koneksi dengan di luar matematika terdiri dari koneksi di dalam
kurikulum yaitu dengan mata pelajaran lain dan koneksi dengan dunia nyata.
Matematika sebagai suatu disiplin ilmu dapat bermanfaat bagi pengembangan
disiplin ilmu lain dan memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti yang dikemukakan Selkirk (1982) bahwa matematika bukan hanya
bermanfaat di luar sekolah, namun juga bermanfaat dalam keterpakaiannya
dengan mata pelajaran lain. Matematika berperan sebagai ilmu pengetahuan
pembantu yang ampuh bagi ilmu pengetahuan yang lain, terutama ilmu
pengetahuan eksak. Rutherford dan Ahlgren (1989) mengemukakan bahwa
matematika bermanfaat dalam aplikasi bisnis, industri, musik, sejarah, politik,
olah raga, kedokteran, pertanian, teknik, pengetahuan sosial dan pengetahuan
alam.
Contoh dalam biologi:
Untuk menghitung bertambahnya sejenis bakteri secara eksponensial. Misalkan
mula-mula terdapat k0 bakteri, setelah t1 jam jumlahnya bertambah menjadi k(t1)
buah. Jika bakteri tersebut terus bertambah secara eksponensial, maka jumlah
bakteri setelah tn jam dihitung menggunakan fungsi eksponen adalah sebagai
berikut :
k(tn) = k0 . at , dengan a = k(t1)/k(0)1/t
44
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. sistem blended e-learning untuk meningkatkan kompetensi profesional dan
pedagogi guru matematika.
2. mengembangkan pelatihan sistem blended e-learning pada guru matematika
3. sistem blended e-learning oleh guru matematika
4. menganalisis pengembangan kemampuan profesional dan pedagogi guru
matematika serta pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
Bentuk luaran kegiatan yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah:
(1) Sistem blended learning untuk mata pelajaran matematika yang
mendukung mata kuliah kompetensi profesionalisme guru; (2) Panduan
pelatihan sistem blended learning untuk guru; (3) Meningkatnya kompetensi
profesional dan pedagogi guru, serta hasil belajar siswa; (4) Publikasi artikel
ilmiah jurnal terakreditasi nasional/ internasional; (5) Pembicara kunci pada
seminar nasional/internasional; (6) Buku ajar; (7) Sertifikat HKI
B. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, selain meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogiknya,
juga dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasannya melalui e-
learning.
2. Bagi dosen, dapat memiliki alternatif metode pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar mahasiswa calon guru.
3. Bagi lembaga, dapat memiliki value added dalam penyediaan fasilitas
pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini diharapkan:
(1) Guru dapat menggunakan sistem blended e-learning ini dalam proses
pembelajaran matematika, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
45
profesional dan pedagoginya; (2) Memberikan pengaruh yang positif terhadap
hasil belajar matematika siswa.
C. Kegiatan yang sudah dilaksanakan
Uraian kegiatan yang sudah dilaksanakan dalam 2 (dua) tahun adalah
sebagai berikut:
Tahun pertama:
1. Studi pendahuluan
2. Mengembangkan sistem blended learning untuk mata pelajaran matematika
yang mendukung mata kuliah kompetensi profesionalisme guru.
3. Mengembangkan panduan pelatihan sistem blended learning untuk guru.
4. Validasi isi dan masukan dari ahli terhadap sistem blended learning dan
panduan pelatihannya.
5. Merevisi hasil validasi
Tahun Kedua:
1. Finalisasi pengembangan sistem blended learning untuk mata
pembelajaran matematika yang mendukung mata kuliah kompetensi
profesionalisme guru.
2. Melakukan eksperimen sistem blended learning mata pelajaran
matematika untuk guru dan melakukan pelatihan menggunakan panduan.
3. Menganalisis kemampuan profesional dan pedagogik guru matematika.
4. Validasi dan masukan dari user terhadap sistem blended learning.
5. Merevisi hasil validasi dan eksperimen.
D. Kebaruan Kegiatan
1. Bidang Penelitian
Kegiatan ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian
sebelumnya dengan memiliki kebaruan dalam sistem aplikasinya yang lebih
lengkap dan sudah memiliki standar e-learning internasional yang telah digunakan
diberbagai lembaga pendidikan di seluruh dunia, salah satunya adalah Mooddle.
Selain itu, dalam sistem blended learning ini akan dikembangkan pula bahan ajar
yang dilengkapi dengan animasi yang lebih komunikatif dan interaktif pada mata
46
pelajaran matematika. Selanjutnya sistem tersebut akan dilengkapi dengan
asesmen yang dapat melihat peningkatan hasil belajar siswa. Pembelajaran
menggunakan sistem e-learning ini diharapkan akan berdampak pula pada
motivasi belajar siswa meningkat.
2. Pengabdian kepada Masyarakat
Hasil pengembangan sistem e-learning ini akan di link-kan dengan
Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional), sehingga dapat di akses oleh berbagai
kalangan pendidik secara nasional. Selain itu, bahan ajar yang ada pada sistem
blended e-learning ini, dapat di download oleh dosen, guru, mahasiswa
calon guru, siswa dan pihak lain yang memerlukannya.
47
BAB 4
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Pengembangan (Research and
Development). Model pengembangan yang digunakan yaitu model Thiagarajan
(Four-D), dengan mix method (the multiphase design). Model pengembangan
Four-D terdiri dari empat tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan
(design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Subyek
penelitian ini adalah guru-guru SLTA di Jawa Barat dan para siswanya. Penelitian
yang akan dilakukan direncanakan selama 3 (tiga) tahun dengan tahapan-tahapan
berkelanjutan untuk mencapai tujuan penelitian terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Tahap Penelitian berdasarkan metodenya, dapat dilihat pada Gambar 3.2.
1. Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan
deskriptif kualitatif.
48
2. Tahap pengembangan desain model dengan menerapkan pendekatan
deskriptif, dilanjutkan dengan penerapan ujicoba terbatas desain model
dengan menerapkan metode eksperimen. Setelah ada perbaikan dari uji
terbatas, maka dilanjutkan dengan uji lebih luas dengan metode eksperimen.
3. Tahap validasi model dengan metode eksperimen quasi (pretest-postest with
control group design).
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Gambar 3.2. Tahap penelitian berdasarkan metodenya
1.TAHAP STUDI PENDAHULUAN
Studi
literatur
Studi Lapangan tentang hasil
belajar siswa, kompetensi guru,
kebutuhan, dan budaya
Deskripsi dan
analisis Temuan
(Model Faktual)
Uji Coba Terbatas
Uji Coba Lebih Luas
Evaluasi dan
Perbaikan
Evaluasi dan
Penyempurnaan
Model Hipotetik
Temuan draft
Desain Model e-
learning
Penyusunan
Model e-learning
2. TAHAP STUDI PENGEMBANGAN
3. TAHAP EVALUASI
Model
Final
1. Test Awal
2. Implementasi
Model
3. Test Akhir
49
B. Instrumen dan Teknik Pengumpul Data
1. Observasi; atau pengamatan dilakukan untuk melihat gejala, dan perilaku
serta model pembelajaran yang selama ini digunakan oleh guru dalam
masalah atau fokus yang diteliti. Observasi ini untuk data pendukung yang
meliputi kegiatan pembelajaran dan aktifitas guru dan peserta didik.
2. Wawancara; dilakukan untuk mengetahui pandangan, anggapan atau bahkan
keinginan para guru dan peserta didik dalam meningkatkan daya saing daerah
dan memanfaatkan peluang dan potensi daerah. Wawancara dilakukan dengan
bebas tapi terstruktur dengan instrumen yang telah disusun sebagai panduan
wawancara. Suasana bebas sengaja diciptakan agar memperoleh data
senatural mungkin. Terkadang wawancara dilakukan seperti obrolan biasa
tentang berbagai hal yang terkait dengan pendidikan di Indonesia, sehingga
peneliti mendapat gambaran secara langsung dari para subyek penelitian
tentang pikiran dan pendapat subyek.
3. Partisipatoris; merupakan proses pengumpulan data yang melibatkan
kerjasama aktif antara fasilitator program dan responden pada daerah
pedesaan. Seorang fasilitator program biasanya bertanya tidak dirancang
secara baku, melainkan hanya garis-garis besarnya saja. Topik-topik
pertanyaan dapat muncul dan berkembang berdasarkan proses tanya-jawab
dengan responden.
4. Memberikan tes; dilakukan untuk melihat hasil belajar siswa dan kompetensi
guru, serta efektifitas model e-learning berbasis kebutuhan dan budaya lokal
di pedesaan.
C. Keabsahan Data
Sesuai dengan penelitian yang bersifat kualitatif, maka uji validitas
dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau pembanding (Moleong, 1998: 178). Selanjutnya Moleong
menyebutkan ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksa yang
50
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian
ini dipilih jenis triangulasi dengan sumber dan teori. Keabsahan data dengan
triangulasi melalui sumber antara lain dengan:
1. Membandingkan data pengamatan dengan hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3. Mengkonfirmasikan hasil wawancara dari satu orang ke orang lain yang
sifatnya cross-check.
4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Dalam penelitian ini konfirmasi dan cross-check dilakukan dengan sumber
lain yaitu suami, orangtua dan anak. Triangulasi melalui teori dilakukan dengan
mengkonfirmasikan jawaban-jawaban subyek penelitian dengan teori yang ada
dalam penelitian ini.
D. Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan dalam penelitian kualitatif, yakni transkrip data hasil wawancara dan
pengkategorian data. Kedua hal ini harus dilakukan agar data hasil wawancara
dapat di reduksi dan dianalisis sesuai dengan tema penelitian. Data yang telah
terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik yang beragam, baik tekstual
maupun kontekstual, analisis domain dan analisis konteks. Kemudian analisis data
dilakukan dengan menggunakan:
1. Grounded teori atau pendekatan fenomenologis untuk analisis kualitatif, yaitu
pendekatan yang berupaya melihat suatu keadaan sebagai mana adanya tanpa
ada upaya untuk memberi penambahan, atau dapat dikatakan mencoba
memahami dari sudut pandang subjek, dan didalamnya terdapat unsur
noumenon yaitu hal-hal yang tersembunyi pada diri subjek yang melatar
belakangi dirinya pada saat ini baik dalam bertindak maupun berperilaku.
