Upload
muhammadmuflih
View
22
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
7 Ach Syaikhu Pergulatan Organisasi Islam Dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam Transnasional
Citation preview
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
115
PERGULATAN ORGANISASI ISLAM DALAM MEMBENDUNG
GERAKAN IDEOLOGI ISLAM TRANSNASIONAL
Oleh: Ach. Syaikhu1
ABSTRAK
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh organisasi
keagamaan yang berhaluan moderat seperti Nahdatul Ulama (NU)
dan Muhammadiyah ialah gerakan atau menguatnya ideologi
transnasional dalam kehidupan sosial-agama ideology transnasional
terekpresikan dalam bentuk religious exstrimism (Global Islamism,
Hindu Evangelism). Peran ormas Islam di Indonesia sudah membawa
banyak perubahan dan juga banyak bermunculan gerakan-gerakan
yang radikal dalam organisasi oleh karena itu yang diungkap ialah
untuk mengungkap kedua respon ormas dalam memebendung
gerakan Islam transnasional sehingga gerakan yang dilakukan adalah
gerakan kebudayaan tradisi struktural dan kebudayaan dalam
membendung gerakan ideologi Islam transnasional.
Key Word: Ideologi, Gerakan Islam, Radikalisme, Transnasional
Pendahuluan
Pada abad 21 ini, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh
organisasi keagamaan yang berhaluan moderat seperti Nahdatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah ialah gerakan atau menguatnya ideologi trans-
nasional dalam kehidupan sosial-agama ideologi transnasional
terekpresikan dalam bentuk religious exstrimism (Global Islamism, Hindu
Evangelism).2 Peran ormas Islam di Indonesia sudah membawa banyak
perubahan dan juga banyak bermunculan gerakan-gerakan yang radikal
dalam organisasi. Selama beberapa dekade yang lalu banyak kalangan
yang meng-claim bahwa Ikwanul Muslimin dan HTI, Wahhabi telah
mempengaruhi umat Islam setempat dengan pahamnnya yang ekstrim.
Walaupun memiliki perspektif yang berbeda, termasuk dalam beberapa
1 Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al- Falah As-Sunniyyah Kencong Jember. 2 Menurut Karen Amstrong, gerakan radikalisme ataupin fundamentalisme tidak hanya
terdapat pada agama munities saja, ada juga fundamentalisme Budha, Hindu dan
bahkan Kong Hu Cu, yang sama-sama menolak butir-bitir nilai budaya liberal, saling
berperang atas nama agama (Tuhan) dan berusaha membawa hal-hal yang sakral ke
dalam urusan politik dan Negara. Lihat Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan, terj.
Sutrisno Wahono dkk, (Jakarta Bandung: Kerjasama Serambi dengan Mizan, 2001), x
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
116
detail pemahaman keagamaan namun tujuan gerakan yang dibangun yakni
tidak jauh berbeda yaitu formalisasi Islam. Untuk mencapai tujuan ini
kelompok-kelompok garis keras menggunakan segala cara, bahkan yang
bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Prinsip yang lazim menjadi
pegangan para ulama ahlussunnah waljamaah menegaskan bahwa tujuan
tidak bisa membenarkan cara (al-ghayah la tubaari al-washilah atau man kana
amruhu marufan fal-yakun bi marufin) artinya cara tidak akan menjadu baik
karena tujuan baik, atau siapapun yang mempunyai tujuan baik hendaknya
dilakukan dengan cara-cara yang baik pula. Tujuan baik, jika diusahakan
dengan cara-cara buruk, tentu akan menodai kebaikan itu sendiri dan
bertentangan.3
Dalam gerakan ideologisasi yang dilakukan oleh kelompok garis
keras sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh gerakan wahhabi itu sendiri
seperti gerakan Padri berawal dari perkenalan haji miskin, Haji
Abdurrahman dan haji Muhammad Arif dengan Wahhabi saat menunaikan
ibadah haji pada awal abad ke -16, ketika itu Mekkah dan Madinah
dikuasai Wahhabi terpesona oleh gerakan Wahhabi sekembalinya ke
nusantara (Indonesia) Haji Miskin Berusaha melakukan gerakan pemurnian
sebagaimana dilakukan wahhabi, yang juga didukung dua haji yang lain.4
Pemikiran dan gerakan mereka setali tiga uang dengan Wahhabi, mereka
memvonis tarekat Syttariyah, dan tasawuf secara umumnya, yang telah
hadir di Minangkabau beberapa abad sebelumnya sebagai kesesatan yang
tidak bisa ditoleransi, di dalamnya yang tuduh banyak takhayul, bidah,
dan khurafat yang harus diluruskan kalau perlu diperangi.5 Tuanku Nan
Renceh, misalnya memusuhi tuanku Nan Tuo gurunya sendiri karena yang
disebut terakhir lebih memilih bersikap moderat dalam mengajarkan ajaran
Islam. Tuanku Nan Renceh yang juga mengkafirkan Fakih Saghir, sahabat
dan teman seperguruannya, dan menyebutnya sebagai Raja Kafir dan
Rahib Tua hanya karena tidak berbagi pandangan keagamaan dengannya.
3 Man kana amruhu marufan fal-yakun bi marufin (siapapun yang mempunyai tujuan
baik hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang baik pula) penjelasan Prof. Dr. KH.
