Upload
fahru-din-ahmad
View
162
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L)
Telah diketahui bahwa pada dasarnya semua zat asing yang masuk ke
dalam tubuh akan dirombak oleh hepar menjadi metabolitnya yang bersifat
hidrofil (larut dalam air) sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh, hepar juga
membentuk metabolit yang bersifat reaktif yaitu metabolit yang dapat membentuk
ikatan kovalen dengan makromolekul jaringan sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan. Biotransformasi terutama berlangsung di hepar. Hepar akan menetralkan
racun dan zat asing yang masuk tubuh, tetapi sekaligus merupakan organ yang
pertama kali akan menderita apabila racun tidak dinetralkan (Setyabudi, 1994).
Kerusakan hepar yang tidak dikontrol memungkinkan terjadinya
perubahan struktur sel hepar yang dapat berupa udema sitoplasma, degenerasi
lemak, degenerasi hidropik, inti piknotik, karioreksis, kariolisis, pecahnya
membran plasma dan nekrosis. Perubahan pada membran sel akibat zat toksik
dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan permeabilitas membran sel sehingga
kerentanan sel meningkat dan membran sel mudah rusak (Sodeman & Sodeman,
1991).
Hasil pengamatan terhadap struktur histologis hepar menunjukkan bahwa
semua kelompok perlakuan mengalami perubahan histologis hepar. Perlakuan
selama 30 hari dengan dosis yang cukup tinggi (diatas batas ADI) memungkinkan
terjadi akumulasi zat-zat aktif baik yang bersifat iritan atau toksik sehingga
26
menyebabkan perubahan struktur histologis hepar. Perubahan histologis hepar
tersebut berupa: degenerasi hidropik, degenerasi lemak, inti piknotik, kariolisis,
konstriksi vena sentralis dan dilatasi sinusoid. Perubahan struktur histologis hepar
pada semua kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L)
KelompokPerlakuan
Sel HeparVena
sentralisSinusoidDegenerasi
HidropikDegenerasi
lemakInti Piknotik Kariolisis
I0 mg
aspartam/20 g BB
- - - - - -
II5 mg
aspartam/20 g BB
- - - + - -
III10 mg
aspartam/20 g BB
- ++ + + - -
IV15 mg
aspartam/20 g BB
++ +++ ++ ++ - Dilatasi
V20 mg
aspartam/20 g BB
+++ +++ ++ ++ konstriksi Dilatasi
Keterangan:- : Normal+ : Kerusakan sel hepar mencapai 25 % dalam satu bidang pandang++ : Kerusakan sel hepar mencapai 50 % dalam satu bidang pandang+++ : Kerusakan sel hepar mencapai 75 % dalam satu bidang pandang
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok perlakuan II belum
menujukkan kerusakan yang berarti, kelompok pelakuan ini hanya mengalami
kariolisis tetapi kerusakannya hanya mencapai 25 % dari bidang pandang.
Kelompok perlakuan III mulai menunjukkan kerusakan sel yang berarti dengan
adanya degenerasi lemak yang mencapai 50 % pada bidang pandang dan adanya
inti piknotik dan kariolisis yang mencapai 25 %, sementara itu kelompok
perlakuan IV menunjukkan kerusakan sel hepar yang cukup parah karena
27
degenerasi hidropik, inti piknotik dan kariolisis mencapai 50 % bidang pandang
dan degerasi lemaknya mencapai 75 % bidang pandang serta sinusoidnya
mengalami dilatasi. Pada kelompok perlakuan V terlihat bahwa kelompok
perlakuan ini juga mengalami kerusakan yang parah, degenerasi hidropik dan
degenerasi lemak mencapai 75 %, inti piknotik dan kariolisis mencapai 50 %, juga
terjadi konstriksi vena sentralis dan sinusoid yang mengalami dilatasi.