2. Uji komparatif untuk analisis kuantitatif, yaitu membandingkan dua
kelompok data menggunakan uji t.
51
Luaran yang Ditargetkan
Tahun ke-1:
1. Draf sistem blended learning untuk mata pelajaran matematika yang
mendukung mata kuliah kompetensi profesionalisme guru .
2. Draf panduan pelatihan sistem blended learning untuk guru
3. Publikasi artikel ilmiah jurnal terakreditasi nasional/ internasional.
4. Pembicara kunci pada seminar nasional/internasional
5. Draf buku ajar
Tahun ke-2:
1. Sistem blended learning untuk mata pelajaran matematika yang
mendukung mata kuliah kompetensi profesionalisme guru
2. Panduan pelatihan sistem blended learning untuk guru.
3. Publikasi artikel ilmiah jurnal terakreditasi nasional/internasional
4. Pembicara kunci pada seminar nasional/internasional
5. Draf buku ajar
6. HKI terdaftar
52
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kemampuan Prasyarat Mahasiswa
Sebelum melakukan implementasi e-learning, terlebih dahulu mahasiswa
diberikan tes kemampuan menggunakan komputer dan internet. Tes ini berbentuk
self-test, yang bertujuan untuk melihat kemampuan yang sudah dimiliki
mahasiswa mengenai penggunaan komputer dan internet sebagai kemampuan
prasyarat untuk model pembelajaran berbasis internet yaitu e-learning. Aspek
yang diukur dalam tes ini adalah: 1) kemampuan menggunakan komputer; dan 2)
kemampuan menggunakan internet. Akan tetapi, sub-aspeknya adalah: 1)
personal computer dan sistem operasi windows; 2) aplikasi pengolah kata (word
processing); 3) koneksi internet; 4) web browser; 5) e-mail; dan 6) chatting dan
video conference. Hasil yang diperoleh disajikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Data Prosentase Kemampuan Mahasiswa Menggunakan
Komputer dan Internet
No
item
Prosentase (%)
Setiap item Setiap sub aspek Setiap aspek
B C T B C T B C T
1 88 12 0
61
22
17
62
27
11
2 82 18 0
3 72 28 0
4 7 32 70
5 80 20 0
62
30
8
6 80 20 0
7 82 18 0
8 48 52 0
9 48 37 15
10 70 25 5
11 47 38 15
12 38 28 33
13 8 0 92 37 17 46
14 67 33 0
15 67 33 0
47
43
10
16 18 57 25
17 68 32 0
18 68 32 0
53
19 35 42 23
33
33
34 20 50 48 2
21 23 55 22
22 2 7 91
29
28
43 23 42 56 3
24 50 27 23
25 15 32 53
26 18 17 65
27 47 30 23
28 13 33 53
5
31
64 29 0 30 70
30 0 30 70
Keterangan: B : baik; C : cukup; dan T : tidak mampu
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat digambarkan bahwa kemampuan mahasiswa
menggunakan komputer termasuk “baik” (kategori “cukup” sebanyak 30% dan
kategori “baik” sebanyak 62%, jadi yang tidak mampu menggunakan komputer
sebanyak 8%). Sebagian besar mahasiswa tidak menguasai dalam meng-install
program (software) aplikasi di windows 98 (70%) dan sebagian mahasiswa tidak
menguasai dalam menampilkan simbol-simbol matematika (33%), tetapi
kemampuan lainnya baik. Kemampuan menggunakan internet termasuk “cukup”
(kategori “cukup” sebanyak 33% dan kategori “baik” sebanyak 33%, jadi yang
tidak mampu menggunakan internet 34%). Sebagian besar mahasiswa tidak
mampu dalam mengkoneksikan internet melalui dial-up (91%), menggunakan
popmail (92%), mengirim file atau gambar dengan menggunakan attachment
(65%), dan menggunakan video conference (70%), tetapi kemampuan yang
lainnya cukup baik.
2. Pengembangan Sistem Pembelajaran Elektronik (e-learning)
Sistem e-learning dalam penelitian ini merupakan sistem pembelajaran yang
didalamnya termasuk bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran
secara keseluruhan. Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pada
mata kuliah Standar Kompetensi Guru untuk guru-guru yang sedang mengikuti
studi sebagai mahasiswa Magister Pendidikan di Universitas Pasundan. Untuk
memperoleh bahan ajar yang baik, maka bahan ajar ini diuji-cobakan dan
memperoleh pertimbangan pakar.
54
Tampilan bahan ajar e-learning (online) agak berbeda dengan tampilan bahan ajar
pada offline yang biasa kita gunakan. Sistem e-learning yang digunakan
menggunakan open source “moddle”. Terdapat beberapa fasilitas yang dapat
digunakan pada e-learning agar pembelajaran dapat interaktif. dapat dilihat pada
table 4.2 berikut:
Table 4.2. Desain Bahan Ajar E-learning
Komponen Pembelajaran
Fasilitas e-learning
Materi bahan ajar berupa :
• Teks
• Gambar
• Model animasi
• Menu pilihan untuk melihat contoh soal
dan bukti suatu teorema
• Soal latihan menggunakan feedback
Metode pembelajaran Menggunakan fasilitas :
• Forum diskusi
• Chatting
Tugas Dikirim melalui fasilitas :
• Menu/e-mail
Evaluasi (Quiz) Dikerjakan melalui fasilitas:
• Menu menggunakan feedback
Soal-soal Quiz yang digunakan didesain berbentuk soal pilihan berganda yang
sistematis. Setiap soal terdiri dari beberapa tahap yang hasil jawaban pada setiap
tahapnya diberikan dalam bentuk pilihan berganda dengan menggunakan
feedback. Perhitungan skor quiz ditentukan oleh jawaban pertama dari pilihan
mahasiswa. Mahasiswa tidak dapat memperbaiki jawabannya jika jawaban
tersebut sudah di “save”. Tetapi mahasiswa dapat mencoba menjawab dengan
55
pilihan lain jika mereka ingin mengetahui jawaban yang benarnya melalui
feedback.
Setelah semua fasilitas pembelajaran tersebut lengkap, kemudian
divalidasi (ditimbang) oleh lima orang pakar IT dan matematika. Dengan
pertimbangan kelima orang tersebut diharapkan validitas bahan ajar yang
digunakan dalam penelitian ini dapat diandalkan. Berdasarkan validasi kelima
orang pakar tersebut terdapat beberapa revisi terhadap fasilitas yang digunakan
dan bahan ajar yang ada pada website tersebut. Revisi secara integrasi mengenai
tampilan website, isi materi, penyajian bahasa dan penjelasan, penyajian masalah
(soal-soal), penyajian gambar/ilustrasi, interaktivitas/fasilitas, dan lain-lain yang
digunakan dalam e-learning adalah sebagai berikut: Warna yang digunakan pada
website disarankan tidak terlalu tajam; Materi yang digunakan agar disajikan lebih
jelas; penyajian bahasa lebih spesifik; penyajian masalah (soal-soal) lebih variatif,
dalam penyajian gambar terkadang tidak langsung muncul jika tipe komputer
yang digunakan berbeda, jadi harus menggunakan program untuk memunculkan
gambar (animasi) tersebut; pada forum diskusi diberikan fasilitas untuk meng-
upload file; untuk quiz diberi pengantar terlebih dahulu cara mengerjakannya; dan
skor quiz bisa langsung terlihat.
Sebelum sistem e-learning tersebut dilakukan pra-eksperimen terhadap
mahasiswa, maka dilakukan penimbangan oleh tim ahli, dan hasilnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Timbangan terhadap Bahan Ajar E-learning
No Aspek yang dinilai Penimbang
Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima
Tampilan (Media)
1 Pemilihan jenis dan ukuran
font 3 4 4 3 4
2 Pemilihan komposisi warna 4 5 5 3 4
3 Gambar, video, dan foto 3 4 4 3 5
4 Animasi 4 4 4 4 4
5 Musik dan sound effek 3 4 4 3 5
6 Tampilan layar 4 5 5 3 5
7 Kejelasan istilah 3 4 3 4 5
8 Penggunaan bahasa 4 4 3 5 4
Program
9 Konsistensi buttom, tombol 3 3 4 4 5
10 Kejelasan petunjuk
penggunaan 4 4 4 4 4
56
11 Kemudahan penggunaan 4 5 3 3 5
12 Efisiensi penggunaan layar 4 4 4 4 4
13 Efisiensi teks 4 5 4 4 5
14 Kejelasan visual 4 4 5 5 5
15 Kemampuan untuk
merespon pengguna 4 4 4 4 4
16 Pengaturan suara 3 4 3 4 4
17 Penskoran otomatis 4 4 4 4 4
18 Kecepatan 3 3 4 4 4
Pembelajaran
19 Kejelasan rumusan
kompetensi dasar 4 4 3 4 4
20 Ketepatan pemilihan topik 4 4 4 5 4
21 Konsistensi isi dengan
indikator 4 5 5 5 4
22 Kejelasan uraian materi 4 4 4 5 4
23 Kejelasan contoh yang
diberikan 4 5 5 5 5
24 Penjelasan istilah 4 4 4 4 4
25 Pemberian latihan 5 4 4 4 5
26 Pemberian umpan balik 3 3 4 4 4
27 Keakraban dengan
pengguna 4 3 3 3 4
28 Pemberian motivasi 3 4 3 4 4
Keterangan :
1 = tidak bagus/sangat tidak jelas, 2 = kurang bagus/ tidak jelas,
3 = sedang/cukup jelas, 4 = bagus/jelas, dan 5 = sangat bagus/sangat jelas.
Hasil Uji Keselarasan (Konkordansi) Kendall tersaji pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Uji Konkordansi Kendall untuk
Bahan Ajar E-learning
a . Kendall’s Coefficient of Concordance
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah 0,014 atau
probabilitas dibawah 0,05 (0,014 < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak, dengan
demikian terdapat keselarasan diantara para penimbang dalam memberikan
penilaian terhadap bahan ajar e-learning ini.
N 5
Kendall Wa 0,338
Chi-Square 45,644
df 27
Asymp.Sig 0,014
57
Selanjutnya bahan ajar e-learning tersebut dipra-eksperimenkan. Pra-eksperimen
pertama dilakukan sangat terbatas terhadap lima orang mahasiswa secara
informal. Banyak pengalaman berharga diperoleh melalui kegiatan ini terutama
dalam proses penyempurnaan bahan ajar yang sedang dikembangkan dan dalam
mengkaji proses pembelajaran. Pra-eksperimen kedua dilakukan terhadap 30
mahasiswa Universitas Pasundan Bandung. Revisi terakhir terhadap bahan ajar e-
learning tersebut dilakukan berdasarkan hasil pre-eksperimen tersebut.