Said Agil Siraj dalam Lautan Wahyu, Islam Sebagai Rahmatan lil alamin, Episode 5:
Dakwah Supervaisor Program: KH. A. Mustofa Bisri, @LibForAll Foundation 2009) 4 Abdul Ala Geneologi Radikalisme Muslim Nusantara: Akar Dan Karakter Pemikiran Dan
Gerakan Padri dalam Perspektif Hubungan Agama dan Politik Kekuasaan Pidato
pengukuhan Guru Besar, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Mei 2008 (tidak dipublikasikan),
4 5 Oman Fathurrahman, Tarekat Shattariyah di Dunia Melayu Indonesia: Kajian Atas
Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-Naskah di Samudra Barat, Desertasi Pada
Program studi Ilmu Susastera Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, 2003
(tidak dipublikasikan), 164
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
117
Gerakan seperti disebutkan diatas dalam Islam sangatlah mustahil
bagi kelompok moderat yang saling menuduk kafir diantara para
kelompok, gerakan yang dilakukan sesungguhnya adalah ideologisasi yang
kita kenal dengan gerakan Islam transnasional. Masuknya berbagai ideologi
transnasional ini ke Indonesia sudah barang tentu menimbulkan benturan
dengan organisasi-organisasi Islam Indonesia yang dipresentasikan oleh
sikap keras, NU dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam di Indonesia,
terhadap ideologi Transnasional yang tertuang dalam Surat Keputusan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 Tentang
Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mengenai Konsolidasi
Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah. Sementara Sikap NU dapat
dilihat dalam Dokumen Penolakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) terhadap Ideologi dan Gerakan Ekstremis Transnasional6. Dalam
tulisan ini yang ingin dibahas yaitu peran organisasi Islam dalam
membendung gerakan ideologi Islam Transnasional yang dilakukan
Nahdatul Ulama (NU) di Kabupaten Jember dan peran organisasi Islam
dalam membendung gerakan ideologi Islam Transnasional yang dilakukan
Muhammadiyah di Kabupaten Jember
Berdasarkan rumusan masalah di atas, signifikansi penelitian ini
yakni: (a) Mengetahui dan menjelaskan peran ormas dalam membendung
gerakan ideologi Islam transnasional di Kabupaten Jember Jawa Timur. (b)
Mengetahui dan menjelaskan peran NU dalam membendung gerakan
ideologi Islam transnasional di Kabupaten Jember. (b) Untuk merumuskan
secara umum pandangan Muhammadiyah dalam membendung gerakan
ideologi Islam transnasional di Kabupaten Jember di Kabupaten Jember
Jawa Timur. (c). Mengidentifikasi implikasi pandangan kedua ormas besar
NU dan Muhammdiyah dalam membendung gerakan ideologi Islam
transnasional di Kabupaten Jember Kabupaten Jember.
Metode penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
yang bermaksud menggali secara mendalam tentang peran organisasi Islam
dalam membendung gerakan ideologi Islam Transnasional yang dilakukan
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah di Kabupaten Jember berkaitan
dengan masalah organisasi. Meskipun demikian dalam pelaksanaannya,
penelitian ini juga melibatkan kajian kepustakaan sebagai pendukung.
Sedangkan berdasarkan sifatnya, penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian deskriptif-analitik yang berusaha menjelaskan secara gamblang
tentang peran organisasi Islam dalam membendung gerakan ideologi Islam
transnasional. Dalam penggalian data mengginakan, wawancara, interview
dan observasi.
6 Lihat, Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam, 240-286
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
118
Ideologi Islam Transnasional
Wacana Ideologi Islam Transnasional atau ideologi Islam antar-
negara dimunculkan pertama kali oleh K.H. Hasyim Muzadi pada tahun
2007. Wacana ini semakin kontraversial ketika NU dan Muhammadiyah
menerbitkan "Ilusi Negara Islam", sebuah buku yang menyerang kelompok-
kelompok fundamentalis dalam Islam. Sejauh ini, belum ada definisi yang
cukup memuaskan mengenai istilah "Islam Transnasional". Namun
berdasarkan penggunaan istilah ini dalam wacana keislaman di Indonesia,
Islam Transnasional cenderung digunakan untuk mengkerangkai
kelompok-kelompok Islam berhaluan keras (fundamentalisme dan
turunannya) di satu sisi dan kelompok Islam berhaluan kebarat-baratan
(liberal) di sisi lain. Menurut Bassam Tibi, istilah Fundamentalisme Islam
(Ushuliyyah al-Islamiyyah) acapkali digunakan sebagai sebutan bagi "Islam
politik" (Political Islam). Di dunia Arab lebih dikenal dengan nama "al-Islam
al-Siyasi". Kelompok ini memehami Islam bukan sebagai keimanan atau
sistem etika, namun lebih sebagai ideologi politik7.
Pada awalnya, kelompok Fundamentalisme memiliki semangat
untuk mendirikan negara Islam yang berlandaskan syari'ah melalui
organisasi-organisasi dan atau partai-partai politik Islam. Namun akibat
framework kelompok-kelompok Fundamentalisme Islam mengalami
kegagalan dalam menyediakan blueprint negara Islam yang efektif, maka
gerakan fundamentalisme Islam kemudian berevolusi menjadi neo-
fundamentalisme Islam, yang lebih dekat, skriptualis, berpandangan
konservatif, menolak negara dan lebih cenderung pada konsepsi komunitas
Muslim universal (ummah), berlandaskan syari'ah (Islamic Law)8. Akibat
lain dari kegagalan Islam politik ini juga mengakibatkan kelompok-
kelompok neo-fundamentalis teralienasi dari kawasan politik Timur
Tengah hingga mencari formulasi wacana dan gerakan yang melampau
batas-batas teritorial dan negara9.
Sementara Syafi'i Ma'arif mengemukakan tiga teori berkenaan
dengan munculnya kelompok fundamentalis dalam Islam; pertama,
kegagalan umat Islam dalam menghadapi arus modernitas yang dinilai
menyudutkan Islam kemudian berbalik mengadakan perlawanan terhadap
modernitas dengan berbagai cara. Kedua, munculnya solidaritas Islam
7 Bassam Tibi, Islamism, "Democracy, and The Clash of Civilization", dalam Chaider S.
Bamualim (ed.), Islam & The West, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2003,
hlm.17 8 Oliever Roy, Globalized Islam: The Search for a New Ummah, New York: Columbia
University Press, 2004, hlm. 1. Tentang kegagalan Islam Politik llihat Oliever Roy, The
Failure of Polical Islam, Cambridge, MA: Harvard University Press, 1995 9 Tentang teralienasinya gerakan neo-fundamentalis Islam di Timur Tengah dan
munculnya gagasan ummah, llihat Roy, Globalized Islam, 273
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
119
terhadap nasib yang menimpa saudara-saudara mereka di Palestina,
Kashmir, Afganistan dan Irak. Ketiga, khusus untuk Indonesia, maraknya
fundamentalisme di Nusantara lebih disebabkan oleh kegagalan negara
mewujudkan cita-cita kemerdekaan berupa tegaknya keadilan sosial dan
terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat10.
Berdasarkan hasil penelitian yang di-release dan diedarkan oleh
Badan Intelejen Nasional (BIN), ideologi Islam berhaluan neo-
fundamentalis kini populer disebut dengan ideologi Islam transnasional
tersebut dapat dicirikan sebagai berikut:
1. Bersifat antar-negara (Transnasional)
2. Konsep gerakan tidak lagi bertumpu pada nation-state, melainkan
konsep ummah.
3. Didominasi oleh corak pemikiran skriptualis, fundamentalisme atau
radikal
4. Secara parsial mengadaptasi gagasan dan instrumen modern.
Beberapa ideologi dan organisasi Islam yang masuk dalam
kelompok ini adalah Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jihadi, Salafi Dakwah
dan Salafi Sururi, Jama'ah Tabligh serta Syi'ah11.