1. Nekrosis
Gambar 4. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
28
Gambar 5. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid
b. Hepatosit e. Inti kariolisisc. Sel endothel
d. Sinusoid f. Inti kariolisis
Gambar 6. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Hepatositc. Sinusoidd. Sel endothele. Inti piknotikf. Inti kariolisis
29
Gambar 7. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit
b. Inti Piknotikc. Sinusoidd. Inti kariolisise. Sel Endothelf. Vena sentralis
Gambar 8. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Hepatositc. Sel endotheld. Inti piknotike. Inti kariolisisf. Degenerasi hidropik
30
Gambar 9. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.
Perbesaran : 1000xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit
b. Inti piknotikc. Sel endotheld. Sinusoid
Gambar 4 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit normal
(kontrol), disini terlihat bahwa tidak tampak kerusakan pada hepar mencit. Pada
gambar 5 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi
perlakuan aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB, disini struktur mikroskopis hepar
telah menunjukkan kerusakan dengan adanya inti yang kariolisis.
Gambar 6 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi
perlakuan aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB, disini terlihat bahwa hepar
mencit mulai memperlihatkan kerusakan sel, dengan munculnya inti piknotik dan
sel yang mengalami kariolisis dan sel memperlihatkan adanya vakuola-vakuola
kecil.
Gambar 7 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi
perlakuan aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB, terlihat banyak inti piknotik dan
sel yang kariolisis.
31
Gambar 8 memperlihatkan struktur mikroskopis hepar mencit yang diberi
perlakuan aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB, tampak bahwa sel hepar juga
mengalami kerusakan, terlihat banyak inti yang piknotik dan banyak sel yang
mengalami degenerasi hidropik, dan sel yang mengalami kariolisis.
Perubahan histologis hepar ini disebabkan oleh toksisitas dari metabolit
aspartam. Metabolit aspartam yang dianggap paling berbahaya adalah metanol,
karena metanol merupakan suatu racun yang berbahaya untuk kesehatan manusia.
Kelebihan metanol di dalam tubuh akan menyebabkan berkurangnya fungsi
mitokondria. Metanol menghalangi oksidasi sitokrom, suatu komponen yang
penting dalam sintesis ATP sehingga terjadi penurunan sintesis ATP, sehingga
menimbulkan gangguan fungsi selaput sel (Lee, 2003).
Menurut Robbins & Kumar (1992) perubahan yang terjadi pada membran
sel mencerminkan gangguan pengaturan ion dan volume yang disebabkan oleh
kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas pembengkakan sel, pembentukan gelembung
sitoplasma, penggumpalan kromatin inti, gangguan dan kehilangan perlekatan
intersel. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan reversibel, tetapi bila keadaan ini
berlanjut akan menjadi irreversibel sehingga akan tampak robekan pada membran
sel dan membran organel.
Pecahnya membran sel menyebabkan natrium yang masuk ke dalam sel
berlebih dan diikuti oleh pembengkakan mitokondria karena pergeseran ion yang
terjadi pada bagian dalam sel. Disusul dengan pelebaran retikulum endoplasma
yang diikuti oleh pelepasan ribosom dan pecahnya polisom disertai pengurangan
sintesis protein yang berlanjut menjadi fragmentasi progresif retikulum
32
endoplasma dan permukaan selaput menjadi menggelembung. Perubahan pada
lisosom terjadi paling akhir, lisosom yang robek dan menghilang merupakan
struktur yang ditemukan sebagai bentuk sel mati.
Pemberian aspartam terhadap mencit selama 30 hari menyebabkan
terjadinya akumulasi zat toksik di dalam sel hepar dan menyebabkan terjadinya
kematian sel pada hepar mencit. Jika sebuah sel mendapat paparan toksik terus
menerus, maka sel akan mencapai suatu titik sampai sel tersebut tidak dapat
melangsungkan metabolisme yang akhirnya menyebabkan kematian sel. Sel
memiliki berbagai macam enzim, sewaktu sel hidup enzim-enzim ini tidak
menimbulkan kerusakan pada sel tetapi pada saat sel mati, enzim-enzim akan
dilepaskan dan akan melarutkan berbagai unsur sel sehingga terjadi perubahan-
perubahan morfologis pada sel (Price & Wilson, 1993).
