43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L) Telah diketahui bahwa pada dasarnya semua zat asing yang masuk ke dalam tubuh akan dirombak oleh hepar menjadi metabolitnya yang bersifat hidrofil (larut dalam air) sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh, hepar juga membentuk metabolit yang bersifat reaktif yaitu metabolit yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul jaringan sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Biotransformasi terutama berlangsung di hepar. Hepar akan menetralkan racun dan zat asing yang masuk tubuh, tetapi sekaligus merupakan organ yang pertama kali akan menderita apabila racun tidak dinetralkan (Setyabudi, 1994). Kerusakan hepar yang tidak dikontrol memungkinkan terjadinya perubahan struktur sel hepar yang dapat berupa udema sitoplasma, degenerasi lemak, degenerasi hidropik, inti piknotik, karioreksis, kariolisis, 26

5071101200508454

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 5071101200508454

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L)

Telah diketahui bahwa pada dasarnya semua zat asing yang masuk ke

dalam tubuh akan dirombak oleh hepar menjadi metabolitnya yang bersifat

hidrofil (larut dalam air) sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh, hepar juga

membentuk metabolit yang bersifat reaktif yaitu metabolit yang dapat membentuk

ikatan kovalen dengan makromolekul jaringan sehingga menyebabkan kerusakan

jaringan. Biotransformasi terutama berlangsung di hepar. Hepar akan menetralkan

racun dan zat asing yang masuk tubuh, tetapi sekaligus merupakan organ yang

pertama kali akan menderita apabila racun tidak dinetralkan (Setyabudi, 1994).

Kerusakan hepar yang tidak dikontrol memungkinkan terjadinya

perubahan struktur sel hepar yang dapat berupa udema sitoplasma, degenerasi

lemak, degenerasi hidropik, inti piknotik, karioreksis, kariolisis, pecahnya

membran plasma dan nekrosis. Perubahan pada membran sel akibat zat toksik

dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan permeabilitas membran sel sehingga

kerentanan sel meningkat dan membran sel mudah rusak (Sodeman & Sodeman,

1991).

Hasil pengamatan terhadap struktur histologis hepar menunjukkan bahwa

semua kelompok perlakuan mengalami perubahan histologis hepar. Perlakuan

selama 30 hari dengan dosis yang cukup tinggi (diatas batas ADI) memungkinkan

terjadi akumulasi zat-zat aktif baik yang bersifat iritan atau toksik sehingga

26

Page 2: 5071101200508454

menyebabkan perubahan struktur histologis hepar. Perubahan histologis hepar

tersebut berupa: degenerasi hidropik, degenerasi lemak, inti piknotik, kariolisis,

konstriksi vena sentralis dan dilatasi sinusoid. Perubahan struktur histologis hepar

pada semua kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L)

KelompokPerlakuan

Sel HeparVena

sentralisSinusoidDegenerasi

HidropikDegenerasi

lemakInti Piknotik Kariolisis

I0 mg

aspartam/20 g BB

- - - - - -

II5 mg

aspartam/20 g BB

- - - + - -

III10 mg

aspartam/20 g BB

- ++ + + - -

IV15 mg

aspartam/20 g BB

++ +++ ++ ++ - Dilatasi

V20 mg

aspartam/20 g BB

+++ +++ ++ ++ konstriksi Dilatasi

Keterangan:- : Normal+ : Kerusakan sel hepar mencapai 25 % dalam satu bidang pandang++ : Kerusakan sel hepar mencapai 50 % dalam satu bidang pandang+++ : Kerusakan sel hepar mencapai 75 % dalam satu bidang pandang

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok perlakuan II belum

menujukkan kerusakan yang berarti, kelompok pelakuan ini hanya mengalami

kariolisis tetapi kerusakannya hanya mencapai 25 % dari bidang pandang.