Tampilan muka e-learning menggunakan aplikasi Moodle dalam website dengan
address http://elearning.mpm.unpas.ac.id dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Selanjutnya, dapat dilihat pula tampilan menu (Gambar 4.2), judul materi ajar
(Gambar 4.3), materi ajar (Gambar 4.4), dan animasi materi (Gambar 4.5)
Gambar 4.1. Tampilan muka E-learning menggunakan Aplikasi Moodle
58
Gambar 4.2 Tampilan menu e-learning
Gambar 4.3 Tampilan judul materi ajar
59
Gambar 4.4 Tampilan materi ajar
Gambar 4.5. Animasi materi
60
3. Pelatihan E-Learning
Pelatihan e-learning dilakukan agar guru-guru memahami pemanfaatan e-
learning. Pelatihan ini dilengkapi dengan pembimbingan & pendampingan
penggunaan e-learning, dan mencari serta mereview bahan pustaka online.
Gambar 4.6. Para Guru Sedang Memperhatikan Penjelasan dari Narasumber
Gambar 4.7. Nara sumber memberikan pelatihan
Setelah melakukan kegiatan pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan
e-learning dan mencari sumber pustaka online, angket mengenai kualitas
61
pelatihan, pembimbingan dan pendampingan serta manfaat e-learning disebarkan
kepada guru-guru. Selain itu, angket self-test kemampuan menggunakan
komputer, internet, dan mencari sumber pustaka online para peserta, dimana para
peserta menilai kemampuan diri mereka sendiri. Selama kegiatan berlangsung,
kami juga melakukan observasi terhadap kemampuan ICT para guru.
Hasil angket mengenai kualitas pelatihan, pembimbingan, dan
pendampingan e-learning dan mencari sumber pustaka online adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Persentase kualitas pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan e-learning dan
mencari sumber pustaka online
No Pernyataan
Penilaian
Sangat
Baik
(%)
Baik
(%)
Cukup
(%)
Kurang
(%)
1 Tujuan pelatihan 73,3 23,3 - 3,3
2 Materi pelatihan 46,6 50,0 3,3 -
3 Penyajian bahan/materi pelatihan 30,0 70,0 - -
4 Efisiensi penggunaan waktu 20,0 76,6 3,3 -
5 Metode yang digunakan 13,3 83,3 3,3 -
6 Kemampuan narasumber dalam
membawakan materi 43,3 56,6 - -
7 Tempat pelatihan 66,6 33,3 - -
8 Alat dan media pelatihan 40,0 56,6 3,3 -
9 Makanan dan minuman yang
disediakan 40,0 53,3 6,6 -
10 Sikap/ pelayanan staf pelatihan
sejak pendaftaran hingga
berakhirnya pelatihan
60,0 40,0 - -
Rata-rata 43,31 54,3 1,9 0,3
Hasil angket di atas menunjukkan secara umum pelatihan yang dilakukan
sudah baik. 43,31% guru menilai kualitas pelatihan e-learning termasuk pada
kategori sangat baik, 53,3% menilai baik, 1,9% menilai cukup dan hanya 0,3%
yang menilai kurang. Berikut ini ditampilkan diagram batang mengenai kualitas
pelatihan e-learning untuk memudahkan pembaca dalam menilai kualitas
pelatihan yang telah diselenggarakan tersebut:
62
Gambar 4.8 Diagram Kualitas Pelatihan E-learning
Hasil angket mengenai manfaat e-learning bagi guru-guru di kedua mitra
adalah sebagai berikut: (1) memudahkan mencari ilmu pengetahuan; (2)
menghemat waktu; (3) menghemat biaya; (4) memudahkan dan mempercepat
memperoleh referensi materi untuk mengajar; (5) memudahkan pekerjaan; (6)
menjadi sarana komunikasi online yang efektif dan efisien baik dalam negeri
maupun luar negeri; (7) memudahkan dalam mengakses informasi; (8)
memperluas wawasan; (9) mempermudah menyajikan dan menyampaikan materi
pelajaran; (10) memudahkan siswa dalam memahami materi; (11) melatih
kemandirian belajar siswa
Hasil self-test tergambar dalam diagram batang Gambar 4.9 sebagai berikut:
63
Gambar 4.9. Self Test Guru
Keterangan : 1 = Menggunakan komputer dalam penulisan karya tulis ilmiah; 2 =
Menggunakan Internet sebagai penunjang dalam penulisan karya tulis ilmiah; 3 =
Menggunakan webmail seperti yang disediakan di www.yahoo.com dan
www.gmail.com; 4 = Membuat dan mengirim tugas workshop melalui email; 5 =
Membuka dan mengakhiri program Internet Explorer, google chrome, firefox dll;
6 = Menggunakan “search engine” seperti www.google.com atau
www.yahoo.com untuk mencari jurnal, artikel maupun buku yang anda perlukan;
7 = Men-“download” buku/ artikel jurnal dari website ke harddisk/disket; 8 =
Memasang aplikasi chatting dan video conference pada perangkat komputer
maupun handphone; 9 = Menggunakan media sosial untuk komunikasi langsung
via teks, suara maupun camera/video; 10 = Menggunakan WebEx untuk
komunikasi langsung via gambar, suara maupun camera/video; dan 11 =
Mengetahui dan dapat memanfaatkan fitur-fitur pada WebEx.
Kualitas dan manfaat pelatihan e-learning yang diselenggarakan berbanding
lurus dengan kemampuan guru dalam penggunaan e-learning. Hal ini diperkuat
oleh hasil observasi yang menunjukkan bahwa guru terampil menggunakan
komputer dan internet dalam pelaksanaan pelatihan e-learning untuk mencari
sumber pustaka online sehingga proses workshop bisa berjalan dengan baik. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam pemahaman konsep e-learning
dan keterampilan dalam mencari sumber pustaka online mengalami peningkatan.
64
BAB 6
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Penelitian ini direncanakan dilakukan dalam tiga tahapan dalam tiga tahun.
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun ketiga:
1. Implementasi sistem blended learning dan menganalisis efektivitas dari sistem
tersebut. Indikator efektivitas yang akan digunakan adalah meningkatnya
kompetensi guru dan hasil belajar siswa.
2. Melakukan evaluasi dan refleksi terhadap implementasi tersebut.
3. Membuat rekomendasi untuk pengembangan e.-learning selanjutnya.
Luaran yang ditargetkan pada tahun ketiga:
1. Hasil implementasi dari sistem blended learning untuk guru matematika
dalam pengembangan kompetensi profesional dan pedagogik guru dan
pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
2. Finalisasi panduan pelatihan blended learning untuk guru.
3. Publikasi artikel ilmiah jurnal terakreditasi nasional/internasional
4. Pembicara kunci pada seminar nasional/internasional
5. Sertifikat HKI
6. Buku ajar
65
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Kemampuan prasyarat pembelajaran berbasis e-learning mahasiswa dalam
menggunakan komputer termasuk kategori “baik” dan menggunakan internet
termasuk kategori “cukup baik”.
2. Sarana prasarana pembelajaran di perguruan tinggi pada subjek penelitian
cukup memadai untuk menunjang proses pembelajaran. Sudah tersedia
laboratorium komputer yang terkoneksikan pada internet.
3. Pengenalan budaya pembelajaran menggunakan e-learning di perguruan tinggi
tersebut masih dalam tahap emerging dan applying.
4. Prasyarat yang harus tersedia guna dapat berjalannya e-learning secara optimal
harus memperhatikan beberapa pertimbangan, yaitu: learner, learning
materials, learning atmosphere, dan technology.
5. Sistem pembelajaran (e-learning) matematika yang dibuat menggunakan
aplikasi Moddle dengan materi pada mata kuliah standar kompetensi guru
memenuhi kriteria yang memadai.
6. a. Kemampuan guru dalam pemahaman konsep e-learning mengalami
peningkatan.
b. Pemahaman dan keterampilan guru dalam mencari sumber pustaka online
mengalami peningkatan
c. Kualitas pelatihan penggunaan e-learning dan mencari sumber pustaka
online bagi guru-guru termasuk pada kategori baik.
B. SARAN
1. Bagi pemerintah, perlu langkah proaktif membantu tugas lembaga
pendidikan, sebagai pihak yang bertugas untuk menjadi penyedia
infrastruktur -makro dan mikro- untuk kepentingan belajar yang berkarakter
teknologi informasi. Infrastruktur makro yang harus diprioritaskan adalah
pembangunan sistem jaringan komunikasi telepon, untuk meningkatkan
66
angka teledensitas masyarakat Indonesia. Infrastruktur mikro adalah
ketersediaan perangkat komputer dengan fasilitas yang memadai untuk
pembelajaran jarak jauh.
2. Bagi pengembang kurikulum, temuan penelitian mengindikasikan bahwa
kemampuan teknologi informasi mutlak menjadi materi prasyat dalam usaha
mengembangkan e-learning. Dengan demikian pemberian materi yang
berkaitan dengan hal tersebut seyogyanya diperkenalkan secara bertahap
mulai dari tingkat pendidikan yang lebih dini. Pada dasarnya hal ini penting
untuk materi ajar apapun, terutama bagi materi ajar yang mengarah pada
pengembangan daya matematik mahasiswa. Pengembangan daya matematik
membutuhkan model belajar alternative, mengingat salah satu sasaran ajarnya
adalah pengembangan wawasan mahasiswa dalam memanfaatkan matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan lebih konstektual.
3. Bagi tim evaluator (standar nasional), penilaian merupakan bagian yang
terintegrasi dengan proses pembelajaran, dan seyogyanya berkelanjutan serta
dapat memperkuat feedback (umpan balik) dari proses pembelajaran. Penilaian
dapat mengkomunikasikan apa yang diharapkan dan apa yang telah dicapai
dalam proses pembelajaran. Hasil penilaian memberikan umpan balik kepada
mahasiswa yang berkaitan dengan pencapaian hasil belajar matematika
mereka. Disamping itu, hasil penilaian juga dapat memberikan informasi
kepada orang tua mahasiswa mengenai kemajuan belajar anaknya dalam
pembelajaran matematika. Dengan demikian, dibutuhkan format baru dalam
teknis penilaian hasil belajar akhir yang disesuaikan dengan proses
pembelajarannya dengan menggantikan pola yang saat ini ada, yang
cenderung masih mengakomodasi model pembelajaran konvensional yang
menekankan pada aspek kognitif mahasiswa.