Perubahan morfologis pada sel yang mati dikenal sebagai nekrosis. Inti
sel yang mati biasanya menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap.
Proses ini dinamakan piknosis, dan intinya disebut piknotik. Kemungkinan lain,
inti dapat hancur sambil meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang
tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Akhirnya pada beberapa
keadaan, inti sel yang mati kehilangan kemampuan mereka untuk diwarnai dan
menghilang, proses ini disebut kariolisis (Price & Wilson, 1993).
2. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak merupakan akumulasi lemak yang berlebihan didalam
sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi pada sel-sel yang secara normal
33
memetabolismekan lemak, penyebab degenerasi ini antara lain adalah lemak yang
berlebihan didalam makanan, malnutrisi dan penyakit-penyakit kronis serta
berbagai akibat dari keracunan (Koeman, 1987). Akumulasi lemak di dalam sel
ditandai dengan adanya vakuola yang besarnya bervariasi. Pada penelitian ini
gangguan perlemakan terdapat pada mencit dengan kelompok perlakuan III, IV
dan V.
Gambar 10. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
34
Gambar 11. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
Gambar 12. Struktur mikroskopis hepar mencit yang mempelihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Degenerasi lemak c. Sinusoid
b. Inti piknotik d. Sel endothel
35
Gambar 13. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Sinusoid d. Inti kariolisis
b. Sel endothel e. Inti piknotikc. Degenerasi lemak
Gambar 14. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi lemak setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Degenerasi lemak
b. Inti piknotikc. Inti kariolisis
Pada penelitian ini degenerasi lemak hanya terjadi pada mencit
kelompok perlakuan III, IV dan V. Kelompok perlakuan II tidak mengalami
degenerasi lemak karena dosis aspartam yang diberikan masih relatif rendah
sehingga mencit dalam kelompok perlakuan ini belum mengalami gangguan
metabolisme terhadap efek pemberian aspartam.
36
Menurut Plaa (1986), normalnya lemak diambil dalam bentuk asam
lemak melalui pinositosis. Asam lemak disintesis menjadi trigliserida, terikat pada
fosfolipid dan protein dan diangkut oleh darah sebagai lipoprotein. Pemberian
aspartam akan menyebabkan terbentuknya radikal di dalam hepar, yang kemudian
menyebabkan peroksidasi lipida pada membran sel. Mitokondria yang mengalami
tekanan akan berakibat pada gangguan dalam proses fosforilasi pernafasan
oksidatif dalam mitokondria.
Pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan
struktur retikulum endoplasma berkurang dan sintesis protein berkurang.
Kegagalan dalam pengikatan energi akibat terganggunya mitokondria akan
menyebabkan sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida akibatnya
terjadi akumulasi lemak yang dikenal sebagai degenerasi lemak.
3. Degenerasi Hidropik
Akumulasi air merupakan perubahan awal dari sel yang mengalami
perlukaan. Akumulasi air ini dapat terjadi antara lain karena faktor mekanik dan
pengaruh toksis akibat bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Pada sel-sel yang
mengalami akumulasi air, sel-sel tampak membesar, lebih pucat dari normal dan
letaknya lebih berdesak-desakan, sitoplasma nampak keruh dan jika
pembengkakan cukup berat kadang-kadang ditemukan adanya vakuola.
37
Gambar 15. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
Gambar 16. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
38
Gambar 17. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
Gambar 18. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi hidropik setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Hepatositc. Inti piknotikd. Degenerasi hidropike. Kariolisis
39
Gambar 19. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan degenerasi hidropik setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 g/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Degenerasi hidropikc. Inti piknotik
d. Sel endothel e. Inti kariolisis
Gambar 18 dan 19 menunjukkan degenerasi hidropik yang cukup berat,
disini terlihat degenerasi hidropik mencapai sekitar 75 % bidang pandang.
