Upload
rero-citro
View
1.019
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka
kesakitan yang tinggi. Menurut Basha (2009, h.1) hipertensi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka
kematian atau mortalitas. Sedangkan menurut Sustrani, dkk (2009, h.12)
hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
Sustrani, dkk (2009, h.12) mengatakan hipertensi sering kali disebut
sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan
tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi
korbannya. Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140
mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang
dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg.
Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko untuk stroke,
serangan jantung, gagal jantung, aneurisma arterial, dan merupakan penyebab
utama gagal jantung kronis (Tekanan Darah Tinggi 2009). Dengan demikian
2
hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yaitu > 140/90 mmHg.
Penelitian yang dilakukan oleh National Health and Nutrition
Examination Surveys (NHANES 2005-2006) di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa sekitar 28,4% dari populasi orang dewasa menderita
hipertensi dan prevalensi ini meningkat tajam dengan bertambahnya usia
(Field 2008). Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Survey Kesehatan
Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang yang berusia 25 tahun ke atas
menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi
(Akhmad 2010). Dengan demikian, penelitian yang dilakukan oleh NHANES
(2005-2006) menunjukan adanya hubungan yang berarti antara prevalensi
hipertensi dengan bertambahnya usia dibuktikan dengan jumlah prevalensi
hipertensi yang selalu meningkat dengan bertambahnya usia, ini disebabkan
karena semakin bertambahnya usia akan menyebabkan penurunan elastisitas
dari pembuluh darah yang mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat.
Sedangkan menurut SKRT (2004) menunjukan adanya hubungan yang berarti
antara prevalensi hipertensi dengan jenis kelamin, ini disebabkan karena
wanita lebih mudah mengalami stress dari pada laki-laki yang akan
menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat.
Selain data diatas, Riset Kesehatan Dasar Nasional (2007) yang di
lakukan oleh Departemen Kesehatan RI menunjukan prevalensi Nasional
Hipertensi pada penduduk umur > 18 tahun adalah sebesar 29,8% (Soendoro
2007). Penderita hipertensi di Propinsi Jawa Tengah menduduki peringkat
3
ketiga setelah Propinsi Riau dan Propinsi Bangka Belitung. Berdasarkan data
program pengamatan dan pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM) di
Kabupaten Cilacap tahun 2008, hipertensi menduduki peringkat pertama pada
urutan jumlah kasus penyakit tidak menular yaitu sebesar 28.874. Sedangkan
kasus penyakit hipertensi berdasarkan golongan umur di Kabupaten Cilacap
tahun 2008 pada lansia yang berumur 45-64 tahun sebesar 15.387. Dan pada
umur > 65 tahun, sebesar 7.369 lansia menderita hipertensi. Menurut Sistem
Informasi Manajemen Puskesmas/SIMPUS (2010) data hipertensi di Wilayah
Cilacap Tengah selama 2 bulan terakhir yaitu 543 orang, yang tersebar di
lima kelurahan. Kelurahan dengan jumlah hipertensi tertinggi yaitu kelurahan
Sidanegara dengan jumlah penderita 188 orang.
Penyebab penyakit hipertensi secara umum diantaranya aterosklerosis
(penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh
darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung,
penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf simpatis, obesitas, tekanan
psikologis, stres, dan ketegangan bisa menyebabkan hipertensi
(Marzuky 2009).
Akibat tekanan darah tinggi yang berlanjut dan tidak tertangani secara
tepat, mengakibatkan jantung bekerja lebih keras, hingga otot jantung
membesar. Kerja jantung yang meningkat menyebabkan pembesaran yang
dapat berlanjut menjadi gagal jantung (heart failure). Selain itu, tekanan
darah tinggi juga berpengaruh terhadap pembuluh darah koroner di jantung
berupa terbentuknya plak (timbunan) aterosklerosis yang dapat
4
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan menghasilkan serangan
jantung (heart attack) (Merdikoputro 2008). Untuk mencegah agar hipertensi
tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut maka diperlukan penanganan
yang tepat dan efisien. Menurut Marlia (2010) penanganan hipertensi secara
umum yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis.
Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat
diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan
tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan secara
farmakologis dianggap mahal oleh masyarakat, selain itu penanganan
farmakologis juga mempunyai efek samping. Efek samping tersebut
bermacam-macam tergantung dari obat yang digunakan. Sebagai contohnya,
seperti yang telah disebutkan oleh Lyrawati (2008) bahwa efek samping dari
obat Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu kemerahan pada wajah, pusing
dan pembengkakan pergelangan kaki karena efek vasodilatasi CCB
dihidropiridin, nyeri abdomen dan mual karena terpengaruh oleh influks ion
kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal yaitu konstipasi.
Penanganan non-farmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan,
olah raga secara teratur, diet rendah lemak & garam, dan terapi komplementer
(Marlia 2009). Penanganan secara non-farmakologis sangat diminati oleh
masyarakat karena sangat mudah untuk dipraktekan dan tidak mengeluarkan
biaya yang terlalu banyak. Selain itu, penanganan non-farmakologis juga
tidak memiliki efek samping yang berbahaya tidak seperti penanganan
5
farmakologis. Sehingga masyarakat lebih menyukai penanganan secara non-
farmakologis dari pada secara farmakologis (Marlia 2009).
Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan
penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer bersifat
terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi
nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur,
aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan refleksologi (Sustrani, Alam,
Hadibroto 2005, h. 74-105). Terapi herbal banyak digunakan oleh masyarakat
dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek samping
yang sedikit. Jenis obat yang digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau
celery ( Apium graveolens ), bawang putih atau garlic (Allium Sativum),
bawang merah atau onion (Allium cepa), tomat (Lyocopercison
lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam, Hadibroto
2005, h. 74-105).
Seledri atau celery ( Apium graveolens ) merupakan salah satu dari jenis
terapi herbal untuk menangani penyakit hipertensi. Masyarakat Cina
tradisional sudah lama menggunakan seledri untuk menurunkan tekanan
darah. Seledri mengandung apigenin yang sangat bermanfaat untuk
mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu,
seledri juga mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk
membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan
membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides
6
dapat mereduksi hormon stres yang dapat meningkatkan darah dikutip dari
Afifah (2009).
Selain mengandung apigenin dan pthalides seledri juga mengandung gizi
yang tinggi, vitamin A,B1, B2, B6 dan juga vitamin C. Seledri juga kaya
pasokan kalium, asam folic, kalsium, magnesium, zat besi, fosfor, sodium dan
banyak mengandung asam amino esensial. Pada pasokan kalium sangat
bermanfaat untuk terapi darah tinggi. Pada 100 g seledri terkandung 344 mg
kalium dan 125 mg natrium. Konsumsi makanan dengan perbandingan
kalium dan natrium yang mencapai 3:1, sangat baik bagi penderita darah
tinggi. Pada seledri perbandingan tersebut mencapai 2,75:1 sudah sangat
mendekati rasio ideal untuk pencegahan Hipertensi dikutip dari Afifah
(2009). Seledri juga sangat mudah dicari, harganya juga sangat terjangkau
oleh masyarakat. Selain itu slederi juga tidak memiliki efek samping yang
berbahaya. Oleh karena itu seledri sangat baik sebagai terapi pengobatan
hipertensi.
Untuk pengobatan hipertensi caranya dengan mengambil 16 tangkai.
Semuanya dicuci dan direbus dengan air bersih sebanyak 2 gelas minum atau
setara dengan 400 ml. Kemudian rebus hingga ¾ bagiannya atau setara
dengan 300 ml. Hasil rebusan tersebut diminum untuk satu hari, masing-
masing ½ bagiannya menurut Muhammadan (2009, h. 173). Selain itu seledri
juga dapat dibuat menjadi jus seledri. Caranya campurkan 250 g seledri segar
dengan 2 buah apel hijau segar. Sebelum dijus seledri rebus terlebih dahulu
7
lalu campur dengan apel lalu blender hingga halus. Minum dua hari sekali
untuk penderita Hipertensi dikutip dari Afifah (2009).
Studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada. tanggal 14 April 2010,
didapatkan data bahwa dari 188 orang di Kelurahan Sidanegara Cilacap
Tengah menderita hipertensi ringan sampai berat. Pada tanggal 27 April
2010, peneliti melakukan studi pendahuluan kembali melibatkan 10 orang
yang menderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang
mengalami hipertensi sejak 2 bulan yang lalu. Selama ini usaha yang mereka
lakukan untuk mengatasi hipertensi pada kasus hipertensi ringan sampai berat
adalah dengan mengurangi asupan garam dan menghindari makanan tinggi
kolesterol. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah terhadap 10 orang
tersebut, ternyata 8 dari 10 orang masih mengalami hipertensi. Jadi usaha
yang mereka lakukan belum begitu efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Peneliti juga menanyakan tentang terapi seledri untuk hipertensi kepada 10
orang tersebut. Hasilnya dari 10 orang tersebut semuanya belum pernah
mendapatkan terapi seledri.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh seledri terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
8
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
membuat rumusan masalah sebagai berikut “Apakah pemberian rebusan
seledri berpengaruh terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di
Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap Tengah Tahun 2010?”.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh seledri
terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Kelurahan
Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik penderita hipertensi di Kelurahan
Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
b. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sebelum diberikan seledri
di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
c. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sesudah diberikan seledri di
Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
d. Untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah
diberikan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah tahun 2010.