67
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang, Kemendikbud. (2011). Survei Internasional TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study).
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Tahun
2006, tentang Standar Isi Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas.
Kistow, B. (2011) “Blended learning in higher education: A study of a graduate
school of business, Trinidad and Tobago”. Caribbean Teaching Scholar,
Vol 1, No 2, November 2011, 115-128: Educational Research
Association.
Moore, J. et al. (2011) “e-Learning, online learning, and distance learning
environments: Are they the same?”. Internet and Higher Education, 14
(2011) 129-135. Elsevier.
National Council of Teachers of Mathematics. (NCTM). (2000). Principles and
Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM
Siahaan, S. (2003). "E-Learning (Pembelajaran Elektronik) sebagai Salah Satu
Alternatif Kegiatan Pembelajaran". Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
No. 042. Tahun Ke-9. Mei 2003.
Siemens, G. (2004). Categories of E-learning. [online]. Tersedia:
http://www.elearnspace.org/articles/elearningcategories.htm
Yaniawati, R. P. (2006). Implementasi e-Learning Matematika dalam Upaya
Meningkatkan Daya Matematik (Mathematical Power) Mahasiswa
Calon Guru. Disertasi S3 pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan
Yaniawati, R. P. (2011). “Model E-Learning untuk Meningkatkan Kompetensi
Guru dan Hasil Belajar Matematika di Pedesaan”. Sekolah Dasar.
Tahun 20, No. 1 Mei 2011, 16-24.
Yaniawati, R. P. (2012). “Pengaruh E-Learning untuk Meningkatkan Daya
Matematik Mahasiswa”. Cakrawala Pendidikan. November 2012, Th.
XXXI, No.3, 381-393.
68
LAMPIRAN
A. Instrumen
1. Self Test
SELF-TEST
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN KOMPUTER DAN INTERNET
Petunjuk pengisian angket:
1. Sebelum menjawab pertanyaan pada angket terlampir, isilah terlebih dahulu
data mengenai anda.
Nama :
Nim/kelas :
Nama Perguruan Tinggi :
2. Jawaban anda tidak akan diketahui oleh siapapun kecuali oleh anda dan
peneliti (saya sendiri), rahasianya akan terjamin. Jawaban anda akan
berfaedah sekali bagi kita. Karena itu jawablah dengan sungguh-sungguh,
lengkap, dan sejujur-jujurnya.
3. Jawaban anda jangan berdasarkan kepada pendapat orang lain, akan tetapi
berdasarkan kepada pendapat anda sendiri.
4. Untuk setiap pertanyaan berikan tanda ( X ) pada kolom (B) bila kemampuan
anda baik, (C) bila kemampuan anda cukup, atau (T) bila anda tidak
mempunyai kemampuan. Yang dipilih dari setiap pertanyaan hanya sebuah
saja.
5. Terimakasih atas kerjasamanya.
69
Personal Computer dan Sistem Operasi Windows B C T
1 Mengetahui bagian-bagian perangkat keras komputer seperti monitor, CPU, keyboard, mouse, harddisk, printer, CD Rom.
2 Mengoperasikan (memulai dan mengakhiri dengan benar) sistem operasi Windows 98
3 Menggunakan Windows Explorer untuk mengelola file (menyalin, menghapus, mengganti nama file dan membuat folder)
4 Meng-install program (software) aplikasi di Windows 98
Aplikasi Pengolah kata (word processing)
5 Mengoperasikan program aplikasi MS Word
6 Dapat membuat file baru dan merekam file ke harddisk atau disket.
7 Dapat membuka file dan mengedit tulisan seperti meng-copy, menghapus teks.
8 Menjalankan instruksi dengan menggunakan menu ( File, Edit, View dst.)
9 Menjalankan instruksi dengan menggunakan toolbar untuk membuat file baru, membuka file, merekam, mencetak dll.
10 Mengatur jenis dan ukuran teks, type teks (tebal, miring, garis bawah)
11 Membuat tabel, menyisipkan kolom dan baris, menghapus tabel.
12 Menampilkan simbol-simbol matematika.
Koneksi Internet
13 Meng-koneksi internet melalui dial-up (komputer pribadi di rumah sendiri via modem).
14 Meng-koneksi internet melalui jaringan komputer lokal ( di warnet).
Web Browser
15 Membuka dan mengakhiri program Internet Explorer
16 Memahami penulisan nama alamat website (domain) dan jenisnya (com, net, org, co.id, go.id, ac.id dll.)
17 Memahami simbol-simbol untuk navigasi ke halaman lain (“hypertext, menu, link”) dan kembali ke halaman sebelumnya (back, home).
18 Menggunakan “search engine” seperti www.google.com atau www.yahoo.com untuk mencari informasi yang anda perlukan.
19 Merekam gambar/ foto dari website ke harddisk/ disket.
70
20 Merekam teks/ tulisan/ artikel dari website ke harddisk/ disket.
21 Men-“download” file dari website ke harddisk/ disket.
E-mail B C T
22 Menggunakan popmail seperti Outlook Express untuk mengoperasikan email.
23 Menggunakan webmail seperti yang disediakan di www.yahoo.com, www.plasa.com.
24 Membuat dan mengirim email ke satu email lain.
25 Mengirim email ke beberapa email sekaligus ( CC atau BCC)
26 Mengirim file atau gambar dengan menggunakan “attachment”.
27 Menghapus email yang sudah tidak diperlukan.
Chatting dan Video Conference
28 Menggunakan MIRC untuk chatting
29 Menggunakan Yahoo Messenger untuk komunikasi langsung via teks, suara maupun camera/video.
30 Menggunakan Netmeeting untuk komunikasi langsung via teks, suara maupun camera/video.
71
2. Soal Standar Kompetensi Guru
SOAL STANDAR KOMPETENSI GURU
MATA PELAJARAN : 180 – Matematika
WAKTU : 100 Menit
1. Persamaan 2 2x y ax by c merupakan persamaan lingkaran, jika
dipenuhi
A. 2 2 4 0a b c
B. 2 2 4 0a b c
C. 2 2 4 0a b c
D. 2 2 4 0a b c
E. 0a b c
2. Berikut ini merupakan pernyataan yang benar, kecuali
A. Untuk tiap nilai k, persamaan x-y+4 + k(x+y-6) =0 menyatakan
persamaan garis yang melalui perpotongan garis x-y+4=0 dan x+y-
6=0.
B. Jika (p,q) pada lingkaran 2 2 2( ) ( )x a y b r maka garis 2( )( ) (q b)( )p a x a y b r menyinggung lingkaran di titik
(p,q).
C. Bentuk umum persamaan garis adalah ax + by + c =0 dengan a,b tidak
serentak nol.
D. Fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c , a ≠0 memotong sumbu x di
sebelah kanan sumbu y bila a dan c bertanda sama.
E. Jarak kedua titik pusat lingkaran yang bersinggungan sama dengan
jumlah kedua jari-jarinya.
3. Berikut ini merupakan pernyataan yang benar kecuali
A. Himpunan bilangan Rasional tertutup terhadap operasi penjumlahan
B. Jumlah dua bilangan irasional adalah irasional
C. Diantara dua bilangan irasional terdapat satu bilangan irasional lainnya
D. Jika x dan y dua buah bilangan real, maka (x – y)(y - x) ≤0.
E. Jika a < 0 < b < maka 1 1
.a b
4. Berikut ini merupakan pernyataan yang benar, kecuali
A. Jika abc >0 dan (a,b,c) titik di R3 maka titik tersebut terletak di oktan
1, 3, 6, 8
72
B. Jika abc = 0 dan (a,b,c) titik di R3 kecuali di O, maka titik tersebut
terletak di salah satu sumbunya
C. Tidak mungkin dua buah interval buka yang beririsan hanya punya
satu titik persekutuan
D. Untuk sembarang bilangan real p, persamaan 2 2 0x y x py
merupakan persamaan lingkaran
E. Garis ax - y = c selalu tegak lurus garis x + ay = c.
5. Nilai 0 0 0 0 0 0cot 91 cot189 cot 92 cot188 ... cot144 cot146
A. 44
B. 45
C. 46
D. 90
E. 990
6. Nilai a dan b berturut-turut agar 3
1
( )lim 2
1x
ax bx
x
adalah
A. 1 dan 1
B. 1 dan -1
C. -1 dan 1
D. -1 dan -1
E. 1 dan 2
7. Diketahui ABCD adalah persegi, dan P terletak pada BC dengan
1
3BP BC dan Q terletak pada CD dengan
2
3CQ CD . Jika X
menyatakan besar sudut APQ, maka nilai cos2X adalah
A. 4
5
B. 3
5
C. 3
5
.
D. 4
5
E. 1
10
8. Jika dan
A. 2
B.
73
C. ½
D. ¼
E. - ¼
9. Nilai 3
20
sin 2lim
xsin 4x
x
x adalah
A. 0
B. ∞
C. 2
D. 1
E. ½
10. Semua nilai x yang memenuhi 2x
xx
adalah
A. 2x
B. 2 1x
C. 2x
D. 2 0 2x x
E. 2 0x
11. Diketahui a,b,c vektor-vektor pada bidang dengan a + b + c = 0, b = i +
2j, ,b c sudut antara vektor a dan c. Jika luas segitiga yang dibentuk
ketiga ujung vektor-vektor tersebut adalah 5 satuan luas, maka nilai tan
adalah
A. ½
B. √5
C. 1
55
D. 2
55
E. ½ √5
12. Nilai integral 2
2
3 ( 2)x x dx
adalah
A. 0
B. -4
C. -2
D. -24
E. 8
13. Barisan bilangan aritmetika terdiri dari 21 suku. Suku tengah barisan
tersebut adalah 52, sedangkan U3 + U5 + U15 = 106. suku ke–7 barisan
tersebut adalah …
A. 27
B. 30
74
C. 32
D. 35
E . 41
14. Jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah . Beda deret
tersebut adalah...
A.
B.
C.
D. 5
E.