Degenerasi hidropik merupakan bentuk dari degeneratif sel yang paling sering
dijumpai. Karena degenerasi hidropik merupakan tanda awal kerusakan sel,
sifatnya reversibel, artinya degenerasi dapat kembali normal bila tubuh dapat
melakukan metabolisme sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena gangguan
sistem metabolik dalam mempertahankan lingkungan ion. Cedera menyebabkan
hilangnya pengaturan volume ion yang masuk ke dalam sel. Permeabilitas
membran menjadi rentan setelah pemberian aspartam menyebabkan membran sel
robek sehingga natrium dan air masuk ke dalam sel. Dalam keadaan ini sel-sel
terlihat membengkak karena meningkatnya jumlah ion natrium dan terdapat
influks air yang hebat, air ini kemudian tertimbun dalam sitoplasma sehingga
sitoplasma terlihat bergranular, organel pada sitoplasma juga menyerap air
tersebut menyebabkan mitokondria membengkak juga pembesaran retikulum
40
endoplasma. Pada pemeriksaan mikroskopis hal inilah yang menyebabkan
sitoplasma terlihat bervakuola dan identik dengan pembengkakan sel.
4. Dilatasi sinusoid
Sinusoid merupakan saluran darah yang membentuk jala-jala sangat luas
di antara lempengan sel-sel hepar. Darah dari cabang-cabang vena porta dan arteri
hepatika masuk ke dalam sinusoid yang kemudian menuju vena sentralis. Melalui
sinusoid inilah sel-sel hepar melakukan fungsinya yaitu mengambil berbagai zat
yang masuk dari vena porta dan arteri hepatika, dan mengeluarkan berbagai zat
hasil metabolisme di hepar, seperti glukosa, protein, lemak, vitamin (Leeson et
al., 1996; Handoko, 2003).
Gambar 20. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
41
Gambar 21. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
Gambar 22. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid
b. Hepatosit e. Sel endothelc. Inti piknotik
42
Gambar 23. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit
b. Sinusoidc. Inti kariolisisd. Sel endothele. Inti piknotik
Gambar 24. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Inti kariolisis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
43
Gambar 25. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan dilatasi sinusoid setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.
Perbesaran : 1000xPewarnaan : HEKeterangan : a. Hepatosit
b. Sinusoidc. Inti piknotikd. Sel endothel
Pada Gambar 23 dan Gambar 24 terlihat jelas sinusoid yang melebar
dibandingkan kontrol. Pada Gambar 21 dan 22, pelebaran sinusoid tidak terlalu
jelas terlihat. Terjadinya pelebaran sinusoid disebabkan struktur hepatosit yang
mengalami perubahan. Degenerasi sel dan nekrosis menyebabkan terjadinya
perubahan susunan sel, karena sel yang tidak mampu kembali kekeadaan semula
menyebabkan terbentuknya ruang kosong sehingga sinusoid melebar.
Pengaruh toksisitas aspartam pada hepar menyebabkan letak sel menjadi
tidak teratur lagi. Perubahan yang terjadi pada membran sel akibat toksisitas
aspartam menyebabkan hilangnya perlekatan intersel, sehingga hepatosit tidak
lagi tersusun radier seperti biasanya.
5. Vena Sentralis
Vena sentralis merupakan tempat berkumpulnya darah yang telah diproses
dalam lobulus hati. Darah yang masuk ke vena sentralis berasal dari sinusoid. Dari
vena sentralis, darah akan mengalir ke pembuluh yang lebih besar, yaitu vena
hepatika. Dari vena hepatika, darah akan menuju ke vena cava inferior (Handoko,
2003).