Sementara ideologi Islam liberal merupakan trend baru yang
muncul di dunia Islam. Menurut Muhammad Ali, kemunculan Islam
Liberal bukan semata-mata bentuk resistensi terhadap ideologi Islam
fundamentalis, karena benih ideologi ini telah muncul sejak dua abad yang
lalu di dunia Islam. Dimulai dari tradisi pembaruan Islam pada abad XVII
yang bertumpu pada perdebatan teologis mengenai ortodoksi dan heresi,
atau legalisme dan mistisisme12. Ideologi liberal ini berpandangan bahwa
solusi kelompok liberal dan modernis terhadap problem agama dan
masyarakat sangat penting dan mendapatkan dukungan publik luas. Hasil
interpretasi kelompok liberal dan modernis Islam yang paling utama
berkaitan dengan demokrasi, feminisme, sekularisme, penguatan dan hak-
hak wanita dan sejumlah konsep serupa. Bahkan, mereka membela
liberalisme, modernisme, dan humanisme. Lebih jauh, mereka mendorong
Muslim dan non-Muslim dapat mendapat keuntungan dari pembaharuan
pemikiran yang mereka lakukan demi masyarakat yang lebih terbuka.
Mereka juga berpandangan bahwa Islam liberal atau modern Islam adalah
otentik, bukan semata-mata ciptaan Barat, akan tetapi murni merupakan
10Ahmad Syafi'i Ma'arif, "Masa Depan Islam di Indonesia" dalam Abdurrahman Wahid
(Ed.), Ilusi Negara Islam,. 8-9. 11 BIN, Gerakan Islam Transnasional dan Pengaruhnya di Indonesia, tth:BIN, 7-9 12 Muhammad Ali, The Rise of The Liberal Islam Network (JIL) in Contemporary Indonesia
dalam The American Journal of Islamic Social Sciences 22:1, 5
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
120
refleksi tradisi Islam yang benar13. Berdasarkan hasil kajian Badan Intelejen
Indonesia, Ideologi Liberal ini disponsori oleh berbagai organisasi yang
berada di bawah Pemerintah Amerika (seperti Nathan Associates Inc.,
BEDE) dan Perusahaan Multi-Nasional (Seperti UNDP, IMF, World Bank
dan CGI).
Ragam Agama dan Aliran di Jember
Tidak saja agama formal ataupun samawi yang tumbuh dan
berkembang di Jember. Ragam aliran keagamaan organisasi keagamaan,
dan kelompok kegamaan, mewarnai dinamika dan pluralitas masyarakat
Jember. Posisi agam Islam sendiri cukup istimewa di tengah kehidupan
masyarat Jember. Sebagaimana di wilayah nusantara lainnya. Islam berhasil
menjadi agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat Jember dapat
dikatakan 90 persen penduduk Jember beragama Islam dari data BPS
diketahui bahwa penduduk Jember yang menganut agama Islam
berjumlah 2.099.349. orang, katolik 13.222 orang, Protestan 26.780 orang,
Hindu 3.708 orang, Budha 3.466 orang, lain-lain 46 orang.14
Citra Islam sebagai agama mayoritas diperkuat pula oleh
banyaknya sarana peribadatan seperti masjid (1.974 masjid)
mushalla/langgar (9.539 mushalla), pesantren dan kiyai. Bupati Jember
M.Z.A Djalal dalam memberikan sambutan diacara harlah PC NU Jember
beberapa tahun yang lalu mengatakan bahwa Jember saat ini telah memiliki
1001 ulama/kiyai, 1001 pesantren, dan 1001 Mesjid dan mushalla.
NU dan Muhammdiyah, Sebuah Portet Islam di Jember
Siapa sebenarnya yang dimasudkan kedalam kelompok ideologi
Islam transnasional itu? Betulkah di Jember terdapat kelompok ideologi
Islam transnasional? Jangan-jangan hanya semua itu hanya sekedar
pemaknaan yang bersifat fiksi belaka? Oleh karena itu potret dan
perkembangan Ideologi Islam Transnasional di Jember Drs. H. Sukarno
salah satu wakil Pimpinan Muhammadiyah di Jember mengatakan bahwa
pengertiannya tentang gerakan Islam yang radikal yang berawal dari kata
radik yang berarti akar kekerasan yaitu relatif misalkan ortum (organisasi
anakan) dalam Muhamadiyah sering kali berprilaku preman indikasinya
sudah tidak mengindahkan peraturan yang ada, kewenangan yang ada dan
otoritas yang ada akan tetapi mereka melakukan sesuatu diluar aturan
sehingga mereka merasa benar terhadap apa yang mereka lakukan.
13 Mumtaz Ali, Liberal Islam: An Analysis, dalam The American Journal of Islamic Social
Science 24:2, 44 14 Kabupaten Jember dalam angka 2007,.132
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
121
Walaupun pada dasarnya, Islam itu mengajarkan rahmatan lil alamin
sesuai dengan ajaran Muhamadiyah, bahkan yang dimaksud dengan
beragama yang baik adalah beragama yang bermakna dalam artian setiap
prilaku muslim harus bermanfaat terhadap ummat secara umum yang
beracuan pada sabda nabi khoirunnas anfauhum li annas (sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya) yang didasari pada
toleransi dan husnu dzan (prasangka baik) terhadap kelompok lain. Jadi ciri-
ciri radikal, yang menjurus pada prilaku menteror khususnya di Jember
masih belum ada. Walaupun terkadang bisa saja prilaku yang keras muncul
dari organisasi yang moderat.15
Lebih lanjut disampaikan oleh KH. Muhyiddin Abdussomad
sebagai tokoh NU Nahdlatul Ulama Cabang Jember mengatakan bahwa
kelompok radikal yang identik dengan gerakan transnasional di Jember
memang diyakini keberadaannya, ketika ada suatu kelompok yang
mengadakan gerakan riil yang membuat suasana keruh, panas. Suatu
contoh radio prosalina yang yang memunculkan salah satu dosen STAIN
Jember Dr. Ali Bisri pada waktu terdahulu yang menyalahkan seluruh
prilaku masyarakat di Jember dianggap menyimpang Islam yang berakibat
mengundang kemarahan massal yang bisa menyebabkan konflik yang
berakibat berjatuhan korban kalau dibiarkan dan bahkan dia merasa benar
sendiri.
Karena itu dia tidak akan merasa bersalah dengan apa yang dia
lakukan misalkan dengan meledakkan bom kelompok ini akan merasa
benar karena mereka menganggapnya sebagai jihad. Suatu hal yang
nampak adalah sosok seperti Alibisri ini tidak mau diajak untuk berdialog
dan itu adalah ciri khas Ideologi Islam Transnasional, jadi dia mau benar
sendiri. Karena dia sudah merasa benar maka mereka tidak mau berdialog.
Bahkan untuk menjaga eksistensi Islam radikal mereka melakukan berbagai
cara diantaranya dengan konvensional misalnya mendirikan lembaga
pendidikan formal, menyebarkan brosur dan menyiarkan melalui radio
oleh karena itu mereka lebih ekstrim dari yang tradisional (moderat).
Hanya saja NU tidak pernah merasa dirugikan dengan keberadaan gerakan
Ideologi Islam transnasional, akan tetapi apakah pemerintah akan
membiarkan masyarakat tercabik-cabik itu adalah tugas pemerintah.16
Dalam konteks Jember KH. Drs. Misrawi pengasuh pondok
pesantren Nurut Tholibin mengatakan bahwa Islam Ideologi Islam
Transnasional di Jember takut untuk muncul karena benteng dari NU
sangat kuat walaupun dengan tradisi-tradisi tahlilan, shalawat, pangajian
yang rutin dilakukan oleh warga Nahdiyin di desa-desa sehingga menjadi
15 Wawancara dengan bapak Sukarno, M.Si salah satu Tokoh Muhammdiyah di Jember 16 Wawancara dengan Kiyai Muhyiddin Abdusomad salah satu Tokoh NU di Jember
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
122
sulit untuk dipengaruhi. Sebenarnya NU itu lebih radikal karena NU kalau
masuk ke kelompok lain langsung kedalam contohnya ketika ada kelompok
yang bermain judi maka kiai atau tokoh NU langsung ikut bermain dan
mengalahkan para pemain yang lain dengan memberikan nasehat-nasehat
sehingga cepat terpengaruh untuk tidak mengulanginya lagi. Kalau di
Jember Ideologi Islam Transnasional yang muncul secara tindakan ada
seperti Front Pembela Islam (FPI) akan tetapi itu hanya muncul terhadap
gerakangerakan atas isu-isu yang fenomenal seperti menutup hiburan dan
dan tempat-tempat maksiat yang pada intinya seringkali muncul prilaku
radikal dari kelompok tersebut. Gerakan yang dilakukan oleh aliran Islam
radikal di Jember lebih pada anak-anak muda yang biasanya dilakukan di
kampus-kampus karena merekalah yang ingin dipengaruhi.17
Bapak Nur Hasan sebagai ketua IKA-PMII Jember mengatakan
bahwa kalau radikalismse juga sering disebut fundamentalis kalau
radikalisme lebih keras pada tindakan dan lebih bersifat politik dan kalau
fundamentalisme lebih bernuansa pemikiran. Di Jember lebih politik
disamping kearah pemahaman keagamaan. Ideologi Islam Transnasional
adalah suatu pemahaman ke-Islaman yang sangat radikal dan mendalam
dan memunculkan sikap-sikap intoleran dalam berinteraksi bisa dikatakan
HTI belum masuk gerakan Ideologi Islam Transnasional karena gerakan
Islam yang strukturalis yang ingin memasukkan berbagai hukum dalam
Syariat Islam di negeri ini ke dalam hukum formal.
Ideologi Islam Transnasional dalam arti ghiroh di Jember sudah
lama dan mulai berdirinya bangsa sudak berjalan akan tetapi munculnya
dan mencuat kepermukaan wacana adan gerakan radikaliasme tersebut
setelah reformasi karena kran politik dibuka sehingga banyak muncul
aliran-aliran Islam yang ingin menegakkan syariat Islam secara tekstual.18
Lebih lanjut Drs. H. Alfan Jamil, M.Si sebagai salah satu wakil
Ketua Tanfidiyah PCNU Jember mengatakan bahwa dilihat dari sejarahnya
masuknya Islam ke Indonesia yang ada dua yaitu ada Islam politik dan
Islam kultural dan Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam kultural.
Akan tetapi para ulama membawa Islam moderat dan Rahmatal Lilalamin
sehingga islam mencapai 99 % dari penduduk Indonesia, kalau di Spanyol
melihat masuknya Islam melalui kekerasan maka tidak akan tahan lama.
Islam yang rahmatan lil alamin sepertti NU. Di Jember ada Ideologi Islam
Transnasional politik, ada setelah pemilu 1955 ada aliran Islam pada
awalnya berkembangnnya PTP di Jember sehingga kiai datang ke Jember
17 Wawancara dengan Kiyai Misrawi salah satu Tokoh Agama di Jember 18 Wawancara dengan bapak Nur Hasan Ketua IKA PMII Jember
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
123
memerlukan tenaga dan disitulah kiai-kiai mendirikan pesantren yang
mempunyai aliran PSI, AKUI, akan tetapi kulturnya NU.
Antisipasi sebagai yang Muhamadiyah itu mencerdaskan
mencerahkan wacana-wacana berbagai aliran terutam untuk kader mubalig
dan kita perkenalkan banyaknya aliran dan warga Muhammdiyah tidak
akan tertarik terhadap tawaran-tawaran kebaikan-kebaikan dari kelompok
lain. Dan Muhammadiyah tidak mengajarkan dan mendakwakan Ideologi
Islam Transnasional dan kalau terbukti ada oknum-oknum yang ternyata
mengaku Muhammadiyah itu salah. Maka hal tersebut merupakan kasus
yang tidak ada hubungannya dengan organisasi. Kegiatan bersama dalam
melakukan kegiatan bersma biasanya kita lebih inten dalam Majlis Ulama
Indonesia (MUI) dan komunikasi informal juga inten dilakukan di
pimpinan antara NU dan Muhammadiyah.19
Ideologi Islam Transnasional di Jember yang disampaikan oleh
Ahmad Taufiq mengatakan secara aliran mau muncul secara teologis dan
ada beberapa kelompok dan membenarkan suatu bentuk prilaku
keagamaan yang kurang toleran terhadap kelompok lain. Seperti kafir
umpamanya mereka memahami berbeda dengan kelompok atau dengan
aliran yang lain, ini berbeda dengan ormas yang moderat seperti NU. Di
daerah datang seorang tokoh yang memang selala ini dianggap sebagai
tokoh Islam radikal seperti Abu Bakar Basyir, maka sikap kita sebagai
masyarakat sipil harus hati-hati.
Dalam perspektif kultural idealnya sebuah masyarakat dari
interaksi yang terbuka dan masyarakat multikultural sehingga keterbukaan
hubungan antara umat beragama itu kurang terbuka dan prilaku
keagamaan akan diawasi. Dapat disebut radikal baik secara radikal seperti
HTI, MMI, FPI kalau secara teologis ini mengarah pada proses ideoligasi
nah secara ideologisasi yang bisa diamati secara prilaku dan prilaku
keagamaan bisa dijustifikasi sebagai Islam radikal. Sepajang pengamatan
saya mulai 1992 sejak jaman di gerakan Islam radikal pada zaman itu sejak
menjelang reformasi dan hanya pada wacana yang ekslusif penolakan
terhadap demokrasi dan pro terhadap negara khilafah dan pada pasca
reformasi ini mulai muncul agak jelas dan mencuat, varian-varian
kelompok Islam yang intorelan semakin banyak, dan kelompok kelompok
Islam seperti NGO.
Latar belakang munculnya Islam radikal kalau secara ekonomi
belum muncul makanya harus diamati lagi, yang nyata-nyata bisa diamati
secara teologis dan politik dan belum ada latar belakang ekonomi yang
19 Wawancara dengan Dr. Aminullah El Hady salah satu Tokoh Muhammdiyah di
Jember
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
124
misalnya membantuk komunitas. Akan tetapi kalau secara keseluruhan
penolakan-penolakan terhadap produk-pruduk asing yang merugikan
produk lokal. Upaya ada yang dilakukan tapi belum memberikan
perubahan yang signifikan seperti NU, Muhammdiyah OKP, PMII, dan
biasanya pengajian-pengajian yang dilakukan untuk menghambat
berkembangnnya ajaran Islam radikal dan itu belum signifikan.
Muhammadiyah dan NU belum melakukan dialog yang cukup dan
membangun pemaahaman bersama dalam beragama, akan tetapi ada tapi
pada tataran resolusi konflik yang melibatkan NU, MD, LDII.
Kalau secara rasional mungkin bisa muncul gerakan-gerakan
radikal dari kelompok-kelompok yang berhaluan moderat seperti NU dan
Muhammadiyah dan secara faktual belum ada karena NU dikenal sebagai
yang bermadhab al-Maturidi dalam teologi dan moderat, karena moderat
maka diikuti oleh kaum muslimin dan mayoritas moderat dalam aliran al-
Maturidi ada gerakan radikal dan kalau dalam NU juga ada gerakan yang
radikal. Munculnya Ideologi Islam Transnasional ini fenomena nasional
muncul dalam wacana nasional dan belakangan ini semakin tinggi gerakan
Islam radikal karena mereka disokong oleh sangat banyak dana bahkan
sampai miliaran rupiah seperti aliran salafi misalnya. Dan membuat buletin
disebarkan ke masjid-masjid juga sekitar enam bulan yang lalu ada
informasi atau buletin yang diterbitkan mahasiswa UNMUH yang sangat
radikal sekali yang mengatakan mulid nabi itu syirik, kufur kristen dll.
Walaupun Ideologi Islam Transnasional ini dalam bentuk pemikiran akan
tetapi kalau mereka punya kekuatan akan melakukan gerakan radikal.
Yang melatar belakangi munculnya Ideologi Islam Transnasional ini
banyak dipengaruhi oleh pendidikan karena mereka didik oleh sekolah-
sekolah yang radikal seperti contoh di Jember pondok salafi di Jember dan
pendidikannya dari Arab Saudi dan latar bekang lain saling tumpang
tindih. Ada ideologi juga ada persoalan ekonomi. Kalau Ideologi Islam
Transnasional di Jember kedepan ini tergantung masyarakat kalau para kiai
ulama di Jember siap membentengi agar tidak terpengaruh oleh kelompok
radikal mungkin kelompok radikal akan mulai melemah. Dan kalau tidak
ada tindakan dari NU maka kelompok radikal akan semakin menguat
karena bagaimana pun masyarakat kita secara pendidikan yang minus
pokoknya ada yang menu mengajar apakah itu baik atau buruk tidak
terpikirkan.
Dalam sejarahnya yang disampaikan KH. Baharuddin Rosyid
sebagai pimpinan Muhammdiyah Jember yang lalu mengatakan bahwa
sepanjang beliau di lahir Jember tahun 1939 kalau radikal dalam persepsi
sekarang seperti bertindak sekarang kasar inklusif, itu kalau radikal dari
tindakan itu ada tetapi tidak hanya dari aliran Islam saja juga ada dari
lembaga swadaya masyarakat (LSM) karena di Jember ini kota santri
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
125
Ideologi Islam Transnasional ada dan tidak berkembang, kalau di Jember
banyak melahirkan tokoh NU seperti KH Muhit Muzadi akan tetapi tokoh
radikal yang dari Jember belum ada. Dan belum ada tindakan Ideologi
Islam Transnasional, dan tindakan agak radikal ada datang ke dewan
gebrak dan itu juga radikal dalam dari tindakan. HTI walaupun FPI belum
sampai pada radikal karena secara tindakan belum ada, akan tetapi kalau
sudah Ideologi Islam Transnasional itus sudah mengandung paham. Ada
tiga faktor yang memicu adanya Ideologi Islam Transnasional pertama dari
dalam ajaran yang diikuti aliran keras. Kedua dari luar yakni dipicu oleh
yang merangsang untuk dihadapi dengan keras, ketiga dari orangnya.
Kalau latar belakang ada dua cara dalam menyikapi jihad: ada jihad
dalam mencari ilmu dan ada yang memaknai jihad itu perang, dan Ideologi
Islam Transnasional akan bisa tumbuh dan merangsang, dan kalau di
Jember dalam arti paham belum ada. Kalau ada isu nasional biasanya
terangsang untuk menimbulkan gerakan di Jember misalnya faktor pemilu.
Kecuali dulu ada faktor santet pada waktu beliau ke Jakarta di Jember
dikenal dengan daerah santet.
Pada zaman Gus Dur mau diturunkan ada banyak kelompok yang
membuat gerakan, dan kalau di Jember dan kalau ulama sering komunikasi
dan kalau ada masalah cepet terkomunikasikan dan kalau ada masalah
ditanggapi dengan ekstrim dan radikal. Kalau kasus Irak kita sempat
demontrasi tapi tidak sampai anarkis dan radikal.20
KH. Abdullah Saymsul Arifin, M.HI ketua PCNU Jember
mengatakan bahwa kalu dibilang ada perlu dipersepsikan lagi apa yang
dimasud Ideologi Islam Transnasional bahwa kita harus menyadari dengan
adanya sekat-sekat itu muncul dari kita atau tidak ada yang ingin
mengkotak-mengkotak yang ingin menghancurkan orang Islam itu sendiri
dan kalau mau membumikan pluralisme perlu dimaknai ulang apa hanya
dimaknai bahwa kebenaran itu mini dan kebenaran itu beragam. Apakah
Ideologi Islam Transnasional hanya identik dengan Ideologi Islam
Transnasional yang melakukan dakwah itu keras atau secara tindakan itu
ada kesepahaman tentang Ideologi Islam Transnasional.21
Kalau kita melihat di Jember ada kelompok yang dalam melihat
adanya kemungkaran dan menonjolkan pada tindakan Ideologi Islam
Transnasional atau kekerasan akan tetapi kita punya prinsip dakwah di NU
ayyakuna al amru bil makrufan bi makrufin walnahyi bil mungkar bigairi mungkar
yang dilakukan NU adalah amar makruf dengan cara yang makruf dan
20 Wawancara dengan Pimpinan Muhammdiyah Jember 21 Keterangan dari KH. Abdullah Syamsul Arifin, M.HI yakni untuk mempersepsikan
kembali wacara Gerakan Ideologi Islam Transnasional yang marak di lingkungan NU di
perbincangkan.
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
126
yang mungkar dan menimbulkan yang mungkin pula seperti imam al-
Ghazali mengatakan seperi orang minuman keras maka jangan botolnya
dihancurkan akan tetapi minumannya dituangkan dan botolnya diambil
karena bisa dimanfatkan pada hal yang lain.
Kalau selama ini yang dimaksud seperti contohnya kalau ada tikus
dalam rumah, rumahnya yang dibakar maka itu tidak sepaham denga
ajaran dakwah yang dilakukan oleh NU. Munculnya hal seperti itu karena
minimnya pengetahuan atau nerrow maindet kalau faktornya dalam
pemahaman keagamaan itu harus dibenahi. Dan perlu banyak belajar
sejarah bagaimana Nabi Muhammad melakukan dakwah dan juga tentang
masuknya Islam di Indonesia semua sepakat tidak menggunakan jalur
kekerasan bahkan dari yang sebelumnya penduduknya beragama Kristen
bisa berubah menjadi 99% beragaama Islam tanpa harus memulai
peperangan. Kadang munculnya kekerasan dipicu dari faktor politik dan
dibungkus dengan kepentingan agama. Dan mengembalikan pemurnian
tujuan.
Islam radikal tidak selamanya identik dengan HTI, FPI dan
walaupun kadang radikal dalam tindakan akan tetapi perlu ada
pemahaman bersama bahwa radik itu kan pemahaman yang mendalam
yang sampai pada akarnya dan betul-betul mendalam. Kalau
pemahamannya yang mendalam seperti fundamentalisme sebetulnya tidak
ada yang boleh disalahkan kalau tampilannya bagus. Kalau tampilan yang
cenderung menang sendiri tidak toleransi itu harus diteliti lebih mendalam
tampilan-tampilan FPI itu memang keras.
Latar belakang radikal munculnya Islam radikal tidak selamanya
teologis akan tetapi politik juga HTI hampir sama dengan ikhwanul
muslimin dan politik itu diperlukan dan mereka mengunakan kondisi
politik yang harus dikuasai sehingga lebih mudah dalam memasukkan
hukum Islam seperti pendirian negara khilafah. Kalau NU dan
Muhammadiyah menggunakan tampilan-tampilan yang moderat yang bisa
disosialisasikan terhadap umat dengan misi besar yakni rahmatanlilalamin
kita sekarang menghadapi ekstrim kanan yang kita sebut Ideologi Islam
Transnasional. Kalau Ideologi Islam Transnasional kita upayakan untuk
selalu bergerak bersama dengan NU dan Muhammadiyah untuk terus
mendakwahkan Islam rahmatan lilalamin.
Prof Dr. Ayu Sutarto, MA, mengatakan bahwa beliau tidak yakin
kalau di Jember akan tumbuh Ideologi Islam Transnasional karena di sini
umat Islam dan mayoritas NU, NU itu lebih hampir semua tindakannya
tidak bententangan dengan tradisi lokal dengan budaya lokal dan juga
dengan negara, NU yang dicap sebagai Islam kultural. Yang disebut radikal
fundamentalis itu hanya sebuah pemaknaan dan tidak akan menyebut
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
127
kelompok dan seperti HTI itu kan organisasi baru dan ada pemaknaan
negatif terhadap kelompok tersebut.
Dalam kehidupan ini yang terpenting adalah bagaimana kehidupan
beragama dan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan
global, dalam kajian budaya kita berada dalam pemaknaan karena
pertarungan itu muncul dalam pemaknaan, saya tidak pernah mencap
terhadap kelompok-kelompok sebagai Islam radikal. Kita serahkan pada
negara kalau ada tindakan-tindakan yang radikal maka setiap negara
punya undang-undang yang bisa menindak kelompok yang dimaknai
mempunyai gerakan radikal. Kelompok radikal mempunyai cita-cita
membentuk negara yang khilafah itu sudah bertentangan dengan pendiri
bangsa kita ini.
Respon Organisasi Keagamaan
Terhadap Ideologi Islam Transnasional Islam
Respon organisasai keagamaan yang berhaluan moderat di Jember
terhadap radilalisme Islam Bapak H. Sukarno salah satu wakil Pimpinan
Muhammadiyah di Jember mengatakan, HTI dan FPI yang diasumsikan
sebagai kelompok Islam garis keras tidak pernah berprilaku seperti preman.
Indikasinya adalah ketika kedua kelompok Islam tersebut melakukan aksi
tidak pernah melakukan pengrusakan-pengrusakan bahkan mereka
bersikap tertib. Sebenarnya untuk menjustifikasi suatu kelompok tertentu
tergantung dari sudut pandangnya, atau mungkin dari segi ideologi
memang berbeda dengan kelompok Islam yang lainnya. Karena ideologi
mereka terkonstruk oleh ideologi Timur Tengah seperti ideologi yang ada
di Lebanon dan terus dikembangkan disini. Oleh karena itu semangat
mereka HTI dibangun atas dasar politik, walaupun perwujudannya perlu
kita analisa kembali.22
Lebih lanjut dijelaskan oleh pengasuh pondok Nurul Islam I Jember
KH. Muhyiddin Abdussomad bahwa keberadaan Islam radikal akan
merugikan masyarakat Islam secara umum oleh karena itu Islam tidak
moderat lagi, tidak menghargai perbedaan. Islam radikal akan muncul dari
kelompok Islam moderat apabila Islam moderat tersebut bergabung dengan
Islam radikal. Respon dari Nahdatul Ulama (NU) adalah menggunakan
penguatan kedalam atau internalisasi agar warga NU/Nahdiyin tidak
terpengaruh dengan langkah-langkah yang mereka lakukan dengan
mmperkuat akidah, dasar-dasar amaliah dan menjelaskan konsensus ulama
pendiri NU dengan pancasila, menjunjung tinggi perbedaan, toleransi
pluralisme, kesetaraan antara seasama anak bangsa.