15. Jika titik A adalah (3, –2, –4), B adalah (–5, –6, 4) dan titip P membagi di
dalam ruas garis AB dengan perbandingan 3 : 1 maka koordinat P adalah . . .
A. (3, –4, 2)
B. (–3, –5, 2)
C. (–3, 5,2)
D. (–3, 4, 4)
E. (–3, –4, 4)
16. Suatu fungsi didefinisikan oleh rumus .
Grafik fungsi tersebut terletak di antara ...
A. Sumbu dan garis
B. Garis dan garis
C. Sumbu dan garis
D. Garis dan garis
E. Garis dan
17. Akar-akar persamaan kuadrat adalah dan .
Persamaan kuadrat yang akar-akarnya dan adalah ...
A.
B.
C.
D.
E.
18. Ditentukan : Bila selalu
negatif untuk setiap , maka nilai haruslah memenuhi :
A.
75
B.
C.
D.
E.
19. Langkah yang benar untuk menggambarkan kurva
adalah
A. Gambarkan terus geser ke kanan 1 satuan dan geser ke atas
2 satuan
B. Gambarkan terus geser ke kanan 1 satuan dan geser ke atas
1 satuan
C. Gambarkan terus geser ke kanan 1 satuan dan geser ke
bawah 1 satuan
D. Gambarkan terus geser ke kiri 1 satuan dan geser ke atas 2
satuan
E. Gambarkan terus geser ke kiri 1 satuan dan geser ke atas 1
satuan
20. Perhatikan gambar berikut. Yang benar untuk tanda-
tanda a,b,c adalah
A.
B.
C.
D.
E.
21. Jika diketahui , maka yang benar adalah
A. kurva memotong sumbu minimal di satu titik
B. kurva memotong sumbu di dua titik
C. kurva memotong sumbu paling sedikit di satu titik
D. kurva memotong sumbu di dua titik
E. kurva memotong sumbu paling sedikit di satu titik
22. Berikut ini benar, kecuali
A. Persegi panjang termasuk jajar genjang
B. Persegi termasuk persegi panjang
C. Persegi panjang termasuk trapesium
D. Lingkaran termasuk elip
E. Lingkaran terbesar yang dimuat persegi berdiameter dua kali sisi
persegi
76
23. Perbandingan sisi Persegi yang memuat lingkaran terbesar di dalamnya
dengan persegi terbesar yang dimuat dalam lingkaran tersebut adalah
A.
B.
C.
D.
E. 3:
24. Misalkan memiliki range berikut ini
merupakan domain yang mungkin, kecuali
A.
B.
C.
D.
E.
25. Daerah hasil/range pada adalah
A.
B.
C.
D.
E.
26. Semua nilai yang memenuhi ketaksamaan adalah
A.
B.
C.
D.
E.
27. Gambar di samping menunjukkan gambar juring dua lingkaran sepusat,
dengan radius nya yang panjang adalah m dan yang pendek n.
Perbandingan luas tembereng yang kecil dengan yang besar adalah
A.
B.
C.
D.
E.
77
28. Misalkan ) maka yang benar mengenai fungsi tersebut
adalah
A. Maksimum 2, minimum -2, periode
B. Maksimum 2, minimum -2, periode .
C. Maksimum 2, minimum 0, periode
D. Maksimum 2, minimum 0, periode
E. Maksimum 2, minimum -2, periode
29. Misalkan maka yang benar mengenai fungsi tersebut adalah
A. Asimtot tegak dan asimtot datar
B. Asimtot tegak dan asimtot datar
C. Asimtot tegak dan asimtot datar
D. Asimtot tegak dan asimtot datar
E. Asimtot tegak dan asimtot datar
30. Berikut ini adalah fungsi yang memiliki invers dirinya, kecuali
A.
B.
C.
D.
E.
31. Karena matematika adalah ilmu terstruktur dari konsep simpel ke
kompleks - dari materi yang mudah ke yang sukar - konsep sebelumnya
menjadi prasayarat untuk konsep selanjutnya, maka pelaksanaan
pembelajaran di kelas :
A. boleh dari konsep yang dikuasai guru asal sesuai dengan
kemampuan berpikir siswa
B. sesuai dengan trend masa kini supaya tidak dikatakan out of date
C. mengikuti alur struktur tersebut supaya tidak mengundang masalah
D. memantapkan penguasaan konsep sebelumnya sebelum lanjut ke
konsep berikutnya
E. menggunakan sajian peta konsep agar tampak keterkaitannya satu
sama lain
32. Pembelajaran matematika biasanya dipandang negatif oleh sebagaian besar
siswa karena tidak menyenangkan, ruwet, banyak tugas, dan gurunya
terlalu serius. Oleh karena itu seyogianya dalam melaksanakan
78
pembelajaran, guru senantiasa berwajah ramah, tutur kata lembut
menyejukkan, tidak kikir memberi pujian, terbuka kritik, serta senyum-
canda. Hal ini berkenaan dengan reinforcement (penguatan) yang
dikemukakan oleh:
A. Ausubel
B. Skinner
C. Gagne
D. Pavlov
E. Baruda
33. Sesuai dengan tahap perkembangan kermampuan berpikir siswa, bahwa
pengkonkretan konsep abstrak matematika perlu dilakukan dalam
pembelajaran matematika, bisa dengan benda sebenarnya-model-
gambar/diagram-sketsa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh tokoh di bawah ini, kecuali :
A. Piaget
B. Brunner
C. Dienes
D. Van Hiele
E. Polya
34. Penerapan teori tentang peta pikiran dari Buzan pada pelaksanaan
pembelajaran adalah:
A. otak tidak bekerja secara skematik, melainkan acak
B. sajian guru sebaiknya tidak menggunakan peta konsep, begitu pula
dengan catatan siswa sebaiknya naratif
C. catatan kreatif sesuai dengan bahasa siswa dan berupa skema akan
lebih efektif dalam belajar
D. guru menugaskan siswa untuk membaca naskah materi bahan ajar
kemudian siswa mempresentasikannya
E. guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan redaksi yang
tertulis pada buku sumber
35. J. Canfield mengemukakan bahwa komunikasi positif akan efektif.
Implikasinya dalam pembelajaran adalah tidak dengan :
A. menumbuhkan kesan positif, pribadi maupun materi bahan ajar
B. bersikap mengajak dan bukan memerintah, negosiasi bukan
imposisi
C. melakukan komunikasi non verbal dalam bentuk kontak mata,
ekspresi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok
D. partisipatif, objektif, optimis, memperbaiki diri, dan punya
alternative
E. pesimis, prasangka, pembenaran, membiarkan, penakut, pemalu,
dan menyalahkan
36. Pengertian hands-on dalam pembelajaran matematika adalah bahwa :
79
A. siswa belajar dengan melakukan-mengalami-mengerjakan
B. guru melakukan demonstrasi
C. siswa belajar di dalam dan di luar kelas
D. guru menjelaskan-memberi contoh-latihan-evaluasi
E. belajar dikaitkan dengan kehidupan nyata
37. Pembelajaran dengan prinsip minds-on adalah dengan cara :
A. membiarkan siswa menghindar dari belajar
B. membebaskan siswa untuk berfikir sesuai dengan kemampuannya
C. memusatkan perhatian dan pikiran siswa fokus terhadap prilaku
guru
D. mengabaikan siswa sesuai dengan tujuan ia belajar
E. pikiran siswa berfungsi optimal dalam aktivitas belajar
38. Pembelajaran matematika dengan prinsip konstruksivis adalah :
A. segalanya diberitahukan dan siswa tinggal mencatat
B. sifat-teorema-rumus dibuktikan oleh guru
C. teori diinformasikan kemudian siswa diberi soal latihan untuk
pendalaman
D. dengan bimbingan guru siswa membangun pengertian-konsep-
aturan
E. guru mengajar dengan menggunakan peta konsep
39. Agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, mudah dipahami siswa, dan
dapat dirasakan manfaatnya, kaitkanlah konsep dengan kondisi kehidupan
aktual siswa sehari-hari. Pembelajaran seperti itu disebut pembelajaran
dengan menggunakan prinsip :
A. daily life
B. diary life
C. prairie life
D. pure life
E. long life
40. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah
bermanfaat untuk:
A. melatih siswa dengan soal yang sulit
B. melatih kesulitan siswa dengan soal yang bermanfaat
C. mengembangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan
persoalan tidak rutin
D. melatih kesabaran dalam menyelesaikan masalah hidup
E. mengembangkan tingkat kognitif rendah
41. Contoh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah adalah dengan mengemukakan persoalan :
A. tentukan nilai dari Sin 30o
B. mengapa nilai Sin 30o sama dengan 0,5
C. berapakah Sin2 30o + Cos2 30o
80
D. tunjukkan bahwa Sin 30o = Cos 60o
E. buktikan bahwa Sin2 x = 1 – Cos2 x
42. Persoalan matematika yang termasuk open ended adalah :
A. tunjukkan bahwa alog x = 0, a > 0, maka nilai x = 1
B. carilah matriks yang tidak mempunyai invers kali
C. buktikan bahwa panjang diagonal ruang kubus dengan rusuk x
adalah xV3
D. apakah kubus itu balok atau balok itu kubus ?
E. apakah perbedaan turunan fungsi dan fungsi turunan ?
43. Pembelajaran dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang bersifat
membimbing-menuntun-menggali kemampuan siswa sehingga
menemukan-membangun pengertian baru disebut dengan :
A. ceramah
B. ekspositori
C. realistik
D. koperatif
E. probing
44. Soal pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah soal
dalam bentuk :
A. cerita
B. kalimat panjang
C. cerita yang algoritmanya diketahui
D. soal yang jawabannya memang sulit bagi siswa
E. soal yang algoritmanya harus ditemukan
45. Pembelajaran koperatif dengan sintaks informasi, kerja kelompok
berpasangan sebangku, presentasi, diskusi kelas, refleksi, dan evaluasi
disebut :
A. STAD
B. TPS
C. SAVI
D. Jigsaw
E. PBL
46. Agar siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi-
sosialisasi--kolaborasi-empati – tanggung jawab, model pembelajaran
yang tepat adalah dengan menggunakan :
A. tanya-jawab
B. penugasan
C. drill
D. demonstrasi
E. koperatif
47. Materi bahan ajar untuk mengembangkan kemampuan inkuiri adalah :
81
A. menggunakan rumus turunan fungsi
B. menyelesaikan persamaan matriks
C. menentukan batas nilai probabilitas
D. menghitung jarak titik terhadap bidang
E. menurunkan rumus integral sebagai balikan dari turunan
48. Contoh kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
koneksi matematika adalah :
A. melaksanakan apersepsi dengan bertanya-jawab lisan
B. memberikan contoh aplikasi rumus dalam konteks lain
C. memberikan tugas soal yang serupa dengan contoh
D. diskusi kelompok untuk menemukan rumus
E. memberikan tugas merangkum
49. Strategi untuk mengembangkan kemampuan penalaran adalah :
A. membuat soal dengan kata tanya mengapa, bagaimana, darimana
B. memberikan tugas kelompok untuk membuat peta konsep tentang
materi yang barusan dipelajari
C. mengadakan tes tertulis dengan sajian soal yang memang sulit
D. menugaskan siswa untuk membuat soal yang sesuai dengan materi
yang akan dibahas
E. membuat rangkuman
50. Proses untuk membentuk dan mengembangkan kompetensi matematika
bisa dilakukan dengan melalui :
A. investigasi, yaitu menggali kemampuan yang telah dipelajari
sebelumnya
B. eksplorasi, yaitu menyimpulkan dari contoh-contoh yang disajikan
C. abstraksi, menyelidiki-mengidentifikasi pola-aturan atau gejala
yang tampak
D. generalisasi, mengumumkan hasil pekerjaan yang telah selesai
E. konjektur, membuat pernyataan matematika yang bernilai benar
berdasarkan pengamatan –eksperimen, namun belum dibuktikan
82
B. Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasinya
No Nama/NIDN Instansi
Asal
Bidang
Ilmu/
Pendidikan/
Jabatan
fungsional
Alokasi Waktu
(jam/minggu)
Uraian Tugas
1 Prof. Dr.R.Poppy
Yaniawati, M.Pd/
00210168002
(Ketua)
Universitas
Pasundan
Pendidikan
Matematika/
S3/ Guru
Besar
12
jam/minggu • Penanggung jawab kegiatan
• Mengkoordinasikan seluruh
kegiatan penelitian.
• Menyusun rencana kerja setiap
kegiatan.
• Membuat instrumen
penelitian
• Membuat bahan ajar
• Melakukan uji coba instrumen
penelitian dan bahan ajar
• Melakukan pelaksanaan e-
learning
• Melakukan Evaluasi dan
refleksi
• Menyusun laporan
2 Bana G.
Kartasasmita,
Ph.D/
0424083701
(Anggota)
Universitas
Pasundan
Pendidikan
Matematika/
S3/ Lektor
Kepala
10
jam/minggu • Menyusun rencana kerja
setiap kegiatan/tahun
• Merancang dan membuat bahan
ajar berbasis web (sistem e-
learning)
• Melakukan uji coba sistem e-
learning
• Melakukan pelaksanaan e-
learning
• Melakukan Evaluasi dan
refleksi
• Membantu menyusun
laporan
3 Irsan
Apriandinata
(Mahasiswa)
Universitas
Pasundan
Pendidikan
Matematika
6 jam/minggu • Membantu melakukan uji
coba instrumen dan bahan ajar
• Membantu mengumpulkan
data
• Membantu menganalisis
• Membantu evaluasi dan
refleksi
4 Tanti Misriati
(Mahasiswa)
Universitas
Pasundan
Pendidikan
Matematika
6 jam/minggu • Membantu melakukan uji
coba instrumen dan bahan ajar
• Membantu mengumpulkan
data
• Membantu menganalisis
• Membantu evaluasi dan
refleksi
83
84
1. Publikasi pada Jurnal Internasional
85
E-Learning Assisted Problem Based Learning to Enhance Self-Regulated
Learning and Its Impact on College Students’ Mathematical Problem Solving
Skill
R. Poppy Yaniawati
Mathematics Education, Faculty of Education, Pasundan University, Bandung, Indonesia
e-mail: [email protected]
Bana G. Kartasasmita
Mathematics Education, Faculty of Education, Pasundan University, Bandung, Indonesia
e-mail: [email protected]
Rahayu Kariadinata
Mathematics Education, Faculty of Syariah, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia
e-mail: [email protected]
Jusep Saputra
Mathematics Education, Faculty of Education, Pasundan University, Bandung, Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to analyze the effectiveness of e-learning assisted problem based learning
(PBL) to enhance self-regulated learning and its impact on college students’ mathematical
problem solving. This study used mixed methods research with embedded design by
comparing groups of e-learning assisted PBL and conventional learning. The subjects were
undergraduate students of mathematics education in Bandung Indonesia. The instruments
were test, questionnaire, interview guidelines, and observation guidelines. The results show
that: The mathematical problem solving ability of students who used e-learning assisted PBL
is better rather than those who used conventional learning; The self-regulated learning of
students who used e-learning PBL is better rather than those who used conventional
learning; There is an influence of self-regulated learning on mathematical problem solving
skill.
Keywords: problem based learning; e-learning; mathematical problem solving; self-regulated
learning.
INTRODUCTION
The attainment of learning process in higher education can be identified by the level of
comprehension, material mastery, as well as students’ problem solving skill. According to NCTM
(2000), mathematics learning aims to develop students’ mathematical problem solving,
mathematical reasoning and proof, mathematical communication, mathematical connection,
mathematical representation, knowledge of technology, and dispositions. Thus, mathematical
problem solving skill is an essential cognitive competence in mathematics.
Students’ mathematical problem solving skill needs enhancement, Yaniawati (2012) stated that the
pre-service teachers’ mathematical skills have not been optimum yet. Most of the students are not
familiar with the completion of mathematical skill questions. Mathematical skill can be defined as
the ability to solve mathematical problems, mathematical communication, mathematical reasoning
and proof, as well as mathematical connection.
There are several factors which influence the limited mathematical problem solving skill of the
students, such as students’ limited prerequisite knowledge to solve problem solving questions.
Additionally, the monotonous mathematics learning process which tends to be mechanical does
86
not habituate the students to think rigorously. The mathematics learning process carried out by
most teachers is still in the conventional way (teacher centered).
The Problem Based Learning (PBL) model is one of the learning models to enhance mathematical
problem solving skills. PBL is an approach to learning and instruction with the following
characteristics: (1) the use of problems as starting points for learning, (2) small-group
collaboration, and (3) flexible tutor guidance. Since problems steer the learning process, (4) the
number of lectures are limited. The latter is in line with the idea that (5) learning is to be student-
initiated and that (6) ample time for self-study should be available (Hmelo-Silver 2004; Schmidt
1993) in Sockalingam (2011).
PBL is based on cognitive psychology, so that the focus of teaching is not necessarily on what the
students are doing, but on what they are thinking as they conduct the activities. The lecturer has a
role as the guide and facilitator, so that the students can learn how to think as well as to solve their
own problems. Problem Based Learning was originated from the research of Dewey (Ibrahim,
2000). John Dewey suggested that lecturers should encourage students to be engaged in problem-
oriented projects or tasks and assist them to study those problems. Efficient learning or problem
based learning is driven by the students’ innate desire to personally discover meaningful situations
that is the relationship between PBL and Dewey psychology.
Setiana (2014) showed that implementation of problem based learning can create more conducive
learning, improve students’ participation in classroom activities, and create learner-centered
learning. This results in better improvement in mathematical problem solving skill of students who
are learning with problem based learning rather than those who use conventional learning.
Therefore, the PBL model is one of the effective models to improve mathematical problem solving
skill.
In addition to the mathematical problem solving skill, self-regulated learning is also an essential
component that matters in learning mathematics. Self-regulated learning also determines students’
achievement in learning. Darr and Fisher (2004) in Izzati (2012) stated that “self-regulated
learning has strong correlation with students’ learning success”.
Students’ self-regulated learning can be achieved if the students are given wide opportunity to
study independently in the mathematics learning process. The students do not only acquire
knowledge by doing what is instructed by the lecturers, but also they are able to construct
knowledge specifically mathematical concepts from the information received, although they still
need guidance from the lecturers.
Utilization of e-learning in mathematics has positive influences. Other than as an effort in
solving technical problem as learning media, this can also become an effort to address substantial
learning problem as learning material. During the implementation process, students can empower
themselves to study independently without time and distance constraints so that their independence
can be encouraged after involvement in the e-learning process, for cognitive and affective
competences, and the development of creativity, for the stakeholders in education (Yaniawati,
2010). However, research of Yaniawati (2013) reported that blended learning is more effective
than full e-learning and conventional learning.
Based on the previous explanation e-learning assisted PBL enables students to improve problem
solving skill through self-regulated learning as the moderation. The research questions are as
follows: 1) Are there any differences in problem solving skill of students who receive e-learning
PBL and those who receive conventional learning based on Students’ Academic Competence (high
and low achiever)? 2) How is the self-regulated learning of students who receive e-learning PBL
and those in conventional learning based on Students’ Academic Competence (high and low
achiever)? 3) Does self-regulated learning influence students’ achievement on mathematical
problem solving skill?
87
To answer the aforementioned research questions, we conducted the research on students at the
Mathematics Education Department, Pasundan University, Bandung, Indonesia.
METHOD Participants A number of 100 undergraduate students (second semester) of Mathematics Education at Pasundan
University participated in this research. 50 of those were categorized as the experimental group
while the other 50 were categorized as the control group, in which the participants were selected
randomly. Both groups were asked to take the Students’ Academic Competence test where in each
group there were to be found high and as low achiever students. In the experimental group there
were 24 students classified as high achievers and 26 students low achievers. In the control group
there were 27 students of high achievers and 23 students of low achievers.
