34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik. Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu 1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.

76944940 Pneumothorax

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 76944940 Pneumothorax

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.

Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan

paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir

inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara

luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi

spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena

berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum

ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai

pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga

mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur

diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik

seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab

teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke

dalam rongga pleura, yaitu

1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.

Page 2: 76944940 Pneumothorax

2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau

abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga

pleura.

3) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya

pada empiema.

Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-

kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston &

Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000

per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering

daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-30tahun.

Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering

disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada

orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka

yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan

pada kiri.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Mahasiswa dan mahasiswi mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks di

Ruang Public Wings lantai VI RSCM.

Page 3: 76944940 Pneumothorax

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus makalah ini adalah mahasiswa / i dapat melakukan dan menentukan :

a. Pengkajian pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

b. Diagnosa Keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

c. Rencana tindakan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

d. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

e. Evaluasi keperawatan pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

f. Mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan asuhan

keperawatan padaklien Tn. K yang menderita pneumotoraks

g. Pemecahan masalah dalam asuhan keperawatan yang ditemukan adanya hambatan

pada klien Tn. K yang menderita pneumotoraks

C. Metode Penulisan

Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

1) Wawancara

Dengan cara menanyakan klien mengenai perjalanan penyakit Tn. K hingga

kondisinya saat ini.

2) Observasi

Dengan cara mengamati keadaan dan perkembangan klien setiap hari.

Page 4: 76944940 Pneumothorax

3) Study Dokumentasi

Dengan cara membaca dan mempelajari status klien berupa catatan medis dan catatan

keperawatan

4) Study Kepustakaan

Dengan cara membaca dan mengambil materi buku dari buku sumber sehingga

mempunyai gambaran antara teori dengan kasus nyata.

5) Pemeriksaan Fisik

Dengan cara melakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki ( Head to

toe ) terutama pada bagian pernapasan klien.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : terdiri dari latar belakang, tujuan umum, khusus, metode penulisan

dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan teoritis terdiri dari pengertian, patofisiologi, etiologi, tanda dan gejala,

pemeriksaan penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan medis, konsep dasar asuhan

keperawatan, pengkajian, diagnosa keperawatan, prinsip-prinsip intervensi keperawatan

serta evaluasi.

Bab III Tinjauan kasus menguraikan tentang gambaran kasus, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, evaluasi.

Page 5: 76944940 Pneumothorax

Bab IV Pembahasan menguraikan tentang perbandingan analisa antara teori dan praktek

termasuk factor pendukung dan penghambat serta solusi pemecahan masalah.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Daftar pustaka

Lampiran

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

I. Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks,

yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan

tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan

dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian

meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada

meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan

tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan

diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis

tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea.

Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi

normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan,

ekspirasi menempati dua pertiganya.

Page 6: 76944940 Pneumothorax

Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus,

licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior

toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks,

dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang,

yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang

melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas

selama ventilasi.

Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga

toraks menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian.

Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali

paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas

lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah,

dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang

dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.

Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam

setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan

dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10

pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari

ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien

tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus

subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,

limfatik, dan saraf.

Page 7: 76944940 Pneumothorax

Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi

bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi

bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya

dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang

memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan

bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel

yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini

menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk

mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus

terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi

saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran

gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml

udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam

pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus

respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar

kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam

alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun

dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini

sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi

area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel

alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding

Page 8: 76944940 Pneumothorax

alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic,

mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan

mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang

merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis.,

lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam

trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar

menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.

Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru

secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians

tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Varians

tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region

dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-

otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan demikian

menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir.

Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama

ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan

penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi

tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir.

Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran

saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah

diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi jalan udara

dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan tertentu selama

Page 9: 76944940 Pneumothorax

respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah diameter bronkial

termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ; penebalan mukosa

bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat

lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru seperti yang

tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter bronkial karena

jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka

selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan meningkatnya resistensi, dibutuhkan

upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai tingkat

ventilasi normal.

Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir

menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika

perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan

yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan

distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang

menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya

rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan elastin)

paru-paru.

Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan

dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks

dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan.

Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan.

Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan

daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-paru

dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau turun.

Page 10: 76944940 Pneumothorax

Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak,

efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan

penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari

normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

II. Pneumotoraks

1. Pengertian

Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara

pleura visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang

pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).

2. Etiologi

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :

• Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)

Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang

mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan

komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.