9
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pustaka mengenai
pengaruh seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperdalam pengalaman
peneliti tentang riset keperawatan serta pengembangan wawasan
tentang pengobatan tradisional dengan mengkonsumsi rebusan seledri.
b. Bagi penderita
Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih
pengobatan alternatif yang tepat dan praktis dalam menurunkan tekanan
darah yaitu dengan mengkonsumsi rebusan seledri.
c. Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat merangsang penelitian tentang
pengobatan alternatif untuk penurunan tekanan darah yang lebih efektif
diberikan kepada penderita Hipertensi.
d. Bagi Masyarakat di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif
pengobatan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
Hipertensi.
10
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian mengenai pengaruh terapi seledri terhadap hipertensi
belum begitu banyak dilakukan. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Rohaendi, 2008, tentang Pengaruh pemberian teh rosella dan obat terhadap
tekanan darah pasien hipertensi primer di Panti Jompo Welas Asih Kota
Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Kota Tasikmalaya. penelitian ini
menggunakan metode experiment dengan control Group Pretest-postest,
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan efektifitas teh rosella dan
obat terhadap tekanan darah pasien hipertensi di Panti Jompo Welas Asih
Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya.
Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang responden, terdiri dari 20
responden yang diberikan teh rosella dan 20 orang responden yang minum
obat actrapin 5 mg sehari sekali selama tujuh hari. Pengambilan sampel
dengan cara total sampling untuk responden di panti dan conventiente
sampling untuk pasien rumah sakit. Pengujian efektifitas sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi dengan uji paired-Sample T test, sedangkan
untuk menguji adanya perbedaan efektifitas diantara dua kelompok
menggunakan uji independent Sample T test dan untuk menguji efektifitas
pemberian intervensi setelah dikontrol oleh jenis kelamin, umur, dan Indek
Massa Tubuh menggunakan uji Manova. Hasil penelitian menunjukkan
jenis kelamin paling banyak perempuan, rerata umur responden 60 tahun
dan rerata Indek Masa Tubuh 27,25. Hasil penelitian menunjukan adanya
11
perbedaan tekanan sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah intervensi
pada kedua kelompok (p=0,000). Teh rosella dan obat sama efektifnya
dalam menurunkan tekanan darah pada kedua kelompok (p= 0,057 dan
0,242). Jenis kelamin, umur, dan IMT tidak mempengaruhi penurunan
tekanan darah sistolik dan diatolik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
secara signifikan teh rosella dan obat dapat menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi. Rekomendasi dari penelitian
ini adalah perlu adanya penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang
sebih besar, uji kandungan rosella, dan pengukuran secara serial.
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah terletak pada
variable bebas, desain, rancangan dan tempat penelitian. Pada penelitian
ini variable bebasnya adalah terapi seledri. Penelitian ini menggunakan
desain Quasi Experiment dengan rancangan yang akan digunakan adalah
rancangan One Group Pretest – Postest Design. Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan tentang hipertensi, pengobatan hipertensi
keperawatan holistik, terapi komplementer, seledri sebagai terapi herbal, seledri
dalam hubungannya dengan penurunan tekanan darah dan kerangka teori
penelitian. Penjelasan tentang hipertensi diperlukan untuk menentukan jenis dan
klasifikasi penderita dalam penelitian. Disamping itu klasifikasi tekanan darah
digunakan sebagai standar pengaruh seledri terhadap tekanan darah penderita
hipertensi. Keperawatan holistik diperlukan untuk menjelaskan bahwa dalam
keperawatan penderita merupakan kesatuan yang utuh antara fisik, psikologi,
sosial, ekonomi, spiritual dan budaya. Menurut keperawatan holistik perawat
harus memandang pasien sebagai orang yang memiliki penyakit tertentu.
Penjelasan tentang terapi komplementer dan terapi herbal sudah sangat luas dalam
menangani penyakit tertentu. Demikian pula seledri yaitu bertujuan untuk
menjelaskan bahwa salah satu terapi herbal yang dipergunakan dimasyarakat
adalah seledri.
A. HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan systolik dan diastolik
mengalami kenaikan yang melebihi batas normal (tekanan systole di atas
140mmHg, diastole di atas 90mmHg). Harga normal tekanan darah
(WHO) 120/80mmHg - 140/90mmHg (Arita, 2008, h. 73).
13
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan
tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah
salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan
aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis
(Tekanan Darah Tinggi 2009).
2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu : (Gunawan, 2001 )
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi
14
2) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis
kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit
hitam lebih banyak dari kulit putih ).
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ),
kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain
misalnya merokok, minum alkohol, minum obat-obatan
(ephedrine, prednison, epineprin).
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1) Penyakit Ginjal
a) Stenosis arteri renalis
b) Pielonefritis
c) Glomerulonefritis
d) Tumor-tumor ginjal
e) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
15
2) Kelainan Hormonal
a) Hiperaldosteronisme
b) Sindroma Cushing
c) Feokromositoma
3) Obat-obatan
a) Pil KB
b) Kortikosteroid
c) Siklosporin
d) Eritropoietin
e) Kokain
f) Penyalahgunaan alkohol
g) Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4) Penyebab Lainnya
a) Koartasio aorta
b) Preeklamsi pada kehamilan
c) Porfiria intermiten akut
d) Keracunan timbal akut.
(Tekanan Darah Tinggi 2009).
3. Patofisiologis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
16
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas (Tekanan Darah Tinggi 2009).
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler (Tekanan Darah Tinggi 2009).
17
4. Tanda dan Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
a. sakit kepala
b. kelelahan
c. mual
d. muntah
e. sesak nafas
f. gelisah
g. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Tekanan
Darah Tinggi 2009).
18
5. Klasifikasi Hipertensi
a. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa (Tekanan Darah Tinggi
2009) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
(Tekanan Darah Tinggi 2009)
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
KategoriTekanan Darah
SistolikTekanan Darah
Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia
80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian
telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus
dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
19
b. Klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg) menurut WHO (dikutip dari
Elisa, dkk 2009 ) yang dapat dilihat dalam tabel 2.2:
Tabel 2.2Klasifikasi Tingkat Tekanan Darah Menurut WHO
(Elisa, dkk 2009)
Kategori Sistolik Diastolik
Optimal <120 < 80
Normal <130 < 85
Normal-tinggi 130 - 139 85 - 89
Hipertensi Stage 1 (mild)
140 - 159 90 - 99
Hipertensi Stage 2 (moderate)
160 - 179 100 - 109
Hipertensi Stage 3 (severe)
≥ 180 ≥ 110
c. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa > 18 tahun menurut Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure / JNC VI (dikutip dalam Rohaendi,
2008, h.14), dapat dilihat pada tabel 2.3:
Tabel 2.3Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa > 18 tahun Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VI (Rohaendi, 2008, h.14)
KategoriTekanan Darah sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Optimal <120 < 80
Normal <130 <85
20
Normal – Tinggi 130 - 139 85 - 89
Hipertensi
Derajat 1 (ringan) 140 - 159 90 - 99
Derajat 2 (sedang) 160 - 179 100 - 109
Derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik Terisolasi
≥ 140 < 90
d. Sedangkan klasifikasi tekanan darah tinggi menurut Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure / JNC VII tahun 2003 (dikutip dalam Rohaendi,
2008, h.14) pada orang berusia 18 tahun ke atas yang dapat dilihat
pada Tabel 2.4:
Tabel 2.4Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa > 18 tahun Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure / JNC VII (Rohaendi, 2008, h.14)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal ≥120 < 80
Prehypertension 120 - 139 85 - 89
Derajat 1 140 - 159 90 - 99
Derajat 2 ≥ 160 100
Hipertensi Sistolik Terisolasi
≥ 140 < 90
6. Penegakan Diagnosa Hipertensi
Menurut Muhammadan, 2010, (h. 104 - 105) tekanan darah diukur
setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka 140/90
21
mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak
dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada
pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah
diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari
berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan
hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan
untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan,
dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah,
jantung, otak dan ginjal.
7. Komplikasi
a. Komplikasi menurut Murwani, 2008, (h. 76)
1) Pada jantung : pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa payah
jantung, infark jantung, penyakit jantung koroner
2) Pada otak : stroke, enchepalitis
3) Pada ginjal : hematuri, kencing sedikit
4) Pada mata : retinopati hipertensi
b. Penyakit penyerta menurut Dalimarta (2000)
1) Kencing manis (diabetes mellitus)
2) Resistensi Insulin (R-I)
3) Hiperfungsi kelenjar tiroid (hipertiroid)
4) Rematik
5) Asam urat (gout)
6) Kadar lemak darah tinggi (hiperlipidenia)
22
8. Penanganan
Penanganan hipertensi menurut Lenny (2008), secara garis besar
dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Penanganan dengan obat-obatan (farmakologi):
Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk
pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. Berikut
merupakan macam-macam obat antihipertensi (Lenny 2008):
1) Diuretik: obat-obatan jenis diuretik bekerja ddengan cara
mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume
ciran di tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh obatnya adalah Hidroklorotiazid.
2) Penghambat Simpatetik: Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat aktifitas saraf simpatis. Contoh obatnya adalah
Metildopa, Klonidin, dan Reseprin.