Material and procedure This research was conducted for seven meetings before mid-term test. The research material was School Mathematics III, a second semester course. The students discussed the available topics on e-learning every week based on a list of problems. The material discussed was three dimensions. The topics are as follows: (1) locus of point, line and plane in three-dimension in space; (2) distances involving points, line, and planes in three-dimension; (3) angles between lines, line and plane, plane and plane. Before conducting the lesson, a pre-test was taken to discover the students’ prior knowledge. Additionally, validation for the test was done out by four experts to ensure that the e-learning system is valid for the learning material. There after the e-learning assisted PBL was implemented. There were several stages in implementing the e-learning assisted PBL: orienting the students to the problem, organizing the students to study, guiding individual and group investigations, developing and presenting their work, analyzing and evaluating problem solving process. During the learning process of PBL, the students were able to access e-learning, for example at stage 3 (guiding individual and group investigations) based on the lecturer’s instruction. After the lesson was finished, the students were able to re-open e-learning wherever and whenever they wanted as encouragement for those who still do not comprehend the lesson in the classroom, as well as enrichment for those who were able to comprehend the material quickly. During the lesson, observations were conducted by observers. At the end of the lesson, the students were given a post-test which was composed of 6 problem-solving questions, 30 questions of self-regulated learning questionnaire in the form of Likert scale, as well as interview on e-learning assisted PBL, problem solving skill, and self-regulated learning. Analysis To discover the prior knowledge of students who received e-learning assisted PBL and those who
received conventional learning, the students were given a pretest based on Students’ Academic
Competence. The students were classified into high and low achievers with the students’ scores
compared to the average score of the combined experimental and conventional classes. The
students with below average score were classified into low-achiever group, while those who
received higher score were classified into high-achiever group. From the pretest, descriptive
statistics, data normality and homogeneity, as well as the result of t-test and two way ANOVA
were obtained. Post-test is conducted to discover effectiveness of PBL with e-learning. From the
post-test, descriptive statistics, data normality and homogeneity, as well as the result of two way
ANOVA were obtained. Improvement of mathematical problem solving skill was measured by
normalized gain, while the students’ self-regulated learning was analyzed by Mann-Whitney test
88
due to abnormal distribution of the data. Linear regression test was used to find the influence of
students’ self regulated learning on enhancement of PBL skill.
RESULTS Students’ mathematical problem-solving skill
The result of students’ mathematical problem skill test is shown on the table 1:
Table 1 Students’ mathematical problem solving skill based on students’ academic competence
Students’
Academic
Competence
Experiment Class
(PBL using e-learning)
Control Class
(Expository learning)
Pretest Posttest N-Gain Pretest Posttest N-Gain
S
S
S
S
S
S
High
Achiever 44,00 6,65 87,17 13,91 0,57 0,18 44,63 9,97 74,63 19,46 0,39 0,27
Low
Achiever 37,35 7,39 54,81 10,51 0,21 0,15 40,26 11,15 45,35 14,10 0,03 0,23
Total 40,54 7,74 70,34 20,34 0,39 0,24 42,62 10,64 61,16 20,15 0,21 0,28
Note: Ideal Maximum Score 120
In Table 1, it can be seen that the gain average of mathematical problem solving skill for students
who received PBL using e-learning is higher than the students who received conventional learning
in each group of Students’ Academic Competence. The highest gain average of mathematical
problem solving skill is achieved by the experiment class of high-achiever group, while the lowest
gain average of mathematical problem solving skill is achieved by the control class of low-
achiever group.
The gain of mathematical problem solving skill based on students’ academic competence (high
and low achievers) was tested by utilizing two way ANOVA. The calculation result is shown
below:
Table 2 Results of two-way ANOVA test on gain scores based on Students’ Academic
Competence (SAC)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:N-Gain
Source
Type III Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model 3.936a 3 1.312 27.801 .000
Intercept 8.834 1 8.834 187.201 .000
Class .000 1 .797 16.891 .000
SAC 3.320 1 3.320 70.347 .000
Class * SAC .000 1 2.522E-5 .001 .982
Error 4.530 96 .047
Total 17.557 100
Corrected Total 8.466 99
a. R Squared = ,465 (Adjusted R Squared = ,448)
89
The table above shows sig score 0,000 based on the class. Since sig < 0,05, then Ho is rejected,
meaning that there is significant improvement of students’ mathematical problem solving skill
between experimental and control class. Based on Students’ Academic Competence, sig score
0,000 is obtained; since sig< 0,05, then Ho is rejected, meaning that there is significant
improvement of students’ mathematical problem solving skill between the high and low achiever
groups.
To determine the students’ self-regulated learning, it is discovered that, after normality test, the
data was abnormal. Therefore, the next step is to analyze the average differences of both classes by
utilizing non-parametric statistics with Mann-Whitney test.
Table 3 Result of Mann-Whitney test on students’ self-regulated learning
Test Statisticsa
Mann-Whitney U 1001.000
Wilcoxon W 2276.000
Z -1.719
Asymp. Sig. (2-tailed) .086
a Grouping Variable: the class
Based on Table 3, it is found that sig score (2-tailed) is 0,086, so that the score
0,043 < 0,05, then Ho is rejected, so that H1 is accepted. It means that the self-regulated learning
data of the experimental class students is higher than that of the control class. Therefore, it is
concluded that at α = 0,05, the self-regulated learning of the students’ with e-learning assisted PBL
is better than the students who received conventional learning.
Two-way ANOVA test is used to discover whether there are differences on average scores of both
groups based on Students’ Academic Competence classification (high and low achievers). The
calculation result is provided in Table 4.
Table 4 Results of two way ANOVA on the students’ self-regulated learning based on students’
academic competence (high-low achievers)
Multiple Comparisons
Self-regulated learning
Tukey HSD
(I) SAC (J) SAC
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
High Achiever
(HA)
Experimental
Low Achiever
(LA) Experimental
12.11* 1.750 .000 7.53 16.68
HA Control 5.13* 1.734 .020 .60 9.67
LA control 14.92* 1.804 .000 10.20 19.64
90
LA
Experimental
HA Experimental -12.11* 1.750 .000 -16.68 -7.53
HA Control -6.97* 1.699 .000 -11.41 -2.53
LA Control 2.81 1.770 .390 -1.81 7.44
HA Control HA Experimental -5.13* 1.734 .020 -9.67 -.60
LA Experimental 6.97* 1.699 .000 2.53 11.41
LA Control 9.78* 1.754 .000 5.20 14.37
LA Control HA Experimental -14.92* 1.804 .000 -19.64 -10.20
LA Experimental -2.81 1.770 .390 -7.44 1.81
HA Control -9.78* 1.754 .000 -14.37 -5.20
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = 38,223.
In Table 4, it can be seen that almost all item have score of 0,000, less than 0,05; this indicates that
Ho is rejected and H1 is accepted: then there is significant difference in average score of self-
regulated learning among the two related groups. There is only one sig score = 0,390, more than
0,05, for low achievers of the experimental group and low achievers of the control group.
The results above can be interpreted that, based on Students’ Academic Competence (high and low
achievers), it is discovered that there are significance differences between the self-regulated
learning of high achievers and low achievers who received PBL with the help of e-learning.
Furthermore, there are also considerable differences between the self-regulated learning of high
achievers who received PBL with the help of e-learning and high achievers who received
conventional learning. There are also significant differences between the self-regulated learning of
low achievers who received PBL with the help of e-learning and high achiever who received
conventional learning. However, there is no considerable significant between the self-regulated
learning of low achievers who received PBL with the help of e-learning and that of low achiever
who received conventional learning. There are also considerable differences between the self-
regulated learning of high and low achievers with conventional learning.
The influence of self-regulated learning on problem solving skill
Table 5. Linear Regression Summary Model
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error for the
Estimate
1 .939a .881 .880 7.775
In Table 5, it is seen that the determination coefficient R2 indicates that there are influences from
self-regulated learning on problem solving skill with R2 score at about 0,881. The influence
percentage of self-regulated learning variable toward problem solving skill is 88,1%, while the rest
(11,9%) is influenced by other variables.
Tabel 6. Linear Regression Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -24.356 3.434 -7.092 .000
Self-regulated
learning
2.509 .093 .939 26.936 .000
a. Dependent variable: Problem Solving
91
Table 6 shows that the significance and coefficients of linear regression equation Y = -24.356 + 2.509 X. The equation’s self-regulated learning variable coefficient is positive. It means that increases in the independence of the student problem solving skills have improved by a score of 2.509. DISCUSSION Implementation of e-learning assisted problem based learning
The five stages in Problem Based Learning (PBL) conducted by teachers and students as explained
by Martinis (2013) are provided as shown below:
Table 7 Stages of e-learning assisted problem based learning
Stages Teacher’s Activities Student’s Activities
Stage I
Orienting the
students to the
problems
Teachers explain learning purposes,
describe students’ needs as well as
motivate the students to the
involved in problem solving
activities as chosen
Students classify and prepare for the
necessities of the learning process. The
students are classified into certain groups
Stage 2
Organizing
students to study
Teachers assist the students to
define and organize tasks related to
the problems
Students confine the problems for analysis
Stage 3
Guiding individual
and group
investigations
Teachers encourage students to
gather relevant information in order
to discover explanations and to
solve the problems
Students inquire, investigate, and pose
questions to discover answers to the
problems they face
Stage 4
Developing and
presenting work
Teachers assist students in planning
and preparing reports, and assist
them for other students’ tasks in
their groups.
Students compose reports in groups and
present them in front of the classroom, and
discuss in the classroom
Stage 5
Analyzing and
evaluating
problem solving
process
Teachers assist the students to
conduct reflection or evaluation
toward their investigation and the
process used by them.
Students take the test and submit the tasks
as evaluation materials for the learning
process.
E-learning functions as a complement, i.e. the material is programmed to complement the learning
materials delivered to the students in the classroom. It can be said that e-learning material becomes
an enrichment for high achiever students and remedial for low achiever students. They are
provided opportunities to access e-learning materials. The sole purpose is to solidify students’
comprehension level toward the material provided by the teachers in the classroom.
Therefore, during the PBL learning process, students are able to access e-learning, for example at
Stage 3 (guiding individual and group investigations) based on the teachers’ instruction. After the
learning has finished, the students can re-open e-learning materials wherever and whenever they
are to understand more the learning materials.
92
High achiever students activity in learning is quite good as they argue that the PBL assisted e-
learning strategy is more interesting than conventional learning, so they are motivated in
completing the task. The high achiever students use e-learning to learn upcoming materials, and
repeat the materials for the low achiever students. Some of them even say that they intend to do
the exercises for the next meeting.
The most preferred facility is the material provided in the form of flash media player on e-learning.
Some of them who find difficulties to imagine space are helped by flash player media that contains
three-dimensional images, so they can understand shapes in space.
However, this implementation of e-learning has not achieved optimal results. Some students,
especially low achiever students have not utilized this e-learning well. Results of Gunduz et al
(2016) study reported that few students participated in the task and lack strong collaboration
resulting in weak communication among them.
Students’ mathematical problem solving skill
Analysis of the research results, shows that the students’mathematical problem-solving skill is
better for those who received PBL with the help of e-learning than that of the students in
expository learning. The students who have learnt PBL with the help of e-learning are able to
increase their skill in average category. The students with conventional learning can increase their
skill in a low category. Against the Students’ Academic Competence, high achiever students with
e-learning assisted PBL and high achiever students with conventional learning increased their skill
in the average category. Although the category is similar, the increased measure of high achiever
students who received PBL with the help of e-learning, is higher than the increased measure of
high achiever students with conventional learning. Low achiever students who receaved e-learning
assisted PBL and low achiever students who received conventional learning increase their skill in
low category; however, the increased measure of low achiever students who received e-learning
assisted PBL is higher than that of low achiever students received conventional learning.
Those findings indicate that PBL with the help of e-learning is quite effective in the mathematics
learning process. However, this increase is not further examined by the writers, whether it is the
effect of PBL or of e-learning? The implementation of e-learning can also be affected by factors of
teachers. Scott, K. M. (2016) states that teachers’ beliefs and practices of e-learning can change
according to circumstances and this will have an impact on learning outcomes. Moreover, teaching
material, the important part in problem-based learning model, is also a supporting aspect in
improving students' mathematical problem solving ability. Teaching materials that can be accessed
through e-learning which contain realistic problems is influential in increasing students’
mathematical problem solving. Sutawidjaja and Jarnawi (2011) stated that “Problem solving will
be very successful when the problem presented in the teaching material is in the form of realistic,
reasonable, and complex problem”.
Furthermore, this is enabled by the compatibility between the students’ activities in the learning
process with the characteristic of questions in the given form of problem solving. According to
Hmelo & Evensen (Setiani, 2014), “problem based learning contains three of the most important
components in the learning process that support students to be more active in the learning process,
so as to create a conducive learning environment. The three components are: feedback, reflection
of the learning process, and group dynamics”.
These components enable the students to have opportunities to memorize mathematical concepts
on their own ability. The students are taught to be able to analyze and discover the conceps
materials being by themselves through problems related to daily life. Therefore, the learning
process becomes more meaningful, not merely about information transfer. As stated by Jerome
Bruner (Suherman, 1992), learning mathematics can be more flourishing if the learning process is
93
directed toward the concepts and structures contained in the main topics being taught and are
related to the students’ prior knowledge.
Group and classroom discussions enable the students to interact with each other, to question, to
give suggestions, to respond to peers’ suggestion, and to present their work in front of the
classroom. Those things encourage the students to be more active in discovering the answers to the
questions. The questions also enable the students to be more critical and logical to discover
relationships among the issues. This matter is also in line with Vigotsky’s suggestion (Sutawidjaja
dan Jarnawi, 2011) that “The students can effectively reconstruct knowledge when they interact
with more knowledgeable persons in terms of what they are learning.”
Another study was conducted by Shen, Lee, and Tsai (2007) with a Quasi-Experimental Study of a
Short-Term Module for Taiwan vocational school students. The sample was 106 students. In their
research it is reported that the PBL and self-regulated learning methods that can contribute more to
the students through online learning/e-learning.
This problem based learning is also with e-learning assistance. According to Chaeruman (2004),
there are three aims in integrating technology and learning, one of those is to develop “knowledge-
based society habits,” such as problem solving skill. Yaniawati (2010) also states that e-learning
functions as supplement, complement, or substitution, so that the students can study and practice
problem solving skill through e-learning anywhere and at anytime.
Students’ self-regulated learning
The research result shows that self-regulated learning of students’ who received e-learning assisted
PBL is better than those who studied with conventional learning. This statement is in line with
Munir (2008) who state that “In e-learning, the students do not completely depend on the teachers,
the student learns independently in discovering knowledge through the internet or other
information technologies.” Moreover, PBL is able to create conducive classroom situation and
integrate academic and social situations among students and teachers. Research conducted by
Severiens and Schmidt (2009) reported that PBL produces positive impact to academic and social
integration when compared to conventional learning.
Self-regulated learning is a process which requires conditioning, strong determination since it is
based on internal factors of each individual, so that it is challenging to change it. This statement is
in line with Sumarmo (2010) that students’ self-regulated learning is an accurate design and self
observation for cognitive and affective processes to accomplish academic tasks; self-regulated
learning is also individual awareness to think, to implement strategy and to sustain motivation, as
well as evaluation of study results. Bude at al (2009) stated that learning does not have to be
directive since the students may lose their ideas in reduction of self-regulated learning as well as
learning motivation. This is in line with the opinion of Alyya Meerza and Beauchamp (2017)
that success of ICT in any learning institution, including at KHEIs, will depend on attitudes of
undergraduates towards the use of ICT in their daily learning processes.
In this case, PBL and e-learning have essential roles in facilitating students to condition
themselves wherever and whenever by utilizing internet access, so that the students will be more
motivated as e-learning has interesting features. Therefore, the self-regulated learning of high and
low achievers who experienced e-learning assisted PBL is better than that of high and low
achievers in conventional learning. This statement is in line with Sockalingam et al. (2011) that in
PBL, it is the students who take the responsibility to synthesize the content knowledge through
self-directed learning and group discussion which is in turn determined by the nature of problems.
Using e-learning they can learn mathematics material -especially three dimensions- routinely and
independently anywhere and anytime. The self regulated learning of high achievement students
develops further in searching mathematics material by using e-learning. They can solve problem-
solving questions easily. Nevertheless, there are still low achievement students who are not
independent yet in their study. When given tasks in mathematics, they do not show initiatives in
working the problems, so the task is not complete.
94
Based on statistical analysis, the students’ self-regulated learning also influences problem solving
skill. The higher the self-regulated learning of the high and low achiever students, the higher the
problem solving skill is. This is consistent with Ozcan's (2016) study reporting that there is a 24%
relationship between self regulated learning and student problem-solving abilities in Istanbul,
Turkey.
CONCLUSION Results of our study on implementation of e-learning assisted Problem Based Learning
(PBL) model in the mathematics education program at Pasundan University, Bandung, Indonesia,
showed a statistically significant increase in problem solving skill and self-regulated learning. The
mathematical problem solving skill of high and low achievers who received e-learning assisted
PBL is better than that of the students in conventional learning. Nevertheless among the low
achiever students, the increase in problem solving ability is still relatively small compared to the
high achievement students.
Similarly, the self-regulated learning of high and low achievers with e-learning assisted
PBL is better than that of the students in conventional learning. Using e-learning they can study
mathematical material, especially three dimensions, regularly and independently anywhere and
anytime. The self-regulated learning of high achievement students develops substantially in terms
of searching mathematical material using e-learning. They easily solved problem solving
questions. Nevertheless, there are still students who are not independent yet in their study. When
given mathematics tasks, they do not have initiative in doing the problems, so the tasks are not
completed.
It was found that there is an influence of self-regulated learning on mathematical problem
solving skill. The percentage of contribution of independent learning variables on the ability to
solve problems is 88.1% while the remaining 11.9% may have been influenced by other variables
that are not studied yet.
REFERENCES
AlyyaMeerza and Beauchamp, G. (2017). “Factors Influencing Attitudes towards Information and
Communication Technology (ICT) Amongst Undergraduates: An Empirical Study
Conducted in Kuwait Higher Education Institutions (KHEIs)”. The Turkish Online
Journal of Educational Technology. April 2017, volume 16 issue 2, pp 35-42
Bude. L. et al. (2009). “The Effect Of Directive Tutor Guidance In Problem-Based Learning Of
Statistics On Students’ Perceptions And Achievement”. Higher Education. Vol. 57: 23–
36
Chaeruman, U. A. (2004). Integrasi Teknologi Telekomunikasi dan Informasi (TTI) ke dalam
Pembelajaran. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Gunduz, Y.A. et al (2016). “Design of a Problem-Based Online Learning Environment and
Evaluation of its Effectiveness”. The Turkish Online Journal of Educational Technology.
July 2016, volume 15 issue 3, pp 35-42
Ibrahim. (2000). Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya UNESA University Press.
Izzati, N. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar
Peserta didik SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika. Disertasi UPI: Tidak
diterbitkan.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standars for
School Matematics. Reston: NCTM, Inc.
Ozcan, Z.C. (2016). “The relationship between mathematical problem-solving skills and self-
regulated learning through homework behaviours, motivation, and metacognition”.
International Journal of Mathematical Educational in Science and Technology. Vol 47,
2016, issue 3, pp 408-420
Phumeechanya, N. (2013). “Ubiquitous Scaffold Learning Environment Using Problem-Based
Learning to Enhance Problem-Solving Skills and Context Awareness”. International
Journal on Integrating Technology in Education (IJITE). Vol.2, No.4.
95
Scott, K.M. (2016). “Change in University Teachers’ Elearning Beliefs and Practices: A
Longitudinal Study”. Studies in Higher Education. Vol. 41, No 3, 582-598.
Severiens. S.E. and Schmidt. H.G. (2009). Academic And Social Integration and Study Progress in
Problem Based Learning. Higher Education. July 2009, Volume 58, Issue 1, pp 59–69
Shen P. D., Lee T. H., and Tsai C. W. (2007). “Applying Web-Enabled Problem-Based Learning
and Self-Regulated Learning to Enhance Computing Skills of Taiwan’s Vocational
Students: a Quasi-Experimental Study of a Short-Term Module” The Electronic Journal
of e-Learning. Volume 5 Issue 2, pp 147 - 156, available online at www.ejel.org
Sockalingam. N, Rotgans. J, and Schmidt. H.G. (2011). “Student and Tutor Perceptions on
Attributes of Effective Problems In Problem-Based Learning”. Higher Education. July
2011, Volume 62, Issue 1, pp 1–16
Sumarmo, U. (2011). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada
Peserta Didik.Makalah FPMIPA UPI.
Sutawidjaja, A dan Jarnawi A. (2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yaniawati, R. P. (2010). E-learning: Alternatif Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Arfino
Raya.
Yaniawati, R. P. (2012). “Pengaruh E-learning untuk Meningkatkan Daya Matematik
Mahasiswa”. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan. November, Th XXXI, No
3.
Yaniawati, R. P. (2013). “E-learning to Improve Higher Order Thinking Skills (HOTS) of
Students”. Journal of Education and Learning. Vol 7 (2) pp. 109-120
96
97
98