• Tension Pneumotoraks

Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

3. Patofisiologi

Page 11: 76944940 Pneumothorax

a. Patofisologi narasi :

Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat

mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga

paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara /

cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi

meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika

peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan

gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum

yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.

b. Patofisiologi skema :

4. Manifestasi Klinis

Hampir seluruh pasien mengeluhkan nyeri dada ringan sampai berat pada

salah satu sisi dada dan dispnea. Gejala biasanya bermula pada saat istirahat dan

berakhir dalam 24 jam.

Page 12: 76944940 Pneumothorax

Pneumotoraks dengan kegagalan pernapasan yang mengancam jiwa dapat pula

terjadi bila asma dan PPOK yang mendasari muncul, hal ini benar-benar terlepas

dari ukuran pneumotoraks. Jika ukuran pneumotoraks kecil (<>

Adanya tension pneumotoraks perlu dicurigai bila terjadi takikardi berat,

hipotensi, dan pergeseran mediastinum / trakea, serta terdengar resonansi yang

tinggi.

5. Pemeriksaan Fisik

• Ada / tidaknya dispnea (jika luas)

• Ada / tidaknya nyeri pleuritik hebat

• Ada / tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks

• Ada / tidaknya takikardi

• Ada / tidaknya sianosis

• Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

• Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps

• Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena

• Fremitus vokal dan raba berkurang.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Page 13: 76944940 Pneumothorax

Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis respirasi

akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah yang penting.

Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri dapat menyebabkan

aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga memungkinkan terjadinya

kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.

Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada pemeriksaan

radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang akan memberikan

gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormal.

7. Komplikasi

Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini

mungkin mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan dapat

terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo -

mediastinum terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus / bronkus.

8. Penatalaksanaan Medis

1) Farmakologi

• Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.

• Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter

berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter / kateter drainase

yang lebih besar)

• Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic untuk

memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks

Page 14: 76944940 Pneumothorax

• Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada

• Pemeriksaan radiologi

Peranan pemeriksaan radiologi antara lain:

1) Kunci diagnosis.

2) Penilaian luasnya pneumotoraks.

3) Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.

Pada pneumotoraks yang sedang sampai berat foto konvensional

(dalam keadaan inspirasi) dapat menunjukkan adanya daerah yang

hiperlusen dengan pleural line di sisi medialnya; tetapi pada pneumotonaks

yang minimal, foto konvensional kadang-kadang tidak dapat menunjukkan

adanya udara dalam rongga pleura; untuk itu diperlukan foto ekspirasi

maksimal, kadang-kadang foto lateral dekubitus. Hinshaw

merekomendasikan membuat foto pada 2 fase inspirasi dan ekspirasi, karena

akan memberikan informasi yang lebih lengkap tentang:

- Derajat/luasnya pneumotoraks.

- Ada/tidaknya pergeseran mediastinum.

- Menunjukkan adanya kista dan perlekatan pleura lebih jelas dari pada

foto konvensional.

2) Diit

Page 15: 76944940 Pneumothorax

Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir /

hari.

9. Tanda dan Gejala

a. Sesak napas berat

b. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan

c. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk

d. Pengembangan dada tidak simetris

e. Sianosis

10. Penyebab

a. Trauma dada karena luka tusuk benda tajam (mis., pisau, peluru) yang

menyebabkan luka dada terbuka.

b. Trauma dada karena benturan benda tumpul yang menekan rongga dada

c. Komplikasi prosedur biopsi-aspirasi paru, fungsi pleura paru

d. Komplikasi pemasangan infus pada vena sentral

e. Penyebab spontan, penyakit asma, kondisi-kondisi yang menyebabkan inflamasi

pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura (mis., CHF) , penyakit

pulmonar obstruktif kronik (PPOK), dan ARDS

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumotoraks

Page 16: 76944940 Pneumothorax

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama

jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan

mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan

jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba

gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang

diperberat oleh napas dalam.

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

f. Pernapasan

Page 17: 76944940 Pneumothorax

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas,

penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat,

bunyi napas menurun, fremitus menurun, perkusi dada : hipersonan diatas

terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila

trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah,

bingung, pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit

paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis.

Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat

menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.

b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,

gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Page 18: 76944940 Pneumothorax

1) Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan

musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.

Ditandai : Dispnea, takipnea

Perubahan kedalaman pernapasan

Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

Gangguan pengembangan dada

Sianosis, GDA tak normal

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan

napas klien efektif.

KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam

batas normal.

Bebas sianosis dan hipoksia

• Intervensi :

a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan,

trauma, keganasan.

b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak,

dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.

c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi

mekanik, catat perubahan tekanan udara.