3) Betabloker : mekanisme kerja obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan
seperti asma brokial. Contoh obatnya adalah : Metopolol,
Propanolol, dan Atenolol. Pada penderita Diabetes meliitus harus
hati-hati , karena dapat menutupi gejala hipoglikemia yaiu kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bias berakibat bahaya bagi penderitanya. Pada orang tua terdapat
23
gejala Bronkospasme atau penyempitan saluran pencernafasan
sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4) Vasodilator: Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh
darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang
termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin: Cara kerja obat
golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II
yaitu zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah .
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas
6) Antagonis kalsium : Golongan obat ini menurunkan daya pompa
jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung atau
kontraktilitas. Yang termasuk golongan obat ini adalah:
Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sembelit pusing, sakit kepala dan muntah.
7) Penghambat Reseptor Angiotensin II: cara kerja obat ini adalah
dengan menghalangi penempelan zat Angiostensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan
24
(Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
b. Penanganan non obat (non farmakologis), diantaranya adalah:
1) Diet rendah garam atau kolesterol atau lemak jenuh.
2) Menurangi berat badan agar mengurangi beban kerja jantung
sehingga kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga
berkurang. Menurut Mansjoer (2000, h. 98), menurunkan berat
badan bila terdapat kelebihan (indeks masa tubuh > 27).
3) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
4) Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi,
yoga atau hypnosis dapat mengontrol system saraf yang akhirnya
dapat menurunkan tekanan darah.
5) Melakukan olahraga seperti senam aerobic atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebayak 3-4 kali seminggu. Olahraga,
terutama bila disertai penurunan berat badan. Olahraga
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL), yang dapat
mengurangi hipertensi yang terkait aterosklerosis.
6) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol. Berhenti
merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah
ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
7) Terapi komplementer juga termasuk penanganan secara non
farmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya
25
menurut Sustrani, dkk (2005, h. 74-105) adalah dengan terapi
herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, akupuntur,
akupresur, homeopati, aromaterapi, terapi bach flower dan
remedyre fleksiologi.
B. TERAPI KOMPLEMENTER
1. Pengertian
Terapi komplementer atau pengobatan alternatif adalah setiap praktek
penyembuhan yang tidak termasuk dalam bidang konvensional
kedokteran atau yang belum terbukti secara konsisten dan efektif.
Perawatan kesehatan yang tidak termasuk dalam standar praktek
pengobatan disebut alternatif atau komplementer. Beberapa terapi
komplementer yang umum adalah : terapi fisik (yoga, pijat, akupuntur),
teknik relaksasi (meditasi, visualisasi), obat herbal (Tekanan Darah
Tinggi 2009).
Kewajiban seorang perawat adalah memberikan keamanan perawatan
pada saat masyarakat menggunakan terapi komplementer. Terapi
komplementer menjadi populer disebabkan karena berbagai macam
fenomena termasuk ekonomi individu untuk memutuskan tindakan
kesehatan, biaya yang tinggi dan persepsi tentang keamanan dari obat
tersebut. Menurut Panel on Definition and deskription, Complementary
and Alternative Medicine (CAM) research and metodologi conference
1997 (Synder, 2002). Terapi komplementer adalah merupakan suatu
26
metode penyembuhan dengan menggunakan semua system, modalitas
dan praktik yang sesuai dengan teori dan kepercayaan, bukan sekedar
dipengaruhi oleh politik system kesehatan atau budaya yang telah
berjalan, tetapi terdiri dari semua praktik dan proses penjabaran ide dari
pengguna dalam rangka mencegah atau mengobati penyakit dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Menurut Snyder (2002),
terapi komplementer efektif diberikan minimal selama satu minggu,
selama satu minggu tersebut efek dari terapi dapat terlihat hasilnya.
2. Macam – macam terapi komplementer
Pengobatan komplementer juga termasuk pengobatan
nonfarmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya
menurut Sustrani, dkk, 2005 (h. 74-105) adalah dengan:
a. Terapi herbal : obat-obatan untuk menangani hipertensi antara lain
bawang putih atau garlic (Allium Sativum), seledri atau celery
(Apium gravolens), bawang merah atau onion (Allium cepa),
blimbing manis (Averrhoa Carambola L), mentimun (Cucumis
sativus), jeruk nipis (Citrusaurantifolia), tomat (Lyocopercison
lycopersicum), semangka (Citrullus vulgaris).
b. Terapi Nutrisi:
1) Makanan yang kaya potassium, seperti : apricot, pisang, waluh,
ikan lele, bayam, tomat, kacang-kacangan, kentang, susu,
yoghurt.
27
2) Makanan kaya magnesium,seperti : kacang-kacangan , polong-
polongan dan hasil olahnya (kacang merah, kedelai, tahu), bahan
makanan dari laut (ikan, kerang, cumi-cumi , dll)
3) Makanan yang banyak mengandung kalsium, seperti : polong-
polongan dan hasil olahnya ,sayur-sayuran hijau, daging sapi
dan ayam rendah lemak.
4) Makanan yang banyak mengandung asam lemak esensial
seperti: ikan laut (salmon, tuna, makerel), aneka kacang-
kacanagan (kenari,kacang mete,walnut,dll)
5) Makanan yang kaya vitamin C , seperti : beragam buah-buahan
(jambu biji, jeruk, mangga, papaya, rambutan), aneka sayuran
yang disantap mentah,(kol, kacang panjang, daun katuk, cabai
rawit,cabai merah)
c. Relaksasi progresif
d. Meditasi
e. Akupuntur : cara penyembuhan Tiongkok kuno dengan cara
menusukkan jarum ke titik-titik tertentu di tubuh pasien.
f. Akupresur : cara penyembuhan dari Tiongkok yang mengaktifkan
neuron pada system saraf, yang dapat menrangsang kelenjar-kelenjar
endokrin dan hasilnya mengatifkan orang yang bermasalah.
g. Homeopati
28
h. Aromaterapi : cara penyembuhan dengan menggunakan konsentrasi
minyak essensial yang sangat aromatik, dan diekstraksi dari tumbuh-
tumbuhan.
i. Terapi Bach Flower Remedy : pengobatan terdiri dari 38 tumbuhan
dan bunga yang digunakan untuk mengobati gangguan emosi yang
berbeda-beda.
j. Refleksiologi : cara pengobatan dengan merangsang berbagai
daerah refleks (zona atau mikrosistem) di kaki , tangan, dan telinga
yang ada hubugannya dengan kelenjar, organ dan bagian tubuh
lainnya.
C. SELEDRI SEBAGAI TERAPI HERBAL
1. Definisi
Seledri (Apium graveolens L) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat
yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk
Jepang, Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai
bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah
Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai
lalap. Penggunaan seledri paling lengkap adalah di Eropa: daun, tangkai
daun, buah, dan umbinya semua dimanfaatkan (Volkov 2010).
Menurut Volkov (2010) dalam taksonomi tumbuhan, seledri
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
29
b. Divisi : Magnoliophyta
c. Kelas : Magnoliopsida
d. Ordo : Apiales
e. Famili : Apiaceae
f. Genus : Apium
g. Spesies : A. graveolens
h. Nama binomial : Apium Graveolens L.
Seledri berasal dari daerah subtropik Eropa dan Asia, dan merupakan
tanaman dataran tinggi, yang ditemukan pada ketinggian di atas 900 m dpl.
Di daerah ini seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang menebal.
Untuk pertumbuhannya, seledri memerlukan cuaca yang lembab. Seledri
juga bisa ditanam di dataran rendah. Hanya saja ukuran batangnya menjadi
lebih kecil dan digunakan sebagai penyedap masakan. Seledri terdiri dari
tiga jenis yaitu seledri daun, seledri potongan dan seledri berumbi
(Dalimartha, 2005).
Tanaman seledri tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau aromatik
yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang
banyak, berwarna hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak
daun 3-7 helai. Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, helaian
daun tipis dan rapuh, pangkal dan ujung runcing, tepi beringgit, panjang 2-
7,5 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-
putihan. Bunga majemuk berbentuk payung, 8-12 buah, kecil-kecil,
berwarna putih, mekar secara bertahap. Buahnya buah kotak, berbentuk
30
kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan (Dalimartha,
2005).
Seledri dipanen setelah berumur 6 minggu sejak ditanam. Tangkai daun
yang agak tua dipotong 1 cm di atas pangkal daun. Daun muda dibiarkan
tumbuh untuk dipanen kemudian. Tangkai daunnya yang berdaging dan
berair dapat dimakan mentah sebagai lalap, sedangkan daunnya digunakan
untuk penyedap sup. Jika seledri ditanam di daerah tropik, ukuran
batangnya kurang besar sehingga seluruh bagian tanaman digunakan
sebagai sayur. Seledri dapat diperbanyak dengan biji (Dalimartha, 2005).
2. Sifat dan Khasiat
Akar seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan dan peluruh kencing
(diuretik), sedangkan buah dan bijinya sebagai pereda kejang
(antipasmodik), menurunkan kadar asam urat darah, antirematik, peluruh
kencing (diuretik), peluruh kentut (karminatif), afrodisak dan penenang
(Dalimartha, 2005).
Seledri berbau aromatik, rasanya manis, sedikit pedas dan sifatnya sejuk.
Seledri bersifat tonik, memacu enzim pencernaan (stomatik), menurunkan
tekanan darah (hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatis), peluruh
kencing (diuretik), peluruh haid, peluruh kentut (karminatif),
mengeluarkan asam urat darah yang tinggi, pembersih darah dan
memperbaiki fungsi hormon yang terganggu (Dalimartha, 2005).