22 Wawancara dengan bapak H. Sukarno, M.Si .Respon Ormas Terhadap Gerakan Ideology
Islam Transnasional
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
128
KH. Drs. Misrawi mengatakan bahwa gerakan yang dilakukan oleh
NU adalah gerakan yang mendalam atau lebih dikenal gerakan kewalian
seperti kiai-kiai sepuh yang mempunayai kharisma kuat dalam
memberikan tausiyah atau dakwah kepada warganya. Juga respon dari
para intelektual NU yang seperti melawn wacara Ideologi Islam
Transnasional dengan diskusi forum ilmiah atau biasanya dijawab
menggunakan buku. Kalau menurut beliau kehawatiran-kehawatiran ada
akan tetapi karena akan ada terus regenerasi ulama dan kiai maka ke depan
akan semakin terkurangi yang dikatakan gerakan radiakalisme Islam di
Jember. Justru pada saat ini di Jember yang berkembang adalah akhlak atau
moral dari anak-anak muda yang menjadi incaran dari kelompok-kelompok
lain yang ingin menghancurkan Islam.23
Kelompok salafy yang mempunyai jalan politik sendiri dan
menpunyai citat-cita untuk membentuk negara Islam yang tidak mau
menerima Islam sebagai kenyataan dan itu merupakan perkembangan baru
dan muncul setelah berdinrinya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang
didirikan oleh Imam Taqayudin al Afgani dari Libanon untuk
mengembalikan perscerai beraian umat Islam.
Menurut Drs. H. Alfan Jamil mengatakan kalau kehawatiran secara
empiris bisa dilihat dari para elit-elit NU mereka hawatir terhadap anak
anak muda atau generasi-generasi NU agar tidak terekrut kedalam aliran-
aliran Islam radikal. Gerakan yang dibangun oleh NU untuk membandung
Ideologi Islam Transnasional dengan menggunakan pelatihan-pelatihan
ASWAJA terhadap kader-kader muda Nahdatul Ulama (NU).
Keberadaan Islam radikal di Jember justru tidak berfungsi
kontruktif dan lebih banyak destruktif atau moderat dan mereka
mengingnkan negarah yang khilafah dan HTI tidak mau terhadap
demokrasi dan itu merupakan ancaman terhadap kelangsungan bangsa.
Respon dari Nahdatul Ulama dalam membendung gerakan radikalisme
yankni melakukan dialog agama, Bahtsul Masail, penerbitan buku dan
sekarang sudah mempunyai Balai latihan dan pendidikan dan kita tidak
hanya ofensif akan tetapi defensif dan Aswaja oleh kaum muda tidak hanya
dikenal tentang sejarah akan secara praktek harus terus dilakukan baik
dalam bidang sosial, budaya dan politik. Dan tidak ada ajaran praktis yang
belum bisa dilakukan oleh kader muda dan bisa membumikan ajaran-
ajaran aswaja terhadap anak-anak muda untuk menghadapi ajaran-ajaran
Islam radikal. Kalau kehawatiran pasti ada akan tetapi tidak hanya
khawatir tapi harus ada yang dilakukan kedepan oleh pengurus NU
sendiri. Juga dalam melakukan pembendungan terhadap menyebarnya
23 Wawancara dengan bapak Drs. Misrawi.Respon Ormas Terhadap Gerakan Ideology
Islam Transnasional
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
129
aliran Islam radikal NU dan Muhammadiyah dan sekarang banyak guru-
guru Muhammadiyah masuk PKS dan dipecat dari Muhammadiyah.
Ust. Idrus Ramli sebagai pengurus PCNU Jember mengatakan
bahwa munculnya Islam radikal di Jember lebih banyak madlarat atau
destruktif meskipun memang banyak yang mengatakan ada konstruktifnya
juga, dalam kelompok radikal membawa ajaran yang menyimpang dari
ajaran Islam yang diajarkan nabi dan sahabat. Kalau respon pertama kali
kita menanggapi secara ilmiah dan kelompok radikal ini diajak dialog
secara terbuka, kalau memang ada dalil yang mereka miliki sayangnya
mereka sering tidak mau. Seperti maulid nabi mereka justru tidak mau.
Dan kiat memberikan peringatan pada masyarakat agar tidak terpengaruh
dari aliran-aliran Islam radikal.24
Strategi NU dan Muhammadiyah
Dalam Membendung Ideologi Islam Transnasional Islam
Langkah yang dilakukan Muhamadiyah adalah sesuai dengan
ideologinya yaitu dakwah, amar makruf dan nahi mungkar. Jadi, Siapa saja
yang berprilaku mungkar jelas tidak segaris dengan Muhamadiyah.
Muhammadiyah sebagai organisasi moderat mengajak untuk berdialog
mengenai masalah-masalah yang dipermasalahkan. Selebihnya KH.
Baharudin Rosyid sebagai pimpinan Muhamadiyah Jember sering diminta
sebagai mediator pada hal-hal kontra masyarakat untuk ditangani dengan
menanamkan semangat tasammuh (toleransi) terhadap beda keyakinan,
beda ideologi beda prilaku dan beracuan pada garis-garis aturan yang
sudah berlaku. Dalam membendung Ideologi Islam Transnasional tersebut
Muhammadiyah tidak pernah melakukan pembendungan secara riil akan
tetapi lebih mengetatkan di intern warga Muhammadiyah. Sehingga dari
sini anggota atau simpatisan Muhammadiyah ketika diajak pada prilaku
radikal bisa mencegah untuk tidak terlibat didalamnya.
Pada dasarnya siapapun tidak mempunyai hal untuk melarang
organisasi untuk hidup dan berkembang dinegara ini apapun bentuknya
organisasi itu. Karena mewadahi diri dalam sebuah organisasi merupakan
hak asasi manusia, kecuali organisasi tersebut bertentangan dengan UUD
45 jelas itu tidak ditolerir. Ketika organisasi tersebut meresahkan
masyarakat maka harus diselesaikan secara hukum tidak boleh masyarakat
main hakim sendiri agar terjadi kedamaian walaupun hukum yang berlaku
tidak memuaskan.
Kita akui dalam beberapa hal akidah kita sama dengan mereka dan
juga dalam beberapa hal menjadikan kita jauh dengan mereka (Islam
24 Wawancara dengan bapak Ust Idrur Romli tentang gerakan Islam radikal yang selalu
ofensif maka respon Ormas Terhadap Gerakan Ideology Islam Transnasional.
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
130
radikal). Kalau NU melakukan staregi seperti intruksi dari PWNU untuk
menghatamkan buku-buku NU, dan para pendahulu kita yang
membumikan nilai-nilai Islam. Dan masyarakat kita suda bukan
masyarakat pendengar sekarang manyarakat kita menjadi masyarakat
pembaca. Dalam memberikan pemahaman NU terhadap internal UN sendri
sangatlah sulit karena bisa dikatakan pendidikan di kalangan NU sangat
dimarjinalkan dan sangat rendah pemahaman mereka. Dan membangun
kesatuan ranting-ranting juga masjid-masjid dipertahankan, dan orang-
orang yang radikal cenderung merebut mesjid untuk dijadikan tempat
dalam memberikan ajarannya, justru anak-anak muda seperti PMII asik
dengan wacana Islam liberal. PMII mabuk di wilayah yang lain. Upaya
merebut Jamaah Tablig maka harus anak mudanya yang turun untuk
merebut mesjid. Di Jember mesjid jami juga menjadi incaran untuk
merebut tempat tersebut. Dan pada saat ini kita harus berani mengucapkan
wama ana minannadiyin.
Dr. Aminullah Elhady sebagai salah satu Pimpinan Muhammdiyah
di Jember mengatakan bahwa kebudayaan Islam yang dikembangkan oleh
kedua organisasai berakar dari kebudayaan lokal yang santun dan
menghargai orang lain. ini dan tidak mengarah kepada radikalisme kalau
muncul dalam bentuk karnaval dan itu bukan pengarauh dari ajaran kedua
organisasai MD karena budaya tersebut masyarakat mengemas melaui
kreatifitas untuk menjadi tontonan masyarakat.
Penutup
Di tingkat lokal maupun nasional, NU dan Muhammadiyah telah
memainkan peran menentukan dalam proses pembangunan peradaban
keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan. Kehadiran dua organisasi yang
mewakili sayap umat Islam Indonesia dengan corak keberagamaannya
yang ramah dan toleran atau dengan istilah lain moderat lahir sebagai
respon terhadap problem keumatan, kebangsaan, kemanusiaan.
Gerakan kedua organisasi Islam terbesar tersebut di ranah lokal
yakni di Jember. Kehadiran NU dan Muhamdiyah cabang Jember bukan
sebatas sebagai respon terhadap isu-isu keagamaan atau keumatan lokal
melainkan pula terhadap isu-isu nasional maupun global. Dalam konsteks
keagamaan di tingkat lokal NU dan Muhammdiyah Cabang Jember
memiliki misi yang sama dengan misi kedua organisasi tingkat nasional
yakni membina dan mengembangkan kualitas keberagaman umat. Maka
dari itu gerakan yang dilakukan dalam membendung gerakan Islam
transnasional adalah penguatan internal warganya, dan strategi
kebudayaan melalui kultur dilakukan oleh kedua ormas tersebut.
Dalam hasil penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa setiap
usaha untuk membendung gerakan ideologi Islam transnasional melalui
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
131
penguatan paham dari kedua ormas tersebut. Pendekatan kultur harus juga
dikedepankan kalangan ormas Islam moderat seperti NU dan
Muhammadiyah harus mempengaruhi aktif terhadap kebijakan negara.
Bagi negara sendiri usaha untuk membangun tatanan kehidupan bangsa
yang plural dan multikultural, diharapkan pula dilakukan melalui
kebijakan politik yang lebih berorientasi penguatan ideologi ormas tertentu.
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
132
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Karen, Berperang demi Tuhan, terj. Satrio wahono dkk, Jakarta-
Bandung, Kerjasama Serambi dengan Mizan, 2001
Abdul Ala, Geneologi Ideologi Islam Transnasional Muslim Nusantara: Akar
Dan Karakter Pemikiran Dan Gerakan Padri dalam Perspektif Hubungan
Agama dan Politik Kekuasaan Pidato pengukuhan Guru Besar, IAIN
Sunan Ampel Surabaya, Mei 2008.
Ahmad Syafi'i Ma'arif, "Masa Depan Islam di Indonesia" dalam Abdurrahman
Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam
Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam, The Wahid Institute, Jakarta,
2009 .
Bassam Tibi, Islamism, "Democracy, and The Clash of Civilization", dalam
Chaider S. Bamualim (ed.), Islam & The West, Jakarta: Pusat Bahasa
dan Budaya UIN Jakarta, 2003.
Oliever Roy, Globalized Islam: The Search for a New Ummah, New York:
Columbia University Press, 2004, hlm. 1. Tentang kegagalan Islam
Politik llihat Oliever Roy, The Failure of Polical Islam, Cambridge, MA:
Harvard University Press, 1995
BIN, Gerakan Islam Transnasional dan Pengaruhnya di Indonesia, tth:BIN.
Muhammad Ali, The Rise of The Liberal Islam Network (JIL) in Contemporary
Indonesia dalam The American Journal of Islamic Social Sciences 22:1.
Mumtaz Ali, Liberal Islam: An Analysis, dalam The American Journal of
Islamic Social Science 24:2.
Nur Kholik Ridwan, Doktrin wahhabi dan Benih-Benih Ideologi Islam
Transnasional Islam, Yogyakarta, Tanah Air, 2009.
Kabupaten Jember Dalam Angka tahun 2007, badan perencanaan
pembangunan Kabupaten Jember dan pusat statistik kabupaten
Jember
Ach. Syaikhu, Pergulatan Organisasi Islam dalam Membendung Gerakan Ideologi Islam
Transnasional
133
Oman Fathurrahman, Tarekat Shattariyah di Dunia Melayu Indonesia: Kajian
Atas Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-Naskah di Samudra
Barat, Desertasi Pada Program studi Ilmu Susastera Program
Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, 2003.
Said Agil Siraj dalam Lautan Wahyu, Islam Sebagai Rahmatan lil alamin,
Episode 5: Dakwah Supervaisor Program: KH. A. Mustofa Bisri,
@LibForAll Foundation 2009.
Tentang teralienasinya gerakan neo-fundamentalis Islam di Timur Tengah
dan munculnya gagasan ummah, llihat Roy, Globalized Islam.
JURNAL FALASIFA. Vol.3 , No. 1 Maret 2012
134