44
Gambar 26. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 0 mg/20 g BB (kontrol)
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis c. Sinusoid
b. Hepatosit d. Sel endothel
Gambar 27. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 5 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Sinusoidc. Hepatosit
45
Gambar 28. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 10 mg/20 g BB
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis d. Sinusoid
b. Hepatosit e. Sel endothelc. Inti piknotik f. Inti kariolisis
Gambar 29. Struktur mikroskopis hepar mencit setelah pemberian aspartam dengan dosis 15 mg/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Hepatositc. Inti piknotikd. Degenerasi hidropike. Kariolisis
46
Gambar 30. Struktur mikroskopis hepar mencit yang memperlihatkan konstriksi vena sentralis setelah pemberian aspartam dengan dosis 20 g/20 g BB.
Perbesaran : 400xPewarnaan : HEKeterangan : a. Vena sentralis
b. Degenerasi hidropikc. Inti piknotikd. Sel endothel
Pada Gambar 30 terlihat vena sentralis yang mengecil (konstriksi)
dibandingkan dengan vena sentralis pada gambar yang lain. Vena sentaralis
mengecil karena adanya pembendungan pembuluh darah, khususnya pada vena
sentralis oleh akumulasi dan toksisitas aspartam di dalam hepar. Pembendungan
eritrosit oleh pembuluh darah ini juga menyebabkan terjadinya pelebaran sinusoid
dan membesarnya sel-sel hepar. Dengan adanya pembendungan pembuluh darah
maka aliran darah yang mengangkut zat makanan dan oksigen bagi sel-sel hepar
akan terhambat, akibatnya sel-sel hepar akan mengalami degenerasi.
B. Berat Hepar Mencit
Hepar merupakan organ dalam sistem pencernaan yang memiliki peran
sangat penting karena melakukan metabolisme zat makanan serta sebagian besar
obat dan toksikan. Metabolisme yang terjadi dalam hepar disebut biotransformasi
yang umumnya mengubah senyawa racun menjadi metabolit yang reaktif dan
kurang reaktif. Metabolit kurang reaktif bersifat hidrofil sehingga mudah
dikeluarkan dari dalam tubuh. Sementara metabolit yang reaktif merupakan
metabolit yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul jaringan
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Karena metabolisme racun dan obat
terutama terjadi di dalam hepar, maka kemungkinan terjadinya kerusakan pada
47
hepar menjadi sangat besar. Besarnya kerusakan hepar biasanya tergantung dari
dosis racun atau obat yang diberikan (Powell & Piper, 1989).
Pengukuran berat hepar mencit (Mus musculus L.) dilakukan pada akhir
perlakuan, pengukuran berat hepar dilakukan untuk membandingkan berat hepar
mencit kontrol dengan berat hepar mencit yang diberi perlakuan aspartam.
Tabel 2. Rata-rata berat hepar mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian aspartam dengan dosis yang bervariasi.
Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Hepar (g)I 2, 08b
II 2, 00b
III 1, 98b
IV 1, 74a
V 1, 58a
Ket: Huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT dengan taraf signifikansi 5 %.I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB
Gambar 31. Histogram rata-rata berat hepar mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian aspartam
dengan dosis bervariasi.
Berat hepar mencit yang diberi perlakuan aspartam cenderung menurun
bila dibandingkan dengan berat hepar mencit kontrol, hal ini dapat dilihat pada
gambar 31. Semakin tinggi dosis maka berat hepar semakin rendah. Mencit
48
kontrol mempunyai berat hepar paling tinggi yaitu 2,08 g, kemudian mencit yang
diberi perlakuan aspartam mempunyai berat yang cenderung menurun. Pengaruh
aspartam terbesar terdapat pada kelompok perlakuan V, hal ini dapat dilihat dari
rata-rata berat hepar kelompok perlakuan V adalah paling rendah yaitu 1,58 g.
Berdasarkan uji anava (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa pengaruh
aspartam yang signifikan adalah dengan faktor dosis (P<0,05), sedangkan faktor
ulangan mempunyai nilai yang tidak signifikan (P>0,05) sehingga tidak
dilanjutkan uji DMRT pada taraf signifikansi 5 %. Berdasarkan uji DMRT dengan
faktor dosis (Tabel 2) dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan I, II dan III tidak
berbeda nyata satu sama lain, sementara kelompok perlakuan IV tidak berbeda
nyata dengan kelompok perlakuan V, ini berarti dosis perlakuan IV (15 mg/20 g
BB) dan dosis perlakuan V (20 mg/20 g BB) memberikan derajat kerusakan yang
relatif sama karena dosis perlakuan ini merupakan dosis perlakuan yang tinggi.
Aspartam terdegradasi menjadi asam aspartat, fenilalanin dan metanol.
Pemberian aspartam selama 30 hari pada hewan percobaan akan meningkatkan
jumlah metabolit-metabolit tersebut di dalam tubuh. Dari ketiga metabolit
aspartam ini metanol merupakan metabolit aspartam yang paling banyak
terakumulasi di dalam hepar dan dianggap sebagai komponen aspartam yang
paling berbahaya. Metanol dianggap sebagai penyebab kerusakan retina mata dan
juga penyebab kerusakan beberapa organ tubuh.
Asam aspartat akan mempengaruhi sintesis neurotransmitter dan akan
mempengaruhi fungsi kontrol tubuh oleh sistem syaraf otonom. Asam aspartat
merupakan suatu asam amino non esensial, yang artinya tidak diperlukan dalam
49
jumlah banyak oleh tubuh, sehingga berlebihnya jumlah asam aspartat di dalam
tubuh akan menyebabkan gangguan sistem endokrin. Sementara itu kelebihan
fenilalanin di dalam tubuh juga dapat mempengaruhi pesan syaraf dan fungsi-
fungsi tubuh.
Berlebihnya jumlah metabolit-metabolit aspartam inilah yang
menyebabkan penurunan berat hepar mencit. Hal ini disebabkan oleh toksisitas
metabolit aspartam tidak dapat diimbangi oleh kemampuan homeostasis tubuh
sehingga banyak sel hepar yang mengalami nekrosis. Nekrosis menyebabkan
jumlah sel-sel normal berkurang sehingga berat hepar menjadi lebih ringan.
C. Berat Badan Mencit (Mus musculus L.)
Setelah diberi perlakuan dengan aspartam selama 30 hari, berat badan
mencit (Mus musculus L.) mengalami penurunan dibandingkan dengan mencit
(Mus musculus L.) kontrol.
Tabel 3. Rata-rata Berat Badan Mencit (Mus musculus L) dari Hari ke 0 sampai dengan hari ke 30 Berdasarkan Uji DMRT 5 %
Kelompok Perlakuan Rata-rata Berat Badan Mencit (g) I 41,80c
II 41,22bc
III 41,96c
IV 39,04a
V 40,57b
Ket: Huruf yang sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT dengan taraf signifikansi 5 %.I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB
Tabel 4. Rata-rata Berat Badan Mencit (Mus musculus L) setelah Pemberian Aspartam dengan Dosis Bervariasi
KelompokPerlakuan
BB MencitHari ke – 0 (g)
BB MencitHari ke – 10 (g)
BB MencitHari ke – 20 (g)
BB MencitHari ke – 30 (g)
50
I 41, 58 41, 84 41, 74 42, 1II 41, 96 42, 08 40, 56 40, 46III 42, 44 42, 76 41, 54 41, 22IV 40, 72 39, 54 38, 4 37, 6V 41, 68 41, 72 39, 85 39, 02
Keterangan:I : 0,5 ml akuades/20 g BB (kontrol)II : 5 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIII : 10 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBIV : 15 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BBV : 20 mg aspartam dalam 0,5 ml akuades/20 g BB
Gambar 32. Histogram rata-rata berat badan mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian
aspartam dengan dosis bervariasi.Dari hasil uji anava (lampiran 3) diketahui bahwa aspartam mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap berat badan berdasarkan faktor dosis, waktu
dan ulangan (P<0,05), dengan demikian menunjukkan ada perbedaan yang nyata
dalam perlakuan, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf
signifikansi 5 % yang dapat dilihat pada tabel 3, antara kelompok perlakuan I
dengan kelompok perlakuan II dan III terdapat beda yang tidak nyata, kelompok
perlakuan II dan V juga terdapat beda yang tidak nyata, dan kelompok perlakuan
IV berbeda nyata dengan kelompok perlakuan I, II, III dan V.
Tabel 4 memperlihatkan perubahan berat badan mencit (Mus musculus L.)
selama penelitian. Hari ke-0 menunjukkan berat awal mencit, pada hari ke-10
51
kelompok perlakuan I, II, III dan V tidak mengalami penurunan berat badan,
penurunan berat badan diperlihatkan oleh kelompok perlakuan IV. Hal ini berarti
aspartam telah memberikan pengaruh pada kelompok perlakuan IV, sementara itu
pada kelompok perlakuan yang lain toksisitas aspartam belum memberikan efek
yang berarti.
Penurunan berat badan mencit mulai terlihat setelah hari ke-20, disini
terlihat bahwa semua kelompok perlakuan mengalami penurunan berat badan, dan
pada hari ke-30 berat badan mencit semakin menurun. Penurunan berat badan ini
disebabkan oleh pengaruh radikal bebas dari aspartam. Menurut Tranggono
(1989) rasa manis disebabkan adanya ikatan hidrogen antara gugus OH- yang satu
dengan gugus OH- yang lain atau antara gugus OH- dengan oksigen dalam cincin
senyawa.
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak
stabil. Hal itu disebabkan oleh satu elektron atau lebih tidak memiliki pasangan.
Akibatnya senyawa tersebut menjadi sangat reaktif dan merusak jaringan di dalam
tubuh. OH- (ion hidroksil) dan H+ merupakan salah satu bentuk dari radikal bebas.
Radikal bebas ini mengadakan interaksi dengan selaput sel, yang akhirnya
menimbulkan mutasi atau kematian sel (Koeman, 1987).
Penurunan berat badan mencit disebabkan oleh radikal bebas yang masuk
ke dalam sel dan mempengaruhi organel sel, selanjutnya radikal bebas tersebut
dapat merusak lisosom, inti sel dan organel lain di dalam sel sehingga
menimbulkan kerusakan sel. Hal ini akan menyebabkan hilangnya asam lemak
52
esensial pada membran plasma yang mengganggu permeabilitas membran,
sehingga pertumbuhan tubuh dapat terhambat (Hanim, 1997).
Menurut Nizamuddin (1999) penurunan berat badan diduga berkaitan
dengan berkurangnya jumlah makanan yang dimakan, yang ada hubungannya
dengan lesi hipotalamus. Sel-sel ventromedial pada hipotalamus dipengaruhi oleh
zat-zat toksik dan merusak pusat makan yang berada di hipotalamus lateral.
Kerusakan pada pusat makan di hipotalamus lateral akan mengaktifkan transmiter
adrenergik β dan dopaminergik yang akan mengurangi nafsu makan sehingga
berat badan menjadi turun (Ganong, 1999).
Kerusakan pada sel-sel hipotalamus disebabkan oleh berlebihnya asam
aspartat dan fenilalanin yang berasal dari aspartam. Kelebihan fenilalanin akan
menyebabkan terhambatnya produksi tirosin dan serotonin yang merupakan
neorotransmiter yang berfungsi untuk mengontrol nafsu makan. Asam aspartat
juga merupakan neurotransmiter di otak, tetapi kelebihan asam aspartat akan
menyebabkan hiperpolarisasi karena berlebihnya jumlah ion Na yang masuk ke
dalam sel sehingga akan menghambat pembentukan ATP, berkurangnya ATP di
dalam sel akan menyebabkan kerusakan pada sel (Stoddard, 1999).
Paparan terhadap zat toksik dari aspartam yang berulang-ulang selama 30
hari memungkinkan terjadinya akumulasi zat toksik aspartam dalam tubuh.
Radikal bebas dan metabolit aspartam telah menyebabkan gangguan metabolisme
pada mencit, yang mengakibatkan gangguan terhadap berat badan mencit. Pada 10
hari pertama berat badan mencit belum mengalami penurunan, ini karena tubuh
masih dapat melakukan metabolisme terhadap zat toksik yang berasal dari
53
aspartam. Pada hari ke-20 berat badan mencit mulai menurun karena akumulasi
zat toksik aspartam di dalam tubuh semakin banyak dan tubuh tidak mampu
melakukan metabolisme terhadap zat toksik ini. Hal itulah yang menyebabkan
berat badan mencit terus menurun sampai hari ke-30.
Setiap sel saling berhubungan satu sama lain melalui berbagai cara bersatu
membentuk jaringan dan organ. Di dalam jaringan dan organ, sel-sel saling
pengaruh-mempengaruhi dengan banyak cara selama perkembangan dan
pertumbuhan, mempertahankan keutuhan struktur, respon terhadap cedera,
pengendalian fungsi jaringan dan organ, mempertahankan keutuhan biokimia dan
metabolik secara keseluruhan (homeostasis). Terdapat banyak cara suatu sel dapat
mengalami cedera atau mati, jika suatu stimulus yang menimbulkan cedera
diberikan pada sebuah sel maka efek pertama yang terjadi adalah gangguan
biokimia. Bila terjadi gangguan biokimia maka sel dapat mengalami gangguan
fungsi, hal ini akan menyebabkan gangguan pada kegiatan sel, dan pada akhirnya
kelainan fungsi ini dapat menyebabkan perubahan morfologis pada sel.
Dalam penelitian ini pemberian aspartam menyebabkan terjadinya
akumulasi zat toksik di dalam hepar, jika sebuah sel mendapat paparan toksik
terus menerus maka sel akan mencapai suatu titik sampai sel tersebut tidak dapat
melangsungkan metabolisme yang akhirnya menyebabkan kematian sel sehingga
terjadi perubahan-perubahan morfologis terhadap sel yang dapat teramati yaitu:
piknotik, kariolisis, degenerasi lemak, degenerasi hidropik, konstriksi vena
sentralis dan dilatasi sinusoid.
54
Sementara itu gangguan metabolisme yang terjadi pada mencit yang
diberikan aspartam tercermin pada perubahan berat badan mencit. Penurunan
berat badan mencit terjadi karena akumulasi zat toksik sehingga tubuh tidak
mampu lagi melakukan metabolisme terhadap zat toksik karena tubuh sudah
mencapai titik yang maksimal. Berat hepar yang relatif menjadi rendah
disebabkan banyak sel hepar yang mengalami nekrosis. Nekrosis merupakan suatu
manifestasi toksik yang berbahaya, sel yang nekrosis karena keracunan akan
menggelembung, terjadi pembengkakan inti dan sitoplasma kemudian membran
sel pecah. Pecahnya membran sel menyebabkan tingginya ion natrium di dalam
sel, sehingga menghambat sistem kerja ATPase yang mengatur angkutan Na dan
K. Disamping itu ATPase adalah enzim yang mengkatalisis perubahan ADP
menjadi ATP. ATP sangat penting untuk integritas sel hepar karena bila kadar
ATP rendah akan menyebabkan terjadi kerusakan pada hepar (Supartinah dkk,
2003).
55