Page 19: 76944940 Pneumothorax

d. Auskultasi bunyi napas

e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea

f. Kaji fremitus

g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.

h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala

tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.

• Rasional :

a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang

dada yang tepat.

b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi

sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan

terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.

c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas

diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis.

ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)

d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru,

atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi

napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya.

Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya

dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.

Page 20: 76944940 Pneumothorax

e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari

area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.

f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi

cairan / konsolidasi.

g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih

efektif / mengurangi trauma.

h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan

ventilasi pada sisi yang sakit.

2) Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas

Perubahan kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan otot

aksesori

Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels

Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien menunjukan

bersihan jalan napas.

KH : Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/ jelas

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk

efektif dan mengeluarkan sekret.

Page 21: 76944940 Pneumothorax

Intervensi :

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi,

krekles, ronki.

2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi

3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan,

penggunaan otot bantu

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala

tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu

bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

7. Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin);

albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire);

isotetarin (Brokosol, Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin,

oxitrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)

8. Berikan fisioterapi dada

Rasional :

Page 22: 76944940 Pneumothorax

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan

napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas

adventisius, mis., penyebaran, krekles basah (bronkitis); bunyi

napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya

bunyi napas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan

pada penerimaan atau selama stres / adanya proses infeksi

memanjang dibanding inspirasi

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap

proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di

rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan

dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres

berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas.

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode

akut

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

dispnea dan menurunkan jebakan udara

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan

spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat

mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.

Page 23: 76944940 Pneumothorax

8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang

banyaknya sekret kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen

dasara paru.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum

Ditandai : Penurunan berat badan

Kehilangan massa otot, tonus otot buruk

Kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien menunjukan

peningkatan nutrisi yang adekuat

KH : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan atau mempertahankan berat yang tepat

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah

makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering

Rasional :

Page 24: 76944940 Pneumothorax

1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,

produksi sputum, dan obat.

2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan

konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan

pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan

aktivitas, dan hipoksemia.

3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan

memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang terpajan

pada informasi.

Ditandai : kurang terpajang pada informasi

Mengekspresikan masalah, meminta informasi,

Berulangnya masalah

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga

dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.

KH : Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)

Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik

Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola

hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah

Page 25: 76944940 Pneumothorax

• Intervensi :

a. Kaji patologi masalah individu

b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik, istirahat,

latihan.

d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,

contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

• Rasional :

a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan. Memberikan

pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan

pentingnya intervensi terapeutik.

b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat

meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang

menderita pneumotoraks spontan, insiden kambuh 10 %- 50 %.

c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan

dapat mencegah kekambuhan.

d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk

mencegah / menurunkan potensial komplikasi.

BAB III

Page 26: 76944940 Pneumothorax

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan diuraikan tentang biodata klien, riwayat penyakit, dan pelaksanaan asuhan

keperawatan yang telah dilakukan kepada klien di ruang Public Wings Lantai 6 RSCM dari

tanggal 9-13 Desember 208.

A. Gambaran Kasus

Klien Tn. K umur 33 Tahun, jenis kelamin laki – laki, agama Islam, suku Jakarta, pendidikan

SMA, bahasa yang digunakan Indonesia, klien bekerja sebagai Hansip (Penjaga

Keamanan).

Klien masuk RSCM pada tanggal 29-06-08 karena keadaan klien semakin parah dan

disarankan untuk rawat inap. Sebelumnya klien pernah berobat ke Puskesmas

terdekat. Tapi karena di Puskesmas tersebut tidak memadai alat-alat dan obatnya

maka klien dirujuk ke RSCM . Klien mendapat terapi amoxicyllin 3 x (gr IV selama 7

hari dari tanggal 3-9 Desember 2008 (terakhir hari ini) sebagai antibiotik, inhalasi

dengan ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1 untuk mengurangi sesak dan sekret mudah

keluar. Rencana streptomicyin 1 x 550 mg IM (menunggu evaluasi THT) sebagai

antibiotik dan diet TKTP 2300 KKal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari untuk

mengurangi terjadi edema.

Pengkajian Fisik

Data Klinik

Page 27: 76944940 Pneumothorax

DS : Klien mengatakan sebelum dirawat di RS, Klien kami mengalami kecelakaan dan

pernah di operasi bagian dada sebelah kiri. Klien tidak pernah mengeluh sakit, tetapi

tiba-tiba klien menderita batuk dan sesak selama ± 3 minggu.