Kelompok perlakuan III mulai menunjukkan kerusakan sel yang berarti dengan

adanya degenerasi lemak yang mencapai 50 % pada bidang pandang dan adanya

inti piknotik dan kariolisis yang mencapai 25 %, sementara itu kelompok

perlakuan IV menunjukkan kerusakan sel hepar yang cukup parah karena

27

Page 3: 5071101200508454

degenerasi hidropik, inti piknotik dan kariolisis mencapai 50 % bidang pandang

dan degerasi lemaknya mencapai 75 % bidang pandang serta sinusoidnya

mengalami dilatasi. Pada kelompok perlakuan V terlihat bahwa kelompok

perlakuan ini juga mengalami kerusakan yang parah, degenerasi hidropik dan

degenerasi lemak mencapai 75 %, inti piknotik dan kariolisis mencapai 50 %, juga

terjadi konstriksi vena sentralis dan sinusoid yang mengalami dilatasi.

1. Nekrosis

Gambar 4. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

28

Page 4: 5071101200508454

Gambar 5. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid

b. Hepatosit e. Inti kariolisisc. Sel endothel

d. Sinusoid f. Inti kariolisis

Gambar 6. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Hepatositc. Sinusoidd. Sel endothele. Inti piknotikf. Inti kariolisis

29

Page 5: 5071101200508454

Gambar 7. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit

b. Inti Piknotikc. Sinusoidd. Inti kariolisise. Sel Endothelf. Vena sentralis

Gambar 8. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Hepatositc. Sel endotheld. Inti piknotike. Inti kariolisisf. Degenerasi hidropik

30

Page 6: 5071101200508454

Gambar 9. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.

Perbesaran : 1000xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit

b. Inti piknotikc. Sel endotheld. Sinusoid

Gambar 4 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit normal

(kontrol), disini terlihat bahwa tidak tampak kerusakan pada hepar mencit. Pada

gambar 5 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi

perlakuan aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB, disini struktur mikroskopis hepar

telah menunjukkan kerusakan dengan adanya inti yang kariolisis.

Gambar 6 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi

perlakuan aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB, disini terlihat bahwa hepar

mencit mulai memperlihatkan kerusakan sel, dengan munculnya inti piknotik dan

sel yang mengalami kariolisis dan sel memperlihatkan adanya vakuola-vakuola

kecil.

Gambar 7 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi

perlakuan aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB, terlihat banyak inti piknotik dan

sel yang kariolisis.

31

Page 7: 5071101200508454

Gambar 8 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi

perlakuan aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB, tampak bahwa sel hepar juga

mengalami kerusakan, terlihat banyak inti yang piknotik dan banyak sel yang

mengalami degenerasi hidropik, dan sel yang mengalami kariolisis.

Perubahan histologis hepar ini disebabkan oleh toksisitas dari metabolit

aspartam. Metabolit aspartam yang dianggap paling berbahaya adalah metanol,

karena metanol merupakan suatu racun yang berbahaya untuk kesehatan manusia.

Kelebihan metanol di dalam tubuh akan menyebabkan berkurangnya fungsi

mitokondria. Metanol menghalangi oksidasi sitokrom, suatu komponen yang

penting dalam sintesis ATP sehingga terjadi penurunan sintesis ATP, sehingga

menimbulkan gangguan fungsi selaput sel (Lee, 2003).

Menurut Robbins & Kumar (1992) perubahan yang terjadi pada membran

sel mencerminkan gangguan pengaturan ion dan volume yang disebabkan oleh

kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas pembengkakan sel, pembentukan gelembung

sitoplasma, penggumpalan kromatin inti, gangguan dan kehilangan perlekatan

intersel. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan reversibel, tetapi bila keadaan ini

berlanjut akan menjadi irreversibel sehingga akan tampak robekan pada membran

sel dan membran organel.

Pecahnya membran sel menyebabkan natrium yang masuk ke dalam sel

berlebih dan diikuti oleh pembengkakan mitokondria karena pergeseran ion yang

terjadi pada bagian dalam sel. Disusul dengan pelebaran retikulum endoplasma

yang diikuti oleh pelepasan ribosom dan pecahnya polisom disertai pengurangan

sintesis protein yang berlanjut menjadi fragmentasi progresif retikulum

32

Page 8: 5071101200508454

endoplasma dan permukaan selaput menjadi menggelembung. Perubahan pada

lisosom terjadi paling akhir, lisosom yang robek dan menghilang merupakan

struktur yang ditemukan sebagai bentuk sel mati.