31
3. Kandungan Kimia
Seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin 1%, minyak asiri 0,033%,
flavo-glukosida (apiin), apigenin, fitosterol, kolin, lipase, pthalides,
asparagine, zat pahit, vitamin (A, B dan C). Setiap 100 gr seledri
mengandung air sebanyak 93 ml, protein 0,9 gr, lemak 0,1 gr, karbohidrat
4 gr, serat 0,9 gr, kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor 40 mg, yodium 150
mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg, vitamin A 130 IU, vitamin K 15
mg, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin 0,03 mg dan nikotinamid
0,4 mg. Akar mengandung asparagin, manit, zat pati, lendir, minyak asiri,
pentosan, glutamin dan tirosin. Biji mengandung apiin, minyak menguap,
apigenin dan alkaloid. Apigenin berkhasiat hipotensif (Dalimartha, 2005).
D. SELEDRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENURUNAN
TEKANAN DARAH
Unsur – unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan
darah adalah flavanoid, apigenin, vitamin C, fitosterol dan vitamin K yang
dapat berperan dalam metabolisme gula (mengatur kadar gula darah),
metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh
darah. Dengan demikian seledri meiliki peranan mekanisme penurunan
takanan darah.
Kandungan seledri yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain :
1. Flavanoid : flavanoid dapat menghalau penyakit
degeneratif. Flavanoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil
32
oksigen singlet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah
quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan
melepaskan atau menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas
peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi
oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental,
sehingga mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah
(Jupiter 2008).
2. Apigenin : apigenin yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk
mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Seledri
Penyedap yang Berkhasiat 2010).
3. Vitamin C : vitamin C dapat memperkuat otot jantung, vitamin C berperan
penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses
metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkat laju kolesterol yang
dibuang dalam bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme
kolesterol. Vitamin C juga dapat meningkatkan kadar HDL dan berfungsi
sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran
(Kusuma 2010).
4. Fitosterol : adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai
struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat ditemukan di dalam
sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat membantu
menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat penyerapan
kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang
33
memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat membantu untuk
menurunkan tekanan darah dikutip dari (Grandfa 2007).
5. Vitamin K berfungsi membantu proses pembekuan darah. Vitamin K
berpotensi mencegah penyakit serius seperti penyakit jantung dan stroke
karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor
seperti timbunan plak kalsium (Astawan 2010).
6. Apiin : Apiin bersifat diuretic yaitu membantu ginjal mengeluarkan
kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya
cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah (Masteryen 2009).
34
Pemberian Rebusan Seledri
Tekanan darahSistolikDiastolik
Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan tekanan darah secara farmakologis antara lain : Diuretik, Beta Blockers, Calcium Chanel Blokers, Angiotensin II, Alpha Blokers, Clonidin dan Vasodilator.
Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan tekanan darah secara non farmakologis antara lain : diet rendah garam, berhenti merokok dan alkohol, latian fisik secara teratur, menghindari stress, memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat, terapi komplementer (terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi, meditasi, akupuntur, akupresur, homeopati, aromaterapi, terapi black flower remedy, refleksiologi).
35
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
: Area yang diteliti
: Area yang tidak diteliti (dikontrol saat pengambilan sampel)
36
B. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini :
Ho : Tidak ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan
rebusan seledri pada pasien hipertensi
Ha : Ada perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan
rebusan seledri pada pasien hipertensi
C. IDENTIFIKASI VARIABEL, DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA
PENGUKURAN
Tabel 3.1 Identifikasi Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
No VariabelDefinisi
operasionalCara ukur Hasil ukur Skala
1. Bebas: Pemberian rebusan seledri
Pemberian rebusan seledri pada pasien penderita hipertensi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang mengalami hipertensi. Cara penyajian: sediakan seledri sebanyak 16 tangkai lalu dicuci bersih. Rebus seledri tersebut dengan 400 ml air hingga menjadi 300 ml. lalu diminum pagi dan sore masing-
Diukur dengan cara memberikan rebusan seledri pada penderita hipertensi yang dijadikan sebagai responden dan telah diperiksa tekanan darahnya. Kemudian diperoleh juga dari hasil cheklist yang diisi oleh keluarga yang telah peneliti berikan sebelum dan sesudah pemberian rebusan seledri.
Hasil ukur dibagi menjadi 2 kategori yaitu 1. Diminum bila dalam setiap hari penderita mengkonsumsi rebusan seledri minimal 1 gelas per hari selama 1 minggu.2. Tidak diminum bila dalam setiap hari penderita mengkonsumsi rebusan
Nominal
37
masing 150 ml. Diminum selama 7 hari secara teratur.
seledri kurang dari 1 gelas per hari atau tidak minum selama 1 minggu.
2 Terikat: Tekanan Darah
Tekanan pada pembuluh arteri darah ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh manusia. Terdapat dua tekanan darah yaitu, sistole (tekanan atas), normalnya 120 mmHg dan diastole (tekanan bawah) normalnya 80 mmHg.
Diukur dengan cara mengukur tekanan darah menggunakan spygnomanome-ter air raksa dan stetoskop dengan posisi berbaring (supine) setelah 1 minggu pemberian rebusan seledri. Kemudian hasil pengukuran tekanan darah dicatat dan dimasukan kedalam hasil ukur
Sesuai dengan hasil pengukuran tekanan darah- Systolik- Diastolik
Rasio
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain Quasi Experiment dengan rancangan
yang digunakan adalah rancangan One Group Pretest – Postest Design tanpa
adanya kelompok kontrol tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest)
yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan – perubahan yang
terjadi setelah adanya eksperimen (postest), (Notoatmodjo, 2002, h. 164).
Desain Quasi Eksperimen merupakan desain yang tidak mempunyai
pembatasan yang ketat pada randomisasi dan pada saat yang sama dapat
mengontrol ancaman – ancaman validitas, (Notoatmodjo, 2002, h.167).
Rancangan One Group Pretest – Postest Design menggunakan satu
kelompok subyek. Pertama – tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan
perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran
untuk ke dua kalinya, (Suryabrata, 2003, h. 101). Bentuk rancangan penelitian
ini sebagai berikut:
Input Proses Output
(Pre-Test) Intervensi (Post-Test)
O1 O2
39
Bagan 4.1 Desain Penelitian
Keterangan :
O1 : Tekanan darah penderita hipertensi sebelum diberikan rebusan
seledri
O2 : Tekanan darah penderita hipertensi sesudah diberikan rebusan
seledri
O1-O2 : Perbedaan tekanan darah penderita hipertensi antara sebelum dan
sesudah diberikan rebusan daun seledri
X : Intervensi berupa pemberian rebusan daun seledri
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik-karakreistik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono 2008, h. 61).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi
yang mengalami hipertensi sesuai dengan kriteria dari WHO di
Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah yang berjumlah 188 penderita.
2. Sampel
40
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo 2002, h.
79).
Penelitian ini menggunakan “teknik random sampling” yaitu
pengambilan sampel di mana semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel. (Notoatmodjo 2002, h. 85).
Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian ini adalah:
a. Kriteria inklusi
1) Penderita hipertensi yang diberi perlakuan.
2) Berusia > 35 tahun.
3) Penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi herbal atau
pengobatan.
4) Penderita yang tidak mengkonsumsi rokok.
5) Penderita yang tidak menjalani terapi diet.
6) Penderita yang tidak menjalani latihan fisik.
7) Penderita yang tidak melakukan terapi akupuntur.
8) Penderita yang tidak menjalani relaksasi progresif
9) Penderita yang tidak menjalani meditasi
10) Penderita yang tidak menjalani akupresur
11) Penderita yang tidak menjalani homeopati
12) Penderita yang tidak menjalani aromaterapi
13) Penderita yang tidak menjalani terapi bach flower
41
14) Penderita yang tidak menjalani remedyre fleksiologi
15) Penderita yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
1) Berusia < 35 tahun
2) Penderita yang mengkonsumsi rokok.
3) Penderita hipertensi yang mendapat pengobatan.
4) Penderita yang menolak menjadi responden.
3. Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus sederhana untuk populasi kecil ≤ 10.000 (Notoatmodjo, 2002)
n= N
1+N (d2)
Keterangan:
n : besar sampel
N : besar populasi
d : derajat kesalahan, ditentukan sebesar 10%
n=188
1+188 (0,12)
n=1881+188 (0 ,01 )
n=1881+1 , 88
42
n=1882 ,88
n=65 , 27
Dibulatkan menjadi n=65orang.
Hasil dari penghitungan menggunakan rumus tersebut adalah jumlah
sampel yang akan diberikan rebusan seledri oleh peneliti yaitu sebanyak
65 penderita. Untuk menghindari drop out karena tidak memenuhi
kriteria sebagai responden, maka perlu ditambahkan responden sebanyak
10% dari sampel yang telah ditentukan yaitu sebanyak 7 penderita.
Sehingga jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 72
penderita. Setelah menentukan jumlah sampel, selanjutnya peneliti
menentukan responden dengan cara acak. Peneliti membuat seluruh nama
responden, setelah itu peneliti mengocok dan mengambilnya secara acak
sebanyak 72 responden.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian mengambil lokasi di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah
dengan waktu penelitian dimulai pada bulan 25 Mei sampai bulan 30 Juli
2010.
C. ETIKA PENELITIAN
Etika penelitian mempunyai tujuan melindungi dan menjamin
kerahasiaan responden (pasien hipertensi). Sebelum dilakukan penelitian,
43
peneliti mengurus perijinan guna memperoleh ijin dan menjelaskan tujuan
penelitian. Pertama surat rekomendasi pre penelitian dari Stikes Alirsyad Al-
Islamiyyah Cilacap kepada Bupati Cilacap, kepada Kepala Badan Kesbang
Pol dan Linmas Kabupaten Cilacap, dan kepada Kepala DKK Cilacap, Kepada
Kepala Bappeda Cilacap selanjutnya memberikan ijin dan meneruskan kepada
Kepala Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.
Setelah prosedur perijinan tersebut terlewati, maka dilanjutkan dengan
menentukan penderita yang akan diberikan rebusan seledri untuk menurunkan
hipertensi. Penderita diukur tekanan darahnya selanjutnya diberi penjelasan
mengenai tujuan, manfaat dan cara mengkonsumsi rebusan seledri yang akan
diberikan. Keluarga penderita hipertensi diberikan penjelasan tentang tata cara
pengisian cheklist dan apa yang harus dilakukan dalam memberikan jawaban
atas pertanyaan pada cheklist. Penderita yang bersedia selanjutnya
menandatangani surat pernyataan persetujuan dan apabila tidak bersedia maka
tidak ada paksaan untuk menandatangani. Lembar persetujuan ditandatangani
saat penderita dalam keadaan tenang dengan waktu yang cukup dan tanpa ada
paksaan. Penderita yang bersedia selanjutnya diukur tekanan darahnya dan
kemudian diberikan intervensi rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari, untuk
mencegah terjadinya penurunan tekanan darah yang drastis (hipotensi) maka
peneliti mengukur tekanan darah 1 kali sehari, terapi ini diberikan selama satu
minggu kemudian hasil pengukuran tekanan darah yang terakhir akan
dibandingkan dengan hasil tekanan darah sebelum diberikan terapi, apakah
terjadi penurunan atau tidak.
44
D. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Cara pengumpulan data diperoleh dari:
1. Data primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari subyek penelitian
dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data secara
langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Sugiyono
2008). Data primer penelitian ini diperoleh langsung dari pasien hipertensi
berupa tekanan darah pasien yang sudah diukur menggunakan
spignomanometer air raksa dan stetoskop. Kemudian, juga diperoleh dari
hasil cheklist yang sudah diberikan sebelum dan sesudah pasien diberikan
rebusan seledri, dimana cheklist tersebut diisi oleh keluarga yang
memantau pasien.
Sebelum dilakukan pemberian rebusan seledri pada pasien hipertensi,
pasien terlebih dahulu di ukur tekanan darahnya untuk mengetahui hasil
tekanan darah pasien hipertensi dan keluarga mengisi cheklist yang sudah
diberikan (pre-test) yang dilakukan satu hari sebelum pemberian rebusan
seledri. Post-test pengukuran tekanan darah pada pasien hipertensi
dilakukan setelah satu minggu diberi rebusan seledri untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dan keluarga menyerahkan cheklist yang sudah diisi.
45
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lingkungan penelitian
berupa data dari keluarga, hasil pengukuran tekanan darah dan sumber lain
yang menunjang penelitian seperti nama, umur, tingkat pendidikan dan
agama.
E. ALAT PENGUMPUL DATA
1. Instrumen Penelitian
Menurut Notoatmodjo, 2002, instrumen penelitian adalah alat-alat
yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini
menggunakan cheklist. Cheklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama
subyek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan.
Pengamat tinggal memberikan tanda check ( ) pada daftar tersebut yang
menunjukan adanya gejala/ciri dari sasaran pengamatan. (Notoatmodjo
2002, h. 99). Sedangkan untuk mendapatkan hasil tekanan darah peneliti
menggunakan spignomanometer air raksa dan stetoskop untuk
mengukurnya. Seledri sebanyak 16 tangkai di rebus dengan 400 ml air
hingga menjadi 300 ml air. Air rebusan seledri tersebut diminum untuk
satu hari yaitu 150 ml untuk pagi dan 150 ml untuk sore.
2. Uji Instrumen Penelitian
46
Sebelum dilakukan pemberian rebusan seledri pada penderita
hipertensi, penderita diukur terlebih dulu tekanan darahnya, alat yang
digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah spignomanometer dan
stetoskop. Disini peneliti menggunakan spignomanometer air raksa dan
tidak ada kerusakan pada alat tersebut. Peneliti juga menggunakan cheklist
yang diisi oleh keluarga pasien hipertensi untuk mendapatkan hasil apakah
rebusan seledri diminum atau tidak diminum.
a. Validitas :
Menurut Nazir (2005, h. 222) dalam desain eksperimen terdapat dua
jenis validitas yaitu validitas eksternal dan internal.
1) Validitas Eksternal
Dari jumlah populasi selama 2 bulan terakhir didapat 188
penderita, sesuai rumus Notoatmodjo di dapat 72 penderita. 72
penderita tersebut adalah batas minimal dari sampel untuk
menggeneralisasikan populasi. Dengan validitas eksternal yang
tinggi hasil dari eksperimen akan cukup representatif untuk
mewakili populasi.
2) Validitas Internal
Untuk mengontrol variabel – variabel pengganggu diperlukan
validitas internal yang tinggi. Suatu desain eksperimen harus
dibuat sedemikian rupa sehingga perbedaan yang diperlihatkan
benar-benar disebabkan oleh perlakuan yang diperlukan, bukan
oleh faktor atau variabel lain diluar itu. Oleh karena itu peneliti
47
mengontrol variabel – variabel yang dapat mengganggu yaitu
dengan cara membuat kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
b. Reliabilitas
Alat yang akan digunakan untuk mengukur tekanan darah pada
penelitian ini, peneliti menggunakan sphygnomanometer air raksa dan
stetoskop yang telah teruji ke ketetapannya. Menurut Vitahealth
(2004, h. 20) sphygnomanometer yang sering digunakan adalah
sphygnomanometer air raksa yang dianggap paling akurat, sehingga
disebut ”standar emas”. Alat ini terdiri dari manset yang bisa
digembungkan dengan cara memompanya yang berbentuk bola karet
dan dihubungkan dengan tabung panjang berisi air raksa. Ukuran
tekanan darah akan diperlihatkan dalam milimeter air raksa (mmHg)
pada tabung yang akan bergerak keatas jika dipompakan. Alat ukur
yang rencananya akan digunakan untuk mengukur tekanan darah
dalam penelitian ini adalah sphygnomanometer air raksa bermerk
ONE MADE dan stetoscope bermerk ONE MADE.
F. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
1. Pengolahan Data
Menurut Achmadi dan Narbuko (2002) pengolahan data penelitian
meliputi:
a. Editing
48
Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah
diserahkan oleh pasien hipertensi. Pada penelitian ini peneliti
memeriksa data yang diperoleh, baik mengenai identitas pasien
hipertensi maupun jawaban cheklist.
b. Skoring
Skoring dilakukan untuk mengetahui total skor dari hasil checklist
dan pengukuran tekanan darah sesudah diberikan rebusan seledri
sebagai berikut:
1) Jawaban “diminum” diberikan skor 1
2) Jawaban “tidak diminum”diberikan skor 0.
2. Analisa Data
Langkah terakhir dari suatu penelitian adalah melakukan analisa data.
Analisa data dilakukan secara bertahap dan dilakukan melalui proses
komputerisasi.
a. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan dengan uji statistik deskriptif untuk mengetahui
distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah
susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut
49
kelas atau kategori-kategori tertentu. (prasetyo & Jannah, 2005, h. 184-
185). Pada penelitian ini variabel yang telah digambarkan dalam
bentuk distribusi frekuensi adalah karakteristik pasien hipertensi yang
meliputi: jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, tekanan darah
sebelum diberikan rebusan seledri dan tekanan darah setelah diberikan
rebusan seledri.
b. Analisa Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh rebusan
seledri terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi. Menurut
Riwidikdo (2008, h. 55 – 60), dalam analisa ini untuk mengetahui
apakah hipotesis di terima atau di tolak adalah dengan Uji t dependen
(paired t test). Penggunaan paired t test adalah untuk menguji
efektifitas suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin
ditentukan. Rancangan ini paling umum dikenal dengan rancangan
pre-post, artinya membandingkan rata-rata nilai pre test dan rata-rata
post test dari suatu sampel. Level yang sering digunakan untuk standar
error adalah 0,05 atau 0,01. Andaikata terdapat perbedaan antara dua
buah mean, perbedaan tersebut belum tentu berbeda secara statistik.
Perbedaan tersebut harus diuji dengan cara Uji - t . Dua asumsi dasar
dalam mengunakan Uji - T adalah ; distribusi dari variabel adalah
50
normal dan kedua variabel mempunyai variance yang sama. Untuk
merumuskan hipotesis pada Uji – t adalah sebagai berikut :
Rumus paired t test adalah :
t= d̄
Sd √n, dari rumusan tersebut
dapat juga dibuat rumusan t= d̄ .√n
Sd dimana d adalah selisih/beda
antara nilai pre dengan post. d̄ adalah rata-rata dari beda antara nilai
pre dengan post.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian pengaruh pemberian rebusan
seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di kelurahan
Sidanegara Cilacap Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 25 Mei sampai
dengan 23 Juli 2010. Jumlah penderita hipertensi sebanyak 72 orang sesuai
dengan kriteria inklusi. Proses pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga bagian
yang akan diuraikan berikut ini.
A. Proses Pelaksanaan Penelitian
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang pelaksanaan penelitian pengaruh
pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah dengan membina
hubungan saling percaya, melakukan kontrak kegiatan, menjelaskan tujuan
penelitian dan menandatangani lembar persetujuan penelitian.
51
1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dimulai dengan membina hubungan saling percaya,
melakukan kontrak kegiatan, menjelaskan tujuan penelitian,
menandatangani lembar persetujuan penelitian serta melakukan pre test/
pengukuran tekanan darah yang dilakukan di kelurahan yang akan
diteliti dimulai pada tanggal 25 Mei 2010.
2. Pelaksanaan
Data diperoleh sesuai dengan jawaban dari responden. Data yang
diperoleh meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan dan
tekanan darah responden. Pelaksanaan pemberian rebusan seledri
dilakukan selama satu minggu pada tiap-tiap responden. Warga yang
bersedia menjadi responden diukur tekanan darahnya dan diberikan
minuman rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu, tiap
hari tekanan darah responden diukur. Sebelum memberikan intervensi,
terlebih dahulu peneliti mengukur tekanan darah responden untuk
mendapatkan data tekanan darah pre-test, setelah itu peneliti
memberikan rebusan seledri kepada responden sebanyak 2 kali sehari
selama 1 minggu. Selama 1 minggu peneliti setiap hari mengukur
tekanan darah responden dengan tujuan untuk mengetahui terjadi
hipotensi atau tidak. Setelah 1 minggu pemberian rebusan seledri, pada
hari berikutnya peneliti mengukur tekanan darah responden kembali
52
untuk mendapatkan tekanan darah post-test. Dalam memberikan
rebusan seledri, peneliti membagi 65 responden menjadi tujuh
kelompok yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan pemberian
rebusan seledri. Kelompok I –VI masing-masing berjumlah sebanyak
10 responden dan kelompok VII berjumlah sebanyak 5 responden.
Kelompok I dimulai pada tanggal 26 Mei – 2 Juni 2010, Kelompok II
dimulai pada tanggal 4-11 Juni 2010, Kelompok III dimulai pada
tanggal 13-20 Juni 2010, Kelompok IV dimulai pada tanggal 22-29 Juni
2010, Kelompok V dimulai pada tanggal 1-8 Juli 2010, Kelompok VI
dimulai pada tanggal 10-17 Juli 2010, Kelompok VII dimulai pada
tanggal 19-23 Juli 2010.
3. Penutupan
Setelah pemberian rebusan seledri selama 1 minggu kemudian
dilakukan post test dengan mengukur tekanan darah sistol dan diastol,
serta melakukan terminasi kegiatan penelitian pada responden di
kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.
B. Karakteristik Penderita Hipertensi Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah
Pada bagian ini akan dijelaskan karakteristik penderita hipertensi
berdasarkan jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan tekanan
darah sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri.
1. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1Distribusi penderita hipertensi berdasarkan jenis kelamin
53
Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.
Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi penderita hipertensi
sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 53,8% dan
sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 46,2%.
2. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan umur
Tabel 5.2Distribusi penderita hipertensi berdasarkan umur Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.
No. Umur Frekuensi Persen
1. 35-43 tahun 16 24.6
2. 44-52 tahun 32 49.2
3. 53-62 tahun 17 26.2
Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi
sebagian besar berusia 44-52 tahun yaitu sebanyak 49,2% dan
sebagian kecil berusia 35-43 tahun yaitu sebanyak 24,6%.
3. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan berat badan
Tabel 5.3Distribusi penderita hipertensi berdasarkan berat badan
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persen
1 Perempuan 35 53.8
2 Laki-laki 30 46.2
Total 65 100
54
Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.No. Berat Badan Frekuensi Persen Mean
1. 45-58 Kg 46 70.8 55.85
2. 59-72 Kg 17 26.2
3. 73-86 Kg 2 3.1Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi
mempunyai berat badan rata-rata 55,85 Kg, sebagian besar penderita
hipertensi 70,8% memiliki berat badan antara 45-58 Kg dan sebagian
kecil 3,1% memiliki berat badan antara 73-86 Kg.
4. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tinggi badan
Tabel 5.4Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tinggi badan
Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun 2010.
N Mean Median STD Min Max
Tinggi Badan 65 162.62 165.00 7.432 150 178
Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi
mempunyai tinggi badan rata-rata 162,62 cm dengan tinggi badan
terendah 150 cm dan tertinggi 178 cm.
5. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah sebelum
diberikan rebusan seledri
Tabel 5.5Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah sebelum diberikan rebusan seledri Di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun
2010.
Tekanan Darah N Mean Median Sd Min Max
Sistol 65 181.92 180.00 18.471 140 220
55
Diastol 65 99.62 100.00 11.295 80 130Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi
mempunyai tekanan darah sistol rata-rata 181,92 mmHg dengan
tekanan darah sistol terendah 140 mmHg dan tertinggi 220 mmHg.
Sedangkan untuk tekanan darah diastol mempunyai rata-rata 99,62
mmHg dengan tekanan darah diastol terendah 80 mmHg dan tertinggi
130 mmHg.
6. Karakteristik penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah setelah
diberikan rebusan seledri
Tabel 5.6Distribusi penderita hipertensi berdasarkan tekanan darah setelah diberikan rebusan seledri di Kelurahan Sidanegara Cilacap Tahun
2010.
Tekanan Darah N Mean Median Sd Min Max
Sistol 65 140.46 140.00 13.542 120 170
Diastol 65 83.00 80.00 7.896 70 95
Sumber : data primer diolah tahun 2010
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari total 65 penderita hipertensi
mempunyai tekanan darah sistol rata-rata 140,46 mmHg dengan
tekanan darah sistol terendah 120 mmHg dan tertinggi 170 mmHg.
Sedangkan untuk tekanan darah diastol mempunyai rata-rata 83
mmHg dengan tekanan darah diastol terendah 70 mmHg dan tertinggi
95 mmHg.
56
C. Analisis Perbedaan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Rebusan Seledri Di Kelurahan Sidanegara Cilacap
Tengah
1. Uji Normalitas Data
Sebelum pengujian hipotesa dilakukan, terlebih dahulu data
dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas dilakukan karena dalam
menggunakan uji T, data yang akan diolah harus memiliki data yang
normal. Data diketahui normal atau tidak, maka harus dilakukan uji
normalitas. Syarat Uji Normalitas menurut Dahlan (2008) ada 2
metode yaitu metode deskriptif dan metode analitis. Dalam
menggunakan metode deskriptif ada tiga parameter yang harus
dipenuhi yaitu nilai koefisien varian < 30%, nilai rasio skewness > -2
dan < 2, dan nilai rasio kurtosis > -2 dan < 2 . Sedangkan metode
analitis, parameter yang digunakan yaitu uji Kolmogorov-Smirnov
(sampel > 50) dan Shapiro-Wilk (sampel < 50). Pada penelitian ini uji
normalitas menggunakan metode deskriptif. Menurut Dahlan (2008)
untuk mengetahui nilai koefisien varian yaitu menggunakan rumus
SDmean
x 100%, untuk mengetahui nilai rasio skewness menggunkan
rumus
SkewnessStd . Error Skewness , dan untuk mengetahui nilai rasio kurtosis
menggunakan rumus
KurtosisStd .Error Kurtosis .
Tabel 5.7Hasil Uji Normalitas Data
57
tekanan darah sistol dan diastol sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri
VariabelNilai
koefisien varianNilai
rasio skewnessNilai
rasio kurtosisSistol Pre-test
10.15 % < 30% -0.441 >-2,<2 -1.395 >-2,<2
Sistol Post-test
9.64 % < 30% 0.104 >-2,<2 -1.337 >-2,<2
Diastol Pre-test
11.33 % < 30% 1.545 >-2,<2 -0.460 >-2,<2
Diastol Post-test
9.51 % < 30% -0.969 >-2,<2 -1.872 >-2,<2
Pada tabel 5.7 menunjukan bahwa semua kelompok data berdasarkan
nilai koefisien varian, nilai rasio skewness dan nilai rasio kurtosis
telah memenuhi syarat masing-masing parameter. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ke empat kelompok data tersebut berdistribusi
normal.
.2. Analisis perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum
dan sesudah diberikan rebusan seledri berdasarkan tekanan darah
sistol
Tabel 5.8Perbedaan rata-rata tekanan darah sistol pada penderita hipertensi
sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri
Variabel N Mean STD SE t P.Value
Sistol pre-post 65 41.462 17.292 2.145 19.331 0.000
Pada tabel 5.8 dijelaskan rata-rata penurunan tekanan darah sistol pada
penderita hipertensi sebesar 41,462 mmHg dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata penurunan tekanan darah
sistol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan
rebusan seledri dengan p.value 0,000 < 0,05.