DO : S : 36,10C, N : 84 x / mnt, RR : 22 x / mnt, TD : 110 / 70 mmHg, Kesadaran : CM

terdapat luka bekas operasi di bagian dada sebelah kiri, badan klien kurus, batuk

produktif, pernafasan kausmul, perkusi dada : Kanan redup dari sela iga 1-3 : kiri,

redup dari sela iga 1-6.

Nutrisi dan Metabolisme

DS : Klien mengatakan

- Makan satu porsi habis

- BB sebelumnya 45 Kg

- Makanan yang membuat alergi adalah ikan

DO : BBI : 54 – 66 Kg, Muntah (-), gigi caries (+), Konstipasi (-),Diare (-), Bising usus 21 x /

mnt, hepar tidak teraba, lidah bersih, turgor kulit buruk.

Respirasi / Sirkulasi

DS : Batuk sejak ± 3 minggu, lemas.

DO : Terdapat ronhi, batuk produktif, batuk berdarah (-), sputum kental berwarna

putih, penggunaan otot batu napas (-), pernapasan kaurmaul, kedalaman

dangkal, fremitus kiri <>

Page 28: 76944940 Pneumothorax

Eliminasi

DS : Klien mengatakan

- Lancar, Keluhan (-)

- BAK Lancar, keluhan (-)

DO : Abdomen ; Kembang (-), bising usus 21 x / menit. BAB : pasien BAB 3 x / hari,

konsistensi faeces : setengah padat, bau khas (-) karakter (-), frekuensi 4-5

x/hari, Rectum : tidak ada kelainan.

Aktivitas / latihan

DS : Klien mengatakan saat pertama masuk RSCM (tanggal 27-11-08) anaknya masih bisa

berjalan sendiri.

DO : Kesinambungan berjalan kurang baik, bentuk kaki kiri & kanan simetris, tetapi terdapat

bengkak pada telapak kaki, kejang (-).

Sensori Persepsi

DS : Klien mengatakan bahwa pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap pasiehn

masih baik. Dan juga masih bisa merasakan sentuhan jika diraba.

DO : Dapat merespon rangsang cahaya dengan baik, orientasi baik, pupil isokor, konjungtiva

anemis, pendengaran normal, penglihatan normal.

Konsep Diri

Page 29: 76944940 Pneumothorax

DS : Walaupun Klien seperti sekarang ini, klien tidak pernah mengeluh atau tidak pernah

mengatakan sakit. Jika ditanya hanya menjawab seperlunya saja.

DO : Postur tubuh baik, perilaku banyak diam.

Tidur / Istirahat

DS : Klien mengatakan semenjak sakit justru tidur dan berbaring terus.

DO : klien sering tidur (karena penyakitnya atau karena mengantuk kurang terkaji)

Dampak hospitalisasi

- Pada klien (Tn. K) : tidak banyak bicara, yang dipikirkan harapan untuk cepat

sembuh.

- Pada keluarga klien : Penghasilan keluarga menjadi terganggu karena sakit klien.

Tingkat perkembangan saat ini : dapat menjawab pertanyaan yang diberikan klien,

klien tidak banyak bicara. Sosialisasi : Klien mengatakan, ia termasuk anggota remaja

masjid disekitar rumahnya.

Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 9-12-08

• Anemia mikrositik hipokrom

• Leukosit : 11.600 (N : 5.000 – 10.000)

• Na : 132 mmol / l (N : 135 – 1147)

Page 30: 76944940 Pneumothorax

• Kalium : 2,9 mmo; / l (N : 3,10 – 5,10)

• Cl : 91 mmol / l (N : 95 – 108)

Penatalaksanaan

Klien mendapatkan terapi

- IVFD Nacl 0,9% 500 cc / S jam (20 ttr/mnt)

- Amoxicyllin 3 x / gr IV HT (Terakhir hari in)

- Ardan 3 x 2 gr (IV) Inhalasi Ventolin : Bisolvon : NaCl

1 : 1 : 1

- Diet TKTP 2300 kkal + ekstra putih telur 3x2 butir / hari

- Rencana Streptomicym 1 x 550 mg(IM) menunggu hari / evaluasi THT.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Dari data di atas penulis menemukan dan mengangkat 2 diagnosa, yang merupakan diagnosa

aktual. Penulis melakukan implementasi dari tanggal 09-12-08 s/d tanggal 11-12-08,

karena tanggal 11-12-08 klien pulang ke rumah dan dirujuk untuk rawat jalan.