Pemberian aspartam terhadap mencit selama 30 hari menyebabkan

terjadinya akumulasi zat toksik di dalam sel hepar dan menyebabkan terjadinya

kematian sel pada hepar mencit. Jika sebuah sel mendapat paparan toksik terus

menerus, maka sel akan mencapai suatu titik sampai sel tersebut tidak dapat

melangsungkan metabolisme yang akhirnya menyebabkan kematian sel. Sel

memiliki berbagai macam enzim, sewaktu sel hidup enzim-enzim ini tidak

menimbulkan kerusakan pada sel tetapi pada saat sel mati, enzim-enzim akan

dilepaskan dan akan melarutkan berbagai unsur sel sehingga terjadi perubahan-

perubahan morfologis pada sel (Price & Wilson, 1993).

Perubahan morfologis pada sel yang mati dikenal sebagai nekrosis. Inti

sel yang mati biasanya menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap.

Proses ini dinamakan piknosis, dan intinya disebut piknotik. Kemungkinan lain,

inti dapat hancur sambil meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang

tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya pada beberapa

keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan mereka untuk diwarnai dan

menghilang, proses ini disebut kariolisis (Price & Wilson, 1993).

2. Degenerasi Lemak

Degenerasi lemak merupakan akumulasi lemak yang berlebihan didalam

sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi pada sel-sel yang secara normal

33

Page 9: 5071101200508454

memetabolismekan lemak, penyebab degenerasi ini antara lain adalah lemak yang

berlebihan didalam makanan, malnutrisi dan penyakit-penyakit kronis serta

berbagai akibat dari keracunan (Koeman, 1987). Akumulasi lemak di dalam sel

ditandai dengan adanya vakuola yang besarnya bervariasi. Pada penelitian ini

gangguan perlemakan terdapat pada mencit dengan kelompok perlakuan III, IV

dan V.

Gambar 10. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

34

Page 10: 5071101200508454

Gambar 11. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

Gambar 12. Struktur mikroskopis hepar mencit yang mempelihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Degenerasi lemak c. Sinusoid

b. Inti piknotik d. Sel endothel

35

Page 11: 5071101200508454

Gambar 13. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Sinusoid d. Inti kariolisis

b. Sel endothel e. Inti piknotikc. Degenerasi lemak

Gambar 14. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Degenerasi lemak

b. Inti piknotikc. Inti kariolisis

Pada penelitian ini degenerasi lemak hanya terjadi pada mencit

kelompok perlakuan III, IV dan V. Kelompok perlakuan II tidak mengalami

degenerasi lemak karena dosis aspartam yang diberikan masih relatif rendah

sehingga mencit dalam kelompok perlakuan ini belum mengalami gangguan

metabolisme terhadap efek pemberian aspartam.

36

Page 12: 5071101200508454

Menurut Plaa (1986), normalnya lemak diambil dalam bentuk asam

lemak melalui pinositosis. Asam lemak disintesis menjadi trigliserida, terikat pada

fosfolipid dan protein dan diangkut oleh darah sebagai lipoprotein. Pemberian

aspartam akan menyebabkan terbentuknya radikal di dalam hepar, yang kemudian

menyebabkan peroksidasi lipida pada membran sel. Mitokondria yang mengalami

tekanan akan berakibat pada gangguan dalam proses fosforilasi pernafasan

oksidatif dalam mitokondria.

Pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan

struktur retikulum endoplasma berkurang dan sintesis protein berkurang.

Kegagalan dalam pengikatan energi akibat terganggunya mitokondria akan

menyebabkan sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida akibatnya

terjadi akumulasi lemak yang dikenal sebagai degenerasi lemak.

3. Degenerasi Hidropik

Akumulasi air merupakan perubahan awal dari sel yang mengalami

perlukaan. Akumulasi air ini dapat terjadi antara lain karena faktor mekanik dan

pengaruh toksis akibat bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Pada sel-sel yang

mengalami akumulasi air, sel-sel tampak membesar, lebih pucat dari normal dan

letaknya lebih berdesak-desakan, sitoplasma nampak keruh dan jika

pembengkakan cukup berat kadang-kadang ditemukan adanya vakuola.

37

Page 13: 5071101200508454

Gambar 15. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

Gambar 16. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

38

Page 14: 5071101200508454

Gambar 17. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

Gambar 18. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi hidropik setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Hepatositc. Inti piknotikd. Degenerasi hidropike. Kariolisis

39

Page 15: 5071101200508454

Gambar 19. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi hidropik setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 g/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Degenerasi hidropikc. Inti piknotik

d. Sel endothel e. Inti kariolisis

Gambar 18 dan 19 menunjukkan degenerasi hidropik yang cukup berat,

disini terlihat degenerasi hidropik mencapai sekitar 75 % bidang pandang.

Degenerasi hidropik merupakan bentuk dari degeneratif sel yang paling sering

dijumpai. Karena degenerasi hidropik merupakan tanda awal kerusakan sel,

sifatnya reversibel, artinya degenerasi dapat kembali normal bila tubuh dapat

melakukan metabolisme sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena gangguan

sistem metabolik dalam mempertahankan lingkungan ion. Cedera menyebabkan

hilangnya pengaturan volume ion yang masuk ke dalam sel. Permeabilitas

membran menjadi rentan setelah pemberian aspartam menyebabkan membran sel

robek sehingga natrium dan air masuk ke dalam sel. Dalam keadaan ini sel-sel

terlihat membengkak karena meningkatnya jumlah ion natrium dan terdapat

influks air yang hebat, air ini kemudian tertimbun dalam sitoplasma sehingga

sitoplasma terlihat bergranular, organel pada sitoplasma juga menyerap air

tersebut menyebabkan mitokondria membengkak juga pembesaran retikulum

40

Page 16: 5071101200508454

endoplasma. Pada pemeriksaan mikroskopis hal inilah yang menyebabkan

sitoplasma terlihat bervakuola dan identik dengan pembengkakan sel.

4. Dilatasi sinusoid

Sinusoid merupakan saluran darah yang membentuk jala-jala sangat luas

di antara lempengan sel-sel hepar. Darah dari cabang-cabang vena porta dan arteri

hepatika masuk ke dalam sinusoid yang kemudian menuju vena sentralis. Melalui

sinusoid inilah sel-sel hepar melakukan fungsinya yaitu mengambil berbagai zat

yang masuk dari vena porta dan arteri hepatika, dan mengeluarkan berbagai zat

hasil metabolisme di hepar, seperti glukosa, protein, lemak, vitamin (Leeson et

al., 1996; Handoko, 2003).

Gambar 20. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

41

Page 17: 5071101200508454

Gambar 21. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

Gambar 22. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid

b. Hepatosit e. Sel endothelc. Inti piknotik

42

Page 18: 5071101200508454

Gambar 23. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit

b. Sinusoidc. Inti kariolisisd. Sel endothele. Inti piknotik

Gambar 24. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Inti kariolisis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

43

Page 19: 5071101200508454

Gambar 25. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.

Perbesaran : 1000xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit

b. Sinusoidc. Inti piknotikd. Sel endothel

Pada Gambar 23 dan Gambar 24 terlihat jelas sinusoid yang melebar

dibandingkan kontrol. Pada Gambar 21 dan 22, pelebaran sinusoid tidak terlalu

jelas terlihat. Terjadinya pelebaran sinusoid disebabkan struktur hepatosit yang

mengalami perubahan. Degenerasi sel dan nekrosis menyebabkan terjadinya

perubahan susunan sel, karena sel yang tidak mampu kembali kekeadaan semula

menyebabkan terbentuknya ruang kosong sehingga sinusoid melebar.

Pengaruh toksisitas aspartam pada hepar menyebabkan letak sel menjadi

tidak teratur lagi. Perubahan yang terjadi pada membran sel akibat toksisitas

aspartam menyebabkan hilangnya perlekatan intersel, sehingga hepatosit tidak

lagi tersusun radier seperti biasanya.

5. Vena Sentralis

Vena sentralis merupakan tempat berkumpulnya darah yang telah diproses

dalam lobulus hati. Darah yang masuk ke vena sentralis berasal dari sinusoid. Dari

vena sentralis, darah akan mengalir ke pembuluh yang lebih besar, yaitu vena

hepatika. Dari vena hepatika, darah akan menuju ke vena cava inferior (Handoko,

2003).

44

Page 20: 5071101200508454

Gambar 26. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid

b. Hepatosit d. Sel endothel

Gambar 27. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Sinusoidc. Hepatosit

45

Page 21: 5071101200508454

Gambar 28. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid

b. Hepatosit e. Sel endothelc. Inti piknotik f. Inti kariolisis

Gambar 29. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Hepatositc. Inti piknotikd. Degenerasi hidropike. Kariolisis

46

Page 22: 5071101200508454

Gambar 30. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan konstriksi vena sentralis setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 g/20 g BB.

Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis

b. Degenerasi hidropikc. Inti piknotikd. Sel endothel

Pada Gambar 30 terlihat vena sentralis yang mengecil (konstriksi)

dibandingkan dengan vena sentralis pada gambar yang lain. Vena sentaralis

mengecil karena adanya pembendungan pembuluh darah, khususnya pada vena

sentralis oleh akumulasi dan toksisitas aspartam di dalam hepar. Pembendungan

eritrosit oleh pembuluh darah ini juga menyebabkan terjadinya pelebaran sinusoid

dan membesarnya sel-sel hepar. Dengan adanya pembendungan pembuluh darah

maka aliran darah yang mengangkut zat makanan dan oksigen bagi sel-sel hepar

akan terhambat, akibatnya sel-sel hepar akan mengalami degenerasi.

B. Berat Hepar Mencit

Hepar merupakan organ dalam sistem pencernaan yang memiliki peran

sangat penting karena melakukan metabolisme zat makanan serta sebagian besar

obat dan toksikan. Metabolisme yang terjadi dalam hepar disebut biotransformasi

yang umumnya mengubah senyawa racun menjadi metabolit yang reaktif dan

kurang reaktif. Metabolit kurang reaktif bersifat hidrofil sehingga mudah

dikeluarkan dari dalam tubuh. Sementara metabolit yang reaktif merupakan

metabolit yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul jaringan

sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Karena metabolisme racun dan obat

terutama terjadi di dalam hepar, maka kemungkinan terjadinya kerusakan pada

47

Page 23: 5071101200508454

hepar menjadi sangat besar. Besarnya kerusakan hepar biasanya tergantung dari

dosis racun atau obat yang diberikan (Powell & Piper, 1989).

Pengukuran berat hepar mencit (Mus musculus L.) dilakukan pada akhir

perlakuan, pengukuran berat hepar dilakukan untuk membandingkan berat hepar

mencit kontrol dengan berat hepar mencit yang diberi perlakuan aspartam.

Tabel 2. Rata-rata berat hepar mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian aspartam dengan dosis yang bervariasi.

Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Hepar (g)I 2, 08b

II 2, 00b

III 1, 98b

IV 1, 74a

V 1, 58a

Ket: Huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT dengan taraf signifikansi 5 %.I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB

Gambar 31. Histogram rata-rata berat hepar mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian aspartam

dengan dosis bervariasi.

Berat hepar mencit yang diberi perlakuan aspartam cenderung menurun

bila dibandingkan dengan berat hepar mencit kontrol, hal ini dapat dilihat pada

gambar 31. Semakin tinggi dosis maka berat hepar semakin rendah. Mencit

48

Page 24: 5071101200508454

kontrol mempunyai berat hepar paling tinggi yaitu 2,08 g, kemudian mencit yang

diberi perlakuan aspartam mempunyai berat yang cenderung menurun. Pengaruh

aspartam terbesar terdapat pada kelompok perlakuan V, hal ini dapat dilihat dari

rata-rata berat hepar kelompok perlakuan V adalah paling rendah yaitu 1,58 g.

Berdasarkan uji anava (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa pengaruh

aspartam yang signifikan adalah dengan faktor dosis (P<0,05), sedangkan faktor

ulangan mempunyai nilai yang tidak signifikan (P>0,05) sehingga tidak

dilanjutkan uji DMRT pada taraf signifikansi 5 %. Berdasarkan uji DMRT dengan

faktor dosis (Tabel 2) dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan I, II dan III tidak

berbeda nyata satu sama lain, sementara kelompok perlakuan IV tidak berbeda

nyata dengan kelompok perlakuan V, ini berarti dosis perlakuan IV (15 mg/20 g

BB) dan dosis perlakuan V (20 mg/20 g BB) memberikan derajat kerusakan yang

relatif sama karena dosis perlakuan ini merupakan dosis perlakuan yang tinggi.

Aspartam terdegradasi menjadi asam aspartat, fenilalanin dan metanol.

Pemberian aspartam selama 30 hari pada hewan percobaan akan meningkatkan

jumlah metabolit-metabolit tersebut di dalam tubuh. Dari ketiga metabolit

aspartam ini metanol merupakan metabolit aspartam yang paling banyak

terakumulasi di dalam hepar dan dianggap sebagai komponen aspartam yang

paling berbahaya. Metanol dianggap sebagai penyebab kerusakan retina mata dan

juga penyebab kerusakan beberapa organ tubuh.

Asam aspartat akan mempengaruhi sintesis neurotransmitter dan akan

mempengaruhi fungsi kontrol tubuh oleh sistem syaraf otonom. Asam aspartat

merupakan suatu asam amino non esensial, yang artinya tidak diperlukan dalam

49

Page 25: 5071101200508454

jumlah banyak oleh tubuh, sehingga berlebihnya jumlah asam aspartat di dalam

tubuh akan menyebabkan gangguan sistem endokrin. Sementara itu kelebihan

fenilalanin di dalam tubuh juga dapat mempengaruhi pesan syaraf dan fungsi-

fungsi tubuh.

Berlebihnya jumlah metabolit-metabolit aspartam inilah yang

menyebabkan penurunan berat hepar mencit. Hal ini disebabkan oleh toksisitas

metabolit aspartam tidak dapat diimbangi oleh kemampuan homeostasis tubuh

sehingga banyak sel hepar yang mengalami nekrosis. Nekrosis menyebabkan

jumlah sel-sel normal berkurang sehingga berat hepar menjadi lebih ringan.

C. Berat Badan Mencit (Mus musculus L.)

Setelah diberi perlakuan dengan aspartam selama 30 hari, berat badan

mencit (Mus musculus L.) mengalami penurunan dibandingkan dengan mencit

(Mus musculus L.) kontrol.

Tabel 3. Rata-rata Berat Badan Mencit (Mus musculus L) dari Hari ke 0 sampai dengan hari ke 30 Berdasarkan Uji DMRT 5 %

Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Badan Mencit (g) I 41,80c

II 41,22bc

III 41,96c

IV 39,04a

V 40,57b

Ket: Huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT dengan taraf signifikansi 5 %.I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB

Tabel 4. Rata-rata Berat Badan Mencit (Mus musculus L) setelah Pemberian Aspartam dengan Dosis Bervariasi

KelompokPerlakuan

BB MencitHari ke – 0 (g)

BB MencitHari ke – 10 (g)

BB MencitHari ke – 20 (g)

BB MencitHari ke – 30 (g)

50

Page 26: 5071101200508454

I 41, 58 41, 84 41, 74 42, 1II 41, 96 42, 08 40, 56 40, 46III 42, 44 42, 76 41, 54 41, 22IV 40, 72 39, 54 38, 4 37, 6V 41, 68 41, 72 39, 85 39, 02

Keterangan:I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB

Gambar 32. Histogram rata-rata berat badan mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian

aspartam dengan dosis bervariasi.Dari hasil uji anava (lampiran 3) diketahui bahwa aspartam mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap berat badan berdasarkan faktor dosis, waktu

dan ulangan (P<0,05), dengan demikian menunjukkan ada perbedaan yang nyata

dalam perlakuan, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf

signifikansi 5 % yang dapat dilihat pada tabel 3, antara kelompok perlakuan I

dengan kelompok perlakuan II dan III terdapat beda yang tidak nyata, kelompok

perlakuan II dan V juga terdapat beda yang tidak nyata, dan kelompok perlakuan

IV berbeda nyata dengan kelompok perlakuan I, II, III dan V.

Tabel 4 memperlihatkan perubahan berat badan mencit (Mus musculus L.)

selama penelitian. Hari ke-0 menunjukkan berat awal mencit, pada hari ke-10

51

Page 27: 5071101200508454

kelompok perlakuan I, II, III dan V tidak mengalami penurunan berat badan,

penurunan berat badan diperlihatkan oleh kelompok perlakuan IV. Hal ini berarti

aspartam telah memberikan pengaruh pada kelompok perlakuan IV, sementara itu

pada kelompok perlakuan yang lain toksisitas aspartam belum memberikan efek

yang berarti.

Penurunan berat badan mencit mulai terlihat setelah hari ke-20, disini

terlihat bahwa semua kelompok perlakuan mengalami penurunan berat badan, dan

pada hari ke-30 berat badan mencit semakin menurun. Penurunan berat badan ini

disebabkan oleh pengaruh radikal bebas dari aspartam. Menurut Tranggono

(1989) rasa manis disebabkan adanya ikatan hidrogen antara gugus OH- yang satu

dengan gugus OH- yang lain atau antara gugus OH- dengan oksigen dalam cincin

senyawa.

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak

stabil. Hal itu disebabkan oleh satu elektron atau lebih tidak memiliki pasangan.

Akibatnya senyawa tersebut menjadi sangat reaktif dan merusak jaringan di dalam

tubuh. OH- (ion hidroksil) dan H+ merupakan salah satu bentuk dari radikal bebas.

Radikal bebas ini mengadakan interaksi dengan selaput sel, yang akhirnya

menimbulkan mutasi atau kematian sel (Koeman, 1987).

Penurunan berat badan mencit disebabkan oleh radikal bebas yang masuk

ke dalam sel dan mempengaruhi organel sel, selanjutnya radikal bebas tersebut

dapat merusak lisosom, inti sel dan organel lain di dalam sel sehingga

menimbulkan kerusakan sel. Hal ini akan menyebabkan hilangnya asam lemak

52

Page 28: 5071101200508454

esensial pada membran plasma yang mengganggu permeabilitas membran,

sehingga pertumbuhan tubuh dapat terhambat (Hanim, 1997).

Menurut Nizamuddin (1999) penurunan berat badan diduga berkaitan

dengan berkurangnya jumlah makanan yang dimakan, yang ada hubungannya

dengan lesi hipotalamus. Sel-sel ventromedial pada hipotalamus dipengaruhi oleh

zat-zat toksik dan merusak pusat makan yang berada di hipotalamus lateral.

Kerusakan pada pusat makan di hipotalamus lateral akan mengaktifkan transmiter

adrenergik β dan dopaminergik yang akan mengurangi nafsu makan sehingga

berat badan menjadi turun (Ganong, 1999).

Kerusakan pada sel-sel hipotalamus disebabkan oleh berlebihnya asam

aspartat dan fenilalanin yang berasal dari aspartam. Kelebihan fenilalanin akan

menyebabkan terhambatnya produksi tirosin dan serotonin yang merupakan

neorotransmiter yang berfungsi untuk mengontrol nafsu makan. Asam aspartat

juga merupakan neurotransmiter di otak, tetapi kelebihan asam aspartat akan

menyebabkan hiperpolarisasi karena berlebihnya jumlah ion Na yang masuk ke

dalam sel sehingga akan menghambat pembentukan ATP, berkurangnya ATP di

dalam sel akan menyebabkan kerusakan pada sel (Stoddard, 1999).

Paparan terhadap zat toksik dari aspartam yang berulang-ulang selama 30

hari memungkinkan terjadinya akumulasi zat toksik aspartam dalam tubuh.

Radikal bebas dan metabolit aspartam telah menyebabkan gangguan metabolisme

pada mencit, yang mengakibatkan gangguan terhadap berat badan mencit. Pada 10

hari pertama berat badan mencit belum mengalami penurunan, ini karena tubuh

masih dapat melakukan metabolisme terhadap zat toksik yang berasal dari

53

Page 29: 5071101200508454

aspartam. Pada hari ke-20 berat badan mencit mulai menurun karena akumulasi

zat toksik aspartam di dalam tubuh semakin banyak dan tubuh tidak mampu

melakukan metabolisme terhadap zat toksik ini. Hal itulah yang menyebabkan

berat badan mencit terus menurun sampai hari ke-30.

Setiap sel saling berhubungan satu sama lain melalui berbagai cara bersatu

membentuk jaringan dan organ. Di dalam jaringan dan organ, sel-sel saling

pengaruh-mempengaruhi dengan banyak cara selama perkembangan dan

pertumbuhan, mempertahankan keutuhan struktur, respon terhadap cedera,

pengendalian fungsi jaringan dan organ, mempertahankan keutuhan biokimia dan

metabolik secara keseluruhan (homeostasis). Terdapat banyak cara suatu sel dapat

mengalami cedera atau mati, jika suatu stimulus yang menimbulkan cedera

diberikan pada sebuah sel maka efek pertama yang terjadi adalah gangguan

biokimia. Bila terjadi gangguan biokimia maka sel dapat mengalami gangguan

fungsi, hal ini akan menyebabkan gangguan pada kegiatan sel, dan pada akhirnya

kelainan fungsi ini dapat menyebabkan perubahan morfologis pada sel.

Dalam penelitian ini pemberian aspartam menyebabkan terjadinya

akumulasi zat toksik di dalam hepar, jika sebuah sel mendapat paparan toksik

terus menerus maka sel akan mencapai suatu titik sampai sel tersebut tidak dapat

melangsungkan metabolisme yang akhirnya menyebabkan kematian sel sehingga

terjadi perubahan-perubahan morfologis terhadap sel yang dapat teramati yaitu:

piknotik, kariolisis, degenerasi lemak, degenerasi hidropik, konstriksi vena

sentralis dan dilatasi sinusoid.

54

Page 30: 5071101200508454

Sementara itu gangguan metabolisme yang terjadi pada mencit yang

diberikan aspartam tercermin pada perubahan berat badan mencit. Penurunan

berat badan mencit terjadi karena akumulasi zat toksik sehingga tubuh tidak

mampu lagi melakukan metabolisme terhadap zat toksik karena tubuh sudah

mencapai titik yang maksimal. Berat hepar yang relatif menjadi rendah

disebabkan banyak sel hepar yang mengalami nekrosis. Nekrosis merupakan suatu

manifestasi toksik yang berbahaya, sel yang nekrosis karena keracunan akan

menggelembung, terjadi pembengkakan inti dan sitoplasma kemudian membran

sel pecah. Pecahnya membran sel menyebabkan tingginya ion natrium di dalam

sel, sehingga menghambat sistem kerja ATPase yang mengatur angkutan Na dan

K. Disamping itu ATPase adalah enzim yang mengkatalisis perubahan ADP

menjadi ATP. ATP sangat penting untuk integritas sel hepar karena bila kadar

ATP rendah akan menyebabkan terjadi kerusakan pada hepar (Supartinah dkk,

2003).

55