58
3. Analisis perbedaan tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum
dan sesudah diberikan rebusan seledri berdasarkan tekanan darah
diastol
Tabel 5.9Perbedaan rata-rata tekanan darah diastol pada penderita hipertensi
sebelum dan sesudah diberikan rebusan seledri
Variabel N Mean STD SE t P.Value
Diastol pre-post 65 16.615 11.696 1.451 11.453 0.000
Pada tabel 5.9 menunjukan rata-rata penurunan tekanan darah diastol
pada penderita hipertensi sebesar 16,615 mmHg dapat disimpulkan
terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata penurunan tekanan darah
diastol pada penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan
rebusan seledri dengan p.value 0,000 < 0,05.
59
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi interpretasi
dan diskusi hasil dari penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab
sebelumnya, keterbatasan penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang
digunakan dan karakteristik sampel yang digunakan dan selanjutnya akan dibahas
pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan dan
penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rebusan
seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Rebusan
seledri diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu, penelitian ini dilakukan mulai
tanggal 25 Mei sampai 23 Juli 2010 di kelurahan Sidanegara Cilacap Tengah.
1. INTERPRESTASI DAN HASIL DISKUSI
60
1. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Data Demografi
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar
penderita hipertensi 53,8% berjenis kelamin perempuan dan
sebagian kecil 46,2% berjenis kelamin laki-laki.
Jenis kelamin ternyata mempengaruhi tekanan darah seseorang,
pada data yang didapat perempuan lebih banyak menderita hipertensi
yaitu 53,8%, sedangkan pada laki-laki data didapat 46,2% yang
menderita hipertensi. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan
dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi.
Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang
yang berusia 25 tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki
dan 29% wanita menderita hipertensi (Akhmad 2010). Menurut
Armilawaty (2007) penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada
jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini
dikarenakan pada perempuan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa premenopause
cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki,
penyebabnya sebelum menopause wanita relatife terlindungi dari
penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen.
b. Umur
61
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar
penderita hipertensi 49,2% berumur antara 44 – 52 tahun dan
sebagian kecil 24,6% berumur antara 53-62 tahun.
Bertambahnya umur dapat meningkatkan kejadian hipertensi.
Pada data didapat sebagian besar penderita hipertensi berumur antara
44-52 tahun yaitu sebanyak 49,2%. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada umumnya
tekanan darah akan meningkat dengan bertambahnya umur terutama
setelah 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan
umur di bawah umur 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi di
atas 50 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30%.
(Soendoro 2007).
Menurut Elisa, Nunung & Uken (2009, h. 3) semakin
bertambahnya usia tekanan darah cenderung meningkat, hal ini
disebabkan karena hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis
pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.
c. Berat Badan
Berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa rata-rata berat
badan penderita hipertensi 55,85 kg, sebagian besar penderita
hipertensi 70,8% memiliki berat badan antara 45-58 Kg dan sebagian
kecil 3,1% memiliki berat badan antara 73-86 Kg. Indeks Massa
Tubuh dari rata-rata berat badan (kg) dibagi rata-rata kuadrat tinggi
badan (m) yaitu 21,28 Kg/m2.
62
Menurut Artika (2009) orang yang memiliki berat badan di atas 30
persen berat badan ideal, memiliki kemungkinan lebih besar
menderita tekanan darah tinggi. Menurut Yessi (2009) kegemukan
dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan
(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) merupakan salah satu faktor
risiko terhadap timbulnya hipertensi. Kelebihan berat badan akan
memaksa jantung bekerja lebih keras. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak obesitas.
Menurut Elisa, Nunung & Uken (2009, h. 3) kelebihan berat badan
(overweight) terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat. Berat badan yang berlebih
atau obesitas yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Berat
badan yang berlebihan akan membuat seseorang susah bergerak
dengan bebas. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebihan dari tubuh tersebut,
sehinga orang yang mengalami obesitas lebih mudah untuk menderita
penyakit hipertensi (Sustrani, Alam & Hadibroto 2005, hh30 - 31).
2. Pengaruh Pemberian Rebusan Seledri Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Sistol Dan Diastol
Tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum diberikan rebusan
seledri memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 181,92 mmHg
63
yang menurut Joint National Comite (JNC) termasuk dalam kategori
hipertensi derajat 3 atau hipertensi berat dan untuk diastoliknya adalah
99,62 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi derajat satu atau
hipertensi ringan. Sedangkan tekanan darah pada penderita hipertensi
setelah diberikan rebusan seledri memiliki rata-rata tekanan darah sistolik
sebesar 140,46 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi derajat 1 atau
hipertensi ringan dan untuk diastoliknya adalah 83 mmHg termasuk
dalam kategori normal.
Hasil Uji t dependent (paired t test) menunjukan ada perbedaa rata-
rata pre dan post pada tekanan sistolik sebesar 41,462 mmHg, t hitung
(19,331) > t table (2,000) dan pv (0,000) < α (0,05). Dan terdapat
perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan diastolik sebesar 16,615
mmHg, t hitung (11,453) > t able (2,000) dan pv (0,000) < α (0,05).
Seledri atau celery ( Apium graveolens ) merupakan salah satu dari
jenis terapi herbal untuk menangani penyakit hipertensi. Unsur-unsur
yang terdapat dalam seledri yang dapat menurunkan tekanan darah
adalah flavanoid, apigenin, vitamin C, fitosterol dan vitamin K yang
dapat berperan dalam metabolisme gula (mengatur kadar gula darah),
metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas
pembuluh darah. Dengan demikian rebusan seledri memiliki peranan
mekanisme penurunan takanan darah.
Rebusan seledri dalam menurunkan tekanan darah mempunyai 4
mekanisme kerja yaitu dengan cara membantu metabolisme gula,
64
metabolisme lemak, efek diuretik dan mempertahankan elastisitas
pembuluh darah. Dalam hal ini vitamin C, fisterol dan berperan sebagai
zat yang dapat membantu proses metabolisme gula. Vitamin C berperan
penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam proses
metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkat laju kolesterol yang
dibuang dalam bentuk asam empedu dan mengatur metabolisme
kolestreol. Vitamin C juga dapat meningkatkan kadar HDL dan berfungsi
sebagai pencahar sehingga dapat meningkatkan pembuangan kotoran
(Kusuma 2010). Fitosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman
dan mempunyai struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol dapat
ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan, gandum. Fitosterol dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat
penyerapan kolesterol di usus sehingga membantu menurunkan jumlah
kolesterol yang memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat
membantu untuk menurunkan tekanan darah dikutip dari (Grandfa 2007).
Flavonoid berperan sebagai zat yang dapat membantu metabolisme
lemak. Flavonoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil oksigen
singlet. Salah satu flavonoid yang berkhasiat seperti itu adalah quercetin.
Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan melepaskan atau
menyumbangkan ion hidrogen kepada radikal bebas peroksi agar menjadi
lebih stabil. Aktivitas tersebut menghalangi reaksi oksidasi kolesterol
jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah
pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah (Jupiter 2008).
65
Vitamin K berpotensi mencegah penyakit serius seperti penyakit jantung
dan stroke karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh
faktor-faktor seperti timbunan plak kalsium (Astawan 2010).
Apiin berperan sebagai zat yang dapat membantu proses diuretik. Cara
kerjanya yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan
garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan
menurunkan tekanan darah (Masteryen 2009).
Vitamin K dan apigenin berperan sebagai zat yang dapat membantu
peningkatan elastisitas pembuluh darah. Vitamin K berpotensi mencegah
penyakit serius seperti penyakit jantung dan stroke karena efeknya
mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh faktor-faktor seperti
timbunan plak kalsium (Astawan 2010). Sedangkan apigenin yang
terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan
pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Seledri Penyedap yang
Berkhasiat 2010).
Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi dua yaitu dapat dikontrol dan
tidak dapat dikontrol. Faktor risiko yang dapat dikontrol yaitu obesitas,
kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi
garam berlebih, minum alkohol, diet, minum kopi, pil KB dan stress.
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol yaitu Umur, jenis
kelamin, dan genetik.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat
dikontrol. Menurut Yessi (2009) kegemukan dimana berat badan
66
mencapai indeks massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat
tinggi badan (m) merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya
hipertensi. Kelebihan berat badan akan memaksa jantung bekerja lebih
keras. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi
yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tekanan darah seseorang, pada
data yang didapat perempuan lebih banyak menderita hipertensi yaitu
53,8%, sedangkan pada laki-laki data didapat 46,2% yang menderita
hipertensi. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria,
ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari Survey
Kesehatan Rumah Tangga / SKRT (2004), pada orang yang berusia 25
tahun ke atas menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita
menderita hipertensi (Akhmad 2010). Hal ini dikarenakan pada
perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana
pada perempuan masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah
lebih tinggi daripada laki-laki penyebabnya sebelum menopause, wanita
relatife terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen
(Armilawaty 2007).
Bertambahnya umur dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Pada
data didapat sebagian besar penderita hipertensi berumur antara 44-52
tahun yaitu sebanyak 49,2%. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena
hipertensi menjadi lebih besar. Pada umumnya tekanan darah akan
meningkat dengan bertambahnya umur terutama setelah 40 tahun.
67
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di bawah umur 40
tahun masih berada di bawah 10%, tetapi di atas 50 tahun angka tersebut
terus meningkat mencapai 20-30%. (Soendoro 2007). Hal ini disebabkan
karena hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah (Elisa, Nunung & Uken 2009, h. 3).
Penyebab penyakit hipertensi secara umum diantaranya
aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya
elastisitas pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang
dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf
simpatis, obesitas, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa
menyebabkan hipertensi (Marzuky 2009).
Penanganan hipertensi menurut Lenny (2008), secara garis besar
dibagi menjadi 2 jenis yaitu penanganan dengan obat-obatan
(farmakologi) dan penanganan non obat (non farmakologis). Penanganan
secara farmakologis yaitu terdiri atas pemberian obat yang bersifat
diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan
tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Penanganan non-
farmakologis yaitu meliputi penurunan berat badan, olah raga secara
teratur, diet rendah lemak & garam, dan terapi komplementer (Marlia
2009).
Salah satu dari penanganan non farmakologis dalam menyembuhkan
penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi komplementer
bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan terapi
68
herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa,
akupuntur, akupresur, aromaterapi, terapi bach flower remedy, dan
refleksologi (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-105). Jenis obat yang
digunakan dalam terapi herbal yaitu seledri atau celery ( Apium
graveolens ), bawang putih atau garlic (Allium Sativum), bawang merah
atau onion (Allium cepa), tomat (Lyocopercison lycopersicum),
semangka (Citrullus vulgaris). (Sustrani, Alam, Hadibroto 2005, h. 74-
105).
Pengaruh pemberian rebusan seledri dalam penelitian ini juga
didukung oleh beberapa faktor yang tidak diteliti tapi dimungkinkan
dapat mempengaruhi pengaruh rebusan seledri dalam menurunkan
tekanan darah, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau
faktor dari dalam diri individu dimungkinkan dapat memberikan
pengaruh pemberian rebusan seledri. Yang mencakup faktor internal
adalah keadaan fisik dan psikis individu (Puspa 2009). Faktor intenal
terkait keadaan pskis adalah motivasi responden untuk mengkonsumsi
rebusan seledri. Yang dimungkinkan motivasi yang tinggi dapat
meningkatkan keinginan responden untuk mengkonsumsi rebusan
seledri. Pendapat ini sesuai dengan Mitchell (dalam Winardi 2002) yang
mengemukakan bahwa motivasi mewakili proses psikologikal yang
menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya persistensi
kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.
69
Faktor perancu yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti adalah pola
makan dan psikis masing-masing responden, karena keterbatasan peneliti
yang sulit untuk mengontrolnya satu per satu, sehingga hasil penelitian
kurang baik apakah penurunan tekanan darah disebabkan oleh pemberian
rebusan seledri atau oleh faktor lain.
Pada penelitian ini, peneliti memilih responden dan kemudian diukur
tekanan darahnya, setelah penderita hipertensi bersedia menjadi
responden maka diberikan rebusan seledri sebanyak 2 kali sehari selama
satu minggu. Peneliti juga minta bantuan 2 orang teman untuk membantu
melakukan penelitian karena keterbatasan peneliti dan waktu penelitian.
Sebelum datang ke responden peneliti memberikan penjelasan tentang
kriteria responden yang dipilih dan cara memberikan terapi rebusan
seledri kepada 2 orang teman tersebut.
Faktor eksternal atau faktor dari luar individu juga dimungkinkan
dapat mempengaruhi pemberian rebusan seledri. Faktor eksternal
tersebut adalah segala hal yang berada diluar individu misalnya adalah
kesibukan masing-masing individu atau individu yang bekerja. Aktifitas
diluar rumah dapat mengakibatkan kurangnya atau tidak sesuai jadwal
mengkonsumsi rebusan seledri.
Faktor eksternal lainnya adalah pengunaan rebusan seledri yang
memiliki rasa pahit. Tidak semua responden menyukai rasa pahit. Untuk
mengantisipasinya rebusan seledri tersebut diberikan pada saat masih
hangat.
70
2. KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian tentang pengaruh rebusan seledri terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi, memiliki keterbatasan sebagai berikut :
a. Pegambilan data tekanan darah untuk data pretest dan posttest tidak
dapat dilakukan serempak oleh peneliti, dikarenakan penelitian dilakukan
door to door.
b. Terdapat kesulitan saat pengambilan data karena tidak semua responden
yang dipilih oleh peneliti bersedia menjadi responden dan kesibukan
masing-masing responden membuat peneliti kesulitan menentukan waktu
pengukuran tekanan darah.
c. Faktor cuaca yang pernah 3-4 kali mengalami hujan, sehingga peneliti
tidak mengecek tekanan darah tiap hari pada responden. Sehingga hasil
tekanan darah ada yang tidak lengkap selama 1 minggu.
3. IMPLIKASI TERHADAP PELAYANAN DAN PENELITIAN
Berpedoman pada hasil penelitian, dapat dibuat implikasi hasil penelitian
terhadap pelayanan adalah sebagai berikut :
1. Pemberian rebusan seledri pada penderita hipertensi, terutama hipertensi
perbatasan yaitu yang memiliki tekanan darah sistolik 140 – 160 mmHg
dan tekanan darah diastolik 90 – 95 mmHg sampai hipertensi berat yaitu
yang memiliki tekanan darah sistolik 230 – 280 mmHg dan tekanan
darah diastolik 120 – 140 mmHg. Pemberian rebusan seledri ini
71
mempunyai pengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi sehingga dapat direkomendasikan sebagai penatalaksanaan
pengobatan non farmakologis hipertensi perbatasan sampai berat.
2. Pemberian rekomendasi rebusan seledri juga dapat digunakan sebagai
terapi pendamping atau terapi pelengkap pada pengobatan farmakologis
hipertensi. Seperti pada penderita hipertensi yang memang harus
menggunakan pengobatan farmakologis.
3. Implikasi terhadap penelitian lebih diarahkan kepada peneliti yang lain
yang tertarik untuk mengkaji tema yang sama, yaitu penelitian terhadap
manfaat seledri untuk mengatasi rematik, asma, radang sendi, sakit mata,
gagal ginjal, insomnia, encok dan penelitian lain yang terkait dengan
rebusan seledri.
72
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Simpulan hasil penelitian dan interpretasi data dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Karakteristik jenis kelamin sebagian besar penderita hipertensi 53,8%
berjenis kelamin perempuan dan sebagian kecil 46,2% berjenis kelamin
laki-laki. Karakteristik umur sebagian besar penderita hipertensi 49,2%
berusia 44-52 tahun dan sebagian kecil 24,6% berusia 35-43 tahun.
Karakteristik berat badan sebagian besar penderita hipertensi 70,8%
memiliki berat badan 45-58 Kg dan sebagian kecil 3,1% memiliki berat
badan 73-86 Kg. Karakteristik tinggi badan penderita hipertensi rata – rata
adalah 162,62 cm, nilai tengah 165 cm, standar deviasi 7,432, tinggi
minimal 150 cm dan tinggi maximal 178 cm.
73
2. Tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sebelum pemberian
rebusan seledri rata-ratanya adalah 181,92 mmHg, nilai tengah 180
mmHg, standar deviasi 18,471, tekanan darah minimal 140 mmHg,
tekanan darah maksimal 220 mmHg. Tekanan darah diastolik pada
penderita hipertensi sebelum pemberian rebusan seledri rata-ratanya
adalah 99,62 mmHg, nilai tengah 100 mmHg, standar deviasi 11,295,
tekanan darah minimal 80 mmHg, tekanan darah maksimal 130 mmHg.
3. Tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi sesudah pemberian
rebusan seledri rata-ratanya adalah 140,46 mmHg, nilai tengah 140
mmHg, standar deviasi 13.542, tekanan darah minimal 120 mmHg,
tekanan darah maksimal 170 mmHg. Tekanan darah diastolik pada
penderita hipertensi sesudah pemberian rebusan seledri rata – ratanya
adalah 83 mmHg, nilai tengah 80 mmHg, standar deviasi 7.896, tekanan
darah minimal 70 mmHg, tekanan darah maksimal 95 mmHg.
4. Ada perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan sistolik sebesar 41,462
mmHg, t hitung (19,331) > t table (2,000) dengan demikian Ho ditolak
atau ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik pre dan
post pemberian rebusan seledri dengan pv (0,000) < α (0,05). Sedangkan
perbedaan rata-rata pre dan post pada tekanan diastolik sebesar 16,615
mmHg, t hitung (11,453) > t table (2,000) dengan demikian Ho ditolak
atau ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik pre dan
post pemberian rebusan seledri dengan pv (0,000) < α (0,05).
74
B. SARAN
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan agar lebih memperkenalkan manfaat seledri di masyarakat
sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi seledri secara rutin dan dapat
merasakan manfaatnya secara optimal.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Bagi tenaga kesehatan untuk dapat menggunakan terapi rebusan
seledri untuk menangani pasien hipertensi ringan sampai tinggi, sehingga
diharapkan kasus hipertensi dapat menurun.
3. Bagi Penderita Hipertensi
Dengan semakin meningkatnya penderita hipertensi, maka perlu
memperhatikan pengobatan yang harus diberikan secara rutin dan
sebagai pilihan alternatifnya dengan menggunakan obat herbal yang
tersedia disekitar kita salah satunya adalah dengan menggunakan rebusan
seledri.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai
seledri yang memiliki banyak manfaat, seperti untuk mengatasi rematik,
asma, radang sendi, sakit mata, gagal ginjal, insomnia, dan encok.