Diagnosa keperawatan tersebut adalah :

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

DS : Klien mengatakan lemas, batuk sejak ± 3 minggu, merokok 1 ½ bungkus / hari dan

sudah merokok sejak kelas 5 SD. DO : kulit pucat, batuk produktif, sputum kental

Page 31: 76944940 Pneumothorax

berwarna putih dan fremitus kiri <>Tujuan : setelah dilakukan asuhan

keperawatan 1 x 24 jam pola nafas klien efektif. KH : Klienakan Menunjukan

pola nafas yang efektif (tidak ada ronhi, secret kental) pola napas spontan,

konjungtiva ananemis, fremitus, bunyi napas fermitus, bila batuk, napas dalam

pertahankan posisi senyaman mungkin bagi klien (fowler atau semi

fowler), Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 09-12-08 s/d 11-06-

08 yaitu : mengatur posisi, observasi : fremitus, bunyi napas.Memberikan obat

streptomicym (IM), mengganti balutan pada jaringan parut bagian dada sebelah

kiri atas. Evaluasi : S : Keluhan dan Sesak (-). O : Pola nafas spontan, sputum

berwarna putih ± 10 cc, A : Masalah teratasi, P : Intervensi dihentikan karena

klien dirujuk untuk rawat jalan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada Tn. K dengan Penumotoraks

di Ruang Public Wings Lantai VI RSCM pada pembahasan ini akan diuraikan definisi,

rasinal, faktor-faktor pendukung serta solusi dari diagnosa yang ditemukan pembahasan ini

meliputi :

Diagnosa Pertama :

Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental .

Page 32: 76944940 Pneumothorax

Definisi : Suatu keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata

atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan

ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.

Rasional : Tujuan dari pernafasan adalah untuk memberikan terapi inhalasi. Pernafasan normal

dapat dicapaimelalui ventilasi paru, apabila di dalam paru terdapat

benda asing (mis.,sputum) sehingga diagnosa ini juga didukung

adanya batuk-batuk pada klien, terdengar ronhi saat dilakukan

auskultasi pernafasan RR : 22 x/mnt.

Implementasi : Mengatur posisi semi fowler, mengukur tanda-tanda vital, memberikan obat

amoxicillin 3 x / gr (IV), observasi fremitus, bunyi napas, memberikan

inhalasi mengganti perban pada jaringan parut di bagian dada atas

sebelah kiri.

Batasan mayor : batuk tak efektif atau tidak ada batuk, ketidakmampuan untuk mengeluarkan

sekresi jalan napas.

Batasan minor : bunyi napas abnormal, frekuensi, irama, kedalaman pernapasan abnormal.

Faktor Pendukung : Untuk menerima obat dan memperbanyak duduk.

Faktor Penghambat : Klien lebih banyak diam

Solusi : Melakukan komunikasi terapeutik

BAB V

PENUTUP

Page 33: 76944940 Pneumothorax

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada Tn. K yang mengalami / menderita

penumotraks di Ruang Publik Wings lantai 7 RSCM, didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

Data yang ditemukan Tn. K yang menderita Pneumotraks tidak jauh beda

dengan teori yang telah dibahas, yaitu dengan tanda yang utama adanya batuk

lebih dari 3 minggu dan adanya ronkhi.

Dari hasil pengkajian ditemukan 1 diagnosa keperawatan aktual yaitu : Pola

nafas tidak efektif b.d secret yang kental dan peningkatan pembentukan lendir

sekunder akibat merokok. Intervensi dan implementasi keperawatan pada An.

R telah disusun sesuai dengan yang dibutuhkan klien saat ini, sehingga saat

melakukan implementasi tidak ditemukan kesulitan.

Evaluasi dari satu diagnosa aktual pada Tn. K sudah dapat teratasi pada tanggal

11 Desember 2008

B. Saran

Berdasarkan perumusan dan hambatan yang dijumpai selama melakukan asuhan

keperawatan penulis mengemukakan beberapa saran untuk dapat dijadikan bahan

pertimbangan yang mungkin dapat berguna bagi usaha peningkatan mutu

pelayanan keperawatan di masa mendatang, saran yang dapat penulis kemukakan

adalah sebagai berikut :

Page 34: 76944940 Pneumothorax

1. Perawat dan keluarga dapat bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-

hari.

2. Dengan tenaga perawat yang terbatas, perawat diharapkan dapat bekerja secara

profesional dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai serta

komunikasi yang sesuai dengan usia anak.

3. Mahasiswa untuk lebih memahami konsep-konsep asuhan keperawatan pada

pasien Pneumotrak

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif,dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescutapius.

Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Vol.1. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika